PERANAN BARANG BUKTI SAMPEL BULU KAMBING DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK (Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi)
SKRIPSI
Oleh : Rizka Patria Nugraha NIM : E1A009038
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014
i
PERANAN BARANG BUKTI SAMPEL BULU KAMBING DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK (Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi)
SKRIPSI Disusun Oleh: Rizka Patria Nugraha NIM : E1A009038
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014
ii
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
PERANAN BARANG BUKTI SAMPEL BULU KAMBING DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK (Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi)
Adalah benar merupakan skripsi hasil saya sendiri dan tidak terdapat karya yang sama serta pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengatahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika dalam perjalanan waktu skripsi saya tidak sesuai dengan pernyataan ini, saya bersedia untuk menanggung segala resiko termasuk pencabutan gelar keserjanaan yang saya sandang. Isi skripsi ini merupakan tanggung jawab pribadi penulis, bukan tanggung jawab pembimbing ataupun lembaga-lembaga terkait.
Purwokerto, Maret 2014 Penulis,
Rizka Patria Nugraha E1A009038
iv
ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul “Peranan Sampel Bulu Kambing Dalam Tindak Pidana Pencurian Hewan Ternak (Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/Pn.Bi)”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Untuk mengetahui peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi. dan pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi.. Metode penelitian yang dipakai adalah yuridis normatif dan spesifikasi penelitian adalah sinkronisasi hukum. Metode pengumpulan data dengan inventarisasi peraturan undang-undang dan metode analisa data menggunakan normatif kualitatif. Berdasarkan studi putusan dapat disimpulkan bahwa : peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi. adalah sebagai bukti pendukung yang menambah keyakinan hakim menjatuhkan Putusan terhadap terdakwa. Pertimbangan hukum hakim menjatuhkan pidana terhadap Putusan Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi., yaitu: 1) Pertimbangan Yuridis (Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP tentang "pencurian dengan pemberatan” dan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP), 2) Pertimbangan Sosiologis (Hal-hal yang memberatkan: Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat dan hal-hal yang meringankan: terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga, dan terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya). Kata Kunci : barang bukti, bulu kambing, pencurian hewan ternak
v
ABSTRACT The title of this research is “The Function Goat feather as Exhibit on the crime of Theft (Study of verdict No. 83/Pid.B/2012/Pn.Bi)”. The aim of this research is to find out the function Goat feather as Exhibit on the crime of Theft, and to investigation consideration of the judge in deciding the criminal theft. Applied research methods and specifications are normative juridical scrutiny is syncing law. Methods of data collection based on the rule of law, and normative method of qualitative analysis. Base on the research can conclusion that the Goat feather as Exhibit on the crime of theft in verdict No. 83/Pid.B/2012/Pn.Bi have support exhibit function. The proof tools will be used in consideration of the judge to decide the matter. There are several consideration of the judge in deciding the criminal theft to decide No. 83/Pid.B/2012/Pn.Bi are 1) Juridical Considerations (Article 363 paragraph (1) of the 1st, and the 3rd of the KUHAP) about theft by weighting 2) Sociologists Considerations, such as the defendant act upsetting people and defendant has not been convicted, defendant admitted his actions and promised not to repeat his actions.
Keywords : Exhibit, Goat feather, crime of theft
vi
PERSEMBAHAN
Untuk Orangtuaku : Bapak & Mamah Kupersembahkan karya kecil ini untuk kalian, yang senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia mendampingiku dengan penuh cinta dan kasih sayang, dan selalu memanjatkan doa untuk putramu tercinta ini di dalam setiap sujudnya. Trimakasih untuk semuanya atas pelajaran yang kalian berikan. Semoga Rizka menjadi anak yang bisa membanggakan Bapak & mamah. Amien!
Untuk keluargaku tercinta: Mba indah & mas nungki Hehehehe rizka dah lulus mba, mas. Trimakasih atas semangatnya dan nasehatnya. semoga rizka bisa sesukses kalian kelak.
Mba puput & bang Dian Ini mbakq yang paling cerewet, yang selalu nasehatin aku yang ini lah, itulahh. Hahaha…. Makasih ya mba, karena nasehatmu (omelan) hehehe yang hampir setiap hari di dengar. Bang Dian, kapan libur panjangnya ni??? Ayo main PS lagi.. tapi sabtu minggu aja ya bang. Hehhe mau rajin cari kerja dulu.
Adekku Ntik Ehhh.. jangan alay trus dong.lebay bgt. Jadi ilfill sama kamu. Biasa aja napa. Hahaha… cepet lulus ya, biar ga ngrepotin bapak, mamah,mba indah & mas nungki, mba puput & bang Dian, terutama aku! Hahahaha
Jagoan-jagoan kecil om YIS Danish & Baim
vii
Ngangenin bgt si kalian. Nanti kalo om Yis dah kerja semoga dapet kerjaan di Jogja ya… biar deket sama kalian.hehehhe
Om Alfi & bu nani Om alfi & bu nani , trimakasih bantuannya ya?? Pinjaman buku-buku dan lainnya. Sangat bermanfaat bingiiittttt
Untuk sahabatku Richard.. ayo, kapan kita basket lagi brad?? Kamu ini teman dan sahabatq yang luar biasa…Rayenta.. sory ya ray, rumahmu jadi markasku buat ngerjain skripsi. Hehehe kalo ga dirumahmu, dirumah siapa lagi?? Semangat ray kuliahnya!! Biar cepet cari kerja, inget kamu harus banggain keluarga besarmu. Makasih juga buat mamahmu ya..Seta.. semagat cari kerjanya ya brad!! Besok kapan2 kita kumpul lagi..Diar… jadilah diri sendi nggang, be your self!!!...Ajun.. cari kerja jun.. ayoo kita bareng2 cari kerja biar sukses bareng2!!...Sakti… jaga omonganmu dan sikapmu ya sak!hehehe kalo pengen punya temen banyak…Iwenk… ndang lulus to wenk, jo basketan ae! Hahaha…Nanda… perkenalan yang serba singkat dan memembuat kita saling dekat…Momon… kamu masih muda mon, semangat sekolahnya, kalo males sekolah mau jadi apa kamu??
Untuk temen-temen hukum 2009 Ali, ronny, miko, yanuar, gendut, deda subhan, danang, tyas, bayu, rossi, zaki, bagas, feri, coupetz, dana, azi, benny, kojack, dextra, cecep, egi, johan, reza, rangga, deni, Irma, Sabrina, kiki, intan, dan temen2 angkatan 2009 lainnya. trimakasih usdah jadi temenku di kampus, semua cerita tentang kita, dan kenangan yang indah.
UKM IBB & pengurusnya
viii
Yaahhh, ga bisa ikut event lagi deh aku. sebenernya si aku terpaksa ikut ibb, abisnya aku bisanya Cuma basket si. Hehehe….kalau ga ada UKM IBB tampaknya aku mahasiswa yang datang ke kampus selesai kuliah langsung pulang. Karena kalian juga aku bisa berprestasi untuk kampus kita Juara 2 Nasional Hukum se-Indonesia.
KATA PENGANTAR
ix
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmatnya dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “PERANAN BARANG BUKTI SAMPEL BULU KAMBING DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK (Studi Putusan No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Penulis menyadari sepenuhnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dari awal sampai akhir penulisan, kepada : 1. Bapak Dr. Angkasa,S.H,M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 2. Ibu Handri Wirastuti Sawitri,S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Pranoto,S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu, memberikan masukan, kritikan, bimbingan dan arahan hingga terselesaikannya skripsi ini. 3. Dr. Hibnu Nugroho,S.H.,M.H. selaku dosen penguji, terima kasih atas kritik dan masukannya dalam perbaikan penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Haedah Faradz,S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik, atas segala bimbingan selama penulis menempuh masa studi. 5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademi Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 6. Dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah diberikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga Alloh SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah Bapak/Ibu dan kawan-kawan berikan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan yang membacanya. Amin.
x
Purwokerto, Maret 2014
MOTTO
xi
Jadi Diri Sendiri, Cari Jati Diri, And Dapetin Hidup Yang Mandiri Optimis, Karena Hidup Terus Mengalir Dan Kehidupan Terus Berputar Sesekali Liat Ke Belakang Untuk Melanjutkan Perjalanan Yang Tiada Berujung
”Tuhan bersama orang yang berani”
DAFTAR ISI Halaman
xii
HALAMAN SAMPUL ...........................................................................................i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii SURAT PERNYATAAN......................................................................................iv ABSTRAK..............................................................................................................v ABSTRACK..........................................................................................................vi PERSEMBAHAN................................................................................................vii KATA PENGANTAR...........................................................................................xi MOTTO................................................................................................................xii DAFTAR ISI………………………………………………………………......xiii
I.
PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah................................................................................1 B. PerumusanMasalah .....................................................................................3 C. TujuanPenelitian .........................................................................................4 D. KegunaanPenelitian ....................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Pidana .......................................................................... 5 B. Hukum Pembuktian ............................................................................ 8 C. Barang Bukti ..................................................................................... 19 D. Pencurian...................................................................................................33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Pendekatan ........................................................................... 47 B. Spesifikasi penelitian ........................................................................ 47 C. Sumber Data...................................................................................... 47 D. Metode Pengumpulan Data............................................................... 48
E. Metode Penyajian Data ..................................................................... 48 F. Metode Analisis Data........................................................................ 48 xiii
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ................................................................................. 50 B. Pembahasan....................................................................................... 58 V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ....................................................................................... 80 B. Implikasi ........................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah peradaban manusia pencurian ada sejak terjadi ketimpangan
antara
kepemilikan
benda-benda
kebutuhan
manusia,
kekurangan akan kebutuhan, dan ketidakpemilikan cenderung membuat orang berbuat menyimpang (pencurian). Pencurian dilakukan dengan berbagai cara, dari
cara-cara
tradisional
sampai
pada
cara-cara
modern
dengan
menggunakan alat-alat modern dengan pola yang lebih lihai. Hal seperti ini dapat terlihat dimana-mana, dan cenderung luput dari jeratan hukum. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada umumnya adalah bertujuan untuk mencari dan menemukan atau setidaktidaknya mendekati kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut. Van
Bemmelan
dalam
bukunya
Strafordering
Leerbook
van
Het
Nederlandsch Procesrecht menyatakan bahwa yang terpenting dalam hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran1. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada umumnya adalah bertujuan untuk mencari dan menemukan atau setidak-
1
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi revisi, CV.Sapta Artha Jaya, 1996, Jakarta, hlm. 9.
1
tidaknya mendekati kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut. Yang terpenting dalam hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran2. Pencurian dalam keadaan memberatkan dalam Pasal 363 KUHP atau pencurian dengan kualifikasi dan diancam hukuman yang lebih berat, dengan perumusannya diatur dalam Pasal 363 KUHP yang menyatakan: (1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun : 1. Pencurian ternak; 2. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; 3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakai jabatan palsu. (2)Jika pencurian yang dterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Untuk membuktikan terpenuhi tidaknya unsur tindak pidana pencurian diperlukan alat bukti dan disampaikan barang bukti. Hukum pembuktian merupakan salah satu bagian dari beberapa materi yang ada pada hukum acara. Mulai dari dasar hukum pembuktian, sistem dan teorinya, 2
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor,1996, hal. 251.
2
beban pembuktian dan bagaimana hakim pada masing-masing bidang hukum tersebut menilai alat-alat bukti yang diajukan. Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (2) UndangUndang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut UndangUndang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut, maka dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin3. Dalam amar Putusan Nomor: 83/Pid.B/2012/PN.Bi., hakim menyatakan adanya barang bukti yakni bulu dari 1 (satu) ekor kambing yang berbulu putih kecoklatan dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Berdasarkan rumusan di atas penulis tertarik untuk meneliti guna penyusunan skripsi dengan judul “Peranan Sampel Bulu Kambing dalam Putusan Nomor: 83 /Pid.B/2012/PN.Bi”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam pendahuluan, maka disusunlah perumusan masalah sebagai berikut: 3
Tongat, Hukum Pidana Materiil, edisi pertama, cetakan kedua, UMM Press, 2003, Malang, hlm.48.
3
1. Bagaimana peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi.? 2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi. ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi.? 2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi.?
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Secara Akademis/Teoritis Diharapkan penulisan ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam membangun penegakan hukum di Indonesia terutama masalah yang menyangkut tindak pidana pencurian hewan ternak. 2. Secara Praktis Dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam penegak hukum di Indonesia serta dalam upaya menyelesaikan permasalahan tindak pidana pencurian di Indonesia.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Acara Pidana 1. Pengertian Hukum acara pidana pada umumnya tidak terlepas dari hukum pidana materil, artinya masing-masing saling memerlukan satu sama lain, hukum pidana (materiel) memerlukan hukum acara pidana (formil) untuk menjalankan ketentuan hukum pidana, demikian pula sebaliknya hukum acara pidana tidak berfungsi tanpa adanya hukum pidana (materiel). Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH merumuskan hukum acara pidana sebagai suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana4. Simon merumuskan hukum acara pidana mengatur bagaimana negara dengan alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman5. Mr. J.M. Van Bemmelen6 berpendapat bahwa: “hukum acara pidana adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana negara, bila menghadapi suatu kejadian yang menimbulkan syakwasangka telah terjadi suatu pelanggaran hukum pidana, dengan perantaraan alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan dimuka dan oleh hakim suatu kePutusan mengenai perbuatan yang didakwakan, bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti dan bagaimana kePutusan itu harus dijalankan”.
4
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Sinar Grafika, 2005, hlm. 2 5 Ibid. 6 Ibid. hal 3
5
Definisi tentang hukum acara pidana yang diberikan oleh Moeljatno adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar – dasar dan aturan – aturan yang menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan, apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.7 Perbedaannya dengan hukum pidana adalah hukum Pidana merupakan peraturan yang menentukan tentang perbuatan yang tergolong perbuatan pidana. Syarat- syarat umum yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dikenakan sanksi pidana, pelaku perbuatan pidana dapat dihukum dan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku perbuatan pidana. Hukum Acara Pidana disebut Hukum Pidana Formil (Formeel Strafrech), sedang Hukum Pidana disebut sebagai Hukum Pidana Materiil
(Materieel
Strafrecht).
Jadi,
Kedua
hukum
tersebut
mempunyai hubungan yang sangat erat. Hukum Acara Pidana mempunyai tugas untuk: a. b.
c.
Mencari dan mendapatkan kebenaran materiil; Memperoleh kePutusan oleh hakim tentang bersalah tidaknya seseorang atau sekelompok orang yang disangka/didakwa melakukan perbuatan pidana; Melaksanakan kePutusan hakim.8 Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa Hukum Acara Pidana
tidak semata-mata menerapkan Hukum Pidana. Akan tetapi lebih menitikberatkan pada proses dari pertanggungjawaban seseorang atau sekelompok orang yang diduga dan/atau didakwa telah melakukan perbuatan pidana. 2. Tujuan Dan Fungsi Hukum Acara Pidana 7 8
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hal.1-6. Ibid, Hal. 8.
6
Dalam pedoman pelaksanaan KUHAP memberikan penjelasan tentang tujuan hukum acara pidana yaitu ; tujuan hukum acara pidana untuk mencari dan mendapatkan setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan Putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan9. Tujuan hukum acara pidana menurut
rumusan pedoman
pelaksanaan KUHAP tersebut menunjukkan bahwa kebenaran materil atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil dalam rumusan tersebut dirasa kurang tepat sebab mendekati kebenaran belumlah dapat dikatakan sebagai suatu kebenaran, oleh karena hukumam yang mungkin dijatuhkan dalam perkara pidana terdapat hukuman badan maka kebenaran materil tersebut harus diperoleh untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam menjatuhkan hukuman. Van Bemmelen10 mengemukan tiga fungsi hukum acara pidana sebagai berikut; a. Mencari dan menemukan kebenaran. b. Pemberian kePutusan oleh hakim c. Pelaksanaan kePutusan Tujuan Hukum Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan tujuan Hukum Pidana, yaitu menciptakan ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hukum Pidana memuat tentang rincian perbuatan yang termasuk perbuatan pidana,
9
Andi Hamzah, loc.cit. hal. 4 Ibid, Hal. 8-9.
