www.ee-cafe.org
PLN Dari 1973 Sampai 2005 Sudaryatno Sudirham Tulisan ini dibuat pada waktu penulis masih aktif sebagai Tenaga Ahli Teknik Dewan Komisaris PT PLN (Persero)
1. Pendahuluan Berikut ini disajikan rangkuman perkembangan PLN dari masa repelita pertama sampai dengan tahun 2005 dalam bentuk grafik dan tabel. Rekaman historis ini dapat menjadi ancar-ancar dalam meninjau berbagai perkembangan yang sedang dan akan terjadi. 2. Permintaan dan Penyediaan Energi Listrik Jumlah Pelanggan. Jumlah pelanggan PLN terus meningkat setiap tahun. (Gb.1). Gb.1. Jumlah Pelanggan
Tabel-1. Laju Pertumbuhan Rata-Rata per Tahun Jumlah Pelanggan [%] RT Ind. Bisnis Umum Jumlah Repelita 1 3.05 -0.55 7.17 10.75 3.51 Repelita 2 11.64 2.51 13.27 6.28 11.56 Repelita 3 20.62 15.85 10.45 18.21 19.83 Repelita 4 16.45 10.47 8.33 16.93 16.05 Repelita 5 8.00 4.20 6.53 10.36 8.00 Repelita 6 10.97 1.62 11.89 8.94 10.16 (s/d 1998) 2001-2005 3.75 0.95 6.5 4.8 4.4
34,559,353
35,000,000
Gb.2. Daya Tersambung
26,433,489
25,000,000
60,000
20,000,000
50,718
50,000
15,157,409
15,000,000
40,000 MVA
Pelanggan
30,000,000
10,000,000 5,000,000
34,599
30,000
25,007
20,000
12,961
12,234
0
10,000
1
Rumah Tangga
2
3 4 5 98 6 Akhir REPELITA & Tahun Industri
Bisnis
Umum
03 7 05
0 Jumlah
Pada tahun 2005 jumlah pelanggan mencapai 34,56 juta, dengan 93% di antaranya adalah dari kelompok pelanggan dengan tarif Rumah Tangga Walaupun jumlah pelanggan terus meningkat, namun mulai tahun 1998 laju pertumbuhan rata-rata per tahunnya menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan pada lima tahun terakhir (2001 sampai 2005) hanya mencapai 4,4%, jauh di bawah laju pertumbuhan pada Repelita-2 (1974 – 1979) yang 11,56%. (Tabel-1). Laju pertumbuhan yang rendah ini terkait dengan rendahnya laju pertumbuhan pembangunan fisik pembangkitan dan jaringan seperti terlihat pada Gb.4. Daya Tersambung. Pertumbuhan daya tersambung untuk berbagai kelompok pelanggan tidak selalu sama (Gb.2.).
1
2
Rumah Tangga
3 4 5 Akhir REPELITA & Tahun Industri
Bisnis
Umum
98 6
03 7 05 Jumlah
Kelompok pelanggan Rumah Tangga, Bisnis, dan kelompok Umum (gedung pemerintah, penerangan jalan umum, sosial) cenderung selalu meningkat. Kelompok pelanggan Industri mengalami penurunan pada 1999, setelah itu meningkat lagi namun dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun yang lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan rata-rata per tahun tertinggi terjadi pada kurun 1979-1984 (Repelita-3) yakni sebesar 20,03%, kemudian menurun pada perioda lima tahun berikutnya menjadi 14,83%, dan menurun lagi pada lima tahun berikutnya menjadi 8,74%. Pada lima tahun terakhir, laju pertumbuhan daya tersambung rata-rata per tahun hanya mencapai 5,48%, jauh lebih rendah dari laju pertumbuhan yang dicapai pada Pelita I yang 12,81%.(Tabel-2).
