KETIDAKHADIRAN SESEORANG DALAM JUAL BELI DAN BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DALAM PEWARISAN (Studi Kasus Perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra) Oleh : Fitria Handayani Hayu Utami Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui penyelesaian secara yuridis mengenai ketidakhadiran seseorang dari salah satu pihak (penjual) sebelum proses pelaksanaan jual beli hak milik atas tanah warisan dilakukan dan mengetahui proses pelaksanaan Balik Nama Hak Milik Atas Tanah warisan pada kasus perdata Nomor 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra. Lokasi di Pengadilan Negeri Karanganyar. Jenis penulisan yuridis normatif, sifat penulisan deskriptif kualitatif, sumber data berupa data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Analisis data menggunakan kualitatif. Hasil penulisan menunjukkan, penyelesaian secara yuridis mengenai proses jual beli hak atas tanah dalam kasus perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra dilakukan dengan ketiga pemilik hak waris yakni Raj. C. Soedarni (pemohon I), Hubertus Aryanto, S.Sos (pemohon II), dan Drs. Yohanes Sutanto (pemohon III), mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Karanganyar untuk menetapkan (1) menerima dan mengabulkan permohonan Penunjukan Wakil yang diajukan oleh pemohon, (2) menyatakan Dra. Maria Endang Susanti, MM telah meninggalkan tempat kediamannya dan tidak diketahui keberadaannya, (3) menetapkan Pemohon I sebagai wakil dari Dra. Maria Endang Susanti, MM dalam kedudukannya sebagai ahli waris Almarhum R. YB. Sunardi Brotoadmojo untuk melakukan perbuatan hokum, menghadap dan berbicara dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, membuat dan/atau menandatangani surat atas nama Dra. Maria Endang Susanti, MM untuk keperluan pengalihan Hak Milik atas Tanah SHM Nomor : 1957 kepada Sdr. Harjono. Proses pelaksanaan Balik Nama Hak Milik Atas Tanah Warisan pada kasus perdata Nomor 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra dapat terlaksana setelah penetapan dari Pengadilan Negeri Karanganyar yang memberikan kuasa kepada Raj C. Soedarmi sebagai wakil dari ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya. Kata kunci : ketidakhadiran seseorang dalam jual beli dan balik nama hak atas tanah, pewarisan. PENDAHULUAN Tanah yang merupakan kebutuhan utama sebagai tempat melakukan aktifitas dan merupakan salah satu harta yang sangat berarti bagi kelangsungan hidup masyarakat karena dari situlah mereka secara langsung mencari sumber penghidupan. Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan masyarakat, maka setiap orang akan selalu
berusaha memiliki dan menguasainya dengan cara jual beli ataupun diperoleh melalui warisan. Hak Milik hanya dapat dipunyai oleh Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang memenuhi syarat-syarat dan ditetapkan oleh Pemerintah, setiap Warga Negara Indonesia yang berwenang dalam kedudukannya dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum dapat mengalihkan Hak Milik kepada pihak lain dengan cara Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah dan sebagainya. Pemilik Hak Milik atas tanah dapat dipunyai oleh satu atau lebih dari satu pemilik yang dimiliki secara bersama-sama, hal ini bisa terjadi pada tanah bersama atau karena pewarisan yang mana ahli waris dari almarhum pemilik tersebut demi hukum menjadi pemilik tanah Hak milik tersebut Peralihan kepemilikan tanah di Indonesia telah diatur oleh beberapa peraturan Perundang-undangan diantara salah satunya adalah pada Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dikatakan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam peusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan Perundangundangan yang berlaku. Salah satu peralihan hak atas tanah yang sering terjadi yaitu peralihan dengan cara jual beli Hak Milik atas tanah. Dalam jual beli hak milik atas tanah menurut UUPA adalah jual beli menurut hukum adat yang telah di saneer. Untuk sahnya jual beli harus dilakukan secara “terang dan tunai” dihadapan Kepala Desa. Setelah berlakunya UUPA dan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan telah disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 maka jual beli hak
