PERUBAHAN PERSEPSI SISWA SEKOLAH DASAR TERHADAP GOA (ANALISIS MENGGUNAKAN DRAW- AN- ENVIRONMENTTEST RUBRIC)
Oleh: SYAFITRI HIDAYATI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERUBAHAN PERSEPSI SISWA SEKOLAH DASAR TERHADAP GOA (ANALISIS MENGGUNAKAN DRAW- AN- ENVIRONMENTTEST RUBRIC)
Oleh: SYAFITRI HIDAYATI E 34062183
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Syafitri Hidayati. E34062183. Perubahan Persepsi Siswa Sekolah Dasar terhadap Goa (Analisis Menggunakan Draw- An- Environment- Test Rubric). Dibimbing oleh ARZYANA SUNKAR dan RESTI MEILANI Persepsi seseorang mulai terbangun sejak usia kanak-kanak yang akan menuntunnya dalam berperilaku dimasa depan. Menurut Piaget (1928), kemampuan anak dalam menganalisa kebenaran atau kesalahan serta kemampuan berfikir secara sistematis terhadap hal-hal yang abstrak dan hipotesis muncul di usia 7-11 tahun yaitu masa sekolah dasar. Tidak seperti orang dewasa yang mampu mengungkapkan persepsinya secara lisan, anak justru lebih mudah mengungkapkannya melalui gambar. Cara untuk mengetahui persepsi adalah dengan mengukur model mental melalui gambar. Moseley dan Desjean Perotta (2010) mengembangkan alat ukur mental model terhadap lingkungan yaitu DrawAn- Environment- Test (DAET), dengan rubrik sebagai alat ukurnya. DAET terdiri dari dua bagian, yaitu gambar dan definisi. Gambar merupakan kekuatan dari komunikasi yang memaparkan dan memberikan gambaran pengertian, serta implikasinya terhadap tindakan, kondisi jiwa/mental, dan digunakan pula untuk menyampaikan rasa dari pengalaman hidupnya (Knight dan Cunningham 2004), sedangkan definisi berfungsi untuk melengkapi hasil dari gambar yang telah dibuat. Persepsi bersifat dinamis, sehingga perubahan mungkin saja terjadi bila ada faktor-faktor yang mempengaruhi. Perubahan tersebut dapat diakibatkan oleh faktor internal maupun eksternal. Penelitian ini menggunakan tiga tahap penilaian persepsi terhadap 45 siswa sekolah dasar yang berasal dari tiga sekolah yang berbeda. Siswa dipilih dengan cara purposive dan quota sampling. Penilaian persepsi awal dilakukan tanpa perlakuan, kemudian persepsi antara dengan pemberian informasi dengan metode ceramah dan penayangan slide, selanjutnya persepsi akhir setelah interaksi dengan Goa Godawang yang berada di Kecamatan Cigudeg. Berdasarkan hasil analisa dengan DAET-R, indeks persepsi awal siswa terhadap goa berada pada kisaran rendah hingga sedang pada kisaran 0,083 hingga 0,750 dan nilai rata-rata 0,433. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis dan Mann Withney, sistem pendidikan yang memberikan peluang bagi siswa untuk berinteraksi dengan alam dan pengalaman interaksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi siswa. Indeks persepsi setelah ceramah dan tayangan slide mengalami peningkatan, meskipun tidak signifikan. Nilai rata-rata pada persepsi setelah pemberian informasi adalah 0,441. Berdasarkan analisa dengan uji t-student perubahan yang terjadi setelah pemberian informasi tidak berpengaruh nyata terhadap persepsi siswa. Perubahan yang signifikan terjadi setelah dilakukannya kunjungan ke Goa Godawang. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa akan mengalami peningkatan nilai indeks persepsi secara apabila diberikan ceramah kemudian berinteraksi dengan goa. Rata-rata nilai indeks persepsi setelah interaksi adalah 0,483. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa interaksi menjadi bagian yang penting dalam penanaman atau pembelajaran lingkungan hidup, dan menegaskan hasil-hasil penelitian sebelumnya bahwa terdapat kaitan antara keterlibatan seseorang dalam kegiatan konservasi dengan upaya konservasi. Kata kunci: indeks persepsi, goa, lingkungan, DAET- R
SUMMARY Syafitri Hidayati. E34062183. Perceptions Changes of Cave from Student in Elementary School (An Analysis Using Draw- An- Environment- Test Rubric) Under supervision of ARZYANA SUNKAR and RESTI MEILANI.
Human perception started to develop and grow since childhood, which will guide them in future acts as shown through their behaviour. According to Piaget (1928), the capability of children to understand and think systematically with regard to abstract and hypothesis developed between the ages of 7-11 years old, that is from elementary school. Unlike adults who are able to express verbally of their perception, children are easier to express their perceptions through drawing. Cara untuk mengetahui persepsi adalah dengan mengukur model mental melalui gambar. The way to evaluate or measure personal mental model is by using images. Moseley and Desjean Perotta (2010) develop Draw- An- EnvironmentTest (DAET), that using to measure personal mental model about environment. The Draw- An- Environment- Test Rubric (DAET-R), which comprised of picture and definition. Picture represents the power of communication that explained and described the definition and its implication with act, psychological conditions, and also used to send the message or sense of life experience (Knight & Cunningham 2004), while definition completed the results of an image that has been produced. Perception is dynamic, hence it could be changed by some internal or external factors . This study measured three stages of perception taken from 45 elementary school students from three different schools, selected through purposive and quota samplings. The first perception or called the “early perception” was identified without any treatment. The second perception or called “perception in between” employed first treatment by providing additional knowledge through slide show with lecture method, continued by second treatment, i.e., visiting Godawang Cave which would produce the “end perception”. Based on DAET-R analysis, the result of the perceptions index of students on the cave ranges from low level to moderate (0.083 to 0, 750) where the average value was 0.433. The results of Kruskal Wallis and Mann Withney test showed significant difference based on school education system and students‟ interaction with the cave. Value of the perception index after giving the lecture using slides showed some insignificant increase. The average score on the perception index after providing additional information was 0.441. Based on t-student test, the changes that occurred after providing additional information did not affect the perceptions index. Significant effect (p<0.01) occurred after visiting Godawang Cave. This specified that the perception index of student increased when they were given a lecture and interaction with the object (cave). The average value of the perception index after the interaction was 0.483. This conclusion showed that direct interaction with the object in environment has significant role in education. Results of this study confirmed previous studies that involvements or direct interactions with environment have positive correlations with environmental attitude. Keywords: perception index, cave, environment, DAET-R
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perubahan Persepsi Siswa Sekolah Dasar terhadap Goa (Analisis Menggunakan Draw an Environment Test Rubric) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Syafitri Hidayati NRP E34062183
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
:
Nama Mahasiswa
:
Perubahan Persepsi Siswa Sekolah Dasar terhadap Goa (Analisis Menggunakan Draw- AnEnvironment- Test Rubric) Syafitri Hidayati
NIM
:
E34062183
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc
Resti Meilani, S. Hut, M. Si
NIP. 19710215 199512 2 001
NIP. 197705142005012001
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 1984030 1 003 Tanggal Pengesahan:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Sleman- Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 23 Mei 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis terlahir dari kedua orang tua yang bernama Mulian Jamin, A dan Kartini. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Kentungan pada tahun 1994-2000, dilanjutkan SLTPN 1 Depok pada tahun 2000-2003, dan SMAN 11 Yogyakarta pada tahun 2003-2006. Selanjutnya penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Pendidikan non formal dilakukan pada tahun 2010-2011 di sebuah lembaga zakat Dompet Dhuafa Republika sebagai siswa Sekolah Guru Ekselensia Indonesia (SGEI) yang diselenggarakan oleh MAKMAL Pendidikan. Saat ini penulis tergabung dalam komunitas Sahabat Guru Indonesia (SGI). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), Kelompok Pemerhati Goa (KPG), DKM Ibaadurrahman, serta sebagai Senior Resident Asrama Putri TPB IPB pada tahun 2008-2010. Selama perkuliahan di IPB, penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Kamojang – Jawa Barat; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat: serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Merapi di DI Yogyakarta, Magelang, dan Boyolali. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan Persepsi Siswa Sekolah Dasar terhadap Goa (Analisis Menggunakan Draw- An- Environment-Test Rubric) di bawah bimbingan Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M. Sc. dan Resti Meilani, S. Hut, M. Si.
UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Allah SWT, Rabb yang senantiasa memberikan keberuntungan dan kebarakahan dalam setiap langkah kehidupan. 2. Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor 3. Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 4. Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc dan Resti Meilani, S. Hut, M. Si atas kasih sayang dan kesabaranya selama membimbingku. 5. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS., Effendi Tri Bahtiar, S. Hut, MS., dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M. Sc. selaku dosen penguji. 6. Kepala SDN Cipining, SDN Babakan Dramaga 4, dan SDIT Aliya atas segala bantuannya. 7. Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Ratna, Bapak Hasan, Bapak Acu, Bapak Yatna, dan Bapak Sutoro yang selalu siap membantu pengurusan administrasi selama penelitian. 8. Ayahanda Drs. Mulian Jamin dan Ibunda Kartini yang selalu menjadi motivasi. 9. Drg. Dian Ekawati, Anoki Juwarta, S.T., Drh. Dwi Sartika Sari, M. Tauhid, SKH dan M Imdad Bara Biru kakak dan adik yang selalu tersenyum untukku. 10. Nurul Iman Suansa, Fajar, Agung, Reni, Intan, dan Sani yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. 11. Ammah Opie, Anriani, S.E, Yenni, S. Tp, Rifa, S.Pt. , Ochie, Adit, Jatil, Ati dan teman-teman Senior Resident serta segenap keluarga besar Badan Pengelola Asrama TPB IPB yang selalu memberikan semangat. 12. My Great sisters Listyana Widyawanti, S.Stat dan Irma, S. Pt yang setia memberikan ilmu statistiknya dan dorongan moral. 13. Wahyu, Adkhil, Tyas, Yuni, Fira, Lina, Avi, Tiwik, Ria, Rizka, Puspi, Yuas, Yusni, dan mbak Eli yang selalu sabar menemaniku. 14. Adik-adik Saksiyyah, Ana, Dina, Riska, Septi, Dien, Cori, Arum, PangPang, Itha, Dora, seluruh adik-adik Lorong dari gedung A3, A4 (Usmi, Macho, Rhu-rhu, Indah, Risma), dan A5 Sylva yang selalu memberikan semangat. 15. My Beloved Class Cendrawasih 43, ForPuSi, dan segala pembelajaran indah bersama kalian, serta segala pihak yang membantu penelitian ini.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrabil„alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan kepada kita, diantaranya meningkatkan derajat bagi orang-orang yang berilmu. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang memberikan cahaya yang menerangi jalan hidup manusia. Tugas akhir dengan judul Perubahan Persepsi Siswa Sekolah Dasar terhadap Goa (Analisis Menggunakan Draw- An- Environment- Test Rubric) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Karya ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc. dan Resti Meilani, S. Hut, M. Si. selaku dosen pembimbing. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga atas dukungan, do‟a, dan kasih sayangnya. Tak lupa pula ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada sahabat KSHE 43, sahabat Senior Resident, dan berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung secara moral dan material sehingga terselesaikanya tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2011
Syafitri Hidayati E34062183
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...........................................................................................
i
DAFTAR TABEL ...................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
v
1. PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................
3
1.3. Kerangka Penelitian ....................................................................
4
1.4. Tujuan.........................................................................................
6
1.5. Manfaat .......................................................................................
7
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
7
2. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
8
2.1. Persepsi .......................................................................................
8
2.2. Draw- An- Environment- Test Rubric (DAET-R) .........................
9
2.3. Persepsi terhadap Lingkungan Hidup ..........................................
10
2.4. Tahapan Perkembangan Anak .....................................................
11
3. METODOLOGI .................................................................................
14
3.1. Lokasi dan Waktu .......................................................................
14
3.2. Alat dan Bahan............................................................................
14
3.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ..........................................
