Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Peta Masalah Program BOS Konsistensi Mandat, Keberlanjutan, dan Akuntabilitas Juni 2011 Iskandar Saharudin dan Lukman.
Pendahuluan.
Pusat Telaah dan Informasi Regional
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
2011@ Pusat Telaah dan Informasi Regional Tebet Timur Dalam VIII No 39, Jakarta Selatan. Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 12820. Indonesia. Telepon : +62 21 – 83790541 Internet: www.pattiro.org
Dokumen ini merupakan bagian dari hasil pelaksanaan Program Strengthening Integrity and Accountability Program-II (SIAP-II), yang didanai oleh USAID, dengan tema Proyek : Development of Integrity System and Accountability Process of Government Budget Utilization at Education, Agricultural dan People Welfare Sectors.
Cooperative Agreement No. AID-497-A-10-00001
American Embassy Jl. Medan Merdeka Selatan 3 Jakarta, Indonesia 10110 Telepon: +62 21 – 34359000 Faximile: +62 21 - 3806694
Jl Tebet Timur Dalam VIII No 39 Jakarta. Indonesia. 12820 Telepon: +62 21 – 83790541 Faximile: +62 21 – 8294691 Email:
[email protected]
Hal 2 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Daftar Isi Daftar Istilah dan Singkatan
4
Ringkasan Eksekutif
5
Pengantar
7
Konteks dan Tujuan Pengkajian
7
Metodologi dan Daerah Kajian
9
Temuan 1.
Legalitas atau Kedudukan Hukum
11
2.
Pengertian dan Tujuan Konseptual
11
3.
Pinjaman Luar Negeri
14
4.
Dana Penyesuaian
17
5.
Mekanisme Penyaluran
23
6.
Kebijakan Nasional
28
7.
Kesesuaian dengan Pengelolaan Keuangan Daerah
32
8.
Standar Satuan Biaya Operasional
34
9.
Kepatuhan Sekolah
38
10. Pola-pola Praktek Korupsi dan Mal-Administrasi
40
Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi
43
Hal 3 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Daftar Istilah Dan Singkatan APBN APBD APBS BUN BUD BPP BOS Ditjen DJPK Ditjen Mandikdasmen KBUN KBUD Kemenkeu Kemendagri Kemendiknas KPPN KPA PPKD PBPP PA Permendiknas Permendagri PPTK PMK RKAS SMPLB SEB SPP-LS SPM-LS SP2D SKPKD SKPD SD SDLB SMP SPP
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah Bendahara Umum Negara Bendahara Umum Daerah Bendahara Pengeluaran Pembantu Bantuan Operasional Sekolah Direktorat Jenderal Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kuasa Bendahara Umum Negara Kuasa Bendahara Umum Daerah Kementerian Keuangan Kementerian Dalam Negeri Kementerian Pendidikan Nasional Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Kuasa Pengguna Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu Pengguna Anggaran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Peraturan Menteri Dalam Negeri Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Peraturan Menteri Keuangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Surat Edaran Bersama Surat Permohonan Pembayaran Langsung Surat Perintah Membayar Langsung Surat Perintah Pencairan Dana Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Satuan Kerja Perangkat Daerah Sekolah Dasar Sekolah Dasar Luar Biasa Sekolah Menengah Pertama Surat Permintaan Pembayaran
Hal 4 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Ringkasan Eksekutif Pelaksanaan mandate konstitusi, UUD 1945, tentang wajib belajar dijalankan dengan serius oleh Pemerintah. Dan ini ditunjukkan dengan tingginya nilai anggaran yang dialokasikan untuk bidang ini. Salah satu program unggulan dibidang pendidikan ini adalah Program Bantuan Operasional Sekolah. Sejak dilaksanakan pada Tahun 2005, Program ini selalu berada dalam proses perbaikan terus menerus. Perbaikan-perbaikan baik dalam sistem/mekanisme, persyaratan, peruntukan, dan satuan biaya atau nilai nominalnya di APBN mengalami kemajuan. Dan kesungguh-sungguhan Pemerintah ini cukup nampak dari terjadinya perubahan-perubahan kebijakan, di setiap tahunnya. Namun, meskipun telah diupayakan untuk menyajikan dan menyelenggarakan Program dengan baik, dan sesuai dengan upaya untuk bekerja menurut kerangka Good Governance, Pemerintah tidak juga mampu atau berhasil menemukan sebuah formula yang tepat. Setidaknya, secara afirmatif, bisa dikatakan bahwa Pemerintah sejauh ini telah berhasil meramu dengan arah dan bentuk program yang sudah mulai nampak kejelasannya. Kejelasan dalam format dan penerima manfaatnya. Akan tetapi, di sisi lain, masih ada saja praktek-praktek mal-administrasi dan korupsi yang terjadi dan belum juga diperoleh penyelesaiannya. Dan Program BOS sebagai kebijakan wajib belajar merupakan salah satu program yang belum juga dapat terhindar dari kedua jenis praktek yang menyimpang dan melanggar hukum tersebut. Beberapa mal-administrasi dan potensi korupsi yang muncul dalam kebijakan Program BOS, baik di Tahun 2010 maupun di Tahun 2011 adalah : 1. perumusan tujuan yang ambigú, tanpa adanya kesingkronan antara target dengan persyaratan dan mekanisme untuk mencapainya. 2. berperilaku dogmatis, bukannya experimental. Artinya prosedur estándar dianggap sebagai sesuatu yang Sangay sakral, yang tidak boleh dilanggar, sehingga administrador tidak berani melakukan tindakan yang bertentangan dengan prosedur atau yang Belem ada prosedurnya. 3. ketidakmampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu dan keengganan untuk memperhatikan umpan balik. 4. hasil yang diperoleh bertentangan dengan tujuan yang diinginkan. 5. memperlakukan prosedur pelayanan sebagai ritual sehingga pelayanan menjadi berbelit-belit dan menimbulkan penyuapan atau korupsi. Oleh karena itu, agar ke depan hal-hal tersebut tidak terjadi lagi, dibutuhkan kejelasan mekanisme, keberlanjutan pembiayaan, dan pertanggungjawaban sistemik.
Hal 5 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Pengantar Pengantar Naskah Rekomendasi Kebijakan ini, yang selanjutnya cukup disebut dengan Naskah, merupakan hasil dari Studi yang dilakukan PATTIRO pada awal tahun 2011 ini, sejak Bulan Januari sampai Maret 2011. Studi PATTIRO ini bertujuan untuk memahami kerangka kebijakan yang menjadi dasar hukum/kebijakan dan panduan pelaksanaan dalam pembelanjaan APBN dari dana program-program pemerintah. Program-program Pemerintah yang menjadi sasaran Studi PATTIRO ini ada tiga buah; Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Pupuk Bersubsidi, dan Beras Bersubsidi untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin). Selain itu, Studi PATTIRO tersebut bermaksud untuk mengidentifikasi kesenjangan, atau gap, yang terjadi didalam ketiga program tersebut. Kesenjangan/Gap yang dimaksud mencakup dua tahapan kesenjangan; (1). Kesenjangan antara kompleksitas permasalahan yang terjadi dengan hukum/kebijakan yang menjadi respon Pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut, dan (2). Kesenjangan antara hukum/kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan implementasi hukum/kebijakan yang berlangsung di lapangan. Dari hasil Studi PATTIRO tersebut, Program Bantuan Operasional Sekolah yang telah berhasil disajikan dalam Naskah ini. Pada dasarnya, dokumen Naskah ini merupakan dokumen rekomendasi kebijakan yang akan dilengkapi dan dikembangkan secara terus menerus, sebagai dokumen yang on-going process, atau sebagai the living document. Update terhadap isi dari Naskah ini dapat disajikan secara serial atau versi revisi dari Naskah.
Konteks Naskah Kebijakan. Selama tahun 1997-1999 terjadi peningkatan angka putus sekolah, kemiskinan, dan pengangguran secara signifikan di Indonesia. Kejadian ini disebabkan oleh goncangan krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas (multiplier effect) pada berbagai bidang. Dan respon Pemerintah terbilang cukup bagus dan telah berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial. Salah satu upaya Pemerintah untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut adalah dengan melakukan pengurangan subsidi secara bertahap. Opsi kebijakan ekonomi ini merupakan bagian dari komitmen Pemerintah terhadap kesepakatan dengan IMF, dalam Letter Of Intent. Sehingga pada bulan Maret dan Oktober 2005, Pemerintah mulai melakukan pengurangan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak). Dan kemudian merealokasi dana subsidi tersebut ke program-program bantuan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan subsidi langsung tunai. Salah satu program di bidang pendidikan itu adalah Bantuan Operasional Sekolah. Sesaat setelah krisis ekonomi, di tahun 1997, Pemerintah meluncurkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) bidang Pendidikan yang dirancang untuk mengurangi dampak krisis ekonomi yang mengancam kelanjutan pendidikan anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan hampir miskin. Program JPS bidang pendidikan ini dibentuk dalam dua skema; (i). JPS Beasiswa, yang dananya langsung diberikan kepada siswa dari keluarga miskin dan hampir miskin; (ii). JPS Dana Bantuan Operasional, yang dananya diberikan kepada sekolah untuk menunjang biaya operasional belajar siswa.
Hal 6 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Berikutnya, seusai penerapan kebijakan pengurangan subsidi BBM di tahun 2001, Pemerintah memperkenalkan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) bidang pendidikan, atau yang lebih dikenal dengan Program Bantuan Khusus Murid (BKM). Sebagaimana program JPS Beasiswa, skema program BKM merupakan bantuan beasiswa yang dananya langsung diberikan kepada siswa miskin, yang dipilih oleh sekolah, sesuai alokasi yang diterimanya. Program BKM ini berlangsung hingga tahun 2004 dengan alokasinya mencakup 20% siswa SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Program-program bantuan pendidikan tersebut dimaksudkan untuk menjalankan Program Wajib Belajar untuk Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas). Selain merupakan implementasi dari kompensasi anggaran dari pengurangan subsidi pemerintah terhadap BBM. Pada 2005, Pemerintah mengadakan Program Kompensasi Pengurangan Subsisi BBM yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan dan subsidi langsung tunai. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari kebijakan harga BBM, yang telah dinaikkan sebanyak dua kali, dalam rentang waktu 3 tahun, 2003-2005. Berikut dibawah adalah tabel dari program tersebut. Tabel : Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Tahun 2005 No
Program
Sasaran
Pelaksana
Dana (dalam Milyar)
1
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM)
BOS, mencakup 28.779.709 siswa SD/MI; 108.177 siswa SD Salafiyah; 10.625.816 siswa SMP/MTs, BKM, mencakup 114.433 siswa SD/MI, dan 698.458 siswa SMA/SMK/MA/SMALB
Depdiknas, Depag
6.271,90
2
Jaminan Pelayanan Kesehatan
36,1 juta penduduk miskin
Departemen Kesehatan
3.875,20
3
Infrastruktur Pedesaan
12.834 desa (termasuk desa tertinggal)
4
Subsidi Langsung Tunai
15,5 juta Keluarga Miskin
Departemen Pekerjaan Umum Departemen Sosial
Jumlah
3.342,10 4.650,00 18.139,20
Sumber www.bpkp.go.id
Tercatat sepanjang tahun 1998 sampai 2005, Pemerintah telah menggulirkan lima program bantuan di bidang pendidikan. Dari JPS Beasiswa hingga PKPS BBM–BOS. Berikut dibawah ini daftar nama programprogram tersebut beserta nilai bantuan per-unit cost. Tabel : Daftar Program Bantuan Pendidikan Nilai Bantuan (Rp) Program
Unit
JPS - Beasiswa (1998-2003)
per murid miskin per semester
JPS - DBO* (1998-2003)
per sekolah per bulan
PKPS BBM – BKM (2001-Juni 2005)
per murid miskin per semester
SD/MI
SMP/MTs
60.000
120.000
2.000.000
4.000.000
60.000
120.000
Hal 7 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01 Nilai Bantuan (Rp) Program
Unit
PKPS BBM - BKS** (2001)
per sekolah per semester
PKPS BBM – BOS***(JuliDesember 2005)
per murid miskin per semester
SD/MI
SMP/MTs
40.000.000
50.000.000
117.500
162.250
Catatan: *DBO: Dana Bantuan Operasional **BKS: Bantuan Khusus Sekolah ***Diberikan ke sekolah berdasarkan jumlah siswa. Sumber: www.smeru.org
Program BOS dimulai sejak Juli 2005 dengan skema program yang berbeda dari program-program pengaman sosial bidang pendidikan sebelumnya, terutama dengan BKM. Jika BKM penyaluran dana diberikan langsung kepada siswa miskin dalam bentuk beasiswa, maka untuk Program BOS penyalurannya diberikan langsung kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana BOS yang diterima sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah siswa miskin. Tidak hanya perbedaan dalam skema, jumlah alokasi dana BOS juga jauh lebih besar dibanding programprogram sebelumnya. Menurut Studi SMERU (2006) jumlah siswa yang dapat dijangkau melalui program BOS pada tahun 2005 menjadi 5 kali lipat dari program BKM dan alokasi dananya meningkat menjadi delapan kali lipat. Keberadaan Program BOS ini terbilang strategis dan juga menjadi andalan Pemerintah dalam menjalankan mandat konstitusi untuk wajib belajar bagi setiap anak usia didik. Hal tersebut nampak dari besaran nominal alokasi APBN yang dikucurkan untuk Program ini. Tabel : Jumlah Siswa Sasaran Program dan Alokasi Dana BOS Tahun
Jumlah Siswa Sasaran Program
Alokasi APBN
2005
39,3 juta siswa
Rp 5,14 trilun (hanya 1 semester)*
2006
39,7 juta siswa
Rp 10,28 triliun*
2007
35,2 juta siswa
Rp 9,84 triliun**
2008
35,9 juta siswa
Rp 10,01 triliun
2009
36,2 juta siswa
Rp 16,04 triliun
2010
36,5 juta siswa
Rp 16,52 triliun
2011
36,7 juta siswa
Rp 16,26 triliun
Keterangan: * termasuk madrasah/ponpes ** mulai dipisah dari madrasah/ponpes Dengan jumlah yang begitu besar sudah dapat diduga bahwa dalam pelaksanaannya akan muncul berbagai penyimpangan dan pelanggaran. Komplain pun berdatangan. Dan acapkali berbagai anomali yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh kesengajaan atau tindak pidana korupsi. Akan tetapi, juga disebabkan oleh kekurangan dan kelemahan bawaan dari kebijakan atau program tersebut. Untuk bisa memastikan bahwa Program ini berjalan dengan baik, dan Pemerintah mendapatkan umpan balik yang produktif, Presiden melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 telah menetapkan Program BOS sebagai salah satu Hal 8 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
prioritas yang harus diupayakan pencegahannya dari penyelewengan dan pelanggaran tindak pidana korupsi1. Dan untuk mendukung pelaksanaan dari Inpres tersebut, dan terutama dari mandat wajib relajar Konstitusi, Naskah ini disusun.
