MEMBANGUN GAMPONG
PEUDAP
Volume I Edisi I Juli 2010
4 | HEADLINE Sawang merupakan kecamatan yang terletak di Kabupaten Aceh Utara, memiliki 39 Desa. Kawasan Sawang terkesan sangat menyeramkan dengan adanya berbagai isu seperti rawan konflik, adanya pasukan Pideng (Pasukan Pedang-red) dan sebagainya.
8 | PEREMPUAN Selama ini disadari atau tidak, kaum perempuan di berbagai pelosok negeri sering diabaikan partisipasinya dalam pembangunan, mulai dari tingkat desa maupun tingkat pemerintahan propinsi.
10 | OPINI Peranan sektor pedesaan (rural sector) sangat penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dilandasi dengan masih banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan.
Berkah Damai
PEUDAP
REDAKSI
2 XVolume I XEdisi I XJuli 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
MEMBANGUN GAMPONG
PEUDAP Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Regional Focal Point
Wartawan: Zulhelmi Bahriar Reza Fahlevi Kontributor Khalisuddin Bayu Konsultan Media Murizal Hamzah
Radhi Darmansyah M. Nizar Abdurrani Yuli Rahmat
Layout & Desain: Mulyadi Keuangan: Rizal Sekretaris: Fitya Handayani Distribusi Fauzan
PEUDAP diterbitkan atas kerja sama SERASI-USAID dengan The Globe Journal
THE GLOBE JOURNAL Situs berita ini berfokus menyajikan berita-berita hangat,
Sidet akurat, dan tercepat kepada pembaca di Aceh, Indonesia dan seantero dunia. The Globe Journal telah menjadi sumber informasi dan inpirasi bagi banyak orang. The Globe Journal dapat di akses di: www.theglobejournal.com www.theglobejournal.co.id www.tgj.co.id
The Globe Journal/PEUDAP Jl. T. Nyak Arif No. 234 Jeulingke, Banda Aceh Indonesia 23115 Telp. (0651) 7414556 Fax. (0651) 7555070
Redaksi menerima sumbangan tulisan. Setiap tulisan (berita, essay, opini, feature, puisi, artikel, dan cerpen) yang dikirim ke redaksi hendaknya ditulis dengan spasi satu maksimal 6000 karakter ( no space ), disertai daftar riwayat hidup (curriculum vitae) singkat dari penulis. Artikel atau tulisan yang masuk merupakan hak The Globe Journal. Apabila lebih dari dua minggu sejak diterima tulisan tersebut belum diterbitkan tanpa pemberitahuan lain dari The Globe Journal, maka penulis berhak mengirimnya ke media lain. Setiap tulisan yang dimuat merupakan pendapat pribadi penulis. Kirimkan tulisan Anda ke
[email protected]. Tulisan ini merupakan Juara Harapan III lomba menulis yang diadakan oleh KPI
Foto: Dok SERASI-USAID
Merekam Pembangunan P
embangunan bukan hanya berarti membangun jalan, mendirikan meunasah, membuat parit dan sebagainya yang cenderung pada fisik semata. Pembangunan yang baik haruslah dimulai dari perencanaan yang melibatkan setiap komponen masyarakat (partisipatif) dan turut mengembangkan kemampuan para pemangku kepentingan. Jika pembangunan sudah dimulai dari perencanaan yang partisipatif maka diharapkan pembangunan dapat berjalan lancar dan hasilnya dapat dinikmati setiap orang. Pasca perjanjian damai kini Aceh harus bangkit kembali melalui pembangunan. Tapi pola pembangunan tidak seperti dulu lagi dimana pembangunan selalu dimulai dari perkotaan. Akibat tersentralnya pembangunan di daerah kota mengakibatkan gampong-gampong semakin tertinggal. Infrastruktur sangat minim bahkan yang ada semakin rusak akibat kurangnya perawatan. Kalaupun ada pem-
Surat Pembaca Sedikit Perempuan terlibat dalam Rapat Gampong Assalamu’alaikum Wr Wb Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang prihatin melihat keterlibatan kaum perempuan di berbagai gampong dalam aneka pertemuan. Keprihatinan itu tak lain akibat minimnya keikutsertaan perempuan. Biasanya, para laki-laki lah yang menjadi peserta dominan. Akibatnya, hasil-hasil rapat kerap mendiskreditkan hak-hak perempuan. Hal itu tidak serta-merta terjadi. Kondisi budaya lah yang menyebabkan perempuan enggan hadir. Pasalnya, pendapat-pendapat yang diberikan oleh perempuan jarang diterima. Karena itu pula, perempuan malas mengikuti rapat-rapat itu. Lain lagi pelaksanaan rapat yang tidak mengakomodir kondisi perempuan. Lumrahnya, acara demikian diadakan pada malam hari. Tentu saja perempuan tak bisa hadir melihat adanya
beban ganda untuk menidurkan anak dan lain sebagainya. Kini, fenomena tersebut lambat-laun berubah. Apalagi setelah Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) memberikan beberapa pelatihan di Kecamatan Matang Kuli. Kalangan perempuan disini merasa ada banyak sekali informasi yang selama ini hilang begitu saja sekarang kembali bersama kami. Banyak sekali informasi yang kami peroleh sehingga saya melihat, sedikitnya 50 persen perempuan di desa saya (Desa Punti-Red) sudah mau mengikuti rapat-rapat meski tak bisa dipungkiri masih mengalami beberapa kendala beban rumah tangga dan minimnya pemahaman keluarga serta tokoh-tokoh gampong akan pentingnya peran perempuan. Meskipun KPI telah memberikan kontribusi besar dalam rangka membagi informasi bagi perempuan di gampong-gampong, saya merasa ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan
bagi KPI sendiri. Yang pertama, dari segi training, kenapa KPI itu hanya di Kecamatan Matangkuli saja? Mestinya KPI juga ada di tempat-tempat lain yang memudahkan kami menjangkaunya. Karena itu, kadang-kadang kami kurang semangat. Yang kedua, kenapa KPI tidak pernah hadir di gamponggampong? Padahal ini kan sangat penting dalam rangka memudahkan proses pertukaran dan penyaluran berbagai informasi kepada kami perempuan-perempuan di desa. Karena itu, KPI harus turun ke gampong-gampong sehingga seluruh masyarakat mengetahui apa itu KPI. Dengan mengetahui KPI, tentunya masyarakat akan belajar dengan sendirinya mengenai pentingnya keikutsertaan perempuan dalam berbagai kegiatan gampong. Sukmawati Desa Punti Matangkuli
bangunan di desa lebih bersifat top down atau perencanaannya dari atas. Pelibatan masyarakat terutama kaum perempuan dalam perencanaan pembangunan masih sangat minim. Ini masih bisa dilihat dengan sangat sedikitnya perempuan yang hadir dalam pertemuan-pertemuan desa. Berbagai alasan mereka ungkapkan mengapa tidak hadir, namun alasan yang sangat masuk akal adalah karena selama ini suara mereka didengar dengan baik. Melalui program PEUDAP yang didukung oleh SERASIUSAID dan dijalankan oleh berbagai LSM lokal untuk kecamatan Matangkuli dan Sawang, kita berharap pola pembangunan dapat dirubah menjadi lebih partisipatif. PEUDAP menitikberatkan pembangunan yang melibatkan perencanaan mulai dari tingkat bawah, melibatkan semua pihak termasuk kelompok perempuan dan berdasarkan kebutuhan ril masyarakat. Selain itu PEUDAP
juga berusaha menghidupkan kembali aktivitas sosial masyarakat yang selama konflik lumpuh menjadi hidup kembali. Melalui tabloid PEUDAP ini, kita dapat merekam segala aktivitas yang masyarakat jalani dengan didampingi oleh berbagai LSM. Kegiatan musyawarah pembangunan desa, aktivitas sosial, berbagai perlombaan kesenian, tempat-tempat bersejarah, kisah para masyarakat dan sebagainya akan kita bagi kepada masyarakat luas. Tak lain dan tak bukan tujuannya sebagai media informasi atas apa yang telah dilakukan oleh PEUDAP dan apa yang bisa dilakukan oleh PEUDAP untuk lebih baik lagi. Tabloid ini tak ingin berakhir di atas meja-meja atau kursi atau berserakan tanpa makna. Tapi kami ingin memberikan warna bagi program PEUDAP secara keseluruhan. Namun niat ini bakal sia-sia tanpa dukungan dari pihak lain. Segala masukan dan saran dari para pembaca sekalian sangat kami harapkan.***
3 XMEMBANGUN GAMPONGXXVolume I XEdisi I XJuli 2010
PEUDAP
SERASI
SERASI Mengharmonikan Perdamaian dan Pembangunan SERASI adalah proyek yang didanai USAID yang dilaksanakan oleh International Relief Develompment (IRD) untuk mengurangi konflik sosial dan mendukung pembangunan perdamaian melalui resolusi damai atas konflik komunal dan regional. SERASI bertujuan untuk memulai dan mengembangkan lebih kolaboratif dan transparan hubungan antara LSM, lembaga akademik, sektor swasta dan pemerintah. SERASI memfokuskan kerja di lima provinsi di Indonesia, Aceh, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Proyek SERASI mendukung perubahan Indonesia menuju negara yang damai, adil dan demokratis yang menghormati keanekaragaman dan perlindungan atas hak asasi manusia untuk setiap warga negara. Tujuan ini dicapai melalui dukungan program, administrasi dan logistik untuk hibah strategis dan program bantuan teknis dari USAID yang bertujuan untuk usaha mitigasi konflik sosial dan pembangunan perdamaian di seluruh negara. Proyek ini memberikan kontribusi dalam resolusi damai atas konflik masyarakat dan wilayah di daerah-daerah yang terkena dampak krisis seperti Aceh, Papua, Sulawesi, dan kepulauan Maluku, disamping membangun hubungan kolaborasi yang transparan dengan LSM, lembaga pendidikan, sektor swasta, dan pemerintah. Melalui berbagai perubahan tersebut, SERASI berusaha untuk membantu Indonesia untuk menjadi contoh yang positip dari sebuah negara multikultural demokratis yang sukses. Fokus Proyek Pendekatan SERASI dalam ‘pengelolaan, mitigasi dan pencegahan secara aktif’ akan dapat membantu terutama pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil dan komunitas akar rumput yang terkena dampak untuk mengembangkan keterampilan dan pengalaman dalam menangani kegiatan pencegahan dan mitigasi rutin (melalui strategi peringatan dini, pengembangan mediasi dan ketrampilan berdialog dll.) dan untuk mengelola konflik baru secara cepat dan efektif. Dengan demikian semua pemangku kepentingan dapat turut serta dalam mencegah eskalasi kekerasan, karena kekerasan adalah manifestasi negatif dari konflik yang harus dihindari oleh semua pemangku kepentingan. SERASI, yang merupakan kata Bahasa Indonesia berarti “keharmonisan”, menyediakan dukungan program, administrasi, dan logistik untuk programprogram hibah strategis dan bantuan teknis. SERASI menggunakan perencanaan pembangunan bersifat desentralisasi dan partisipatif untuk menentukan penggunaan hibah yang paling strategis di area kunci sebagai berikut: ·Menjamin proses perdamaian yang sah dan kokoh di Propinsi NAD; ·Meningkatkan kapasitas pemerintah dan berbagai organisasi masyarakat sipil untuk mengelola konflik;
