Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________1
PERBEDAAN PENGARUH ANTARA LATIHAN KONVENSIONAL DITAMBAH LATIHAN PLYOMETRICS DAN LATIHAN KONVENSIONAL TERHADAP PENGURANGAN NYERI, DAN DISABILITAS PENDERITA FROZEN SHOULDER Hadi Miharjanto1, Heru Purbo Kuntono1, dan Danur Setiawan2. Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta
ABSTRACT Pain and limitation of shoulder joint is problematic due to frozen shoulder pain complaints are pretty much found in clinical and very aktivity daily work. Frozen shoulder often found in the productive age, despite various efforts to control and management of therapy has been investigated but the results are still not optimal. One way to reduce problematic on condition of frozen shoulder with exercise therapy in the form of plyometrics exercises. The purpose of this study were (1) to know the difference between exercise influence conventional plus plyometrics exercises and conventional training on reducing pain, disability and improving functional ability in patients with frozen shoulder. (2) to find out Which is better between conventional training and plyometrics training plus conventional exercise training on reducing pain, disability and improving functional ability in patients with frozen shoulder. Location and time of study: Unit / Installation Physiotherapy Orthopaedic Hospital Prof. Dr. Soeharso in Surakarta in September-October 2008, The study was quasi experiment with the design of the research is two groups pre and post test design. The number of subjects n = 18 people with frozen shoulder randomly allocated into 2 groups, the conventional practice plyometrics exercises plus a number of 9 persons, and the conventional exercise group of 9 people. Test hypothesis using non-parametric statistics with Mann-Whitney U test and Wilcoxon test. Results: There were significant differences between groups of conventional exercise plus plyometrics exercises with conventional exercise group on the reduction of pain, disability and improving functional ability in patients with frozen shoulder (p <0.05), treatment with conventional exercise plus plyometrics exercise is better than conventional exercise the reduction of pain (57.88%> 29.12%), disability (57.76> 27.83%) in patients with frozen shoulder Keywords: Exercise Plyometrics, SPADI, UEFI, Frozen Shoulder.
PENDAHULUAN Frozen shoulder merupakan gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi (LGS). Adanya rasa nyeri dapat mengganggu penderita dalam melakukan aktifitas. Biasanya nyeri ini akan timbul saat melakukan aktifitas, seperti : mengangkat tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok punggung sewaktu mandi, menulis dipapan tulis,
mengambil sesuatu dari saku belakang celana, mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai atau melepas baju. Hal ini akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi bahunya yang akhirnya dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktifitas fungsional keseharian (Wiratno, 1988).
2____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
Secara epidemiologi onset frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun. Dari 2-5 % populasi sekitar 60 % dari kasus frozen shoulder lebih banyak mengenai perempuan dibanding laki-laki. Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 % dari penderita diabetus mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko frozen shoulder (Sandor, 2004). Kasus frozen shoulder memiliki masalah yang komplek bila dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis karena terjadi keterbatasan gerak yang lebih berat dan prognosis kesembuhan yang lebih buruk dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis (Calliet, 1991) Dalam penelitian Simmond dinyatakan bahwa bahwa setelah 3 tahun, dari 21 penderita frozen shoulder hanya 6 penderita yang lingkup gerak sendi bahunya dapat kembali berfungsi seperti semula. Berbagai modalitas dapat dipergunakan untuk menyelesaikan problematik frozen shoulder, salah satu modalitas yang dipakai adalah terapi latihan. Bentuk terapi latihan bermacammacam dapat berupa latihan pasif, aktif, resisted yang diwujudkan dalam latihan pulley, shoulder wheel, shoulder leader, latihan Codman dll. Latihan yang cukup penting salah satunya adalah dengan latihan explosive power berupa latihan plyometrics (Kisner, 1996). 1. Frozen Shoulder Frozen shoulder merupakan istilah yang merupakan wadah untuk semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan pembatasan lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif akibat capsulitis adhesive yang disebabkan adanya perlengketan kapsul sendi, yang sebenarnya lebih tepat untuk menggolongkannya dalam kelompok periarthritis (Sidharta, 1984). Dalam pendapat yang lain frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa nyeri bahu dan pembatasan lingkup gerak sendi bahu yang dapat mengakibatkan
gangguan aktivitas kerja sehari-hari (AAOS, 2000). Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, cidera atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit kardiovaskuler, clinical depression dan Parkinson (AAOS, 2000). Menurut American Academy Of Orthopedic Surgeon (2000), teori yang mendasari terjadinya frozen shoulder adalah sebagai berikut : a. Teori hormonal Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60 % pada wanita bersamaan dengan datangnya menopause. b. Teori genetik Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar indentik pasti menderita pada saat yang sama. c. Teori auto immun diduga penyakit ini merupakan respon auto immun terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal. d. Teori postur Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan postur tegap menyebabkan pemendekkan pada salah satu ligamen bahu. Walaupun banyak peneliti sependapat bahwa immobilisasi merupakan faktor penting dari penyebab frozen shoulder sendi glenohumeral. Ada beberapa kondisi predisposisi yang lain, pertama usia pasien. Adhesive capsulitis tidak terjadi pada usia muda, tetapi sering pada usia pertengahan. Kedua, refleks spasme otot penting dalam perubahan fibrotic primer. Dalam memperhatikan penyebab primer dari frozen shoulder sendi glenohumeral, patologinya dikarakteristikan dengan adanya kekakuan kapsul sendi oleh jaringan fibrous yang padat dan selular. Berdasarkan susunan intra articular adhesion, penebalan sinovial
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________3
akan berlanjut ke keterbatasan articular cartilago. Berkurangnya cairan sinovial pada sendi sehingga terjadi perubahan kekentalan cairan tersebut yang menyebabkan penyusutan pada kapsul sendi, sehingga sifat ekstensibilitas pada kapsul sendi berkurang dan akhirnya terjadai perlekatan. Tendinitis bicipitalis, calcificperitendinitis, inflamasi rotator cuff, frkatur atau kelainan ekstra articular seperti angina pectoris, cervical sponylosis, diabetes mellitus yang tidak mendapatkan penanganan secara tepat maka kelamalamaan akan menimbulkan perlekatan atau dapat menyebabkan adhesive capsulitis. Adhesive capsulitis dapat menyebabkan patologi jaringan yang menyebabkan nyeri dan menimbulkan spasme, degenerasi juga dapat menyebabkan nyeri dan dapat menimbulkan spasme. Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting yang juga dapat menyebabkan perlekatan intra.ekstra selular pada kapsul dan ligamen, kemudian kelenturan jaringan menjadi menurun dan menimbulkan kekakuan. Semua organ yang disekeliling jaringan lunak, terutama tendon supraspinatus terlibat dalam perubahan patologi. Fibrotic ligamen coracohumeral cenderung normal dari tendon bicep caput longum juga rusak (robek). Keterlibatan tendon bicep berpengaruh secara signifikan dalam penyebaran nyeri ke anterior sendi glenohumeral yang berhubungan dengan adhesive capsulitis. Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahap, yaitu : a. Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerakan sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10-36 minggu. b. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
c. Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih. 2. Problematik Frozen shoulder Frozen shoulder merupakan gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi (LGS) pada sendi glenohumeral. Adanya rasa nyeri dapat mengganggu penderita dalam melakukan aktifitas. Biasanya nyeri ini akan timbul saat melakukan aktifitas, seperti : mengangkat tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok punggung sewaktu mandi, menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang celana, mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai atau melepas baju. Hal ini akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi bahunya yang akhirnya dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktifitas fungsional keseharian (Wiratno, 1988). Sedangkan sifat keterbatasan frozen shoulder ditandai dengan : (1) mengikuti pola kapsular (capsular pattern), yang ditandai dengan gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas dari gerakan abduksi serta lebih terbatas lagi dari endorotasi. (eksorotasi > abduksi > endorotasi), (2) bukan pola kapsuler (non capsular pattern), yaitu keterbatasan gerak dan nyeri terjadi pada arah gerak tertentu, tergantung dari topis lesi, misalnya keterbatasan ke arah endorotasi atau abduksi saja (Heru Purbo Kuntono, 2007). Problematika pada frozen shoulder berupa nyeri dan keterbatasan gerak akan menyebabkan keluhan pada keterbatasan fungsi berupa ketidakmampuan untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang, kesulitan memakai pakaian dalam bagi wanita dan gerakan- gerakan
4____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
fungsional yang lain yang melibatkan sendi bahu (Apley, 1993). Akibat selanjutnya penderita frozen shoulder akan mendapatkan hambatan dalam aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya. 3. Latihan Konvensional pada Frozen Shoulder Latihan konvensional pada frozen shoulder adalah berupa latihan-latihan otot pada bahu dengan menggunakan latihan pasif, aktif, resisted yang diwujudkan dalam latihan pulley, shoulder wheel, shoulder leader. Tujuan pemberian latihan ini adalah untuk mengulur jaringan lunak sekitar sendi yang mengalami pemendekan serta meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengurangi nyeri sehingga dapat meningkatkan kemampuan fungsional dan pada akhirnya disabilitas tidak terjadi. Pelaksanaan latihan konvensional berupa latihan pulley, shoulder wheel dan shoulder leader dengan pengulangan masing-masing 2 x 10 (Kisner, 1996) 4. Latihan Plyometrics Menurut Sharkey (2003) bahwa Plyometrics adalah latihan-latihan otot yang bersifat eksplosif power dengan gerakan yang cepat, singkat dan kuat atau bentuk latihan yang menggunakan kontraksi berat. Dasar pemikiran latihan plaiometriks (plyometrics) adalah bahwa ketegangan otot maksimal akan meningkat ketika otot aktif diregangkan secara cepat. Plaiometriks ini menggunakan konsep regangan awal pada otot secara cepat sebelum kontraksi eksentrik pada otot yang sama. Teori terdahulu beranggapan bahwa otot akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika otot dikendurkan atau diistirahatkan sebelum berkontraksi, tetapi sekarang konsep yang dipakai adalah bahwa kontraksi otot akan lebih kuat dan efisien jika kontraksi-kontraksi yang terjadi sebelumnya tergantung pada kontraksi eksentrik
Ide dasar latihan plaiometrik adalah untuk merangsang berbagai perubahan pada sistem saraf otot dan untuk meningkatkan kemampuan kelompok otot agar dapat merespon dengan cepat dan kuat dalam panjang otot (Radcllife, 2002). Perbaikan kontrol motorik dan peningkatan eksplosif power nampaknya berhubungan dengan latihan plaiometrik, yang memiliki kaitan langsung dengan perubahan susunan saraf otot dan jalur sensor-motorik yang kompleks (Radcliffe, 2002). Latihan plyometrics untuk frozen shoulder adalah latihan-latihan otot yang bersifat eksplosif power dengan gerakan yang cepat, singkat dan kuat atau bentuk latihan yang menggunakan kontraksi berat dengan media bola dengan cara melemparkan bola ke depan dengan cepat dan kuat. Latihan plyometrics yang dapat dipakai untuk menyelesaikan problematic frozen shoulder adalah two hand over head throw, two hand side to side throw, single arm throw (Radclife,2002). Plyometrics membantu dalam pengembalian kapasitas fungsional terkait dengan gerakan melempar (Peters, 2007), LGS pasif internal rotasi shoulder, power konsetrik isokinetik, kemampuan fungsional (Fortun, 2008). Belum banyak penelitian yang mengkaji latihan plyometrics untuk bidang klinis fisioterapi, untuk itu perlu dilakukan penelitian mengetahui perbedaan pengaruh antara latihan konvensional ditambah latihan plyometrics dan latihan konvensioanl terhadap pengurangan nyeri, dan disabilitas pada penderita frozen shoulder.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________5
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
-
A. Bahan 1. Jenis Dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah quasi experimental atau penelitian eksperimen semu, dengan pertimbangan : tidak mampu mengontrol aktivitas penderita dalam aktivitas sehari-hari. Sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah two groups pre and post desain, dimana dalam penelitian ini terdapat dua kelompok perlakuan yang akan dibandingkan, yaitu kelompok latihan konnvensional ditambah latihan plyometrics dan kelompok latihan konvensional. R O1-X1—O2(X1) (kelompok frozen shoulder memakai latihan konvensional ditambah latihan plyometrics) R O1-X2--- O2(X2) (kelompok frozen shoulder memakai latihan konvensional) 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan Unit/instalasi Fisioterapi Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. Soeharso di Surakarta pada bulan September-Oktober 2008 3. Populasi dan Sampel Populasi adalah semua pasien frozen shoulder yang berkunjung di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta yang memenuhi kiteria penerimaan (kriteria inklusi). Sampel dalam penelitian ini berdasarkan estimasi proporsi dua keadaan populasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Kriteria Inklusi :
-
-
-
Penderita frozen shoulder jenis capsulitis, dan tendinitis. Penderita frozen shoulder usia 30 –65 tahun. Penderita sebelumnya mendapatkan medika mentosa yang sejenis (NSAID). Intensitas nyeri sebelum penelitian minimal derajat sedang (SPADI = 6- 8) Bersedia mengikuti program latihan sampai selesai selama 1 bulan.
b. Kriteria eksklusi mengalami - Penderita gangguan postur. - Penderita mengalami gangguan fungsi jantung (untuk memastikan dilakukan tes EKG bagi sampel penelitian). - Penderita mengalami gangguan neurologist - Subyek yang 2 kali berturut-turut tidak ikut latihan (absent), tidak disertakan dalam proses penelitian lebih lanjut. 4. Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel menggunakan metode purposive random sampling dengan rumus : n > pq σp 2 Prediksi dari populasi 60 %, maka diperoleh besar sampel : (0.50) (0.50) 0.25 N 9.6 dibulatkan 0.026
0.026
menjadi 10 jumlah pasien kurang lebih : 10 orang untuk masingmasing kelompok
6____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
5. Variabel dan alat ukur Variabel bebas : terapi standar + latihan plyometrics, terapi standar Variabel terikat : pengurangan nyeri, disabilitas, dan kemampuan fungsional frozen shoulder Variabel kontrol : umur, berat badan, pendidikan. Alat ukur : Formulir isian SPADI . 6. Definisi operasional : Frozen shoulder adalah suatu kondisi bahu dimana dijumpai nyeri gerak baik aktif maupun pasif dan adanya limitasi gerak sendi bahu yang diakibatkan karena problematic pada capsul sendi dan tendon pada region shoulder (bahu). Latihan plyometrics adalah latihan-latihan otot yang bersifat eksplosif power dengan gerakan yang cepat, singkat dan kuat atau bentuk latihan yang menggunakan kontraksi berat dengan media bola dengan cara melemparkan bola ke depan dengan cepat dan kuat dengan pengulangan 2 x 10 (Radclife, 2002). Latihan konvsensional berupa latihan-latihan otot pada bahu dengan menggunakan latihan pasif, aktif, resisted yang diwujudkan dalam latihan pulley, shoulder wheel, shoulder leader dengan pengulangan 2 x 10 (Kisner, 1996). Gangguan Postur : adanya perubahan bentuk berupa scoliosis, lordosis Gangguan fungsi jantung : adanya atrium fibrilasi (gangguan irama jantung). Gangguan neurologis : adanya stroke, monoparesis, wing scapula.
7. Cara pengumpulan data : Pengumpulan data dilakukan di Poli Fisioterapi RS Ortopedi Prof Dr. Soeharso Surakarta. Adapun petugas pengambil data adalah fisioterapis yang telah ditunjuk. Data yang diambil merupakan data hasil pengurangan nyeri, disabilitas dan kemampuan fungsional penderita frozen shoulder. Data diambil dari pengukuran pretes dan post tes. 8. Jalannya Pelaksanaan Penelitian: a. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik awal terkait dengan kondisi awal nyeri, disabilitas dengan SPADI dan menanda tangani lembar persetujuan, juga pemeriksaan EKG untuk memastikan masuk dalam kriteria inklusi, pasien dipisahkan antara nomor genap dan nomor ganjil kemudian dilakukan pemisahan dengan diundi. : 1 b. Pasien dikelompokan kelompok dengan latihan konvensional ditambah latihan plyometrics, dan 1 kelompok diberikan latihan konvensional. c. Kelompok latihan konvesioanl ditambah latihan plyometrics setelah diberikan heating dan latihan konvensional diberikan latihan melempar bola basket dengan teknik two hand over head throw, two hand side to side throw, single arm throw. Dengan dosis latihan : 2 x 10 lemparan bola (1set) d. Kelompok latihan konvensioanl melakukan gerakan dengan latihan pulley, shoulder wheel, shoulder leader dengan pengulangan 2 x 10 gerakan.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________7
e. Pasien diberikan intervensi selama 1 bulan dengan pelaksanaan terapi 8 kali (1 bulan 8 x terapi). f. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik akhir terkait dengan kondisi awal nyeri, disabilitas dengan SPADI 9. Analisa data : Data yang terkumpul dimasukkan ke dalam komputer, dilakukan seleksi data, pemberian koding dan tabulasi. Analisa dilakukan secara deskriptif dimana variabel dengan skala kontinyu dideskripsikan sebagai rerata dan simpangan baku (SB). Untuk mengetahui pengaruh umur, jenis kelamin, dan pekerjaan. Untuk mengetahui hasil perubahan pengurangan nyeri, disabilitas dan peningkatan kemampuan fungsional pada kelompok latihan konvesional ditambah latihan plyometrics dan latihan konvesional pada penderita frozen shoulder dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis akan menggunakan Uji beda (t test) bila memenuhi persyaratan uji analisis. Namun bila tidak memenuhi persyaratan analisis dilakukan uji hipotesis dengan non parametrik. Uji hipotesis yang dipakai adalah untuk mengetahui beda inter perlakuan (pre-post) kelompok latihan konvensional ditambah latihan plyometrics dan kelompok latihan konvensional menggunakan uji Wilcoxon, sedangkan untuk mengetahui beda antar perlakuan pre-post kelompok latihan konvensional ditambah latihan plyometrics dan kelompok latihan konvensional menggunakan uji Mann-Whitney U test. Batas kemaknaan dalam penelitian ini adalah P = 0.05 (5 %). Bila P > 0.05; tidak bermakna.
Bila nilai P < 0.05; bermakna. Analisis data dlakukan dengan program SPSS for windows versi 10.00 B. Kelemahan Penelitian
dan
Keterbatasan
1. Peneliti tidak dapat sepenuhnya mengendalikan ataupun mengontrol aktivitas keseharian subyek penelitian secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat mempengaruhi biasnya perlakuan. 2. Jumlah subyek penelitian yang terlalu kecil untuk bisa digeneralisasi. 3. Teknik randomisasi tidak memungkinkan untuk membagi 2 kelompok dengan proporsi kemampuan keadaan fisik yang merata. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Analisis Penelitian 1. Deskripsi Data Didapatkan 18 klien yang memenuhi kriteria menjadi subyek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan penelitian. Kemudian dilakukan randomisasi sederhana untuk membagi subyek ke dalam 2 kelompok perlakuan yaitu latihan konvensional ditambah latihan plyometrics, dan latihan konvensional. Kelompok latihan konvensional ditambah latihan plyometrics berjumlah 9 orang, kelompok latihan konvensional berjumlah 9 orang. Data penelitian ini diperoleh dari pengukuran pengurangan nyeri, disabilitas dan kemampuan fungsional anggota gerak atas, sebagai subyek adalah penderita frozen shoulder yang berkunjung ke Poli Fisioterapi RSO Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Dari ke 18 orang subyek diberikan
8____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
intervensi terapi selama 8 kali, seminggu 2 kali. Diawal diberikan pre tes dan setelah 8 kali terapi dilakukan post test. 2. Karakteristik Subyek Penelitian Dari 18 subyek penelitian, rata-rata umur : 54.39 tahun (berkisar 35-65 tahun), rata-rata pre test nyeri : 47.17 (berkisar 43-50), rata-rata pre test disabilitas : 74.33 berkisar (69-77), rata-rata post test nyeri : 26.83 (berkisar 9-39), ratarata post test disabilitas : 42.69 berkisar (3-63). Untuk lebih jelas lihat tabel 1.
paket program statistik SPSS 11.00 dengan bantuan komputer. Hasil analisis uji normalitas disajikan pada tabel 10 berikut ini. Tabel 6. Ringkasan hasil analisis uji normalitas Uji variabel Pre test Nyeri
Pre test Disabilitas
Tabel 1. Data Karaktersistik Subyek Penelitian Karakteristik Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pretest Nyeri Pretest Disabilitas Post test Nyeri Post test Disabilitas
N
Min Maks
18 18
35 1
65 2
Ratarata 54.39 1.61
Simpangan baku 7.79 0.50
18 18
1 43
3 50
2.22 47.17
0.81 2.09
18
69
77
74.33
2.49
18
9
39
26.83
9.75
18
3
63
42.69
16.13
3. Pengujian Prasyarat Analisis Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap prasyarat analisis. Persyaratan analisis dalam penelitian ini adalah uji normalitas sampel dan uji homogenitas varians. a. Uji normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul itu berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji KolmogorovSmirnov. Analisis uji normalitas ini menggunakan
Post test Nyeri
Post test Disabilitas
Lat konv+ Plyo Lat Konv Lat konv+ Plyo Lat Konv Lat konv+ Plyo Lat Konv Lat konv+ Plyo Lat Konv
Kolmog Asymp. Keterangan orovSig Smirnov (2-tailed) 0.147 0.200 Distribusi Normal 0.248
0.116
0.187
0.200
0.259
0.084
0.148
0.200
0.284
0.035
0.227
0.200
0.241
0.141
Distribusi Normal Distribusi Normal Distribusi Normal Distribusi Normal Distribusi tidak normal Distribusi Normal Distribusi Normal
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa p pada variabel Post test nyeri adalah < 0.05 yang berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan pada variabel lain berdistribusi normal. b. Uji homogenitas Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul itu dalam varians yang sama atau tidak. Pengujian homogenitas dilakukan dengan uji Levene. Analisis uji homogenitas ini menggunakan paket program statistik SPSS 11.00 dengan bantuan komputer. Hasil analisis uji homogenitas
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________9
disajikan pada tabel … berikut ini. Tabel 7. Ringkasan hasil analisis uji homogenitas Uji variabel Pre test nyeri Pre test disabilitas Post test nyeri Post test disabilitas
Levene Statistics 4.414
Asymp. Sig (2-tailed) 0.052
Keterangan
Homogen
2.544
0.130
Homogen
2.504
0.133
Homogen
3.468
0.081
Homogen
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa p pada variabel pre test KF adalah < 0.05 yang berarti data memiliki variansi tidak sama atau data bersifat tidak homogen, sedangkan pada variabel yang lain bersifat homogen. Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas ditemukan nilai p < 0.05 maka uji statistik parametrik tidak dapat dilakukan karena tidak memenuhi uji prasyarat analisis, selanjutnya analisis dilakukan dengan uji statistik non para metrik . 4. Pengujian Hipotesis a. Sebelum Perlakuan (Pre test) Sebelum diberi perlakuan, kelompok-kelompok yang dibentuk dalam penelitian ini diuji perbedaannya terlebih dahulu. Hasil uji perbedaan antar kelompok latihan adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Perbedaan Hasil Pre test Kelompok Latihan Konvensional +Lat Plyometrics
N
Pengurangan Nyeri 9
Mean
45.89
73.22
SD
2.205
2.728
Latihan Konvensional
N
9
9
Mean
48.44
54.44
SD
0.882
1.740
U
12.000
21.000
P
0.011
0.078
P*
P<0.05
P>0.05
Signifikan
Tidak signifikan
Hitungan Statistik
Keterangan
Disabilitas 9
Uji Mann Whitney hitung Dari uji Mann Whitney yang dilakukan diperoleh U hitung sebagai berikut : Pada Pre test nyeri U = 12.000, dengan p = 0.011 dimana P<0.05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antar 2 kelompok perlakuan. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok berangkat dari kemampuan dasar yang tidak sama (setara) untuk pengurangan nyeri. Pada disabilitas U = 21.000, dengan p = 0.078 dimana P>0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok perlakuan. Dari kelompok diatas berangkat dari keadaan yang tidak sama untuk pengurangan nyeri, sedangkan untuk disabilitas berangkat dari keadaan yang sama, sehingga dapat dianggap dari potensi awal yang homogen.
10____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
b. Setelah perlakuan Setelah diberikan perlakuan diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Uji inter kelompok latihan a) Pengurangan Nyeri Tabel 2. Perbedaan Hasil Pre-Post test pada Pengurangan Nyeri Kelompok Latihan konvensional +Lat Plyometrics Latihan konvensional
Pre test Post test Pre test Post test
N 9
Mean SD Z 45.89 2.205 -2.668
9
19.33 7.089
9
48.44 0.882 -2.680
9
34.33 5.025
P P* 0.008 P<0.05
b) Disabilitas Tabel 3. Perbedaan Hasil Pre-Post test pada Disabilitas Kelompok Latihan konvensional + Lat Plyometrics Latihan Konvensio nal
N 9
Mean SD 73.22 2.728
Z -2.668
P P* 0.008 P<0.05
9 9
3.0.9 14.163 3 75.44 1.740
-2.670
0.008 P<0.05
9
54.44 6.425
P* uji Wilcoxon Dari uji Wilcoxon yang dilakukan diperoleh Z = -2.668 pada kelompok terapi standard ditambah plyometrics, dengan P = 0.008 dimana p<0.05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna dalam kelompok latihan konvensional ditambah plyometrics sebelum dan setelah perlakuan. Dari uji Wilcoxon yang dilakukan diperoleh Z = -2.670 pada kelompok terapi standar, dengan P = 0.008 dimana p<0.05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna dalam kelompok latihan konvensional sebelum dan setelah perlakuan.
0.007 P<0.05
P* uji Wilcoxon Dari uji Wilcoxon yang dilakukan diperoleh Z = -2.668 pada kelompok latihan konvensional ditambah plyometrics, dengan P = 0.008 dimana p<0.05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna dalam kelompok latihan konvensional ditambah plyometrics sebelum dan setelah perlakuan. Dari uji Wilcoxon yang dilakukan diperoleh Z = -2.680 pada kelompok latihan konvensional, dengan P = 0.007 dimana p<0.05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna dalam kelompok terapi standar sebelum dan setelah perlakuan.
