Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER DISIPLIN SISWA KELAS I PADA SDN IV TAPAN KECAMATAN KEDUNGWARU KABUPATEN TULUNGAGUNG
SUPRIYANI SDN IV Tapan, Tulungagung
[email protected] ABSTRAK Realitas yang ada pada SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung menunjukkan pada indikator-indikator permasalahan kedisiplinan anak baik ketika di lingkungan sekolah dan keluarga, memperlihatkan adanya masalah dalam mengimplementasikan nilai-nilai disiplin dalam pola asuh mereka, ditambah seringkali sinergi antara orang tua dan sekolah tidak berjalan dengan baik menyebabkan anak tidak mampu menyerap dengan maksimal nilai-nilai tersebut. Fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana pola implementasi pola asuh yang diterapkan oleh orang tua untuk membentuk sikap disiplin siswa. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui, mendiskripsikan dan menganalisis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam rangka pembentukan sikap disiplin siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus Untuk pencarian data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kata kunci: Pola Asuh, Karakter, Disiplin A. PENDAHULUAN 1. Later Belakang Pola asuh merupakan suatu cara yang dilakukan dalam mendidik dan menjaga anak secara terus menerus dari waktu ke waktu sebagai perwujudan rasa tanggungjawab orang tua terhadap anak. Dalam mengasuh anak, orang tua harus memiliki pengetahuan agar mereka tidak salah asuh. Selain itu orang tua juga harus mengetahui seutuhnya karakteristik yang dimiliki oleh anak. Peranan orang tua begitu besar dalam membantu mempersiapkan masa depan buah hati mereka. Disinilah kepedulian orang tua sebagai guru yang pertama dan utama bagi anak-anak. Sebagai orang tua harus betul-betul melakukan sesuatu untuk anak tercinta. Bagaimana seorang anak dapat tetap memandang masa depan mereka dalam angan seorang anak, bagaimana mereka dapat menjadi generasi penerus kita. Masa depan bangsa Indonesia kelak di tangan mereka dan masa depan mereka dipersiapkan oleh orang tua saat ini (Miarso, 2004: 50). Dalam mengasuh anaknya, orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku sosial tertentu pada anaknya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
1
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Pola asuh orang tua tersebut merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Kedisiplinan merupakan salah satu kepatutan dalam hal karakter suatu individu. Disiplin merupakan suatu ketaatan dan kepatuhan terhadap sesuatu yang telah disepakati. Kedisiplinan dapat dilatih sejak dini melalui pola asuh yang dilakukan oleh keluarga yang dalam hal ini orang tua lebih berperan besar. Melalui pola asuh yang baik, anak akan diarahkan orang tua bagaimana membiasakan diri melakukan hal-hal secara teratur dan terjadwal. Dalam penerapan kedisiplinan tersebut, juga terkandung nilai tanggungjawab yang tumbuh pada diri anak (Solek, 2004: 24). Kenyataan yang terjadi bahwa masih sering kita jumpai beberapa anak yang menunjukkan perilaku kurang disiplin, seperti kebiasaan anak yang masih lupa waktu meskipun hari sudah sore sehingga berdampak menjadi kebiasaan yang buruk, yaitu tidur larut malam dan bangun terlalu siang, kebiasaan anak yang sulit diatur karena kurangnya perhatian dan bimbingan dari orang tua, dan masih banyak lagi kasus anak yang menunjukkan kurang kedisiplinan (Miarso, 2004: 54). Disiplin tersebut lahir dan berkembang dari sikap siswa di dalam sistem nilai keluarga dan lingkungan sosial yang telah ada di dalam masyarakat. Terdapat unsur pokok yang membentuk disiplin, pertama sikap yang telah ada pada diri siswa dan sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat. Sikap atau attitude merupakan unsur yang hidup di dalam jiwa siswa yang harus mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat berupa tingkah laku atau pemikiran. Hal tersebut seperti yang terjadi pada siswa di SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung, dalam kesehariannya sikap disiplin yang ada pada siswa masih sangat kurang, sebagai contoh dari rendahnya pola asuh yang ada pada siswa bisa dilihat dari kegiatan bermain anak, yang terkadang dari pulang sekolah sampai sore hari, hal ini merupakan salah satu indikator permasalahan dalam rangka implementasi pola asuh orang tua, selain itu, bentuk-bentuk kurangnya dukungan orang tua dapat dilihat dari aktivitas siswa yang kurang sesuai, pada kenyataannya siswa cenderung tidak memperhatikan aturan-aturan yang telah sekolah buat, seperti: masuk pada pukul 07.00 WIB, jika hari Senin menggunakan atribut lengkap, keseriusan mengerjakan PR, hal semacam itu yang sering dilupakan oleh siswa sehingga sikap disiplin siswa sangat kurang. 2. KAJIAN PUSTAKA Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar artinya. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbedabeda, karena setiap masing-masing orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu yang beda pula. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara orang tua dengan anak. Selama proses pengasuhan orang itualah yang memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak.