·Mengembangkan dan mendukung penghargaan atas HAM dan hubungan antar kelompok; ·Mengintegrasikan kelompok-kelompok marjinal untuk terlibat penuh dalam permasalahan pembangunan yang lebih luas; dan ·Mempromosikan sektor keamanan yang lebih demokratis dan transparan. Program SERASI membantu organisasi masyarakat sipil, lembaga-lembaga publik, dan mitra-mitra lainnya dalam mentargetkan penyebab dan akibat dari konflik-konflik kekerasan melalui kegiatan-kegiatan, pelatihan-pelatihan, pengawasan dan jejaring berbasis dan digerakkan oleh komunitas Wilayah SERASI Bekerja Walaupun seluruh wilayah Indonesia berpontensi untuk mengalami gangguan dan kekacauan disebabkan oleh wilayah yang sangat luas dan keanekaragamannya, namun dalam periode terakhir hanya beberapa daerah saja yang mengalami konflik tersebut. Dalam konteks program ini, SERASI bekerja hanya di propinsi sasaran dimana telah terjadi kerusuhan. Berhubung telah banyak donor yang member dukungan terhadap berbagai program di wilayah sasaran SERASI, maka SERASI memiliki komitmen untuk hanya berfokus pada intervensi baru yang belum mendapatkan dana dari donor lain dan bekerja dengan donor yang sedang aktif. Terakhir, karena sumber daya yang terbatas maka program ini akan berusaha untuk bermitra dengan dana dan donor lainnya untuk memaksimalkan penggunaan yang efisien dari dananya. Kombinasi dari berbagai faktor yang telah disebut diatas membuahkan program tiga tahun dengan wilayah kerja di lima propinsi di Indonesia; dimana telah terjadi bencana alam dan sosial dan yang dapat mengakibatkan dampak negative yang tak teramati ke wilayah Indonesia lainnya. Lima propinsi tersebut adalah: Aceh, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara dan Papua Sasaran Strategis SERASI bekerja dengan pemikiran bahwa setiap komunitas di setiap propinsi sasaran memiliki kondisi sosial, budaya, ekonomi dan geografi yang berbeda-beda yang mempengaruhi cara mereka dalam merespon konflik. Akan tetapi, untuk mempertahankan fokus pada tujuan program, SERASI menjamin bahwa semua intervensi yang
Foto: Dok SERASI-USAID
Mantan Wakil Presiden RI H. Jusuf Kalla saat memberikan pidato pada sebuah acara yang didukung oleh SERASI-USAID.
dilakukan mendukung paling tidak satu dari lima tema program berikut ini: 1.Memperkuat pembangunan perdamaian di Aceh, Sulawesi Tengah dan Indonesia Timur dalam waktu tiga tahun 2.Meningkatkan kapasitas untuk mengelola konflik di Aceh, Sulawesi Tengah dan Indonesia Timur dalam waktu tiga tahun 3.Meningkatkan penghargaan untuk HAM dan hubungan antar kelompok di Aceh, Sulawesi
Tengah dan Indonesia Timur 4.Meningkatkan sensitivitas jender dan integrasi kelompokkelompok marjinal di Aceh, Sulawesi Tengah dan Indonesia Timur dalam waktu tiga tahun 5.Memperbaiki sektor keamanan menjadi lebih demokratis dan transparan di Aceh, Sulawesi Tengah dan Indonesia Timur dalam waktu tiga tahun Untuk tujuan montoring dan evaluasi terhadap pencapaian dan dampak dari kegiatan, maka
SERASI menghubungkan tujuh tema tersebut ke dalam Sasaran Strategis (SS) yang mendukung tujuan program. Dalam Kerangka Kerja Keluaran program, SERASI telah menggabungkan suatu rangkaian Keluaran Intermediate (IR) untuk setiap SS yang dapat digunakan untuk melacak kontribusi tiap satuan proyek terhadap satuan SS, dan mengkomunikasikan secara jelas kemajuan tiap kegiatan ke USAID serta pemangku kepentingan lainnya.[dbs]
Kisah dari SERASI
Menganyam Ekonomi Lokal yang Kokoh Tiga puluh tahun masa konflik dan ketidakMeskipun berpengalaman dalam stabilan yang lalu di Aceh telah meninggalkan mengumpulkan rotan dan menghasilkan kerajinan bekas mendalam pada mereka yang tinggal dan kecil, melalui lokakarya ini Nasir belajar proses bekerja di wilayah ini. Bagi orang Aceh, memelanjutan yang meliputi pembersihan, pemotongan, nuhi kebutuhan mendasar saja sungguh sulit. Ini pemolesan, pembengkokan, dan membuat bilahyang dialami Nasir, seorang bilah untuk menganyam pengumpul rotan berusia 39 perabotan rotan. Lokakarya rotan tahun dari desa Alue selama 15 hari ini diasuh oleh Bungkoh, kecamatan Pirak instruktur lokal berpengalaman Timoe di Lhokseumawe. yang mendampingi para peserta Waktu itu sulit sekali dalam pemakaian peralatan dan untuk mengumpulkan rotan perlengkapan yang disediakan. yang cukup untuk memenuhi Dilaksanakan pada sebuah kebutuhan keluarga saya.” pusat pelatihan di desa, kerajinan Hari-hari selanjutnya Nasir rotan adalah bagian dari memasuki hutan penuh rasa serangkaian pelatihan kerja yang takut akan adanya penangdilakukan YaSA yang meliputi kapan terhadap dirinya sesi-sesi pelatihan bordir, industri kembali. tahu dan tempe, sablon, dan Pelatihan ekonomi bengkel. Pada situasi dengan Foto: dok SERASI-USAID oleh YaSA kesempatan kerja terbatas di Nasir sang pengrajin rotan. Selama ini Nasir telah masyarakat pasca-konflik, menguasai ketrampilan dasar dalam membuat pelatihan-pelatihan ini menyediakan kepada kerajinan kecil, seperti keranjang dari rotan peserta, termasuk Nasir, dengan keterampilan yang dikumpulkannya yang kemudian yang dapat dipakai mereka untuk mencari dijualnya di pasar setempat. Tahun lalu ia penghasilan tetap. Selain menaikkan tingkat mendengar mengenai sebuah lokakarya rotan penghasilan, pelatihan ini juga meningkatkan yang akan diadakan di desanya, didanai oleh kesempatan kerja dan akhirnya merangsang SERASI- USAID yang dilaksanakan oleh ekonomi lokal yang lebih sehat. Yayasan Seuramo (YaSA), sebuah organisasi SERASI adalah sebuah proyek tiga tahun Lembaga Swadaya Masyarakat di yang didanai USAID yang berfokus pada Lhokseumawe yang berfokus pada upaya terciptanya masyarakat aman demokratis. pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat Proyek diselenggarakan oleh International Relief yang terkena dampak konflik Aceh. Development (IRD).[dbs]
PEUDAP
HEADLINE
4 XVolume I XEdisi I XJuli 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Beudoh Sawang! Sawang merupakan kecamatan yang terletak di Kabupaten Aceh Utara, memiliki 39 Desa. Kawasan Sawang terkesan sangat menyeramkan dengan adanya berbagai isu seperti rawan konflik, adanya pasukan Peudeung (Pasukan Pedang-red) dan sebagainya. Itulah gambaran yang diperoleh oleh salah satu LSM Mitra SERASIUSAID untuk melaksanakan program PEUDAP yaitu LSM Aksi Rehabilitasi untuk Korban Penyiksaan di Aceh (RATA) yang bermarkas di Bireuen. Meskipun demikian, pengurus LSM RATA memberanikan diri masuk ke kawasan Sawang untuk menjalan PEUDAP, dimana PEUDAP sendiri dalam bahasa Aceh dapat dimaknakan dengan membangun atap atau menambal. Sedangkan pengertian PEUDAP dalam program ini adalah,”Pembangunan Damai Partisipatif,” (Keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan gampong) yang didukung oleh SERASI-USAID. Gambaran yang diperoleh sebelumnya oleh RATA, yakni Sawang mengerikan, seram, isu rawan konflik, juga diisukan dengan pasukan Pideng, setelah bertemu dengan berbagai komponen masyarakat di sana ternyata sangat bertolak belakang. Seperti penuturan dari seorang Technical Assisten Desa (TAD) LSM RATA, Cut Lia kepada Tabloid PEUDAP yang menyebutkan, Sawang bukan seperti yang dibayangkan sebelumnya.“ Memang dari info yang kami terima Sawang itu seram, tapi kenyataannya masyarakat Sawang sangat terbuka menerima tamu, dan masyarakat disana cinta damai,” sebut Cut Lia saat ditemui di kantor LSM RATA Desa Geulanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juang, Bireuen. Pada April 2010, lanjut Cut Lia, RATA melanjutkan kembali program PEUDAP siklus ke-II mendampingi 5 Desa di Kecamatan Sawang, Aceh Utara. Adapun ke-5 desa itu adalah Blang Teurakan, Lhok Jok, Riseh Tunong, Riseh Teungoh, dan Riseh Baroh. Namun sebelum melakukan kegiatan PEUDAP disana LSM RATA terlebih dulu berkoordinasi dengan para stakeholder setempat seperti Komite Peralihan Aceh (KPA), Koramil, Polsek, Mukim, Pukesmas, dan perangkat desa. “Setelah melakukan koordinasi, semua unsur tersebut sangat mendukung program PEUDAP,”kata Lia seraya menambahkan sejauh ini pihaknya telah melakukan sosialisasi PEUDAP ke masyarakat juga. Beberapa kegiatan yang telah dan sedang dilakukan RATA antara lain, survey rumah tangga, Focus Group Discussion (FGD) dan finalisasi hasil FGD. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal FGD dilakukan untuk 3 kelompok, masing-masing kelompok kaum muda, kelompok kaum bapak dan kelompok ibu rumah tangga. “ Sebelum melakukan FGD terlebih dulu melakukan sosialisasi informal tentang PEUDAP. Sosialisasi ini kami lakukan di tempat berkumpulnya masyarakat, seperti warung kopi, pos jaga, dan saat masyarakat
foto:Zul/Tabloid Peudap
Warga sedang melakukan FGD di Desa Riseh Teungoh.