10
7
pelaku perbuatan pidana yang dapat dihukum, dan macam- macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar hukum pidana. Sebaliknya Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang harus dilalui aparat penegak hukum dalam rangka mempertahankan hukum pidana materiil terhadap pelanggarnya. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa adanya keterkaitan dan hubungan saling melengkapi antara hukum pidana dengan hukum pidana formil, karena tanpa hukum pidana, hukum acara pidana tidak berfungsi. Sebaliknya tanpa hukum acara pidana, hukum pidana juga tidak dapat dijalankan (tidak berfungsi sesuai dengan tujuan). Fungsi dari Hukum Acara Pidana adalah mendapatkan kebenaran materiil, Putusan hakim, dan pelaksanaan kePutusan hakim.
B. Hukum Pembuktian 1. Pengertian Hukum Pembuktian Hukum Pembuktian merupakan bagian paling utama dari Hukum Acara Pidana, yang menyangkut seluruh sistem yang disebut Criminal Justice System, dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan puncaknya adalah persidangan. Proses ini terdapat tiga pihak yang berperan yaitu jaksa, hakim, dan penasihat hukum. Indonesia mengenal kodifikasi Hukum Pembuktian yang merupakan bagian dari Hukum Acara Pidana, termuat dalam KUHAP, namun disamping itu pengaturannya juga berada diluar kodifikasi, yaitu pada Undang-
8
Undang Tindak Pidana diluar kodifikasi-kodifikasi yang sekaligus memuat hukum pidana materiil juga hukum acara pidana. Pembuktian dalam proses acara pidana merupakan upaya untuk membuktikan kebenaran suatu perkara. Membuktikan menurut Martiman Prodjohamidjojo mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut11. Sedangkan Bambang Poernomo menyatakan bahwa : “Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan hukum atau peraturan undang-undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi suatu kenyataan yang benar dari setiap kejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan terhadap orang yang diduga melakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana.”12. Pembuktian
tentang
benar
tidaknya
terdakwa
melakukan
perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana. Dalam hal ini pun hak asasi dapat dipertaruhkan. Untuk inilah maka Hukum Acara Pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil berbeda dengan Hukum Acara Perdata yang cukup puas dengan kebenaran formil13. Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata
11
Prodjohamidjojo, Martiman, 1983. Sistem Pembuktian dan Alat - alat Bukti. Jakarta : Ghahlia Indonesia, hal. 24 12 Bambang Poernomo. Pola Dasar Teori Dan Azaz Umum Hukukm Acara Pidana Yogyakarta : Liberty, 1986, Hal 26. 13 Ibid, Hal, 38
9
cara yang mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian14. Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara yang mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian15.
Dikaji dari perspektif sistem peradilan pidana pada umumnya dan hukum acara pidana (formeel strafrecht/ strafprocessrecht) pada khususnya, aspek “pembuktian” memegang peranan menentukan untuk menyatakan kesalahan seseorang sehingga dijatuhkan pidana oleh hakim. Hakim di dalam menjatuhkan suatu Putusan, tidak hanya dalam bentuk pemidanaan, tetapi dapat juga menjatuhkan Putusan bebas dan Putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan bebas akan dijatuhkan oleh hakim apabila pengadilan (hakim) berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atau perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Kemudian Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, akan dijatuhkan oleh hakim apabila pengadilan (hakim) berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana16. 2. Penerapan dan Kecenderungan Sistem Pembuktian Menurut KUHAP
14
Ibid, Hal, 38 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum pembuktian dalam perkara pidana untuk mahasiswa dan praktisi, Mandar Maju, 2003, Bandung, hlm.10 16 Serenity Deliver Refisis, Analisis hukum terhadap Putusan dalam tindak pidana pencurian. USU Press. 2010, Medan, hlm. 5 15
10
Berbicara mengenai sistem pembuktian adalah bertujuan untuk mengetahui bagaimana meletakkan suatu hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diperiksa. Hasil dan kekuatan pembuktian yang bagaimana yang dapat dianggap cukup memadai membuktikan kesalahan terdakwa. Untuk itu, dapat dilihat isi Pasal 183 KUHAP yang rumusannya adalah sebagai berikut : ”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya.” Dari rumusan Pasal 183 KUHAP tersebut, terlihat bahwa pembuktian harus didasarkan sedikitnya pada dua alat bukti yang sah, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari pemeriksaan alatalat bukti tersebut. Artinya, tersedianya minimum dua alat bukti saja, belum cukup untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Sebaliknya, meskipun hakim sudah yakin terhadap kesalahan terdakwa, maka jika tidak tersedia minimum dua alat bukti, hakim juga belum dapat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Dalam hal inilah penjatuhan pidana terhadap seorang terdakwa haruslah memenuhi dua syarat mutlak, yaitu alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim. Sistem pembuktian tersebut terkenal dengan nama sistem negative wettelijk. Dalam Penjelasan Pasal 183 KUHAP tersebut dinyatakan bahwa Pembentuk undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan penegakan hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif, semi tegaknya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum. 11
Karena dalam sistem pembuktian ini, terpadu kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time (sistem pembuktian yang hanya bersandar atas keyakinan hakim) dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel). Kalau dibandingkan bunyi Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 294 HIR, hampir bersamaan bunyi dan maksud yang terkandung di dalamnya. Keduanya sama-sama menganut sistem “pembuktian menurut undang-undang secara negatif”. Perbedaan keduanya hanya terletak pada penekanannya saja. Pada Pasal 183 KUHAP, syarat pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah, lebih ditekankan pada perumusannya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat: ketentuan pembuktian yang memadai untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang, sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Dengan demikian Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa harus: 1) Pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan, cara, dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang; 2) Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan, cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang17. Pelaksanaan sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif dalam penegakan hukum di Indonesia menurut pengalaman dan pengamatan baik masa HIR maupun setelah KUHAP berlaku, penghayatan penerapan sistem pembuktian yang dirumuskan pada Pasal 183 KUHAP, pada umumnya sekedar untuk menjajaki alasan 17
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II, Jakarta: Pusataka kartini, 1985., hal 800
12
pembuat undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP, barangkali ditujukan untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal mungkin dapat menjamin tegaknya kebenaran sejati, serta tegaknya keadilan dan kepastian hukum. Pendapat ini dapat diambil dari makna penjelasan Pasal 183 KUHAP itu sendiri. Dari penjelasan Pasal 183 KUHAP tersebut, pembuat undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan penegakan hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif demi tegaknya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum. Bukankah di dalam sistem pembuktian ini, terpadu kesatuan dan penggabungan antara sistem conviction in time dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. mendekati makna dan tujuan sistem pembuktian itu sendiri. Tentu hal ini tanpa mengurangi segala macam keluhan, pergunjingan, dan kenyataan yang dijumpai. Keluhan dan kenyataan ini timbul disebabkan oleh masih terdapat kekurangsadaran, sementara aparat penegak hukum yang menitikberatkan penilaian salah tidaknya seorang terdakwa lebih ditentukan oleh keyakinan hakim. Yang menonjol dalam pertimbangan Putusan hakim adalah penilaian keyakinan tanpa menguji dan mengaitkan keyakinan itu dengan cara dan alat-alat bukti yang sah. Sebaliknya, sering pula dijumpai
pertimbangan
Putusan
pengadilan
yang
seolah-olah
mendasarkan penilaian salah atau tidaknya terdakwa semata-mata didasarkan pada sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. 13
Motivasi pertimbangan hukum membuktikan kesalahan terdakwa, tidak diwarnai dan tidak dipadu dengan keyakinan hakim. Misalnya dalam suatu uraian pertimbangan hakim Putusan pengadilan. Jarang sekali dijumpai uraian pertimbangan yang secara sistematis dan argumentatif mengaitkan dan memadukan keterbuktian kesalahan terdakwa dengan keyakinan hakim. Pada intinya, asalkan kesalahan terdakwa telah terbukti secara sah menurut ketentuan, cara dan dengan alat-alat bukti yang disebutkan undang-undang, tanpa mengutarakan motivasi keyakinan hakim akan keterbuktian tadi, hakim pada umumnya sudah merasa cukup “menimpali” keterbuktian itu dengan rumusan kalimat yang sudah baku, kesalahan terdakwa telah terbukti dan diyakini. Seolaholah keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa hanya ditarik saja, tanpa motivasi dari keterbuktian kesalahan yang dibuktikan. Malah kadang-kadang pertimbangan yang tertuang dalam suatu Putusan pengadilan hanya berisi uraian deskriptif tanpa alasan pertimbangan yang argumentatif dan tidak memuat kesimpulan pendapat yang merupakan perpaduan antara pembuktian dengan keyakinan. Akibatnya, isi pertimbangan Putusan seperti ini hanya berisi
tulisan
pengulangan
kalimat
keterangan
terdakwa
dan
keterangan saksi tanpa suatu kemampuan dan keberhasilan menyusun uraian pertimbangan yang menyimpulkan suatu pendapat tentang keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa. Putusan seperti ini benar benar sangat miskin dan tidak menyeluruh18.
18
Ibid. hal 785
14
Pada hakikatnya Pasal 183 KUHAP berisi penegasan sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Tidak dibenarkan menghukum seorang terdakwa yang kesalahannya tidak terbukti secara sah menurut undang-undang. Keterbuktian itu harus digabung dan didukung oleh keyakinan hakim. Namun sistem pembuktian ini dalam praktek penegakan hukum, lebih cenderung pada pendekatan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. Sedang mengenai keyakinan
hakim
hanya
bersifat
“unsur
pelengkap”
atau
complimentary dan lebih berwarna sebagai unsur formal dalam model Putusan.
Unsur
keyakinan
hakim
dalam
praktek,
dapat
dikesampingkan apabila keyakinan itu tidak dilandasi oleh pembuktian yang cukup. Sekalipun hakim yakin dengan seyakin-yakinnya akan kesalahan terdakwa, keyakinan itu dapat dianggap tidak mempunyai nilai, jika tidak dibarengi dengan pembuktian yang cukup. 3. Teori Pembuktian Beberapa teori pembuktian dalam hukum acara, yaitu: a. Conviction-in Time Sistem pembuktian conviction-in time menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan”
hakim.
Keyakinan
hakim
yang
menentukan
keterbuktian kesalahan terdakwa, yakni dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim, dan 15
langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Kelemahan sistem pembuktian conviction-in time adalah hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa semata-mata atas “dasar keyakinan” belaka tanpa didukung alat bukti yang cukup. Keyakinan hakim yang “dominan” atau yang paling menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Keyakinan tanpa alat bukti yang sah, sudah cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Keyakinan hakimlah yang menentukan wujud kebenaran sejati dalam sistem pembuktian ini. Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit diawasi. 19 b. Conviction-Raisonee Sistem conviction-raisonee pun, “keyakinan hakim” tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan tetapi, pada sistem ini, faktor keyakinan hakim “dibatasi”. Jika dalam siste pembuktian conviction-in time peran “keyakinan hakim” leluasa tanpa batas maka pada sistem conviction-raisonee, keyakinan hakim harus didukung dengan “alasan-alasan yang jelas”. Hakim harus mendasarkan Putusan-Putusannya terhadap seorang terdakwa berdasarkan alasan (reasoning). Oleh karena itu Putusan juga bedasarkan alasan yang dapat diterima oleh akal (reasonable). Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasanalasan apa yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa. 19
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op cit, hlm.10
16
Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembukt ian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrijs bewijstheorie). 20 c. Pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijke stelsel) Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang, yakni untuk membuktikan
salah
atau
tidaknya
terdakwa
semata-mata
“digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah”. Terpenuhinya syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim, yakni apakah hakim yakin atau tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan menjadi masalah. Sistem pembuktian ini lebih dekat kepada prinsip “penghukuman berdasar hukum”. Artinya penjatuhan hukuman terhadap seseorang, semata-mata tidak diletakkan di bawah kewenangan hakim, tetapi diatas kewenangan undang-undang yang berlandaskan asas: seorang terdakwa baru dapat dihukum dan dipidana jika apa yang didakwakan kepadanya benar-benar terbukti berdasarkan cara dan alat-alat bukti yang sah menurut undangundang. Sistem ini disebut teori pembuktian formal (foemele bewijstheorie). 21 d. Pembuktian menurut undang-undang secara negative (negatief wettelijke stelsel) 20 21
ibid, hlm.10 ibid, hlm.11
17
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time. Sistem ini memadukan unsur “objektif” dan “subjektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa, tidak ada yang paling dominan diantara kedua unsur tersebut. Terdakwa dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim. Berdasarkan sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa, yaitu22: 1. 2.
Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang; Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Sistem pembuktian yang dianut KUHAP ialah sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negative. Sistem pembuktian negative diperkuat oleh prinsip “kebebasan kekuasaan kehakiman”.
Namun
dalam
praktik
peradilannya,
sistem
pembuktian lebih mengarah pada sistem pembuktian menurut undang-undang
secara
positif.
Hal
ini
disebabkan
aspek
“keyakinan” pada Pasal 183 KUHAP tidak diterapkan secara 22
M.Yahya Harahap, Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP pemeriksaan sidang pengadilan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali, edisi II, Sinar Grafika, 2008, Jakarta. hlm.279
18
limitatif. Hal-hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Hal-hal yang secara umum sudah diketahui biasanya disebut notoire feiten (Pasal 184 ayat (2) KUHAP). Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi 2 golongan yaitu23: sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa tersebut memang sudah demikian hal yang benarnya atau semestinya demikian, dan sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian.
C. Barang Bukti 1.
Barang Bukti Berdasarkan KUHAP Rumusan sistem pembuktian tentunya untuk mendukung tujuan dari hukum acara pidana, yaitu untuk mencari dan memperoleh kebenaran materiil. Dengan tercapainya kebenaran materiil maka akan tercapai pula tujuan akhir hukum acara pidana, yaitu untuk mencapai suatu ketertiban, ketentraman, keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat. Masalah pembuktian tentang benar tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian terpenting dari acara pidana, karena hak asasi manusia (terdakwa) akan dipertaruhkan. Dalam Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi barang bukti yakni 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915N, sebuah kampak dan bronjong warna hijau, seutas tali plastik berwarna
23
Hari Sasangka dan Lily Rosita, op.cit, hlm.20
19
hijau dan bulu dari seekor kambing bulu putih kecoklatan dipergunakan sebagai barang butki dan telah dilakukan penyitaan secara sah menurut hukum sehingga dapat dipergunakan untuk memperkuat pembuktian. Alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu : 1.
Keterangan saksi; Berdasarkan tata urutan alat-alat bukti dalam KUHAP tersebut, maka akan didengar atau menjadi saksi utama (kroon getugie) ialah saksi korban. Saksi korban ialah orang yang dirugikan akibat terjadi kejahatan atau pelanggaran tersebut. Oleh karena itu, adalah wajar jika ia didengar sebagai saksi yang pertama-tama dan ia merupakan saksi utama atau “kroon getugie”. 24 Akan tetapi, dalam praktek tidak menutup kemungkinan saksi lain didengar keterangannya terlebih dahulu, misalnya jika pada sidang yang telah ditetapkan saksi korban tidak hadir, sesuai dengan asas pemeriksaan cepat. Saksi ini diharapkan dalam proses acara pidana ialah saksi yang ia mendengar, ia mengalami, atau ia melihat dengan mata kepala sendiri, dan bukan saksi, yang ia mendengar atau memperoleh keterangan dari orang lain. Saksi terakhir ini disebut sebagai testimonium d’auditu.
