MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 56/PHP.BUP-XV/2017 PERKARA NOMOR 57/PHP.BUP-XV/2017
PERIHAL PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN BUPATI KEPULAUAN YAPEN TAHUN 2017
ACARA PENGUCAPAN PUTUSAN
JAKARTA KAMIS, 31 AGUSTUS 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 56/PHP.BUP-XV/2017 PERKARA NOMOR 57/PHP.BUP-XV/2017 PERIHAL Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati Kepulauan Yapen Tahun 2017 PEMOHON 1. Benyamin Arisoy dan Nathan Bonay (Perkara Nomor 56/PHP.BUP-XV/2017) 2. Simon Atururi dan Isak Semuel Worabai (Perkara Nomor 57/PHP.BUP-XV/2017) TERMOHON KPU Kabupaten Kepulauan Yapen ACARA Pengucapan Putusan Kamis, 31 Agustus 2017, Pukul 09.12 – 10.09 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Maria Farida Indrati I Dewa Gede Palguna Manahan MP Sitompul Suhartoyo Wahiduddin Adams Aswanto
Dian Chusnul Chatimah Mardian Wibowo
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon Perkara Nomor 56/PHP.BUP-XV/2017: 1. Benyamin Arisoy 2. Nathan Bonay B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 56/PHP.BUP-XV/2017: 1. Yusman Conoras 2. Iwan Kurniawan Niode 3. Latifah Anum Siregar C. Pemohon Perkara Nomor 57/PHP.BUP-XV/2017: 1. Simon Atururi 2. Isak Semuel Wobarai D. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 57/PHP.BUP-XV/2017: 1. Jamil Burhanuddin E. Termohon: 1. Tarwinto 2. Sari 3. Lucy 4. Herman
(KPU (KPU (KPU (KPU
Provinsi Papua) RI) RI) RI)
F. Kuasa Hukum Termohon Perkara Nomor 56 dan 57/PHP.BUPXV/2017: 1. Heru Widodo 2. David Soumoukil G. Pihak Terkait Perkara Nomor 56 dan 57/PHP.BUP-XV/2017: 1. Tonny Tesar H. Kuasa Hukum Pihak Terkait Perkara Nomor 56 dan 57/PHP.BUPXV/2017: 1. Andi Muhammad Asrun 2. Taufik Basari 3. Aperdi Situmorang 4. Ucok Edison Marpaung 5. Vivi Ayunita ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 09.12 WIB
1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 56 dan 57/PHP.BUP-XV/2017, perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen, dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon Perkara 56? Dinyalakan. Hadir?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 56/PHP.BUPXV/2017: IWAN KURNIAWAN NIODE Hadir, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Perkara 57?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 57/PHP.BUPXV/2017: JAMIL BURHANUDDIN Bismillahirrahmaanirrahiim. Hadir, Yang Mulia, Kuasa Hukum dan juga Prinsipal ada Pak Calon Bupati dan Wakil Bupati Pasangan Nomor Urut 4.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Pihak Termohon yang hadir siapa? Silakan.
6.
KUASA HUKUM TERMOHON: DAVID SOUMOUKIL Hadir, Yang Mulia. Dari Termohon saya Kuasa Hukum, saya David Soumoukil. Di samping saya Pak Heru Widodo rekan saya dan KPU Provinsi Papua selaku KPU Kepulauan Yapen. Terima kasih.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Pihak Terkait?
1
8.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: VIVI AYUNITA Terima kasih, Yang Mulia. Pada hari ini hadir Prinsipal Pihak Terkait, Bapak Tonny Tesar, bersama dengan Kuasanya saya Vivi Ayunita. Kemudian ada Andi Muhammad Asrun, Taufik Basari, Aperdi Situmorang, dan Ucok Edison Marpaung. Terima kasih.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kita mulai pengucapan putusan untuk Perkara 56. PUTUSAN NOMOR 56/PHP.BUP-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen, Provinsi Papua, Tahun 2017, yang diajukan oleh: 1. Benyamin Arisoy, S.E., M.Si. 2. Drs. Nathan Bonai, M.Si. Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017, Nomor Urut 5; Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 31 Juli 2017 memberi kuasa kepada Iwan Kurniawan Niode, S.H., M.H., dan kawankawan Advokat/Kuasa Hukum pada Kantor AHIMSA LAW FIRM yang beralamat di Jalan Raya Abepura Sentani Padang Bulan Jayapura Provinsi Papua, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai ---------------------------------Pemohon; Terhadap: I. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen, berkedudukan di Jalan Maluku-Serui, Kabupaten Kupulauan Yapen, Provinsi Papua; Berdasarkan Surat Kuasa bertanggal 7 Agustus 2017, Adam Arisoi, S.E. sebagai Ketua KPU Provinsi Papua sebagai Pelaksana KPU Kabupaten Kepulauan Yapen, memberi kuasa dengan hak substitusi kepada Petrus P. Ell, S.H., M.H. dan kawan-kawan, 2
advokat yang beralamat di Jalan Raya Abepura-Sentani, Padang Bulan, Kota Jayapura, Provinsi Papua, bertindak atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------- Termohon; II. Tonny Tesar, S.Sos. dan Frans Sanadi, B.Sc., S.Sos., M.B.A. Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017, Nomor Urut 1; Berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 7 Agustus 2017 memberi kuasa dengan hak substitusi kepada Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dan kawan-kawan, Advokat pada kantor “Dr. Muhammad Asrun and Partners Law Firm”, yang beralamat di Menteng Square Nomor Ar-03, Jalan Matraman Kavling 30E, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta dan Surat Kuasa Khusus bertanggal 15 Agustus 2017 memberi kuasa kepada Taufik Basari, S.H., S.Hum., LL.M., dan kawan-kawan, Advokat dan Konsultan Hukum dari Dewan Pengurus Pusat Badan Advokasi Hukum (BAHU) Partai NasDem, beralamat di Jalan RP Soeroso Nomor 44-46, Gondangdia Lama, Menteng, Jakarta Pusat, masing-masing baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai -----------------------------Pihak Terkait; [1.2] Membaca permohonan Pemohon; Mendengar keterangan Pemohon; Mendengar dan membaca Jawaban Termohon; Mendengar dan membaca Keterangan Pihak Terkait; Memeriksa bukti-bukti Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait; Bagian duduk perkara dan selanjutnya dianggap telah dibacakan. 10.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan lebih jauh permohonan Pemohon, Mahkamah memandang perlu untuk menegaskan kembali beberapa hal penting berkenaan dengan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak tahun 2017 sebagai berikut: Kesatu, perihal kewenangan Mahkamah dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota serentak 2017; 3
