59
BAB 4 ANALISA KASUS
4.1
Posisi Kasus Penangkapan Dalam Hal Tertangkap Tangan Atas Al Amin Nasution Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah begitu parah dan meluas dan
memasuki seluruh aspek kehidupan baik tingkat bawah apalagi kalangan atas yang sangat merugikan dan telah sampai ke setiap instansi pemerintahan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa korupsi terjadi di semua instansi pemerintahan di Indonesia, tidak terkecuali di lembaga perwakilan rakyat seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu kasus yang mencuat dari korupsi yang terjadi di DPR ialah kasus yang melibatkan Al Amin Nasution sebagai tersangka dan sekaligus terdakwanya. Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Al Amin Nasution atas dasar kasus penyuapan yang dilakukan Sekda Kabupaten Bintan, Azirwan. Penyuapan diduga terkait dengan alih status hutan lindung di Pulau Bintan. Penangkapan atas Al Amin Nasution oleh KPK tersebut bermula karena adanya laporan/pengaduan masyarakat ke KPK. Melalui laporan tersebut KPK melakukan penyelidikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyelidikan Sprin/Lidik-39F/P.KPK/XI/2007 tanggal 7 November 200755. Penyelidikan tersebut terus berlangsung selama hampir satu tahun. Di dalam penyelidikan tersebut dilakukan pula penyadapan guna mendapatkan bukti permulaan. Pada tanggal 7 April 2008, Ketua Tim Percepatan Pembangunan Kota Bintan Azirwan tiba di Jakarta dan menginap di Hotel Ritz Carlton, Kuningan Jakarta Selatan. Pada hari itu, Al Amin Nasution bertemu dengan Azirwan di Oak Room Cafe dan membicarakan mengenai kesepakatan pengalihan status hutan lindung di Pulau Bintan. Pada hari itu juga KPK mengetahui bahwa akan terjadi
55
Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
60
transaksi penyuapan Al Amin Nasution oleh Sekda Bintan Azirwan di Hotel Ritz Carlton mengenai alih status hutan lindung di Pulau Bintan melalui penyadapan. Pada tanggal 8 April 2008 sekitar jam 22.00 WIB, Al Amin Nasution bersama Arya Permana, Eifel, dan Azirwan sedang berada di Mistere Pub Hotel Ritz Carlton untuk menikmati hiburan live music. Kemudian pada tanggal 9 April 2008 pukul 00.40 WIB, Al Amin Nasution keluar menuju toilet bersama teman wanitanya. Setelah Al Amin Nasution keluar dari toilet, ia masih menunggu di lorong yang menuju toilet dan tidak lama kemudian Azirwan menyusul ke arah lorong toilet tersebut. Setelah mereka bertemu Azirwan mengeluarkan sejumlah uang kertas seratus ribuan dan menyerahkannya kepada Al Amin. Setelah peristiwa tersebut, Al Amin Nasution kembali ke tempat duduk semula di dalam Mistere Pub dan kemudian keluar kembali menuju tempat parkir. Setelah sampai di tempat parkir, Al Amin Nasution segera menuju ke mobilnya dan mengambil secarik kertas. Kemudian setelah peristiwa itu, Al Amin Nasution berjalan mendekati tempat duduk Azirwan lalu menuju ke arah lorong toilet, disusul oleh Azirwan dan mereka berdua beriringan masuk ke lorong menuju toilet. Di dalam toilet tersebut Al Amin Nasution menyerahkan secarik kertas yang berupa surat rekomendasi alih fungsi hutan lindung Pulau Bintan kepada Azirwan. Setelah peristiwa tersebut, Al Amin Nasution bersama Arya dan Eifel keluar dari Mistere Pub dan kemudian ditangkap oleh petugas KPK di tempat parkir tanpa Surat Perintah Penangkapan dengan dalih tertangkap tangan.
