SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEREDARAN NARKOTIKA (Studi Kasus Putusan No. 61/Pid. Sus/ 2013/PN. Jo)”
OLEH ARYA FITRI B 111 10 023
BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
Halaman Judul
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEREDARAN NARKOTIKA (Studi Kasus Putusan No. 61/Pid. Sus/ 2013/PN.Jo) OLEH : ARYA FITRI B 111 10 023
SKRIPSI Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam rangka Penyelesaian Studi Sarjana Program Kekhususan Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
Pada PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
i
PENGESAHAN SKRIPSI
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING Dengan ini menerangkan bahwa skripsi dari: Nama
: ARYA FITRI
Nomor Induk
: B 111 10 023
Bagian
: Hukum Pidana
Judul
: Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika (Studi Kasus Putusan No. 61/Pid. Sus/ 2013/PN.Jo)”
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi.
Makassar, 23 Januari 2014
Pembimbing I
Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H NIP. 19620105 198601 1 001
Pembimbing II
Dr. Dara Indrawati, S.H., M.H NIP. 19660827 199203 2 002
iii
PERSETUJUAN UNTUK MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Diterangkan bahwa Skripsi Mahasiswa: Nama
: ARYA FITRI
Nomor Induk
: B 111 10 023
Bagian
: Hukum Pidana
Judul
: Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika (Studi Kasus Putusan No. 61/Pid. Sus/ 2013/PN.Jo)”
Telah diperiksa dan disetujui oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin untuk diajukan dalam Ujian Skripsi.
Makassar, Januari 2014 A.n. Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik
Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H. NIP 19630419 198903 003
iv
ABSTRAK
ARYA FITRI (B111 10 023), “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika (Studi Kasus Putusan No. 61/Pid. Sus/ 2013/PN.Jo)”. Dibawah bimbingan Bapak Andi Sofyan selaku pembimbing I dan Ibu Dara Indrawati selaku pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Hukum Pidana Materiil terhadap tindak pidana peredaran Narkotika pada perkara No. 61/Pid. Sus/2013/PN. Jo, dan untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan dengan memilih instansi yang relevan dengan masalah dalam skripsi ini yakni Pengadilan Negeri Jeneponto dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Dari penelitian yang dilakukan, penulis mendapatkan hasil sebagai berikut, 1). Penerapan hukum pidana materiil oleh hakim pada perkara Nomor 61/Pid. Sus/2013/PN.Jo telah tepat dengan terpenuhinya unsurunsur Pasal 112 Ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah terbukti dengan dinyatakannya terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. 2). Adapun pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor 61/Pid. Sus/2013/PN. Jo telah sesuai berdasarkan pertimbangan yuridis normatif dan sosiologis dan dengan melihat alat-alat bukti yang sah. Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta di persidangan menilai bahwa terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya terdakwa sadar akan akibat yang ditimbulkannya dan tidak mengurungkan niatnya, pelaku dalam melakukan perbuatannya dalam keadaan sehat dan cakap untuk mempertimbangkan unsur melawan hukum, serta tidak adanya alasan penghapusan pidana.
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu Alaikum Wr. Wb. Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, karena atas petunjuk serta hidayah-Nya lah sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi persyaratan dalam meraih gelar kesarjanaan. Juga berkat bimbingan-Nya pula sehingga dalam proses penulisan skripsi ini, berbagai rintangan baik fisik maupun mental berhasil diatasi dengan sebaik-baiknya oleh Penulis. Salam dan shalawat kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Skripsi ini Penulis persembahkan kepada ibunda tercinta Hidayati yang dengan cinta dan kasih sayangnya membesarkan dan mendidik Penulis, dan doanya yang selalu menyertaiku agar tidak salah dalam mengambil langkah dan bisa menjadi orang yang sukses. Juga kepada ayahandaku
tercinta
Bapak
Saleng
yang
telah
membantu
dan
menafkahiku dalam menyelesaikan studi dengan penuh kesabaran dalam setiap keterbatasannya. Juga kepada kakakku Ardiansyah dan adikku tercinta Asnita yang telah memberikan banyak sumbangsih dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sebagaimana manusia biasa tentunya tidak luput dari kekurangan-kekurangan
dan
kesalahan
serta
keterbatasan
akan
vi
pengetahuan, sehingga Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini, baik materi, teknis maupun penyusunan kata-katanya belum sempurna sebagaimana diharapkan. Namun demikian, Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat
bermanfaat.
Akhir kata,
Penulis
ingin
menyampaikan rada terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berjasa dalam upaya penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi Sp. Bo selaku Rektor Universitas Hasanuddin beserta segenap jajaran Wakil Rektor Universitas Hasanuddin. 2. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H.,M.H.DFM, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng selaku PD I, Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H selaku PD II, dan kepada bapak Romi Librayanto, S.H., M.Hum selaku PD III. 3. Bapak Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H, selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Dara Indrawati, S.H., M.H selaku pembimbing II yang mengarahkan Penulis dengan baik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, juga kepada Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H, Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H, dan juga kepada Bapak Kaisaruddin Kamaruddin selaku tim Penguji Penulis yang telah memberikan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Houward Kouwagam, S.H, selaku Pembimbing Akademik Penulis yang selalu membantu dalam program rencana studi.
vii
5. Seluruh dosen fakultas Hukum Universitas Hasanuddin serta segenap
civitas
akademika
Fakultas
Hukum
Universitas
Hasanuddin yang telah memberikan ilmu, nasihat, melayani urusan administrasi dan bantuan lainnya. 6. Staf Pengadilan Negeri Jeneponto yang membantu Penulis selama masa penelitian. 7. Kepada keluarga besar LP2KI khususnya Mushawwir Arsyad, S.H, Andi Kurniawati, S.H, St. Ushbul Aini, S.H. Oki Nur Irmanita, S.H, Muh. Madong Rizka, S.H, Indriani Darwis, S.H, Afif Mahfud, S.H, Yupitasari Saeful, S,H, Asdar Kadir, S.H, Monica Mahardi, S.H, Ika Karlina, S.H, Sri Rahayu, S.H, Suardi, S.H, Muarif, S.H, kak Wahyudin Opu, kak Danil, dan kak Indra yang telah memberikan banyak sekali ilmu menulis kepada Penulis. 8. Kepada rekan-rekan seperjuangan di LP2KI Icmi, Gunawan, Irfan, Mule‟, Dewi, Dayat, Darwin, Fina, Prasetya, Arvin, M. Nur, serta kepada adik-adik Erik, Ikram, Mamet, Orin, Haedar, Anti, Sinar, Cindra, Gustia, Uni, dan semuanya yang tidak sempat Penulis tulis satu persatu. 9. Kepada kelas A JPBB „Criminal Mind‟ khususnya kepada Zakiah S.H, Nini Sudarman S.H, Sitti Hatijah Arsyad, S.H, Navira Araya Tueka, S.H, Arini Nur Annisa S.H, Muh. Aril Surya Ananda, S.H, H. Syafaat Anugerah Pradana, S.H, Rabiatul Adawiyah, Agni Hasrini Yusuf, dan kepada Lestari Wulandari.
