PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA MASYARAKAT ADAT CIKONDANG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI MADRASAH ALIYAH AL-HIJRAH Iing Yulianti, M.Pd.1 Dosen Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), Universitas Pendidikan Indonesia. Hp. 085624008428
[email protected]
1
Abstrak Nilai-nilai budaya lokal yang mulai terabaikan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini adalah sebuah isu penting untuk diangkat dalam pembelajaran sejarah. Fokus penelitian ini adalah tentang proses pewarisan nilai-nilai budaya masyarakat adat Cikondang khususnya pada kalangan generasi muda Cikondang yang sedang menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Al-Hijrah melalui pendidikan sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode etnografi. Hasil penelitian menunjukkan, nilai-nilai budaya dari masyarakat Cikondang yang dapat diaktualisasikan dan diinternalisasikan dalam pembelajaran sejarah yaitu meliputi: kearifan ekologi, penghargaan terhadap sejarah, budaya gotong royong, kearifan pendidikan, dan kearifan ekonomi. Guru telah menjadikan masyarakat dan lingkungan sekitarnya sebagai sumber pembelajaran, sehingga peserta didik dapat mencocokan apa yang diterima di dalam kelas dengan kenyataan yang ada di lingkungannya. Internalisasinya nampak dari perilaku dan kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai budaya Cikondang yang dihayati dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pewarisan nilai kearifan lokal sangat penting untuk menjadikan pembelajaran sejarah semakin bermakna sehingga peserta didik akan mengenal dan memahami nilai-nilai luhur yang terdapat dalam kebudayaannya. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa sekolah memiliki potensi yang besar sebagai wahana bagi pewarisan nilai-nilai budaya yang teruji oleh zaman. Kata Kunci : Pewarisan Nilai Budaya, Masyarakat Adat, Pembelajaran Sejarah carut-marut dan sangat memprihatinkan di
1. PENDAHULUAN Fenomena sosial yang terjadi pada kaum muda
Indonesia
sendi-sendi
kehidupan.
Penyebabnya terdiri atas banyak faktor yang
tergerusnya jati diri nasional dan tergantikan
jalin-menjalin melalui proses yang panjang.
dengan jati diri baru bentukan dari globalisasi.
Lebih tegasnya, semua yang ada sekarang
Akibat dari pergeseran nilai tersebut berbagai
bukan sesuatu yang tiba-tiba muncul begitu
permasalahan
seperti
saja,
saling
sejarahnya. Salah satu di antara banyak sebab
sosial sikap
kepada
semua
bentuk
melunturnya
lebih
hampir
muncul,
sopan
santun,
dan
sesuatu
penulis
tentunya
kemukakan,
ada
menghargai, saling tolong menolong dan
yang
sebagainya. Jika permasalahan ini dibiarkan,
kurangnya kita bercermin dari peristiwa-
maka akan berakibat melemahnya bangsa ini.
peristiwa sejarah. Akar masalahnya dapat
Umumnya orang sependapat bahwa situasi dan
dicari pada cara pengajaran sejarah di sekolah-
kondisi kehidupan bangsa Indonesia sedang
sekolah selama ini yang tidak komprehensif,
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
ingin
segala
adalah
sehingga membuat banyak di antara kita
suku bangsa tersebut, salah satunya yang
kurang memiliki kesadaran sejarah, dalam arti
dikenal dengan sebutan komunitas adat.
minimnya pemahaman akan asal-usul atas
Komunitas
adat
merupakan
suatu
segala sesuatu yang menimpa kita, serta
kesatuan lokal yang menempati suatu wilayah
kurangnya kesediaan memetik nilai yang
tertentu dan berinteraksi secara terus-menerus
terkandung di dalamnya. Pada gilirannya kita
sesuai sistem adat istiadat tertentu pula. Dari
menjadi masyarakat yang kurang mampu
definisi tersebut kita dapat melihat bahwa
mengelola
potensi-
komunitas adat merupakan sekelompok orang
potensi konflik yang mungkin timbul, terkait
dengan pranata-pranata sosial yang berdiri
dengan kebhinekaan kita sebagai bangsa.
sendiri sesuai dengan nilai-nilai yang mereka
kebersamaan
berikut
Hubungan sejarah dan pendidikan akan tampak
jika
dikaitkan
dengan
anut. Komunitas adat lebih memilih untuk
proses
hidup dengan cara nenek moyang mereka
pewarisan nilai, yakni nilai-nilai luhur yang
dibandingkan terhegemoni oleh kebudayaan
dikembangkan oleh generasi terdahulu yang
mayoritas. Perbedaan inilah yang menjadikan
perlu diwariskan pada generasi masa kini.
komunitas adat sebagai kaum minoritas yang
Berbicara nilai-nilai yang dikembangkan oleh
dianggap
generasi terdahulu sama artinya dengan bicara
kebanyakan yang bertindak sebagai mayoritas.
tentang makna dari sejarah. Proses pewarisan
Karena
nilai ini tentunya penting untuk membangun
menyebutkan
kepribadian, serta untuk mempersiapkan diri
merupakan para penjaga warisan budaya.
dalam menghadapi tantangan pada masa kini dan masa yang akan datang.
“berbeda”
itu
tidak
dengan
berlebihan
bahwa
masyarakat
jika
komunitas
saya adat
Menurut pendapat saya, persepsi yang ada di masyarakat umum pada saat ini lebih
Warisan budaya dan kearifan lokal, dalam
melihat komunitas adat sebagai obyek wisata
hal ini budaya, menjadi bagian penting dalam
yang menarik karena “berbeda”. Mereka
menumbuhkan dan membangun jati diri.
melihat komunitas adat bukan sebagai suatu
Budaya turut memberikan kontribusi yang
masyarakat yang memiliki derajat yang sama
besar dalam membentuk karakter bangsa yang
dengan masyarakat kota umumnya, tetapi
selama ini tergerus oleh pengaruh luar. Dari
lebih melihat kelompok orang yang berada
sudut pandang tersebut bangsa Indonesia
dalam kategori “primitif”. Masyarakat pada
sesungguhnya memiliki potensi sumber daya
umumnya
atau keunggulan kompetitif karena dikaruniai
dimiliki oleh berbagai komunitas adat di
keanekaragaman budaya. Kondisi tersebut
Indonesia bahkan lebih banyak kelompok
diperkaya lagi dengan keberadaan sejumlah
yang tidak mengetahui apa itu komunitas adat.
komunitas yang terdapat dalam kelompok Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
tidak melihat nilai-nilai
yang
Selain itu, komunitas adat lebih sering
khususnya sering kali salah paham dengan
dikaitkan dengan kegiatan yang berbau mistik
keberadaan komunitas adat, maupun ajaran-
oleh masyarakat. Karena keilmuan yang
ajaran mereka. Sehingga tidak jarang mereka
mereka miliki lebih berbentuk lisan atau
melihat komunitas adat sebagai sekumpulan
pamali yang diturunkan secara generasi ke
orang dengan kepercayaan tertentu dan lebih
generasi tanpa mengerti alasan di balik itu
berbau-bau mistik. Padahal jika kita mau
semua. Contoh kongkrit bisa kita lihat
mengenal mereka dengan lebih baik, maka
banyaknya komunitas adat yang memiliki
kita akan melihat bahwa pada dasarnya
hutan-hutan larangan. Dalam pengetahuan
komunitas adat tidaklah berbeda dengan
mereka, hutan larangan merupakan sesuatu
kelompok
yang dikeramatkan sehingga mendapatkan
menjalankan
apa
penjagaan dan ritual-ritual khusus dalam
berdasarkan
ajaran
pengelolaannya. Mungkin jika kita melihat
Bahkan terkadang komunitas adat dapat lebih
dalam persepsi mayarakat awam, hal itu tidak
bijak
beralasan dan tidak rasional. Tetapi jika kita
masyarakat mayoritas. Karena itu perlu adanya
melihat fungsi hutan sebagai salah satu
sebuah program pengedukasian masyarakat
ekosistem penunjang kehidupan manusia,
tentang keberadaan komunitas adat, bukan
maka justru komunitas adat lebih memiliki
hanya sekedar untuk menyadari eksistensi
kesadaran dalam menjaga lingkungan, karena
mereka, tetapi juga agar dapat lebih mengenal
mereka menjadikan diri mereka sebagai
akar budaya kita sendiri, sehingga komunitas-
bagian dari alam, bukan di atas alam itu
komunitas adat tidak lagi menjadi kaum yang
sendiri. Tak jarang terdapat sebuah persepsi
termarjinalkan karena perbedaan yang mereka
bahwa komunitas adat lebih terbelakang
miliki dengan masyarakat pada umumnya.
