PENCURIAN PADA SAAT BENCANA ALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Mungkid : No. 34 / Pid / 2011 / PN. MKD) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh Arif Setiawan Onira NIM : 1112045100005
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (KONSENTRASI JINAYAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
ABSTRAK Arif Setiawan Onira, NIM 1112045100005, Pencurian Pada Saat Bencana Alam Perspektif Hukum Islam dan Positif (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Mungkid : No. 34 / Pid. B/ 2011 / PN. MKD), Strata Satu (S-1), Jurusan Jinayah Syar’iah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1437 H/2016 M, 76 Halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hukuman bagi pelaku pencurian yang dilakukan pada saat bencana alam, serta faktor penyebab tejadinya pencurian pada saat bencana alam. Hal ini penulis kaji dari sudut pandang hukum positif dan Islam, baik itu hukuman menurut Islam dan positif atau hukum yang berlaku di Indonesia sendiri. Adapun penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pendekatan analisis kualitatif dengan mencari data baik dalam buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan penelitian penulis. Adapun sumber data yang penullis pakai adalah bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian ini menggunakan metode yuridsi-normatif. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan diketahui bahwa pencurian pada saat bencana merupakan pencurian dengan pemberatan dalam hukuman. Hukuman bagi pencuri pada kondisi biasa atau normal berbeda dengan hukuman yang dilakukan pada kondisi tertentu. Dalam Islam juga ada perbedaan hukuman iv
bagi pelaku yang melakukan pencurian dengan pemberatan atau pada kondisi atau keadaan tertentu. Tetapi dalam Islam setiap perbuatan yang telah mencapai batasan tertentu maka berlaku hukuman potong tangan. Kata kunci
: Pencurian, bencana alam, hukum positif dan Islam
Pembimbing : Dr. Rumadi, M. Ag.
v
KATA PENGANTAR بسم هللا الر حمن الر حيم Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya serta memberikan berkah, kasih sayang, dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PENCURIAN PADA SAAT BENCANA ALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Mungkid : No. 34 / Pid. B / 2011 / PN. MKD)”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan umatnya dari kegelapan dunia ke zaman peradaban ilmu pengetahuan. Penulis sangat bahagia dan bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas akhir dalam jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis tempuh telah selesai. Serta penulis tak lupa meminta maaf apabila didalam penulisan skripsi ini ada yang kurang berkanan dihati para pembaca, karena penulis menyadari bahwa penulis masih jauh dari kesempurnaan. Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat tercapai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang amat mendalam, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1.
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2.
Dr. H. Asep Saepudin Jahar, P, hd. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Dr. H. M. Nurul irfan, MA, dan Nur Rohim. LLM. Kepala dan Sekretaris Prodi Jinayah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Pembimbing Akademik dan Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Dosen pembimbing Skripsi Dr. Rumadi, M.Ag yang selalu memberi pengarahan, pembelajaran yang baru bagi saya dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan keistiqomahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi. Ayahanda
tercinta Elfion dan ibunda tercinta Mitra Yurnita yang selalu
mendoakan dan memberikan smangat kepada ananda untuk menyelesaikan skripsi ini, serta telah mengorbankan seluruh hidupnya untuk membahagiakan dan membesarkan penulis sampai saat ini. Tidak akan pernah dan mustahil penulis mampu membayar apa yang telah diberikan selama ini. Kedua orang tua selalu menjadi sumber inspirasi penulis dalam menjalankan kehidupan dan meyelesaikan skripsi ini. 7.
Kepada adik-adik tercinta Villa Yane Onira, Abiligo Onira, Kasih Valent Onira, M. Fajar Onira yang selalu memberi semangat dan mendoakan penulis. Selalu menjadi adik-adik yang baik bagi penulis.
8.
Kepada teman-teman komunitas I’M (Inovator Muda) dan MOTION (Magic Motivation) yang sangat saya cintai dan banggakan. Terimakasih telah menjadi bagian dari hidup penulis. vii
9.
Kepada guru sehat Om Bagus dan teman-teman KAHFI yang sangat saya banggakan dan menjadi cermin kehidupan bagi penulis. Terimakasih telah menjadi bagian dari kehidupan penulis.
10. Kepada teman-temanku Brina Listiani, Fajrin, dan Salmah Turahmi yang telah mendukung dan membantu menyelesaikan skripsi baik itu berupa moril maupun materil. 11. Kepada sahabat-sahabat terbaikku Irfan Hielmi dan Fawazul Haq yang telah menjadi saksi dari perjuanganku. Terimakasih telah banyak membuat cerita dalam hidup penulis baik berupa canda tawa, tangis, dan pergorbanan. Tetap selalu menjadi sahabat yang terbaik bagi penulis. 12. Kepada teman-teman kosan Septian Dwittes, dan Andrian Saputra yang selalu menghibur dan memberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selalu ada setiap penulis lagi malas, galau, bosan, bahkan sampai larut menemani penulis dalam menyelasaikan skripsi ini. Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Sungguh hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Jakarta, 13 September 2016
Arif Setiawan Onira
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ i PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI.... ................................................. ii LEMBAR PERNYATAAN........................................................................... ...... iii ABSTRAK ........................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix BAB I
PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G.
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP PENCURIAN A. B. C.
BAB III
TINDAK
PIDANA
Pengertian Pencurian ...............................................................12 Dasar Hukum dan Sanksi Pencurian .......................................17 Jenis-Jenis Pencurian ...............................................................25
FAKTOR-FAKTOR TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT BENCANA ALAM A. B. C.
BAB IV
Latar Belakang Masalah ............................................................1 Rumusan Masalah ....................................................................5 Tujuan dan Manfaat...................................................................5 Tinjauan Studi Terdahulu ..........................................................6 Kerangka Teori ..........................................................................7 Metode Penelitian ......................................................................8 Sistematika Penulisan ..............................................................10
Adanya Niat dari Pelaku Pencurian .......................................34 Adanya Kesempatan ................................................................37 Keadaan Memaksa ..................................................................38
ANALISIS HUKUM ISLAM DAN POSITIF TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MUNGKID No. 34 / Pid. B / 2011 / PN. MKD A. B. C.
Duduk Perkara .........................................................................42 Dasar Hukum Pemidanaan yang Digunakan Hakim dalam Menetapkan Pencurian Pada Saat Bencana Alam ...................45 Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencurian saat bencana alam dalam islam .....................................................................49 ix
D.
BAB V
Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencurian saat bencana alam dalam hukum positif dan putusan Pengadilan Negeri Mungkid ..................................................................................52
PENUTUP A. B. C.
Kesimpulan ............................................................................60 Saran-saran ..............................................................................61 Penutup ....................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................63 LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Tindak pidana pencurian merupakan bagian dari sejarah manusia. Hal ini bisa terjadi kapan saja, terutama pada saat bencana. Pada saat bencana orang dalam kondisi panik dan membuka peluang bagi orang lain untuk melakukan niat jahatnya. Niat jahat yang dilakukan seseorang terhadap orang lain, hal ini tidak terlepas dari peluang dan kesempatan yang dia miliki saat bencana. Bencana membuat orang atau pemilik barang tidak memikirkan keberadaan bendanya. Banyak dari mereka yang meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi ketempat lain, sehingga benda atau barang mereka tidak ada yang menjaga. Kondisi seperti ini sangat memudahkan aksi pencurian.1
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam bab XXII dikenal beberapa tindak pidana, tindak pidana biasa dan tindak pidana dengan konsep pemberatan. Tindak pidana biasa, hal ini biasanya terjadi pada kondisi yang normal, bukan dalam kondisi yang mengancam atau membahayakan. Pencurian seperti ini, sering kali terjadi pada kondisi yang sepi. Hal ini dimanfaatkan oleh pencuri untuk melakukan niat jahatnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sedangkan tindak pidana berat, terjadi pada kondisi yang tidak sewajarnya atau kondisi yang mengawatirkan atau mengancam, seperti longsor, banjir, gempa, gunung meletus dan kebakaran. 1
Ulil Absar, Tindak Pidana Pencurian, Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2009, h. 1
1
2
Pencurian yang terjadi pada saat bencana alam termasuk kedalam pencurian dengan pemberatan. Sebagaimana diatur dalam pasal 363 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan “Diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun yaitu pencurian pada waktu ada kebakaran , letusan banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontak atau bahaya perang”2 Berdasarkan KUHP, bahwasanya setiap tindak pidana pencurian yang dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu, akan mempengaruhi sanksi atau hukuman yang akan diberikan. Seharusnya pada saat bencana alam ini, digunakan untuk saling menolong sesama, bukan untuk memanfaatkan kondisi untuk memperoleh keuntungan. Maka dari itu, pencurian yang dilakukan pada kondisi ini, tergolong kepada pencurian yang memberatkan. Selain dia telah melakukan tindak pidana pencurian yang menurut KUHP dilarang, disamping itu dia tidak memiliki moral dan hati nurani untuk menolong sesama. Maka dari itu, Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 02 tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penegak hukum khususnya hakim untuk memberikan keadilan terhadap perkara yang diadilinya. Pencurian dengan pemberatan, pernah terjadi di Desa Gulon. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwasanya pencurian pada saat bencana alam tergolong kepada pemberatan pidana. Hal ini pernah dialami oleh warga Desa Gulon. Pada tahun 2010 pernah terjadi letusan Gunung Merapi di Desa Gulon Kecamatan
2
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), ( Jakarta:Bumi Aksara, 1999) ,
h. 128
3
Salam Kabupaten Magelang. Pencurian ini terjadi terhadap barang bantuan yang diperuntukan untuk pengungsi. Barang bantuan tersebut diambil di barak pengungsian yang bertempat di Balai Desa Gulon Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Pencurian terjadi pada malam hari, pukul 23.30 tahun 2010. Tersangka masuk ke dalam tempat penyimpanan barang, lalu tersangka mengeluarkan barang bantuan dari tempat penyimpanannya tanpa sepengetahuan pengelola barang. Seharusnya setiap barang yang dikeluarkan harus sepengetahuan pencatat barang. Barang bantuan yang dicuri merupakan kebutuhan untuk para pengungsi, seperti bed cover, kantong palstik beras, susu dancow, susu frisian flag, sikat gigi, teh bendera, biskuit, indomie, susu coklat, dan lain-lain. Selanjutnya dimasukkan kedalam mobil untuk dibawa kerumahnya.3 Islam menjelaskan mengenai pencurian dengan pemberatan. Tetapi tidak serinci yang dijelaskan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Islam menjelaskan bahwasanya pencurian itu dilarang, apalagi pencurian yang dilakukan pada saat bencana alam, ini merupakan hal pemberatan. Allah SWT menjelaskan tentang pencurian dalam surat Al-Maidah ayat 38:
Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
3
Direktori putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
4
Ayat di atas menjelaskan bahwa, pencuri laki-laki dan perempuan potonglah tangan keduanya. Hal ini sangat jelas, setiap pencurian harus dihukum. Dalam ayat di atas masih menjelaskan secara global atau secara umum tentang pencurian. Pencurian dalam Islam sangat dilarang, karena merupakan suatu yang merusak jiwa dan harta. Pencurian merupakan tindakan mengambil atau mencuri harta milik seseorang secara sembunyi-sembunyi dengan tipu daya. Pencurian juga bisa bermakna mengambil harta milik orang lain dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan. Barang tersebut diambil dengan cara diam-diam dan tanpa diketahui oleh pemiliknya. Pencurian bukan hal yang baru dalam kehidupan, tindak pidana ini sudah terjadi sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. banyak pencurian yang terjadi, tetapi tidak semua pencurian di potong tangan. Setiap pencurian harus memenuhi syarat dan kadar yang dicuri. Selain itu juga melihat dari kondisi dan keadaan seseorang ketika mencuri. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menelaah lebih jauh mengenai pencurian, terutama pencurian pada saat bencana alam. Penulis ingin meneliti lebih jauh lagi kedalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “PENCURIAN PADA SAAT BENCANA ALAM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Mungkid : No. 34/ pid. B/ 2011/ PN. MKD)”
5
B.
RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana hukuman bagi pelaku pencuri pada saat bencana alam? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi dan timbulnya pencurian pada saat bencana alam?
C.