24
Andi Hamzah, op.cit, hlm.240
20
Kesaksian de’auditu tidak diperkenankan sebagai alat bukti25, dan selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materil, dan pula untuk perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dimana keterangan seorang saksi yang hanya mendengar dari orang lain, tidak terjamin kebenarannya maka kesaksian de’auditu patut tidak dipakai di Indonesia. Penjelasan
Pasal
161
ayat
(2)
KUHAP
tersebut
menunjukkan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak. Sumpah atau janji dapat dilakukan sebelum atau sesudah saksi memberikan keterangan di muka persidangan, kecuali dalam hal-hal tertentu.Syarat materiil, bahwa keterangan seorang saja tidak dapat dianggap sah sebagai alat pembuktian (Unus Testis Nullum Testis). Akan tetapi keterangan seorang saksi, adalah cukup untuk membuktikan salah satu unsur kejahatan yang dituduhkan. Pasal 185 KUHAP ayat (6) berbunyi dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, Hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: 1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan lain 2) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain 3) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan yang tertentu 4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umunya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu diberikan. Saksi menurut sifatnya dapat dibagi atas:
25
ibid, hlm.242
21
(1) Saksi A Charge (memberatkan terdakwa): saksi A Charge adalah saksi dalam perkara pidana yang dipilih dan diajukan oleh penuntut umum, dikarenakan kesaksiannya yang memberatkan terdakwa (2) Saksi A De Charge (menguntungkan terdakwa): saksi A De Charge adalah saksi yang dipilih atau diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum, yang sifatnya meringankan terdakwa. Untuk
sahnya
keterangan
saksi
menurut
KUHAP
adalah sebagai berikut : a. Pasal 160 ayat (3) KUHAP, Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. b. Pasal 1 butir 27 KUHAP Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengan dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu. Tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian
alat
bukti
pembuktian
perkara
keterangan pidana,
saksi.
selalu
Hampir
didasarkan
semua kepada
pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi26
26
M. Yahya Harahap, 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta, Sinar Grafika, , hlm 286
22
2.
Keterangan ahli; Keterangan ahli juga merupakan salah satu alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP. Mengenai pengertian dari keterangan saksi dilihat dalam pasal 184 KUHAP yang menerangkan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan. Pasal tersebut tidak mnjelaskan siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Hamzah27, menerangkan bahwa: Yang dimaksud dengan keahlian ialah ilmu pengetahuan yang telah dipelajari (dimiliki) seseorang. Pengertian ilmu pengetahuan diperluas pengertianya oleh HIR yang meliputi Kriminalistik, sehingga van Bemmelen mengatakan bahwa ilmu tulisan, ilmu senjata, ilmu pengetahuan tentang sidik jari dan sebagainya termasuk dalam pengertian ilmu pengetahuan Pasal 1 butir 28 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Sedangkan menurut Pasal 186 KUHAP, keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan ahli itu dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut
27
Andi Hamzah, 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,Hal :
268
23
diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim (penjelasan Pasal 186 KUHAP). 3. Surat; Surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, yang menterjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat, adalah foto dan peta, sebab benda ini tidak memuat tanda bacaan. Adapun contoh-contoh dari alat bukti surat itu, adalah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh polisi, BAP Pengadilan, Berita Acara Penyitaan, Surat Perintah Penahanan, Surat Izin Penggeledahan, Surat Izin Penyitaan, dan lainlainnya.28 Pengertian surat menurut Asser-Anema (Hamzah29) suratsurat adalah sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran. Menurut I. Rubini dan Chaidir Ali (Hulam30) bukti surat adalah suatu benda (bisa berupa kertas, kaya, daun lontar dan sejenisnya) yang memuat tanda-tanda baca yang dapat dimengerti dan menyatakan isi pikiran (diwujudkan dalam suatu surat). Aspek fundamental “surat” sebagai alat bukti diatur pada Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP. Kemudian secara substansial tentang bukti “surat” ini ditentukan oleh Pasal 187 KUHAP merumuskan:
28
Ramelan. 2006. Hukum Acara Pidana. Teori Dan Implementasi. Sumber Ilmu Jaya. Jakarta, hal. 91. 29 Andi Hamzah. Loc.cit. Hal. 71 30 Taufiqul Hulam, 2002. Reaktualisasi Alat Bukti Tes DNA Perspektif Hukum Islam dan. Hukum Positif. Yogyakarta: UII Press, hal.63
24
“surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: 1 Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; 2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; 3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; 4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada dubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Andi Hamzah berpendapat bahwa surat di bawah tangan masih mempunyai nilai jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain,31. 4. Petunjuk; Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberi definisi petunjuk adalah sebagai perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antarsatu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa (Pasal 188 ayat (2) KUHAP). Menurut Pasal 188 ayat (3) KUHAP yang mengatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk
31
Andi Hamzah, op.cit, hlm.253
25
dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Disini tercermin bahwa pada akhirnya persoalannya diserahkan kepada hakim, dengan demikian menjadi sama dengan pengamatan hakim sebagai alat bukti. Apa yang disebut pengamatan oleh hakim (eigen waarneming van dde rechter) harus dilakukan selama sidang, apa yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau peristiwa itu telah diketahui oleh umum. Alat bukti petunjuk juga tidak dapat berdiri sendiri, melainkan pada hakekatnya hanyalah kesimpulan hakim saja dari alat-alat bukti lain yang ada32. Hal ini seperti pendapat Prodjodikoro tentang alat bukti penunjukan dalam HIR, yang sama dengan alat bukti petunjuk dalam KUHAP. Menurut Prodjodikoro, “sebetulnya yang disebut penunjukan itu, bukan alat bukti, melainkan
kesimpulan
belaka
yang
diambil
dengan
mempergunakan alat-alat bukti yang sebenarnya, …”33 5. Keterangan terdakwa. Dapat dilihat dengan jelas bahwa “keterangan terdakwa” sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya didengar, apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan ataupun pengakuan sebagian dari 32
Richards Lokas, 2013. Barang Bukti dan Alat Bukti Berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. Lex Crimen. Vol II/No. 3/ Juli/2013. 33 Prodjodikoro, Wirjono, 1981., Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, cetakan ke-10
26
perbuatan atau keadaan. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan
pengakuan,
karena
pengakuan
sebagai
alat
bukti
mempunyai syarat-syarat:34 a) Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan b) Mengaku ia bersalah. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas pengertiannya dari pengakuan terdakwa penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat bukti sah. Namun demikian hak kebebasan terdakwa untuk mengaku atau menyangkal harus dihormati, oleh sebab itu suatu penyangkalan terhadap suatu perbuatan mengenai suatu kedaaan tidak dapat dijadikan bukti. Tetapi suatu hal yang jelas bebeda antara “keterangan terdakwa” (erkentenis) sebagai alat bukti dengan “pengakuan terdakwa” (bekentenis) ialah bahwa keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan, tetapi membenarkan beberapa keadaan atau perbuatan yang menjurus kepada terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain merupakan alat bukti. Dengan demikian, untuk dapat menjatuhkan pemidanaan kepada seseorang haruslah terdapat minimal dua alat bukti dari lima alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang mengatur secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang. Hal tersebut diatas, juga mengisyaratkan bahwa KUHAP juga menganut prinsip Batas Minimum Pembuktian yang mengatur batas tentang keharusan yang dipenuhi dalam membuktikan kesalahan terdakwa. 34
Andi Hamzah, loc.cit hal. 254
27
Ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP dapat dilihat dalam rumusan kalimat baku setiap diktum Putusan perkara pidana yang menyatakan “secara sah dan meyakinkan”. Kata “sah” dalam hal ini berarti bahwa hakim dalam memberikan Putusan tersebut didasarkan pada alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam KUHAP dan peraturan
perundang-undangan
lainnya.
Sedangkan
kata
“meyakinkan” dalam hal ini berarti bahwa dari alat bukti yang sah tersebut maka terbentuk keyakinan hakim. Ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP tersebut hampir identik dengan ketentuan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undangundang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.” Oleh karena itu, konsep keyakinan hakim tersebut baru dapat terbentuk dengan didasarkan pada adanya alat bukti yang sah menurut KUHAP. Keyakinan hakim yang akan terbentuk tersebut pada akhirnya nanti hanya terdiri dari dua macam, yaitu keyakinan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah atau sebaliknya keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah.
b. Alat Bukti Petunjuk Berdasarkan KUHAP Alat Bukti petunjuk merupakan salah satu dari kelima alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,
28
sedangkan untuk pengaturan lebih lanjut diatur dalam Pasal 188 KUHAP , yang berbunyi sebagai berikut: 1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keaadan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.35 2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari: a) Keterangan saksi; b) Surat; c) Keterangan terdakwa. 3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari surat petunjuk dalam setiap keadan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Apabila diperhatikan bahwa Pasal 188 ayat (1) KUHAP tersebut mengandung maksud bahwa tidak ada kepastian yang mutlak bagi terdakwa
yang
benar-benar
telah
bersalah
melakukan
perbuatan
sebagaimana yang didakwakan. Oleh karena itu perbuatan, kejadian atau keadaan baru dianggap sebagai petunjuk apabila ada persesuaaian baik antara satu dengan yang lain, maupun tindak pidana itu sendiri, yang menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelaku tindak pidana tersebut. Dengan alatbukti petunjuk dapat dinilai mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah, selain itu alat bukti petunjuk baru mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah apabila ada persesuaian yang diperoleh dariketerangan saksi, surat dan keterangan terdakwa sebagaimana pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP. Dalam menilai kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk, seorang penuntut umum harus bersikap hati-hati dan teliti serta melakukan secara
35
Ramelan. 2006. Op.cit, hal. 89
29
cermat. Begitu pula dengan hakim, seorang hakim harus bersikap arif dan bijaksana dalam menilai pembuktian, agar tidak terjadi anggapan bahwa petunjuk itu merupakan pendapat pribadi maupun sangkaan atau rekaan belaka. Peranan alat bukti petunjuk sebagai pemegang kunci dapat tidaknya terdakwa dijatuhi hukuman tidak dapat diabaikan dari alat-alat bukti lain, misalnya alat bukti keterangan ahli, alat bukti surat maupun dengan alat bukti keterangan terdakwa. Oleh karena itu harus diperhatikan pula aturan-aturan atau dasar hukum dari keterangan saksi seperti yang tercantum dalam Pasal 185 KUHAP, yang dirumuskan sebagai berikut: a) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. b) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap ketentuan yang didakwakan kepadanya. c) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. d) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keaadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan lainya sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. e) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi. f) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: (1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya; (2) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; (3) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; (4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. g) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lainya tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangandari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah yang lain. Di dalam Pasal 187 KUHAP, juga diatur mengenai alat bukti surat sebagai pendukung alat bukti petunjuk yang sudah ada, antara lain: ”Surat 30
sebagaimana yang dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah” adalah: 1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat boleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu; 2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai halyang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; 3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; 4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Sedangkan mengenai keterangan terdakwa sebagai pendamping alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi antara lain: 2) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan dalam sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri 3) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hak yang didakwakan kepadanya. 4) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. 5) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai sebagai alat bukti yang lain. Pengertian petunjuk diuraikan dalam KUHAP. Berdasarkan Pasal 188 ayat (1) KUHAP : “Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.” Petunjuk merupakan pembuktian tidak langsung, karena hakim dalam
mengambil
kesimpulan
tentang
pembuktian
haruslah 31
menghubungkan suatu alat bukti dengan alat bukti lainnya dan memilih yang ada persesuaiannya satu sama lain. Syarat petunjuk sebagai suatu alat bukti yang sah adalah: 1) Mempunyai persesuaian satu sama lain atas perbuatan yang terjadi; 2) Keadaan-keadaan perbuatan itu berhubungan satu sama lain dengan kejahatan yang terjadi; 3) Berdasarkan pengamatan hakim baik dari keterangan terdakwa maupun saksi dipersidangan.36 Menurut Pasal 188 ayat (2) KUHAP, petunjuk hanya dapat diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari keterangan saksi, surat, dan keteranan terdakwa. Tidak ada penjelasan lebih lanjut bagaimana cara memperoleh petunjuk dari sumber tersebut. Pertanyaannya adalah apakah keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa harus sebagai alat bukti yang sah. Pada Pasal 184 KUHAP dinyatakan bahwa alat bukti yang sah adalah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa. Kemudian pada Pasal selanjutnya, yaitu Pasal 188 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa petunjuk hanya bisa diperoleh dari keterangan saksi, surat, keterngan terdakwa. Kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk mempunyai sifat pembuktian yang bebas. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilai dan mempergunakannya
sebagai
upaya
pembuktian.
Pengertian
dari
“mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas” adalah bahwa dalam alat bukti tersebut tidak melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Kekuatan pembuktiannya tergantung atau terserah kepada
36
Ramelan. 2006. Op.cit, hal. 90
32
penilaian hakim. Hakim bebas menilai dan tidak terikat kepada alat bukti tersebut.
D. Pencurian 1. Pengertian Kata Pencurian berasal dari kata dasar yang mendapat awalan me- dan akhiran-an. Menurut Poerwardarminta: “Pencuri berasal dari kata dasar curi yang berarti sembunyisembunyi atau diam-diam dan pencuri adalah orang yang melakukan kejahatan pencurian. Dengan demikian pengertian pencurian adalah orang yang mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam dengan jalan yang tidak sah.”37 Pengertian pencurian dalam rumusan Pasal 362 KUHPidana adalah sebagai berikut: “Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”38 Pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHPidana. Adapun jenisjenis pencurian yang diatur dalam KUHPidana adalah sebagai berikut: 1) Pasal 362 KUHPidana adalah delik pencurian biasa. 2) Pasal 363 KUHPidana adalah delik pencurian berkualitas atau dengan pemberatan. 3) Pasal 364 KUHPidana adalah delik pencurian ringan.
37
Poerwadarminta, WJS, 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, hal. 217 38
Solahuddin, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Acara Pidana & Perdata, Visimedia, Jakarta. Hal.86
33
4) Pasal 365 KUHPidana adalah delik pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. 5) Pasal 367 KUHPidana adalah delik pencurian dalam kalangan keluarga. Pasal 362 KUHPidana merupakan pokok delik pencurian, sebab semua unsur dari delik pencurian tersebut di atas dirumuskan secara tegas dan jelas, sedangkan pada Pasal-Pasal KUHPidana lainnya tidak disebutkan lagi unsur tindak pidana atau delik pencurian akan tetapi cukup disebutkan lagi nama kejahatan pencurian tersebut disertai dengan unsur pemberatan dan keringanan. Delik pencurian adalah delik yang paling umum, tercantum di dalam semua KUHPidana di dunia, disebut delik netral karena terjadi dan diatur oleh semua negara termasuk Indonesia. Jenis tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia, oleh karenanya menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana ini menempati urutan teratas di antara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa/tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan. Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHPidana adalah sebagai berikut:39 1) Perbuatan mengambil; 2) Yang diambil harus sesuatu barang; 3) Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; 39
Soesilo, R, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentarkomentarnya, Politea, Bogor. Hal.249
34
4) Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk dimiliki; 5) Secara melawan hukum; Ad. 1. Mengambil Unsur yang pertama yaitu unsur mengambil, menurut Soesilo mengambil untuk dikuasai maksudnya waktu mencuri barang itu, barang tersebut belum berada dalam kekuasaannya, apabila waktu mengambil barang dan barang sudah berada dalam kekuasaannya maka
kasus
tersebut
bukanlah
ke
dalam
pencurian
tetapi
penggelapan.40 Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang saja barang itu dan belum berpindah tempat maka orang itu belum dikatakan mencuri, akan tetapi ia baru mencoba mencuri. Unsur mengambil ini mempunyai banyak penafsiran sesuai dengan perkembangan masyarakat. Mengambil semula diartikan dengan memindahkan barang dari tempatnya semula ke tempat yang lain, hal ini berarti membawa barang tersebut di bawah kekuasaan nyata atau barang tersebut berada di luar kekuasaan pemiliknya. Menurut Koster Henker dengan mengambil saja belum merupakan pencurian, karena harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dan pengambilan tersebut harus dengan maksud untuk memilikinya bertentangan dengan hak pemilik. Pengertian mengambil dalam bahasa Indonesia lebih tepat jika dibandingkan dengan
40
Ibid.hal. 250
35
pengertian menurut hukum atau Pasal 362 KUHPidana. Mengambil dalam pengertian bahasa Indonesia atau bahasa sehari-hari adalah tindakan atau perbuatan aktif memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu penguasaan ke penguasaan yang lain mengambil barang tersebut, sedangkan pengertian mengambil menurut rumusan hukum mencakup pengertian luas, yakni baik yang termasuk dalam pengertian sehari-hari atau bahasa Indonesia juga termasuk mengambil yang dilakukan dengan jalur memindahkan, misalnya:41 1) 2)
Seseorang mengalihkan strom listrik/aliran listrik. Seseorang mengendarai sepeda motor orang lain dan tidak mengembalikannya.
