MEMBANGUN GAMPONG
PEUDAP 5 | HEADLINE Anak adalah anugerah yang merupakan titipan Allah SWT. Kalimat seperti ini lumrah terdengar di dalam kehidupan masyarakat kita sejak dahulu kala. Terlebih lagi bagi kita orang Aceh, yang menganggap anak sebagai harta yang tidak ternilai harganya, si bijeh mata, gaseh poma dan sebagainya.
8 | PEREMPUAN Sesuai dengan program PEUDAP, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) terus giat berkampanye mengenai keterlibatan perempuan dalam membangun gampong. Perempuan perlu dilibatkan dalam berbagai posisi strategis pada berbagai macam tingkatan.
10 | OPINI Berdasarkan penelitian di lapangan, etos kerja petani Aceh harus ditingkatkan bila ingin menyaingi petani-petani lain di Indonesia. Selama ini, para petani Aceh sering disibukkan dengan acara adat sehingga mengakibatkan tugas pokoknya sebagai petani menjadi terabaikan.
IKUTI !!! KUIS PEUDAP II HAL...2
Volume I Edisi III September 2010
MEMPERKUAT REUSAM PENJAGA ADAT GAMPONG
PEUDAP
REDAKSI
2 XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
MEMBANGUN GAMPONG
PEUDAP Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Regional Focal Point
Wartawan: Zulhelmi Bahriar Reza Fahlevi Kontributor Khalisuddin Bayu Konsultan Media Murizal Hamzah
Radhi Darmansyah M. Nizar Abdurrani Yuli Rahmat
Layout & Desain: Mulyadi Keuangan: Rizal Sekretaris: Fitya Handayani Distribusi Fauzan
PEUDAP diterbitkan atas kerja sama USAID-SERASI dengan The Globe Journal
THE GLOBE JOURNAL Situs berita ini berfokus menyajikan berita-berita hangat,
Sidet akurat, dan tercepat kepada pembaca di Aceh, Indonesia dan seantero dunia. The Globe Journal telah menjadi sumber informasi dan inpirasi bagi banyak orang.
The Globe Journal The Globe Journal/PEUDAP dapat di akses di: Jl. T. Nyak Arif No. 234 Jeulingke, Banda Aceh www.theglobejournal.com Indonesia 23115 www.theglobejournal.co.id Telp. (0651) 7414556 www.tgj.co.id Fax. (0651) 7555070 www.theglobejournal/ peudap
Redaksi menerima sumbangan tulisan. Setiap tulisan (berita, essay, opini, feature, puisi, artikel, dan cerpen) yang dikirim ke redaksi hendaknya ditulis dengan spasi satu maksimal 6000 karakter ( no space ), disertai daftar riwayat hidup (curriculum vitae) singkat dari penulis. Artikel atau tulisan yang masuk merupakan hak The Globe Journal. Apabila lebih dari dua minggu sejak diterima tulisan tersebut belum diterbitkan tanpa pemberitahuan lain dari The Globe Journal, maka penulis berhak mengirimnya ke media lain. Setiap tulisan yang dimuat merupakan pendapat pribadi penulis. Kirimkan tulisan Anda ke
[email protected].
Foto: M. Nizar Abdurrani
Sungai Krueng Inong - Aceh Jaya.
Reusam Bikin Tenteram S
etiap wilayah pasti ada pen jaganya. Rumah sakit, pabrik, sekolah, kota dan sebagainya memiliki penjaga yang khusus menjaga ketertiban dan aturan dalam lingkungan masing-masing. Penjaga tersebut bisa berupa peraturan ataupun manusia. Peraturan menuliskan hal-hal yang harus dilakukan manusia dalam wilayah tersebut, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Peraturan harus dilaksanakan dan untuk memastikan terlaksananya peraturan diperlukan manusia. Bagaimana dengan gampong? Adakah penjaganya yang membuat kehidupan gampong berjalan dengan tertib dan aman? Kehidupan di gampong berlangsung dengan segala kesederhanaan. Masyarakat sudah terbiasa dengan hal-hal yang cenderung apa adanya, tidak rumit atau bertele-tele dalam menyelenggarakan sebuah urusan. Kehidupan di gampong yang
Kuis PEUDAP II Tulislah jawaban anda langsung pada bagian bawah pertanyaan KUIS ini. PERTANYAAN KUIS: 1. PEUDAP bekerja di dua kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara, sebutkan nama kedua kecamatan tersebut? 2. Apakah kepanjangan TOT, sebagaimana disebutkan dalam rubrik TEKNO tabloid PEUDAP? 3. Di kecamatan manakah LSM LPL-Ha bekerja? 4. Berapakah jumlah halaman tabloid PEUDAP?
JAWABAN KUIS: 1............................................................................ 2............................................................................ 3............................................................................ 4............................................................................
telah berjalan puluhan tahun bahkan ratusan tahun berjalan dengan tertib dan tenteram berkat adanya perangkat peraturan yang dipatuhi oleh penduduknya. Gampong di Aceh menamakan Reusam, perangkat peraturan tingkat gampong yang berlaku mengikat bagi seluruh masyarakatnya. Reusam telah dilaksanakan turun temurun untuk mengatur segala persoalan masyarakat. Persoalan bagaimana mulai menanam padi, naik ke hutan, pergi melaut, kenduri, pelanggaran sosial dan sebagainya, umumnya telah diatur dalam reusam dan wajib dilaksanakan. Para tokoh masyarakat gampong menjadi pelaksana dari aturan adat tersebut. Sayangnya, akibat konflik puluhan tahun yang terjadi di Aceh, tekanan politik dalam masyarakat, banyak sekali reusam yang perlahanlahan mulai ditinggalkan. Hal ini diperparah dengan minimnya reusam yang didokumentasikan
dan menjadi lembaran peraturan gampong. Melalui program PEUDAP ini, diharapkan gampong-gampong dalam wilayah kerja di Aceh Utara dapat memperkuat kembali aturan adat tersebut. LSM yang menjadi mitra beberapa diantaranya bekerja untuk merevitalisasi reusam sehingga aturan ini dapat didokumentasikan dan menjadi sebuah aturan lokal yang diakui negara. Banyak sekali kearifan lokal yang terkandung didalamnya dan persoalan-persoalan di tingkat gampong dapat diselesaikan dengan sederhana melalui reusam. Apalagi secara hukum formal, reusam telah diakui sebagai perangkat hukum gampong. Hal ini tercantum dalam UU Pemerintahan Aceh dan Qanun Gampong. Ke depan, masyarakat gampong diharapkan tetap memakai hukum adat di daerahnya masingmasing karena sudah terbukti membuat ketertiban hidup. Reusam memang bikin tenteram.[P]
KETENTUAN KUIS: 1.Pemenang yang menjawab benar semua pertanyaan akan di undi 2.Bagi yang beruntung akan mendapat hadiah hiburan dari LPL-Ha 3.Pemenang akan diumumkan pada edisi berikutnya (edisi-terbitan buletin) 4.Personil pelaksana program peudap dan ESP dilarang mengikuti kuis ini 5.Jawaban HARUS ditulis pada lembaran KUIS (jika tidak maka dianggap tidak sah) dan diserahkan TAG di masingmasing desa untuk diteruskan ke kantor LPL-Ha (dapat juga diantar langsung ke kantor LPL-Ha)
Alamat kantor LPL-Ha: Jl. Merdeka Bundaran Cunda Lhokseumawe, No.10 Lt.III
3 XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
PEUDAP
SERASI
Belajar Prosedur USAID-SERASI
“Lancar Kaji Karena Diulang” secara reguler melakukan monitoring baik secara langsung atau tak langsung. Maksudnya terkadang PO harus langsung menjumpai partner, tapi kadangkala cukup dengan komunikasi jarak jauh. Selain itu, seharisehari PO juga mempelajari proposal-proposal yang baru masuk,” jelasnya Ada beberapa kendala dalam pelaksanaan program salah satunya calon partner tidak bisa memenuhi jadwal yang diminta oleh lembaga donor. Misalnya, persoalan waktu. Tetapi, dengan pendampingan berkelanjutan maka semua permasalahan itu bisa teratasi. Sementara itu, GO USAIDSERASI, Maison Ronni menjelaskan, GO bertugas memastikan jalannya program sesuai
Program Officer USAID-SERASI, Sayuti Malik.
USAID-SERASI menempatkan staf dengan keahlian khusus untuk menangani secara spesifik suatu bidang dalam menyukseskan program. Para staf tersebut memastikan program tetap berjalan lancar dan sesuai perencanaan. Beberapa staf khusus yang memiliki peranan penting antara lain Grant Officer (GO), Program Officer (PO), Finance dan Monitoring dan Evaluation Officer (Monev).