viii
10. Kepada Ibu Desa Pattimang dan keluarga, Nurul Azmi, Ningsih, Sarah, Kak Amriadi dan kak Tufli yang sangat baik kepada Penulis selama KKN Gelombang 85 di desa Pattimang Kecamatan Malangke Kab. Luwu Utara. 11. Teman-teman Posko KKN Desa Pattimang Kec. Malangke Kab. Luwu Utara Athirah Imran, Fauzi Abdillah, Chris Khusyono, dan Hasbullah M dan semua teman-teman KKN se-Kecamatan Malangke. 12. Buat sahabat-sahabat seperjuangan Penulis Andi Asmawati, S.H, Sitti Maryam, S.H, Wajdawati S.H, Hamsiati Hasim, S.H, Yenni Widyastuti, S.H, Muh. Ikram Nur Fuady S.H, Nur Aisyah Bachri, Fathiya Rizza, Vera Linda, Arianti, Novi Arniansyah, Kasma, serta kepada sahabat-sahabat lainnya yang tidak sempat disebutkan namanya. 13. Kepada teman-teman SMA Penulis yaitu Isla, Unhy, Mida, Izzah, Dahria, dan Yusliana. Terimakasih atas kebaikan kalian. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, semoga kedepannya Penulis bisa lebih baik lagi. Wabillahi Taufik Walhidayah. Wassalamu Alaikum Wr. Wb Makassar, Februari 2014 PENULIS
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ....................................... iv ABSTRAK ................................................................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ vi DAFTAR ISI .............................................................................................. x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5 D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tinjauan Yuridis ............................................................ 7 B. Pengertian Tindak Pidana ............................................................... 8 C. Unsur-unsur Tindak Pidana ........................................................... 10 D. Tinjauan Umum Tentang Narkotika ............................................... 12 1. Pengertian Narkotika ............................................................... 12 2. Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika ........................................ 14 3. Penggolongan Narkotika .......................................................... 19 E. Pidana dan Pemidanaan ............................................................... 25 1. Pengertian Pidana dan Pemidanaan ........................................ 25 2. Jenis-jenis Pemidanaan ........................................................... 26 3. Teori Tujuan Pemidanaan ........................................................ 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ........................................................................... 36 B. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 36 C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 38 D. Teknik Analisis Data...................................................................... 38
x
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika dalam Putusan Nomor 61/Pid. Sus/2013.PN. Jo 1. Posisi Kasus ............................................................................ 39 2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ............................................. 40 3. Tuntutan Penuntut Umum ........................................................ 45 4. Amar Putusan .......................................................................... 47 5. Analisis Penulis ........................................................................ 47 B. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Terdakwa dalam Putusan Nomor 61/Pid. Sus/2013/PN. Jo 1. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Terdakwa dalam Putusan Nomor 61/Pid. Sus/2013/PN. Jo ..... 51 2. Analisis Penulis ........................................................................ 57 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan ................................................................................... 62 2. Saran ............................................................................................ 63 DAFTAR PUSTAKA
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku didalam suatu Negara. Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi yang berupa hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.1 Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia menjadi
sasaran
yang
sangat
potensial
sebagai
tempat
untuk
memproduksi dan mengedarkan Narkotika secara ilegal. Penyalahgunaan Narkotika dan peredaran gelapnya dengan sasaran generasi muda telah menjangkau berbagai penjuru daerah dan merata diseluruh strata sosial masyarakat mulai dari strata sosial rendah sampai strata sosial elit sekelas pejabat negara. 1
Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia), Gramedia Pustaka Jakarta, hlm. 1
1
Penyalahgunaan Narkotika tidak hanya menjangkau kalangan yang tidak berpendidikan saja, namun penyalahgunaan narkoba tersebut telah bersemayam didalam diri semua kalangan bahkan sampai kepada yang telah berpendidikan sekalipun, mulai dari anak-anak sekolah yang notabenenya dari golongan terpelajar, pengusaha-pengusaha, bahkan pejabat-pejabat negara dan aparat penegak hukum pun ikut terjerat dalam kasus penyalahgunaan Narkotika. Telah dipahami bahwa banyak generasi muda Indonesia yang gerak kehidupannya cenderung dikuasai dan dikontrol oleh Narkotika yang seharusnya memiliki manfaat yang sangat besar dan bersifat positif apabila dipergunakan untuk keperluan pengobatan ataupun dibidang pengetahuan, tetapi oleh generasi sekarang Narkotika disalahgunakan dengan berbagai tujuan. Sangat memprihatinkan ketika melihat generasi-generasi kita yang telah terjerumus mengkonsumsi Narkotika yang lambat laun akan merugikan dirinya sendiri, keluarga, masyarakat bahkan negara. Apabila tidak ada upaya-upaya preventif maka cepat atau lambat generasigenerasi muda pemilik masa depan akan mulai hancur. Untuk menjamin ketersediaan
Narkotika
guna
kepentingan
kesehatan
dan
ilmu
pengetahuan disatu sisi, dan disisi lain untuk mencegah peredaran gelap Narkotika yang selalu menjurus pada terjadinya penyalahgunaan, maka diperlukan pengaturan dibidang Narkotika. Pada dasarnya Narkotika dibutuhkan dan memiliki manfaat yang besar untuk manusia, khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan dalam
2
bidang kesehatan. Namun dengan semakin berkembangnya zaman, Narkotika kemudian digunakan untuk hal-hal negatif. Didalam dunia kedokteran, Narkotika digunakan untuk membius pasien sebelum dioperasi. Hal ini dilakukan karena didalam Narkotika terdapat zat yang dapat memengaruhi perasaaan, pikiran, dan kesadaran pasien. Oleh karena itu, agar penggunaan Narkotika dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia, peredarannya harus diawasi secara ketat sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (selanjutnya disingkat menjadi UU Narkotika) Diberlakukannya UU Narkotika menggantikan Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 memperlihatkan keseriusan dari pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi bahaya penyalahgunaan Narkotika. Mengenai peredaran Narkotika diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 44 UU Narkotika. Dalam Pasal 35 disebutkan, peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan
Narkotika,
baik
dalam
rangka
perdagangan,
bukan
perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peredaran Narkotika harus diawasi secara ketat karena saat ini pemanfaatannya banyak digunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif. Disamping itu, dengan semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi dan adanya penyebaran Narkotika yang telah menjangkau hampir semua wilayah Indonesia, daerah yang sebelumnya tidak pernah
3
tersentuh oleh peredaran Narkotika lambat laun akan menjadi sentral peredaran Narkotika pula. Begitu pula dengan anak-anak kecil yang pada awalnya awam dengan barang haram bernama Narkotika ini telah berubah menjadi pecandu yang sulit untuk dilepaskan ketergantungannya. Penegakan hukum terhadap tindak pidana Narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim. Dengan demikian, penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap merebaknya perdagangan gelap serta peredaran Narkotika. Tapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta perdagangan gelap Narkotika tersebut. Pengedar bisa siapa saja tanpa memandang umur dan strata sosial dalam masyarakat. Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah Narkotika telah disusun dan diberlakukan, namun demikian kejahatan yang menyangkut Narkotika ini belum dapat diredakan. Dalam berbagai kasus, telah banyak bandar-bandar dan pengedar narkoba tertangkap dan mendapat
sanksi
berat,
namun
pelaku
yang
lain
seperti
tidak
mengacuhkan bahkan lebih cenderung untuk memperluas daerah operasinya. Hal inilah yang melatarbelakangi Penulis memilih judul skripsi ini “ Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika (Studi Kasus Putusan No. 61/Pid. Sus/ 2013/PN.Jo)”
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah
penerapan
Hukum
Pidana
Materiil
terhadap
pengedar Narkotika dalam Putusan No. 61/ Pid. Sus/2013/PN.Jo? 2. Bagaimanakah pertimbangan hukum Hakim dalam memutus perkara tindak pidana dalam Putusan No. 61/Pid.Sus/2013/PN.Jo?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada diatas, maka tujuan yang dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan penerapan Hukum Pidana Materiil terhadap pengedar Narkotika dalam Putusan No. 61/ Pid. Sus/2013/PN.Jo 2. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum oleh Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pengedar Narkotika dalam Putusan No. 61/Pid.Sus/2013/PN.Jo.
5
D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Secara Teoritis Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan tindak pidana Narkotika. 2. Kegunaan Secara Praktis Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara praktis bagi penegak hukum dalam praktik pengambil kebijakan khususnya dalam menangani masalah tindak pidana Narkotika.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tinjauan Yuridis Tinjauan yuridis berasal dari kata “tinjauan” dan “yuridis”. Tinjauan berasal dari kata tinjau yang artinya mempelajari dengan cermat. Kata tinjau mendapat akhiran –an menjadi tinjauan yang artinya perbuatan meninjau. Pengertian kata tinjauan dapat diartikan sebagai kegiatan pengumpulan
data,
pengolahan,
dan
analisa
secara
sistematis.
Sedangkan yuridis diartikan sebagai menurut hukum atau yang ditetapkan oleh undang-undang. Jadi, tinjauan yuridis dapat diartikan sebagai kegiatan pemeriksaan yang teliti, pengumpulan data atau penyelidikan yang dilakukan secara sistematis dan objektif terhadap sesuatu menurut atau berdasarkan hukum dan undang-undang. Adapun pengertian lain dari Tinjauan Yuridis jika dikaji menurut Hukum Pidana, adalah dapat kita samakan dengan mengkaji Hukum Pidana Materiil yang artinya kegiatan pemeriksaan yang teliti terhadap semua ketentuan dan peraturan yang menunjukkan tentang tindakantindakan mana yang dapat dihukum, delik apa yang terjadi, unsur-unsur tindak
pidana
terpenuhi,
serta
siapa
pelaku
yang
dapat
dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana tersebut dan pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
7
B. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaarfeit atau delict yang berasal dari bahasa Latin delictum. Sedangkan perkataan ”feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti ”sebagian dari kenyataan” atau ”een gedeelte van werkelijkheid” sedangkan ”strafbaar” berarti ”dapat dihukum” , sehingga secara harfiah perkataan ”strafbaar feit ” itu dapat diterjemahkan sebagai ” sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum. 2 Menurut Amir Ilyas, tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.”3 Terdapat beberapa pendapat pakar hukum dari barat (Eropa) mengenai pengertian Strafbaar feit, antara lain sebagai berikut: 1. Menurut Simons, Strafbaar feit yaitu suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh 2
P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adya Bakti, Bandung, hlm. 181 3 Amir Ilyas, 2012, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta dan Pukap Indonesia, Yogyakarta, hlm. 18
8
undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.4 2. Pompe, Strafbaar feit yaitu suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman
terhadap
pelaku
tersebut
adalah
perlu
demi
terpeliharanya tertib hukum. 5 3. Hasewinkel Suringa, Strafbaar feit yaitu suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalam undang-undang.6 Sedangkan menurut beberapa pakar hukum pidana di Indonesia, pengertian tindak pidana adalah sebagai berikut: 1. Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. 7 2. Roeslan Saleh, menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan. 4
Lamintang, P.A.F, Op. Cit, hlm. 34. Ibid., hlm. 35. 6 Ibid. hlm. 185. 7 Ibid 5
9
3. Wirjono Prodjodikoro Beliau
mengemukakan
definisi
tindak
pidana
berarti
suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 8
C. Unsur-unsur Tindak Pidana Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan kedalam tiga bagian yaitu: 1. Ada perbuatan (mencocoki rumusan delik) Artinya perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Jika perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak memenuhi rumusan undang-undang atau belum diatur dalam suatu undang-undang maka perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang bisa dikenai ancaman pidana. 2. Melawan hukum Menurut Simons, melawan hukum diartikan sebagai “bertentangan dengan hukum”, bukan saja terkait dengan hak orang lain (hukum subjektif), melainkan juga mencakup Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara.
8
P.A.F Lamintang, Op. Cit, hlm. 185
10
Sifat melawan hukum dapat dibagi menjadi 4 (empat) jenis, yaitu 9 : a. Sifat melawan hukum umum Ini diartikan sebagai syarat umum untuk dapat dipidana yang tersebut
dalam
rumusan
pengertian
perbuatan
pidana.
Perbuatan pidana adalah kelakuan manumur yang termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela. b. Sifat melawan hukum khusus Ada kalanya kata “bersifat melawan hukum” tercantum secara tertulis dalam rumusan delik. Jadi sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidana. Sifat melawan hukum yang menjadi bagian tertulis dari rumusan delik dinamakan sifat melawan hukum khusus. Juga dinamakan “sifat melawan hukum facet”. c. Sifat melawan hukum formal Istilah ini berarti semua bagian yang tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi (jadi semua syarat tertulis untuk dapat dipidana). d. Sifat melawan hukum materiil Sifat
melawan
hukum
materiil
berarti
melanggar
atau
membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu.
9
I Made Widnyana, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Fikahati Aneska, Jakarta, hlm.