menyelenggarakan kegiatan sosial desa seperti kenduri blang,” jelas Lia. Dalam program PEUDAP siklus ke-II ini, RATA merencanakan akan melakukan aktifitas sosial, diantaranya perlombaan untuk anak-anak, cerdas-cermat, pidato, dan kegiatan zikir damai di Kecamatan Sawang. Kegiatan sosial ini dilaksanakan bekerja sama dengan Mahasiswa Universitas Malikul Saleh Lhokseumawe dan didanai oleh delapan lembaga MitraPEUDAP termasuk RATA. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan RATA di lima desa pendamping bukanlah semata-mata inisiatif sendiri melainkan muncul atas usulan masyarakat disana. “Kami tidak menentukan program, sebab semua program yang kami jalankan diusulkan masyarakat masing-masing desa. RATA hanya memfasilitasi dan mengarahkan
saja kegiatan yang telah diusulkan itu, dan setiap desa ditetapkan Fasilitator Desa (FD) yang dipilih warga masingmasing desa,” jelas Lia yang ditemani staf RATA seperti Boy, Sulaiman dan lainnya di kantornya. Program utama yang menjadi target masyarakat adalah perencanaan gampong Sementara itu Boy mengatakan, masyarakat Sawang adalah masyarakat yang sangat “welcome”. Kalau ada program yang masuk kesana masyarakat sangat mendukung, namun jangan pernah memberikan janji kalau tidak ditepati, tegas Boy. Berbagai kegiatan yang khusus mengikutsertakan kaum ibu juga sudah direncanakan oleh RATA. Boy menjelaskan mereka telah menyiapkan perencanaan kegiatan sosial di Desa Blang Teurakan, diantaranya lomba
foto:Zul/Tabloid Peudap
Cut Lia, seorang TAD dari Rata sedang melakukan survey di Riseh teungoh
bikin kue, merancang kostum, lomba tampi besar, lomba bikin alas panji, lomba masak tradisional, dan lomba menganyam. Bukan hanya untuk kaum ibu, sebut Boy lagi, untuk kaum Adam terutama buat bapak-bapak disana juga akan dilakukan kegiatan khusus seperti gotong royong meunasah, membersihkan kuburan, serta membersihkan parit jalan. Sementara kegiatan sosial untuk pemuda dan pemudi diantaranya pertandingan sepakbola antar ke lima desa dampingan RATA, merancang kostum, lomba memasak, kerajinan tangan, panjat pinang, bola dangdut, tarik tambang, sunat massal dan tarian. “Sedangkan kegiatan sosial untuk anak-anak, kami akan memfasilitasi lomba kesenian Aceh, pertandingan bola kaki antar dusun, atletik dan perlombaan permainan galah,” papar Boy seraya menambahkan pihaknya juga akan mengadakan kesenian tradisonal yakni Rapai Uroh. Masyarakat Sawang saat ini sedang menikmati kegembiraan sebab Sawang kini sedang panen besar durian. Durian Sawang sejak zaman dulu sangat terkenal akan kelezatannya. Dimanamana tampak berkeliaran para pedagang durian dengan sepeda motornya dan kerumunan warga yang sedang membeli durian. Suasana kemeriahan pun tak beda dengan daerah Aceh lainnya. PEUDAP diharapkan menjadi wadah bagi masyarakat Sawang untuk mengikrarkan daerahnya sangat aman dan terbuka bagi siapapun pun. Sawang pun ingin roda pembangunan mampir ke tempat mereka, setelah puluhan tahun diselimuti konflik panjang. Apalagi warga disana sangat gigih dalam bekerja terutama disektor perkebunan. Damai ini milik Sawang dan kita semua tentunya. [P]
5 XMEMBANGUN GAMPONGXXVolume I XEdisi I XJuli 2010
HEADLINE
PEUDAP
Gelora Pembangunan Era Damai Perdamaian Aceh lahir setelah 30 tahun lebih konflik yang berimbas pada jatuhnya korban dari kedua belah pihak yang bertikai. Tidak hanya itu, hampir sebagian besar korban konflik di Aceh adalah masyarakat sipil yang sama sekali tidak terlibat dalam pertikaian antara RI dan Gerakan Aceh Merdeka. Matangkuli. Konflik yang Hal ini seperti mendera Provinsi dituturkan Sekretaris Aceh berlangsung Kecamatan (Sekcam) diseluruh pelosok Matangkuli, Zulkifli, negeri. Kini setelah kondisi dan situasi ditandatanganinya masyarakat saat konPerjanjian Damai flik dan pasca konflik atau Memorandum memang menunjukof Understanding kan perubahan yang (MoU) di Helsinki Camat Matangkuli signifikan. pada 15 Agustus “Saat konflik, ti2005, suasana Aceh yang dulunya hiruk pikuk dak banyak yang bisa dilakukan dengan letusan senjata, bau masyarakat yang sebagian besar mesiu, dan laju kenderaan lapis memang bekerja dibidang baja, berangsur-angsur pulih pertanian. Kalau boleh dikatakan, tidak hanya masyarakat di kembali. Salah satu Kabupaten yang gampong-gampong saja (desatermasuk wilayah paling rawan red) yang terkena imbas konflik, konflik adalah Kabupaten Aceh kami pun yang di ibukota Utara. Kabupaten ini tercatat kecamatan alami hal serupa. tahun 2006 memiliki 850 desa Semuanya serba sulit,” jelasnya. Senada dengan itu, Camat dan 2 kelurahan, yang terbagi ke dalam 56 buah mukim. Matangkuli, Syarifuddin S. Sos, Sebanyak 780 buah desa berada yang ditemui di kantornya, di kawasan dataran dan 72 desa Jumat (09/06/2010), mengatakan dalam wilayahnya, dari di kawasan berbukit. Desa yang terletak di daerah empat kemukiman dengan berbukit dijumpai di 12 kecamatan. jumlah gampong sebanyak 49 Desa yang paling banyak terletak gampong, hampir semuanya di kawasan perbukitan terdapat di terkena imbas konflik. Menurut Syarifuddin, dulu saat Kecamatan Sawang, Syamtalira Bayu, Nisam, Kuta Makmur, dan konflik kehidupan masyarakat, Muara Batu. Di samping itu, jangankan untuk mencari nafkah terdapat 40 buah desa yang berada sehari-hari, untuk beribadat pun sangat susah. “Contohnya, kita di kawasan pesisir. Kecamatan Matangkuli hendak ke mesjid tiba-tiba sudah sendiri merupakan wilayah yang ada kejadian misalnya kontak digolongkan "daerah hitam" senjata,” kenangnya. Karena itu, ujar Syarifuddin, pada saat konflik. Kecamatan dengan luas sekitar 78,66 dengan hadirnya perdamaian di kilometer² ini berpenduduk lebih Aceh ini perlu dijaga sama-sama seluruh lapisan masyarakat. kurang 16.523 jiwa. Hasil pertanian merupakan “Tidak hanya dambaan masyaandalan kecamatan ini dalam rakat Matangkuli sendiri, namun membangun perekonomian ma- seluruh masyarakat Aceh tentusyarakat. Dalam masa konflik, nya mengharapkan hal yang masyarakat sangat susah saat men- sama,” terang dia lagi. Saat ini seluruh desa di kecacari nafkah, akan tetapi kondisi itu berangsur berubah setelah damai. matan Matangkuli ini dapat diNamun demikian, ditengah jangkau karena adanya akses jalan lajunya pertumbuhan ekonomi, yang memudahkan aktifitas madisadari bahwa masih banyak syarakat dalam mencari nafkah. Saat ditanya saat konflik kesulitan yang dialami masyarakat terutama dibeberapa desa mendera, wilayah atau gampong dalam wilayah kecamatan mana saja di kecamatan Ma-
Gedung pertemuan masyarakat Kecamatan Matangkuli.
