perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN IMPLIKASI YURIDIS YANG DITIMBULKANNYA (STUDI KASUS NOMOR : 202/Pid.B/2008/PN.SKA)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Gamarra Walmiki Rangga NIM. E1106127
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN IMPLIKASI YURIDIS YANG DITIMBULKANNYA (STUDI KASUS NOMOR:202/Pid.B/2008/PN.SKA)
Oleh Gamarra Walmiki Rangga NIM. E 1106127
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta, 6 Desember 2010 Dosen Pembimbing
Pembimbing I
.
Pembimbing II
Kristiyadi, S.H., M.Hum . NIP. 195812251986011001
Muh. Rustamaji, S.H., M.H. . NIP. 198210082005011001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN IMPLIKASI YURIDIS YANG DITIMBULKANNYA (STUDI KASUS NOMOR:202/Pid.B/2008/PN.SKA) Oleh Gamarra Walmiki Rangga NIM. E1106127 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : : Selasa : 28 Desember 2010
Hari Tanggal
DEWAN PENGUJI 1.
Edy Herdyanto, S. H., M. H Ketua
: .........................................................
2.
Muh. Rustamaji, S.H., M.H. Sekretaris
: .........................................................
3.
Kristiyadi, S.H., M. Hum Anggota
: .........................................................
Mengetahui Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. NIP. 196109301986011001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Gamarra Walmiki Rangga
NIM
: E1106127
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN IMPLIKASI YURIDIS YANG DITIMBULKANNYA (STUDI KASUS NOMOR: 202/Pid.B/2008/PN.SKA) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Desember 2010 yang membuat pernyataan
Gamarra Walmiki Rangga NIM. E1106127
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK GAMARRA WALMIKI RANGGA, E 1106127. 2010. ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN IMPLIKASI YURIDIS YANG DITIMBULKANNYA (STUDI KASUS NOMOR: 202/Pid.B/2008/PN.SKA). FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat, serta untuk mengetahui implikasi yuridis atau akibat hukum yang timbul dari putusan penjatuhan pidana bersyarat oleh Hakim. Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris bersifat deskriptif, yaitu untuk memberikan keterangan, pembahasan, dan data tentang penjatuhan pidana bersyarat. Jenis data yang digunakan pada penulisan hukum ini ialah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penulisan hukum ini ialah data primer yakni wawancara. Data sekunder yang dipakai dalam teknik pengumpulan data ialah studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan bahan yang berupa buku, dokumen, atau bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan obyek permasalahan yang diteliti. Analisis data yang digunakan pada penulisan hukum ini ialah analisis data kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat terdapat empat (4) komponen yakni usia pelaku, hal-hal yang meringankan dalam proses persidangan, ketentuan yuridis pidana yang dilakukan anak, dan tujuan pemidanaan dari putusan pidana bersyarat. Kedua, implikasi yuridis putusan pidana bersyarat ada tiga (3) yakni terpidana tidak perlu menjalani pidana di dalam penjara, efek jera yang lebih mendidik melalui bimbingan daripada pembalasan, Hakim tidak bisa menjatuhkan pidana bersyarat lagi atau Hakim dapat membatalkan pidana bersyarat ketika itu dilanggar oleh terpidana. Kata kunci: pertimbangan hakim, pidana bersyarat, implikasi yuridis
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT GAMARRA WALMIKI RANGGA, E1106127. AN ANALYSIS ON THE JUDGE’S RATIONALE IN SENTENCING THE CONDITIONAL PUNISHMENT AND THE JURIDICAL IMPLICATION FROM IT (A CASE STUDY NUMBER: 202/Pid.B/2008/PN.SKA). LAW FACULTY OF SURAKARTA SEBELAS MARET UNIVERSITY. This research aims to find out the Judge’s rationale in sentencing the conditional punishment as well as to find out the juridical implication or legal consequence generated by the conditional punishment sentence by the Judge. This study belongs to an empirical law research that is descriptive in nature, that is, to give information, discussion and data on the conditional sentence. The data types employed in this article were primary and secondary data. Technique of the collecying data used was interview for primary data. For collecting the secondary data the library study was done in the from books, documents, or other literatures relevant to the object studied. The data analysis technique used was qualitative data analysis. Considering the result of research, the writer can conclude that there are four components becoming the Judge,s rationale in sentencing the conditional punishment: perpetrator’s age, alleviating factors in the trial process, juridical provision about the crime commited by children and tehe objective of conditional sentence. Secondly, there are three juridical implications of conditional sentences: the defedant does not necessarily undertake the punishment in the prison, the wary effect is more educatibg through guiding than taking revenge, the Judge cannot longer sentence the conditional punishment or the Judge can void the conditional punishment if the defedant violates it. Keywords: judge rationale, conditional punishment, juridical implication
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO “ Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak, diberi pegangan atau tidak diberi pegangan; diberi penguat atau tidak diberi penguat, tiap-tiap makhluk, tiap-tiap umat, tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnya berbangkit, pasti akhirnya bangun, pasti akhirnya menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah terlalu sekali merasakan celakanya diri teraniaya oleh suatu daya angkara murka! Jangan lagi manusia, jangan lagi bangsa, walau cacingpun tentu bergerak berkeluget-keluget kalau merasakan sakit! (Indonesia Menggugat, Bung Karno) “ Majulah terus, demikian kukatakan dalam pidato 17 Agusustus 1957, jangan mundur, mundur hancur, mandek-amblek, bongkar maju terus, kita tak bisa dan tak boleh berbalik lagi, kita telah mencapai ‘point no return’ ”! (Tahun Tantangan, Bung Karno) “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. (Bung Karno) “Harus terus-menerus “tanpa ampun” memeras segala atom keringat yang ada dalam tubuh kita ini, agar hasil revolusi kita itu dapat mengimbangi dinamika kesadaran sosial yang bergelora dalam kalbunya masyarakat umum”. (Jalannya Revolusi Kita, Bung Karno) “Gelorakanlah rangsang kemauan nasionalmu! Gelorakanlah rangsang perbutan nasionalmu! Dan engkau, hai Bangsa Indonesia betul-betul nanti menjadi bangsa yang gemblengan! (Manifesto Poltik, Bung Karno)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Allah SWT. 2. Papah, Mamah, dan Kakakku tercinta yang selalu menyanyangi, membantu, menjaga, meyemangati, dan medidikku. 3. Keluarga besar Hadi Utomo dan Saeran Martosudirjo. 4. Seluruh rakyat di negara yang paling aku cintai Negara Republik Indonesia. 5. Almamaterku. 6. Bung Karno sosok yang sangat aku kagumi. 7. Untuk Anita Kusuma Wardani yang paling cantik bagi penulis yang menginspirasiku untuk menyelesaikan skripsi. 8. Bayu Hindrio, S.E yang sedang menempuh Penididikan Magister Teknik di UGM.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan berkat yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “ ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN IMPLIKASI YURIDIS YANG DITIMBULKANNYA (STUDI KASUS NOMOR: 202/Pid.B/2008/PN.SKA)”. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis berharap dengan penulisan ini, dapat memberikan masukan yang bermanfaat mengenai yang dijadikan pertimbangan oleh Hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat dan implikasi yuridis atau akibat hukum yang timbul dari putusan penjatuhan pidana bersyarat. Keberhasilan dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari peran dan dukungan banyak pihak yang telah dengan ikhlas memberikan bantuan, kesempatan, bimbingan, nasehat dan masukan serta motivasi untuk penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Djuwityastuti, S.H, Pembimbing Akademik penulis dan Bapak Harjono, S.H., M.H., yang banyak memberi masukan kepada penulis. 3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Acara. 4. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., dan Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., pembimbing skripsi penulis yang telah membimbing tanpa kenal lelah hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum yang telah memberi saran dan masukan penting dalam penulisan skripsi ini. 6. Dosen-dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan bekal yang akan datang. 7. Karyawan Fakultas Hukum UNS yang banyak membantu penulis dalam perkuliahan, dengan menyiapkan fasilitas kampus dan kenyamanan kuliah. 8. Bapak Joko Sarjono, Bapak Sutarto yang telah memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian dan mendapatkan data yang diperlukan untuk penulisan skripsi di Pengadilan Negeri Surakarta serta memberikan masukan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 9. Papah, Mamah dan Kakakku yang tidak henti-hentinya mendukung semua yang terbaik dan selalu mendoakan penulis. 10. M. Najib Sholeh, S.H yang telah memberikan waktunya untuk bertukar pendapat dengan penulis dan juga bersedia memperkenankan penulis untuk melakukan wawancara. 11. Kakak keponakanku Vidia Cheria Chairunisa yang menyemagatiku. 12. Teman-teman alumni SMA Negeri 4 Surakarta angkatan 2003 yang selalu kurindukan.
Surakarta,
Desember 2010 Penulis
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN............................................................................. iv ABSTRAK............................................................................................................ v HALAMAN MOTTO.......................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... viii KATA PENGANTAR......................................................................................... ix DAFTAR ISI........................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiii BAB I
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1 B. Rumusan Masalah....................................................................................
4
C. Tujuan Penelitian...................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian...................................................................................
5
E. Metode Penelitian..................................................................................... 6 F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)..................................................
9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori........................................................................................ 11 1. Tinjauan Umum tentang Macam-Macam putusan Hakim..……. 11 2. Tinjauan Umum tentang Pertimbangan Hakim………………... 11 3. Tinjauan Umum tentang Penjatuhan Pidana…………………... 16 4. Tinjauan Teori-Teori Pemidanaan……………………………… 17 B. Kerangka Pemikiran................................................................................. 31 BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian........................................................................................ 34 1. Identitas Terdakwa...................................................................... 34
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Kasus Posisi................................................................................ 34 3. Dakwaan dan Tuntuntan Jaksa Penuntut Umum……………… 36 4. Putusan Hakim………………………………………………… 38 5. Hasil Wawancara……………………………………………… 39 B. Pembahasan.............................................................................................. 44 1. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Pidana bersyarat dalam Kasus Nomor: 202/ Pid.B/2008/PN.SKA………………. 44 2. Implikasi Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim yang Menjatuhkan Pidana Bersyarat dalam Kasus Nomor: 202/Pid.B/ 2008/PN.SKA…………………………………………………… 48 BAB IV : PENUTUP A. Simpulan................................................................................................... 56 B. Saran......................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 59 LAMPIRAN
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. Skema Analisis Data…………………………………………………. 9 Gambar II. Skema Kerangka Pemikiran……………………………………….. 31
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seperti banyak yang terjadi di negara-negara lain, di Indonesia juga terdapat masalah universal, yakni ketidakpuasan masyarakat terhadap pidana perampasan kemerdekaan, yang dalam prakteknya terbukti sangat merugikan bagi masyarakat dan khususnya bagi terpidana sendiri. Dalam putusan yang dijatuhkan oleh Hakim itu semua tidak terlepas dari segala sesuatu diyakini dan terbukti selama proses persidangan dilakukan. Putusan Hakim yang berupa pemidanaan sedikit banyak akan merampas kemerdekan terpidana kecuali, dalam hal agama dan politik. Berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku di Indonesia saat ini, maka pidana perampasan kemerdekaan yang paling utama ialah pidana penjara. Pidana penjara ini dapat dikenakan seumur hidup atau untuk sementara bagi terpidana. Jika pidana seperti ini diterapkan dan diberlakukan maka terpidana akan terenggut kemerdekannya. Berkaitan dengan permasalahan ini harus dicari solusi untuk mengatasi masalah pidana penjara yang merenggut kemerdekaan terpidana salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan ini ialah dengan menerapkan dan meningkatkan peran pidana bersyarat. Pidana bersyarat merupakan alternatif lain dari pidana penjara yang merampas kemerdekaan terpidana. Pidana bersyarat juga mempunyai fungsi yang sangat baik bagi terpidana dan bagi masyarakat karena terpidana diberikan kesempatan untuk memperbaiki dirinya di luar penjara sehingga tidak akan menimbulkan stigma narapidana itu orang yang jahat dan gemar melakukan kejahatan dalam penilaian oleh masyarakat. Sanksi pidana bersyarat dijadikan sarana penanggulangan kejahatan yang akan ditentukan oleh kemauan pidana bersyarat tersebut untuk mewujudkan tujuan pemidanaan yang integratif. Tujuan pemidanaan yang bersifat integratif ialah sebagai berikut: 1) Perlindungan masyarakat, 2) Memelihara solidaritas masyarakat, 3) Pencegahan umum dan khusus, 4) Pengimbangan atau pengimbalan ( Muladi, 1985: 11).