Tujuan Naskah Kebijakan. Naskah ini disusun dan disampaikan kepada berbagai pihak terutama bertujuan untuk: 1. Menyampaikan temuan-temuan penting dari Studi PATTIRO terhadap kebijakan dan pelaksanaan Program BOS selama ini. 2. Menyampaikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah, dalam hal ini Kemendiknas, Bappenas, Kemendagri, Kemenkeu, dan juga DPR, mengenai perbaikan kebijakan dan pelaksanaan dari Program BOS yang mesti dilakukan.
Metodologi, Daerah Kajian, dan Sistematika Naskah. Studi PATTIRO terhadap kebijakan dan implementasi Program BOS ini bersifat deskriptif-kualitatif, dengan menggunakan dua cara, yaitu monitoring kebijakan, dan analisis kebijakan. Monitoring kebijakan dipergunakan untuk dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi di lapangan, ditingkat pelaksanaan dari kebijakan/program yang dipantau. Monitoring ini berpijak pada dua sumber data. Sumber data primer dan sekunder. Untuk sumber data primer, diperoleh melalui wawancara semi-terstruktur dan observasi lapangan. Sedangkan sumber data sekunder didapat dari media massa nasional dan lokal. Analisis kebijakan dimanfaatkan untuk dapat mengupas substansi kebijakan dan titik-titik kelemahan dari kebijakan tersebut. Analisis ini berpijak pada perspektif yuridis dan teori, serta berdasarkan pada sumber data sekunder, yang berupa dokumen kebijakan, produk hukum, dan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Monitoring kebijakan dilakukan di sepuluh daerah kabupaten/kota. Kesepuluh daerah tersebut adalah: Aceh Besar, Serang, Bandung Barat, Pekalongan, Semarang, Surakarta, Gresik, Jeneponto, Lombok Barat, dan Jayapura. Tabel : Alokasi BOS di 10 daerah pantauan. Alokasi BOS 2011 DAERAH
JUMLAH SD
Kab. Aceh Besar
Rp 10,617,368,000
Rp 6,072,780,000
Rp 16,690,148,000
Kota Serang
Rp 31,682,400,000
Rp 13,951,225,000
Rp 45,633,625,000
Kab. Bandung Barat
Rp 69,018,053,000
Rp 30,225,390,000
Rp 99,243,443,000
Rp 9,927,600,000
Rp 6,960,375,000
Rp 16,887,975,000
Rp 57,395,200,000
Rp 36,126,100,000
Rp 93,521,300,000
Kota Pekalongan Kota Semarang
1
SMP
Lihat Lampiran Inpres 9/2011, Bagian Pencegahan Korupsi. Hal 9 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01 Alokasi BOS 2011 DAERAH
JUMLAH SD
SMP
Kota Surakarta
Rp 27,042,400,000
Rp 18,896,800,000
Rp 45,939,200,000
Kab. Gresik
Rp 30,548,356,000
Rp 17,756,640,000
Rp 48,304,996,000
Kab. Jeneponto
Rp 20,139,810,000
Rp 8,671,410,000
Rp 28,811,220,000
Kab. Lombok Barat
Rp 27,311,615,000
Rp 12,053,790,000
Rp 39,365,405,000
Kota Jayapura
Rp 12,946,800,000
Rp 7,395,650,000
Rp 20,342,450,000
Secara sistematika, Naskah ini terbagi dalam 4 bagian, 6 sub-bagian, dan 8 topik temuan. Berikut sistematika Naskah yang dimaksud. Tabel : Sistematika Naskah Kebijakan No
Bagian
Sub-Bagian
1
Mandat
Hukum
Topik Temuan Legalitas atau Kedudukan Hukum Pengertian dan Tujuan Konseptual
Pendanaan
Pinjaman Luar Negeri Dana Penyesuaian
2
Mekanisme
Penyaluran
Mekanisme Penyaluran Kebijakan Nasional Kesesuaian dengan Pengelolaan Keuangan Daerah
3
Pelaksanaan
Pembiayaan Sekolah
4
Pengawasan
Korupsi dan Mal-Administrasi
Standar Satuan Biaya Operasional Kepatuhan Sekolah : Perencanaan dan Transparansi Pola Korupsi dan Mal-Administrasi
Hal 10 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Temuan Legalitas atau Kedudukan Hukum Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS yang diterbitkan dalam bantuk sebuah produk hukum, berupa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, baru dilakukan oleh Pemerintah pada Tahun Anggaran 2011 ini. Yakni melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2011, atau disingkat Permendiknas 13/2010. Dan ini merupakan produk hukum ditingkat nasional yang pertama kali mengenai Program BOS. Sebelumnya, Program BOS tidak pernah memiliki legalitas dan atau kedudukan hukum yang jelas. Program ini, selama 6 tahun, sejak Tahun 2005, hanya diatur oleh sebuah buku terbitan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Mandikdasmen), yang namanya Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah.2 Agaknya pihak kemendiknas tidak terlalu mempertimbangkan aspek yuridis mengingat keberadaan Program BOS di kala itu, sebelum 2011, menjadi bagian dari Belanja Kemendiknas. Dan diletakkan sebagai bagian dari Dana Dekonsentrasi. Masalahnya adalah kedudukan hukum dari sebuah buku panduan tidak memiliki ikatan untuk dipatuhi secara administratif maupun legal. Dan ketiadaan produk hukum atau peraturan pelaksanaan dari penyelenggaraan Program BOS sebelum 2011 memperlihatkan pengabaian Kemendiknas terhadap tertib hukum administrasi yang semestinya merupakan bagian dari penegakan tata-pemerintahan yang baik.
Pengertian dan Tujuan Konseptual Penggunaan istilah ’bantuan’ pada Program BOS menunjukkan sifat dan kedudukannya yang menempatkan Pemerintah sebagai pihak donatur dan masyarakat yang dibantu sebagai pihak penerima dana. Sehingga tertangkap makna bahwa pelaksanaan program untuk membebaskan siswa/peserta didik dari pungutan pendidikan adalah bantuan, pertolongan, sokongan dari Pemerintah kepada masyarakat. Sehingga menyiratkan arti bahwa pendidikan itu kewajiban masyarakat saja. Dan Pemerintah hanya bersifat membantu, menyokong, menolong dari kewajiban/tugas masyarakat tersebut. Dari sini dapat dimaknai bahwa bantuan ini berlangsung sementara, berjangka waktu pendek, darurat, dan karitatif. Pengertian ’bantuan’ tersebut merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia3, yang berarti “pertolongan, sokongan”. Untuk mendapatkan gambaran kata ’bantuan’ dapat dilihat pada visual relasi kata yang berkaitan/berhubungan dengannya4. 2
Judul lengkapnya adalah ”Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Untuk Pendidikan Gratis Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun Yang Bermutu” (Jakarta; Ditjen Mandikdasmen, 2010). Program BOS di Tahun 2009 menggunakan judul yang sama dengan 2010. Sedangkan untuk judul buku panduan BOS di Tahun 2005/20062007/2008 menggunakan judul seperti berikut: “Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun” (Jakarta; Ditjen Mandikdasmen, 2007). 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas dan Balai Pustaka, 2002). Hal 11 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Dari visual relasi antar kata tersebut, dapat dipahami sifat-sifat ’bantuan’ yang dimaksud. Lalu bagaimanakah dengan subsidi? Dari visualisasi relasi antar kata yang relevan, kata ’subsidi’ ternyata memiliki relasi kata-kata yang sama dengan bantuan. Sehingga ’subsidi’ juga memiliki sifat yang sementara.
Namun, ada sedikit perbedaan harfiah antara kata ’subsidi’ dan ’bantuan’. Kata ’bantuan’ lebih bersifat sosial dan karitatif, sedangkan kata ’subsidi’ lebih bersifat ekonomi. Subsidi sendiri merupakan pengeluaran atau transfer dana dari Pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu atau benefit ekonomi yang dapat membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar dan atau dengan harga yang lebih murah atau gratis. Tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, sudah semestinya Program BOS tidak lagi diletakkan dalam kerangka pemberian bantuan. Tetapi sebagai program subsidi pendidikan. Ini sesuai pula dengan penggunaan konsep tersebut dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 20102014, yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2010. Didalam Permendiknas 2/2010 atau Renstra Kemendiknas tersebut, Program BOS dan Beasiswa merupakan program-program pelaksanaan dari strategi ”Penyediaan subsidi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan SD/SDLB dan SMP/SMPLB berkualitas yang merata di seluruh
4
Lihat http://www.artikata.com/arti-359066-bantuan.html Hal 12 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
provinsi, kabupaten, dan kota.”5 Dan strategi ini merupakan salah satu dari upaya untuk mencapai tujuan strategis kedua, ”terjaminnya kepastian memperoleh layanan pendidikan dasar bermutu dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota.”6 Dengan demikian, sesungguhnya Program BOS dalam pemahaman Kemendiknas adalah program subsidi pendidikan, dan bukan bantuan pendidikan. Sehingga sudah seharusnya Kemendiknas/ Pemerintah memberikan pendidikan masyarakat yang mencerahkan dan tidak menimbulkan kesalahpahaman terkait dengan penggunaan nama/konsep dari Program BOS ini. Akan tetapi, jika menengok pada orientasi kebijakan yang tercantum dalam tujuan-tujuan Program BOS selama ini, pilihan kebijakan subsidi pendidikan semestinya tidak menjadi pilihan. Karena jika tujuan Program BOS adalah menggratiskan atau membebaskan pungutan pendidikan maka pilihan kebijakannya tidak bersifat sementara, tetapi menjadi permanen dan berkelanjutan. Dan konsep yang ditetapkan adalah Dana Operasional Sekolah. Program DOS. Dalam hal tujuan dari program BOS, dapat diidentifikasi berikut dalam tabel dibawah ini. Tabel : Daftar Tujuan-tujuan dari Program BOS Tahun 2005-2011 Tahun
Tujuan
2005/2006
Program BOS bertujuan untuk memberikan bantuan kepada sekolah dalam rangka membebaskan iuran siswa, tetapi sekolah tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat.
2006/2007
Program BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun.
2007/2008
Program BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun.
2009
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk: 1. Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun swasta; 2. Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI); 3. Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
2010
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk: 1. Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri dari biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI); 2. Menggratiskan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; 3. Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
5
Lihat Permendiknas 2/2010, Bab IV tentang Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014, Sub Bab 4.1.2 tentang Strategi Pencapaian Tujuan Strategis T2, Hal 26-27. 6 Ibid. Hal 13 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01 2011
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk: 1. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI); 2. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; 3. Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Tujuan Umum dari Program BOS tidak mengalami perubahan. Perubahan orientasi kebijakan hanya nampak dalam Tujuan Khusus dari Program tersebut. Sejak Tahun 2009, Program BOS mengalami perubahan orientasi kebijakan. Dari pembebasan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu, menjadi menggratiskan seluruh siswa di jenjang pendidikan dasar. Dan orientasi kebijakan pendidikan dasar gratis ini tetap dipertahankan hingga 2011, dengan merubah istilah ’gratis’ menjadi ’bebas pungutan’. Dua istilah yang berbeda, namun sama dalam makna/pengertian. Akan tetapi, sesungguhnya penentuan tujuan khusus yang ambisius ini tidak selaras dengan kapasitas keuangan Pemerintah. Hal tersebut nampak dari kegagalan Pemerintah dalam menjalankan satuan biaya operasional non-personal yang ditetapkannya dalam Permendiknas 59/2009, sehingga terdapat selisih biaya pendidikan (lihat Temuan : Standar Satuan Biaya Pendidikan). Sesungguhnya Pemerintah sudah menyadari adanya selisih biaya pendidikan tersebut, atau kemungkinan tidak terpenuhinya seluruh komponen biaya pendidikan dasar, dengan mengutarakan permintaan kepada Pemda agar mengalokasikan anggaran APBD untuk memenuhi kekurangan biaya operasional apabila BOS tidak mencukupi. Masalahnya, penetapan tujuan khusus yang berorientasi pada pendidikan dasar gratis ini menyebabkan banyak kesalahpahaman dan dapat menyebabkan Pemerintah dituding melakukan kebohongan publik. Semestinyalah Pemerintah menetapkan tujuan khusus program yang selaras dengan tujuan umumnya, dan sesuai dengan kemampuan keuangan Pemerintah sendiri dalam menjalankan program tersebut. Terlebih lagi, Renstra Kemendiknas sama sekali tidak menyinggung mengenai visi, misi, strategi dan arah kebijakan yang selaras dengan orientasi kebijakan pendidikan dasar gratis tersebut.7
Pinjaman Luar Negeri. Keberlanjutan kebijakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, yang telah dicanangkan Pemerintah sejak tahun 2002, melalui Rencana Aksi Nasional Pendidikan Untuk Semua (RAN PUS), menjadi pertanyaan besar terkait dengan sumber pendanaan Program BOS. Sebagian pendanaan Program BOS ternyata berasal dari pinjaman luar negeri. Sumber anggaran Program BOS yang berasal dari hutang/pinjaman luar negeri ini akan menyebabkan kerentanan bagi keberlanjutan pelaksanaan Program BOS ini. Apalagi jika Pemerintah tidak memiliki kebijakan fiskal yang jelas dalam strategi pendanaan pendidikan nasional dalam jangka menengah dan jangka panjang.