Foto: Bahriar Syah
Foto: Bahriar Syah
Kantor Camat Matangkuli
tangkuli yang eskalasi konfliknya tinggi, Syarifuddin menyebutkan, hampir semua wilayah punya tingkat kerawanan yang tinggi. “Namun kalau di Matangkuli ini, yang agak mempunyai tensi tinggi konflik yaitu di Kemukiman Glumpang Tujoh dan Kemukiman Pirak,” sebutnya. Meski demikian, ada hal yang masih cukup menggembirakan yaitu di masa konflik yang lalu, Matangkuli merupakan kawasan yang aman bagi dunia p e n d i d i k a n . Suasana pasar di Matangkuli. “Alhamdulillah saat berguna seperti peningkatan konflik lalu, dunia pendidikan kita dalam bidang ekonomi. Kemutidak terlalu terganggu. Ini dian yang terpenting adalah ditunjukkan dengan tidak ada satu peningkatan ibadah, apalagi sekolah pun yang yang dibakar Aceh sudah diterapkan Syariat atau terbakar akibat ekses Islam,” imbuhnya. konflik,” ujar Syarifuddin. Secara terpisah, Imuem Di Matangkuli, sebutnya, Mukim Geulumpang Tujoh yang sudah ada beberapa sekolah mulai memang menjadi salah satu jenjang Sekolah Dasar (SD), wilayah di Kecamatan MatangSekolah Menengah Pertama kuli yang eskalasi konfliknya (SMP), Madrasah Tsanawiyah agak meninggi mengungkapkan, Negeri (MTsN), hingga Sekolah dimasa konflik masyarakat Menengah Atas (SMA). sangat dicekam ketakutan. “Masyarakat kita memang sa“Masyarakat takut terjebak ngat antusias sekali dalam bidang kontak senjata, sehingga apapun pendidikan. Malahan mereka aktifitas yang dilakukan serba baru-baru ini sudah membuat terbatas karena ruang gerak usulan agar ditambah lagi sarana masyarakat sangat sempit,” jelas pendidikan yaitu satu SMP lagi,” Tgk Ismail yang baru satu tahun ungkapnya penuh semangat. menjabat sebagai Imuem Mukim Kecuali itu, Camat Syarifud- Geulumpang Tujoh yang membadin mengharapkan, kiranya wahi sembilan gampong tersebut. perdamaian yang telah terwujud Adanya perdamaian, ungkap di Aceh saat ini membuat ba- dia, sedikit banyaknya telah nyak hal yang berguna yang membawa dampak atau perudapat dilakukan masyarakat bahan ke arah yang lebih baik. atau pemerintah. “Perubahan yang signifikan da“Masyarakat dan seluruh lam masyarakat adalah mengelemen lainnya, kita ajak agar geliatnya perekonomian meski mau mengisi dan menjaga masih cukup sulit. Akan tetapi, perdamaian dengan hal yang akses masyarakat saat ini jauh
Foto: Bahriar Syah
lebih mudah,” urainya. Salah satu turunan dari peningkatan ekonomi masyarakat, menurut dia, adalah bidang pertanian ini. “Kalau perkiraan sementara, di daerah kita ini kurang lebih ada 4000 hektare sawah.Tahun ini hasil panen kita cukup lumayan,” katanya. Di kalangan masyarakat sendiri, datangnya damai merupakan bak mendapat durian runtuh. Banyak hal yang dulu tertahan untuk dilakukan saat konflik, kini dapat dilakukan kembali. “Dulu kita tidak berani walau hanya untuk menjaga kebun pinang, takut akan kontak senjata. Sehingga banyak tanaman yang rusak akibat hama ,” ujar Ramli yang ditemui di Keude Matangkuli. Begitulah sekelumit kisah perdamaian yang terekam di Kecamatan Matangkuli. Meskipun masyarakat sudah merasa nyaman hidup dalam suasana tanpa gangguan keamanan, tapi perekonomian belum sepenuhnya pulih, dan ini kita harapkan menjadi tugas dan fokus pemerintah tentunya. Semoga!! [P]
PEUDAP
BANGUN
6 XVolume I XEdisi I XJuli 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Ramai-ramai Isi Damai
Sosialisasi program PEUDAP di kantor Camat Sawang. (ist)
Usai konflik serta musibah gempa dan tsunami yang melanda Aceh, berbagai bentuk bantuan baik dari luar negeri mau pun dari negeri sendiri,datang mengalir silih berganti sehingga berangsur-angsur memulihkan lara yang dirasakan masyarakat. Seiring banyaknya bantuan yang datang ke Aceh, nilai bergotong-royong lenyap “disapu” banyaknya bantuan yang masuk. Untuk mengembalikan semangat budaya bergotong-royong itu, Lembaga Swadaya Masyarakat Bimbing-
an Masyarakat (LSM-BIMA) yang merupakan mitra program PEUDAP mengajak masyarakat Kecamatan Sawang, Aceh Utara untuk kembali menanamkan budaya luhur tersebut. Direktur LSM-BIMA di program PEUDAP M.Nasir, saat
ditemui menjelaskan, kegiatan PEUDAP siklus ke II yang dijalankan pihaknya lebih berfokus pada kegiatan aktifitas sosial, perempuan, kepemudaan dan anak-anak. Aktifitas tersebut dilandasi kebersamaan, serta partisipasi masyarakat dalam bentuk gotong-royong. Menurut M.Nasir LSMBIMA mendampingi lima desa di Kecamatan Sawang, Aceh Utara yaitu Gampong Teungoh, Meunasah Pulo, Gampong Peunteut, Pante Jaleuh, dan Teupin Ruseb.
KUIS BERHADIAH
Telusuri kisahnya dan nikmati hadiahnya dengan menjawab pertanyaan dibagian bawah tulisan
SEJARAH GAMPONG JEUMPA - GEULUMPANG VII
“Gampong dengan segudang kisah”
D
ikisahkan Gampong Jeumpa telah ada sekitar tahun 1386, dimana gampong Jeumpa ditemukan atau dibuka oleh seseorang keturunan bangsawan “Ulee Balang” yang berasal dari Kutaraja (Banda Aceh) yang dipanggil dengan sebutan Tgk. Aceh di sebuah wilayah hutan. Tengku Aceh datang berjihad untuk membangun Nanggroe hingga tibalah ia disekitar wilayah kemukiman Geulumpang VII, saat itu tentu masih belum bernama dan hanya ada semak belukar dengan hutan yang masih asri. Suatu hari Tgk. Aceh sedang menebang dalam hutan besar, tampaklah olehnya sebuah pohon besar yang sedang berbunga yaitu bunga Jeumpa. Tengku Aceh kemudian menyebut wilayah ini dengan nama Jeumpa atau
Khairuni & Saifuddin Idris (LPL-Ha; Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup dan Hak Azasi Manusia-Aceh). sekarang disebut dengan gampong Jeumpa. Gampong Jeumpa berada di wilayah kemukiman Geulumpang VII Ada beberapa kisah berbau mistik yang diceritakan warga setempat misalnya kisah dalam masa kerajaan dahulu. Pada masa itu ada sebuah kolam yang letaknya berbatasan dengan gampong Ujong Kulam, sebuah desa tetangga. Konon katanya kolam ini dibangun untuk tempat pemandian Po Meurah, seekor gajah yang dalam cerita dulunya adalah seorang manusia yang berubah wujud dikarenakan melanggar amanah. Kala itu Po Meurah yang masih berwujud manusia melakukan perjalanan melewati satu rumpun bambu dimana Po Meurah dilarang menoleh ke belakang sat berada diwilayah
rumpun bambu tersebut. Tapi entah mengapa Po Meurah menoleh ke belakang maka jadilah dia seekor gajah. Rumpun bambu tersebut kemudian disebut dengan sebutan Trieng Pantang dan sekarang menjadi sebuah nama desa. Po Meurah yang telah berubah menjadi gajah menurut cerita rakyat, memiliki suatu kebiasaan sering melakukan perjalanan pulang pergi antara Jeumpa hingga ke Trieng Pantang. Cerita ini sekilas mungkin mirip dengan cerita inden manyak pukes di tepi danau Laut Tawar Gayo yang dilarang melihat kebelakang saat melakukan perjalanan ke kampung suaminya dan karena ia menoleh kebelakang maka jadilah ia batu. Benarkah cerita itu? Wallahualam bish shawab .
Sementara dampingi perwakilan aktifitas yang masyarakat menjumpai sedang dijalanpihak pihak Dewan kan untuk kelima Perwakilan Rakyat desa tersebut setempat dan juga menyakni partisipasi jumpai pihak pengperempuan daambil kebijakan supaya lam lomba maRPJMG yang telah sak-memasak disusun tersebut bisa antar dusun, keterlaksana ditingkat giatan kepemugampong. daan seperti olah Ditambahkan raga, terutama M.Nasir,dari lima bola kaki dan M.Nasir, Direktur LS-BIMA desa dampingan LSM bola volly, serta di Program PEUDAP BIMA, terdapat satu keikut sertaan desa yang sangat anak-anak dalam lomba azan, bagus sistem pemerintahannya bacaan shalat dan lomba yaitu Desa Gampong Teungoh, menghapal ayat-ayat pendek. dimana desa tersebut dalam segi Kegiatan yang dijalankan itu, administrasi serta pengelolaansemuanya berdasarkan musya- nya dan tupoksi perangkat warah dan usul masyarakat, “ gampong dijalankan dengan Pihak lembaga kami hanya baik. memberikan strategi saja, Selain itu jelasnya lagi, sarana sedangkan rangkaian kegiatan pendidikkan sangat lengkap di yang dilaksanakan atas kemauan Gampong Teungoh, seperti sarana dan usul masyarakat desa yang pendidikan agama. Sementara kami dampingi,” ujar M.Nasir. pembangunan sarana gedung Sebelum menjalankan ke- untuk pendidikan agama berjalan giatan yang telah diusulkan atas partipasi masyarakat, masyarakat, sebut M.Nasir, dimana masyarakat gampong lembaganya juga melakukan Teungoh bersedia mewakafkan sosialisasi, survey rumah tangga, tanahnya untuk mendirikan Fokus Grup Diskusi (FGD) dan sarana pendidikan tersebut. finalisasi FGD. Hal tersebut juga M.Nasir menjelaskan sebedilaksanakan mitra PEUDAP sar Rp.25 juta bantuan dana per lainnya di Kecamatan Sawang desa diberikan Serasi- USAID Aceh Utara. untuk menjalankan kegiatan Selain itu, pihaknya bersama yang diusulkan oleh masingmasyarakat menyusun Rencana masing desa. Pembangunan Jangka Menegah “Semangat dan kebersamaan Gampong (RPJMG). RPJMG serta nilai-nilai gotong-royong tersebut disusun berdasarkan pun dilakukan masyarakat untuk data survey yang telah dila- keberhasilan rangkaian kegiatan kukan pada Gampong. yang telah diusulkan itu,” tukas “Dari RPJMG kita akan M.Nasir. Memang benar, gotong mengetahui kemana arah royong merupakan warisan luhur pembangunan gampong akan dari indatu yang telah dilaksadibawa dan RPJMG tersebut mau nakan selama ratusan tahun. Jika dikemanakan,”ujar M.nasir. tradisi tersebut mulai pudar, tugas Disebutkan M.Nasir La- kita semua untuk membanggi,Lembaganya akan men- kitkannya kembali. [P]
Di gampong Jeumpa terdapat sebuah sumur tua dan tidak ada yang tahu kapan tepatnya sumur itu mulai ada. Seingat warga, sumur itu sudah ada saat sebelum mereka lahir bahkan menurut cerita dari keturunan Tengku Aceh, pada saat Ulee Balang membangun Nanggroe, sumur itu pun sudah ada. Sumur ini disebut warga dengan nama Sumur Bata karena dalam sumur tersebut ada bata-bata besar yang runcing. Airnya tidak pernah kering bahkan sampai sekarang airnya masih digunakan oleh masyarakat setempat. Sumur ini terletak di pekarangan meunasah dan digunakan oleh ibu-ibu untuk mencuci. Untuk menambah daya tahan sumur yang telah berusia lanjut ini, sumur telah direhab sekitar tahun 2004. Air sumur berwarna agak kekuning-kuningan dan kurang jernih tetapi bisa diminum walaupun masyarakat setempat saat ini tidak lagi mengkonsumsi air sumur untuk diminum. Cerita mistis dari sumur ini mirip dengan cerita air panjang umur di Mataram NTB. Jika air sumur ini diminum maka yang meminum akan ingat terus dengan Gampong Jeumpa dan jika hanya cuci muka maka orang tersebut tidak akan lupa akan Gampong Jeumpa. Boleh percaya boleh tidak, silahkan buktikan sendiri dengan datang ke Jeumpa.