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
Pengaruh
digilib.uns.ac.id
pidana
bersyarat
terhadap
tujuan
pemidanaan
berupa
perlindungan masyarakat terlihat pada tujuan pidana bersyarat, yakni untuk menyelamatkan terpidana dari penderitaan pidana pencabutan kemerdekaan khususnya yang berjangka waktu pendek dengan segala konsekuensinya. Apabila pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pidana bersyarat dapat dijalankan sebagaimana mestinya akan bermanfaat bagi seorang terpidana maupun orang lain. Sudarto mengatakan bahwa: Pidana tidak dikenakan demi pidana itu sendiri melainkan untuk melakukan suatu tujuan yang bermanfaat, yaitu untuk melindungi masyarakat atau untuk pengayoman. Pidana mempunyai pengaruh terhadap yang dikenai sanksi dan juga terhadap masyarakat pada umumnya (Sudarto,1981:80). Dalam kasus yang dijadikan obyek penelitian bagi penulis ini berkaitan dengan anak-anak yang belum berumur 18 tahun atau belum dewasa yang melakukan suatu perbuatan pidana melakukan pengrusakan barang ( pos polisi ) secara bersama-sama sebagimana diatur dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dengan menghindarkan terpidana dari pengaruh buruk pidana pencabutan kemerdekaan, maka diharapkan masyarakat akan terlindung dari kemungkinan timbulnya penjahat yang lebih berat, yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Oleh sebab
itu
Hakim
dalam
menjatuhkan
suatu
putusan
pidana
harus
mempertimbangkan antara lain mencakup umur terdakwa, kepribadian terdakwa dan sopan santun terdakwa dalam menjalani pemeriksaan di persidangan. Penjatuhan pidana bersyarat diharapkan agar berfungsi sebagai penunjang penyempurnaan hukum pidana yang berprikemanusiaan, yakni hukum pidana yang
mengutamakan
pencegahan
Tat-Taerstrafrecht,
yang
menempatkan
kesejahteraan sosial sebagai tujuan akhir, berorientasi ke masa depan dan penggunaan ilmu pengetahuan. Andi Hamzah dan Siti Rahayu mengatakan bahwa: Pidana bersyarat adalah menjatuhkan pidana pada seseorang, akan tetapi pidana itu, kecuali dikemudian hari ternyata bahwa terpidana sebelum
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
habis tempo masa percobaan berbuat suatu tindak pidana lagi atau melanggar perjanjian ( syarat-syarat ) yang diberikan kepadanya oleh Hakim, jadi kepuasan pidana tetaplah ada akan tetapi hanya pelaksanaan pidana itu yang tidak dilakukan( Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983: 40). Pidana bersyarat akan memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya di masayarakat. Kesejahteraan terpidana dalam hal ini dipertimbangkan sebagai hal yang lebih utama daripada resiko yang akan diterima oleh masyarakat. Hal ini yang sangat penting untuk diperhatikan adalah keharusan untuk menghilangkan kekhawatiran terpidana untuk dimasukkan ke dalam penjara. Hakim juga harus melihat bahwa efek negatif dari pidana penjara mempunyai dampak yang kurang baik bagi terpidana. Misalnya pada dasarnya ia ialah orang baik, setelah menjalani hukuman di penjara besar potensinya bahwa sang terpidana justru menjadi seseorang yang lebih buruk karena pergaulannya dengan para narapidana lain dan pengaruh negatif akibat dari pergaulannya tersebut. Disamping itu jika sang terpidana menjalani hukuman di penjara sudah pasti akan terenggut semua kebebasannya yang belum tentu menimbulkan efek jera bagi pelaku. Pidana bersyarat bukan termasuk dalam pidana pokok ataupun pidana tambahan, tetapi pidana bersyarat merupakan cara implementasi pidana yang dalam menjalani pidana dilakukan di luar penjara. Menjatuhkan pidana bersyarat bukan membebaskan terpidana, secara fisik terpidana memang bebas dalam arti ia telah dijatuhi pidana, namun dengan pertimbangan tertentu pidana tersebut tidak perlu dijalani. Pidana yang dijatuhkan tersebut dijalani bila terpidana melanggar ketentuan-ketentuan yang diberikan Hakim. Hakim sebelum menjatuhkan putusan kepada terdakwa wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat. Sifatsifat baik atau jahat atas diri terdakwa wajib dijadikan pertimbangan Hakim untuk menentukan berat atau ringannya pidana yang dijatuhkan. Putusan Hakim dalam pidana bersyarat secara umum harus mempertimbangkan bentuk-bentuk pidana tertentu atau catatan kejahatan seseorang pelaku tindak pidana, melainkan harus
didasarkan
atas
kenyataan-kenyataan
commit to user xvi
dan
keadaan-keadaan
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyangkut tiap kasus. Hakim juga harus mempertimbangkan keadaan-keadaan yang menyertai suatu kejahatan, riwayat pelaku tindak pidana tersebut, dan lembaga-lembaga serta sumber-sumber yang ada di masyarakat. Pidana bersyarat harus mendapatkan prioritas utama di dalam penjatuhan pidana. Selama berada di luar penjara terpidana wajib memenuhi syarat umum dan syarat khusus yang ditentukan Hakim. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat hal tersebut sebagai bahan penyusun skripsi yang diberi judul: “ ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA
BERSYARAT
DAN
IMPLIKASI
YURIDIS
YANG
DITIMBULKANNYA ( STUDI KASUS NOMOR: 202/Pid.B/2008/PN.SKA )”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana
bersyarat
dalam
kasus
NOMOR:
202/Pid.B/2008/PN.SKA? 2. Apa yang menjadi implikasi yuridis terhadap pertimbangan Hakim yang menjatuhkan pidana bersyarat dalam kasus NOMOR: 202/Pid.B/2008/PN.SKA? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan yang menjadi acuan Hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat dalam kasus NOMOR: 202/Pid.B/2008/PN.SKA. 2. Untuk mengetahui implikasi yuridis terhadap pertimbangan Hakim yang menjatuhkan pidana bersyarat dalam kasus NOMOR: 202/Pid.b/2008/PN.SKA.
D. Manfaat Penelitian
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Manfaat teoritis a. Dengan dilaksanakannya penulisan ini, diharapkan akan dapat mengembangkan ilmu penulisan hukum khususnya hukum acara pidana. b. Menambah informasi tentang pemidanaan dari bentuk alternatif atas pidana pencabutan perampasan kemerdekaan dan pelaksanaan pidana khususnya pidana bersyarat. c. Memberikan dasar serta landasan guna penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Memperoleh data guna dianalisis agar dapat digunakan penulis dalam menjawab rumusan masalah yang penulis kemukakan. b. Memberikan wawasan bagi ilmu hukum dan aparat penegak hukum dalam pendayagunaan pidana bersyarat.
E. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara pandang seorang ilmuwan dalam mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Metode juga merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Tanpa metode seorang peneliti tidak akan mungkin mampu untuk menemukan, merumuskan,
menganalisa
maupun
memecahkan
masalah-masalah
tertentu untuk mengungkapkan kebenaran (Soerjono Soekanto, 1986 : 13). Adapun lebih jelas mengenai metode yang digunakan ialah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian yang penulis lakukan ialah penelitian empiris. Dikatakan demikian oleh karena penelitian ini mendasarkan pada data primer sebagai data utama. Adapun penelitian hukum empiris adalah penelitian terhadap
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum (Soerjono Soekanto, 1986: 51). 2. Sifat Penelitian Penelitian yang penulis susun ialah termasuk penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa tentang dasar pertimbangan Hakim dan implikasi yuridis yang ditimbulkannya dalam penjatuhan pidana bersyarat, agar dapat membantu memperkuat teori- teori lama, atau di dalam kerangka penyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 1986 : 10). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini ialah dengan penelitian kualitatif sesuai dengan sifat data yang ada dan pendekatan kasus. 4. Jenis Data a. Data Primer Data yang di peroleh langsung dari lapangan melalui wawancara, suatu pengajuan pertanyaan kepada Hakim Pengadilan Negeri Surakarta M. Najib Sholeh, S. H atas putusan pidana bersyarat NOMOR : 202/ Pid. B /2008 / PN. SKA. b. Data Sekunder Sejumlah data yang diperoleh di luar penelitian, yang merupakan studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku, jurnal, makalah, peraturan perundang-undangan, dan literatur lain yang berkaitan dengan pidana bersyarat dan, serta bersumber dari arsip kasus dan putusan tentang pidana bersyarat. 5. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sejumlah data atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui suatu penelitian lapangan dengan wawancara tersusun atau spontan kepada
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta M. Najib Sholeh, S. H. Sumber data ini dipilih dengan teknik purposive sampling sesuai dengan tujuan penelitian b. Sumber Data Sekunder Semua bahan hukum yang bersifat menjelaskan bahan hukum primer berupa putusan pidana bersyarat NOMOR:202/Pid.b/2008/PN.SKA. 6. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penelitian sebagai berikut : a) Untuk data primer yang digunakan ialah : Wawancara / Interview Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan responden, yakni pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan permasalahan obyek yang akan diteliti. Dalam hal ini Hakim Pengadilan Negeri Surakarta M. Najib Sholeh, S. H. b) Untuk data sekunder digunakan teknik pengumpulan data ialah studi pustaka yakni dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berupa bukubuku, dokumen atau bahan pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan obyek yang diteliti dengan tujuan untuk memperoleh obyek yang menunjang kelengkapan penelitian. 7. Teknik Analisis Data Pada dasarnya analisis data ialah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data ( Lexy J. Moleong, 2002 : 103 ). Analisis data yang digunakan adalah analisis data kulitatif . Analisis data kualitatif merupakan cara penelitian yang menghasilkan data analisis interaktif yakni apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis maupun tidak tertulis / lisan juga perilaku nyata. Dalam penelitian kualitatif, proses analisanya dilakukan sejak awal bersamaan
commit to user xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan proses pengumpulan data. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo, 2002 :35). Tiga tahap tersebut ialah : a) Reduksi Data Kegiatan ini merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus-terus menerus sampai laporan akhir penelitian selesai. b) Penyajian Data Merupakan
sekumpulan
informasi
tersusun
yang
memberi
kemungkinkan adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. c) Menarik Kesimpulan Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan (HB. Sutopo, 2002 : 37).