7
Renstra Kemendiknas Tahun 2010-2014 hanya menyatakan soal kebijakan rasionalisasi pembiayaan pendidikan, sebagai upaya perwujudan strategi pendanaan pendidikan nasional. Hal 14 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Pinjaman/hutang luar negeri ini telah mendanai pelaksanaan program Pemerintah ini sejak Tahun 2008. Dan akan berjalan sampai 2012. Sumber pendanaan hutang ini berasal dari World Bank/IBRD sebesar USD 600 juta, dengan nama Bantuan Operasional Sekolah (School Operational Assistance)-Knowledge Improvement for Transparency and Accountability Project8 dan di 2011 ini ditambah dengan dana hibah dari Pemerintah Australia9 sebesar AUD 26 juta, dengan nama BOS Training. Pada saat yang sama, dari Tahun Anggaran 2010-2012, juga terdapat proyek pinjaman luar negeri dari Bank Dunia untuk Program BOS ini dengan nama SISWA10. Posisi setiap tahun dari sumber-sumber pendanaan tersebut, kecuali hibah dari Australia, dapat dilihat pada matriks dibawah ini. Matriks : Program Pinjaman/Hibah Luar Negeri untuk Pendidikan
Pengadaan Program BOS di lain sisi, menurut penjelasan Kemendiknas11, ternyata merupakan jaminan untuk mendapatkan pinjaman luar negeri bagi Pemerintah. Dibawah ini adalah bagian pertama dari dokumen penilaian proyek (Project Appraisal Document) dari Pinjaman Investasi Khusus, atau Specific Investment Loan, yang memberikan ringkasan deskripsi tentang kerjasama antara Pemerintah dan IBRD.
8
Disingkat dengan istilah BOS-KITA. Lihat Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Bulan Februari 2011, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Direktorat Pinjaman dan Hibah, Kementerian Keuangan. 10 Singkatan dari Education System Improvement through Sector Wide Approaches. 11 Surat Jawaban Kemendiknas, tertanggal 31 Mei 2011, terhadap Permintaan Informasi PATTIRO yang disampaikan pada 9 Mei 2011. Hal 15 dari 44 9
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Dalam Pasal 47, UU 20/2003, di Bagian Kedua, tentang Sumber Pendanaan Pendidikan, dinyatakan bahwa : (1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Permasalahan yang muncul, setidaknya, ada dua. Pertama, jika Pemerintah gagal dalam melaksanakan Program BOS dan terjadi penyimpangan penggunaan dana BOS tersebut, maka Pemerintah terancam atau dapat berisiko terhadap proses replenishment dari Bank Dunia ke Pemerintah Indonesia. Kedua, jika kebijakan fiskal untuk pendidikan ini bersifat jangka panjang, mengingat komitmen pinjaman/hibah luar negeri kepada Pemerintah berjangka waktu cukup lama, membuat kebergantungan Hal 16 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
pada utang menjadi makin tinggi. Jika dihitung dari Tahun 2008, maka pendanaan ini sudah dan akan berlangsung selama 5 (lima) tahun. Ketergantungan terhadap pinjaman/hibah luar negeri untuk mencapai keberhasilan mandat konstitusi ini sudah barang tentu tidak semestinya dilanjutkan dan harus diletakkan sebagai stimulus belaka. Stimulus dari utang atau hibah luar negeri ini sudah semestinya tidak bersifat permanen ataupun berjangka panjang. Apalagi Program BOS adalah program pendidikan yang semestinya membebaskan dan tidak menimbulkan beban bunga utang yang akumulatif bagi generasi muda masa depan, hasil dari Program Pendidikan ini.
Dana Penyesuaian. Skema Penyaluran Dana BOS telah mengalami perubahan di Tahun 2011 ini. Dari mekanisme Dana Dekonsentrasi menjadi mekanisme Transfer Ke Daerah. Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS ini membawa konsekuensi kebijakan APBN. Jika semula anggaran Program BOS menjadi bagian dari DIPA Dana Dekonsentrasi dari RKA Kemendiknas di setiap tahun anggaran APBN. Maka di 2011 ini, alokasi dana Program BOS dipindahkan menjadi DIPA Dana Penyesuaian yang dikelola oleh Kuasa Bendahara Umum Negara, dalam hal ini Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu. Pertanyaan yang langsung mengemuka adalah : Apakah Dana Penyesuaian itu? Mengapa Program BOS ditempatkan didalam mekanisme Dana Penyesuaian? Bagaimana sebenarnya kedudukan Dana Penyesuaian dalam kerangka hubungan pusat dan daerah? Dana Penyesuaian merupakan bagian dari anggaran transfer ke daerah. Anggaran Transfer ke Daerah saat ini terbagi ke dalam dua jenis anggaran pengeluaran12: yakni Transfer Dana Perimbangan, dan Transfer Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Transfer Dana Perimbangan ini meliputi : (1). Transfer Dana Bagi Hasil Pajak; (2). Transfer Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam; (3). Transfer Dana Alokasi Umum; dan (4). Transfer Dana Alokasi Khusus. Sedangkan untuk Transfer Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian meliputi : (1). Transfer Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat; (2). Transfer Dana Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam; dan (3). Transfer Dana Penyesuaian. Secara historis, Dana Penyesuaian ini telah ada sejak APBN Tahun Anggaran 2002, dengan nama Dana Penyeimbang. Keberadaannya memang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sehingga keberadaan Dana Penyeimbang ini lebih bersifat sementara, bantuan, dan adhoc. Akan tetapi, menjadi keganjilan tatkala keberadaan Dana ini menjadi bersifat permanen. Sehingga selalu ada dalam skema anggaran untuk pengeluaran daerah di APBN sampai sekarang. Nama Dana Penyeimbang berubah menjadi Dana Penyesuaian tatkala terjadi perubahan UU Pemerintahan Daerah. Tatkala Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, telah ditetaplan, istilah Dana Penyesuaian muncul di APBN 2004. Padahal, lagilagi, keberadaan dari Dana Penyesuaian ini tidak ada dalam paket undang-undang desentralisasi tersebut. 12
Lihat Leaflet Dirjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah Hal 17 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Peruntukan anggaran dari Dana Penyeimbang atau Dana Penyesuaian ini berkisar untuk alokasi dana gaji PNSD, tunjangan kependidikan dan guru, infrastruktur sarana dan prasarana, kurang bayar DAK, dan dana tambahan DAU. Selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel : Perkembangan Historis Dana Penyesuaian
APBN 200213 200314
200415
Pengertian Untuk penyeimbang kekurangan dana alokasi umum Untuk penyeimbang kekurangan dana alokasi umum untuk beberapa daerah
Untuk penyesuaian kekurangan dana alokasi umum untuk beberapa daerah
Peruntukan
• •
•
•
200516
200617
13
Penyesuaian untuk beberapa daerah, serta untuk membiayai pos anggaran tertentu dalam belanja daerah apabila ada kebijakan pemerintah yang berpengaruh pada pos anggaran tersebut
Penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya, yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan dan perekonomian negara.
Undang-Undang 2002. 14 Undang-Undang 2003. 15 Undang-Undang 2004. 16 Undang-Undang 2005.
Dana penyeimbang untuk kekurangan dana alokasi umum bagi beberapa daerah, dan Dana bantuan adhoc untuk menampung kenaikan belanja pegawai daerah, sejalan dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat berupa kenaikan gaji pokok dan tunjangan tenaga kependidikan bagi guru, serta penambahan tenaga guru, dokter, dan paramedis Dana penyesuaian murni dialokasikan kepada daerah provinsi yang dalam perhitungan dana alokasi umum mengalami penurunan dibandingkan dengan alokasi tahun anggaran sebelumnya. Dana penyesuaian ad-hoc merupakan bantuan dari pemerintah pusat kepada daerah untuk membiayai kebijakan pembayaran gaji ke-13.
Dana Penyesuaian ini bersifat bantuan, sehingga tidak dimaksudkan untuk mengatasi atas kekurangan pengeluaran daerah dalam APBD. • Dana penyesuaian murni dialokasikan kepada daerah provinsi yang dalam perhitungan DAU berdasarkan formula, lebih rendah dibandingkan dengan alokasi DAU ditambah dana penyesuaian murni tahun anggaran sebelumnya (hold harmless). • Dana penyesuaian ad-hoc merupakan bantuan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka perbaikan kesejahteraan pegawai negeri sipil daerah dan untuk membantu keuangan daerah tertentu dalam rangka mempercepat proses penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya pada daerah-daerah pemekaran. Dana penyesuaian ini bersifat bantuan, sehingga tidak dimaksudkan untuk mengatasi atas kekurangan pengeluaran daerah dalam APBD. Dana penyesuaian dialokasikan kepada daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya. Besaran nilai nominal dananya disesuaikan dengan kemampuan dan perekonomian negara.
Nomor 19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Nomor 29 Tahun 2002 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Nomor 28 Tahun 2003 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Hal 18 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
APBN 200718
Pengertian Penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya
Peruntukan •
•
•
Perubahan 200719
200820
Penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya, serta untuk membantu daerah dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat
• •
•
•
•
Perubahan 200821
Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat
•
•
•
•
•
17
Dana penyesuaian yang dialokasikan kepada provinsi yang menerima DAU tahun 2007 lebih kecil dari tahun anggaran 2005; Dana penyesuaian yang dialokasikan kepada daerah yang menerima DAU tahun 2007 lebih kecil dari tahun anggaran 2006; Dana penyesuaian yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik infrastruktur jalan dan lainnya. Dana Penyesuaian DAU; Dana Penyesuaian Kebijakan (adhoc), yang terbagi dalam: i.Dana Penyesuaian Infrastruktur dan ii. Dana Penyesuaian Tunjangan Tenaga Kependidikan
Dana penyeimbang DAU yang dialokasikan kepada daerah tertentu yang mengalami penurunan DAU sebesar 75 persen atau sampai dengan 100 persen dibandingkan dengan perolehan DAU tahun 2007 di luar dana penyesuaian; Dana tunjangan kependidikan yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka mendanai kebutuhan tunjangan kependidikan; Dana sarana dan prasarana Provinsi Papua Barat yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana fisik. Dana penyeimbang DAU yang dialokasikan kepada daerah tertentu yang mengalami penurunan DAU sebesar 75% atau sampai dengan 100% dibandingkan dengan perolehan DAU tahun 2007 di luar dana penyesuaian’ Dana tunjangan kependidikan yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka mendanai kebutuhan tunjangan kependidikan bagi guru; Dana sarana dan prasarana Provinsi Papua Barat yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat, untuk pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana fisik; Dana infrastruktur sarana dan prasarana yang dialokasikan kepada daerah tertentu sebagai penguatan desentralisasi fiskal melalui penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana fisik, serta sarana lainnya yang juga menjadi urusan daerah; Dana alokasi cukai yang dialokasikan kepada daerah penghasil cukai tembakau untuk melaksanakan penugasan dari Pemerintah dalam rangka mengurangi cukai palsu (cukai ilegal), sosialisasi peraturan dan pemetaan industri rokok sesuai amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006. 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007. 19 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007. 20 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008. Hal 19 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
APBN 200922
Perubahan 200923
201024
21
Pengertian Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebtjakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah. Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah
Perubahan 201025
Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah
201126
Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu Pemerintah dan DPR
Peruntukan • •
• • • •
• • • • • •
Dana tambahan DAU untuk guru pegawai negeri sipil daerah; Dana tambahan DAU yang dialokasikan kepada daerah tertentu sebagai penguatan desentralisasi fiskal dan untuk mendukung percepatan pembangunan daerah; Kurang bayar dana prasarana infrastruktur lainnya tahun 2OO7; Kurang bayar DAK tahun 2OO7 Dana tambahan DAU untuk guru pegawai negeri sipil daerah; Dana tambahan DAU yang dialokasikan kepada daerah tertentu sebagai penguatan desentralisasi fiskal dan untuk mendukung percepatan pembangunan daerah; Kurang bayar dana prasarana infrastruktur lainnya tahun 2OO7; Kurang bayar DAK tahun 2OO7 Dana tambahan tunjangan guru pegawai negeri sipil daerah (PNSD); Dana insentif daerah; Kurang bayar DAK 2008; Kurang bayar dana infrastruktur sarana dan prasarana (DISP) 2008
Dana insentif daerah, digunakan sebagai pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. Yang dimaksud dengan criteria tertentu adalah daerah yang berprestasi dalam hal : mendapat opini wajar-tanpa-pengecualian (WTP), atau wajar-dengan-pengecualian (WDP) dari BPK atas LKPDnya; dan menyampaikan Perda APBD secara tepat waktu. • Dana tarnbahan tunjangan guru pegawai negeri sipil daerah (PNSD); • Dana insentrf daerah; • Kurang bayar DAK 2008; • Kurang bayar dana infrastruktur sarana dan prasarana (DISP) 2008; • Dana penguatan desentralisasi fiskal dan percepatan pembangunan daerah(DPDFPPD); • Dana penguatan infrastruktur dan prasarana daerah (DPIPD); dan • Dana percepatan pembangunan infrastruktur pendidikan (DPPIP). • Dana tambahan penghasilan guru pegawai negeri sipil daerah (PNSD); • Dana insentif daerah (DID); • Tunjangan profesi guru (TPG);
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008. 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009. 23 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009. 24 Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010. 25 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010. Hal 20 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
APBN
Pengertian sesuai peraturan perundangan.
Peruntukan • • •
Bantuan operasional sekolah (BOS); Dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID); dan Kurang bayar dana sarana dan prasarana infrastruktur Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2008.
