PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN COMMUNITY-ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT “X” JAKARTA
EVALUATION OF THE USE ANTIBIOTICS IN COMMUNITY-ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) PATIENTS IN HOSPITALIZED INSTALLATION OF HOSPITAL “X” JAKARTA
Ridha Elvina, Nur Rahmi, Sandra Ayu Oktavira Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Jl. Delima II/IV, Klender Jakarta Timur 13460 Email:
[email protected] (Ridha Elvina)
ABSTRAK
Community Acquired Pneumonia (CAP) merupakan pneumonia yang berkembang pada pasien yang tidak ada kontak dengan fasilitas medis. Pengobatan CAP dapat diberikan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik di RS “X” Jakarta dengan parameter tepat obat, dosis, dan lama pemberian berdasarkan standar acuan berupa Drug Information Handbook 2009, AHFS Drug Information 2011, Pharmacotherapy A Phatophysiologic Approach 2014, Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition 2015, John Hopkins Medicine 2015, Current Medical Diagnosis and Treatment 2016, Koda-Kimble 2013, dan PDPI 2014. Data penelitian menggunakan rekam medik pasien pneumonia rawat inap secara retrospektif dengan metode purposive random sampling. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 96 sampel dihasilkan tepat dalam pemilihan jenis antibiotik sebesar 86,46%, tepat dosis 91,67%, dan tepat lama pemberian antibiotik 73,68%. Kata kunci: kerasionalan, antibiotik, pasien CAP. ABSTRACT Community Acquired Pneumonia (CAP) is pneumonia developing in patients with no contact to a medical facility. CAP treatment can be use antibiotics. The purpose of this study was to evaluate appropriate use of antibiotics at hospital “X” Jakarta with the parameters of appropriate drug, appropriate dose, and appropriate duration based on standard base line of Drug Information Handbook 2009, AHFS Drug Information 2011, Pharmacotherapy a Phatophysiologic Approach 2014, Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition 2015, John Hopkins Medicine 2015, Current Medical Diagnosis and Treatment 2016, Koda-Kimble 2013, and PDPI 2014. The research using medical records of hospitalized pneumonia patients retrospective by purposive random sampling method. Based on these result it
64
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
can be concluded that of the 96 samples to the appropriate drug is 86.46%, appropriate dose is 91.67%, and appropriate duration antibiotic is 73.68%. Key words: rasionality, antibiotic, patients CAP.
65
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
Pendahuluan
provinsi dengan pneumonia tertinggi
Pneumonia
sering
ditemukan
yaitu Nusa Tenggara Timur (4,6% &
pada anak-anak, pada orang dewasa dan
10,3%), Papua (2,8% & 8,2%), Sulawesi
pada kelompok usia lanjut. Penyakit ini
Tengah (2,3% & 5,7%), Sulawesi Barat
dapat menyebabkan kematian jika tidak
(3,1% & 6,1%) dan Sulawesi Selatan
segera diobati (Dipiro dkk., 2015). Pada
(2,4% & 4,8%) (Riskesdas, 2013).
orang dewasa, pneumonia bisa menjadi
Menurut Pahriyani dkk. (2015)
infeksi serius yang dapat berkembang
tentang Evaluasi Penggunaan Antibiotik
menjadi
pada
sepsis
mengancam
dan
jiwa.
berpotensi
Pneumonia
Pasien
Community-Acquired
juga
Pneumonia (CAP) di RSUD Budi Asih
sebagai salah satu penyakit infeksi pada
Jakarta, didapatkan hasil dari insidensi
usia lanjut, dan masih merupakan
kasus Community-Acquired Pneumonia
problem kesehatan masyarakat karena
(CAP) sebesar 2% pada pasien rawat
tingginya angka kematian disebabkan
jalan, 5-20% pada pasien rawat inap dan
penyakit tersebut di berbagai negara
lebih dari 50% pada pasien di ruang
termasuk di Indonesia (Misnadiarly,
intensif. Pneumonia masuk ke dalam 10
2008).
besar penyakit untuk kasus penyakit Pneumonia menjadi salah satu
penyakit
menular
rawat inap di rumah sakit di Indonesia.
