PERMOHONAN PRAPERADILAN TENTANG PENGHENTIAN PENYIDIKAN YANG TIDAK SAH (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 02/Pid.Pra/2013/PN.KPJ) Tesalonika Marta Ayuning Tyas, Anandhika Ayu Wijayanto ABSTRAK Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui alasan hukum permohonan praperadilan tentang penghentian penyidikan yang tidak sah oleh Kepolisian Resort Malang menurut KUHAP. Hasil penelitian dihasilkan simpulan bahwa pengajuan permohonan praperdilan oleh Permohon telah sesuai dengan ketentuan Pasal 80 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP):permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya. Dalam kasus ini permohonan praperadilan diajukan oleh Drs. Paulus Arwalembun, dengan alasan penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Malang tidak sesuai dengan KUHAP. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen dalam perkara praperadilan Nomor: 02/Pid.Pra/2013/PN.KPJ tentang Penghentian Penyidikan yang Tidak Sah oleh Kepolisian Resort Malang dalam memeriksa dan memutus permohonan praperadilan kurang tepat, karena adanya kekeliruan penerapan hukum dan cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. Kata kunci : Praperadilan, Penyidikan, Pertimbangan Hakim ABSTRACT This research aimed to find out the legal rationale of pretrial application about illegal investigation ceasing by Malang Resort Police Officer according to KUHAP Code of Criminal Procedure). Considering the result of research, it could be concluded that pretrial application filing by Requester had been consistent with the provision Pasal 80 of KUHAP (Code of Criminal Procedure) request to inspect the valid or whether a suspension of investigation or prosecution can be filed by the investigator or public prosecutor or a third party with an interest to the Chairman of the District Court referred to the reason. In this case pretrial petition filed by Drs. Paulus Arwalembun by reason of the termination of the investigation conducted by the Police Resort Malang incompatible with the KUHAP The judge of Kepanjen District Court’s rationale in pretrial case Number: 02/Pid.Pra/2013/PN.KPJ about illegal investigation ceasing by Malang Resort Police Officer in hearing and deciding the pretrial application was less appropriate, because of law misapplication and the trialing method was not undertaken according to the provision of law. Keywords : Pretrial, Investigation, Consideration of Judge
1
A. Pendahuluan Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana (Wirjono Prodjodikoro, 1967: 13). Hukum acara pidana yang merupakan aturan pelaksana dari hukum pidana materiil mempunyai tujuan dan fungsi untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materiil, untuk menjatuhkan putusan hakim dan untuk melaksanakan putusan hakim sehingga dengan berjalannya hukum acara pidana akan menghindari terjadinya perbuatan main hakim sendiri oleh korban atau masyarakat (Mukhlis R, 2013: Vol.3). Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai landasan yuridis formal dalam sistem peradilan pidana di Indonesia berupaya memberikan perlindungan kepada para pihak yang terlibat dalam peradilan pidana, tidak terkecuali terhadap tersangka pelaku tindak pidana dari mulai tahap penyidikan dalam hal penangkapan dan penahanan, penuntutan hingga tahap pemidanaan. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat untuk mencari siapa pelaku dari suatu tindak pidana dan selanjutnya melakukan pemeriksaan di pengadilan untuk menentukan apakah terbukti bersalah atau tidak, serta mengatur pula pokok-pokok cara pelaksanaan dan pengawasan terhadap putusan yang telah dijatuhkan (Djoko Prakoso, 1985: 9). Seperti yang telah diketahui untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP memberikan kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, dan penyitaan. Tindakan-tindakan pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang menimbulkan asas kepastian di dalamnya, yaitu kepastian terhadap ruang lingkup penangkapan dan kewenangannya (Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 KUHAP), kepastian terhadap pejabat, macam-macam jangka waktu penahanan dan penangguhannya (Pasal 19,Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 KUHAP), kepastian terhadap macam-macam pejabat dan kewenangannya untuk 2
melakukan penggeledahan (Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 KUHAP) dan kepastian adanya pejabat dan kewenangannya untuk melakukan penyitaan, serta jenis-jenis penyitaan dan kelanjutan terhadap barang-barang sitaan (Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 KUHAP). Untuk melindungi hak tersangka yang menjadi korban kesalahan penyidik dalam proses penyidikan, KUHAP memberikan kesempatan kepada tersangka untuk mengajukan upaya praperadilan. Disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP bahwa praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutuskan tentang: 1.
Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan.
2.
Sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan.
3.
Permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Walaupun tujuan KUHAP dalam hal ini praperadilan sebagai sarana kontrol dan
untuk melindungi hak asasi manusia ternyata dalam prakteknya rasa keadilan dan kepastian hukum tidaklah mutlak dapat dirasakan oleh pemohon praperadilan, hal tersebut berkaitan dengan ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang menyatakan bahwa dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP tersebut, dalam praktiknya sering dianggap membelenggu hak tersangka untuk mengajukan praperadilan. Seperti halnya dalam perkara yang telah penulis kaji, yaitu mengenai kasus praperadilan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 02/Pid.Pra/2013/PN.KP tentang Penyidikan yang Tidak Sah oleh Kepolisian Resort Malang. Pemohon Drs. Paulus Arwalembun membuat laporan polisi berkaitan dengan penghapusan nama Pemohon sebagai Guru SMK Negeri 1 Singosari Malang. Pada saat akan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan, Pemohon mengetahui bahwa terjadi kekeliruan dalam pemberian keterangan tentang waktu kejadian perkara dimana tertulis tahun 2005 yang seharusnya 3
tahun 2009. Karena perbuatan ini akan mengubah arah kebenaran materi perkara sehingga Pemohon meminta Termohon untuk memperbaiki kekeliruan keterangan waktu kejadian perkara. Namun Termohon berupaya mengubah arah kebenaran materi perkara dengan cara menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Nomor : B/66/II/2013/Reskrim pada angka 3 menyatakan: tindak lanjut penyidikan perkara menunggu hasil Keputusan Banding Administrasi di Badan Pertimbangan Kepegawaian di Jakarta yang dilakukan Pemohon terhadap Surat Keputusan Bupati Malang Nomor: 880/115/421.202/2012 tertanggal 7 Mei 2012 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri sebagai pegawai negeri sipil terhadap Pemohon. Termohon sengaja mengubah arah kebenaran materi perkara dari seharusnya waktu kejadian perkara tahun 2009 sesuai laporan polisi, diganti dengan waktu kejadian perkara Tahun 2012 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil terhadap Pemohon. Sehingga langkah selanjutnya Termohon mengeluarkan Surat Penetapan Nomor: S.Tap/278.A/III/2013/Reskrim yang menyatakan Perkara Tidak Cukup Bukti dan dihentikan demi hukum. Padahal sebenarmya Pemohon masih memiliki alat bukti lain yang tidak digunakan oleh Termohon. B. METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dan terapan dengan pendekatan studi kasus. Sumber penelitian yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus maka pengumpulan bahan hukum yang utama adalah dengan mengumpulkan putusan-putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi, dengan menggunakan teknik analisis dengan metode silogisme yang menggunakan pola berfikir deduktif (Peter Mahmud Marzuki, 2013:55-90).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Analisis
Yuridis
Permohonan
Praperadilan
tentang
Penghentian
Penyidikan yang Tidak Sah oleh Kepolisian Resort Malang
4
Surat penghentian penyidikan Nomor : S.Tap/278.A/III/2013/Reskrim Malang, tanggal 8 Maret 2013 dengan kriteria penghentian penyidikan yaitu: a. Tidak Cukup Bukti b. Demi Hukum Penyidikan Perkara Dihentikan. Penghentian Perkara dengan Laporan Polisi Nomor : LP/194/VI/ 2012/Jatim /Res Malang, tertanggal 9 Juni 2013 oleh Termohon sangat tidak prosedural, bertentangan dengan hukum, melanggar dan mengabaikan hak-hak asasi Pemohon. Penghentian penyidikan perkara Nomor : LP/194/VI/2012/Jatim/Res Malang, tertanggal 9 Juni 2013 oleh TERMOHON tidak melalui tahapan pemberitahuan kepada jaksa penuntut umum, berkas perkara tidak diserahkan kepada jaksa penuntut umum dan surat penghentian penyidikan perkara juga tidak dikirimkan kepada jaksa penuntut umum oleh karena itu Termohon telah melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 2, Pasal 109 ayat 1, ayat 3 KUHAP dan Pasal 110 ayat 1. Penghentian penyidikan perkara Nomor : LP/194/VI/2012/Jatim/Res Malang tertanggal 9 Juni 2009 oleh Termohon, tanpa terlebih dahulu menetapkan Tersangka,