karena tidak rasional dibandingkan masyarakat
Untuk itu, dalam mengatasi berbagai gejala
kota, tetapi melihat kasus tersebut, terbersit
seperti di atas, sebenarnya dapat dipahami
sebuah pertanyaan dibenak saya, mana yang
bersama dengan pendekatan budaya, yaitu
lebih terbelakang sebenarnya?.
pendekatan dengan mempergunakan kearifan
Dalam antropologi sering dikenal istilah yang disebut dengan relativitas kebudayaan.
dalam
mayoritas. yang
Mereka
hanya
mereka
percayai
nilai-nilai
beberapa
hal
tradisional.
dibandingkan
lokal. Hasan
(1999)
dalam
Sejarah
untuk
tulisannya
Dimana setiap kebudayaan memiliki nilai
“Pendidikan
yang berbeda-beda sehingga tidak dapat
Manusia Baru Indonesia” membuat perspektif
dibandingkan antara kebudayaan yang satu
baru dengan berpijak kepada pengalaman
dengan kebudayaan yang lainnya. Masyarakat
masa lalu untuk memahami apa yang terjadi
pada
pada masa sekarang. Secara tradisional tujuan
umumnya
dan
kaum
muda
pada
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
Membangun
pendidikan selalu dikaitkan atas pandangan
memiliki budaya gotong royong, musyawarah,
“transmission of culture” (Hasan, 1997:13).
kerukunan, dan juga memiliki beragam budaya
Pandangan tersebut sebenarnya menghendaki
dalam bentuk kesenian tradisional. Nilai-nilai
pendidikan sejarah sebagai pengetahuan yang
tersebut sangat bermakna bagi generasi muda
diharapkan menjadi wahana pendidikan untuk
dalam mengarungi hidup di era globalisasi
mencapai “the glorious past” dalam arti agar
dengan beragam pengaruh baik positif maupun
generasi muda dapat menghargai hasil karya
negatif. Oleh karena itu diperlukan pewarisan
agung di masa lampau terutama untuk
nilai-nilai
memupuk rasa bangga (dignity) sebagai
masyarakat adat melalui pembelajaran sejarah
bangsa.
sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran
budaya
dan
kearifan
lokal
Peserta didik sebagai generasi penerus
peserta didik akan nilai sejarah dan budayanya
yang hidup dalam kurun sejarah lain dengan
yang pada gilirannya akan mengantarkan
masalah-masalah yang berbeda tentu tidak
dirinya menjadi manusia yang arif dan
begitu saja akan menerima warisan itu.
bijaksana memiliki kesadaran sejarah dan
Mereka akan melakukan pemilihan dan atau
kesadaran budaya sejak dini..
pengolahan
kembali
nilai-nilai
yang
diwariskan dan mengambil yang menurutnya paling cocok serta sesuai dengan kepentingan keselamatan
dan
kesejahteraan
2. METODE PENELITIAN Penelitian terhadap masalah pewarisan
generasi
nilai-nilai budaya masyarakat adat Cikondang
berikut (Saini, 2004: 27-28). Seleksi tersebut
dalam pembelajaran sejarah ini menggunakan
akan terjadi dengan baik melalui pembelajaran
pendekatan etnopedagogi, dengan ancangan
dengan menggunakan sumber belajar yang
kualitatif didasari oleh masalah yang diteliti
bermakna.
bersifat
Keberadaan kampung adat Cikondang
etnografi
yang
membutuhkan
observasi dan wawancara untuk mengungkap
sebagai model dari masyarakat Sunda, artinya
kebermaknaan secara interpretatif
keberadaanya
mengungkap jawaban sebagai pemecahan
cukup
representatif
guna
mewakili tata kehidupan orang Sunda masa silam. Sebagai kesatuan hidup manusia,
serta
masalah penelitian. Penggunaan
metode
etnografi
pada
masyarakat adat Cikondang memiliki nilai
penelitian ini karena fokus penelitian yang
sosial-budaya
dilakukan
dikembangkan
yang
dapat
dalam
dikaji
untuk
adalah
mendeskripsikan
dan
pembelajaran.
memberi eksplanasi secara detail fenomena
Masyarakat adat yang kental dengan budaya
budaya yang terjadi di tengah masyarakat
kesetiakawanan
Sunda
sosial
dalam
melakukan
aktivitas hidupnya, peduli terhadap alam,
dalam
hal
ini
masyarakat
adat
Cikondang dan selanjutnya direkonstruksi
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
berdasarkan
partisipasi
secara
alamiah.
(Sumaatmadja, 1984:15) menyatakan a value
Fenomena budaya tersebut berkenaan dengan
can be, if it is held to be more than amore
pengetahuan, nilai, keyakinan, norma, tradisi
verbal formulation.
atau kebiasaan, simbol, bahasa dan praktek kehidupan
sehari-hari,
pewarisannya Cikondang.
di
serta
tengah
Berdasarkan
Menurut Wiriaatmadja (2002) dalam
proses
tulisannya yang berjudul Pendidikan Sejarah
masyarakat
di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan
tersebut
Global menjelaskan bahwa dalam rangka
diharapkan akan diperoleh gambaran nilai
pengembangan pengajaran sejarah agar lebih
kearifan lokal masyarakat adat Cikondang
fungsional dan terintegrasi dengan berbagai
yang dapat diwariskan kepada generasi muda
bidang keilmuan lainnya, maka terdapat
melalui
berbagai
masyarakat,
kajian
kegiatan
termasuk
di
tengah
berbagai bidang yang seyogianya mendapat
melalui
proses
perhatian, yaitu: pertama, materi pelajaran
pendidikan di sekolah yang mencakup proses
sejarah
harus
pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler,
kecakapan sosial berupa integritas dan jati diri
terutama melalui proses pengintegrasian dalam
siswa, sehingga terbentuk karakter peserta
pembelajaran sejarah.
didik yang memiliki sikap nation hood, kebersamaan
Tujuan
Pendidikan
Nilai
dalam
mampu
dalam
mengembangkan
perbedaan,
toleransi,
empati, dan sikap-sikap positif lain yang berharga baik bagi didinya, masyarakatnya,
Pembelajaran Sejarah Pengembangan pendidikan nilai yang
maupun bangsanya.
terintegrasi dengan pendidikan sejarah tidak
Kedua, untuk menjawab tantangan masa
terlepas dari humaniora yang memiliki arti
depan, kreativitas dan daya inovatif diperlukan
penting bagi peningkatan kualitas pendidikan.
agar bangsa Indonesia bukan sekedar manjadi
Oleh karena itu pendidikan sejarah harus
konsumen IPTEK, konsumen budaya, maupun
memberikan
kepada
penerima nilai-nilai dari luar secara pasif,
sikap.
melainkan memiliki keunggulan komparatif
yang
dapat
dalam hal penguasaan IPTEK. Peserta didik
kritis
sehingga
perlu diberi kesempatan untuk belajar dengan
menjadikan siswa menjadi manusia cerdas.
daya intelektualnya sendiri, melalui proses
Triggs, Reichardt dan Raliis dalam (Hasan,
rangsangan-rangsangan
1995:247) dari subyek penelitian ini akan
pertanyaan-pertanyaan
melahirkan suatu nilai atau tidak bernilai. Dan
sehingga peserta didik dapat melihat suatu hal
nilai sesungguhnya hanya dapat lahir kalau
dari berbagai sudut pandang dan dapat
perhatiannya
pengembangan
nilai,
Pendidikan
sejarah
mengembangkan
moral,
berpikir
dan
diwujudkan dalam praktik tindakan. Kuhn Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
baik yang berupa maupun
penugasan,
menemukan berbagai alternatif pemecahan
mereka untuk berprakarsa secara dinamis dan
masalah yang dihadapi.
kreatif.
Ketiga,
peserta
dapat
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka
mengembangkan daya kreativitasnya apabila
pembelajaran sejarah dapat dikatakan sebagai
proses belajar mengajar dilaksanakan secara
suatu proses kegiatan untuk mendorong dan
terencana
merangsang
subyek
membangkitkan upaya untuk kompetitif. Oleh
mendapatkan
pengetahuan
karena itu, proses belajar mengajar yang
mengahayati
memberi peluang kepada peserta didik untuk
kesejarahan, sehingga membawa perubahan
menyelesaikan tugas secara kompetitif perlu
tingkah laku dan menumbuhkan kesadaran
disosialisasikan, kemudian juga perlu adanya
akan nilai-nilai dalam ilmu sejarah. Kesadaran
penghargaan yang layak kepada mereka yang
adalah suatu orientasi intelektual, suatu sikap
berprestasi. Hal ini akan berdampak positif
jiwa untuk memahami keberadaan dirinya
terhadap terbentuknya rasa percaya diri pada
sebagai manusia, anggota masyarakat, sebagai
peserta didik. Pada gilirannya, pengalaman ini
makhluk sosial, termasuk sadar sebagai bangsa
selanjutnya
dan sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan
untuk
dapat
didik
akan
meningkatkan
menjaga
dan
proses
pembentukan kemandirian.
belajar
nilai-nilai
untuk
sejarah
kemanusiaan
dan dan
(Sardiman, 1994:2).