sebagai
faktor
Data kasus CAP pada pasien rawat inap
penyebab
kematian
pada
anak.
tahun 2012 di RSUP Persahabatan
Pneumonia
menjadi
target
dalam
sebanyak 117 kasus dengan angka
Millenium Development Goals (MDGs),
kematian sebesar 20,5%.
sebagai upaya untuk mengurangi angka
Pada
penelitian
kematian anak. Berdasarkan data WHO
yang
pada tahun 2013 terdapat 6,3 juta
Khairuddin
kematian anak di dunia, dan sebesar
rasionalitas penggunaan antibiotik pada
935.000
anak
kasus pneumonia yang dirawat pada
disebabkan oleh pneumonia. Sedangkan,
bangsal penyakit dalam di RSUP Dr.
di Indonesia kasus pneumonia mencapai
Kariadi Semarang tahun 2008 didapatkan
22.000 jiwa menduduki peringkat ke
hasil ketepatan jenis antibiotik sebesar
delapan sedunia (WHO, 2014). Ada lima
100% rasional dan ketepatan dosis
(15%)
kematian
66
dilakukan
oleh
sebelumnya
(2009)
Widjojo
mengenai
dan kajian
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
sebesar 98,93% (Widjojo dan Khairuddin
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
2009).
yang
Bhayangkara Tk. I. R. Said Sukanto,
dilakukan oleh Nugroho dkk. (2011)
Jakarta. Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I.
mengenai
penggunaan
R. Said Sukanto Jakarta dipilih sebagai
antibiotik pada penyakit pneumonia di
tempat penelitian dikarenakan rumah
RSUD
2009
sakit ini adalah rumah sakit pendidikan
didapatkan hasil untuk jenis kelamin laki-
kelas A. Rumah sakit ini mampu
laki (53,03%) lebih banyak dibandingkan
memberikan
pasien perempuan (46,97%), tepat obat
spesialis dan subspesialis (contohnya
pada pasien dewasa yang berdasarkan
gastroenterologi-hepatologi,
SPM IDI sebesar 87,5% dan lama
onkologi,
pemberian antibiotik sebesar 40,48%.
pemerintah ditetapkan sebagai rujukan
Penelitian berikutnya yang dilakukan
tertinggi atau disebut pula sebagai
oleh Adien tentang evaluasi penggunaan
rumah sakit pusat milik kepolisian
antibiotik pada pasien pneumonia di
Republik
RSUD Sukoharjo tahun 2014 didapatkan
Sukanto, 2016).
Penelitian
berikutnya
evaluasi
Purbalingga
tahun
pelayanan
bedah
saraf)
Indonesia
kedokteran
bedah yang
(Rumkit
oleh
Polri
hasil terhadap ketepatan obat sebesar 100% dan ketepatan dosis sebesar
Metode Penelitian
78,571% (Adien, 2015). Kuluri dkk. (2015)
mengevaluasi
penggunaan
antibiotik
Penelitian ini dilakukan dengan
kerasionalan pada
menggunakan metode deskriptif dan
pasien
pengambilan
lansia dengan pneumonia di instalasi
retrospektif.
rawat inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
merupakan data sekunder yaitu rekam
Manado periode Juni 2013-Juli 2014,
medik pasien CAP rawat inap periode
didapatkan hasil terhadap tepat obat
Januari-Oktober 2016 yang didapat dari
sebesar 94,11%, tepat dosis 94,11%, dan
RS “X” Jakarta.
tepat lama pemberian 92,15%.
Populasi dan Sampel Penelitian
Berdasarkan tersebut,
maka
penjelasan perlu
antibiotik
dilakukan
pada
Data
yang
secara diambil
1. Populasi Pasien CAP di RS “X" Jakarta.
penelitian tentang evaluasi kerasionalan penggunaan
datanya
2. Sampel
pasien
Pasien CAP rawat inap yang
Community-Acquired Pneumonia (CAP)
menerima terapi antibiotik di Ruang
67
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
Parkit I dan II Rumah Sakit “X” Jakarta
2011,
periode bulan Januari sampai dengan
Phatophyysiologic
Approach
2014,
Oktober
Pharmacotherapy
Handbook
Ninth
2016
yang
memenuhi
Pharmacotherapy
a
kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Edition 2015, John Hopkins Medicine
Kriteria inklusi yang digunakan adalah
2015, Current Medical Diagnosis and
Pasien CAP dengan umur >19 tahun
Treatment 2016, Koda-Kimble 2013, dan
rawat inap non ICU periode bulan
PDPI 2014.