TUJUAN DAN MANFAAT 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulis mengangkat judul ini adalah: 1. Untuk mengetahui hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian pada saat bencana alam. 2. Untuk mengetahui faktor- faktor penyebab terjadinya tindakan pencurian pada saat terjadinya bencana alam. 2. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dalam penelitian ini, yaitu: 1. Secara pribadi penulis sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dengan menjadikan hukum pidana Islam sebagai konsentrasi yang akan penulis ambil dan dalami. 2. Memperkaya pustaka Fakultas Syari’ah dengan pembahasan hukum pidana Islam dan positif yang tidak hanya membahas seputar hukum pidana itu sendiri, namun memperkayanya dengan perbandingan terhadap pandangan hukum Islam terahadap faktor atau pengaruh
6
keadaan lingkungan atau kondisi sosial. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat akan hukuman terhadap tindak pidana pencurian ketika bencana alam. D.
TINJAUAN STUDI TERDAHULU Skripsi karya M.Idham Ferdiansyah yang berjudul tinjauan hukum pidana
positif dan hukum pidana Islam tentang tindak pidana kekerasan terhadap pencurian yang mengakibatkan kematian (2011) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tulisan M. Idham menguraikan hukum pidana positif dan hukum Islam terhadap kekerasan pada pencuri yang menyebabkan kematian. M. Idham tidak mengupas secara meluas tentang keadaan atau kondisi ketika terjadi pencurian, serta tidak mengupas mendalam tentang hukuman terhadap pencurian, tetapi beliau lebih mengupas efek yang ditimbulkan akibat pencurian. Skripsi karya Deni Junaidih yang berjudul pandangan Islam terhadap penanggulangan bencana alam berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 2007 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada Tulisan Deni Junaidih lebih fokus membahas tentang penanggulangan bencana alam menurut Undang-Undang No 24 tahun 2007, serta lebih di fokuskan kepada bencana alam Situ Gintung. Selain itu, beliau juga membahas pencurian ketika bencana alam menurut KUHP, tetapi Deni Junaidih tidak mengupas secara mendalam, hanya membahas hukuman bagi pencurian dikaitkan dengan peristiwa bencana alam Situ Gintung.
7
Sedangkan penulis skripsi ini lebih menyajikan dengan judul “pencurian pada saat bencana alam perspektif hukum Islam dan positif (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Mungkid : No. 34 / Pid. B / 2011 / PN. MKD) E.
KERANGKA TEORI Jenis penelitian ini adalah penelitian literatur/kepustakaan (library
research). Penelitian dilakukan dengan jalan membaca, menela’ah buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan penulisan ini. Secara umum pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan yuridis-normatif atau penelitian hukum doktrinal (doctrinal research). Mengingat sumber data yang digunakan adalah undang-undang, buku-buku/kitab-kitab, dan kaidah-kaidah hukum yang bersifat normatif. Selain itu, penulis juga menggunakan pendekatan filosofis agar penulis mampu menemukan, mengeksplisitkan dan merumuskan secara jelas konsepsikonsepsi atau butir-butir filosofi yang tersembunyi (implisit) dalam data-data empiris. Kejahatan terhadap harta benda/kekayaan (pencurian) sering kali terjadi, dan kecenderungan masalah ekonomi merupakan pemicu utama meningkatnya kualitas dan juga kuantitas dari pada tindak pidana ini. Dalam pengolahan data dan buku-buku, penulis coba mengumpulkan serta membandingkan antara suatu buku dengan buku yang lainnya untuk mendapatkan suatu informasi atau pengetahuan, kemudian penulis coba menyimpan dan mengolahnya supaya informasi yang diperoleh dapat tersaji dan tersampaikan dengan terstruktur.
8
F.
METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Metode penelitian hukum di bagi menjadi dua, yaitu penelitian kualitatif dan
kuantitatif.4 Penelitian kualitatif berarti tidak membutuhkan populasi dan sampel, penelitian kuantitatif berarti menggunakan populasi dan sampel dalam mengumpulkan
data.5
Penelitian
ini
bersifat
deskriptif
analisis,
yang
mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat, yang berkenaan dengan objek penelitian.6 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan metode tunggal yang digunakan dalam penelitian hukum normatif.7 Studi kepustakaan merupakan upaya pengidentifikan secara sistematis dan melakukan analisis terhadap dokumendokumen yang memuat informasi. Berkaitan dengan tema, objek, dan masalah dalam suatu penelitian. Sumber data yang penulis gunakan adalah :
4
Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1999) Cet. 1, h. 56 5 Zainudin Alli, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009) h. 98 6 Zainudin Alli, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009) h. 105 7 Hukum normatif adalah hukum yang berdasarkan teori yang telah ada, dan dikembangkan berdasarkan permasalahan yang menjadi focus utama pembahasan dalam penelitian yang dilakukan.
9
a. Bahan hukum Primer yaitu Sumber data utama yang dapat di jadikan jawaban terhadap masalah penelitian.8Dalam skripsi ini penulis menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Fiqh Jinayah, Pidana Islam di Indonesia, Al-Tasyri’al-Jina’i al-Islamia ajuzz 1 dan 2 karangan Abdul Qadir Audah, Bencana Alam dan Bencana Anthropogene, Undang-undang penanggulangan bencana, yurisprudensi dan buku-buku lain yang berakaitan dengan pembahasan penulisan. Yurisprudensi tersebut adalah Putusan Pengadilan Negeri Nomor 34/Pid B/2011/PN. MKD tentang tindak pidana pencurian pada saat bencana alam. b. Bahan hukum sekunder, yang penulis gunakan skripsi ini yaitu kitabkitab terjamahan hadis, artikel-artikel, buku-buku yang berkaitan dengan penulisan dan makalah-makalah. 3. Teknik Analisis Data Analisis data pada penelitian hukum lazimnya dikerjakan melalui pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis kualitatif. Analisis data yang digunakan adalah analisis yuridis-normatif yang berarti membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. Penelitian yang menggunakan teknik analisis yuridis-normatif merupakan penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat
8
Beni Ahmad Saebania, metode penelitian hukum, (Bandung:Pustaka Setia,2008), h.158.
10
dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Serta normanorma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. 4. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan yang dipakai penulis bersumber dari buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Contoh kerangka acauan penyusunan skripsi dari Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. G.
SISTEMATIKA PENULISAN Materi laporan pembahasan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yaitu: Bab pertama berjudul “Pendahuluan”. Di dalam bab ini diuraikan pokok-
pokok yang melatarbelakangi penelitian ini, serta dibagi dalam sembilan sub-bab, yaitu (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan dan Manfaat Penelitian, (4) Tinjauan Studi Terdahulu, (5) Kerangka Teori, (6) Metode Penelitian, (7) Sistematika Penulisan Bab kedua berjudul “Tinjauan umum tentang pencurian ketika bencana alam”. Bab ini membahas tentang pencurian sampai kebijakan atau aturan yang mengaturnya. Bab ini menjelaskan tentang pengertian pencurian, dasar hukum dan sanksi pencurian, dan jenis-jenis pencurian.
11
Bab ketiga tentang “Faktor-faktor timbulnya pencurian pada saat bencana alam.” Bab ini menjelaskan faktor-faktor penyebab timbulnya pencurian pada sat bencana alam. Bab keempat adalah “Analisis hukum Islam dan positif terhadap putusan Pengadilan Negeri Mungkid No. 34 / Pid. B / 2011 / PN. MKD.” Bab ini menjelaskan tentang duduk perkara kasus pencurian yang terjadi di Desa Mungkid. Dalam bab ini penulis juga menjelaskan dasar hukum dan sanksi terhadap pencuri pada waktu bencana alam. Bab kelima “Penutup,” yang terdiri dari kesimpulan pembahasan skripsi dan saran.
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN BENTUK SANKSI PIDANA A.
Pengertian Pencurian Dalam fiqh jinayah pencurian sering disebut dengan kata sariqah yang
berasal dari kata سزق – يسزق – سزقاSecara etimologis berarti ا اخذ مانه خفية و حيهة mengambil harta milik seseorang secara sembunyi-sembunyi dengan tipu daya.1 Sementara itu, secara terminologis defenisi sariqah dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut : a. Ali bin Muhammad Al- Jurjani Pencurian adalah mengambil harta benda milik seseorang yang disimpan ditempat penyimpanannya yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Syarat pemberlakuan
hukuman potong tangan dalam Syariat Islam adalah
mengambil sejumlah harta senilai sepuluh dirham, serta didalamnya tidak terdapat unsur syubhat, sehingga kalau barang itu kurang dari sepuluh dirham, maka tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian.2 b. Muhammad Al- Khatib Al- Syarbini ( Ulama Mazhab Syafi‟i ) Sariqah secara bahasa berarti mengambil harta (orang lain) secara sembunyi- sembunyi, dan secara istilah syara‟ adalah mengambil harta orang lain 1
M. Nurul Irfan, dan Masyorafah, Fiqh Jinayah, (Jakarta : Amzah, 203), h. 98
2
M. Nurul Irfan, dan Masyorafah, Fiqh Jinayah, ( Jakarta : Amzah, 2013), h. 99
12
13
secara
sembunyi-sembunyi
dan
zalim,
yang
diambil
dari
tempat
dari
tempat
penyimpananannya.3 c. Wahbah Al- Zuhaili Sariqah
ialah
mengambil
harta
milik
orang
lain
penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan yang dilakukan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Termasuk dalam kategori mencuri adalah mencuri-curi informasi dan pandangan jika dilakukan dengan sembunyisembunyi.4 d. Abdul Qadir Audah Ada dua macam sariqah menurut syariat Islam, yaitu sariqah yang diancam dengan had dan sariqah yang diancam dengan ta’zir.5 Sariqah yang diancam dengan had dibedakan menjadi dua, yaitu pencurian ringan dan pencurian berat. Pencurian ringan menurut Abdul Qadir Audah adalah sebagai berikut
فأ ما ا نصغزي فهً أخذ ما ل انغيز خفية اي عهً سبيم اإل ستخفاء Pencurian ringan ialah mengambil harta milik orang lain dengan cara diam-diam, yaitu dengan jalan sembunyi-sembunyi.6 Sedangkan pengertian pencurian berat adalah sebagai berikut
أما انسزقة انكبزي فهً أخذ مال انغيز عهً سبيم انمخا نبة Adapun pengertian pencurian berat adalah mengambil harta milik orang lain dengan cara kekerasan. 3
Muhammad Al-Khathib Al-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj, (Beirut : Dar Al-Fikr), h. 158 M.Nurul Irfan, dan Masyorafah, Fiqh Jinayah, (Jakarta : Amzah, 2013), h. 100 5 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Bogor : PT Kharisma Ilmu, 2011), 4
h. 77
6
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), h. 81
14
Lebih lanjut Abdul Qadir Audah menjelaskan bahwa pencurian kecil harus memenuhi dua unsur secara bersamaan yaitu korban tidak mengetahui dan tidak mengizinkan.7 Bila salah satu dari dua unsur ini tidak ada, maka tidak bisa disebut dengan pencurian kecil. Misalnya, bila ada seseorang mencuri harta benda dari sebuah rumah, disaksikan oleh pemilik rumah dan pencuri dalam aksinya tidak mengunakan kekuatan fisik dan kekerasan. Maka kasus seperti ini tidak termasuk dalam jenis pencurian kecil, melainkan masuk kategori pencopetan. Demikian juga bila seseorang merampas harta orang lain, tidak masuk dalam jenis pencurian kecil melainkan masuk dalam kategori penjambretan atau perampasan. Semua perbuatan ini masuk dalam lingkup pencurian. tetapi tidak bisa diberlakukan sanksi had (melainkan hukuman takzir).8 Pencurian besar adalah mengambil harta yang dilakukan dengan sepengetahuan korban, tetapi ia tidak mengizinkan hal itu terjadi sehingga terdapat unsur kekerasan.9 Bila didalamnya tidak terdapat unsur kekerasan, maka disebut pencopetan, ghasab atau penjambretan.10 Menurut Muhammad Abu Syahbah defenisi yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah terlalu singkat, maka beliau mengemukakan defenisi tentang pencurian menurut syara‟. Pencurian adalah mengambil harta benda milik orang lain yang dilakukan oleh seorang mukallaf yang balig dan berakal, terhadap harta milik orang lain dengan diam-diam tanpa ada syubhat dalam barang tersebut. 7
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Bogor : PT Kharisma Ilmu, 2011),
h. 77 8
M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), h. 118. Abdul qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 77
9
10
M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 119
15
Menurut Ibnu Arafah sebagaimana yang dikutip oleh syaikh Kamil Muhammad Uwaidah bahwa menurut masyarakat Arab, pencuri adalah orang yang datang secara sembunyi-sembunyi ke tempat penyimpanan barang orang lain untuk mengambilnya dengan cara yang tidak benar.11Dari defenisi pencurian yang dikemukakan ulama fiqih di atas, maka ada empat unsur yang harus dipenuhi, sehingga tindakan pengambilan harta orang lain disebut sebagai tindak pidana pencurian. Keempat unsur itu adalah : a. Pengambilan itu dilakukan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi. b. Yang dicuri itu bernilai harta c. Harta yang dicuri itu milik orang lain. d. Pencurian itu dilakukan sengaja oleh pencuri Pencurian dalam hukum positif juga bermakna selaras dengan pengertian pencurian yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam. Pencurian itu sendiri berasal dari kata curi, yang mendapat awalan pe, dan akhiran an. Menyatakan bahwa arti kata curi adalah sembunyi-sembunyi atau diam-dian atau tidak dengan jalan yang sah dan tidak dengan diketahui orang lain.12 Pencurian menurut hukum positif diatur dalam bab XXII buku II KUHP ialah tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok, yang memuat semua unsur
11
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, al-jami’ fii fighi an-nisa’, terj. Fiqh Wanita, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 577. 12 Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 37.