1/5
www.ee-cafe.org Tabel-2. Laju Pertumbuhan Rata-Rata per Tahun Daya Tersambung [%] RT Ind. Bisnis Umum Jumlah Repelita 1 10.81 18.24 9.33 8.06 12.81 Repelita 2 20.01 18.18 16.90 10.13 17.97 Repelita 3 21.69 13.79 20.12 35.72 20.03 Repelita 4 15.30 17.04 12.42 10.07 14.83 Repelita 5 8.27 9.50 12.18 3.68 8.74 Repelita 6 5.90 14.20 5.43 9.81 (s/d 1998) 11.93 2001-2005 6.11 2.62 7.64 7.34 5.48
Pada tahun 2005 beban tersambung kelompok pelanggan Rumah Tangga mencapai 25.007 MVA dan kelompok Bisnis mencapai 9.321 MVA. Jumlah keduanya mencapai 34.328 MVA yang menjadi komponen penentu tingginya beban puncak (malam hari). Sementara itu pertumbuhan daya tersambung pelanggan Industri tidak cukup besar, hanya mencapai 12.961 MVA pada tahun 2005 sehingga daya tersambung total menjadi 50.718 MVA. 3. Produksi dan Sarana Fisik Produksi. Produksi (total) tahunan terus meningkat namun dengan laju yang terus menurun.(Gb.3). Gb.3. Produksi 140,000
Produksi (total) terdiri dari produksi sendiri yang persentasenya terus menurun dan pembelian energi yang persentasenya terus meningkat. Pada tahun 2005 produksi sendiri mencapai 77% dan pembelian energi mencapai 23% dari produksi total. (Tabel 4).
Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tabel-4. Pertumbuhan Produksi Prod Sendiri Energi Beli Total tumbuh tumbuh GWh GWh % % GWh 77,903 84,775 93,326 101,654 108,361 112,972 120,244 127,370
3,482 4,752 9,822 14,019 20,292 22,806 27,132 29,193
7.5 4.3 4.9 0.5 2.4 3.3 5.4
36.5 106.7 42.7 44.7 12.4 19.0 7.6
Sarana Fisik. Sarana fisik PLN untuk menyediakan energi listrik terdiri dari pembangkitan, jaringan transmisi, dan jaringan distribusi. Semenjak krisis 1997, pertumbuhan sarana fisik tersebut sangat rendah. Pertumbuhan daya tersambung dan produksi tidak diimbangi dengan pertumbuhan kapasitas terpasang melainkan dipenuhi dengan pertumbuhan pembelian energi. Jumlah kapasitas terpasang hanya bertambah sebesar 3,2% dari 1998 sampai 2005. (Gb.4).
127,367
120,000
Gb.4.a. Kapasitas Terpasang 25,000
100,000 GWh
74,421 80,023 83,504 87,635 88,069 90,166 93,113 98,177
21,240
77,905
80,000
20,581
20,000
60,000
16,109
40,000
15,000
0 1
2
3
4
13,600
MW
25,623
20,000
98 6
5
03 7 05
Akhir REPELITA & Tahun
10,000
8,529
5,000
Laju pertumbuhan rata-rata per tahun tertinggi tercapai pada masa Repelita-3 sebesar 18.53%, menurun pada lima tahun berikutnya menjadi 13,86% dan menurun lagi menjadi 12,76%. Pada lima tahun terakhir, laju pertumbuhan rata-rata per tahun produksi hanya mencapai 6.42%. (Tabel-3).
6,900 6,770
6,770
6,282
3,935
3,411
0 1 PLTA
2 PLTU
3 4 5 Akhir PELITA & Tahun PLTG
PLTGU
PLTP
6 98 PLTD
7 05 03 Jumlah
Gb.4.b. Distribusi Kapasitas Terpasang
Tabel-3. Laju Pertumbuhan Rata-Rata per Tahun Produksi [%] Repelita Tahun 2
3
4
5
13.74
18.53
13.86
12.76
6 (s/d 1999)
10.92
15.62 %
3.86 % 4.56 %
01– 05 6.42
0.50 % 0.55 %
73.90 % 0.57 %
0.43 %
2/5
www.ee-cafe.org adalah 98,177 GWh dan pembelian energi 29,193 GWh. Kapasitas terpasang adalah 22,073 MW dan ini memberikan faktor kapasitas 50,77%. Gb.6. Faktor Kapasitas, Faktor Beban, Faktor Permintaan
%
Melihat kenyataan bahwa kapasitas terpasang antara 1999 sampai 2005 hampir tidak ada perubahan, maka komposisi pembangkit pada 2005 tidak akan jauh berbeda dengan komposisi pada tahun 1999, yaitu PLTU 32,9%, PLTGU 30,5%, PLTA 14,6%, PLTD 12,9%, PLTG 7,4%, dan PLTP 1,7%, dengan sekitar 74% melayani beban di Jawa.(Tabel-5). Tabel-5. Persentase Kapasitas Terpasang (1999) Luar Jawa Jawa Indonesia PLTA 3.03% 11.63% 14.67% PLTU 3.75% 29.19% 32.94% PLTG 2.87% 4.50% 7.38% PLTGU 4.28% 26.29% 30.57% PLTP 0.00% 1.75% 1.75% PLTD 12.17% 0.53% 12.70% Total 26.10% 73.90% 100.00%
26,093
2000 2001 2002 2003 2004 2005
kms
27,442 22,810
19,849
15,000 10,000 5,000 0 1994
1996
1998
2000
2002
2004
JTM [kms/10]
2004
Faktor Permintaan
BBM (liter/kWh) 0.284 0.284 0.2847 0.2776 0.2750 0.2732
Batubara (kg/kWh) 0.470 0.476 0.4748 0.4787 0.4845 0.5169
Gas Alam (MSCF/kWh) 0.009 0.009 0.0085 0.0086 0.0088 0.0093
Dalam sepuluh tahun terakhir ini produksi dengan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) cenderung meningkat sedangkan produksi dengan menggunakan gas alam terus menurun. (Gb.7.a dan Gb.7.b).