Menurut Sianturi yang dimaksud dengan pengambilan dalam penerapan Pasal 362 KUHPidana: “Memindahkan kekuasaan nyata terhadap suatu barang ke dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang lain. Pada pengertian ini tersirat pada terjadinya penghapusan atau peniadaan penguasaan nyata orang lain tersebut, namun dalam rangka penerapan. Pasal ini tidak diisyaratkan untuk dibuktikan.”42 Sianturi
juga
mengatakan
bahwa
mengenai
cara
mengambil/pengambilan atau memindahkan kekuasaan tersebut, sebagai garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Memindahkan suatu barang dari tempatnya semula ke tempat lain, dengan berpindahnya barang tersebut sekaligus juga berpindah kekuasaan nyata terhadap barang tersebut. 2) Menyalurkan barang itu melalui suatu alat penyalur, dalam hal ini karena sifat barang itu sedemikian rupa tidak selalu dapat dipisahkan dari yang dipisahkan.
41
Andi Hamzah, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 101 42 Sianturi, R, 1983, Tindak Pidana KUHP Berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta, hal. 592
36
3) Pelaku hanya sekedar memegang atau menunggui suatu barang saja, tetapi juga dengan ucapan atau gerakan mengisyaratkan bahwa barang tersebut kepunyaannya atau setidak-tidaknya orang menyangka demikian, dalam hal ini barang tersebut sama sekali tidak dipindahkan. Pada cara pengambilan ketiga tersebut di atas, si pelaku harus menyadari atau menyangka bahwa barang tersebut adalah milik orang lain sebagian atau seluruhnya, misalnya di sebuah pasar si A berdiri di dekat jualan si B, karena suatu keperluan si B meninggalkan jualannya. Setelah kepergian si B, si C datang dan membeli sesuatu barang dari si A karena menyangka si A adalah pemiliknya. Akan tetapi menurut Andi Hamzah,43 “ jika orang mencuri dengan maksud untuk memberikan kepada orang lain maka tetap merupakan delik pencurian. Karena pada delik pencurian, pada saat pengambilan barang yang dicuri itulah terjadinya delik, dikarenakan pada saat itulah barang berada di bawah kekuasaan si pembuat”.
Ad. 2. Sesuatu Barang Unsur yang kedua sesuatu barang, Soesilo memberikan pengertian tentang sesuatu barang yang dapat menjadi obyek pencurian, yaitu: “Sesuatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang (manusia tidak masuk). Misalnya uang, baju, kalung dan sebagainya, dalam pengertian barang termasuk pula daya listrik dan gas. Meskipun barang tersebut tidak berwujud, akan tetapi dialirkan ke kawat atau pipa oleh karena itu mengambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenangkenangan) tidak dengan izin wanita tersebut adalah juga 43
Andi Hamzah ,loc.cit. hal. 101-102
37
termasuk pencurian meskipun beberapa helai rambut tidak ada harganya.”44 Menurut ketentuan Pasal 499 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi objek dari hak milik.45 Jadi di dalam undang-undang tidak ada penggarisan batasan tentang barang yang menjadi objek pencurian, dalam hal ini baik barang bergerak, tidak bergerak/berwujud sebenarnya dapat menjadi objek pencurian. Sianturi memberikan pengertian sesuatu barang yang dapat menjadi objek pencurian yaitu: “Yang dimaksud dengan sesuatu barang dengan delik pencurian pada dasarnya adalah setiap benda bergerak yang mempunyai nilai ekonomis. Menurut Sianturi, pengertian ini memang wajar, karena jika tidak ada nilai ekonomisnya sulit diterima dengan akal bahwa seseorang akan membentuk kehendaknya mengambil sesuatu itu sedang diketahuinya bahwa yang akan diambilnya tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk itu dia ketahui pula bahwa tindakan itu bersifat melawan hukum. Pengertian ini diperkuat pula oleh Pasal 364 KUHPidana yang menentukan nilai ekonomisnya maksimum dua ratus lima puluh rupiah.”46 Dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa untuk menentukan sesuatu barang yang dapat menjadi objek pencurian terlebih dahulu harus dilihat apakah barang itu berguna atau tidak. Dalam hal ini barang itu tidak selalu diisyaratkan mempunyai nilai ekonomis, akan tetapi cukup bila barang itu mempunyai manfaat atau dihargai oleh pemiliknya. 44
Soesilo,1995. loc.cit, hal. 250 Solahuddin, 2008. loc.cit. hal. 334 46 Sianturi, 1983, loc.cit. hal. 593) 45
38
Ad. 3. Sebagian atau Seluruhnya Milik Orang Lain Unsur yang ketiga sebagian atau seluruhnya milik orang lain, pengertiannya adalah barang tersebut tidak perlu kepunyaan orang lain sepenuhnya, akan tetapi cukup bila barang tersebut sebagian kepunyaan orang lain dan sebagian lagi milik pelaku sendiri. Misalnya, A dan B bersama-sama atau secara patungan membeli sebuah sepeda motor, maka sepeda motor tersebut milik bersama A dan B. Akan tetapi jika A mengambil sepeda motor tersebut tanpa sepengetahuan si B, dalam kasus ini masuk pengertian unsur delik pencurian. Melihat uraian di atas, maka syarat untuk dipenuhinya unsur dalam Pasal 362 KUHPidana tersebut adalah barang tersebut haruslah barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya. Hal ini berarti atas barang tersebut sekurang-kurangnya dimiliki 1 orang, 2 orang atau lebih.
Ad. 4. Dengan Maksud Memiliki Unsur yang keempat yaitu dengan maksud hendak memiliki. Unsur ini merupakan unsur batin atau subyektif dari si pelaku. Unsur memiliki adalah tujuan dari si pelaku yang tertanam dalam dirinya atau niatnya. Oleh karena itu perbuatan mengambil barang orang lain tanpa maksud untuk memiliki tidaklah dapat dipidana berdasarkan Pasal 362 KUHPidana. Memiliki berarti merampas sesuatu barang dari kekuasaan pemiliknya, agar barang tersebut ditempatkan dalam kekuasaannya 39
dengan bertindak sebagaimana halnya dengan pemiliknya. Pengertian hendak memiliki menurut Noyon-Lengenmeyer adalah:47 “Menjelaskan suatu perbuatan tertentu, suatu niat untuk memanfaatkan suatu barang menurut kehendak sendiri.”
Selanjutnya menurut pedoman dan penggarisan Yurisprudensi Indonesia (melalui Pustaka Mahkamah Agung RI), pengertian memiliki ialah menguasai sesuatu barang yang bertentangan dengan sifat, hak atas barang tersebut. Sehubungan dengan itu pula Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pendapatnya bahwa:48 “Pengertian memiliki adalah berbuat sesuatu dengan sesuatu barang seolah-olah pemilik barang itu dengan perbuatanperbuatan tertentu itu si pelaku melanggar hukum.” Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaku atau pembuat harus sadar dan mengetahui bahwa barang-barang yang diambilnya adalah milik orang lain. Dengan kata lain hendak memiliki adalah terwujud dalam kehendak dengan tujuan utama dari si pelaku adalah memiliki barang tersebut secara melawan hukum. Ad. 5. Melawan Hukum Unsur yang terakhir adalah unsur melawan hukum, pengertian melawan hukum sering digunakan dalam undang-undang dengan istilah perbuatan yang bertentangan dengan hak atau melawan hak. Sesuai dengan penjelasan di dalam KUHPidana, melawan hak
47
Wirjono Prodjodikoro, 2010, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT. Rafika Adiatma, Bandung, hal.17 48 Ibid.
40
diartikan bahwa setiap perbuatan yang pada dasarnya bertentangan dengan suatu undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku. Sehubungan dengan unsur melawan hukum, Andi Zainal Abidin Farid mengemukakan bahwa:49 “Niat adalah sengaja tingkat pertama, niat disini karena dihubungkan dengan sifat melawan hukumnya dan tidak diantarai dengan kata-kata maka termaksud melawan hukum objektif, bila si pembuat tidak mengetahui bahwa barang tersebut kepunyaan orang lain, maka tidaklah termasuk pencurian.” Pada bagian lain Djoko Prakoso mengemukakan bahwa:50 “Sifat melawan hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dalam hal-hal lahir, tetapi digantungkan pada niat orang yang mengambil barang itu. Kalau niat hatinya baik, misalnya barang itu diambil untuk diberikan kepada pemiliknya, maka perbuatan itu tidak dilarang karena bukan pencurian. Sebaliknya jika niat hatinya itu jelek yaitu barang akan dimiliki sendiri dengan mengacuhkan pemiliknya. Menurut hukum perbuatan itu dilarang, masuk ke dalam rumusan pencurian, sifat melawan hukumnya dari sifat batinnya seseorang.”
Untuk menentukan ukuran apakah suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, ada dua pendapat yang bisa dijadikan pedoman Djoko Prokoso yaitu:51 1) Pendapat yang berpendirian ajaran formil bahwa pengertian melawan hukum adalah apabila suatu perbuatan telah mencocoki rumusan undang-undang yang menggariskan bahwa suatu perbuatan yang melanggar undang-undang dalam hal ini perbuatan melawan hukum. 2) Pendapat yang berpendirian ajaran materil bahwa perbuatan yang mencocoki rumusan undang-undang belum tentu bersifat melawan hukum, sebab hukum bukan saja terdiri dari undang-undang, tetapi secara materil perbuatan itu
49
Andi Zainal Abidin Farid, 2007, Hukum PidanaI, Sinar Grafika, Jakarta.hal. 126 Djoko Prakoso, 1988, Hukum Penitensier Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal.
50
103 51
Ibid. hal. 118
41
tidak bertentangan dengan kehendak masyarakat, maka perbuatan itu tidaklah melawan hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro52 diantara unsur memiliki barang dengan unsur melawan hukum sebenarnya ada kontradiksi. Yang dikemukakannya sebagai berikut: “Sebenarnya antara unsur memiliki barang dengan unsur melawan hukum ada kontradiksi, sebab memiliki barangbarang berarti menjadikan dirinya sebagai pemilik. Dan untuk menjadi pemilik suatu barang harus menurut hukum. Setiap pemilik barang adalah pemilik menurut hukum, maka sebenarnya tidak mungkin orang memiliki barang orang lain dengan melanggar hukum, karena kalau hukum dilanggar tidak mungkin orang tersebut menjadi pemilik barang.” Dari berbagai uraian di atas, telah nampak perbedaan dikalangan para ahli hukum mengenai pengertian unsur-unsur yang terkandung dalam KUHPidana. Akan tetapi pada dasarnya mereka mempunyai maksud yang sama yaitu ke arah penentuan terjadinya delik pencurian.
2. Unsur-Unsur Pencurian Dengan mengetahui delik pencurian dan unsur-unsur Pasal 362 KUHPidana, maka dengan sendirinya telah diketahui unsur-unsur pokok dari berbagai jenis kejahatan pencurian di dalam KUHPidana. Sebagaimana yang akan penulis uraikan di bawah ini tentang kejahatan pencurian yang tercakup mulai dari Pasal 362 KUHPidana sampai dengan Pasal 367 KUHPidana sebagai berikut: a. Pencurian Biasa Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362 KUHPidana yang menyatakan: 52
Wirjono Prodjodikoro, 2010. Loc.cit. hal 17
42
“Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHPidana di atas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) dapat dibedakan secara objektif dan subjektif. Yaitu sebagai berikut: 1) Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur: a) Mengambil b) Suatu barang c) Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain 2) Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur: a) Dengan maksud b) Untuk memiliki barang/benda tersebut untuk dirinya sendiri c) Secara melawan hukum Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbukti telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal 362 KUHPidana. b. Pencurian Dengan Pemberatan Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doktrinal disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan ini merujuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa. Pencurian dengan pemberatan atau pencurian
yang
dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHPidana. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan 43
pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya.
Unsur-unsur
tindak
pidana
pencurian
dengan
pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana.
Pencurian
yang
diatur
dalam
Pasal
363
KUHPidana dirumuskan sebagai berikut:53 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: a. Ke-1 pencurian ternak. b. Ke-2 pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang . c. Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ yang tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. d. Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. e. Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu. (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun. 2) Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365KUHPidana. Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana. Jenis pencurian ini lazim disebut dengan istilah “pencurian dengan kekerasan” atau popular dengan istilah “curas”. 53
Soesilo, loc.cit. 1995. Hal. 251
44
Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHPidana ini adalah sebagai berikut:54 (1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2) Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun: (a) Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. (b) Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. (c) Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (d) Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. (3)Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun . (4)Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersamasama dengan disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3. c. Pencurian Ringan Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsurunsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi diperingan.
54
Soesilo, loc.cit. 1995. Hal. 253
45
Pencurian ringan di dalam KUHPidana diatur dalam ketentuan Pasal 364, jika nilai barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, yang berarti menurut Andi Hamzah55 Pasal ini adalah Pasal tidur, dikatakan tidur karena menunggu adanya undang-undang yang mengubahnya menjadi sesuai dengan nilai rupiah sekarang. Termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini adalah pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHPidana), pencurian termasuk pembantuan antarkeluarga, maksudnya antara suami dan istri yang tidak terpisah meja dan tempat tidur tidak dapat dilakukan penuntutan yang hanya akan menjadi delik aduan jika terpisah meja dan tempat tidur antara mereka atau pencurian antara keluarga (sedarah) sampai derajat kedua (misal antara saudara kandung atau ipar). Rasio dimasukkannya pencurian keluarga ke dalam pencurian ringan adalah oleh karena jenis pencurian dalam keluarga ini merupakan delik aduan, dimana terhadap pelakunya hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dengan demikian, berbeda dengan jenis pencurian biasa pada umumnya yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk penuntutannya.
55
Andi Hamzah, 2009, loc.cit. hal.:106
46
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yurudis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, dengan pendekatan perundang- undangan (statute approach) yaitu peneliti melihat hukum sebagi system tertutup yang mempunyai sifat sfiat comprehensive, all-inclusive dan systematic.56 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian terhadap sinkronisasi hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sejauh mana perundang- undangan tertentu serasi secara vertikal atau mempunyai keserasian secara horizontal. Serasi secara vertikal adalah keserasian peraturan perundangan berbeda derajat yang mengatur bidang kehidupan tertentu. Serasi secara horizontal adalah merupakan keserasian peraturan perundang- undangan sederajat mengenai bidang yang sama. C. Sumber Data Mengingat penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, maka data pokok yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder
56
Jony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Noematif, Bayu Media, Malang, 2008, hal. 294.
47
merupakan data yang berasal dari bahan hukum primer yaitu bahan bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang - undangan yang berlaku dan bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer misalnya rancangan undang - undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. D. Metode Pengumpulan Data Bahan hukum yang diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi peraturan undang-undang yakni, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan data sekunder dan metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data ialah dengan studi kepustakaan, internet browsing, telaah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah sarjana, dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal surat kabar dan dokumen resmi lainya yang relevan dengan masalah yang diteliti kemudian diidentifikasi dan dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh. E. Metode Penyajian Data Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun secara sistematis, artinya data sekunder yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan penelitian. F. Metode Analisa Data Untuk menganalisa data yang diperoleh, akan digunakan metode secara normatif kualitatif yaitu pembahasan dan penjabaran data hasil
48
penelitian yang mendasarkan pada norma atau kaidah - kaidah hukum secara doktrin – doktrin yang relevan dengan permasalahan.
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Negeri Banyumas terhadap perkara Nomor: 83 /Pid.B/2012/PN.Bi. mengenai tindak pidana tindak pidana pencurian hewan ternak diperoleh data sebagai berikut : 1.