Kedua, perihal keberlakuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898, selanjutnya disebut UU 10/2016) dalam hubungannya dengan pelaksanaan kewenangan tambahan dan dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota serentak Tahun 2017. Terhadap masalah yang kesatu: perihal kewenangan Mahkamah dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak 2017, Mahkamah berpendapat dan perlu memberikan penegasan: a. bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013, bertanggal 19 Mei 2014 dalam Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah telah menegaskan pendiriannya bahwa pemilihan gubernur, bupati, walikota bukan merupakan rezim pemilihan umum, oleh karena itu maka kewenangan Mahkamah dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak 2017 bukanlah kewenangan yang diturunkan dari Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 melainkan kewenangan tambahan yang bersifat sementara yang semata-mata dimaksudkan untuk menghindari kekosongan hukum; b. bahwa sifat sementara kewenangan Mahkamah dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak 2017, sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, tegas dinyatakan dalam Pasal 157 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 10/2016 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Dianggap dibacakan. Dengan demikian, kewenangan Mahkamah untuk mengadili perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota akan berakhir begitu badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) UU 10/2016 terbentuk; c. bahwa berdasarkan penjelasan sebagaimana diuraikan pada huruf a dan huruf b di atas, telah menjadi terang bahwa kedudukan Mahkamah dalam hubungannya dengan keseluruhan proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan 4
gubernur, bupati, dan walikota serentak 2017 adalah sebagai pelaksana Undang-Undang yang kewenangannya telah ditentukan batas-batasnya, sebagaimana halnya dengan institusi-institusi lainnya dengan kewenangannya masingmasing, yaitu (i) untuk pelanggaran administratif kewenangan penyelesaiannya ada di tangan Komisi Pemilihan Umum pada tingkatannya masing-masing (vide Pasal 10 UU 10/2016); (ii) untuk sengketa antarpeserta pemilihan kewenangan penyelesaiannya ada di tangan panitia pengawas pemilihan sesuai dengan tingkatannya masing-masing (vide Pasal 22B, Pasal 30, dan Pasal 33 UU 10/2016); (iii) untuk sengketa penetapan pasangan calon kewenangan penyelesaiannya merupakan yurisdiksi pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara (vide Pasal 135A, Pasal 153, dan Pasal 154 UU 10/2016); (iv) untuk tindak pidana pemilihan kewenangan penyelesaiannya ada di tangan Sentra Gakkumdu, yaitu Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian, Kejaksaan (vide Pasal 152 UU 10/2016), dan Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum (vide Pasal 146 UU 10/2016), dan (v) untuk perselisihan hasil pemilihan kewenangannya diberikan kepada badan peradilan khusus yang dibentuk untuk itu, yang untuk sementara sebelum terbentuk kewenangan itu diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (vide Pasal 157 UU 10/2016). Selanjutnya, terhadap masalah kedua: perihal keberlakuan Pasal 158 UU 10/2016 dalam hubungannya dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak 2017, Mahkamah berpendapat dan perlu menegaskan: a. bahwa substansi Pasal 158 UU 10/2016 tidak berbeda dengan substansi Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Sementara itu, terhadap Pasal 158 UU 8/2015 telah pernah dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya yang oleh Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUU-XIII/2015, bertanggal 9 Juli 2015, telah dinyatakan ditolak dan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-XIII/2015, bertanggal 9 Juli 2015, telah dinyatakan tidak dapat diterima karena Mahkamah berpendapat bahwa hal itu merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk Undang-Undang sekaligus sebagai bagian upaya membangun struktur, 5
substansi, dan terutama etika dan budaya politik yang makin dewasa. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUUXIII/2015, Mahkamah menyatakan, antara lain,“[3.19] … bahwa tidak semua pembatasan serta merta berarti bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang pembatasan tersebut untuk menjamin pengakuan, serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum maka pembatasan demikian dapat dibenarkan menurut konstitusi [vide Pasal 28J ayat (2) UUD 1945]. Menurut Mahkamah, pembatasan bagi peserta Pemilu untuk mengajukan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dalam Pasal 158 UU 8/2015 merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk Undang-Undang untuk menentukannya sebab pembatasan demikian logis dan dapat diterima secara hukum sebab untuk mengukur signifikansi perolehan suara calon”. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUUXIII/2015, Mahkamah menyatakan, antara lain, “Bahwa rasionalitas Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) UU 8/2015 sesungguhnya merupakan bagian dari upaya pembentuk Undang-Undang mendorong terbangunnya etika dan sekaligus budaya politik yang makin dewasa, yaitu dengan cara membuat perumusan norma Undang-Undang di mana seseorang yang turut serta dalam kontestasi Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tidak serta-merta menggugat suatu hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi dengan perhitungan yang sulit diterima oleh penalaran yang wajar”. b. bahwa selanjutnya, terkait dengan keberadaan Pasal 158 UU 10/2016 tersebut, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 86 UU MK, Mahkamah telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (selanjutnya disebut PMK 1/2016) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang merupakan penjabaran terhadap ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 tersebut yang selanjutnya dijadikan pedoman oleh Mahkamah dalam melaksanakan kewenangannya yang diberikan oleh UU 10/2016 dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak 2017; 6