Pre test Post test Pre test Post test
2. Uji antar kelompok setelah perlakuan Tabel 6. Perbedaan Hasil Post test Kelompok Latihan Konvensional +Lat Plyometrics Latihan Konvensional Hitungan Statistik
Keterangan
Disabilitas
N
Pengurangan Nyeri 9
Mean
19.33
30.93
SD N Mean
7.089 9 34.33
14.163 9 54.44
SD
5.025
6.425
U P P*
3.500 0.001 P<0.05
3.000 0.001 P<0.05
Signifikan
signifikan
9
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________11
Uji Mann Whitney hitung Dari uji Mann Whitney yang dilakukan diperoleh U hitung sebagai berikut : Pada Post test nyeri U = 3.500, dengan p = 0.001 dimana P<0.05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antar 2 kelompok perlakuan. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok terdapat perbedaan yang bermakna setelah diberikan perlakuan. Pada disabilitas U = 3.000, dengan p = 0.001 dimana P<0.05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok setelah diberikan perlakuan.
Pengurangan 3. Persentase Nyeri, dan Disabilitas Diperoleh berbagai hasil yang sama dalam setiap kelompok perlakuan yakni adanya perbedaan yang bermakna setelah mendapatkan perlakuan baik dengan latihan konvensional ditambah latihan plyometrics maupun hanya dengan latihan konvensional. Untuk itu perlu dilihat dari perubahan mean different pada masing-masing kelompok perlakuan. Tabel 7. Persentase Penurunan Nyeri dan Disabilitas Kelompok
Komponen
Mean awal
Latihan konvensional + Lat Plyometrics Latihan Konvensional
Nyeri Disabilitas
45.89 73.22
Mean Mean Persent Akhir Different ase Kenaikan (%) 19.33 -26.56 57.88 30.93 -42.29 57.76
Nyeri Disabilitas
48.44 75.44
34.33 54.44
-14.11 -21
29.12 27.83
Dari tabel dapat dilihat bahwa persentase kenaikan lebih tinggi pada kelompok latihan konvensional ditambah latihan plyometrics daripada latihan konvensional pada penderita frozen shoulder. B. Pembahasan Dari pengujian hipotesis diperoleh hasil-hasil sebagai berikut : (1) Terdapat perbedaan yang bermakna antara pretest dengan post test pada kelompok latihan konvensional ditambah latihan plyometrics (p< 0.05) pada pengurangan nyeri, dan disabilitas pada pasien frozen shoulder , (2). Terdapat perbedaan yang bermakna antara pretest dengan post test pada kelompok latihan konvensional (p< 0.05) pada pengurangan nyeri, dan disabilitas pada pasien frozen shoulder, (3). Terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok latihan konvensional ditambah latihan plyometrics dengan kelompok latihan konvensional (p< 0.05) pada pengurangan nyeri, dan disabilitas pada pasien frozen shoulder, (4). Perlakuan dengan latihan konvensional ditambah latihan plyometrics lebih baik dibandingkan dengan latihan konvensional (p< 0.05) pada pengurangan nyeri, disabilitas pada pasien frozen shoulder. Terapi yang diberikan secara teratur akan membantu penyelesaian masalah problematik frozen shoulder. Pada dasarnya terapi latihan dengan latihan konvensional dan latihan konvensional ditambah latihan plyometrics efektif bila dilakukan secara rutin dan teratur. Terapi latihan bertujuan dalam mempercepat proses penyembuhan serta meningkatkan kekuatan otot-otot sendi bahu (Benjamin, 2004). Pada prinsipnya terapi latihan bertujuan dalam mengurangi oedem,
12____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kekuatan jaringan ikat dan integritas, meningkatkan densitas tulang, meningkatan sirkulasi dan proses penyembuhan jaringan lunak, meningkatkan perekrutan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi, serta mengembangkan pola normal (anonim, 1999). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disampaikan simpulan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok dengan latihan konvensioanl ditambah dengan latihan plyometris dengan
kelompok latihan konvensional dalam mengurangi nyeri, dan disabilitas pada penderita frozen shoulder. 2. Latihan Konvensional ditambah latihan plyometrics lebih baik dibandingkan dengan latihan konvensional. B. Saran 1. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik perlu diperluas pada pengambilan sampel dan distribusi lokasi, terutama pada klien problematik muskuloskeletal pada ekstremitas atas. 2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan model-model latihan pada problematik frozen shoulder.
DAFTAR PUSTAKA AAOS. 2000. Frozen Shoulder. http://www.AAOS.FrozenShoulder.com. [diakses tanggal 7 Mei 2007] Anonim. 1999. Upper Extremity Treatment Guideline. http://www.owcc.state.ok..usPDRGuidelines20Extremity%20PROPOSED.Pdf [diakses tanggal 7 Mei 2008] Appley, A. Graham & Luis Solomon. 1993. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Butterworth-Heinieman. Benjamin, N. 2004. Shoulder Series 2 Supraspinatus http://www.benbenjamen.netpdfs04AS.pdf. [diakses : 7 Mei 2008]
Tendinitis.
Calliet, M. D. 1991. Shoulder Pain. New York : Info access & distribution. Fortun, Chad.1998. The Effects of Plyometrics on The Shoulder Internal Rotator. http://murphylibrary.uwlax.edu/digital/jur/1998/fortun.pdf. [diakses : 13 Oktober 2008] Kisner, Carollyn. 1996. Therapeutic Exercise Foundation and Technique. Philadelphia : FA. Davis Peters, Courtney & Steven Z. Goerge. ―Outcomes of Following Plymetrics for Young Throwing Athlete : Case Report ―. Dalam Physiotherapy Theory and Pracyice Vol ; 23 (6) Nop. 2007 P : 1335-1364 Radcliffe. 2002. Plyometrics untuk Meningkatkan Power. Surakarta : UNS Press.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________13
Sandor, Rick. 2004. Frozen Shoulder/Epidemilogy (dalam http://www.aaos.org akses 7 January 2007). Swanik, Kathleen A. Et all. ’The Effects of Shoulder Plyometrics Training on Propriocetion and Sekected Muscle Performance Characteristics. Dalam Journal Shoulder Elbow Surgery. November/ December 2002 (11) p : 579 -586 Wilk, Kevin E. & Christoper A. Arrigo. ‖Current Concept in Rehabilitation of Athletic Shoulder‖. Dalam Journal Orthopedics Sport Physical Therapy, 1993 ; 18 (1) p. 365 -378 Wiratno. 1988. Fisioterapi pada Kapsulitis Adhesiva. TITAFI VI Jakarta.
14____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
PERBEDAAN PENGARUH GAYA MENGAJAR, KEMAMPUAN GERAK DASAR DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP KETERAMPILAN TEKNIK DASAR BERMAIN SEPAKBOLA Pomo Warih Adi Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRACT This research aims to find out the difference effect of teaching style between command and exercise styles in elementary school students with both high and low basic movement skills in age group of 8-9 years and 10-11 years on the basic technique skill of playing football. In addition, it also aims to find out the interaction between teaching style, basic movement skill, and age group on the basic technique skill of playing football. This research was conducted using experimental method involving three variables: independent variables is teaching style, attribute variable is basic movement skill and age group, and dependent variable is basic technizue skill of playing football. Research design employed was 2x2x2 factorial design. The sample of research was the male students of SD Muhammadiyah 1 Surakarta with ages ranging from 9-11 years. The size of sample taken for the research was 104 students coming from SD Muhammadiyah 1 Surakarta in academic year of 2007/2008. The sampling technique used was purposive random sampling with lottery. Technique of analyzing data employed was across average multiple comparative test with Scheffe method. Technique of analyzing data was conducted with computer. The hypothesis testing was conducted at significance level of 0.05. The research concludes that: (1) There are significan different effects between the commando and exercise teaching styles on the basic technique skill of playing football. (2) There are significan different effects of basic technique skill of playing football between the students with low basic movement skill. (3) There are significan different effects of basic technique skill of playing football between the group with 8-9 years age and the one with 1011 years age. (4) There is an interaction between teaching style and basic movement skill on the basic technique skill of playing football. (5) There is an interaction between the teaching style and the age group on the basic technique skill of playing football. (6) There is an interaction between the basic movement skill and the age group on the basic technique skill of playing football. (7) There is an interaction between the teaching style, the basic movement skill, and the age group on the basic technique skill of playing football. Keyword : Teaching style, basic movement skills, the age group, the basic technique skill of playing football. PENDAHULUAN Pendidikan jasmani sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan disekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas
jasmani, olahraga dan kesehatan yang dipilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________15
motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mentalemosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Untuk menjalankan proses pendidikan, kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pergaulan yang bersifat mendidik itu terjadi melalui interaksi aktif antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik. Kegiatan belajar dilakukan oleh siswa, dan melalui kegiatan ini akan ada perubahan perilakunya, sementara kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk memfasilitasi proses belajar. Kedua peranan itu tidak akan terlepas dari situasi saling mempengaruhi dalam pola hubungan antara dua subyek, meskipun di sini guru lebih berperan sebagai pengelola. Untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani, ada beberapa faktor pendukung yang diperlukan antara lain faktor guru sebagai penyampai informasi, siswa sebagai penerima informasi, sarana prasarana, dan juga metode atau cara untuk menyampaikan informasi. Metode yang dipilih dan diperkirakan harus cocok digunakan dalam proses pembelajaran teori dan praktek keterampilan, semata-mata untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif bila perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setidak-tidaknya mencapai tingkat optimal. Efisiensinya terletak pada kecepatan dikuasainya materi pelajaran yang disajikan, sekalipun dalam waktu yang relatif pendek. Dengan kata lain hendaknya guru dalam mengajar menggunakan pendekatan yang diharapkan mampu memberikan pengalaman yang berarti kepada siswa, baik secara fisik maupun psikis sehingga akan meningkatkan partisipasi minat gerak
seluruh siswa sehingga tingkat kualitas gerak maksimal. Penampilan seorang anak dipengaruhi oleh faktor umur. Faktor umur memiliki tingkat perkembangan yang berbeda secara kapasitas. Setiap kelompok umur berbeda kapasitas fisik, mental dan sosial yang disebabkan faktor lingkungan. Perbedaan ini memiliki implikasi terhadap proses pembelajaran. Anak yang memiliki tahapan umur lebih tinggi memiliki aspek kognisi yang lebih tinggi pula. Aspek kognisi mempengaruhi penerimaan informasi; makin tinggi tingkat kognisi makin mudah menerima informasi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran khususnya olahraga kurang memperhatikan karakteristik siswa yang didasarkan pada perkembangan usia. Sebagai contoh pembelajaran olahraga di sekolah dasar anak-anak kelas II diberikan pembelajaran yang sama dengan anak kelas V. Karakteristik fisik, mental dan sosial dipastikan memiliki perbedaan, oleh karena itu semestinya diberikan model pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok umur di Sekolah Dasar diperkirakan antara 7 – 12 tahun, maka dalam penelitian ini nantinya akan mengambil sampel siswa kelompok umur 8-11 tahun yang diperkirakan duduk dikelas II – V. Uraian diatas menimbulkan permasalahan apakah ada perbedaan hasil pembelajaran yang diberikan kepada anak yang memiliki perbedaan usia. Kemampuan gerak dasar juga mempengaruhi didalam mempelajari ketrampilan gerak dalam suatu cabang olahraga. Sejalan dengan meningkatnya ukuran tubuh dan meningkatnya kemampuan fisik, maka akan meningkat pula kemampuan gerak dasar anak. Gerakan-gerakan yang dilakukan bentuknya dapat menyerupai gerakan orang dewasa pada umumnya, hanya perbedaannya terletak pada pelaksanaan gerak yang masih lemah dan kurang bertenaga. Hal ini disebabkan kapasitas fisik anak belum dapat menyamai kapasitas fisik orang dewasa. Selain itu
16____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
kapasitas fisik masing-masing anak tidak sama, hal ini disebabkan karena perbedaan koordinasi tubuh, ukuran tubuh dan kekuatan otot, sehingga terdapat kemampuan gerak dasar tinggi dan kemampuan gerak dasar rendah. Dengan demikian akan berbeda pula hasil pembelajaran didalam proses ketrampilan geraknya. Sepakbola merupakan cabang olahraga permainan yang peraturannya dapat dimodifikasi, sehingga termasuk materi yang harus diberikan pada mata pelajaran pendidikan jasmani sekolah dasar. Bermain sepakbola memiliki unsur dasar yang sangat kompleks. Kompleksitas permainan membawa implikasi terhadap proses pembelajaran ketrampilan bermain sepakbola. Ketrampilan bermain merupakan h*asil dari proses pembelajaran sejak usia dini. Pembelajaran sangat dipengaruhi kondisi siswa (sebagai masukan) yang berupa faktor tinggi rendahnya kemampuan dasar, usia pertumbuhan, dan perkembangan fisik,mental dan sosial. Pada anak usia sekolah dasar (SD) memiliki karakteristik pertumbuhan fisik, mental dan sosial berbeda dengan usia-usia pada jenjang pendidikan lain. Oleh karena didalam pembelajaran keterampilan dibutuhkan metode mengajar yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Pengaruh gaya mengajar, kemampuan gerak dan kelompok umur terhadap keterampilan teknik dasar bermain sepakbola pada tingkat usia sekolah dasar merupakan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Sebagai tolok ukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran ini adalah penguasaan unsur dasar bermain sepakbola yang diformulasikan dalam bentuk tes keterampilan. Gaya Mengajar Komando Gaya komando adalah suatu cara pendekatan guru dalam membuat semua keputusan selama pertemuan berlangsung yang akan diteruskan kepada siswa. Dalam
gaya ini, Moston (1994: 17) meninjaunya dari tiga perangkat keputusan : ―Prapertemuan, selama pertemuan, dan pasca pertemuan. ―Dalam pra-pertemuan semua keputusan dibuat oleh guru antara lain mengenai materi pokok bahasan, tugastugas, organisasi, dan lain-lain. Selama pertemuan berlangsung yang dibuat oleh guru antara lain penjelasan peranan guru dan siswa, penyampaian pokok bahasan, penjelasan mengenai prosedur organisasi, kelompok, tempat kegiatan yang terdiri dari : peragaan, penjelasan, pelaksanaan, dan penilaian. Keputusan pada pasca pertemuan antara lain umpan balik dari guru kepada siswa, sasarannya harus memberi banyak waktu pada waktu pelaksanaan tugas. Implikasi dari gaya komando ini adalah standar penampilan sudah mantap dan ada umumnya satu model untuk satu tugas pokok bahasan yang dipelajari dengan cara menirukan dan mengingat melalui penampilan setiap pokok bahasan dipilah-pilah menjadi bagian-bagian yang mudah di mengerti dan dapat diikuti oleh siswa; dalam gaya komando tidak ada perbedaan individual. Mosston (1994:17) mengemukakan bahwa tujuan dari gaya ini adalah ―Untuk belajar melaksanakan tugas dengan teliti, menumbuhkan sikap disiplin, memperoleh kemajuan dalam mengatasi setiap masalah, saling menghargai dan menumbuhkan sikap bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas‖. Gaya Mengajar Latihan Menurut Mosston (1994:32) gaya latihan adalah pelimpahan keputusan tertentu dari guru kepada siswa dalam tugas-tugas latihan yang telah di demonstrasikan sebelumnya. Dalam gaya latihan ini, ada beberapa keputusan selama pertemuan berlangsung yang dipindahkan dari guru ke siswa. Anatomi dari gaya latihan adalah guru membuat keputusan mengenai penyampaian tugas dengan peragaan dan penjelasan selama pra-pertemuan; pada
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________17
saat pertemuan pelaksanaan tugas dan keputusan ada pada siswa; dan keputusan pada pasca pertemuan tergantung pada guru melalui hasil pengamatan penampilan siswa dan penilaian. Inti dari gaya ini adalah waktu yang diberikan pada siswa untuk melaksanakan tugas sendiri dan waktu yang ada oleh guru digunakan untuk memberikan umpan balik untuk semua siswa secara individu.
8
Terjadi peningkatan semangat kelompok
Semangat kelompok kadang-kadang terabaikan karena kepentingan individu
9
Kreatifitas siswa terbatas
Siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas sesuai dengan kemampuannya
10
Kesempatan siswa untuk berinteraksi dengan siswa yang lain kurang
Siswa mendapat kesempatan lebih banyak untuk interaksi dengan siswa yang lain
11
Guru dalam memberi instruksi kepada siswa untuk melakukan setiap gerakan yang ditampilkan cenderung kaku
Guru dalam memberi instruksi materi pembelajaran kepada siswa mudah dimengerti
12
Gaya ini lebih cocok diajarkan kepada siswa pemula yang belum mengetahui tentang ketrampilan teknik dasar bermain bola
Gaya ini cocok untuk siswa yang telah mengetahui tentang ketrampilan teknik dasar bermain sepak bola
Tabel 1. Perbandingan antara Gaya Komando dan Gaya Latihan No 1
2
3
Gaya Komando Guru memberi instruksi kepada siswa untuk melakukan setiap gerakan yang telah didemonstrasikan sebelumnya
Gaya Latihan Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan latihan sendiri
Guru berada pada satu tempat saja pada waktu mengajar
Guru tidak harus dalam posisi yang tetap selama melakukan episodenya
Semua keputusan tergantung kepada guru sebelum, pelaksanaan sesudah pelaksanaan mengajar.
Guru melibatkan siswa dalam rangka mengambil keputusan selama latihan / pembelajaran
4
Keseragaman dan penampilan yang sinkrom
Keseragaman penampilan kurang
5
Efisiensi penggunaan waktu
Penggunaan waktu kurang efisien
6
Mempertahankan standar estetika
Standar estetika kurang diperhatikan
7
Kedisiplinan dan keamanan selama pembelajaran berlangsung terkontrol
Kedisplinan dan keamanan kurang terkontrol
Kemampuan Gerak Dasar Keterampilan gerak tidak akan berkembang melalui kematangan saja, melainkan keterampilan itu harus dipelajari. Di dalam mempelajari keterampilan gerak menurut Hurlock (1978 : 157), yaitu : ― Hal terpenting di dalam mempelajari keterampilan gerak meliputi : kesiapan belajar, kesempatan belajar,
18____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
kesempatan berpraktek, model yang baik, bimbingan, motivasi, individu dan sistematis. Di dalam proses pembelajaran gerak keterampilan diperlukan adanya kondisi tertentu yang berbeda dengan kondisi belajar pada jenis belajar yang lain. Ada dua jenis kondisi pada belajar gerak keterampilan, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal (Gagne, 1977: 231). Kondisi internal adalah kondisi yang ada pada diri pelajar, sedangkan kondisi eksternal adalah kondisi yang ada pada situasi belajar. Kondisi internal meliputi dua hal, yaitu: mengingat bagian – bagian keterampilan (recall of part-skills) dan mengingat rangkaian pelaksanaan (recall of executing routine). Kondisi eksternal meliputi lima hal, yaitu: instruksi verbal, gambar, demontrasi, praktek, dan umpan balik. Klasifikasi gerakan terampil menurut Harrow (1972: 76), yaitu: ― Klasifikasi gerakan yang terampil dibagi menjadi dua kontinum, yaitu kontinum vertikal dan kontinum horisontal ―. Kontinum vertikal menunjukkan derajat kesukaran gerak yang dilakukan dari berbagai keterampilan dan biasanya disebut sebagai tingkat kompleksitas. Sedangkan kontinum horisontal menggambarkan tingkat penguasaan keterampilan yang dicapai oleh siswa dan biasa disebut sebagai tingkat ketangkasan. Kontinum horizontal berhubungan dengan derajat ketangkasan atau penguasaan keterampilan yang dapat dicapai dalam keterampilan tertentu. Harrow (1972: 78), menyatakan bahwa : ― Kontinum horizontal dibagi menjadi empat tingkat, yaitu tingkat pemula, menengah, lanjut, dan keterampilan tinggi ―. Jenis tes kemampuan gerak untuk anak Sekolah Dasar di sesuaikan dengan perkembangan fisik dan fisiologis anak. Pertumbuhan fisik erat kaitannya dengan terjadinya proses peningkatan pematangan fisiologis pada diri setiap individu. Pertumbuhan dan tingkat kematangan fisik dan fisiologis membawa dampak pada
perkembangan kemampuan fisik. Indikasi untuk menaksir kemampuan fisik anak dapat dilakukan dengan mengadakan tes. Tes untuk menaksir kemampuan fisik anak usia Sekolah Dasar di antaranya meliputi : Scott’s motor ability test : obstacle race, loncat jauh tanpa awalan, dan lempar bola basket (mathews, 1973 : 168). Barrow’s motor ability test : loncat jauh tanpa awalan, lempar bola soft-ball, lari zig-zag, lempar bola ke dinding, menempatkan bola medecine dan lari 60 yard. (Mathews, 1973: 170 ). Tabel 2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan gerak dasar Kemampuan gerak dasar tinggi 1. aktivitas pada masa sebelumnya diberikan kebebasan 2. lingkungan, orang tua dan pra sarana pendukung 3. memiliki koordinasi tubuh dan kekuatan otot yang baik 4. motivasi melakukan kegiatan tinggi
Kemampuan gerak dasar rendah 1. aktivitas pada masa anak kurang atau dikekang 2. lingkungan, orang tua dan pra sarana kurang mendukung 3. koordinasi tubuh dan kondisi fisik lemah 4. kurang bermotivasi terhadap kegiatan olahraga.
Kelompok Umur Pengelompokan siswa menurut Clarke dalam Drowatzky (1975:61) yaitu: ―Ada dua prosedur utama yang dapat digunakan untuk mengadakan pengelompokkan siswa secara homogen, yakni dengan cara pengelompokkan berdasarkan macam kegiatan khusus yang
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________19
mereka ikuti dan berdasarkan kemampuan umur yang mereka miliki‖. Dengan mempertimbangkan pada karakteristik fisik, sosial, emosional dan mental dari siswa yang didasarkan pada umur dan kelompok kelas II - V tersebut, maka perlu diadakan pengelompokan siswa, yaitu pengelompokan umur 8-9 tahun dan pengelompokan umur 10-11 tahun. Menurut survey yang peneliti lakukan, bahwa yang termasuk dalam kelompok umur 8-9 tahun yaitu anak atau siswa yang berumur 8 tahun sampai 9,5 tahun. Sedangkan kelompok umur 10-11 tahun yaitu siswa yang berumur 9,6 tahun sampai umur 11 tahun. Kelompok umur 8 9 tahun dan kelompok umur 10 - 11 tahun sebagai kelompok eksperimen dalam penelitian. Keterampilan Teknik Dasar Bermain Sepakbola Untuk dapat mencapai penguasaan teknik-teknik dasar bermain sepak bola seseorang harus melakukan dengan prinsip-prinsip gerakan teknik yang benar, cermat, sistematik yang dilakukan berulang-ulang terus menerus dan berkelanjutan, sehingga menghasilkan kerjasama yang baik antara sekumpulan saraf otot, untuk pembentukan gerakan yang harmonis, sehingga menghasilkan otomatisasi gerakan. Beberapa teknik dasar yang perlu dipelajari menurut Sneyyer (1988:11), yaitu: Mengendalikan bola dengan kaki, paha, dada dan kepala, meneruskan bola tanpa ditahan, dribbling, tendangan sambil salto, pass pendek dan panjang, melempar bola, tendangan langsung dan tidak langsung, tendangan sudut pendek dan yang panjang, menyundul bola, memberi efek pada bola dan sebagainya. Sedangkan menurut Fuchs (1979:48), adalah: ―Keterampilan teknis bermain sepak bola terdiri dari menendang, trapping, dribling, volleying, heading dan throw-in‖. Selanjutnya disebutkan secara garis besarnya keterampilan teknis bermain
sepak bola yang harus dikuasai oleh setiap pemain sepak bola meliputi : menendang (instep kick, inside foot kick, outside foot kick, heel kick, trapping atau mcnghentikan bola (sole of the foot trap, foot trap, body trap). Tiap bagian dapat diajarkan secara terpisah-pisah sesuai dengan kebutuhan bahan atau materi pembelajaran. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa putra Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta yang berumur 8-11 tahun yang berjumlah 56 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian adalah metode survey dengan teknik tes dan pengukuran. Data yang dikumpulkan ada tiga macam, yaitu : 1. Data kemampuan gerak dasar dari : Barrow Motor Ability Test : Test Number Two (Mathews, 1973 : 170 – 171. 2. Data kelompok umur siswa 3. Data keterampilan bermain sepakbola dari Siem Plooyer (1970:152-157). Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 x 2 x 2 (Sutrisno Hadi. 1987 : 271).
20____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
Tabel
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Diskripsi data Tes ketrampilan teknik dasar bermain sepakbola tiap kelompok berdasarkan variabel penelitian Sebelum dan Sesudah Perlakuan. Variabel Penelitian
Statistik Deskriptif
Sebelum
Sesudah
Peningk atan
Gaya Mengajar Komando Kemampuan Gerak Dasar Tinggi
Kemampuan Gerak Dasar Rendah
Umur 10-11 th
Umur 8-9 th
Umur 8-9 th
Kemampuan Gerak Dasar Tinggi
Umur 10-11 th
Umur 10-11 th
Umur 10-11 th
2515 1830 2560 1830 2290 1760 Y 1635 Y 233.571 359.286 261.429 365.714 261.429 327.143 251.429 2990 2465 3060 2255 2995 2175 Y 1975 Y 282. 143 427.143 352.143 437.143 322.143 427.857 310.714 340 475 635 500 425 705 415 Y Y 48.571 67.857 90.714 71.429 60.714 100.714 59.286 7 7 7 7 7 7 7 N
2490 355.714 3155 450.714 665 95.000 7
Variabel Penelitian
Umur 8-9 th
Kemampuan Gerak Dasar Rendah Umur 8-9 th
Tabel 2.