Januari-Oktober menggunakan
2016
yang antibiotik.
Hasil dan Pembahasan
digunakan
Distribusi Berdasarkan Demografi Pasien
adalah Pasien CAP dengan umur <19
1. Distribusi pasien CAP rawat inap non ICU berdasarkan jenis kelamin
Kriteria
eksklusi
terapi yang
tahun (anak-anak) rawat inap ICU
Faktor pencetus pasien laki-laki
yang disertai dengan penyakit infeksi
lebih
lain, memiliki penyakit keganasan dan
merokok dan alkoholisme (Tabel 1).
terbaca pada periode bulan Januari-
Merokok
Oktober 2016.
transpor
Analisis Data yang
diambil
antibiotik
alkoholisme sistem
dan
dapat
mempengaruhi
pertahanan
saluran
kolonisasi bakteri gram negatif pada
berupa persentase baik data demografi
orofaring, dapat menganggu refleks
maupun evaluasi ketepatan penggunaan
batuk, merubah gerak menelan dan
antibiotiknya (ketepatan pemilihan jenis lama
pneumoniae
pernapasan sehingga menyebabkan
selanjutnya dianalisis secara deskriptif
dan
pertahanan
Haemophylus influenzae. Sedangkan
yang
antibiotik. Dari data yang dikumpulkan,
dosis,
mukosiliar,
Streptococcus
digunakan, dosis, dan lama pemberian
obat,
mempengaruhi
epitel, serta meningkatkan perlekatan
kelamin, serta antibiotik yang digunakan jenis
dapat
humoral dan seluler, dan fungsi sel
berupa
demografi pasien seperti usia dan jenis
mencakup
dibandingkan
perempuan salah satunya adalah
datanya tidak lengkap atau tidak jelas
Data
banyak
transpor mukosiliar, serta alkohol juga
pemberian
mengganggu fungsi limfosit, monosit,
antibiotik) berdasarkan Drug Information
dan makrofag alveolar (Dipiro dkk.,
Handbook 2009, AHFS Drug Information
2014).
68
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
Tabel 1. Distribusi pasien CAP berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah Pasien
Presentase
Laki-laki
50
52,08
Perempuan
46
47,92
Total
96
100
2. Distribusi pasien CAP rawat inap non ICU berdasarkan jenis usia
Pada
pasien
lansia,
risiko
terjadinya CAP meningkat karena
Usia memiliki peran penting
adanya faktor komorbiditas seperti
pada resiko terjadinya CAP dan
penyakit kronis saluran pernapasan
merupakan salah satu faktor risiko
(PPOK),
meningkatnya angka kematian pada
gagal
jantung
kongestif,
diabetes mellitus dan gagal ginjal,
pasien CAP (Tabel 2). Menurut PDPI,
selain itu penurunan imunitas juga
pada usia ≥ 65 tahun resiko kematian
dapat meningkatkan risiko infeksi
akan meningkat (PDPI, 2014).
CAP (Dipiro dkk., 2015).
Tabel 2. Distribusi pasien CAP berdasarkan usia Kategori Usia (Tahun)
Jumlah Pasien
Presentase
Remaja Akhir (17-25) Dewasa Awal (26-35) Dewasa Akhir (36-45) Lansia Awal(46-55) Lansia Akhir (56-65) Manula (>65 tahun) Total Sumber: Depkes RI, 2009.
2 10 11 21 28 24 96
2,08 10,41 11,46 21,88 29,17 25,00 100
Ketepatan Penggunaan Antibiotik pada Pasien CAP Rawat Inap Non ICU
pasien
menggunakan
dua
jenis
antibiotik yang berbeda baik dalam
1. Ketepatan pemilihan jenis antibiotik pada pasien CAP rawat inap non ICU
bentuk lanjutan.