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan Gambar 1: Skema Model Analis Data Interanktif
commit to user xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Sistematika Penulisan Hukum Penulisan hukum ini terbagi dalam empat bab yang setiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan menguraikan jenis-jenis putusan hakim, tinjauan tentang pertimbangan Hakim, pengertian penjatuhan pidana, teori-teori pemidanaan, tujuan pemidanaan dan tujuan pidana bersyarat, dasar-dasar penjatuhan pidana bersyarat. Sedangkan dalam kerangka pemikiran penulis akan menampilkan bagan kerangka pemikiran dan keterangan kerangka pemikiran. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini berisi tentang yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat dalam kasus NOMOR : 202 / Pid.B / 2008/ PN.SKA dan yang menjadi implikasi yuridis terhadap pertimbangan Hakim yang menjatuhkan pidana bersyarat dalam kasus NOMOR :202 / Pid.B / 2008 / PN.SKA. BAB IV PENUTUP Dalam bab ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu simpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRA
commit to user xxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1) Tinjauan Tentang Teori Macam-Macam Putusan Hakim Ada tiga macam putusan Hakim dalam perkara pidana, yakni: a) Putusan Hakim yang mengandung pelepasan dari segala tuntutan hukum ( Onstlag van rechtvervolging ) Hal ini berarti bahwa tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
terbukti, tetapi perbuatan terdakwa bukan merupakan
suatu tindak pidana, karena dakwaan tidak sesuai atau ada hal-hal yang menghapuskan pidana. b) Putusan
Hakim
yang
mengandung
pembebasan
terdakwa
(vrijspraack) Hal ini berarti tindak pidana yang didakwakan kepada tedakwa tidak terbukti atau bukti minimum tidak terpenuhi, atau Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa. Terhadap putusan bebas tidak dibolehkan mengajukan
banding,
namun
diperbolehkan
mengajukan
permohonan kasasi. c) Putusan Hakim yang berupa pemidanaan terdakwa ( verordeling ) Hal ini berarti berarti tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, terbukti secara sah dan meyakinkan. 2) Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim a. Pengertian Pertimbangan Hakim Pertimbangan Hakim ialah pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim yang mengadili perkara pidana tersebut, berdasarkan alat bukti yang ada didukung oleh keyakinan Hakim yang berdasar pada hati nurani dan kebijaksanaan, untuk memutus suatu perkara pidana. Untuk memperkuat keyakinan Hakim dalam persidangan, barang bukti secara material sangat berguna, untuk hal ini dikarenakan Hakim tidak boleh
commit to user xxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memutus perkara apabila tidak didasari pada sedikitnya dua alat bukti yang meyakinkan. Banyak terjadi Hakim membebaskan seseorang yang didakwa melakukan tindak pidana berdasar barang bukti yang ada dalam proses persidangan (Pasal 183 KUHAP ). Pertimbangan Hakim dalam suatu putusan yang mengandung pemidanaan
bagi
terdakwa
harus
ditujukan
terhadap
hal-hal
terbuktinya persitiwa pidana yang dituduhkan kepada terdakwa. Dalam memberikan telaah kepada pertimbangan Hakim berbagai putusannya terdapat dua kategori, yakni: 1) Pertimbangan yang bersifat yuridis Pertimbangan yang bersifat yuridis ialah pertimbangan Hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan oleh Undang-Undang sebagai hal yang harus dimuat dalam putusan. Hal-hal yang dimaksud antara lain: a) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan merupakan dasar dari Hukum Acara Pidana karena
berdasar
itulah
pemeriksaan
di
persidangan
dilakukan. Perumusan dakwaan didasarkan atas hasil pemeriksaan pendahuluan yang disusun tunggal, komulatif, alaternatif, maupun subsidair. b) Keterangan Terdakwa Keterangan terdakwa menurut pasal 184 huruf e KUHAP, digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa ialah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dialami sendiri. Dalam Hukum Acara Pidana keterangan terdakwa dapat dinyatakan dalam bentuk pengakuan atau penolakan, baik sebagaian ataupun keseluruhan terhadap dakwaan Penuntut Umum dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan
commit to user xxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terdakwa
sekaligus
juga
merupakan
jawaban
atas
pertanyaan Hakim, Jaksa Penuntut Umum maupun dari penasehat hukum. c) Keterangan Saksi Salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam menjatuhkan putusan ialah keterangan saksi. Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu mengenai sesuatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, alami sendiri, dan wajib disampaikan
di
dalam
sidang
pengadilan
dengan
mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang disampaikan di sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari orang lain atau kesaksian Testomonium De Auditu tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Menurut Pasal 185 KUHAP ayat (5) dalam menilai keterangan saksi, Hakim harus memperhatikan: (1) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain. (2) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan alat bukti yang lain. (3) Alasan
yang
mungkin
dipergunakan
saksi
untuk
memberikan keterangan tertentu. (4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi serta dapat atau tidaknya keterangan itu dipercaya. d) Barang-barang Bukti Pengertian barang bukti ialah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh Penuntut Umum di depan sidang pengadilan, yang meliputi:
commit to user xxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana. (2) Benda yang dipergunakan secara langsung
untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan. (3) Benda
yang
digunakan
untuk
menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana. (4) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Barang-barang bukti yang dimaksud diatas tidak termasuk alat bukti. Adanya barang bukti yang terungkap pada persidangan akan menambah keyakinan Hakim dalam menilai benar atau tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa, dan sudah barang tentu Hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa atau saksi. e) Pasal-Pasal dalam peraturan hukum pidana Dalam praktek persidangan, Pasal peraturan hukum pidana itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Dalam hal ini, Penuntut Umum dan Hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsure-unsur yang dirumuskan dalam Pasal peraturan hukum pidana. Apabila ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari setiap Pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut hukum kesalahan terdakwa, yakni telah melakukan perbuatan seperti diatur dalam Pasal hukum pidana tersebut. Meskipun belum ada ketentuan yang menyebutkan bahwa yang termuat dalam putusan yang menyebutkan diantara yang termuat dalam putusan itu merupakan pertimbangan yang bersifat yuridis
commit to user xxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di sidang pengadilan, dapatlah digolongkan sebagai pertimbangan yang bersifat yuridis. 2) Pertimbangan yang bersifat non yuridis Pertimbangan yang bersifat non yuridis, terdiri dari: a) Latar belakang terdakwa Pengertian latar belakang perbuatan terdakwa ialah setiap keadaan yang menyebabkan timbulnya
keinginan serta
dorongan keras paksa diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana kriminal. Latar belakang perbuatan terdakwa dalam melakukan perbuatan kriminal meliputi: 1) Keadaan ekonomi terdakwa, 2) Ketidak harmonisan hubungan sosial tedakwa baik dalam lingkungan keluarganya, maupun orang lain. b) Akibat perbuatan terdakwa Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sudah pasti membawa korban ataaupun kerugian pihak lain. Bahkan akibat dari perbuatan terdakwa dari kejahatan yang dilakukan tersebut dapat pula berpengaruh buruk kepada masyarakat luas, paling tidak keamanan dan kententraman mereka senantiasa terancam. c) Kondisi diri terdakwa Pengertian kondisi diri terdakwa dalam pembahasan ini ialah keadaan fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, termasuk pula status sosial terdakwa. Keadaan fisik dimaksudkan ialah usia dan tingkat kedewasaan, sementara keadaan psikis dimaksudkan ialah berkaitan dengan perasaan yang dapat berupa: mendapat tekanan dari orang lain, pikiran sedang kacau, keadaan marah dan lain-lain. Adapun yang dimaksudkan dengan status sosial ialah predikat yang dimiliki masyarakat.
commit to user xxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam prakteknya Hakim, hal-hal yang dikemukakan dalam dakwaan dan penjatuhan pidana ada dua hal pokok yang dapat memberatkan dan meringankan. Faktor-faktor yang memberatkan antara lain: memberikan keterangan yang berbelit-belit, tidak menyesali perbuatannya, tidak mengakui perbuatannya, perbuatannya keji dan tidak berprikemanusiaan, perbuatan pidana dilakukan dengan sengaja, hasil kejahatan telah dinikmati, perbuatan meresahkan masyarakat dan merugikan negara. 3) Pengertian Tentang Penjatuhan Pidana Setelah Hakim memeriksa, mengadili suatu perkara dan melalui pertimbangan dengan majelis Hakim yang lain maka akan mencapai sebuah kesimpulan bahwa terdakwa akan dijatuhkan suatu putusan. Putusan tersebut dapat berupa pembebasan, pelepasan dari segala tuntutan hukum dan pemidanaan. Dalam hal putusan pemidanaan berarti dakwaan itu terbukti secara sah dan meyakinkan telah terjadi tindak pidana seperti yang didakwakan. Putusan pemidanaan yang dijatuhkan kepada terpidana tergantung dari jenis tindak pidana yang dilakukan, jika tindak pidana yang dilakukan termasuk kategori kejahatan berat hukuman pidananya juga penjatuhan pidana yang berat atupun sebaliknya
jika tindak pidana itu termasuk
kategori kejahatan ringan maka hukumannya juga penjatuhan pidana yang ringan. Semua putusan Hakim harus melalui pertimbangan yang sangat cermat dan teliti sehingga tidak terjadi suatu kesalahan dalam mengadili terdakwa. Dalam penelitian yang penulis teliti ini berkaitan dengan putusan yang menjatuhkan pemidanaan kepada terdakwa yang berarti perbuatan tindak pidana yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan. Lebih khususnya lagi apabila Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun, maka dalam putusannya Hakim juga bisa menyuruh terdakwa menjalani pidana penjara bukan di dalam penjara melainkan dijalani di luar penjara. Putusan Hakim yang seperti ini dinamakan pidana bersyarat
commit to user xxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau orang awam lebih mengenal dengan sebutan “hukuman percobaan”. Penjatuhan putusan pemidanaan bersifat mengikat kecuali ada upaya hukum yang diajukan. 4) Tinjauan Teori- Teori Pemidanaan Permasalahan pokok yang terdapat dalam hukum pidana ialah masalah yang diancamkan dan dijatuhkan kepada terdakwa. Permasalahan tersebut berkaitan dengan jenis pidana, ukuran lemah dan beratnya pidana tersebut, dan cara pelaksanaan pidana. Fakta yang terjadi dalam prakteknya banyak menimbulkan problem karena terdapat efek negatif bagi terpidana dan masyarakat luas. Dalam permasalahan penjatuhan pidana perlu diketahui tentang teoriteori pemidanaan. Teori yang perlu diketahui untuk menjatuhkan pemidanan ada tiga yakni: 1. Teori absolut atau pembalasan Dalam teori absolut ini, pidana bukan bertujuan untuk yang praktis seperti memperbaiki penjahat, namun pidana dijatuhkan karena orang telah melakukan kejahatan atau perbutan pidana. Setiap kejahatan mempunyai akibat penjatuhan pidana kepada terdakwa. Pidana bukan merupakan yang wajib ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan, karena pembenaran dari pidana dilihat ada atau terjadinya suatu kejahatan. 2. Teori relatif atau tujuan Dalam teoti relatif ini, pidana bukan hanya sekedar pembalasan karena orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, namun mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang mempunyai manfaat antara lain untuk pencegahan agar orang-orang tidak melakukan perbutan pidana. Teori ini bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban dalam masyarakat. 3. Teori gabungan Dalam teori gabungan ini, tujuan pemidanaan menggabungkan antara teori absolut dengan teori relatif yang bermanfaat.
commit to user xxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembalasan memang merupakan dasar dari pembenaran pidana, namun demikian dengan menjatuhkan pidana pembalasan harus diperhatikan apa yang hendak dicapai dengan pemidanaan itu. (a) Tujuan Pemidanaan Tujuan pemidanaan ialah sebagai berikut: 1. Pembalasan atau pengimbalan atau retribusi Pembalasan sebagai tujuan pemidanaan dijumpai dalam teori hukum pidana yang absolut, didalam kebijakan itu sendiri terletak pembenaran dari pembenaran dari pemidanaan, terlepas dari manfaat yang hendak dicapai. Teori pembalasan yang lebih modern menyatakan bahwa pembalasan disini bukanlah suatu tujuan sendiri melainkan sebagai pembatasan dalam arti harus ada keseimbangan antara perbutan dan pidana. 2. Memperbaiki tingkah laku orang demi perlindungan masyarakat Pidana tidak dikenakan demi pidana itu sendiri melainkan untuk melakukan suatu tujuan yang bermanfaat, yaitu untuk melindungi masyarakat atau untuk pengayoman. Pidana mempunyai pengaruh terhadap yang dikenai sanksi dan juga terhadap masyarakat pada umumnya ( Sudarto, 1981: 80 ). Dalam hal kepastian dasar penjatuhan pidana, tujuan pemidanaan atau kepentingan yang hendak dicapai dengan dijatuhkannya pidana oleh Hakim terhadap terdakwa yang bersangkutan yakni: 1. Menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh tindak pidana, mengembalikan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai bagi masyarakat. 2. Memasyarakatkan
pidana
dengan
mengadakan
pembinaan
sehingga menjadikan orang tersebut baik dan orang yang berguna. 3. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan cara menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 4.
Membebaskan rasa bersalah terhadap terpidana. Seorang terdakwa yang melakukan suatu tindak pidana setelah itu
kemudian perbuatan itu terbukti secara sah dan meyakinkan ia yang melakukannya. Jenis tindak pidana orang yang melakukan tindak pidana itu termasuk kategori tindak pidana yang ancaman hukumannya dibawah satu tahun penjara. Kemudian Hakim menjatuhkan pidana penjara kepada
commit to user xxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terdakwa tersebut, namun karena sebenarnya terpidana ini tidak ada bakat jahat dalam dirinya karena dia dulu pada saat melakukan tindak pidana tersebut secara terpaksa, misalnya ia mencuri ayam karena butuh biaya untuk berobat anaknya yang sedang sakit. Sesungguhnya ia melakukan perbuatan pidana itu karena dipaksa keadaan untuk melakukan pencurian itu supaya anaknya dapat berobat. Putusan penjatuhan pidana seperti misal seperti kasus diatas karena terpidana tidak ada bakat jahat atau kesengajaan melakukan tindak pidana dan terdakwa dihukum pidana penjara. Setelah ia selama dalam jangka waktu tertentu khususnya dibawah satu tahun pidana penjara karena bergaul dengan para narapidana dari yang memang mempunyai bakat jahat dan selama interaksinya ia dengan para narapidana tersebut ia akan terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Dari contoh kasus diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pemidanaan tidak tercapai dalam hal ini menjadikan ia orang yang lebih baik daripada semula melainkan ia malah semakin bertambah menjadi buruk atau jahat akibat pergaulannya dengan para narapidana selama ia menjalani hukuman pidana penjara. Jika melihat kenyataan yang banyak terjadi memang seperti itu, maka sangatlah tepat pemberlakuan pidana bersyarat itu. Khususnya kepada orang yang tidak mempunyai bakat jahat tersebut karena ia melakukan
tindak
pidana
dipaksa
oleh
keadaan
yang
memang
mengharuskannya melakukan tindak pidana itu. (b) Tujuan Pidana Bersyarat: Tujuan pidana beryarat yakni: Tujuan yang paling utama dari pidana bersyarat ialah untuk memberikan kesempatan kepada terpidana agar selama ia menjalani masa hukuman tersebut menjadi orang yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat, dan tidak mengulangi perbauatan pidana lagi atau jangan sampai melanggar syarat-syarat yang ditentukan oleh Hakim terkait putusan pidana bersyarat tersebut, dengan itu bila sukses dijalani atau tidak melanggar syarat-syarat yang ditentukan oleh
commit to user xxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hakim pada saat menjalani pidana bersyarat tersebut, maka hukuman pokok yang dijatuhakan kepadanya tidak perlu dijalani sama sekali. Menurut Muladi penerapan pidana bersyarat harus diarahkan pada manfaat-manfaat sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
e.
f.