belum
mengirimkan
Surat
Pemberitahuan
telah
Dimulainya
Penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum sehingga perkara tidak melalui pemeriksaan oleh penuntut umum merupakan pelanggaran ketentuan Pasal 1 ayat 10 dan ayat 21; Pasal 15 ; Pasal 25 ayat 1 dan 2 d, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (PERKAP Nomor: 14 Tahun 2012 ). Penyidikan Perkara Nomor: LP/194/VI/2012/Jatim/Res Malang tertanggal 9 Juni 2012, telah diawali dengan sadar dan niat buruk untuk mengubah kebenaran materi perkara dengan cara mengganti tempat waktu kejadian perkara di dalam Berita Acara Pemeriksaan dari yang seharusnya tahun 2009 (sesuai laporan polisi) menjadi tahun 2005. Perbuatan Termohon, mengganti bukti permulaan perkara pada Berita Acara Pemeriksaan dari yang seharusnya tahun 2009 tentang SK Kepala SMK Negeri 1 Singosari Malang Nomor: 800/339/421.102.830.002/2009 (sesuai laporan polisi) menjadi tahun 2005 dan kemudian mengganti lagi bukti permulaan perkara saat pelaksaan gelar perkara di Ditreskrimum Polda Jawa Timur pada tanggal 26 5
Februari 2013 menjadi tahun 2012 tentang SK Bupati Malang Nomor 880/115/421.202/2012 menunjukan Termohon bermaksud mengubah arah kebenaran materi perkara, sehingga secara tidak jujur disebutkan hasil penyidikan kurang bukti dan tidak diketemukan Tersangka sehingga dengan mudah menetapkan: demi hukum penyidikan perkara perkara dihentikan. Oleh karena itu perbuatan Termohon bertentangan dengan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 huruf b, Pasal 14 huruf g ; Pasal 23 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 6 huruf k,n,p Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perbuatan mengubah arah kebenaran materi perkara yang dilakukan olehTermohon selaku Penegak Hukum membuktikan sikap tidak mentaati aturan Perundang-undangan yang berlaku, dan bertindak tidak jujur terhadap Pemohon sebagai warga Negara, khususnya kapada diri sendiri, oleh karena itu Termohon telah mengingkari Pasal 23 Undang-undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai berikut: Undang-undang Nomor 2 Tahun 2003: “ Demi Allah, saya bersumpah/ berjanji : Bahwa saya, untuk diangkat anggota Kepolisian Negara RepublikIndonesia akan setia dan taat sepenuhnya kepada pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Bahwa saya akan mentaati segala peraturan perundang-undangan
yangberlaku
dan
melaksanakan
kedinasan
yang
dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.
Bahwa
saya
akan
bekerja
dengan
jujur,
tertib,
cermat
dan
bersemangatuntukkepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian hadiah dan atau/ janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.“ Perbuatan mengubah arah kebenaran materi perkara oleh Termohon mengakibatkan
proses
penyelidikan
menjadi
tidak
benar
dan
hak-hak
menghasilkan ketidakadilan serta mengabaikan hak-hak asasi Pemohon yang dijamin oleh Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 khususnya hak untuk memperoleh keadilan, kepastian hukum dan persamaan kedudukan 6
dihadapan hukum, oleh karena itu Termohon telah melanggar dan bertentangan dengan jiwa dan semangat KUHAP yang melindungi dan menjujung tinggi hakhak asasi manusia sebagaimana dijelaskan pada konsideran KUHAP huruf a dan huruf c. Penghentian Penyidikan Perkara Nomor LP/194/VI/2012/Jatim/Res Malang, tertanggal 9 Juni 2012 ternyata telah diawali dengan tindakan memanipulasi alat bukti, sehingga terjadi perubahan arah kebenaran materi perkara dan secara sengaja mengganti bukti pemulaan, ditindak lanjuti dengan tidak ditetapkan Tersangka dan tidak mengirimkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum, mengakibatkan Pemohon diperlakukan diskriminasi dan kehilangan hak untuk memperoleh keadilan dalam mengajukan pengaduan kepada Termohon sebagai penegak hukum. Oleh karena itu Termohon telah melanggar ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 17 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia : “Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.”