Ditilik dari latarbelakang dan juga peruntukannya, Dana Penyesuaian ini muncul karena adanya tuntutan bahwa DAU suatu daerah tidak boleh turun dari tahun sebelumnya. Komitmen ini menjadi dasar bagi Pemerintah dan Panitia Anggaran DPR (waktu itu) untuk membentuk Dana Penyeimbang (yang kemudian menjadi Dana Penyesuaian) untuk menutup sebagian penurunan DAU yang dialami beberapa daerah.27 Hal ini nampak pada pengertian dana tersebut yang hanya untuk ”Penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.” Dalam perkembangannya, Dana ini juga dipergunakan untuk bantuan kepada daerah, apabila terdapat kebijakan Pemerintah yang berakibat pada meningkatnya beban keuangan daerah. Jenis alokasi ini disebut dengan Dana Penyesuaian Adhoc. Sesungguhnya, Dana ini merupakan dana tambahan yang bersifat kebijakan sementara, untuk mengantisipasi penurunan kemampuan keuangan daerah akibat fluktuasi penerimaan DAU. Dana ini direncanakan semakin lama semakin mengecil jumlahnya. Kebijakan penurunan jumlah alokasi dana ini dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan formula DAU sehingga tujuan alokasi DAU sebagai instrumen fiskal pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dapat bekerja maksimal. Akan tetapi, hingga saat ini, Dana Penyesuaian telah berkembang peruntukan dan juga nilai nominalnya. Ruanglingkup dan alokasi Dana Penyesuaian Adhoc mengalami perluasan. Dan menyebabkan tujuan keberadaan Dana Penyesuaian menjadi bergeser. Bahkan Dana Penyesuaian Murni sendiri sudah digeser dan tujuan dari Dana ini pun sudah bukan lagi untuk mendukung kurang bayar atau dana tambahan DAU, tetapi menjadi ”Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah.” Perubahan ini terjadi di Tahun 2008. Dan pada 2011, batasannya menjadi meluas hingga mencakup kebijakan DPR; ”Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu Pemerintah dan DPR sesuai peraturan perundangan.” Berikut dibawah adalah grafik pertumbuhan anggaran Dana Penyesuaian yang mengalami kenaikan jumlah secara drastis pada Tahun 2009, 2010, dan 2011.
26
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011. 27 Ig. Sigit Murwito dan Boedi Rheza, ”Distribusi dan Pengelolaan Dana Desentralisasi”, dalam Bambang PS Brodjonegoro et.al, Sewindu Otonomi Daerah: Perspektif Ekonomi (Jakarta; KPPOD, 2009). Hal 21 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Grafik : Pertumbuhan Anggaran untuk Dana Penyesuaian. Dana Penyesuaian 60.000
50.000
40.000
30.000
Dana Penyesuaian
20.000
10.000
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
P2007
2008
P-2008
2009
P-2009
2010
2011
Jika dicermati, peruntukan Dana Penyesuaian untuk DAU mengalami penurunan jumlah, dari tahun ke tahun. Dan hanya dua peruntukan yang mengalami kenaikan dari Tahun 2007; Dana Penyesuaian untuk Infrastruktur dan Tunjangan Kependidikan. Grafik : Perkembangan Alokasi dan Peruntukan dalam Dana Penyesuaian 25.000
20.000
DP DAU DP DAK DP Tenaga Kependidikan-Guru DP PNSD DP Infrastruktur DP Cukai DP Infrastruktur Papua Barat DPDFPPD Dana Insentif Daerah BOS
15.000
10.000
5.000
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
P2007
2008
P2008
2009
P2009
2010
2011
Masalahnya, penempatan anggaran dana BOS pada Dana Penyesuaian menjadi aneh, ganjil. Pertama, sedari awal sifat kebijakan dari Dana Penyesuaian adalah sementara, bantuan, dan terbatas. Dan juga tujuan dari kebijakan Dana Penyeimbang/Penyesuaian adalah jelas, untuk mendukung kemampuan keuangan daerah dalam kerangka pencapaian tujuan DAU. Tentu menjadi berlebihan dan tidak pada tempatnya, jika Program BOS yang bertujuan konstitusional dan bersifat jangka panjang, ditempatkan pada Dana Penyesuaian. Kedua, keberadaan Dana Penyesuaian ini tidak jelas, tidak legitimate, secara legal dan administratif. Kerangka desentralisasi yang dibangun oleh UU 33/2004 dan UU 32/2004 sama sekali tidak mengenal Dana Penyesuaian. Sehingga sesungguhnya Dana ini hanya merupakan diskresi fiskal pemerintah dalam merespon sesuatu yang bersifat temporal. Hal 22 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Dengan mencermati kedua hal tersebut, semestinya Pemerintah tidak menempatkan Dana BOS di jenis belanja transfer ke daerah diluar kerangka regulasi UU 33/2004. Dan secara konsisten dan konsekuen, menghormati dan melaksanakan regulasi perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah tersebut.
Mekanisme Penyaluran Penyaluran dana BOS dari Pusat ke Daerah, dan dari Daerah ke sekolah, baik pada triwulan pertama maupun triwulan kedua mengalami keterlambatan. Keterlambatan penyaluran ini terjadi pada tiga bagian penting dalam proses penyaluran. Pertama, keterlambatan masuknya dana dari Pemerintah ke Daerah; kedua, keterlambatan pencairan dana dari Pemerintah Daerah ke Sekolah; ketiga, keterlambatan pihak sekolah dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban ke Tim Manajemen BOS ditingkat Kabupaten/Kota. Dari sisi aliran dana, dapat dijelaskan berikut, dengan merujuk pada Diagram Alur dibawah. Aliran Penyaluran BOS 2011 Pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah
BPP mengajukan SPP tiap triwulan sesuai alokasi per-sekolah
BPP mencatat laporan PBPP dalam Buku Kas Umum
KPA menerbitkan SPM
PBPP melaporkan realisasi penggunaan dana per-triwulan
BUD menerbitkan SP2D
BPP mentransfer dana ke sekolah
Secara umum, dapat dijelaskan bahwa aliran dana BOS tersebut dimulai dari Rekening Kas Umum Negara, dana ditransfer ke Rekening Kas Umum Daerah (tahap pertama), dengan cara pemindahbukuan. Dari Rekening Kas Umum Daerah, dana yang telah diterima dikirim ke rekening Dinas Pendidikan (tahap kedua, negeri), lalu dari situ ditransfer ke rekening sekolah negeri (tahap ketiga), atau dari Rekening Kas Umum Daerah, dana ditransfer ke rekening sekolah swasta (tahap kedua, swasta), Secara teknis, aliran dana BOS dimulai saat Kuasa Bendahara Negara mendapatkan mandat dari Bendahara Umum Negara untuk melakukan pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara -pada DIPA Transfer Ke Daerah, atas beban Bagian Anggaran 999.05- ke Rekening Kas Umum Daerah. BPP, pada Dinas Pendidikan (untuk sekolah negeri) atau pada DPPKAD (untuk sekolah swasta) mengajukan SPP kepada KPA, setelah dana BOS diterima oleh Pemda, setiap triwulan. KPA merespon dengan menerbitkan SPM untuk diajukan kepada BUD, agar BUD mengeluarkan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang memperoleh mandat penyaluran dana BOS. Berdasarkan SP2D tersebut, BPP melakukan transfer dana BOS, melalui Bank Pembangunan Daerah (sebagai contoh Bank Jateng untuk Provinsi Jawa Tengah) atau Bank BRI, ke rekening sekolah. Kepala sekolah atau PBPP (yang dirubah kemudian menjadi PPTK) bertanggungjawab untuk melaporkan penggunaan dana BOS tersebut setiap tiga bulan kepada BPP. Hal 23 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Aturan batas waktu penyaluran dana BOS dalam Permendiknas dari Pusat ke Daerah ditujukan kepada dua pihak. Pada tahap pertama, penyaluran dari Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah, Permendiknas ini menjadi panduan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Negara untuk melakukan pemindahbukuan. Yakni pada triwulan pertama dan keempat, transfer dana harus dilakukan paling lambat 14 hari kerja di awal bulan Januari dan Oktober 2011. Dan pada triwulan kedua dan ketiga dilakukan paling lambat 7 hari kerja di awal bulan April dan Juli 2011. Bendahara Umum Negara dipegang oleh Menteri Keuangan, dan Kuasa Bendahara Negara menjadi tanggungjawab dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Sedangkan untuk tahap kedua, penyaluran dari Kas Umum Daerah ke rekening sekolah, Permendiknas ini menjadi panduan bagi Bendahara Umum Daerah dan Bendahara Pemberian Pembantu dalam melakukan transfer ke sekolah. Selambat-lambatnya proses penyaluran di tahap ini dilakukan 7 (tujuh) hari kerja sejak dana BOS tersebut diterima oleh Kas Umum Daerah. Tabel : Kalender Penyaluran dan Pelaporan Dana BOS Tahun 2011 (Kas Umum Negara-Kas Umum Daerah) Penyaluran
Pelaporan PMK 247/PMK.07/2010
Triwulan I
Paling lambat 14 hari kerja pada awal bulan Januari 2011
Paling lambat pada akhir bulan Maret 2011
Triwulan II
Paling lambat 7 hari kerja pada awal bulan April 2011
Paling lambat pada akhir bulan Juni 2011
Triwulan III
Paling lambat 7 hari kerja pada awal bulan Juli 2011.
Paling lambat pada akhir bulan September 2011
Triwulan IV
Paling lambat 14 hari kerja pada awal bulan Oktober 2011.
Paling lambat pada akhir bulan Desember 2011
Permendagri 21/2011
Paling lambat 10 Juli 2011
Paling lambat 20 Desember 2011
Bendahara Umum Daerah tersebut dipegang oleh Kepala DPPKAD (Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) –yang juga merangkap sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), dan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) menjadi tanggungjawab pegawai Dinas Pendidikan yang ditunjuk. Ini untuk aliran dana BOS bagi sekolah negeri. Sedangkan untuk sekolah swasta, pihak BPP berada di tangan pegawai DPPKAD yang ditunjuk. Meskipun telah memiliki arahan dan panduan teknis yang jelas, Namun ternyata proses penyalurannya berjalan tidak sesuai dengan harapan. Tidak secepat yang diharapkan Pemerintah. Progres pencairan dana BOS pada triwulan pertama ternyata masih tersisa. Dan masih berjalan tatkala pencairan tahap kedua sedang dalam proses. Pada triwulan pertama dan kedua ini keterlambatan pencairan dana dana BOS terletak pada lima penyebab krusial. Kelimanya adalah : (i). Keterlambatan penerimaan Rekening Kas Umum Daerah terhadap dana BOS dari Pemerintah; (ii). Minimnya sosialisasi tentang Permendiknas BOS dan terutama SEB Mendagri dan Mendiknas28; (iii). Beban kerja berlebih BUD/PPKD; (iv). Penambahan persyaratan pencairan; (v). Kehati-hatian Kepala Daerah; dan (vi). Rendahnya kualitas sekolah.
28
Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 900/5106/5J dan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 02/Xll/SEBl2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana BOS dalam APBD TA 2011 (disingkat dengan SEB Mendagri dan Mendiknas 2010). Hal 24 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Lima faktor penyebab lebih pada faktor kapasitas Pemerintah dan Pemda, dan ini semestinya sudah disadari oleh Pemerintah, apalagi faktor-faktor tersebut merupakan hal-hal yang sering terjadi dan dapat diduga akan terjadi. Ini menjadi bagian dari pengalaman empiris birokrat selama ini. Penyebab terakhir ada pada faktor sekolah. Perbandingan Progres Pencairan Dana BOS Tiap Triwulan 18 27 7 38 9 45 16 53 21 54 21 54 21 63 29 Hari ke-9 (hari kerja ke-7) 75 30 86 30 96 33 96 34 97 34 98 37 123 45 135 48 150 53 164 55 173 57 174 57 174 60 187 60 202 65 212 69 227 75 236 75 236 75 236 86 250 92 254 96 261 102 271 111 277 111 277 111 278 125 278 125 278 125 286 131 297 137 302 143 302 149 302 149 306 149 310 160 314 172 323 183 324 199 324 215 324 216 331 217 333 237 333 255 333 262 333 281 333 312 337 313 346 313 349 326 349 350 362 353 371353 353 380 354 380 354 380 357396 361 415 363 428 363 445 363 445 364 445 364 451 365 453 365 456 462 464 464 464 465 472 472 474 478 478 478 479 479 480 481 481 481 481 481 482 482 482 482 482 482 483 483 483 486 486 486 486 486 486 488 488 488 488 488 488 488 488 488 488 488 488 488 490 490 491 491 491 491 491 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492 492
500
450
Triw-1
400
350
300
250
Triw-2
200
150
100
3 4 7 8 8
50
Hari ke-160
Hari ke-155
Hari ke-150
Hari ke-145
Hari ke-140
Hari ke-135
Hari ke-130
Hari ke-125
Hari ke-120
Hari ke-115
Hari ke-110
Hari ke-105
Hari ke-100
Hari ke-095
Hari ke-090
Hari ke-085
Hari ke-080
Hari ke-075
Hari ke-070
Hari ke-065
Hari ke-060
Hari ke-055
Hari ke-050
Hari ke-045
Hari ke-040
Hari ke-035
Hari ke-030
Hari ke-025
Hari ke-020
Hari ke-015
Hari ke-010
Hari ke-005
Hari ke-000 00
0 0 0 1
0
Keterangan: Hari ke-000 adalah hari ditransfernya dana BOS dari Kas Negara ke Kas Daerah.