Kisah lain dari gampong Jeumpa adalah tentang aliran sungai mati. Paling tidak sebelum tahun 1962, di gampong Jeumpa ada sebuah sungai yang terletak di sebelah barat jalan yang aliran sungai tersebut sampai ke Lhoksukon. Setelah sekitar tahun 1962 sungai tersebut tidak berfungsi lagi dan tertimbun secara alamiah. Diatas tanah bekas sungai ini sekarang telah berdiri rumah-rumah penduduk. Di desa Jeumpa konon katanya juga banyak ditemukan barang-barang peninggalan jaman dahulu seperti ”Gurau Kecil” dan sebagainya. Sayangnya barang ini tidak terdata atau disimpan secara baik sehingga keberadaannya sampai sekarang tidak diketahui lagi. Gampong Jeumpa sebuah gampong penuh sejarah, keturunan Ulee Balang. Letaknya tak jauh dari kamp EMOI, megahkah kini gampong tersebut ? Sepertinya jawabannya tidak. Jalan utama belum diaspal, penduduk masih menggunakan sumur sebagai sumber air bersih dan WC umum. Pendapatan warganya sebagian besar dari pertanian.
Pertanyaan Kuis Hal... 11
7 XMEMBANGUN GAMPONGXXVolume I XEdisi I XJuli 2010
PEUDAP
EKONOMI
Membangun Desa Melalui Perencanaan Ekonomi Masyarakat Keberadaan Non Governmental Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik lokal maupun internasional di Aceh, sedikit banyaknya telah mampu membawa perubahan terhadap segala bidang kehidupan masyarakat pasca tsunami dan konflik. Segera setelah tsunami Aceh pada 26 Desember 2004, semua aspek kehidupan masyarakat seolah terhenti total. LSM dari berbagai Negara pun hadir untuk memberikan bantuan baik materil maupun pemulihan mental bagi para korban. Programprogram yang dilakukan oleh LSM tersebut kebanyakan langsung didanai oleh
Suadi S.Sos
donor. Dana yang diberikan tersebut diharapkan benar-benar dapat mengembalikan kehidupan masyarakat seperti sediakala. Contoh kecilnya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemberdayaan ekonomi masyarakat ini merupakan salah satu program terpenting yang sedang, telah dan akan dilakukan kembali demi kesejahteraan rakyat kecil. Dalam program PEUDAP yang sedang dilaksanakan oleh pihak IRD-SERASI dengan dukungan dana dari USAID telah memasuki tahap kedua di tahun 2010, pemberdayaan ekonomi juga masuk dalam perencanaan. Program PEUDAP sedang berlangsung di wilayah Kabupaten Aceh Utara, namun demikian tidak semua kecamatan dalam wilayah tersebut yang menjadi wilayah kerja program PEUDAP. Hanya dua kecamatan yang menjadi fokusnya yaitu Matangkuli dan Sawang. Sejumlah LSM lokal yang menjadi partner dalam kegiatan ini sangat berperan dalam menentukan keberhasilan program PEUDAP sehingga kinerja mereka di lapangan harus benar-benar sesuai perencanaan. Salah satu LSM yang terlibat dalam PEUDAP adalah LSM Masyarakat Pesisir Pantai (MAPAN)
yang bergerak dibidang pemberdayaan masyarakat pesisir melalui program-program seperti pengelolaan perikanan serta pengupayaan perumahan bagi masyarakat pesisir pasca tsunami. Hal itu seperti dikatakan oleh Program Manager MAPAN, Suadi yang menyatakan bahwa dalam program Peudap ini pihaknya melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagaimana yang tertuang dalam aturan atau perjanjian dengan pihak donor sendiri. “Karena kegiatan dalam program PEUDAP ini sifatnya sosial, maka harus dijalankan yang demikian. Seperti dalam program perencanaan pembangunan gampong. Tidak boleh melenceng dari itu,” jelasnya. Suadi menambahkan, selain itu adapula kegiatan yang ditujukan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Foto: Bahriar Syah “Bila nanti ada kegiatan sosial yang berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi, bisa saja kita lakukan,” tambahnya. Untuk LSM MAPAN sendiri, ungkapnya, saat ini mereka sedang menjalankan program PEUDAP di wilayah Matangkuli. Sebanyak lima desa atau gampong yang menjadi wilayah kerja mereka, yaitu Gampong Parang Sikureueng (IX), Gampong Meunasah Baro, Gampong Meunasah Mee, Gampong Tanjong Tgk Ali dan Gampong Tanjong Babah Krueng. Untuk menjalankan program tersebut, menurut Suadi, pihaknya
Foto: Ist
Sebuah warung yang dijalankan oleh masyarakat di gampong.
dalam tahap pertama telah menerima dana kurang lebih Rp 60 jutaan. “Itu merupakan dana tahap pertama untuk dua bulan pertama,” kata Suadi yang juga merupakan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Malikulsaleh (Unimal) Lhokseumawe. Pada tahap awal program Peudap ini sebelum melakukan kegiatan, pihaknya terlebih dahulu mengadakan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat. “Yang sekarang kita lakukan adalah tahap pembuatan profil gampong yang mulai tahap finalisasi. Dan sejauh ini, bukannya ada program yang belum tercapai target,namun kita tetap sesuai skedul,” jelasnya. Saat ditanya, apakah ada program-program atau kegiatan yang telah dilaksanakan ternyata tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Secara diplomatis, Suadi menjawab, hal tersebut memang ada namun setelah masyarakat diberikan penjelasan, baru mereka mengerti. “Contohnya, masyarakat ingin lebih kepada bantuan secara fisik
Pertemuan masyarakat gampong yang membahas kegiatan usaha.
Foto:Ist
yang mampu memberi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kepada mereka kita katakan bahwa program ini lebih difokuskan kepada kegiatan yang sifatnya sosial. Jadi setelah dijelaskan demikian, baru masyarakat mengerti,” ujarnya. Lebih lanjut dia menyebutkan, sebenarnya banyak harapan masyarakat yang belum terpenuhi terutama seperti yang disebutkan diatas karena memang anggaran yang serba terbatas. “Namun demikian bukan tidak ada solusi, jika memang itu benar-benar dibutuhkan, dapat dialihkan melalui kegiatan fisik yang mengarah pada kegiatan sosial,” imbuh Suadi. Dia mengharapkan kehadiran program Peudap ini sendiri setidaknya dapat membuat perubahan yang signifikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari terutama di kecamatan Matangkuli. “Bagi kami pribadi yang ikut berpartisipasi dalam PEUDAP ini, tentunya bisa mengimplementasikan ilmu yang selama ini kami pelajari di kampus yang salah satunya adanya membangun kehidupan masyarakat,” terangnya. Sementara itu secara terpisah, Camat Matangkuli, Syarifuddin S Sos menilai meski saat ini secara kualitas kehidupan ekonomi masyarakat di wilayahnya belum memenuhi target, namun adanya program PEUDAP ini semua hal tersebut bisa direncanakan lebih baik. “Kita mengharapkan peningkatan ekonomi masyarakat melalui pertanian yang benar-benar direncanakan secara matang. Untuk mewujudkan itu, maka program PEUDAP ini termasuk solusinya,” kata Syarifuddin. Secara keseluruhan, perencanaan ekonomi yang matang memang sedang dilakukan di kecamatan Matangkuli ini. Dana melalui program PEUDAP diharapkan mampu membawa perubahan dalam masyarakat secara maksimal kearah yang lebih baik.[P]
PEUDAP
PEREMPUAN
8 XVolume I XEdisi I XJuli 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Melibatkan Perempuan dalam Perencanaan Gampong Selama ini disadari atau tidak, kaum perempuan di berbagai pelosok negeri sering diabaikan partisipasinya dalam pembangunan, mulai dari tingkat desa maupun tingkat pemerintahan propinsi. Faktor tersebut tentunya juga dipengaruhi latar belakang budaya yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain.
kaum perempuan. Misalnya bagi kaum perempuan di Kabupaten Aceh Utara, kehadiran LSM Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang merupakan lembaga yang menjadi mitra dalam program PEUDAP
Foto: Bahriar Syah
Salah seorang Kader Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) di Aceh Utara sedang memberikan pendapatnya pada kegiatan pertemuan reguler yang membahas isu partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Lhokseumawe, Senin (19/7).
Di Aceh sendiri, kaum perempuan adalah satu pihak yang paling merasakan penderitaan dan sekaligus menjadi korban saat konflik melanda pada 30 tahun lebih yang silam, kehilangan anggota keluarganya, suami, anak serta dirinya sendiri turut jadi korban. Mereka juga menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan salah satu pihak yang bertikai. Bisa dibayangkan betapa sengsaranya kehidupan kaum perempuan di Aceh dalam pusaran konflik. Tidak hanya itu, bencana tsunami pada 26 Desember 2004 yang melanda Aceh turut menambah penderitaan
tersebut. Para korban terutama yang perempuan, harus menjadi janda karena sebagian besar anggota keluarganya dimangsa oleh tsunami. Kini disaat damai sudah hampir berusia lima tahun, kiprah atau peranan perempuan dalam berbagai bidang terus diberdayakan. Demikian juga dalam bidang pembangunan, suara atau aspirasi dari kaum perempuan turut dilibatkan. Salah satu faktor yang mendukung penguatan partisipasi kaum perempuan ini adalah hadirnya berbagai NGO atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada persoalan-persoalan
dari IRD-SERASI telah membawa banyak manfaat bagi kaum perempuan. Salah satu yang telah merasakakan manfaat atas kehadiran KPI, yaitu Salbiah warga Gampong Aron Geulumpang VII Kecamatan Matangkuli. Dirinya mengaku, sebelum bergabung dengan KPI, ia sudah sering terlibat dalam berbagai program dan kegiatan pembangunan di lingkungan dia tinggal. “Pada suatu hari saya dicalonkan oleh masyarakat menjadi kader KPI dengan cara dipilih langsung oleh masyarakat lainnya agar tidak ada kecemburuan sosial di
kemudian hari,” akunya. Setelah menjadi kader, Salbiah kemudian ikut dalam pelatihan tentang kepemimpinan dan peningkatan kapasitas perempuan di Banda Aceh. “Sejak desa kami menjadi anggota KPI pada November 2008 hingga Februari 2009, kami beserta masyarakat lainnya mulai menyadari pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan,” jelasnya. Pada saat itu, urainya lagi, masyarakat di gampongnya baru mengetahui bahwa kaum perempuan harus terlibat dalam pembangunan desa. Dengan adanya pelatihan partisipasi perempuan dalam pembangunan masyarakat desa, wawasan, pengetahuan dan pendidikan juga semakin bertambah. “Sekarang perempuan di desa kami, sudah mulai muncul keberanian, percaya diri, bebas berpendapat dan berpartisipasi dengan masyarakat lainnya,” imbuh Salbiah. Lain halnya dengan Mandarhayati yang merupakan kader KPI dari Gampong Tanjong Babah Krueng. Ia mengaku, sebelum KPI masuk desa, kaum perempuan terutama di desanya hanya beraktifitas di rumah saja. “Kami kaum perempuan hanya jadi tuan rumah saja. Saat itu pernah terlintas dipikiran kami, mengapa kita tidak menjadi perempuan yang lebih maju dalam berkarir. Kalau kaum laki-laki bisa ikut bermusyawarah, ikut takziah dan kegiatan lainnya, kenapa kaum perempuan tidak pernah diikut sertakan,” jelas Manda. Secara gamblang, ia mengutarakan, cara perempuan dalam membangun desa penuh kekurangan baik secara fisik maupun mental. Namun setelah KPI hadir, baru kami kaum perempuan bisa bangkit untuk meraih mimpi-mimpi hidup yang lebih baik. “Setelah kami ikut serta dalam KPI maka sedikit demi sedikit kami tahu itu apa Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan siapa saja bisa mengikutinya. Manfaat lain yang kami rasakan adalah, sekarang ini kami bisa mengikuti pemilihan Geuchik dan juga bisa memberikan pendapat dalam masyarakat di tingkat Gampong,” jelasnya.