milik atas tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dengan dihadiri oleh semua pihak baik penjual maupun pihak pembeli. Sebelum dilakukan jual beli, PPAT harus melakukan pengecekan terlebih dahulu ke kantor pertanahan untuk mencocokkan kebenaran dari sertipikat Hak Milik tersebut dan mengenai kewenangan bertindak dari para pihak untuk melakukan perbuatan hukum jual beli. Penjual atau pembeli mungkin bertindak sendiri atau melakukan kuasa. Baik penjual atau pembeli bertindak sendiri maupun melalui kuasa, identitasnya harus jelas. Kalau penjual/pembeli adalah orang (manusia), maka identitas itu adalah nama, umur, kewarganegaraan, pekerjaan, tempat tinggal. Jika ia perempuan yang bersuami, maka keterangan-keterangan itu mengenai suaminya harus diketahui dan menyetujui atau ikut serta dalam proses pembuatan akta peralihan hak dan atau pembebanan hak atas tanah itu, begitu juga halnya jika penjual adalah orang beristri maka istri harus diketahui dan menyetujui atau ikut serta dalam proses pembuatan akta peralihan atau pembebanan hak atas tanah tersebut. Semua itu dapat dibaca dalam Kartu Tanda Penduduk. Pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbicara mengenai jual beli (pada dasarnya dalam jual beli tanah sama dengan jual beli pada umumnya), yang secara implisit mempersyaratkan bahwa penjual haruslah pemilik dari barang yang dijual. Dalam hal ini, jika tanah tersebut dijual setelah menjadi tanah warisan, maka yang memiliki hak milik atas tanah tersebut adalah para ahli waris (Pasal 833 ayat (1) jo Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata. Berdasarkan hal tersebut seharusnya jual beli tanah warisan ini disetujui oleh semua ahli waris sebagai pihak yang mendapatkan hak milik atas tanah tersebut akibat pewarisan, kehadiran pemilik tanah atau subyek hukum mutlak diperlukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Mengenai hal kehadiran seorang subyek hukum
terkadang mendapatkan kendala oleh sebab dinamika masyarakat modern, sehingga memerlukan penyelesaian seandainya kehadiran itu tidak dimungkinkan oleh karena subyek hukum itu tidak diketahui tempatnya, sedangkan ada pihak lain yang berkepentingan atas kehadirannya guna menyelesaikan proses jual beli hak atas tanah, yang dimiliki bersama orang lain berkaitan dengan pemilikan berdasarkan warisan. Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana penyelesaian secara yuridis mengenai ketidakhadiran seseorang dari salah satu pihak (penjual) sebelum proses pelaksanaan jual beli hak milik atas tanah warisan dilakukan ?
2.
Bagaimana proses pelaksanaan Balik Nama hak milik atas tanah warisan pada kasus perdata Nomor 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra ?
Tujuan penelitian ini untuk : 1.
Mengetahui penyelesaian secara yuridis mengenai ketidakhadiran seseorang dari salah satu pihak (penjual) sebelum proses pelaksanaan jual beli hak milik atas tanah warisan dilakukan.
2.
Mengetahui proses pelaksanaan Balik Nama hak milik atas tanah warisan pada kasus perdata Nomor 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra.
LANDASAN TEORI Tinjauan Umum tentang Hak Milik Hak Milik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat dilindungi dan dituangkan pada hukum dasar Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan kepastian, jaminan, dan perlindungan terhadap hakhak milik untuk setiap warga negaranya. “Indonesia adalah negara hukum yang memberikan jaminan dan memberikan perlindungan atas hak-hak warga negara, antara
lain hak warga negara untuk mendapatkan, mempunyai dan menikmati hak milik.” 1 Hak Milik dalam lingkup kali ini adalah Hak Milik atas Tanah. Ketentuan tentang siapa saja yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah diatur dalam Pasal 21 UUPA, yaitu: a.
Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik.
b.