Statistik Deskriptif
Gaya Mengajar Latihan
Ringkasan nilai rerata keterampilan teknik dasar bermain sepakbola sebelum dan sesudah perlakuan. A1
A2
B1
C1
B2
C2
C1
B1
C2
C1
B2
C2
C1
C2
Sebelum
233.571 359.286 261.429 365.714 261.429 327.143 251.429 355.714
Sesudah
282.143 427.143 352.143 437.143 322.143 427.857 310.714 450.714
Peningkatan
48.571
67.857
9.714
71.429
60.714 100.714 59.286
95.000
Sumber Variasi
3. Ringkasan keseluruhan hasil analisis varians dua faktor dk
JK
RJK
Fo
Ft
4.04
Rata-rata Perlakuan
1
309028.5714
309028.5714
A
1
1207.1429
1207.1429
4.8691
B
1
1301.7857
1301.7857
5.2509
AB
1
2444.6429
2444.6429
9.8607
C
1
5016.0714
5016.0714
20.2329
AC
1
5016.0714
5016.0714
20.2329
BC
1
1607.1429
1607.1429
6.4826
ABC
1
1028.5714
1028.5714
4.1489
Kekeliruan
48
11900.0000
247.9167
Total
56
338550.0000
Keterangan : A = Kelompok gaya mengajar B = Kelompok siswa berdasarkan tinggirendahnya kemampuan gerak dasar C = Kelompok siswa berdasarkan umur. 1. Ada perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan teknik dasar bermain sepakbola yang diberi perlakuan dengan gaya mengajar komando dan gaya mengajar latihan. Apabila dilihat dari hasil mean kedua gaya mengajar tersebut, ternyata mean gaya mengajar latihan mendatangkan hasil pembelajaran yang lebih baik daripada gaya mengajar komando. Gaya mengajar latihan sangat cocok digunakan untuk mempraktekkan gerakan atau keterampilan yang sifatnya individu, misalnya menimangnimang bola, menggiring bola atau menyundul bola. Sedangkan gaya mengajar komando dengan keterampilan yang terputus-putus, misalnya menendang bola, menghentikan bola, melempar bola. 2. Ada perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan teknik dasar bermain sepakbola
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________21
antara siswa yang mempunyai kemampuan gerak dasar tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan gerak dasar rendah. Kemampuan gerak dasar secara signifikan berpengaruh terhadap keterampilan bermain sepakbola, sehingga hipotesis diajukan diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan seseorang akan mempengaruhi tingkat penguasaan keterampilan. Penguasaan keterampilan merupakan salah satu gerakan yang memerlukan koordinasi tubuh secara keseluruhan. Penguasaan keterampilan gerak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kemampian gerak dasar subyek didik. Secara potensial setiap individu mempunyai kemampuan gerak dasar yang berbeda. Secara teoritis, seseorang yang memiliki gerak dasar yang tinggi mampu menerima informasi yang lebih cepat dalam pembelajaran gerak, karena lebih banyak memiliki pengalaman gerak. Anak yang memiliki kemampuan gerak dasar yang tinggi akan lebih cepat di dalam mengimitasi, mengeksplorasi, menguji dan membangun suatu gerakan. Sedangkan anak yang memiliki kemampuan gerak dasar rendah cenderung memiliki pengalama gerak yang rendah pula. Anak yang memiliki kemampuan gerak dasar yang rendah akan lambat pula di dalam mengimitasi, mengeksplorasi, menguji dan membangun suatu gerakan. Namun menurut penelitian ini, siswa yang memiliki kemampuan rendah,justru rata-rata hasil keterampilannya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan gerak dasar tinggi. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkannya, yakni: Pertama, Siswa Sekolah Dasar
masih dalam tingkatan keterampilan pemula, sehingga belum siap diberikan tes kemampuan gerak dasar yang sifatnya masih baru. Kedua, Siswa belum dapat menangkap informasi dan menafsirkan maksud dan tujuan gerakan yang diberikan dalam tes kemampuan gerak dasar. Ketiga, ada kemungkinan variable – variable tidak terkontrol ikut mempengaruhi hasil pembelajaran. 3. Ada perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan teknik dasar bermain sepakbola antara siswa yang berumur 8-9 tahun dan siswa yang berumur 1011 tahun. Kelompok umur berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan bermain sepakbola. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh kondisi fisik, perkembangan sosial dan emosional, serta perkembangan mental anak. Pada kenyataannya antara kelompok umur 8 - 9 tahun karakteristik fisik, perkembangan sosial dan emosional serta perkembangan mental terdapat perbedaan dibandingkan dengan anak kelompok umur 10 - 11 tahun. Perbedaan itu akan membawa dampak pada proses kematangan seseorang. Kematangan mempengaruhi arti kesiapan dan kesediaan anak di dalam menerima pembelajaran. Bila kesiapan dan kesediaan anak dalam menerima pembelajaran belum siap, maka akan kehilangan efisien atau anak lebih lama dalam menerima dan menyerap informasi yang diberikan. Kematangan seseorang dipengaruhi oleh tahap – tahap perkembangan, oleh sebab itu proses belajar gerah mengacu pada tahapan perkembangan kematangan anak. Hasil penelitian menunjukkan
22____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
bahwa kelompok umur 10-11 tahun memiliki hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok umur 8 - 9 tahun. Ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan, antara lain karena tingkat kematangan. Kelompok umur 10 – 11 tahun lebih memiliki tingkat kesiapan dan kesediaan di dalam menerima pembelajaran keterampilan dengan tingkatan gerak yang komplek. Kematangan seseorang ditandai dengan minat belajar yang tinggi, minat yang timbul pada dirinya akan bertahan lama, artinya tidak cepat bosan atau tidak mudah jemu dari kemajuan belajar menjadikan kebanggaan dalam dirinya. Jadi jelasnya bahwa seseorang yang lebih matang, akan lebih baik pula hasil pembelajaran yang diperolehnya. 4. Terdapat interaksi faktor utama penelitian dalam bentuk interaksi dua faktor yakni interaksi antara gaya mengajar dan kemampuan gerak dasar. Interaksi antara gaya mengajar dan kemampuan gerak dasar berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan bermain sepakbola. Kemampuan gerak dasar pada dasarnya bersifat potensial dan merupakan awal keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Belajar gerak selalu mendasarkan pada keterampilan atau aktivitas yang dikuasai sebelumnya. 5. Terdapat interaksi faktor utama penelitian dalam bentuk interaksi dua faktor yakni interaksi antara gaya mengajar dan kelompok umur. Antara gaya mengajar dengan kelompok umur terhadap keterampilan bermain sepakbola terdapat interaksi yang signifikan. Pembelajaran keterampilan kurang
berhasil jika seorang guru tidak mampu melakukan pendekatan sebagai sistem. Penggolongan tahapan perkembangan pada dasarnya merupakan salah satu pendekatan sistim. Tahapan perkembangan dikelompokkan menjadi prenatal, bayi, anak – anak, remaja, dewasa dan tua. Dengan umur dan tingkat kelas yang sama akan mendatangkan hasil yang baik, karena siswa dapat melakukan kompetisi yang positif pada sesama teman dengan umur yang hampir sama dalam proses pembelajaran. Perlu diingat bahwa perkembangan dan karakteristik anak masing – masing memiliki ciri khas tersendiri yang dapat mempengaruhi tingkat keterampilan. Perbedaan karakteristik fisik, sosial, emosional dan mental akan mempengaruhi hasil pembelajaran. Oleh sebab itu penggabungan kelas yang memperhatikan kaidah – kaidah perkembangan dan jiwa anak akan menyebabkan keseimbangan, sehingga hasil pembelajaran dapat maksimal. 6. Terdapat interaksi faktor utama penelitian dalam bentuk interaksi dua faktor yakni interaksi antara kemampuan gerak dasar dan kelompok umur. Kemampuan gerak dasar terkait erat dengan kematangan seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat kemampuan gerak dasar yang tinggi akan memiliki kematangan sistem syaraf, otot dan organisme tubuh yang baik pula. Umur yang lebih tua akan membentuk karakteristik fisik, sosial dan emosional serta karakteristik mental yang lebih baik, sehingga akan mempengaruhi kemampuan gerak dasar seseorang.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________23
7. Terdapat interaksi faktor utama penelitian dalam bentuk interaksi tiga faktor yakni interaksi antara gaya mengajar, kemampuan gerak dasar dan kelompok umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara gaya mengajar, kemampuan gerak dasar dan kelompok umur terhadap keterampilan bermain sepakbola ternyata interaksi yang bermakna. Hal ini disebabkan karena variabel gaya mengajar, kemampuan gerak dasar dan kelompok umur tidak memiliki tingkat independensi yang kuat. Kekuatan independensi akan berpengaruh terhadap kekuatan interaksi. Karena dengan pemilihan metode praktek yang tepat akan dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar seseorang dan apabila gaya mengajar itu disesuaikan dengan kelompok umur para peserta didik akan lebih baik lagi. Kemampuan gerak dasar terkait erat dengan kematangan seseorang. Seseorang yang memiliki tingkat kemampuan gerak dasar yang tinggi akan memiliki kematangan sistem syaraf, otot dan organisme tubuh yang baik pula. Umur yang lebih tua akan membentuk karakteristik fisik, sosial dan emosional serta karakteristik mental yang lebih baik, sehingga akan mempengaruhi kemampuan gerak dasar seseorang. Oleh sebab itu antara kemampuan gerak dasar dan kelompok umur akan terjadi interaksi dengan gaya mengajar dan hasil pembelajaran.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan kesimpulan analisis data dan pembahasannya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh antara gaya mengajar komando dan gaya mengajar latihan terhadap keterampilan teknik dasar bermain sepakbola pada siswa putra SD Muhammadiyah I Surakarta, karena F0 = 4.8691 lebih besar dari Ft = 4.04. Pada taraf signifikansi 5%. 2. Ada perbedaan pengaruh antara siswa yang mempunyai kemampuan gerak dasar tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan gerak dasar rendah terhadap keterampilan teknik dasar bermain sepakbola pada siswa putra SD Muhammadiyah I Surakarta. Karena F0 = 5.2509 lebih besar dari Ft = 4.04. Pada taraf signifikansi 5%. 3. Ada perbedaan pengaruh antara siswa yang berumur 8-9 tahun dan siswa yang berumur 10-11 tahun terhadap keterampilan teknik dasar bermain sepakbola pada siswa putra SD Muhammadiyah I Surakarta. Karena F0 = 20.2329 lebih besar dari Ft = 4.04. Pada taraf signifikansi 5%. 4. Ada interaksi antara gaya mengajar dan kemampuan gerak dasar terhadap keterampilan teknik dasar bermain sepakbola pada siswa putra SD Muhammadiyah I Surakarta, karena F0 = 9.8607 lebih besar dari Ft = 4.04. Pada taraf signifikansi 5%. 5. Ada interaksi antara gaya mengajar dan kelompok umur terhadap keterampilan teknik dasar bermain sepakbola pada siswa putra SD Muhammadiyah I Surakarta, karena F0 = 20.2329 lebih besar dari Ft = 4.04. Pada taraf signifikansi 5%. 6. Ada interaksi antara kemampuan gerak dasar dan kelompok umur terhadap keterampilan teknik dasar bermain sepakbola pada siswa putra SD Muhammadiyah I Surakarta, karena F0 = 6.4826 lebih besar dari Ft = 4.04. Pada taraf signifikansi 5%.
24____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
7. Ada interaksi antara gaya mengajar, kemampuan gerak dasar dan kelompok umur terhadap keterampilan teknik dasar bermain sepakbola pada siswa putra SD Muhammadiyah I Surakarta, karena F0 = 4.1489 lebih besar dari Ft = 4.04. Pada taraf signifikansi 5%. Dalam rangka ikut bertanggung jawab di dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan suatu usaha untuk menyumbangkan pemikiran dan wawasan mengenai salah satu strategi pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi pada waktu pelaksanaan yaitu mengenai gaya mengajar, maka dianjurkan saran-saran
kepada guru pendidikan jasmani sebagai berikut: 1. Dapat menerapkan gaya mengajar komando dan latihan dalam proses belajar mengajar dengan prosedur pembelajarannya fleksibel dan kreatif. 2. Selalu mengembangkan kemampuan gerak sebagai dasar untuk meningkatkan kemampuan gerak dasar. Karena dengan memiliki kemampuan gerak dasar yang baik akan menunjang siswa terampil dalam cabang olahraga. 3. Dalam mengajar siswanya disesuaikan dengan umur dan tingkat kelas yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA Drowatzky, John N. 1975. Motor Learning : Principles and Practices. Minncapolis. Minnesota : Burgess Publishing Company. Gallahue, David I. 1989. Understanding Motor Development Infant Children Adolescent. Indianapolis : Benchmark Press, Inc. Harre, Dietrich. 1982. Principles of Sport Training Introduction to The Theory and Methods of Training. Berlin : Sport Verlag. Hurlock, Elizabeth B. 1991. Perkembangan Anak. (Terjemahan olah Meitasari Tjandrasa dan Mushichah Zarkasih). Edisi ke 6 Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. Mathews, Donald K. 1973.Measurement in Physical Education. Philadclphia : W.B. Saunders Company. Mosston, Muska and Ashworth. 1994. Teaching Physical Education. Fourth Edition. Mac. Millan Publishing Company. New York USA. Plooyer, Siem. 1970. Jeugd Voetball, KNVB. Jeugdvoeltball. Seredeel G. The Football Association. Skifull Soccer For Young Players. London : Educational Production Ltd. Sneyers, Jeff. 1998. Sepak Bola Latihan dan Strategi Bermain. (Alih Bahasa : L. Lanjang) Jakarta : PT. Rosdo Jaya Putra Offset. Strand, Bradford N. and Rolayne Wilson. 1993. Assessing Sport Skills. Utah State University. Human Kinetics Publisher.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________25
Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Bandung : Penerbit Tarsito ______. 1996. Metoda Statistika. Edisi Ke-6 Bandung : Penerbit Tarsito. Sutrisno Hadi. 1987. Analisa Regresi. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. ______. 1990. Metodologi Research Jilid IV. Yogyakarta. Penetbit Andi Offset.
26____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
PENINGATAN MOTIVASI BELAJAR AKTIFITAS RITMIK MELALUI METODE AKTUALISASI KREATIFITAS GERAK Agus Mukholid (Staf Pengajar di Jurusan POK FKIP UNS) Nur Hariadi Pudjias Tjahyono (Peserta Program Sertivikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan Profesi)
Adi Putranto (Guru SMP N 7 Surakarta)
ABSTRACT One of the causes of low student motivation is the students feel bored and tired of the atmosphere of learning they experienced, as well as by low student motivation in learning materials rhythmic activity physical education subjects. One way to increase motivation to learn rhythmic activity is buy using the method of actualizing creativity in motion. This method provides an opportunity for student to explore the potential and ability in developing creativity in motion. Through classroom action research conducted in three cycles, most students feel happy to follow the learning, not easily saturated and can demonstrate its ability to develop the learning atmosphere motion creativity, become more fun, more creative and motivated students to learn more increases. Keywords: creative actualization movement, motion to learn.
PENDAHULUAN Salah satu penyebab kurang berhasilnya suatu pembelajaran adalah rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Demikian pula pada pembelajaran aktifitas ritmik mata pelajaran pendidikan jasmani, salah satu penyebab rendahnya motivasi siswa karena selama ini yang banyak dilakukan oleh guru penjas adalah bersifat mendikte, siswa hanya melakukan apa yang diinstruksikan oleh guru, siswa tidak mempunyai kesempatan untuk menanpilkan potensi dan kemampuannya dalam mengembangkan kreatifitas geraknya sehingga suasana pembejaran terkesan monoton, jenuh, bosan dan pada akhirnya siswa merasa kurang senang terhadap pembelajaran yang dihadapinya. Permasalahan diatas adalah sekelumit penyebab mengapa motivasi belajar dalam
mata pelajaran pendidikan jasmani masih begitu rendah. Dalam upaya meningkatkan motivasi belajar tersebut perlu adanya langkah kongkrit dari para guru penjas, yang salah satunya yaitu dengan cara menggunakan metode aktualisasi kreatifitas gerak yang akan dibahas pada penelitian ini. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menemukan solusi atas rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran aktifitas ritmik. Metode aktualisasi kreatifitas gerak yang akan diangkat dalam penelitian ini melibatkan pihak lain sebagai kolaborator dan dilaksanakan dengan biaya seminim mungkin tetapi dapat mencapai hasil semaksimal mungkin, sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung baik oleh siswa, guru maupun pihak sekolah. Dalam hal ini penyebab rendahnya motivasi belajar aktifitas ritmik adalah: (1)
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________27
Masih adanya perlakuan guru penjas yang bersikap otoriter/mendikte dan lebih kepada kegiatan melatih siswa bukan mengajar penjas, (2) siswa hanya melakukan apa yang diperintahkan/diinstruksikan oleh guru, (3) siswa tidak memiliki kesempatan untuk menggali potensi/kemampuan dalam mengembangkan kreatifitas yang dimilikinya, dan (4) kreatifitas siswa menjadi terpasung. Upaya yang dapat dilakukan guna mencari solusi yang terbaik untuk memecahkan permasalahan tersebut antara lain: (1) menggunakan metode pembelajaran aktualisasi kreatifitas gerak, (2) setelah itu dilanjutkan dengan pengelompokan siswa dalam menggali potensi gerak, dan (3) diakhiri dengan melakukan evaluasi silang terhadap gerakan yang telah berhasil ditemukannya. Dengan demikian muncul dua pertanyaan apakah pembelajaran dengan menggunakan metode Aktualisasi kreatifitas gerak dapat meningkatkan motivasi belajar aktifitas ritmik? dan bagaimanakah meningkatkan motivasi belajar aktifitas ritmik melalui metode aktualisasi kreatifitas gerak? Penelitian ini bertujuan untuk menentukan langkah alternatif dalam meningkatkan motivasi belajar aktifitas ritmik di SMP Negeri 7 Surakarta. Dapat mengetahui sejauh mana pengaruh penerapan metode aktualisasi kreatifitas gerak terhadap motifasi belajar aktifitas ritmik. Dengan adanya penerapan hasil penelitian ini diharapkan siswa dapat termotivasi dalam mengikuti pembelajaran aktifitas ritmik sehingga suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, kreatifitas siswa dapat tereksplorasi secara maksimal, potensi gerak siswa dapat dikembangkan hingga pada akhirnya manfaat kebugaranpun akan dapat dirasakan. Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa. Istilah ini digunakan dalam berbagai teori psikologi,
seperti oleh Kurt Goldstein, Abraham Maslow, dan Carl Rogers. Goldstein adalah ahli yang pertama melihat bahwa kebutuhan ini menjadi motivasi utama manusia, sementara kebutuhan lainnya hanyalah manifestasi dari kebutuhan tersebut. Namun yang membuat istilah ini lebih mengemuka adalah teori Maslow tentang hirarki kebutuhan, yang menganggapnya sebagai tingkatan tertinggi dari perkembangan psikologis yang bisa dicapai bila semua kebutuhan dasar sudah dipenuhi dan pengaktualisasian seluruh potensi dirinya mulai dilakukan. Aktualisasi diri adalah proses seorang individu untuk menjadi dirinya sendiri. Untuk bisa mengaktulisasikan dirinya, seseorang tidak harus terlebih dahulu terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang berada di tingkat di bawahnya (menurut Maslow). Karena sebenarnya teori Maslow bukanlah sesuatu yang linier, tetapi ada inter-relasi atau over-lappingnya. Artinya orang bisa saja "sampai" pada selfactualization tanpa harus fulfilled kebutuhan akan fisik dasar, rasa aman. Yang diperlukan untuk bisa sampai pada aktualisasi diri adalah "keberanian" untuk keluar dari belenggu kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya. Kata ―kreatif‖ adalah bentuk sifat dari kata dalam bahasa Inggris ‖create‖. Create menurut Kamus Inggris Indonesia susunan John M. Echols dan Hassan Shadily (2000) berarti ―menciptakan, menimbulkan, membuat‖. Kata turunannya antara lain kreativitas (creativity) yang berarti daya cipta, kreatif (creative) yang berarti bersifat memiliki daya cipta, kreasi (creation) yang artinya ciptaan, dan kreator (creator) yang artinya pencipta. Secara bebas, proses kreatif dapat diartikan sebagai proses yang bersifat menciptakan atau proses terciptanya sesuatu. Sesuatu yang diciptakan itu dapat berupa benda konkret (misalnya karya seni dan produk teknologi), konsep (hipotesis atau teori ilmiah), dan dapat pula berupa ide untuk
28____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
memecahkan masalah atau cara tertentu untuk menyikapi hidup sehari-hari. Menurut Rhodes, ada empat aspek yang menandai adanya kreativitas. Empat aspek itu adalah pribadi kreatif (the creative person), proses kreatif (the creative process), produk kreatif (the creative product), dan pendorong atau lingkungan kreatif (the creative press or environment). Keempat aspek ini disebut Four P’s of Creativity: Person, Process, Product, dan Press. Keempatnya berhubungan sebagai berikut: pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dengan dukungan pendorong atau lingkungan kreatif, akan menghasilkan produk kreatif (Munandar, 1999). Definisi kreativitas selalu dikaitkan dengan satu atau lebih faktor-faktor tersebut. Menurut Rhodes, yang telah menganalisis lebih dari 40 definisi kreativitas, pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi, proses, dan produk. Definisi kreativitas dalam istilah pendorong (press) atau lingkungan adalah satu tinjauan lain yang dia tawarkan, yaitu bahwa ada faktor pendorong dari sisi pribadi (motivasi) dan pendorong dari luar (lingkungan) yang mengarahkan individu kepada perilaku kreatif (Munandar, 1999). Definisi lain yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, tokoh psikologi humanistik, juga dapat dilihat dalam pengertian pribadi. Maslow memaknai kreativitas sebagai kreativitas aktualisasidiri, yang dalam beberapa hal hampir serupa dengan kesehatan mental yang baik, atau sifat-sifat istimewa bagi kemanusiaan yang sempurna. Bagi Maslow, seorang yang kreatif dalam menjalani kehidupannya adalah dia yang telah mencapai tingkat aktualisasi-diri (Langgulung, 1991). Dalam upaya meningkatkan pelayanan pendidikan yang semakin kompetitif, dibutuhkan profesionalisme kerja dari seluruh komponen penyelenggara pendidikan, terlebih para
guru sebagai ujung tombak keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Guru tidak hanya dituntut untuk mampu mentransfer ilmu kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu disamping sebagai pengajar guru juga harus mampu mendidik siswa dengan penuh kreatifitas, inovatif dan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Suryabrata (1984) mengemukakan bahwa motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu. Sedangkan Winskel (1987) mengemukakan bahwa motif adalah daya penggerak didalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas aktifitas tertentu demi terciptanya suatu tujuan. Proses belajar yang dilakukan tanpa adanya motivasi dari siswa untuk mempelajari materi yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, maka bukan mustahil pembelajaran yang dilakukan tidak akan berhasil dengan baik. Demikian pula pada pembelajaran aktifitas ritmik, salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi siswa yaitu dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan diri dalam mengembangkan kreatifitas geraknya. Sedangkan guru sebagai fasilitator berperan untuk mengakomodir kreatifitas siswa serta memberikan batasan batasan tentang gerakan pemanasan, gerakan inti, dan gerakan penenangan, dengan begitu suasana pembelajaran akan menyenangkan, siswa akan terpacu untuk menemukan variasi-variasi gerakan dan kreatifitas gerak siswa akan muncul. Brown (1971) mengemukakan ada 8 ciri motivasi belajar yang tinggi yaitu: (1) Tertarik pada guru artinya tidak bersikap acuh tak acuh, (2) tertarik pada suatu pelajaran yang diajarkan, (3) antusias tinggi, serta mengendalikan perhatian dan energi kepada kegiatan belajar, (4) ingin selalu bergabung pada suatu kelompok kelas, (5) ingin identitas diri diakui orang lain, (6) tindakan dalam kebiasaannya, serta moralnya selalu dalam kontrol, (7) selalu mengingat pelajaran dan dipelajari
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________29
kembali di rumah, (8) selalu terkontrol oleh lingkungan. Bagaimana meningkatkan motivasi belajar aktifitas ritmik. Mencermati pertanyaan yang sangat mendasar tersebut ada baiknya kita memperhatikan tahaptahap dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. pada awal kegiatan inti proses belajar mengajar guru memberikan batasan-batasan tentang gerakan dalam materi aktifitas ritmik. Namun mengingat tingkat kemampuan yang bervariasi, tentu ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam menemukan gerakan, disinilah peran guru sebagai fasilitator memberikan solusi/langkah pemecahan masalah, yaitu dengan memberikan contoh-contoh / alternatif gerakan sekaligus mendemonstrasikan dengan diiringi irama. Hal ini akan membantu siswa dalam menggali potensi sekaligus mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang dimilikinya. METODE PENELITIAN Penelitian inia dalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan di SMP Negeri 7 Surakarta dengan alamat Jl. Mr. Sartono No. 34 Surakarta. Kelas yang digunakan penelitian adalah kelas 8 D. Sedangkan jadwal penelitian adalah pada siklus pertama dilaksanakan pada minggu pertama bulan April 2009, siklus kedua dilaksanakan pada minggu kedua bulan April 2009, dan siklus ketiga dilaksanakan pada minggu ketiga bulan April 2009. Karakteristik sekolah yang digunakan penelitian adalah sebagai berikut: Sekolah Standart Nasional. Memiliki 18 rombongan belajar, memiliki jumlah siswa 738 orang. Sedangkan siswa 8 D berjumlah 40 orang, dengan usia berkisar 13 tahun, yang terdiri dari siswa perempuan berjumlah 19 orang dan siswa lelaki berjumlah 21 orang. Kolaborator terdiri dari 2 orang yaitu Nur Hariadi Pudjias Tjahjono dan Adi Putranto (Guru Penjasorkes SMP N 7 Surakarta).