Penyebab pertama: keterlambatan penerimaan Kas Daerah. Mesti Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan target pengiriman/ transfer dana/ pemindahbukuan, dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah paling lambat 14 hari kerja, hanya Kota Pekalongan saja, dari 10 (sepuluh) daerah-sasaran yang ditransfer dalam rentang waktu yang direncanakan, yakni pada 15 Januari 2011. Sedangkan 9 (sembilan) daerah lainnya terlambat semua. Bahkan Kabupaten Lombok Barat baru mendapatkan transfer dana pada 9 Maret 2011, dan ini yang paling lambat dari kesepuluh daerah. Tabel : Waktu Penerimaan Dana oleh Kas Umum Daerah. Waktu / Termin No
Daerah Triwulan I
1
Jeneponto
21 Februari 2011
2
Bandung Barat
27 Januari 2011.
3
Lombok Barat
09 Maret 2011
4
Semarang
19 Januari 2011
5
Pekalongan
15 Januari 2011.
6
Gresik
Minggu ke-4 Januari 2011
7
Aceh Besar
8
Serang
9
Surakarta
10
Jayapura
Triwulan II
5 April 2011.
5 April 2011.
5 April 2011,
11 April 2011
Penyebab kedua: minimnya sosialisasi. Sosialisasi yang sangat dibutuhkan Pemda adalah soal bagaimana penempatan mekanisme dana BOS ini dalam kerangka prosedur pengelolaan keuangan daerah. Hal 25 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Perubahan mekanisme penyaluran, yang semula melalui Mekanisme Dekonsentrasi menjadi Mekanisme Transfer ke Daerah, menyebabkan kemendesakan bagi penyesuaian dengan sistem pengelolaan keuangan daerah yang telah mapan. Pelaksanaan penetapan dan penyaluran dana BOS Tahun Anggaran 2011 sangat pendek. Kebijakan dana BOS ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2011, melalui Permendiknas 37/2010. Diikuti dengan terbitnya PMK No 247/2010, pada 27 Desember 2010, dan SEB Mendagri dan Mendiknas Tahun 2010, pada 28 Desember 2010. Pada saat yang sama, Pemerintah melakukan sosialisasi di Hotel Sahid, Jakarta, pada 28-29 Desember 2010. Dan dana untuk triwulan pertama mulai dikucur per-tanggal 1 Januari 2011. Melihat pada tanggal-tanggal tersebut, bisa diduga sebelumnya, bahwa proses penyaluran akan berjalan tersendat-sendat di awal tahun. Setidaknya, jika diiringi dengan kecekatan pemecahan masalah ditingkat Kemendiknas, maka keterlambatan penyaluran bisa diperkirakan hanya terjadi di semester pertama. Dalam mekanisme ini, kedudukan SEB Mendiknas dan Mendagri memegang peran kunci. Dari SEB ini Pemerintah sudah mengantisipasi kemungkinan kebuntuan/kelambanan pencairan dana BOS, yakni dengan menempatkan dana BOS sebagai keperluan yang mendesak, sehingga memungkinkan bagi, atau melegalkan tindakan Pemda untuk melakukan potong-kompas dari proses penganggaran daerah secara normal. Namun ternyata masih banyak Pemda yang tidak memahami SEB tersebut. Sebagai contoh, di Kabupaten Jeneponto. Keterlambatan pencairan ke sekolah disebabkan Kepala Dinas Pendidikan dan juga DPPKAD, mesti mengikuti proses pembahasan APBD secara normal. Dan mereka baru mengetahui adanya SEB tersebut setelah PATTIRO Jeneponto mempersoalkan keterlambatan pencairan dana BOS ke sekolah yang hampir 4 bulan. Di Kota Surakarta dan Kabupaten Jayapura, Pemda harus menunggu surat ijin penyaluran Dana BOS dari Pimpinan DPRD sebelum melakukan pencairan ke sekolah. Sosialisasi semestinya juga dilakukan kepada sekolah penerima dana BOS. Idealnya, hal itu dilakukan pada bulan Januari 2011. Seusai Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala DPPKAD seluruh Indonesia mendapatkan sosialisasi di akhir bulan Desember 2010. Namun, sosialisasi kepada kepala sekolah dan bendahara sekolah/PBPP baru dilakukan ketika transfer dana BOS masuk ke triwulan kedua. Seperti di Surakarta, yang baru melakukan kegiatan bimbingan teknis pengelolaan BOS pada tanggal 1419 April 2011. Penyebab ketiga: soal beban kerja yang tinggi dari DPPKAD. Pada saat yang sama, di Bulan Desember, Januari hingga Maret, setiap Pemda sedang menghadapi proses rutin tahunan, berupa pembahasan RAPBD dan penetapan APBD bersama dengan DPRD. Dan seperti biasa, proses teknokratik dan politik ini menyita waktu dan menguras enerji bagi DPPKAD, sebagai PPKD dan BUD. Beban ini terbilang berat, apalagi masih banyak daerah kabupaten/kota yang selalu terlambat dalam pembahasan dan penetapan APBD, serta penyampaian dokumen APBD tersebut ke Dirjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu. Sehingga menyebabkan daerah-daerah tersebut terkena sanksi pemotongan DAU dan atau DAK. Penyebab keempat; Pemda memberlakukan persyaratan tambahan untuk pencairan dana BOS pada triwulan kedua. Sekolah diminta untuk mengumpulkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sekolah sebagai berkas kelengkapan persyaratan pencairan dana BOS triwulan kedua. NPWP ini akan dipergunakan saat sekolah membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana BOS. Hal ini terjadi di Surakarta sebagai contoh.
Hal 26 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Penyebab kelima: kepala daerah terlampau berhati-hati. Faktor ini biasanya terjadi pada daerah-daerah pemekaran, atau yang kepala daerahnya telah menjadi tersangka, terdakwa, atau terpidana tindak pidana korupsi. Sebagai contoh Kabupaten Jember, yang saat ini dipegang oleh Pejabat/Pelaksana Tugas Bupati, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jember Sugiarto, setelah Bupati dan Wakil Bupatinya, MZA Djalal dan Kusen Andalas, dijatuhi pidana oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Karena itu, Plt Bupati bersikap begitu hati-hati, sehingga tidak berani melakukan pencairan dana BOS untuk menunggu revisi APBD tahun 2011 oleh Gubernur Jawa Timur. Padahal proses pembahasan dan penetapan APBD Jember 2011 terlambat dilakukan, sehingga baru selesai awal Maret 2011. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Kendal. Ketua DPRD terdahulu, suami dari Bupati kendal saat ini, telah dijatuhi hukuman pidana dan sedang menjalani proses pemenjaraan di lembaga pemasyarakatan. Sehingga membuat pihak Bupati dan DPRD bersikap hati-hati. Sebelum dicairkan, Pemda telah membuat peraturan bupati (perbup). Namun perbup ini belum dapat dilaksanakan, karena mesti dikonsultasikan bersama dengan DPRD, Dinas Pendidikan, DPPKAD, dan BPK. Situasi ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dilaksanakan. Penyebab keenam; kapasitas sekolah. Kendala lain berasal dari kapasitas pihak sekolah. Setidaknya terpantau beberapa penyebab keterlambatan yang disebabkan kapasitas sekolah tersebut. (a). Pihak sekolah terlambat menyampaikan RKAS/APBS yang menjadi syarat pencairan dana BOS. Kelambanan ini disebabkan sebagian besar sekolah belum memiliki RKAS/APBS sesuai dengan standar perencanaan penyelenggaraan pendidikan. Padahal pihak Dinas Pendidikan baru akan mencairkan dana BOS untuk triwulan pertama dan selanjutnya ke sekolah jika seluruh sekolah sudah menyerahkan RKAS. RKAS ini berlaku untuk satu tahun anggaran. Dalam pembuatan RKA setiap sekolah harus menyeimbangkan antara anggaran untuk pengadaan buku, peningkatan mutu pendidikan, dan kemampuan guru serta hasilnya. Dan dalam kerangka penggunaan dana BOS, alokasi honor guru tidak boleh lebih dari 20 perse n. Akibatnya, sebagai contoh di Rembang, pada triwulan pertama, SMPLB tidak memperoleh kucuran dana BOS hingga masuk bulan April 2011. Contoh lainnya, akibat pihak sekolah belum memiliki RKAS, di Provinsi Jawa Timur, tercatat per-tanggal 14 Maret 2011, baru 15 kabupaten/kota yang telah mencairkan dana BOS ke sekolah. Sedangkan 23 daerah lainnya belum. (b). Terkait kendala kapasitas adalah kesalahan pihak sekolah swasta dalam menyusun dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Padahal dokumen tersebut merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh sekolah swasta sebelum pencairan. (c). Sekolah belum dapat menyusun laporan/surat pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana BOS secara efektif dan tepat waktu. Bahkan masih banyak yang melakukan kesalahan dalam penyusunannya. Kendala ini memperlambat penyampaian SPJ yang ditunggu oleh Pemda untuk dikompilasi dan dilaporan setiap akhir triwulan kepada Pemerintah. Mencermati keenam faktor penyebab keterlambatan tersebut dan juga aliran dana dari mekanisme transfer ke daerah maka dapat disimpulkan: 1. Pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum negara ke Rekening Kas Umum Daerah sesungguhnya merupakan proses transfer dana yang simpel dan sebentar. Waktu penerimaan dari pihak Pemda yang jatuh diluar batas waktu 14 hari atau 7 hari menunjukkan masih adanya problem penatausahaan dilingkungan Ditjen Perimbangan Keuangan. Problem ini mesti didalami lebih jauh. 2. Terlalu dekatnya jarak antara tanggal pelaksanaan program BOS dengan waktu persiapan (didalamnya termasuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program BOS sebelumnya, Hal 27 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
drafting petunjuk teknis dan ranpermendiknas), perencanaan (seperti koordinasi lintas kementerian, terutama dengan Kemendagri, Kemenkeu, dan Bappenas), dan sosialisasi Program BOS dan peraturan pelaksanaannya menunjukkan sesungguhnya Kemendiknas tidak memiliki kecukupan kapasitas untuk memanfaatkan waktu longgar sebelum Nopember 2010 sebagai rentang waktu bagi persiapan dan perencanaan secara matang. Kesan kuat ketergesa-gesaan dalam menyusun perencanaan dan membuat peraturan pelaksanaan sulit untuk diingkari. Sehingga waktu yang cukup longgar untuk sosialisasi dan bimbingan teknis kepada Pemda sulit pula untuk diperoleh. 3. Sesungguhnya soal beban kerja yang bertambah, dengan adanya aliran dana masuk untuk program BOS di daerah, tidak terlampau menyulitkan bagi Kepala DPPKAD. Namun, ini menjadi persoalan besar bagi Pemda yang memiliki kapasitas kelembagaan yang rendah dan tergolong daerah miskin29. Menjadi tantangan Pemerintah untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan Pemda agar mampu mengelola dana dari Pemerintah dalam jumlah besar. 4. Adanya syarat-syarat tambahan yang diberlakukan oleh Pemda menunjukkan belum tersampaikannya peraturan pelaksanaan Program BOS secara utuh dan komprehensif dari Pemerintah kepada Pemda. Ini berhubungan dengan terlalu pendeknya waktu sosialisasi dan bimbingan teknis yang dimanfaatkan Pemerintah. 5. Munculnya sikap kehati-hatian yang tinggi dari Pemda, terutama yang memiliki sejarah kepala daerah dan/atau pimpinan DPRDnya tersangkut tindak pidana korupsi, merupakan sikap yang naif. Hal ini memang menunjukkan belum terbangun relasi dan kapasitas yang baik di kalangan aparat birokrat dan politisi di daerah. 6. Pada umumnya, kapasitas sekolah dalam hal perencanaan, penganggaran, pembelanjaan/pengadaan, dan pelaporan masih tergolong rendah. Sebagai sebuah lembaga pendidikan, semestinya sekolah tidak hanya ditempatkan sebagai lembaga belajar mengajar dan mendidik yang berfokus pada metoda dan kurikulum. Sekolah sebagai wahana praktek demokrasi dan tata-kelola yang baik mesti ditanamkan. Praktek pendidikan yang efektif tidaklah hanya forum di kelas, tetapi juga praktek oleh pendidik, tenaga kependidikan, dan kepala sekolah dalam mengelola anggaran dan manajemen sekolah. Dalam hal ini, kapasitas kepala sekolah dan juga PBPP atau bendahara tim BOS Sekolah membutuhkan bantuan teknis yang optimal dari Pemerintah dan pemda agar mampu mengelola dana BOS secara akuntabel, efisien, dan transparan.