2.
Analisis Kesesuaian Alasan Hukum (Legal Reason) Permohonan Praperadilan tentang Penghentian Penyidikan yang Tidak Sah oleh Kepolisian Resort Malang dengan Ketentuan KUHAP Pengertian sederhana legal reasoning adalah penalaran tentang hukum yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan perkara atau kasus hukum, seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum. Fungsi
atau
tugas
utama
dari
praperadilan
sangat
erat
dengan
dilaksanakannya pengawasan dalam suatu proses pidana. Proses ini harus mendapat perhatian dan tempat khusus, karena tanpa pengawasan yang ketat tidak mustahil hak asasi manusia akan ditindas oleh kekuasaan, dalam hal ini Termohon 7
sebagai penyidik. Sesuai dengan Pasal 77 KUHAP, praperadilan melaksanakan wewenang pengadilan negeri, dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Berdasarkan tugas-tugas tersebut tercermin bahwa praperadilan mengemban fungsi
pengawasan
atau
kontrol
terhadap
tindakan
penyidikan
dan
penuntutan.Yaitu pengawasan oleh hakim praperadilan terhadap polisi dan jaksa. Berdasarkan fakta hukum yang ada penulis berpendapat bahwa alasan hukum
Pemohon
dalam
mengajukan
permohonan
praperadilan
tentang
penghentian penyidikan yang tidak sah oleh Kepolisian Resort Malang telah sesuai dengan ketentuan yang ada di KUHAP dan peraturan perundangan lain. Karena Termohon telah melanggar dan bertentangan dengan jiwa dan semangat KUHAP yang melindungi dan menjujung tinggi hak asasi manusia. Termohon sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia seharusnya menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan norma hukum, sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.” Dalam kasus ini tindakan Termohon menunjukan ketidakpatuhan akan hukum. Termohon sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kapasitas sebagai penyidik seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat dalam hal pelaksanaan hukum, akan tetapi Termohon berupaya mengubah bukti permulaan perkara dalam pemberian keterangan tentang waktu kejadian perkara dimana tertulis tahun 2005, seharusnya waktu kejadian perkara tahun 2009. Kemudian Termohon mengganti lagi bukti permulaan perkara saat pelaksanaan gelar perkara di Ditreskrimum Polda Jawa Timur pada tanggal 26 Februari 2013 menjadi tahun 2012 tentang SK Bupati Malang Nomor 880/115/421.202/2012. Menunjukan Termohon bermaksud mengubah arah kebenaran materi perkara, sehingga secara tidak jujur disebutkan hasil penyidikan 8
kurang bukti dan tidak diketemukan tersangka sehingga dengan mudah menetapkan: demi hukum penyidikan perkara perkara dihentikan. Memperhatikan ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Termohon telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)
Pemohon
karena
penghentian
penyidikan
perkara
Nomor:
LP/194/VI/2012/Jatim/Res Malang, tertanggal 9 Juni 2012 ditindak lanjuti dengan tidak ditetapkan Tersangka dan tidak mengirimkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum, mengakibatkan Pemohon diperlakukan diskriminasi dan kehilangan hak untuk memperoleh keadilan dalam mengajukan pengaduan kepada Termohon sebagai penegak hukum. Tindakan yang dilakukan oleh Termohon tidak sah secara hukum karena melanggar ketentuan KUHAP. Dengan demikian seandainya menolak a-quo, penolakan itu sama saja dengan melegitimasi penyidikan yang tidak sah dan melegitimasi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan termohon terhadap pemohon. Sehingga perbuatan Termohon ini telah melanggar tugas dan fungsinya sebagai penyidik, dan permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon telah memenuhi ketentuan dalam KUHAP Sehingga dalam analisis permohonan praperadilan tentang penghentian penyidikan yang tidak sah penulis berpendapat Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 02/Pid.Pra/2013/PN.KPJ yang menjadi fokus pertimbangan hakim seharusnya lebih melihat bukti permulaan perkara yang diajukan oleh Pemohon. Karena dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Pemohon