16
dari tindak pencurian.13 Sementara itu, para ahli hukum positif juga memberikan defenisi pencurian antara lain : 1. Mr .Blok Mr. Blok merupakan ilmuan di bidang hukum pidana, banyak buku yang Mr. Blok tulis, serta banyak pernyataan yang dikeluarkan untuk menanggapi permasalahan dalam hukum pidana. Menurut ahli hukum pidana ini, mengambil atau mencuri ialah suatu prilaku yang membuat suatu benda berada dalam penguasaanya yang nyata, atau berada di bawah kekuasaannya atau didalam detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang ia inginkan dengan benda tersebut.14 2. Prof. Noyon Langemeijer Prof. Noyon Langemeijer merupakan pakar hukum di bidang pidana. Langemeijer menyatakan bahwa mencuri (menurut pengertian pasal 362 KUHP) adalah suatu tindakan sepihak untuk membuat suatu benda berada dalam penguasaannya. 3. Prof. Simons Simons merupakan pakar hukum dibidang hukum pidana. Simons berpendapat bahwa mencuri ialah membawa suatu benda menjadi berada dalam penguasaanya atau membawa benda tersebut secara mutlak berada dibawah
13
h. 222
14
Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persabda, 1994),
Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung : Sinar Baru, 1998), h. 13.
17
penguasaannya
yang nyata, dengan kata lain pada waktu melakukan
perbuatannya, benda tersebut tidak berada dalam penguasaannya. 4. Prof. Bemmelen van Hattum Bemmelan merupakan pakar hukum yang sering membahas tentang hukum pidana, dalam hal ini bemmelan berpendapat bahwasanya, Mencuri ialah setiap tindakan yang membuat sebagian harta kekayaan orang lain menjadi berada dalam penguasaanya tanpa bantuan atau tanpa seizin orang lain tersebut, ataupun untuk memutuskan hubungan yang masih ada antara orang lain itu dengan bagian harta kekayaan yang dimaksud.15 Pada dasarnya pengertian pencurian yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam dan positif tidak jauh beda atau bermakna selaras. Pada dasarnya mereka berpendapat bahwa mengambil atau mencuri suatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki dengan cara melawan hukum. B. Dasar Hukum dan Sanksi Pencurian Ulama menyatakan bahwa pencurian termasuk salah satu dari tujuh jenis jarimah hudud. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT. Dalam surat Al-Maidah ayat 38 sebagai berikut :
15
Lamintang.S.H. Delik-delik Khusus, (Bandung: Sinar Baru, 1998), h. 14.
18
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah, dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”. Dalam ayat ini Allah menyatakan secara tegas bahwa laki-laki pencuri dan perempuan pencuri harus dipotong tangannya. Ulama telah sepakat dengan hal ini, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai batas minimal (nisab) barang curian dan tangan sebalah mana yang harus dipotong.16 Dalam buku lain penulis menemukan bahwa setiap barang yang dicuri harus memenuhi unsur–unsur yang dikategorikan ke dalam pencurian yang harus dilakukan potong tangan di antaranya, yaitu: a.
Mengambil Harta Secara Diam-Diam
Mengambil harta secara diam-diam adalah mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaanannya, seperti mengambil barang dari rumah orang lain ketika penghuninya sedang tidur. Pengambilan harta itu dapat dianggap sempurna, jika : (a) pencuri mengeluarkan harta dari tempatnya, (b) barang yanng dicuri itu telah berpindah dari pemiliknya, (c) barang yang dicuri telah berpindah tangan ke tangan si pencuri.17 Bila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, hal ini belum dikatakan pencurian secara sempurna atau utuh. Dengan demikian, hukumannya bukan had, melainkan ta’zir. Misalnya, seorang pencuri baru masuk ke rumah dan belum sempat mencuri atau mengambil harta dalam rumah tersebut kemudian dia tertangkap dan barang tersebut belum sempat dibawa pergi. Tetapi dalam mazhab Dzahiri yang berpendapat bahwa, percobaan pencurian diancam dengan sanksi 16 17
Nurul Irfan, dan Masyorafah, Fiqh Jinayah, h. 102. Djazuli, Fiqh Jinayah, h. 73.
19
yang sama dengan sanksi pencurian. Dzahiri tidak mensyaratkan pengambilan harta secara sempurna atau dari tempat penyimpananya. Dzahiri berpendapat bahwa, ketika sudah mempunyai niat untuk mencuri, hal ini sudah sepatutnya tergolong kepada pencurian dan dilakukan hukum potong tangan. Berbeda dengan Dzahiri, bahwasanya pencurian harus ada yang namanya unsur mengambil, ini harus selesai dilakukan oleh pelaku, sebab jika perbuatan tersebut ternyata belum selesai, maka yang terjadi itu sebenarnya bukan merupakan tindak pidana pencurian melainkan hanya merupakan “percobaan” untuk melakukan tindak pidana pencurian. Dari sisi lain, para ulama empat mazhab dan syi‟ah serta KUHP, telah menetapkan bahwa pencurian terhadap barang yang tidak ada tempatnya (hiriz) tidak dapat diancam dengan hukuman had (potong tangan), melainkan hukuman ta’zir. Misalnya seorang pencuri binatang yang akan kembali ke kandangnya dan masih di jalan serta tidak ada pengembalanya.18 Hukum had hanya bisa berlaku terhadap harta benda yang diambil ditempat penyimpanannya dan dilakukan secara diam-diam. Perbuatan mencuri harus selesai dan sempurna. Seperti yang telah penulis katakan dalam paragraf terdahulu, menurut Hoge Raad pakar hukum pidana, perbuatan mengambil atau mencuri itu telah selesai, jika benda yang diambil oleh pelaku sudah berada dalam penguasaan pelaku.19 Selain itu di dalam KUHP kita mengenal adanya unsur-unsur yang memberatkan terhadap keadaan pencuri, melakukan tindak pidana pencurian 18 19
Djazulli, Fiqh jinayah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persabda, 1996), h. 74. Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung : Sinar baru, 1988), h. 37.
20
sebagaimana yang diatur dalam dalam pasal 363 ayat (1) angka 2 KUHP ialah karena tindak pidana tersebut dilakukan pelaku pada kondisi-kondisi tertentu diantaranya : (a) pada waktu terjadi kebakaran (b) pada waktu terjadi ledakan (c) pada waktu terjadi bahaya banjir (d) pada waktu terjadi gempa bumi atau gempa laut (e) pada waktu terjadi letusan gunung merapi (f) pada waktu ada kapal karam (g) pada waktu ada kapal terdampar (h) pada waktu terjadi kecelakaan kereta api (i) pada waktu terjadi suatu pemberontakan (j) pada waktu terjadi huru-hara, dan (k) pada waktu terjadi bahaya perang. Unsur yang memberatkan tindak pidana dalam pasal 363 ayat (1) angka 5 KUHP
ialah
Pelaku
dalam
melaksanakan
niat
jahatnnya
melakukan
pembongkaran, perusakan pemanjatan atau telah memakai kunci-kunci palsu, perintah palsu atau seragam palsu. Kata „verbreking‟ atau „perusakan‟ itu merupakan sebuah kata yang oleh pembentuk Undang-Undang telah ditambahkan kedalam rumusan tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 363 ayat (1) angka 5 KUHP. Perbuatan para pencuri merusak pintu atau jendela untuk memasuki sebuah rumah, misalnya dengan cara mencungkil, memecahkan atau mengangkat kaca atau dengan cara melepaskan daun pintu atau jendela dari engselnya itu merupakan „verbrekingen‟ atau „perusakan-perusakan‟. Jika seorang pencuri telah berhasil memasuki sebuah rumah dengan maksud untuk mencuri barang-barang kepunyaan pemilik rumah tersebut, setelah sebelumnya ia berhasil merusakan pintu depan dari rumah yang bersangkutan. apakah orang dapat mengatakan
21
bahwa ia telah mulai melakukan suatu pencurian? padahal ia sama sekali belum menyentuh satu barang pun yang terdapat dalam rumah tersebut. Menurut Hoge Raad pencurian dengan perusakan itu merupakan satu kejahatan, dengan merusak penutup atau pintu sebuah rumah, dimulailah pelaksana dari kejahatan tersebut. Dalam hal ini terdapat percobaan untuk melakukan suatu pencurian dengan perusakan.20 Unsur-unsur yang memberatkan pidana seperti yang telah dibicarakan di atas itu, di dalam doktrin juga sering disebut „starfverzwarende omstandingheden‟ atau „keadaan-keadaan yang memberatkan pidana‟.21Pencurian dalam bentuk diperberat (gequaliceerde) dipidana penjara selama-lamnya 7 tahun. Sedangkan terhadap pasal
363 ayat (2) KUHP dikenkan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun.22 Walaupun begitu, seseorang yang mencuri, baru dapat dikenakan hukuman apabila memenuhi beberapa syarat berikut : a. Pelaku tindak pidana haruslah seseorang yang balig dan berakal. b. Harta yang dicuri di isyaratkan : (a) harta yang bernilai, (b) mencapai nishab curian yang ditetapkan Islam, (c) terpelihara secara aman, (d) berupa materi yang dikuasai dan dihadirkan ketika dibutuhkan dan bukan barang yang cepat rusak, (e) bukan barang yang pada dasarnya sesuatu yang mubah, (f) bukan hak pencuri atau hak bersama masyarakat,(g) orang yang mencuri bukan orang yang diberi izin memasuki tempat 20
Lamintang, dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, (Bandung : Tarsito, 1979), h. 78 Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, (Bandung: Sinar Baru, 1998), h. 48 22 M. Dipo Syaputra Lubis, Perbandingan Tindak Pidana Pencurian menurut Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Islam, Jurnal, Medan, 2013, h. 32 21
22
pemeliharaan harta tersebut, (h) pencuri benar-benar bertujuan mencuri barang tersebut, bukan sambilan.23 c. Pemilik barang yang dicuri, haruslah benar- benar pemilik barang. d. Tempat pencurian haruslah diwilayah yang di dalamnya berlaku hukum Islam. Dalam hal pelaku tindak pidana pencurian, haruslah seorang yang balig dan berakal. Apabila seorang pencuri masih dibawah umur, maka hal tersebut dapat dijadikan alasan penghapus pidana. Akan tetapi, untuk gugurnya hukum pencurian haruslah memenuhi syarat berikut : a. Orang yang kecurian tidak mengaku barangnya dicuri oleh tergugat b. Orang yang kecurian mengaku mengemukakan sanksi palsu. c. Pencuri menarik pengakuannya mencuri barang tersebut d. Apabila pencuri mengembalikan barang yang ia curi kepada pemiliknya sebelum diajukan kepada hakim, pencuri tidak dikenakan hukuman potong tangan. e. Barang yang dicuri tersebut menjadi milik pencuri sebelum diajukan gugatan pencurian kepada hakim. b. Barang yang Dicuri Berupa Harta Barang yang dicuri harus berupa harta (1) yang bergerak, (2) berharga, (3) memiliki tempat penyimpanan yang layak, (4) sampai nisab. Harta yang dicuri itu disyaratkan harus bergerak, karena pencurian mempunyai makna perpindahan
23
Lily Elina Sitorus, Pembuktian Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok, 2002, h. 51.