14
3.4. Tahapan Penelitian ......................................................................
14
3.4.1. Penentuan sekolah contoh dan responden ..........................
14
3.4.2. Pengukuran persepsi siswa ................................................
16
3.5. Analisis Data ...............................................................................
16
3.5.1. Persepsi .............................................................................
16
3.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi .......................
17
3.5.3. Perubahan persepsi ............................................................
17
4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................
18
4.1. Kondisi Geografis Goa Godawang ..............................................
18
4.2. Deskripsi Kawasan Goa Godawang .............................................
19
ii
5. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
20
5.1. Karakteristik Sekolah Contoh ......................................................
20
5.1.1. SDIT Aliya (SD A) ...........................................................
20
5.1.2. SDN Babakan Dramaga 4 (SD B)......................................
21
5.1.3. SDN Cipining (SD C) .......................................................
21
5.2. Persepsi Awal Siswa terhadap Goa ..............................................
21
5.2.1. Persepsi awal berdasarkan peubah sistem pendidikan ........
23
5.2.2. Persepsi awal berdasarkan peubah jenis kelamin ...............
26
5.2.3. Persepsi awal berdasarkan peubah pengalaman interaksi ...
27
5.2.4. Persepsi awal berdasarkan kesediaan untuk berinteraksi dengan goa ..............................................................................
29
5.3. Persepsi Setelah Pemberian Informasi .........................................
30
5.4. Persepsi Setelah Interaksi ............................................................
36
5.5. Analisis Perubahan Persepsi ........................................................
44
5.6. Implikasi Persepsi terhadap Pengelolaan Goa ..............................
45
6. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
48
6.1. Kesimpulan .................................................................................
48
6.2. Saran ..........................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
49
LAMPIRAN ..........................................................................................
52
iii
DAFTAR TABEL No.Halaman 1. Jenis dan metode pengumpulan data ....................................................
14
2. Penentuan responden berdasarkan asal sekolah ....................................
15
3. Karakteristik sekolah contoh ...............................................................
20
4. Waktu mulai menggambar berdasarkan asal sekolah............................
22
5. Persepsi awal siswa terhadap goa ........................................................
23
6. Waktu pelaksanaan ceramah dan penayangan slide ..............................
31
7. Persepsi siswa terhadap goa setelah pemberian informasi ....................
32
8. Persepsi siswa terhadap goa setelah interaksi .......................................
39
iv
DAFTAR GAMBAR No.Halaman 1. Skema kerangka penelitian perubahan persepsi siswa terhadap goa .....
5
2. Pemilihan sekolah contoh berdasarkan jarak terhadap Goa Godawang .
15
3. Skema tahapan penelitian ....................................................................
16
4. Komplek goa godawang ......................................................................
18
5. Contoh hasil gambar tentang persepsi awal dari (a) SDIT Aliya, (b) SDN Babakan Dramaga 4, dan (c) SDN Cipining ..............................................
24
6. Contoh hasil gambar tentang persepsi awal dari (a) siswa laki-laki dan (b) siswa perempuan .................................................................................
26
7. Persepsi tentang goa dari siswa (a) yang tidak memiliki pengalaman interaksi dan (b) yang memiliki pengalaman interaksi dengan goa.............
28
8. Contoh hasil gambar pada persepsi awal siswa (a) yang tidak mau dan (b) yang mau berinteraksi dengan goa .......................................................
29
9. Suasana saat pemberian informasi .......................................................
32
10. Contoh gambar pada persepsi setelah pemberian informasi dari (a) siswa laki-laki dan (b) siswa perempuan .................................................
34
11. Contoh hasil gambar pada persepsi setelah pemberian informasi (a) siswa yang pernah dan (b) siswa yang belum pernah berinteraksi ............
35
12. Contoh hasil gambar pada persepsi setelah pemberian informasi dari (a) siswa yang memiliki kesediaan dan (b) siswa yang tidak.............
36
13. Interaksi dengan Goa Godawang (a) simulasi penggunaan perlengkapan penelusuran goa dan (b) penjelasan etika memasuki goa .........................
37
14. Gambar mulut Goa Simasigit yang dikunjungi oleh siswa .................
37
15. Contoh hasil gambar pada persepsi setelah interaksi dari siswa .........
39
16. Contoh hasil gambar pada persepsi setelah interaksi dari (a) siswa laki-laki dan (b) siswa perempuan ...........................................................
41
17. Contoh gambar pada persepsi setelah interaksi dari (a) siswa yang belum pernah dan (b) siswa yang pernah berinteraksi dengan doa ...........
42
18. Contoh hasil gambar pada persepsi setelah interaksi dari (a) siswa yang tidak bersedia dan (b) siswa yang bersedia mengunjungi goa ..........
43
19. Model hubungan manusia dengan alam (Myers dan Clayton 2009) ...
46
v
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pendekatan Draw- An- Environmen- Test Rubric yang digunakan 2. Contoh rubrik yang digunakan 3. Rekapitulasi nilai indeks persepsi siswa 4. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa dengan SPSS 15.0 5. Analisis perubahan persepsi dengan menggunakan t-student
1 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tiga isu lingkungan global yang banyak dibicarakan saat ini adalah air,
keanekaragaman hayati, dan pembangunan. Kualitas dan kuantitas air tawar yang semakin menurun dan hilangnya keanekaragaman hayati untuk kebutuhan pembangunan telah menurunkan tingkat kesejahteraan manusia, karena air dan keanekaragaman hayati adalah sumber kehidupan bagi manusia. Eksploitasi sumber daya alam telah menyebabkan terjadinya banyak dampak negatif terhadap lingkungan seperti banjir dan polusi yang diakibatkan oleh kesalahan persepsi tentang lingkungan. Salah satu contoh kawasan yang memiliki fungsi penting dalam menyediakan air tawar, habitat keanekaragaman hayati, serta memiliki nilai ekonomi sebagai bahan bangunan adalah kawasan karst dan goa. Kawasan karst terdiri atas endokarst (bagian bawah permukaan termasuk goa) dan eksokarst (bagian permukaan tanah) yang saling mempengaruhi. Kegiatan penambangan dan perubahan bentang alam mengakibatkan perubahan pada eksokarst yang berpengaruh pada bagian endokarst pula. Penebangan hutan yang ada di kawasan eksokarst cenderung meningkatkan permeabilitas lapisan permukaan tanah bagian atas dan menurunkan permeabilitas lapisan tanah bagian bawah. Hal ini menyebabkan sulitnya air hujan untuk masuk ke dalam tanah, akibatnya aliran air di dalam goa akan menjadi lebih dalam. Selain kuantitas air, hilangnya hutan yang ada di eksokarst dapat mengakibatkan turunya kualitas air yang berasal dari kawasan karst. Keberadaan vegetasi hutan mampu mengurangi energi kinetik yang berasal dari pukulan air hujan, sehingga memperlambat laju erosi. Oleh karena itu, diperlukan jenis pohon spesifik yang bisa tumbuh dan memiliki nilai manfaat tinggi bagi kawasan karst. Penanaman pohon berdaun jarum, kurang tepat dilakukan di kawasan karst. Selain karena tidak mampu menahan energi kinetik, beberapa jenis pohon daun jarum menghasilkan serasah yang sukar membusuk, sehingga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Pada musim kemarau, air larian melarutkan dan mengangkut getah pepohonan, sehingga air yang dihasilkan di kawasan karst menjadi keruh dan berbau. Hal tersebut pernah terjadi di kawasan
2
karst Gombong Selatan. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan fungsi hidrologi kawasan karst dan pemanfaatanya. Berdasarkan
hasil
data
PBB,
hampir
25%
penduduk
dunia
menggantungkan hidupnya dari sumber air karst melalui sistem aliran sungai bawah tanah (Samodra 2005). Sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1456/ K/ 20/ MEM/ 2000, manfaat dari segi hidrologi menjadi salah satu pertimbangan dalam penetapan pengelolaan ekosistem karst dan goa sebagai salah satu kawasan yang dilindungi. Goa sebagai bagian integrasi dari kawasan karst merupakan tangki raksasa dan penyedia utama air tawar bagi banyak negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia, seperti Gunung Kidul, Blitar Selatan, Trenggalek Selatan, Tuban, Nusa Tenggara, dan Maluku menjadikan air karst sebagai sumber pemenuhan kebutuhan utamanya (Samodra 2005). Selain manfaat sosial, karst dan goa juga memiliki manfaat ekonomi sebagai penghasil bahan baku semen dan mineral kalsit seperti pada pertambangan (di kawasan karst Maros Pangkep) oleh PT Semen Tonasa dan Bosowa yang memiliki nilai hidrologi tinggi (Samodra 2005). Mengingat pentingnya konservasi kawasan karst, maka diperlukan pengelolaan yang tepat untuk mencapai suatu bentuk pemanfaatan yang lebih baik. Tindakan pengelolaan sangat dipengaruhi oleh persepsi individu masingmasing orang tersebut. Haryadi dan Setiawan (1995) diacu dalam Harihanto (2001) mengemukakan bahwa persepsi mengenai kualitas lingkungan hidup (environmental quality perception) sangat penting dalam kajian perilaku, yakni untuk mencapai kualitas lingkungan hidup yang baik. Persepsi seseorang mulai terbangun sejak usia kanak-kanak dan usia inilah persepsi dan kesan menjadi lebih dominan daripada motivasi-motivasi layaknya orang yang telah dewasa (Esti 2002). Menurut Piaget (1928), kemampuan anak dalam menganalisa kebenaran atau kesalahan serta kemampuan berfikir secara sistematis terhadap hal-hal yang abstrak dan membuat hipotesis muncul di usia 611 tahun yaitu pada masa sekolah dasar. Tidak seperti orang dewasa yang mampu mengungkapkan
persepsinya
secara
mengungkapkannya melalui gambar.