c. bahwa keberadaan Mahkamah dalam diskursus/perdebatan tentang penerapan Pasal 158 UU 10/2016 dalam persoalan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota harus dibedakan dengan keberadaan Mahkamah dalam persoalan permohonan untuk mengesampingkan penerapan Pasal 158 UU 10/2016. Dalam hal yang disebutkan terdahulu, kedudukan Mahkamah adalah sebagai pelaksana Undang-Undang dan itu pun sifatnya sementara, sedangkan dalam hal yang disebut belakangan kedudukan Mahkamah adalah sebagai organ negara yang sedang melaksanakan fungsinya “mengadili” norma Undang-Undang. Dengan demikian, mencampuradukkan kedudukan Mahkamah dalam dua keadaan yang berbeda tersebut dengan dalih demi keadilan substantif adalah tindakan yang justru mencederai keadilan itu sendiri. [3.2] Menimbang bahwa meskipun UU 10/2016 adalah Undang-Undang perubahan dari Undang-Undang sebelumnya, yaitu UU 8/2015, secara substansial tidak ada perbedaan antara UU 8/2015 dan UU 10/2016 yang berkenaan dengan kewenangan Mahkamah. Sementara itu, substansi pertimbangan sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.1] di atas sesungguhnya telah diuraikan secara panjang lebar dalam pertimbangan hukum putusan-putusan Mahkamah dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tahun 2015 (vide Putusan Mahkamah Nomor 8/PHP.BUP-XIV/2016, bertanggal 21 Januari 2016, paragraf [3.1] sampai dengan paragraf [3.2.15] dan putusan-putusan lainnya dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak 2015), sehingga dengan demikian pertimbangan hukum Mahkamah pada putusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tahun 2015 dimaksud mutatis mutandis berlaku pula terhadap permohonan a quo. [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.1] sampai dengan paragraf [3.2] di atas, Mahkamah berpendapat: a. bahwa tidak terdapat dasar hukum bagi Mahkamah untuk memperluas kewenangannya sendiri sehingga melampaui kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Pasal 157 ayat (3) UU 10/2016 yaitu kewenangan mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Dengan kata lain, secara a contrario, tidak mungkin bagi Mahkamah memperluas kewenangannya sehingga melampaui kewenangan yang diberikan berdasarkan Pasal 157 ayat (3) 7
UU 10/2016 tanpa mengambil alih kewenangan yang dimiliki oleh institusi-institusi lainnya. Dengan demikian, Mahkamah tidak sependapat dengan dalil-dalil yang dibangun Pemohon yang dengan dalih menegakkan keadilan substantif lalu hendak “memaksa” Mahkamah melanggar dan mengabaikan batas-batas kewenangan yang diberikan kepada Mahkamah oleh Undang-Undang, in casu UU 10/2016. Sekali Mahkamah terbujuk untuk melampaui batas-batas itu maka hal itu akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan keadilan di masa yang akan datang, khususnya yang berkenaan dengan penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, sehingga pada saat yang sama akan dengan sendirinya juga menjadi preseden buruk bagi upaya membangun budaya demokrasi yang menghormati ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku universal dalam negara hukum yang demokratis (constitutional democratic state); b. bahwa dalam hubungannya dengan Pasal 158 UU 10/2016, Mahkamah tidak mungkin mengesampingkan keberlakuan Pasal 158 UU 10/2016 sebab mengesampingkan Pasal 158 UU 10/2016 sama halnya dengan menentang putusan dan pendiriannya sendiri sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-XIII/2015, bertanggal 9 Juli 2015, dan PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017. Demikian pula, Mahkamah tidak mungkin mengesampingkan keberlakuan Pasal 158 UU 10/2016 tanpa mencampuradukkan kedudukan Mahkamah sebagai pelaksana (sementara) Undang-Undang (in casu UU 10/2016) dan kedudukan Mahkamah sebagai pengadil Undang-Undang atau kedudukan Mahkamah dalam melaksanakan kewenangan lainnya yang diturunkan dari Pasal 24C UUD 1945. Pengesampingan keberlakuan suatu norma Undang-Undang hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah tatkala Mahkamah sedang melaksanakan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Konstitusi, in casu Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, bukan tatkala Mahkamah sedang menjadi pelaksana ketentuan Undang-Undang, sebagaimana halnya dalam perkara a quo. Oleh karena itu, Mahkamah tidak sependapat dengan dalil Pemohon yang dengan dalih menegakkan keadilan substantif lalu “memaksa” Mahkamah untuk, di satu pihak, mengubah pendiriannya tanpa landasan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan menurut kaidah-kaidah penalaran hukum sehingga dapat menjadi persoalan serius dalam konteks akuntabilitas peradilan (judicial accountability) dan di 8