Duduk Perkara Terdakwa EP pada hari Rabu tanggal 29 Februari 2012 di dukuh Catur RT 01/Rw 01 Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali mengambil 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat keputihan dalam dalam sebuah kandang kambing milik saksi SHM. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara terdakwa mensurvei terlebih dahulu tempat atau kandang kambing yang akan terdakwa ambil pada siang hari. Kemudian pada malam harinya terdakwa berangkat dari rumah kontrakannya dengan mengendarai sepeda motor dengan membawa bronjong dan kampak yang akan dipergunakan untuk mengambil kambing. Selanjutnya terdakwa langsung masuk kedalam kandang kambing kemudian pencurian tersebut dengan cara terdakwa melepas tali utas kambing yang terikat di kandang yaitu 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat keputihan, setelah berhasil terlepas terdakwa membopong kambing tersebut keluar dari kandang, akan tetapi pemilik kambing mengetahui dan memergoki perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa kemudian pemilik berteriak dan seketika terdakwa terkejut dan langsung melepaskan kambing yang dibopongnya dan lalu lari keluar 50
dari kandang kambing. Kemudian terdakwa mencoba lari tetapi berhasil ditangkap warga masyarakat dan di bawa ke Polsek setempat.
2.
Dakwaan Kesatu Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 363 ayat ke-1 dan ke-3 KUHPidana tentang “Pencurian dengan Pemberatan”, yang menyebutkan bahwa : (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: a. Ke-1 pencurian ternak. b. Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ yang tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. Kedua Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHPidana tentang “Percobaan Pencurian dengan Pemberatan”. Pasal 53 ayat (1) KUHP, menjelaskan bahwa: “Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.” Ayat di atas menerangkan bahwa meskipun kejahatan tersebut belum terselesaikan, namun pelaksanaannya telah dilakukan dan niat sebelumnya telah terrealisasikan. Sehingga, patut rasanya bila percobaan terhadap kejahatan dipidana.
51
3.
Pembuktian a.
Keterangan saksi-Saksi 1) Saksi SHM Pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 WIB saksi memergoki terdakwa menarik kambing milik saksi sehingga saksi berteriak maling-maling dan kambing dilepaskan dan terdakwa lari kejalan raya menuju ke tempat sepeda motor milik terdakwa untuk menghidupkan mesin motor tetapi tidak berhasil, sehingga ditangkap oleh saksi dan warga. 2) Saksi M: Saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan mendengar saksi korban berteriak maling-maling, kemudian saksi keluar rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina milik saksi
korban.
Mengetahui
hal
tersebut
saksi
berusaha
menangkap terdakwa dibantu warga lain. 3) Saksi S : Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan mendengar saksi korban berteriak malingmaling, kemudian saksi keluar rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina milik saksi korban. Mengetahui hal tersebut saksi berusaha menangkap terdakwa dibantu warga lain. 52
4) Saksi W Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan mendengar saksi korban berteriak malingmaling, kemudian saksi keluar rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina milik saksi korban. Mengetahui hal tersebut saksi berusaha menangkap terdakwa dibantu warga lain b.
Barang Bukti Barang bukti surat yang diajukan dalam persidangan berupa :
1) 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N; 2) 1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjongwarna hijau; 3) 1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan; c.
Keterangan Terdakwa Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 WIB bertempat di dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali terdakwa berniat mengambil satu ekor kambing betina milik saksi SHM. Awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD2915 N dengan membawa bronjong, satu buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir motornya di tepi jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang, 53
kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang akan tetapi pemilik kambing mengetahuinya dan berteriak maling-maling sehingga terdakwa melepaskan kambing tersebut dan lari menuju ke motor yang diparkir oleh terdakkwa. Pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh warga masyarakat.
4.
Tuntutan Jaksa Agar Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut untuk memutuskan sebagai berikut: a.
Menyatakan Terdakwa EP bersalah melakukan tindak pidana percobaan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 53ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-1dan ke (3) KUHP dalam surat dakwaan kedua.
b.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa EP dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan.
c.
Menyatakan barang bukti berupa : 1)
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N dikembalikan kepada terdakwa.
2)
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau dirampas untuk dimusnahkan.
54
3)
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contohbulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dikembalikan kepada saksi SHM.
d.
Membebankan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah).
5.
Putusan Pengadilan a.
Pertimbangan Putusan Hakim Menimbang bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, yaitu Pasal 363 ayat ke-1 dan ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, dan Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan yang mendekati dengan pembuktian yaitu Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHP tentang Percobaan Pencurian dengan Pemberatan yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: a. Barangsiapa b. Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum c. Pencurian Ternak d. Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. Hal-hal yang memberatkan: Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat 55
Hal-Hal yang meringankan: 1)
Terdakwa belum pernah dihukum;
2)
Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.;
3)
Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga;
4)
Terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya; Menimbang bahwa barang bukti yang diajukan di persidangan
telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan telah diakui kepemilikannya, sehingga barang bukti lebih lanjut akan ditentukan statusnya didalam diktum putusan berupa: 1)
(satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N dikembalikan kepada terdakwa.
2)
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau dirampas untuk dimusnahkan.
3)
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contohbulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dikembalikan kepada saksi SHM. Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 222 KUHAP,
terdakwa dibebankan untuk membayar biaya perkara yang besarnya ditentukan dalam amar putusan; Mengingat ketentuan Pasal 363 ayat ke-1 dan ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
56
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta peraturanperaturan lain yang berkaitan; b.
Amar Putusan Hakim 1) Menyatakan terdakwa EP telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian Dalam Keadaan Memberatkan”; 2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan; 3) Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari Pidana yang dijatuhkan ; 4) Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5) Menetapkan barang bukti berupa: a) (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N dikembalikan kepada terdakwa. b) 1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau dirampas untuk dimusnahkan. c) 1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dikembalikan kepada saksi SHM. Dirampas dan dimusnahkan 6) Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
57
B. Pembahasan 1.
Peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor: 83 /Pid.B/2012/PN.Bi. Dalam Putusan Nomor: 83/Pid.B/2012/PN.Bi., hakim menyatakan adanya barang bukti yakni bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan kepada seorang terdakwa dan untuk mendapatkan kebenaran materiil yang akan membawa hakim pada suatu keyakinan bahwa terdakwa benar-benar bersalah, pengadilan melakukan pemeriksaan yang dikenal dengan nama pembuktian. Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah mengatur mengenai alat-alat bukti yang diakui sah di dalam persidangan, yaitu berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Selain itu, untuk kepentingan pembuktian, keberadaan benda-benda yang ada kaitannya dengan suatu tindak pidana juga sangat diperlukan. Benda-benda dimaksud dikenal dengan istilah “barang bukti.” Segala barang bukti diperlihatkan oleh hakim ketua sidang kepada terdakwa dengan menanyakan apakah terdakwa mengenali barang bukti tersebut dan apabila diperlukan juga diperlihatkan kepada saksi, sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 181 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Diperlihatkannya barang bukti tersebut untuk menjaga jangan sampai barang bukti yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkara terdakwa dijadikan barang bukti, di samping kemungkinan tertukarnya 58
barang bukti tersebut, sehingga jangan sampai barang yang dijadikan barang bukti tidak dikenal oleh terdakwa/saksi. Keberadaan sebuah barang bukti di persidangan tentu tidak akan memberikan dampak apabila hanya dihadirkan di persidangan namun tidak didukung dengan alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, ataupun keterangan terdakwa. Adanya sebuah barang bukti tidak menjelaskan apa pun mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Misalkan sehelai bulu kambing dihadirkan ke dalam persidangan, tentu saja tidak akan membuktikan apa-apa tanpa didukung beberapa alat bukti lain yang diperiksa. Keberadaan
bulu
kambing
dalam
Putusan
No.
83/Pid.B/2012/PN.Bi dapat menjadi jelas, apabila didukung dengan alat bukti lainnya seperti keterangan saksi (4 orang) yang mengenal bulu kambing tersebut yang diambil oleh terdakwa EP dalam kasus pencurian karena saksi tersebut melihat sendiri pada saat terdakwa melakukan aksinya. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa, kedudukan barang bukti sesungguhnya sangat penting dalam suatu putusan pengadilan57, yaitu dapat memberikan tambahan keyakinan kepada hakim yang kemudian akan dijadikan dasar untuk memberikan Putusan terhadap tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa. Istilah “barang bukti” ini sering juga disebut dalam bahasa Latin, corpus delicti. Dalam kamus yang lain, terlebih dahulu diberikan definisi tentang istilah corpus, salah satunya yaitu “A human or animal body atau
57
Richards Lokas, 2013. Barang Bukti dan Alat Bukti Berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. Lex Crimen. Vol II/No. 3/ Juli/2013, hal.49
59
Tubuh manusia atau hewan. menunjukkan bahwa corpus delicti merupakan fakta (fact) tentang dilakukannya kejahatan, di mana fakta ini berupa bukti fisik (physical evidence). Dalam Bahasa Indonesia, digunakannya istilah barang bukti sudah langsung menunjukkan bahwa hal itu berupa suatu barang atau benda. Salah satu contoh barang bukti dalam perkara pidana, yaitu: Barang yang merupakan hasil suatu tindak pidana, misalnya dalam hal ini bulu kambing. Dengan demikian, barang bukti merupakan bukti yang terkait amat erat berkenaan dengan bersalahnya seorang terdakwa. Selain itu digunakannya istilah alat bukti dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP, yang mencakup alat bukti dan barang bukti, menunjukkan barang bukti memiliki kedudukan penting dalam sistem pembuktian. Walaupun demikian, tidak disebutkannya istilah barang bukti dalam Pasal 183 KUHAP tentang sistem pembuktian dan tidak adanya ketentuan dalam KUHAP untuk perlakuan khusus terhadap barang bukti, menimbulkan kesan bahwa barang bukti hanya sekedar bukti tambahan terhadap alat bukti. 58 Dari aspek tidak adanya ketentuan dalam
pasal-pasal KUHAP
tentang kedudukan suatu barang bukti, dapat berarti bahwa pembentuk KUHAP memandang barang bukti sebagai suatu tambahan semata-mata terhadap alat-alat bukti yang sah. Dengan kata lain, barang bukti (corpus delicti) itu sendiri bukan merupakan suatu alat bukti, melainkan merupakan bukti tambahan terhadap alat-alat bukti yang sah menurut
58
Ibid, hal. 49-50
60
KUHAP, yaitu sebagai bukti tambahan terhadap alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.59
2.
Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi.? Tindak pidana pencurian yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap harta sangat meresahkan masyarakat. Kasus pencurian ini dapat menimbulkan dampak baik bagi korban atau pelaku pencurian sendiri. Terhadap korban, dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya pencurian yaitu antara lain kehilangan harta benda mereka. Selain itu dampak yang ditimbulkan bagi korban yaitu menimbulkan trauma yang mendalam karena hartanya telah dicuri. Sedangkan bagi pelaku pencurian sendiri, dampak yang ditimbulkan akibat dari perbuatannya tersebut yaitu dapat diancam pidana yang tersebut dalam buku ke-2 KUHP dan juga dapat sanksi dari masyarakat yaitu berupa cemohan serta diasingkan dari pergaulan. Majelis Hakim menunjuk dakwaan yang menurut pandangan dan penilaian yuridis memenuhi seluruh unsur tindak pidana Pasal yang didakwakan. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan pertama yaitu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP tentang "pencurian dengan pemberatan" yang berbunyi :
59
Ibid, hal. 51
61
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: d) Ke-1 pencurian ternak. e) Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ yang tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. Dimana Pasal tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur “ Barangsiapa” ; b. Unsur “Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum” c. Unsur “Pencurian ternak” d. Unsur “Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak” Terdakwa disamping dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHP juga dengan Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP. Pasal 64 ayat 1 KUHP yaitu : ”Kalau antara beberapa perbuatan ada perhubungannya, meskipun perbuatan itu masing-masing telah merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang berturut-turut, maka hanyalah satu ketentuan pidana saja yang digunakan ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya”. Dari unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP tentang pencurian hewan ternak yang terdapat dalam Putusan No. 83 /Pid.B/2012/PN.Bi. dapat diuraikan sebagai berikut :
62
a.
Barangsiapa Yang dimaksud “barangsiapa“adalah menunjuk subyek Hukum atau manusia yang mempunyai hak dan kewajiban serta dapat mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya didepan hukum. Didepan persidangan Penuntut Umum telah menghadapkan Terdakwa EP, Terdakwa tersebut setelah identitasnya dibacakan dipersidangan ternyata cocok dan sesuai dengan nama yang disebutkan dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut, serta dari hasil pengamatan Majelis Hakim dipersidangan terdakwa adalah orang yang sehat jasmani dan rohani sehingga dalam perkara ini dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut ; Berdasarkan uraian pertimbangan diatas maka Majelis Hakim berpendapat unsur “Barangsiapa“ telah terpenuhi.
b.
Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum Yang dimaksud dengan mengambil adalah setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya yang nyata dan mutlak. Pelaku telah memiliki maksud, kemudian dilanjutkan dengan mulai melaksanakan maksudnya tersebut, misalnya dengan mengulurkan tangannya ke arah benda yang diinginkan, kemudian mengambil benda tersebut dari tempatnya semula ; Yang dimaksud dengan barang adalah setiap benda baik itu merupakan benda berwujud maupun benda tidak berwujud dan sampai batas-batas tertentu termasuk juga benda yang tergolong res 63
nullius atau benda-benda yang tidak ada pemiliknya yang memiliki nilai ekonomis atau sekurang-kurangnya bernilai lebih dari Rp. 250,(dua ratus lima puluh rupiah) ; Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 WIB bertempat di dalam kandang kambingdi Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali terdakwa mengambil satuekor kambing betina milik saksi SHM; Awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD2915 N dengan membawa bronjong, satu buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir motornya di tepi jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meterdari tempat kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang, kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang akan tetapi saksi SHM sebagai pemilik kambing mengetahuinya dan berteriak malingmaling sehingga terdakwa melepaskan kambing tersebut dan lari menuju ke motor yang diparkir oleh terdakwa; Pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh warga masyarakat; Terdakwa mengambil kambing betina milik saksi SHM tidak ada ijin dari pemiliknya dan rencana dari terdakwa setelah berhasil 64
mengambil kambing tersebut akan dijual dimana hasil penjualan kambing tersebut akan digunakan terdakwa untuk menjemput anak istrinya
di
Jakarta
sehingga
akibat
perbuatan
terdakwa
mengakibatkan kerugian saksi korban SHM sekitar Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah); Dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka terdakwa telah melakukan perbuatan mengambil sesuatu barang berupa kambing tanpa ijin dari saksi SHM sebagai pemilik kambing tersebut sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum” telah terpenuhi. c.
Pencurian Ternak Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 sekitar pukul 03.00 WIB telah mengambil seekor kambing betina milik saksi SHM di Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali; Kambing adalah merupakan hewan ternak sehingga Majelis Hakim berpendapat unsur “pencurian ternak” telah terpenuhi;
d.
Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. Berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan bahwa terdakwa dalam melakukan pengambilan kambing milik saksi SHM dilakukan pada waktu malam hari yaitu pukul 03.00 WIB di 65
pekarangan tertutup yang ada rumahnya sedangkan pemilik rumah yaitu saksi SHM tidak menghendaki perbuatan terdakwa; Dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak” telah terpenuhi pula; Oleh karena unsur-unsur dari tindak Pidana yang didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “Pencurian Dalam Keadaan Memberatkan”. Dalam Putusan Nomor: 83/Pid.B/2012/PN.Bi., hakim menyatakan adanya barang bukti yakni bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Oleh karena unsur-unsur dari tindak Pidana yang didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “Pencurian Dalam Keadaan Memberatkan”. Adapun dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Boyolali dalam memutus perkara No. 83 /Pid.B/2012/PN.Bi. adalah sebagai berikut : a.