lisan,
anak
justru
lebih
mudah
3
Cara untuk mengetahui persepsi adalah dengan mengukur model mental melalui gambar. Moseley dan Desjean Perotta (2010) mengembangkan alat ukur mental model terhadap lingkungan yaitu Draw- An- Environment- Test (DAET), dengan rubrik sebagai alat penilaianya. DAET- R terdiri atas dua bagian, yaitu gambar dan definisi. Gambar adalah bagian utama yang memberikan informasi tentang persepsi sebagai kekuatan dari komunikasi yang memaparkan dan memberikan gambaran pengertian, serta implikasinya terhadap tindakan, kondisi jiwa/ mental, dan rasa dari pengalaman hidupnya (Knight & Cunningham 2004), sedangkan definisi melengkapi gambar yang dibuat oleh siswa. Alat penilaian yang digunakan terhadap DAET adalah rubrik. Rubrik adalah wujud penilaian kinerja yang dapat diartikan sebagai kriteria penilaian yang bermanfaat membantu menentukan tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan. Sebagai kriteria dan alat penskoran, rubrik terdiri dari senarai yaitu daftar kriteria yang diwujudkan dengan dimensi-dimensi kinerja. Aspek-aspek atau konsep yang akan dinilai, dan gradasi mutu. Mulai dari tingkat yang paling sempurna sampai dengan tingkat yang paling buruk. Rubrik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan kesan keseluruhan atau kombinasi semua kriteria. 1.2
Rumusan Masalah Kawasan karst memiliki sifat kerentanan yang sangat tinggi (Samodra
2005). Penurunan nilai dan mutu ekosistem karst dapat diakibatkan oleh kegiatan di dalam kawasan dan atau kegiatan yang berada di luar kawasan karst sehingga perlindungan dan pengelolaan terhadap sumberdaya alam ini harus bersifat holistik atau menyeluruh. Hakekat dari perlindungan karst adalah melindungi kawasan tangkapan air seluas mungkin (IUCN 1997). Pengelolaan kawasan karst dan goa memiliki tanggung jawab terhadap nilai-nilai hidrologi yang ada di dalamnya. Usaha perlindungan kawasan karst bukan berarti tidak boleh memanfaatkan, namun pemanfaatan dapat dilakukan dalam bentuk eksploitasi terkendali seperti pada kawasan karst yang tidak memiliki nilai hidrologi. Sedangkan pelestarian dan perlindungan dilakukan pada karst dengan nilai hidrologi dan arkeologi yang tinggi. Pemanfaatan sebagai jasa wisata dapat juga dilakukan di kawasan karst yang telah dilindungi dalam bentuk kawasan konservasi. Pertimbangan yang ada dalam pemanfaatan kawasan karst diharapkan
4
mampu mewujudkan pengelolaan karst yang berkelanjutan. Sehingga diperlukan peran serta masyarakat, pemerintah, serta segala pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan untuk mengawasi dan melaksanakannya. Manusia sebagai subyek pengelolaan kawasan karst, selayaknya memiliki pemahaman dan persepsi yang benar mengenai karst dan goa sebagai bagian dari lingkungan hidup yang penting. Dengan persepsi yang benar, kegiatan pemanfaatan secara ekonomi dan ekologi dapat dilaksanakan secara adil, selaras dan diimbangi dengan usaha perlindungan terhadap aspek sosial sehingga mampu diwariskan kepada generasi selanjutnya. Edmuy dan Letey (1973) diacu dalam Muntasib (2002) menyampaikan bahwa salah satu penyebab timbulnya masalah lingkungan adalah kegagalan untuk memiliki persepsi yang benar terhadap lingkungan sebagai suatu kesatuan sistem termasuk manusia. Pemahaman seseorang dapat terlihat dari persepsi dan cara pandangnya terhadap obyek yang kemudian akan menentukan tindakan yang akan dilakukannya (Asngari 1984 dalam Harihanto 2001). Persepsi yang benar terhadap karst dan goa sebaiknya dibangun sejak dini atau diusia kanak-kanak. Persepsi yang benar pada usia kanak akan mampu membimbingnya untuk melakukan tindakan pengelolaan secara benar di usia dewasa.
1.3
Kerangka Penelitian Berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini erat kaitanya
dengan perilaku manusia. Kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tindakan dipengaruhi oleh keyakinan individu atau yang lebih dikenal dengan persepsi.
Isu lingkungan 1. Air 2. Keanekaragaman hayati 3. Pembangunan
Eksploitasi Karst dan Goa
Pengelolaan yang lebih baik
Persepsi Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi awal
Faktor individu: Sikap, motivasi, minat/ keinginan, pengalaman, harapan. Faktor obyek: Kebaharuan, gerakan, suara, ukuran,latar belakang, kedekatan, kemiripan. Faktor situasi: Waktu, suasana, kondisi sosial,
Analisis perubahan persepsi setelah pemberian informasi Persepsi setelah pemberian informasi Analisis perubahan persepsi setelah interaksi Persepsi setelah interaksi
5
Gambar 1 Skema kerangka penelitian perubahan persepsi siswa terhadap goa.
6
Robbinns (2003) menguraikan bahwa faktor yang ada pada individu meliputi sikap, motivasi, minat/bakat, pengalaman, dan harapan. Sedangkan faktor obyek atau sasaran meliputi kebaharuan, pergerakan, suara, ukuran, latar belakang, kedekatan, dan kemiripan. Faktor pada situasi meliputi waktu, suasana, dan kondisi sosial. Dengan demikian persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkait dengan karakter individu, obyek atau sasaran, dan situasi. Persepsi ini dapat kita lihat melalui gambar yang dibuat. Karena gambar selalu memiliki hubungan dengan manusia, tempat, benda, atau peristiwa yang yang berpeluang memberikan pengaruh dalam hidupnya (Weber dan Mitchell 1995). Alur pemikiran dari penelitian ini digambarkan dalam Gambar 1. Persepsi adalah kondisi yang dinamis, sehingga akan ada perubahan setiap ada stimuli yang diterima. Pada penelitian ini dilakukan tiga tahap pengukuran persepsi. Persepsi awal tanpa perlakuan digambarkan di dalam selembar kertas, kemudian didefinisikan dan dinilai dengan rubrik. Kemudian persepsi kedua adalah persepsi siswa
setelah
pemberian
informasi,
seperti
tahap
sebelumnya
siswa
menggambarkan persepsinya melalui gambar dan definisi dan diskoring dengan rubrik. Perlakuan akhir yang diberikan adalah interaksi yaitu kunjungan langsung ke Goa Godawang. Perlakuan yang diberikan diharapkan mampu meningkatkan nilai indeks persepsi siswa. Sehingga dengan adanya persepsi yang baik terhadap goa, siswa mampu melakukan tindakan yang benar sekarang dan di masa yang akan datang. 1.4
Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan
persepsi siswa sekolah dasar terhadap goa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi persepsi awal siswa terhadap goa. 2. Mengidentifikasi persepsi siswa terhadap goa setelah diberikan informasi. 3. Mengidentifikasi persepsi siswa setelah diberikan informasi dan berinteraksi dengan goa. 4. Menganalisis perubahan persepsi siswa terhadap goa sebelum dan setelah diberikan perlakuan. 5. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa terhadap goa.
7
1.5
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi sekolah dalam
meningkatkan persepsi siswa yang benar terhadap lingkungan.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan yang fokus pada siswa SD kelas IV, V, dan VI.
2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Persepsi Persepsi adalah suatu proses yang kompleks dimana kita menerima dan menyadap informasi dari lingkungan (Fleming & Levie 1978). Atkinson (1991) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses di mana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Persepsi juga merupakan proses psikologis sebagai hasil penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Persepsi seseorang akan mempengaruhi proses belajar (minat) dan mendorong individu untuk melaksanakan sesuatu (motivasi) pembelajaran. Sehingga persepsi merupakan kesan yang pertama untuk mencapai suatu keberhasilan (Walgito 1981). Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi (dalam Yusuf, 1991) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, kemudian informasi dibedakan berdasarkan penting dan tidak penting. Setelah diseleksi informasi disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna. Interpretasi berlangsung ketika individu memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984) dalam Harihanto (2001), pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu. memegang peranan yang penting. Menurut Muhyadi (1989), persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi internal (kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian); stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu (benda, orang, proses dan lain-lain); stimulus dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, suasana (sedih, gembira dan lain-lain). Robbins (2003) menyampaikan bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-
9
faktor ini dari pelaku persepsi (perceiver), objek atau yang dipersepsikan, dan konteks dari situasi di mana persepsi itu dilakukan. Persepsi merupakan cara seseorang untuk melihat, mendengar, meraba atau memberi reaksi dengan membedakan obyek atau peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Persepsi juga meliputi tingkat pengertian, kesadaran terhadap sesuatu, dan pengenalan terhadap obyek. Tingkat pengertian atau pemahaman, mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu hal yang pada akhirnya akan membentuk pola sikap dan perilaku sehubungan dengan apa yang dipahaminya (Harun 1987 dan Kertapati 1981, diacu dalam Harihanto 2001). Proses pembentukan persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Harihanto 2001). Salah satu faktor internal yang mempengaruhi adalah faktor hereditas, faktor hereditas tersebut antara lain bakat, minat, kemampuan, perasaan, fantasi dan tanggapan yang dibawa sejak lahir (Thorndike 1968, diacu dalam Harihanto 2001). Adapun faktor-faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya pendidikan, lingkungan sosial, dan status sosial. Faktor eksternal ini dapat juga berupa
pengalaman (Bailey 1982; Saarinen 1976, diacu dalam
Harihanto 2001), ingatan, keadaan sosial, dan harapan (Edmund dan Letey 1973, diacu dalam Harihanto 2001).