Penelitian ini beralur tiga siklus yang dilakukan mulai minggu pertama April 2009 s/d minggu ketiga April 2009. Pada siklus pertama: Setelah memberikan penjelasan tentang batasanbatasan dalam senam irama dan kesesuaian langkah, ayunan tangan sampai dengan gerakan kepala yang disesuaikan dengan irama yang mengiringinya. Kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk bebas menggali potensi dan kemampuan siswa dalam mengembangkan kreatifitas gerak yang dimilikinya. Peran guru sebagai peneliti sekaligus fasilitator mengakomodir kreatifitas gerak yang dikembangkan siswa sekaligus memberikan arahan tentang motif gerakan. Sedangkan kolaborator berperan mengadakan pengamatan terhadap tingkat partisipasi masing-masing siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas geraknya. Pada akhir siklus ini siswa diberikan angket yang telah disediakan kemudian diisi sesuai pengalaman belajar yang baru saja diikutinya, kolaborator melakukan pengamatan dan wawancara sesuai dengan cheklis yang sudah disiapkan tentang sejauh mana masingmasing siswa sudah berperan dalam pembelajaran, setelah itu kolaborator kembali pengadakan pengamatan sekaligus mengisi cheklis pengamatan yang sudah disiapkan secara klasikal tentang proses kegiatan belajar yang baru saja dilaksanakan. Pada siklus kedua: Dengan tingkat kemampuan fisik motorik siswa yang bervariasi, tentunya akan berpengaruh juga pada kemampuan siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang akan ditampilkannya. Untuk mengatasi permasalahan ini pada siklus kedua akan dilakukan pengelompokkan siswa pada kelas tersebut, dengan membagi menjadi beberapa kelompok, satu kelompoknya berkisar antara 4 – 6 siswa. Dengan adanya pengelompokkan tersebut diharapkan siswa dapat bertukar ide gerakan, saling mengisi dan melakukan
30____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
shering terhadap aktualisasi gerak yang sudah ditemukan pada siklus pertama, sehingga masing-masing kelompok akan bersaing untuk menampilkan yang terbaik. Pada tahap ini kembali siswa diberikan angket yang telah disediakan kemudian diisi sesuai pengalaman belajar yang baru saja diikutinya, kolaborator melakukan pengamatan dan wawancara sesuai dengan cheklis yang sudah disiapkan tentang sejauh mana masingmasing siswa sudah berperan terhadap kelompoknya, setelah itu kolaborator kembali pengadakan pengamatan sekaligus mengisi cheklis pengamatan yang sudah disiapkan secara klasikal tentang proses kegiatan belajar yang baru saja dilaksanakan. Pada siklus ketiga: Untuk menyempurnakan validitas penelitian ini pada siklus ketiga guru dapat menerapkan metode evaluasi silang, yaitu masingmasing kelompok saling mengevaluasi dan memberikan komentar/penilaian terhadap penampilan kelompok lain. Dengan menerapkan siklus ketiga ini diharapkan pembelajaran aktifitas ritmik dapat memperoleh hasil yang maksimal karena seluruh siswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran mulai dari menggali potensi kreatifitas gerak, melakukan tukar ide/shering dan kerjasama dengan kelompoknya sampai dengan mengadakan evaluasi terhadap penampilan kelompok lain. Pada akhir siklus ini sekali lagi siswa diberikan angket yang telah disediakan kemudian diisi sesuai pengalaman belajar yang baru saja diikutinya, kolaborator melakukan pengamatan dan wawancara sesuai dengan cheklis yang sudah disiapkan tentang sejauh mana masing-masing siswa sudah berperan terhadap kelompoknya, setelah itu kolaborator kembali pengadakan pengamatan sekaligus mengisi cheklis pengamatan yang sudah disiapkan secara klasikal tentang proses kegiatan belajar yang baru saja dilaksanakan.
Pengambilan data penelitian ini menggunakan angket, wawancara, dan pengamatan langsung oleh guru sebagai kolaborator. Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing siklus yang diterapkan pada penelitian ini. Pada tiap-tiap siklus diberikan instrumen pertanyaan melalui angket kepada 40 siswa, dengan materi pernyataan sebagai berikut: ―Bagaimana menurut pendapatmu tentang pembelajaran aktifitas ritmik yang baru saja kamu ikuti?‖. Setelah diisi kemudian angket dikumpulkan kembali tanpa menuliskan identitas siswa. Setelah itu diberikan instrumen wawancara melalui angket kepada siswa yang berjumlah 40 orang, seperti pada tabel 1 berikut: Tabel 1: Angket Wawancara Siswa No
Pertanyaan
1
Setujukah anda bahwa dengan berkelompok persiapan dalam mengikuti pembelajaran aktifitas ritmik sudah cukup baik? Setujukah anda bahwa proses belajar mengajar aktifitas ritmik yang anda ikuti sudah dilaksanakan dengan baik? Setujukah anda bahwa dalam menggali potensi kreatifitas gerak, anda tidak mengalami kesulitan? Setujukah anda bahwa anda sudah mengikuti pembelajaran aktifitas ritmik dengan perasaan senang? Setujukah anda bahwa anda mengalami kemudahan dalam mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang anda miliki?
2
3
4
5
Ceklis Jawaban A B C D
Catatan: Ceklis jawaban: A = Sangat setuju, B = Setuju, C = Tidak tahu, D = Kurang setuju, dan E = Tidak setuju. Berikutnya kolaborator menuliskan hasil pengamatan ke dalam instrumen pengamatan langsung secara klasikal, seperti pada tabel 2 berikut ini:
E
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________31
Tabel 2 Ceklis Pengamatan Secara Klasikal Proses Pembelajaran Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D SMP Negeri 7 Surakarta
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Siklus Pertama 1. Perencanaan.
No Aspek pengamatan
1
2
3
4
Ceklis penilaian pengamat A B C D E
Kegiatan persiapan pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya Kemampuan siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.
Catatan: Ceklis penilaian pengamat. A = Amat baik, B = Baik, C = Cukup, D = Kurang baik, dan E = Tidak Baik. Dari hasil pengumpulan dapat ditarik suatu kesimpulan dengan analisa data sebagai berikut: Apabila hasil penyataan melalui angket pada siklus pertama terdapat lebih dari 26 siswa atau lebih dari 65 % siswa menjawab merasa senang atau bernada positif, dari hasil wawancara melalui angket dari seluruh item jawaban yang terkumpul terdapat lebih dari 65 % jawaban bernada setuju dan dari hasil cheklis pengamatan langsung oleh masing-masing kolaborator terdapat lebih dari 2 jawaban bernada baik, kemudian pada siklus kedua dan ketiga terjadi peningkatan hasil, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa metode aktualisasi kreatifitas gerak dapat meningkatkan motivasi belajar aktifitas ritmik.
Terlebih dahulu siswa akan menerima penjelasan mengenai batasan batasan gerakan pemanasan, gerakan inti dan gerakan penenangan, setelah itu siswa diberikan kebebasan untuk menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya, guru sebagai fasilitator akan mengakomodir kreatifitas gerak siswa dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk menampilkan / mengaktualisasikan kreatifitas gerakan yang sudah dikembangkan. 2. Pelaksanaan. Setelah memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada siswa mengenai batasan batasan gerakan pemanasan, gerakan inti dan gerakan penenangan, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali / mencari gerakangerakan dalam senam irama sesuai dengan kreatifitas yang dimiliki masing-masing siswa. Setelah itu guru sebagai fasilitator menampung / mengakomodir dan memberi komentar terhadap gerakan yang ditemukan oleh siswa, sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menampilkan / mengaktualisasikan kreatifitas geraknya. 3. Pengamatan. Setelah melaksanakan tindakan pada siklus pertama, satu demi satu siswa diminta memberikan komentar tentang pembelajaran yang baru saja dilakukannya dengan menjawab pertanyaan melalui angket, dengan 40 orang siswa, hasilnya: 27 siswa atau 67,5 % dari jumlah siswa merasa senang dengan alasan: (1) lebih merasa leluasa dalam menggali / menemukan gerakan gerakan dalam senam irama, (2) lebih bebas dalam
32____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
mengekspresikan gerakan yang ditemukan, (3) tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran, (4) suasana belajar lebih santai, dan (5) tidak terlalu banyak didikte oleh guru. Sedangkan 13 siswa atau 32,5 % dari jumlah siswa merasa tidak senang dengan alasan: (1) kekurangan ide dalam menemukan gerakan, (2) gerakan yang ditemukan terlalu sederhana dan tidak berbobot, (3) menemui kesulitan dalam mencari gerakan, (4) memakan banyak waktu dalam menggali potensi gerak dan pendapat lain yang senada. Dari hasil wawancara melalui angket yang dibagikan kepada seluruh siswa yang berjumlah 40 orang diperoleh hasil sebagai berikut: Dari seluruh pertanyaan yang diajukan kepada siswa, jawaban yang bernada setuju adalah 66,8 %, sedangkan yang bernada tidak setuju adalah 33,2 %. Adapun dari hasil pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh kolaborator sebagai pengamat diperoleh hasil bahwa dari seluruh aspek pengamatan, memberikan penilaian seperti pada tabel 3 dan 4. Tabel 3: Hasil Pengamatan Kolaborator 1, pada Siklus Pertama Secara Klasikal Proses Pembelajaran Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D SMP Negeri 7 Surakarta. No
1 2
3
4
5
Aspek Pengamatan
Kegiatan persiapan pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya. Kemampuan siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.
Ceklis Penilaian Pengamat A B C D E V V
No
1 2 3
4
5
Aspek Pengamatan
Kegiatan persiapan pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya. Kemampuan siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.
Ceklis Penilaian Pengamat A B C D E V V V
V
V
4. Refleksi Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada siklus pertama sebagian besar siswa sudah merasa senang dan menyatakan setuju, namun masih ada beberapa siswa yang merasa tidak senang dan tidak setuju dengan alasan: (1) kekurangan ide dalam menemukan gerakan, (2) gerakan yang ditemukan terlalu sederhana dan tidak berbobot, (3) merasa kesulitan dalam menemukan gerakan, (4) butuh waktu yang lama dalam menemukan kreasi gerakan. Untuk mencari pemecahan masalah tersebut perlu merencanakan suatu solusi yang akan diterapkan pada siklus kedua yaitu dengan menggunakan metode aktualisasi kreatifitas gerak dengan pengelompokan. B. Siklus Kedua
V
V
V
Tabel 4: Hasil Pengamatan Kolaborator 2, pada Siklus Pertama Secara Klasikal Proses Pembelajaran Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D SMP Negeri 7 Surakarta.
1. Perencanaan Pada perencanaan siklus kedua ini siswa ditugaskan membentuk kelompok dengan jumlah anggota satu kelompok 4 sampai 6 orang siswa. Diharapkan dengan pengelompokkan tersebut siswa lebih
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________33
mudah dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dikembangkannya karena dapat saling bertukar pikiran gerakan dan melakukan sharing dengan teman satu kelompok. 2. Pelaksanaan. Pada pertemuan kedua ini, dalam kegiatan inti siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, yang satu kelompoknya beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Bersama kelompoknya masing masing siswa bertukar pikiran ide gerakan dan melakukan sharing tentang kreatifitas gerak dan mengembangkannya dalam bentuk gerakan berurutan sesuai dengan irama yang mengiringinya. Pada pelaksanaan pembelajaran ini siswa begitu bersemangat dalam menggali potensi geraknya.
berikut: Dari seluruh pertanyaan yang diajukan kepada siswa, jawaban yang bernada setuju adalah 76 %, sedangkan yang bernada tidak setuju adalah 24 %. Adapun dari hasil pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh kolaborator sebagai pengamat diperoleh hasil bahwa dari seluruh aspek pengamatan, memberikan penilaian seperti pada tabel 5 dan 6 berikut ini: Tabel 5: Hasil Pengamatan Kolaborator 1, pada Siklus Kedua Secara Klasikal Proses Pembelajaran Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D SMP Negeri 7 Surakarta. No
1
3. Pengamatan. Setelah melakukan pembelajaran pada siklus kedua siswa diminta memberikan komentar / pendapat tentang pembelajaran yang baru saja dialaminya dengan menjawab pertanyaan melalui angket, hasilnya 31 orang siswa atau 77,5% dari seluruh siswa merasa senang dengan alasan: (1) Dengan berkelompok lebih mudah menemukan gerakan, (2) gerakan yang ditemukan lebih berbobot dan tidak monoton, (3) waktu yang dibutuhkan untuk menemukan gerakan tidak terlalu lama, (4) lebih percaya diri dalam mengaktualisasikan kreatifitas geraknya, dan (5) lebih terpacu untuk menampilkan yang terbaik dan pendapat lain yang senada. Sedangkan 9 siswa atau 22,5% dari seluruh siswa merasa kurang senang dengan alasan: (1) Tidak dapat menentukan ukuran gerakan yang bagus, (2) merasa tidak yakin dengan gerakan yang diaktualisasikan, (3) gerakan yang ditemukan banyak ditiru oleh kelompok lain, dan pendapat lain yang senada. Dari hasil wawancara melalui angket yang dibagikan kepada seluruh siswa yang berjumlah 40 orang diperoleh hasil sebagai
2 3
4
5
Aspek Pengamatan
Kegiatan persiapan pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya. Kemampuan siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.
Ceklis Penilaian Pengamat A B C D E V V V
V
V
34____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
Tabel 6: Hasil Pengamatan Kolaborator 2, pada Siklus Kedua Secara Klasikal Proses Pembelajaran Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D SMP Negeri 7 Surakarta. No
Aspek Pengamatan
1
Kegiatan persiapan pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya. Kemampuan siswa dalam mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.
2
3
4
5
Ceklis Penilaian Pengamat A B C D E V V
V
2. Pelaksanaan. V
V
4. Refleksi Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada siklus kedua sebagian besar siswa sudah merasa senang dan menyatakan setuju, namun masih ada beberapa siswa yang merasa tidak senang dan tidak setuju dengan alasan: (1) Tidak dapat menentukan ukuran gerakan yang bagus, (2) merasa tidak yakin tentang gerakan yang diaktualisasikan dan (3) gerakan yang ditemukan banyak ditiru oleh kelompok lain. Untuk mencari pemecahan masalah tersebut perlu merencanakan suatu solusi yang akan diterapkan pada siklus ketiga yaitu dengan menggunakan metode aktualisasi kreatifitas gerak dengan pengelompokan dan diakhiri dengan evaluasi silang. C. Siklus Ketiga. 1.
orang siswa, kemudian masing-masing kelompok itu diberikan kesempatan untuk saling memberikan penilaian atau pendapat tentang penampilan masing masing kelompok. Diharapkan dengan evaluasi silang tersebut siswa lebih mudah dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dikembangkannya karena dapat saling bertukar pikiran gerakan dan melakukan sharing dengan teman satu kelompok. Kemudian guru menarik suatu kesimpulan terhadap hasil evaluasi yang dilakukan oleh masing masing kelompok.
Perencanaan
Pada perencanaan siklus ketiga ini setelah siswa dikelompokkan dengan jumlah anggota satu kelompok 4 sampai 6
Pada pertemuan ketiga ini dalam kegiatan inti siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang satu kelompoknya beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Bersama kelompoknya masing-masing siswa bertukar pikiran gerakan dan melakukan sharing tentang kreatifitas gerak dan mengembangkannya dalam bentuk gerakan berurutan sesuai dengan irama yang mengiringinya. Dan pada akhir pembelajaran masing-masing kelompok saling memberikan penilaian atau pendapat tentang penampilan kreatifitas gerak kelompok lain. Pada pelaksanaan pembelajaran ini siswa begitu bersemangat dalam menggali potensi geraknya dan bersungguh sungguh dalam mengevaluasi kelompok lain. 3. Pengamatan. Setelah melakukan pembelajaran pada siklus ketiga kembali siswa diminta memberikan komentar / pendapat tentang pembelajaran yang baru saja dialaminya melalui jawaban atas pertanyaan melalui angket, hasilnya 33 orang siswa atau 82,5% dari seluruh siswa merasa senang dengan alasan: (1) Evaluasi silang dapat menambah wawasan dan referensi gerakan, (2) mendapat kesempatan untuk saling mengkoreksi diantara kelompok, (3) waktu yang dibutuhkan untuk menemukan gerakan tidak terlalu lama, (4) lebih percaya diri dalam mengaktualisasikan
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________35
kreatifitas geraknya, dan (5) lebih terpacu untuk menampilkan yang terbaik dan pendapat lain yang senada. Sedangkan siswa yang merasa kurang senang hanya 7 orang siswa atau 17,5% dari seluruh siswa. Dari hasil wawancara melalui angket yang dibagikan kepada seluruh siswa yang berjumlah 40 orang diperoleh hasil sebagai berikut: Dari seluruh pertanyaan yang diajukan kepada siswa jawaban yang bernada setuju adalah 84 %, sedangkan yang bernada tidak setuju adalah 16 %. Adapun dari hasil pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh kolaborator sebagai pengamat diperoleh hasil bahwa dari seluruh aspek pengamatan, memberikan penilaian seperti pada tabel berikut ini: Tabel 7: Hasil Pengamatan Kolaborator 1, pada Siklus Ketiga Secara Klasikal Proses Pembelajaran Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D SMP Negeri 7 Surakarta. No
1 2
3
4
5
Aspek Pengamatan
Kegiatan persiapan pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya. Kemampuan siswa dalam Mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.
Ceklis Penilaian Pengamat A B C D E V V
V
V
V
Tabel 8: Hasil Pengamatan Kolaborator 2, pada Siklus Ketiga Secara Klasikal Proses Pembelajaran Aktifitas Ritmik pada Kelas 8D SMP Negeri 7 Surakarta. No
1 2
3
4
5
Aspek Pengamatan
Kegiatan persiapan pembelajaran. Tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kesungguhan siswa dalam menggali potensi kreatifitas gerak yang dimilikinya. Kemampuan siswa dalam Mengaktualisasikan kreatifitas gerak yang ditemukannya. Keserasian gerak yang ditampilkan dengan irama yang mengiringinya.
Ceklis Penilaian Pengamat A B C D E V V
V
V
V
4. Refleksi Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada siklus ketiga sebagian besar siswa sudah merasa senang dan menyatakan setuju, dan hanya beberapa siswa saja yang merasa tidak senang dan tidak setuju, ini menandakan penelitian yang baru saja dilakukan menunjukkan korelasi positif bahwa pembelajaran aktifitas ritmik dengan menggunakan metode aktualisasi kreatifitas gerak disertai pengelompokkan dan diakihiri evaluasi silang dapat meningkatkan motivasi belajar. Perbandingan prosentase hasil jawaban atas pertanyaan melalui angket dan wawancara melalui angket pada siklus pertama, kedua dan ketiga. Dari hasil jawaban pertanyaan melalui angket, menunjukkan peningkatan jumlah siswa yang merasa senang antara siklus pertama, siklus kedua, dan siklus ketiga. Prosentase yang merasa senang 67,5%; 77,5%; 82,5%, sedangkan jumlah siswa yang merasa tidak senang menunjukkan penurunan dengan prosentase 32,5%; 22,5%; 17,5%. Sedangkan dari hasil wawancara langsung melalui angket menunjukkan peningkatan
36____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
jumlah siswa yang menjawab setuju antara siklus pertama, siklus kedua, dan siklus ketiga. Prosentase yang menyatakan setuju 66,8%; 76%; 84%, sedangkan jumlah siswa yang menyatakan tidak setuju menunjukkan penurunan dengan prosentase 33,2%; 24%; 16%. Dari perbandingan prosentase hasil di atas yang terus meningkat mulai dari siklus 1 sampai dengan siklus 3, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pembelajaran aktifitas ritmik dengan menggunakan metode aktualisasi kreatifitas gerak dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN Melalui menelitian yang dilakukan dalam tiga siklus, dan dari hasil pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Penerapan metode aktualisasi kreatifitas gerak dapat meningkatkan motivasi belajar aktifitas ritmik, (2) siswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk menggali potensi kreatifitas geraknya, dan (3) gerakan yang dilakukan siswa lebih variatif dan selaras dengan irama yang mengiringinya. Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu langkah alternatif untuk meningkatkan motivasi belajar aktifitas ritmik di SMP Negeri 7 Surakarta khususnya dan sekolah lain pada umumnya. Di samping itu perlu adanya sosialisasi penerapan metode aktualisasi kreatifitas gerak dalam pembelajaran aktifitas ritmik sebagai bahan referensi.
DAFTAR PUSTAKA Brown, James W. 1971. College Teaching; A Sistimatic Aproach. Toronto: Mc Graw- Hill Book Company. Echols, John M., dan Hassan Shadily, 2000, Kamus Inggris Indonesia, cet. ke-25, Jakarta: Gramedia. http://wikipedia.org/wiki/Creativity. Roji, 1994. Buku Pegangan Guru. Klaten: Intan Pariwara. Plsek, Paul E., 1996, Working Paper: Models for the Creative Process, dalam http: //www.directedcreativity.com/pages/WPModels.htm Munandar, Utami, 1999, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta. ______, 1992, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Jakarta: Grasindo. Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Winskel, W. S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________37
PROSES PENUAN DAN OLAHRAGA
Tri Winarti Rahayu Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRACT Sports activity can delay the arrival of the aging process. Aging identical to the decline in vitality and productivity. Delay the aging process is an important part of efforts human development. The aging process can be prevented or slowed. Awareness about the importance of maintaining health and avoiding the various factors causing the aging process will give greater opportunities to live healthy and long-lived. Sports activities undertaken are sufficient and useful exercise for health Sports is one of physical activity which can inhibit the aging process. Sports activities undertaken are sufficient and useful exercise for health but not excessively so as not to cause stress to the body and soul. Sports are done continuously and regularly to prevent the onset of the disease and prolong life expectancy. Keywords :Aging process, Sports PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai keinginan untuk dapat menghambat dan memperlambat proses penuaan. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat memperlambat datangnya proses penuaan. Meskipun menjadi tua merupakan suatu proses alami, akan tetapi proses penuaan ini dapat, diperlambat atau dihambat sehingga harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik. Salah satu faktor yang dapat digunakan untuk menghambat proses penuaan adalah dengan menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan gaya hidup sehat. Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk menjaga kesehatan tubuh, karena dengan berolahraga secara teratur dapat meningkatkan hormon-hormon daya tahan yang ada pada tubuh sehingga tubuh tidak mudah terserang penyakit dan akan memiliki kesehatan yang selalu terjaga dengan baik. Olahraga tidak hanya dapat menjaga kesehatan fisik tapi juga dapat untuk menjaga kesehatan mental, karena selama berolahraga tubuh akan memproduksi hormon yang meredakan ketegangan jiwa, selama olahraga itu
dilakukan tanpa paksaan akan membuat hati senang, meredakan emosi negatif seperti marah dan strees. Olahraga akan memberikan manfaat yang maksimal ketika olahraga tersebut dilakukan dengan teratur dan terukur. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ; (1)Penyakit jantung koroner terjadi paling tidak dua kali lebih sering pada orangorang yang secara fisik tidak aktif dibandingkan dengan mereka yang aktif. Aktivitas fisik yang teratur membantu meningkatkan efesiensi jantung secara keseluruhan; (2) Mereka yang secara fisik aktif umumnya mempunyai tekanan dara yang lebih rendah dan lebih jarang terserang tekanan darah tinggi; (3) Mereka yang secara fisik aktif cenderung untuk mempunyai fungsi otot dan sendi yang lebih baik, karena orang-orang demikian lebih kuat dan lebih lentur; (4) Mereka yang secara fisik aktif lebih kecil kemungkinannya untuk menderita kencing manis, khususnya kencing manis yang berat, terutama karena berkurangnya obesitas dan pengaturan gula darah yang lebih baik; (5) Mereka yang secara fisik
38____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
aktif mempunyai fungsi paru-paru lebih baik ; (6) Mereka yang secara fisik aktif cenderung menyesuaikan diri lebih baik terhadap stres emosional dan mental dan lebih jarang menderita kelainan kepribadian serta memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menyesuaikan diri terhadap stres psikis. PEMBAHASAN Teori Penuaan Menjadi tua adalah suatu proses yang terjadi dalam tubuh yang berjalan secara perlahan tapi pasti, dimana terjadi penurunan fungsi tubuh secara berangsur.Bertambahnya usia seseorang pada usia dewasa akan diikuti dengan perubahan bentuk jaringan otot yang menyebabkan turunnya kemampuan otot dan fungsi organ yang lainnya. Atau dengan kata lain seluruh komponen tubuh tidak berkembang lagi dan justru sebaliknya terjadi penurunan karena proses penuaan. Akibat dari adaya proses penuaan ini, maka ada dua jenis usia, yaitu usia kronologis atau usia kalender dan usia biologis. Usia kronologis adalah usia yang kita lihat dari kalender, sedang usia biologis dilihat dari kondisi serta fungsi fisiologis jaringan tubuh. Meskipun usia kronologis seseorang sama tapi usia biologis dapat berbeda-beda karena dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah kondisi lingkungan. Usia lanjut biologis dalam batas tertentu dapat diperlambat akan tetapi tidak dapat dicegah. Bila dilihat dari teori penuaan, pada dasarnya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu teori Program dan Teori Wear and Tear. Teori program menekankan prinsip bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam biologis, mulai dari proses janin sampai pada kematian dalam suatu model yang memiliki program yang sudah ―tercetak‖. Peristiwa ini terprogram mulai dari tingkat sel sampai embrio, janin, masa bayi dan anak-anak, remaja, dewasa menjadi tua dan akhirnya meninggal. Teori Program meliputi pembatasan replikasi sel,
proses imun, dan mekanisme neuroendokrin dari penuaan. Pada suatu penelitian laboratorium diketahui bahwa sel normal memiliki kapasitas yang terbatas untuk melakukan pembelahan yang terus menerus, hal inilah yang terjadi pada sel-sel tubuh orang dewasa yang akhirnya menjadi tua dan lemah, teori ini menjadi dasar dari teori pembatasan replikasi sel. Mekanisme neuroendokrin mengatakan bahwa ketika manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit akibatnya fungsi tubuh terganggu dam muncul berbagai keluhan.Sedangkan Teori Wear and Tear menganggap bahwa tubuh dan sel-selnya yang terlalu sering digunakan dan disalahgunakan secara terus menerus akan menjadi lemah dan akan mengalami kerusakan dan akhirnya meninggal. Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan menurun fungsinya karena toksin di dalam makanan dan lingkungan yang kita terima setiap hari, selain itu juga akibat dari konsumsi lemak, gula, kafein, nikotin, alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting adalah akibar dari paparan sinar matahari serta stress fisik dan psikis. Yang harus diingat adalah bahwa kerusakan ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi pada tingkat sel. Sedangkan teori penuaan jika dilihat dari usia biologis dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Teori Stokastik/ Stochastic Theories Bahwa penuaan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak/ random dan akumulasi setiap waktu. Teori ini terdiri dari : a) Error Theory Teori kesalahan didasarkan pada gagasan di mana kesalahan dapat terjadi di dalam rekaman sintese DNA. kesalahan ini diabadikan dan secepatnya didorong kearah sistem yang tidak berfungsi di tingkatan yang optimal. Jika proses transkripsi dari DNA terganggu maka akan mempengaruhi suatu sel dan
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________39
akan terjadi penuaan yang berakibat pada kematian. b) Free Radical Theory/ teori radikal bebas Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya ; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel lainnya (Christiansen dan Grzybowsky, 1993). Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar (Hayflick, 1987), secara spesifik, oksidasi lemak, protein dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas. c) Cross-Linkage Theory Teori ini seperti protein yang metabolisme tidak normal sehingga banyak produksi sampah didalam sel dan kinerja jaringan tidak dapat efektif dan efisien. d) Wear and Tear Theory Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya perawatan. Dan penuaan merupakan hasil dari penggunaan. 2. Teori Nonstokastik/ NonStochastic Theories Proses penuaan disesuaikan menurut waktu tertentu a) Programmed Theory Pembelahan sel dibatasi oleh waktu, sehingga suatu saat tidak dapat regenerasi kembali.
b) Immunity Theory Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Mutasi somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh mengalami perubahan, dan dapat dianggap sebagai sel asing. Hal inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Dilain pihak, system imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses penuaan dan daya serangnya terhadap sel kanker mengalami penurunan. (http://keperawatangun.blogspot.com/2007/07/teoripenuaan.html) Teori penuaan dan proses penuaan yang sangat kuat digunakan adalah teori-teori tentang sel. Karena sel merupakan unit terkecil dari kehidupan manusia. Pola kehidupan sel ditentukan oleh subtansi kimia DNA. Subtansi DNA inilah yang mampu menghasilkan RNA. RNA ini yang mampu membuat protein, termasuk enzym-enzym yang mengatur proses kimia dalam sel manusia. DNA ini mampu diperbaiki sendiri oleh proses kimia dalam sel tersebut, hingga DNA mampu mengatasi tantangan waktu. Tiap reaksi kimia dalam tubuh kita berjalan tidak sempurna. Hal ini akan menghasilkan sebagai hasil metabolit yang tidak dikehendaki oleh sel tubuh kita. Hasil metabolit ini akan tertimbun dan menghambat atau merubah proses kimiawi yang telah tersusun rapi. Dampak dari ketidakteraturan ini adalah terjadinya proses penuaan. Jumlah sel-sel yang mati dan usang tidak diimbangi dengan memproduksi sel-sel yang baru.(Bergener, 1991:110).