23
harta, dari pemilik kepada pencuri. Benda dianggap benda bergerak, jika harta itu dapat dipindahkan. Disyaratkan pula harta itu materi kongret atau benda-benda yang bersifat material. Sedangkan menurut mazhab Maliki, Syafi‟i dan Hambali menyatakan bahwa, harta berupa benda yang dimiliki dan diperjualbelikan, meskipun dalam penerapan prinsip ini mereka berbeda pendapat dalam kasus pencurian mushaf AlQur‟an, kitab-kitab Ilmiah, buah-buahan, alat musik, dan sebagainya. Dalam masail fiqhiyah dijelaskan tentang hal diatas, terutama
tentang
keberadaan benda. Ada dua hal yang harus diketahui yaitu hiriz bi al-makan dan hiriz bi al-nafs. dengan hiriz bi al makan adalah tempat yang disediakan khusus untuk menyimpan barang dan tidak setiap orang diperbolehkan masuk tanpa izin pemiliknya. menurut imam Syafi‟i dan Imam Ahmad, tempat itu harus terkunci dan khusus disediakan untuk menyimpan barang. Sedangkan yang dimaksud dengan hiriz bi al-nafs atau hiriz bi al hifdz adalah barang yang berada dalam penjagaan. Menurut Imam Abu Hanifah, tidak wajib dikenakan hukum potong tangan pada pencurian harta dalam keluarga yang mahram, karena mereka diperbolehkan keluar masuk tanpa izin. Menurut Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad seorang ayah tidak terkena hukuman potong tangan karena mencuri harta anaknya, cucunya, dan seterusnya sampai ke bawah. Demikian pula sebaliknya, anak tidak dapat dikenai hukuman potong tangan, karena mencuri harta ayahnya, kakeknya, dan
24
seterusnya ke atas. Menurut Imam Abu Hanifah, tidak ada hukum potong tangan pada kasus pencurian antara suami istri.24 Bila Harta yang dicuri itu tidak mencapai nisab, maka tidak dapat dijatuhi hukuman had. Bagi pencurian harta yang bernilai dibawah nisab diancam dengan hukuman ta’zir. c. Harta Yang Dicuri Milik Orang Lain Dalam tindak pidana pencurian disyaratkan bahwa, sesuatu yang dicuri itu merupakan milik orang lain, yang dimaksud dengan milik orang lain yaitu memindahkan harta dari tempat penyimpanannya ke tempat yang kita kuasai. Tetapi beda halnya ketika kita memindahkan harta yang sifatnya syubhat dalam hal ini pencuri tidak dikenai hukuman had tetapi hukumannya bersifat ta’zir.25 Menurut Imam Abu Hanifah, barang yang dicuri itu disyaratkan tidak sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya untuk dihancurkan atau dibuang. Sedangkan Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad tidak sependapat dengan pendapat ini. Menurut mereka, setiap harta yang dapat diperjualbelikan adalah harta yang berharga dan pencurinya dapat dijatuhi had. Tetapi menurut imam Abu Hanifah tidak semua benda yang dapat diperjual belikan dikenakan hukuman had. Misalnya pencuri kain kafan, tidak dapat dijatuhi hukuman had. d. Ada Itikad Tidak Baik Adanya itikad tidak baik dari seorang pencuri, terbukti bila ia mengetahui bahwa hukum mencuri itu adalah haram dan dengan perbuatannya itu ia 24
Djazuli. “Fiqh Jinayah ( Upaya menanggulangi Kejahatan Dalam Islam”. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 76. 25 Djazuli.“ Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam”. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 78.
25
bermaksud memiliki barang yang dicurinya tanpa sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya.26 C.
Jenis-Jenis Pencurian Ahli hukum pidana mengelompokkan tindak pidana pencurian kedalam
klasifikasi kejahatan terhadap harta kekayaan yang terdapat pada buku ke-2 KUHP yang diatur mulai dari pasal 362 sampai dengan pasal 367 KUHP. Delik pencurian terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: 1. Pencurian kecil Pencurian kecil yaitu pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena di tambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi di peringan. Dalam kebanyakan kasus, pencurian kecil merupakan pencurian atau pelanggaran kejahatan yang diancam hukuman pidana tidak lebih dari satu tahun di penjara dan denda maksimal.27 Ada beberapa jenis pencurian yang tergolong kepada pencurian kecil, dalam artian yaitu pencurian yang tidak ada pemberatan dalam melakukan pencurian atau tindak pidana yang dia lakukan diantaranya adalah : a. Pencurian Biasa Istilah pencurian biasa digunakan oleh beberapa pakar hukum untuk menunjukan pengertian “ pencurian dalam arti pokok”. Pencurian biasa di atur dalam pasal 362 KUHP yang rumusannya sebagai berikut :
26
Djazuli, Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 79. 27 Ridwan Halim, Tindak Pidana Pendidikan, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1996), h. 224.
26
“ Barang siapa yang mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Berdasarkan rumusan pasal 362 KUHP, maka unsur-unsur pencurian biasa adalah : a) Mengambil b) Suatu barang c) Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain d) Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. b. Pencurian ringan Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian yang di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan) ancaman pidananya menjadi diperingan. Berdasarkan rumusan pasal 364 KUHP, maka unsur-unsur pencurian ringan adalah : i. Pencurian dalam bentuknya pokok ii. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. iii. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan masuk kedalam tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang hendak diambilnya, orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran, pengrusakan, pemanjatan atau telah memakai kunci palsu. c. Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga
27
Tindak pidana Pencurian dalam Keluarga telah diatur dalam pasal 367 KUHP. Tindak pidana pencurian dalam keluarga hanya terhadap harta kekayaan berupa benda-benda bergerak milik istri atau suami mereka telah dijadikan klachtdelict atau delik aduan di dalam pasal 367 ayat (12) KUHP.28 2. Pencurian Besar Dalam tindak pidana pencurian, pencurian merupakan suatu tindakan atau aksi untuk mengambil properti atau benda orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik. Kata ini juga digunakan sebagai sebutan informal untuk sejumlah kejahatan terhadap benda atau properti orang lain, seperti perampokan rumah, penggelapan, larseni, penjarahan, perampokan, pencurian toko, penipuan dan kadang pertukaran kriminal. Dalam yurisdiksi tertentu, pencurian dianggap sama dengan larseni, sementara yang lain menyebutkan pencurian telah mengantikan larseni.29 Seseorang yang melakukan tindakan atau berkarir dalam pencurian disebut pencuri, dan tindakannya disebut mencuri. Pencurian besar diartikan kejahatan mengambil harta orang lain terhadap kehendak mereka dengan mereka dengan maksud secara permanen merampas properti.30 Menurut P. A. F. Lamintang, bahwa tindak pidana pencurian dengan pemberatan (gequalificeerde deifstal) adalah pencurian yang mempunyai unsurunsur dari perbuatan pencurian di dalam bentuk pokoknya, yang karena ditambah dengan 28
unsur-unsur
lain,
sehingga
ancaman
hukumannya
menjadi
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta,Bumi Aksara, 1996) Thaufik Rachman, Kategorisasi Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum Islam, Skripsi, Semarang, 2011, h. 14. 30 Suharto, Hukum Pidana Materill, Ed-2, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), h. 16. 29
28
diperberat.31Keadaan atau kondisinya bisa berupa banjir, gunung meletus, gempa bumi dan lain-lain. Pakar hukum pidana M. Sudrajat basar mengatakan, bahwa pencurian yang diatur dalam pasal 363 KUHP termasuk “pencurian istimewa” maksudnya suatu pencurian dengan cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat. Kata pencurian di dalam rumusan tindak pidana pencurian dengan kualifikasi seperti yang diatur dalam pasal 363 KUHP, mempunyai arti yang sama dengan kata pencurian dalam bentuk pokok, serta juga mempunyai unsur yang sama yaitu : 1. Unsur Subjektif : dengan maksud untuk menguasai secara melawan hukum 2. Unsur-Unsur Objektif : - Barang Siapa - Mengambil - Sebuah benda - Yang sebagian atau seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain Dalam pencurian dengan pemberatan ada berapa hal yang penulis garis bawahi yaitu bentuk dari pencurian tersebut antara lain : A. Diancam dengan penjara paling lama tujuh tahun : a) Pencurian ternak
31
Ardi Nugrahanto, Tinjauan Yuridis Tentang Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan di Wilayah Surabaya, Skripsi, Surabaya, 2010, h. 21.
29
b) Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang. c) Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disana yang tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. d) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersamasama e) Pencurian untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak, atau memanjat ataupun dengan, memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu.32 B. Jika pencuri yang dirumuskan dalam poin c itu disertai dengan satu keadaan seperti yang dimaksudkan dalam poin d dan e, dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun. Pencurian dengan pemberatan biasanya secara doctrinal disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa. Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan diatur dalam pasal 363 KUHP. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut 32
Lamintang, Delik-Delik Khusus, h. 33.
30
merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsurunsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan pemberatan dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya. Pencurian yang dilakukan terhadap barang bantuan bencana alam hal ini merupakan pemberatan dalam sanksi pencurian. Sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 363 KUHP bahwasanya hukuman maksimal bagi pencurian dalam keadaan tersebut adalah sembilan tahun penjara. Sebagaimana yang seharusnya barang bantuan itu untuk korban bencana alam, tetapi bagi orang-orang yang tidak ada moral atau kepedulian untuk sesama, dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri. Bahkan pencurian tersebut dilakukan oleh aparat desa yang mengatur distribusi barang bagi korban bencana alam atau gunung meletus.33 Selain dari pasal 363 yang merupakan pemberatan dalam pencurian, ada pasal lain atau aturan lain yang mengatur tentang pencurian yaitu pasal 365 tentang pencurian dengan kekerasan. Pencurian yang disertai dengan kekerasan, kekerasan yang dimaksud kekerasan pada orang, bukan berupa barang, dilakukan sebelum atau sesudah pencurian, bersama-sama dengan maksud untuk memudahkan atau menyiapkan agar pencurian ada kesempatan untuk melarikan diri Pasal 365 ini tergolong kepada pencurian perbarengan atau concursus, di dalam pasal lain juga dijelaskan masalah hal ini yaitu dalam pasal 63 ayat (1) dan (2) KUHP disebut tentang suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan 33
Ridwan Halim, Tindak Pidana Pendidikan Dalam Asas Hukum Pidana Indonesia Tinjauan Yuridis Edukatif, (jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), h. 244.
31
pidana. Perbarengan dalam satu perbuatan, karena yang dilakukan hanya satu perbuatan saja tetapi satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan pidana.34 Perbuatan pencurian diatas merupakan hal pemberatan atau hal yang mempengaruhi hukuman bagi pencurian karena kondisi atau keadaan yang tidak sewajarnya ketika dilakukan pencurian terhadap harta benda orang lain. Sedangkan dalam hukum Islam pencurian dibagi kedalam tiga jenis pencurian yaitu : 1. Pencurian yang hukumannya had Hukuman had merupakan hukum Allah, yang macam serta jumlahnya telah ditentukan dari al-Qur‟an dan hadist.35Hukuman had merupakan sanksi yang ditetapkan sebagai ganjaran bagi orang yang melakukan pencurian sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis sebagai berikut :
عه عا ئشة رضي هللا عنها قا نت كا ن رسى ل هللا صهً هللا عهيه و سهم يقطع انسا رق في ربع دينا ر فصا عذا “Diriwayatkan dari sayyidatina Aisyah ra, katanya : Rasulullah SAW memotong tangan seseorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar ke atas.”36 Dalam hadis lain juga dijelaskan tentang had pencurian yaitu :
عه ابه عمز رضي هللا عنهما أ ن رسى ل هللا صهً هللا عهيه و سهم قطع سا رقا في مجه قيمته شال شة درا هم “Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, katanya : Sesungguhnya Rasulullah SAW, pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebanyak tiga dirham”37
34
Frans Maramis, Hukum Pidana umum dan tertulis di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2012), h. 226. 35 Ahmad Hasan, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), h. 6. 36 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h. 64. 37 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, h. 64.