(c)
Pidana bersyarat tersebut disatu pihak harus dapat meningkatkan kebebasan individu dan dilain pihak mempertahankan tertib hukum dan memberikan perlindungan kepada masyarakat secara efektif terhadap pelanggaran lebih lanjut . Pidana bersyarat harus dapat meningkatkan persepsi masyarakat terhadap falsafah rehabilitasi dengan cara memelihara kesinambungan hubungan antara narapidana dengan masyarakat normal. Pidana bersyarat berusaha menghindarkan dan melemahkan akibat-akibat negatif dari pidana perampasan kemerdekaan yang seringkali menghambat usaha pemasyarakatan kembali narapidana dalam masyarakat. Pidana bersyarat mengurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk membiayai sistem koreksi yang berdayaguna. Pidana bersyarat diharapkan dapat membatasi kerugiankerugian dari pencabutan pidana kemerdekaan, khususnya terhadap mereka yang kehidupannya tergantung pada si pelaku tindak pidana . Pidana bersyarat diharapkan dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang bersifat integratif, dalam fungsinya sebagai sarana pencegahan (umum dan khusus), perlindungan masyarakat, memelihara solidaritas masyarakat dan pengimbalan (Muladi, 1985: 197). Pengertian Pidana Bersyarat
Hakim
yang
menjatuhkan
putusan
yang
berupa
putusan
pemidanaan, Hakim dapat memerintahkan pidana tersebut tidak perlu dijalani didalam penjara melainkan dijalani diluar penjara, khususnya pidana yang dijatuhkan kepada terpidana kurang dari satu tahun, terpidana yang menjalani pidana bersyarat harus mentaati syarat-syarat umum serta syarat-syarat khusus yang ditentukan Hakim terhadap dirinya. Jika terpidana selama dalam menjalani pidana bersyarat diluar penjara tersebut telah melanggar atau tidak memenuhi ketentuan Hakim yang terkandung dalam syarat-syarat umum dan syarat-syarat
commit to user xxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khusus itu maka, Hakim dapat memerintahkan membatalkan putusan pidana bersyarat itu dan Hakim dapat memerintahkan pula terpidana yang melanggar ketentuan syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus yang ditentukan Hakim dalam putusan pidana beryarat tersebut dengan menyuruh terpidana menjalani hukumannya di dalam penjara. Andi Hamzah dan Siti Rahayu mengatakan bahwa: Pidana bersyarat ialah menjatuhkan pidana kepada seseorang, akan tetapi pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali dikemudian hari ternyata bahwa terpidana sebelum habis tempo percobaan berbuat suatu tindak pidana lagi atau melanggar perjanjian( syarat-syarat ) yang diberikan kepadanya oleh Hakim, jadi keputusan pidana tetaplah ada akan tetapi hanya pelaksanaan pidana itu yang tidak dilakukan (Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983 : 40). Masyarakat Indonesia pada umumnya kurang memahami pidana bersyarat karena mereka terpengaruh ucapan di dalam masyarakat yang menyebut dengan istilah hukuman percobaan. Padahal dalam hukum pidana atau yang terdapat dalam KUHP malah tidak mengatur dan menjelaskan tentang hukuman percobaan tetapi dalam KUHP yang ada menyebutkan, mengatur dan menjelaskan tentang pidana bersyarat. Singkatnya KUHP tidak mengenal hukuman percobaan tetapi yang digunakan ialah pidana bersyarat. Muladi menyatakan bahwa: Pidana bersyarat adalah suatu pidana dalam hal mana si terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang ditentukan oleh pengadilan. Dalam hal ini pengadilan yang mengadili perkara tersebut mempunyai wewenang untuk mengadakan perubahan syarat-syarat yang telah ditentukan atau memerintahkan agar pidana dijalani bilamana terpidana melanggar syarat-syarat tersebut. Pidana bersyarat ini merupakan penundaan terhadap pelaksanaan pidana (Muladi, 1985 : 195-196). Pidana bersyarat merupakan salah satu alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan karena pembinaan pelaku tindak pidana dilakukan diluar penjara atau di tengah-tengah lingkungan masyarakat,
commit to user xxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga kerugian-kerugian yang terjadi akibat pidana perampasan kemerdekaan dapat dihindari. Muladi menyatakan bahwa: ”Di pelbagai Negara di dunia, termasuk di Indonesia harus diusahakan untuk harus selalu mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan, antara lain berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat non institusional dalam bentuk pidana bersyarat (voorwardelijke veroordeling)” (Muladi, 1985 : 219 ). (d)
Syarat- Syarat Pidana Bersyarat Dalam menjatuhkan suatu putusan pidana bersyarat Hakim terlebih dulu wajib menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi terpidana terlebih dahulu. Bilamana terpidana melanggar syarat-syarat yang ditentukan oleh Hakim tersebut terpidana dapat diperintahkan untuk menjalani hukuman pidana penjara tersebut. Ditetapkannya syaratsyarat tersebut karena tujuan yang hendak dicapai oleh putusan pidana bersyarat ialah untuk perbaikan diri pelaku tindak pidana tersebut. Syarat-syarat yang ditentukan Hakim dalam putusan pidana bersyarat ada dua macam yakni: 1) Syarat-Syarat Umum Syarat umum ialah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 14 a ayat (4) KUHP yang merupakan keyakinan Hakim bahwa terpidana tidak akan melakukan perbuatan pidana lagi selama dalam jangka waktu percobaan dan selama dalam jangka waktu yang telah ditentukan itu mentaati putusan Hakim, maka ia dibebaskan
dari
kewajiban
untuk
menjalani
pidananya.
Sebaliknya apabila ia dalam jangka waktu yang telah ditentukan itu melakukan suatu perbuatan pidana, maka ia diharuskan menjalani
pidana
yang
pertama
yang
telah
dijatuhkan
kepadanya. Lebih jelasnya bunyi Pasal 14 a ayat (4) KUHP ialah sebagai berikut: ”Perintah tersebut dalam ayat (1) hanya diberikan jika Hakim dalam penyelidikannya yang teliti, yakin bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum yakni bahwa terpidana tidak akan
commit to user xxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melakukan perbuatan pidana dan syarat-syarat khusus jika sekiranya syarat-syarat itu ada” . Syarat umum merupakan syarat yang wajib dipenuhi oleh terpidana dalam putusan pidana bersyarat. Tetapi jika dalam masa menjalani pidana bersyarat tersebut terpidana gagal atau melanggar syarat-syarat umum tersebut ia dapat diperintahkan menjalani pidana penjaranya. Pada hakekatnya syarat umum tersebut dalam kenyatannya ialah suatu pembebasan terpidana dari pidana penjara karena ia seperti orang yang tidak mendapatkan pemidanaan karena pidananya dijalani di luar penjara dan ia berinteraksi dengan masyarakat lainnya tanpa merasa padahal ia sedang menjalani hukuman. 2) Syarat-Syarat Khusus Syarat khusus ialah syarat yang ditentukan oleh Hakim agar terpidana mengganti sebagian atau semua yang diderita oleh korban sebagai akibat perbuatan dari terpidana. Disamping syarat khusus mengganti kerugian tersebut Hakim juga dapat menentukan syarat khusus lain yang wajib dipenuhi terpidana yakni yang berkaitan dengan tingkah laku terpidana, dengan batas tidak mengurangi kemerdekaan politik dan agama bagi terpidana. Syarat khusus yang ditetapkan oleh Hakim tidak selalu sama dalam setiap perkara tetapi disesuaikan dengan jenis perkaranya.
Syarat khusus merupakan syarat yang hanya berfungsi sebagai pelengkap, maksudnya Hakim tidak wajib menentukan syarat- syarat khusus, karena syarat khusus hanya diberikan sebagai pelengkap saja. Sebaliknya syarat umumlah yang wajib ditentukan oleh Hakim dan wajib dipenuhi oleh terpidana. Syarat umum merupakan syarat paling utama dalam pidana bersyarat yang ditentukan Hakim dan wajib dipatuhi oleh
commit to user xxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terpidana sedangakan syarat khusus hanya berfungsi sebagai pelangkap saja. Syarat khusus ini ialah sebagaimana yang tercantun dalam ketentuan Pasal 14 c KUHP yang berisi sebagai berikut: (1) Dalam perintah yang dimaksud dalam Pasal 14 a kecuali jika dijatuhkan denda, selain menempatkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan perbuatan pidana, Hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa percobaannya harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang di timbulkan oleh perbuatan tadi. (2) Apabila Hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau kurungan atas salah satu pelanggaran tersebut dalam Pasal 492, 504, 505, 506 dan 536, maka boleh ditetapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa percobaan. (3) Syarat-syarat tersebut diatas tidak boleh mengurangi kemerdekaan agama atau kemerdekaan politik bagi terpidana. Dengan Hakim menentukan syarat khusus ini dapat sangat bermanfaat baik bagi terpidana
atau masyarakat, karena
disamping terpidana berusaha memulihkan atau memperbaiki dirinya sendiri manfaat itu juga akan diperolehnya dengan hubungannya dengan masyarakat yang lain karena tidak ada penghalang dalam interaksinya dengan masyarakat karena ia menjalani pidananya bukan didalam penjara namun diluar penjara. Sehingga masyarakat tidak perlu takut akan statusnya dalam menjaga hubungan itu sebabnya masyarakat tidak akan memberikan cap atau stempel ia ialah orang jahat yang pernah melakukan
tindak
pidana
commit to user xxxvi
dan
dihukum
penjara
atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kaetakuatan masyarakat ia setelah menjalani hukuman penjara malah menjadi orang yang lebih jahat serta akan mengulangi perbuatan tindak pidana itu lagi. Syarat khusus ini juga dapat memberikan manfaat yang sangat positif karena terpidana diharuskan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kepada korban tersebut. Mengenai ketentuan-ketentuan dalam pidana bersyarat ini. Jonkers juga memberikan pendapatnya yang berkaitan dengan syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus yang terdapat dalam bukunya Ultrecht yang berisi sebagai berikut: Syarat umum bahwa terpidana tidak boleh melakukan perbuatan pidana selama masa percobaan dikatakan sebagai segi negatif karena sebenarnya syarat umum ini tidak melahirkan suatu kewajiban hukum setiap orang untuk tidak melakukan perbuatan pidana. Tujuan syarat umum ini hanya satu yaitu mencegah supaya si terhukum tidak masuk penjara, asalkan si terhukum dapat menjaga diri untuk tidak melakukan pelanggaran lagi, maka ia akan bisa tetap diluar tembok penjara, sehingga tujuan lain yaitu tujuan mendidik serta memperbaiki tidak ada dalam syarat umum ini. Syarat khusus oleh Jonkers disebut sebagai segi positif karena syarat-syarat khusus itu berkaitan langsung tentang perilaku terpidana (Ultrecht, 1965 : 360-361). (e) Dasar-Dasar Penjatuhan Pidana Beryarat 1. Pengaturan Pidana Bersyarat Berdasarkan aturan hukum positif di Indonesia, pengaturan tentang hukum pidana bersyarat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bab dua tentang pidana, buku kesatu aturan umum dan Pasal 29 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak.