40____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
Beberapa perubahan fisiologis yang terjadi akibat dari gejala penuan antara lain adalah sebagai berikut ; a. Perubahan pada panca indera terutama rasa Sekresi saliva berkurang mengakibatkan pengeringan rongga mulut. Papil-papil pada permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi penurunan sensitivitas terhadap rasa terutama rasa manis dan asin. Keadaan ini akan mempengaruhi nafsu makan, dan dengan demikian asupan gizi juga akan terpengaruh. Perubahan indera penciuman, penglihatan dan pendengaran juga mengalami penurunan fungsi seiring dengan bertambahnya usia. b. Esofagus Lapisan otot polos esofagus dan sfingter gastro esofageal mulai melemah yang akan menyebabkan gangguan kontraksi dan reflek gastrointestinal spontan sehingga terjadi kesulitan menelan dan makan menjadi tidak nyaman. c. Lambung Pengosongan lambung lebih lambat, sehingga orang akan makan lebih sedikit karena lambung terasa penuh, terjadilah anoreksia. Penyerapan zat gizi berkurang dan produksi asam lambung menjadi lebih sedikit untuk mencerna makanan. Diatas umur 60 tahun, sekresi HCl dan pepsin berkurang, akibatnya absorpsi protein, vitamin dan zat besi menjadi berkurang. Terjadi overgrowth bakteri sehingga terjadi penurunan faktor intrinsik yang juga membatasi absorbsi vitamin B12, Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pankreas, fungsi asam empedu menurun menghambat pencernaan lemak dan protein, terjadi juga malabsorbsi lemak dan diare.
d. Tulang Kepadatan tulang akan menurun, dengan bertambahnya usia. Kehilangan massa tulang terjadi secara perlahan pada pria dan wanita dimulai pada usia 35 tahun yaitu usia dimana massa tulang puncak tercapai. Dampaknya tulang akan mudah rapuh (keropos) dan patah, mengalami cedera, trauma yang kecil saja dapat menyebabkan fraktur. e. Otot Penurunan berat badan sebagai akibat hilangnya jaringan otot dan jaringan lemak tubuh. Presentasi lemak tubuh bertambah pada usia 40 tahun dan berkurang setelah usia 70 tahun. Penurunan Lean Body Mass ( otot, organ tubuh, tulang) dan metabolisme dalam sel-sel otot berkurang sesuai dengan usia. Penurunan kekuatan otot mengakibatkan orang sering merasa letih dan merasa lemah, daya tahan tubuh menurun karena terjadi atrofi. Berkurangnya protein tubuh akan menambah lemak tubuh. Perubahan metabolisme lemak ditandai dengan naiknya kadar kolesterol total dan trigliserida. f. Ginjal Fungsi ginjal menurun sekitar 55% antara usia 35 – 80 tahun. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorbsi oleh ginjal. Reaksi asam basa terhadap perubahan metabolisme melambat. Pembuangan sisa-sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal menjadi beban tersendiri. g. Jantung dan Pembuluh darah Perubahan yang terkait dengan ketuaan sulit dibedakan dengan perubahan yang diakibatkan oleh penyakit. Pada
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________41
h.
i.
j.
k.
lansia jumlah jaringan ikat pada jantung (baik katup maupun ventrikel) meningkat sehingga efisien fungsi pompa jantung berkurang. Pembuluh darah besar terutama aorta menebal dan menjadi fibrosis. Pengerasan ini, selain mengurangi aliran darah dan meningkatkan kerja ventrikel kiri,juga mengakibatkan ketidakefisienan baroreseptor (tertanam pada dinding aorta, arteri pulmonalis, sinus karotikus). Kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah berkurang. Paru-paru Elastisitas jaringan paru dan dinding dada berkurang,kekuatan kontraksi otot pernapasan menurun sehingga konsumsi oksigen akan menurun pada lansia.Perubahan ini berujung pada penurunan fungsi paru. Kelenjar endokrin Terjadi perubahan dalam kecepatan dan jumlah sekresi,respon terhadap stimulasi serta struktur kelenjar endokrin. Pada usia diatas 60 tahun terjadi penurunan sekresi testosteron,estrogen,dan progesteron. Kulit dan rambut Kulit berubah menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastis lagi.Rambut rontok dan berwarna putih,kering dan tidak mengkilat. Fungsi imunologik Penurunan fungsi imunologik sesuai dengan umur yang berakibat tingginya kemungkinan terjadinya infeksi dan keganasan. Ada kemungkinan jika terjadi peningkatan pemasukan vitamin dan mineral termasuk zinc, dapat meniadakan reaksi ini. (http://anggaway89.wordpress.com/ 2010/04/01/perubahan-fisiologispada-lanjut-usia/)
Proses penuaan terjadi secara bertahap. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut ; 1. Tahap subklinik (usia 25 – 35 tahun) Pada tahap ini sebagain besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormone dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. 2. Tahap transisi (usia 35 – 45), Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun. Akibatnya tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedangkan komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya risiko penyakit jantung pembuluh darah dan obesitas.Pada tahap ini gejala mulai muncul penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. 3. Tahap klinik (usia 45 tahun ke atas). Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen dan juga hormon tiroid. Terjadi juga penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral, densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu
42____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
kilogram setiap tiga tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. (Wimpie Pangkahila, 2007: 25 – 26) Manfaat Olahraga Aktivitas yang teratur dan tidak berlebihan adalah cara untuk mencapai kesehatan, kebugaran, kontrol berat badan dan bahkan umur panjang. Istilah teratur mudah dimengerti, tapi konsep tidak berlebihan membutuhkan definisi lebih jauh. Latihan yang tidak berlebihan bagi atlet mungkin membahayakan bagi orang dewasa pasif. Sedangkan aktivitas yang tidak berlebihan bagi individu yang tidak bugar mungkin tidak lebih dari pemanasan bagi atlet lari jarak jauh. Tidak berlebihan dapat didefinisikan sebagai tingkat latihan yang akan menghasilkan kebugaran tanpa menimbulkan bahaya bagi individu yang melakukannya. Zona latihan denyut jantung adalah panduan yang terbaik dari latihan yang tidak berlebihan. Program latihan/kegiatan olahraga yang baik adalah apabila, olahraga yang dilakukan: 1. Cukup bermanfaat terhadap keempat komponen kebugaran, terutama kebugaran aerobik, tetapi harus sekecil mungkin kemungkinannya untuk mengakibatkan persoalan-persoalan medis 2. Cukup dapat dinikmati, mudah dilakukan dengan teratur dan tanpa memerlukan bakat khusus, fasilitas, peralatan dan keadaan tertentu 3. Tidak menghabiskan waktu terlalu banyak dan tidak terlalu melelahkan, seseorang harus dapat pulih kembali 30 sampai 60 menit setelah akhir dari latihan.
4. Mempunyai manfaat yang dapat dirasakan dan diukur dalam waktu yang cukup singkat dan setelah itu tetap terasa bermanfaat Olahraga sangat berperan dalam meningkatkan kesehatan jasmani. Manfaat olahraga di antaranya melancarkan sirkulasi darah, memperkuat otot, mencegah pengeroposan tulang, menurunkan tekanan darah, menurunkan kolesterol jahat dan menaikan kolesterol baik. Selain itu olahraga juga dapat membakar kalori, meningkatkan keseimbangan dan koordinasi otot serta meningkatkan kekebalan tubuh. Beberapa manfaat olah raga bagi kesehatan antara lain; 1. Meningkatkan kemampuan otak kita. Olah raga bisa meningkatkan kadar oksigen di dalam darah kita dan mempercepat sirkulasi darah dalam tubuh kita terutama ke otak. Hal tersebut dipercaya bisa meningkatkan kemampuan otak kita. 2. Menunda proses penuaan. Proses penuaan merupakan hal yang alami dan pasti terjadi, akan tetapi dengan olah raga proses tersebut bisa di kurangi lajunya. 3. Mengurangi stress Dalam kehidupan manusia sekarang ini stress adalah penyakit yang sering mendatangi kita karena tekanan hidup, tekanan pekerjaan, tekanan ekonomi dan masalah-masalah kehidupan yang lain. Dengan olah raga kita bisa mengurangi kadar stress dalam kehidupan kita. 4. Meningkatkan daya tahan tubuh kita Aktivitas olah raga bisa meningkatkan hormon-hormon dalam otak kita seperti adrenalin, serotonin, dopamin dan endorfin, dimana hormon-hormon tersebut berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh kita. 5. Menambah rasa percaya diri Dengan olah raga yang teratur kita bisa mengontrol berat badan kita,
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________43
sehingga kita bisa mencapai berat badan ideal dan kita memperoleh postur tubuh yang proporsional yang secara langsung bisa menambah rasa percaya diri kita. (http://gayahidupsehat.org/manfaatolah-raga-bagi-kesehatan/) Ada enam aspek kebugaran yang dapat dihasilkan dengan melakukan olahraga tertentu, seperti yang tercantum dalam tabel dibawah ini No Aspek Jenis latihan/olahraga 1. Daya tahan dan Jalan santai, fungsi jantung- mendaki, joging, pernapasan lari, bersepeda, aerobik, bermain ski, berenang, mendayung, melompat diatas trampolin 2. Kekuatan dan Latihan beban, perkembangan lari cepat, otot berenang, mendayung, tenis, yoga, isometric, perangperangan, squash, bola basket 3. Kecepatan dan Lari cepat, tenis, waktu reaksi pingpong, racquetball, baseball, bola tangan, perangperangan, soccer, sepak bola, lempar cakram 4. Koordinasi dan Dansa, golf, keseimbangan squash, berlayar, tenis, melompat di atas trampolin, bowling, berkuda, baseball, tai chi, bola basket, sepak bola, bulu tangkis, biliar, meluncur, perang-perangan, yoga
5.
6.
Kelenturan
Dansa, peregangan, tai chi, meditasi, yoga Relaksasi syaraf Berkebun, golf, otot lempar cakram, bermain layanglayang, perangperangan, tai chi, yoga (Wimpie Pangkahila, 2007: 112)
Salah satu manfaat dari berolahraga adalah untuk menunda proses penuaan. Proses itu hanya dapat diperlambat dengan melalui pelatihan yang sistematis dan teratur. Olahraga merupakan istrumen yang efektif untuk memperlambat proses penuaan. Berbagai penelitian telah menunjukkan pengaruh olahraga untuk menunda penuaan dan memperpanjang usia. Orang-orang yang rutin berolahraga diketahui lebih sehat meski usia mereka bertambah. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap pelari dengan orang yang jarang olahraga diketahui, di bawah mikroskop sel-sel para pelari tersebut terlihat jauh lebih muda dibanding orang yang tak berolahraga. Secara spesifik, para peneliti menilai panjang telomer, bagian dari sel yang mempengaruhi cepat lambatnya proses penuaan kita. Setiap kali sel membelah diri, telomer akan memendek. Bila telomer terlalu pendek, sel tak akan lagi bisa membelah diri dan mati. Ini berarti makin cepat proses penuaan terjadi. Sementara itu pada studi terhadap para atlet berusia sekitar 30-an yang rutin berlari sejauh 50 mil setiap minggu diketahui mereka memiliki telomer yang panjang. Tidak mengejutkan pula para atlet tersebut memiliki tekanan darah yang rendah, lemak tubuh lebih sedikit, serta detak jantung lebih stabil. Hasil studi ini dipublikasikan dalam jurnal American Heart Association, Circulation. Disimpulkan bahwa panjang pendeknya telomer berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik. Orang yang rajin berolahraga
44____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
memiliki usia telomer 10 tahun lebih muda daripada orang yang tidak berolahraga. Olahraga yang disarankan untuk menghambat proses penuaan adalah olahraga ringan yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan tubuh. Pada dasarnya upaya untuk menghambat proses penuaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salahsatunya adalah dengan menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan gaya hidup yang sehat. Berolahraga secara teratur merupakan bagian dari cara gaya hidup yang sehat. Penelitian yang dilakukan oleh The American Cancer Society, mengenai pengaruh olahraga untuk memperpanjang usia, menghasilkan kesimpulan bahwa latihan fisik memperpanjang hidup dan mencegah penyakit jantung dan stroke, terutama bagi pria. Pengaruh aktivitas olahraga dan proses penuaan dapat dilihat sebagai berikut: Pengaruh proses penuaan
Gejala proses penuaan
Olahraga memperlambat proses penuaan
Kehilangan Setelah usia 65 kekuatan tahun kita otot kehilangan 10% masa otot
Olahraga meningkatkan ukuran dan kekuatan otot, termasuk otot jantung.
Tulang Wanita kehilangan kehilangan 30 kalsium dan – 50% densitas menjadi tulang pada rapuh usia 90 tahun. Resiko patah tulang meningkat
Lengan dan kaki yang kuat membuat gerakan tetap gesit
Kehilangan efisiensi Jantung/ paru
Olahraga dengan beban memperkuat tulang, meningkatkan keseimbangan, mengurangi risiko terjatuh
Umumnya kita kehingan lebih dari 50% kebugaran
dan tulang
patah
Kardiovaskuler Olahraga antara usia 20 menghentikan – 80 tahun proses ini dan melindungi tubuh dari penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya.
(Srikandi Waluyo & Budhi Marhaendra Putra, 2010 : 97) Pada dasarnya latihan fisik 30 menit sehari direkomendasikan untuk meningkatkan harapan hidup manusia. Untuk meningkatkan kebugaran dan kualitas hidup diperlukan paling sedikit 20 menit latihan aerobik terus-menerus yang meningkatkan denyut jantung, paling sedikit 3 hari dalam seminggu. Diperlukan 12 minggu latihan latihan teratur untuk menjadi bugar, yang berarti kapasitas oksigen meningkat KESIMPULAN DAN SARAN Penanggulangan terhadap lajunya proses penuaan sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Penuaan adalah suatu proses yang dapat diminimalisasi. Sebaliknya sebelum muncul keluhan dan gejala yang umumnya terjadi pada usia lanjut, perlu ada upaya untuk menghambat proses penuaan. Proses penuaan dapat di perlambat dengan aktivitas olahraga. Olahraga yang bertujuan memperpanjang hidup dan kesehatan adalah aktivitas fisik yang dilakukan dengan semangat dan memenuhui syarat tertentu, dan bukan merupakan aktivitas yang berlebihan bukan pula yang bersifat kompetitif tinggi dan dengan penyalahgunaan. Aktivitas fisik yang seperti ini justru mengakibatkan stres, menghasilkan adrenalin yang berlebihan, dan mengalihkan energi yang berasal dari proses pemeliharaan normal tubuh.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________45
DAFTAR PUSTAKA
Brian J. Sharkey.
.Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Giam., CK.1993. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta: Binarupa Aksara. Junusul Hairy. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta : Depdikbud, Dirjendikti, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Najamuddin Muhammad. 2010. 100 Tanya- Jawab Kesehatan Harian untuk Lansia. Jogyakarta : Tunas Publishing. Srikandi Waluyo & Budhi Marhaendra Putra.2010. The Book Of Antiaging : Rahasia Awet Muda: Mind-Body-Spirit: Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Sugiyanto. Perkembangan dan Belajar Motorik. Jakarta : Universitas Terbuka. Wimpie Pangkahila. 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. http://anggaway89.wordpress.com/2010/04/01/perubahan-fisiologis-pada-lanjut-usia/ http://anton182.wordpress.com/2009/12/03/mengapa-olahraga-memperlambat-penuaan/ http://archive.kaskus.us/thread/3563997olahraga dapat menghambat penuaan http://gaya hidup sehat.org/manfaat-olah-raga-bagi-kesehatan/ http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/teori-penuaan.html http://www.ruripamela.com/2008/06/memahami-proses-penuaan-dan-upaya-03:html http://www.terangdunia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=266:mengapa -olahraga-memperlambat-penuaan&catid=46:kesehatan&Itemid=76. .
46____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
APLIKASI RECIPROKAL TEACHING STYLE DAPAT MENINGKATKAN MOTIVASI BERLATIH ATLETIK Slamet Riyadi dan Waluyo Widodo Dosen Pendidikan Kepelatihan Olahraga JPOK FKIP UNS Guru Penjaskes SMP Negeri 11 Surakarta
ABSTRACT The purpose of this research is to increase the motivation to practice the basic techniques of track and field in PE subjects through the implementation of reciprocal teaching style. This research is a class action. The subject of this research is the PE teacher and students in grade 11 Surakarta SMP Negeri 8C. Data collection techniques in this study are: observation, questionnaires and performance tests / practice tests. The analysis technique used is the technique of comparative analysis, quantitative and qualitative analysis techniques. This research was conducted for 3 cycles. Based on data obtained from the first cycle until the third cycle can be said that trying to use the reciprocal teaching style can enhance students' motivation to practice. How to motivate students to perform basic techniques of athletic daring one of them involving students in the learning process. The involvement of students in this case is to give students the opportunity to correct the movement or exercise done by friends / other students. In cycle III shows the condition that: 25 students (78.13%) gave a good response, 7 students (21.87%) were responding. There are no students who give responses that are less good. Motivation train students in the third cycle increases of 20 students (62.5%) had high motivation to practice, 12 students (37.5%) have the motivation was and no students who have low motivation. While learning achievement in cycles III shows that 26 students (81.25%) obtained a good value that is above the value of 70 and 6 students (18.75%) obtained a value below 70.
Keywords: Physical Education, reciprokal style, motivation, basic engineering athletics PENDAHULUAN Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan, yang bertujuan untuk mengembangkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional. Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, pertumbuhan dan perkembangan intelektual, sosial dan emoslonal anak sebagian besar terjadi melalui aktivitas gerak atau motorik yang dilakukan anak. Peran guru dalam proses pendidikan jasmani di antaranya adalah menentukan dan memilih gaya mengajar yang tepat dan efektif agar siswa dapat
mengerti dan memahami materi pembelajaran yang disajikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan tim peneliti terhadap proses pembelajaran penjaskes di sekolah menunjukan bahwa guru penjas dalam proses pembelajaran masih menggunakan gaya mengajar yang konvensional. Semangat siswa untuk melakukan latihan atau mempraktikan jenis-jenis latihan fisik terutama pada standar kompetensi atletik masih sangat kurang. Hal ini ditunjukan oleh sedikitnya siswa yang berani mencoba jenis-jenis latihan fisik tersebut. Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa siswa
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________47
mengalami kesulitan dalam mempraktikan teknik dasar atletik karena siswa kurang semangat dan kurang termotivasi berlatih, takut dan tidak berani mencoba berlatih. Selain itu guru kurang inovatif dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran yang dapat membantu siswa melakukan latihan teknik dasar atletik. Gaya mengajar yang sering digunakan dalam pendidikan jasmani ada beberapa macam. Salah satu gaya mengajar yang tepat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran penjaskes di SMP adalah gaya resiprokal. Gaya resiprokal adalah gaya mengajar yang menekankan adanya perubahan dalam membuat keputusan dari guru ke siswa. Siswa bertanggung jawab untuk mengobservasi penampilan dari teman dan memberikan umpan balik setiap kali melakukan gerakan dengan mengunakan lembar tugas sebagai evaluasi, dengan tujuan untuk membantu siswa apakah gerakan-gerakan yang dilakukan siswa sudah sesuai dengan contoh yang ada pada lembar tugas tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi berlatih teknik dasar atletik pada mata pelajaran penjaskes melalui penerapan gaya mengajar resiprokal di SMP N 11 Surakarta.
KAJIAN PUSTAKA 1. Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) Pendidikan jasmani dan kesehatan pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, yang meliputi aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral, yang merupakan tujuan pendidikan pada umumnya. Atau secara spesifik melalui pembelajaran pendidikan jasmani, siswa melakukan kegiatan berupa permainan (game), dan berolahraga yang disesuaikan
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Meskipun demikian unsur prestasi dan kompetisi juga terdapat di dalamnya dan dimanfaatkan sebagai alat pendidikan. Tujuan pendidikan jasmani di Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (1) mengembangkan kepribadian yang kuat, mengembangkan sikap cinta damai, mengembangkan sikap sosial dan mengembangkan sikap toleransi dalam kontek kemajemukan budaya, etnis dan agama. (2) Mengembangkan sikap sportif, sikap jujur, sikap disiplin, sikap bertanggung jawab, sikap kerja sama, sikap percaya diri, dan melatih demokrasi melalui aktivitas jasmani, melalui aktivitas permainan, dan melalui aktivitas olahraga. (3) Mengembangkan keterampilanketerampilan gerak dan keterampilan berbagai macam permainan dan olahraga (aktivitas luar sekolah atau alam bebas). (4) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri untuk mengembangkan dan memelihara kebugaran melalui aktivitas jasmani dan olahraga. (5) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan orang lain atau lingkungannya. (6) Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, untuk memelihara kebugaran, dan membiasakan pola hidup sehat. Dan (7) Mampu memanfaatkan waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif (Depdiknas, 2006). 2. Gaya Mengajar Resiprokal Seorang guru dapat mengkombinasikan atara gaya yang satu dengan lainnya menurut kebutuhannya. Hal ini karena tidak ada satu gaya mengajar yang dianggap paling berhasil karena bergantung pada situasi. Seperti yang dikemukakan Rusli Lutan (2000) alasan digunakannya beberapa macam gaya mengajar dalam proses pembelajaran
48____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
yaitu, ―(1) untuk mendorong terciptanya suasana belajar yang mengajarkan siswa untuk belajar, (2) agar guru dan siswa sama-sama termotivasi dan giat melaksanakan tugas masing-masing‖ Peran guru dalam proses pendidikan jasmani di antaranya adalah menentukan dan memilih gaya mengajar yang tepat dan efektif agar siswa dapat mengerti dan memahami materi pembelajaran yang disajikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kemampuan guru memilih dan menyajikan materi pembelajaran ditentukan olen kemampuan dan pengalamannya dalam pembelajaran. Salah satu gaya mengajar yang tepat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran penjaskes di SMP adalah gaya resiprokal. Metode mengajar resiprokal diartikan sebagai gaya mengajar yang menunjukkan hubungan sosial antar teman sebaya dan kondisi untuk memberi umpan balik yang cepat (Mosston, 1994). Kondisi pembelajaran tersebut dihubungkan dengan kegiatan pembelajaran dan peran siswa dalam mealaksanakan tugas. Kelas diatur berpasangan dengan perananperanan khusus untuk tiap pasangan, yaitu separo kelas menjadi pelaku dan separo lagi menjadi pengamat. Menurut Mosston (1994), gaya resiprokal mempunyai ciriciri pokok antara lain : a. Mempunyai kesempatan untuk melakukan pengulangan praktek dengan observer secara individu. b. Mempraktekkan tugas berdasarkan kondisi-kondisi yang diberikan secara umpan balik segera dari teman sebaya. c. Mampu mendiskusikan dengan teman sebaya mengenai aspek spesifik dari tugas tersebut. d. Melihat dan memahami bagianbagian/urutan didalam melakukan tugas. e. Mempraktekkan tugas tanpa guru meminta umpan balik atau penjelasan ketika ada kesalahan yang dikoreksi.