2
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Menurut Darling (2003: 1) mendefinisikan pengasuhan orang tua adalah aktivitas komplek termasuk banyak perilaku spesifik yang dikerjakan secara individu dan bersama- sama untuk mempengaruhi pembentukan karakter anak. Berk (2000: 34) dalam socialization with in the family pola asuh orang tua adalah daya upaya ortu dalam memainkan aturan secara luas di dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Dalam mengasuh anaknya, orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku sosial tertentu pada anaknya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pada hakekatnya disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum, undang-undang, peraturan, ketentuan, dan norma-norma yang berlaku dengan disertai kesadaran dan keikhlasan hati bahwa memang demikianlah seharusnya. Disini kalimat kesadaran dan keikhlasan amat sangat ditekankan. Hal ini penting agar kepatuhan dan ketaatan itu dilakukan bukan karena keterpaksaan. Ketaatan karena terpaksa akan menjadikan manusia hanya taat dan patuh ketika ada pengawasan. Begitu tidak ada yang mengawasi maka disiplinnya luntur dan lama-lama hilang. Dalam arti luas kedisiplinan adalah cermin kehidupan masyarakat bangsa. Maknanya, dari gambaran tingkat kedisiplinan suatu bangsa akan dapat dibayangkan seberapa tingkatantinggi rendahnya budaya bangsa yang dimilikinya. Sementara itu cerminan kediplinan mudah terlihat pada tempattempat umum, lebih khusus lagi pada sekolah-sekolah dimana banyaknya pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan oleh siswa-siswa yang kurang disiplin. Menurut Johar Permana, Nursisto (1986: 45), Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Namun demikian, pada kelompok masyarakat tertentu disiplin harus benar-benar dibina, diawasi dan ditegakkan secara ketat karena jenis dan sifat tugas yang dihadapinya. Tuntutan disiplin bagi karyawan swasta, pegawai negeri tentu berbeda dengan anggota TNI dan Polri karena anggota TNI dan Polri adalah manusia yang sudah dilatih dan dipersenjatai. Alangkah berbahayanya jika mereka tidak disiplin. Demikian pula tuntutan disiplin bagi wirausaha yang bekerjanya tidak tergantung kepada kekuasaan orang lain juga akan berbeda. Terlepas dari hal-hal yang sudah dikemukakan diatas disiplin tetap diperlukan dalam hidup dan kehidupan manusia. Oleh karena disiplin pribadi sangat diperlukan. Dalam pengertian diatas juga dimasukkan kata norma. Disini termasuk norma agama dan norma adat serta norma-norma yang lain yang juga mengikat manusia sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Pengertian disiplin sekolah kadang diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski
3
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment). Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999: 34) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah: (1) Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) Mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya. 3. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dimana pendekatan studi kasus merupakan suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena didalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan (Yin, 2002: 18). Studi kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa-peristiwa tersebut tidak dapat dimanipualasi. Kekuatan dan keunikan dari pada studi kasus adalah kemampuannya untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis buktiseperti dokumen, wawancara dan observasi. Lebih dari itu dalam beberapa situasi seperti observasi partisipan, manipulasi informal juga dapat terjadi. Penelitian ini dilaksanakan pada SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung. Sekolah ini dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan pada sekolah tersebut masih kurang dalam penerapan sikap karakter siswa. Dalam penelitian ini terdapat dua tahap penelitian, yaitu: (1) Pada observasi awal, peneliti melihat keadaan di SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung, peneliti melihat tentang kesesuaian kegiatan dengan rencana penelitian yang ada. (2) Tahap pelaksanaan penelitiaan. Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Sumber data diperoleh dari informan yang digunakan oleh peneliti sebagai subyek penelitian. Dari informan tersebut diharapkan memperoleh data sebanyak-banyaknya tentang pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar. Langkah yang dilakukan adalah dengan menemui beberapa orang dilokasi sebagai upaya penjajakan, sehingga ditemukan orang yang memiliki kriteria sebagai seorang informan. Pengenalan diri peneliti dengan beberapa orang dilapangan tersebut, digunakan sebagai modal awal dalam pengumpulan data lebih lanjut dalam rangka menjawab permasalahan peneliti.Informan kunci yang diharapkan dapat membantu dalam penelitian ini adalah Kepala SDN IV Tapan, guru , serta dari pihak siswa. Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer yang dihasilkan dari observasi dan interview subyek, dan data skunder yang berupa dokumentasi. B.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah.