pihak lain memperlakukan pihak-pihak lain secara tidak fair, yaitu mereka yang karena sadar akan norma yang ditentukan dalam Pasal 158 UU 10/2016 lalu memutuskan untuk tidak mengajukan permohonan kepada Mahkamah, padahal mereka boleh jadi memiliki argumentasi yang lebih kuat atau setidaktidaknya sama kuatnya dengan argumentasi Pemohon dalam perkara a quo. Kewenangan Mahkamah [3.4] Menimbang bahwa Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898), menyatakan “Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus”. Selanjutnya Pasal 157 ayat (4) UU 10/2016 menyatakan bahwa, “Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi.” [3.5] Menimbang bahwa permohonan a quo adalah permohonan keberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 36/Kpts/KPUKab/030.434110/TAHUN 2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017 dari Hasil Pemungutan Suara Ulang di Semua Distrik Kabupaten Kepulauan Yapen, tanggal 29 Juli 2017 (vide bukti P-1 = bukti T-1 = bukti PT-1). Dengan demikian, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; 11.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan [3.6] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 157 ayat (5) UU 10/2016 dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota, (PMK 1/2016) 9
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (PMK 1/2017), sebagai berikut: [3.6.1] Bahwa Pasal 157 ayat (5) UU 10/2016 menyatakan, “Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.”; [3.6.2] Bahwa Pasal 5 ayat (1) PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017 menyatakan, “Permohonan Pemohon diajukan kepada Mahkamah paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU/KIP Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota”; [3.6.3] Bahwa berdasarkan Pasal 157 ayat (5) UU 10/2016 dan Pasal 5 ayat (1) PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017, tenggang waktu pengajuan permohonan pembatalan Penetapan Perolehan Suara Tahap Akhir Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017 paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan; [3.7] Menimbang bahwa Pasal 1 angka 27 PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017 menyatakan, “Hari kerja adalah hari kerja Mahkamah Konstitusi, yaitu hari Senin sampai dengan hari Jumat”. Selanjutnya Pasal 5 ayat (1) dan ayat (4) PMK 1/2017 menyatakan, “Permohonan Pemohon diajukan kepada Mahkamah paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU/KIP Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota.” dan “Hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 24.00 WIB.”; [3.7.1] Bahwa hasil penghitungan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen diumumkan oleh Termohon berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 36 dan seterusnya tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 10
2017 Dari Hasil Pemungutan Suara Ulang Di Semua Distrik Kabupaten Kepulauan Yapen, tanggal 29 Juli 2017, pukul 23.50 WIT (vide bukti P-1 = bukti T-1 = bukti PT1); [3.7.2] Bahwa tenggang waktu 3 (tiga) hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan adalah hari Senin, tanggal 31 Juli 2017, pukul 21.50 WIB sampai dengan hari Rabu, tanggal 2 Agustus 2017, pukul 21.50 WIB; [3.8] Menimbang bahwa permohonan Pemohon diajukan di Kepaniteraan Mahkamah pada hari Rabu, tanggal 2 Agustus 2017, pukul 13.22 WIB, berdasarkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 56 dan seterusnya, sehingga permohonan Pemohon diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan yang ditentukan peraturan perundang-undangan; Kedudukan Hukum Pemohon [3.9] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Bahwa setelah Mahkamah memeriksa dengan cermat Permohonan Pemohon, Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait yang selengkapnya sebagaimana diuraikan dalam bagian duduk perkara dan juga disampaikan pada persidangan Mahkamah, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan, bahwa terhadap pokok permohonan Pemohon baru dapat dipertimbangkan setelah Mahkamah berpendapat apabila permohonan Pemohon memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangundangan, yaitu Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, Permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan Undang-undang dan Pemohon mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonannya. Namun pada persidangan pada tanggal 21 Agustus 2017, Ketua KPU Provinsi Papua yang bernama Adam Arisoi, S.E. menyampaikan laporan secara lisan hal-hal sebagai berikut: a) Bahwa pada tanggal 10 Agustus 2017, KPU Provinsi Papua menerima Surat Rekomendasi Nomor 33/R Bawaslu dan seterusnya perihal Rekomendasi, bertanggal 10 Agustus 2017, yang merekomendasikan pemungutan suara ulang di 5 (lima) TPS, yaitu TPS Sewenui, TPS Kirimbi, TPS Kurudu, TPS Manukwar, dan TPS Yarori (vide bukti T-36.1) dan Surat Bawaslu Provinsi Papua, Nomor 100/Konstitusional dan 11
seterusnya perihal Penelurusan Pelanggaran Administrasi, bertanggal 16 Agustus 2017, yang merekomendasikan agar KPU Provinsi Papua melakukan pencermatan kembali terhadap SK KPPS dan C1-KWK di 16 distrik di Kabupaten Kepulauan Yapen (vide bukti P-60 = bukti T-36.2); b) Bahwa terhadap surat rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua tersebut di atas, KPU Provinsi Papua telah menindaklajuti dan mengeluarkan Surat Nomor 257 dan seterusnya perihal Tindak Lanjut Rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua, bertanggal 19 Agustus 2017, yang dalam surat tersebut KPU Provinsi Papua menerangkan menemukan pelanggaran di 168 TPS dan meminta Mahkamah untuk menetapkan pemungutan suara ulang di 168 TPS dimaksud dan 5 TPS yang direkomendasikan oleh Bawaslu Provinsi Papua (vide bukti T-36.3); Terhadap laporan Ketua KPU Provinsi Papua tersebut di