32
Setiap pencurian yang telah mencapai nisab harus dipotong tangan, karena nisab merupakan batasan atau kadar untuk dilaksanakannya hukuman had. Ketika nisab atau kadar belum tercapai maka tidak berlaku hukuman had. 2. Hukuman Qisas dan Diyat Hukuman qisas dan diyat merupakan hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasannya, tetapi menjadi hak perorangan, dengan pengertian sikorban memaafkan si pembuat kejahatan.38Pencurian yang mendapatkan hukuman qisas atau diyat dalam keadaan sama dengan yang terkenai hukuman had. Namun, si pembuat kejahatan atau pencuri dimaafkan oleh pihak korban dan hanya wajib mengganti barang. Hal ini dilakukan oleh dua orang dan tidak sampai senisab, pencuri belum aqil baligh, ada kekeliruan atau kesalahan dalam pemilikan barang. Dalam pencurian juga terdapat hukuman qisas, yang mana sanksi ini berlaku ketika pelaku melakukan pelukaan terhadap pemilik barang. Barang yang dicuri tidak mencapai nisab, sehingga gugur hukuman had terhadap pencuri tersebut. Hukuman yang berlaku bagi pelaku lebih cendrung kepada sanksi qisas. Dikarenakan tindakan yang dilakukannya terhadap orang lain yang harus dipertanggunng jawabkan. Seperti melukai, membunuh, dan lain-lain. 3. Pencurian yang Hukumannya Ta’zir
38
Ahmad Hasan, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), h. 8.
33
Menurut Abu Bakr Jabir Al Jazairi, ta’zir adalah sanksi disiplin dengan pemukulan, atau penghinaan, atau embargo, atau pengasingan. 39Maka tindak pidana ta’zir adalah tindak pidana yang apabila dilakukan diancam dengan sanksi disiplin berupa pemukulan, atau penghinaan, atau embargo, atau pengasingan. Ta’zir telah ditetapkan bagi setiap pelanggaran yang syar‟i, selain dari kejahatan hudud dan kajahatan jinayat. Semua yang belum ditetapkan kadar sanksinya oleh syar‟i, maka sanksinya diserahkan kepada penguasa untuk menetapkan jenis sanksinya. Ulama sepakat menetapkan bahwa ta’zir meliputi semua kejahatan yang tidak diancam dengan hukuman hudud dan buka pula termasuk jenis jinayat. Hukuman ta’zir ditetapkan pada dua kejahatan, yaitu kejahatan meninggalkan kewajiban atau kejahatan melanggar larangan.40 Pencurian yang mendapatkan hukuman ta’zir jika, seorang budak yang mencuri, seorang suami atau istri, anak yang mencuri milik bapaknya, atau orang tua yang mencuri harta anaknya. Hukuman ta’zir bisa berupa hukum cambuk sesuai dengan kadar kesalahannya, serta dapat dipenjarakan atau ditahan.
39
Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009), h. 54. 40 Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009), h. 55.
BAB III FAKTOR-FAKTOR TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT BENCANA ALAM A. Adanya Niat dari Pelaku Pencurian Pada dasarnya pelaku tindak pidana pencurian melakukan tindakan didasarkan kepada niat yang kuat. Kesempatan bisa diciptakan dikarenakan memang sudah ada niat yang kuat untuk melakukan pencurian tersebut. Jika niat sudah kuat maka segala rintangan yang akan dihadapi ketika melakukan tindak pidana pencurian akan siap dihadapi.1 Niat merupakan awal dari suatu perbuatan, dalam melakukan tindak pidana pencurian. Niat dari pelaku juga penting dalam faktor terjadinya pencurian pada saat bencana alam. Pelaku sebelum melakukan tindak pidana pencurian pada saat bencana alam biasanya sudah sudah berniat dan merencanakan bagaimana melakukan perbuatannya. Sering terjadi adalah pelaku merasa ingin memiliki barang milik korban dengan cara yang dilarang oleh hukum.2 Seseorang yang mengambil barang sesuatu ditempat penyimpanannya dengan niat melawan hukum berarti dia sudah tergolong kepada pencurian. Tetapi jika seseorang mengambil sesuatu dengan keyakinan bahwa mengambil barang tersebut hukumnya boleh atau menduga barang tersebut sudah ditinggalkan, maka
1
Virsa Ferasari, Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan Pada Saat Bencana Alam Ditinjau dari Sudut Pandang Kriminologi, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2014, h. 11. 2 Dikdi M. Arif Mansur, Urgensi Perlindunngan Korban Kejahatan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persabda, 2008), h. 71
34
35
ia tidak dijatuhi hukuman.3Hal ini dikarenakan tidak adanya niat melawan hukum dari pelaku dan ia mengambil dengan dugaan bahwa ia dibolehkan mengambil barang tersebut. Seseorang yang mengambil barang sesuatu tanpa tujuan memiliki, misalnya mengambil sesuatu untuk mengamati atau mengunakan barang tersebut lalu mengembalikannya, mengambil untuk mempromosikan, atau mengambil karena menduga korban sudah menyetujui, ia tidak dianggap mencuri karena tidak mempunyai niat melawan hukum.4 Barang siapa yang sudah berniat untuk mengambil sesuatu untuk dimiliki dengan jalan atau cara melawan hukum dari tempatnya, hal ini sudah bisa dikatakan pencurian. Tetapi adanya niat melawan hukum dan mengambil secara sembunyi-sembunyi tidak cukup menjadi dasar untuk memberi hukuman kepada pencuri. Ada beberapa unsur unsur pencurian yang harus dipenuhi. Maka dari itu, tidak semua orang yang mencuri dilakukan hukuman potong tangan.5 Pencurian bisa terjadi dimanapun dan kapanpun, termasuk dalam kondisi bencana alam. Hal ini pernah terjadi di Desa Gulon Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Pencuri melangsungkan aksinya saat terjadi bencana gunung meletus di Desa Gulon.6 Barang yang dicuri merupakan barang bantuan yang diperuntukkan untuk korban bencana alam. Hal ini terjadi didasarkan kepada niat
h. 162
3
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Bogor : PT Kharisma Ilmu, 2011),
4
Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami, jilid 2, h. 518 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Bogor : PT Kharisma Ilmu, 2011),
5
h. 163
6
Putusan Nomor : 34/Pid. B/ 2011/PN. MKD
35
36
yang telah kuat untuk melawan hukum. Semua perbuatan didasarkan kepada niat untuk melakukan perbuatannya.7 Pencuri merupakan aparatur desa dan pengelola barang bantuan tersebut, tetapi bukan orang yang bertanggung jawab mencatat barang masuk dan keluar. Berdasarkan keterangan saksi di pengadilan, bahwa pelaku melakukan aksinya dimalam hari saat semua orang lelap tidur atau bukan saat aktifitas kerja. Pelaku mengeluarkan barang dari tempat penyimpanannya tanpa sepengetahuan pencatat barang dan dimasukkan kedalam mobil untuk dibawa kerumahnya untuk dikuasai. Berdasarkan penjelasan pelaku dipersidangan, bahwa pelaku melakukan hal ini diperuntukkan untuk warga yang ada di dekat rumahnya, bukan untuk warga desa Gulon yang terkena musibah. Tetapi hal ini tidak bisa dibenarkan karena semua barang bantuan yang di curi berada di rumah pelaku dan diambil dari tempat penyimpanannya pada malam hari, ini sudah tergolong kepada pencurian menurut KUHP. Pengadilan Mungkid mengolongkan hal ini kepada pencurian dengan pemberatan berdasarkan pasal 363 pasal 1 ke (2) KUHP. Semua hal ini didasarkan kepada niat pelaku dalam menjalankan aksinya. Kondisi tidak berpengaruh terhadap apa yang telah diniatkannya. Kasus di desa Mungkid menjadi contoh bahwasanya ketika seseorang telah mempunyai niat yang cukup kuat, hal atau kondisi seperti apapun tidak berpengaruh baginya. Bahkan situasi atau kondisi saat bencana alam dimanfaatkan untuk melaksanakan niat buruk dari pelaku. Pencurian pada saat bencana alam merupakan hal yang tidak lazim untuk melakukan pencurian. Tetapi hal seperti ini
7
Putusan Nomor : 34/Pid. B/2011/PN. MKD
36
37
sering terjadi di Indonesia, itu semua disebabkan karena ada niat buruk dari pelakunya.8 B. Adanya Kesempatan Perbuatan tindak pidana pencurian pada saat bencana alam, terjadi ketika para pelaku pencurian melihat kesempatan untuk mencuri. Dikarenakan rumah ditinggal oleh penghuninya untuk mengungsi. Seseorang terkadang tidak ada niatan untuk mencuri, namun seiring adanya peluang atau kesempatan maka niatan untuk mencuri dapat timbul seketika, tanpa adanya niatan yang terencana sebelumnya. Kesempatan merupakan faktor yang tidak bisa dilupakan terhadap pencurian. Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, semua itu tidak terlepas dari kesempatan yang dimiliki. Bencana alam termasuk kesempatan bagi para pelaku untuk melangsungkan aksinya. Pencurian yang terjadi di desa Gulon ini menjadi bukti bahwasanya, pencurian bisa terjadi kapanpun dan dimanapun. Bencana gunung meletus di desa Gulon dimanfaatkan oleh tangan yang tidak bertanggung jawab untuk melangsungkan aksinya atau untuk mengambil keuntungan dari peristiwa atau bencana tersebut. Hal ini semua tidak terlepas dari kesempatan yang dimillikinya. Pelaku yang dipercaya sebagai aparatur desa serta dipercaya untuk menangani korban bencana, menjadikan hal ini sebagai peluang atau kesempatan
8
Dikdik M. Arief Mansur, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 71.
37
38
untuk menguntungkan dirinya.9 Pelaku melakukan aksinya di malam hari dan memanfaatkan situasi sepi dan tidak ada orang yang melihat aksinya. Pencurian yang dilakukannya juga tidak menimbulkan kecurigaan terhadapnya dikarenakan pelaku adalah orang yang bertanggung jawab terhadap korban bencana. Perbuatan yang dilakukannya tidak terlepas dari keinginan dia untuk memiliki barang dibawah kekuasaannya, dia beralasan barang tersebut akan diperuntukkan untuk warganya, tapi hal ini tidak terbukti dikarenakan barang curian masih berada dirumah pelaku. Perbuatan yang dilakukannya tergolong kepada pencurian
dengan
pemberatan karena dilakukan pada saat bencana alam, dilakukan pada malam hari, diambil dari tempat penyimpanannya.10 Kesempatan sering menjadi alasan bagi orang untuk melakukan tindak pidana pencurian. C. Keadaan Memaksa Faktor ini merupakan hal yang selalu menjadi alasan bagi para pelaku, dikarenakan tingginya kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi seseorang sedangkan lapangan kerja sedikit. Tidak sedikit juga orang melakukan dengan alasan dikeranakan kemiskinan. Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraftaraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok.11
9
Putusan Nomor : 34/Pid. B/2011/PN. MKD Putusan Nomor : 34/Pid. B/2011/PN. MKD 11 Kriminal kampung media. Com, faktor penyebab terjadinya tindak kriminal, diakses 9 Oktober 2016 10
38
39
Kemiskinan dan kekurangan ekonomi sering menjadi pemicu seseorang melakukan tindak pidana pencurian, karena sulit untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga beralih kepada hal cepat dan menghasilakan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pencurian tidak hanya terjadi pada keadaan atau dalam kondisi kemiskinan atau keadaan yang normal, tetapi pencurian sering juga terjadi pada saat bencana alam. Para pelaku tindak pidana pencurian pada saat bencana alam, melakukan aksinya dikarenakan suatu keadaan memaksa.12 Hal tersebut terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan selama dalam masa pengungsian. Mereka berdalih melakukan pencurian dikarenakan lambatnya bantuan pemerintah sampai ketempat pengungsian, sementara kebutuhan yang ada di pengungsian jauh dari kata cukup. Keadaan memaksa termasuk kepada faktor terjadinya pencurian pada saat bencana alam. Dikarenakan hal ini merupakan kondisi yang dialami oleh setiap pengungsi. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah maupun instansi yang terkait terkadang tidak bisa memenuhi kebutuhan untuk para pengungsi. Sehingga hal ini menjadi pemicu terjadinya pencurian pada saat bencana alam.13 Pencurian pada saat bencana alam ini pernah terjadi di Desa Gulon Kecamatan Salam. Pencurian dilakukan pelaku terhadap barang bantuan yang diperuntukkan untuk pengungsi. Barang bantuan disimpan dan dikelola oleh
12
Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta : PT. Pembengunan Ghalia Indonesia, 1997), h. 61 13 https ://ayuniindya.wordpress.com/2012/12/11/lingkungan-sosial, diakses tannggal 29 april 2016
39
40
aparatur desa. Semua barang bantuan disimpan di balai desa untuk selanjutnya akan dibagikan kepada seluruh pengungsi yang ada di Desa Gulon. Semua barang bantuan dipercayakan kepada seluruh pengelola atau aparatur desa. Situasi atau kondisi seperti ini menjadi faktor atau alasan terjadinya pencurian, karena pada saat bencana alam semua orang membutuhkan bahan makanan termasuk pengelola atau aparatur desa. Kondisi seperti ini memicu seseorang untuk melakukan tindak pidana pencurian, tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh aparatur desa atau pengelola barang tersebut. Terkadang keadaan atau kondisi memaksa seseorang untuk melakukan tindak pidana pencurian, karena tuntutan kebutuhan yang harus dipenuhi. Apalagi pada saat bencana alam, semua orang pasti membutuhkan bahan makanan, pakaian atau kebutuhan lainnya. Barang bantuan terkadang tidak mencukupi kebutuhan yang diinginkan. Kebutuhan yang tinggi dan persedian bahan makanan yang disediakan untuk pererongan yang sedikit, membuat seseorang melakukan tindak pidana pencurian. Hal ini dilakukan oleh aparatur Desa Gulon, mengambil bahan makanan yang diperuntukkan untuk korban yang selanjutnya dibawa kerumah pelaku untuk dikuasainya. Tindak pidana dilakukan pada malam hari di Balai Desa Gulon yang menjadi posko bahan makanan para pengungsi. Barang bantuan dicuri oleh pelaku dan dimasukan kedalam mobil yang untuk selanjutnya dibawa ketempat yang dia kuasai atau rumah pelaku.