Mekanisme pelaksanaan gaya resiprokal menurut Mosston (1994:65), antara lain : a. Memberi kesempatan pada proses sosialisasi tertentu untuk saling memberi dan menerima umpan balik dengan teman sebaya. b. Mengamati kemampuan teman pasangannya, membandingkan, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil dengan teman pasangannya. c. Mempelajari bagaimana cara memberi koreksi umpan balik yang tidak mengangu kelangsungan persahabatan d. Mengembangkan kesabaran,toleransi dan menghargai syarat untuk suksesnya pelaksaan proses pembelajaran. e. Memberikan penghargaan pada yang sukses. f. Mengembangkan ikatan sosial melalui pelaksanaan tugas. Untuk mengembangkan kreasi baru dalam ruang olahraga yang menyediakan suasana hubungan baru antara guru dan murid, lebih banyak keputusan diberikan ke pada siswa. Keputusan ini secara prinsip diberikan perubahan pada setting post impact mulai memperhatikan umpan balik dengan segera. Terlebih dahulu kepada siswa diberitahukan, bagaimana ia harus menguasai kemampuan, hal ini akan memberi kesempatan yang luar biasa untuk melakukan penampilan yang benar. Di dalam kelas siswa diatur secara berpasangan dengan masing-masing anggota diberi peran tertentu. Satu anggota ditunjuk sebagai pelaku dan yang lain sebagai pengamat, serta menentukan pasangan ini secara periodik. Tugas pelaku adalah berkomunikasi dengan pengamat dan tugas pengamat adalah memberikan umpan balik kepada pelaku dan berkomunikasi dengan guru. Peran guru adalah mengamati pelaku dan pengamat tetapi berkomunikasi hanya dengan pengamat. Pada metode ini siswa harus belajar bertanggung jawab menggunakan power ketika mereka memberi dan
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________49
menerima umpan balik dengan teman sebaya.
3. Motivasi berlatih Pengertian motivasi menurut Mc.Donal, dalam Sudirman (1990) mengatakan bahwa: ‖Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan‖. Pengertian ini mengandung tiga elemen penting yaitu: a. Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri individu. Perkembangan motivasi membawa beberapa perubahan energi pada diri manusia. b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling. Dengan demikian motivasi ini sesuai dengan aspek kejiwaan yang menentukan perilaku manusia c. Motivasi terangsang karena adanya suatu tujuan. Jadi motivasi adalah respon atau reaksi dari suatu aksi yaitu tujuan yang muncul dari dalam diri manusia. 4. Teknik Dasar Atletik Dalam penelitian ini, kajian tentang teknik dasar atletik dibatasi pada teknik dasar atletik untuk jenjang SMP kelas VIII. Teknik dasar atletik ini meliputi: teknik lari jarak menengah, teknik dasar lompat jauh gaya menggantung, dan teknik dasar tolak peluru gaya O’brain. Dalam upaya mencapai kompetensi mata pelajaran penjakes, maka guru perlu mengupayakan gaya mengajar yang efektif dan atraktif. Untuk itu guru pendidikan jasmani harus berusaha seoptimal mungkin untuk mempengaruhi atau memotivasi bahkan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, yaitu dengan cara menyajikan
bentuk-bentuk pembelajaran keterampilan gerak yang baik dan benar. Sehubungan dengan itu, maka untuk melakukan proses pembelajaran pendidikan jasmani, khususnya tentang pembelajaran teknik dasar atletik perlu dipilih gaya mengajar yang tepat, mudah diterapkan kepada siswa, dan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga berbagai aktivitas gerak pendidikan jasmani dapat dikuasai dengan baik dan benar. Gaya mengajar resiprokal sangat cocok diterapkan pada siswa SMP yang menuntut perkembangan kreativitas, fisik dan mental yang optimal. Gaya mengajar resiprokal, adalah gaya mengajar yang menekankan adanya perubahan dalam membuat keputusan dari guru ke siswa. Siswa bertanggung jawab untuk mengobservasi penampilan dari teman dan memberikan umpan balik setiap kali melakukan gerakan dengan mengunakan lembar tugas sebagai evaluasi, dengan tujuan untuk membantu siswa apakah gerakan-gerakan yang dilakukan siswa sudah sesuai dengan contoh yang ada pada lembar tugas tersebut. Dengan menerapkan gaya mengajar resiprokal ini, siswa akan dilibatkan dalam proses pembelajaran/latihan, sehingga siswa akan termotivasi dalam berlatih, rasa takut berkurang dan berani untuk mencoba teknik dasar atletik.
METODE PENELITIAN Subjek penelitian adalah guru dan siswa SMP Negeri 11 Surakarta kelas VIII. Dalam penelitian ini, guru pengajar penjaskes merupakan pengajar sekaligus peneliti mitra. Sedangkan tim peneliti dari UNS bertindak sebagai perencana dan pengamat proses kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini tim peneliti dari UNS bersama-sama dengan peneliti mitra (guru) merencanakan, mengamati, mendiskusikan dan menganalisis hasil penelitian. Obyek dalam penelitian ini adalah gaya resiprokal, dan motivasi berlatih teknik
50____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
dasar atletik pada mata pelajaran penjaskes. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 11 Surakarta kelas VIII. Waktu pelaksanaannya adalah pada semester gasal/ganjil pada tahun ajaran 2009/2010. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: observasi, angket dan tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah: a) teknik analisis komparatif, b) teknik analisis kuantitatif dan c) teknik analisis data kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian tindakan kelas. Sesuai dengan prinsip-prinsip dalam penelitian tindakan kelas terdapat siklus penelitian yang terdiri dari 4 tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi dan dalam penelitian ini indikator pencapaiannya adalah: Tabel 1. Indikator Keberhasilan Permasalahan Kurangnya ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran penjaskes.
Rendahnya motivasi siswa berlatih teknikteknik dasar atletik Rendahnya prestasi belajar siswa dalam mempraktik an teknik dasar atletik pada mata pelajaran penjaskes
Indikator Kinerja Meningkatnya ke-tertarikan dan kepuasan siswa terhadap media pembelajaran dan cara pembelajaran yang di-lakukan guru
Ukuran keberhasilan Minimal 70% siswa tertarik dan puas terhadap media pembelajaran dan cara pembelajaran yang dilakukan guru
Meningkatnya motivasi siswa berlatih teknikteknik dasar atletik
Minimal 60% siswa mempunyai motivasi tinggi untuk berlatih teknik-teknik dasar atletik
Meningkatnya prestasi belajar siswa dalam mempraktikan teknik dasar atletik
Minimal 70% siswa memperoleh prestasi baik
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
Data penelitian dan analisisnya untuk masing-masing siklus penelitian akan disajikan berikut ini. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terbagi dalam 3 siklus penelitian. 1. Siklus I a. Perencanaan Kegiatan pada tahap perencanaan ini antara lain adalah: 1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) termasuk didalamnya 2) Mempersiapkan media pembelajaran penjaskes yang sesuai dengan RPP 3) Menyusun lembar observasi untuk mengetahui kondisi pelaksanaan pembelajaran dan semangat berlatih siswa. 4) Menyusun instrumen yaitu quesioner sebagai pedoman siswa untuk mengoreksi gerakan yang dilakukan oleh temannya/pasangannya. 5) Mendesain alat evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa/hasil pencapaian kompetensi dalam siklus pertama. 6) Materi dalam siklus I adalah teknik dasar lari jarak menengah b. Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, tim peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai pengajar adalah guru penjaskes SMP Negeri 11 Surakarta, sedangkan perencana dan pengamat adalah tim peneliti dari UNS dan setiap siklus dilaksanakan selama 1 pertemuan. 1) Guru menjelaskan teknik dasar atletik lari jarak menengah dan mendemontrasikan teknik-teknik dasar lari jarak menengah misalnya teknik dasar gerakan badan, teknik pernapasan dan teknik masuk finish.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________51
2) Memberikan penjelasan tentang proses pembelajaran pada pertemuan tersebut bahwa siswa untuk saling memberi dan menerima umpan balik dengan teman. 3) Membagi siswa berpasangan untuk mengamati kemampuan teman pasangannya, membandingkan, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil dengan teman pasangannya. 4) Siswa melakukan teknik lari jarak menengah dengan diamati temannya 5) Memberikan penghargaan pada siswa yang melakukan latihan dengan baik/sukses. Setelah masing-masing siswa mencoba berlatih teknik dasar lari jarak menengah, siswa diberi hasil pengamatan yang dilakukan teman/siswa pasangannya. Berdasarkan hasil pengamatan temannya, siswa melakukan teknik dasar lari jarak menengah dengan memperhatikan koreksi temannya. Pada kesempatan kedua ini guru mengamati dan sekaligus mengevaluasi teknik dasar lari jarak menengah yang dilakukan oleh siswa. Di akhir pembelajaran, siswa diminta untuk mengisi angket tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan angket motivasi berlatih teknik dasar atletik. c. Observasi dan Interprestasi Berdasarkan hasil observasi pada siklus I menunjukan bahwa semua siswa melakukan teknik dasar lari jarak mennegah dengan diamati temannya secara berpasangan dengan menggunakan instrumen yang telah disediakan oleh tim peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar lari jarak menengah dilakukan sesuai aba-aba dan petunjuk yang diberikan guru. Setelah masing-masing siswa mencoba berlatih teknik dasar lari jarak menengah, siswa diberi hasil pengamatan yang dilakukan teman/siswa pasangannya. Berdasarkan hasil pengamatan temannya, siswa melakukan teknik dasar lari jarak
menengah dengan memperhatikan koreksi temannya. Pada kesempatan kedua ini guru mengamati dan sekaligus mengevaluasi teknik dasar lari jarak menengah yang dilakukan oleh siswa Hasil angket dari siswa menunjukan bahwa 6 siswa (18,75%) mempunyai motivasi berlatih tinggi, 10 siswa (31,25%) mempunyai motivasi sedang dan 16 (50%) mempunyai motivasi rendah. Tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran penjaskes yang dilakukan guru dalam tingkat sedang. Ini ditunjukan oleh sebanyak 15 siswa (46.87%) memberikan tanggapan baik, 17 siswa (53,13%) memberi tanggapan sedang dan tidak ada siswa yang memberikan tanggapan yang kurang baik terhadap kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi siswa pada siklus I menunjukan bahwa 22 siswa (68,75%) memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70 dan 10 siswa (31,25%) memperoleh nilai dibawah 70. d. Refleksi Berdasarkan pelaksanaan dan observasi pada siklus I menunjukan bahwa motivasi siswa masih tergolong rendah, terutama siswa putri. Pada pelaksanaan pembelajaran, siswa putra dan putri dijadikan berpasangan. Hal tersebut mempunyai dampak bagi siswa putri. Siswa putri merasa malu jika dipasangkan dengan siswa laki-laki. Untuk mengatasi hal tersebut pada siklus berikutnya, siswa dipasangkan berdasarkan jenis kelamin (gender). Siswa putra dipasangkan dengan siswa putra dan siswa putri dipasangkan dengan siswa putri. Berdasarkan hasil yang dincapai pada siklus I, menunjukan bahwa indikator motivasi, indikator kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran dan indikator prestasi belajar belum tercapai. Dengan demikian siklus penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya.
52____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
2. Siklus II a. Perencanaan Berdasarkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I, maka pada saat siklus II, siswa dipasangkan berdasarkan jenis kelamin untuk mengatasi rasa malu dan grogi terutama siswa putri. Kegiatan pada tahap perencanaan ini antara lain adalah: 1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) termasuk didalamnya 2) Mempersiapkan media pembelajaran penjaskes yang sesuai dengan RPP 3) Menyusun lembar observasi untuk mengetahui kondisi pelaksanaan pembelajaran dan semangat berlatih siswa. 4) Menyusun instrumen yaitu quesioner sebagai pedoman siswa untuk mengoreksi gerakan yang dilakukan oleh temannya/pasangannya. 5) Mendesain alat evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa/hasil pencapaian kompetensi dalam siklus kedua. 6) Materi dalam siklus II adalah teknik dasar tolak peluru b. Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, tim peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai pengajar adalah guru penjaskes SMP Negeri 11 Surakarta, sedangkan perencana dan pengamat adalah tim peneliti dari UNS. Setiap siklus dilaksanakan selama 1 pertemuan. Sedangkan langkah-langkah dalam pelaksanaan tahap ini adalah sebagai berikut: 1) Guru menjelaskan teknik dasar tolak peluru dan mendemontrasikan gerakan teknik dasar tolak peluru. 2) Memberikan penjelasan tentang proses pembelajaran pada pertemuan tersebut bahwa siswa untuk saling memberi dan menerima umpan balik dengan teman sebaya.
3) Membagi siswa berpasangan untuk mengamati kemampuan teman pasangannya, membandingkan, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil dengan teman pasangannya. 4) Siswa melakukan teknik dasar tolak peluru dengan diamati temannya 5) Memberikan penghargaan pada siswa yang melakukan latihan dengan baik/sukses. Setelah masing-masing siswa mencoba berlatih teknik dasar tolak peluru, siswa diberi hasil pengamatan yang dilakukan teman/siswa pasangannya. Berdasarkan hasil pengamatan temannya, siswa melakukan teknik dasar tolak peluru dengan memperhatikan koreksi temannya. Pada kesempatan kedua ini guru mengamati dan sekaligus mengevaluasi teknik dasar tolak peluru yang dilakukan oleh siswa. Di akhir pembelajaran, siswa diminta untuk mengisi angket tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan angket motivasi berlatih teknik dasar atletik. c. Observasi dan Interprestasi Berdasarkan hasil observasi pada siklus II menunjukan bahwa semua siswa melakukan teknik dasar atletik tolak peluru dengan diamati temannya secara berpasangan dengan menggunakan instrumen yang telah disediakan oleh tim peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar tolak peluru dilakukan sesuai aba-aba dan petunjuk yang diberikan guru. Setelah masing-masing siswa mencoba berlatih teknik dasar tolak peluru, siswa melihat hasil pengamatan yang dilakukan teman/siswa pasangannya. Berdasarkan hasil pengamatan temannya, siswa melakukan teknik dasar tolak peluru dengan memperhatikan koreksi temannya. Pada kesempatan kedua ini guru mengamati dan sekaligus mengevaluasi teknik dasar tolak peluru yang dilakukan oleh siswa
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________53
Hasil angket dari siswa menunjukan bahwa 15 siswa (46,87%) mempunyai motivasi berlatih tinggi, 9 siswa (28,13%) mempunyai motivasi sedang dan 8 (25%) mempunyai motivasi rendah. Tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran penjaskes yang dilakukan guru dalam tingkat kepuasan tinggi. Ini ditunjukan oleh sebanyak 20 siswa (62,5%) memberikan tanggapan baik, 12 siswa (37,5%) memberi tanggapan sedang. Tidak ada siswa yang memberikan tanggapan yang kurang baik terhadap kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi siswa pada siklus II menunjukan bahwa 25 siswa (78,13%) memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70 dan 7 siswa (21,87%) memperoleh nilai dibawah 70. d. Refleksi Berdasarkan pelaksanaan dan observasi pada siklus II menunjukan bahwa motivasi siswa masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil yang dincapai pada siklus II, menunjukan bahwa indikator motivasi berlatih belum tercapai. Indikator kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran dan indikator prestasi belajar sudah tercapai pada siklus II. Dengan demikian siklus penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya. Cara meningkatkan motivasi siswa adalah dengan memberikan hadiah atau penghargaan berupa barang berwujud (buku dan bolpoint). Maksud pemberian penghargaan ini adalah untuk meningkatkan motivasi siswa agar lebih bersungguh-sungguh dalam berlatih. 3. Siklus III a. Perencanaan Pada tahap pelaksanaan, tim peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan. Materi pada siklus III adalah teknik dasar lempar lembing. Kegiatan pada tahap perencanaan ini antara lain adalah:
1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) termasuk didalamnya 2) Mempersiapkan media pembelajaran penjaskes yang sesuai dengan RPP 3) Menyusun lembar observasi untuk mengetahui kondisi pelaksanaan pembelajaran dan semangat berlatih siswa. 4) Menyusun instrumen yaitu quesioner sebagai pedoman siswa untuk mengoreksi gerakan yang dilakukan oleh temannya/pasangannya. 5) Mendesain alat evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa/hasil pencapaian kompetensi dalam siklus ketiga. 6) Menyiapkan hadiah sebagi penghargaan bagi siswa yang berlatih dengan baik dan sungguhsungguh. 7) Materi dalam siklus III adalah teknik dasar lempar lembing b. Pelaksanaan Langkah-langkah dalam pelaksanaan ini adalah: 1) Guru menjelaskan teknik dasar lempar lembing dan mendemonstrasikan gerakan teknik dasar lempar lembing. 2) Memberikan penjelasan tentang proses pembelajaran pada pertemuan tersebut bahwa siswa untuk saling memberi dan menerima umpan balik dengan teman sebaya. 3) Membagi siswa berpasangan untuk mengamati kemampuan teman pasangannya, membandingkan, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil dengan teman pasangannya. 4) Siswa melakukan teknik lempar lembing dengan diamati temannya 5) Memberikan penghargaan pada siswa yang melakukan latihan dengan baik/sukses.
54____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
Setelah masing-masing siswa mencoba berlatih teknik dasar lempar lembing, siswa diberi hasil pengamatan yang dilakukan teman/siswa pasangannya. Berdasarkan hasil pengamatan temannya, siswa melakukan teknik dasar tolak peluru dengan memperhatikan koreksi temannya. Pada kesempatan kedua ini guru mengamati dan sekaligus mengevaluasi teknik dasar lempar lembing yang dilakukan oleh siswa. Siswa yang memperoleh nilai tertinggi diberikan penghargaan yaitu diberikan buku tulis dan bolpoint. Siswa yang memperoleh penghargaan berupa buku dan bolpoint jika nilainya diatas 80. Di akhir pembelajaran, siswa diminta untuk mengisi angket tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan angket motivasi berlatih teknik dasar atletik. c. Observasi dan Interprestasi Berdasarkan hasil observasi pada siklus III menunjukan bahwa semua siswa melakukan teknik dasar atletik lempar lembing dengan diamati temannya secara berpasangan dengan menggunakan instrumen yang telah disediakan oleh tim peneliti. Gerakan-gerakan teknik dasar lempar lembing dilakukan sesuai aba-aba dan petunjuk yang diberikan guru. Setelah masing-masing siswa mencoba berlatih teknik dasar lempar lembing, siswa melihat hasil pengamatan yang dilakukan teman/siswa pasangannya. Berdasarkan hasil pengamatan temannya, siswa melakukan teknik dasar lempar lembing dengan memperhatikan koreksi temannya. Pada kesempatan kedua ini guru mengamati dan sekaligus mengevaluasi teknik dasar lempar lembing yang dilakukan oleh siswa Hasil angket dari siswa menunjukan bahwa 20 siswa (62,5%) mempunyai motivasi berlatih tinggi, 12 siswa (37,5%) mempunyai motivasi sedang dan tidak ada siswa yang mempunyai motivasi rendah pada siklus
III. Tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran penjaskes yang dilakukan guru dalam tingkat puas. Ini ditunjukan oleh sebanyak 25 siswa (78,13%) memberikan tanggapan baik, 7 siswa (21,87%) memberi tanggapan sedang. Tidak ada siswa yang memberikan tanggapan yang kurang baik terhadap kegiatan pembelajaran penjaskes. Prestasi siswa pada siklus III menunjukan bahwa 26 siswa (81,25%) memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70 dan 6 siswa (18,75%) memperoleh nilai dibawah 70. d. Refleksi Berdasarkan pelaksanaan dan observasi pada siklus III menunjukan bahwa motivasi siswa meningkat lebih dari 60% siswa mempunyai motivasi berlatih relatif tinggi. Berdasarkan hasil yang dincapai pada siklus III, menunjukan bahwa indikator motivasi berlatih sudah tercapai. Indikator motivasi berlatih menunjukan siswa yang mempunyai motivasi tinggi untuk berlatih sebanyak 20 siswa (62,5%) mempunyai motivasi berlatih tinggi, 12 siswa (37,5%) mempunyai motivasi sedang dan tidak ada siswa yang mempunyai motivasi rendah. Indikator kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru telah tercapai pada siklus III yaitu 25 siswa (78,13%) memberikan tanggapan baik, 7 siswa (21,87%) memberi tanggapan sedang dan tidak ada siswa yang memberikan tanggapan yang kurang baik terhadap kegiatan pembelajaran penjaskes. Indikator prestasi belajar pada siklus III telah tercapai yaitu sebanyak 26 siswa (81,25%) memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70. Berdasarkan pencapaian pada siklus III maka siklus penelitian tidak dilanjutkan.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________55
Pembahasan. Berdasarkan data yang diperoleh dari siklus pertama sampai siklus ketiga dapat dikatakan bahwa mencoba menggunakan gaya mengajar resiprokal dapat meningkatkan motivasi berlatih siswa. Materi teknik dasar atletik merupakan materi yang menuntut kemauan, keberanian dan ketepatan teknik gerakan, sehingga siswa harus dimotivasi untuk berani melakukan teknik dasar atletik. Cara memotivasi siswa agar berani melakukan teknik dasar atletik salah satunya dengan memberikan kebebasan siswa untuk melakukan teknik dasar atletik dengan diamati temannya. Diharapkan dengan belajar bersama teman sebaya akan meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Selain itu dengan saling memberikan hasil pengamatan antar siswa akan meningkatkan rasa percaya diri dan mengurangi rasa malu, takut dan grogi pada diri siswa. Ketercapaian indikator penelitian ini akan diuraikan berikut ini. Indikator pertama dalam penelitian ini adalah minimal 70% siswa tertarik dan puas terhadap media pembelajaran dan cara pembelajaran yang dilakukan guru. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada siklus II indikator ini telah tercapai. Perbandingan ketertarikan dan kepuasan siswa terhadap media dan cara pembelajaran yang dilakukan guru dari siklus I sampai dengan siklus III dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 2. Indikator ketertarikan dan kepuasan siswa terhadap media dan cara pembelajaran yang dilakukan guru dari siklus I sampai dengan siklus III Siklus I
Siklus II
Siklus III
15 siswa (46.87%) memberikan tanggapan baik, 17 siswa (53,13%) memberi tanggapan sedang. Tidak ada siswa yang memberikan tanggapan yang kurang baik terhadap kegiatan pembelajaran penjaskes
20 siswa (62,5%) memberikan tanggapan baik, 12 siswa (37,5%) memberi tanggapan sedang. Tidak ada siswa yang memberikan tanggapan yang kurang baik
25 siswa (78,13%) memberikan tanggapan baik, 7 siswa (21,87%) memberi tanggapan sedang. Tidak ada siswa yang memberi-kan tanggapan yang kurang baik
Selanjutnya indikator kedua dalam penelitian ini adalah minimal 60% siswa mempunyai motivasi tinggi untuk berlatih teknik-teknik dasar atletik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada siklus III indikator motivasi siswa melakukan latihan teknik dasar atletik telah tercapai. Tabel berikut ini menunjukan peningkatan motivasi siswa melakukan teknik dasar atletik. Tabel 3. Motivasi siswa berlatih teknik dasar atletik Siklus I
Siklus II
Siklus III
6 siswa (18,75%) mempunyai motivasi berlatih tinggi, 10 siswa (31,25%) mempunyai motivasi sedang dan 16 (50%) mempunyai motivasi rendah.
15 siswa (46,87%) mempunyai motivasi berlatih tinggi, 9 siswa (28,13%) mempunyai motivasi sedang dan 8 (25%) mempunyai motivasi rendah.
20 siswa (62,5%) mempunyai motivasi berlatih tinggi, 12 siswa (37,5%) mempunyai motivasi sedang dan tidak ada siswa yang mempunyai motivasi rendah
Indikator ketiga dalam penelitian ini adalah minimal 70% siswa memperoleh prestasi baik. Pada penelitian ini, indikator prestasi belajar tercapai pada siklus II. Tingkat prestasi belajar siswa pada
56____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
pelajaran penjaskes dari siklus I sampai dengan siklus III dapat dilihat perbandingannya pada tabel berikut ini. Tabel 4. Prestasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Penjaskes Siklus I
Siklus II
Siklus III
22 siswa (68,75%) memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70. Sedang-kan 10 siswa (31,25%) memperoleh nilai di-bawah 70
25 siswa (78,13%) memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70. Sedangkan 7 siswa (21,87%) memperoleh nilai dibawah 70.
26 siswa (81,25%) memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70. Sedangkan 6 siswa (18,75%) memperoleh nilai dibawah 70.