4.2
Analisa Mengenai Pokok Permasalahan
4.2.1 Analisa Mengenai Sah Atau Tidaknya Penangkapan Dengan Tertangkap Tangan Dalam Kasus “Tertangkap Tangannya Al Amin Nasution Oleh KPK” Setelah kita membaca posisi kasus yang ada maka dapat kita lihat bahwa penangkapan atas Al Amin Nasution oleh KPK tidak disertai dengan Surat Penangkapan dan KPK berdalih hal tersebut diperkenankan karena penangkapan tersebut dalam hal tertangkap tangan. Komisi Pemberantasan Korupsi menggunakan rumusan “segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan” yang ada pada Pasal 1 butir 19 KUHAP:
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
61
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. Tertangkap tangan memang merupakan suatu keadaan yang istimewa, dan karena merupakan keadaan yang istimewa itu maka menurut Pasal 18 ayat (2) KUHAP dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan si tertengkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu. Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap penangkapan tersebut sebagai penangkapan dalam hal tertangkap tangan, akan tetapi terdapat beberapa hal yang menurut penulis patut diperhatikan, antara lain: a.
Unsur “segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan” Undang-undang tidak menentukan waktu tertentu dalam mengartikan
istilah/unsur “segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan” atau istilah/unsur “sesaat kemudian” dalam keadaan-keadaan tertangkap tangan yang terdapat dalam Pasal 1 butir 19 KUHAP. Dalam hal ini penulis mengambil contoh berupa doktrin yang dikemukakan oleh R. Soesilo mengenai contoh “dengan segera”:
Apabila seorang Bayangkara mendengar suara orang berteriak meminta tolong. Saat itu terlihat olehnya terdapat seseorang yang berlari keluar rumah dengan tangan berlumuran darah kemudian ia ditangkap dan diperiksa. Sesudah orang tersebut ditangkap dan diperiksa ternyata diketahui bahwa seseorang tersebut baru saja menganiaya seseorang. Tindak pidana penganiayaan tersebut kedapatan segera sesudah dilakukan (tertangkap tangan)56. Melihat pada penjelasan R. Soesilo di atas, maka dapat kita lihat dapat dikatakan “dengan segera” apabila jangka waktu antara seseorang melakukan tindak pidana 56
R. Soesilo, Op.cit, hal. 7.
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
62
dengan orang tersebut ditangkap sangatlah singkat. Pada kasus yang terjadi57 diketahui bahwa penangkapan dilakukan kira-kira satu jam setelah Al Amin Nasution menerima uang dari Azirwan. Jangka waktu penangkapan inilah yang patut dipertanyakan, apakah jangka waktu satu jam setelah terjadinya pemberian uang dapat dikatakan sebagai “segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan” mengingat dalam tenggat waktu satu jam tersebut penyelidik diketahui masih dapat melaporkan pada atasannya, Al Amin Nasution masih dapat kembali menikmati hiburan live music, kembali ke parkiran untuk mengambil surat rekomendasi alih fungsi hutan lindung, masih dapat bertemu dengan Azirwan kembali untuk menyerahkan surat rekomendasi alih fungsi hutan lindung tersebut dan masih dapat pergi keluar Mistere Pub padahal penyelidik selalu memantau gerakan Al Amin Nasution. Menurut penulis, penangkapan dalam hal tertangkap tangan dengan unsur “segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan” dapat dilakukan pada saat Al Amin Nasution menerima uang yang diberikan oleh Azirwan, karena unsur tindak pidana yang dipersangkakan kepada Al Amin Nasution telah terpenuhi pada saat penyerahan uang tersebut sesuai dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi):
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; Melihat Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatas, maka dapat kita ketahui bahwa tindak pidana telah terjadi ketika unsur “menerima hadiah atau janji” telah terpenuhi. Pada kasus “Tertangkap tangannya Al Amin 57
Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel bagian keterangan saksi dan pertimbangan hukum.