57
11
3. Tidak ada alasan pembenar Meskipun suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku memenuhi unsur dalam undang-undang dan perbuatan tersebut melawan hukum, namun jika terdapat “alasan pembenar”, maka perbuatan tersebut bukan merupakan “perbuatan pidana”. D. Tinjauan Umum Tentang Narkotika 1. Pengertian Narkotika Di
dalam
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
di
Indonesia, tindak pidana Narkotika digolongkan kedalam tindak pidana khusus karena tidak disebutkan di dalam KUHP, pengaturannya pun bersifat khusus. Istilah Narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik dari media cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang kasus-kasus mengenai Narkotika. Narkotika atau nama lazim yang diketahui oleh orang awam berupa narkoba tidak selalu diartikan negatif, didalam ilmu kedokteran Narkotika dengan dosis yang tepat digunakan sebagai obat bagi pasien. Selain
narkoba,
Kementerian
istilah
Kesehatan
lain
yang
Republik
diperkenalkan Indonesia
khususnya
adalah
Napza
oleh yang
merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Sudarto mengatakan bahwa kata Narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa.”10
10
Taufik Makarao, 2005, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta, hlm. 17
12
Smith Kline dan Frech Clinical Staff mendefinisikan bahwa: 11 “Narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral. Dalam defenisi Narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu (morphine, codein, dan methadone).” Didalam bukunya, Ridha Ma‟roef mengatakan bahwa Narkotika ialah Candu, Ganja, Cocaine, dan Zat-Zat yang bahan mentahnya diambil dari benda-benda termasuk yakni Morphine, Heroin, Codein Hashisch, Cocaine. Dan termasuk juga Narkotika sintetis yang menghasilkan zat-zat, obat yang tergolong dalam Hallucinogen dan Stimulan. 12 Sementara menurut Pasal 1 angka 1 UU Narkotika pengertian Narkotika adalah: “Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.” Narkotika mengacu pada sekelompok senyawa kimia yang berbahaya apabila digunakan tidak pada dosis yang tepat. Bahaya itu berupa candu dan ketagihan yang tidak bisa berhenti. Hal ini dikarenakan di dalam Narkotika terkandung senyawa adiktif yang bersifat adiksi bagi pemakainya. Penggunaan Narkotika dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dan si pengguna dapat dengan mudah melupakan segala 11 12
Ibid, hlm. 18 Ridha Ma’roef, 1987, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, PT. Bina Aksara, Jakarta,
hlm. 15
13
permasalahan yang dihadapi. Pemakai dibuat seperti berada diatas awan dan selalu merasa bahagia. Inilah yang kemudian mendorong banyak orang yang sedang diliputi masalah beralih mencari kesenangan dengan mengonsumsi obat-obatan terlarang ini. Pada
awalnya,
zat
Narkotika
memang
diperuntukkan
penggunaannya untuk kepentingan umat manusia khususnya dibidang ilmu
pengetahuan
dan
pengobatan.
Dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi, obat-obatan semacam Narkotika juga semakin berkembang pula cara pengolahan dan peredarannya. Namun belakangan diketahui bahwa zat-zat yang terkandung didalam Narkotika memiliki daya kecanduan yang bisa menimbulkan efek ketergantungan. Dengan demikian, diperlukan jangka waktu yang agak lama untuk melakukan pengobatan, pengawasan, dan pengendalian guna menyembuhkan orang yang sudah terikat dengan Narkotika. 2. Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika Umumnya, jenis-jenis tindak pidana Narkotika dapat dibedakan menjadi berikut ini: a. Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan Narkotika Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dibedakan menjadi dua macam yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri.
14
b. Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli Narkotika Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan hanya dalam arti sempit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor impor dan tukar menukar Narkotika. c. Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan Narkotika Tindak pidana dalam arti luas termasuk perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, dan mentrasito Narkotika. Selain itu, ada juga tindak pidana di bidang pengangkutan Narkotika yang khusus ditujukan kepada nahkoda atau kapten penerbang karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana diatur dalam Pasal 139 UU Narkotika, berbunyi sebagai berikut: Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). d. Tindak pidana yang menyangkut penguasaan Narkotika e. Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu Narkotika Orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan pecandu Narkotika. Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan dapat merupakan tindak pidana bagi orang tua atau wali dan pecandu yang bersangkutan.
15
f. Tindak pidana yang menyangkut label dan publikasi Seperti
yang
diketahui
bahwa
pabrik
obat
diwajibkan
mencantumkan label pada kemasan Narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan baku Narkotika (Pasal 45). Kemudian untuk dapat dipublikasikan Pasal 46 UU Narkotika syaratnya harus dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat merupakan tindak pidana. g. Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan Narkotika Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan untuk dijadikan barang bukti perkara bersangkutan dan barang bukti tersebut harus diajukan dalam persidangan. Status barang bukti ditentukan dalam Putusan pengadilan. Apabila barang bukti tersebut terbukti dipergunakan dalam tindak pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan. Dalam tindak pidana Narkotika ada kemungkinan barang bukti yang disita berupa tanaman yang jumlahnya sangat banyak, sehingga
tidak
mungkin
kepersidangan semuanya.
barang
bukti
Dalam hal
tersebut ini,
diajukan
penyidik
wajib
membuat berita acara sehubungan dengan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penyisihan, dan pemusnahan kemudian dimasukkan dalam berkas perkara. Sehubungan dengan hal
16
tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya dengan baik merupakan tindak pidana. h. Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur Tindak pidana dibidang Narkotika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula bersama-sama dengan anak dibawah umur ( belum genap 18 tahun usianya). Oleh karena itu perbuatan memanfaatkan anak dibawah umur untuk melakukan kegiatan Narkotika merupakan tindak pidana.
Secara
aktual,
penyalahgunaan
Narkotika
sampai
saat
ini
mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapatkan Narkotika, misalnya dari bandar/pengedar yang menjual di daerah sekolah, diskotik, dan berbagai tempat lainnya. Bisnis Narkotika telah tumbuh dan menjadi bisnis yang banyak diminati karena keuntungan ekonomis. Didalam UU Narkotika telah diatur sedemikian rupa mengenai bentuk penyalahgunaan Narkotika, misalnya dalam Pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika menyatakan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
17
dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Larangan-larangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika diatas menunjukkan bahwa undang-undang menentukan semua perbuatan dengan tanpa tanpa hak atau melawan hukum untuk menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I karena sangat membahayakan dan berpengaruh terhadap meningkatnya
kriminalitas.
Apabila
perbuatan-perbuatan
tersebut
dilakukan oleh seseorang dengan tanpa hak, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyalahgunaan Narkotika atau merupakan suatu tindak pidana khusus yang dapat diancam dengan sanksi hukum yang berat. Ketentuan mengenai sanksi dalam UU Narkotika sangat besar. Sanksi pidana paling sedikit 4 (empat) tahun penjara sampai 20 (dua puluh) tahun penjara bahkan pidana mati jika memproduksi Narkotika golongan I lebih dari 1 (satu) atau 5 (lima) kilogram. Denda yang dicantumkan dalam undang-undang Narkotika tersebut berkisar antara Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
18
3. Penggolongan Narkotika Berdasarkan UU Narkotika dapat dibedakan kedalam 3 golongan yaitu: 1) Narkotika Golongan I Dalam penggolongan Narkotika, zat atau obat golongan I mempunyai
potensi
yang
sangat
tinggi
mengakibatkan
ketergantungan. Oleh karena itu didalam penggunaannya hanya diperuntukkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan
tidak
dipergunakan
dalam
terapi.
Pengertian
pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan penelitian serta pengembangan. Dalam penelitian dapat digunakan untuk kepentingan medis yang sangat terbatas. 2) Narkotika Golongan II Narkotika pada golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat terhadap pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat dipergunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Narkotika golongan ini mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3) Narkotika Golongan III Narkotika golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
19
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menyebabkan ketergantungan.
4. Unsur-unsur Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam UU Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya adalah kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan lagi bahwa semua tindak pidana didalam undangundang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau Narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian Narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.13 Menurut Soedjono Dirjosisworo, penggunaan Narkotika secara legal hanya bagi kepentingan-kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.14 Di dalam UU Narkotika, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana adalah sebagai berikut: 13 14
Supramono, 2001, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan, Jakarta, hlm. 5 Soedjono Dirjosisworo, 1990, Hukum Narkotika di Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya
Bakti.
20
1. Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman (Pasal 111); 2. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman (Pasal 112); 3. Memproduksi,
mengimpor,
mengekspor,
atau
menyalurkan
Narkotika golongan I (Pasal 113); 4. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan I (Pasal 114); 5. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan I (Pasal 115); 6. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika golongan I untuk digunakan orang lain (Pasal 116); 7. Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan II (Pasal 117); 8. Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan II (Pasal 118); 9. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan II (Pasal 119);
21
10. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan II (Pasal 120); 11. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika golongan II untuk digunakan orang lain (Pasal 121); 12. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan III (Pasal 122); 13. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan III (Pasal 123); 14. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika dalam golongan III (Pasal 124); 15. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan III (Pasal 125); 16. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika golongan III untuk digunakan orang lain (Pasal 126); 17. Setiap penyalahguna (Pasal 127 Ayat (1)) a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri
22
c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri 18. Pecandu Narkotika yang belum cukup umur (Pasal 55 Ayat (1)) yang sengaja tidak melapor (Pasal 128); 19. Setiap orang tanpa hak melawan hukum (Pasal 129) a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli,
menukar,
atau menyerahkan
prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
Sedangkan untuk sanksi pidana dan pemidanaan terhadap tindak pidana Narkotika adalah sebagai berikut: 1. Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (denda, kurungan, penjara dalam waktu tertentu/seumur hidup, dan pidana mati), pidana tambahan (pencabutan izin usaha/pencabutan hak tertentu), dan tindakan pengusiran (bagi warga Negara asing). 2. Jumlah/lamanya pidana bervariasi untuk denda berkisar antara Rp 800.000.000,00
(delapan
ratus
juta
rupiah)
sampai
Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk tindak pidana
23
Narkotika, untuk pidana penjara minimal 4 tahun sampai 20 tahun dan seumur hidup. 3. Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancamkan secara kumulatif (terutama penjara dan denda); 4. Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana minimal khusus (penjara maupun denda); 5. Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi dilakukan dengan menggunakan anak belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan (recidive).