Pertimbangan yuridis Pertimbangan telah terpenuhinya unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP disamping itu hakim juga mengacu pada 66
ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP dimana hakim dalam menjatuhkan Putusan pidana, apabila telah terpenuhinya minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP dan ketentuan tentang alat bukti yang sah pada Pasal 184 KUHAP yaitu: 1) 2) 3) 4) 5)
Keterangan saksi; Keterangan ahli; Alat bukti surat; Alat bukti petunjuk; Keterangan terdakwa. Dalam Putusan No. 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP., alat-
alat bukti yang sah sudah diajukan di muka persidangan berupa keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Adapun uraian mengenai alat bukti yang diajukan dalam persidangan adalah sebagai berikut : 1) Keterangan saksi korban Pasal 185 ayat (1) KUHAP mengatur tentang apa yang dimaksud dengan keterangan saksi sebagai alat bukti, yaitu apa yang saksi nyatakan dalam sidang pengadilan. Saksi SHM hadir di persidangan dibawah sumpah saksi memberikan keterangan bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 WIB bertempat di dalam kandang kambing milik saksi di Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor kambing betina milik saksi. Saksi mengetahui kejadian tersebut awalnya saksi terbangun dari tidur lalu sholat tahajud selanjutnya saksi keluar rumahmemberi makan sapi yang terletak disebelah utara rumah saksi, setelah selesai saksi masuk rumah untuk tidur akan tetapi mata sulit dipejamkan dan tidak lama kemudian saksi mendengar 67
suara motor berhenti didepan rumah saksi dan selanjutnya saksi mendengar suara gaduh didalam kandang milik saksi. Saksi kemudian keluar rumah dan melihat terdakwa menarik kambing milik saksi sehingga saksi berteriak maling-maling dan kambing dilepaskan dan terdakwa lari kejalanraya menuju ke tempat sepeda motor milik terdakwa untuk menghidupkan mesin motor tetapi tidak berhasil. Terdakwa kemudian ditangkap oleh saksidan warga masyarakat. Akibat perbuatan yang dilakukan terdakwa kerugian saksi sekitar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah); 2) Keterangan Terdakwa Pada Putusan No 83/Pid.B/2012/PN.Bi., terdakwa yang bernama EP di persidangan memberikan keterangan bahwa : pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 WIB bertempat di dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali terdakwa berniat mengambil satu ekor kambing betina milik saksi SHM. Awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD2915 N dengan membawa bronjong, satu buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir motornya di tepi jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang, kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut selanjutnya terdakwa mengangkat 68
kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang akan tetapi pemilik kambing mengetahuinya dan berteriak maling-maling sehingga terdakwa melepaskan kambing tersebut dan lari menuju ke motor yang diparkir oleh terdakkwa. Pada saat terdakwa hendak
menghidupkan
mesin
motor
terdakwa
kesulitan
menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh warga masyarakat. 3) Barang Bukti Dalam
Perkara
Pidana
No.
83/Pid.B/2012/PN.Bi.
menjatuhkan pidana kepada terdakwa EP selama 6 (enam) tahun penjara. Barang bukti surat yang diajukan dalam persidangan berupa : a) 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N; b) 1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjongwarna hijau; c) 1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan; Dari pertimbangan yuridis tersebut maka Hakim Pengadilan Negeri Boyolali yang ditunjuk untuk menyidangkan kasus ini dalam Putusannya No. 83/Pid.B/2012/PN.Bi. menyatakan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Hal ini menunjukkan bahwa pembuktian dilakukan dengan menggunakan alat-alat bukti yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang69
Undang Hukum Acara Pidana dan hakim telah mengambil kesimpulan bahwa perbuatan terdakwa berdasar alat bukti tersebut telah memenuhi unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP tentang pencurian hewan ternak. Pertimbangan hakim mengenai pembuktian yang sah, telah dilakukan dengan memeriksa tiga alat bukti yang sah. Dengan demikian pembuktian telah memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP yang dirumuskan sebagai berikut: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. b.
Pertimbangan Sosiologis Dasar pertimbangan hukum hakim menimbang, bahwa sebelum mejelis
menjatuhkan
pidana
atas
diri
terdakwa
perlu
dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Hal-hal yang memberatkan: Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat Hal-Hal yang meringankan: a. Terdakwa belum pernah dihukum; b. Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.; c. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga; d. Terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya; 70
Dasar pertimbangan hakim ini merupakan langkah dan musyawarah antara majelis hakim yang sedang menangani suatu perkara untuk kemudian menjatuhkan Putusan atau dapat dikatakan dasar pertimbangan harus dilakukan oleh hakim manakala akan menjatuhkan Putusan. Di dalam Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa: “Segala Putusan Pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar Putusan tersebut, memuat pula Pasal tertentu dari perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Hakim di Pengadilan Negeri Boyolali dalam menjatuhkan perkara yang diadili wajib memuat dasar pertimbangan yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan Putusan. Dasar pertimbangan hakim ini dimusyawarahkan dalam rapat majelis hakim yang menangani suatu perkara tersebut. Secara implisit di dalam undang-undang tidak diatur secara tegas mengenai penentuan berat ringannya pidana namun secara ekplisit dapat ditemukan beberapa ketentuan yang dapat digunakan bagi hakim sebagai pedoman yaitu: 1) Pasal 28 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009 bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana hakim wajib memperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan jahat dari si petindak, dan 2). Pasal 52 ayat 1 Rancangan KUHP Tahun
2004
bahwa
sebagai
pedoman
hakim
wajib
mempertimbangkan kesalahan pembuat, motif tujuan dilakukannya tindak pidana, cara melakukan, sikap batin pembuat, riwayat hidup dan keadaan sosial pembuat, sikap dan tindakan pembuat setelah 71
melakukan tindak pidana, pengaruh tindak pidana terhadap masa depan si pembuat, pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan, pengaruh pidana terhadap tindak pidana dilakukan, pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban, dan apakah tindak pidana dilakukan dengan cara berencana. Dengan demikian adanya kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusan pemindanaan harus didasarkan pada keyakinan hakim melalui alat bukti yang sah ditentukan oleh undang-undang, lebih lanjut dengan tidak adanya ketentuan pidana minimum umum dan hanya dicantumkan maksimum umumnya saja dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam KUHP maka besar kemungkinan akan tercipta variasi putusan yang sangat beragam. Hal demikian mengingat subyektifitas masing-masing hakim sebagai manusia individu pasti terdapat suatu perbedaan. Kedudukan penegak hukum khususnya hakim sangat terhormat dimata masyarakat, karena tanggung jawab yang sangat berat ia harus mempertanggungjawabkan segala putusan yang diambilnya di hadapan Tuhan yang Maha Esa (pasal 4 UU No. 48 Tahun 2009). Sebagaimana pendapat yang dikemukakan Riduan Syaharani,60 dikatakan di dalam hukum inkonkreto ini hakim dan pejabat-pejabat pemerintahan tidak melepaskan diri dari pertanggungjawaban terhadap Tuhan, terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, terhadap pihak-pihak yang bersangkutan, bertanggung jawab terhadap ilmu pengetahuan dan lain-lainnya. 60
Riduan Syaharani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999
72
Itulah konsekuensi logis terhadap karir yang harus diemban oleh hakim. Dimana terhadap segala bentuk perbuatan tindakannya dalam suatu putusan harus mencerminkan keluhuran dari rasa keadilan masyarakat. Karena itu, kebebasan dan keyakinan hakimlah yang menjadi penentu posisi keobjektifan suatu putusan yang harus mengandung rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat. Kualitas seorang hakim tidak diukur oleh keterampilan dan kemampuan menerapkan pasal-pasal hukum dan memutus perkara secara cepat, tetapi lebih jauh diukur dari keberaniannya memegang teguh asas independen yang melekat di pundaknya. Oleh karena itu seorang hakim tidaklah hanya berfungsi sebagai corong Undangundang yang menganggap pasal-pasal hukum sebagai satu-satunya sumber hukum, namun lebih jauh hakim juga harus berani bertindak sebagai penemu atau pencetus hukum seperti diamanatkan oleh Undang-Undang No. 48 tahun 2009. Hakim
harus
mengeksplorasi
nilai-nilai
keadilan
dalam
masyarakat untuk kemudian dikristalisasikan dalam bentuk-bentuk putusan yang terangkum dalam yurisprudensi. Keadaan itulah yang mengharuskan hakim terjun dan menggali serta memakmurkan hukum di tengah-tengah masyarakat (pasal 28 (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
73
Zakiyah dkk 61 mengatakan, seringkali orang cukup didapatnya kebenaran formil, berlainan daripada acara pidana yang memerlukan kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi dalam mengungkap kebenaran hukum pidana tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum pidana serta menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara. Dalam
mengungkap
kebenaran
materiil
hakim
harus
mengedepankan perasaan subyektif, cermat dan seksama serta aktif dalam mengajukan pertanyaan di dalam persidangan, sikap teliti dan hati-hati mutlak harus ada dalam menghadapi kasus pidana yang akan diputus agar tidak terjebak dalam kekeliruan atau kesalahan dalam penerapan hukum. Apabila terjadi putusan yang keliru atau terjadi kesalahan dalam pengambilan putusan maka akan merugikan masa depan, karir, mental serta kehidupan terdakwa dalam sepanjang hidupnya, karena garis nasib terdakwa ada di tangan hakim yang akan memutus perkara pidana yang akan didakwakan kepadanya. Zakiyah dkk62 mengatakan, dalam penyelesaian perkara pada sidang pengadilan peran majelis hakim sangat menentukan apalagi Indonesia tidak menerapkan sistem juri. Akibatnya seluruh keputusan ada di tangan hakim. Sehubungan dengan itu dalam melaksanakan fungsi peradilan, para hakim atau pengadilan harus
61
Wasingatu Zakiyah dkk, 2001. Menyikap Tabir Mafia Peradilan, Indonesia Corruption Watch, Jakarta 62
Ibid,
74
menghormati kebenaran dan keadilan maupun hak asasi, meskipun batas keseimbangan penghormatan antara kebenaran dan keadilan serta penghargaan dan menjunjung tinggi nilai Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menyelesaikan peristiwa pidana sangat sulit dan rapuh. Namun di atas kesulitan dan kerapuhan itu jangan sampai alasan teknis yang sempit dan kaku memberi kebebasan bagi pelaku tindak pidana leluasa berkeliaran di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Seiring dengan putusan hakim yang harus mencerminkan suatu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dalam masyarakat yang akan menjadi yurisprudensi terhadap kasus-kasus serupa dimasa yang akan datang. Karena yurisprudensi menjadikan suatu kajian menarik
yang
sekaligus
menjelaskan
kepada
masyarakat
sebagaimana pertimbangan dan dasar hukum hingga putusan itu dijatuhkan. Sebab dengan cara ini kekeliruan dan kesalahan yang mungkin timbul akan semakin dapat diperkecil. Tindak kejahatan pada dasarnya selalu melekat di dalam masyarakat manapun dan berbentuk apapun sistem politiknya. Lebih jauh lagi Baharuddin Lopa63 menjelaskan, semakin kompleks masyarakat semakin banyak pula pelanggaran hukum yang terjadi. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena di tengah-tengah masyarakat kerap sekali terjadi tindak pidana yang sangat bervariasi. Salah satu contoh kasus pencurian ternak, pencurian ternak 63
Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Buku Kompas,
Jakarta, 2001
75
merupakan suatu bentuk pencurian yang diperberat, yaitu bentuk pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 362 (bentuk pokoknya) ditambah unsur-unsur lain, baik yang objektif maupun subjektif, yang bersifat memberatkan pencurian itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian dalam bentuk pokoknya. Ternak ditetapkan oleh pembentuk Undang-undang sebagai faktor-faktor memperberat didasarkan pada pertimbangan mengenai keadaan khusus pada Indonesia. Menurut pandangan pembentuk Undang-undang bahwa masyarakat Indonesia memandang ternak mempunyai nilai khusus, mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada benda maupun binatang lainnya. Nilai khusus ini misalnya ternak dapat digunakan sebagai penarik beban, mengerjakan sawah, bahkan dapat digunakan sebagai ukuran kekayaan seseorang. Bagi masyarakat Jawa ternak disebut sebagai rojokoyo, menunjukkan nilai khusus dari ternak. Contoh kasus pencurian ternak yang terjadi di Boyolali di atas, Natangsa Subakti64 mengatakan, dalam konteks penegakan hukum dapat diterjemahkan bahwa tiada dua kasus hukum yang identik sama, sehingga setiap kasus harus dipertimbangkan sesuai dengan karekteristik masing-masing kasus. Dengan demikian dalam mekanisme operasionalnya, masing-masing kasus akan diselesaikan secara konseptual. Berdasarkan kerangka berpikir demikian maka 64
Natangsa Subakti, Kembang Setaman Kajian Hukum Pidana, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2000
76
terjadi disparitas pidana, dan pemidanaan merupakan suatu kewajaran sebagai realitas yang terjadi secara alamiah. Dari pertimbangan hakim pada kasus pencurian ternak di Boyolali tersebut di atas akan diuraikan satu-persatu dasar-dasar yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan terhadap pelaku tindak pidana pencurian ternak. 1. Terdakwa belum pernah dihukum Hakim
dapat
meringankan
pidana
dan
dapat
juga
memberatkan pidana tergantung dari sikap terdakwa. Hakim dapat menjatuhkan pidana yang meringankan apabila terdakwa setelah
melakukan
kejahatan,
mengakui
dan
menyesali
perbuatannya serta bersikap sopan selama dalam persidangan, dan sebaliknya
hakim
dapat
menjatuhkan
pidana
yang
bisa
memberatkan terdakwa apabila setelah melakukan kejahatan terdakwa tidak mau mengakui perbuatannya atau berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan atau tidak pernah menyesali perbuatannya. Dalam
kasus
ini
ketiga
terdakwa
EP
membantu
memperlancar jalannya persidangan dengan bersikap sopan, mengakui serta menyesali perbuatan yang telah dilakukan. Dengan demikian hakim bisa memperingan pidana terhadap terdakwa. 2. Terdakwa sempat atau tidak menikmati hasilnya Terdakwa EP belum sempat menikmati hasil curiannya. Di dalam peraturan perundang-undangan, sempat atau tidaknya 77
terdakwa menikmati hasil kejahatannya tidak diatur secara jelas, tetapi hakim mempunyai kebebasan dalam menjatuhkan Putusan sehingga hal
tersebut
dapat
dijadikan salah satu dasar
pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana demi terciptanya keadilan. Namun demikian kebebasan tersebut harus didasarkan pada keyakinan dan alat-alat bukti yang sah yang ditentukan dalam undang-undang. 3. Kejahatan tersebut sangat meresahkan masyarakat Di
dalam
menjatuhkan
pidana
hakim
wajib
mempertimbangkan, yaitu salah satunya pengaruh tindak pidana terhadap keluarga korban maupun masyarakat. Dalam hal ini kejahatan yang dilakukan oleh EP telah menimbulkan dampak yaitu meresahkan keluarga korban dan masyarakat. Oleh karena itu tindak pidana yang meresahkan masyarakat dapat dijadikan salah satu dasar pertimbangan oleh hakim dalam maenjatuhkan Putusan yang bisa memberatkan terdakwa sebab kejahatan yang dilakukan telah menimbulkan dampak yang kurang baik yaitu meresahkan masyarakat terutama keluarga korban. 4. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Hal itu merupakan salah satu faktor yang bisa dijadikan dasar pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana. Pidana akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa maupun keluarganya. Ketiga terdakwa masih mempunyai keluarga, dengan dasar pertimbangan tersebut hakim bisa menjatuhkan 78
pidana yang lebih ringan karena hakim melihat dampak yang akan terjadi pada keluarga terdakwa apabila terdakwa mendapat pidana yang berat, sebab terdakwa merupakan tulang punggung keluarga yang biasa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Berdasarkan uraian diatas, maka hakim berkeyakinan bahwa terdakwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan, setelah memeriksa alat bukti yaitu saksi SHM, S, M, W dan barang bukti berupa bulu kambing, sehingga dijatuhi pidana selama 6 (enam) bulan.