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
63
Nasution oleh KPK” unsur “menerima hadiah atau janji” terpenuhi ketika telah terjadi penyerahan uang dari Azirwan kepada Al Amin Nasution, sehingga pada saat itu seharusnya penyelidik dapat menangkap Al Amin Nasution dengan penangkapan dalam hal tertangkap tangan, atau pada saat Al Amin Nasution dan Azirwan keluar dari toilet setelah serah terima surat rekomendasi alih fungsi hutan lindung Pulau Bintan guna lebih meyakinkan lagi bahwa uang tersebut adalah untuk menggerakan Al Amin Nasution untuk melakukan sesuatu. b.
Tertangkap tangan adalah suatu bentuk penangkapan yang tidak direncanakan terlebih dahulu Sesuai dengan Pasal 111 ayat (1) KUHAP mengenai pihak-pihak yang
dapat melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan:
Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan berserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik. Pasal 111 ayat (1) KUHAP dan Pasal 18 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka, dan pejabat berwenang yang dapat melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan hanyalah Penyelidik saja. Hal yang patut diperhatikan menurut penulis adalah kompetensi dari penyelidik itu sendiri. Penulis berpendapat bahwa penyelidik yang dapat melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan bukanlah penyelidik yang ditunjuk untuk menangani perkara tersebut. Sebagai contoh apabila seorang penyelidik ditugasi untuk menyelidiki kasus korupsi atas seseorang bernama X kemudian ditengah penyelidikannya, ia melihat adanya penyuapan yang dilakukan oknum A terhadap seorang penyelenggara negara B maka penyelidik tersebut wajib menangkap oknum A dan penyelenggara negara B tersebut. Melihat pada contoh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penangkapan dalam hal tertangkap tangan adalah penangkapan yang tidak direncanakan terlebih dahulu, sehingga dikatakan sebagai keadaan istimewa dan tidak diperlukan adanya Surat Penangkapan.
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
64
Pada kasus “Tertangkap Tangannya Al Amin Nasution Oleh KPK” pejabat berwenang yang melakukan penangkapan tersebut memang penyelidik, akan tetapi hal yang patut diperhatikan adalah penangkapan Al Amin tersebut bukanlah penangkapan tanpa sengaja atau tanpa rencana terlebih dahulu, karena penangkapan atas Al Amin sudah melalui proses penyelidikan terlebih dahulu dan telah ditemukan adanya bukti permulaan. Pada kasus “Tertangkap Tangannya Al Amin Nasution Oleh KPK” penyelidik yang melakukan penangkapan adalah penyelidik yang ditugasi untuk menyelidiki kasus tersebut, sehingga jelas terlihat bahwa penangkapan tersebut telah direncanakan terlebih dahulu. Melihat
pada
pertimbangan-pertimbangan
di
atas,
maka
penulis
berkesimpulan bahwa penangkapan dengan tertangkap tangan dalam kasus “Tertangkap Tangannya Al Amin Nasution Oleh KPK” adalah tidak sah. Sehingga
seharusnya
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Selatan
mengabulkan
permohonan praperadilan dari Al Amin Nasution.
4.2.2 Analisa Mengenai Apakah Dalam Kasus “Tertangkap Tangannya Al Amin Nasution Oleh KPK” Penangkapan Dengan Tertangkap Tangan Yang Dilakukan Dengan Pengkondisian Terlebih Dahulu Dapat Dikatakan Tertangkap Tangan Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu penangkapan dapat dikatakan sebagai tertangkap tangan apabila penangkapan tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu, sehingga dapat dikatakan sebagai kondisi istimewa. Selain penangkapan tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu, penangkapan tersebut tidak dilakukan oleh penyelidik yang menangani kasus tersebut. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan oleh penulis bahwa pengkondisian merupakan terminologi yang digunakan oleh penulis dalam mendeskripsikan cara untuk mendapatkan atau mengumpulkan alat bukti dan barang bukti. Cara untuk mendapatkan atau mengumpulkan alat bukti dan barang bukti menurut merupakan salah satu bentuk perencanaan terlebih dahulu, sehingga apabila penangkapan yang dilakukan dengan pengkondisian terlebih dahulu adalah penangkapan dengan rencana.