atas Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: Bahwa Pasal 134 ayat (5) UU 8/2015 menyatakan, “Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima”. Bahwa laporan pelanggaran yang menjadi dasar Surat Rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua Nomor 33/R dan seterusnya diterima pada tanggal 28 Juli 2017 (vide bukti P-17 dan P-22), dengan demikian Surat Rekomendasi tersebut telah melewati tenggang waktu; [3.10] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan sebagaimana termuat dalam paragraf [3.9] di atas, menurut Mahkamah terbitnya Surat Rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua Nomor 33/R dan seterusnya yang merekomendasikan PSU di 5 (lima) TPS, yaitu TPS Sewenui, TPS Kirimbi, TPS Kurudu, TPS Manukwar, dan TPS Yarori telah melewati tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang Undang dan oleh karena itu Mahkamah berpendapat terhadap rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua tersebut haruslah dikesampingkan dan demikian pula permohonan KPU Provinsi Papua yang memohon kepada Mahkamah agar memerintahkan Pemungutan Suara Ulang harus pula ditolak. Dengan demikian, maka Mahkamah dapat menerima Proses Pemungutan Suara Ulang yang telah dilaksanakan oleh KPU Provinsi Papua sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52 dan seterusnya, dan diputus pada tanggal 26 April 2017, sedangkan hal-hal selebihnya yang berkaitan dengan 12
pokok permohonan sebagaimana Mahkamah telah uraikan dalam pertimbangan tersebut di atas baru dapat dipertimbangkan apabila permohonan Pemohon memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu memenuhi syarat kewenangan Mahkamah, tenggang waktu pengajuan permohonan, dan kedudukan hukum Pemohon. [3.11] Menimbang bahwa terlepas dari ada atau tidaknya dugaan pelanggaran sebagaimana yang didalilkan Pemohon, oleh karena Mahkamah telah menyatakan bahwa proses pemungutan suara ulang di seluruh distrik dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017 pelaksanaannya telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52 dan seterusnya, diputus pada tanggal 26 April 2017, dan Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, serta terpenuhinya tenggang waktu pengajuan permohonan maka untuk selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon; Dalam Eksepsi [3.12] Menimbang bahwa oleh karena terhadap kedudukan hukum Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait telah mengajukan eksepsi yang mendalilkan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, maka Mahkamah terlebih dahulu mempertimbangkan eksepsi Termohon dan Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon dimaksud. [3.13] Menimbang bahwa dalam mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon, Mahkamah akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Apakah Pemohon memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 4 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016 dan Pasal 157 ayat (4) UU 10/2016? 2) Apakah Pemohon memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 7 PMK 1/2016? [3.14] Menimbang bahwa terhadap dua mempertimbangkan sebagai berikut:
hal
tersebut
Mahkamah
[3.14.1] Bahwa Pasal 1 angka 4 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016, Pasal 157 ayat (4) UU 10/2016, menyatakan hal sebagai berikut: 13
Pasal 1 angka 4 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016: “Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota”; Pasal 157 ayat (4) UU 10/2016. Dianggap dibacakan. [3.14.2] Bahwa berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 58 dan seterusnya tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen Tahun 2017, bertanggal 24 Oktober 2016 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 58 dan seterusnya tentang Penetapan Nomor Urut dan Daftar Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen Tahun 2017, menyatakan bahwa Benyamin Arisoy, S.E., M.Si dan Drs. Nathan Bonai, M.Si., adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen Tahun 2017, Nomor Urut 5; [3.14.3] Bahwa Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016 dan Pasal 7 ayat (2) huruf a PMK 1/2016, menyatakan hal sebagai berikut: Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016. Dianggap dibacakan. Pasal 7 ayat (2) huruf a PMK 1/2016. Dianggap dibacakan. [3.14.4] Bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Yapen berdasarkan Data Agregat Kependudukan Per Kecamatan (DAK2) Semester II Tahun 2015 per tanggal 31 Desember 2015 adalah 108.229 jiwa, sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak sebesar 2 % dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen; [3.14.5] Bahwa jumlah perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak 2 % x 53.726 suara = 1.074 suara; [3.14.6] Bahwa perolehan suara Pemohon adalah 23.552 suara, sedangkan perolehan suara Pihak Terkait (pasangan calon peraih suara terbanyak) adalah 27.391 suara, sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait adalah (27.391 suara – 23.552 suara) 14
= 3.839 suara (7,14%) atau lebih dari 1.074 suara; [3.15] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas Mahkamah berpendapat meskipun Pemohon adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017, namun Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016 dan Pasal 7 PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017, sehingga Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan perkara a quo; [3.16] Menimbang bahwa oleh karena eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon beralasan menurut hukum maka pokok permohonan Pemohon serta eksepsi lain dari Termohon dan Pihak Terkait tidak dipertimbangkan; 12.