4
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Dalam pelaksanaannya, penerapan pola asuh di SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung mayoritas menganut pola asuh demokratis, yaitu pola asuhan yang ditandai dengan ciri-ciri bahwa anakanak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internalnya, anak diakui keberadaannya oleh orang tua, anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Orang tua memiliki peranan besar terhadap pendidikan anak-anaknya di sekolah. Tidak ada yang bisa membantu anak untuk berhasil tanpa adanya keterlibatan peran orang tua. Sedikit kemauan kecil dari orang tua untuk mengambil peranan dalam pendidikan anaknya di sekolah, bisa memberikan keajaiban kepada anak tersebut di sekolahnya. Orang tua memainkan empat peran yang berbeda dalam pendidikan anak-anak mereka: pembimbing, teman, guru, dan penegak disiplin. Seperti halnya yang dikatakan salah satu guru di SDN IV Tapan, Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung, Ratin Nuroni: “Memang bagaimanapun kelihatan antara anak yang mendapat perhatian khusus di rumah dan tidak mempunyai perhatian khusus dari orang tuanya, biasanya mereka yang mendapat perhatian khusus akan lebih rapi, tertib, dan disiplin dalam bersekolah, biasanya siswanya rapi-rapi, berangkat tidak pernah telat, dan kalau sampai di gerbang sekolah mesti mencium tangan gurunya. Tetapi ya tidak semua seperti itu, meskipun itu dirumah mendapat perhatian khusus tetapi itu tergantung dari didikan mereka sewaktu dirumah”. Apa yang telah dikatakan oleh Heni Purnawati tersebut sesuai dengan teori masyarakat yang disampaikan oleh Durkheim yaitu tentang tatanan normatif dihubungkan dengan aspek psikis dalam kesadaran tiap individu (Hamalik, 1988: 13). Pernyataan yang telah disampaikan di atas ternyata dibenarkan juga oleh Kepala Sekolah SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung, Sriati. “Bagaimanapun kita mengajar di sekolah pedesaan, sekolah yang tidak ada duanya, sebenarnya orang tua siswa selalu kita berikan pengertian tentang bagaimana pola asuh yang benar untuk anakanaknya, tetapi ya kadang kesibukan orang tua tidak sempat untuk melakukan hal tersebut, jadi ya kalau pagi biasanya setelah dimandikan, ya langsung dibawa ke sekolah, jadi sekolah kayak penitipan anak gitu. Tetapi ya tidak semuanya seperti itu, ada juga yang saking perhatiannya sampai anaknya sekolah ditunggu, mulai masuk sampai pulang lagi. Kalau itu biasanya mereka orang tua yang banyak waktu dan punya perhatian lebih terhadap anaknya”. Pihak sekolah memang telah banyak memberikan pengertian dan pemahaman tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anaknya, sehingga pola asuh yang terbentuk dari orang tua ketika di rumah dapat ditularkan bagi anak-anaknya ketika di sekolah. Sikap disiplin sangat penting dibentuk pada anak-anak tersebut, misalnya saja jam bangun anak, jam mandi, jam berangkat sekolah, atas dasar itu apa yang diberikan di rumah oleh orang tua biasanya dijadikan kebiasaan oleh anak-anaknya ketika di sekolah. Seperti halnya yang disampaikan dalam wawancara di atas sesuai dengan teori disiplin yang dikembangkan oleh Brown dan Brown (Hamalik, 1988: 15) yang mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa tidak disiplin salah satunya disebabkan oleh keluarga yang brokenhome. Selanjutnya, Dyah Trisnani, guru di SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung, menjelaskan kembali tentang pentingnya pola asuh sesuai dengan teori pola pembentuk mayarakat oleh Durkheim, yaitu tentang membentuk pola sikap disiplin di sekolah. “Siswa di sekolah memang hanya 6 jam, bahkan tidak ada, jadi lebih banyak siswa tersebut berinteraksi di
5