P
O USAID-SERASI, Sayuti Malik mengatakan, sebenarnya peran PO sebagai orang yang mengembangkan program. Pengembangan program dilaksanakan dengan cara mencari lembaga yang berkompeten untuk membuat suatu program yang bermutu. Penawaran program dari mitra selalu didiskusikan agar diketahui apakah program yang ditawarkan tersebut cocok dengan strategi obyektif SERASI. “Selanjutnya PO mencoba
mengarahkan program tersebut sesuai dengan rancangan proposal yang telah dibuat. Setelah rancangan final, akan dilakukan pengalihan bahasa oleh calon mitra,” ujar Sayuti. “Kalau idenya masuk, akan diteruskan ke lembaga donor. Lalu lembaga donor mengalokasikan dana dan setelah berjalan, akan kita persiapkan dokumen-dokumen lain yang penting, seperti pertama kali yang diserahkan ke donor tentang ide program. Proses baru itu akan disertai dengan
SUATU HARI BERSAMA SERASI
K
esibukan para staf USAID – SERASI menjadikan kantor lembaga tersebut bagaikan pasar bursa saham. Nyaris semua staf tak lepas matanya memelototi layar komputer atau laptop di meja kerjanya masing-masing, terpisah antara satu divisi dengan divisi lainnya. Hampir semua meja kerja staf dipenuhi dengan tumpukan berkas-berkas laporan yang harus dicermati satu per satu. Jari-jemari para staf terus menari diatas keyboard Itu bukan karena lalai dengan akun facebook, twitter atau yang lainnya. Namun, mereka harus mengurus semua mitra IRD-SERASI yang terlibat dalam program PEUDAP. Ponsel mereka seringkali berdering, seseorang
menelepon dari seberang sana menanyakan sesuatu dan staf pun menjawab dengan cekatan, tanpa perlu lama-lama berbasabasi. Beberapa menguap singkat karena kantuk mendera namun kantuk harus dilawan agar kerja bisa selesai. Di pedalaman Aceh Utara sana para pelaksana program sedang menanti hasil pekerjaan para staff SERASI agar program yang sedang dijalankan mencapai target. Salah satu targetnya gampong-gampong di Aceh menjadi lebih maju dan mandiri. Aktivitas kerja dimulai sejak jam 8.00 pagi hingga jam 17.00 sore. Pekerjaan yang sangat memeras otak itu harus terus digeluti oleh staf USAID-SERASI seharian dalam dunia sempit mereka di kantor. Tak bisa sembarangan meninggalkan
dengan budget. Jelasnya, GO merupakan pengawas penggunaan keuangan dalam implementor dari program tersebut. Maison memaparkan, dalam request atau permintaan uang hingga pertanggungjawaban grantee harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh USAID yang disebut grant manual seperti silabus. GO memastikan pelaksana program mengikuti aturan yang termaktub dalam grant manual. “Ada kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan program. Umumnya kesulitan tersebut muncul dari persoalan USAIDSERASI menerapkan standar dalam pelaksanaan karena hal ini menyangkut bagaimana membangun kepercayaan publik dan transparansi. [P]
Foto: Reza Fahlevi
penetapan budget,” jelas Sayuti. Penetapan budget diikuti dengan rencana kerja dan monitoring evaluasi. Akan ada proses selanjutnya berupa analisa dari tim USAID-SERASI baik itu dari PO, GO, Finance dan bagian lain yang bersangkutan. Selanjutnya, kata Sayuti, PO dan Monev mengawasi outputoutput di lapangan. Disitu akan dilihat capaian-capaian apa saja yang telah dihasilkan apakah sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Biasanya ada rencana kerja yang berubah di lapangan dan hal itu harus segera dilaporkan ke PO. Laporan ke PO harus sesegera mungkin supaya semua bisa diatur ulang terutama mengenai keuangan dan waktu. Perubahan kegiatan sangat berimplikasi pada penyerapan dana dan pengaturan waktu. “Untuk kesehariannya, PO
Maison Ronni
disitulah keceriaan mulai memancar. Suasana menjadi cair ketika waktu istirahat datang. Solidaritas yang terjalin diantara mereka cukup baik.Teamwork yang dibangun juga sangat lah kompak. Foto: Reza Fahlevi Tu m p u k a n Assistance Finance Officer, Erni Irawati. berkas seperkantor, apabila hendak mening- tinya tak pernah berkurang, galkan perkantoran, setiap staf karena sebelum semua berkas wajib membuat laporan supaya usai dikerjakan, berkas-berkas ada kejelasan. Mereka mem- lain kembali susul-menyusul. punyai sedikit waktu luang Kesibukan yang dialami oleh untuk beristirahat mulai pukul para staf membuat mereka ha12.00 sampai pukul 13.00 siang. nya memiliki sedikit waktu unPadatnya tugas kerja serta tuk berbincang-bincang sesasempitnya waktu istirahat manya kecuali berkaitan dengan menyebabkan para anggota pekerjaan. USAID-SERASI menyantap Apabila salah satu rekan makan siang di kantor. Tindakan kerja mendapat masalah dalam itu dilakukan agar menghemat programnya, maka kesulitan waktu dan bisa lebih cepat tersebut biasanya diungkapkan melanjutkan pekerjaannya. melalui email. Jadi, walaupun Tatkala jam istirahat tiba, berada dalam gedung yang sa-
ma, tapi mereka sering berkoordinasi via email untuk mengefektifkan waktu. Berbeda kalau masalah yang timbul itu tidak dapat dimengerti lewat email. Tatap muka untuk berkoordinasi baru dilakukan kalau via email dirasa kurang memadai. Bahkan, ketika jam istirahat tiba, masih ada beberapa anggota yang duduk manis di kursi kerja untuk menyiapkan tugasnya. Tampak disitu urusan pekerjaan lebih diutamakan dibandingkan dengan urusan pribadi. Dengan kata lain, mereka cukup loyal dengan pekerjaannya. Etos kerja demikian patut dicontoh oleh masyarakat yang ingin maju. Staf USAID-SERASI terus menjaga diri dan tean agar bisa terus bersemangat dalam membangun seluruh gampong di Aceh, khususnya gampong yang tengah digarap selama ini yaitu Kecamatan Matangkuli dan Sawang, Aceh Utara. Tetap semangat USAID-SERASI[P]
PEUDAP
4
HEADLINE
XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Reusam Baru Belum Lahir, Reusam Tua Jadi Penjaga Adat Sawang Bagi masyarakat Kecamatan Sawang, reusam gampong (tata krama peradatan di Aceh) lama peninggalan indatu tetap dijalankan demi keutuhan dan kerukunan masyarakatnya. Walau harus diakui reusam tersebut pada masa konflik tidak berjalan sebagai mana mestinya karena situasi saat itu sangat tidak mendukung. Sayangnya hingga saat ini reusam baru hasil kesepakatan masyarakat pun belum berjalan seperti yang diharapkan.
A
ngin sepoi-sepoi dan baru itu menurut pandangan rimbunnya pepohonan Zulfikar, akibat hambatan strukmemberikan keteduhan tural di tingkat pemerintahan pada Jumat siang (17/9) di gampong yang belum bisa Desa Gle Dagang, Sawang. diatasi. Selain itu belum ada Suasana damai pun sangat patron (format-red) yang jelas terasa kala itu. Di sebuah kedai terhadap pembuatan reusam milik warga setempat beberapa baru itu. pemuda sedang berkumpul Salah satu hambatan struksambil menikmati nikmatnya tural yang menghambat terkopi. bentuknya reusam adalah sistem Diantara pemuda yang pemberian jerih payah kepada berkumpul itu, terlihat Jufri aparat gampong yang Sulaiman, Technical Assistant dianggapnya masih tidak adil. Gampong (TAG) dari lembaga Hal ini mempengaruhi kinerja BYTRA yang meaparat. Pemerintah rupakan mitra masih seenaknya USAID-SERASI. saja memberikan Kepada PEUDAP upah terhadap tuha dia bertutur mepeut , sementara ngenai reusam di tuha lapan belum Sawang. Pada diberikan upah jerih masa konflik Ia payah sehingga menceritakan porsi (pembagian reusam tidak bertugas-red) terhadap jalan sama sekali kedua lembaga di Sawang. tersebut belum jelas, ”Kita mengajelas Zulfikar. kui reusam baru ”Jadi bagaimabelum ada, nana kita jalankan Fajri M.Saleh mun masyarakat reusam kalau tidak gampong sebeada kepastian hulumnya sudah memiliki reusam kum, kalau mau reusam itu lahir lama, tapi tidak pernah berjalan tegakkan dulu pondasi-pondasi reusam tersebut saat Aceh hukum yang jelas,”tukasnya didera konflik” papar Jufri kembali. Sulaiman. Hal yang sama juga diakui Pasca konflik, sebutnya lagi Geuchik Lhok Cut Sawang, Fajri aparatur gampong mulai menso- M.Saleh. Dia mengakui “embrio” sialisasi kembali reusam lama reusam baru itu belum ada, tersebut. Dia mencontohkan ten- sehingga reusam baru itu tak tang reusam pertanian.” Reusam kunjung lahir di Sawang. ini dititik beratkan bagaimana “ Saat ini kami baru sebatas cara pembagian air kesawah merancang asal usul gampong pada musim tanam sesuai yang yang di bantu Yayasan Keumatelah ditentukan dalam reusam la,”ujarnya. Sementara reusam gampong,” katanya. lama, sebelum ada yang baru Dikatakan Jufri walau pun masih dipertahankan. banyak reusam peninggalan Reusam lama yang masih indatu yang dijalankan di dipertahankan itu sebut Fajri gampong, namun sampai saat M.Saleh antara lain, reusam pergi ini belum ada qanun tertulis atau ke sawah , reusam ke ladang, belum satu pun reusam yang reusam bergotong royong dan didokumentasikan secara resmi. lainnya. “ Semua reusam itu Reusam yang dijalankan itu sampai saat ini kami pertahankan menurutnya sangat penting, agar jangan punah dalam sebab hal tersebut dilakukan masyarakat,”ungkapnya. agar perekonomian kehidupan Semua reusam yang dijadi gampong lebih tertib adil dan lankan itu sangat berdampak bertanggung jawab, terutama dalam masyarakat. “Sebab dengan reusam pertanian dan reusam reusam - reusam itu persatuan tanah wakaf. antara masyarakat gampong Selain itu Jufri Sulaiman sangat kentara di tingkat juga menyebutkan, reusam desa,”jelasnya. yang sudah berjalan itu tidak Angin sepoi-sepoi masih terasa boleh bertentangan dengan kala itu di Sawang. Masyarakatnya peraturan pemerintah tingkat pun masih memberikan senyuman kabupaten mau pun pemerintah damai kepada setiap tamu yang tingkat provinsi, terlepas diakui berkunjung kesana. atau tidak. Begitu pun suasana kekeraHal senada juga disam- batan tetap dipertahankan paikan oleh Zulfikar, Project untuk tegaknya tali silaturahmi Manager KANAPAKAD yang disana. Mungkin itu juga merupakan mitra USAID- merupakan salah satu reusam SERASI. Ia mengamini apa yang dijalankan. Semoga yang dikatakan sebelumnya reusam baru yang lahir nantibahwa reusam yang baru belum nya lebih baik dari “embrio” berjalan sama sekali. reusam lama yang sudah mengTidak berjalannya reusam akar di Sawang.(P)
Foto:Kanapakad
Diskusi reusam tingkat mukim.
Landasan Hukum Reusam Ada berbagai landasan hukum yang mendukung pembuatan Reusam namun landasan hukum ini dapat menjadi berbeda tergantung pada tema reusam tersebut. Namun paling tidak, dibawah ini merupakan landasan utama dalam pembuatan reusam yaitu : 1. Undang-undang Republik Indonesia No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh 2. Qanun No.3 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun 3. QANUN No.4 tahun 2003 Tentang Pemerintahan Mukim dalam Propinsi Aceh 4. Qanun No.5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Propinsi Aceh Proses mekanisme pembuatan reusam sangat menjunjung prinsip-prinsip demokrasi, bahkan jika dibutuhkan dapat melakukan pengambilan suara (voting). Untuk lebih jelasnya, mekanisme pembuatan Reusam dapat dilihat pada gambar di bawah :
Sosialisasi ide kepada masyarakat
BPG (Badan Perwakilan Gampong)
Ide pembuatan Reusam dibawa ke Musyawarah Gampong
Terbentuknya kelompok peduli adat dan lingkungan
Pembagian kelompok kerja
Penyusunan Draft Reusam
Pleno dan Hearing dengan masyarakat
Final editing
Konsultasi dengan BPG
Ditetapkan oleh Keuchik
Diundangkan dalam lembaran gampong
Sosialisasi ke Masyarakat Sumber: PeNA
5 XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
PEUDAP
HEADLINE
Ubah Perilaku Anak dengan Pola Pengasuhan Anak adalah anugerah yang merupakan titipan Allah SWT. Kalimat seperti ini lumrah terdengar di dalam kehidupan masyarakat kita sejak dahulu kala. Terlebih lagi bagi kita orang Aceh, yang menganggap anak sebagai harta yang tidak ternilai harganya, si bijeh mata, gaseh poma dan sebagainya.