Didapatkan jumlah penggunaan
kombinasi Antibiotik
ataupun yang
obat paling
antibiotik sebanyak 183 antibiotik, hal
banyak digunakan di RS ”X”, Jakarta
tersebut
pasien
tahun 2016 yaitu sefiksim sebesar
menggunakan satu jenis antibiotik, 15
34,97%, seftriakson sebesar 25,13%,
dikarenakan
81
dan
69
sefotaksim
sebesar
21,31%.
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
Sedangkan
yang
digunakan
yaitu
gentamisin sebesar
paling
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
sedikit
kombinasi golongan β-laktam dengan
dan
fluorokuinolon sebesar 11,46%, β-
masing-masing
laktam dengan makrolida sebesar
seftazidim
yaitu
0,55%.
Didapatkan
hasil
3,13%, dan β-laktam dengan β-laktam
penggunaan golongan fluorokuinolon
sebesar 1,04%, serta aminoglikosida
tunggal sebesar 7,29%, golongan β-
dengan
laktam
1,04%.
tunggal
sebesar
76,04%,
fluorokuinolon
sebesar
Tabel 3. Ketepatan pemilihan antibiotik pada pasien CAP non ICU Penilaian Ketepatan Pemilihan Jenis Antibiotik
Jumlah Pasien
Persentase
83 13 96
86,46 13,54 100
Tepat Tidak Tepat Total
Analisis ketepatan pemilihan jenis
golongan
β-laktam
yang
antibiotik dilihat dari toolkit yang
direkomendasikan
digunakan.
sefotaksim, seftriakson, ertapenem,
Menurut
Pharmacotherapy a Phatophyysiologic Approach
9
th
Edition
Pharmacotherapy
Principles
ampisilin-sulbaktam
2014,
meliputi
(Dipiro
dkk.,
2015), sedangkan untuk golongan
&
makrolida
meliputi
azitromisin,
Practice Handbook Ninth Edition 2015,
eritromisin, klaritromisin, telitromisin,
John Hopkins Medicine 2015, Current
doksisiklin (Dipiro dkk., 2015), dan
Medical Diagnosis and Treatment
untuk
2016, Koda Kimble & Young 2013,
meliputi
AHFS
2014
sehari, levofloksasin 750 mg sehari,
penatalaksanaan pasien CAP rawat
dan siprofloksasin 400 mg setiap 8-12
inap
pemberian
jam (Chesnutt dan Prendergast, 2016).
fluorokuinolon
2. Ketepatan dosis antibiotic pada pasien CAP rawat inap nonICU
2011,
nonICU
dan
PDPI
yaitu
antibiotik
golongan
dilakukan
secara
tunggal
atau
golongan
fluorokuinolon
moksifloksasin
400
mg
Berdasarkan analisis ketepatan
kombinasi antibiotik antara golongan
dosis antibiotik yang diberikan kepada
β-laktam dengan makrolida. Untuk
70
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
pasien CAP rawat inap, didapatkan 88
rentang dosis terapi berdasarkan
pasien
toolkit. Hanya saja, terdapat 8 pasien
(91,67%)
(Tabel
4)
yang
dikategorikan tepat dosis. Ketepatan
yang
perlu
penyesuaian
dosis pada pasien CAP ini disebabkan
dikarenakan
dosis yang diberikan masuk ke dalam
gangguan fungsi ginjal.
dipengaruhi
dosis adanya
Tabel 4. Ketepatan dosis antibiotik pada pasien CAP rawat inap non ICU Penilaian Ketepatan Dosis Antibiotik Tepat Tidak Tepat a. Dosis Rendah b. Dosis Lebih Total
Terdapat 1 pasien memerlukan penyesuaian
dosis
Jumlah Pasien 88
Persentase (%) 91,67
0 8 96
0 8,33 100
sefotaksim sebanyak 3x1 g sehari
levofloksasin,
selama
rawat
inap
berlangsung.
dinyatakan tidak tepat dosis karena
Seharusnya cukup diberikan 2x1 g
pemberian dosis levofloksasin yang
sehari. Maka dari itu, pemberian dosis
berlebih
sefotaksim tersebut tidak masuk ke
pada
hari
berikutnya.