Prestasi belajar siswa pada saat siklus I sampai dengan siklus III dapat dilihat pada lampiran 5 KESIMPULAN Salah satu gaya mengajar yang tepat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran penjaskes di SMP adalah gaya resiprokal. Gaya resiprokal adalah gaya mengajar yang menekankan adanya perubahan dalam membuat keputusan dari guru ke siswa. Siswa bertanggung jawab untuk mengobservasi penampilan dari teman dan memberikan umpan balik setiap kali melakukan gerakan dengan mengunakan lembar tugas sebagai evaluasi, dengan tujuan untuk membantu siswa apakah gerakan-gerakan yang dilakukan siswa sudah sesuai dengan contoh yang ada pada lembar tugas tersebut. Dengan menerapkan gaya mengajar resiprokal ini, siswa akan dilibatkan dalam proses pembelajaran/latihan, sehingga siswa akan termotivasi dalam berlatih, rasa takut berkurang dan berani mencoba teknik dasar atletik. Penerapan gaya mengajar resiprokal dalam penelitian ini dilakukan dalam selama 3 siklus penelitian dan dapat
meningkatkan kepuasan dan ketertarikan siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, motivasi berlatih dan prestasi belajar siswa. Pada siklus III menunjukan bahwa 25 siswa (78,13%) memberikan tanggapan baik, 7 siswa (21,87%) memberi tanggapan sedang. Tidak ada siswa yang memberikan tanggapan yang kurang baik. Pada siklus III menunjukan bahwa indikator motivasi berlatih siswa meningkat yaitu 20 siswa (62,5%) mempunyai motivasi berlatih tinggi, 12 siswa (37,5%) mempunyai motivasi sedang dan tidak ada siswa yang mempunyai motivasi rendah. Sedangkan indikator prestasi belajar pada siklus III menunjukan bahwa 26 siswa (81,25%) memperoleh nilai baik yaitu diatas nilai 70. Sedangkan 6 siswa (18,75%) memperoleh nilai dibawah 70. Berkaitan dengan penerapan gaya resiprokal tersebut, maka siswa harus mampu mengembangkan diri untuk meningkatkan motivasi berlatih dengan mencoba latihan teknik dasar atletik yang diajarkan oleh guru tanpa melihat apakah akan diberikan penghargaan dalam wujud barang atau tidak serta melakukan aktivitas gerak sesuai kompetensi dasar penjaskes dengan menumbuhkan rasa percaya diri. Dalam proses pembelajaran, guru dapat menggunakan model pembelajaran resiprokal. Karena model ini dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa, khususnya untuk kompetensi teknik dasar atletik. Membiasakan siswa untuk ikut terlibat dalam latihan teknik dasar atletik, agar siswa merasakan dihargai dan dibutuhkan dalam pembelajaran. Dengan demikian siswa akan mempunyai motivasi tinggi dalam belajar dan menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi penjaskes agar siswa mempunyai semangat dan motivasi berlatih aktivitas gerak sesuai kompetensi penjaskes SMP.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________57
DAFTAR PUSTAKA Anon. Pedoman Mendeteksi Potensi Peserta Didik. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2004. Anon. Pedoman Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2003. Ateng, Abdul Kadir. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti, 1992. Badan Standar Nasional Pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Depdiknas, 2006. Cratty, Bryant J. Psychology in Contemporary Sport. New Jersey: Prentice Hall Englewood Cliffs Inc., 1998. Depdiknas. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas, 2004.
Jasmani
Edward B. Rahantoknam. 1988. Belajar Motorik : Teori dan Aplikasi dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta : Depdikbud Ditjendikti. Freeman, William H. Physical Education and Sport in a Changing Society. Boston: Allyn and Bacon, 2001. Irawan, Prasetya, Suciati, Wardani IGAK. Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan Mengajar. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikbud, 1994. Johnson, Barry L. and Jack K. Nelson. 1979. Practical Measurement for Evaluation in Physical Education. Minnesota : Burgers Publishing. Lutan, Rusli. Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikdasmen, 2004. Mosston. M. and Ashworth. S. 1994. Teaching Physical Education. USA: Macmillan College Publising Company, Inc. Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung. PT Remaja Rosda Karya. Mutohir, Toho Cholik. Gagasan-gagasan tentang Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Surabaya: Unesa University Press, 2002. Nadisah.1992. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud. Supandi. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti PPTK, 1992.
58____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
REFLEKSI SISTEM PENGEMBANGAN PENDIDUIKAN JASMANI DI SD Waluyo Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRACT There are still many problems that teachers physical education teacher, such as competence and knowledge is still not maximum . Physical education programs that are not qualified, causing students will not get competence and knowledge in life in the future. Through physical education is expected to achieve the establishment of the Indonesian people qualified, and is a sports achievements. The purpose of physical education in primary schools can be achieved in accordance with the educational objectives in determining the physical education curriculum objectives should refer to the objectives of physical education. With physical education is expected to achieve improved physical fitness, skills, attitude and good sense, which is useful for the individual child in his life. Keywords: Physical Education Curriculum, Learning Orientation PENDAHULUAN Isu penting dalam dunia pendidikan kita dewasa ini adalah, bagaimana upaya pendidikan dan pengajaran di sekolah mampu memberikan sumbangan berarti pada upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia. Hal ini terkait dengan perkembangan mutakhir abad 21, yang ditandai dengan bangkitnya tuntutan sistem ekonomi dan politik yang bersifat global, sehingga akibat kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi dan kepariwisataan. Dalam kecenderungan demikian, individu masyarakat dunia mulai berinteraksi secara langsung, melewati batas wilayah nasional dan benua, sehingga setiap individu dituntut untuk mampu berdiri sejajar dalam bidang pengetahuan, penguasaan bahasa dan teknologi, serta dalam kesiapan mental-emosial, moral serta nilai-nilai universal kemanusiaan. Secara tersurat, tentunya program pendidikan jasmani harus dirancang untuk menciptakan atmosfer yang memungkinkan guru dan anak didik dapat bekerja sama untuk membangun pengetahuan dan tindakan yang berguna
bagi hidup mereka. program itu harus didasari asumsi yang kokoh tentang keterpaduan pikiran-tubuh-jiwa (mindbody spirit). Tujuannya adalah agar terjadi pengembangan kesadaran diri peneriamaan diri, kompetensi, kesehatan, serta berbagai ketrampilan yang berguna dalam kehidupan nyata. Sayangnya, hingga kini harapan di atas masih tinggal sebagai harapan. Pada kenyataanya, program pendidikan jasmani masih belum mampu mengusung perannya yang demikian ideal, karena berbagai kelemahan yang masih membelit dari waktu ke waktu. pada tingkatan yang paling awal, kelemahan program pendidikan jasmani masih berkutat dengan struktur kurikulum nasional yang masih diwarnai oleh kesalahan orientasi dalam berbagai aspeknya. Pada tingkat ini masalah yang dapat diidentifikasi adalah masih sangat sentralistisnya tujuan kurikuler dan tujuan instruksional, sehinggga oleh beberapa pihak dianggap sangat membelenggu guru. Orientasi kurikulum yang sangat menekankan pencapaian atau penguasaan ketrampilanketrampilan formal dari berbagai cabang
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________59
olahraga masih sangat dominan, mencerminkan kurangnya pemahaman secara komprehensif terhadap arti dan peranan pendidikan jasmani dalam tataran asas dan falsafahnya. Lebih lanjut, kelemahan pun masih terasa dalam hal fasilitas dan penunjang proses belajar mengajar. Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak guru yang selama ini sudah pesimis untuk bisa mencapai tujuan kurikulum dan tujuan instruksional, karena tidak tersedianya alat di sekolahnya. Bahkan akhirnya, ketiadaan alat dan fasilitas ini dijadikan alasan untuk berkelit dari keharusan mengajarkan beberapa komponen kurikulum yang penting. Pada tahap berikutnya, kelemahan pun masih mewarnai kompetensi guruguru penjas dalam hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas mereka. Terasa sekali, bahwa guru penjas dalam hal yang berkaiatan dengan pelaksanaan tugas mereka. Terasa sekali, bahwa guru penjas, terutama di tingkat sekolah dasar, umumnya tidak menguasai berbagai kompetensi seperti metode mengajar, daya mengajar, ketrampilan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, serta tak kalah pentingnya dalam hal evaluasi. Di samping itu, seperti para guru pun tidak mengetahui secara pasti wilayah tugas dari mata pelajaran pendidikan jasmani dalam jenjang sekolah di mana ia bertugas. Mereka umumnya tidak mampu merumuskan, kearah manakah tujuan program penjas yang diberikan pada anak: apakah untuk menunjang proses pertumbuhkembangan anak agar optimal, apakah untuk meningkatkan kebugaran jasmani siswa, apakah untuk meningkatkan ketrampilan dasar dan berbagai pengayaanya, apakah supaya anak terampil melakukan berbagai macam cabang olah raga formal, apakah agar anak menguasai berbagai aturan permaianan secara hafalan, ataukah untuk meningkatklan pengertian siswa terhadap gerak dan prinsipprinsipnya. apalagi jika dikaitkan dengan trend mutakhir dalam pendidikan jasmani,
misalnya berbagai aliran model kurikulum seperti pendidikan gerak, pendidikan perkembangan, pendidikan olahraga, pendidikan kebugaran, pendidikan petualangan, pendidikan kebermaknaan personal, dan sebagainya. Dalam kaitan ini, mudah diidentifikasi bahwa banyak sekali permasalah yang dihadapi para guru penjas, di samping secara bawaan, kompetensi dan pengetahuannya masih belum optimal. Sungguh akan merupakan ancaman serius bagi anak-anak kita kelak, karena dengan program pendidikan jasmani yang tidak berkualitas, tidak akan mendapatkan bekal yang lengkap dalam menghadapi tugas berat kehiduipan di masa-masa yang akan dihadpinya kelak. Banyak momen-momen penting dari tahap pertumbuhan dan perkembangan terlewatkan tanpa ada sentuhan positif untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan dan perkembangannya. Banyak waktu dihabiskan di dalam kehidupan sekolah tanpa mendapatkan pengalaman yang berarti bagi kematangan perkembangan fisik, intelektual, emosial, serta sosial mereka. Sungguh akan menyesal telah melewatkan begitu saja jika para guru mengetahui dan memahami makna dari gerak dalam kehidupan mereka. Perumusan Masalah Dalam konteks global demikian, pendidikan tentu perlu mengambil langkah-langkah yang strategis dalam upaya mempersiapkan anak didik dalam mengahadapi tentangan yang juga semakin mengglobal. Anak-anak Indonesia kelak akan berhadapan langsung dengan anakanak lain dari belahan dunia yang sudah maju, dan harus siap bersaing dengan mereka dalam arti sesungguhnya untuk bisa hidup layak. Mampukah pendidikan di Indonesia mengimplementasikan kurikulumnya, yang tentunya juga harus memiliki fokus pada pemberdayaan individu dalam lingkup bidang personal,
60____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
sosial, politik, dan ekonomi. Sejauh manakah para guru di Indonesia akan mampu berupaya merancang dan menyediakan pengalaman yang berarti lewat berbagai mata pelajaran yang diasuhnya. Pertanyaan demikian, patut pula dialamatkan pada guru pendidikan jasmani di sekolah-sekolah, dengan asumsi bahwa pendidikan jasmani pun merupakan bagian intregral dari pendidikan. Bagaimanakah pendidikan jasmani mampu membantu anak didik untuk tumbuh dan berkembang secara optimal? Bagaimanakah pendidikan jasmani mampu anak didik dalam mengendalikan perilakunya yang agresif? Akankah program pendidikan jasmani memberikan pendidikan pada anak dalam hal, bagaimana bersikap demokratis dan menjadi orang yang mampu berempati pada teman dan orang lain secara penuh rasa hormat dan kasih sayang? KONSEP PENDIDIKAN JASMANI Pada hakekatnya pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, yang dikelola melalui aktifitas jasmani secar sistematik menuju pembentukan manusia seutuhnya. Aktifitas jasmani diartikan sebagai kegiatan peserta didik untuk meningkatkan ketrampilan motorik dan nilai-nilai fungsional yang mencakup kognitif, afektif, dan sosial. Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan dan tujuan pendidikan jasmani harus mempunyai tujuan akhir sama dengan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional Indonesia tercantum pada Bab 11 Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No: tahun 1989 sebagai berikut: Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan (Soedijarto, 2000). Bila tujuan pendidikan nasional tersebut dianalisis, terdapat empat tujuan pokok yang dipentingkan dalam proses pendidikan, yaitu : manusia Indonesia yang bermoral dan berbudi pekerti luhur, sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Jika direnungkan, maka tujuan pendidikan jasmani pun sebenarnya selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu tidak berlebihan jika pendidikan jasmani berperan penting dalam menunjang tujuan pendidikan nasional tersebut, sebagaiman arti dari pendidikan jasmani itu sendiri. Salah satu definisi pendidikan jasmani (Cholik dan Lutan, 1997) adalah sebagai berikut : ―Pendidikan jasmani adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan, dan kebugaran jasmani, kemampuan dan ketrampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serat kepribadian yang harmonis dalam rangka memmbentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. Berdasarkan Keputusan menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 413/U/1987 berbunyi : ―…. Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan individu secara neuromuskuler, intelektual dan emosional‖. sedang Unesco dalam Internasional Charter Of Physical Education memberikan batasan Pendidikan jasmani sebagai berikut : ―Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai individu maupun sebagi anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________61
memperoleh peningkatan kemampuan dan ketrampilan jasmani, pertumbuhan dan kecerdasan dan pembentukan watak‖ Oleh karena itu pendidikan jasmani hendaknya diarahkan untuk membantu siswa dalam peningkatan kebugaran jasmani dan kesehatan melalui pengenalan dan penanaman sikap positif serta sikap kemampuan gerak dasar dan berbagai aktifitas fisik / jamani, agar dapat : pertumbuhan dan 1. tercapai perkembangan jasmani khususnya tinggi badan dan berat badan secara harmonis. 2. terbentuknya sikap dan perilaku disiplin, jujur, kerjasama, mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku. 3. menyenanggi aktivitas jasmani yang dapat dipakai untuk mengisi waktu serta kebiasaan hidup sehat. 4. mempunyai kemapuan untuk menjelaskan tentang manfaat pendidikan jasmani, ketrampilan gerak yang benar dan efisien. 5. meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan, serta daya tahan tubuh terhadap penyakit. Adapun tujuan umum pendidikan jasmani bagi siswa Sekolah Dasar adalah untuk : 1. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2. Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis dan agama. 3. Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui tugas ajar dalam pendidikan jasmani. 4. Mengembangkan ketrampilan untuk melakukan aktifitas jasmani dan olahraga, serta memahami alasanalasan, yang melandasi gerak dan peforma. 5. Menumbuhkan kecerdasan emosi dan penghargaan terhadap hak-hak asasi orang lain melalui pengalaman fair play dan sportivitas.
6. Menumbuhkan rasa percaya diri (selfesteem) sebagai landasan kepribadian melalui pengembangan kesadaran terhadap kemampuan dan pengendalian gerak tubuh. 7. Mengembangkan ketrampilan dan kebiasaan untuk melindungi keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain. 8. Menumbuhkan cara pengembagan dan pemeliharaan kebugaran jasmani dan kebiasaan pola hidup sehat. 9. Menumbuhkan kebiasaan dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif secara teratur dalam aktivitas fisik dan memahami manfaat dari keterlibatannya. 10. Menumbuhkan kebiasaan untuk memanfaatkan dan mengisi waktu luang denagn aktivitas jasmani. (Kurikulum Pendidikan Jasmani, 2001). KONSEP KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI Agar tujuan pendidikan jasmani di sekolah dasar dapat tercapai sesuai dengan tujuan pendidikan maka dalam penemtuan tujuan kurikulum pendidikan jasmani hendaknya mengacu kepada tujuan pendidikan jasmani : Pada uraian di bawah ini adalah konsep kurikulum pendidikan jasmani yang berorientasi pada proses pertumbuhuan dan perkembagan anak didik : 1. Kurikulum penjas hendaknya berorientasi pada Pertumbuhan & Perkembangan Anak Didik Pendidikan jasmani yang diberikan harus berdasarkan minat, karakteristik anak dan tingkat pertumbuhan & perkembangan anak didik. 2. Setiap Anak Didik Mempunyai Kebutuhan Belajar Serta Daya Tahan Tangkap Yang Berbeda-Beda Metode mengajar pendidikan jasmani harus diberikan sesuai dengan
62____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
3.
4.
5.
6.
kemampuan belajar dan daya tangkap anak didik yang berbeda-beda. Anak Didik Harus Diberikan Pengertian Penjas yang diajarkan harus sesuai dengan kemampuan fisik dan kebugaran jasmani anak didik. Dalam hal kognitif, anak didik wajib diberikan pengertian tentang gerakan apa yang mereka lakukan gerakan ini? Jadi dalam hal pengembangan kemampuan fisik tidak hanya berkisar pada kata bagaimana ? Tetapi juga mengapa ? Dalam hal Affective domain, anak didik yang mempunyai kebugaran jasmani yang baik akan mempunyai pola piker positif yang baik pula. Hasil Pendidikan Jasmani Harus Diuraikan Dengan Jelas. Hasil pendidikan jasmani tidak dapat diperoleh secara otomatis atau secara kebetulan tetapi melaui program dan strategi instruksional. Gerakan adalah Dasar Pendidikan Jasmani Dalam pendidikan jasmani gerakan tubuh sangat penting dan kualitas gerak tubuh yang dilakukan dinilai dengan tingkat pengalaman gerak tubuh anak didik. Mengikuti Pendidikan Jasmani sebagi bekal kemampuan gerak untuk menuju kelangsungan hidup dimas depan bagi anak didik. Pemeliharaan kebugaran jasmani dan kesehatan adalah sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh melakukan kemampuan gerak harus dilakukan secara berkesinambungan pada cabang olahraga tertentu.
Menetapkan tujuan kurilulum Tujuan kurikulum merupakan salah satu anak tangga menuju tercapainya tujuan umum pendidikan. Apabila tujuan umum pendidikan merupakan terjemahan falsafah bangsa ke dalam dunia
pendidikan, maka tujuan kurikulum merupakan terjemahan tujuan pendidikan kedalam lingkungan sekolah. Di Negaranegara yang menganut sistem pendidikan terpusat (centralized education), seperti Indonesia, tujuan kurikulum dan bahan tujuan intruksional umum dirumuskan di tingkat pusat dan berlaku untuk semua sekolah. Jadi, perumusan tujuan kurikuler berada diluar tugas guru yang memegang mata pelajaran tertentu. Dalam pembuatan kurikulum, keikutsertaan guru pendidikan jasmani sangat diperlukan, karena merekalah sebetulnya yang mengetahui kebutuhan pendidikan jasmani bagi siswa yang menjadi obyek pengajaran. perumusan tujuan kurikulum sangat penting, karena tujuan inilah yang akan dijadikan pedoman dalam menetapkan tujuan instruksional, ruang lingkup dan sikuen isi kurikulum, pengalaman belajar, dan sistem evaluasi yang akan digunakan. Untuk menjajagi sejauh mana kurikulum merupakan arah yang sifatnya luas, maka tujuan ini tidak berurusan dengan perolehan khusus, di dalam suatu batas waktu tertentu. Namun tujuan itu pula tidak terlalu luas sehingga tidak realistis. Untuk menentukan tujuan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa atau masyarakat setempat, hendaknya dilakukan melalui suatu penelitian. ada berbagai macam instrument penelitian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Yaitu (1) observsi survai, (2) tes obyektif, (3) penelitian sendiri oleh orang-orang terkait dengan kurikulum itu. Observasi dilakukan untuk menarik kesimpulan tentang kebutuhan pendidikan jasmani. Berbagai macam skala nilai untuk performa olahraga telah diciptakan untuk menjajaki keterampilan performa baik kelompok maupun perorangan. Petunjuk melakukan observasi, checklist, dan skala nilai dirancang untuk menilai kemampuan performa motorik yang hasil-hasilnya dapat diadaptasi yang digunakan untuk menafsirkan kebutuhan siswa dalam
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________63
menafsirkan kebutuhan siswa dalam kurilulum pendidikan jasmani. Survai biasanya dapat dilakukan untuk menjajaki kepuasan dalam program pendidikan jasmani. Keinginan untuk mengetahui apakah anak didik dan masyarakat puas atau tidak puas dengan program pendidikan jasmani yang dijalankan di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan instrument opinioner yang disusun guna mengetahui tingkat kepuasan serta kebaikan dan kelemahan suatu kurikulum menurut pandangan siswa, orang tua murid, kalangan perguruan tinggi, dan masyarakat lainnya. Untuk menilai tingkat kepuasan terhadap manfaat pendidikan jasmani di sekolah, dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan mantan siswa lulusan sekolah dasar. Survei juga perlu dilakukan terhadap sikap masyarakat kepada hal-hal yang berkaitan dengan : moral dan etika dalam olahraga, sejauh mana perlunya melakukan kegiatan olahraga secara teratur dalam kehiduipan , dan perlu tidaknya olahraga masuk dalam kurikulum sekolah. Tes perlu dilakukan untuk mengetahui satatus fitness generasi muda, tingkat ketrampilan olahraganya, dan pengetahuannya tentang pendidikan jasmani. Pemeriksaaan kesehatan yang menyeluruh dari pra siswa diperlukan sehingga dapat diperhitungkan apa yang dapat diperbuat dalam kurikulum pendidikan jasmani. Penilaian oleh para pemakai kurikulum diperlukan untuk penempatan seseorang siswa di dalam program pendidikan jasmani sehingga pelajaran dapat dilakukan secara individual. Setelah mengetahui bagaimana kebutuhan masyarakat/siswa terhadap program pendidikan jasmani, maka barulah dapat dirumuskan tujuan kurikulum. Sedang tugas berikutnya adalah menerjemahkan tujuan kurikulum ke dalam tujjuan instruksional. tujuan instruksional dirumuskan untuk membantu guru agar dapat memilih isi pelajaran. dalam program Pendidikan Jasmani di
sekolah pada umumnya dan di Sekolah Dasar khususnya, penentuan tujuan kurikulum hendaknya lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan siswa selaku obyek/sasaran kurikulum. Jadi bukan semata-mata pada kebutuhan masyarakat, sebab dalam pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar, yang menjadi pusat perhatian adalah bagaimana siswa dapat melakukan pendidikan jasmani dengan benar sesuai dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhanya. Apa yang sudah dilakukan oleh NASPE (Nasional Association For Sport And Physical Education) di Amerika untuk memberikan pedoman pada para guru penjas dalam hal penetapan tujuan kurikulum untuk dapat dijadikan sebuah contoh kasus yang menarik. Pedoman itu berupa dokumen yang menentukan hasil atau tujuan akhir dari program pendidikan jasmani yang bermutu, yang dirumuskan sebagai anak yang terdidik dalam pendidikan jasmani, adalah : Telah mempelajari ketrampilan yang berguna untuk menampilkan berbagai kegiatan fisik : 1. bergerak dengan menggunakan konsep kesadaran tubuh, kesadaran ruang, usaha, dan keterhubungannya. 2. mendemonstrasikan kompetensi dalam berbagai ketrampilan manipulatif, lokomotor dan nonlokomotor. 3. mendemonstrasikan kompetensi dalam kombinasi ketrampilan manipulatif, lokomotor dan nonlokomotor yang dilakukan secara individual maupun dengan orang lain. 4. mendemonstrasikan kompetensi dalam berbagi bentuk aktivitas fisik. 5. mendemonstrasikan kemahiran dalam berbagi bentuk aktivitas fisik. 6. telah mempelajari bagaimana mempelajari ketrampilan baru.
64____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
Memiliki kebugaran fisik 1. menafsir, mencapai, dan memelihari kebugaran fisik. 2. merancang program kebugaran fisik pribadi yang aman sesuai dengan prinsip pelatihan dan kondisioning. Berpartisipasi secara teratur dalam kegiatan fisik. 1. berperanserta dalam aktivitas fisik yang meningkatkan kesehatan sedikitnya tiga kali dalam seminggu. 2. memilih dan berpartisipasi teratur dalam aktivitas fisik sepanjang hayat. Mengetahui implikasi dan manfaat dari keikutsertaan sepanjang hayat. 1. mengenali manfaat, biaya, dan keharusan yang terkait dengan partisipasi teratur dalam aktivitas fisik. 2. mengenali faktor resiko dan keselamatan yang terkait dengan partisipasi teratur dalam aktivitas fisik. 3. menerapkan konsep dan prinsip dari perkembangan ketrampilan gerak. bahwa kesehatan 4. mengerti melibatkan lebih banyak hal daripada hanya kebugaran fisik. 5. mengetahui peraturan, strategi, dan perilaku yang patut untuk aktivitas fisik tertentu. 6. mengakui bahwa berpartisipasi dalam aktivitas fisik dapat mengarah pda, pengertian antar budaya dan antar bangsa. 7. mengerti bahwa aktivitas fisik memberikan kesempatan untuk keriangan, ekspresi diri, dan komunikasi. Menghargai aktivitas fisik dan sumbangannya pada gaya hidup sehat : 1. menghargai hubungan dengan orang lain sebagi hasil partisipasi dalam aktivitas fisik. 2. menghargai peranan dari aktivitas fisik yang teratur dalam upaya
mencapai kesehatan seumur hidup, dan kesejahteraan. 3. menghargai perasaan yang dihasilkan dari pertisipasi teratur dalam aktifitas fisik. Definisi terhadap hasil dari program penjas di atas, merefleksikan kepercayaan, pendapat, dan kesan-kesan dalam spectrum yang luas dari para pendidik di bidang pendidikan jasmani yang professional. Sekaligus, definisi diatas menjadi acuan bagi para guru penjas sebagai arah dan sasaran yang harus diupayakan terjadi dan dapat dicapai dari program penjasnya. Isi Kurikulum Ketrampilan Dasar Materi pada proses pembelajaran pendidikan jasmani untuk tingkat sekolah dasar mengacu pada proses tumbuh kembang anak, untuk itu selama berada dalam sekolah dasar, anak diharapkan menguasai ketrampilan-ketrampilan dasar yang akan mereka pergunakan sepanjang hidupnya. Ketrampilan dasar terbagi atas tiga kategori : Ketrampilan lokomotor adalah jenis ketrampilan yang dipakai untuk mengerakkan tubuh dari satu tempat ketempat lain untuk memproyeksikan tubuh bagian atas seperti lompat dan loncat, termasuk berjalan, berlari, meluncur, lompat kuda, dan lain-lain. Ketrampilan non-lokomotor adalah gerakan ditempat tanpa memindahkan badan (tanpa berpindah tempat). ketrampilan ini contohnya adalah melekukkan badan, merenggang, mendorong, menarik, menggepal, memutar, menggoyang, mengetuk, menengok, kebelakang dan lain-lain. Ketrampilan manipulatif adalah ketrampilan yang menuntut adanya kemampuan untuk menguasai suatu benda atau obyek tertentu atau tubuh atau bagian tubuh tertentu.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________65
Ketrampilan ini meliputi ketrampilan tangan dan kaki, juga bagian tubuh yang lain. ketrampilan manipulatif ini biasanya memerlukan adanya koordinasi mata-tangan dan mata-kaki. Ketrampilan manipulatif adalah dasar dari permainan (game). Contohnya : mendorong, melempar, menendang, memukul, menerima atau menangkap. Nuansa Pengembangan Ketrampilan Sosial
Kemampuan untuk bergerak secara anggun, percaya diri dan mudah akan membantu seorang anak menganggap dirinya mampu serta akan membuat seorang anak merasa positif dan yakin akan kemampuan dirinya./ Oleh karena itu, penting sekali program penjas dirancang sedemikian rupa sehingga lebih sering memberikan perasaan sukses, meskipun sesekali anak harus disandarkan dengan keterbatasan kemampuan diri. Nilai-Nilai Pribadi
Selama usia sekolah dasar anak berkembang secara sosial, membuat kontak pertamanya dengan pihak lain. untuk itu materi pendidikan jasmani harus menawarkan sebuah lingkungan sosial yang efektif dan sangatlah penting bagi anak-anak untuk belajar menghargai kerjasama. Kerjasama merupakan syarat utama dari hidup berkelompok yang merupakan wahana, latihan untuk bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat pun hadir pula suasana kompetensi, di mana atmosfer pembelajaran penjas sekaligus dianggap sebagai upaya melatih anak dengan kemampuan berkompetensi secara sehat dan sesuai norma yang berlaku. Konsep Diri yang Positif Setiap anak harus mengembangkan konsep diri yang positif. Konsep diri ini dibentuk melalui pengalaman sukses yang semakin mengukuhkan keyakinan anak bahwa dirinya memiliki kemampuan, menumbuhkan citra diri yang positif, yang kesemuanya menjadi landasan bagi pembentukan kepribadian anak. Konsep dan keyakinan diri ini akan menjadi alat bagi anak untuk mampu berperan dalam lingkungan sebayanya, dimana anak merasa memiliki, merasa dicintai dan merasa dihormati. Dalam kaitannya dengan pembelajaran gerak, penjas memberi bekal ketrampilan gerak yang berguna bagi anak.