Keempat, dalam proses pengembangan
Dalam berbagai tulisan Soedjatmoko
kematangan intelektualnya, peserta didik perlu
mengingatkan kita betapa pentingnya sebagai
dipacu kemampuan berfikirnya secara logis
bangsa memiliki kesadaran sejarah. Kesadaran
dan sistematis. Dalam proses belajar mengajar,
sejarah diartikan sebagai suatu refleksi tentang
pengajar harus memberi arahan yang jelas agar
kompkleksitas
peserta
ditimbulkan
didik
dapat
memecahkan
suatu
persoalan secara logis dan ilmiah. Kelima,
peserta
oleh
interaksi
yang
dialektis
masyarakat yang ingin melemparkan diri dari diberi
gangguan realitas yang ada. Dengan kesadaran
internalisasi dan keteladanan, dimana mereka
sejarah, manusia berusaha menghargai upaya
dapat berperan aktif dalam kegiatan belajar
mengungkapkan terhadap kejadian-kejadian
mengajar. Fenomena ini dalam hal-hal tertentu
yang melingkupinya dan menghargai keunikan
dapat
loyalitas,
masing-masing keadaan. Kesadaran sejarah
toleransi, dan kemampuan adaptabilitas yang
juga membantu manusia untuk waspada
tinggi. Dalam hal pendekatan ini perlu
terhadap pemikiran yang telalu sederhana,
diselaraskan dengan kegiatan proses belajar
analogi yang terlalu dangkal serta penerimaan
mengajar yang memberi peluang kepada
pola-pola
membentuk
didik
perubahan-perubahan
harus
semangat
hukum
yang
terlalu
mudah,
mengarahkan jalannya sejarah ataupun berada Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
dalam
diterminisme
sejarah.
dirinya
kesadaran
sejarah
masyarakat. Dari rumusan tujuan tersebut
seharusnya sebagai bangsa harus mampu
dapat dirinci bahwa tujuan pembelajaran
mengambil makna atau pesan moral pada
sejarah adalah untuk mengembangkan potensi
setiap peristiwa, jika tidak maka dalam
siswa agar:
konteks ini akan mewujudkan bahwa ketidak
1. Memiliki
Untuk
cengkraman mewujudkan
sendiri
maupun
kesadaran
yang
dan
menimpa
kepedulian
arifan dalam pemanfaatan kekayaan alam dan
terhadap masyarakat atau lingkungannya,
budi akal manusia itu pada akhirnya akan
melalui pemahaman terhadap nilai-nilai
menghancurkan eksistensi kemanusiaan dan
sejarah dan kebudayaan masyarakat.
peradabannya sendiri (Soedjatmoko, 1995).
2. Mengetahui dan memahami konsep dasar
Pengajaran nilai dalam ilmu sejarah
dan mampu menggunakan metode yang
melalui proses pemberian nilai (internalisasi
diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang
nilai)
kemudian
dengan
melalui
tahapan
yaitu
penerimaan nilai, penganggapan atas nilai,
dapat
digunakan
untuk
memecahkan masalah-masalah sosial.
penilaian atas nilai, penghargaan atas nilai,
3. Mampu menggunakan model-model dan
pengorganisasian nilai-nilai dan pemeluk nilai
proses berpikir serta membuat keputusan
(karakteristik nilai). Namun perlu diingat
untuk menyelasaikan isu dan masalah yang
mengajarkan nilai hanya akan berhasil jika di
berkembang di masyarakat.
pihak peserta didik ada disposisi batin yang
4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan
benar, yang antara lain adalah sikap terbuka
masalah-masalah
dan
membuat analisis yang kritis, selanjutnya
percaya,
jujur,
rendah
hati,
sosial,
serta
mampu
bertanggungjawab, berniat baik, setia, dan taat
mampu mengambil tindakan yang tepat.
melaksanakan nilai-nilai disertai budi yang
5. Mampu mengembangkan berbagai potensi
ceria. Nilai-nilai itu tidak dapat dipaksakan
sehingga mampu membangun diri sendiri
dari luar melainkan masuk ke hati kita secara
agar survive yang kemudian bertanggung
lembut ketika hati secara bebas membuka diri
jawab membangun masyarakat.
(Atmadi, 2000:38). Tujuan
pembelajaran
Pada kesempatan ini sejarah
fokus penelitian
adalah
diarahkan pada tujuan yang tertulis di nomor
untuk mengembangkan siswa agar peka
satu yaitu untuk mengembangkan potensi
terhadap masalah sosial yang terjadi di
siswa agar memiliki kesadaran dan kepedulian
masyarakat, memiliki sikap mental positif
terhadap masyarakat atau lingkungannya,
terhadap perbaikan segala ketimpangan yang
melalui
terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah
sejarah dan kebudayaan masyarakat.
yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
pemahaman
terhadap
nilai-nilai
Menurut Bloom dalam (Lubis, 2011:20)
warga negara. Pengajaran sejarah nasional
proses pembentukan dan pengembangan nilai-
Indonesia disekolah memiliki kompetensi
nilai pada anak didik itu ada lima tahap. a)
untuk membimbing peserta didik ke arah
Receiving (menyimak dan menerima). Dalam
kesadaran sejarah, kesadaran kebangsaan, dan
hal ini anak menerima secara aktif, artinya
pembentukan karakter atau jati diri, apabila di
anak telah memilih untuk kemudian menerima
dalam pengajarannya berlangsung pewarisan
nilai. Jadi pada tahap ini anak baru menerima
(transfer) yang disambut dengan peralihan
saja. b) Responding (menanggapi). Pada tahap
nilai-nilai berbangsa, bertanah air, persatuan
ini anak sudah mulai bersedia menerima dan
dan kesatuan, serta integritas dan kepribadian
menanggapi secara aktif. Dalam hal ini ada
Indonesia (Wiriaatmadja, 2002).
tiga tahapan sendiri, yakni manut (menurut), bersedia
menanggapi,
dalam
tujuan pendidikan nilai dalam pembelajaran
menanggapi. c) Valuing (memberi nilai), pada
sejarah yaitu untuk memberikan pemahaman
tahap
mampu
kepada siswa tentang nilai-nilai luhur yang
membangun persepsi dan kepercayaan terkait
dimiliki bangsa Indonesia sebagai jati diri
dengan nilai yang diterima. Pada tahap ini ada
bangsa, untuk mempersiapkan siswa untuk
tiga tingkatan yakni: percaya terhadap nilai
hidup
yang diterima, merasa terikat dengan nilai
mengarahkan siswa agar dapat berpikir kritis,
dipercayai, dan memiliki keterkaitan batin
kreatif, inovatif, memiliki kecakapan sosial
dengan nilai yang diterima. d) Organization,
serta
dimana anak mulai mengatur sistem nilai yang
patriotisme.
ini
anak
dan
sudah
puas
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa
mulai
dalam
lingkungan
memiliki
rasa
masyarakat,
nasionalisme
dan
ia terima untuk ditata dalam dirinya dalam konteks perilaku. e) Characterization, atau
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
karakterisasi nilai yang ditandai dengan
Masyarakat Kampung Cikondang adalah
ketidakpuasan seseorang untuk mengorganisir
sekelompok masyarakat yang hidup teratur,
sistem nilai yang diyakininya dalam hidupnya
tinggal di suatu wilayah yaitu Kampung
yang serba mapan, ajeg, dan konsisten.
Cikondang,
Hasan (2012:3) mengemukakan bahwa
Desa
Lamajang,
Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung. Memiliki
tujuan pendidikan sejarah dimaknai sebagai
pemimpin
upaya untuk mentransfer kemegahan bangsa
mengetahui seluk beluk adat istiadat Kampung
dimasa lampau kepada generasi muda, wahana
Cikondang yang disebut dengan Juru Kunci
bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa
(Kuncen)
dan sebagai pendidikan tentang cara berpikir
kekayaan yang berwujud maupun kekayaan
keilmuan siswa sebagai individu dan sebagai
yang tidak berwujud seperti adat istiadat dan
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
atau
serta
orang
memiliki
yang
dianggap
kekayaan
baik
budaya yang ada pada masyarakat Kampung
kampung tersebut. Meskipun namanya tak
Cikondang. Berdasarkan terminologi istilah,
begitu terkenal jika dibandingkan Kampung
“masyarakat adat” berdasarkan hasil kongres
Baduy dan Kampung Naga, tetapi kearifan
Masyarakat
lokal
Adat
Nusantara
yang
yang
dimiliki
masyarakat
adat
diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 15-22
Cikondang sebagai bagian dari kearifan Sunda
Maret
patut diangkat dan menjadi teladan.
1999.