79
BAB V PENUTUP
A. Simpulan 1.
Peranan barang bukti sampel bulu kambing dalam Putusan Nomor:83 /Pid.B/2012/PN.Bi. adalah sebagai bukti pendukung yang dapat memberikan tambahan keyakinan kepada hakim yang kemudian akan dijadikan dasar untuk memberikan Putusan terhadap tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa.
2.
Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana pencurian hewan ternak pada kasus Putusan Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi., yaitu: a. Pertimbangan Yuridis 1) Terpenuhinya unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP tentang "pencurian dengan pemberatan” 2) Didasarkan pada ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP b. Pertimbangan Sosiologis Hal-hal yang memberatkan yaitu: Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat. Hal-hal yang meringankan yaitu: terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa
mengakui
perbuatannya
dan
berjanji
tidak
akan
mengulangi perbuatannya, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga, dan terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya.
80
Dari pertimbangan tersebut hakim berkeyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sehingga dijatuhi pidana selama 6 (enam) bulan.
B. Saran 1.
Dalam penegakan hukum khususnya bagi pelaku pencurian hewan, diharapkan diproses sesuai dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta penerapan sanksi yang cukup berat agar pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya.
2.
Penyidik Kepolisian maupun Jaksa Penuntut Umum diharapkan agar lebih teliti, cermat, dan lebih memperhatikan atau mengikuti perkembangan Information and Technology ( IT ) dalam pengumpulan barang bukti yang akan di ajukan daam persidangan. Jangan sampai barang bukti yang di ajukan tertukar apalagi tidak ada hubungannya dengan tindak pidana.
81
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A. Zainal, 2007, Hukum PidanaI, Sinar Grafika, Jakarta. Bambang Poernomo. 1986, Pola Dasar Teori Dan Azaz Umum Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta. Hamzah, Andi 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi,Jakarta : Sinar Grafika, Hamzah, Andi 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi revisi, CV.Sapta Artha Jaya, Jakarta. Hamzah, Andi, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta. Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003. Hukum pembuktian dalam perkara pidana untuk mahasiswa dan praktisi, Mandar Maju, Bandung Jony Ibrahim, 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Malang. M.Yahya Harahap, 2008. Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP pemeriksaan sidang pengadilan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali, edisi II, Sinar Grafika, Jakarta. Moeljatno, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Moeljatno. 1976. Asas-Asas Hukum Pidana.. Rineka Cipta. Jakarta. Poerwadarminta, WJS, 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta. Prakoso, Djoko, 1988, Hukum Penitensier Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Prodjodikoro, Wirjono, 2010, Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT. Rafika Adiatma, Bandung. Prodjohamidjojo, Martiman, 1983. Sistem Pembuktian dan Alat - alat Bukti. Ghahlia Indonesia, Jakarta. R. Soesilo, 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, Ramelan. 2006. Hukum Acara Pidana. Teori Dan Implementasi. Sumber Ilmu Jaya. Jakarta 82
Serenity Deliver Refisis, 2010. Analisis hukum terhadap Putusan dalam tindak pidana pencurian. USU Press. Medan Sianturi, R, 1983, Tindak Pidana KUHP Berikut Uraiannya, Alumni, Jakarta. Soesilo, R, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta komentarkomentarnya, Politea, Bogor. Solahuddin, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Acara Pidana & Perdata, Visimedia, Jakarta. Sudikno Mertokusumo. 2000. Sejarah Peradilan dan Perundangundangannya di Indonesia sejak 1942 dan Apakah kemanfaatannya Bagi Kita Bangsa Indonesia. Kilatmaju, Bandung. Tongat, 2003. Hukum Pidana Materiil, edisi pertama, cetakan kedua, UMM Press, Malang. Peraturan Perundang- Undangan Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). ------------, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana. ------------, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
83
84
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 1 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R ng
Nomor : 83 /Pid.B/2012/PN.Bi.
gu
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Boyolali yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan
A
acara pemeriksaan biasa dalam peradilan tingkat pertama dengan Hakim Majelis telah
:
EKO PURNOMO Bin TUGIYO.
Tempat lahir
:
Klaten.
Umur/Tanggal Lahir
:
25 tahun / 02 Oktober 1986.
Jenis kelamin
:
Laki-laki.
Kebangsaan
:
Indonesia.
Tempat Tinggal
:
Dukuh
ep
ub lik
Nama Lengkap
Mlaten
Desa
Mojolegi
R
ah k
am
ah
menjatuhkan putusan dalam perkara Terdakwa :
:
Islam.
A gu ng
Agama
:
Kecamatan
Teras
In do ne si
Kabupaten Boyolali.
Pekerjaan
Swasta/Buruh.
Terdakwa ditahan di rumah tahanan negara berdasarkan Surat Perintah / Penetapan
Penahanan oleh :
1. Penyidik, sejak tanggal 29 Pebruari 2012 s/d tanggal 19 Maret 2012;
tanggal 28 April 2012;
lik
ah
2. Perpanjangan Penahanan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 20 Maret 2012 s/d
ub
4. Hakim Pengadilan Negeri Boyolali, sejak tanggal 26 April 2012 sampai dengan
ep
tanggal 25 Mei 2012;
Terdakwa tidak didampingi oleh Advokat / Penasehat Hukum, meskipun Majelis Hakim telah menjelaskan tentang haknya untuk didampingi Penasehat Hukum namun
R
ka
m
3. Penuntut Umum sejak tanggal 17 April 2012 s/d tanggal 06 Mei 2012;
es
Terdakwa menyatakan tetap akan menghadapinya sendiri ;
on In d
A
gu
ng
Pengadilan Negeri tersebut ;
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In do ne si a
P U T U S A N
Halaman 1
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 2 - Agung Republik Indonesia
R
Telah membaca berkas perkara serta surat-surat lainnya ;
Telah mendengarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa ;
ng
Telah mengamati Barang Bukti yang diajukan di persidangan ;
Telah mendengar tuntutan Pidana dari Penuntut Umum yang pada pokoknya
gu
menuntut agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo bersalah melakukan tindak pidana
A
percobaan pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam pasal 53 ayat (1)
ub lik
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan. 3. Menyatakan barang bukti berupa :
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N dikembalikan
ep
kepada terdakwa.
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau dirampas untuk
A gu ng
dimusnahkan.
R
•
•
In do ne si
•
ah k
am
ah
jo pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke (3) KUHPidana dalam surat dakwaan kedua.
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu putih kecoklatan dikembalikan kepada saksi Sutapan.
4. Membebankan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah).
Telah mendengar pembelaan/permohonan Terdakwa terhadap tuntutan Pidana dari
lik
ah
Penuntut Umum tersebut yang pada pokoknya menerangkan bahwa ia mengajukan secara
ub
sudah mengaku bersalah, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi
ep
perbuatannya.
Telah mendengar tanggapan secara lisan dari Penuntut Umum, atas permohonan dari
mendengar tanggapan secara lisan dari Terdakwa atas jawaban dari Penuntut Umum tersebut
on In d
A
gu
ng
yang pada pokoknya menyatakan tetap pada permohonannya.
es
Terdakwa tersebut yang pada pokoknya menyatakan tetap pada tuntutannya semula dan telah
R
ka
m
lisan agar Majelis Hakim memberikan keringanan hukuman dengan alasan bahwa Terdakwa
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In do ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 3 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
Dakwaan sebagaimana diuraikan dalam Surat Dakwaan No. Rek. PDM-34 / Boyol/
Kesatu
ng
Epp.32/03/2012 tertanggal 19 Maret 2012 yaitu sebagai berikut :
gu
Bahwa terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo pada hari Rabu tanggal 29 Februari 2012
sekitar pukul 12.30 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2012 bertempat
A
di dukuh Catur RT 01/Rw 01 Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali atau
ub lik
ah
setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Boyolali dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
keputihan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yaitu dalam sebuah kandang kambing yang dilakukan oleh terdakwa tidak diketahui atau tidak
ep
ah k
am
mengambil barang sesuatu berupa 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat
dikehendaki oleh yang berhak yaitu saksi Sutapan Hadi Muyono;
In do ne si
Bahwa sebelumnya terdakwa pada siang hari Selasa tanggal 28 Pebruari telah
A gu ng
•
R
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara dan keadaan sebagai berikut :
mensurvei terlebih dahulu tempat atau kandang kambing yang akan terdakwa ambil di Dukuh Catur RT 01 RW 01 Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali, kemudian pada malam hari tanggal 29 Pebruari 2012 sekitar pukul 12.30 Wib terdakwa berangkat
meluncur dari rumah kontrakannya dengan mengendarai 1 (satu) unit sepeda motor
lik
buah bronjong dan 1 (satu) buah kampak dengan tujuan untuk mengambil kambing
milik saksi Sutapan Hadi Muyono dengan alamat di Dukuh Catur RT 01 RW 01 Desa
ub
Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali, setelah sampai pada tempat lokasi yang dituju terdakwa kemudian memarkir sepeda motor miliknya di tepi jalan kampung yang berjarak + 50 meter dari tempat kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Muyono
ep
ka
m
ah
merk Honda Star Nopol AD 2915 N milik terdakwa dengan kelengkapan 1 (satu)
yang akan diambil oleh terdakwa, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju
on In d
A
gu
ng
tersebut dengan cara-cara terdakwa melepas tali utas kambing yang terikat di
es
R
kandang dan langsung masuk kedalam kandang kambing kemudian pencurian
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In do ne si a
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum dengan
Halaman 3
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 4 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
In do ne si a
kandang yaitu 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat keputihan setelah
berhasil terlepas tali utas tersebut kambing tersebut akan terdakwa angkat (bopong)
ng
memakai kedua buah tangannya keluar dari kandang, akan tetapi pemilik kambing yaitu saksi Sutapan hadi Muyono mengetahui dan memergoki perbuatan yang
gu
dilakukan oleh terdakwa kemudian saksi Sutapan Hadi Muyono berteriak-teriak “maling-maling” dan seketika terdakwa terkejut dan langsung melepaskan tali
A
kambing dan kambing yang dibopongnya dan lalu terus lari keluar dari kandang
akan mencoba menghidupkan mesin kendaraan sepeda motornya namun sulit atau tidak bisa hidup-hidup terdakwa berhasil ditangkap oleh saksi Mujoko dan saksi
am
Wagimin serta warga masyarakat sekitar dan selanjutnya terdakwa dibawa ke Polsek Sambi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
ep
ah k
ub lik
ah
kambing menuju ke tempat parkir sepeda motor miliknya, namun pada saat terdakwa
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 363 ayat (1)
In do ne si
Kedua
atau
R
ke-1 dan ke-3 KUHPidana;
A gu ng
Bahwa terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo pada hari Rabu tanggal 29 Februari 2012
sekitar pukul 12.30 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2012 bertempat di dukuh Catur RT 01/Rw 01 Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Boyolali mencoba melakukan kejahatan dipidanan jika niat untuk itu telah
lik
ah
ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan
ub
melawan hukum, mengambil barang sesuatu berupa 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat keputihan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya
ep
yaitu dalam sebuah kandang kambing yang dilakukan oleh terdakwa tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak yaitu saksi Sutapan Hadi Muyono;
on In d
A
gu
ng
es
R
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara dan keadaan sebagai berikut :
M
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
ka
m
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri dengan maksud untuk dimiliki secara
Halaman 4
Bahwa sebelumnya terdakwa pada siang hari Selasa tanggal 28 Pebruari telah
R
•
In do ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
mensurvei terlebih dahulu tempat atau kandang kambing yang akan terdakwa ambil
ng
di Dukuh Catur RT 01 RW 01 Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali, kemudian pada malam hari tanggal 29 Pebruari 2012 sekitar pukul 12.30 Wib terdakwa berangkat
gu
meluncur dari rumah kontrakannya dengan mengendarai 1 (satu) unit sepeda motor
A
merk Honda Star Nopol AD 2915 N milik terdakwa dengan kelengkapan 1 (satu) buah bronjong dan 1 (satu) buah kampak dengan tujuan untuk mengambil kambing
ub lik
ah
milik saksi Sutapan Hadi Muyono dengan alamat di Dukuh Catur RT 01 RW 01 Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali, setelah sampai pada tempat lokasi yang dituju
am
terdakwa kemudian memarkir sepeda motor miliknya di tepi jalan kampung yang berjarak + 50 meter dari tempat kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Muyono
ah k
ep
yang akan diambil oleh terdakwa, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang dan langsung masuk kedalam kandang kambing kemudian pencurian
In do ne si
R
tersebut dengan cara-cara terdakwa melepas tali utas kambing yang terikat di
A gu ng
kandang yaitu 1 (satu) ekor kambing betina berbulu warna coklat keputihan setelah
berhasil terlepas tali utas tersebut kambing tersebut akan terdakwa angkat (bopong)
memakai kedua buah tangannya keluar dari kandang, akan tetapi pemilik kambing yaitu saksi Sutapan Hadi Muyono mengetahui dan memergoki perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa kemudian saksi Sutapan Hadi Muyono berteriak-teriak
lik
kambing dan kambing yang dibopongnya dan lalu terus lari keluar dari kandang kambing menuju ke tempat parkir sepeda motor miliknya, namun pada saat terdakwa
ub
akan mencoba menghidupkan mesin kendaraan sepeda motornya namun sulit atau tidak bisa hidup-hidup terdakwa berhasil ditangkap oleh saksi Mujoko dan saksi Wagimin serta warga masyarakat sekitar dan selanjutnya terdakwa dibawa ke Polsek
ep
ka
m
ah
“maling-maling” dan seketika terdakwa terkejut dan langsung melepaskan tali
Sambi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
es
R
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 53 ayat (1) jo
on In d
A
gu
ng
pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHPidana.