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
65
Menurut penulis, hal yang sebaiknya dilakukan adalah tidak menangkap dengan tertangkap tangan, tetapi lebih baik mengubah status penyelidikan menjadi penyidikan terlebih dahulu kemudian dilakukan penangkapan. Pasal 44 ayat (1), (2) dan (4) UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK ditegaskan:
Pasal 44 (1) Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. (2) Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik. (4) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan. Perubahan status penyelidikan menjadi penyidikan dimungkinkan karena pengkondisian bertujuan untuk mencari alat bukti dan barang bukti, dengan adanya laporan dugaan korupsi disertai alat bukti yang diperoleh dari proses pengkondisian maka sudah dapat dilakukan penyidikan. Pada tahap penyidikan inilah tersangka akan ditangkap dengan menyertakan Surat Penangkapan. Melihat pada uraian penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa penangkapan dengan tertangkap tangan yang dilakukan dengan pengkondisian terlebih dahulu pada kasus “tertangkap tangannya Al Amin Nasution oleh KPK” tidak dapat dikatakan sebagai penangkapan dengan tertangkap tangan. Atas penangkapan dengan tertangkap tangan yang dilakukan dengan pengkondisian terlebih dahulu patut diajukan gugatan praperadilan.
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
66
4.3.3 Analisa Mengenai Apakah Dalam Kasus “Tertangkap Tangannya Al Amin Nasution Oleh KPK” Pengadilan Berwenang Menerima Gugatan Praperadilan Dalam Pasal 77 KUHAP secara tegas mengatur kewenangan Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutus perkara mengenai: a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan; b. Ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Pasal 78 KUHAP menegaskan bahwa yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP adalah praperadilan. Pada Penjelasan Umum UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK dinyatakan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK di samping mengikuti hukum acara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga dalam Undang-Undang ini dimuat hukum acara tersendiri sebagai ketentuan khusus (lex specialis). Pada Pasal 53 dan Pasal 54 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK secara jelas menentukan bahwa tugas dan wewenang Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi adalah memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh KPK, yang pertama kali dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada Pasal 63 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK disebutkan:
Pasal 63 (1) Dalam hal seseorang dirugikan sebagai akibat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi secara bertentangan dengan UndangUndang ini atau dengan hukum yang berlaku, orang yang bersangkutan berhak untuk mengajukan gugatan rehabilitasi dan/atau kompensasi.
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
67
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengurangi hak orang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan praperadilan, jika terdapat alasan-alasan pengajuan praperadilan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (3) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perkara tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54. (4) Dalam putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan jenis, jumlah, jangka waktu, dan cara pelaksanaan rehabilitasi dan/atau kompensasi yang harus dipenuhi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Melihat pada rumusan Pasal 63 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK dapat diketahui bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili permohonan gugatan rehabilitasi dan/atau kompensasi, tetapi mengenai gugatan praperadilan tidak dijelaskan diajukan kemana. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai ketentuan khusus (lex spelialis) tidak mengatur secara jelas kemana gugatan praperadilan diajukan, maka sesuai dengan Penjelasan Umum UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK berlakulah ketentuan umum mengenai hukum acara pidana yaitu KUHAP (lex generalis), dan sesuai dengan KUHAP yang dapat memeriksa dan memutus gugatan praperadilan adalah Pengadilan Negeri. Melihat pada penjelasan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam kasus “tertangkap tangannya Al Amin Nasution oleh KPK”, pengadilan negeri berwenang menerima gugatan praperadilan. Sehingga sudah tepat apabila Al Amin Nasution selaku pemohon gugatan praperadilan mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Universitas Indonesia Tertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009