Hasil
kongres
tersebut
menyatakan: Masyarakat
Sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagai
Adimihardja
(2008:77)
kelompok masyarakat yang memiliki
pengelolaan
sumberdaya
asal-usul leluhur (secara turun temurun)
seyogianya
di
serta
menghargai
sistem
pengetahuan
memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi,
terkandung
dalam
nilai-nilai
politik, budaya, sosial, dan wilayah
masyarakat, walaupun tidak semua unsur-
sendiri (Syafa’at, et.al. 2008:28).
unsur yang terdapat dalam budaya lokal itu
Sejalan dengan landasan moral ngaji diri
harus
wilayah
adat
dimaksud
geografis
tertentu,
bahwa
strategi
manusia
mempertimbangkan
diakomodasikan
itu dan yang
budaya
dalam
model
untuk mencapai kondisi yang seimbang antara
pengelolaan tersebut. Komunitas adat sebagai
manusia sebagai pribadi, hubungan manusia
lapisan grass roots dengan dukungan sistem
dengan manusia, hubungan manusia dengan
pengetahuan
alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan.
bersumber
Maka di kalangan waga Cikondang terdapat
terbukti cukup kental dan lentur dalam
beberapa pedoman hidup. Pedoman hidup
menghadapi berbagai tantangan, mereka tetap
tersebut
warga
survival dengan sangat mengagumkan melalui
Cikondang untuk mencapai perasaan tenteram
proses adaptasi yang terus menerus selama
dalam hidup keseharian. Dengan demikian,
berabad-abad
mereka terluput dari hukuman nenek moyang
mereka hidup.
berfungsi
membimbing
karena pelanggaran atas tabu.
yang dari
mereka
nilai-nilai
dengan
miliki
yang
budaya
yang
lingkungan
dimana
Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di
Keberadaan Kampung Cikondang yang
Kampung Cikondang tertuang dalam nilai-
masyarakatnya masih memegang apa-apa yang
nilai adat (material dan non material), di
diwariskan dari para leluhurnya namun dibalik
antaranya: nilai sosial-budaya, nilai historis,
itu, mereka berpandangan kudu saluyu jeung
nilai religi dan kepercayaan, nilai ekonomis,
zaman. Maka di tengah-tengah modernisasi
nilai
dan globalisasi yang juga turut dirasakan oleh
lingkungan. Bagi masyarakat Cikondang nilai
masyarakat Cikondang mewarnai kekhasan
tersebut merupakan tatanan, tuntunan, dan
dan jadi ciri tersendiri bagi keberadaan
tontonan.
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
adaptif
dan
prefentif
terhadap
Tatanan artinya nilai-nilai yang dijaga para leluhur Cikondang dalam penataan
kepentingannya
saja
tetapi
juga
untuk
kepentingan masyarakat yang lebih luas.
ingkungan, baik lingkungan fisik dan sosial
Pengetahuan masyarakat lokal memiliki
atau dalam konsep penataan wilayah, wayah
keunggulan yang telah teruji ketangguhannya
(waktu), dan lampah
secara
yang
tujuannya
(perbuatan/tindakan) lingkungan
sehingga
dipelihara
dan
yang
dipertahankan oleh komunitasnya. Unsur-
merupakan amanat tetap lestari sehingga dapat
unsur budaya dalam kebudayaan daerah yang
dirasakan oleh anak cucunya dan bermanfaat
telah teruji kemampuannya untuk bertahan
bagi masyarakat yang lebih luas. Kelestarian
sampai
lingkungan sudah dirasakan bagi generasi
(Mundarjitno,
sekarang, nilai tersebut merupakan tuntunan,
knowledge
artinya pedoman berupa hukum-hukum adat
pengetahuan dan kemampuan masyarakat
dan kebiasaan yang bukan sekedar untuk terus
dalam
dijalankan oleh masyarakat Cikondang pada
memiliki kebenaran sehingga dipertahakan
generasi sekarang tetapi untuk ditafakuri dan
dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
dipelajari
agar
lokal,
adalah
1986:39-45) dan
mengatasi
local
local
Indigenous
genius
tantangan
genius
adalah
hidup
dan
Sesungguhnya kearifan lokal memiliki
Kemudian
nilai-nilai universal yang tercermin dalam
maksud dari tontonan yaitu berkaitan dengan
kepribadian dan kemampuan berfikir global
pariwisata,
sekarang Kampung
(think globally), bertindak lokal (act locally),
Cikondang menjadi terkenal, mulai banyak
dan memiliki komitmen nasional (commit
yang
nasionally), sehinga membentuk identitas
bagi
lingkungan
kehidupannya.
di
datang
falsafahnya
kini
serta
manfaat
maknanya,
masa
mana
untuk
dan
melihat
adat
fenomena
istiadatnya
yang
kemudian mempelajarinya. Nilai-nilai
tersebut
budaya (Sukadi, 2006: 147; Ayatrohaedi, 1986: 18).
diimplementasikan
Pada masa globalisasi, proses difusi
oleh masyarakat Cikondang dalam kehidupan
inovasi tidak lagi terkendala ruang dan waktu
sehari-hari
dalam
melainkan terseleksi oleh nilai dan norma
beragam kegiatan upacara adat dan kebiasaan
yang dianut masyarakat. Identitas budaya
adat yang masih dilestarikan. Masyarakat
(cultural identity) merupakan karakteristik
Cikondang
bahwa
masyarakat yang menunjukkan jati dirinya
kebiasaan dan upacara-upacara adat yang
dengan nilai-nilai kearifan lokal. Unsur-unsur
berkenaan dengan lingkungan bukan sekedar
inovasi tidak diterima secara utuh, melainkan
aturan adat yang pamali jika tidak dilaksankan
diterima melalui suatu proses seleksi sesuai
namun hal tersebut sangat berkenaan dengan
dengan
kelestarian lingkungannya, yang bukan untuk
kebenaran normatif masyarakat setempat.
dan
diaktualisasikan
memiliki
kesadaran
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
kemampuan,
kepribadian,
dan
Sebenarnya
masyarakat
Kampung
Cikondang memiliki kemampuan beradaptasi, berinteraksi, dan menjalin hubungan yang harmonis
dengan
juga dipengaruhi oleh keadaan alam tersebut. Dalam konteks pembelajaran, kearifan
baik
ekologi masyarakat Cikondang merupakan
lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
sumber belajar sejarah tentunya penting di
Kearifan lokal pada masyarakat Kampung
tengah lingkungan yang semakin mengalami
Cikondang merupakan eksistensi keberdayaan
kemunduran. Menjadikan nilai ini sebagai
dalam mendayagunakan potensi alam berbasis
sumber belajar merupakan salah satu usaha
nilai-nilai
lokal
melembagakan kembali kearifan lokal yang
terefleksikan dalam wujud perilaku pada
sangat peduli terhadap lingkungan. Hal ini
berbagai
bidang
kehidupan,
dalam
sejalan dengan pendapat Susilo (2008:161)
tatanan
hidup
bermasyarakat
maupun
bahwa penting untuk melembagakan kembali
berinteraksi dengan lingkungan alam. Bagi
(reinstitusionalisasi) kearifan-kearifan lokal
masyarakat Kampung Cikondang, kearifan
tradisional, karena ia membantu penyelamatan
lokal
lingkungan.
sosial
berfungsi
lingkungannya,
berkembang dalam masyarakat Cikondang
budaya.
sebagai
Kearifan
baik
pedoman
dan
pengontrol perilaku hingga memiliki jaminan
berkelanjutan
daya
merupakan
hidup
lingkungan
yang alam
berkelanjutan yang
lestarikan
dalam dan
lingkungan sosial yang harmonis. Sesuai dengan hasil penelitian terdapat beragam nilai-nilai yang dapat dijadikan
Prinsip
keseimbangan
dan
dalam
mengolah
alam
nilai
penting
yang
harus
diwariskan kepada peserta didik. Nilai tersebut lahir dari alam pikiran manusia sebagai anggota masyarakat sebagai pedoman dalam melangsungkan aktivitas sehari-hari.
sumber belajar pembelajaran sejarah bagi
Merujuk pada tulisan Supriatna (2012)
peserta didik. Pertama, Kearifan Ekologi,
mengenai “ecopedagogy dan green curriculum
budaya yang berkembang dalam masyarakat
dalam pembelajaran sejarah” bahwa, untuk
Cikondang sangat dipengaruhi oleh keadaan
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan
alam yang dihuni oleh masyarakat sebagai
(sustainable
penghasil kebudayaan. Hal ini sejalan dengan
mengembangkan proses pembelajaran sejarah
teori ekologi budaya menurut Steward (dalam
yang melatih para siswa dengan hardskills
Susilo, 2009:47) bahwa lingkungan dan
artinya,
budaya tidak dapat dilihat secara terpisah,
pengetahuan kritis tentang sejarah umat
tetapi merupakan campuran (mixed product)
manusia
yang berproses lewat dialektika. Dengan
lingkungan sosial dan alam serta masalah yang
demikian, budaya mencintai lingkungan yang
ditimbulkanya.