K
ehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga menjadi kebahagiaan tersendiri bagi para orangtua. Betapa tidak, seorang anak mampu memberikan keceriaan dalam rumahtangga. Pada masa tumbuh kembangnya, seorang anak akan selalu berada dalam pengawasan dan perhatian orangtuanya. Dibawah bimbingan para orangtua, anak sudah mampu mengenali berbagai hal di sekelilingnya. Setelah sang anak beranjak besar, tentunya dunia pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan pengetahuannya. Pendidikan, baik formal maupun nonformal akan menjadi prioritas orangtua terhadap anaknya. Apalagi begitu banyak lembaga pendidikan seperti sekolah umum atau sekolah agama yang bisa memberikan pendidikan lanjutan bagi anak. Namun demikian, pola asuh anak seringkali tidak sesuai
Generasi Penerus
dengan keinginan anak sendiri sehingga anak malah terjerumus dalam masalah yang tidak seharusnya terjadi. Problema pengasuhan anak cenderung tidak diperhatikan, terutama para orangtua. Menurut pandangan pemerhati masalah anak, Ayuningsih, sebenarnya bila merujuk pada Undang-undang Perlindungan Anak, pengasuhan anak sepenuhnya adalah menjadi tanggungjawab orangtuanya sendiri. “Tapi yang terjadi saat ini, hak asuh terhadap anak itu masih kurang maksimal adanya,” jelas Ayu. Ayu menambahkan, hal yang demikian kemudian menyebabkan lahirnya berbagai problematika sosial lainnya seperti, munculnya pekerja anak dibawah umur, dimana anak menjadi asset untuk menambah pendapatan keluarga. “Anak harus memikul beban keluarga karena disuruh mencari nafkah, padahal dari segi usia si anak belum berhak melakukannya,” urai Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Banda
Aceh ini. Dia mengungkapkan, UU Perlindungan Anak secara tegas menyebutkan pola asuh yang baik adalah dengan cara melindungi anak dari segala bentuk kekerasan jelas diamanatkan kepada para orangtua. “Kekerasan terhadap anak itu bisa bermacam-macam, seperti kekerasan fisik, kekerasan ekonomi dan lainnya. Selain itu, kekerasan terhadap anak juga bisa muncul yang salah satu faktornya adalah kemiskinan,” sambung Ayu. Terhadap hal ini, sebut Ayu, UU Perlindungan Anak memberikan sanksi tegas bagi yang melanggarnya. Bahkan, kata Ayu, di Negara lain jika ada anak yang menjadi korban kekerasan, maka si anak tersebut dapat segera melaporkannya kepada pihak yang berwenang. “Karenanya, agar kekerasan terhadap anak ini bisa diminimalisir, harus adanya pendidikan yang ideal bagi anak dan
Foto: Bahriar Syah
sesuai dengan kemampuannya. Jangan hanya menyalahkan anak jika anak berbuat tidak sesuai aturan. Pendidikan bagi anak itu wajib hukumnya, baik itu pendidikan umum maupun agama,” ujarAyuningsih. Menyoal upaya dalam mengatasi masalah anak, Ayu menjawab, hal itu perlu penyelesaian tersendiri tergantung apa masalahnya. Jika anak terkait masalah hukum, tentu harus mengikuti Undang-undang (UU) yang berlaku yaitu UU No 3 tentang Peradilan Anak. “Sedangkan mengatasi masalah anak yang nakal atau bandel, tentunya juga ada jalan penyelesaian tersendiri juga yaitu melalui bimbingan dan arahan serta yang harus diingat adalah bagaimana caranya menghindari kekerasan terhadap anak itu sendiri. Para orangtua agar dapat mengerti dan memahami masalah yang dimiliki anak,” kata dia. LBH Anak dalam PEUDAP Dibagian lainnya, Ayuningsih juga menyebutkan bahwa
Foto: Bahriar Syah
Anak-anak telihat antusias mengikuti perlombaan disebuah desa di Matangkuli.
lembaga yang dipimpinnya lebih memfokuskan advokasi bagi anak yang terlibat masalah hukum. Baik sebagai pelaku, maupun korban. “Dalam program PEUDAP ini kami melakukan rehabilitasi sosial bagi anak-anak di Aceh terutama yang menjadi korban konflik. Kita upayakan anakanak tersebut dapat lebih kritis dan lebih mandiri,” terangnya. Selain itu, diagendakan pula untuk membangun suatu wadah organisasi yang menampung para pemuda agar mereka bisa berkarya dan berkreasi. Nantinya segala potensi yang muncul dari kaum muda tersebut bisa ekspose keluar. Sementara itu masalah pengasuhan serta pendidikan bagi anak dari sudut pandang berbeda juga diutarakan oleh beberapa tokoh masyarakat.
Anak-anak sedang berkreasi.
Pirak ini menceritakan, bahwa di daerah lingkungan tempat tinggalnya pernah ada penanganan anak yang terlibat narkoba. “Anak tersebut mengkonsumsi ganja, kedapatan Polisi dan akhirnya ditangkap hingga harus dipenjara untuk beberapa waktu,” kisahnya. Terkait kekerasan yang menimpa anak terutama di dalam gampong atau desa, Tgk Abdullah mengatakan, kondisi itu muncul terkadang karena faktor si anak sendiri yang memang bandel. “Karena bandel, sering kita lihat anak tersebut dipukul,” ujarnya. Untuk meminimalkan tindakan demikian, tentunya si anak sendiri haruslah patuh terutama pada orangtuanya. Disamping itu pula para orangtua mempunyai kewajiban untuk membimbing anaknya dengan baik. Dia mengakui, pengaruh kemiskinan juga menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan pada anak. “Misalkan, kondisi ekonomi dan penghasilan orangtua yang serba kekurangan, sementara anaknya minta ini- minta itu yang belum tentu mampu dijangkau oleh orangtua. Pastinya karena tidak sanggup memenuhi keinginan si anak, orangtuanya cenderung menjadi marah dan memukuli si anak,” demikian Tgk Abdullah. Memang, mengasuh anak bukanlah seperti bermain-main dengan dengan boneka walaupun lucunya hampir sama. Anak adalah benda bernyawa dan mempunyai pikiran. Suatu saat nanti apa yang telah orang tuanya ajarkan kepada anaknya akan membuahkan hasil. Jika buruk pengasuhan maka buruhk pula lah hasil yang diterima, begitu juga Foto: Bahriar Syah sebaliknya. Maukah anak anda berperilaku buruk?[P]
Seperti halnya Tgk Abdullah yang merupakan Imuem Mukim Pirak, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara. Tgk Abdullah mengemukakan, pengasuhan anak secara umum bermakna melakukan pembinaan generasi yang akan datang supaya menjadi lebih baik dari sekarang. “Aceh sangat rentan saat ini, dimana banyak anak-anak yang mulai terjerumus dalam narkoba. Pemerintah pusat dan daerah harus lebih perhatian terhadap masalah ini,” katanya. Dia mengungkapkan, anak usia Sekolah Dasar juga sudah mulai mengkonsumsi barang haram tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, lanjut dia, diharapkan nantinya akan dibangun beberapa panti rehabilitasi, khususnya di Aceh Utara. Kecuali itu, Imuem Mukim
PEUDAP
BANGUN
6 XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Masyarakat Sawang ”Demam” Irigasi Bentangan sawah yang luas, padi yang mulai berbulir serta bukit-bukit yang indah, menambah pesona panorama alam Kecamatan Sawang. Begitulah yang terasa disana. Warga yang umumnya kaum petani, masih menaruh harapan besar terhadap pembangunan saluran irigasi. Ya, sawah dan kebun mereka sangat membutuhkan air baik dimusim hujan maupun di musim kemarau.
I
rigasi menjadi “idola” bagi masyarakat Sawang. Tak ada artinya pembangunan besarbesaran di gampong, atau pembangunan jalan yang lebarlebar jika irigasi yang menjadi jantung pertanian tidak dibenahi dengan sempurna. Irigasi berfungsi menampung air dimusim hujan dan menjadi tempat cadangan air dimusim kemarau. Airnya mengalir sampai jauh, menumbuhkan berbagai tanaman terutama padi. Hal ini terbukti dalam berbagai pertemuan yang difasilitasi oleh LSM yang menjadi mitra USAID-SERASI di wilayah Sawang. Mereka telah mengadakan pertemuan dengan masyarakat dalam bentuk Focus Discussion Group (FGD di 39 desa. Usul yang paling banyak muncul dalam pertemuan tersebut adalah usulan untuk pembangunan irigasi atau pun perbaiki saluran air. Wajar usulan itu muncul dan menempati rangking pertama diantara banyaknya usulanusulan lain, mengingat sawah yang membutuhkan air dari irigasi merupakan mata pencaharian utama yang diandalkan warganya.