Kebijakan kriminalisasi dari UU Narkotika tampaknya tidak terlepas dari tujuan dibuatnya undang-undang itu, antara lain: 1. Untuk
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
Narkotika/
Psikotropika. 2. Memberantas peredaran gelap Narkotika/Psikotropika. Oleh karena itu, semua perumusan delik dalam UU Narkotika terfokus pada penyalahgunaan dari peredaran narkobanya (mulai dari penanaman, produksi, penyaluran, lalu lintas, pengedaran sampai ke pemakaiannya, termasuk pemakaian pribadi, bukan pada kekayaan (property/assets) yang diperoleh dari tindak pidana “narkobanya” nya itu sendiri.
24
Dalam ilmu hukum pidana, orang telah berusaha memberikan penjelasan tentang siapa yang harus dipandang sebagai pelaku suatu tindak pidana. Van Hamel telah mengartikan pelaku dari suatu tindak pidana dengan membuat suatu definisi bahwa pelaku tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakannya atau kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam rumusan delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas maupun yang tidak dinyatakan secara tegas. Jadi pelaku itu adalah orang yang dengan seseorang
diri
telah
melakukan
sendiri
tindak
pidana
yang
bersangkutan”.15
E. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana dan Pemidanaan Pidana berasal dari kata Straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. Hukum pidana menentukan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan. Sanksi itu pada prinsipnya
merupakan
penambahan
penderitaan
dengan
sengaja.
Penambahan penderitaan dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana dengan hukum yang lainnya.
15
Lamintang, 1984, Hukum Penitersier Indonesia, Alumni , Bandung, hlm. 556
25
Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan hukuman/sanksi terhadap orang yang
telah
melakukan
tindak
kejahatan
(rechtsdelict)
maupun
pelanggaran (wetsdelict). Pidana dan pemidanaan ialah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana. 2. Jenis-jenis Pemidanaan Menurut Lamintang, KUHP dahulu bernama Wetboek va Strafrecht voor Indonesia yang kemudian berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 kemudian diubah menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana. KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenis-jenis pemidanaan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP. Menurut ketentuan di dalam Pasal 10 KUHP, pidana pokok itu terdiri atas:16 a. Pidana mati b. Pidana penjara c. Pidana kurungan d. Pidana denda
16
Lamintang, P.A.F, 2010. Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 35
26
Adapun pidana tambahan dapat berupa: a. Pencabutan dari hak-hak tertentu b. Penyitaan atau perampasan dari barang-barang tertentu c. Pengumuman dari putusan hakim Berdasarkan ketentuan diatas, untuk mengetahui lebih jelas mengenai jenis-jenis pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP, akan diuraikan sebagai berikut: a. Pidana mati. Pidana mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan ataupun tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Jenis pidana ini merupakan pidana yang terberat dan paling banyak mendapat sorotan dan menimbulkan banyak perbedaan pandapat. Terhadap
penjatuhan
pidana
mati,
KUHP
membatasi
atas
beberapa kejahatan- kejahatan tertentu yang berat saja, seperti: 1) Kejahatan terhadap Negara ( Pasal 104, Pasal 105, Pasal 111 Ayat (3), 124 Ayat (3) KUHP). 2) Pembunuhan dengan berencana ( Pasal 130 Ayat (3)), Pasal 140 Ayat (3), Pasal 340 KUHP). 3) Pencurian dan pemerasan yang dilakukan dalam keadaan yang memberatkan sebagai yang disebut dalam Pasal 363 Ayat (4) dan Pasal 368 Ayat (2) KUHP.
27
4) Pembajakan di laut, di pantai, di pesisir dan di sungai yang dilakukan dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 444 KUHP.
b. Pidana penjara Pidana penjara adalah adalah untuk sepanjang hidup atau sementara waktu (Pasal 12 KUHP). Lamanya hukuman penjara untuk sementara waktu berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 15 tahun berturut-turut paling lama. Akan tetapi dalam beberapa hal lamanya hukuman penjara sementara itu dapat ditetapkan sampai 20 tahun berturut-turut. Maksimum lima belas tahun dapat dinaikkan menjadi dua puluh tahun apabila: 1) Kejahatan diancam dengan pidana mati. 2) Kejahatan diancam dengan pidana penjara seumur hidup. 3) Terjadi perbuatan pidana karena adanya perbarengan, recidive atau karena yang ditentukan dalam Pasal 52 dan 52 bis KUHP. 4) Karena keadaan khusus, seperti misalnya Pasal 347 Ayat (2), Pasal 349 KUHP.
Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-sekali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun. Hal ini hendaknya benar-benar diperhatikan oleh pihak yang berwenang memutus perkara. Untuk menghindari kesalahan fatal
ini
para
penegak
hukum
harus
benar-benar
mengindahkan/memperhatikan asas-asas dan peraturan-peraturan dasar
28
yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan pidana kita, yaitu batas maksimum penjatuhan pidana.
c. Pidana kurungan Pidana ini seperti halnya dengan hukuman penjara, maka dengan hukuman
kurunganpun,
terpidana
selama
menjalani
hukumannya,
kehilangan kemerdekaannya. Menurut pasal 18 KUHP, lamanya hukuman kurungan berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 1 tahun paling lama. Pidana kurungan lebih ringan daripada pidana penjara dan ditempatkan dalam keadaan yang lebih baik, seperti diuraikan sebagai berikut:
1) Terpidana penjara dapat diangkut kemana saja untuk menjalani pidananya, sedangkan bagi yang terpidana kurungan tanpa persetujuannya tidak dapat diangkut kesuatu tempat lain diluar daerah tempat ia tinggal pada waktu itu (Pasal 21 KUHP). 2) Pekerjaan terpidana kurungan lebih ringan dari pada pekerjaan yang diwajibkan kepada terpidana penjara (Pasal 19 Ayat (2)) KUHP. 3) Orang yang dipidana kurungan boleh memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri (Pasal 23 KUHP). Lembaga yang diatur dalam Pasal ini terkenal dengan nama pistole.
29
d. Pidana denda Pidana denda adalah hukuman yang dijatuhkan dengan membayar sejumlah denda sebagai akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Hasil dari pembayaran denda ini disetor ke kas negara. Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh Hakim/Pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh karana ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika denda ini secara sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana.
Selanjutnya akan dibahas mengenai pidana tambahan seperti berikut ini: Pidana tambahan terdiri dari: 1) Pencabutan hak-hak tertentu Pencabutan hak-hak tertentu adalah pencabutan segala hak yang dipunyai atau diperoleh orang sebagai warga negara. Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu tidak berarti hak-hak terpidana dapat dicabut.
Pencabutan
tersebut
tidak
meliputi
pencabutan
hak-hak
kehidupan, hak-hak sipil (perdata), dan hak-hak ketatanegaraan. Menurut Vos, pencabutan hak-hak tertentu itu ialah suatu pidana dibidang kehormatan, berbeda dengan pidana hilang kemerdekaan, pencabutan hak-hak tertentu dalam dua hal :
30
a) Tidak bersifat otomatis, tetapi harus ditetapkan dengan keputusan hakim. b) Tidak berlaku seumur hidup, tetapi menurut jangka waktu menurut undang-undang dengan suatu putusan hakim.
Hakim boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu apabila diberi wewenang oleh undang-undang yang diancamkan pada rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Tindak pidana yang diancam dengan pencabutan hak-hak tertentu dirumuskan dalam Pasal 317, 318, 334, 347, 348, 350, 362, 363, 365, 372, 374, 375. Sifat hak-hak tertentu yang dicabut oleh hakim tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu saja, kecuali apabila terpidana dijatuhi hukuman seumur hidup. Hak-hak yang dapat dicabut telah diatur dalam Pasal 35 KUHP. Sedangkan berapa
lama
pencabutan-pencabutan
hak-hak
tertentu
itu dapat dilakukan oleh hakim telah diatur di dalam Pasal 38 Ayat (1) KUHP.
2) Perampasan barang-barang tertentu Biasa disebut dengan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana benda. Dalam pasal 39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat dirampas yaitu barang-barang yang berasal/diperoleh dari hasil kejahatan dan barang-barang yang sengaja digunakan dalam
31
melakukan kejahatan. Barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan Pasal 39 Ayat (1) KUHP, antara lain: a) Benda-benda
kepunyaan
terpidana
yang
diperoleh
karena
kejahatan, misalnya uang palsu. b) Benda-benda kepunyaan terpidana yang telah digunakan untuk melakukan suatu kejahatan dengan sengaja, misalnya pisau yang digunakan terpidana untuk membunuh.
Sebagaimana prinsip umum pidana tambahan, pidana perampasan barang tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan (imperatif) untuk dijatuhkan. Akan tetapi, ada juga pidana perampasan barang tertentu yang menjadi keharusan (imperatif), misalnya pada Pasal 250 bis (pemalsuan mata uang), Pasal 205 (barang dagangan berbahaya), Pasal 275 (menyimpan bahan atau benda, seperti surat dan sertifikat hutang, surat dagang). 3) Pengumuman putusan hakim. Di dalam pasal 43 KUHP, ditentukan bahwa apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undangundang ini atau aturan yang lain. Maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana. Pidana pengumuman putusan hakim ini merupakan suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana. Jadi dalam pengumuman putusan hakim ini, hakim bebas untuk menentukan perihal cara pengumuman
tersebut,
misalnya
melalui
surat
kabar,
papan
32
pengumuman, radio, televisi, dan pembebanan biayanya ditanggung terpidana.