development)
berhubungan
dalam
mengembangkan Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
tentunya
dengan
berhubungan
Selanjutnya softskills
perlu
aspek
dengan
perlu artinya,
berhubungan dengan sifat-sifat seperti ulet,
sekaligus sebagai simbol keberlangsungan
kreatif, inovatif, profesional, percaya diri, dan
perkembangan kebudayaan masyarakat yang
santun
bersangkutan.
berhubungan
dengan
kecerdasan
ekologis berupa hemat menggunakan produk
Kedua, Penghargaan terhadap Sejarah.
berbasis sumber daya alam, memiliki sifat dan
Berkaitan dengan hal tersebut terdapat sebuah
sikap
kutipan yang menunjang akan penghargaan
hidup
selaras
dengan
alam,
menggunakan keterampilan untuk menjaga
terhadap sejarah yaitu berikut ini:
kelestarian alam, serta mengaplikasikan sifat
Hana nguni hana mangke, tan hana
bijak yang diambil dari sejarah untuk hidup
nguni tan hana mangke, aya ma baheula
selaras dengan alam.
aya nu ayeuna, hana tunggak hana
Dalam sistem budaya yang berkembang dalam
masyarakat
Cikondang
tentunya
watang, tan hana tunggak tan hana watang, hana ma tunggulna aya tu
mengandung nilai-nilai yang bermanfaat untuk
catangna,
kehidupan. Meskipun dalam beberapa hal ada
demakan, tan hana guna tan hana ring
yang berbau mistis tetapi bila dikaji secara
demakan (Naskah Amanat Galunggung
logis dan kritis, di dalamnya terkandung
dalam Danasasmita, 1987:123) dikutip
makna
kembali dalam (Hermawan, 2008:209).
dan
nilai
yang
penting
dalam
(hana
guna)
hana
ring
membangun hubungan yang harmonis antar
(Ada dahulu ada sekarang, tidak ada
manusia dan antara manusia dengan alam.
dahulu tidak ada sekarang; ada masa lalu
Keberadaan tabu ini memiliki nilai tersendiri
ada masa kini, bila tidak ada masa lalu
bagi peserta didik yang dapat memperlihatkan
tidak akan ada masa kini; ada pokok kayu
bahwa masyarakat sesederhana apapun tetap
ada batang, tidak ada pokok kayu tidak
memiliki
akan ada batang; bila ada tunggulnya
sistem
kecerdasan
dalam
menghadapi hidup.
tentu ada batangnya; ada jasa ada
Berkaitan dengan pentingnya menjaga kelestarian
hutan
nampak
dari
sebuah
ungkapan hidup masyarakat Cikondang yang selalu
disosialisasikan
dari
generasi
anugerah, tidak ada jasa tidak akan ada anugerah) Berkaitan dengan pentingnya kearifan
ke
sejarah untuk diwariskan kepada generasi
generasi yaitu “Leuweung Ruksak, Cai Beak,
muda, Jacob Sumardjo (Hermawan, 2008:212)
Manusa Balangsak” (Hutan rusak, air habis,
mengungkapkan
manusia sengsara). Kelestarian hutan yang
nasional dan global penting untuk diajarkan
bernama Leuweung Larangan bagi masyarakat
kepada anak-anak sekarang, kesalahan kita
adat adalah urat nadi yang dapat menjamin
adalah melupakan masa lalu. Anak-anak tidak
keberlangsungan kehidupan masyarakatnya
dikenalkan
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
bahwa,
kepada
sejarah
sejarahnya,
lokal,
sehingga
mereka tidak mengenal siapa pahlawannya,
falsafah pendidikan Sunda tercermin dalam
tidak mengenal daerahnya yang pada akhirnya
tiga kata sederhana, yaitu : cageur (sehat),
mereka menjadi tidak bangga akan diri sendiri
bageur (baik) dan pinter (cerdas). Dari urutan
karena menganggap tidak ada yang perlu
ketiga kata tersebut pinter berada pada posisi
dibanggakan
Guna
terakhir setelah cageur dan bageur. Maksud
menumbuhkan kebanggaan diri pada peserta
dari falsafah pendidikan Sunda tersebut, orang
didik
mengenal
pinter itu tidak sekedar pinter namun dia juga
sejarahnya, mengenal daerahnya sehingga
harus cageur (sehat) dalam artian sehat
sejarah Sunda perlu diperkenalkan sedini
jasmani maupun rohani, serta dia juga harus
mungkin, karena kebanggaan tersebut dapat
bageur (baik) dalam artian bageur secara
menjadi modal bagi proses pembangunan.
jasmani maupun secara rohani. Jika orang
dari
maka
mereka
dirinya.
harus
Ketiga, Budaya Gotong Royong. Bagi
tersebut hanya cerdas namun dia tidak sehat
masyarakat Cikondang, gotong royong terbagi
dan baik, maka orang tersebut hanya akan bisa
menjadi dua jenis yaitu ‘gotong royong hakiki’
minteran orang lain karena yang ada di
dan ‘gotong royong biasa’. Perwujudan gotong
benaknya
royong hakiki adalah pada saat upacara Wuku
keuntungan
Taun, sedangkan untuk perwujudan gotong
ditimbulkannya pada orang lain tidak pernah
royong biasa adalah kegiatan kerja bakti di
menjadi bahan pertimbangannya.
lingkungan
RT
Cikondang
masih
dan
RW.
sangat
Masyarakat
bagaimana
sedangkan
memperoleh
dampak
yang
Kelima, Kearifan Ekonomi. Prinsip hidup
dengan
kumaha engke (bagaimana nanti) merupakan
berbagai hal kegiatan, baik yang bersifat
prinsip yang harus dihindari agar berhasil
umum maupun pribadi. Masyarakat memiliki
dalam hidup, karena pada dasarnya prinsip
rasa tanggung jawab yang besar untuk
hidup yang harus dijalani oleh setiap individu
melaksanakan kegiatan yang berhubungan
adalah engke kumaha (nanti bagaimana).
dengan
Penerapan prinsip hidup tersebut
kepentingan
kepentingan
individu
peduli
adalah
umum yang
ataupun sedang
kehidupan
sehari-hari
dilakukan
dalam oleh
menghadapi papait (ada yang meninggal atau
masyarakat adat Sunda pada umumnya dan
musibah)
(hajatan
khususnya dengan masyarakat Cikondang
pernikahan dan khitanan, atau syukuran
melalui pendirian lumbung padi, sehingga
lainnya). Tindakan tersebut termasuk ke dalam
ketika di tempat lain terjadi musim paceklik
gotong royong biasa.
panjang hingga menyebabkan kekurangan
maupun
mamanis
Keempat, Kearifan Pendidikan. Falsafah
pangan, mereka tidak pernah mengalami
pendidikan yang diwariskan oleh masyarakat
kekurangan pangan karena memiliki cadangan
Cikondang pada umumnya mengacu pada
yang tersimpan di lumbung.
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
Dalam masyarakat Cikondang, disamping
berlaku di masyarakat, serta berbagai
nilai kearifan ekologi, penghargaan terhadap
informasi tentang potensi sejarah tatar
sejarah, budaya gotong royong, kearifan
Sunda) sesuai dengan standar kompetensi
pendidikan, dan kearifan ekonomi masih
dan kompetensi dasar yang harus dicapai
banyak lagi nilai budaya yang dapat diangkat
peserta didik.
sebagai
sumber
pembelajaran
sejarah.
2.
Langkah kedua, hasil identifikasi tersebut
Setidaknya dalam masyarakat Cikondang telah
kemudian dipilih mana yang sesuai
memiliki
dengan topik pembelajaran disesuaikan
nilai
luhur
seperti
kepedulian
terhadap orang lain, empati, dan perilaku
dengan
prososial lainnya, serta ungkapan-ungkapan
kompetensi dasar yang berlaku.
tradisi Sunda, yang sebelumnya diuraikan oleh
3.
standar
kompetensi
dan
Langkah ketiga, setelah dipilih materi
penulis di atas, dalam bentuk tradisi lisan
mana yang tepat untuk tiap topik pada
yang syarat dengan makna dan berguna bagi
mata pelajaran sejarah, maka proses
kelangsungan hidup baik untuk masa sekarang
pembelajaran sejarah yang memuat nilai-
dan masa yang akan datang. Nilai-nilai itulah
nilai kearifan lokal Cikondang dapat
yang semestinya diwariskan kepada peserta
diaktuliasasikan oleh guru bersama siswa
didik melalui pendidikan, salah satunya dalam
di kelas setelah sebelumnya melakukan
pembelajaran
kunjungan ke Kampung Cikondang.
sejarah.