Keuchik Gampong Lhok Cut, Fajri M. Saleh, yang juga sekaligus sebagai tim perumus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RPJMG) mengatakan sebenarnya sangat banyak pembangunan yang dibutuhkan warganya namun diantara banyaknya pembangunan yang dibutuhkan itu yang sangat mendesak adalah saluran irigasi. “ Kami terlebih dulu bermusyawarah untuk menentukan usulan yang harus segera dilaksanakan seperti usulan pembangunan irigasi. Itu merupakan hasil usulan lewat musyawarah yang kami gelar di meunasah,”ungkapnya. Dia juga menambahkan pembangunan saluran irigasi yang sangat dibutuhkan itu bukan atas kepentingan pribadi tapi benar-benar kebutuhan masyarakat banyak.” Ini memang kepentingan masyarakat dan nyata-nyata harus dilaksanakan,”imbuhnya. Usulan pembangunan irigasi juga mencuat tinggi dalam FGD yang dilakukan di gampong lain. Salah satu mitra IRDSERASI yaitu Yayasan Keumala telah mengadakan FGD di
Gampong Lhok Cut dimana usulan pembangunan saluran irigasi menempati rangking pertama. Rencananya irigasi akan dibangun pada 2011 nantinya. Seorang tenaga Technical Assistance Gampong (TAG) dari Yayasan Keumala Cut Fatmiah TM mengatakan bahwa wajar kalau warga mengusul hal tersebut sebab dari 418 jiwa di gampong tersebut umumnya memiliki mata pencarian sebagai petani. Sementara Jufri Sulaiman dari BYTRA mitra U S A I D - S E R A S I Suasana FGD masyarakat gampong. kepada PEUDAP mengungkapkan hal yang tak jauh berbeda. warga,”katanya. Mekanisme lebih ilmiah juga Menurutnya usulan yang paling dominan oleh warga adalah digelar oleh BYTRA dalam irigasi atau perbaikan saluran rangka memverifikasi usulan dari masyarakat. Pada saat FGD irigasi. “Kenapa hal itu muncul, dilaksanakan pihak BYTRA ketika pembangunan itu sudah juga membagikan kuesioner ada maka masyarakat merasa kepada warga peserta FGD agar puas dan fasilitas itu bisa terjawab apakah usulan tersebut dirasakan secara nyata dan benar-benar keharusan yang akhirnya dapat menunjang mendesak atau tidak. kehidupan serta perekonomian “ Setelah usulan itu terjawab, warga nantinya. Selain irigasi selanjutnya dilakukan survey sebenarnya transportasi untuk kelapangan untuk mengetahui pengangkutan pertanian dan usulan tersebut cocok atau tidak perkebunan juga diimpikan dan sejauh mana dampaknya
Dari Rapat Koordinasi PEUDAP
Tak Kenal Maka TTak ak Sukses Program PEUDAP
S
etiap pelaksanaan suatu program atau rencana kegiatan dalam kelembagaan tentu perlu adanya koordinasi yang baik antar pihak yang terlibat agar hasil yang dicapai sesuai yang diharapkan. Begitupun dalam Program Pembangunan Damai Partisipatif (PEUDAP) yang didanai oleh pihak USAID-SERASI. Setiap kegiatan yang dilakukan pasti telah melalui proses koordinasi yang baik terutama menyangkut aktivitas masing-masing Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menjadi mitra. Sejumlah LSM mitra PEUDAP rutin melakukan rapat-rapat koordinasi yang melibatkan aparatur gampong, dimana program PEUDAP itu sendiri dilaksanakan. Seperti di Kecamatan Matangkuli yang merupakan salah satu wilayah yang menjadi lokasi pelaksanaan PEUDAP. Para aktivis LSM juga mengadakan rapat koordinasi bersama yang tujuannya sebagai bahan evaluasi terhadap apa yang telah dijalankan. Seperti halnya pada,
Sabtu (28/08) berlangsung rapat koordinasi yang difasilitasi langsung oleh Forum LSM Aceh bertempat di Aula Kantor Camat Kecamatan Matangkuli Kabupaten Aceh Utara. Rapat ini dihadiri oleh para Direktur LSM yang menjadi Mitra PEUDAP, para Tenaga Asisten Gampong (TAG) Imuem Mukim, Keuchik, dan dari pihak SERASI sendiri sebagai donor juga hadir. Dalam kesempatan tersebut sejumlah LSM memaparkan apa saja kegiatan yang telah dilaksanakan dan yang belum terlaksana. Kesempatan pertama diberikan kepada LSM menyampaikan hal-hal yang dirasakan penting. Ada pula LSM yang hampir menuntaskan seluruh kegiatan sesuai dalam program PEUDAP ini. LSM KANAPAKAD mempunyai peran yang luas. Diantaranya kegiatan yang mereka lakukan adalah penjaringan aspirasi di tingkat kemukiman yang melibatkan 70 lebih kemukiman di Aceh Utara. “Yang sudah selesai adalah sebanyak 23 kemukiman,” ujar Zulfikar dari LSM KANAPAKAD. Selanjutnya adalah LSM TANI BAHARI yang memapar-
Foto: Bahriar Syah
Direktur LSM dan TAD dalam Rapat Koordinasi di Aula Kantor Camat Matangkuli, Sabtu 28 Agustus 2010.
kan seputar kegiatan sosial yang dilakukan di lima gampong dalam Kemukiman Geulumpang VII, Matangkuli selama Juli 2010. Kegiatan itu termasuk juga FGD dengan masyarakat menyangkut pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur. “Selain itu kami juga telah mengadakan kegiatan olahraga seperti pertandingan bola kaki dan lomba kesenian bagi anak. Sedangkan untuk biaya rehabilitasi infrastruktur sedang kami susun,” sebut Muhammad Razi, Direktur LSM TANI BAHARI. Berkenaan dengan itu, dalam rapat koordinasi yang berlangsung selama dua jam tersebut juga diikuti dengan tanggapan dari para Imuem Mukim di Matangkuli tentang adanya program PEUDAP serta keberadaan sejumlah LSM di daerah mereka. Dari paparan para Imuem
Mukim ini terungkap bahwa sejauh ini program PEUDAP memang mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Namun ada beberapa keluhan yang justru dialamatkan kepada LSM yang terlibat. Seperti halnya, ada beberapa aparatur gampong atau mukim yang merasa kurang diperhatikan oleh LSM-LSM tersebut. “Kami tidak mengesampingkan program yang dijalankan, namun jangankan meminta izin untuk melaksanakan program atau kegiatan di daerah kami, kenalan saja tidak. Karena itu, kami berharap sangat hendaknya mereka yang terlibat atau LSM-LSM ini agar lebih menghargai keberadaan kami sebagai aparatur pemerintah yang telah ditunjuk ditingkat mukim ini,” keluh salah seorang Imuem Mukim dari Kemukiman Seulemak.
Foto: Bytra
terhadap lingkungan,” papar Jufri. Namun Jufri buru-buru menambahkan bahwa programprogram yang telah diusulkan itu tentunya nanti akan disesuaikan dengan keberadaan dana yang tersedia. Masyarakat memang harus pandai-pandai dalam memilih prioritas pembangunan dalam gampongnya. Semua pembangunan memang perlu, tapi mana yang paling mendesak dibutuhkan itulah yang paling pantas dikerjakan. Jangan sampai salah usul, bisa kacau..[P]
Dibagian lain, Imuem Mukim Geulumpang VII, Tgk Ismail menilai bahwa dengan kehadiran program PEUDAP yang disertai dengan keterlibatan LSM partner, menunjukkan bahwa adanya beberapa perubahan yang signifikan khususnya bagi kaum perempuan. “Yang kami salut setiap ada kegiatan, mereka (pihak LSM-red) juga selalu berkoordinasi dengan kami setiap ada kegiatan. Kami sangat mendukung setiap kegiatan yang dilaksanakan tersebut selama membawa manfaat positif bagi masyarakat,” imbuhnya. Menanggapi berbagai laporan tentang pelaksanaan PEUDAP dari LSM partner dan sejumlah keluhan dari para Imuem Mukim, Sayuthi dari pihak USAID-SERASI menyampaikan beberapa hal diantaranya berterimakasih kepada para LSM partner yang meskipun sedang dalam suasana Ramadhan tetap melaksanakan aktivitas untuk menuntaskan program. Memang tak ada gading yang tak retak. Supaya “retak” dalam PEUDAP tidak menjadi meluas dan berkelanjutan maka rapat koordinasi selalu diadakan secara rutin setiap bulan. Segala masukan, saran dan keluhan dari berbagai pihak yang terkait akan ditampung dan menjadi pelajaran bagi pelaksanaan program ke depan. Maju terus PEUDAP! [P]
7 XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Memajukan Pengrajin Perempuan di Aceh Utara rampilan bagi para perempuan yang ingin membuka usaha mikro kecil. Secara berkala, LPB mengundang pengrajin berpengalaman dari daerah lain untuk mengajarkan keterampilan perempuan-perempuan Aceh Utara. “Beberapa waktu lalu, kami mengadakan pelatihan membuat kerajinan dari eceng gondok. Kami mendatangkan pengrajin dari Yogyakarta. Sebelum pelatihan, eceng gondok masih dianggap sebagai tanaman tak berguna. Kini sebagian para perempuan di Aceh Utara ini sudah bisa membuat tas, dompet atau mebel dari eceng gondok,” katanya bangga. Foto PEMBARUAN/UNGGUL WIRAWAN
Barang kerajinan dipamerkan di LPB WM Lhokseumawe.
Hasil produk kerajinan kaum perempuan di Aceh Utara dipajang di kantor Lembaga Pengembangan Bisnis Wanita Mandiri (LPB WM), di Lhok Seumawe, Aceh Utara. Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut memberikan pelatihan keterampilan kepada para perempuan untuk membuat berbagai produk kerajinan rumah tangga.