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” rumah atau lingkungan sekitarnya, jadi dengan waktu yang hanya terbatas maka guru tidak punya banyak waktu untuk mempengaruhi para siswa, yang ada para guru hanya meneruskan pembentukan model disiplin siswa tersebut melalui settingan yang sudah dibentuk sebelumnya.” Sebagaimana uraian dari para guru dan kepala sekolah SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung, wali murid juga membenarkan dari yang dikatakan oleh para guru tersebut. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Kuswoyo, selaku salah satu orang tua dari siswa pada jenjang sekolah dasar. “Sebenarnya saya dan Ibunya itu sudah setiap hari menerapkan contoh-contoh sikap disiplin, setiap hari saya alarm jam setengah lima pagi untuk bangun, tetapi jika akan dibangunkan selalu saja rewel, nangislah, jadi saya tidak berani memaksa dia. Di sekolahpun guru nya juga sering memberitahu mana yang baik untuk dilakukan, ya kadang apa yang diberitahu guru selalu diceritakan kepada saya, tetapi kalau sudah sampai waktunya mesti rewel seperti itu.”. Dari wawancara tersebut dapat diuraikan jika sikap disiplin diri anak merupakan salah satu produk disiplin. Disiplin memerlukan proses belajar. Pada awal proses belajar perlu adanya upaya orang tua. Hal ini dapat dilakukan dengan cara (1) Melatih, (2) Membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai berdasarkan acuan moral. Jika anak telah terlatih dan terbiasa berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral maka, (3) perlu adanya kontrol orang tua untuk mengembangkannya, hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Hobbes yaitu konsep hidup bersama dalam suatu masyarakat (Maman Rachman, 1999: 50). Dalam konteks ini, upaya orang tua untuk menumbuhkan kontrol diri anak yang didasari nilai-nilai moral agama seyogyanya seperti diartikan di dalam nilai-nilai moral lainnya (nilai sosial, ekonomi, ilmiah/belajar, demokrasi, kebersihan dan keteraturan). Dengan demikian, dapat disebut bahwa manakala setiap orang tua dalam membantu anak untuk memiliki kontrol diri, berarti mereka benar-benar telah mampu: (1) membantu anak untuk memiliki manajemen diri, (2) melakukan intervensi pada diri anak, (3) memberikan nilai positif kepada anak, (4) memberikan hukuman yang tepat. Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Kuswoyo, Puji mempunyai pengalaman berbeda tentang anaknya itu.“Kalau anak saya itu sebenarnya mengerti, patuh terhadap apa yang ditelah disampaikan, semua yang dia lakukan adalah arahan guru ketika di sekolah, katanya apa yang dia lakukan baik disekolah ataupun di rumah harus sesuai yang dicontohkan oleh guru. Dia takut sama gurunya”. Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui contoh dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh orang tua diperlukan sikap kreatif dan inovatif yang ada diterapkan pada anak mereka, sikap kreatif di sini tidak berarti harus menciptakan suatu benda baru dalam proses pembelajarannya, tetapi dapat juga mempergunakan sikap-sikap yang positif, seperti memberikan tauladan yang baik atau memberikan pengertian tentang sikap disiplin yang bisa dilakukan oleh siswa dan sedang mengikuti pendidikan formal, hal tersebut adalah sejalan dengan teori yang disampaikan Maman Rachman (1999: 45) yang menyatakan tujuan disiplin di sekolah adalah mendorong siswa untuk melakukan yang baik dan benar, selain itu juga sesuai dengan yang disampaikan dalam teori fungsionalisme struktural yaitu masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian
6