Sementara itu, Sri Wahyuni, kader KPI dari Gampong Teupin Keubeu, Matangkuli mengungkapkan, selama ini sangatlah kurang perhatian pemerintah untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan terutama pembangunan di gampong. “Kaum perempuan dianggap lemah, tidak berani mengeluarkan pendapat. Disamping itu juga, faktor dukungan dari keluarga kadang-kadang tidak ada sama sekali. Karenanya partisipasi perempuan adalah hal yang sangat penting, dan harus terus dilakukan setiap ada program perencanaan,” kata Sri Wahyuni. Dalam kesempatan berbeda, saat berlangsungnya pertemuan regular yang turut membahas isu partisipasi perempuan dalam pembangunan masyarakat desa di Lhokseumawe, Senin (19/07/2010), Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Kabupaten Aceh Utara, Dra Hj Khuzaimah menjelaskan, hadirnya LSM yang konsen terhadap perempuan banyak yang memberi manfaat positif bagi kaum perempuan terutama di Aceh Utara. “Pihak kami sendiri, saat ini sedang melakukan pendataan termasuk apa saja yang paling dibutuhkan oleh kaum perempuan di Aceh Utara pada saat ini. Kemudian data tentang berapa jumlah perempuan yang menjadi kepala keluarga, serta perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan atau korban pelecehan seksual pada saat konflik lalu,” imbuhnya. Kecuali itu, agar suara perempuan tidak terabaikan kiranya melalui Musrenbang yang dimulai dari tingkat gampong, segala kebutuhan atau kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi kaum perempuan itu sendiri hendaknya tersampaikan. “Untuk kaum perempuan ini, tidak hanya kebutuhan ekonomi saja yang perlu diperhatikan,namun juga terhadap kualitas pendidikannya,” lanjut Khuzaimah. Perempuan bukanlah makhluk “sampingan” hanya hanya dibutuhkan sewaktuwaktu saja. Perempuan juga memiliki peran dan kemampuan yang sama dengan pihak manapun untuk terlibat dalam pembangunan. [P]
9 XMEMBANGUN GAMPONGXXVolume I XEdisi I XJuli 2010
PEUDAP
TEKNO Teknologi Tepat Guna
Meningkatkan Panen Padi dengan Sistem Jajar Legowo Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas pertanian, salah satunya dengan penanaman padi dengan sistem jajar legowo. Sistem jajar legowo merupakan penanaman padi yang diatur sedemikian rupa dengan lorong atau ruang terbuka yang cukup lebar. Penanaman padi dengan sistem jajar legowo sudah mulai dipraktekkan di kawasan Aceh Besar. Salah satu lembaga swadaya masyarakat yang aktif membina petani dalam menerapkan sistem jajar legowo adalah Yayasan Keumala. Direktur Eksekutif Yayasan Keumala, Dewi Keumalasari mengatakan, wilayah yang sudah menerapkan pola System of Rice Intensification (SRI) jajar legowo di daerah bi- Murtalabuddin naan mereka yakni Kecamatan Samudera, Kutamakmur, dan Sawang. Program tersebut sudah dimulai sejak tahun 2007 hingga sekarang. "Jadi, wilayah kerjanya masih fokus di kawasan kabupaten Aceh Utara saja," ujar Dewi. Menurut Dewi, sistem SRI jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan pola tanam konvensional atau biasa. Sementara itu, Manager Program Yayasan Keumala, Murtalabuddin menambahkan, pola SRI jajar legowo dapat menghasilkan 6 sampai 8 ton padi per hektarnya. Sedangkan sistem konvensional maksimal hanya
menghasilkan 5 ton per hektar. Namun, untuk menerapkan sistem tersebut masih tergolong sulit, karena pemahaman masyarakat mengenai teknik masih kurang. "Pertama sangat sulit menerapkan sistem ini bagi masyarakat, karena pola pikir petani sudah terikat dengan pola tanam yang lama. Oleh karena Foto: Ist itu, kami tidak menyuruh masyarakat untuk beralih menggunakan jajar legowo. Akan tetapi, kami membuat lahan percontohan seluas 2 hektar. Pada lahan tersebut masyarakat mulai belajar mengenai jajar legowo sampai masuk dalam jangka waktu panen," jelas Murtala. Murtala menyebutkan, ketika melihat hasil panen yang memuaskan. Para petani mulai tertarik untuk menerapkan sistem tersebut. Pada akhirnya, masyarakat sudah memulai pola tanam SRI. Dengan cara demikian, kini diperkirakan jumlah petani yang telah memakai sistem itu mencapai 60 persen. Itu merupakan hasil yang positif.
Foto : Dok. Yayasan Keumala
Lahan percontohan untuk dijadikan Sekolah Lapang Pertanian Organik bagi petani di kecamatan Sawang, Aceh Utara. Para petani diajarkan untuk dapat memahami sekaligus mempraktekkan metode tanam system of intensification (SRI) jajar legowo.
"Diharapkan, di seluruh Aceh ada sosialisasi yang kuat mengenai legowo ini," kata Murtala.. Menurutnya, petani di Aceh masih enggan menerapkan sistem legowo akibat masih kurangnya pengetahuan mengenai sistem jajar legowo. Para petani menganggap jika bertanam ala legowo, selain dapat mengurangi pro-
Bagaimana Melaksanakan Metode Legowo
M
etode legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah. Cara tanam jajar legowo untuk padi sawah secara umum bisa dilakukan dengan berbagai tipe yaitu: legowo (2:1), (3:1), (4:1), (5:1), (6:1) atau tipe lainnya. Namun dari hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1, dan untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih dicapai oleh legowo 2:1. Pengertian jajar legowo 4 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam lebih dari 2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong). Pengertian jajar legowo 2 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 2 : 1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm
Foto: reza fahlevi
Petani sedang merawat tanaman padi dengan metode legowo.
(barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong). Modifikasi jarak tanam pada cara tanam legowo bisa dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Secara umum, jarak tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya. Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64, seperti varietas Ciherang cukup dengan jarak
20 cm, sedangkan untuk varietas padi yang punya penampilan lebih lebat dan tinggi perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya antara 22,5 - 25 cm. Demikian juga pada tanah yang kurang subur cukup digunakan jarak tanam 20 cm, sedangkan pada tanah yang lebih subur perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya 22,5 cm atau pada tanah yang sangat subur jarak tanamnya 25 cm. Pemilihan ukuran jarak tanam bertujuan agar mendapat hasil yang optimal. [P]
duksi padi juga terkesan repot dan banyak menyita lahan tanah. Hal itu karena jajar legowo terlihat lebih jarang pada pola tanamnya. Untuk memberikan pemahaman yang lebih, perlu adanya peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai metode legowo. Murtala mengutarakan, melalui sistem legowo petani juga akan mudah dalam memberantas hama, karena adanya lorong di dalam petak sawah, maka akan memudahkan petani untuk membersihkan rerumputan yang mengganggu padi. Dengan sendirinya hama juga akan berkurang, karena lahan sawah lebih bersih sehingga menyulitkan hama untuk hinggap. Contoh lain, tikus juga akan berkurang disebabkan jarak padi yang sedikit jarang dan kurangnya semak belukar yang biasanya menjadi tempat persembunyian tikus. Sementara itu secara terpisah Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh, T Iskandar, mengatakan salah satu langkah konkrit yang dilakukan pemerintah adalah adanya pola sistem tanam padi yang bernama jajar legowo. Pola tanam yang mungkin agak asing didengar sebagian kalangan petani ini semoga menjadi kunci peningkatan produksi beras nasional. Disini peran penyuluh merupakan ujung tombak yang menjadi kunci transfer teknologi dari tingkat pusat kepada para petani. “Ada empat kabupaten yang mendapat kesempatan uji coba penanaman padi pola legowo, dan dengan varietas unggul baru, meliputi Kabupaten Pidie (kecamatan Delima, dan Padang Tiji), Aceh Besar, Bireuen dan Pidie Jaya. Di empat kabupaten itu dijadikan areal pengembangan, masingmasing 2 hektar,” katanya. Dipilih keempat kabupaten itu, lanjutnya, termasuk dipilihnya kecamatan Padang Tiji dan Delima untuk kabupaten Pidie, adalah setelah melewati masa seleksi panjang, karena lahan persawahan di kawasan tersebut sering bermasalah dengan penyediaan air, sehingga cukup menarik menjadi areal pengembangan, katanya. “Tidak mengherankan bila teknologi itu belakangan semakin diminati petani di berbagai kabupaten/kota di Aceh,” katanya. [P]
PEUDAP
10
OPINI
XVolume I XEdisi I XJuli 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Pendekatan Pembangunan Berbasis Pedesaan P
eranan sektor pedesaan (rural sector) sangat penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dilandasi dengan masih banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan. Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000, ada 58% penduduk Indonesia bermukim di pedesaan. Menurut Suryahadi et. al (2006), di samping menyediakan pasokan makanan untuk perkotaan, daerah pedesaan juga memberi kontribusi yang besar terhadap penerimaan devisa dari ekspor. Namun, sektor pedesaan masih relatif tertinggal dibandingkan sektor perkotaan baik dalam hal infrastruktur maupun kesejahteraan sosial dan ekonomi. Daerah pedesaan sangat identik dengan sektor pertanian, sehingga investasi dan pembangunan pedesaan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan pembangunan sektor non-pertanian (informal) pedesaan. Karena, kedua sektor tersebut sangat berkaitan erat. Pertumbuhan di salah satu sektor akan mendorong sektor yang lain.