40
41
Hal ini membuktikan bahwasanya, keadaan yang memaksa bisa membuat seseorang tidak bisa mengendalikan atau mengontrol dirinya dalam berbuat. Tindak pidana pencurian sering disebabkan keadaan yang memaksa untuk memenuhi kebutuhannya. Belakangan ini sering terjadi bencana alam dan kurang perhatian dari pemerintah baik dari segi kesehatan maupun dari segi bahan makanan, hal ini bisa menyebabkan seseoranng melakukan tindak pidana pencurian pada saat bencana alam.
41
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN POSITIF TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MUNGKID No. 34 / Pid. B / 2011 / PN. MKD
A.
Duduk Perkara Pencurian merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia. Pencurian selalu ada dan sangat sulit untuk dihilangkan, karena setiap manusia sangat membutuhkan yang namanya materill untuk keberlangsungan hidupnya. Pencurian sering terjadi, itu semua disebabkan karena kurangnya lapangan kerja dan daya saing yang tinggi. Tidak heran ketika kita melihat banyaknya pencurian yang terjadi di Indonesia. Pencurian tidak hanya terjadi pada saat orang lengah atau rumah ditinggalkan atau pada kondisi normal. Tetapi pencurian bisa terjadi kapanpun dan kondisi atau keadaan yang membahayakan atau memprihatinkan. Seperti gunung meletus, banjir, gempa, longsor, dan lain-lain.1 Kondisi seperti ini dimanfaatkan oleh tangan-tangan yang tidak bertangung jawab dalam menjalankan niat jahatnya. Seharusnya pada kondisi seperti ini digunakan menolong sesama bukan memanfaatkan sesama. Hal ini pernah terjadi di Desa Gulon Kecamatan Salam Kabupaten Magelang berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mungkid pada tahun 2011. Mengenai putusan Pengadilan Negeri Mungkid, nomor : 34/Pid. B/2011/PN. MKD memutuskan perkara mengenai permasalahan sebagai berikut : 1
W. A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, h. 68
42
43
1.
Bahwa terdakwa R. HERY SOESANTO, BE BIN MUDAKIR SASTRO WINOTO pada hari Rabu Tanggal 24 November 2010 sekitar pukul 23.30 WIB, bertempat di barak pengungsian tempat penampungan sementara (TPS) Desa Gulon, yang bertempat di Balai Desa Gulon Kecamatan Salam Kabupaten Mangelang. Terdakwa telah sengaja dan melawan hukum memiliki sesuatu barang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain
2.
Bahwa balai desa Gulon Kabupaten magelang digunakan sebagai barak pengungsian korban bencana alam gunung merapi dengan jumlah pengungsi sekitar 2019 orang.
3.
Bahwa balai Desa Gulon juga digunakan untuk menyimpan barang bantuan yang diterima dari pemerintah maupun swasta, baik berupa bahan makanan atau barang kebutuhan pengungsi lainnya seperti bed cover, sikat gigi, dan pasta gigi.
4.
Bahwa barang bantuan tersebut digunakan pengungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup pengungsi dan dikeluarkan dari tempat penyimpanan atas permintaan pengungsi atau permintaan panitia untuk keperluan pengungsi, barang yang dikeluarkan harus sepengetahuan dan dicatat oleh petugas pencatat yaitu saksi SUYATNO.
5.
Bahwa terdakwa telah ditunjuk sebagai petugas penerima barang bantuan, menyimpan dan mengamankan, sehingga barang bantuan berada dalam penguasaan terdakwa.
6.
Bahwa pada hari Rabu tanggal 24 November 2010 sekira pukul 23.30 wib, terdakwa tanpa seijin dan sepengetahuan pemilik barang atau SUYATNO
44
selaku petugas pencatat pengeluaran barang, telah mengambil barang bantuan untuk pengungsi yang berada di TPS Balai Desa Gulon berupa : 3 (tiga) buah bed cover, 6 (enam) kantong plastic beras 5 kg, 1 (satu) dus susu dancow rasa madu 800 gr, 3 (tiga) dus susu dancow rasa madu 400 gr, 2 (dua) kaleng susu frisian flag 900 gr, 1 (satu) dus kecil super keju, 1 (satu) biji GPU, 4 (empat) buah energen, 2 (dua) sachet susu bendera, 4 (empat) bungkus biskuit kelapa, 4 (empat) dus sikat gigi 3 biji, 2 (dua) set the cap gopek 5 biji, 1 (satu) pak the cap jatut berisi 9 biji, 2 jerigen minyak goreng 16 kg, 1 (satu) jerigen kecap, 1 (satu) jerigen minyak bimoli, 1 (satu) dus indomilk, 5 (lima) kg bawang putih, 1 (satu) dus susu dancow 72 kotak kecil, 1 (satu) dus gula pasir isi 40 bungkus ½ kg, 2 (dua) kaleng susu coklat frisian flag 385 gr, 1 (satu) palstic roti mari roma, 11 (sebelas) buah pasta gigi pepsodent, 1 (satu) dus tango isi 24 biji, 1 (satu) dus kopi ABC susu isi 20 saset, kemudian terdakwa masukan kedalam sebuah mobil jenis Toyota Corolla warna putih tahun 1984 No. Pol AB-8180-GA, selanjutnya terdakwa bawa ke rumah terdakwa di RT 05 RW 01 Desa Gulon kecamatan Salam Kabupaten Mangelang. 7.
Bahwa terdakwa mengambil barang tersebut dengan maksud akan terdakwa bagikan kepada warga masyarakat yang tinggal disekitar tempat tinggal terdakwa, yang bukan merupakan pengungsi pada TPS Balai Desa Gulon.
8.
Bahwa barang-barang terdakwa ambil tersebut adalah milik pemberi bantuan yang akan dibwrikan kepada pengungsi, atau setidak-tidaknya
45
bukan milik terdakwa seluruhnya senilai sekitar Rp. 4. 494. 000, 00 (empat juta empat ratus sembilan puluh empat ribu rupiah).2 Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya, Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi di bawah sumpah sesuai dengan agamanya masingmasing sebagai berikut : 1.
Suyatno kaur pemerintahan Desa Gulon Kecamatan Salam Kabupaten Magelang sebagai Kaur Keuangan dan ditunjuk sebagai petugas mencatat semua bantuan yang diterima baik dari pemerintah maupun swasta.
2.
Drs. Priyono bening Supangkat Kaur Pembangunan ditunjuk sebagai petugas pendata pengungsi.
3.
Tarmidi bertugas membantu pak Yatno mencatat pengeluaran barang.
4.
Kuswiranto sebagai kepala desa yang memberi tugas dalam penanganan pengungsi korban merapi.
5.
Wirdoyo sebagai keamanan ditempat pengungsian.
6.
Nasirudin sebagai pengungsi.3 Bahwa berdasarkan keterangan para saksi, pelaku membenarkan dan tidak
keberatan atas hal yang didakwakan kepadanya. Hakim menjatuhkan dakwaan Kesatu Subsidair berdasarkan tuntutan penuntut umum dengan berbagai pertimbangan. Diatur dan diancam dalam pasal 363 ayat (1) ke-2 KUHP dengan hukuman 7 (tahun) penjara. B.
Dasar Hukum Pemidanaan yang Digunakan Hakim dalam Menetapkan Pencurian Pada Saat Bencana Alam 2
Surat putusan No. 34 /Pid. B/2011/PN. MKD, h. 7 Surat putusan No. 34/Pid. B/2011/PN. MKD, h. 9
3
46
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa pencurian ketika bencana alam tergolong kepada pencurian dengan pemberatan. Mengenai dasar hukum yang mengatur tentang pencurian tersebut di atur di dalam pasal 363 ayat 1 (satu) sampai 5 (lima). Membahas tentang pencurian yang dilakukan terhadap binatang ternak, dan saat terjadinya atau dalam kondisi adanya kebakaran, letusan banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang, dan pencurian. Dilakukan diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya. Dilakukan oleh orang yang keberadaannya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak, dan pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Pencuri masuk ke tempat penyimpan barang untuk mengambil sesuatu yang dia rencanakan dengan cara merusak, memotong, atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakai jabatan palsu.4 Begitu halnya dengan kasus yang ditangani hakim Pengadilan Negeri Mungkid. Kasus tentang pencurian pada saat bencana alam. Dalam hal ini hakim mengunakan pasal 363 ayat 1 ke-2 dan ke-3 serta pasal 372 sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan perkara ini. Pencurian yang terjadi di Desa Gulon termasuk pencurian yang memberatkan, karena pencurian dilakukan pada saat bencana alam. Didalamnya terdapat keadaan yang memberatkan. Sehingga
4
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Jakarta : Bumi Aksara, Cet ke24, 2005), hal 128. Lihat juga Lamintanng dan C. Jisman Samosir, Dellik-delik Khusus, Kejahatan yang ditujukan terhadap Hak Milik dan lain-lain, (Bandung : Tarsito, Ed ke-2, 1990), h. 70-71 .
47
dalam hal ini hakim melihat pasal 363 KUHP sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwasanya setiap tindak pidana yang dilakukan pada saat terjadi bencana alam, hal ini tergolong kepada pemberatan pidana. Begitu halnya dengan kasus ini. Hakim melihat bahwasanya kasus ini, bisa diputuskan dengan pasal 363 KUHP tersebut. Selain itu hakim juga melihat dari pasal 372 sebagai bahan pertimbangan. Sebagaiman dalam kasus ini, yang menjadi terdakwanya adalah orang yang mengelola barang tersebut, berarti dalam hal ini juga tergolong penggelapan. Kalau dilihat dari orang yang terlibat didalamnya. Tetapi hakim melihat dari faktor dan keadaan yang terjadi pada saat pencurian. Faktor atau kondisi terjadi pencurian lebih cendrung kepada pasal 363, setelah diteliti dan ditelaah secara mendalam oleh hakim. Hakim memutuskan bahwasanya ini adalah pencurian dengan pemberatan. Pencurian yang terjadi di Desa Gulon juga disebabkan faktor-faktor yang penulis sebutkan di bab sebelumnya, bahwasanya dalam pencurian ketika seseorang sudah memiliki niat yang kuat cara dan kondisi apapun akan tetap dilakukan. Hal ini dibuktikan bahwasanya pelaku tetap mengambil barang bantuan yang diperuntukan untuk korban bencana dan pelaku melakukan aksinya pada malam hari. Pelaku sebagai petugas merasa memliki kesempatan untuk melakukan aksinya. Sehingga pelaku memanfaatkannya untuk mengambil barang yang diperuntukkan untuk dirinya.