Pengaturan mengenai masalah pokok pidana bersyarat diatur dalam Pasal 14 a sampai dengan Pasal 14 f KUHP. Pasal 14 a KUHP
commit to user xxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyatakan bahwa pidana bersyarat hanya dapat dijatuhkan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) Apabila Hakim menjatuhan pidana penjara paling lama satu tahun atau kurungan, tidak termasuk kurungan pengganti, maka dalam putusannya dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah tersebut. (2) Hakim juga mempunyai kewenagan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara mengenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula, akan sangat memberatkan terpidana. Dalam menggunakan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan dalam hal dijatuhi denda, tidak berlaku ketentuan Pasal 30 ayat (2). (3) Jika Hakim tidak menetukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan. (4) Perintah tersebut dalam ayat (1) hanya diberikan jika Hakim, berdasarkan penyelidikan yang teliti, yakin bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, yaitu bahwa terpidana tidak akan melakukan perbuatan pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya syarat-syarat itu ada.
commit to user xxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(5) Perintah dalam ayat (1) harus disertai hal-hal atau keadaan yang menjadi alasan perintah tersebut. Dalam Pasal 14 b KUHP dinyatakan bahwa: (1) Masa percobaan kejahatan dan pelanggaran yang tersebut dalam Pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama adalah tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama adalah dua tahun. (2) Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang. (3) Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana dihilangkan kemerdekaannya karena tahanan yang sah. Dalam Pasal 14 c KUHP dinyatakan bahwa: (1) Dalam perintah yang dimaksud dalam Pasal 14 a kecuali jika dijatuhkan denda, selain menempatkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan perbuatan pidana, Hakim dapat menerapakan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa percobaannya harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pidana itu tadi. (2) Apabila Hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau kurungan, atas salah satu pelanggaran tersebut dalam Pasal 492, 504, 505, 506 dan 536, maka boleh ditetapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa percobaan. (3) Syarat-syarat
tersebut
diatas
tidak
boleh
mengurangi
kemerdekaan agama atau kemerdekaan politik terpidana.
commit to user xxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam Pasal 14 d KUHP dinyatakan bahwa: (1) Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi ialah pejabat yang berwenang menyuruh jalankan putusan, jika kemudian ada perintah menjalankan putusan. (2) Jika ada alasan, Hakim dalam perintahnya boleh mewajibkan kepada lembaga yang berbentuk badan hukum, atau kepada pemimpin suatu rumah penampung, atau kepada pejabat tertentu supaya member pertolongan dan bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus. (3) Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi serta mengenai penunjukkan lembaga dan pemimpin rumah penampung yang dapat diserahi memberi bantuan itu, diatur dalam undang-undang. Dalam Pasal 14 e KUHP dinyatakan bahwa: (1) Atas usul pejabat tersebut Pasal 14 d ayat (1), atau atas permintaan terpidana Hakim memutuskan perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus atau lamanya waktu berlaku syaratsyarat khusus dalam masa percobaan. Hakim boleh juga memerintahkan
orang
lain,
daripada
orang
yang
diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali. Dalam Pasal 14 f KUHP dinyatakan bahwa: (1) Tanpa mengurangi ketentuan tersebut pasal diatas, maka atas usul pejabat tersebut Pasal 14 d ayat (1), Hakim yang memutus dalam perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan
supaya
commit to user xl
pidananya
dijalankan,
atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memerintahkan atau supaya atas namanya diberi peringatan kepada terpidana, yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan perbutan pidana dan karena adanya pemidanaan yang mejadi tetap, atau jiaka salah satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang tetap, karena melakukan perbuatan pidana sebelum masa percobaan mulai berlaku. Dalam memerintahkan memberikan peringatan, Hakim harus menentukan juga bagaimana cara memberi peringatan itu. (2) Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana tidak dijalankan tidak dapat diberikan kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan perbuatan pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanaan yang menjadi tetap. Dalam hal itu dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan
menjadi
tetap,
Hakim
masih
boleh
memerintahkan supaya pidana dijalankan, karena melakukan perbutan pidana tadi. Pidana bersyarat khusus anak-anak juga diatur dalam Pasal 29 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyatakan bahwa: 1. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim, apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama dua tahun. 2. Dalam putusan putusan pidana pengadilan mengenai pidana bersyarat sebagaimana diatur dalam ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus. 3. Syarat umum adalah bahwa anak nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani pidana bersyarat. 4. Syarat khusus adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam keputusan Hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak.
commit to user xli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Masa pidana bersyarat bagi syarat khusus lebih pendek dari masa pidana bersyarat bagi syarat umum. 6. Jangka waktu masa pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama adalah tiga tahun. 7. Selama menjalani masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan pengawasan, dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan bimbingan anak nakal menepati persyaratan yang ditentukan. 8. Anak nakal yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh Lembaga Permasyarakatan dan berstatus sebagai klien masyarakat. 9. Selama anak nakal berstatus sebagai klien permasyarakatan dapat mengikuti pendidikan sekolah. Pidana bersyarat bukan merupakan jenis pidana, tetapi pidana bersyarat merupakan cara penerapan pidana. Pengaturan pidana bersyarat di negara Indonesia diharapkan mampu meningkatkan peranan pidana bersyarat dalam hal pemidanaan khususnya sebagai alternatif pengganti dari pidana penjara yang merampas kemerdekaan terpidana. Dalam ketentuan mengenai peraturan belum cukup umur sebenarnya telah ada dan dicantumkan dalam KUHP tetapi sekarang ini muncul peraturan yang lebih khusus yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang berisi tentang pengadilan anak.
commit to user xlii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Putusan Hakim Dalam perkara pidana Nomor : 202/Pid.B/2008/PN.SKA
Lepas
Pemidanaan
Bebas
Pidana Bersyarat
Bagi Orang Umum atau Sudah Dewasa
Bagi Anak-Anak atau Belum Dewasa
Pasal 29 UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997
Pasal 14 a-f KUHP
Gambar 2 : Skema Kerangka Pemikiran Keterangan: Setelah Hakim memahami fakta yang terungkap selama proses persidangan
dan
memperhatikan
bukti-bukti
yang
diajukan
selama
persidangan, maka Hakim selanjutnya menimbang kejelasan duduk perkara dan fakta yang terungkap selama masa persidangan kemudian Hakim Ketua
commit to user xliii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berunding dengan para Hakim anggota untuk selanjutnya Hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa dalam hal ini Putusan Hakim dalam Perkara pidana. Putusan Hakim terdapat tiga macam yakni putusan Hakim yang mengandung pembebasan terdakwa (Vrijspraack), putusan Hakim yang mengandung pelepasan dari segala tuntutan hukum (Onstlag van vervolging), dan putusan Hakim yang mengandung pemidanaan terdakawa (Verordeling). Putusan Hakim yang mengandung pembebasan terdakwa (Vrijspraaack) berarti tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti atau bukti minimum tidak terpenuhi, atau Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa. Terhadap putusan bebas tidak boleh mengajukan banding, namun dapat mengajukan permohonan kasasi. Putusan Hakim yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (Onstlag van vervolging) berarti tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, namun perbuatan terdakwa bukan suatu tindak pidana, karena dakwaan tidak sesuai atau terdapat hal-hal yang menghapuskan pidana. Sedangkan putusan Hakim yang mengandung pemidanaan kepada terdakwa berarti tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan. Dalam putusan Hakim yang berupa pemidanaan ini Hakim dapat mempertimbangkan untuk menjatuhkan putusan pidana bersyarat dengan pertimbangan jenis pidana, ukuran berat atau lemahnya pidana tersebut dan cara pelaksanaan pidana. Hakim yang telah menjatuhkan pidana bersyarat tersebut Hakim juga telah mengetahui bahwa dalam diri terpidana tidak ada bakat jahat, sehingga sangat besar kemungkinannya untuk dapat memperbaiki dirinya. Tujuan dari pidana bersyarat ialah untuk memberikan kesempatan kepada terpidana supaya dalam masa percobaan tersebut dapat memperbaiki dirinya dalam masyarakat, dan tidak berbuat suatu perbuatan pidana lagi atau melanggar syarat yang telah di tentukan Hakim kepadanya. Dengan harapan apabila berhasil maka hukuman yang telah dijatuhkan kepadanya itu tidak akan dijalankan selama-lamanya. Dalam penjatuhan pidana beryarat ini Hakim menentukan syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus yang harus dilaksanakan dan wajib dipenuhi
commit to user xliv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
oleh terpidana. Terpidana yang tidak melaksanakan atau tidak dapat memenuhi syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus yang ditentukan Hakim, maka Hakim dapat memerintahkan terpidana untuk menjalani hukumannya di dalam penjara. Pengaturan pidana bersyarat yang memuat mengenai syarat umum terdapat dalam Pasal 14 a KUHP sedangkan syarat khusus terdapat dalam pasal 14 c KUHP bagi orang umum atau sudah dewasa sedangkan syarat umum pidana bersyarat bagi anak-anak terdapat dalam Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dan syarat khusus pidana bersyarat bagi anak-anak terdapat dalam Pasal 29 ayat (4) Uundang-Undang Nomor 3 Tahun 1997. Pidana bersyarat bagi orang umum atau yang sudah dewasa diatur dalam pasal 14 a-f KUHP sedangkan pidana bersyarat bagi anak-anak atau belum dewasa diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak.
commit to user xlv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penulisan yang penulis lakukan tentang Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Bersyarat dan Implikasi Yuridis Yang Ditimbulkannya, maka penulis kemukakan hasil penelitian tersebut sebagai berikut ini: 1. Identitas Terdakwa Nama Lengkap
: Wahyu Purwanto alias Ipung
Tempat Lahir
: Sukoharjo
Umur/ Tanggal Lahir : 17 Tahun 7 Bulan / 24 Oktober 1990 Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: Kp. Klauran RT. 03 RW. 15 Kel. Palur Mojolaban Sukoharjo
2.
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak Bekerja Kasus Posisi
Kasus ini bermula terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung dan Joko Tri Prakoso baik secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau ikut melakukan perbuatan pada hari Minggu tanggal 10 Februari 2008 kira-kira pukul 02.00 WIB, atau setidaknya pada waktu lain dalam tahun 2008 bertempat di sebuah pos polisi lalu lintas perempatan Nonongan yang berada di jalan Slamet Riyadi Surakarta, atau setidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, telah dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat hingga tidak dapat dipakai atau menghilangkan sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang lain, perbuatan ini dilakukan oleh terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung yang masih belum
commit to user xlvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dewasa karena usianya baru berumur 17 tahun lebih belum mencapai umur 18 tahun yang dikategorikan menurut KUHP ialah usia dewasa seseorang. Pada awalnya pada waktu tersebut diatas, terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung bersama Joko Tri Prakoso dan Muhammad Sadam Husein sedang berada di sekitar Monumen 45 Pasar Legi Surakarta, sesaat kemudian Joko Tri Prakoso mengatakan pada terdakwa pada Wahyu Purwanto alias Ipung untuk mengambil beberapa buah batu atau setidaknya satu buah batu. Kemudian setelah itu dengan membawa batu tersebut terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung bersama Joko Tri Prakoso dan Muhammad Saddam Husein dengan cara terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung membonceng sepeda motor Yamaha Vega R warna merah dengan Nomor Polisi : AD6423-JK yang dikemudikan Muhammad Sadam Husein, sedangkan Joko Tri Prakoso mengendarai sepeda motor Honda GL dengan Nomor Polisi AD-3829-CB warna silver sendirian. Mereka bertiga yang masih duduk di sepeda motor tersebut melewati Pos Polisi Lalu Lintas di perempatan Nonongan yang terletak di jalan Slamet Riyadi Surakarta, selanjutnya Joko Tri Pangarso mengatakan kepada terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung “ wis balangen-balangen “ ( sudah, lempar saja ) dan selanjutnya terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung melemparkan batu tersebut kearah Pos Polisi sehingga kaca Pos Polisi tersebut pecah dan tidak dapat dipergunakan lagi. Maka, akibat perbuatan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung dan Joko Tri Prakoso tersebut, Poltabes Surakarta menderita kerugian sebesar lebih kurang Rp. 170. 000, 00 ( seratus tujuh puluh ribu rupiah ). Terdakwa dalam kasus ini tidak ditahan, terdakwa tidak didampingi penasehat hukum tetapi didampingi orang tuanya dan pembimbing kemasyarakatan tetapi barang bukti yang digunakan untuk kepentingan penyidikan disita oleh penyidik. 3.