Dalam proses pertumbuhan ekonomi Indonesia, telah terjadi transformasi struktural yaitu pergeseran dominasi sektorsektor ekonomi. Transformasi ini telah menyebabkan berkurangnya kontribusi sektor pertanian terhadap gross domestic product (GDP) Indonesia. Kontribusi sektor pertanian Indonesia semakin berkurang sejak Tahun 1990, di mana share sektor pertanian terhadap GDP Indonesia relatif rendah ketimbang sektor industri dan jasa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), share sektor pertanian terus menurun dari 22% di Tahun 1990 menjadi sekitar 15% di Tahun 2003. Di sisi lain, kontribusi sektor jasa terus meningkat dalam periode tersebut dari 39% di Tahun 1990 menjadi 46% di Tahun 2003. Sementara untuk sektor Industri setelah krisis moneter 1997-1998, kontribusinya terhadap GDP terus menurun setelah periode post-crisis. Pembangunan pertanian dan pedesaan merupakan sebuah strategi pembangunan yang bisa diandalkan dalam upaya pembangunan ekonomi
Dr. Muhammad Nasir, SE, M.Si, MA Dosen dan Sekretaris Prodi Magister Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana Unsyiah
I n d o n e s i a . Permasalahan yang ada selama ini seperti kemiskinan pedesaan dan pertanian lebih disebabkan oleh pertanian yang subsisten (seperti kepemilikan lahan yang kecil) dan belum adanya dukungan harga (price support) terhadap produkproduk pertanian sehingga memberikan pendapatan yang rendah bagi petani kita. Oleh karenanya, kebijakan pembangunan pertanian yang tepat perlu diterapkan dalam membangun pertanian dan pedesaan. Ellis (1992) memperkenalkan sejumlah kebijakan pertanian bagi negara berkembang yaitu: kebijakan harga, kebijakan pemasaran, kebijakan input, kebijakan kredit, kebijakan mekanisasi,
kebijakan reformasi tanah, kebijakan riset, dan kebijakan irigasi. Peran kebijakan harga dan kebijakan pemasaran sangat besar dalam pembangunan pertanian. Hal ini disebabkan oleh penawaran (supply) produk pertanian yang bersifat inelastic sehingga kekuatan produsen relatif kecil di pasar. Pasar persaingan sempurna tidak bisa menjawab permasalahan ini, sehingga perlu peran pemerintah dalam mendukung harga pertanian. Kebijakan harga dasar (Floor price) misalnya, perlu didorong dalam upaya menghindari kejatuhan harga jual pasca panen bagi petani. Dalam aspek produksi, kebijakan input, kebijakan mekanisasi, kebijakan reformasi
Membangun Gampong Secara Damai A
khir-akhir ini sering diwacanakan para praktisi (aktivis dan pengambil kebijakan), pakar, dan pemerhati masalah-masalah sosial-politik mengenai upaya untuk membangun masyarakat, utamanya komunitas gampong secara damai. Jika demikian, pertanyaannya, apakah selama ini, atau setidaknya, mereka pernah membangun gampong dengan cara yang tidak damai? Di satu sisi, dalam konsep gampong itu sendiri sudah terkandung makna damai ( harmony: kompromis untuk kemanfaatan yang lebih besar). Namun, di sisi lain, dalam komunitas gampong belakangan ini terdapat kecenderungan warga-warganya untuk, sedapat mungkin, merealisasikan pemikiran atau gagasan mereka yang diperoleh dari berbagai pengalaman dan pengetahuan baru di kawasan gampong. Tulisan ini lebih dimaksudkan untuk memperlihatkan beberapa gambaran deskriptif dan kemungkinan gagasan tentang pola pembangunan masyarakat gampong secara damai. Gampong (kampung) dapat dipahami sebagai kesatuan hidup orang-orang dalam suatu wilayah administratif tertentu yang kecil dan berada di bawah pemerintahan kecamatan. Boleh jadi, di beberapa daerah, khususnya di Aceh terdapat unit kepemimpinan sosio-kultural yang disebut mukim dan berada di bawah pemerintahan kecamatan ( sub-district) yang didasarkan pada sistem pemerintahan Aceh masa lampau. Betapapun, gampong merupakan unit pemerintahan terkecil pada level terendah (elementer) dalam konteks suatu Negara. Secara umum, istilah atau
M. Saleh Sjafei* Dosen ilmu Sosiologi fakultas Hukum dan FISIP Unsyiah konsep gampong (=desa, village, rural area) itu, boleh jadi, adalah ruang bagian kota (urban area) di mana kelompok orang dan atau keluarga hidup biasanya dengan penghasilan yang relatif rendah. Sejarah perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan perubahan sosial bergerak dari komunitas (yang bercirikan rural, homogen-tertutup, partikular, tradisional, atau mekanis) menuju masyarakat (yang bercirikan urban, universal, heterogenterbuka, rasional, atau organis). Dalam literatur ilmu-ilmu sosial dikemukakan bahwa caracara (means) dan orientasi hidup (ends) orang-orang atau keluarga di kawasan gampong itu masih cenderung terbelakang. Artian, sebagian besar mereka belum memungkinkan untuk memenuhi ukuran-ukuran kehidupan yang lebih efisien dan efektif (rational) modern. Misalnya, tata-cara hidup yang lebih menekankan pada upacara-upara (ritual, kekhasan lokal, adat-istiadat yang kurang memperhitungkan rasionalitas) acapkali mengikat mereka satu sama lain untuk tidak memungkinkan melakukan perubahan (modifikasi, redefinisi, atau profanisasi) atau kemajuan. Oleh karena itu, melalui proses urbanisasi yang terjadi secara alamiah dan terencana diharapkan dapat membawa-serta orang-orang dan keluarga gampong kepada perubahan atau kemajuan sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang semakin menyeluruh. Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan kemasyarakatan (social change:
dalam bidang-bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik) yang direncanakan secara seksama oleh pemerintah Negara yang bersangkutan. Sejak masa pemerintahan demokrasi berkembang di dunia, berbagai strategi dan program pembangunan dirancang secara bersama-sama dengan melibatkan masyarakat sipil (representasi publik: lembaga swadaya masyarakat, agen-agen perubahan, dan sebagainya) dan sektor bisnis (pemilik modal: orang-orang kaya dan para dermawan). Dengan kata lain, pembangunan gampong secara damai dapat diinisiasi atau mulai digerakkan oleh pemerintah tempatan (misalnya, unit-unit Pemerintah Gampong, Pemerintah Kecamatan, atau Pemerintah Daerah) bersama para pemilik kapital (sektor bisnis) dan masyarakat sipil. Istilah damai itu merujuk pada kesepakatan antara berbagai pihak yang terlibat dalam suatu aktivitas bersama. Untuk menciptakan suatu kata sepakat tentu saja diperlukan kerangka kegiatan atau pekerjaan (dengan landasan pemikiran damai) yang memenuhi unsurunsur rasionalitas, yakni logis, sistematis, dan konsisten. Kesemua unsur itu tidak dapat dipenuhi tanpa dasar ilmu pengetahuan. Sejak dahulu pemerintah kita telah membangun suatu premis (pegangan berdasarkan asumsi) bahwa keberhasilan pembangunan itu sangatlah ditentukan oleh partisipasi masyarakat. Seberapa besar orang-orang (keluarga)
dalam masyarakat kita (pemerintah gampong, orangorang kaya, dan masyarakat sipil) berperan-serta secara aktif dalam merancang secara bersama-sama pembangunan gampong? Apakah kita sudah menggunakan ukuran-ukuran ilmu pengetahuan (hasil pendidikan dan pemikiran rasional) untuk melakukan pembangunan? Misalnya, seberapa banyak pemerintah gampong kita yang telah mempunyai arsip data tentang situasi dan kondisi warganya, termasuk dinamika jumlah penduduk, angka kelahiran dan kematian, jenis pekerjaan warga, jumlah warga usia-usia balita, produktif, lelaki-perempuan, dan penduduk lanjut usia (lansia). Berapa orang sarjana yang ada di gampong itu? Semua jenis data itu adalah landasan bagi masyarakat gampong untuk memungkinkan mereka ikut-serta menggerakan pembangunan yang manusiawi. Pembangunan gampong secara damai dapat diawali dengan implementasi secara nyata ukuran-ukuran persiapan pembangunan yang lebih jelas dan akurat. Upaya itu bisa dimulai oleh Pemerintah Gampong (termasuk pemimpin formal atau non-formal) untuk mendorong para warga muda, misalnya, yang telah memiliki kadar ilmu pengetahuan. Mereka itu meliputi orang-orang yang sudah memiliki kualifikasi kesarjanaan dalam berbagai bidang keilmuan (hukum, ekonomi, politik, agama, kesehatan, pertahanan-keamaman, dan sebagainya). Hanya dengan membangkitkan dan mengandalkan semangat mereka pembangunan gampong secara damai dapat diwujudkan dengan baik.***