Tahun Transmisi [kms]
Faktor Beban
2002
Tabel-6. Specific Fuel Consumption Tahun
23,573
20,000
2000 Tahun
Konsumsi bahan bakar per kWh (Specific Fuel Consumption - SFC) bervariasi dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir dilaporkan SFC seperti terlihat dalam Tabel-6.
30,723
25,000
1998
3. Pemakaian Sumber Energi Primer
Gb.5.a. Jaringan Transmisi dan Distribusi 30,000
1996
Faktor Kapasitas
Pertumbuhan jaringan tidak mengimbangi peningkatan jumlah pelanggan. Semenjak 2002 hampir tidak ada penambahan jaringan distribusi, walaupun ada peningkatan jaringan transmisi.(Gb.5.a dan Gb.5.b).
35,000
80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1994
JTR [kms/10]
Gb.5.b. Gardu Induk dan Gardu Distribusi 60,000
35,000
29,189
27,585
26,029
30,000 20,000
Gb.7.a. Komposisi Produksi Energi 40,000
27,585
30,000
16,937
GWh
MVA
40,000
52,565
50,485
46,964
50,000
10,000
20,000 15,000
20 05
20 04
20 03
20 02
20 01
20 00
19 99
19 98
19 97
19 96
19 95
0
19 94
25,000
Tahun GI [MVA]
GD [MVA]
Hubungan antara produksi bruto dengan kapasitas terpasang dinyatakan dengan faktor kapasitas, sedangkan hubungan antara produksi netto dengan beban puncak dinyatakan dengan faktor beban, dan hubungan antara beban puncak dengan daya tersambung dinyatakan dengan faktor permintaan. Gb.6. memperlihatkan perubahan ketiga faktor tersebut dari tahun 1994. Pada tahun 2005 produksi sendiri
10,000 5,000 0 1994
1996
1998
2000 Tahun
2002
BBM
Tenaga Air
Batu Bara
Gas Alam
Pembelian
Sewa Diesel
2004 Panas Bumi
3/5
www.ee-cafe.org Upaya penurunan susut yang telah dilakukan mampu menurunkan persentase susut pada 2004. Audit energi yang dilakukan oleh Gugus Tugas Audit Susut yang dibentuk pada 2005 menyebutkan bahwa persentase susut di jaringan pada 2004 adalah 12.84%, turun lebih dari 4% dari tahun sebelumnya.