3. Teori Tujuan Pemidanaan Ada beberapa teori-teori yang telah dirumuskan oleh para ahli untuk menjelaskan secara lebih mendetail mengenai pemidanaan dan apa tujuan dari pemidanaan itu sendiri. Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini,
namun
yang banyak
itu dapat
dikelompokkan kedalam tiga golongan besar, yaitu: a. Teori absolut atau teori pembalasan Teori ini merupakan alasan pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana. Bila seseorang
melakukan
kejahatan,
ada
kepentingan
hukum
yang
terlanggar. Akibat yang timbul, tiada lain berupa suatu penderitaan baik fisik maupun psikis, ialah berupa perasaan tidak senang, sakit hati, amarah, tidak puas, dan terganggunya ketentraman batin. Timbulnya perasaan seperti ini bukan saja bagi korban langsung, tetapi juga pada masyarakat pada umumnya. Untuk memuaskan dan atau menghilangkan penderitaan seperti ini (sudut subjektif), kepada pelaku kejahatan harus diberikan pembalasan yang setimpal (sudut objektif), yakni berupa pidana yang tidak lain suatu penderitaan pula.17
17
Ibid, hlm. 158
33
b. Teori relatif atau teori tujuan Berdasarkan
teori
ini
bahwa
pemidanaan
bukan
sebagai
pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat
untuk
melindungi
masyarakat
menuju
kesejahteraan
masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus yang ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum yang ditujukan ke masyarakat. Teori relatif berasas pada 3 (tiga) tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, detterence, dan reformatif. Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakut-nakuti (detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan yang bisa dibedakan untuk individual, publik, dan jangka panjang. Ada dua macam prevensi yang dikenal yaitu prevensi khusus dan prevensi umum. Keduanya berdasarkan atas gagasan, bahwa sejak mulai dengan ancaman akan pidana sampai kemudian dengan dijatuhkannya pidana, orang akan takut menjalankan kejahatan. Dalam prevensi khusus, suatu hukuman atau ancaman pidana ditujukan kepada si penjahat agar si penjahat takut melakukan kejahatan, sedangkan dalam prevensi umum suatu hukuman atau ancaman pidana dimaksudkan agar semua oknum takut melakukan kejahatan.
34
c. Teori gabungan Teori ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu teori yang mengutamakan
pembalasan,
tetapi
pembalasannya
tidak
boleh
melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup agar ketertiban masyarakat dapat dipertahankan. Serta teori yang kedua adalah teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat dari perbuatan pidana yang dilakukan oleh orang tersebut.
35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Penyusunan skripsi ini didahului dengan suatu penelitian awal. Penulis mengadakan penelitian awal berupa mengumpulkan data yang menunjang
masalah
yang diteliti.
Selanjutnya
Penulis
melakukan
penelitian di Pengadilan Negeri Jeneponto. Alasan dipilihnya tempat tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena Pengadilan Negeri Jeneponto
merupakan
tempat
diajukannya
perkara
dan
tempat
memutuskan perkara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
B. Jenis dan Sumber Data Data yang diperoleh yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Data Primer, yaitu data diperoleh secara langsung dari sumbernya mengenai masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan, melalui wawancara dengan narasumber yang dianggap memiliki keterkaitan dan kompetensi dengan permasalahan yang ada. b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan, yang berupa sejumlah keterangan yang diperoleh dari dokumen, berkas perkara, buku literatur, majalah, arsip, buku hasil
36
penelitian terdahulu serta peraturan hukum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder terdiri dari: 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat, antara lain UU Narkotika, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Putusan Pengadilan Negeri Jeneponto
yang
meliputi hal-hal
yang
berkaitan
dengan
penanganan masalah tindak pidana Narkotika. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli
hukum
berupa
buku-buku,
hasil
penelitian,
catatan,
dokumentasi kajian-kajian, dan referensi-referensi lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 3. Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier dari penelitian ini adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan
terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum.
37
C. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara (interview), yakni penulis mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan masalah yang dibahas seperti hakim dan jaksa yang menangani kasus tersebut (kasus yang diangkat menjadi judul skripsi). b. Studi
Dokumentasi,
yakni
penulis
mengambil
data
dengan
mengamati dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang diberikan oleh pihak yang terkait dalam hal ini Pengadilan Negeri Jeneponto.
D. Teknik Analisis Data Semua data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder akan dianalisis secara kualitatif yaitu uraian menurut mutu, yang berlaku dengan kenyataan sebagai gejalan data primer yang dihubungkan dengan teori-teori dalam data sekunder. Data disajikan secara deskriptif, yaitu
dengan
menjelaskan
dan
mengumpulkan
permasalahan-
permasalahan yang terkait dengan penulisan skripsi ini.
38
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Penerapan
Hukum
Pidana
Materil
terhadap
Tindak
Pidana
Peredaran Narkotika dalam Putusan Nomor 61/Pid. Sus/2013/PN. Jo 1. Posisi Kasus Pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2013 sekitar pukul 23.30 terdakwa yang bernama Rusli Alias Dg. Molong Bin Subuh Dg. Tika telah terbukti secara tanpa memiliki Narkotika Golongan I jenis Shabu-shabu dengan kronologis kejadian sebagai berikut: Awalnya terdakwa ditelepon oleh Ade Dg. Rimang untuk datang kerumah kostnya. Ade Dg. Rimang kemudian menyuruh terdakwa untuk pergi mengambil barang kirimannya malam itu juga di depan SPBU Belokallong. Dengan mengendarai sepeda motor milik Saksi Darwis yang sebelumnya telah dipinjamkan oleh Ade Dg. Rimang, terdakwa berangkat menuju depan SPBU Belokallong untuk mengambil barang kiriman milik Ade Dg. Rimang. Terdakwa memang telah mengetahui bahwa barang yang diambil adalah Narkotika jenis Shabu-shabu karena telah 17 kali disuruh untuk mengambil barang kiriman oleh Ade Dg. Rimang dengan imbalan sebesar Rp. 250.000,- untuk setiap kali pengambilann. Setelah terdakwa sampai di depan SPBU Belokallong, terdakwa sempat menelpon sopir angkutan umum yang membawa barang kiriman
39
Ade Dg. Rimang dua kali. Setelah sekitar setengah jam menunggu akhirnyanya sopir angkutan umum datang dan menyerahkan barang kiriman milik Ade Dg. Rimang kepada terdakwa. Setelah terdakwa meneriman barang tersebut, terdakwa segera bergegas membawa barang kiriman
milik
Ade
Dg.
Rimang
tersebut.
Disaat
terdakwa
akan
meninggalkan tempat tersebut, petugas Kepolisian Resor Jeneponto Unit Narkoba langsung melakukan penyergapan dan penggeledahan terhadap diri terdakwa dan ditemukan 1 (satu) sachet/paket plastik bening berisi Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu dengan berat 0,7941 (nol koma tujuh ribu sembilan ratus empat puluh satu) gram yang tersimpan didalam helm merk BM warna hitam yang dibungkus dalam kardus penanak nasi merk Sanken yang diisi dalam kantong plastik warna orange dan juga terdapat 1 (satu) pipet plastik warna putih, 1 (satu) pipet plastik warna putih strip merah dan 1 (satu) pipet plastik warna kuning.
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Primair: Terdakwa RUSLI ALIAS DG. MOLONG BIN SUBUH DG. TIKA pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2013 sekitar pukul 23.30 Wita atau setidaknya pada waktu-waktu lain dalam Bulan Februari Tahun 2013, bertempat di Jalan Lanto Dg. Pasewang Kelurahan Balang Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto atau setidaknya pada tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jeneponto, Secara tanpa hak atau melawan hukum, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I berupa 1 (satu) sachet/plastik bening berisikan Shabu-shabu seberat 0,7941 gram, yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut:
40
Sebagaimana pada hari-hari dimana terdakwa diminta oleh Ade Dg. Rimang (masih dalam daftar pencarian orang) untuk mengambil kiriman barang berupa Narkotika golongan I jenis shabu-shabu dengan imbalan Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) setiap kali terdakwa mengambil kiriman barang, maka pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2013 sekitar pukul 23.30 Wita, terdakwa kembali dipanggil dan diminta oleh Ade Dg. Rimang untuk pergi mengambil barang milik Ade. Dg. Rimang berupa Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu. Awalnya sekitar pukul 22.00 Wita terdakwa ditelpon oleh Ade Dg. Rimang melalui handphone terdakwa merk Elstar dengan nomor handphone 085340700340 yang meminta terdakwa untuk datang ke rumah kost Ade Dg. Rimang. Setelah terdakwa tiba di rumah kost Ade Dg. Rimang dan terdakwa bertemu dengan Ade Dg. Rimang, selanjutnya terdakwa diminta oleh Ade Dg. Rimang untuk pergi menjemput barang kiriman untuk Ade Dg. Rimang berupa Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu dari seorang sopir angkutan umum dengan imbalan uang dari Ade Dg. Rimang sebanyak Rp. 250.000,- (dua ratus lima pulh ribu rupiah). Selanjutnya terdakwa pergi menjemput dan mengambil Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu tersebut dengan menggunakan sebuah sepeda motor merk Yamaha Xeon yang dipijamkan oleh Ade Dg. Rimang dari seorang lelaki yang terdakwa tidak kenal orangnya yang merupakan teman dari perempuan Sompa (adik dari Ade Dg. Rimang) yang kebetulan sedang bertamu dan bertemu dengan perempuan Sompa di rumah kost milik Ade Dg. Rimang. Ketika terdakwa telah tiba di pinggir jalan depan SPBU Belokallong tempat terdakwa dan sopir angkutan umum janjian untuk bertemu, mobil angkutan umum yang membawa Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu milik Ade Dg. Rimang juga telah tiba di depan SPBU Belokallong. Selanjutnya sopir angkutan umum menyerahkan barang kiriman milik Ade Dg. Rimang tersebut kepada terdakwa. Setelah terdakwa menerima titipan barang dari sopir angkutan umum, terdakwa kemudian bergegas untuk membawa barang tersebut kepada Ade Dg. Rimang. Disaat terdakwa baru akan meninggalkan tempat tersebut untuk menuju ke tempat kost Ade Dg. Rimang, petugas Kepolisian Resor Jeneponto Unit Narkoba yang sebelumnya telah mendapat laporan bahwa terdakwa sering menjadi perantara dalam jual beli Narkotika, saat itu juga langsung melakukan penyergapan dan penggeledahan terhadap terdakwa dan barang titipan yang terdakwa terima dari sopir mobil angkutan umum Saat barang milik Ade Dg. Rimang yang terdakwa terima dari sopir mobil angkutan umum diperiksa, Petugas Kepolisian Resor Jeneponto Unit Narkoba menemukan 1(satu) sachet/plastik bening berisi Narkotika Golongan I jenis Shabu-shabu dengan berat 0,7941 (nol koma tujuh ribu sembilan ratus empat puluh satu) gram yang tersimpan didalam hel merk BM warna hitam yang dibungkus dalam kardus penanak nasi merk Sanken yang diisi dalam kantong plastik warna orange dan juga terdapat 1(satu) pipet plastik warna putih, 1(satu) pipet plastik warna putih strip merah dan 1(satu) pipet plastik warna kuning. Selanjutnya terdakwa
41
bersama dengan barang-barang titipan milik Ade Dg. Rimang tersebut dibawa ke Kantor Kepolisian Resor Jeneponto untuk diproses hukum lebih lanjut; Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. LAB: 187 / NNF / II / 2013 tanggal 11 Februari 2013 yan ditandatangani oleh Dra. Sugiharti, dkk. Setelah dilakukan pemeriksaan secara Laboratoris Kriminalistik didapatkan hasil sebagai berikut: Barang bukti Kristal bening 1. 2.