2.2
Draw- An- Environment- Test Rubric (DAET-R) Gambar
merupakan representasi dari pengalaman masa lalu dan
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang (Cool dan Treagust 2003). Oleh karena itu, gambar dapat menjadi salah satu alat ukur yang mewakili interpretasi pengetahuan dan pengalaman dari keyakinan atau persepsi. Metode yang digunakan untuk mengukur persepsi siswa adalah Draw- An- Environment-Test Rubric (DAET-R) yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu gambar dan definisi. Gambar yang dihasilkan oleh siswa menjadi kekuatan dari komunikasi yang memaparkan dan memberikan gambaran pengertian, serta implikasinya terhadap tindakan, kondisi jiwa/mental, dan digunakan pula untuk menyampaikan rasa dari pengalaman hidupnya (Knight & Cunningham 2004). Sedangkan definisi digunakan untuk melengkapi dan menganalisa arti dari gambar yang dibuat.
10
Rubrik yang digunakan adalah DAET-R Moseley and Desjean-Perrota 2010. DAET-R tersebut menguraikan empat faktor pembentuk lingkungan, yaitu: manusia, organisme/biotik/kehidupan, lingkungan fisik alamiah/abiotik, dan lingkungan fisik buatan yang meliputi bangunan dan desain buatan. Keempat faktor tersebut dijabarkan dalam tingkatan skor dengan pertimbangan ada tidaknya interaksi atau sistem yang dibangun diantaranya. Penilaian DAET-R didasarkan pada konsep mengenai lingkungan menurut North American Association for Environmental Education (NAAEE Guidelines 2004), yaitu independensi, pendekatan sistem dan interaksi empat faktor pembentuk lingkungan atau dalam hal ini goa, yaitu manusia, organisme hidup (biotik), lingkungan fisik (abiotik), dan lingkungan buatan atau desain. Konsep tersebut dirasa mampu mewakili definisi sekaligus konsep lingkungan yang ada secara menyeluruh.
2.3
Persepsi terhadap Lingkungan Hidup Persepsi lingkungan merupakan interpretasi mengenai suatu lingkungan
yang didasarkan pada latar belakang budaya, nalar, dan pengalaman (Haryadi Setiawan diacu dalam Harihanto 2001). Persepsi lingkungan diartikan pula sebagai model mental, atau gambaran jiwa yang dimiliki oleh individu sebagai pemaknaan dari peristiwa yang terjadi disekitarnya (Moseley dan Desjean Perotta 2001). Sebuah tantangan besar dalam pembentukan persepsi, sikap dan perilaku adalah minimnya pengalaman dan interaksi yang dimiliki sesorang dengan lingkungan disekitarnya. Sebuah penelitian di Amerika menyatakan bahwa anak-anak Amerika saat ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain games, sekolah, les piano, hoki, dan kegiatan lain yang secara tidak langsung membatasi kemampuan dan kemauan mereka untuk bisa memahami alam (Finch 2008). Sebuah paradigma hubungan antara pengetahuan dan perilaku terhadap lingkungan hidup mengemukakan bahwa jika seseorang peduli terhadap lingkungan, maka ia akan berusaha untuk datang dan memahami. Selanjutnya apabila muncul rasa cinta terhadap lingkungan hidup, maka seseorang akan tergerak untuk belajar dan melindunginya. Hingga saat ini, pembelajaran secara formal dirasa belum mampu
11
menjawab kebenaran terhadap paradigma tersebut (Finch 2008). Palmer, JA (1998) menyatakan bahwa pendidikan lingkungan telah dianalogikan sebagai sebuah sungai yang berasal dari gabungan beberapa anak sungai, yaitu pendidikan konservasi dan pendidikan yang berkelanjutan. Hasil penelitian Chawla (2001), pengalaman dengan alam pada usia kanakkanak mampu memberikan pengaruh terhadap perilakunya di masa datang. Pengalaman dengan alam yang paling berpengaruh adalah bagian dari keseharian dan kegiatan yang berkelanjutan dalam aktivitasnya. Pengalaman tersebut dapat dengan mudah di lakukan di dekat tempat tinggalnya, misalnya saat anak berjalan, bersepeda, bahkan berinteraksi langsung di tanah terbuka. Pyle diacu dalam Finch (2008) menyatakan bahwa tanah atau lapangan terbuka merupakan kebutuhan bagi anak untuk dapat bermain tanpa batas. Sehingga penanaman nilai-nilai konservasi sebaiknya dimulai sejak dini.
2.4
Tahapan Perkembangan Anak Pengaruh perubahan dan pembentukan persepsi, budaya, serta karakteristik
seseorang merupakan pertanyaan yang mampu dijawab oleh ilmu perkembangan anak (Berk 2006). Perkembangan anak merupakan bagian dari perkembangan psikologi dan perkembangan manusia yang meliputi perubahan seluruh pengalaman hidupnya. Secara umum tahapan perkembangan anak dapat diuraikan menjadi 5 tahap (Berk 2006): 1. Periode sebelum kelahiran (prenatal period), yaitu pada masa kandungan. Selama sembilan bulan, bayi yang ada di kandungan mengalami perkembangan yang cepat dalam pemaknaan dan kapasitas penyesuaian terhadap kehidupan. 2. Periode bayi dan masa belajar berjalan (infantcy and toddlerhood), yaitu pada usia 0-2 tahun. Pada tahapan ini, perkembangan pesat terjadi di bagian otak dan ukuran tubuh. Kedua bagian tersebut mendukung kemunculan kesatuan gerak, intelektual, dan permulaan bahasa. Pada usia 1 tahun disebut dengan bayi, sedangkan masa belajar berjalan pada usia ke 2. 3. Periode awal anak (Early childhood), yaitu pada usia 2- 6 tahun. Pada masa ini, ukuran tubuh anak menjadi lebih panjang dan kurus. Pada usia ini, anak
12
mulai mampu mengontrol gerak dan berkembang dalam segala aspek psikologi. 4. Peride anak-anak (Middle childhood), yaitu pada usia 6-11 tahun. Pada masa ini, anak mulai belajar mengenai dunia secara luas dan memiliki tanggung jawab seperti orang dewasa. Peningkatan terjadi pula pada aspek motorik, partisipasi, dan kemampuan bermain dengan menggunakan aturan dan kesepakatan yang ada. Perkembangan terjadi pula pada kemampuan dalam berfikir mengenai proses yang berdasarkan konsep keilmuan dan pemahaman terhadap dirinya, moral, serta persahabatan. 5. Periode remaja (Adolescence), yaitu pada usia 11-18 tahun. Periode ini merupakan awal peralihan menuju usia dewasa. Pubertas menyebabkan perubahan ukuran tubuh dan kedewasaan seksual. Pemikiranya menjadi abstrak dan idealis serta terjadi peningkatan pada aspek pendidikan. Remaja mulai mandiri dan tidak bergantung pada keluarga dan mampu mendefinisikan diri dan tujuan hidupnya. Perkembangan bersifat terus-menerus (continuous) dan ada pula yang menggambarkan perkembangan sebagai proses terputus-putus (discontinuous) seperti tangga yang memiliki jarak tingkatan lebih tinggi pada masa kanak-kanak dan lebih landai pada masa dewasa dan tua (Berk 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan terjadi lebih cepat di usia kanak-kanak. Berdasarkan perkembangan kognitif, pada usia 7-11 tahun, berada pada tahapan operasional konkret atau concrete operational stage dimana anak telah mampu menganalisa kebenaran atau kesalahan, mampu berfikir secara logis serta konsep yang abstrak dan hipotetis (Piaget 1928). Pembentukan persepsi dan pemahaman seseorang tentang konservasi akan sangat efektif untuk dilakukan pada usia tersebut. Anak mengalami banyak sekali pengalaman dalam hidupnya, pengalaman itulah yang kemudian memimpinnya untuk membentuk persepsi. Objek yang ada dihadapan anak menjadi ingatan yang sangat tajam dan akan terbawa hingga ia dewasa. Perbedaan pengalaman akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula. Salah satu teori yang didukung oleh Bowlby 1980; Jhonson 2000; Soufe, et.al. diacu dalam Berk (2006) menyatakan bahwa lingkungan menunjukkan pengalaman awal seseorang dan menetapkan pola perilaku sepanjang hidupnya. Teori lain yang
13
lebih mendukung pernyataan di atas adalah perubahan mungkin terjadi jika ada pengalaman yang mendukung Greenspan & Shanker 2004; Masten & Reed 2002; Nelson 2002 diacu dalam Berk (2006).
3.
3.1
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga sekolah dasar yang berada di Kabupaten
dan Kota Bogor, yaitu: SD Islam Terpadu (SDIT) Aliya, SDNegeri Babakan Dramaga 4, SDN Cipining, serta Goa Godawang selama bulan Mei-Agustus 2010.
3.2
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tulis, kamera, buku gambar,
slide show, software Microsoft Office Excel 2007, Software SPSS 15.0, DAET, rubrik, dan kuisioner.
3.3
Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi karakteristik
responden, kondisi umum sekolah, dan persepsi siswa yang diperoleh dengan metode sesuai Tabel 1: Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data Jenis data Karakteristik responden Kondisi sekolah
umum
Persepsi responden terhadap goa
3.4
Variabel
Metode pengumpulan data
Umur, jenis kelamin, Wawancara dan pengalaman interaksi, dan kuisioner kesediaan untuk berinteraksi. jarak, status badan hukum, Pengumpulan dokumen dan sistem pendidikan. dan arsip, studi pustaka, dan wawancara. DAET
Tahapan Penelitian
3.4.1 Penentuan sekolah contoh dan responden Pemilihan sekolah contoh dan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja berdasarkan pertimbangan peneliti. Berikut kriteria dalam penentuan sekolah contoh: 1. Jarak terhadap goa: sekolah yang dipilih berasal dari sekolah dengan jarak dekat (radius 1 km) dan jauh (radius >20 km) yang berada di kota dan kabupaten Bogor.
15
Gambar 2 Pemilihan sekolah contoh berdasarkan jarak terhadap Goa Godawang. 2. Status badan hukum sekolah: negri dan swasta (Tabel 2), serta kaitannya dengan kebijakan sekolah. 3. Kesediaan dari sekolah untuk dijadikan sebagai sekolah contoh.