Kebijakan Nasional Selama ini ketika dana BOS langsung ditransfer ke rekening sekolah, sebagaimana yang telah terjadi sejak Tahun 2005 hingga 2010, telah terjadi banyak penyimpangan. Berbagai penyimpangan tersebut dan desakan dari mandat penguatan desentralisasi menyebabkan Pemerintah mulai mengalihkan mekanisme penyalurannya. Dan pada Tahun 2011 ini, Pemerintah mulai memberlakukan kebijakan penyaluran yang pro-desentralisasi. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, Kebijakan Dana BOS di tahun ini pun tidak dapat lepas dari permasalahan. Dan salah satu isu yang menguat adalah masalah keterlambatan penyaluran dana. Sehingga, beberapa kalangan meminta Kemendiknas untuk mengembalikan mekanisme penyaluran 29
Jika melihat hasil penelitian Yenny Sucipto, dari 103 daerah otonom yang dibentuk dalam kurun waktu 19992008, hanya 16 daerah saja yang memiliki kekayaan daerah yang memadai. Sisanya 87 daerah tergolong sebagai daerah miskin. Lihat Yenny Sucipto, Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Beban Keuangan Negara/Daerah (jakarta: Fellowship Prakarsa, 2008). Hal 28 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Dana BOS seperti tahun-tahun yang lalu. Tuntutan tersebut muncul dalam Raker Kemendiknas dengan Komisi X DPR RI, pada Tanggal 9 juni 2011. Permasalahannya, apakah pengembalian kepada bentuk sentralisasi, atau mekanisme dekonsentrasi, dapat membuat penyaluran dana BOS terhindar dari keterlambatan? Apakah efisiensi menjadi alasan utama dari tuntutan tersebut? Sesungguhnya, kebijakan ini ditempuh dimaksudkan selain untuk mempercepat penyaluran Dana BOS, juga untuk melokalisasi jika terjadi keterlambatan dalam penyalurannya.30 Sebelumnya, keterlambatan di satu provinsi dapat berakibat keterlambatan penyaluran di semua kabupaten di dalam provinsi tersebut. Dengan mekanisme desentralisasi ini jika terjadi keterlambatan dapat dilokalisasi di satu titik. Apabila merujuk pada pertimbangan atau alasan pengambilan kebijakan perubahan tersebut, tuntutan pengembalian mekanisme penyaluran ke Dekonsentrasi menjadi terbantahkan. Disisi lain, pada perbandingan antara aliran penyaluran dana BOS di Tahun 2010 dan 2011 nampak kesederhanaan aliran dana pada tahun yang terakhir. Bahkan pada aliran 2011 kedudukan dan peran dari pelaksana program ditingkat provinsi, seperti Tim Manajemen BOS Provinsi, Dinas Pendidikan Provinsi, dan KPPN Provinsi sudah tidak ada lagi. Keberadaan dari ketiga lembaga tersebut membuat proses penyaluran dana BOS selama ini cenderung lama dan panjang. Aliran Penyaluran Dana BOS Melalui Mekanisme Dekonsentrasi Tim Manajemen BOS Provinsi mengajukan SPP-LS
Kantor Pos/Bank mentransfer dana ke rekening tiap sekolah
Kepala sekolah/ bendahara BOS mengambil dana, diketahui oleh ketua komite sekolah
30
Disdik Prov melakukan verifikasi terhadap SPP-LS
Disdik Prov menerbitkan SPM-LS
Tim Manajemen BOS Prov memberikan data rekening sekolah dan alokasi dana per-sekolah ke Kantor Pos/Bank
Disdik Prov mengirim SPM-LS ke KPPN Prov
Rekening penampung Tim Manajemen BOS Prov di kantor Pos/Bank Pemerintah menerima dana BOS
KPPN Prov melakukan verifikasi SPM-LS
KPPN Prov menerbitkan SP2D
Tim Manajemen BOS kab/kota dan sekolah mengecek kesesuaian jumlah dana antara yang diterima dengan SK alokasi BOS
Hal ini disampaikan Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional, Didik Suhardi, dalam keterangan pers di Kemendiknas, Rabu (25/08/2010). Hal 29 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Aliran Penyaluran BOS 2011 Melalui Mekanisme Transfer ke Daerah Pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah
BPP mengajukan SPP tiap triwulan sesuai alokasi per-sekolah
BPP mencatat laporan PBPP/PPTK dalam Buku Kas Umum
KPA menerbitkan SPM
PBPP/PPTK melaporkan realisasi penggunaan dana per-triwulan
BUD menerbitkan SP2D
BPP mentransfer dana ke sekolah
Bahkan sesungguhnya perubahan kebijakan penyaluran dana BOS ini sudah menjadi bagian dari perencanaan Pemerintah untuk jangka menengah. Atau dalam periode kepemimpinan kedua Presiden SBY. Pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014, pada Lampiran Buku 1 tentang Prioritas Nasional, dan di Bagian tentang Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus, ditetapkan bahwa sasaran yang ingin dicapai dalam kurun waktu 2010-2014 adalah meningkatnya efektivitas DAK sebagai instrumen pendanaan dalam rangka mendorong pembangunan daerah untuk mendukung pencapaian berbagai prioritas pembangunan nasional dalam RPJMN 2010-2014. Untuk mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan DAK dalam RPJMN 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Menyempurnakan desain konsep DAK dalam rangka memperjelas kedudukan, peran dan misi DAK sebagai salah satu instrumen pendanaan desentralisasi yang efektif untuk membantu mengurangi kesenjangan antar daerah dalam penyediaan pelayanan dasar publik dan memberikan insentif kepada daerah tertentu untuk meningkatkan upaya pencapaian sasaran prioritas nasional; 2. Meningkatkan secara bertahap pagu nasional DAK agar lebih optimal untuk mendukung pencapaian prioritas nasional. Selain itu akan dilakukan transformasi dari dana K/L yang digunakan untuk mendanai urusan daerah, seperti antara lain: dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan dana pengembangan infrastruktur perdesaan, ke DAK; Akan tetapi, sangat disayangkan Pemerintah tidak/belum merealisasikan arah kebijakannya itu dalam langkah-langkah operasional pada dua tahun anggaran berjalan. Hal tersebut nampak dari Rencana Kerja Pemerintah, baik di RKP Tahun 2010 maupun di RKP Tahun 2011. Bahkan di RKP 201131, yang ditetapkan setelah Perpres RPJMN, pada Bab II tentang Tema Dan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2011, hanya dinyatakan bahwa Program BOS dimaksudkan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban biaya bagi siswa yang lain. Dan untuk menghadapi tantangan dalam pelaksanaan Program BOS di Tahun 2011 akan 31
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pembangunan Tahun 2011. Hal 30 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
dilakukan upaya menyusun disain sinergi antara pusat dan daerah dalam menyelenggarakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tabel : Perbandingan 3 Instrumen Fiskal untuk Pendidikan Transfer Ke Daerah Dekonsentrasi
Dana Dekonsentrasi
Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Dana Perimbangan
Dana Penyesuaian 2011
Dana Alokasi Khusus Dana yang bersumber dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu pendanaan kegiatan khusus yang merupakan bagian dari prioritas nasional dan merupakan urusan daerah
Pengertian
Dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu Pemerintah dan DPR sesuai peraturan perundangan.
Peruntukan
Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah didanai dari APBN bagian anggaran
•
Dana tambahan penghasilan guru pegawai negeri sipil daerah (PNSD);
•
Dana insentif daerah (DID);
•
Tunjangan profesi guru (TPG);
•
Bantuan operasional sekolah (BOS);
•
Dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID); dan
kementerian/lembaga melalui dana dekonsentrasi Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat non-fisik, yaitu yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap. Dapat ditunjang dengan subkegiatan bersifat fisik, namun tidak melebihi 25% dari total anggaran kegiatan yang bersangkutan. Tahapan
1.
2.
Program dan kegiatan, termasuk rencana lokasi dan anggaran, kementerian / lembaga yang akan didekonsentrasikan harus sesuai dengan Renja-KL dan RKP, dan dituangkan dalam penyusunan RKA-KL, yang menjadi dasar dalam pembahasan bersama antara kementerian/lembaga dengan komisi terkait di DPR.RKA-KL yang telah disepakati oleh komisi terkait di DPR disampaikan kepada Menteri Keuangan dan menteri yang membidangi perencanaan pembangunan nasional untuk dilakukan penelaahan. Hasil penelaahan RKA-KL ditetapkan menjadi Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK), dan disampaikan
•
Kurang bayar dana sarana dan prasarana infrastruktur Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2008.
Beragam mekanismenya sesuai dengan bidangnya. Namun, secara umum penentuan alokasinya didasarkan pada kesepakatan bersama antara Kemenkeu dengan Badan Anggaran DPR-RI
DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional yang menjadi urusan daerah. Daerah Tertentu tersebut adalah daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas. 1.
Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK, yang merupakan prioritas nasional dalam RKP, dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional.
2.
Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus kepada Menteri Keuangan, untuk dilakukan penghitungan alokasi DAK.
3.
Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan
Hal 31 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01 kepada kementerian/lembaga. 3.
Kementerian/lembaga menyampaikan RKA-KL yang telah ditetapkan menjadi SAPSK kepada gubernur.
4.
Setelah menerima RKA-KL, gubernur menetapkan KPA, PPK, Pejabat Penguji Tagihan / Penandatangan SPM, dan BP serta menyampaikannya kepada menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan.
Peraturan Menteri Keuangan, dan berdasarkan itu menteri teknis menyusun Petunjuk Teknis Penggunaan DAK. 4.
Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD, sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK.
5.
Daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10% dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana Pendamping digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat kegiatan fisik.
5.
RKA-KL tersebut mesti diberitahukan oleh gubernur kepada DPRD provinsi pada saat pembahasan RAPBD.
6.
RKA-KL yang telah ditetapkan menjadi SAPSK menjadi dasar dalam penyusunan DIPA.
7.
Penyaluran dana dekonsentrasi dilakukan oleh Bendahara Umum Negara atau kuasanya melalui Rekening Kas Umum Negara.
6.
DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.
8.
Penerimaan sebagai akibat pelaksanaan dekonsentrasi merupakan penerimaan negara dan wajib disetor oleh Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran ke Rekening Kas Umum Negara.
7.
9.
Kepala SKPD provinsi, selaku Kuasa Pengguna Anggaran, bertanggungjawab atas pelaksanaan dana dekonsentrasi dan menyampaikan laporan kegiatan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran kepada gubernur melalui SKPD yang membidangi perencanaan dan kepada kementerian/lembaga pemberi dana dekonsentrasi.
Kepala daerah menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan;, Menteri teknis; dan Menteri Dalam Negeri, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
8.
Penyaluran DAK dapat ditunda apabila Daerah tidak menyampaikan laporan.
Kesesuaian dengan Pengelolaan Keuangan Daerah Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS, dari mekanisme Dana Dekonsentrasi menjadi Dana Transfer ke Daerah, menyebabkan dana BOS menjadi bagian dari pendapatan daerah. Salah satu konsekuensi menjadi bagian dari pendapatan daerah, dana BOS mesti mengikuti prosedur pengelolaan keuangan daerah, termasuk penatausahaannya. Tantangan terbesar dari perubahan kebijakan ini adalah pendeknya waktu bagi Pemerintah untuk melakukan penyesuaian struktural dengan mekanisme pengelolaan keuangan daerah, yang tentunya berbeda dengan mekanisme keuangan negara, jika melalui dana dekonsentrasi. Hal 32 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Mengingat proses pembahasan dan penetapan RAPBD yang cukup lama, karena dinamika politik lokal, sesungguhnya Pemerintah telah melakukan antisipasi dengan mencoba menyelamatkan penyaluran dana BOS tidak terpengaruh dan tidak terlambat oleh ketatnya dinamika pembahasan keuangan daerah. Yaitu melalui penerbitan surat edaran bersama antara Mendiknas dan Mendagri,32 sebagai wahana regulasi dan legitimasi untuk memangkas atau mengabaikan mekanisme penganggaran daerah secara normal. Dana BOS terhadap APBD didefinisikan sebagai keperluan mendesak yang diatur dalam Pasal 81 ayal (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Pasal 162 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Kebijakan penempatan tersebut mempermudah bagi Pemda dan Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota dalam membelanjakan anggaran BOS terlebih dahulu tanpa menunggu atau melewati mekanisme penganggaran secara normal. Situasi ini bisa diterima mengingat kemendesakan waktu, namun pemberlakuan prosedur tersebut harus hanya berlaku dalam Program BOS di Tahun 2011. Penyaluran dana BOS melalui SEB Mendagri dan Mendiknas ini tidak boleh bersifat permanen dan jangan sampai menjadi preseden. Karena ketentuan dalam SEB tersebut mengabaikan dan melanggar ketentuan tentang mekanisme penganggaran daerah, seperti Permendagri No 13 Tahun 2006 jo Permendagri No 56 Tahun 2007, UU No 25 Tahun 2004, UU No 17 Tahun 2003, dan UU No 1 Tahun 2004. Salah satu upaya Pemerintah untuk melakukan penyesuaian tersebut dengan menerbitkan Permendagri 21/201133. Upaya ini sebagai respon Pemerintah terhadap keterlambatan proses penyaluran dan pencairan dana BOS ke sekolah. Dan salah satu penyebab dari keterlambatan tersebut adalah ketidaklengkapan substansi peraturan pelaksanaan yang disusun Pemerintah. Akan tetapi, upaya Pemerintah ini malah menimbulkan perbenturan hukum diantara produk-produk hukum yang ada. Produk-produk hukum yang menjadi peraturan pelaksanaan petunjuk teknis penyaluran dan penggunaan dana BOS untuk Tahun Anggaran 2011 ini adalah : •
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun 2011.
•
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.07/2010 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Sementara BOS bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011.
•
Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 900/5106/SJ dan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 02/XII/SEB/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana BOS dalam APBD TA 2011.
•
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Beberapa pasal yang menimbulkan kebingungan, atau perbenturan diantara peraturan pelaksanaan yang berada di satu tingkatan dalam hierarki dan struktur peraturan perundang-undangan dapat dilihat pada tabel berikut.
32
Op cit, Surat Edaran Bersama. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Hal 33 dari 44
33
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Tabel : Perbandingan Peraturan Pelaksanaan Penyaluran dan Penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2011 Permendagri 21/2011
Permendiknas 37/2010
SEB 2010
Kedudukan Kepala Sekolah
Kepala sekolah ditunjuk sebagai PPTK
Kepala sekolah merangkap sebagai Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu
Kepara Sekorah sebagai pembantu Bendahara Pengeluaran pembantu (PBPP)
Laporan Penggunaan Dana BOS
Penyaluran dana BOS dapat dilakukan tanpa menunggu penyampaian laporan penggunaan dana BOS triwulan sebelumnya
Tugas dan tanggungjawab sekolah adalah membuat laporan triwulan penggunaan dana BOS dan barang/jasa yang dibeli oleh sekolah yang ditandatangani oleh kepala sekolah, bendahara, dan ketua komite sekolah
PBPP meiaporkan realisasi penggunaan dana yang diterimanya per triwulan
Waktu Penyampaian Laporan
Kepala sekolah negeri menyampaikan laporan penggunaan dana BOS triwulan I dan triwulan II paling lambat tanggal 10 Juli, sedangkan untuk triwulan III dan triwulan IV paling lambat tanggal 20 Desember tahun berkenaan kepada bendahara pengeluaran pembantu
PMK 247/PMK.07/2010
Pemerintah daerah wajib menyampaikan Laporan Realisasi Pembayaran BOS kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Kementerian pendidikan Nasional. Pemerintah Daerah wajib menyampaikan Laporan Realisasi Pembayaran BOSdengan ketentuan sebagai berikut: a. Triwulan Pertama paling lambat pada akhir bulan Maret 2011; b. Triwulan Kedua paling lambat pada akhir bulan Juni 2011; c. Triwulan Ketiga paling lambat pada akhir September 2011; dan d. Triwulan Keempat paling lambat pada akhir bulan Desember 2011.