Gb.7.b. Pemakaian Energi Primer 45.00 40.00 35.00
%
30.00 25.00
Tabel-8. Susut Energi di Jaringan [%]
20.00 15.00
Tahun
10.00 5.00 0.00 1994 BBM
1996 Tenaga Air
1998
2000 Tahun
Batu Bara
2002 Panas Bumi
2004 Gas Alam
Pada tahun 1998. penggunaan BBM berjumlah 17,94% dibandingan dengan 33% penggunaan gas alam. Dengan komposisi jenis pembangkit yang tak jauh berbeda, situasi itu berbalik pada tahun 2005, di mana penggunaan BBM menjadi 28,69% dibandingkan dengan 12,2% penggunaan gas alam. 4. Mutu dan Keandalan Lama gangguan per pelanggan (SAIDI) dan jumlah gangguan per pelanggan (SAIFI) dalam lima tahun terakhir terlihat dalam Tabel-7. Penyebab naiknya SAIDI dan SAIFI pada tahun 2005 masih perlu dikaji lebih mendalam. SAIDI dan SAIFI selain tergantung dari kondisi jaringan, dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan (faktor alam). Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Tabel-7. SAIDI dan SAIFI SAIDI [jam/plg] SAIFI [kali/plg] 17.48 18.24 14.35 14.17 10.90 12.51 9.43 11.78 15.77 12.68
5. Susut Energi Di Jaringan Dalam penyaluran dan distribusi energi terjadi susut energi di jaringan. Karena penjualan energi terus meningkat sedangkan jaringan praktis tidak mengalami perubahan maka pembebanan jaringan akan terus meningkat pula. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya susut energi di jaringan. Sebelum tahun 2001 persentase susut di jaringan distribusi berada di bawah 10%. Mulai 2001 persentase susut energi terus meningkat sampai 2003. Susut ini merupakan jumlah dari susut teknik (yang terjadi secara alamiah) dan susut nonteknik (pemakaian secara tidak syah, kekeliruan administratif). (Tabel-8). Penurunan susut nonteknik akan menurunkan perentase susut total tetapi tidak menurunkan susut teknik secara signifikan.
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Transmisi
Distribusi
2.75 9.63 2.86 9.47 2.82 9.07 2.47 9.62 1.35 9.89 2.59 9.62 2.56 9.08 2.38 11.14 2.59 13.87 2.49 14.64 11,29% (LM); 12,84% (GT Audit) 11,54% (LM)
Dalam tulisan sebelumnya penulis melakukan estimasi susut jaringan distribusi menggunakan metoda Rasio TM/TR dengan menggunakan data realisasi energi tahun 2004. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa jika tingkat keberhasilan upaya penurunan susut nonteknik mencapai 70%, maka susut jaringan distribusi akan mencapai 11,3% terhadap input di jaringan distribusi. Jika susut di saluran transmisi bisa dipertahankan pada tingkat 2% terhadap input jaringan transmisi, maka pada kondisi jaringan yang ada pada tahun 2004 dan dengan pola pembebanan yang berlangsung pada waktu itu, susut jaringan diperkirakan akan berada di sekitar nilai 13%. Angka ini tidak jauh dari angka yang diberikan oleh Gugus Tugas Audit yaitu 12,84%. Susut total bisa di bawah 12% jika tingkat keberhasilan penurunan susut nonteknik di atas 70%. 6. Diskusi Paparan di atas memperlihatkan bahwa jumlah pelanggan dan daya tersambung terus meningkat walaupun dengan laju yang lebih rendah dibandingkan dengan laju yang dicapai sebelum tahun 1998. Pertumbuhan tersebut dipenuhi melalui produksi sendiri dan pembelian energi, namun tidak terimbangi oleh pertumbuhan jaringan. Hal ini akan meningkatkan pembebanan jaringan transmisi dan distribusi dengan akibat akan meningkatkan susut energi di jaringan dan dikhawatirkan akan juga menurunkan mutu dan keandalan sistem. Tanpa pembenahan jaringan distribusi, susut energi total di jaringan diperkirakan akan berada di sekitar angka 12%. Persoalan susut energi di jaringan yang selalu mendapat banyak 4/5