KETUA: ARIEF HIDAYAT KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; [4.2] Permohonan Pemohon diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan; [4.3] Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; [4.4] Eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon beralasan menurut hukum; [4.5] Pokok permohonan serta eksepsi lain dari Termohon dan Pihak Terkait tidak dipertimbangkan; Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan seterusnya dianggap telah dibacakan.
15
AMAR PUTUSAN Mengadili, Dalam Eksepsi: Mengabulkan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon; Dalam Pokok Perkara: Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima; KETUK PALU 1X Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Manahan M.P Sitompul, Aswanto, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, dan Wahiduddin Adams, masing-masing sebagai Anggota pada hari Senin, tanggal dua puluh delapan, bulan Agustus, tahun dua ribu tujuh belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh satu, bulan Agustus, tahun dua ribu tujuh belas, selesai diucapkan pada pukul 09.51 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi tersebut di atas, dengan dibantu oleh Dian Chusnul Chatimah sebagai Panitera Pengganti, dan dihadiri oleh Pemohon/kuasa hukumnya, Termohon/kuasa hukumnya, dan Pihak Terkait/kuasa hukumnya. Berikutnya Perkara Nomor 57. PUTUSAN NOMOR 57/PHP.BUP-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen, Provinsi Papua, Tahun 2017, yang diajukan oleh: 1. Simon Atururi, S.Pi., M.Si. 2. Isak Semuel Worabai, S.E. Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017, Nomor Urut 4; Berdasarkan Surat Kuasa bertanggal 2 Agustus 2017, memberi kuasa kepada Veri Junaidi, S.H., M.H. dan Jamil Burhan, S.H. 16
yaitu advokat/konsultan hukum yang tergabung dalam Veri Junaidi & Associates, beralamat di Jalan M. Kahfi I Nomor 8A Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, baik sendirisendiri atau bersama-sama bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai --------------------------------- Pemohon; Terhadap: I. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen, berkedudukan di Jalan Maluku-Serui, Kabupaten Kupulauan Yapen, Provinsi Papua; Berdasarkan Surat Kuasa bertanggal 7 Agustus 2017, Adam Arisoi, S.E. sebagai Ketua KPU Provinsi Papua sebagai Pelaksana KPU Kabupaten Kepulauan Yapen, memberi kuasa dengan hak substitusi kepada Petrus P. Ell, S.H., M.H. dan kawan-kawan, yaitu advokat yang beralamat di Jalan Raya Abepura-Sentani, Padang Bulan, Kota Jayapura, Provinsi Papua, bertindak atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------- Termohon; II. Tonny Tesar, S.Sos. dan Frans Sanadi, B.Sc., S.Sos., M.B.A. Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017, Nomor Urut 1; Berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 7 Agustus 2017 memberi kuasa dengan hak substitusi kepada Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dan kawan-kawan, advokat pada kantor “Dr. Muhammad Asrun and Partners Law Firm”, yang beralamat di Menteng Square Nomor Ar-03, Jalan Matraman Kavling 30E, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta dan Surat Kuasa Khusus bertanggal 15 Agustus 2017 memberi kuasa kepada Taufik Basari, S.H., S.Hum., LL.M., dan kawan-kawan, yaitu Advokat dan Konsultan Hukum dari Dewan Pengurus Pusat Badan Advokasi Hukum (BAHU) Partai NasDem, beralamat di Jalan RP Soeroso Nomor 44-46, Gondangdia Lama, Menteng, Jakarta Pusat, masing-masing baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai -----------------------------Pihak Terkait; [1.2] Membaca permohonan Pemohon; Mendengar keterangan Pemohon; Mendengar dan membaca Jawaban Termohon; Mendengar dan membaca Keterangan Pihak Terkait; 17
Memeriksa bukti Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait. Bagian duduk perkara dan selanjutnya dianggap telah dibacakan. 13.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO PERTIMBANGAN HUKUM [3.1], [3.2], [3.3] dianggap dibacakan. Kewenangan Mahkamah [3.4] Dianggap dibacakan. [3.5] Menimbang bahwa permohonan Pemohon a quo adalah permohonan keberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 36 dan seterusnya Tahun 2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017 Dari Hasil Pemungutan Suara Ulang Di Semua Distrik Kabupaten Kepulauan Yapen, tanggal 29 Juli 2017 [vide bukti P-1 = bukti T.1 = bukti PT-1]. Dengan demikian Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon a quo; Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan [3.6] Dianggap dibacakan. [3.6.3] Bahwa berdasarkan Pasal 157 ayat (5) UU 10/2016 dan Pasal 5 ayat (1) PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017, tenggang waktu pengajuan permohonan pembatalan Penetapan Perolehan Suara Tahap Akhir Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017 paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan; [3.7] Dianggap dibacakan. [3.7.1] Bahwa hasil penghitungan suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen diumumkan oleh Termohon berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 36 dan seterusnya dianggap dibacakan Tahun 2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan 18