Standar Satuan Biaya Salah satu bagian penting keberlangsungan pendidikan bagi generasi muda bangsa adalah pembiayaan pendidikan. Dengan tingkat kemiskinan sebesar 14,15%, menurut data BPS di Tahun 201034 ancaman bagi pendidikan dasar yang berkelanjutan bagi anak-anak usia belajar, terutama dari kelompok sosial miskin dan marjinal, masih sangat besar. Tingkat pendapatan yang sangat rendah akan membuat banyak Rumah Tangga Miskin akan lebih memprioritaskan alokasi belanja out of pocket ke pemenuhan pangan, daripada pendidikan rumah tangga tersebut. Upaya Pemerintah melalui Program BOS sesungguhnya sangat positif bagi pengentasan persoalan pembiayaan pendidikan ini. Dengan Program Dana BOS ini banyak rumah tangga miskin yang terselamatkan pemenuhan pendidikan anak-anaknya. 34
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik di tahun 2009 , sebanyak 14,5 persen atau 32,53 juta penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Sementara untuk tahun 2010, angka kemiskinan menurun menjadi 31,02 juta penduduk dengan batas kemiskinan sekitar Rp 211.000. Namun, apabila menggunakan standar US$ 2 per hari orang seperti yang digunakan di banyak negara, sebanyak 50,65 persen penduduk tergolong miskin. Hal 34 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Secara hukum, sesungguhnya, upaya Pemerintah ini merupakan mandat dari Nilai-Dasar keberadaan kita sebagai bangsa dan negara, bahwa Pemerintah dibentuk dan eksis hanya untuk, diantaranya35, ”...mencerdaskan kehidupan bangsa, ...”. Mandat itu diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 Tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 Untuk Sekolah Dasar/Madrasah UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), BAB IX, STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Pasal 35 (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), berencana dan berkala. dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai Nomor 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2011. (3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta
Dari UU, ditetapkan hak yang dilindungi dan pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, menjadi obyek pemenuhan Pemerintah; Bahwa penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. setiap peserta didik, murid, atau siswa, pada (4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan setiap jenjang satuan pendidikan memiliki hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat untuk, diantaranya, mendapatkan biaya (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Untuk mencapai kualitas pembiayaan pendidikan yang baik dibutuhkan pengaturan tentang standar nasional36. Standar nasional tersebut mesti mengacu kepada prinsip pemerataan dan berkeadilan. Pemerataan, agar setiap anak usia belajar, dari semua lokasi geografis, memperoleh akses, peluang, kesempatan, dan mendapatkan layanan pendidikan. Dan berkeadilan, agar setiap anak usia belajar, dari semua lapisan sosial masyarakat memperoleh layanan pendidikan yang sama secara proses dan materi. Untuk menjalankan UU tersebut, Pemerintah telah menerbitkan PP, yang menetapkan standar pembiayaan pendidikan37, dan terutama biaya operasi satuan pendidikan38. 35
Kutipan Pembukaan UUD 1945, “…untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”
36
Lihat Pasal 35, UU 20/2003.
37
Pengertian stándar pembiayaan ini hádala ”Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun” Lihat Pasal 1 Angka 10, PP No 19 Tahun 2005. 38
Pengertian biaya operasi, merujuk pada Pasal 1 Angka 12, PP No 19 Tahun 2005, yaitu ”Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsung kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan”. Hal 35 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Dalam standar pembiayaan pendidikan terdapat tiga jenis biaya, yakni biaya investasi39, biaya operasi40, dan biaya personal41. Menjadi kewajiban bagi Kemendiknas untuk menerbitkan standar biaya operasi nonpersonalia. Dan obligasi regulasi ini telah dipenuhi oleh Mendiknas dengan menerbitkan Permendiknas yang dimaksud –Permendiknas 69/2009. Untuk menjalankan Kebijakan Pendidikan Dasar Gratis/Bebas Pungutan, Pemerintah telah menetapkan Program Bantuan Operacional Sekolah, melalui Permendiknas 37/2010. Permendiknas ini merupakan kebijakan pendanaan Program BOS yang ke tujuh, sejak Tahun 2005. Tabel : Perkembangan Sasaran dan Anggaran Program BOS Tahun
Coverage Jumlah Siswa
Alokasi APBN
2005
39,3 juta siswa
Rp 5,14 trilun (hanya 1 semester)*
2006
39,7 juta siswa
Rp 10,28 triliun*
2007
35,2 juta siswa
Rp 9,84 triliun**
2008
35,9 juta siswa
Rp 10,01 triliun
2009
36,2 juta siswa
Rp 16,04 triliun
2010
36,5 juta siswa
Rp 16,52 triliun
2011
36,7 juta siswa
Rp 16,26 triliun
Keterangan:
*termasuk madrasah/ponpes **mulai dipisah dari madrasah/ponpes
Jika disimak dari Tabel di atas, Program BOS di Tahun 2011 mengalami kenaikan jumlah siswa, namun jumlah alokasi anggaran Program ini mengalami sedikit penurunan. Kenaikan jumlah alokasi anggaran Program yang seiring dengan kenaikan jumlah siswa yang di-cover oleh Program terjadi pada Tahun 2005 ke 2006 dan pada rentang Tahun 2008 sampai 2010. Perkembangan kebijakan anggaran Pemerintah ini sangat positif dan menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam menjalankan kampanye Pendidikan Dasar Gratis. Kenaikan jumlah alokasi anggaran Dana BOS di APBN sesungguhnya juga merupakan tanda kenaikan biaya satuan, unit cost, untuk Program Pembiayaan Pendidikan ini. Jika dicermati di Tabel bawah, telah terjadi pula kenaikan jumlah satuan biaya setiap 2 (dua) tahun.
39
Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. 40
Biaya operasi satuan pendidikan terbagi dalam dua bagian, biaya operasi personalia dan biaya operasi nonpersonalia. Untuk yang personalia meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji. Untuk biaya operasi nonpersonalia meliputi biaya alat tulis sekolah (ATS), biaya bahan dan alat habis pakai (BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, biaya daya dan jasa, biaya transportasi/perjalanan dinas, biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan siswa/ekstra kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja industri, dan biaya pelaporan. 41
Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Yang tergolong jenis biaya ini antara lain pakaian, transpor, buku pribadi, konsumsi, akomodasi, dan biaya pribadi lainnya. Hal 36 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Tabel : Perkembangan Biaya Satuan BOS, sejak 2005 sampai 2010 Biaya satuan BOS (per siswa per tahun) Tahun SD/SDLB/MI
SMP/SMPLB/MTs
2005 dan 2006
Rp 235.000,-
Rp 324.000,-
2007 dan 2008
Rp 254.500,-
Rp 354.000,-
Rp 400.000,- (kota)
Rp 575.000,- (kota)
Rp 397.000,- (kab)
Rp 570.000,- (kab)
2009 dan 2010
Biaya satuan BOS ini merupakan nilai nominal biaya pendidikan yang dialokasikan bagi setiap siswa pertahunnya. Permasalahannya, biaya satuan BOS yang ditetapkan Kemendiknas tersebut tidak dapat mencapai atau memenuhi Tujuan Kebijakan Pendidikan Dasar Gratis. Dengan kata lain, kebijakan Program BOS Tahun Anggaran 2011 tidak sesuai dengan Standar Biaya Pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Biaya satuan BOS yang ditetapkan dalam Buku Pedoman Penggunaan Dana BOS Tahun 2005 sampai 2010, dan Permendiknas 37/2010 untuk BOS 2011, tidak sesuai dan tidak memenuhi standar biaya satuan bagi setiap siswa yang ditetapkan Pemerintah melalui Permendiknas 69/2009. Dari Lampiran Permendiknas tersebut yang diterbitkan pada Tanggal 5 Oktober 2009 (lihat tabel dibawah), Biaya Operasi Nonpersonalia untuk setiap peserta didik, untuk SD/MI dan SMP/MTs sebesar Rp 580.000 dan Rp 710.000. Tabel : Satuan Biaya Operasional Non-personalia di Lampiran Permendiknas 69/2009
Standar besaran biaya ini tidak diikuti, disesuaikan atau dipenuhi oleh ketetapan besaran biaya BOS selama ini, termasuk Program BOS Tahun Anggaran 2011, yang menetapkan biaya satuannya sebagai berikut:
Berbasis pada Lampiran Permendiknas 69/2009 diperoleh tabel indeks biaya pendidikan seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Sehingga dari tabel indeks tersebut, diperoleh informasi besaran biaya satuan pendidikan pada 10 kabupaten/kota yang menjadi daerah pantauan PATTIRO, dan selisih kekurangan Biaya BOS, berikut dibawah ini.
Hal 37 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Tabel : Standar Biaya Operasional Non-personalia dan Selisihnya dengan Satuan Biaya BOS di 10 Daerah-terpantau. No
Daerah Terpantau
Indeks Biaya Pendidikan
Standar Biaya Operasi Nonpersonalia
Selisih dengan besaran Biaya BOS
SD/MI
SMP/MTs
SD/MI
SMP/MTs
1
Kab. Aceh Besar
0,979
567,820
695,090
170.820
125.090
2
Kab. Bandung
0,905
524,900
642,550
127.900
72.550
3
Kab. Serang
0,929
538,820
659,590
141.820
89.590
4
Kota Pekalongan
0,926
537,080
657,460
137.080
82.460
5
Kota Semarang
0,905
524,900
642,550
124.900
67.550
6
Kota Surakarta
0,914
530,120
648,940
130.120
73.940
7
Kab. Gresik
0,928
538,240
658,880
141.240
88.880
8
Kab. Jeneponto
0,945
548,100
670,950
151.100
100.950
9
Kab. Lombok Barat
0,953
552,740
676,630
155.740
106.630
10
Kab. Jayapura
1,640
951,200
1.164,400
554.200
594.400
Ketidakkonsistenan kebijakan Pemerintah dalam menentukan unit cost untuk setiap peserta didik akan menyebabkan kegagalan dalam pencapaian Tujuan Program BOS, ”untuk membebaskan siswa SD negeri dan SMP negeri dari pungutan pendidikan.” Sehingga sudah semestinya Pemerintah meningkatkan standar unit cost per-siswa. Ternyata ketidakkonsistenan Pemerintah ini diakui secara implisit oleh Mendiknas, Mohammad Nuh. Kekurangan Dana BOS untuk men-cover seluruh item pembiayaan operasional diakui oleh Mendiknas, di Bulan Maret 201142. Dana BOS hanya mampu men-cover sebesar 70% dari total pembiayaan operasional yang dibutuhkan. Sehingga di tahun depan, Dana BOS akan dinaikkan jumlahnya, terutama pada sisi unit cost per-peserta didik. Situasi kebijakan publik seperti ini mengundang tanda tanya. Mengapa Pemerintah mematok tujuan kebijakan yang tidak selaras dan sebangun dengan kebijakan operasionalnya? Mengapa Pemerintah tidak bersikap realistik dan tidak berbasiskan pada fakta dan data sebagai bukti, evidence, dalam perumusan dana dan penetapan kebijakan?
Kepatuhan Sekolah Pihak sekolah sebagai penerima manfaat atau service provider dari Program BOS ini memegang posisi penting. Keberadaannya yang strategis dalam proses penetapan alokasi, penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawaban dari Kebijakan Dana BOS ternyata membuat sekolah menjadi stakeholder yang paling rentan. Sebagaimana yang telah diungkap di Bab Temuan Mekanisme Penyaluran dan di Bab Pola Korupsi dan Mal-Administrasi.
42
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/11/03/04/167409-besaran-nilai-dana-bos-akan-diubah Hal 38 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Kerentanan sekolah ini sesungguhnya terletak pada kemampuannya untuk mampu mematuhi peraturan pelaksanaan Program BOS yang telah ditetapkan Pemerintah, dan melakukan upaya-upaya yang lebih ’sehat’ dan mendidik apabila peraturan pelaksanaan Program BOS tersebut menimbulkan atau tidak memecahkan permasalahan yang rutin dihadapi stakeholder sekolah. Stakeholder sekolah harus memandang berbagai permasalahan yang dihadapi sebagai tantangan yang sudah semestinya dikelola dan dijawab dengan kerangka berpikir sebagai pendidik. Salah satu tantangan adalah adanya daftar larangan penggunaan Dana BOS, yang menyebabkan sekolah tidak dapat lagi memberikan tugas tambahan, kegiatan ekstra kurikuler, dan tugas kegiatan lain diluar tugas utama guru. Situasi ini muncul disebabkan Dana BOS tidak memperbolehkan pemberian honor kesejahteraan terkait tugas tambahan tersebut. Meski dalam jumlah sedikit, sebelum ada Dana BOS, sekolah dapat memberikan honor kesejahteraan kepada guru PNS yang mendapat tugas tambahan seperti sebagai bendahara, wali kelas, pengasuh ekstra kurikuler, dan kegiatan lain Dari monitoring lapangan yang dilakukan di dua kabupaten (Aceh Besar dan Jeneponto), dapat diperoleh gambaran situasi kepatuhan sekolah terhadap Kebijakan BOS. Sekolah yang dipantau sebanyak 16 sekolah, dengan pembagian 4 SD negeri, 4 SD swasta, 4 SMP negeri dan 4 SMP swasta. Tabel : Hasil Monitoring Dua Kabupaten No.
Obyek
Hasil
1.
Mengumumkan daftar komponen yang boleh dan tidak boleh dibiayai oleh dana BOS dipapan pengumuman Sekolah ?
8 tidak . 8 ya.
2.
Mengumumkan besaran dana yang diterima dan dikelola sekolah, dan rencana penggunaan dana BOS ( RAPBS/APBS ) dipapan pengumuman Sekolah, dengan bertandatangan kepala sekolah, bendahara dan ketua komite sekolah ?
13 tidak. 2 ada namun kadaluwarsa. 1 ada namun hanya untuk kalangan terbatas.
3.
Memasang sepanduk di sekolah tentang kebijakan Pendidikan bebas pungutan ?
11 tidak. 5 memasang
4.
Mengumumkan hasil pembelian barang dan harganya yang dilakukan sekolah dipapan pengumuman sekolah, dengan tandatangan komite sekolah ?