3.
Pemeriksaan 1. Uji Marquis -----------------
Hasil Positif
2. Khromatografi Lapis Tipis Positif (KLT)
Positif
3. FTIR -----------------------------
Metamfetamina
Urine (08 Februari 4. 1. Chromatographic
Negatif
2013 pukul 08.00 5. Immnunossay
Negatif
Wita)
6.
2. Khromatografi Lapis Tipis (KLT) --
Urine (08 Februari 7. 1. Chromatographic
Negatif
2013 pukul 10.00 8. Immnunossay
Negatif
Wita)
9.
2. Khromatografi Lapis Tipis (KLT) --
10.
Dengan kesimpulan bahwa barang bukti kristal bening milik Rusli Dg. Molong tersebut diatas adalah benar mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 61 Lampiran Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sedangkan barang bukti urine yang diambil pada tanggal 08 Februari 2013 jam 08.00 Wita dan urine yang diambil pada tanggal 08 Februari 2013 jam 2013 jam 10.00 Wita milik Rusli Dg. Molong tersebut diatas Tidak Ditemukan bahan Narkotika. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
42
Atau Subsidiair: Terdakwa RUSLI alias Dg. Molong Bin Subuh Dg. Tika pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2013 sekitar pukul 23.30 Wita atau setidaknya pada waktu-waktu lain dalam Bulan Februari Tahun 2013, bertempat di Jalan Lanto Dg. Pasewang Kelurahan Balang Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto atau setidaknya pada tempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jeneponto, Secara tanpa hak atau melawan hukum, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I berupa 1 (satu) sachet/plastik bening berisikan shabu-shabu seberat 0,7941 gram, yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut: Sebagaimana pada hari-hari dimana terdakwa diminta oleh Ade Dg. Rimang (masih dalam daftar pencarian orang) untuk mengambil kiriman barang berupa Narkotika golongan I jenis shabu-shabu dengan imbalan Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) setiap kali terdakwa mengambil kiriman barang, maka pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2013 sekitar pukul 23.30 Wita, terdakwa kembali dipanggil dan diminta oleh Ade Dg. Rimang untuk pergi mengambil barang milik Ade. Dg. Rimang berupa Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu. Awalnya sekitar pukul 22.00 Wita terdakwa ditelpon oleh Ade Dg. Rimang melalui handphone terdakwa merk Elstar dengan nomor handphone 085340700340 yang meminta terdakwa untuk datang ke rumah kost Ade Dg. Rimang. Setelah terdakwa tiba di rumah kost Ade Dg. Rimang dan terdakwa bertemu dengan Ade Dg. Rimang, selanjutnya terdakwa diminta oleh Ade Dg. Rimang untuk pergi menjemput barang kiriman untuk Ade Dg. Rimang berupa Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu dari seorang sopir angkutan umum dengan imbalan uang dari Ade Dg. Rimang sebanyak Rp. 250.000,- (dua ratus lima pulh ribu rupiah). Selanjutnya terdakwa pergi menjemput dan mengambil Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu tersebut dengan menggunakan sebuah sepeda motor merk Yamaha Xeon yang dipijamkan oleh Ade Dg. Rimang dari seorang lelaki yang terdakwa tidak kenal orangnya yang merupakan teman dari perempuan Sompa (adik dari Ade Dg. Rimang) yang kebetulan sedang bertamu dan bertemu dengan perempuan Sompa di rumah kost milik Ade Dg. Rimang. Ketika terdakwa telah tiba di pinggir jalan depan SPBU Belokallong tempat terdakwa dan sopir angkutan umum janjian untuk bertemu, mobil angkutan umum yang membawa Narkotika golongan I jenis Shabu-shabu milik Ade Dg. Rimang juga telah tiba di depan SPBU Belokallong. Selanjutnya sopir angkutan umum menyerahkan barang kiriman milik Ade Dg. Rimang tersebut kepada terdakwa. Setelah terdakwa menerima titipan barang dari sopir angkutan umum, terdakwa kemudian bergegas untuk membawa barang tersebut kepada Ade Dg.
43
Rimang. Disaat terdakwa baru akan meninggalkan tempat tersebut untuk menuju ke tempat kost Ade Dg. Rimang, petugas Kepolisian Resor Jeneponto Unit Narkoba yang sebelumnya telah mendapat laporan bahwa terdakwa sering menjadi perantara dalam jual beli Narkotika, saat itu juga langsung melakukan penyergapan dan penggeledahan terhadap terdakwa dan barang titipan yang terdakwa terima dari sopir mobil angkutan umum Saat barang milik Ade Dg. Rimang yang terdakwa terima dari sopir mobil angkutan umum diperiksa, Petugas Kepolisian Resor Jeneponto Unit Narkoba menemukan 1(satu) sachet/plastik bening berisi Narkotika Golongan I jenis Shabu-shabu dengan berat 0,7941 (nol koma tujuh ribu sembilan ratus empat puluh satu) gram yang tersimpan didalam hel merk BM warna hitam yang dibungkus dalam kardus penanak nasi merk Sanken yang diisi dalam kantong plastik warna orange dan juga terdapat 1(satu) pipet plastik warna putih, 1(satu) pipet plastik warna putih strip merah dan 1(satu) pipet plastik warna kuning. Selanjutnya terdakwa bersama dengan barang-barang titipan milik Ade Dg. Rimang tersebut dibawa ke Kantor Kepolisian Resor Jeneponto untuk diproses hukum lebih lanjut; Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. LAB: 187 / NNF / II / 2013 tanggal 11 Februari 2013 yan ditandatangani oleh Dra. Sugiharti, dkk. Setelah dilakukan pemeriksaan secara Laboratoris Kriminalistik didapatkan hasil sebagai berikut: Barang bukti Pemeriksaan Kristal bening 11. 1. Uji Marquis -----------------
Hasil Positif
12. 2. Khromatografi Lapis Tipis Positif (KLT) 13. 3. FTIR -----------------------------
Positif Metamfetamina
Urine (08 Februari 14. 1. Chromatographic
Negatif
2013 pukul 08.00 15. Immnunossay
Negatif
Wita)
16. 2. Khromatografi Lapis Tipis (KLT) --
Urine (08 Februari 17. 1. Chromatographic
Negatif
2013 pukul 10.00 18. Immnunossay
Negatif
Wita)
19. 2. Khromatografi Lapis Tipis (KLT) -20.