Dakwaan dan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
commit to user xlvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bahwa pada saat itu terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung dan Joko Tri Prakoso alias Gundul (dalam berkas terpisah) pada hari Minggu tanggal 10 Februari 2008, atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Februari tahun 2008, atau setidaknya-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2008 bertempat di sebuah Pos Polisi Lalu Lintas perempatan Nonongan di jalan Slamet Riyadi Surakarta, atau setidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, telah dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat hingga tidak dapat dipakai atau menghilangkan sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang lain, perbuatan dilakukan oleh Wahyu Purwanto alias Ipung yang pada waktu melakukan masih berumur 17 tahun 7 bulan tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Bahwa Wahyu Purwanto alias Ipung pada waktu tersebut diatas, Joko Tri Prakoso alias Gundul dan Muhammad Sadam Husein sedang berada di seputar Monumen 45 Pasar Legi Surakarta, sesaat kemudian Joko Tri Prakoso mengatakan pada terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung untuk mengambil beberapa batu atau setidak-tidaknya satu buah batu, yang selanjutnya dengan membawa batu tersebut terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung pergi bersama-sama Joko Tri Prakoso dan Muhammad Sadam Husein dengan cara terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung membonceng sepeda motor Yamaha Vega R warna merah dengan Nomor Polisi : AD6423-JK yang dikemudikan Muhammad Sadam Husein, sedangkan Joko Tri Prakoso mengendarai sepeda motor Honda GL dengan Nomor Polisi : AD-3829-CB warna silver sendirian. Bahwa ketika ketiganya yang masih duduk di sepeda motor tersebut melewati Pos Polisi Lalu Lintas di perempatan Nonongan yang terletak di jalan Slamet Riyadi Surakarta, Joko Tri Prakoso mengatakan kepada terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung “ wis balangen-balangen “ ( sudah, lempar saja ) dan selanjutnya terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung
commit to user xlviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melemparkan batu tersebut kearah kaca Pos Polisi sehingga kaca Pos Polisi tersebut pecah dan tidak dapat dipergunakan lagi. Bahwa terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung melemparkan batu tersebut kearah kaca pos polisi sehingga kaca pos polisi tersebut pecah dan tidak dapat dipergunakan lagi tersebut tanpa seizin pemiliknya, yaitu Poltabes Surakarta, atau setidak-tidaknya bukan milik terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung maupun Joko Tri Prakoso baik seluruhnya maupun sebagaian. Bahwa akibat perbuatan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung dan Joko Tri Prakoso tersebut, maka Poltabes Surakarta menderita kerugian sebesar lebih kurang Rp. 170. 000, 00 ( seratus tujuh puluh ribu rupiah ) atau setidak-tidaknya lebih dari Rp. 250,00 ( dua ratus lima puluh rupiah ).
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum 1.
Menyatakan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung, bersalah telah melakukan tindak pidana pengrusakan barang secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP jo Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadialan anak, sebagaimana dalam surat dakwaan Nomor Reg. PDM – 129 / SKRTA /Ep. 1 / 05 / 2007 tanggal 29 Mei 2008.
2.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung berupa pidana penjara selama 3 ( tiga bulan dengan masa percobaan selama 6 ( enam ) bulan.
3.
Menyatakan barang bukti berupa 3 ( tiga ) buah batu dan pecahan kaca, 1 ( satu ) buah sepeda motor Yamaha Vega R warna merah dengan Nomor Polisi : AD-6423-JK dipergunakan untuk perkara lain ( Joko Tri Prakoso alias Gundul ).
4.
Putusan Hakim
commit to user xlix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a.
Menimbang, bahwa untuk dipersalahkan melakukan kejahatan dalam ketentuan Pasal 406 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 1 angka 1, 2 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak harus memenuhi unsur- unsur: 1) unsur barang siapa, 2) unsur dengan sengaja dan melawan hukum, merusakkan, membuat hingga tidak dapat dipakai atau menghilangkan sesuatu benda, 3) unsur yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain, 4) unsur sebagai orang yang melakukan atau ikut melakukan perbuatan.
b.
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan putusan perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. Hal- hal yang memberatkan: 1.
Perbuatan terdakwa merugikan korban.
Hal-hal yang meringankan: 1.
Terdakwa
mengakui
terus
terang
dan
sangat
menyesali perbuatannya. 2.
Orang tua terdakwa masih sanggup mendidik anaknya.
Tersangka Wahyu Purwanto alias Ipung yang didakwa dengan Pasal 406 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 1 angka 1, 2 huruf a Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan segala Pasal dari Undang-Undang serta peraturan yang bersangkutan: a.
Menyatakan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Pengrusakan Barang Secara Bersama-Sama “.
commit to user l
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b.
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan.
c.
Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, karena sebelum masa percobaan selama 4 (empat) bulan, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana.
d.
Menyatakan barang bukti berupa: 1)
3 (tiga) buah batu dan pecahan kaca.
2)
1 (satu) buah sepeda motor Yamaha Vega R warna merah dengan Nomor Polisi: AD-6423-JK.
3)
1 (satu) buah motor Honda GL dengan Nomor Polisi: AD-3829-CB warna silver.
e.
Membebankan biaya kepada terdakwa sebesar Rp. 1.000, - (seribu rupiah).
5.
Hasil Wawancara Hasil wawancara ini diperoleh berdasarkan wawancara penulis dengan M. Najib Sholeh, S.H Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 11 November 2010. Dalam penjatuhan pidana bersyarat ini lebih menitikberatkan pada pelaku tindak pidanaya. Sehingga dalam pelaksanaan pidana bersyarat ini hukuman
pemidanaannya
diganti
dengan
pembinaan
dan
bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. Pelaksanaan pidana bersyarat merupakan alternatif dari penerapan pidana, pada prakteknya pelaksanaan pidana bersyarat mempunyai beberapa kendala khususnya yang berkaitan dengan tugas pembimbing
kemasyarakatan
dalam
tugasnya
terpidana bersyarat . Kendala tersebut antara lain:
commit to user li
membimbing
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a.
Sarana transportasi yang jumlahnya sangat terbatas dalam melakukan pengawasan kepada terpidana yang dijatuhi hukuman pidana bersyarat.
b.
Terpidana yang pindah tempat tinggal, tanpa melaporkan terlebih dahulu kepada petugas pembimbing kemasyarakatan sehingga menjadi kendala dalam petugas tersebut melakukan bimbingan kepada terpidana.
c.
Petugas pembimbing kemasyarakatan sangat sedikit jumlahya sehingga menjadi kendala dalam melakukan bimbingan kepada terpidana.
d.
Terpidana sangat sulit ditemui karena pada waktu petugas pembimbing kemasyarakatan datang ke rumah terpidana, justru terpidana sedang pergi atau tidak berada di rumah.
Pembimbing
kemasyarakatan
ialah
petugas
balai
kemasyarakatan yang secara langsung membina dan mengawasi terpidana selama terpidana berada diluar penjara serta pada saat terpidana selama dalam menjani waktu percobaan. Obyek pemidanaan pembinaan pidana bersyarat ialah terpidana bersyarat. Menurut wawancara penulis dengan ( Hakim M. Najib Sholeh, S.H Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta) pada prakteknya bahwa terpidana bersyarat sebagai obyek pembinaan seringkali menjadi penghambat dalam proses pembinaan. Pada prakteknya hambatan yang dilakukan oleh terpidana yang penulis tanyakan kepada Hakim M. Najib Sholeh, S.H (hasil wawancara) seringkali terjadi terpidana tidak mau mememuhi panggilan dari petugas pembimbing kemasyarakatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sikap terpidana seperti ini yang sangat mempengaruhi proses keberhasilan dari pembinaan yang dilakukan kepada terpidana.
commit to user lii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebelum menjatuhkan pidana bersyarat Hakim, biasanya Hakim memberikan arahan dan nasehat kepada terpidana dan Hakim juga harus secermat mungkin dalam menjatuhkan pidana bersyarat kepada terpidana yang sudah dewasa atau telah mencapai umur 18 tahun atau kepada terpidana yang masih belum dewasa atau belum mencapai umur 18 tahun ( wawancara dengan M. Najib Sholeh, S.H ). Sedangkan yang berkaitan dengan Kasus Nomor: 202/ Pid. B/ 2008 / PN. SKA bagi anak yang yang masih belum dewasa dan belum mencapai umur 18 tahun itu diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang bunyinya sebagai berikut: “ pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama dua tahun”. Tujuan dari pemberian nasehat-nasehat maupun pengarahan tersebut ialah agar terpidana dapat mengerti dan memahami status dan kedudukannya ditengah-tengah pergaulan hidup di masyarakat nantinya. Jaksa telah diberikan wewenang untuk melaksanakan eksekusi tersebut, Hakim juga harus dapat mengetahui dengan jelas bahwa putusan itu telah dijalankan sesuai dengan peraturan. Berhasilnya pidana bersyarat berkaitan dengan baik atau tidaknya
pembimbing
kemasyarakatan
dalam
mengadakan
bimbingan kepada terpidana ( wawancara dengan M. Najib Sholeh, S.H ) jika berhasil menjadi orang yang lebih baik maka putusan penjatuhan pidana bersyarat itu sangatlah tepat namun jika terpidana tidak menjadi orang yang lebih baik maka pidana bersyarat itu kurang berhasil atau bahkan tidak berhasil terutama berkaitan dengan tujuan pemidanaan yang bertujuan menjadikan terpidana menjadi orang yang lebih baik. Penjatuhan
pidana
bersyarat
mungkin
dirasakan
oleh
masyarakat sebagai suatu hal yang kurang memuaskan, dan ditanggapi secara negatif bahwa pidana bersyarat ialah merupakan
commit to user liii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
suatu pembebasan dan bukan sebagai suatu pemidanaan, sebab apabila ternyata terpidana melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan selama masa percobaan, maka putusan yang telah dijatuhkan oleh Hakim tidak langsung dijalankan, namun harus melalui prosedur yakni Jaksa dapat mengajukan usul untuk mengeksekusi putusan tersebut. Pengawasan terhadap terpidana bersyarat harus dilakukan dengan sangat baik, apabila ternyata ada suatu pelanggaran yang dilakukan oleh terpidana, maka Jaksa segera melaporkan kepada Hakim. Setelah Hakim mendapatkan usul dari Jaksa, dalam Kasus ini terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung yang masih tergolong anakanak sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 ayat (7) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 menyatakan bahwa : Selama menjalani masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan pengawasan dan Pembimbing kemasyarakatan melakukan bimbingan anak nakal menepati persyaratan yang ditentukan. Menurut (M. Najib Sholeh, S.H) pada prakteknya Hakim bersifat pasif, menunggu ada tidaknya laporan dari Jaksa bahwa terpidana melanggar syarat yang telah ditentukan padahal sebenarnya Hakim harus dituntut lebih aktif dalam mengawasi terpidana bersyarat. Jika Jaksa mengetahui bahwa dalam masa percobaan terpidana tidak mematuhi syarat-syarat tersebut bahkan melanggarnya, maka Jaksa akan meminta kepada Hakim agar terpidana menjalani hukuman pidana penjara. Arah pembinaan yang hendak dicapai yakni membina pribadi terpidana agar jangan sampai mengulangi tindak pidana itu dikemudian hari dan mentaati peraturan hukum yang berlaku, membina hubungan antara terpidana dengan masyarakat, agar dapat berdiri sendiri dan dapat diterima oleh masyarakat sekitarnya ( wawancara dengan M. Najib Sholeh, S.H ). Dalam kehidupan masyarakat tobat dan jera diharapkan akan tercapai melalui
commit to user liv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bimbingan, nasihat, petunjuk, dan pembinaan yang dilandasi rasa kemanusiaan
antara
terpidana
dengan
pembimbing
kemasyarakatan. Hal-hal yang menentukan suksesnya pembinaan terpidana bersyarat sebagai upaya dalam melaksanan fungsinya untuk mencapai tujuan pemidanaan yang hendak dicapai yakni memperbaikki terpidana agar menjadi orang yang lebih baik. Itu juga semua harus menuntut kerjasama Hakim, terpidana, Jaksa pembimbing kemasyarakatan, keluarga, masyarakat dan pihakpihak yang terkait dengan pembinaan terpidana bersyarat. Hadi Setia mengatakan bahwa: Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggungjawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat, sedangkan pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan bakat dan ketrampilan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab ( Hadi Setia, 2000 : 4 ). Dalam penjatuhan pidana bersyarat, balai permasyarakatan memberitahukan
atau
melaporkan
kepada
kejaksaan
serta
pengadilan agar orang yang sedang melaksanakan putusan pidana bersyarat diperintahkan menjalani pidananya apabila terpidana melanggar syarat umum atau syarat khusus yang telah diberikan kepadanya. Dalam Pasal 276 KUHAP dinyatakan bahwa: Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaanya dilakukan dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan UndangUndang. Pada prinsipnya tujuan penjatuhan pidana bersyarat kepada terpidana ialah mengurangi efek negatif dari pidana penjara, memperbaikki terpidana menjadi orang yang lebih baik, terpidana dapat hidup normal dalam kehidupan bermasyarakat tidak perlu
commit to user lv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
takut akan statusnya terpidana karena ia tidak akan di cap sebagai narapidana dan terutama pidana bersyarat dapat mengatasi penjatuhan pidana penjara yang pasti akan banyak merenggut kemerdekaanya.