Suara Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017 Dari Hasil Pemungutan Suara Ulang Di Semua Distrik Kabupaten Kepulauan Yapen, hari Sabtu, tanggal 29 Juli 2017 (vide bukti P-1 = bukti T.1 = bukti PT-1); [3.7.2] Bahwa tenggang waktu 3 (tiga) hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan adalah hari Senin, tanggal 31 Juli 2017 sampai dengan hari Rabu tanggal 2 Agustus 2017; [3.8] Menimbang bahwa permohonan Pemohon diajukan di Kepaniteraan Mahkamah pada hari Rabu, tanggal 2 Agustus 2017, pukul 14.42 WIB, berdasarkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 57/PAN.MK/2017, sehingga permohonan Pemohon diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan yang ditentukan peraturan perundang-undangan; Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon [3.9] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Bahwa setelah Mahkamah memeriksa dengan cermat Permohonan Pemohon, Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait yang selengkapnya sebagaimana diuraikan dalam bagian duduk perkara dan juga disampaikan pada persidangan Mahkamah, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan, bahwa terhadap pokok permohonan Pemohon baru dapat dipertimbangkan setelah Mahkamah berpendapat apabila permohonan Pemohon memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangundangan, yaitu Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, Permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan Undang-undang dan Pemohon mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonannya. Namun pada persidangan pada tanggal 21 Agustus 2017, Ketua KPU Papua yang bernama Adam Arisoi, S.E. menyampaikan laporan secara lisan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa pada tanggal 10 Agustus 2017, KPU Provinsi Papua menerima Surat Rekomendasi Nomor 33 dan seterusnya tahun 2017 perihal Rekomendasi, bertanggal 10 Agustus 2017, yang merekomendasikan pemungutan suara ulang di 5 (lima) TPS, yaitu TPS Sewenui, TPS Kirimbi, TPS Kurudu, TPS Manukwar, dan TPS Yarori (vide bukti T-36.1) dan Surat Bawaslu Provinsi Papua, Nomor 100 dan seterusnya dianggap dibacakan, 19
perihal Penerusan Pelanggaran Administrasi, bertanggal 16 Agustus 2017, yang merekomendasikan agar KPU Provinsi Papua melakukan pencermatan kembali terhadap SK KPPS dan C1-KWK di 16 distrik di Kabupaten Kepulauan Yapen (vide bukti T-36.2); 2. Bahwa terhadap surat rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua tersebut di atas, KPU Provinsi Papua telah menindaklajuti dan mengeluarkan Surat Nomor 257 dan seterusnya tahun 2017 perihal Tindak Lanjut Rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua, bertanggal 19 Agustus 2017, yang dalam surat tersebut KPU Provinsi Papua menerangkan menemukan pelanggaran di 168 TPS dan meminta Mahkamah untuk menetapkan pemungutan suara ulang (PSU) di 168 TPS dimaksud dan 5 TPS yang direkomendasikan oleh Bawaslu Provinsi Papua (vide bukti T36.3); Terhadap laporan Ketua KPU Provinsi Papua tersebut di atas Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: Bahwa Pasal 134 ayat (5) UU 8/2015 menyatakan, “Dalam hal laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima”. [3.10] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan sebagaimana termuat dalam paragraf [3.9] di atas, menurut Mahkamah terbitnya Surat Rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua Nomor 33/R Bawaslu-Prov.Papua dan seterusnya dianggap dibacakan yang merekomendasikan PSU di 5 (lima) TPS, yaitu TPS Sewenui, TPS Kirimbi, TPS Kurudu, TPS Manukwar, dan TPS Yarori telah melewati tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang dan oleh karena itu Mahkamah berpendapat terhadap rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua tersebut haruslah dikesampingkan dan demikian pula permohonan KPU Provinsi Papua yang memohon kepada Mahkamah agar memerintahkan Pemungutan Suara Ulang harus pula ditolak. Dengan demikian, maka Mahkamah dapat menerima Proses Pemungutan Suara Ulang yang telah dilaksanakan oleh KPU Provinsi Papua sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PHP.BUPXV/2017, bertanggal 26 April 2017, sedangkan hal-hal selebihnya yang berkaitan dengan pokok permohonan sebagaimana Mahkamah telah uraikan dalam pertimbangan tersebut di atas baru dapat dipertimbangkan apabila permohonan Pemohon memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu 20
memenuhi syarat kewenangan Mahkamah, tenggang waktu pengajuan permohonan, dan kedudukan hukum Pemohon. [3.11] Menimbang bahwa terlepas dari ada atau tidaknya dugaan pelanggaran sebagaimana yang didalilkan Pemohon, oleh karena Mahkamah telah menyatakan bahwa proses pemungutan suara ulang di seluruh distrik dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017 pelaksanaannya telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52 dan seterusnya dianggap dibacakan, bertanggal 26 April 2017, dan Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, serta terpenuhinya tenggang waktu pengajuan permohonan maka untuk selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon; Dalam Eksepsi [3.12] Menimbang bahwa oleh karena terhadap kedudukan hukum Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait telah mengajukan eksepsi yang mendalilkan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, maka Mahkamah terlebih dahulu mempertimbangkan eksepsi Termohon dan Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon dimaksud. [3.13] Menimbang bahwa dalam mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon, Mahkamah akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Apakah Pemohon memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 4 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016 dan Pasal 157 ayat (4) UU 10/2016? 2) Apakah Pemohon memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 7 PMK 1/2016? [3.14] Menimbang bahwa terhadap dua mempertimbangkan sebagai berikut:
hal
tersebut
Mahkamah
[3.14.1] Bahwa Pasal 1 angka 4 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016, Pasal 157 ayat (4) UU 10/2016, Pasal 2 huruf a dan Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017, menyatakan: Pasal 1 angka 4 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016, “Calon Bupati dan Calon Wakil 21
Bupati, Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah peserta Pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota”; Pasal 157 ayat (4) dianggap dibacakan. Pasal 2 huruf a PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017, “Para Pihak dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan adalah. Dianggap dibacakan. Pasal 3 ayat (1) PMK 1/2016 dianggap dibacakan. [3.14.2] Bahwa Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 58 dan seterusnya dianggap dibacakan tentang Penetapan Nomor Urut Dan Daftar Pasangan Calon Bupati Dan Wakil Bupati Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017, bertanggal 25 Oktober 2016 (vide bukti PT2), menyatakan Pemohon memenuhi syarat sebagai peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen Tahun 2017 dengan Nomor Urut 4; [3.14.3] Bahwa berdasarkan alat bukti yang dipertimbangkan di atas, Pemohon adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017 dengan Nomor Urut 4; [3.14.4] Bahwa Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016 dan Pasal 7 ayat (2) huruf a PMK 1/2016, menyatakan, dianggap dibacakan. [3.14.5] Bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Yapen berdasarkan Data Agregat Kependudukan Per Kecamatan (DAK2) Semester II Tahun 2015 per tanggal 31 Desember 2015 adalah 108.229 jiwa, sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak untuk dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan a quo adalah paling banyak sebesar 2% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten Kepulauan Yapen; [3.14.6] Bahwa jumlah perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak 2% x 53.726 suara = 1.074,52 suara atau dibulatkan menjadi 1.075 suara. [3.14.7] Bahwa perolehan suara Pemohon adalah 1.588 suara, sedangkan perolehan suara Pihak Terkait (pasangan calon peraih suara terbanyak) adalah 27.391 suara, sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon 22
dan Pihak Terkait adalah 25.803 suara (48,03%), atau melebihi 1.075 suara. [3.15] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, meskipun Pemohon adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Yapen dalam Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2017, namun Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 UU 8/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2016 dan Pasal 7 PMK 1/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK 1/2017, sehingga Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan perkara a quo; [3.16] Menimbang bahwa oleh karena eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon beralasan menurut hukum maka pokok permohonan Pemohon serta eksepsi lain dari Termohon dan Pihak Terkait tidak dipertimbangkan; 14.
KETUA: ARIEF HIDAYAT KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; [4.2] Permohonan Pemohon diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan; [4.3] Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; [4.4] Eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon beralasan menurut hukum; [4.5] Pokok permohonan serta eksepsi lain dari Termohon dan Pihak Terkait tidak dipertimbangkan; Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan seterusnya dianggap telah dibacakan.
23
AMAR PUTUSAN Mengadili, Dalam Eksepsi: Mengabulkan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait mengenai kedudukan hukum Pemohon; Dalam Pokok Perkara: Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima; KETUK PALU 1X Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Manahan M.P Sitompul, Aswanto, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, dan Wahiduddin Adams, masing-masing sebagai Anggota pada hari Senin, tanggal dua puluh delapan, bulan Agustus, tahun dua ribu tujuh belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal tiga puluh satu, bulan Agustus, tahun dua ribu tujuh belas, selesai diucapkan pada pukul 10.09 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi tersebut dengan didampingi oleh Mardian Wibowo sebagai Panitera Pengganti, dan dihadiri oleh Pemohon/kuasa hukumnya, Termohon/kuasa hukumnya, dan Pihak Terkait/kuasa hukumnya. Demikian Para Pihak, dua putusan sudah dibacakan. Salinan putusan dapat diterima di lantai 4 Gedung Mahkamah Konstitusi. Terima kasih atas perhatiannya. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 10.09 WIB Jakarta, 31 Agustus 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
24