44
Dengan kesimpulan bahwa barang bukti kristal bening milik Rusli Dg. Molong tersebut diatas adalah benar mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 61 Lampiran Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sedangkan barang bukti urine yang diambil pada tanggal 08 Februari 2013 jam 08.00 Wita dan urine yang diambil pada tanggal 08 Februari 2013 jam 2013 jam 10.00 Wita milik Rusli Dg. Molong tersebut diatas Tidak Ditemukan bahan Narkotika. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
3. Tuntutan Penuntut Umum Tuntutan hukum yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum tanggal 03 Juni 2013, Nomor Reg. Perkara PDM-08/JPT/Euh/03.2013, yang pada pokoknya berpendapat bahwa Terdakwa Rusli Dg. Molong Bin Subuh Dg. Tika telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak memiliki Narkotika Golongan I Bukan Tanaman sebagaimana diatur dalam dakwaan Subsidiair, sehingga pada akhir tuntutan pidananya menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jeneponto yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa Rusli Dg. Molong bin Subuh dg. Tika terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana „Secara tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, atau menguasai Narkotikan Golongan I bukan tanaman‟ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 Ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sesuai Dakwaan Kedua; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rusli dg. Molong bin Subuh dg. Tika oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4(empat) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa penangkapan dan masa penahanan yang telah terdakwa jalani selama proses pemeriksaan; 3. Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Rusli dg. Molong bin Subuh dg. Tika sebesar Rp. 850.000.000,- (delapan ratus lima puluh juta rupiah Subsidiair 3 (tiga) bulan penjara;
45
4. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan agar barang bukti berupa: - Sebuah handphone merk Elstar termasuk SIM Card Nomor 085340700 340 dan 087840336343 - sebuah handphone merk Elstar termasuk SIM car Nomor 085340700340 dan 087840336343 - 1 (satu) bungkus/sachet plastik bening yang didalamnya terdapat serbuk yang diduga Narkotika jenis Shabu-shabu; - 1 (satu) buah helm merk BM warna hitam; - 1 (satu) buah kantong plastik besar warna orange; - 1 (satu) buah kardus penanak nasi merk Sanken; - 1 (satu) buah pipet plastik warna putih; - 1 (satu) buah pipet plastik warna putih strip merah; - 1 (satu) buah pipet plastik warna kuning; Dirampas untuk dimusnahkan. - 1 (satu) unit motor merk Yamaha Xeon nomor Polisi DC 3328 KI; 6. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- ( dua ribu rupiah)
4. Amar Putusan 1. Menyatakan terdakwa Rusli Dg. Molong Bin Subuh Dg. Tika terbukti secara bersalah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak memiliki Narkotika Golongan I bukan tanaman”; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan; 3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan; 4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa: - sebuah handphone merk Elstar termasuk SIM car Nomor 085340700340 dan 087840336343 - 1 (satu) bungkus/sachet plastik bening yang didalamnya terdapat serbuk yang diduga Narkotika jenis Shabu-shabu; - 1(satu) buah helm merk BM warna hitam; - 1(satu) buah kantong plastik besar warna orange; - 1(satu) buah kardus penanak nasi merk Sanken; - 1(satu) buah pipet plastik warna putih; - 1(satu) buah pipet plastik warna putih strip merah;
46
- 1(satu) buah pipet plastik warna kuning; Dirampas untuk dimusnahkan. -
- 1(satu) unit motor merk Yamaha Xeon Nomor Polisi DC 3328 KI; Dikembalikan kepada yang berhak yakni saksi Darwis Empo alias Jaya; 6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
5. Analisis Penulis Dalam perkara ini terdakwa didakwa oleh Penuntut umum dengan bentuk dakwaan alternatif yaitu Kesatu, primair: didakwa dengan Pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika dan Kedua, subsidiair: didakwa dengan Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika; Berdasarkan dakwaan alternatif tersebut, maka Majelis Hakim akan memilih Dakwaan yang berpotensi terpenuhi diantara Dakwaan Kesatu dan Dakwaan Kedua. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dan berdasarkan penilaian Majelis Hakim bahwa dakwaan kedua yang memiliki potensi bersesuaian dengan fakta persidangan maka Majelis Hakim akan mempertimbangakn dakwaan kedua Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika. Menurut penulis, penerapan hukum pidana materiil didalam kasus ini sudah tepat, dimana penuntut umum didalam dakwaannya telah benar yang tuntutannya menyatakan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tanpa hak memiliki Narkotika golongan I bukan tanaman sebagaimana diatur didalam Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika. Ada beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh hakim
47
dalam memutus tindak pidana yang terdakwa lakukan adalah Tindak pidana tanpa hak memiliki Narkotika golongan I bukan tanaman sesuai dengan tuntutan penuntut umum, yang akan penulis uraikan secara
jelas
pada
pembahasan
rumusan
masalah
selanjutnya
(Pertimbangan Hakim). Kemudian apabila dikaitkan dengan posisi kasus yang telah dibahas sebelumnya maka unsur-unsur pidana yang harus dipenuhi agar perbuatan itu dapat dihukum, adalah sebagai berikut: 1. Unsur “Barangsiapa” Barang siapa yang dimaksud disini adalah subyek dari suatu delik yaitu pelaku, orang atau siapa saja yang melakukan tindak pidana yang mampu berbuat dan bertanggungjawab secara hukum. Dalam perkara ini yang diajukan di persidangan adalah terdakwa Rusli Dg. Molong Bin Subuh Dg. Tika. Maka dari itu, unsur “barang siapa” telah terpenuhi.
2.Unsur “Secara Tanpa Hak atau melawan hukum, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman” Bahwa melawan hukum
dapat
diartikan
sebagai melawan
kehendak yang dilarang oleh undang-undang. Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa yang saling bersesuaian satu dengan yang lainnya telah terungkap fakta bahwa pada hari Kamis tanggal 07
48
Februari 2013 sekitar pukul 23.30 Wita, bertempat di depan SPBU Belokallong di Jalan Lanto Dg. Pasewang, Kelurahan Balang, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, petugas Kepolisian resor Jeneponto telah melakukan penangkapan terhadap terdakwa. Bahwa pada saat terdakwa disuruh mengambil barang kiriman milik Ade Dg. Rimang dan tertangkap oleh petugas Kepolisian Resor Jeneponto, langsung dilakukan penggeledahan dan ditemukan barang bukti berupa Narkotika jenis Shabu-shabu tersebut. Bahwa kemudian setelah dilakukan penangkapan ditemukan dalam penguasaan terdakwa barang berupa kristal bening terbungkus plastik bening dan setelah dilakukan pengujian laboratorium ternyata benar kristal bening
terbungkus
plastik
bening
yang
dibawa
oleh
terdakwa
mengandung Metamfetamina yang merupakan Narkotika dalam Golongan I. Perbuatan terdakwa menguasai Shabu-shabu tersebut dilarang oleh hukum atau bertentangan dengan undang-undang namun terdakwa tetap melakukannya karena imbalan sebesar Rp. 250.00,- sehingga dengan demikian unsur secara tanpa hak atau melawan hukum, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman telah terbukti. Bahwa kemudian untuk memastikan kristal bening yang terdapat dalam 1 (satu)/paket plastik bening selanjutnya dilakukan pengujian di Laboratorium. Sesuai dengan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar No. Lab: 187/KNF/II/2013 tanggal 11 Februari
49
2013 adalah benar kristal bening yang terdapat dalam 1 (satu)/sachet plastik bening mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 61 Lampiran Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan urine milik terdakwa Rusli Dg. Molong tidak ditemukan bahan Narkotika. Berdasarkan pertimbangan hukum diatas, maka kedua unsur ini telah terpenuhi. Dari
segi
pertanggungjawaban
pidananya,
Majelis
Hakim
berpendapat tidak ditemukannya adanya alasan-alasan baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada perbuatan terdakwa, sedangkan terdakwa adalah orang yang cakap berbuat hukum dan mampu bertanggung jawab didepan hukum, maka terdakwa dinyatakan bersalah atas perbuatan yang telah dilakukannya dan selayaknya dijatuhi hukuman pidana yang setimpal dengan perbuatannya.
B. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Terdakwa dalam Putusan Nomor 61/Pid. Sus/2013/PN. Jo. 1. Pertimbangan hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Terdakwa dalam Putusan Nomor 61/Pid. Sus/2013/PN. Jo. Putusan hakim merupakan puncak dari suatu perkara yang sedang diperiksa dan diadili oleh Hakim tersebut. Oleh karena itu, tentu saja Hakim
membuat
keputusan
harus
memperhatikan
segala
aspek
didalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin
50
ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat materiil, sampai dengan adanya kecakapan teknik membuatnya. Jika hal-hal negatif dapat dihindari, tentu saja diharapkan dalam diri hakim lahir, tumbuh, dan berkembang adanya sikap atau sifat kepuasan moral jika kemudian putusannya itu dapat menjadi tolak ukur untuk perkara yang sama, atau dapat menjadi bahan referensi bagi kalangan teoritisi maupun kalangan praktisi hukum serta kepuasan nurani sendiri jika putusannya dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi. Pertimbangan hakim terhadap terdakwa sebagai berikut: Menimbang, bahwa terdakwa diajukan ke persidangan berdasarkan dakwaan alternatif yakni, melanggar ketentuan Pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika, Subsidiair, melanggar ketentuan Pasal 112 Ayat (1) Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan menurut penilaian Majelis Hakim bahwa dakwaan pertama yang memiliki potensi bersesuaian dengan fakta persidangan maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan kedua Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1. Barang siapa 2. Secara Tanpa Hak atau melawan hukum, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman
51
Ad. 1. Barang siapa: Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “barang siapa” disini adalah untuk menentukan siapa pelaku tindak pidana sebagai subjek hukum yang telah melakukan tindak pidana tersebut dan memiliki kemampuan mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut; Menimbang,
bahwa
berdasarkan
fakta-fakta
yang
muncul
dipersidangan terungkap fakta bahwa Rusli Dg. Molong bin Subuh Dg. Tika adalah subjek hukum yang dalam keadaan dan kemampuan jiwanya menunjukkan
kondisi
mampu
bertanggungjawab,
oleh
karenanya
mengenai unsur “barang siapa” ini Majelis Hakim berpendapat telah terpenuhi.
Ad.2 Secara Tanpa Hak atau melawan hukum, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman Menimbang, bahwa melawan hukum
dapat
diartikan
sebagai
melawan kehendak yang dilarang oleh undang-undang. Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa yang saling bersesuaian satu dengan yang lainnya telah terungkap fakta bahwa pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2013 sekitar pukul 23.30 Wita, bertempat di depan SPBU Belokallong di Jalan Lanto Dg. Pasewang, Kelurahan Balang, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, petugas Kepolisian resor Jeneponto telah melakukan penangkapan terhadap terdakwa.
52
Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang saling bersesuaian satu dengan yang lainnya telah terungkap fakta bahwa pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2013 sekitar pukul 23.30 Wita, bertempat di depan SPBU Belokallong di jalan Lanto Dg. Pasewang, Kelurahan Balang, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, petugas Kepolisian Resor Jeneponto telah melakukan penangkapan terhadap terdakwa Rusli Dg. Molong Bin Subuh Dg. Tika.. Bahwa kemudian setelah dilakukan penangkapan ditemukan dalam penguasaan terdakwa barang berupa kristal bening terbungkus plastik bening dan setelah dilakukan pengujian laboratorium ternyata benar kristal bening
terbungkus
plastik
bening
yang
dibawa
oleh
terdakwa
mengandung Metamfetamina yang merupakan Narkotika dalam Golongan I. Perbuatan terdakwa menguasai Shabu-shabu tersebut dilarang oleh hukum atau bertentangan dengan undang-undang namun terdakwa tetap melakukannya karena imbalan sebesar Rp. 250.00,- sehingga dengan demikian unsur secara tanpa hak atau melawan hukum, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman telah terbukti. Bahwa kemudian untuk memastikan kristal bening yang terdapat dalam 1 (satu)/paket plastik bening selanjutnya dilakukan pengujian di Laboratorium. Sesuai dengan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar No. Lab: 187/KNF/II/2013 tanggal 11 Februari 2013 adalah benar kristal bening yang terdapat dalam 1 (satu)/sachet
53
plastik bening mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 61 Lampiran UU Narkotika, sedangkan urine milik terdakwa Rusli Dg. Molong tidak ditemukan bahan Narkotika. Menimbang, bahwa karena semua unsur yang terdapat dalam dakwaan Subsidiair Jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak memiliki Narkotika Golongan I Bukan Tanaman”; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur-unsur yang terdapat dalam dakwaan subsidiair Jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi, maka terhadap diri terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah, maka terhadap para terdakwa haruslah dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan harus dihukum pula untuk membayar biaya dalam perkara ini; Menimbang, bahwa dipersidangan tidak didapati hal-hal yang menjadi dasar alasan untuk menghapuskan pidana atas diri terdakwa, baik secara pemaaf maupun pembenar, oleh karena itu kepada diri para terdakwa dinyatakan dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya; Menimbang,
bahwa
pemidanaan
bukanlah
ditujukan
untuk
melakukan balas dendam kepada pelakunya akan tetapi lebih kepada
54
memberikan pendidikan kepada pelaku agar menjadi lebih baik dari sebelumnya, oleh karenanya sebelum majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa, terlebih dahulu akan dipertimbangkan mengenai hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi diri terdakwa; Hal-hal yang memberatkan: -
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;
-
Perbuatan terdakwa menghambat program pemerintah untuk pemberantasan Narkotika.