Demikian
halnya
dengan proses pembelajaran di Madrasah Aliyah
Al-Hijrah
khususnya
4.
dalam
Langkah
keempat,
penyampaian
setelah
materi,
selesai
guru
perlu
pembelajaran sejarah, di mana guru berupaya
melakukan refleksi atas materi pelajaran
mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal
yang telah disampaikan termasuk materi
Sunda khususnya budaya Cikondang yang
kearifan
dianggap masih relevan untuk diwariskan
diintegrasikan.
kepada peserta didik sebagai generasi penerus.
5.
Proses pengimplikasian materi kearifan
lokal
Cikondang
yang
Langkah kelima, pada tahap akhir ini dilakukan
evaluasi
untuk
mengukur
lokal Sunda (Cikondang) dalam pembelajaran
tingkat ketersampaian standar kompetensi
sejarah di sekolah, langkah-langkah yang
dan kompetensi dasar.
dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:
Pada
1.
Langkah
pertama,
guru
melakukan
saat
melakukan
aktualisasi
pewarisan nilai-nilai budaya adat Cikondang,
identifikasi bentuk-bentuk kearifan lokal
guru
Sunda dan khususnya Cikondang yang
penyampaian pesan secara verbal dan satu
berasal dari berbagai sumber (naskah,
arah kepada peserta didik. Bahkan ketika
prasasti, adat istiadat dan kebiasaan yang
pembelajaran menggunakan model out door
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
tidak
lagi
melakukan
proses
learning, aktivitas pembelajaran (kegiatan Guru
peserta didik) menjadi pusat dari kegiatan tersebut. Akhirnya, baik lingkungan fisik maupun sosial telah dijadikan laboratorium
Pembelajaran Sejarah
sejarah, karena dari lingkunganlah peserta didik dapat belajar sesuai dengan kenyataan. Namun secara keseluruhan variasi metode yang
digunakan
guru
sebetulnya
Kearifan Lokal Cikondang
masih
terbatas. Metode ceramah menjadi paling sering dipilih untuk menyampaikan pesan. Metode
yang
bervariasi
selain
akan
Peserta Didik
Bagan 4.1 Bagan. Proses pemanfaatan Kearifan lokal Cikondang dalam pembelajaran sejarah
menumbuhkan motivasi peserta didik juga memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami sebuah materi pelajaran. Berdasarkan
hasil
kajian
terhadap
Pewarisan nilai kearifan lokal kepada peserta didik merupakan sesuatu yang penting dilakukan
agar
mereka
mengenal
dan
kearifan lokal Cikondang, diketahui bahwa
memahami nilai-nilai luhur yang terdapat
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya perlu
dalam kebudayaannya. Pernyataan tersebut
disampaikan kepada generasi muda khususnya
sejalan dengan pendapat Alwasilah et al.
dalam penelitian ini yaitu yang sedang
(2009), berdasarkan analisis terhadap dimensi
menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah
budaya dan pendidikan, beliau memandang
Al-Hijrah, namun dalam pelaksanaanya perlu
etnopedagogi
dilakukan interpretasi terlebih dahulu akan
berbasis kearifan lokal dalam berbagai ranah
nilai-nilai
disampaikan
serta menekankan pengetahuan atau kearifan
melalui proses pembelajaran sejarah di kelas
lokal sebagai sumber inovasi dan keterampilan
karena pada dasarnya nilai-nilai tersebut harus
yang dapat diberdayakan demi kesejahteraan
relevan dengan nilai-nilai universal yang
masyarakat dimana kearifan lokal tersebut
berlaku saat ini pada masyarakat, bahkan nilai-
terkait
nilai tersebut mendukung orang Cikondang
dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola dan
memasuki pergaulan masyarakat global.
diwariskan dari satu generasi ke generasi
tersebut
sebelum
Berkaitan dengan hal tersebut, proses pembelajaran
sejarah
di
sekolah
digambarkan pada bagan berikut:
dapat
sebagai
dengan
praktik
bagaimana
pendidikan
pengetahuan
selanjutnya. Proses ini diperlukan agar peserta didik dapat lebih memahami kondisi lingkungan di mana dia tumbuh dan berkembang, karena pada dasarnya mereka tidak bisa melepaskan
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
diri dari lingkungan sekitar tempat mereka
dengan
tumbuh
keluarga
dan
berkembang.
Hal
ini
lembaga
pendidikan
dan
lain
masyarakat
yaitu
berfungsi
menunjukkan akan pentingnya pendidikan
melaksanakan pewarisan nilai budaya sesuai
yang mengangkat nilai kearifan lokal dalam
dengan tujuan pendidikan untuk membentuk
proses pembelajarannya, karena melalui upaya
manusia
ini
mengenal
belajar untuk mengembangkan pemaknaan
masyarakatnya
nilai dari suatu budaya perlu diawali dengan
sehingga pada diri mereka dapat tumbuh
pembudayaan dari dimensi guru. Dalam
kebanggaan
upaya
kondisi seperti ini guru hendaknya memiliki
tersebut salah satunya dilakukan melalui
kesempatan untuk menunjukkan kreatifitasnya
pengajaran Pendidikan Sejarah pada semua
dalam mengembangkan nilai dari budaya itu.
jenjang pendidikan.
Pengembangan
diharapkan
keluhuran
peserta
nilai
didik
budaya
atas
budayanya
dan
Pentingnya pewarisan nilai-nilai budaya adat
Cikondang
budaya
dalam
arti
memberikan bantuan kepada peserta didik
lain
tidak diajarkan, tetapi dibina sehingga ia
bertujuan agar anak didik dapat mengenal dan
mampu menginternalisasikan nilai tersebut.
memahami budaya yang ada disekitarnya
Untuk itulah diperlukan suatu kerjasama
sehingga mereka tidak akan tercerabut dengan
antara keluarga, masyarakat dan sekolah agar
masuknya budaya lain yang bersifat negatif.
dapat
Karena
kearifan lokal Cikondang sebagai bagian
itu
Al-Hijrah
sangat
didik
nilai
Pembudayaan
untuk mengapresiasikan nilai, sebab nilai itu
Aliyah
peserta
berbudaya.
di
Madrasah
pada
yang
antara
penting
untuk
mengidentifiksi atribut-atribut dari suatu nilai
direalisasikan
tujuan
internalisasi
sumber belajar pendidikan sejarah di sekolah.
budaya agar dapat memaknai nilai-nilainya,
Penghargaan terhadap nilai merupakan
hal ini sesuai dengan pernyataan yang
langkah
diungkapkan oleh Hasan (2005:250), bahwa
pengembangan nilai dalam diri peserta didik.
setiap nilai memiliki atributnya masing-
Proses internalisasi itu hanya dimungkinkan
masing dan satu nilai dapat dibedakan dengan
jika
nilai yang lain berdasarkan atribut yang
berkeinginan
dimilikinya sehingga memberikan arti bahwa
sebagai bagian dari kepribadiannya. Dalam
pengajaran nilai dalam pendidikan ilmu-ilmu
aspek nilai ini, prose pendidikan hanya
sosial
mampu
haruslah
dimulai
dari
kegiatan
identifikasi atribut itu. Pendidikan merupakan cara yang paling
dasar
peserta
untuk
didik
suatu
yang
bersangkutan
mengembangkan
mengajak
peserta
proses
nilai
didik
itu
agar
berkeinginan dan berusaha mengembangkan proses internal itu sendiri. Jika keinginan dan
efektif untuk melakukan internalisasi dan
usaha
sosialisasi nilai kepada peserta didik. Sekolah
pendidikan hanyalah sampai pada tingkat
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
itu
terjadi,
apa
yang
dilakukan
pengetahuan peserta didik yang bersangkutan.
penghargaan
terhadap
sejarah,
Proses
pendidikan,
kearifan
ekonomi,
penghargaan
terhadap
nilai
kearifan serta
menempatkan guru dalam posisi membantu
kepedulian sosial tentunya merupakan sebuah
peserta
menemukan
nilai yang harus diwujudkan dalam tindakan
keuntungan-keuntungan yang dimiliki suatu
baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan
nilai.
masyarakat. Sebagai contoh dalam kepedulian
didik
Nilai
melihat
budaya
dan
sumber
sosial, hal ini tampak dari kata-kata yang
pembelajaran akan menjadi pengetahuan baru
mereka ucapkan ‘kudu nulung ka nu butuh,
yang diterima oleh peserta didik. Hal ini akan
nalang ka nu susah, mere ka nu daek, nganter
memotivasi peserta didik dalam mengikuti
ka nu sieun, sing mere maweh ka saderek’,
pembelajaran. Rendahnya motivasi peserta
(membantu dan menolong bagi orang yang
didik dalam pembelajaran sejarah salah satu
susah, memberi kepada yang membutuhkan,
penyebabnya adalah tidak adanya pengalaman
mengantar bagi orang yang takut, memberikan
belajar baru yang dialami oleh peserta didik.
kelebihan yang kita peroleh pada yang lain).