Tabel 2 Penentuan responden berdasarkan asal sekolah Nama sekolah SDIT Aliya SDN Babakan Dramaga 4 SDN Cipining
Jarak sekolah terhadap goa 29 km 28 km 1 km
Status badan hukum Swasta Negeri Negeri
Jumlah responden 15 15 15
Responden ditentukan dengan purposive sampling dengan kriteria: 1. Tingkatan kelas, siswa yang dipilih berasal dari kelas IV, V, dan VI atau kelas atas, hal ini berkaitan dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan siswa dan ijin yang diberikan oleh sekolah. 2. Umur (Munn 1974 dalam Harihanto 2001), dalam penelitian ini siswa yang dijadikan responden berasal dari rentang usia 9-11 tahun yang berada pada satu kelas usia perkembangan. 3. Jenis kelamin, jumlah responden laki-laki dan perempuan dipilih secara proporsional berdasar jumlah yang ada di kelasnya. 4. Kemudahan dan kejelasan gambar untuk dianalisis. Selanjutnya ditentukan kuota sebesar 15 responden untuk masing-masing sekolah dengan pertimbangan agar seluruh responden dapat melakukan interaksi dengan goa pada waktu yang bersamaan.
16
3.4.2 Pengukuran persepsi siswa Secara umum, penelitian dilakukan dalam 3 tahap (Gambar 3). Tahap pertama pengambilan data persepsi awal (tanpa perlakuan), tahap kedua persepsi antara yaitu persepsi setelah diberikan informasi dengan metode ceramah dan slide show (perlakuan 1), dan tahap ketiga persepsi akhir setelah diberikan perlakuan lanjutan interaksi dengan Goa Godawang (perlakuan 2). Persepsi siswa digali dengan menggunakan Draw- An- Environment-Test (DAET). DAET terdiri dari dua bagian yaitu gambar dan definisi. Disetiap tahapan yang ada, siswa melakukan kegiatan menggambar pada selembar kertas, dan mendefinisikan gambar yang dihasilkan pada lembar sebaliknya.
Persepsi awal
Siswa kelas IV, V,dan VI
Perlakuan 1: Pemberian Informasi melalui ceramah dan slide Persepsi antara Perlakuan 2: Interaksi dengan Goa Godawang Persepsi akhir
Gambar 3 Skema tahapan penelitian. 3.5
Analisis Data
3.5.1 Persepsi Rubrik DAET digunakan sebagai alat analisis persepsi siswa terhadap goa. Penilaian terhadap gambar yang dihasilkan menggunakan rubrik berdasarkan konsep lingkungan dalan NAAEE Guidelines yaitu independensi pendekatan sistem dan interaksi empat komponen pembentuk lingkungan (manusia, biotik, abiotik, dan desain buatan) yang dibagi menjadi empat tingkatan yang menekankan pada derajat keberadaan interaksi antara keempat faktor yang ada, yaitu bagian tidak ada, ada namun tidak berinteraksi, ada dan berinteraksi, serta
17
ada dalam satu interaksi yang tersistem. Skoring yang digunakan adalah sebagai berikut (Lampiran 1): 1. Gambar tidak menunjukkan kehadiran suatu komponen (skor 0). 2. Gambar menunjukkan adanya kehadiran suatu komponen (skor 1). 3. Gambar menunjukkan adanya interaksi diantara komponen lingkungan yang ada (skor 2). 4. Gambar menunjukkan adanya interaksi di antara komponen lingkungan dengan panekanan pada pendekatan sistem dalam definisi lingkungan (skor 3). Skor total yang mungkin didapatkan adalah 0-12. Kemudian skor tersebut disederhanakan menjadi indeks dengan cara membagi skor responden dengan nilai maksimal DAET-R, sehingga nilai maksimum dalam setiap analisis adalah 1.
3.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Data faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa kelas terhadap goa diolah dengan SPSS 15. 0. Analisis yang digunakan adalah statistika non parametrik, yaitu uji statistik yang kesahihannya tidak bergantung kepada asumsiasumsi yang kaku dan sebaran data tidak harus normal. Uji non parametrik yang digunakan adalah (Rangkuti 1997): 1. Kruskal- Wallis Test, yaitu ini pengujian hipotesis komparatif dengan k sampel independen dari populasi yang sama. 2. Mann- Whitney Test, yaitu pengujian hipotesis komparatif dengan dua sampel independen dari populasi yang sama.
3.5.3 Perubahan persepsi Uji t-student digunakan untuk mengetahui perubahan yang signifikan akibat perlakuan yang diberikan. Data yang digunakan adalah data berpasangan berupa nilai indeks persepsi awal, nilai indeks persepsi antara, dan nilai indeks persepsi akhir. Pengujian t- student dilakukan dengan menggunakan aplikasi software Microsoft Office Excel 2007 pada taraf uji 0,5.
4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Kondisi Geografis Goa Godawang Goa Godawang terletak di sebelah barat Kota Bogor, tepatnya di Kampung
Cipining, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg. Secara geografis Goa Gudawang terletak antara 06º27‟08.9” - 06º27‟58.0” LS dan 106º30 18,4”- 106º 30‟44.7” BT. Sedangkan secara administratif kawasan Godawang berbatasan dengan, Kampung Cibangur di sebelah utara, Gunung Rengganis di sebelah selatan, Desa Tipar, serta Gunung Binangkit dan Kampung Cimapang di sebelah timur.
Gambar 4 Kompleks Goa Godawang
4.2
Deskripsi Kawasan Goa Godawang Luas kawasan wisata Goa Godawang adalah 25 hektar. Kawasan ini
ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan melalui Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang wilayah Jawa Barat, dan dalam Perda tentang kawasan lindung di dalam Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006. Goa Godawang merupakan rangkaian goa yang sangat unik dan menarik. Nama godawang berasal dari kata “Kuda Lawang” yang artinya buntut/ekor kuda yang di kepang. Kawasan ini memiliki 12 goa, tapi hanya tiga yang sudah di kembangkan atau dikelola dan dibuka untuk umum yaitu, Goa Simenteng, Goa Simasigit, dan Goa Sipahang. Keindahan alam di sekitar kawasan yang merupakan bukit bertopografi lereng dengan kawasan hutan lindung dan
19
perkebunan kelapa sawit memberikan pemandangan yang cukup nyaman bagi pengunjung yang datang. Keunikan Goa Godawang yang merupakan bentukan karst ini adalah pada semua ornamen yang ada dalam goa. Pembuatan pintu masuk yang unik membuat pengunjung dapat merasakan fenomena misterius dalam Goa Godawang tersebut. Fasilitas seperti pipa yang menyalurkan oksigen (O2) ke dalam goa sudah terpasang di dua goa yang dapat dieksplorasi pengunjung, yaitu Goa Simasigit dan Goa Sipahang, serta fasilitas penerangan lampu listrik yang menggunakan kabel panjang sejauh 500 meter.
5
5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sekolah Contoh Penelitian ini dilakukan pada 3 sekolah dasar, yaitu: SDIT Aliya, SDN
Babakan Dramaga 4, SDN Cipining (Tabel 2). Tabel 2 Karakteristik sekolah contoh Karakteristik
SDIT Aliya
SDN Babakan Dramaga 4
SDN Cipining
Jarak sekolah terhadap goa
29 km
28 km
1 km
Status Badan hukum
Swasta
Negeri
Negeri
Kurikulum
Islam Terpadu, yaitu: Integrasi DEPDIKNAS dan DEPAG 4 jam
KTSP
KTSP
2 jam
2 jam
25-29 siswa
35- 45 siswa
60- 65 siswa
Kegiatan menggambar per minggu Ukuran kelas
5.1.1 SDIT Aliya (SD A) SDIT Aliya merupakan salah satu sekolah swasta yang terletak di Jl. Gardu Raya, Kel. Bubulak RT 03/11 Kec. Bogor Barat, Kota Bogor. Kurikulum yang digunakan di sekolah ini adalah integrasi DEPDIKNAS dan DEPAG (Tabel 2). Integrasi secara menyeluruh diberikan dengan aqidah Islam berdasarkan AlQur‟an dan Al-Hadits. Mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup telah ada dalam kurikulum ini, yang memberikan tambahan informasi kepada seluruh siswa SDIT Aliya tentang interaksi manusia dengan lingkungan di sekitarnya. Letaknya yang cukup jauh dari Goa Godawang menyebabkan interaksi yang relatif kecil terhadap goa. Namun berdasarkan kebijakan sekolah yang ada, siswa yang berasal dari sekolah ini memiliki peluang yang besar untuk dapat berinteraksi dengan alam. Sebagian kegiatan pembelajaran dilakukan di luar ruangan atau out door. Selain itu, ukuran kelas yang relatif kecil (25-29 siswa dari masing-masing tingakatan kelas) dapat meningkatkan penguasaan guru terhadap kelas, sehingga siswa dapat menyerap materi yang disampaikan dengan baik. Secara ekonomi pendapatan orang tua siswa SDIT Aliya di atas rata-rata dengan pekerjaan didominasi oleh PNS dan karyawan swasta.