B.
Pembahasan
1. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Bersyarat dalam Kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN.SKA. Mengenai dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat pada kasus Nomor: 202 /Pid. B / 2008 / PN.SKA, sejatinya menyangkut 4 (empat) komponen. Keempat komponen yang ada tersebut ialah 1) usia pelaku, 2) hal-hal yang meringankan dalam proses persidangan, 3) ketentuan yuridis tentang pidana yang dilakukan oleh anak-anak, dan 4) tujuan pemidanaan yang hendak dicapai dari putusan penjatuhan pidana bersyarat. Adapun yang pertama mengenai usia pelaku terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung yang pada saat kasus ini terjadi baru berusia 17 tahun 7 bulan, maka terdakwa masih dianggap belum dewasa karena belum mencapai umur 18 tahun yang dikategorikan usia dewasa seseorang. Atas hal ini maka Hakim mendapat keyakinan bahwa terdakwa masih dikategorikan sebagai anak. Dalam ketentuan mengenai anak dapat dilihat ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak yang bunyinya sebagai berikut: “ Anak adalah orang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur umum 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
commit to user lvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sesuai dengan usia pelaku itu maka Hakim menggunakan ketentuan tersebut untuk mengadili terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung yang didakwa melakukan “ Pengrusakkan Secara Bersama-Sama “. Hakim berpendapat bahwa terdakwa merupakan anak nakal yang melakukan suatu perbuatan pidana karena “ iseng “ saja. Anak nakal menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 ialah: a. anak yang melakukan tindak pidana; atau b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Mengenai fakta hukum ini dan yang berkaitan dengan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung, maka Hakim berkeyakinan dengan usia pelaku yang belum dewasa atau belum mencapai umur 18 tahun, Hakim juga mempertimbangkan usia pelaku tersebut dalam mengadili terdakwa. Adapun yang kedua mengenai hal-hal yang meringankan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung, ia diberikan kesempatan untuk memberikan pembelaan yang diajukan secara lisan pada pokoknya mohon keringanan hukuman dengan alasan: a. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. b. Terdakwa mengakui terus-terang sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan. c. Terdakwa sopan dalam persidangan. Sebelum menjatuhkan Putusan, Hakim perlu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa. Hal-hal yang memberatkan: a. Perbuatan terdakwa merugikan korban. Hal-hal yang meringankan: a. Terdakwa mengakui terus-terang dan sangat menyesali perbuatannya.
commit to user lvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Orang tua terdakwa masih sanggup mendidi anaknya. Pertimbangan yang dilakukan
Hakim yang mengadili perkara
pidana tersebut, harus berdasarkan alat bukti yang didukung oleh keyakinan Hakim yang berdasar pada hati nurani dan kebijaksanaan, untuk memutus suatu perkara pidana. Ketentuan ini dinyatakan dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Putusan Hakim dalam perkara pidana ada tiga macam yakni: a. Putusan Hakim yang mengandung pelepasan dari segala tuntutan hukum ( ontslag van vervolging ) Hal ini berarti bahwa tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana, karena dakwaan tidak sesuai atau ada halhal yang menghapuskan pidana. b. Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa (vrijspraack) Hal ini berarti bahwa tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti atau bukti minimum tidak terpenuhi, atau Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa. Terhadap putusan bebas tidak boleh mengajukan banding, namun diperbolehkan mengajukan permohonan kasasi. c. Putusan yang berupa pemidanaan terdakwa ( verordeling ) Hal ini berarti bahwa tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, terbukti secara sah dan meyakinkan. Dalam Kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN.SKA dengan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung ini terdapat 3 (tiga) alat bukti yakni keterangan saksi, keterangan terdakwa dan pentunjuk. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbutan yang ia lakukan atau yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri
commit to user lviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau alam sendiri. Petunjuk ialah perbuatan , kejadian atau keadaaan, yang karena persesuainnya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. Berdasarkan keterangan saksi Joko Tri Prakoso alias Gundul dan Muhammad Sadam Husein yang dibenarkan oleh terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung dan Keterangan Terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung yang mengakui perbuatan tersebut serta alat bukti petunjuk yang terbukti dalam kasus ini. Selanjutnya Hakim berdasarkan alat bukti yang sah tersebut dan ia memperoleh keyakinan bahwa Wahyu Purwanto alias Ipung yang melakukan tindak pidana “Pengrusakan Secara bersamaSama” maka, Hakim menjatuhkan putusan pemidanaan (verordeling) kepada terdakwa, hal ini berarti tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung, terbukti secara sah dan meyakinkan. Namun Hakim menetapkan pidana
tersebut tidak perlu
dijalani terdakwa, kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, karena sebelum masa percobaan selam 4 (empat) bulan, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan suatu tindak pidana atau dengan kata lain terdakwa dijatuhi Pidana Bersyarat oleh Hakim. Adapun yang ketiga ketentuan yuridis tentang pidana yang dilakukan oleh anak-anak karena Wahyu Purwanto alias Ipung yang pada saat kasus ini terjadi berusia 17 tahun 7 bulan, hal ini membuat Jaksa Penuntut Umum menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dan Hakim juga harus menggunakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak. Dalam kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN.SKA ini Hakim menjatuhkan pidana bersyarat kepada Wahyu Purwanto alias Ipung, tetapi putusan penjatuhan pidana bersyarat itu bukan tanpa pertimbangan, namun pertimbangan Hakim dalam penjatuhan pidana bersyarat bagi anak-anak terdapat pada ketentuan Pasal 29 UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 yang mengatur tentang pidana bersyarat bagi anak-anak yang menyatakan bahwa:
commit to user lix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim, apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama dua tahun. 2. Dalam putusan pidana pengadilan mengenai pidana bersyarat sebagaimana diatur dalam ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus. 3. Syarat umum adalah bahwa anak nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani pidana bersyarat. 4. Syarat khusus adalah tidak melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam keputusan Hakim dengan memperhatikan kebebasan anak. 5. Masa pidana bagi syarat khusus lebih pendek dari masa pidana bersyarat bagi syarat umum. 6. Jangka masa pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama adalah tiga tahun. 7. Selama menjalani masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan pengawasn dan pembimbingan kemasyarakatan melakukan bimbingan anak nakal menepati persyaratan yang ditentukan. 8. Anak nakal menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh Lembaga
Permasyarakatan
dan
berstatus
sebagai klien
masyarakat. 9. Selama anak nakal berstatus sebagai klien permasyarakatan dapat mengikuti pendidikan sekolah. Adapun yang keempat Hakim sebenarnya mempertimbangkan bahwa dengan mengingat tujuan pemidanaan di Indonesia yang berdasarkan Pancasila, tidak semata-mata untuk membalas dendam, tetapi adalah untuk mendidik dan mengingatkan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung agar lebih berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan, selain itu juga menghubungkan sifat perbuatan pidananya, maka dipandang cukup adil jika terdakwa dijatuhi pidana bersyarat sebagai peringatan padanya agar dia lebih berhati-hati pada masa-masa mendatang.
commit to user lx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Implikasi Yuridis Terhadap Pertimbangan Hakim yang Menjatuhkan Pidana Bersyarat dalam Kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN.SKA. Mengenai implikasi yuridis terhadap pertimbangan Hakim yang menjatuhkan pidana bersyarat dalam kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN.SKA terdapat 3 (tiga) hal yang dapat ditimbulkannya: 1) terpidana tidak perlu menjalani pidana di dalam penjara, 2) efek jera yang lebih mendidik dapat diperoleh melalui pendekatan pemidanaan yang tidak membalas tetapi melalui bimbingan dan pembinaan, dan 3) Hakim tidak bisa menjatuhkan pidana bersyarat lagi ketika pidana bersyarat yang kali pertama itu dilanggar oleh terpidana atau pidana bersyarat tersebut dapat dibatalkan oleh Hakim. Implikasi yuridis yang pertama tentang terpidana tidak perlu menjalani pidana di dalam penjara. Hakim yang menjatuhkan putusan pemidanaan, Hakim dapat memerintahkan pidana tersebut tidak perlu dijalani di luar penjara, khususnya pidana yang dijatuhkan kepada terpidana kurang dari 1 (satu) tahun. Dalam kasus Nomor: 202 /Pid. B / 2008 / PN.SKA dengan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung ini juga dijatuhi pidana oleh Hakim dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan hal ini sesuai dengan khususnya pidana yang dijatuhkan kurang dari 1 (satu) tahun. Dalam putusan pidana kepada Wahyu Purwanto alias Ipung ini Hakim memerintahkan pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani, kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, karena sebelum masa percobaan selam 4 (empat) bulan, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan suatu tindak pidana. Terpidana yang menjalani pidana bersyarat harus mentaati syaratsyarat umum dan syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh Hakim. Dalam kasus nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN.SKA Hakim menentukan syarat umum kepada Wahyu Purwanto alias Ipung dengan melihat ketentuan dalam Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa: “ syarat umum adalah bahwa anak nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani pidana bersyarat “.
commit to user lxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan ketentuan mengenai syarat khususnya dapat dilihat dalam Pasal 29 ayat (4) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa: “ syarat khusus adalah tidak melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam keputusan Hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak “. Jika terpidana selama menjalani pidana bersyarat di luar penjara penjara tersebut telah melanggar atau tidak memenuhi ketentuan Hakim yang terkandung dalam syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus itu maka, Hakim dapat memerintahkan menjalani pidana penjara yang pertama kali dijatuhkan. Andi Hamzah dan Siti Rahayu menyatakan bahwa: Pidana bersyarat ialah menjatuhkan pidana kepada seseorang, akan tetapi pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali dikemudian hari ternyata bahwa terpidana sebelum habis tempo percobaan berbuat suatu tindak pidana lagi atau melanggar perjanjian (syarat-syarat) yang diberikan kepadanya oleh Hakim, jadi keputusan pidana tetaplah ada akan tetapi hanya pelaksanaan pidana itu yang tidak dilakukan (Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983: 40). Pidana bersyarat merupakan salah satu alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan karena pemidanaannya dilakukan di luar penjara atau di tengah–tengah lingkungan masyarakat, sehingga kerugian-kerugian yang terjadi akibat pidana perampasan kemerdekaan dapat dihindari. Muladi menyatakan bahwa: “Di pelbagai negara di dunia, termasuk Indonesia harus diusahakan untuk harus selalu mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan, antara lain berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat non institusional dalam bentuk pidana bersyarat (voorwardelijke veroordeling)” (Muladi, 1985: 219). Implikasi yuridis yang kedua berkaitan dengan efek jera yang lebih mendidik dapat diperoleh melalui pendekatan pemidanaan yang tidak membalas tetapi melalui bimbingan dan pembinaan. Dalam rangka pembinaan ini dapat diterapkan dengan cara shock probation yang isinya sebagai berikut:
commit to user lxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Suatu jalan bagi pengadilan untuk mempengaruhi tingkah laku narapidana berat tanpa pidana pencabutan kemerdekaan. b. Suatu jalan bagi pengadilan untuk membebaskan narapidana yang terbukti dapat dipertanggungjawabkan untuk dibina di dalam masyarakat, berlainan dengan apa yang digambarkan oleh pengadilan pada saat dijatuhi pidana. c. Suatu jalan bagi pengadilan untuk mencapai kompromi yang adil antara pidana dan pengampunan di dalam kasus-kasus yang sesuai. d. Suatu jalan bagi pengadilan untuk menyelenggarakan pembinaan di masyarakat dalam rangka rehabilitasi narapidana, dan sementara itu tetap melakukan tanggungjawabnya untuk menerapkan pidana yang berfungsi pencegahan, sebagaimana dikehendaki oleh masyarakat. e. Untuk melindungi narapidana jangka pendek dari pengaruh kultur penjara yang negatif ( Muladi, 1985: 159 ). Penjatuhan pidana bersyarat lebih cenderung memperhatikan pelaku tindak pidana, sehingga dalam pelaksanaan pidana bersyarat diusahakan untuk menghilangkan sifat pidana itu sendiri diganti dengan bimbingan dan pembinaan. Bimbingan dan pembinaan yang diberikan oleh petugas pembimbing kemasyarakatan kepada terpidana harus bermanfaat bagi kehidupan terpidana selama menjalani hukuman pidana bersyarat. Pembinaan terpidana pada umumnya merupakan suatu proses penyembuhan baik secara lahir dan batin, sehingga dalam penyembuhan tersebut diperlukan pemahaman secara menyeluruh terhadap kehidupan terpidana, baik secara individual maupun pemahaman terpidana dalam hubungannya dengan masyarakat yang lain. Pembinaan terpidana pada hakekatnya memperlakukan seseorang terpidana untuk diarahkan menjadi orang yang lebih baik. Dasar pengertian pembinaan yang seperti itu, sasaran yang hendak dituju ialah budi pekerti dan mental terpidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada diri orang lain, serta mewujudkan rasa tanggungjawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat, dan mempunyai harapan untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat bagi keluraga, masyarakat, bangsa
commit to user lxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan negara. Terdapat dasar-dasar untuk melaksanakan bimbingan dan pembinaan untuk terpidana yakni: a. Penjatuhan pidana bukan suatu tindakan pembalasan atas tindakan terpidana. b. Kemampuan bertanggungjawab dan rasa jera terpidana atas perbuatannya
tidak
dapat
diperoleh
dengan
menyiksa
melainkan dengan bimbingan dan pembinaan. c. Orang yang melakukan perbuatan tindak pidana harus dapat diarahkan menjadi orang yang lebih baik melalui bimbingan dan pembinaan. d. Setiap orang harus diperlakukan sebagai orang normal pada umumnya meskipun ia telah melakukan tindak pidana. e. Bimbingan dan pembinaan harus dilaksanakan berdasarkan Pancasila. Bimbingan dan pembinaan yang dapat diberikan untuk terpidana bersyarat antara lain: 1) Pendidikan ketrampilan kerja, 2) pendidikan budi pekerti, 3) pendidikan agama, 4) pendidikan keluarga, 5) bimbingan dan penyuluhan abgi terpidana. Begitupun dalam hal ini Kasus Nomor: 202 /Pid. B / 2008 / PN.SKA dengan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung dengan dijatuhkannya putusan pidana bersyarat oleh Hakim, Hakim berkeyakinan bahwa terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung ini tidak dibalas atas perbutannya tetapi dengan cara pembimbingan dan pembinaan agar dapat menjadi orang yang lebih baik melalui beragam pendidikan seperti diatas. Bimbingan dan pembinaan terhadap seseorang yang dijatuhi putusan pidana bersyarat dapat dilaksanakan dengan berbagai macam metode antara lain: a. Dalam memberikan bimbingan, pembimbing kemasyarakatan mengunjungi tempat tinggal terpidana bersyarat. Disini pembimbing
kemasyarakatan
memperhatikan
lingkungan
sekitar dan masyarakat yang tinggal berdekatan dengan terpidana.