11 tidak, 1 ada lengkap, 1 ada namun bersifat umum. 1 kadaluwarsa. Dan 2 ada lengkap namun tanpa tandatangan persetujuan dari komite sekolah.
Dari 16 sekolah, hanya satu, yakni SMPN 1 Binamu, Jeneponto, Sulawesi Selatan, yang memiliki status Sekolah Standar Nasional (SSN). Dan juga terdapat satu sekolah yang kepala sekolahnya sedang menghadapi proses hukum terkait dengan dugaan korupsi/penyalahgunaan dana BOS.
Hal 39 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Pola-pola Praktek Korupsi dan Mal-Administrasi Sudah jamak diketahui oleh masyarakat luas, dan tentu juga sudah disadari dengan baik oleh Pemerintah, bahwa tidak ada satu program pun yang dijalankan oleh Pemerintah, yang terbebaskan dari korupsi dan atau mal-administrai. Bahkan pada proses penyaluran dan penggunaan dana BOS. Potensi terjadinya korupsi dan mal-administrasi sangat tinggi dalam program yang memperoleh dana sangat besar ini. Bahkan sudah banyak pula para terpidana yang mendekam di penjara karena melakukan tindak pidana korupsi. Pada periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia telah berhasil menindak 33 kasus korupsi yang terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk BOS. Kerugian negara dari kasus itu lebih kurang Rp12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang terdiri dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai tersangka. Berbagai pola korupsi dan mal-administrasi dapat diidentifikasi dalam dua bagian. Pola korupsi dan maladministrasi yang terjadi pada era-dekonsentrasi, dan pola yang terjadi di era-transfer ke daerah. Berikut adalah pola korupsi dan mal-administrasi yang terjadi selama era dekonsentrasi43. 1. Sekolah membelanjakan Dana BOS secara tidak tepat atau tidak sesuai dengan peruntukannya. Artinya sekolah telah melakukan pelanggaran terhadap negative list yang telah ditetapkan Pemerintah. 2. Sekolah melakukan pungutan liar (pungli) terhadap siswa. Pungutan itu dibedakan menjadi iuran rutin bulanan -menyerupai SPP, dan iuran sukarela yang dikenakan berdasarkan kebutuhan sekolah. Jumlah nominal iuran itu tidak membedakan antara siswa dari kalangan miskin dan golongan mampu, alias pukul rata. Dengan kata lain, sekolah tidak membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu. Salah satu alasan sekolah adalah terjadinya defisit pada APBS, dan alokasi biaya BOS tidak mencukupi kebutuhan operasional sekolah. Sehingga siswa tetap harus membayar selisih kekurangan dari Dana BOS tersebut. 3. Sekolah melakukan manipulasi terhadap surat pertanggungjawaban dengan membuat kuitansi fiktif. Seperti kuitansi percetakan soal ujian sekolah, pembelian buku. 4. Sekolah tidak mencantumkan seluruh penerimaan dana BOS dan Dana Pendidikan Lainnya dalam RAPBS. Padahal salah satu media perencanaan yang dipakai sekolah dalam pengelolaan keuangannya adalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Pelanggaran ini disebabkan oleh : 1) petunjuk teknis BOS dalam penyusunan RAPBS tidak mengatur secara jelas cara penyusunan dan mekanisme pengesahan dari RAPBS menjadi APBS dan 2) Kepala sekolah tidak transparan dalam mengelola dana sekolah. 5. Penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah pada 32 provinsi mengalami keterlambatan 1 sd 66 hari untuk Tahun Anggaran 2007 dan 1 sd 60 hari untuk Tahun Anggaran 2008. Modus ini juga terjadi pada penyaluran dana BOS di Tahun 2005 dan 2006. 6. Sisa dana BOS Tahun 2007 dan pendapatan jasa giro di rekening penampungan Tim Manajemen BOS Provinsi tidak di setor ke kas negara .
43
Diolah dari berbagai media massa dari rentang waktu 2005-2010, dan LHP BPK Tahun 2007 dan 2008. Hal 40 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
7. Buku yang dibeli dari dana BOS Buku tidak sesuai dengan buku panduan BOS dan tidak dapat dimanfaatkan. 8. Sekolah menaikkan anggaran RAPBS yang melampaui satuan biaya operasional yang ditanggung oleh Dana BOS, sehingga sekolah mendapat pembenaran untuk melakukan pungutan kepada siswa karena selisih kurang dari alokasi dana yang diberikan oleh Dana BOS. 9. Pencairan Dana BOS dilakukan berdasarkan perhitungan Tahun Ajaran, yang dimulai pada Bulan Juli. Dan pencairan biasa dilakukan di Bulan Agustus. Konsekuensinya, sekolah sudah terlanjur memungut biaya pendidikan kepada siswa. Meski dianjurkan untuk dikembalikan, saat telah memperoleh Dana BOS, pihak sekolah amat jarang melakukannya. 10. Kepala Cabang Dinas Pendidikan mempersulit penandatanganan penerimaan SPJ dan RAPBS semester sebelumnya. SPJ dan RAPBS adalah syarat untuk menentukan besaran dana BOS periode berikutnya. Apalagi, bulan Juli terdapat penambahan siswa, setelah adanya Penerimaan Peserta Didik. Untuk pola korupsi dan mal-administrasi yang terjadi di era transfer ke daerah dapat dijelaskan dalam beberapa titik rawan berikut44. Titik pertama adalah tatkala dana BOS masuk di rekening kas umum daerah. Dana tersebut tidak segera disalurkan ke rekening sekolah. Hal ini nampak dari disiasatinya pelaporan waktu penyaluran atau tanggal penerbitan SP2D kepada Kemendiknas oleh BUD yang berbeda dengan realitas faktual waktu penerimaan dana BOS oleh rekening sekolah. Keterlambatan ini merupakan upaya yang disengaja untuk mendapatkan bunga bank dari dana BOS tersebut. Modus seperti ini banyak dijumpai di kabupaten kota yang menerima Dana Penyesuaian. Titik kedua adalah ketika dana disalurkan ke rekening sekolah. Dana yang ditransfer ke rekening sekolah itu telah dipotong lebih dulu oleh Dinas Pendidikan setempat. Jumlah pemotogan berkisar antara 10 persen hingga 60 persen. Alasan pemotongan ini beragam. Dari yang terang-terangan meminta setoran langsung, rekayasa penjualan produk, melakukan suap, hingga dengan alasan pengenaan biaya administrasi. Sebagai contoh di Kabupaten jeneponto, ada kebijakan dari Manager BOS Kabupaten untuk menjual spanduk tentang daftar komponen yang boleh dan tidak boleh di biayai. Penjualan ini menjadi kewajiban bagi semua sekolah untuk membelinya, dengan harga Rp 250.000. Harga ini terbilang mahal karena jika dilihat dari ukuran spanduknya taksiran harganya hanya sekitar Rp 100.000. Sehingga ada indikasi bahwa manager BOS kabupaten mencoba mengambil keuntungan dari penjualan spanduk di sekolah. Hal ini di lakukan oleh manager BOS kabupaten karena tidak adanya dana alokasi BOS untuk sosialisasi ke sekolah. Di Kabupaten Aceh Besar, juga ditemukan pungutan dana Rp 100.000 untuk tiap sekolah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan setempat. Alasannya, pungutan ini dilakukan untuk membiayai penyelenggaraan sosialisasi Program BOS yang menghadirkan Tim Manajemen BOS Pusat. Titik ketiga adalah pada tahap pembelanjaan dana BOS. Dana BOS digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak menjadi proritas sekolah, dan memerlukan biaya besar. Modus lainnya, dana BOS dipinjamkan ke pihak lain atau untuk membayar hutang dan bunga pinjaman. Bahkan juga ada Dana BOS yang digunakan untuk membayar bonus dan transportasi rutin guru atau pihak luar sekolah, memberi amplop kepada wartawan, membeli seragam guru atau siswa, rehabilitasi sekolah, membangun gedung/ruangan kelas baru, serta membeli alat yang tidak mendukung proses pembelajaran. 44
Diolah dari hasil monitoring media dan kebijakan di 10 daerah pantauan, dari sejak Januari hingga Mei 2011. Hal 41 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Dana BOS juga dipergunakan untuk membiayai kegiatan yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kecamatan/Kabupaten/Kota/Provinsi/Pusat, atau pihak lain. Kendati pihak sekolah tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut, Titik keempat adalah pada tahap pendataan jumlah siswa miskin dan seluruh siswa yang ada di sekolah. Sekolah penerima Dana BOS mesti menyampaikan jumlah siswa miskin dan seluruh jumlah siswa yang ada di sekolahnya. Baik saat awal di tahap penetapan alokasi dana BOS maupun saat proses pelaporan tiap triwulan. Terdapat modus sekolah memanipulasi atau menggelembungkan jumlah siswa didiknya agar mendapatkan Dana BOS yang lebih besar. Titik kelima adalah pada tahap pelaporan penggunaan dana BOS. Untuk mempermudah proses pelaporan dan perencanaan program sekolah, peran komite sekolah cenderung dihilangkan. Dan salah satunya dengan memanipulasi tanda tangan orang tua siswa didik penerima Dana BOS,
Hal 42 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
Rekomendasi Berdasarkan penelaahan terhadap hasil monitoring dan analisis kebijakan yang telah dituangkan didalam Naskah ini, beberapa rekomendasi kebijakan dapat dirumuskan berikut ini. •
Kebijakan fiscal Pemerintah terhadap pendidikan sudah seharusnya menempatkan unsure keberlanjutan dan keadilan sebagai prinsip utama. Keberlanjutan, berarti keberadaan sumber dana dari pinjaman atau hibah luar negeri harus ditempatkan sekedar sebagai kontribusi sesaat atau stimulus fiskal bagi Pemerintah. Dan mengupayakan sumber dana yang berkelanjutan menjadi prioritas nasional yang semestinya dikejar Pemerintah dalam rentang waktu pendek dan menengah. Sudah waktunya bagi Pemerintah untuk melepaskan diri dari ketergantungan dari utang/hibah luar negeri. Dan juga mengupayakan pilihan-pilihan kebijakan fiskal yang lebih berkelanjutan dan memperkuat desentralisasi dan demokrasi. Pilihan kebijakan yang masih mengandalkan Surat Utang Negara, penjualan aset negara yang produktif, dan membuka diri pada pinjaman/hibah luar negeri merupakan pilihan kebijakan yang tidak bijaksana, tidak bertanggungjawab dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan.
•
Kebijakan fiscal di sector pendidikan, dengan menempatkan Program BOS pada instrument fiscal yang bersifat sementara dan diluar regulasi fiscal yang mapan menunjukkan bahwa Pemerintah masih ragu terhadap ketentuan/perencanaan yang telah ditetapkannya sendiri. Padahal mandat dari RPJMN Tahun 2010-2014 telah jelas. Program BOS akan menjadi bagian dari strategi penguatan desentralisasi, dan disalurkan melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus. Oleh karena itu, sudah seharusnya Pemerintah, apapun resiko dan tantangannya, mesti melaksanakan mandat tersebut. Terlebih lagi mandat tersebut sinkron dan koheren dengan konstitusi dan regulasi desentralisasi.
•
Untuk mendorong agar penyaluran dana BOS tidak lambat, Pemerintah mesti menyelesaikan terlebih dahulu segala peraturan pelaksanaannya secara komprehensif dan tidak separoh-separoh. Kesalahan dalam kelambanan penyaluran sesungguhnya tidak seluruhnya ada ditangan Pemda. Time frame Pemerintah dalam perencanaan dan persiapan penyelenggaraan Program BOS mesti lebih longgar namun ketat. Longgar, berarti tahap ini mesti dimulai pada bulan Agustus sehingga da renang waktu yang cukup (5 bulan). Ketat, berarti tahap ini mesti ada progress yang terjaga sesuai dengan target pada setiap bulannya. Dengan demikian ketergesa-gesaan dan atau kelambatan dalam perancangan peraturan dan sosialisasi dapat dihindarkan.
•
Peningkatan kapasitas sekolah, terutama SD/SDLB, mesti menjadi prioritas sehingga memiliki kemampuan dalam menjalankan program BOS secara baik, terbuka, dan akuntabel, yang berarti sama artinya mengelola APBS secara transparan, partisipatif, dan akuntabel. Kemampuan pendidik, stakeholder sekolah, dalam mengelola dana besar secara fair, efisien, dan akuntabel mesti menjadi perhatian utama Pemerintah. Pemerintah juga mesti menetapkan peraturan pelaksanaan yang dapat memastikan proses penyusunan, penetapan RKAS/RAPBS sesuai dengan format yang standar dan mudah, dan melibatkan partisipasi orang tua siswa secara terbuka dan transparan. Dan setiap pembelanjaan Hal 43 dari 44
Peta Masalah Program Bantuan Operasional Sekolah Naskah Rekomendasi Kebijakan No 01
anggaran sekolah dan pertanggungjawabannya berlangsung secara fair, terbuka, efisien, dan akuntabel. Merubah cara pandang dan cara tata kelola sekolah merupakan tantangan pertama Pemerintah. Cara pandang dan cara tata kelola sekolah sebagai pendidik adalah pilihan yang mesti diutamakan. Pendidik hanya dapat mendidik para siswanya apabila mampu menjadi teladan didalam proses belajar mengajar dan lingkungan sekolah. •
Monitoring dan evaluasi menjadi kunci dalam penyelenggaraan setiap program Pemerintah. Termasuk program BOS. Peran pengawas sekolah mesti dioptimalkan. Disamping menjalankan tugas pengawasan penyelenggaraan sekolah, pengawas juga dapat berperan sebagai konsultan atau penyuluh untuk memberikan bimbingan teknis kepada sekolah-sekolah di kecamatan yang menjadi tanggungjawabnya. Dengan peran tersebut, maka pengawas tidak lagi hanya datang sesekali ke sekolah. Namun mesti dilakukan sebulan dua kali. Dan pemilihan personal sebagai pengawas ini juga mesti selektif.
Hal 44 dari 44