www.ee-cafe.org perhatian sesungguhnya terkait dengan permasalahan seluruh sistem, tidak berdiri sendiri. Oleh karena itu pembenahan jaringan seharusnya tidak semata-mata didasari oleh upaya penurunan susut energi di jaringan. Pada masa sebelum krisis 1997, laju pertumbuhan daya tersambung mencapai angka tertinggi pada kurun 19791984 (Repelita-3) dan setelah itu laju pertumbuhan terus menurun. Jika dilihat laju pertumbuhan daya tersambung per kelompok pelanggan, laju pertumbuhan kelompok Rumah Tangga, Bisnis, dan Umum pada lima tahun terakhir masih relatif tinggi dibandingkan dengan kelompok Industri. Pertumbuhan dunia Industri terlihat melambat dan untuk lima tahun ke depan belum terlihat jelas tanda-tanda akan meningkat. Dengan demikian maka laju pertumbuhan produksi untuk lima tahun ke depan diperkirakan masih akan mengikuti laju pertumbuhan saat ini yaitu sekitar 6,4% per tahun. Pengembangan sistem penyediaan energi listrik biasanya didasarkan pada ramalan pertumbuhan beban. Hal ini sesuai dengan karakter industri energi listrik untuk memenuhi permintaan beban. Dalam ulasan berikut, pengembangan sistem didasarkan pada kemampuan internal yang sudah pernah terwujud yaitu pertumbuhan produksi. Dengan laju pertumbuhan 6,4% per tahun, produksi total pada tahun 2010 akan mencapai 174.000 GWh. Produksi ini akan dipenuhi dengan produksi sendiri dan pembelian energi. Jika laju pertumbauhan pembelian energi dapat dipertahankan pada tingkat 7% per tahun, maka pembelian energi pada tahun 2010 akan mencapai 41.000 GWh sehingga produksi sendiri harus mencapai 133 GWh. Dengan faktor kapasitas 50%, produksi sendiri ini memerlukan kapasitas terpasang 30.300 MW. Karena pada tahun 2005 terdapat kapasitas terpasang 21.240 MW maka diperlukan penambahan kapasitas sekitar 9.000 MW. Apabila laju pertumbuhan pembelian energi bisa diperbesar, misalnya sampai 10% per tahun, maka tambahan kapasitas terpasang yang diperlukan adalah 6.850 MW. Jika laju pertumbuhan pembelian energi bisa mencapai 12% per tahun, tambahan kapasitas terpasang yang diperlukan adalah 5.840 MW. Penambahan kapasitas pembangkit yang telah direncanakan untuk beroperasi pada lima tahun mendatang adalah sejumlah 2.714 MW, masih lebih kecil dari tambahan kapasitas yang diperlukan. (Tabel9).
dan pembenahan jaringan distribusi harus dilakukan pada tahun-tahun mendatang. Tidak saja untuk keperluan penyaluran tambahan daya, tetapi juga untuk memperbaiki persentase susut energi di jaringan distribusi serta mutu dan keandalan sistem. Tabel-9. Tambahan Kapasitas Pembangkit Jawa Luar Jawa Total Tahun Hidro Thermal Hidro Thermal MW MW MW MW MW 2006 1,045 15 740 290 2007 400 200 200 2008 950 720 30 200 2009 19 19 2010 300 300 TOTAL 2,714 1,675 1,039
Anjuran penghematan pemakaian energi perlu terus dilakukan disertai upaya manajemen sisi permintaan. Pada tahun 2005 pemakaian energi pelanggan rumah tangga rata-rata per hari adalah 3,5 kWh. Jika setiap pelanggan rumah tangga dapat berkontribusi menghemat penggunaan listrik 0,4 kWh per hari maka tigapuluh juta pelanggan rumah tangga akan berkontribusi penghematan energi setara dengan 3,3 juta liter BBM per hari. Sebagai perbandingan, pemakaian BBM pada tahun 1999 di mana produksi menggunakan BBM masih kira-kira setengah dari produksi menggunakan gas alam, jumlah BBM yang digunakan adalah 4,7 juta kiloliter. Penghematan pemakaian listrik hendaknya bisa difahami oleh pelanggan sebagai upaya penghematan penggunaan sumber energi primer. 7. Referensi Data-data dalam tulisan ini diambil dari Buku Statistik PLN 1999 ISSN 0852-8179 No. 01201.000722 dan Laporan Manajemen PLN tahun 2000 s/d 2005. Jakarta, Rabu, 02 Agustus 2006. Catatan: Tulisan ini dibuat pada waktu penulis masih aktif sebagai Tenaga Ahli Teknik Dewan Komisaris PT PLN (Persero)
Penambahan daya terpasang yang cukup besar dalam kurun waktu lima tahunan, sudah pernah terjadi. Dalam Repelita-5 terjadi penambahan daya terpasang 5.000 MW dan pada Repelita-6 5.800 MW. Penambahan 5.800 MW pada masa Repelita-6 itu didampingi dengan penambahan JTM 73.370 kms, JTR 102.700 kms, dan gardu distribusi 9.850 MVA. Penambahan 5/5