tanah, dan kebijakan irigasi saling terintegrasi. Peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang mendukung akan memperbaiki produksi pertanian dan juga meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Kebijakan subsidi harga pupuk misalnya, menghasilkan ketersediaan pupuk yang luas bagi petani dengan harga yang rendah. Kebijakan ini tentunya juga perlu didukung dengan reformasi tanah dan penyediaan irigasi yang cukup bagi sektor pertanian. Pemerintah terus menerus telah melakukan pembangunan infrastruktur irigasi pedesaan. Sementara itu, kebijakan mekanisasi bisa diciptakan dengan mendorong inovasi dan research and development (R&D) dalam sektor pertanian. Sedangkan yang terakhir, kebijakan kredit, bisa dilakukan melalui pembiayaan sektor pertanian dengan kredit berbunga ringan. Peran pengambil kebijakan sangat diperlukan di sini mengingat sektor perbankan tidak semuanya tertarik dalam pembiayaan pertanian karena beresiko. Kebijakan kredit bisa dikategorikan sebagai aspek financial (pembiayaan) bagi sektor pertanian. Dalam kasus Aceh, pemerintah selama ini telah mengarah pada pembiayaan sektor pertanian dengan berbagai skim pendanaan yang ada, misalnya Kredit Peumakmu Nanggroe. Diharapkan ke depan akan lebih banyak lagi skim pembiayaan bagi sektor pertanian dan pedesaan. Pembangunan pertanian dan pedesaan saling terkait satu sama lain. Ini seperti dua sisi mata uang. Membangun sektor pertanian berarti juga ikut mengurangi angka kemiskinan, khususnya kemiskinan pedesaan. Kemiskinan masih menjadi salah satu permasalahan dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Tidak terkecuali Propinsi Aceh yang berada di ujung barat Indonesia. Angka kemiskinan masih menjadi permasalahan dalam pembangunan Aceh. Pada Tahun 2005, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin di Propinsi Aceh sebesar 28,7% dengan rincian 19,0% di perkotaan dan sisanya 32,6% di pedesaan. Dari segi trend, persentase penduduk miskin terus menurun di Tahun 2006 sampai dengan 2008. Dari laporan BPS juga diketahui bahwa pada Tahun 2008, persentase penduduk miskin di Aceh secara total adalah 23,5% dengan rincian 16,7% di perkotaan dan 26,3% di pedesaan. Walaupun ada penurunan dalam trend tingkat kemiskinan, namun perbandingan dominasi penduduk miskin pedesaan terhadap perkotaan masih relatif sama. Ini mengindikasikan perlunya perhatian pemerintah yang lebih besar pada pembangunan pedesaan dengan mengedepankan pendekatan pembangunan yang berbasis pedesaan. ***
11
PEUDAP
BALEE
XMEMBANGUN GAMPONGXXVolume I XEdisi I XJuli 2010
Gema Rapai di Matang Munye S
ELAMA konflik bersenjata, masyarakat gampong Matang Munye kecamatan Matangkuli Aceh Utara, salah satu dampak nyata yang terjadi adalah kegiatan kebudayaan masyarakat telah berkurang bahkan nyaris tidak ada. Selama bertahun-tahun antara gampong Matang Munye dengan gampong lainnya yang berdekatan, hubungan silahturahmi antar keluarga bisa berhenti sama sekali dalam beberapa waktu apalagi kegiatan berkumpul dan berkesenian. Oleh karena itu keadaan damai sekarang ini dimanfaatkan oleh masyarakat gampong Matang Munye untuk kembali menghidupkan kegiatan budaya seni yang sejak dulu kala telah menjadi inti dari kehidupan Gampong Matang Munye . Event kesenian Rapai dengan tema “Gema Rapai Pase Dalam Senyum Perdamaian” pun dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2010 di gampong Matang Munye melalui kegiatan sosial program Pembangunan Perdamaian Partisipatif (Peudap) yang didukung oleh SERASI-USAID melalui Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup dan HAM (LPL-Ha). Kesenian Rapai diperlombakan antar dusun dalam gampong Matang Munye. Kegiatan diikuti oleh 24 peserta
yang terdiri dari 3 dusun, masingmasing dusun diwakili oleh 6 peserta. Dusun yang mengikuti lomba yaitu dusun Cot Tu Ara, dusun Tgk Di Kuli dan dusun Uleu Bue. Peserta menyiapkan diri sebaiknya dengan melakukan latihan di meunasah hingga 6 malam lamanya. Pada saat pelatihan memukul Rapai, antusias dan semangat masyarakat gampong Matang Munye sudah tampak sangat baik, bahkan malam pelatihan Rapai bukan hanya peserta yang mengikuti lomba melakukan pelatihan tapi masyarakat tetangga atau masyarakat luar gampong Matang Munye berduyun-duyun memenuhi meunasah melihat para seniman berlatih memukul Rapai. Malam hari meunasah gampong Matang Munye yang sunyi dan sepi, sontak berubah menjadi gemerlap dengan lampu dan suara riuh rendah para pemain memukul Rapai secara berirama dan suara penonton yang memberi semangat kepada jagoannya. Undangan yang terdiri dari para Geuchik dan Mukim di Kemukiman Glumpang VII serta hadir direktur LPL-Ha, Saifuddin Idris dan Tim Program Peudap. Saifuddin mengatakan bahwa ia sangat senang karena masyarakat sangat antusias dan
berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan lomba Rapai. Apalagi pada saat memukul Rapai, suasana heboh dan sorakan masyarakat untuk mendukung peserta lomba rapai perwakilan dari tiap dusun agar bisa menjadi juara terbaik. Perlombaan Rapai antar dusun dinilai oleh 2 orang anggota dewan juri dari luar gampong Matang Munye dimana penilaiannya berdasarkan adat, kesopanan, irama lagu pertama sampai irama lagu ke-tujuh. Pada perlombaan yang berlangsung cukup meriah tersebut juara I dimenangkan oleh dusun Cot Tu Ara, juara II dimenangkan oleh dusun Tgk Di Kuli dan juara III di menangkan oleh dusun Cot Uleu Bue. Para pemenang mendapatkan hadiah berupa tropi dan kain sarung. Kegiatan lomba Rapai antar dusun di gampong Matang Munye berlangsung dengan baik dan semangat masyarakatnya tidak mundur biarpun hujan pada malam kegiatan lomba Rapai. Suasana kegembiraan dan kesenangan masyarakat gampong Matang Munye tergambarkan dengan penuh keceriaan pada malam acara pelaksanaan lomba dan semua peserta bersemangat sampai pada akhir acara penutupan. [MNA-REL]
Program
PEUDAP
USAID – SERASI na program PEUDAP Dua Kecamatan di Aceh Utara Sawang – Matangkuli wahe’e e rakan Daerah geboh nan wate’e na raja. Lapan blah lembaga tukang keulola Yang penteng SEPAKAT mandum na CARA Wilayah ade dibagi RATA Na disawang lapan lembaga Pegah bak warga ngon HATI NURANI Mangat sapue kheun lam saboh BYTRA Gampong be MAPAN bejeut mandiri Lagee blang reulieng SAHARA dampingi Wahee e rakan jaweub be beutoi Survey digampong bek sia-sia PENA bak JARI bek salah catat Keuchik mekarat petimang warga Gampong tapeujroh wahe’e e rakan BIMA di Sawang na Gampong Teungoh Gampong mecuhu kon cuma dimeuligoe Keudeh troh sampoe Istana Negara. TANI BAHARI di Matangkuli Di Kuta Meuligoe na CHSE Cukop na jroh program SERASI Sawang-Matangkuli na RPJMG Tanjong KEUMALA na MATAHARI LEREM ngon PUGAR di Matangkuli Program PEUDAP na Sosial Activity FORUM koordinasi bek tuwoe hadiri Sideh di cunda na LPL-HA Teuma di MASKOT na di langsa Tabangun gampong belagee kota Jak taduek pakat dengan SEGARA Lepah na gura PSIKODINAMIKA Ka jipesapat ureueng hana sikula KPI aktif ngon BUNGOENG JEUMPA Petrang Gender bak kaum hawa Kaleuh na mandum nan lembaga Yang lon urai lewat kata Leupah na gab takalon makna Menyo gagal PEUDAP ho taba muka.
Suasana lomba Rapai di Gampong Matang Munye.
Baca Halaman 6 untuk menjawab kuis berikut
Foto: Muntahar,AR
Oleh: Nasir Buloh Perkumpulan BIMA
Pilih salah satu jawaban yang paling benar (X)
1. Darimanakah asal nama Gampong Jeumpa, a.Nama isteri penemu Gampong tersebut b.Merupakan tempat pertemuan Tgk. Aceh dengan Jodohnya c.Dari nama pohon/bunga yang ditemukan oleh Tgk Aceh
2. Apa kepanjangan dari LPL-Ha ? a.Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup & Hak Azasi Manusia b.Lembaga Pemerhati lingkungan Hidup c.Lembaga Pembinaan Latihan
3. Saat ini di Kecamatan Matangkuli sedang dijalankan program Peudap oleh berbagai LSM. Apa kepanjangan Peudap yang dimaksud diatas ? a.Program Damai b.Program Damai Untuk Aceh c.Pembangunan Damai Partisipatif
KETENTUAN: 1. Pemenang yang menjawab benar semua pertanyaan akan di undi 2. Bagi yang beruntung akan mendapat hadiah hiburan dari LPL-Ha 3. Pemenang akan diumumkan pada edisi berikutnya (edisi-terbitan buletin) 4. Personil pelaksana program peudap dan ESP dilarang mengikuti kuis ini 5. Jawaban dapat diserahkan TAG di masing-masing desa untuk diteruskan ke kantor LPL-Ha (dapat juga diantar langsung ke kantor LPL-Ha) 6. Alamat kantor LPL-Ha : Jl. Merdeka Bundaran Cunda Lhokseumawe, No.10 Lt.III
PEUDAP
ESSAY
Perjuangan Belum Usai.. ceh yang bergelar Tanoh Rencong memiliki banyak pejuang yang gagah berani dalam menghadapi penjajah. Tidak hanya lakilaki, Aceh juga punya pejuang wanita yang tidak kalah gentar melawan musuh. Salah satunya adalah Cut Nyak Meutia yang lahir pada tahun 1970 di Gampong Pirak Mesjid, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara. Beliau syahid sebagai pahlawan bangsa pada tanggal 25 Oktober 1910 dalam pertempuran dengan marsose Belanda di bawah pimpinan Sersan Mosselman di hulu sungai Peutoe. Cut Meutia dimakamkan langsung dilokasi tersebut. Namun demikian, hingga saat ini warisan beliau berupa sebuah Rumoh Aceh masih tetap utuh di desa kelahirannya dan kerap dikunjungi oleh masyarakat. Rumoh Cut Meutia tersebut seolah menjadi salah satu bukti, bahwa daerah Aceh yang kita cintai ini punya banyak pahlawan yang tidak hanya kaum laki-laki, namun juga wanita. Di masa damai ini tentunya, kisah atau makna yang tersirat dalam perjuangan para pahlawan adalah untuk terus berjuang membangun Aceh yang bermatabat dan sejahtera.
A
(Foto: Bahriar Syah)
12 XMEMBANGUN GAMPONGXXVolume I XEdisi I XJuli 2010