21
5.1.2 SDN Babakan Dramaga 4 (SD B) SDN Babakan Dramaga 4 merupakan salah satu sekolah negeri yang terletak di Jl. Sawah Baru No. 121 Dramaga Bogor dengan jarak yang relatif jauh dari Goa Godawang. Kurikulum yang digunakan oleh sekolah ini adalah KTSP yang telah memiliki mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup, meskipun pelaksanaannya masih secara sederhana. kegiatan belajar mengajar untuk mata pelajaran tersebut dilaksanakan di dalam kelas dengan beberapa simulasi permainan dan praktek yang dilakukan di sekitar lingkungan sekolah. Kapasitas siswa di SDN Babakan Dramaga 4 adalah 613 siswa dengan ukuran kelas sedang yaitu 35-45 siswa perkelasnya. Pendapatan orang tua siswa relatif beragam dengan dominasi pekerjaan sebagai buruh dan petani. 5.1.3 SDN Cipining (SD C) SDN Cipining merupakan salah satu sekolah dasar yang terletak di Kampung Cipining, Desa Argapura. Letaknya yang dekat dengan Goa Godawang, memberikan peluang interaksi dengan Goa Godawang. Sekolah ini menggunakan kurikulum KTSP, namun belum memiliki mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup, namun pelaksanaan pelajaran olah raga dilakukan di kawasan Goa Godawang. Hal ini memungkinkan siswa untuk dapat berinteraksi dengan Goa Godawang. SDN Cipining termasuk sekolah negeri dengan kisaran pendapatan orang tua sebesar Rp. 350.000,00- Rp. 600.00,00 per bulan. Siswa rata-rata berasal dari daerah Cipining dan sekitarnya dengan daya tampung sebesar 448 siswa dari kelas I-VI.jumlah kelas yang ada adalah 1 kelas dari masing-masing tingkatan. Ukuran kelas pada tingkat IV, V, dan VI adalah 60-65 siswa di masing-masing kelas. 5.2
Persepsi Awal Siswa terhadap Goa Persepsi awal siswa terhadap goa merupakan gambaran jiwa siswa terhadap
goa tanpa adanya perlakuan. Siswa diminta untuk menggambarkan apa yang ada dibenak mereka saat mendengar kata “goa”. Siswa menggambarkan apa yang mereka persepsikan, duga, dan yakini tentang goa. Proses menggambar berlangsung selama 90-120 menit. Terdapat perbedaan waktu mulai menggambar dari masing-masing sekolah (Tabel 3). Siswa yang berasal dari SDIT Aliya mulai
22
relatif lebih cepat menggambar dibanding siswa yang berasal dari SDN Cipining dan SDN Babakan Dramaga 4 (Tabel 3). Tabel 3 Waktu mulai menggambar berdasarkan asal sekolah Nama sekolah SDN Babakan Dramaga 4 SDIT Aliya SDN Cipining
Waktu 10 menit 4 menit 6 menit
Perbedaan waktu mulai menggambar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal dan eksternal. Severin dan Tankard (1979) dalam Harihanto (2001) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi sejumlah faktor psikologis yang meliputi asumsi-asumsi berdasarkan pengalaman masa lalu (yang sering kali berada pada tingkatan yang hampir tidak disadari), harapan-harapan budaya, motivasi, suasana hati, dan sikap. Siswa yang berasal dari SDIT Aliya memiliki rasa percaya diri, daya imajinasi, dan visualisasi yang tinggi terhadap goa (baik bagi siswa yang telah mengetahui goa maupun yang belum mengetahui goa secara mendalam). Hal ini dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang dilaksanakan di setiap sekolah. SDIT Aliya memiliki jam pelajaran menggambar yang lebih banyak daripada kedua sekolah lainnya (Tabel 2). Selain itu, siswa yang berasal dari SDIT Aliya sering melaksanakan kegiatan outdoor, kemudian siswa diminta membuat laporan perjalanan baik secara lisan, tulisan, maupun gambar. Analisis DAET- R, persepsi awal siswa berada pada rentang nilai 0,083 hingga 0,750 yang berada pada tingkatan rendah hingga tinggi. Kemampuan siswa dalam menggambarkan foktor-faktor pembentuk lingkungan pun beragam, dan kemampuan dalam menggambarkan interaksi dijelaskan pula dalam definisi yang disampaikan oleh siswa. Seluruh definisi dan deskripsi dari gambar siswa melengkapi dan sebagian besar menjelaskan gambar yang dibuat (Tabel 4).
23
Tabel 4 Persepsi awal siswa terhadap goa Peubah Sistem pendidikan SDIT Aliya SDN Babakan Dramaga 4 SDN Cipining Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pengalaman interaksi Pernah Belum Kesediaan berinteraksi Mau Tidak mau
Jumlah komponen yang digambar
Persepsi Awal Definisi
Indeks persepsi
4 2 4
Melengkapi Melengkapi Melengkapi
0, 439 0, 328 0, 533
2
Melengkapi
0, 425
4
Melengkapi
0, 441
3
Melengkapi
0, 504
2
Melengkapi
0, 381
4
Melengkapi
0, 446
2
Melengkapi
0, 375
Tidak banyak siswa yang mampu menggambarkan keempat faktor pembentuk lingkungan dengan interaksi yang tersistem. Sebagian besar hanya mampu menggambarkan dua hingga tiga faktor yaitu manusia, biotik, dan abiotik. Pada usia 9-11 tahun ini, anak mulai mampu berfikir secara logis, hal ini terbukti dengan definisi-definisi yang disampaikan. Berdasarkan uji Mann Whitney dan Kruskal Wallis perbedaan nilai indeks persepsi pada peubah sistem pendidikan dan pengalaman interaksi berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pendidikan yang memberikan peluang interaksi dengan alam dan pengalaman interaksi memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembentukkan persepsi siswa terhadap goa. 5.2.1 Persepsi awal berdasarkan peubah sistem pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan persepsi (Munn 1974 diacu dalam Harihanto 2001). Pendidikan pada siswa erat kaitannya dengan kondisi sekolah, sehingga dapat diasumsikan bahwa siswa yang berasal dari sekolah yang berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula. Berdasarkan data yang diperoleh, masing-masing sekolah menunjukkan nilai indeks persepsi yang berbeda nyata. Tabel 4 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada persepsi awal siswa dari setiap sekolah. SDN Cipining menunjukkan gambar dengan komponen
24
yang lebih kompleks dibandingkan gambar siswa dari SDIT Aliya dan SDN Babakan Dramaga 4 (Gambar 4a dan b). Siswa yang berasal dari SD Cipining mampu menampilkan keempat aspek yang menjadi penilaian DAET-R ini, yaitu manusia, biotik, abiotik, dan desain buatan manusia (Gambar 4c). Bahkan dari deskripsi yang disampaikan, siswa SDN Cipining dengan mudah menceritakan pengalaman-pengalaman yang pernah mereka lakukan di goa dan definisi dari masing-masing item yang mereka gambar meskipun dengan sangat sederhana. Sedangkan gambar dari SDIT Aliya sebagian besar memenuhi aspek manusia, biotik, dan abiotik. Selain itu, dalam deskripsi singkat yang diceritakan oleh siswa SDIT Aliya, sebagian besar menceritakan tentang sejarah Goa Hira dan beberapa siswa menceritakan ketakutan mereka terhadap goa, meskipun ada pula yang menceritakan pengalaman mereka ke goa. Sedangkan gambar yang dibuat oleh siswa SD Babakan Dramaga 4 sebagian besar hanya memenuhi dua aspek saja, yaitu biotik dan abiotik. Deskripsi dari masing-masing gambar hanya menunjukkan harapan-harapan mereka terhadap goa, misalnya salah satu siswa putra dengan usia 11 tahun menuliskan deskripsi goa sebagai berikut: “Kayaknya goa gelap, kayaknya didalam goa ada ular, ada hewan buas, dan ikan.” Dari data individu, diketahui bahwa siswa tersebut belum pernah mengunjungi goa, dan dalam definisi yang disampaikan terlihat ada kekhawatiran yang muncul dalam dirinya terhadap goa. Berikut contoh hasil gambar persepsi awal dari masing-masing sekolah:
(a) (b) (c) Gambar 5 Contoh hasil gambar tentang persepsi awal dari (a) SDIT Aliya, (b) SDN Babakan Dramaga 4, dan (c) SDN Cipining. Hasil analisis menunjukkan bahwa indeks persepsi awal dari ketiga sekolah mengalami perbedaan yang signifikan terbukti dari nilai P sebesar 0,002 < 0,005
25
pada Kruskal Wallis test yang dilakukan. Nilai indeks persepsi tertinggi adalah SDN Cipining yaitu sebesar 0,533 sedangkan nilai indeks persepsi terendah adalah dari SDN Babakan Dramaga 4, yaitu 0,328 dengan tingkat persepsi rendah. Meskipun kedua sekolah tersebut memiliki kurikulum yang sama (KTSP) dan status badan hukum sebagai sekolah negeri, indeks persepsi yang dihasilkan berbeda. Perbedaan hasil indeks persepsi tersebut diakibatkan oleh perbedaan aplikasi kurikulum di masing-masing sekolah dan jarak sekolah terhadap obyek goa. SDN Cipining adalah sekolah yang berada sangat dekat dengan goa. Bahkan kegiatan mata pelajaran olahraga dilakukan di sekitar goa godawang. Interaksi yang tinggi terhadap goa tentu saja memberikan pengalaman yang lebih bagi siswa SDN Cipining, sedangkan SDN Babakan Dramaga 4 berada jauh dari lokasi goa. Selain itu, berdasarkan data sekolah kegiatan siswa SDN Babakan Dramaga 4 didominasi oleh pemberian materi di kelas. Minimnya kegiatan di lapangan dan rendahnya interaksi siswa terhadap lingkungan mengakibatkan kurangnya pengetahuan dan interaksi siswa SDN Babakan Dramaga 4 terhadap lingkungan goa dalam penelitian ini. Berbeda kedua sekolah sebelumnya, SDIT Aliya menggunakan kurikulum integrasi Islam Terpadu. Meskipun jarak SDIT Aliya relatif jauh dari goa godawang, indeks persepsi awal siswa SDIT Aliya lebih tinggi daripada siswa SDN Babakan Dramaga 4 yang lokasinya jauh dari Goa Godawang. Perbedaan ini diakibatkan oleh kondisi dan kebijakan sekolah. SDIT Aliya merupakan sekolah swasta dengan ukuran kelas kecil (25-29 siswa), sehingga memungkinkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan berbagai metode. Berdasarkan data dari sekolah, perbandingan KBM di kelas dengan KBM di luar ruangan (praktek) adalah 2:3. Siswa diajak untuk mengenal alam sekitarnya dan berinteraksi dengan obyek yang dituju. Sedangkan siswa dari SDN Babakan Dramaga 4 memiliki ukuran kelas yang cukup besar, yaitu 35-45 siswa. Jumlah siswa yang cukup besar dalam suatu kelas dapat menyebabkan sulitnya pengendalian kelas dan pengelolaan kelas, sehingga materi yang disampaikan akan sulit tersampaikan (Wagner 1978).
26
Berdasarkan wawancara dengan wali kelas lima SDIT Aliya, siswa yang berasal dari SDIT Aliya sering melakukan kegiatan jalan-jalan ke luar (out bond), kemudian menggambar dan menceritakan kembali kegiatan yang telah mereka lakukan. Sehingga interaksi siswa dengan lingkungan menjadi lebih tinggi, ditambah lagi kegiatan menggambar menjadi kegiatan yang biasa bagi siswa SDIT Aliya dan bukan hal yang sulit dilakukan. Kebijakan sekolah tersebut memberikan peluang yang besar bagi siswa mendapatkan pengalaman. Rendahnya interaksi dan pengetahuan terhadap goa menyebabkan nilai indeks persepsi siswa SDN Babakan Dramaga 4 paling rendah. 5.2.2 Persepsi awal berdasarkan peubah jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin siswa mempengaruhi pembentukan persepsi baik secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung erat berkaitan dengan kondisi hormonal, sedangkan tidak langsung berpengaruh terhadap interaksi sosialnya serta lingkungannya. Sejak saat anak dilahirkan, terdapat tekanan sosial yang kuat atas dirinya untuk membentuk pola budaya yang sesuai bagi jenis kelaminnya.