Belajar adalah memadukan pengalaman lama
Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan dari
yang dibawa peserta didik ke dalam kelas
pendidikan sejarah (Hasan, 2012:6) yaitu
dengan pengalaman baru yang diterimanya.
mengembangkan persahabatan dan kepedulian
Selain
melakukan
sosial. Selain itu, siswa Madrasah Aliyah Al-
pewarisan budaya kepada peserta didik, nilai
Hijrah yang berasal dari Cikondang asli
kearifan lokal sebagai sumber belajar dapat
maupun dari luar Cikondang menyadari bahwa
menjadikan proses pembelajaran lebih mudah.
dibalik pamali dan berbagai pantangan yang
Berdasarkan teori kognitif, bahan ajar itu
berhubungan
harus disajikan dari yang sederhana menuju
(hutan larangan) itu ada sesuatu yang sangat
yang lebih kompleks. Bahan ajar juga harus
berharga
disajikan dari yang paling dekat menuju yang
menjaga kelestarian hutan demi keseimbangan
paling jauh. Hal ini menunjukkan bahwa
ekosistem.
secara
efektif
sebagai
dapat
sebelum mengkaji bahan yang bersifat global terlebih
dahulu
peserta
didik
dan
dengan
leuweung
bermanfaat
larangan
dalam
rangka
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka
harus
pembelajaran sejarah dapat dikatakan sebagai
diperkenalkan dengan sumber belajar yang
suatu proses kegiatan untuk mendorong dan
paling dekat dengan lingkungannya.
merangsang
subyek
Bagi generasi muda Cikondang yang
mendapatkan
pengetahuan
sedang menempuh pendidikan di Madrasah
mengahayati
Aliyah Al-Hijrah, norma etika kasundaan,
kesejarahan, sehingga membawa perubahan
kearifan ekologi, budaya gotong royong,
tingkah laku dan menumbuhkan kesadaran
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
nilai-nilai
belajar sejarah
kemanusiaan
untuk dan dan
akan nilai-nilai dalam ilmu sejarah. Kesadaran
Secara fungsional pewarisan nilai-nilai
adalah suatu orientasi intelektual, suatu sikap
budaya adat Cikondang kepada peserta didik
jiwa untuk memahami keberadaan dirinya
di
sebagai manusia, anggota masyarakat, sebagai
berlangsung karena setiap elemen di dalamnya
makhluk sosial, termasuk sadar sebagai bangsa
bekerja sesuai dengan fungsinya. Konsep A-
dan sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan
G-I-L
(Sardiman, 1994:2).
berkaitan dengan proses pewarisan nilai-nilai
Terdapat beragam potensi yang dapat dicapai
oleh
peserta
didik
melalui
Madrasah
Aliyah
yang
Al-Hijrah
dikemukakan
oleh
dapat
Parsons
budaya adat Cikondang diuraikan sebagai berikut:
pembelajaran sejarah, salah satunya peserta
1. Adaptation, berdasarkan kerangka ini,
didik memiliki kesadaran dan kepedulian
proses pewarisan nilai-nilai budaya adat
terhadap masyarakat atau lingkungannya,
Cikondang kepada generasi muda yang
melalui
pemahaman
sedang
sejarah
dan
terhadap
kebudayaan
nilai-nilai
menempuh
pendidikan
di
masyarakat.
Madrasah Aliyah Al-Hijrah merupakan
Berkenaan dengan tujuan pendidikan nilai
upaya yang dilakukan oleh generasi tua
dalam
atau orang Cikondang dewasa, baik secara
pembelajaran
sejarah,
Atmadi
(2000:38) mengungkapkan bahwa pengajaran
pribadi
nilai dalam ilmu sejarah melalui proses
mendidik anak-anak mereka.
pemberian nilai (internalisasi nilai) dengan melalui
tahapan yaitu penerimaan
nilai,
ataupun
kelompok
dalam
2. Goal Attainment, adalah tindakan yang diarahkan pada tujuan bersama. Berkenaan
penganggapan atas nilai, penilaian atas nilai,
dengan
penghargaan atas nilai, pengorganisasian nilai-
berpusat
nilai dan pemeluk nilai (karakteristik nilai).
kekuasaan di Tatar Sunda. Otoritas dan
Namun perlu diingat mengajarkan nilai hanya
kekuasaan
akan berhasil jika di pihak peserta didik ada
tujuan
disposisi batin yang benar, yang antara lain
pemerintah,
adalah sikap terbuka dan percaya, jujur,
Kota/Kabupaten maupun Propinsi Jawa
rendah hati, bertanggungjawab, berniat baik,
Barat. Melalui proses pewarisan nilai-nilai
setia, dan taat melaksanakan nilai-nilai disertai
budaya adat Cikondang kepada generasi
budi yang ceria. Nilai-nilai itu tidak dapat
muda yang sedang menempuh pendidikan
dipaksakan dari luar melainkan masuk ke hati
di Madrasah Aliyah Al-Hijrah diharapkan
kita secara lembut ketika hati secara bebas
mereka
membuka diri.
persaingan global tanpa kehilangan jati dirinya.
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
proses pada
pencapaian sistem
tertinggi
masyarakat
dapat
politik
dalam berada
baik
bersaing
tujuannya atau
penentuan di
di
tangan tingkat
di
tengah
3. Integration,
adalah
persyaratan
yang
berhubungan dengan interaksi antar para
menjalankan fungsinya, maka akan menjadi penghambat bagi pencapaian tujuan bersama.
anggota dalam kelompok sosial tersebut.
Kerjasama yang dilakukan semua pihak,
Ikatan emosional sangat diperlukan dalam
yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah
pencapaian
dalam
dalam pewarisan nilai-nilai budaya adat
unsur
Cikondang kepada peserta didik, serta di
tersebut, warga Cikondang dikenal sebagai
dukung oleh pemerintah melalui berbagai
masyarakat yang toleran dan mampu
kebijakannya akan dapat memperlancar dan
bekerjasama
memperkuat
tujuan
kelompok.
bersama
Berkenaan
untuk
dengan
mencapai
tujuan
bersama.
proses
tersebut.
Menurut
Saripudin & Komalasari (2012:303) peran
4. Latent Pattern Maintenance, adalah unsur
sekolah dalam pendidikan karakter dalam
yang menunjukkan berhentinya interaksi
konteks communities of character, diletakkan
karena anggota dalam sistem sosial apa
di tengah. Dengan demikian peran sekolah
pun dapat lelah dan jenuh, serta tunduk
sebagai communities of character dalam
pada sistem sosial lainnya di mana mereka
pendidikan karakter sangat penting. Sekolah
terlibat. Pemeliharaan pola laten pada
mengembangkan proses pendidikan karakter
masyarakat Cikondang akan berupaya
melalui
mempertahankan nilai-nilai dasar dan
kegiatan ekstrakurikuler, dan bekerjasama
norma yang dianut masyarakat. Proses
dengan
pemeliharaan
adat
pengembangannya. Sekolah menjadi jembatan
tengah
penghubung pendidikan karakter di satuan
Cikondang
nilai-nilai
budaya
berlangsung
di
keluarga, masyarakat, dan sekolah.
bahwa
semua
subsistem-
melalui
pembelajaran,
keluarga
pendidikan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan
proses
sebagai
mempengaruhi dalam upaya mencapai tujuan
masyarakat
bersama,
pendidikan karakter.
tetap
nilai
kehidupan
sehari-hari siswa dalam pembelajaran, serta
lokal Cikondang saling berkaitan dan saling
yang
dalam
keluarga-masyarakat
kontekstualisasi
pemberdayaan
masyarakat
masyarakat
dengan
subsistem pada sistem pewarisan nilai kearifan
yaitu
dan
habituasi,
lembaga
wahana
komite
partisipasi
dalam
sekolah
orang
peningkatan
tuamutu
mempertahankan tata nilai budaya Cikondang
Dalam pendidikan sejarah, transformasi
meskipun mereka hidup di tengah pengaruh
budaya bukan berarti melakukan indoktrinasi
globalisasi. Kerjasama dan saling kontrol
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
semua elemen dalam menjalankan fungsinya
melainkan mengkajinya secara logis, kritis dan
mendorong
analitis
keberhasilan
dalam
proses
pewarisan nilai. Jika salah satu elemen tidak
sehingga
memecahkan
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
peserta
masalah
didik
yang
mampu
dihadapinya
secara nyata. Pendidikan Sejarah tentunya
dalam budaya masyarakat adat Cikondang
tidak
yang
memiliki relevansi dengan kekinian, karena
berkembang pada masa lalu. Pendidikan
mengandung nilai historis, sosial, pendidikan,
Sejarah juga tidak dapat mengabaikan masa
ekonomi dan lingkungan. Nilai-nilai kearifan
yang
demikian,
lokal yang ada di Kampung Cikondang
mengakomodir
tertuang dalam nilai-nilai adat (material dan
segala kebutuhan peserta didik, baik pewarisan
non material), di antaranya: nilai sosial-budaya
nilai budaya, pengembangan intelektual, serta
meliputi solidaritas, kerjasama, kekeluargaan,
mempersiapkan diri peserta didik untuk masa
gotong royong, dan norma etika Kasundaan.
depan yang lebih baik
Nilai
dapat
menafikan
akan
Pendidikan
datang.
nilai-nilai
Dengan
Sejarah
harus
historis,
penghargaan 4.
terhadap
keteladanan,
sejarah,
tanggung
jawab, pantang menyerah dan rela berkorban.