terjadi kekeliruan dalam pemberian keterangan tentang waktu kejadian perkara oleh termohon dimana tertulis tahun 2005, seharusnya berdasarkan bukti permulaan tahun 2009.Termohon juga belum mengirimkan Surat Pemberitahuan Telah dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri Malang. Sehingga tindakan Termohon menghentikan penyidikan perkara Nomor : LP/194/VI/2012/Jatim/Res Malang tidak melalui tahapan pemberitahuan kepada jaksa penuntut umum, karena berkas perkara dan surat penghentian penyidikan tidak dikirimkan ke jaksa penuntut umum. Oleh karena itu tindakan Termohon telah melanggar ketentuan Pasal 8 ayat 2, Pasal 109 ayat1, ayat 3 KUHAP dan Pasal 110 ayat 1 KUHAP. Pasal 8 KUHAP 9
Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Ayat 1 : Dalam hal penyidik telah memulai penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Ayat 3 : Dalam hal pemberhentian tersebut pada ayat 2 dilakukan oleh penyidik ayat 1 huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum. Pasal 110 KUHAP. Ayat 1 : Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Tindakan penghentian penyidikan oleh Termohon yang tanpa terlebih dahulu menetapkan tersangka dan belum mengirimkan Surat Pemberitahuan Telah dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum sehingga perkara tidak melalui pemeriksaan penuntut umum merupakan pelanggaran ketentutan Pasal 1 ayat 10 dan ayat 21 ; Pasal 15 ; Pasal 25 ayat 1 dan 2 d, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (PERKAP Nomor: 14 Tahun 2012 ). Penyidikan perkara yang dilakukan Termohon telah diawali dengan sadar dan niat buruk untuk mengubah kebenaran materi perkara dengan cara mengganti waktu kejadian perkara dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), oleh karena itu perbuatan Termohon bertentangan dengan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 huruf b, Pasal 14 huruf g ; Pasal 23 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia: a. Pasal 13 tentang Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Huruf b : Penegakan hukum. b. Pasal 14 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Huruf g : 10
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya c. Pasal 23 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Lafal sumpah atau janji sebagaimana diatur dalam Pasal 22 adalah sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah/berjanji : bahwa saya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tri brata, catur prasatya, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah ; bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab ; bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan ; bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan ; bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya" d. Pasal 6 huruf k,n,p Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 Huruf k : Dilarang memanipulasi perkara Huruf n : Dilarang mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materi perkara Huruf p : 11
Dilarang melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak yang dilayani. Penghentian Penyidikan Perkara Nomor LP/194/VI/2012/Jatim/Res Malang, tertanggal 9 Juni 2012 diawali dengan tindakan memanipulasi alat bukti, sehingga terjadi perubahan arah kebenaran materi perkara dan secara sengaja mengganti bukti pemulaan, ditindak lanjuti dengan tidak ditetapkan Tersangka dan tidak mengirimkan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), mengakibatkan Pemohon diperlakukan diskriminasi dan kehilangan hak untuk memperoleh keadilan dalam mengajukan pengaduan kepada Termohon sebagai penegak hukum. Oleh karena itu Termohon telah melanggar ketentuan Pasal 17 Undangundang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pemohon sebenarnya masih memiliki alat bukti lain yang belum digunakan oleh Termohon, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 421 KUHAP tentang Tindakan Sewenang-wenang Pejabat Pegawai Negeri Sipil. a.