48
Selanjutnya dalam kasus ini, jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa dengan alternatif subsidaritas. Hakim sebagai orang yang menyelesaikan perkara dipersidangan, tetap melihat permasalah ini dari dakwaan tertinggi, yaitu dakwaan kesatu primair. Hakim melihat semua unsur yang terdapat dalam dakwaan kesatu primair. Setelah melihat dan mempertimbang dakwaan kesatu primair, ada satu unsur yang tidak terpenuhi, maka dari itu dakwaan kesatu primair gugur. Hakim selanjutnya, memutuskan perkara ini sesuai dengan tuntutan penuntut umum yaitu alternatif subsidaritas. Dalam hal ini, hakim mlirik semua unsur yang terdapat di dalam pasal 363 ayat 1 ke-2 KUHP. Semua unsur yang terdapat dalam pasal tersebut terpenuhi, maka hakim memutuskan perkara ini dengan dakwaan alternatif subsidair. Sehingga majelis hakim berkesimpulan,bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melanggar pasal 363 ayat (1) ke-2 KUHP yang kualifikasinya sebagaimana dalam amar putusan. Hakim menetapkan atau menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama empat bulan dan tujuh hari, dan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menurut hemat penulis, hukuman yang ditetapkan oleh hakim terlalu ringan. Sedangkan dalam hal ini, merupakan pencurian dengan pemberatan. Dalam pasal 363 ayat 1 ke-2 sudah jelas, bahwasanya hukuman buat pencurian yang terjadi pada saat bencana alam yaitu tujuh tahun penjara. Hal ini sangat jauh dari hukuman yang telah diatur atau ditetapkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
49
Hakim dalam memutuskan perkara ini tidak terlalu melihat efek yang ditimbulkan. Sehingga dalam menetapkan hukuman bagi terdakwa tidak sesuai dengan apa yang telah diatur KUHP. Hal ini membuat hukuman untuk pencuri pada saat bencana alam tidak berefek jera bagi pencuri lain.5 C.
Sanksi bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian Saat Bencana Alam dalam Islam Ketegasan aturan mengenai mencuri, hal ini menunjukkan pengakuan Islam
akan hak milik, perlindungannya,
dan mengatur perpindahannya secara adil.
Pencurian tidak hanya merugikan secara individual tetapi juga merugikan secara sosial masyarakat luas, sebuah bangsa, atau kemanusian itu sendiri. Bahkan secara vertikal mencuri itu juga termasuk mendholimi Allah SWT.6 Hukum Islam mengatur semua hal yang berhubungan dengan manusia, termasuk pencurian yang notabene sangat merugikan atau membahayakan manusia. Islam mengatur mengenai hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian tersebut. Pencurian sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW beserta para sahabatnya. Pada masa Rasulullah pencurian dihukum dengan potong tangan, baik itu pencurian yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Hal ini sebagai mana sabda Rasulullah SAW berikut ini. “Jika seorang mencuri maka potongllah tangan kanannya, dan jika ia mencuri lagi maka potonglah kakinya, dan jika ia mencuri kembali maka
5
Suharto, Hukum Pidana Materill, Ed-2 (Jakarta : Sinar Grafika, Cet-2, 2002), h. 3.7 Taufik Rachman, Kategori Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum islam, Skripsi, Semarang, 2011, h. 39. 6
50
potonglah tangannya, kemudian jika ia mencuri lagi maka ppotonglah tanngannya.”7 Hukuman potong tangan, yang sering dipandang sebagai hal yang tidak manusiawi bagi yang menentangnya. Sanksi yang ditetapkan oleh Islam merupakan hal yang sangat adil, ketika seorang mencuri berarti dia siap menerima hukuman.8 Tetapi tidak semua yang mencuri dipotong tangannya, harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan Islam. Islam juga mengenal pencurian dengan pemberatan karena dalam islam juga membagi pencurian kepada tiga hal yaitu pencurian yang hukumannya had, pencurian yang hukumannya qisas dan diyat, dan pencurian yang hukumannya ta’zir. Dalam hukum positif dikenal dengan pencurian keci dan besar. Pencurian yang terjadi di desa Gulon pada saat gunung meletus yang terjadi ditempat pengungisan, dalam Islam pencurian seperti ini tetap diperlakukan hukuman potong tangan apabila dia telah mencapai nisab yang di tentukan dalam Islam. Bahkan Islam meringankan bagi pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan pada saat terjadi musibah atau pada keadaan memaksa atau darurat, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis diatas, bahwa khalifah Umar tidak menghukum pencuri, bahkan dia mengancam orang yang selalu meneriakan atau melaporkan pencurian. Pada masa itu, keadaan penduduk sangat menyedihkan karena terjadi kekeringan atau kekurangan bahan makanan. Banyak masyarakat yang kelaparan karena tidak adanya bahan makanan.Pemberlakuan hukum potong tangan dalam 7 8
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An Nasa’i, dan Al Bayhaqi. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sianr Grafika, 2005), h. 82.
51
hukum Islam tidak hanya dilakukan begitu saja, tetapi ada kadar dan unsur yang harus terpenuhi agar diberlakukannya hukuman potong tangan. Ada berapa riwayat yang menjelaskan kadar atau batasan diberlakukannya hukuman potong tangan diantaranya :
عه عائشة رضي هللا عنها قالت كان رسىل هللا صلى هللا عليه وسلم يقطع السارق في ربع دينا رفصاعد Artinya : Diriwayatkan dari Sayyidatina Aisyah ra. Katanya : Rasulullah SAW, memotong tangan seseorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar ke atas.9
Dalam Riwayat lain
عه ابه عمر رضي هللا عنهما أن رسىل هللا صلى هللا عليه وسلم قطع سا رقا في مجه قيمته شال شة دراهم Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, katanya : Sesungguhnya Rsulullah SAW. Pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebannyak tiga dirham.10 Berdasarkan hadis di atas, jelas bahwa kadar dan batasan bagi pencurian, baik pencurian itu dilakukan pada keadaan biasa maupun keadaan yang tidak sewajarnya, seperti halnya pencurian pada saat bencana alam atau gunung meletus di desa Gulon. Batasan dan kadar yang ditentukan oleh hadis diatas berlaku umum bagi semua pencurian, semua pencurian yang dilakukan telah memenuhi kadar, maka berlakulah hukuman potong tangan. Tetapi tidak hanya sebatas kadar atau batasan dalam pencurian, ketika batasan atau kadar telah terpenuhi harus juga memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam Islam. Seorang pencuri lelaki ataupun perempuan, sedangkan
9
Zainudin Ali, Hukum pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal 64 Zainudin Ali, Hukum pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h. 64
10
52
tindakan pencurian itu dianggap lengkap oleh para fuqaha bila terdapat unsurunsur berikut ini : 1. Harta diambil secara sembunyi 2. Ia ambil dengan maksimal jahat 3. Barang yang dicuri itu benar-benar milik sah dari orang yang hartanya dicuri itu. 4. Barang yang dicuri itu telah diambil kepemilikannya dari si empunya yang sebenarnya. 5. Barang yanng dicuri itu telah berada dalam penguasaan si pencuri. 6. Barang tersebut harus mencapai nilai nisab pencuri.11 Unsur-unsur diatas merupakan hal yang mutlak dalam pencurian, ketika tindak pidana pencurian tidak memenuhi unsur diatas maka hal itu tidak bisa dikatakan atau digolongkan dengan tindak pidana pencurian. Setiap tindak pidana pencurian baik itu pencurian biasa ataupun pencurian pada saat bencana alam, dalam islam semua hal itu semua sama, harus memenuhi unsur dan batasan dalam pencurian. Ketika unsur dan batasan pencurian telah serta syarat dia terkena hukuman telah terpenuhi dan tidak ada unsur syubhat baru diberlakukan hukuman potong tangan terhadap pencuri. D.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencurian saat bencana alam dalam hukum positif
11
Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), h. 62.
53
telah disebutkan dalam KUHP pasal 363 ayat (1) dan dijelaskan mengenai adanya pemberatan terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, bunyi pasal telah penulis jelaskan diatas. Dengan demikian dapat dipahami dari ketentuan dan penjelasan bunyi pasal 363 ayat (1) item 2 tersebut. Bahwa kaitannya dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi bencana alam, maka si pelaku kejahatan dapat dijerat dengan pemberatan pemidanaan dari pidana pokok yang terdapat dalam pasal 362 KUHP. Hal ini disebabkan karena ada faktor pemberat di dalam tindak pidana pencurian yang dilakukannya, yaitu pada keadaan-keadaan peristiwa tertentu yang bersifat memberatkan, seperti : Pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran, pada waktu ada letusan, pada waktu banjir, pada saat terjadi gempa bumi atau gempa laut, letusan gunung berapi, kapal tenggelam, kapal terdampar, pada saat ada kecelakaan kereta api, pada saat terjadi huru-hara dan pada waktu terjadi pemberontakan atau bahaya perang.12 Alasan untuk memperberat pencurian ini adalah terletak pada pemikiran bahwa, dalam keadaan-keadaan atau peistiwa-peristiwa semacam ini terjadi kepanikan, kericuhan, kekacauan, dan kecemasan yang sangat memudahkan aksi pencuri, yang mana seharusnnya si pelaku pencurian memberikan pertolongan terhadap korban, bukan sebaliknya, justru menggunakan kesempatan sebagai peluang bagi dia untuk melakukan tindak pidana pencurian. Dalam segi moral si pencuri tidak mempunyai rasa manusiawi sama sekali, karena tindak pidana itu dilakukan saat orang terkana musibah. Pelaku seharusnya 12
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Jakarta : Bumi Aksara, Cet ke24, 2005), h. 128
54
menolong atau meringankan beban bagi korban bencana bukan menambah beban bagi korban bencana alam sebagaimana yang terjadi di Desa Gulon. Pencurian terjadi terhadap barang bantuan bencana alam, yang seharusnya si pelaku membantu untuk korban malahan dimanfaatkan sebagai situasi yang menguntungkan bagi si pelaku, mirisnya tindak pidana tersebut, dilakukan oleh orang yang seharusnya menyalurkan barang tersebut. Tindak pidana pencurian ini seharusnya dapat perhatian khusus dari pemerintah, karena pencurian ini sangat meresahkan masyarakat. Pencurian seharusnya diganjar dengan hukuman yang setimpal apalagi aksi pencuri dilakukan terhadap barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk melangsungkan kehidupannya. Kaitannya dengan hal pemidanaan, dalam surat edaran Mahkamah Agung No.1 tahun 2000 telah menyatakan bahwa, pemidanaan agar setimpal dengan berat dan sifat kejahatannya. Dalam era reformasi yang melanda negara kita ini, telah membawa dampak yang sangat luas, disegala aspek kehidupan bernegara. Terutama dibidang ekonomi mengakibatkan kecendrungan meningkatnya kwantitas dan kwalitas tindak pidana yang memerlukan penangganan serta kebijakan pemidanaan secara khusus.13 Setiap tindak pidana yang merugikan atau membahayakan orang lain termasuk pencurian ketika bencana alam, seharusnya pengadilan menjatuhkan pidana yang setimpal dengan tindak pidana yang dilakukannya. Mahkamah Agung mengharapkan kiranya para hakim mampu berperan sebagai katalisator 13
Taufik Rachman, Kategori Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum islam, Skripsi, Semarang, 2011, h. 51.
55
kesenjangan antara hukum positif dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Disamping itu, dalam pasal 134 point (f) rancangan kitab Undang-undang hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2008 disebutkan bahwa, faktor-faktor yang memperberat pidana adalah tindak pidana yang dilakukan pada waktu terjadi huru-hara atau bencana alam.14Dari penjesan pasal 134 point (f) dapat dipahami bahwa, pencurian yang terjadi di desa Gulon akibat gunung meletus di tempat pengungsian termasuk pemberatan pidana atau pencurian yang diperberat. Pencurian yang dilakukan saat terjadi bencana alam, dihukum dengan hukum penjara 7 tahun. Jika pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih serta masuk kedalam tempat melakukan kejahatan atau sampai mengambil barangnya maka hukumannya diperberat menjadi sembilan tahun penjara. Tetapi beda halnya dengan putusan yang ditetapkan oleh pengadilan negeri Mungkid yang hanya menjatuhkan hukuman kepada pelaku selama 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari. Tetapi hakim dalam perkara ini mempertimbangkan dengan segala aspek yang terdapat dalam diri pelaku atau terdakwa. Sebelum hakim menjatuhakan hukuman terhadap pelaku, hakim tetap mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntun Umum bahwa dakwaan yang paling mendekati atau paling cocok dengan fakta , maka dengan itu majelis hakim akan mempertimbangkan dakwaan kesatu primair terlebih dahulu yaitu pasal 363 ayat 1 ke-2 dan ke-3 KUHP dengan unsur-unsur adalah sebagai berikut :
14
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2008, h. 36.