Menurut toolkit yang ada, untuk nilai
dalam dosis lazimnya.
kreatinin klirens 20-49 ml/min perlu penyesuaian
dosis
sebesar
Terdapat
500
memerlukan
6
pasien
yang
penyesuaian
dosis
mg/hari kemudian 250 mg/hari tiap
sefiksim sebagai obat pulangnya. 4
24 jam, sehingga pemberian dosis
pasien di antaranya memiliki nilai
levofloksasin tidak masuk ke dalam
kreatinin klirens <20 ml/min sehingga
dosis lazimnya.
diberikan sefiksim sebesar 50% dari
Terdapat memerlukan
1
pasien
yang
dosis terapi. Dosis yang diberikan oleh
penyesuaian
dosis
dokter
yaitu
2x100
mg/hari,
sefotaksim. Menurut toolkit yang ada,
seharusnya cukup diberikan 1x100
untuk nilai kreatinin klirens <20
mg/hari atau 2x50 mg/hari untuk
ml/min
kondisi
perlu
penyesuaian
dosis
pasien
yang
mengalami
sebesar 50% dari dosis terapi dimana
gangguan ginjal. Kemudian, 2 pasien
pasien
di antaranya memiliki kreatinin klirens
mendapatkan
terapi
71
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
21-60 ml/min maka dapat diberikan
toksisitas obat, juga menimbulkan
sefiksim sebesar 75% dari dosis terapi.
masalah resistensi.
Dosis yang diberikan oleh dokter yaitu
3. Ketepatan lama pemberian antibiotik pada pasien CAP rawat inap nonICU
2x100 mg/hari, seharusnya cukup
Ketidaktepatan
diberikan sefiksim 1x50 mg dan 1x100
kesesuaian dengan toolkit. Terdapat
6 pasien dinyatakan tidak tepat dosis pemberian
sefiksim
25 pasien yang tidak tepat lama
yang
pemberian. Menurut PDPI tahun 2014
berlebih sehingga tidak masuk ke
lama pemberian untuk CAP 5-10 hari,
dalam dosis lazimnya. Pemberian
tetapi
antibiotika dengan dosis yang tidak tepat
selain
mengurangi
lama
pemberian adalah karena tidak ada
mg/hari. Maka dari itu, pada kasus ini
karena
dalam
menurut
Pharmacotherapy
principle & practice tahun 2015 durasi
efikasi
terapi untuk pengobatan CAP 7-10
sebagai antimikroba, meningkatkan
hari.
Tabel 5. Ketepatan lama pemberian antibiotik pada pasien CAP rawat inap nonICU Penilaian Ketepatan Lama Pemberian Antibiotik Tepat Tidak Tepat a. Lama Pemberian Singkat b. Lama Pemberian Berlebih Total
Jumlah Pasien
Persentase (%)
71
73,96
8 17 96
8,33 17,71 100
Lama pengobatan antibiotik pada
merekomendasikan pemberian terapi
pasien CAP rawat inap sama seperti
antibiotik minimal 5 hari dan berlanjut
pasien rawat jalan. Durasi pengobatan
selama 48-72 jam sampai pasien tidak
yang direkomendasikan untuk pasien
mengalami demam (Chesnutt dan
CAP
Prendergast, 2016).
harus
berdasarkan
tingkat
penyakit,
etiologi
Lama pemberian terapi untuk
patogennya, respons pasien terhadap
CAP harus dijaga sependek mungkin
terapi, masalah medis lainnya maupun
dan tergantung dari beberapa faktor
komplikasi.
yaitu jenis pneumonia, status rawat
keparahan
Para
ahli
72
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
inap atau rawat jalan, komorbiditas
paru seperti asma sedang hingga
pasien, bakteremia atau sepsis, dan
berat, PPOK, atau emfisema. Apabila
pemilihan
lama
pasien tidak memiliki penyakit paru,
pemerian obat terlalu panjang, maka
tetapi responnya tetap lambat, maka
dapat mempengaruhi flora normal di
pertimbangkan adanya infeksi atau
saluran
penyebab non infeksi lainnya (Dipiro
antibiotik.