Oleh Pemerintah dapat ditetapkan Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah dan syarat-syaratnya.
c.
Orang Asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh Hak Milik atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan, demikian juga Warga Negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan Hak Miliknya itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika setelah jangka waktu tersebut Hak Miliknya tidak dilepaskan maka hak tersebut akan hapus karena hukum dan tanahnya akan jatuh kepada negara, dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
d.
Selama seseorang disamping mempunyai kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing, maka seseorang tersebut tidak dapat mempunyai Hak Milik atas tanah dan baginya berlaku ketentuan ayat (3) Pasal 21 UUPA ini. Hak Milik atas tanah dapat terjadi sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUPA
melalui cara: 2 a.
1 2
Hak Milik atas tanah yang terjadi menurut Hak Adat Hak Milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah atau pembukaan hutan, atau karena timbulnya lidah tanah (Aanslibbing).
Adrian Sutedi,2006, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta : Sinar Grafika. hal. 1 Urip Santoso, 2010, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta : Kencana, hal 94.
b.
c.
Hak Milik atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah. Hak Milik yang terjadi karena adanya penetapan pemerintah terhadap tanah yang pada awalnya dikuasai oleh pemerintah dengan sebelumnya mengajukan permohonan dan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Hak Milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan Undang-Undang. Hak Milik atas tanah ini karena adanya ketentuan konversi UUPA mengatur tentang Pertanahan, di mana setelah berlakunya UUPA, semua hak atas tanah harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur oleh UUPA termasuk dalam hal ini mengenai Hak Milik. Terjadinya Hak Milik menurut hukum adat dapat dilakukan dengan cara
membuka tanah baru, contohnya pembukaan tanah ulayat. Ketentuannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, memberikan kewenangan kepada para Bupati/Walikotamadya (sekarang Kepala Kantor Pertanahan) dan Camat/Kepala Kecamatan untuk memberi keputusan mengenai permohonan izin membuka tanah. Akan tetapi dengan surat tertanggal 22 Mei 1984 Nomor 593/570/SJ diinstruksikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada para Camat untuk tidak menggunakan kewenangan tersebut. 3 Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPA menentukan bahwa Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Kata beralih mempunyai arti bahwa Hak Milik dapat beralih kepada pihak lain karena adanya peristiwa hukum. Jika terjadi peristiwa hukum yaitu dengan meninggalnya pemegang hak, maka Hak Milik beralih dari pemegang hak ke ahli warisnya, sehingga ahli waris wajib melakukan pendaftaran peralihan hak karena pewarisan tanah. Adapun kata dialihkan mempunyai arti bahwa Hak Milik dapat dialihkan karena adanya perbuatan hukum, misalnya jual-beli, tukarmenukar, hibah, inbreng, kepada pihak lain. Salah satu peralihan hak tersebut adalah jual-beli tanah. 3
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, hal. 326.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka untuk peralihan hak atas tanah karena pewarisan yang sudah didaftarkan mengacu pada Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi sebagai berikut : (1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan Jika terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. (2) Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan. Sedangkan untuk peralihan hak atas tanah karena pewarisan yang belum didaftarkan wajib diserahkan dokumen-dokumen yang diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu: a. Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan kepala desa/kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah itu sebagaimana dimaksud Pasal 24 ayat (2), dan b. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari kantor pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan kantor pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan. Berdasarkan Pasal 27 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah : 4 a. Tanahnya jatuh kepada Negara: 1) Karena pencabutan hak berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUPA, yang menyatakan: 2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. 3) Karena diterlantarkan 4) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) b. Tanahnya Musnah Istilah musnah dalam hal ini dipahami dalam pengertian yuridis, yaitu secara fisik tanah tersebut tidak dapat dipergunakan secara layak sesuai dengan isi/kewenangan haknya. 4
Supriadi, 2008, Hukum Agraria, Jakarta : Sinar Grafika, hal 67