A
KIBAT konflik bersenjata dan bencana tsunami, perekonomian Aceh mengalami pukulan telak. Dalam kondisi terpuruk itu, kaum perempuan justru tampil sebagai motor kebangkitan. Di Aceh Utara, mereka aktif mengembangkan berbagai usaha. Ironisnya, laki-laki belum juga termotivasi. Perempuan Aceh memang mengagumkan. Mereka bukan hanya bekerja keras mengurus rumah tangga. Banyak kaum perempuan bekerja sebagai pencari nafkah utama. Mereka mencangkul di sawah atau di ladang. Lantas, ke mana para pria? Itu cerita lain lagi. Sejak pagi hingga menjelang malam, mereka umumnya lebih suka di warung kopi. Peran perempuan akhirnya menjadi sangat dominan dalam banyak rumah tangga di Aceh. Tak bisa dipungkiri, nyaris seluruh urusan rumah tangga dipegang perempuan. Bahkan tak jarang, kebutuhan air bersih pun menjadi “kewajiban” perempuan. Setelah bak terisi air bersih, para suami tinggal mandi. “Laki-laki umumnya cenderung tidak tahu urusan rumah tangga. Bahkan untuk mencangkul sawah dan berkebun, istri mereka yang melakukannya. Tetapi para suami tetap yang menentukan keputusan rumah tangga,” kata Ali, seorang warga Lhokseumawe. Ali mengatakan penyebabnya kondisi tersebut mungkin bukan hanya soal budaya. Jika mau dirunut-runut, pengaruh trauma Daerah Operasi Militer (DOM) dan konflik bersenjata ikut menjadi salah satu penyebab. Pada waktu itu, kaum perempuan saja yang lebih leluasa bepergian daripada laki-laki. Perempuan Aceh merupakan ujung tombak perubahan di berbagai bidang. Saat ini, peran perempuan berperan besar dalam perubahan Aceh ke arah yang positif. Bahkan sejak dulu, orang mengagumi sosok Cut Nyak Dhien, panglima perang Aceh
yang gagah berani. Ketegaran perempuan Aceh itu telah memberi inspirasi perempuan Aceh di zaman modern untuk membangun Aceh dari keterpurukan. Berdayakan Perempuan Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah lama mempromosikan program pemberdayaan kaum perempuan. Pascakonflik bersenjata dan bencana tsunami, perempuan Aceh memegang peranan penting dalam rumah tangga. Apalagi banyak di antara mereka yang kehilangan suami, sehingga harus bertahan hidup sendiri. Atas dasar itu, program sejumlah LSM sengaja diarahkan untuk membuat perempuan lebih mandiri. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh Nias telah lama memperkenalkan kegiatan perekonomian untuk kaum perempuan. Tak terkecuali, Lembaga Pengembangan Bisnis Wanita Mandiri (LPB WM) yang berdiri sejak September 2005. Menurut Koordinator LPB Wanita Mandiri Agustina Elfitria, kehadiran LPB WM bertujuan untuk memberdayakan kaum perempuan Aceh sehingga dapat membantu perekonomian keluarga. LPB WM mengembangkan karakter dan keahlian berbisnis kaum perempuan skala mikro dan kecil melalui pelatihan dan pendampingan dan konsultasi. “Hingga saat ini, kami telah menjaring sekitar 30 usaha mikro kecil yang dilakukan kaum perempuan. Sebagian besar di antara mereka adalah korban konflik bersenjata dan tsunami. Banyak di antara mereka menjadi kepala rumah tangga yang harus menghidupi keluarga,” katanya. Agustina menjelaskan LPB WM bekerja sama dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dan Exxon Mobil Indonesia (EMOI) untuk melaksanakan program-program kegiatan. LPB WM mengadakan pelatihan dan pendidikan kete-
PEUDAP
EKONOMI
Kendala dan Tantangan Meskipun cukup lama beroperasi, LPB WM bukan tanpa kendala dan tantangan. Para pekerja sosial yang ada mengaku kerap menemui hambatan dan sejumlah persoalan di lapangan. Salah satunya adalah pemahaman untuk memberdayakan perempuan. Tidak jarang,
persoalan itu justru muncul dari laki-laki atau para suami. “Kami harus terus berusaha keras meyakinkan mereka. Kadang para suami itu menanggapi kegiatan kami dengan rasa curiga. Awalnya mereka lebih sering menduga kami akan menawarkan bantuan uang. Setelah ternyata tidak bawa apa-apa, mereka melarang kami,” ujar Fasilitator LPB WM Dian Sahor Fonna. Penolakan Sikap penolakan terhadap program pemberdayaan perempuan kadang muncul dari para suami. Suka duka itu memang cukup sering dialami aktivis LPB WM. Namun, semangat muda para aktivis LPB WM tidak mudah menyerah. Apalagi sejak menuntut studi di pulau lain, mereka telah bertekad untuk kembali membangun Aceh. “Susahnya, kami ini seperti menjual omongan saja. Kami tidak bawa apa-apa hanya konsep saja. Kadang-kadang kami dikira ‘sales’ barang. Untungnya kami adalah orangorang Aceh asli, jadi mereka bisa sedikit lebih cair,” tambah Cut Ita Erliana, yang juga menjadi Fasilitator LPB WM. Persoalan lain yang juga masih dihadapi adalah pemasaran. Walaupun LPB WM sudah membantu, jaringan pemasaran usaha mikro perempuan Aceh
Utara ini masih lemah. Umumnya, sebagian besar produk kerajinan hanya dijual di pasar lokal. Setelah LPB WM berdiri, jangkauan pemasaran sedikit lebih luas hingga ke provinsi lain. Untuk sementara, hasil kerajinan kerap dipasarkan dari mulut ke mulut tetangga, kenalan, dan kios lembaga pendamping di Kota Lhok Seumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. “Para perempuan itu masih sampai sekarang belum menemukan pasar yang tetap. Pembeli kebanyakan hanya kenalan dan pengunjung yang datang melihat. Padahal jika produk mereka bisa diperkenalkan, potensi pasar mereka lebih luas, “ tutur Agustina. Kini Agustina dan kawan-kawan masih terus memperjuangkan program pemberdayaan perempuan. Untuk itu, mereka terus mengupayakan sinergi positif berbagai pihak agar kegiatan ekonomi perempuan di Aceh Utara dan sekitarnya makin meningkat. Kelak, program-program seperti LPB WM diharapkan bukan hanya berdampak positif bagi perempuan semata, melainkan juga bagi kaum pria. Peran besar perempuan dalam rumah tangga dan usaha barangkali bisa menjadi pemicu semangat positif bagi laki-laki Aceh untuk bangkit maju dan memperbaiki diri.[DBS]
Tradisi Pembuatan Rencong Terancam Rencong (Bahasa Aceh: Rintjong, Rincong) adalah senjata tajam belati tradisional Aceh, di pulau Sumatera Indonesia bentuknya menyerupai huruf “L”. Rencong termasuk dalam kategori belati yang berbeda dengan pisau atau pedang. Rencong memiliki kemiripan rupa dengan keris. Panjang mata pisau rencong dapat bervariasi dari 10 cm sampai 50 cm. Rencong dimasukkan ke dalam sarung belati yang terbuat dari kayu, gading, tanduk, atau terkadang logam perak atau emas. Rencong memiliki tingkatan; untuk raja atau sultan biasanya sarungnya terbuat dari gading dan mata pisaunya dari emas dan berukirkan sekutip ayat suci dari Alquran agama Islam. Sedangkan rencong-rencong lainnya biasanya terbuat dari tanduk kerbau ataupun kayu sebagai sarungnya, dan kuningan atau besi putih sebagai belatinya. Rencong begitu populer di masyarakat Aceh sehingga Aceh juga dikenal dengan sebutan “Tanah Rencong”. Tradisi pembuatan rencong terancam punah, khususnya di Kabupaten Aceh Utara. yang selama ini dikenal sebagai salah satu sentra kerajinan senjata tradisional khas Provinsi Aceh. Di Aceh Utara, sentra perajin rencong hanya terdapat di Kecamatan Tanah Pasir, yang saat ini hanya tersisa satu perajin. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dianggap tidak peduli dalam membina perajin rencong yang saat ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai sovenir khas Aceh, dibanding fungsinya di masa lalu sebagai senjata tradisional. Salah seorang perajin rencong yang masih tersisa di Kecamatan Tanah Pasir Ishak Abdullah (57) menuturkan, sebenarnya
setelah tahun 2000-an, masih ada tiga orang perajin rencong di Tanah Pasir. “Pada masa darurat militer, pesanan rencong dari tanah pasir mengalami peningkatan. Pasukan TNI dan Polri yang ditugaskan ke Aceh, sering memesan rencong garapan tangannya, sebagai Souvenir”, ujar Ishak, yang ditemui di bengkel kecilnya, di Desa Blang, Kecamatan Tanah Pasir, Minggu (4/4/2010). Ishak menyampaikan, beberapa tahun terakhir di Kecamatan Tanah Pasir hanya tinggal dia seorang perajin rencong yang masih bertahan. Sejumlah dua perajin lainnya menutup usaha dan bengkelnya. “Salah satu perajin adalah abang saya. Usahanya tak dilanjutkan karena beliau meninggal, sedangkan satu perajin lainnya kini tak lagi membuat rencong karena kalah kualitas dan rencong buatannya kurang laku,” ujarnya. Ishak bersama seorang putranya Juliadi [29], mencoba untuk tetap bertahan pada Kerajinan Tangan Rencong. Meski tanpa saingan, Ishak mengaku cukup prihatin karena keberadaan perajin
Rencong Aceh.
senjata tradisional di Aceh Utara tersebut bisa punah jika usahanya tutup. Menurut Ishak, pemerintah daerah terkesan tak peduli dengan keberadaan perajin rencong. Sebab, menurut Ishak, dia pernah mengirimkan permintaan bantuan modal untuk membuka bengkel pembuatan rencong di luar bengkel yang kini ada di samping rumahnya. “Maksudnya agar ada lagi bengkel lain untuk pembuatan rencong, tetapi sampai sekarang tak pernah ada bantuan dari pemerintah daerah,” ujarnya. Sebenarnya, sebagai jenis usaha kecil dan mikro, Ishak merasa berhak mendapat bantuan dari pemerintah. Setiap hari, Ishak dan anaknya mampu membuat tiga buah rencong ukuran kecil (tiga inci) dan sebuah ukuran sedang (enam hingga tujuh inci). “Biasanya, setelah jadi, ada agen yang datang ke mari untuk kemudian memasarkannya di Lhokseumawe atau bahkan di bawa luar Aceh,” katanya.[DBS]
Foto: Google
PEUDAP
8
PEREMPUAN
Foto: KPI
Sosialisasi program di gampong.
XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Suasana pertemuan kelompok perempuan.
Foto: KPI
Jangan Abaikan Perempuan S
esuai dengan program PEUDAP, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) terus giat berkampanye mengenai keterlibatan perempuan dalam membangun gampong. Perempuan perlu dilibatkan dalam berbagai posisi strategis pada berbagai macam tingkatan. Misalnya, menduduki posisi anggota legislatif hingga tuha peut yang terdiri dari empat unsur di dalamnya yaitu unsur ulama, unsur adat, unsur cerdik pandai, dan unsur tokoh masyarakat. Direktur Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Aceh, Nani Rahayu, mengatakan pelibatan perempuan dalam aparatur negara dan gampong hingga kini masih sangat minim. “Oleh karena itu, kami menyarankan kepada kaum hawa yang ada di Aceh Utara,
khususnya yang berada di Kecamatan Matangkuli agar selalu ikut berpartisipasi dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang),”katanya. Saran tersebut ditanggapi secara positif oleh para perempuan di kawasan itu. Bahkan, mereka sangat antusias, karena inisiatif dari diri mereka (perempuan-red) selama ini masih kurang untuk Nani Rahayu. mengikuti agendaagenda demikian. Nani mengutarakan, pada permulaannya ada kendala kecil yang kami hadapi untuk mencapai tujuan terpenuhinya hakhak perempuan. Kendala itu pun muncul dari para perempuan setempat. Misalnya, apabila di-
Siti Asma Perjuangkan Hak Perempuan Saya bergabung dengan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) sejak tahun 1997. Saat itu bertepatan dengan kongres pertama KPI. Awalnya saya bergabung dengan KPI wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun, di tahun 2006 saya diminta untuk menjadi relawan oleh KPI Aceh. Saat itulah permulaan keterlibatan saya di KPI Aceh. Ketika saya bergabung dengan KPI Aceh, kebetulan pada saat itu sedang berlangsungnya pendidikan dasar (diksar) bagi anggota KPI Aceh. Dalam diksar tersebut saya dipercayakan untuk menjadi fasilitator. Dua tahun kemudian yakni pada 2008, KPI Aceh mengontrak saya untuk menduduki posisi Koordinator Program KPI Aceh. Pengalaman saya di KPI Aceh sangat banyak. Di KPI saya mengenal betapa indahnya perbedaan. Rasa solidaritas KPI berbeda dengan lembaga lain. Dalam KPI, apabila
salah satu anggota mendapat suatu masalah atau musibah baik di wilayah manapun, maka seluruh anggota KPI nasional memberi perhatian khusus bagi yang terkena musibah itu. Dalam KPI nasional ada 18 kelompok kepentingan. Sedangkan untuk KPI Aceh terdapat 5 kelompok kepentingan yaitu, kelompok profesional, peta- Siti Asma ni, ibu rumah tangga (IRT), mahasiswa, dan informal (pedagang). Di samping itu, sulit meyakinkan orang bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin. Perjuangan itu yang terus saya lakukan bersama KPI. Meski ada penolakan-penolakan dari masyarakat, tapi itu hal yang wajar.