Jika
pernapasan
dan
gastrointestinal, saluran vagina pada
dkk., 2015).
wanita, dan flora normal pada kulit. Akibatnya, terjadi kolonisasi bakteri
Kesimpulan
patogen yang resisten, Clostridium
Evaluasi pengunaan antibiotik
difficile colitis, atau pertumbuhan
pada
jamur yang berlebihan. Disamping itu,
Pneumonia (CAP) rawat inap di RS “X”,
semakin lama antibiotik diberikan,
Jakarta tahun 2016 berdasarkan toolkit
maka semakin besar kesempatan
yang
terjadinya toksisitas dan biaya pun
dihasilkan tepat dalam pemilihan jenis
meningkat (Dipiro dkk., 2015).
antibiotik sebesar 86,46%, tepat dosis
Evaluasi outcome untuk CAP termasuk
mencegah
rawat
sebesar
inap,
pasien
Community-Acquired
digunakan
91,67%,
dari
dan
96
tepat
sampel
lama
pemberian antibiotik sebesar 73,96%.
memperpendek durasi perawatan di rumah sakit dan mengurangi angka
Ucapan Terimakasih
kematian. Untuk pasien yang dirawat
Tim dokter paru, Bina Fungsi,
di rumah sakit, jika antibiotik telah
Instalasi Ruang Parkit, Rekam Medik dan
diberikan dalam waktu 4 jam pertama
Instalasi Farmasi RS “X” Jakarta.
setelah
terdiagnosa
CAP,
maka
lamanya rawat inap akan menurun
Daftar Pustaka
dibandingkan pemberian antibiotik
Adien.
lewat dari 4 jam. Perbaikan gejala akan terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah
dimulainya
terapi
untuk
2015. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSUD Sukoharjo tahun 2014. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
sebagian besar pasien CAP. Respon America Hospital Formulary Services. 2011. AHFS Drug Information Essential. United States:
terapi yang lambat dapat terjadi pada pasien paru yang memiliki penyakit
73
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017
p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
American Society of HealthSystem Pharmacists Inc.
Chesnutt, M.S. Prendergast, T.J. 2016. Pulmonary disorders. In Current Medical Diagnosis & Treatment 2016, eds Papadakis, M.A., McPhee, S.J., Rabow, M.W. USA: McGraw-Hill Education.
Pahriyani, A., Khotimah, N., dan Bakar, L. 2015. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien community acquired pneumonia (CAP) di RSUD Budhi Asih Jakarta Timur. Farmasains, 2(6):259-263.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G. 2014. A Pathophysiologic Approach. Ninth Edition. United States: McGraw-Hill Education. Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G. 2015. Pharmacotherapy Handbook. Edisi 9. United States: McGraw-Hill Education.
Nugroho, F., Utami, I.P., Yuniastuti, I. 2011. Evaluasi penggunaan antibiotik pada penyakit pneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga. Pharmacy, 08(01):141-153.
Johns
PDPI.
2014. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
WHO.
2014. Pneumonia. http://www.who.int/mediacentr e/factsheets/fs331/en. Diakses pada tanggal 5 Mei 2016.
Hopkins. 2015. Antibiotic Guidelines 2015-2016, Treatment Recommendations For Adult Inpatients. United States: Johns Hopkins.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L. 2009. Drug Information Handbook. 17th Edition. United States: LexiComp Inc.
Widjojo, P. dan Khairuddin. 2009. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik pada kasus pneumonia yang dirawat pada bangsal penyakit dalam di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2008. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Kuluri, L.C.N., Fatimawali, dan Bodhi, W. 2015. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien lansia dengan pneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli 2013-Juni 2014. Pharmacon, 4(3):164-175.
www.rumkitpolrisukanto.com. Diakses pada tanggal 5 Mei 2016.
74