commit to user lxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Memanggil terpidana bersyarat untuk datang ke balai permasyarakatan. Disini terpidana bersyarat diberikan arahan agar tidak mengulangi suatu tindak pidana lagi. c. Menjalin hubungan yang intensif dalam rangka mengetahui perkembangan kepribadian dengan terpidana bersyarat. Dalam kaitannya dengan kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 PN. SKA ini cara bimbingan dan pembinaan untuk terpidana bersyarat Wahyu Purwanto alias Ipung ini menitik beratkan pada tujuan untuk mengintegrasikan pelaku tindak pidana ke dalam kehidupan masyarakat yang normal. Dalam hal ini berarti harus dihindari semaksimal mungkin pidana yang mencabut kemerdekaan yang mempunyai dampak langsung menyingkirkan terpidana dari kehidupan
bermasyarakat yang akan
mendatangkan akibat yang buruk, baik bagi masyarakat ataupun terpidana. Implikasi yuridis yang ketiga Hakim tidak bisa menjatuhkan pidana bersyarat lagi ketika pidana bersyarat kali pertama itu dilangar oleh terpidana atau pidana bersyarat tersebut dapat dibatalkan. Pidana bersyarat merupakan alternatif utama pidana pidana pencabutan kemerdekaan yang diperlukan untuk melindungi masyarakat atau dengan pertimbangan bahwa pembinaan terhadap terpidana lebih baik bilamana dilakukan di dalam lembaga atau atas dasar berat ringannya tindak pidana yang dilakukan. Sesuai dengan predikatnya sebagai pidana yang bersyarat, maka pada hakekatnya bilamana terjadi pelanggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan maka pidana bersyarat dapat dibatalkan. Dalam
hal
ini
memungkinkan
terpidana
bersyarat
untuk
diperintahkan menjalani pidana yang pertama kali ditetapkan. Dalam kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN.SKA ini jika terpidana Wahyu Purwanto alias Ipung selama menjalani masa percobaan yang ditentukan Hakim selama 4 (empat) bulan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa percobaan tersebut terpidana bersyarat Wahyu Purwanto alias Ipung bisa diperintahkan Hakim menjalani pidananya di dalam penjara.
commit to user lxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Namun pelanggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan tidak secara langsung dapat membatalkan pidana bersyarat, sebab bagaimanapun juga pengadilan yang telah memutus perkara terdahulu harus tetap mempunyai alaternatif lain yang dapat dipilih, termasuk alternatif meneruskan pidana bersyarat. Dalam Kasus ini dengan terpidana Wahyu Purwanto alias Ipung ini jika terpidana melanggar syarat-syarat yang ditentukan Hakim tidak langsung membatalkan pidana bersyarat tersebut tetapi Hakim masih banyak mempunyai pilihan atau alternatif lain, termasuk meneruskan pidana bersyarat tersebut kepada terpidana Wahyu Purwanto alias Ipung. Bahkan dalam hal pelanggaran terhadap syarat-syarat yang ditentukan ini di dalam pidana bersyarat sebaiknya dibicarakan secara mendalam di antara pejabat Pembina, bukan terhadap kemungkinan pembatalan pidana bersyarat, tetapi didalam kerangka memahami secara mendalam sebab-sebab terjadinya pelanggaran tersebut, sebagai langkah antara lain untuk mencari alternatif lain daripada pembatalan pidana bersyarat. Hal utama yang harus diperhatikan dalam hal ini, ialah sampai sejauh
mana
pembatalan
pidana
bersyarat
yang
mengakibatkan
pelaksanaan putusan Hakim terdahulu dapat diterapkan secara adil. Untuk ini harus dibuka kemungkinan untuk mengajukan keberatan, dengan alasan bahwa kemungkinan pelanggaran terhadap syarat-syarat yang ditentukan khususnya syarat-syarat khusus cukup beralasan. Terdapat beberapa alasan dan alaternatif dalam pembatalan pidana bersyarat antara lain: 1. Pelanggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan baik syarat umum maupun khusus merupakan alasan untuk membatalkan pidana bersyarat. Pembatalan pidana bersyarat yang akan diikuti oleh pelaksanaan pidana perampasan kemerdekaan hendaknya jangan merupakan suatu hal yang dianggap sederhana, kecuali dengan melihat tindak pidana yang dilakukan atau dengan mempertimbangkan perilaku tindak pidana pada masa yang akan datang. 2. Di dalam melaksanakan pedoman yang berkaitan dengan pembatalan pidana bersyarat ini, maka sebelum dilakukan
commit to user lxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penentuan pidana bersyarat tersebut akan dibatalkan atau tidak, sebaiknya dilakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut: a. Penijauan kembali terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan, yang kemungkinan diikuti dengan perubahanperubahan bilamana diperlukan. b. Mengadakan tatap muka baik yang bersifat formal maupun informal dengan terpidana bersyarat untuk menekankan kembali perlunya pemenuhan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Hakim. c. Peringatan formal atau informal kepada terpidana bersyarat, bahwa pelanggaran lebih lanjut terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan akan dapat membatalkan pidana bersyarat (Muladi, 1985: 209-210). Begitupun dalam Kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN. SKA ini dengan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung ini tidak semata-mata jika terpidana melanggar syarat-syarat yang ditentukan oleh Hakim putusan pidana bersyarat tersebut tidak langsung batal begitu saja. Tetapi dapat ditinjau lagi syarat-syarat tersebut, bertatap muka untuk meyakinkan terpidana agar memenuhi syarat-syarat tersebut ataupun dengan peringatan formal atau informal terlebih dahulu. Selanjutnya bilamana dengan cara tersebut terpidana tetap tidak bisa memenuhi sayarat-syarat yang ditentukan Hakim, maka Hakim dapat memerintahkan pembatalan pidana bersayarat yang diikuti dengan pidana perampasan kemerdekaan.
commit to user lxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Terdakwa yang dinyatakan dengan putusan Hakim yang berupa pemidanaan terdakwa ( verordeling ), yang dalam putusan mengandung bahwa tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, terbukti secara sah dan meyakinkan. Dalam kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 PN. SKA dengan terdakwa Wahyu Purwanto alias Ipung ini juga terbukti secara sah dan
meyakinkan
“pengrusakan
bahwa
barang
terdakwalah
secara
yang
bersama-sama”
bersalah
melakukan
selanjutnya
Hakim
menjatuhkan putusan yang berupa pidana penjara selama 2 (dua) bulan kepada Wahyu Purwanto alias Ipung ini, tetapi dalam putusan ini Hakim menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani, kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, karena sebelum masa percobaan selama 4 (empat) bulan, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana, Hakim dalam kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN. SKA ini berarti telah memutuskan untuk menjatuhkan pidana bersyarat kepada Wahyu Purwanto alias Ipung ini. Dalam menjatuhkan pidana bersyarat ini Hakim harus mempertimbangkannya dalam kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN. SKA ini Hakim mempunyai 4 (empat) pertimbangan. Pertimbangan Hakim ini ialah mengenai 1) usia pelaku, 2) hal-hal yang meringankan dalam proses persidangan, 3) ketentuan yuridis pidana yang dilakukan oleh anak-anak, 4) tujuan pemidanaan yang hendak dicapai dari putusan penjatuhan bersyarat. Ketentuan pidana bersyarat bagi anak-anak seperti Wahyu Purwanto alias Ipung yang baru berusia 17 tahun 7 bulan ini dapat dilihat dalam Pasal 29 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997.
commit to user lxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Putusan penjatuhan pidana bersyarat yang dijatuhkan oleh Hakim khususnya dalam kasus Nomor: 202 / Pid. B / 2008 / PN. SKA ini tentunya akan menimbulkan implikasi yuridis atau akibat hukum kepada terpidana berkaitan dengan putusan penjatuhan pidana bersyarat tersebut. Implikasi yuridis yang pertama terpidana tidak perlu menjalani pidana penjara, hal ini disebabkan pidana bersyarat dijalankan di lingkungan kehidupan bermasyarakat atau di luar penjara dalam menjalani pidana bersyarat ini Hakim menentukan syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus yang wajib dipenuhi oleh terpidana. Implikasi yuridis atau akibat hukum yang kedua efek jera yang lebih mendidik dapat diperoleh melalui pendekatan pemidanaan yang tidak membalas tetapi melalui bimbingan dan pembinaan, hal ini berarti lebih mengutamakan pelaku tindak pidananya sehingga menghilangkan sifat pidana itu sendiri diganti dengan cara bimbingan dan pembinaan kepada terpidana agar menjadi orang yang lebih baik. Implikasi yuridis yang ketiga Hakim tidak bisa menjatuhkan pidana bersyarat lagi ketika pidana bersyarat yang kali pertama itu dilanggar oleh terpidana atau pidana bersyarat tersebut dapat dibatalkan oleh Hakim sesuai dengan predikatnya pidana yang bersyarat maka pada hakekatnya bila terjadi pelanggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan maka pidana bersyarat tersebut dapat dibatalkan, hal ini memungkinkan terpidana bersyarat untuk diperintahkan menjalani pidana penjara.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka penulis menyarankan: 1. Hakim yang akan menjatuhkan putusan kepada terdakwa harus melihat dengan cermat dan teliti melalui berbagai macam pertimbangan sebelum menjatuhkan pidana karena efek pemidanaan itu dapat berdampak psikologis yang kurang baik khususnya bagi terpidana dan putusan Hakim yang tepat akan membawa perubahan yang lebih baik bagi diri terpidana.
commit to user lxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pidana bersyarat diharapkan akan dapat sering dipakai oleh Hakim dalam setiap putusannya, khususnya yang berkaitan atau didasarkan dengan bentuk-bentuk pidana tertentu yang diancam dengan hukuman pidana yang ringan atau didasarkan atas latar belakang pelaku tindak pidana terdapat bakat jahat atau sebenarnya ia adalah orang baik tetapi ia melakukan tindak pidana tersebut karena didasarkan atas kenyataankenyataan yang menyertainya atau terdapat keadaan yang memaksanya untuk melakukan tindak pidana atau melakukan kejahatan tertentu.
commit to user lxx