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 5 - Agung Republik Indonesia
Halaman 5
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 6 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
In do ne si a
Menimbang, bahwa terhadap surat dakwaan Penuntut Umum tersebut, Terdakwa menyatakan mengerti dan tidak mengajukan keberatan / Eksepsi ;
ng
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah
mengajukan saksi-saksi dimana saksi-saksi tersebut telah memberikan keterangan dibawah
gu
sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
•
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
ub lik
dalam kandang kambing milik saksi di Desa Catur Kecamatan Sambi
ah
A
1. Saksi SUTAPAN HADI MULYONO:
Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor kambing betina
am
milik saksi; •
Bahwa saksi mengetahui kejadian tersebut awalnya saksi terbangun dari tidur
ah k
ep
lalu sholat tahajud selanjutnya saksi keluar rumah memberi makan sapi yang terletak disebelah utara rumah saksi, setelah selesai saksi masuk rumah untuk
In do ne si
R
tidur akan tetapi mata sulit dipejamkan dan tidak lama kemudian saksi
A gu ng
mendengar suara motor berhenti didepan rumah saksi dan selanjutnya saksi mendengar suara gaduh didalam kandang milik saksi;
•
Bahwa saksi kemudian keluar rumah dan melihat terdakwa menarik kambing
milik saksi sehingga saksi berteriak maling-maling dan kambing dilepaskan dan terdakwa lari kejalan raya menuju ke tempat sepeda motor milik terdakwa
Bahwa terdakwa kemudian ditangkap oleh saksi dan warga masyarakat;
•
Bahwa akibat perbuatan yang dilakukan terdakwa kerugian saksi sekitar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah);
ub
lik
•
ep
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa keberatan dan menyatakan saat terdakwa bermaksud hendak membopong kambing tetapi kaki belakang
es
R
menendang-nendang dan terdakwa diteriaki maling maka terdakwa melepaskan kambing tersebut didalam kandang tidak dihalaman rumah;
on In d
A
gu
ng
M
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
ka
m
ah
untuk menghidupkan mesin motor tetapi tidak berhasil;
Halaman 6
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 7 - Agung Republik Indonesia
•
R
2. Saksi MUJOKO:
In do ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
ng
dalam kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono di Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor
gu
kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono;
A
•
Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan
mendengar saksi korban berteriak maling-maling, kemudian saksi keluar
ub lik
ah
rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina
•
Bahwa saksi melihat kambing betina milik saksi Sutapan berlari kesana
Bahwa saksi selanjutnya berusaha menangkap terdakwa
R
•
ep
ah k
kemari;
banyak warga yang membantu untuk menangkap terdakwa;
Bahwa benar barang bukti yang diajukan dipersidangan adalah barang yang
A gu ng
•
dan kemudian
In do ne si
am
milik saksi korban;
dibawa oleh terdakwa;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya;
3. Saksi SAMSURI : •
lik
Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono;
ub
m
ah
dalam kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono di Desa Catur
•
ka
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan
ep
mendengar saksi korban berteriak maling-maling, kemudian saksi keluar
R
ah
rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi
on In d
A
gu
ng
M
milik saksi korban;
es
diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 7
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 8 - Agung Republik Indonesia Bahwa saksi melihat kambing betina milik saksi Sutapan berlari kesana kemari;
Bahwa saksi selanjutnya berusaha menangkap terdakwa
ng
•
R
•
In do ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
dan kemudian
gu
banyak warga yang membantu untuk menangkap terdakwa; •
Bahwa benar barang bukti yang diajukan dipersidangan adalah barang yang
A
dibawa oleh terdakwa;
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya;
am
•
ub lik
ah
4. Saksi WAGIMIN :
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di dalam kandang kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono di Desa Catur
ep
Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali terdakwa telah mengambil satu ekor
ah k
kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono; Bahwa saksi mengetahui peristiwa tersebut awalnya saksi sedang tidur dan
In do ne si
R
•
mendengar saksi korban berteriak maling-maling, kemudian saksi keluar
A gu ng
rumah dan melihat terdakwa sedang menghidupkan mesin motor lalu saksi
diberitahu oleh saksi korban bahwa terdakwa mau mengambil kambing betina milik saksi korban;
•
Bahwa saksi melihat kambing betina milik saksi Sutapan berlari kesana
kemari;
Bahwa benar barang bukti yang diajukan dipersidangan adalah barang yang
ub
•
m
ep
dibawa oleh terdakwa;
memberikan keterangan sebagai berikut : •
Bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di
on In d
A
gu
ng
dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali terdakwa
es
Menimbang, bahwa dipersidangan telah pula didengar terdakwa yang pada pokoknya
R
ka
dan kemudian
banyak warga yang membantu untuk menangkap terdakwa;
M
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
ik
ah
Bahwa saksi selanjutnya berusaha menangkap terdakwa
lik
ah
•
Halaman 8
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 9 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD 2915 N dengan membawa
gu
bronjong, satu buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di
A
Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir
motornya di tepi jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat
ub lik
ah
kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang, kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut
am
selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang akan tetapi pemilik kambing mengetahuinya dan berteriak maling-
ep
ah k
maling sehingga terdakwa melepaskan kambing tersebut dan lari menuju ke motor yang diparkir oleh terdakkwa;
Bahwa pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa
In do ne si
R
•
A gu ng
kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh warga masyarakat;
•
Bahwa terdakwa mengambil kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono
tidak ada ijin dari pemiliknya karena keadaan terpaksa tidak mempunyai uang
untuk menjemput istri dan anaknya di Jakarta;
Menimbang, bahwa dipersidangan Penuntut Umum telah mengajukan barang bukti
lik
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N;
•
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau;
•
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing
ub
•
ep
ka
m
ah
berupa :
bulu putih kecoklatan;
es
R
Menimbang, bahwa barang bukti tersebut diatas telah dilakukan penyitaan secara sah
on In d
A
gu
ng
menurut hukum sehingga dapat dipergunakan untuk memperkuat pembuktian;
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
Bahwa awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan
ng
•
R
Mulyono;
In do ne si a
berniat mengambil satu ekor kambing betina milik saksi Sutapan Hadi
Halaman 9
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 10 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
yang saling bersesuaian satu dengan yang lainnya maka Majelis Hakim memperoleh fakta-
•
ng
fakta hukum sebagai berikut:
Bahwa benar pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib
gu
bertempat di dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab.
Hadi Mulyono; •
Bahwa awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan
ub lik
ah
A
Boyolali terdakwa mengambil satu ekor kambing betina milik saksi Sutapan
mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD 2915 N dengan membawa
am
bronjong, satu buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir
ah k
ep
motornya di tepi jalan kampung yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki menuju kandang,
In do ne si
R
kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut
A gu ng
selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang akan tetapi saksi Sutapan Hadi Mulyono sebagai pemilik kambing
mengetahuinya dan berteriak maling-maling sehingga terdakwa melepaskan
kambing tersebut dan lari menuju ke motor yang diparkir oleh terdakwa;
•
Bahwa pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa
kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh
lik
•
Bahwa terdakwa mengambil kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono
ub
ah
warga masyarakat;
m
tidak ada ijin dari pemiliknya dan mengakibatkan kerugian sekitar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah);
ep
ka
Menimbang, bahwa tibalah pada saatnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
pidana sebagaimana Tuntutan Penuntut Umum, dengan dengan tetap memperhatikan asas
on In d
A
gu
ng
“nulla poena sine lege (Tiada Pidana tanpa Kesalahan)”;
es
R
bahwa apakah Terdakwa atas perbuatannya tersebut dapat dipersalahkan dan dapat dijatuhi
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In do ne si a
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa
Halaman 10
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 11 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
sebagaimana dikemukakan para Saksi yang diperkuat oleh Barang Bukti yang diajukan
ng
Penuntut Umum dipersidangan dan keterangan terdakwa dipersidangan apakah Terdakwa dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang dikemukakan oleh Penuntut
gu
Umum didalam surat dakwaannya.
Menimbang, bahwa terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang
A
disusun secara alternatif yaitu :
ub lik
ah
Kesatu : melanggar pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP atau
Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan bersifat alternatif maka Majelis Hakim
akan langsung mempertimbangkan dakwaan yang cenderung terbukti yaitu melanggar pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
ep
ah k
am
Kedua : melanggar pasal 53 ayat (1) jo pasal 363 ayat (1) ke-1 dan ke-3 KUHP;
1. Unsur “ Barangsiapa” ;
In do ne si
R
2. Unsur “ Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum”
A gu ng
3. Unsur “Pencurian ternak”
4. Unsur “Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang berhak”
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan satu persatu
lik
ah
unsur pasal yang didakwakan;
ub
Menimbang, bahwa yang dimaksud “barangsiapa“ adalah menunjuk subyek Hukum
atau manusia yang mempunyai hak dan kewajiban serta dapat mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya didepan hukum.
ep
ka
m
Ad. 1. Unsur “Barangsiapa“
Menimbang, bahwa didepan persidangan Penuntut Umum telah menghadapkan
on In d
A
gu
ng
dipersidangan ternyata cocok dan sesuai dengan nama yang disebutkan dalam Surat
es
R
Terdakwa Eko Purnomo Bin Tugiyo, Terdakwa tersebut setelah identitasnya dibacakan
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In do ne si a
Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta
Halaman 11
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 12 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
dipersidangan terdakwa adalah orang yang sehat jasmani dan rohani sehingga dalam perkara
ng
ini dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut ;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas maka Majelis Hakim
gu
berpendapat unsur “Barangsiapa“ telah terpenuhi.
Ad. 2. Unsur “ Mengambil Sesuatu Barang yang Seluruhnya atau Sebagian Kepunyaan
A
Orang Lain Dengan Maksud Untuk Dikuasai secara Melawan Hukum”
ub lik
ah
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan mengambil adalah setiap perbuatan untuk
membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya yang nyata dan mutlak. Pelaku telah
misalnya dengan mengulurkan tangannya ke arah benda yang diinginkan, kemudian mengambil benda tersebut dari tempatnya semula ;
ep
ah k
am
memiliki maksud, kemudian dilanjutkan dengan mulai melaksanakan maksudnya tersebut,
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan barang adalah setiap benda baik itu
In do ne si
R
merupakan benda berwujud maupun benda tidak berwujud dan sampai batas-batas tertentu termasuk juga benda yang tergolong res nullius atau benda-benda yang tidak ada pemiliknya
A gu ng
yang memiliki nilai ekonomis atau sekurang-kurangnya bernilai lebih dari Rp. 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan
saksi-saksi dan keterangan terdakwa bahwa pada hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 jam 03.00 Wib bertempat di dalam kandang kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali
lik
Menimbang, bahwa awalnya terdakwa berangkat dari rumah kontrakan dengan
ub
mengendarai sepeda motor Honda Star Nopol AD 2915 N dengan membawa bronjong, satu
buah kapak dengan tujuan mengambil satu ekor kambing di Desa Catur Kec. Sambi Kab. Boyolali. Sesampai di lokasi terdakwa memarkir motornya di tepi jalan kampung yang
ep
ka
m
ah
terdakwa mengambil satu ekor kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono;
berjarak sekitar 50 meter dari tempat kandang kambing, selanjutnya terdakwa berjalan kaki
on In d
A
gu
ng
selanjutnya terdakwa mengangkat kambing tersebut untuk dibawa keluar kandang akan tetapi
es
R
menuju kandang, kemudian terdakwa melepaskan tali yang mengikat kambing tersebut
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In do ne si a
Dakwaan Penuntut Umum tersebut, serta dari hasil pengamatan Majelis Hakim
Halaman 12
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 13 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
maling sehingga terdakwa melepaskan kambing tersebut dan lari menuju ke motor yang
ng
diparkir oleh terdakwa;
Menimbang, bahwa pada saat terdakwa hendak menghidupkan mesin motor terdakwa
gu
kesulitan menghidupkannya sehingga akhirnya terdakwa ditangkap oleh warga masyarakat;
Menimbang, bahwa terdakwa mengambil kambing betina milik saksi Sutapan Hadi
A
Mulyono tidak ada ijin dari pemiliknya
dan rencana dari terdakwa setelah berhasil
ub lik
ah
mengambil kambing tersebut akan dijual dimana hasil penjualan kambing tersebut akan digunakan terdakwa untuk menjemput anak istrinya di Jakarta sehingga akibat perbuatan
1.000.000,- (satu juta rupiah);
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka terdakwa telah
ep
ah k
am
terdakwa mengakibatkan kerugian saksi korban Sutapan Hadi Mulyono sekitar Rp.
melakukan perbuatan mengambil sesuatu barang berupa kambing tanpa ijin dari saksi
In do ne si
R
Sutapan Hadi Mulyono sebagai pemilik kambing tersebut sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur “ad. 2” telah terpenuhi.
A gu ng
Ad. 3 Unsur “Pencurian Ternak”
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa pada
hari Rabu tanggal 29 Pebruari 2012 sekitar pukul 03.00 Wib telah mengambil seekor
kambing betina milik saksi Sutapan Hadi Mulyono di Desa Catur Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali;
lik
ah
Menimbang, bahwa kambing adalah merupakan hewan ternak sehingga Majelis
ub
Ad. 4 Unsur “Diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak”
ep
ka
m
Hakim berpendapat unsur Ad. 3 telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan bahwa
on In d
A
gu
ng
dilakukan pada waktu malam hari yaitu pukul 03.00 Wib di pekarangan tertutup yang ada
es
R
terdakwa dalam melakukan pengambilan kambing milik saksi Sutapan Hadi Mulyono
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In do ne si a
saksi Sutapan Hadi Mulyono sebagai pemilik kambing mengetahuinya dan berteriak maling-
Halaman 13
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 14 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
perbuatan terdakwa;
ng
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur Ad. 4 telah terpenuhi pula;
gu
Menimbang, bahwa oleh karena unsur-unsur dari tindak Pidana yang didakwakan
Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi, maka Majelis Hakim berpendapat
A
bahwa Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
ub lik
ah
tindak Pidana “Pencurian Dalam Keadaan Memberatkan” .
Menimbang, bahwa dari fakta yang diperoleh selama persidangan, Majelis Hakim
baik sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat bahwa
perbuatan yang dilakukan Terdakwa harus dipertanggungjawabkan
ep
ah k
am
tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban Pidana,
kepadanya ;
In do ne si
R
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggungjawab dan telah terbukti bersalah, maka Majelis Hakim berpendapat sudah sepatutnya Terdakwa dijatuhi
A gu ng
Pidana penjara yang setimpal dengan kesalahannya tersebut ;
Menimbang, bahwa dalam menentukan jenis dan lamanya pidana yang harus dijalani
Terdakwa, maka Majelis Hakim akan lebih mempertimbangkan aspek keadilan dan tujuan pemidanaan bagi Terdakwa;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat pidana yang akan dijatuhkan
lik
ah
nantinya dipandang sesuai dengan rasa keadilan baik itu bagi masyarakat, korban dan
ub
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan, maka masa penangkapan dan atau
penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan;
ep
ka
m
terdakwa;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa ditahan dan lamanya pidana yang akan
es
R
dijatuhkan kepada terdakwa lebih lama dari masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
on In d
A
gu
ng
maka diperintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
In do ne si a
rumahnya sedangkan pemilik rumah yaitu saksi Sutapan Hadi Mulyono tidak menghendaki
Halaman 14
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 15 - Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
R
In do ne si a
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah maka kepada Terdakwa haruslah dibebankan untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan
ng
ditentukan dalam amar putusan ini ;
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan Pidana terlebih dahulu
gu
akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dari diri dan perbuatan Terdakwa sebagai berikut :
A
Hal-hal memberatkan :
ub lik
ah
Perbuatan Terdakwa sangat meresahkan masyarakat;
Terdakwa belum pernah dihukum;
•
Terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.;
•
Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga;
•
Terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya;
ep
•
In do ne si
R
ah k
am
Hal-hal meringankan :
Mengingat ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-1, dan ke-3 KUHP, Undang-Undang
A gu ng
Nomor : 8 tahun 1981, tentang KUHAP dan pasal-pasal lain dari peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan perkara ini ; M E N G A D I L I
1. Menyatakan terdakwa EKO PURNOMO Bin TUGIYO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
lik
ah
melakukan tindak pidana “Pencurian Dalam Keadaan
Memberatkan”;
ub
m
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
ep
ka
3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang
ah
telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari Pidana
R
yang dijatuhkan ;
es
M
4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
on In d
A
gu
ng
5. Menetapkan barang bukti berupa:
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 15
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 16 - Agung Republik Indonesia •
In do ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
R
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Star Nopol AD 2915 N dikembalikan kepada terdakwa.
•
ng
1 (satu) buah kampak dan 1 (satu) buah bronjong warna hijau dirampas untuk
gu
dimusnahkan. •
1 (satu) utas tali plastik warna hijau dan contoh bulu dari 1 (satu) ekor kambing bulu
A
putih kecoklatan dikembalikan kepada saksi Sutapan.
ub lik
perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
ah
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawarahan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Boyolali pada hari Senin tanggal 21 Mei 2012 oleh kami : Y. TEDDY WINDIARTONO,
SH.Mhum
sebagai
Hakim
Ketua
ep
am
ah k
1. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya
Majelis,
AGUS
MAKSUM
R
MULYOHADI, SH dan RETNO LASTIANI, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota,
In do ne si
Putusan tersebut diucapkan pada hari dan tanggal itu juga dalam sidang yang terbuka untuk
A gu ng
umum oleh Ketua Majelis tersebut, dengan didampingi oleh kedua Hakim Anggota dengan dibantu SUGITO, SH sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Boyolali, dihadiri oleh HARTADHI CRISTIANTO, SH sebagai Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Boyolali dan dihadapan Terdakwa ;
Hakim Ketua Majelis,
lik
ah
Hakim-hakim
ub
Y. TEDDY WINDIARTONO, S.H.,M.Hum. M.
ep
1.AGUS MULYOHADI, S.H.
es on In d
A
gu
ng
M
R
ah
ka
m
Anggota
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 16
ep u
b
hk am
Direktori Putusan Mahkamah - 17 - Agung Republik Indonesia
gu
ng
S.H.
LASTIANI,
R
2.RETNO
In do ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
ub lik
ah
A
Panitera Pengganti,
es on In d
A
gu
ng
M
R
ah
ep
ka
ub
m
lik
ah
A gu ng
In do ne si
R
ah k
ep
am
SUGITO, S.H.
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 17