Bukti Pelanggaran Pasal 421 KUHAP Surat Keputusan Kepala SMK Negeri 1 Singosari Malang Nomor: 800/339/421.102.830.002/2009 tertanggal 13 Juli 2009 tentang Penghapusan Nama Pemohon dari jabatan Guru.
b. Bukti Bantahan 1) Surat Kepala Dinas Kabupaten Malang Nomor: 822.4/485.102/2009 tentang Kenaikan Gaji Berkala tertanggal 9 Februari 2009. 2) Surat Permohonan Mutasi dan Permohoan Memberi Tugas Mengajar. 3) Surat Kepala SMK Negeri Nomor: 800/090/421.102.830.002/2008 tentang Keterangan Kelakuan Baik tertanggal 11 Maret 2008. 4) Surat Kepala SMK Negeri Nomor: 800/156/421.102.830.002/2008 tentang Keterangan Kelakuan Baik tertanggal 23 Juni 2008. Pasal 311 KUHAP tentang Penistaan a. Bukti pelanggaran Pasal 311 KUHAP. Surat Bupati Malang kepada Ketua Komnas Hak Asasi Manusia Nomor: 180/1359/421.013/2011 tentang penjelasan atas pengaduan Sdr. Paulus Arwalembun, Guru SMK Negeri 1 Singosari Kabupaten Malang, tertanggal 21 12
November 2011, yang berisi tuduhan secara memfitnah : 1. Pemohon menjabat sebagai Kepala SMK Swasta di Malang sehingga sering meninggalkan tugas pokok sebagai guru SMK Negeri1 Singosari Malang ; 2. Untuk itu pada tanggal 1 Juli 2009 pemohon telah dibina dan membuat pernytaan tertulis bahwa tidak akan mengulangi perbuatan indisipliner. 3. Pemohon tidak pernah dinon-ktifkan. b. Bukti Bantahan 1) Surat Kepala Dinas Kabupaten Malang Nomor: 822.4/485/421.102/2009 tentang Kenaikan Gaji Berkala tertanggal 9 Februari 2009. 2) Surat Permohonan Mutasi dan Permohonan untuk diberi Tugas Mengajar. 3) Surat Kepala SMK Negeri Nomor: 800/090/421.102.830.002/2008 tentang Keterangan Kelakuan Baik tertanggal 11 Maret 2008. 4) Surat Kepala SMK Negeri Nomor: 800/156/421.102.830.002/2008 tentang Keterangan Kelakuan Baik tertanggal 23 Juni 2008. Dalam memeriksa dan memutus perkara praperadilan ini, pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Kepanjen kurang tepat, karena 1) Adanya kekeliruan penerapan hukum (peraturan hukum tidak diterapkan atau ditetapkan tidak sebagaimana mestinya), dan 2) Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara praperadilan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 02/Pid.Pra/2013/PN.KPJ tentang Penghentian Penyidikan Yang Tidak Sah oleh Kepolisian Resort Malang.Bahwa Termohon tidak melaksanakan prosedur sesuai perintah KUHAP maupun aturan perundangan lainnya. Berdasarkan Pasal 80 KUHAP Pengadilan Negeri berwenang
untuk
memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan, penahanan,
penghentian
penyidikan
atau penghentian penuntutan.
Dari
ketentuan Pasal 80 KUHAP tersebut dapat diterjemahkan secara tidak langsung bahwa pencabutan Surat Perintah Penghentian Penyidikan juga termasuk ke dalam ruang lingkup kewenangan praperadilan. Alasan mengapa Pencabutan Surat Perintah Penghentian Penyidikan juga termasuk ke dalam ruang lingkup kewenangan praperadilan oleh karena, menurut Pasal 77 KUHAP pada dasarnya 13
ruang lingkup kewenangan praperadilan adalah tentang: 1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan ataupenghentian penuntutan; dan 2) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Dalam ruang lingkup kewenangan praperadilan tersebut juga termasuk kewenangan untuk memutus sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan, permohonan sah atau tidaknya penghentian penyidikan dapat diajukan apabila baik penuntut umum maupun pihak ketiga yang berkepentingan melihat bahwa penghentian penyidikan tersebut dilakukan tanpa didasari oleh aturan hukum yang kuat dan jelas atau bahkan penghentian penyidikan dilakukan dengan tidak sah. Untuk itu hakim praperadilan berwenang memutus apakah tindakan penghentian penyidikan tersebut sah atau tidak. Melihat fakta hukum yang ada dimana termohon menghentikan penyidikan tanpa adanya dasar hukum yang jelas dan melanggar ketentuan KUHAP maka tindakan Pengadilan Negeri Kepanjen yang menolak permohonan praperadilan Pemohon Drs. Paulus Arwalembunadalah merupakan kekhilafan atau kekeliruan hukum yang sangat nyata karena tidak sesuai dengan fakta hukum permulaan dan ketentuan Pasal 77 KUHAP.