undang untuk mengikuti sebuah acara, khususnya para ibu rumah tangga (IRT) masih disibukkan dengan pekerjaan domestik dalam mengerjakan tugas rumah tangganya. Akan tetapi, kendala tersebut kini telah teratasi karena perempuan di daerah itu telah merasakan manfaat dari tiap acara yang dihadiri. “Sekarang, kalau jika diundang dua orang, yang datang malah menjadi dua kali lipat dari undangan yaitu empat orang,”ujar Nani. Dari situ dapat disimpulkan bahwa antusiasme masyarakat setempat cukup baik. Adapun kegiatan-kegiatan yang KPI laksanakan adalah seperti penguatan kapasitas, peDengan KPI Aceh, saya sekarang sedang mendorong perempuan untuk terlibat dalam aparatur gampong. Perempuan patut menjadi salah satu elemen dalam membangun gampong melalui jabatan yang strategis. Bila ditanya kenapa saya berminat masuk dalam KPI, mungkin konteks perempuan adalah hal yang tepat untuk saya. Biarpun dulunya saya bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan, tapi saya terpanggil untuk masuk dalam ranah lembaga perempuan. Akibat terpuruknya posisi perempuan dalam tataran pemerintah membuat saya termotivasi agar dapat memperjuangkan kembali hak perempuan. Apalagi Aceh yang kental dengan budaya Islam dan patriarki, sehingga menjadikan ruang kreasi wanita kian sempit. Padahal kapasitas yang dimiliki oleh wanita Aceh sangat memadai.[P]
latihan-pelatihan seperti pelatihan partisipasi perempuan dalam pembangunan dan pelatihan untuk aparatur gampong. Peserta pelatihan harus bisa lolos seleksi agar bisa mengikuti pelatihan yang diberikan oleh KPI. Selain itu, KPI juga ada monitoring lapangan, pertemuan reguler, dan pertemuan koordinasi setiap bulannya. Dalam setiap pertemuan itu ditargetkan adanya peningkatan kapasitas bagi para penerima manfaat baik yang langsung maupun tidak langsung. Semua kegiatan tersebut bertujuan agar kapasitas perempuan di kawasan Matangkuli meningkat. Perempuan mempunyai hak sebagai warga negara dalam menduduki jabatanjabatan dalam pemerintahan. Dengan dukungan kapasitas yang memadai, segala jabatan akan mudah didapat oleh kaum perempuan, tapi hal itu mesti didukung juga oleh kesempatan. Realita saat ini, kesempatan yang diberikan bagi para perempuan dalam pelibatan di posisi strategis masih sangat kurang. “Di wilayah kerja kami sebanyak 49 gampong, ada tiga gampong menolak mentah-mentah tawaran yang kami berikan yaitu berupa keterlibatan perempuan dalam tuha peut,”sesal Nani. Masih ada pandangan bahwa aparatur gampong itu harus dari laki-laki, kecuali kalau kurang baru melibatkan wanita. Padahal itu merupakan hal yang keliru. Jadi, kesetaraan gender di wilayah tersebut kayaknya masih tabu. “Kami sempat kaget waktu tawaran kami ditolak. Masyarakat di tiga gampong itu secara langsung mengatakan, masih banyak laki-laki di gampong ini yang layak menjadi tuha peut, jadi perempuan masih belum diperlukan, kecuali sudah tak ada lagi laki-laki,”ia menirukan ucapan warga. Kalau pemahaman tersebut terus dipupuk, akan susah untuk membangun sebuah pemikiran yang ramah gender. Mindset (pemikiran-red) seperti itu akan menghambat arus demokrasi yang telah dibangun pasca konflik di Aceh. “Pendekatanpendekatan terus kami lakukan
melalui sosialisasi secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat sekitar itu,”ia menambahkan. Sedangkan aparatur pemerintah di tingkat kecamatan sangat mendukung upaya KPI dalam hadirnya perempuan di posisi strategis. Peluang dari pemerintah kecamatan Matangkuli cukup baik. Mereka telah bersedia menyediakan 30 persen wewenang dalam aparatur dipegang oleh para wanita. Dengan demikian, kapasitas tanpa kesempatan pun akan sulit untuk memperjuangkan hak-hak perempuan guna mendapat posisi penting. Maka prioritas pemerintah itu salah satunya dengan memberikan kesempatan bagi para perempuan. Jangan selalu menjadikan wanita itu di posisi kedua. Praktek demikian harus segera dihilangkan agar keadilan ikut dirasakan kaum perempuan. Pada evaluasi 3 bulan yang lalu, KPI mendatangi keuchikkeuchik gampong untuk menanyakan perubahan apa yang ada pada perempuan daerah tersebut. Keuchik berpendapat bahwa kaum hawa wilayahnya kian percaya diri dalam berkomentar, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan gampong dan pemenuhan hak-hak perempuan. Sejauh ini, awak KPI yang terlibat dalam program pelaksanaan Peudap ada tujuh orang. Di dalamnya ada direktur, manajer program, dan staf lapangan. Masing-masing staf mengawal 10 gampong yang ada di Matangkuli. Di samping itu, aktivis perempuan dan kaum perempuan juga ikut terlibat dalam program tersebut. Dengan kerjasama elemen-elemen itu diharapkan semua pemerintah gampong menjadi lebih terbuka untuk memberi ruang bagi kaum wanita. Inisiatif dalam melibatkan perempuan dalam hal penting mesti muncul dari tiap diri masyarakat. Disebabkan, kehadiran perempuan di posisi kunci sangat dibutuhkan. [P]
9 XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
TEKNO
PEUDAP
Foto:BPTP
Seorang peneliti dari Australian Centre for International Agriculture Research (ACIAR), Rebecca Lines Kelley, partner kerja Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh sedang mengamati kondisi lahan tanah petani di Gampong Blang Tingkeum, Bireun.
Aceh Swasembada Kedelai dengan TOT Indonesia menargetkan pada tahun 2014 tak lagi mengimpor kedelai dari luar negeri. Malah sebaliknya, pada tahun 2014 mendatang pemerintah Indonesia mencanangkan swasembada kedelai. Untuk mendukung program tersebut, pemerintah menyarankan agar para petani hendaknya menerapkan metode pertanian yang disebut Tanpa Olah Tanah (TOT).
T
OT merupakan salah satu teknologi tepat guna (TTG) yang sangat menguntungkan. Penerapan TOT dalam pertanian cukup mudah, karena petani tak perlu lagi mengolah tanah untuk menanam komoditas pertanian, salah satunya kedelai. Namun disayangkan praktek tersebut belum diikuti sepenuhnya oleh para petani. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh , Ir. T. Iskandar, M.Si kepada PEUDAP beberapa waktu lalu. Ia mengklaim teknologi TOT membuktikan petani dapat untung besar. Hal itu disebabkan, petani tak mengeluarkan biaya pengolahan tanah lagi ketika penanaman bibit tanaman. Jumlah penyemprotan yang biasanya mencapai 7 hingga 8 kali, tapi dengan TOT
petani cukup mengeluarkan biaya 3 atau 4 kali penyemprotan. Hasil panen juga bisa mencapai 2 kali lipat dibandingkan dengan pola tanam biasa. “Sistem TOT, hasil panen kedelai dapat mencapai 1,8 sampai 2,2 ton per hektar. Sedangkan pengolahan tanaman metode biasa hanya menghasilkan 1,3 hingga 1,4 ton per hektar saja,”kata T. Iskandar. Bahkan, apabila petani 100 persen berada di bawah pengawasan BPTP, maka penghasilan kedelai bisa sampai 3 ton per hektar. Itu angka yang besar bagi Indonesia. Aceh siap go swasembada kedelai 2014 kalau cara itu dilakukan. Teknik budidaya kedelai yang dilakukan sebagian besar petani umumnya masih sangat sederhana, baik dalam hal pengolahan tanah, pemupukan dan pemberantasan hama, sehingga
produksinya masih relatif rendah. Petani tidak perlu melakukan pengolahan tanah TOT, terutama tanah bekas padi. Petani hanya membersihkan tanah dari jerami padi, selanjutnya bibit kedelai ditebar atau ditugal terlebih dahulu untuk lubang penanaman biji kedelai. Jika petani memilih kualitas bibit kedelai yang kurang baik, Maka produksinya relatif rendah. Selain itu, metode lama yang dipakai petani untuk menanam kedelai memakan biaya yang besar. Dengan metode lama, petani disibukkan dengan pengolahan tanah yang ikut menelan biaya. Misalnya, setelah memanen padi para petani tak menggunakan lahan sawahnya selama 1 bulan. Dengan begitu, tanah lahan akan mengeras dan kering bahkan retak-retak. Sedangkan TOT langsung memanfaatkan lahan pasca panen padi dengan jarak yakni 5 – 10 hari pasca panen. Dalam rentang waktu tersebut, tanah masih menyisakan zat-zat yang bisa digunakan lagi oleh kedelai dalam berkembang biak. Jadi, secara tidak langsung petani sudah bisa berhemat menyangkut dengan pemupukan. Ada beberapa daerah Aceh