Tinjauan Umum Jual Beli Hak Atas Tanah Menurut Hukum Adat yang dimaksud dengan transaksi Jual Beli hak atas tanah adalah adanya atau diperlukannya persetujuan yang berada diantara kedua belah pihak. Akan tetapi yang lebih dipentingkan lagi ialah diperlukannya atau adanya penyerahan hak atas tanah yang menjadi obyek dari transaksi jual beli hak atas tanah oleh penjual kepada pembeli. Pada saat itu pulalah, pembeli menyerahkan pembayaran harga kepada penjual. Jadi pengertian tersebut berarti konkrit atau nyata, yang mana sebelum adanya penyerahan hak atas tanah atau pembayaran harga maka, transaksi jual beli hak atas tanah dianggap belum pernah terjadi atau belum sah. Lain halnya dengan pengertian transaksi jual beli hak atas tanah menurut hukum perdata Barat. Transaksi jual beli hak atas tanah itu pertama-tama diperlukan, adanya kata sepakat, yang mana harga dari hak atas tanah yang dijual itu belum dibayar tetapi sudah kata sepakat maka, transaksi jual beli hak atas tanah itu dianggap telah sah. Berdasarkan pengertian jual beli hak atas tanah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa transaksi jual beli hak atas tanah menurut Hukum Adat dan Hukum Perdata Barat pada hakikatnya adalah berbeda, karena menurut hukum Adat terjadi transaksi jual beli hak atas tanah adalah berupa penyerahan hak atas tanah dan disertai dengan pembayaran atas sejumlah harga. Sedangkan menurut hukum perdata Barat, terjadinya transaksi jual beli hak atas tanah adalah saat mereka mencapai kata sepakat, walaupun tanpa disertai dengan penyerahan hak atas tanah dan pembayaran atas sejumlah harga. Syarat untuk sahnya jual-beli tanah menurut hukum Adat adalah terpenuhinya tiga unsur yaitu: tunai, riil, dan terang. Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457 KUHPerdata). Penyerahan adalah suatu
pemindahan barang yang telah dijual kedalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli (Pasal 1475 KUHPerdata). Prinsip jual-beli tanah kemudian diangkat didalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peralihan hak atas tanah karena jual-beli dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pengecualian terhadap ketentuan yang ada pada ayat (1) perlu diberikan dalam keadaan tertentu yaitu untuk daerah-daerah terpencil dan belum ditunjuk PPAT sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka dapat dilakukan oleh Kepala Desa. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 di atas dapat diketahui, bahwa sistem yang dipakai pada Hukum Agraria kita (Undang-Undang Pokok Agraria) adalah “Sistem Hukum Agraria Adat”. Namun, yang akan dipakai adalah hukum adat yang telah disempurnakan. Obyek dari transaksi jual beli hak atas tanah adalah hak atas tanah. Oleh karena itu, sebelum dilakukan transaksi jual beli hak atas tanah, haruslah diketahui terlebih dahulu secara pasti, tentang macam hak atas tanah yang menjadi obyek dari transaksi jual beli hak atas tanah tersebut. Dalam hal ini, hak atas tanah dapat dibedakan menjadi 4 (empat): a. Hak Milik (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria) b. Hak Guna Usaha (Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria) c. Hak Guna Bangunan (Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria) d. Hak Pakai (Pasal 43 Undang-Undang Pokok Agraria) Dalam hal penjual atau pembeli bertindak melalui kuasa, maka surat kuasa khusus untuk menjual harus ada. Kuasa umum, yang menurut lazimnya hanya untuk
tindakan pengurusan tidak berlaku untuk menjual, kuasa itu harus tegas untuk menjual tanah yang dijual itu. bentuk kuasa, harus tertulis, kuasa lisan sama sekali tidak dapat dijadikan dasar bagi jual beli hak atas tanah. Kuasa tertulis minimal dilegalisasi (oleh Camat atau Notaris/ Panitera Pengadilan Negeri/ Perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri). 5 Tinjauan Umum tentang Warisan Dalam Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Berdasarkan Pasal 830 KUHPerdata tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa “warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia, akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”. Pendapat tersebut memberikan batasan-batasan mengenai warisan antara lain: a. Seorang peninggal warisan yang pada waktu wafatnya meninggalkan kekayaan b. Seseorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaaan yang ditinggal itu c. Harta warisan yaitu ujud kekayaan yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada ahli waris itu. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini di Pengadilan Negeri Karanganyar dengan pertimbangan bahwa terdapatnya kasus tentang penjualan tanah Hak Milik atas tanah warisan. Jenis penelitian adalah yuridis normatif. Dalam hal ini akan dilakukan pengkajian terhadap putusan Hakim dalam memutuska perkara mengenai ketidakhadiran seseorang dalam jual beli dan balik nama hak atas tanah dalam pewarisan. Sifat penelitian deskriptif
5
Effendi Perangin, Op.cit, hal. 6.