(a) (b) Gambar 6 Contoh hasil gambar pada persepsi awal dari (a) siswa laki-laki dan (b) siswa perempuan. Siswa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan pada tingkat kedetilan gambar dan definisi yang dibuat. Siswa laki-laki menggambarkan goa yang dilengkapi oleh berbagai jenis satwa liar, dengan pohon-pohon yang ada di sekelilingnya. Definisi yang dibuat oleh siswa laki-laki lebih banyak menyampaikan harapan-harapan pengalaman yang mereka nantikan terhadap goa dan pertanyaan dalam dirinya. Definisi tersebut menunjukkan bahwa siswa
27
tersebut belum merasa ada di dekat goa dan kurang mampu menggambarkan dirinya sebagai bagian dari lingkungan. Sebaliknya gambar dari siswa perempuan menunjukkan adanya manusia, sebagai bagian dari komponen pembentuk lingkungan. Siswa perempuan menceritakan dirinya bersama dengan teman sebayanya yang sedang berwisata ke goa di dalam gambar yang dibuat, siswa perempuan secara umum memasukkan dirinya dan definisi tentang goa adalah sebagai tempat wisata yang bisa ia kunjungi. Analisa Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai persepsi siswa laki-laki dan perempuan tidak berbeda nyata. Berdasarkan perbedaan jenis kelamin nilai rata-rata indeks persepsi awal siswa laki-laki adalah sebesar 0,435 sedangkan perempuan sebesar 0,441. Nilai persepsi ini berada dalam tingkatan sedang, baik untuk siswa laki-laki maupun perempuan. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya pengaruh yang signifikan antara perkembangan laki-laki dan perempuan pada usia 9-11 tahun. Perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan hanya pada pemilihan jenis permainan, tidak pada cara pandangnya terhadap sesuatu (Hurlock, 1980). Anak laki-laki dan perempuan pada usia 9-11 tahun masih bebas mengekspresikan dan merepresentasikan obyek yang ada di benaknya tanpa halangan seperti remaja dan usia dewasa. Pada rentang usia 9-11 tahun, pengaruh lebih banyak berasal dari keluarganya, teman sepermainan, dan rekan sebayanya (Hurlock 1978). 5.2.3 Persepsi awal berdasarkan peubah pengalaman interaksi Pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi, karena persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rahmat 2005). Walgito (2001) mengemukakan persepsi sebagai proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Perbedaan pengalaman siswa terhadap goa diasumsikan dapat mengakibatkan perbedaan nilai indeks persepsi siswa terhadap goa. Perilaku yang diawali oleh proses pembentukan persepsi awal dari masingmasing individu, dibina pada masa kanak-kanak. Banyaknya pengalaman dan kebahagiaan mendorong anak untuk mencari pengalaman yang serupa dan
28
kemudian mampu menentukan perilakunya dimasa yang akan datang (Hurlock 1978),
sehingga
pengalaman
dan
interaksi
individu
terhadap
suatu
obyek/lingkungan memiliki korelasi positif dengan nilai indeks persepsinya.
Gambar 7
(a) (b) Persepsi tentang goa dari siswa yang tidak memiliki pengalaman interaksi (a) dan yang memiliki pengalaman interksi (b) dengan goa.
Siswa yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya terhadap goa memberikan gambar yang lebih sederhana daripada gambar dari siswa yang telah memiliki pengalaman terhadap goa sebelumnya (Gambar 7). Gambar (a) menunjukkan tidak adanya interaksi antara manusia dengan goa, sedangkan gambar (b) menunjukkan adanya interaksi manusia dengan goa. Indeks persepsi tidak ditentukan melalui indah tidaknya sebuah gambar, namun dari kelengkapan aspek manusia, biotik, abiotik, dan bangunan atau desain. Banyak studi dari berbagai tingkatan umur menunjukkan bahwa pengalaman awal seseorang tidak hanya penting bagi masa kanak-kanaknya, tetapi juga bagi kehidupan di kemudian hari (Chawla, 1998). Beberapa hal yang dipengaruhi oleh pengalaman awal antara lain: pengaruh sosial yang menetap, sikap sosial yang menetap, partisipasi, penerimaan, dan sangat mempengaruhi kepribadian dari individu tersebut (Fein 1973). Perbedaan yang signifikan terlihat dari nilai indeks persepsi siswa yang memiliki pengalaman interaksi dan yang tidak. Berdasarkan Mann- Whitney test, dengan melihat nilai P 0,01< 0,05, maka pengalaman interksi memiliki pengaruh yang nyata dalam persepsi siswa. Nilai indeks persepsi pada siswa yang memiliki pengalaman dan interaksi terhadap goa adalah sebesar 0,504 dengan tingkat persepsi sedang. Sedangkan nilai indeks persepsi siswa yang belum pernah berinteraksi sebelumnya dengan goa adalah sebesar 0,381. Pengalaman memiliki
29
peranan penting dalam pembentukan persepsi, sehingga siswa yang belum memiliki pengalaman berinteraksi dengan goa akan mengalami kesulitan merepresentasikan goa dalam sebuah gambar.
5.2.4 Persepsi awal berdasarkan kesediaan untuk berinteraksi dengan goa Kemauan dan motivasi memerankan peranan yang penting di dalam mengembangkan rangkaian persepsi. Motivasi yang ada dalam diri seseorang akan menentukan bagaimana persepsi seseorang dalam menyikapi obyek atau situasi yang bersangkutan. Robbins (2003) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.
(a) (b) Gambar 8 Contoh hasil gambar pada persepsi awal dari siswa (a) yang tidak mau dan (b) yang mau berinteraksi dengan goa. Sebanyak 82 % siswa bersedia untuk mengunjungi goa. Ada tidaknya kemauan dan motivasi tentu saja akan mempengaruhi proses pembentukan persepsi yang baik tentang goa. Gambar yang dihasilkan pun tidak memberikan item yang lengkap, sebagian gambar hanya memperlihatkan aspek biotik dan abiotik. Seperti terlihat dari gambar (a), siswa yang tidak memiliki kesediaan untuk berinteraksi dengan goa tidak memiliki dorongan untuk menyampaikan unsur yang lengkap dari goa. Beberapa diantaranya memberikan warna dan gambar yang cukup indah, namun tidak menunjukkan bahwa siswa tersebut memiliki persepsi yang utuh terhadap goa. Gambar (b) menunjukkan keempat komponen pembentuk lingkungan, yaitu: manusia, biotik, abiotik, dan lingkungan buatan. Siswa menggambarkan dirinya yang sedang memasuki goa lengkap
30
dengan headlamp, menggambarkan berbagai fauna yang ada di dalam dan luar goa, serta desain papan interpretasi yang dijelaskan dengan penanda-penanda sesuai dengan unsur yang digambar. Beberapa siswa yang tidak ingin berinteraksi dengan goa menyampaikan definisi goa sebagai tempat tinggal hantu, gelap, sesak nafas, dan berbagai kondisi buruk yang ada di dalamnya. Salah satu siswa menceritakan bahwa dirinya tidak ingin berkunjungan ke goa, karena di dalam goa kita akan mengalami kesulitan bernafas hingga bisa meninggal. Ada juga siswa yang menceritakan bahwa di dalam goa terdapat binatang buas dan berbahaya, sehingga dia tidak mau berinteraksi lebih dekat dengan goa. Berdasarkan hasil Mann-Whiteney test nilai indeks persepsi awal antara siswa yang mau dan tidak mau mengunjungi goa memiliki nilai P 0,251> 0,05 sehingga kesediaan mengunjungi goa tidak mempengaruhi nilai indeks persepsi siswa secara signifikan, meskipun secara deskriptif terlihat perbedaan nilai ratarata antara siswa yang mau mengunjungi goa dan tidak. Nilai indeks persepsi siswa dengan motivasi mengunjungi goa adalah sebesar 0,446. Sedangkan siswa yang tidak memiliki motivasi untuk mengunjungi goa memiliki nilai indeks persepsi sebesar 0,375. Sebagian besar dari siswa yang memiliki motivasi untuk berinteraksi dengan goa memberikan penerimaan, perhatian dan respon yang baik terhadap kegiatan penelitian yang terlihat
dari antusiasme siswa saat
menyampaikan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan goa. Siswa dengan rentang usia 9-11 tahun ini memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Rasa ingin tahu dan ingin mencoba hal-hal yang baru inilah yang membuat siswa memiliki nilai indeks persepsi yang baik pula. 5.3
Persepsi Setelah Pemberian Informasi Pada tahapan ini, siswa mendapatkan rangsangan pemberian informasi
tentang goa melalui metode ceramah dan penayangan slide. Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Syah 2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai.
31
Siswa menggambarkan kembali goa setelah mendengarkan penjelasan dan penayangan slide tentang goa. Pemberian informasi dilakukan di setiap sekolah pada hari yang berbeda (Tabel 6). Namun, perlakuan terhadap seluruh responden sama, sehingga tidak terjadi perbedaan dalam pemberian stimulus di masingmasing sekolah. Penyampaian informasi mengenai goa dilakukan dengan ceramah selama 10 menit dilanjutkan tayangan slide selama 8 menit. Informasi yang diberikan meliputi: definisi goa, gambaran proses pembentukan goa, nilai strategis goa, fauna goa, dan manfaat goa. Tabel 6 Waktu Pelaksanaan ceramah dan penayangan slide Nama sekolah SDIT Aliya SDN Babakan Dramaga 4 SDN Cipining
Hari, tanggal pelaksanaan Jumat, 21 Mei 2010 Sabtu, 22 Mei 2010 Rabu, 19 Mei 2010
Beberapa slide yang ditampilkan berisi gambar-gambar tentang goa yang ada di dunia, hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki gambaran tentang aneka bentuk goa dan memberikan stimulus kepada siswa untuk dapat meningkatkan persepsinya terhadap goa. Pemberian informasi dan berbagai stimulus pada tahapan ini diduga akan merubah gambar dan nilai indeks persepsi siswa terhadap goa, merujuk pada pengertian persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan selanjutnya
mengolah proses
informasi
yang
didapatkanya (Wilson 2000). Seperti pada persepsi awal, perbedaan asal sekolah menyebabkan perbedaan hasil gambar dari masing-masing siswa (Tabel 7). Perbedaan hasil gambar ini diakibatkan oleh berbagai faktor, antara lain: karakteristik siswa yang berbeda dari tiap sekolah, motivasi belajar dan rasa ingin tahu, kemampuan menangkap dan menyerap informasi, serta suasana kelas. Kondisi SDIT Aliya dengan ukuran kelas kecil mampu memberikan dukungan dan kenyamanan bagi siswa untuk mendengarkan dan memahami penjelasan tentang goa dan tayangan slide.