yang telah berhasil menerapkan pemerintah. Drainase atau metode TOT yaitu, Bireuen, saluran air pembuangan mesti Pidie, Pidie Jaya, terus dibangun dan Aceh Tamiang. atau diperbanyak. Saat pertama kali Jika tidak, maka diperkenalkan genangan air pola itu kepada hujan di lahan permasyarakat di tanian akan daerah-daerah m e m a t i k a n tersebut, mereka tanaman para ragu untuk mengpetani. adopsi teknik buDi samping itu, didaya kedelai seharusnya pemerinmacam itu. Meretahan Aceh bisa ka sudah terbiasa membuat sebuah dengan cara lama gerakan kedelai. dalam membudiContohnya, dedayakan kedelai. ngan membentuk Ir. T. Iskandar, M. Si Sosialisasi pun gerakan sejuta digiatkan agar masyarakat tak kedelai. Disebabkan, selama ini asing lagi dengan teknik di Indonesia, Aceh telah penanaman yang ekonomis itu. menduduki urutan ketiga setelah “BPTP juga menerjunkan Jawa Timur dan Jawa Tengah peneliti-peneliti untuk mendam- mengenai luas area kedelai. pingi petani di tiap daerah itu Sedangkan untuk kategori hasil agar bisa mempercepat penera- produksi kedelai, Aceh mendapan teknik TOT. Upaya itu dila- pat urutan keempat di kancah kukan agar target swasembada nasional. kedelai 2014 berhasil. Aceh Aceh bisa saja menjadi urutermasuk prioritas nasional tan teratas bila ada komitmen dalam menyukseskan rencana antara petani dengan pemetersebut,”kata T.Iskandar dengan rintah. Petani harus meningkatnada bangga. kan etos kerjanya. Petani di Aceh Aceh juga telah melahirkan masih tertinggal dengan daerah varietas kedelai unggul dari lain bila diukur dari segi kinerja. lokal berkualitas nasional. Salah satu alasan petani enggan Varietas tersebut bernama Kipas mengadopsi TOT kedelai juga Merah Bireuen. Bireuen daerah karena lalai dengan masa istirapaling produktif untuk kedelai, hat pasca panen. khususnya di Gampong Blang Tahun ini, ditargetkan jumTingkeum. Kesuksesan ini dapat lah kedelai akan kembali medicontoh bagi daerah-daerah ningkat dengan perkiraan prolain, khsususnya yang di Aceh. duktivitas sekitar 3 ton per Pemerintah perlu mendu- hektar. Peningkatan produksi terkung hidupnya budidaya kede- sebut didukung dengan perlualai, karena petani masih san lahan yang diperkirakan mendapat kendala dengan fasili- mencapai 80 persen dari jumlah tas pertanian yang disediakan panen tahun sebelumnya.[P]
PEUDAP
10
OPINI
XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Gampong Makmur Nanggroe Sejahtera P
emandangan dari Banda Aceh menuju Propinsi Sumatera Utara melalui jalan Banda Aceh –Medan, menyajikan kita berbagai pemandangan beragam kondisi bangunan di sepanjang jalur lintas propinsi ini. Saat masih berada di sekitar Banda Aceh, tampak bangunan-bangunan nan cantik berdiri megah di sepanjang jalan. Ketika memasuki wilayah pedalaman, seperti Saree-Aceh Besar, mulai tampak bangunan sederhana bahkan sering terlihat bangunan dalam kondisi reot tidak layak huni. Kembali memasuki kota selanjutnya Sigli, akan tampak lagi bangunan megah atau setidaknya bangunan yang masih kokoh dengan cat yang mengkilat. Namun, tatkala perjalanan kembali melewati daerah pedesaan mulai tampak lagi bangunan sederhana bahkan kumuh. Demikian terus berulangulang hingga kita sampai ke propinsi tetangga. Kondisi ini bukan hanya menjadi fenomena kawasan pantai timur yang merupakan kantong kemiskinan terbesar di Aceh, tetapi juga menjadi fenomena di kawasan sepanjang pantai Barat Aceh. Tampilan fisik bangunan hanyalah cara sederhana untuk menilai kemajuan suatu daerah. Dalam budaya Aceh, bangunan tempat tinggal merupakan simbol kesejahteraan. Selain berfungsi sebagai tempat berteduh, rumah bagi mereka adalah harta kebanggaan yang menunjukkan kemampuan ekonomi, artinya jika mereka mampu secara ekonomi maka mereka akan mendirikan bangunan yang cukup megah dan kokoh dari sisi konstruksi. Namun, bangunan dengan kondisi buruk sampai saat ini masih merupakan pemandangan umum di daerah pedesaan, sebuah pertanda kemiskinan masih bersahabat erat dengan masyarakat. Laporan Bank Dunia tahun 2004 menyatakan Aceh memiliki tingkat kemiskinan terbesar ke-4 di Indonesia. Kemiskinan paling banyak ditemui di pedesaan dimana lebih kurang 70% penduduk Aceh bertempat tinggal. Oleh karena itu, penyelesaian masalah kemiskinan haruslah difokuskan di pusat dimana masalah itu berada yaitu di gampong-gampong melalui program pembangunan berbasis gampong. Pembangunan berbasis gampong pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan model pembangunan lain hanya saja harus disesuaikan dengan kemampuan, kebiasaan (budaya) dan ketersediaan sumber daya gampong. Watak masyarakat gampong yang masih sangat kuat dengan sifat kebersamaan dan kesederhanaan haruslah menjadi landasan utama. Jika demikian adanya, apa yang perlu dilakukan demi kemajuan gampong?
Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Irwandi- Nazar telah meluncurkan program untuk pembangunan berbasis gampong. Kebijakan ini disertai dengan alokasi pendanaan yang lumayan besar melalui Alokasi Dana Gampong (ADG) dimana 6411 gampong di seluruh Propinsi Aceh akan mendapat dana sebesar Rp.100 juta dari APBA. Sementara itu, pemerintah kabupaten/kota juga diwajibkan untuk memberikan dana dampingan minimal Rp.50 juta/ gampong. Dana ini diperuntukan bagi pembangunan gampong yang bersangkutan baik itu pembangunan fisik maupun non fisik. Apakah dana sejumlah itu cukup besar untuk membangun sebuah gampong? Besar kecilnya dana akan sangat tergantung bagaimana masyarakat melihat dana tersebut. Bagi masyarakat perkotaan mungkin dana sebesar itu tidak ada artinya mengingat jumlah uang yang berputar di kota jauh lebih besar. Tetapi bagi masyarakat gampong di pedalaman misalnya Sawang di Aceh Utara yang penduduknya hanya ratusan kepala keluarga dengan kondisi serba kekurangan, maka jumlah ini luar biasa besarnya. Pengalokasian ADG ini bukan hanya berlaku untuk satu gampong saja , tetapi seluruh gampong yang berada dalam satu kecamatan akan menerima ADG dengan jumlah yang sama. Jika dalam kecamatan tersebut terdapat 200 gampong maka total uang yang beredar dari ADG bisa mencapai 30 miliar dalam satu kurun anggaran! Sebuah jumlah yang cukup fantastis untuk pembangunan gampong. Menurut konsep yang telah disiapkan oleh pemerintah Aceh, dana tersebut 70% digunakan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur gampong, 30% lagi sisanya digunakan untuk kegiatan simpan pinjam perempuan gampong. Penggunaan dana untuk insentif kepala gampong ataupun honor perangkat gampong tidak diperbolehkan sama sekali. Tetapi untuk pembangunan fasilitas pendidikan anak dalam skala kecil seperti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) ataupun misalnya perbaikan atap sekolah masih diperkenankan. Sebuah “pagar” yang cukup ketat untuk menjaga agar dana tersebut tidak meleset dari target sasaran pembangunan yang sudah direncanakan. Pemerintah sendiri telah menyusun indikator keberhasilan program ini yaitu, menurunnya jumlah penduduk miskin di gampong, menurunnya angka anak putus sekolah, menurunnya gizi buruk, meningkatnya pendapatan perkapita gampong, berkurangnya jumlah pengangguran, serta bertambahnya jumlah infrastruktur gampong. Indikator yang telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur No. 25/2009 tentang pedoman Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong, akan dievaluasi setelah satu tahun berjalan. Program-progam tersebut diatas merupakan langkahlangkah yang sudah direncanakan oleh pemerintah untuk
M. Nizar Abdurrani Pemerhati pembangunan Gampong mendukung pembangunan gampong. Sekarang yang tak kalah pentingnya adalah menentukan bagaimana tujuan pembangunan berbasis gampong bisa tercapai. Sebelumnya sudah banyak program serupa yang dilaksanakan baik oleh pemerintah ataupun oleh lembaga internasional terutama pasca tsunami. Sebut saja Program Pembangunan Kecamatan (PPK), Program Nasional Pembangunan Madani (PNPM), Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan lain sebagainya. Program yang serupa tapi tak sama ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masingmasing. Namun satu yang perlu dicatat bahwa program-program tersebut mempunyai rantai birokrasi panjang dan memakan waktu yang lama untuk pelaksanaannya. Sejak musyawarah warga desa untuk perencanaan program hingga eksekusi program terkadang memakan waktu hingga 3 bulan. Belum lagi, karena keterbatasan dana, terpaksa diterapkan sistem kompetisi proposal antar gampong dimana proposal pembangunan yang dianggap bagus oleh administrator programlah yang akan disetujui untuk dilaksanakan. Agar pembangunan berbasis gampong dapat berjalan dengan sukses, prioritas kebutuhan pembangunan gampong haruslah ditentukan terlebih dahulu.