D.
SIMPULAN dan SARAN 1. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah penulis sampaikan pada bab sebelumnya, maka penulis mengambil simpulan adalah sebagai berikut: Permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon
tentang Penghentian
Penyidikan yang Tidak Sah oleh Kepolisian Resort Malang dengan Ketentuan KUHAP telah sesuai dengan ketentuan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Karena KUHAP telah secara tegas mengatur mengenai permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (Pasal 80 KUHAP). 14
Termohon mengubah bukti permulaan perkara dalam Berita Acara Pemeriksaan tentang keterangan waktu kejadian perkara, selain itu Termohon juga tidak menetapkan tersangka dan tidak mengirimkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum. Termohon bermaksud mengubah arah kebenaran materi perkara pada saat pelaksanaan gelar perkara di Ditreskrimum Polda Jawa Timur, sehingga dengan secara tidak jujur menyebutkan hasil penyidikan kurang bukti dan dihentikan demi hukum.Padahal Pemohon masih memilik bukti yang masih belum digunakan Termohon. Sehingga perbuatan Termohon ini telah melanggar tugas dan fungsinya sebagai penyidik, dan permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon telah memenuhi ketentuan dalam KUHAP.
2. Saran a. Dalam pemeriksaan permohonan praperadilan, hakim yang menangani agar menggali kebenaran dari alasan hukum maupun alasan faktual, sehingga tidak terbatas pada pengujian secara formil saja. b. Para penegak hukum hendaknya dalam melaksanakan tindakan hukum terutama dalam hal penyidikan dan pembuatan BAP selalu berdasarkan aturan hukum yang ada (khususnya KUHAP) dan fakta hukum yang ada sehingga tidak memungkinkan adanya kesengajaan mengubah arah kebenaran materi perkara supaya proses hukum terhadap suatu perkara pidana tidak berlarutlarut.
15
DAFTAR PUSTAKA Buku : Marzuki, Peter Mahmud. 2013. Penelitian Hukum. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Prakoso, Djoko. 1985. Kedudukan Justisiabel Di Dalam KUHAP. Jakarta: Ghalia Indonesia. Prodjodikoro, Wirjono. 1967.Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Jakarta: Refika Aditama. Peraturan Perundang-undangan : Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Undang–undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (PERKAP Nomor: 14 Tahun 2012); Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 02/Pid.Pra/2013/Pn.KPJ. Jurnal : Mukhlis R, 2013. Pergeseran Kedudukan dan Tugas Penyidik Polri Dengan Perkembangan Delik-Delik Diluar KUHP, Vol. 3 Nomor 1. Korespondensi 1.
2.
3.
Nama
: Tesalonika Marta Ayuning Tyas
Alamat
: Babadan Rt 01 Rw 03, Madegondo, Grogol, Sukoharjo
Email
:
[email protected]
Telp.
: 082136062103
Nama
: Anandhika Ayu Wijayanto
Alamat
: Perum Fajar Indah, Jalan Melati 22 A4/4, Surakarta
Email
:
[email protected]
Telp.
: 087836336006
Nama
: Bambang Santoso, S.H., M.Hum.
Alamat
: Jalan Pandan X II/I Perum Griya Mulia, Colomadu, Karanganyar
Email
:
[email protected]
Telp.
: (0271) 726626
16