kualitatif. Dalam penelitian ini adalah memberikan deskripsi atau gambaran mengenai ketidakhadiran seseorang dalam jual beli dan balik nama hak atas tanah dalam pewarisan. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, meliputi keterangan atau data yang diberikan pejabat yang berwenang, dalam hal ini adalah Prasetyo Nugroho, SH., M.Kn sebagai Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar, Heri Hartanto, SH., M.Hum sebagai Advokat, dan Hartati, SH., M.Kn sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kabupaten Karanganyar. Sumber data sekunder bersifat melengkapi sumber data primer, meliputi : 1.
Bahan Hukum Primer a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria. d. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah. e. Perkara Perdata Nomor 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra. 2.
Bahan Hukum Sekunder, berupa : buku-buku literatur di bidang hukum, pendapat para sarjana (doktrin), Rancangan Undang-Undang, jurnal hukum, makalah, artikel dan karya ilmiah yang berhubungan dengan objek permasalahan dalam penelitian hukum ini.
3.
Bahan Hukum Tersier, mencakup kamus hukum, majalah, surat kabar, bahanbahan yang diperoleh dari internet dan bahan lain yang behubungan dengan objek permasalahan dalam penelitian hukum ini. Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk pengumpulan data dari salah
satu atau beberapa sumber data yang ditentukan, melalui wawancara dan studi pustaka.
Analisis data
menggunakan analisis data kualitatif dengan interaktif model, yaitu
komponen reduksi data dan penyajian setelah data terkumpul, maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasa kurang maka perlu ada vertifikasi dan penelitian kembali dengan mengumpulkan data di lapangan 6. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Penyelesaian secara yuridis mengenai ketidakhadiran seseorang dari salah satu pihak (penjual) sebelum proses pelaksanaan jual beli hak milik atas tanah warisan dilakukan Berdasarkan hasil dari analisis posisi kasus jual
beli tanah dan dasar
pertimbangan hakim baik dasar pertimbangan berupa bukti dalam persidangan maupun dasar pertimbangan hukum peneliti berpendapat bahwa dalam proses jual beli dalam Putusan Perkara No. 1142/Pdt.P/2012/PN.Kra khususnya dalam kasus jual beli atas tanah karena pewarisan dimana salah satu ahli warisnya tidak diketahui keberadannya. Keadaan
yang
demikian
tersebut
dapat
menyebabkan
kendala
untuk
dilaksanakannya transaksi jual beli tanah hak milik, yang akibatnya tujuan para ahli waris untuk membagi harta warisan tersebut tidak tercapai, oleh karena jual beli tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran segenap pemilik tanah. Berdasarkan hal tersebut maka para ahli waris yaitu selaku Pemohon I, II dan III telah mengajukan permohonan Kuasa untuk menjadi wakil dari ahli waris Pemohon yang tidak diketahui keberadaannya dengan menguasakan ahli waris yang tidak diketahui keberadannya tersebut kepada Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Badan Mediasi dan Bantuan Hukum (BMBH) Fakultas Hukum Universitas Sebelas
6
HB. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press, hal 98