Tiap gampong mempunyai kebutuhan yang berbeda. Warga gampong biasanya akan menentukan prioritas pembangunan melalui musyawarah yang dihadiri oleh seluruh komponen masyarakat, lakilaki dan perempuan. Setidaknya ada beberapa sektor dasar yang harus disediakan dalam tiap gampong dan sektor ini menjadi penentu keberhasilan pembangunan. Sektor tersebut adalah pendidikan, kesehatan dan air bersih disamping sektor ekonomi yang telah disebutkan di atas. Sektor-sektor tersebut menurut laporan Bank Dunia masih sangat rendah aksesnya oleh masyarakat dan berpengaruh langsung kepada sumber daya manusia yang menjadi tulang punggung pembangunan. Keuangan sering menjadi titik kritis dalam pembangunan dan sering menjadi awal dari kegagalan. Jika ketidaktransparan sudah terjadi dan ketidakpercayaan sudah tertanam dalam benak, rasa saling curiga menyusul hingga akhirnya membuat program pembangunan terbengkalai dan gagal. Bahkan bisa-bisa akan ada oknum-oknum yang harus berurusan di kantor polisi sebagaimana yang sering diberitakan oleh media massa. Rasa saling percaya merupakan modal utama yang tidak boleh hilang dalam pembangunan yang berbasis gampong. Jika
sekali hilang maka akan butuh waktu bertahun-tahun untuk meraihnya lagi. Rasa percaya juga terkait dengan masalah keadilan bagi masyarakat gampong. Definisi keadilan sering diterjemahkan oleh masyarakat gampong sebagai suatu kebersamaan, susah dan senang dijalanin bersama. Sistem kompetisi ataupun prioritas bantuan tidak begitu dikenal dalam masyarakat gampong yang sederhana. Sistem ini akan menciptakan konflik yang bertentangan dengan budaya kehidupan kemasyarakatan gampong. Sehingga sering terjadi jika ada pihak yang tidak mendapat bantuan karena tidak memenuhi kriteria muncul gugatan dari warga tersebut. Pembangunan yang baik bagi warga adalah pembangunan yang bisa dinikmati oleh seluruh warga. Suatu saat nanti jika pendekatan pembangunan yang berbasis gampong sudah berhasil dilaksanakan, maka sangat memungkinkan akan sulit dijumpai lagi pemandangan kumuh pemukiman masyarakat di gamponggampong. Tidak ada lagi masyarakat miskin gampong yang berbondong-bondong menuju kota untuk mencari kehidupan lebih baik karena hidup di gampong sudah lebih baik dan menjanjikan. Gampong makmur,Nanggroe pun sejahtera dan semua bahagia.[]
Etos Kerja Petani Harus Ditingkatkan
B
erdasarkan penelitian kami di lapangan, etos kerja petani Aceh harus ditingkatkan bila ingin menyaingi petani-petani lain di Indonesia. Selama ini, para petani Aceh sering disibukkan dengan acara adat sehingga mengakibatkan tugas pokoknya sebagai petani menjadi terabaikan. Contohnya, dalam penerapan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) kedelai, petani masih berkilah bahwa metode tersebut memberi ruang waktu yang sempit. Memang TOT mewajibkan petani untuk bercocok tanam sejak 5 – 10 hari masa panen komoditas tani sebelumnya. Apabila tidak, maka hasil dari TOT itu tak berhasil. Namun, ketetapan itu memberi dampak positif bagi hasil panen. Tak ada biaya pemupukan kalau TOT mau diterapkan. Cukup menggunakan legin (zat yang mengandung bakteri rhizobium yang dinon-aktifkan untuk perkem-
Ir. Chairunas, MS Peneliti Madya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian bangbiakan kedelai-red) petani sudah bisa bersantai dan berhemat. Jadi lebih prkatis dan ekonomis. Legin harus tetap diberikan, karena untuk mendukung kelancaran praktek TOT. Cara menggunakan legin sangat mudah. Petani cukup membasahi benih kedelai lalu diaduk dengan legin dan langsung ditanam. Jangan menunggu sampai besok jika legin sudah diaduk dengan bibit. Setelah itu penyemprotan cukup dilakukan sebanyak 3 sampai 4 kali hingga memasuki masa panen. Berbeda dengan cara tanam yang biasa digunakan petani yang membutuhkan 7 sampai 8 kali penyemprotan yang pasti memakan biaya lebih. Pemupukan tak perlu dilakukan dengan TOT sampai panen. Ketika ditanyai mengapa petani malas menggunakan teknik TOT, petani menjawab waktu tanamnya sangat terbatas. Di sisi lain, perkataan tersebut bukan-
lah faktanya. Melainkan para petani disibukkan acara adat berupa kenduri pasca panen sehingga kegiatan bercocok tanam menjadi tertunda. Lebih baik jika petani bisa membagi waktu antara acara adat dengan pekerjaan. Apabila kedua-duanya jalan itu lebih baik. Jangan mengorbankan salah satunya. Selain itu, alasan tersebut diutarakan supaya masa istirahat makin panjang, karena kebiasaan petani mulai bertani pada 1 – 1,5 bulan berikutnya. Seharusnya dalam tenggat waktu tersebut, banyak hal yang dapat dilakukan oleh petani guna meningkatkan produktivitas taninya terutama kedelai. Lalu, TOT harus menggunakan benih yang unggul untuk mendukung capaian hasil panen. Maka perlu adanya sosialisasi terus-menerus agar petani lebih paham hal tersebut. Bukan hal mudah untuk merubah pola pikir masyarakat. Melalui contoh hasil panen yang diperlihatkan, para petani mulai tertarik untuk mengikuti cara olah TOT. [P]
11 XVolume I XEdisi III XSeptember 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
PEUDAP
BALEE
Kegiatan Sosial dan Keagamaan Gampong di Bulan Ramadhan Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menjadi pendukung program Pembangunan Damai Parsitipatif (PEUDAP) USAID-SERASI melaksanakan berbagai kegiatan sosial antar masyarakat dalam bulan suci Ramadhan 1431 H.
S
eperti yang dilaksanakan oleh LSM Tani Bahari pada awal September lalu tepatnya pada Minggu, (5/09/
Geulumpang VII, Zulfikar menyebutkan, lomba kali ini memang hanya untuk tiga dusun di gampong setempat, masing-
Foto: Bahriar Syah
Makanan - minuman buatan peserta lomba.
2010). Pihak LSM Tani Bahari mengadakan perlombaan memasak kuah Kari khas Aceh di Gampong Meunasah Teungoh, Kemukiman Geulumpang VII () di Kecamatan Matangkuli. Acara yang berlangsung sejak pagi tersebut, diikuti dengan penuh antusias oleh kaum ibu dan remaja putri. Mulai dari persiapan awal hingga tahap menghidangkan pada waktu sorenya. Menariknya, perlombaan ini juga dibarengi dengan kegiatan buka puasa bersama masyarakat setempat dengan menikmati hidangan hasil perlombaan. Salah seorang Tenaga Asisten Gampong (TAG) LSM Tani Bahari di Meunasah Teungoh
tertata di atas meja, tibalah waktunya bagi tim juri untuk melakukan penilaian. Meskipun hanya sebatas masakan biasa ala gampong, namun tata cara penyajian juga termasuk katagori penilaian. Setelah tim juri melakukan penilaian, tibalah juga waktunya berbuka puasa. Hidangan yang menjadi bagian dari perlombaan dibagikan kepada masyarakat yang telah hadir di meunasah. Disini terlihat bagaimana warga gampong secara bersamasama melakukan kegiatan keagamaan dengan penuh kekompakan. Selesai berbuka puasa dilanjutkan dengan shalat magrib berjamaah. Selepas itulah, dilakukan pengumuman pemenang lomba memasak pada hari itu. Adapun yang menjadi Juara I adalah Dusun Hagu, Juara II Dusun Matang Abi, serta Juara III Dusun Tgk Dileuen. LSM Tani Bahari juga melaksanakan kegiatan yang sama pada keesokan harinya atau bertepatan dengan Senin (06/09/ 2010) di Gampong Ujong Kulam, Geulumpang Tujoh. Dalam kegiatan ini, masyarakat juga tumpah ruah di meunasah gampong setempat dan ikut meramaikan kegiatan itu.
Foto: Bahriar Syah
Direktur LSM Tani Bahari menyerahkan hadiah bagi pemenang lomba memasak kari di Gampong Meunasah Teungoh
masing Dusun Matang Abi, Dusun Hagu, serta Dusun Tgk Dileuen. Kegiatan lomba ini dipusatkan di meunasah, yang memang menjadi tempat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam beribadah dan kegiatan keagamaan lainnya. Meskipun dalam suasana Ramadhan, namun tidak mengurangi semangat para kaum ibu dan remaja putri dalam berkarya menghasilkan masakan terbaik. Hal ini terlihat menjelang waktu berbuka, segala hidangan yang telah dipersiapkan pada waktu siang hari ditata dengan sangat rapi agar mendapatkan nilai tinggi. Setelah semua hidangan
Para remaja putri sedang mempersiapkan hidangan.
Foto: Bahriar Syah
Kaum Ibu dan remaja putri mempersiapkan hidangan berbuka
Tak mau ketinggalan, LSM HATI NURANI juga melangsungkan beberapa kegiatan sosial selama Bulan Ramadhan 1431 H atau selama Agustus 2010. “Dalam bulan Ramadhan ini kami melaksanakan kegiatan sosial dengan menyesuaikan suasana puasa, diantaranya mengadakan Buka Puasa bersama dengan sekitar 80 aparatur gampong di Matangkuli ini. Sebelum Ramadhan, kami telah mengadakan sejumlah perlom-
baan diantaranya lomba melukis perdamaian untuk tingkat SD dan SMP, lomba cerdas cermat bagi tingkat SMA dan aparatur gampong di lima gampong, serta pertandingan bolakaki antar lima gampong,” jelas Direktur HATI NURANI, Aulia Ihsan Maulana. Hal senada juga diungkapkan oleh Muntahar AR yang merupakan Program Manager (PM) Lembaga Pembelaan lingkungan Hidup dan HAM Aceh (LPL-Ha). Menurut dia, pihaknya mempu-
Foto: Bahriar Syah
nyai rencana kerja antara Agustus hingga September 2010 masih berkaitan dengan kegiatan sosial. “Kami juga membentuk tim Ramadhan sebagai bagian dari kegiatan sosial, disamping itu kami juga adakan FGD,” kata Muntahar. Wow, sepertinya masih banyak kegiatan sosial yang akan dilaksanakan oleh LSM mitra PEUDAP. Semoga kegiatan sosial ini akan mempererat kekompakan warga.[P]
PEUDAP
Warga sedang mempersiapkan mimbar.
ESSAY
12 XVolume I XEdisi II XAgustus 2010 XXMEMBANGUN GAMPONG
Tgk. Muhammad M. Jamil.
Kebersamaan dalam Pidato Perdamaian
P
Kaum ibu sedang mendengar pidato perdamaian.
Anak-anak ikut menikmati pidato perdamaian
ada masa konflik masyarakat terpilih-pilih akibat sua-sa-na yang tidak menentu. Untuk memperkuat masyarakat agar kembali pada khittah silaturahmi yang nyaris hilang, LSM BYTRA yang merupakan mitra USAIDSERASI menggelar pidato perdamaian di Gampong Gle Dagang Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara. BYTRA mencoba membangkitkan tali silaturahmi warga Glee Dagang dengan melaksanakan pidato perdamaian. Tgk. Muhammad M. Jamil, yang merupakan dai khusus di datangkan dari Bayu Aceh Utara mengupas habis tentang perdamaian yang telah lahir di Aceh di hadapan ratusan masyarakat Gle Dagang.
Dengan adanya pidato perdamaian, diharapkan tumbuh kembali semangat kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan baik dalam kehidupan bermasyarakat mau pun dalam kegiatan pembangunan di gampong dan rasa ketakutan telah hilang, demikian dikatakan dalam pidatonya. Pidato perdamaian menceritakan keterlibatan kaum perempuan. Sejak zaman dulu perempuan tidak dipinggirkan, namun akibat rasa canggunglah pada saat ingin berbicara atau memberikan ide dalam forum yang didominasi laki-laki sehingga merasa terpinggirkan. [P]
Pemuda tak ketinggalan menikmati pidato perdamaian.
Foto : BYTRA Teks : PEUDAP