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, termasuk di dalamnya prubahan pola kedisiplinan. Proses pola asuh yang diberikan oleh orang tua siswa tersebut hendaknya memerlukan sesuatu yang menarik dan membedakan dengan model pola asuh terhadap anak normal. Di sinilah peran orang tua sangat diperlukan dalam rangka proses disiplin yang nantinya akan diimplementasikan pada saat sekolah. Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa tuntutan orang tua terhadap penerapan pola asuh yang baik sangat diharapkan sekali, bagaimanapun peran orang tua dalam mengarahkan anaknya tersebut bisa dikatakan sangat penting. Guru dalam hal ini sebagai pendukung saja manakala anak tersebut sudah berada di lingkungan sekolah. Guru bertugas memberikan contoh baru atau memberikan pengertian-pengertian yang mudah diterima oleh para siswa. Dari apa yang dilaksanakan oleh guru tersebut, tidak sedikit para siswa yang sangat senang, dan merasa diprhatikan, sehingga apa yang dilakukan bias terkontrol. Salsabila, salah satu murid kelas I SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung menjelaskan tentang bagaimana sikap disiplinnya ketika masuk ke sekolah, dia tidak telat meskipun rumahnya lumayan jauh. “Saya berangkat jam 06.30 tepat, soalnya takut kalau nanti terlambat, biasanya ada piket juga, kalau terlambat nanti tidak enak sama teman-teman lainnya”. Senada dengan Salsabila, Heru menguraikan tentang pengalaman sehari-harinya agar dia tidak kesiangan dating ke sekola. “Kalau saya punya jam weker bu, jam lima mesti bunyi, jadi ya saya bangun, biasanya sehabis bangun saya langsung mandi, trus nungguin ibuk masak, kalau bapak pagi sudah berangkat kerja, jadi ibuk yang ngantar saya sekolah”. Dari audiensi yang dilakukan oleh peneliti tersebut dapat diidentifikasi bagaimana peran orang tua dalam memberikan pola asuh pada anaknya guna penerapan sikap disiplin ketika di sekolah. 2. Pembahasan Pola asuh merupakan suatu cara yang dilakukan dalam mendidik dan menjaga anak secara terus menerus dari waktu ke waktu sebagai perwujudan rasa tanggungjawab orang tua terhadap anak. Dalam pelaksanaannyaproses pengasuhan anak juga diperlukan perhatian khusus oleh orang tua kepada anakanak mereka, bagaimanapun anak-anak masih memperlukan sebuah perhatian yang lebih dari orang tua untuk dukungan mereka, terutama dukungan moral yang nantinya mengarah pada wujud tingkah laku anak tersebut. Dasil penelitian yang ditemukan bahwa teknik-teknik asuhan orang tua demokratis yang menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan mandiri membuat keputusan sendiri akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab. Sutari Imam Barnadi juga mengatakan bahwa orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan persoalan-persoalannya. Pola asuhan demokratik memungkinkan semua keputusan merupakan keputusan anak dan orang tua. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbedabeda, karena setiap masing-masing orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu yang beda pula. Tata tertib sekolah berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan serta membentuk karakter anak secara optimal sehingga
7
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan. Oleh karena itu, menurut Dimas (2007: 107), anak harus dilibatkan dalam pembuatan tata tertib sehingga ia menadapatkan motivasi untuk terlibat dalam membuat aturan tentang perilakunya atau aturan untuk meluruskan perilakunya. Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat, masing-masing dari kategori tersebut aka nada efek yang dibentuk sehingga siswa akan terbentuk suatu kebiasan di sekolah. Menurut Icek Ajzen dan Martin Fishbein (Azwar, 2006: 11) dalam teori tindakan beralasan mengemukakan bahwa perilaku mengarah pada tiga persolan yaitu: (1) Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu, (2) Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma subyektif, yaitu keyakinan mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat, (3) Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subyektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Di samping itu, orang tua harus memiliki pengetahuan agar mereka tidak salah asuh. Selain itu orang tua juga harus mengetahui seutuhnya karakteristik yang dimiliki oleh anak. Peranan orang tua begitu besar dalam membantu anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Disinilah kepedulian orang tua sebagai guru yang pertama dan utama bagi anak-anak. Sebagai orang tua harus betul-betul melakukan sesuatu untuk anak tercinta. Bagaimana seorang anak dapat tetap memandang masa depan mereka dalam angan seorang anak, bagaimana mereka dapat menjadi generasi penerus kita. Kedisiplinan pada anak umumnya dikaitkan dengan kemampuan anak untuk melakukan segala sesuatunya sendiri. Anak yang mempunyai rasa mandiri akan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan dapat mengatasi kesulitan yang terjadi. Disamping itu anak yang mempunyai kemandirian akan memiliki stabilitas emosional dan ketahanan yang mantap dalam menghadapi tantangan dan tekanan didalam kehidupannya (Hogg & Blau, 2004: 145). Dalam keberadaannya, proses pembentukan kedisiplinan merupakan proses pemberian contoh antara anak, orang tua, dan guru, oleh karena itu diberikan proses interaksi sosial, tidak terkecuali yang dilakukan antara teman sebaya, orang tua, guru, ataupun masyarakat lainnya pada anak berkebutuhan khusus patut untuk diberikan apresiasi berlebih, karena melihat dengan kekurangan yang ada justru tidak membuat sesuatu yang kurang tetapi justru membuat perbedaan itu lebih bermakna. C. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan implementasi pola asuh yang ditunjukkan oang tua wali siswa kelas I SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru untuk menumbuhkan sikap disiplin anak terdapat perbedaan pada sebagian satu dengan yang lainnya. Beberapa dari mereka menerapkan model demokratis ditunjukkan dengan pola disiplin anak yang sudah tertata dan taat terhadap aturan baik di sekolah maupun sewaktu di rumah, sementara sebagian lain menerapkan model permisif terutama yang latar belakang pekerjaan mereka TKI oleh karena itu proses pendidikan dan lainnya diserahkan kepada kakek dan neneknya, sehingga perhatian yang kurang menyebabkan anak-anak
8
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” mereka tumbuh dengan kurang tertata dan seringkali melanggar kedisiplinan sekolah, selain itu juga kurangnya menghargai waktu yang ada. Ada beberapa hambatan dalam upaya pembentukan karakter disiplin siswa kelas IV SDN IV Tapan Kecamatan Kedungwaru diantaranya: (a) Kurangnya kasih sayang orang tua, (b) Kurangnya bergaul dengan teman sebaya, (c) Kesibukan orang tua. 2. Saran-Saran a. Pihak sekolah hendaknya lebih peka terhadap masalah pola asuh dan kedisiplinan ini, proses interaksi antara sekolah dengan orang tua lebih dimaksimalkan lagi untuk membentuk karakter yang baik untuk siswa dalam hal disiplin b. Orang tua lebih menjaga bentuk pola asuh kepada anak agar karakter disiplin yang ada pada diri anak tidak hilang, hambatan-hambatan yang ada mungkin di sekolah ataupun di luar sekolah hendaknya orang tua lebih peka dan lebih sering berkonsultasi ke sekolah untuk masalah ini c. Peneliti lain hendaknya dapat mengisi kekosongan kajian yang belum ada dalam penelitian ini, hal ini dimaksudkan untuk menyempurnakan penelitian yang sejenis.
9
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin. 2006. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Berk, Laura. E. 2000. Through the Life Span. Boston: Person Education. Darling, Lareau. 2003. Multicultural Education. UK: California Press Dimas, Agung Hartono. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta. Hogg, Tracy, dan Melinda Blau. 2004. Mendidik dan Mengasuh Anak Balita Anda. Jakarta: Gramedia Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media dan Pustekkom Diknas. Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Bandung :PT. Remaja Rosdakarya. Rachman, Maman. 1999. Manajemen Kelas. Jakarta: Depdiknas. Solek, Bandi. 2004. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama. Yin, Robert. K. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta:Raja Grafindo Persada
10