Hal-hal yang meringankan: -
Terdakwa sopan dipersidangan dan belum pernah dihukum;
-
Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
-
Terdakwa masih muda dan diharapkan masih dapat memperbaiki perilakunya dikemudian hari.
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa selama ini ditahan dan selama persidangan Majelis Hakim tidak menemukan alasan untuk membebaskan terdakwa dari tahanan, oleh karenanya pidana yang dijatuhkan akan dikurangi seluruhnya dengan masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan ketentuan terdakwa tetap berada di dalam tahanan.
55
2. Analisis Penulis Suatu proses peradilan diakhiri dengan jatuhnya putusan akhir (vonis)
yang
didalamnya
terdapat
penjatuhan
sanksi
pidana
(penghukuman) terhadap terdakwa yang bersalah, dan didalam putusan itu
hakim
menyatakan
pendapatnya
tentang
apa
yang
telah
dipertimbangkan dan apa yang menjadi amar putusannya. Sebelum sampai pada tahapan tersebut, ada tahapan yang harus dilakukan sebelumnya, yaitu tahapan pembuktian dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Dalam menjatuhkan pidana, hakim harus berdasarkan pada dua alat bukti yang sah kemudian dua alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana yang didakwakan benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukannya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Selain dari apa yang dijelaskan penulis diatas, yang perlu dilakukan oleh Hakim adalah untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditetapkan dalam Undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan dan
kemampuan
bertanggung
jawab,
seseorang
akan
dipertanggungjawabkan atas tindakan dan perbuatannya serta tidak adanya alasan pembenar/pemaaf atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya.
56
Dalam Putusan Nomor 61/Pid.Sus/2013/PN.Jo, penulis sependapat dengan Putusan Majelis Hakim yang menilai bahwa diantara 2 (dua) dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa, maka yang terbukti didepan persidangan adalah Dakwaan Kedua yakni melanggar Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika, oleh karena memang unsur-unsur dari pasal inilah yang terbukti sebagai fakta didepan Persidangan Pengadilan, sehingga tepatlah Amar/Isi Putusan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa Rusli Dg. Molong Bin Subuh Dg. Tika telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa Hak Memiliki Narkotika Golongan I Bukan Tanamam”, Dalam
Putusan
Nomor
61/Pid.Sus/2013/PN.Jo,
proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Majelis Hakim menurut Penulis sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku seperti yang dipaparkan oleh penulis sebelumnya, yaitu berdasarkan alat bukti yang sah, dimana dalam kasus ini, alat bukti yang digunakan oleh Hakim adalah keterangan terdakwa, keterangan saksi, dan bukti surat hasil pemeriksaan Narkotika secara Laboratoris Kriminalistik yang menyatakan bahwa benar bahwa plastik bening kepunyaan terdakwa adalah Narkotika. Lalu kemudian mempertimbangkan tentang pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada saat melakukan perbuatannya, terdakwa sadar akan akibat yang ditimbulkan. Selain hal diatas, Hakim juga tidak melihat adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf yang dapat menjadi alasan penghapusan
57
pidana terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Majelis Hakim melihat hal-hal yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan menghambat program pemerintah untuk pemberantasan Narkotika. Adapun hal-hal yang meringankan adalah terdakwa sopan dipersidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya, terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, dan terakhir terdakwa masih muda dan diharapkan masih dapat memperbaiki perilakunya dikemudian hari. Penulis
sependapat
dengan
Putusan
Majelis
Hakim
yang
menjatuhkan pidana kepada terdakwa Rusli Dg. Molong Bin Subuh Dg. Tika dengan pidana penjara minimal yakni selama 4 (empat) tahun, meskipun Pidana yang dijatuhkan oleh Hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa, Jaksa Penuntut Umum dalam perkara in menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan penjara. Dalam menjatuhkan putusan hukuman penjara terhadap penjara, penulis telah sependapat dengan vonis Majelis Hakim yang memberikan hukuman pidana penjara selama 4(empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan tidak mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu pidana penjara selama 4(empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 850.000.000,- (delapan ratus lima puluh juta rupiah).
58
Berkaitan dengan perkara yang penulis bahas dan setelah melakukan wawancara dengan Hakim Anggota II yang memutus kasus ini yaitu Fajar Pramono, SH., MH, maka diperoleh kesimpulan bahwa ada kaitan antara pemidanaan dengan fakta-fakta serta keadaan yang meliputi kasus ini. Salah satu poin yang penulis dapatkan dari hasil wawancara adalah alasan hakim tidak mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum mengenai sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa yaitu pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 850.000.000,- (delapan ratus lima puluh juta rupiah) Subsidiair 3 bulan penjara karena beberapa pertimbangan, yaitu: 1. Dilihat dari peran terdakwa yang hanya seorang kurir dalam transaksi jual beli Narkotika. 2. Jumlah Narkotika yang dimiliki dan dalam penguasaan terdakwa saat penggeladahan hanya berjumlah 0,7941 (nol koma tujuh ribu sembilan ratus empat puluh satu) gram. 3. Selama
proses
persidangan terdakwa bersikap sopan dan
mengakui terus terang setiap perbuatannya. 4. Terdakwa merasa menyesal atas perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi. 5. Terdakwa baru pertama kalinya dihukum, apabila dihukum terlalu lama dikhawatirkan tujuan pemidanaan yang bertujuan untuk memperbaiki kelakuan terdakwa, justru malah akan menyimpangi dari tujuan awal pemidanaan tersebut.
59
Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas maka Majelis Hakim memperingan hukuman yang dituntutkan oleh Jaksa Penuntut Umum dari 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan pidana penjara dan pidana denda Rp. 850.000.000,- menjadi 4 (empat) tahun pidana penjara dan pidana denda . 800.000.000,-.
60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dijelaskan maka Penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan Hukum Pidana Materiil oleh Hakim terhadap tindak pidana tanpa hak memiliki Narkotika Golongan I Bukan Tanaman dalam Putusan Perkara Nomor 61/ Pid. Sus/2013/PN. Jo telah tepat. Jaksa Penuntut Umum menggunakan 2 (dua) dakwaan, yaitu: Primair Pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika, dan Subsidiair Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika. Diantara unsur-unsur kedua Pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut, yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah adalah Pasal 112 Ayat (1) UU Narkotika. Dimana antara perbuatan dan unsur-unsur Pasal saling mencocoki. 2. Pertimbangan hukum oleh Hakim terhadap tindak pidana tanpa hak memiliki Narkotika Golongan I Bukan Tanaman dalam menjatuhkan pemidanaan telah tepat karena Hakim dalam perkara Nomor 61/Pid. Sus/2013/PN. Jo menjatuhkan pemidanaan berdasarkan keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan alat bukti surat yang menurut Pasal 184 KUHAP merupakan alat bukti yang sah. Selanjutnya alat-alat bukti tersebut mendukung fakta-fakta yang terungkap dalam
61
persidangan yang meyakinkan hakim bahwa tindak pidana tanpa hak memiliki Narkotika Golongan I Bukan Tanaman benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
B. Saran. 1. Pemerintah harus menggalakkan sosialisasi UU Narkotika yang baru, sehingga dapat meningkatkan eksistensi Badan Narkotika Nasional
(BNN)
bersama
dengan
kesadaran hukum masyarakat
Polri,
serta
meningkatkan
dalam upaya penanggulangan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika di Indonesia. 2. Pemerintah dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tentang bahaya Narkoba harus mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pemberantasannya. Hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan Narkoba sampai ketingkat RT/RW mengenai bahaya Narkoba dalam upaya penanggulangan dan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.
62
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Chazawi, Adami. 2010. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dirjosisworo, Soedjono. 1990. Hukum Narkotika di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Ilyas, Amir. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta dan Pukap Indonesia Lamintang, P.A.F. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung :Citra Aditya Bakti. Ma‟roef, Ridha. 1987. Narkotika, Masalah dan Bahayanya. Jakarta: PT. Bina Aksara. Moeljatno. 2009. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. Prasetyo, Teguh. 2010. Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Pers. Prodjodikoro, Wirjono. 2005. Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Pertama. Jakarta: Sinar Grafika. Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia). Jakarta: Gramedia Pustaka. Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju. Schaffmeister, et al. 2007. Hukum Pidana. Jakarta: Citra Aditya Bakti. Soesilo, R. 1995. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bogor: Politeia. Supramono, G. 2001. Hukum Narkotika Indonesia. Jakarta: Djambatan. Tongat. 2003. Hukum Pidana Materiil. Jakarta: Djambatan. Widnyana, I Made. 2010. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Fikahati Aneska.
63
Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Website Agusy. 2012. Pemidanaan Terhadap Pengedar Narkoba. http://pnkepanjen.go.id. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013 pukul 13:54 WITA.
64