Melalui pendidikan jasmani seorang anak mendapatkan nilai-nilai pribadi yang membuat hidup menjadi produktif dan berarti. Banyak keuntungankeuntungan yang dapat diperoleh dari program pendidikan jasmani. Melalui pendekatan terprogram, siswa diharapkan dapat berusaha memperbaiki pekerjaan mereka. Berusaha melakukan yang terbaik adalah kebiasaan bagus yang perlu ditanamkan dan mendapatkan nilai kepuasan melalui keterlibatannya dalam kegiatan dan bekerja sama dengan orang lain, juga merupakan upaya meningkatkan kesehatan mental anak. Untuk itu programnya memberikan kesempatan pada anak-anak untuk merasakan kepuasan dalam memecahkan masalah. Anak-anak juga diberi kesempatan untuk mengembangkan pola-pola baru dalam gerakan. Di bawah ini ditampilkan beberapa kegiatan yang sekiranga dapat dianggap cocok dipertimbangkan sebagai isi kurikulum pendidikan jasmani. Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk kelas I : 1. Atletik melipuiti : gerakan berdiri, berjalan, lari, melompat, melempar, mendorong dan menarik. 2. Senam meliputi : berbagai pola gerak dominan seperti lokomotor, posisi ststis, pendaratan, tolakan, ayunan dan putaran. 3. Permainan meliputi : ular naga, elang dan anak ayam, menirukan gerakan
66____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
binatang, mencari pasangan dan berbagai jenis permainan lainnya. 4. Kesehatan meliputi : mengenal alat-alat kebersihan pribadi, memperagakan cara mandi, manfaat mandi dan sikat gigi, mengenal makanan sehat, cara memelihara kesehatan dan lain-lain. Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk kelas II : 1. Atletik meliputi : gerakan kombinasi jalan dan lari lompat dan lempar. 2. Senam meliputi latihan fleksibelitas, peregangan, keseimbangan, melakukan gerakan kombinasi togok, lengan, bahu dan tungkai dan senam irama. 3. Permaianan meliputi : kucing dan ular, perlombaan naik kuda, memasuki terowongan, lempar tangkap bola besar dan kecil. meliputi : menjaga 4. Kesehatan kebersihan lingkungan sekolah, menjaga keselamatan diri melalui pengenalan bahaya yang dapat terjadi sehri-hari, megenal cara menjaga kesehatan dan lain sebagainya. Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk kelas III : 1. Atletik meliputi : latihan reaksi, lari cepat 10-20 meter, lari bergandengan, beregu, lompat jauh tanpa awalan dan berbagai jenis lainnya. jasmani meliputi : 2. Kesegaran pengembangan pola gerak dominant yang terkait dengan ketrampilan senam formal, dan kegiatan gerak dengan langkah-langkah berirama. 3. Permaianan meliputi permainan yang mengarah pada penguasaan permainan manipulatif dengan peralatan dan obyek yang berbeda-beda ukurannya, termasuk permainan yang meningkatkan kecakapan kualitas fisik dan motorik yang tinggi. 4. Kesehatan meliputi : menjaga kebersihan diri, memahami cara hidup sehat, melaksanakan pemenuhan gizi lengkap, memelihara kebersihan di rumah, menjaga keselamatan diri
terhadap bahan/alat dan tumbuhan yang mampu membahayakan dan mengenal UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk kelas IV : 1. Atletik meliputi : jalan ke depan dilanjutkan dengan lari, jalan ke depan dilanjutkan dengan melempar, lari dialanjutkan melempar, jalan, lari kemudian melampar dan menangkap bola dengan jarak jauh. 2. Kesegaran jasmani meliputi : latihan berangkai (lompattali, push up, lari bolak-balik, gerakan mendaynung, jalan kepiting, naik turun tangga, meliukkan badan, merenggangkan otot) 3. Kesehatan meliputi : pemehaman tentang penyakit yang mungkin timbul karena kekurangan gizi, memahami dan melaksanakan cara pembuangan sampah dan air limbah yang benar, mengenal program UKS, memahami bahaya berbagai alat keperluan rumah tangga dan menghindarinya. Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk kelas V : 1. Atletik meliputi : pengembangan ketrampilan dasar yang terkait dengan ketrampilan formal dalam berbagai nomor atletik, tetapi dengan peralatan dan aturan yang dimodifikasi secara tepat dan menantang. 2. Senam dan aktivitas kebugaran jasmani meliputi : ketrampilan senam lantai dan senam alat dasar, pengembangan kekuatan, kecepatan, ketepatan dan koordinasi. 3. Permaianan meliputi : sepak bola, permaianan ronders. 4. Memahami syarat-syarat rumah sehat dan air bersih, pemeriksaaan mata, pemeriksaaan telingga dan alat sederhana serta memehami penyakit demam berdarah, malaria dan mampu mencegahnya.
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________67
Jenis kegiatan Pendidikan Jasmani untuk kelas VI : 1. Atletik meliputi : lari jarak pendek 9lari cepat 80-100 m dengan memperhatikan sikap badan dan pandangan mata), lari sambung (cara memberi dan menerima tongkat estafet sambil berjalan dan lari), lompat jauh gaya jongkok (menggerakkan salah satu kaki dalam sikap jongkok), tolak peluru (cara memegang peluru, cara menolak, menolak peluru tanpa awal;an, menolak peluru dengan awalan). 2. Senam dan kegiatan kebugarn jasmani meliputi : ketrampilan senam lantai dan alat tingkat lanjutan; mengembangkan kekuatan, kelentukan, koordiansi, irama dan gerak langkah tarian daerah dan ballroom, dsb. 3. Permaianan meliputi : ronders, sepakbola, bola basket, bola voli, dsb. 4. Kesehatan meliputi : mengenal beberapa penyakit dan mampu melakukan pencegahannya, menyadari manfaat pemeriksaaan berkala, memahami syarat-syarat kamar mandi dan jamban, memahami manfaat makanan yang beraneka ragam. Jenis Pelajaran Pilihan Bahan pelajaran pilihan adalah merupakan jenis cabang olahraga yang ditawarkan untuk diikuti siswa yang juga diharapkan dapat memenuhi hasrat dan minat siswa. Olahraga pilihan tersebut disesuaikan pada pelaran pendidikan jasmani yang diajarkan di sekolah. Olahraga pilihan tersebut disediakan bagi seluruh siswa dari kelas I sampai kelas VI, yang meliputi sebagi berikut :
Isi Program Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar Tipe Kegiatan Kelas Aktivitas Regu Individu 1 2 3 4 5 Bulutangkis x x x Air x x x x x x Sepeda x x x x Tarik Kreasi/Daerah x x x Dansa x x x x x x Permainan x x x x x x Senam x x x x x x Kebugaran Jasmani x x x x x x Rekreasi x x x x x x Sepakbola x x x x Atletik x x x x x x Bola Voli x x x x
6 x x x x x x x x x x x x
EVALUASI PENDIDIKAN JASMANI Banyak rumusan tentang definisi evaluasi, tes dan pengukuran, yang dapat dijumpai dalam beberapa literature. Dalam bagian ini akan dipapar pengertian istilah tersebut sederhana saja. Evaluasi atau sering dikatakan penilaian adalah suatu tindakan di dalam memberikan keputusan-keputusan setelah melakukan serangkaian kegiatan untuk dapat menetapkan keputusan tersebut, yaitu dengan jalan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran ini memegang peranan yang penting untuk menentukan keberhasilan atau tidaknya di dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut Cholik (1997), tes adalah alat atau instrument untuk mengumpulkan informasi. Tes itu dapat berupa tugas atau soal yang harus dipecahkan seseorang. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan sifat tertentu yang ada atau yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Ditinjau dari prosesnya, pengukuran dapat diartikan sebagai proses pengumpulan informasi. Namun ada pula yang mengartikan pengukuran sebagai proses pengumpulan informasi yang bersifat kuantitatif yang dapat dinyatakan dalam skor. Misalkan pengukuran tinggi badan, maka skor yang diperoleh adalah ukuran tinggi badan. Evaluasi adalah proses pemberian makna terhadap informasi yang diperoleh dari tes dan pengukuran. Sebagai contoh, Si Ali memperoleh skor 60 untuk tes pendidikan
68____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
kesehatan. Apa artinya. Skor 60? Skor itu tidak mempunyai makna apa-apa bila tidak ditafsirkan kembali. Karena itu hakekat evaluasi adalah pemberian makna informasi sehingga dapat dipahami oleh guru , siswa dan orang tuanya sendiri. Kode Etik Perlu disadari bahwa guru hanya dapat memperoleh cuplikan informasi tentang sifat-sifat dan kemampuan yang ada pada seseorang. Apa yang dikerjakan dalam tes dan pengukuran merupakan upaya yang hanya mampu mendekati keadaan yang sebenarnya, sebab tidak pernah memperoleh gambaran yang serba lengkap. Tidak mampu memperoleh skor yang sebenarnya, sebab selalu ada unsur kekeliruan baik yang terkandung dalam karakteristik tes dan pengukuran itu sendiri maupun dalam pelaksanaan pengumpulan data. Dalam penyelenggaraan evaluasi ada beberapa kode etik yang perlu dihayati, yaitu : 1. Evaluasi dilakukan secara jujur dan adil Sama sekali tidak dibenarkan seorang guru penjas membeda-bedakan siswa dan hasil evaluasi berdasarkan pertimbangan yang tidak adil, lebihlebih jika tidak berbuat jujur. Manipulasi angka merupakan perbuatan ‖dosa‖ dalam profesi kependidikan. Kaedah ini menegaskan bahwa tidak boleh ada di antara siswa yang diuntungkan atau memperoleh perlakuan khusus. 2. Hasil evaluasi terpercaya dan terlindungi kerahasiaannya. Hasil evaluasi tidak dimaksudkan untuk disebarluaskan kepada khalayak umum. Hasil evaluasi sesungguhnya sangat bersifat pribadi.
Fungsi Evaluasi Menurut Cholik (1997), fungsi evaluasi meliputi fungsi pengajaran, fungsi administrasi dan fungsi bimbingan. Fungsi pengajaran dari evaluasi : Hasil evaluasi berguna untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuannya. Hasil evaluasi merupakan bahan untuk memahami kelemahan dan kekuatan siswa yang mengalami kesulitan belajar. Hasil evaluasi bermanfaat untuk mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin. Fungsi administrasi dari evaluasi Evaluasi penting dilaksanakan dalam rangka kontrol mutu pendidikan Evaluasi berguna untuk memutuskan layak tidaknya seseorang mempromosikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau untuk memperoleh sertifikat untuk keahlian tertentu. Hasil evaluasi berguna untuk membangkitkan motivasi Hasil evaluasi merupakan informasi umpan balik bagi guru, siswa maupun orang tuanya. Fungsi bimbingan dari evaluasi Hasil evaluasi berguna untuk memberikan bimbingan kepada setiap siswa Hasil evaluasi bermanfaat untuk memberikan bantuan khusus bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar Hasil evaluasi bermanfaat untuk mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin. Program Evaluasi Untuk melaksanakan evaluasi maka perlu dibuat perencaan yang baik, evaluasi itu sendiri dapat dilakukan secara formal (resmi) dengan prosedur yang baku dan dapat pula secara informal, misalnya
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________69
melalui percakapan biasa atau pengamatan sehari-hari pada saat tertentu. Yang terpenting adalah pelaksanaan evaluasi formal harus terencana dengan baik. Untuk itu perlu disusun rencana dan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Penetapan tujuan dan lingkup evaluasi, (2) Penciptaan kerja sama dan komunikasi antar sejawat, (3) Penyiapan instrument dan pengambilan data, (4) Pelaksanaan pengetesan atau pengukuran, (5) Pengolahan dan penafsiran data, (6) Penyusunan Laporan, (7) Penetapan tindak lanjut. Pelaksanaan evaluasi yang terencana sering dihalangi oleh pandangan yang keliru tentang evaluasi, tes dan pengukuran. Misalnya, ada anggapan bahwa evaluasi itu akan menyita banyak waktu; evaluasi itu hanya dikerjakan oleh guru yang paham statistic; evaluasi identik dengan pemberian nilai dalam rapor. Syarat Tes Yang Baik Untuk memperoleh informasi yang bermutu maka dibutuhkan pula tes dalam pengukuran yang bermutu. Ada tiga syarat utama suatu tes yang baik, yaitu: 1. Valid : suatu tes dikatakan valid jika tes itu mampu mengukur apa yang ingin diukur. 2. Reliabel : Suatu tes dikatakan reliabel jika tes itu menghasilkan skor yang stabil jika dilaksanakan dalam beberapa kali (minimal 2 kali) dalam waktu yang berbeda terhadap orang yang sama dan prosedur yang sama pula. 3. Objektif : Suatu tes dikatakan obyektif jika tes itu dapat menghasilkan skor yang serupa atau mendekati satu sama lain dari hasil penilaian beberapa penilai secara sendiri-sendiri dan sekurang-kurangnya ada dua penilai (Cholik, 1997) Beberapa syarat lain yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan evaluasi penjas yaitu instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data : relatif
murah, mudah digunakan, tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan anak, ekonomis dalam waktu. Terkait dengan hal ini, beberapa syarat kemampuan yang diturut oleh guru penjas sebagai berikut : mampu memilih tes yang baik, mampu mengembangkan sendiri bentuk tes sederhana, mampu menafsirkan hasil tes dan pengukuran, dan mampu menetapkan tindak lanjut untuk perbaikan pengajaran. Evaluasi Kuantitatif dan Kualitatif Tujuan evaluasi sesungguhnya adalah untuk memotret profil kemajuan setiap anak. Jadi bukan untuk membandingkan seorang anak dengan orang lain. Dasar falsafah pendidikan antara lain percaya anak merupakan mahkluk individual. Maksudnya setiap anak memiliki cirri masing-masing. Kemajuan berjalannya juga berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Karena itu, prinsip dasar terpenting adalah bahwa guru penjas harus memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk berkembang menurut tempo perkembangannya masing-masing. Guru berfungsi memberikan layanan, agar potensi anak dapat berkembang sesuai dengan temponya secara wajar. Keadaan yang terjadi dewasa ini adalah guru penjas bahkan guru bidang studi lainnya cenderung memanfaatkan evaluasi untuk membandingkan siswa yang satu dengan yang lainnya. Seluruh ungkapan tentang kemampuan dan kemajuan siswa dinyatakan dalam skor. Evaluasi tersebut disebut kuantitatif dan bersifat kompetitif (Cholik, 1997). Praktik ini dapat dikaitkan dengan kriteria yang digunakan. Pertama, kriteria berdasarkan kemampuan umum yang terdapat dalam kelompok. Acuannya adalah rata-rata kelompok. Karena itu disebut Penilaian Acuan Norma (PAN). Sebagai contoh, bila si Ahmad memperoleh skor sedangkan rata-rata kelasnya 70, maka dapat diartikan bahwa
70____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
si Ahmad berada di bawah rata-rata kemampuan kelas. Dengan ketrampilan hasil tes seperti itu maka sering pula disusun rangking yang berarti pula siswa dibedakan sesuai dengan status. Pendekatan ini sering diterapkan dengan dalih untuk membangkitkan motivasi. Namun, sering rangking itu tidak mempunyai makna apa-apa. Umpan balik itu tidak dipahami oleh anak apalagi untuk kelas-kelas rendah di Sekolah Dasar. Kedua, kriteria berdasarkan standar yang bersifat umum. Umpannya dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan yang lebih tuntas. Karena itu dikenal Penilaian Acuan Patokan (PAP). Perumusan tujuan instruksional khusus dalam pendidikan misalnya, sering terperangkap dalam penulisan tujuan yang tidak realistic dan merujuk pada acuan patokan. Misalnya ditulis sbb : ― setelah mengikuti pelajaran ini siswa dapat melakukan servis dengan baik dan benar‖. Acuannya adalah sebuah patokan penguasaan ketrampilan yang amat sukar dijangkau. Tujuan itu mungkin baru dicapai setelah belajar dan berlatih berbulan-bulan, bukan sesuai satu atau dua kali pertemuan. Keadaan tersebut berkenaan dengan hukum belajar dalam ketrampilan gerak yang memerlukan waktu dan pengulangan, dan untuk dapat dicapai ketrampilan yang melekat sehingga tercipta otomatisasi, diperlukan waktu yang cukup lama. Pendekatan kuantutatif tidaklah sepenuhnya salah untuk diterapkan dalam penjas. Yang terpenting adalah hasil evaluasi itu dimunculkan dalam bentuk laporan kemajuan siswa dan orang tua. Misalnya, pada permulaan tahun ajaran baru, semua siswa melaksanakan tes kebugaran jasmani, setelah ditempuh satu semester, maka diadakan tes kembali. Hasilnya merupakan potret kemajuan setiap siswa keseluruhan hasil res dinyatakan dalam skor. Pendekatan lain dalam evaluasi adalah evaluasi kualitatif, disebut demikian karena pengungkapan hasil evaluasi dinyatakan secara deskriptif. Ungkapan
sifat-sifat dan kemampuan yang ada pada anak digambarkan secara kualitatif misalnya secara deskriptif atau dinyatakan dalam kategori. Contoh : Dalam pelajaran renang dapat diidentifikasi beberapa unsur ketrampilan, di antaranya, untuk pemula ketrampilan menyelam dan meluncur; Menyelam : Boy sudah dapat menyelam tanpa kesulitan; dapat menahan nafas dengan aman dan tidak merasa takut di dalam air. Meluncur : koordinasi tangan dan kaki mulai berkembang; luncurannya mulus, badan terapung sejajar air; sudah dapat mencapai jarak 5 atau 10 meter tanpa kesulitan. Laporan ini akan bermakna, bila hanya muncul dalam bentuk angka yang lazimnya dinyatakan dalam nilai rapor saja. Karena itu tak mengherankan bila nilai 7 atau 5 dalam rapor sering dipahami tidak memiliki makna apa-apa pada siswa yang bersangkutan sehingga hasil tersebut kehilangan fungsi dalam segala aspek, mulai dari aspel pengajaran hingga aspek administrasi dalam kaitannya dengan kontrol mutu. Penentuan Nilai Evaluasi tidak sama pengertiannya dengan penentuan nilai (grading). Penentuan nilai ini sering menjadi masalah karena sistem evaluasi dalam penjas masih bersifat kuantitatif. Tidak mengenal kenaikan kelas secara otomatis. Keputusan untuk promosi kelas berdasarkan skor dalam buku rapor. Salah satu di antara bentuk penilaian yang dapat diterapkan sebagai berikut : Dalam pendidikan jasmani misalnya dapat ditentukan unsur penilain, dan bobotnya yaitu, penugasan pengetahuan (P) bobot 10%, penugasan ketrampilan (K) bobot 30%, kebugaran jasmani (K) bobot 30%, dan kehadiran (kn) bobot 30%
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________71
Nilai Akhir (NA)
10(P) + 30 (K) + 30 (KJ) + 30 (Kn) 100
Nilai dari setiap unsur dapat diubah dari skor mentah menjadi nilai dalam skala 1-10. Teknik pengubahannya dapat menggunakan prosedur statistik atau pertimbangan logis dari guru yang bersangkutan.
PENUTUP Pada umumnya guru sering melupakan kenyataan bahwa anak hanya dapat dididik dengan baik jika guru mengerti bagaimana dan mengapa mereka belajar. Demikian juga halnya dalam pendidikan jasmani, pengetahuan tentang
apa dan bagaimana anak belajar, amat menentukan keberhasilan program pembelajaran yang diberikan oleh Guru. Hal ini didasarkan pada alasan, bahwa dengan cara itulah guru mengetahui, apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh anak, sehingga dapat dibangkitkan minat, serta alasan mengapa mereka mempelajarinya. Dengan Pendidikan Jasmani diharapkan dapat dicapai peningkatan kebugaran jasmani, ketrampilan, sikap dan pengertian yang baik, yang berguna bagi individu anak dalam kehidupannya. Oleh karena itu melalui pendidikan jasmani diharapkan dapat tercapai pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas, serta merupakan upaya pencapaian prestasi olahraga dalam waktu jangka panjang
DAFTAR PUSTAKA Aip Syarifuddin. 1998, Pedoman Kepelatihan Perkumpulan Olahraga Pelajar, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Direktorat Keolahragaan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga. Annarino, A.A., Cowell, C.C Hazelton, H.W., 1980: Curriculum Theory and Design in Physical Education. (2nd Ed.), St Louis: Mosby Company. Bucher,.C.A., 1979: Foundation Of Physical Education. (8nd Ed.). St Louis: Mosby Company. Cholik M. Toho 1997, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dauer, V.P., and Pangrazi, R.P. 1992: Dynamic Physical Education for Elementary School Children. (10tn Ed.), Macmillan: Publishing Company, Mayfiel, CA. Depdiknas, 2001, Kurikulum Pendidikan Jasmani, Jakarta : Depdiknas. Irwin, Leslie. W, 1980. the Curriculum in Health and Physical Education, Dubuque IOWA : The C.V. Mosby Company. Kir Kendali, Don.R, dkk, 1987. Measurement and Evaluation for Physical Education, Champaign Illionois : Human Kinetics Publishers Inc. Mailina, Robert M, and Bouchard, Claude, 1991: Growth, Maturation, and Physical Activity, Champaign: Human Kinetics. Siendentop, Darly (1990) : Introduction to Physical Education, Fitness, and Sport, Mountain View CA: Mayfield Publishing Company.
72____________________________________Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010
Soedijarto (2000), Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara Bangsa, Jakarta: CINAPS. Suharsini Arikunto, 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta :Bumi Aksara. Sukintaka, 1992. Pendidikan Jasmani Merupakan Wahana Pencapaian Manusia Indonesia Seutuhnya, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Suwarno, 1985. Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: Aksara. Baru. Toho, Cholik. M dan Rusli Lutan, 1997. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi; Bagian Proyk Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Primary School Teacher Development Project).
Phedheral Vol. 3. No. 2 Nopember 2010________________________________________73
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL “PHEDHERAL” 1. Naskah berupa hasil penelitian dan atau artikel yang belum pernah dipublikasikan pada media cetak lain, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, jumlah font 12 huruf New Times Roman. 2. Sistematika tulisan sebagai berikut; a. Judul tidak dari 14 kata dalam tulisan berbahasa Indonesia, atau 10 kata bahasa Inggris, ditulis ditengah dengan huruf kapital. b. Nama penulis, ditulis lengkap dengan asal lembaga, tanpa gelar. c. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris maksimal 200 kata d. Kata kunci, ditulis maksimal 5 kata kunci dalam bahasa Inggris. e. Daftar Referensi ditulis hanya pustaka yang dirujuk, diurutkan secara alfabetis, da ditulis seperti contoh berikut: Priory Lodge Education Limited, 1997. SPIROMETRY: Question & Answers. Chest Medicine On-Line. http://www.priory.com/chest.htm.15/8/2003. Riana Sari, 2001. Hubungan antara Merokok dengan Kejadian Penyakit Paru Obstuksi Kronik di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru. Surakarta UNS 3. Naskah dikirim ke alamat redaksi Prodi Penjas, JPOK FKIP UNS, Jl. Menteri Supeno. No.13. Manahan Surakarta, (Fax : 0271 714957) dalam bentuk CD dan print out sebanyak 2 ekslempar atau melalui e-mail
[email protected] 4. Kepada penulis yang naskahnya dimuat diberikan nomor bukti 2 ekslempar dengan mengganti biaya untuk penyelesaian cetak Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sedangkan naskah yang tidak dimuat, naskah tidakm dikembalikan. Bagi penulis luar kota ditambah omgkos kirim. 5. Pengirim naskah disertai dengan alamat penulis, nomor telepon/HP, fax atau e-mail.