Maret Surakarta yang beralamat di Jl. Ir. Sutami No. 36 A Surakarta dan hal ini telah sesuai dengan Pasal 463 KUH Perdata. Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar telah menetapkan bahwa Pemohon I yaitu RAj C. Soedarni sebagai wakil dari Dra. Maria Endang Susanti, MM untuk menjual hak bagiannya atas sebidang tanah hak milik Nomor 1957 di Desa Jaten, Kabupaten Karanganyar. Dengan demikian RAj C. Soedarni berdasarkan penetapan pengadilan sebagai dasar hukumnya dapat melakukan perbuatan hukum, dan bertindak untuk dirinya sendiri dan berdasarkan penetapan pengadilan diberi kuasa untuk mewakili Dra. Maria Endang Susanti, MM untuk melakukan jual beli hak milik atas tanah warisan No 1957. Pemberian kuasa dalam penetapan pengadilan yang diberikan kepada RAj. C. Soedarni dengan tegas dinyatakan hanya sebatas untuk melakukan perbuatan hukum dalam jual beli hak milik atas tanah nomor 1957 Desa Jaten Karanganyar, hal ini sesuai dengan Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa”. Menurut keterangan hakim, jika setelah adanya penetapan pengadilan tersebut, ternyata orang yang telah dinyatakan tidak hadir tersebut yaitu Dra. Maria Endang Susanti, MM tiba-tiba muncul, maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dan meminta untuk dibatalkannya penetapan Pengadilan tersebut, namun dapat juga tanpa melalui pengajuan gugatan, jika ada kesepakatan dari pemohon (RAj. C. Soedarni) dengan Dra. Maria Endang Susanti, MM untuk diselesaikan secara kekeluargaan, dengan memberikan haknya yang seharusnya di dapat oleh Dra. Maria Endang Susanti, MM, sebagaimana diatur dalam Pasal 463 ayat 3 Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan jika dalam waktu 30 tahun sejak dinyatakan dalam
Penetapan Pengadilan, ternyata muncul, maka hanya akan menuntut kembali harta kekayaannya dalam keadaan terkemudian, beserta harga barang-barangnya yang telah dipindahtangankan (Pasal 486 KUHPerdata) 7. Selain berdasarkan yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung
tanggal 11-12-1975 nomor 200 K/Sip/1974 yang menyatakan bahwa “keberatan yang diajukan penggugat untuk kasasi: bahwa hukum adat tidak mengenal daluarsa dalam hal warisan: tidak dapat dibenarkan, karena gugatan telah ditolak bukan atas alasan daluarsanya gugatan, tetapi karena dengan berdiam diri selama 30 (tiga puluh) tahun lebih penggugat asal dianggap telah melepaskan haknya (rechtverwerking). Setelah adanya putusan dari Pengadilan Negeri Karanganyar maka langkah selanjutnya adalah melanjutkan proses jual beli tersebut dengan melakkan balik nama pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal ini karena para pihak yaitu penjual dan pembeli, untuk melakukan proses jual beli tanah hak milik, harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang daerah kerjanya berada di wilayah hukum dimana tanah tersebut berada, yang mana telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006, Pasal 1 angka 8, yang berbunyi: “Daerah Kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak didalamnya”. Proses Pelaksanaan Balik Nama Hak Milik Atas Tanah Warisan pada Kasus Perdata Nomor 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra Para pihak yaitu penjual dan pembeli, untuk melakukan proses jual beli tanah hak milik, harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang daerah kerjanya berada di wilayah hukum dimana tanah tersebut berada, yang mana telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006, Pasal 1 7
Wawancara dengan Prasetyo Nugroho, SH, MH tanggal 28 Januari 2016.