56
Unsur barang siapa Unsur barang siapa disini ialah setiap orang tanpa kecuali merupakan subyek hukum serta dapat dipertanggungjawabkan semua perbuatannya. Pelaku disini atau pelaku tindak pidana pencurian dalam keadaan sehat dan dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim maupun Penuntut Umum, maka dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa telah memenuhi kriteria tersebut. Majelis Hakim memutuskan bahwasanya Unsur barang siapa disini telah terpenuhi. Unsur mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain Dalam unsur ini ada kata mengambil, yang dimaksud dengan unsur ini adalah melakukan suatu perbuatan yang berupa memindahkan suatu benda/barang dari tempat pemiliknya, kekuasaan diri sendiri atau orang lain selain pemiliknya. Sedangkan pengertian barang disini dalam pengertiannya tidak lagi menganut pengertian sebagaimana yang dijelaskan MvT sebagai benda yang bergerak dan berwujud, akan tetapi pada benda yang bernilai ekonomis, estetika, historis, dan lain sebagainya (bisa berwujud dan tidak berwujud). Dalam unsur ini juga ada kata, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain tersebut merupakan milik orang lan atau bisa juga tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan sebagian lain adalah milik pelaku sendiri. Berdasarkan yang dijelaskan oleh para sanksi bahwa barang
57
yang dicuri adalah barang bantuan yang diperuntukan untuk pengungsi desa Gulon. Bahwa dengan demikian unsur ini telah terpenuhi. Unsur dengan maksud akan memiliki barang tersebut dengan melawan hak Hal yang dimaksud dengan unsur ini adalah pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimillikinya secara melawan hak. Berdasarkan keterangan saksi bahwa perbuatan terdakwa mengambil barang Logistic tersebut dilakukan karena terdakwa hendak memberikannya kepada orang lain yang bukan pengungsi. Pengambilan barang tersebut berada dibawah kekuasaan terdakwa karena disimpan di rumah dan di mobil terdakwa, dalam hal ini terdakwa tidak bisa membuktikan. Apakah memang benar barang-barang tersebut memang bukan untuk dipakai sendiri, sehingga menurut majelis Hakim perbuatan terdakwa telah mempunya maksud, denagan hal demikian unsur ini telah terpenuhi. Unsur dilakukan pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang Unsur ini bersifat alternatif, jadi apabila salah satu kalusul dalam unsur ini terbukti maka dianggap keseluruhan unsur ini telah terbukti. Berdasarkan keterangan saksi bahwa pelaku melakukan akinya ketika terjadi gunung meletus di desa Gulon. Para korban bencana alam ditempatkan di kantor balai desa, yang
58
dijadikan sebagai tempat pengungsian, sehingga dengan demikan unsur ini telah terpenuhi. Unsur dilakukan pada waktu malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau dikehendaki oleh yang berhak Berdasarkan keterangan saksi bahwasanya terdakwa melakukan aksinya pada amalam hari sekitar pukul 23.00 WIB, dan kejadian dilakukan dalam sebuah gudang yang tertutup, namun dalam hal mengenai keberadaan terdakwa di lokasi memang dikehendaki karena pelaku adalah petugas disana. Dalam hal ini hakim menetapkan bahwasanya unsur ini tidak terpenuhi. Tetapi menurut pengamat penulis, semua unsur ini terpenuhi terutama unsur yang terakhir ini yang menjadi titik fokus penulis. Unsur terakhir ini cukup menjadi perdebatan yang panjang dan sudut pandang yang banyak. Kalau kita amati sesama unsur ini merupakan satu kesatuan jika satu unsur telah terpenuhi diantara dua pilihan, berarti unsur ini terpenuhi. Putusan pengadilan Negeri Mungkid pelaku dikenakan dakwaan kesatu Subsidair, menurut penulis ini merupakan sesuatu yang sesuai dengan hukum yang sudah ada. Hukuman yang dikenakan kepada pelaku yaitu hukuman tujuh (7) tahun penjara bahkan sembilan tahun (9) penjara, tetapi pelaku hanya dikenakan hukuman selama empat (4) bulan dan tujuh (7) hari. Hal ini bukan sesuatu hukuman yang berat bagi pelaku kejahatan pencurian pada saat bencana alam, serta bukan hukum yang dapat memberi pelajaran bagi pelaku, karena sesungguhnya nilai yang terkandung dalam saknsi pidana ini adalah efek jera.
59
Tetap hakim dalam menetapkan hukuman tersebut dengan berbagai pertimbangan, diantaranya, terdakwa bersikap sopan di persidangan, berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, terdakwa belum menikmati hasilnya, terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga. Seharusnya tindak pidana tersebut dihukum dengan hukuman 7 (tujuh) atau 9 (sembilan) tahun penjara. Hakim dalam menetapkan hukuman tersebut melihat hal yang meringankan atau keadaan ketika pelaku melakukan pencurian. Pelaku dalam melakukan aksinya beralasan bahwa barang tersebut tidak hanya diperuntukkan untuk dirinya tapi untuk warga yang ada disekitar rumahnya, tetapi bukan target atau sasaran dari bantuan bencana alam yang diperuntukkan untuk Desa Gulon. Pelaku juga merupakan aparatur desa, yang berarti termasuk orang yang bertanggung jawab atas barang bantuan. Hal ini menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan hukuman dengan 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari. Hal ini merupakan ijtihad hakim dalam menetapkan suatu hukuman bagi pencuri pada saat bencana alam.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari uraian pembahasan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut : 1.
Pencurian pada saat bencana alam tergolong kepada pencurian dengan
pemberatan, karena tindak pidana yang dilakukannya pada saat yang tidak wajar dan tidak semestinya. Dalam KUHP dijelaskan melalui paparan yang penulis sajikan diatas bahwa di dalam pasal 363 (1) ke 2 menyatakan bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun yaitu pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang. Hal ini sangat jelas bahwasanya hukuman bagi pencuri pada saat bencana alam menurut hukum positif yaitu dipenjara selama 7 tahun. Tetapi ada kondisi tertentu pelaku tidak dihukum dengan hukuman maksimal yang di jelaskan pasal 363 (1) ke 2 tersebut. Hakim boleh berijtihad dalam menetukan hukuman dengan melihat keadaan atau kondisi yang terjadi. Sedangkan dalam Islam, telah secara tegas dijelaskan bahwasanya pencurian itu harus dipotong tangan sebagaimana yang dijelaskan dalam surat AlMaidah ayat 38 bahwasanya pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah tangan keduanya. Dalam Islam juga dijelaskan mengenai hukuman bagi pencuri
60
61
dengan pemberatan. Ketika seorang yang mencuri dan semua unsur telah terpenuhi maka berlakulah hukuman had bagi pencuri. Islam memandang bahwasanya pencurian yang dilakukan pada saat bencana alam tetap
termasuk kepada pencurian biasa, karena ketika pencurian yang
dilakukannya tidak menyebabkan korban lebih banyak, tapi ketika menyebabkan korban lebih banyak maka berlakulah hukuman dengan pemberatan dalam Islam. 2.
Menurut paparan sebelumnya penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor
yang paling mempengaruhi pencurian pada saat bencana alam yaitu adanya niat dari pelaku untuk melakukan niat jahatnya pada saat bencana alam, adanya kesempatan untuk mengambil barang dari tempat penyimpanannya, dan keadaan yang memaksa untuk melakukan tindak pidana pencurian. Faktor inilah yang paling berpegaruh terhadap tindakan yang dilakukan oleh pencuri pada saat bencana alam. Ada dua hal yang mendasar yang penulis bahas di skripsi ini yaitu bagaimana hukuman bagi pencuri pada saat bencana alam
dan faktor yang
mempengaruhi pencurian pada saat bencana alam, yang penulis fokuskan atau analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Mungkid yang telah penulis paparkan dan simpulkan di atas. B.
Saran 1. Pemerintah sebagai aspirasi rakyat seharusnya, lebih memperhatikan kebutuhan rakyatnya terutama lapangan kerja, supaya tidak banyak lagi terjadi pencurian di Indonesia.
62
2. Penegak hukum di Indonesia harus memberantas kejahatan tanpa tebang pilih dan menegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku. Supaya pencurian pada saat bencana alam tidak terjadi lagi. Pencurian pada saat bencana alam seharusnya mendapat perhatian khusus dari penegak hukum di Indonesia. 3. Hakim sebagai pemutus perkara atau sebagai penentu nasib seseorang untuk di hukum, seharusnya lebih jeli dan adil dalam menetapkan keputusan yang diambil dalam sebuh perkara. C.
Penutup Alhamdulillahi Robbil Alamin, rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberi rahmat, taufiq, petunjuk, dan kemuurahan-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir studinya. Penulis menyadari bahwa dalam hasil karya yang sederhana ini masih banyak kekuranngan dan kekeliruan, baik dalam penyusunan, penulisannya, maupun dalam analisisnya, maka penulis mengharapkan saran dan kritik demi terciptanya karya ini lebih sempurna. Teriring doa yang tiada henti, akhirnya penulis mengucapkan rasa syukur dan terima ksih kepada Allah SWT, kedua orang tua dan keluarga, Bapak-bapak pemimpin fakultas, pembimbing, Bapak Ibu Dosen, Sahabat-sahabat, Temanteman seperjuangan, dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga hasil karya ini dapat menjadi manfaat bagi penulis sendiri, dan semua pihak. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya bagi kita semua, Amin ya Rabbal Alamin.
63
DAFTAR PUSTAKA Abdur Rahman, L. Doi, Ph. D, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 1992. Al Faruk, Asadullah, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta, Gahlia Indonesia, 2009. Ahmad, beni Saebania, Metode Penelitian Hukum, bandung, Pustaka Setia, 2008. Ali, Zainudin, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2007. A.Keraf, Sonny, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta, PT Kompas Media Nusantara, 2010. Az Zuhaili, Waahbah, Fiqh Islam Adilatuhu, Jakarta, Gema Insani dan Darul Fikri, 2007. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Jakarta, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, 1977. Djazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persabda, 1996. Efendy, Marwan ,Hukum Pidana, Jakarta, Referensi, 2011. Elina, Lily Sitorus, Pembuktian Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Skripsi, Depok, 2002. Ferasari, Virsa, Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan Pada Saat Bencana Alam Ditinjau dari Sudut Pandang Kriminologi, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2014. Halim, Ridwan, Tindak Pidana Pendidikan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1996. Hamzah, Andi, Terminologi hukum pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2008. Hasan, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1993. Irfan, Nurul dan Masyorafah, Jinayah,Jakarta, Amazah, 2013. Kamil, Syaikh Muhammad Uwaidah, al-jami’ fii fighi an-nisa’, terj. Fiqh Wanita, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2006. Lamintang, delik-delik Khusus, Bandung, Sinar Baru, 1998. Maramis, Frans, Hukum Pidana umum dan tertulis di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2012.
64
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta, CV Indhill, 2008. Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta,Bumi Aksara, 1996. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2002. M, Dikdik Arief Mansur, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Novitaningtyas, Indri, “ Keterkaitan kemampuan masyarakat dan bentuk mitigasi banjir di kawasan pemukiman kumuh” ,Skripsi , semarang, 2006 Nugrahanto, Ardi, Tinjauan Yuridis Tentang Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan di Wilayah Surabaya, Skripsi, Surabaya, 2010. Pangaribuan, David, pencurian pada saat bencana alam ditinjau dari sudut kriminologi, Skripsi, Medan, 2011. Qadir, Abdul Audah, Al- Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami, jilid 2, h. 518 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor, PT Kharisma Ilmu, 2011, h. 163 Rachman, Taufik, Kategori Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum islam, Skripsi, Semarang, 2011. Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2008. Rinjani, Sri Arifin, Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan, Skripsi, Medan, 2013. Santoso, Topo, dan Achjan, Eva Zulfa, Kriminologi, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada. Sianturi, asas-asas hukum pidana Indonesia dan penerapannya, Jakarta, Alumni Ahaem, 1989. Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, jakarta, Rineka Cipta, 1999. Suharto, Hukum Pidana Materill, Ed-2, Jakarta : Sinar Grafika, Cet-2, 2002. Sukandarrumidi, bencana alam dan bencana anthropegene, Yogyakarta, Kanisius, 2010.
65
Thaufik Rachman, Kategorisasi Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum Islam, Semarang, 2011. Wardi, Ahmad Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2005. https://ayuniindya.wordpress.com/2012/12/11/lingkungan-sosial, tanggal 29 april 2016.
diakses
www.Kriminal kampung media.Com, faktor penyebab terjadinya tindak kriminal, diakses 9 Oktober 2016