KESIMPULAN Masyarakat
meliputi
adat
Cikondang
masih
Nilai
ekonomis
meliputi
memegang teguh tradisi, peduli terhadap
kemandirian,
lingkungan, memiliki
rasa penghargaan
Nilai-nilai tata lingkungan meliputi nilai
terhadap sejarah, kental dengan budaya gotong
adaptif terhadap lingkungan dan prefentif
royong, dilandasi kemandirian dan tidak
terhadap
konsumtif, serta memiliki perhatian kepada
keselarasan ekologis serta kesinambungan.
masalah pendidikan. Masyarakatnya masih
Bagi masyarakat Cikondang nilai tersebut
memegang apa-apa yang diwariskan dari para
merupakan tatanan, tuntunan, dan tontonan.
leluhurnya
namun
bencana,
dan
efisiensi.
keseimbangan
dan
itu,
mereka
Kearifan lokal Cikondang sebagai salah satu
berpandangan kudu saluyu jeung
zaman.
sumber belajar yang dapat diaktualisasikan
Maka di tengah-tengah modernisasi dan
dan diinternalisasikan pada peserta didik
globalisasi yang juga turut dirasakan oleh
melalui pembelajaran sejarah di sekolah.
masyarakat Cikondang mewarnai kekhasan
Bahkan nilai budaya masyarakat Cikondang
dan jadi ciri tersendiri bagi keberadaan
ternyata sangat bermanfaat dalam menjadikan
kampung tersebut.
pembelajaran sejarah semakin bermakna bagi
Nilai-nilai
dibalik
produktivitas
kesederhanaan,
budaya
yang
dapat
peserta didik.
dikembangkan dari masyarakat Cikondang
Aktualisasi pendidikan nilai budaya adat
dalam pembelajaran sejarah di Madrasah
Cikondang dalam pembelajaran sejarah di
Aliyah Al-Hijrah yaitu meliputi: kearifan
Madrasah Aliyah Al-Hijrah dilakukan melalui
ekologi, penghargaan terhadap sejarah, budaya
metode out door learning. Metode out door
gotong royong, kearifan pendidikan, dan
learning cukup efektif diterapkan dalam
kearifan ekonomi. Nilai-nilai yang terkandung
rangka
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
pewarisan
nilai-nilai
budaya
masyarakat adat Cikondang. Aktualisasi dapat
bekerjasama dengan keluarga dan masyarakat
dikaji dari tiga aspek yaitu aspek kurikulum,
dalam pengembangannya.
aspek
guru,
dan
aspek
peserta
didik.
Menanamkan dan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai budaya merupakan bagian dan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang disusun oleh guru sejarah. Artinya perencanaan pengajaran yang disusun telah mencakup deskripsi tujuan yang harus dicapai ataupun
materi
pelajaran
yang
harus
disampaikan sesuai dengan kompetensi dan
Internalisasi pendidikan nilai budaya Cikondang dalam pembelajaran sejarah bagi peserta didik di Madrasah Aliyah Al-Hijrah pertama kecerdasan ekologi nampak dalam kehidupan sehari-hari siswa seperti sikap peduli terhadap lingkungan dan kebersihan
tinggalnya
maupun
lingkungan
termasuk
tempat
kebersihan
hutan
larangan, kedua menghargai sejarah nampak dari pengetahuan mereka tentang asal usul Cikondang, ketiga
yaitu budaya gotong
royong yang melekat pada peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, keempat
berkaitan
dengan
kearifan
pendidikan nampak dari sikap, perilaku, keterampilan dan intelektualitas peserta didik, kelima yaitu kearifan ekonomi nampak dari prinsip hidup mandiri dan tidak konsumtif yang dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Upaya internalisasi ini dilakukan
melalui
habituasi,
kegiatan
proses
pembelajaran,
ekstrakurikuler,
Adimiharja, K.
(2008). Dinamika Budaya
Lokal.
CV.
Bandung:
INDRA
PRAHASTA dan Pusat Kajian Lintas Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan. Alwasilah, A. C., Suryadi, K., Tri Karyono. (2009). Etnopedagogi: Landasan praktek pendidikan dan pendidikan guru. Kiblat Buku Utama, Bandung.
standar isi dari kurilkulum yang berlaku.
sekolah
DAFTAR PUSTAKA
dan
Atmadi, A dan Setiyaningsih, Y. (2000). Transformasi
Pendidikan
Memasui
Milenium Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. Atmodjo,
M.M.S.K.
(1986).
Pengertian
Kearifan Lokal dan Relevansinya dalam Modernisasi.
Dalam
Ayat
Rohaedi
Penyunting (1986). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: DPJ. Creswell, J.H. (2012). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Danasasmita,
S.,
dkk.
(1987).
Sewaka
Dharma,
Sanghyang
Siksakandang
Karesian,
Amanat
Galunggung:
Transkripsi dan Terjemahan. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (SUNDANOLOGI), Dirjen Kebudayaan, Departemen P & K. Hasan,
S.H. (1999). “Pendidikan Sejarah
untuk
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015
Membangun
Manusia
Baru
Indonesia”. Mimbar Pendidikan. Nomor
Hasan,
2/XVIII
Indonesia.
Tahun.
1999.
Bandung:
University Press IKIP Bandung.
Isu
dalam
Ide
dan
Pembelajaran. Bandung: Rizqi Press. Hermawan, I. (2008). “Kearifan Lokal Sunda Dalam
Pendidikan
(Kajian
terhadap
Kerangka Sejarah
Media
Akademik
Indonesia.
Sekolah
Pasundan dan Yayasan Atikan Sunda)”. Disertasi pada Program Studi PIPS Program Pascasarjana UPI Bandung. Lubis, Z. (2011). Evaluasi Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dalam
Pendidikan
Manusia
dan
Kemanusiaan: Refleksi Perjalanan Karir
dalam
di
Pikir”. Untuk
Hasan,
IPS
Bee
“Pendidikan Karakter di Indonesia: Suatu
Aktualisasi Nilai-nilai Tradisi Sunda Pendidikan
Jakarta:
Saripudin, D. dan Kokom Komalasari. (2012).
Hasan, S.H. (2012). Pendidikan Sejarah Indonesia:
MA.
Prof. Dr. H. Said Hamid MA.
Jakarta:
Bee
Media
Spradley, J.P. (2007). Metode Etnografi. (terjemah). Yogyakarta: Tiara Wacana. Sumaatmadja,
N.
(1984).
Metodologi
Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Alumni.
Mundardjito. (1986). “Hakikat Local Genius
Sumaatmadja, N. (2005). Manusia dalam
dan Hakikat Data Arkeologi”. Dalam
Konteks Sosial Budaya dan Lingkungan
Ayat
Hidup. Bandung: Alfabeta.
Rohaedi.
Kepribadian
Budaya
Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.
Supriatna, N. (2012). “Ecopedagogy dan Green Curriculum dalam Pembelajaran
Parsons, T. (1959). “The School Class as
Sejarah”. Dalam Pendidikan Sejarah
Social System: Some of Its Functions in
Untuk
American Society” dalam Ballantine, JH.,
Refleksi
Ed (1985) Schools and Society, A Reader
Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, MA.
in Education and Sociology. California:
Jakarta: Bee Media Indonesia.
K.M.
dan
Perjalanan
Kemanusiaan:
Karir
Akademik
Syafa’at, R. et.al. (2008). Negara, Masyarakat
Mayfield. Saini,
Manusia
(2004).
Krisis
Kebudayaan
(Pilihan 10 Essai). Bandung: Kelir. Sardiman. (2012). “Pembelajaran Sejarah dan
Adat dan Kearifan Lokal. Malang: InTrans Publishing. Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah
Pembangunan Karakter Bangsa”. Dalam
Di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional,
Pendidikan Sejarah Untuk Manusia dan
dan Global. Bandung: Historia Utama
Kemanusiaan: Refleksi Perjalanan Karir
Press.
Akademik
Prof. Dr. H. Said Hamid
Jurnal “Candrasangkala”, Volume 1 Nomor 1 November 2015