angka 8, yang berbunyi: “Daerah Kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak didalamnya. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 200,. PPAT mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Dalam kasus perkara perdata jual beli hak atas tanah karena salah satu ahli waris tidak diketahui keberadaannya, maka pihak dari calon penjual khususnya dari ahli waris YB. Sunardi Brotoatmodjo setelah penyelesaian secara yuridis mengenai ketidakhadiran dari Dra. Maria Endang Susanti, MM yang telah ditetapkan melalui Penetapan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 1142/Pdt.P/2012/PN.Kra, menurut pendapat PPAT di Kabupaten Karanganyar yang sebagai nara sumber mengatakan bahwa cara untuk mencari hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan melibatkan Pengadilan Negeri untuk menetapkan Ketidakhadiran Dra. Maria Endang Susanti, MM adalah jalan satu-satunya untuk melaksanakan juak beli hak milik atas tanah yang memberikan jaminan hukum pada pembeli atas tanah tersebut 8. Proses pelaksanaan jual beli dalam kasus perdata Nomor 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra, maka setelah adanya penetapan dari pihak Pengadilan Negeri Karanganyar, maka langkah selanjutnya adalah pihak pembeli yaitu Harjono dapat melakukan balik nama dengan dengan dilampiri Penetapan Pengadilan tersebut. Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat 8
Wawancara dengan PPAT Hartati, SH, M.Kn tanggal 30 Januari 2016.
untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan, antara lain dengan mencocokkan data yang terdapat dalam sertipikat dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan. KESIMPULAN Penyelesaian secara yuridis mengenai proses jual beli hak atas tanah dalam kasus perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra dilakukan dengan ketiga pemilik hak waris yakni Raj. C. Soedarni (Pemohon I), Hubertus Aryanto, S.Sos (Pemohon II), dan Drs. Yohanes Sutanto (Pemohon III), mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Karanganyar, untuk: menyatakan bahwa Dra. Maria Endang Susanti, MM ada dalam keadaan tidak hadir menurut ketentuan Pasal 463 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan untuk memberikan ijin kepada Raj. C. Soedarni (Pemohon I) untuk mewakili Dra. Maria Endang Susanti, MM melakukan tindakan hukum berupa menjual tanah Hak Milik Nomor 1957, luas: 1720 m² terletak di Desa Jaten, Karanganyar. Atas permohonan tersebut, Pengadilan Negeri Karanganyar mempunyai kewenangan untuk menetapkan : (1) menerima dan mengabulkan permohonan Penunjukan Wakil yang diajukan oleh pemohon, (2) menyatakan Dra. Maria Endang Susanti, MM telah meninggalkan tempat kediamannya dan tidak diketahui keberadaannya, (3) menetapkan Pemohon I sebagai wakil dari Dra. Maria Endang Susanti, MM dalam kedudukannya sebagai ahli waris Almarhum R. YB. Sunardi Brotoadmojo untuk melakukan perbuatan hokum, menghadap dan berbicara dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, membuat dan/atau menandatangani surat atas nama Dra. Maria Endang Susanti, MM untuk keperluan pengalihan Hak Milik atas Tanah SHM Nomor : 1957 kepada Sdr. Harjono, dan (4) menetapkan biaya perkara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Proses pelaksanaan Balik Nama Hak Milik Atas Tanah Warisan pada kasus perdata Nomor 1142/Pdt.P/2012/P.N. Kra dapat terlaksana setelah penetapan dari Pengadilan Negeri Karanganyar yang memberikan kuasa kepada Raj C. Soedarmi sebagai wakil dari ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya, maka setelah adanya
penetapan dari pihak Pengadilan Negeri Karanganyar tersebut, pihak pembeli dapat melakukan balik nama dengan dengan dilampiri Penetapan Pengadilan tersebut dan juga syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh pihak PPAT. DAFTAR PUSTAKA Adrian Sutedi, 2006, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta : Sinar Grafika. Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan. Effendi Perangin, 1996. Hukum Agraria Jilid I tentang Transaksi Jual Beli Hak Atas Tanah, Jakarta: Rajawali Press. HB. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press. Supriadi, 2008, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika. Urip Santoso, 2010, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta : Kencana. Sumber Lain: Kitab Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.