32
Tabel 7 Persepsi siswa terhadap goa setelah pemberian informasi Peubah Sistem pendidikan SDIT Aliya SDN BAbakan Dramaga 4 SDN Cipining Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pengalaman interaksi Pernah Belum Kesediaan berinteraksi Mau Tidak mau
Persepsi setelah pemberian informasi Jumlah komponen Definisi Iindeks persepsi yang digambar rata-rata
Δ Indeks persepsi
3 2
Melengkapi Melengkapi
0, 489 0, 333
0,050
4
Melengkapi
0, 500
0,005 -0,033
2
Melengkapi
0, 429
4
Melengkapi
0, 451
4
Melengkapi
0, 469
2
Melengkapi
0, 420
3
Melengkapi
0, 457
2
Melengkapi
0,365
0,004 0,010 -0,035 0,039 0,011 -0,010
Rasa ingin tahu yang besar dari siswa SDIT Aliya lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kedua SD lainnya. Hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang muncul pada saat ceramah dan penayangan slide berlangsung. Kondisi tersebut didukung pula oleh guru kelas yang selalu mendampingi siswa agar tetap menyimak dan memperhatikan (Gambar 9)
(a) (b) (c) Gambar 9 Suasana saat pemberian informasi di SDIT Aliya (a), SDN Babakan Dramaga 4 (b), dan SDN Cipining (c). Siswa SDN Cipining terlihat kurang bisa fokus pada materi yang disampaikan, sebagian siswa mengobrol dan ada beberapa yang saling mengganggu teman yang di sebelahnya. Siswa yang berasal dari sekolah ini terlihat kurang antusias dalam menerima materi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari dua sekolah lainnya.
33
Pemberian informasi dan pengetahuan yang didapatkan melalui ceramah dan penayangan slide mampu meningkatkan nilai indeks persepsi siswa terhadap goa, meskipun tidak secara signifikan. Nilai indeks persepsi terbesar adalah dari SDN Cipining yang memiliki interaksi lebih besar terhadap goa dibandingkan dengan SDIT Aliya, dan SD Babakan Dramaga 4, yaitu sebesar 0,500. Sedangkan nilai indeks persepsi terendah adalah dari SD Babakan Dramaga 4 yaitu 0,333. Kondisi tersebut tidak berbeda dengan persepsi awal, SDN Cipining tetap memiliki nilai indeks persepsi yang lebih tinggi daripada siswa yang berasal dari kedua sekolah lainya. Siswa yang berasal dari SD Babakan Dramaga 4 mengalami peningkatan sebesar 0,005 dengan tingkat persepsi yang semula rendah menjadi sedang. SDIT Aliya mengalami peningkatan nilai indeks persepsi yang terjadi sebesar 0,050. Siswa yang berasal dari SDIT Aliya mampu menyerap informasi lebih banyak daripada siswa yang berasal dari SD Babakan Dramaga 4. Selain itu, siswa yang berasal dari SDIT Aliya sebagian telah mencari informasi mengenai goa secara mandiri sebelumnya. Berbeda dengan SDIT Aliya dan SD Babakan Dramaga 4, siswa yang berasal dari SDN Cipining mengalami penurunan nilai indeks persepsi sebesar 0,033. Hal ini diakibatkan karena pada saat ceramah dan penayangan slide, siswa SDN Cipining kurang bisa fokus pada materi yang disampaikan, sebagian siswa mengobrol dan ada beberapa yang saling mengganggu teman yang di sebelahnya. Siswa yang berasal dari sekolah ini terlihat kurang antusias dalam menerima materi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari dua sekolah lainnya. Selama ceramah dan penayangan slide berlangsung siswa laki-laki dan perempuan memberikan respon yang tidak terlalu berbeda. Baik siswa perempuan maupun laki-laki mendengarkan penjelasan dengan seksama, perbedaan mulai terlihat saat penayangan slide. Siswa laki-laki mulai gaduh dan sebagian berdiri berusaha untuk bisa melihat lebih jelas. Antara siswa dan siswi juga mengajukan pertanyaan yang beragam, mulai dari kondisi di dalam goa dan beberapa pertanyaan yang cukup ilmiah terkait dengan proses pembentukan goa. Gambar yang dibuat oleh siswa laki-laki cenderung lebih sederhana, faktor yang digambarkan meliputi biotik dan abiotik. Faktor biotik digambarkan dengan
34
adanya pohon dan rerumputan, sedangkan faktor abiotik digambarkan dengan sebuah mulut goa yang sangat sederhana. Dalam definisi, siswa laki-laki hanya menyampaikan bahwa terdapat pepohonan di sekitar goa. Sedangkan siswa perempuan menggambarkan keempat faktor pembentuk lingkungan, yaitu: manusia, biotik, abiotik, dan desain buatan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 10:
(a) (b) Gambar 10 Contoh hasil gambar pada persepsi setelah pemberian informasi dari siswa laki-laki (a) dan perempuan (b). Nilai indeks persepsi setelah penambahan informasi siswa perempuan adalah sebesar 0,451 dengan tingkat persepsi sedang (Tabel 6). Nilai ini mengalami peningkatan sebesar 0,010 dibandingkan dengan persepsi awal. Nilai indeks persepsi siswa laki-laki hanya mengalami sedikit peningkatan dari persepsi awalnya, yaitu sebesar 0,004 menjadi 0,429. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan metode ceramah dan penayangan slide menghasilkan perubahan persepsi siswa perempuan yang lebih besar daripada perubahan dari siswa laki-laki meskipun perbedaanya tidak signifikan. Berdasarkan hasil gambar yang dibuat, siswa yang tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan goa sebelumnya hanya mampu menggambarkan dua faktor pembentuk lingkungan, yaitu biotik dan abiotik. Faktor biotik digambarkan dengan adanya pohon dan rerumputan, sedangkan faktor abiotik digambarkan dengan adanya goa, matahari, dan tanah. Siswa yang memiliki pengalaman berinteraksi dengan goa mampu menggambarkan keempat faktor pembentuk lingkungan. Berdasarkan gambar 10 (b), faktor manusia digambarkan sedang berdiri di dalam goa, sedangkan faktor biotik digambarkan dengan adanya pohon dan kelelawar yang sedang terbang di dalam goa. Faktor abiotik
35
digambarkan dengan adanya mulut goa, matahari, dan awan. Sedangkan faktor desain bangunan digambarkan dengan adanya papan interpretasi meskipun tidak terlihat interaksinya dengan ketiga faktor lainnya (Gambar 10).
(a) (b) Gambar 11 Contoh hasil gambar pada persepsi setelah pemberian informasi dari (a) siswa yang pernah dan (b)siswa yang belum pernah berinteraksi. Nilai indeks persepsi siswa yang awalnya belum pernah berinteraksi dengan goa mengalami peningkatan. Nilai indeks persepsi siswa yang awalnya belum memiliki pengalaman meningkat sebesar 0,038 menjadi sebesar 0,420. Melalui metode ceramah, peningkatan pengetahuan dan pengalaman siswa tidak meningkat
persepsi
secara
signifikan.
Berdasarkan beberapa
penelitian,
kemampuan siswa menangkap informasi dengan cara mendengarkan hanya sebesar 15%, sedangkan bila siswa mendengar dan memperhatikan atau melihat informasi yang mampu ditangkap adalah sebesar 35%-55%, sedangkan dengan mendengar, melihat, melakukan dan berpikir siswa mampu menyerap 80-90% informasi yang diberikan dengan akurat. Melalui metode ceramah dan penayangan slide siswa mendengar dan melihat gambar dari suatu obyek sehingga maksimal hanya 55% informasi yang dapat mereka serap. Di sisi lain, siswa yang telah memiliki pengalaman interaksi sebelumnya justru mengalami penurunan sebesar 0,035. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi dan harapan siswa adalah dengan meningkatkan informasi dan pengetahuan melalui metode ceramah (Dasuki 2006). Peningkatan motivasi ini terlihat dari respon para siswa setelah dilakukannya ceramah dan penayangan slide. Siswa terlihat antusias dan memberikan beberapa pertanyaan terkait materi yang diberikan. Selain
36
melalui respon para siswa, peningkatan persepsi siswa dapat dilihat dari Gambar 12.
(a) (b) Gambar 12 Contoh hasil gambar pada persepsi setelah pemberian informasi dari (a) siswa yang memiliki kesediaan dan (b) siswa yang tidak. Gambar 12 (a) siswa yang memiliki kesediaan untuk berinteraksi terhadap goa mampu menyerap informasi lebih baik terlihat dari gambar yang dibuat. Gambar tersebut meliputi tiga dari keempat faktor dalam lingkungan yaitu manusia, biotik, dan abiotik, serta digambarkan dengan interaksi yang ditunjukkan oleh manusia yang sedang memasuki goa dengan menggunakan headlamp. Interaksi fauna Goa (kelelawar) yang sedang bertengger dan tumbuhan yang menempel dan berada di sekeliling goa memperlihatkan adanya interaksi dari faktor biotik dan abiotik yang ada, sedangkan desain/bangunan tidak digambarkan. Siswa yang tidak memiliki kesediaan untuk berinteraksi dengan goa hanya mampu menggambarkan faktor biotik dan abiotik (Gambar 12 b). Faktor biotik digambarkan dengan adanya pohon dan rerumputan, sedangkan faktor abiotik digambarkan dengan adanya mulut goa, matahari dan awan. Nilai indeks persepsi yang dimiliki oleh siswa yang mau mengunjungi goa naik sebesar 0,011 menjadi 0,457. Sedangkan responden yang tidak memiliki motivasi untuk mengunjungi goa justru mengalami penurunan nilai indeks persepsi sebesar 0,010 menjadi 0,365. Perubahan yang terjadi setelah pemberian informasi tidak berbeda nyata baik bagi siswa yang memiliki motivasi maupun tidak. 5.4
Persepsi Setelah Interaksi Persepsi setelah mengunjungi goa adalah persepsi yang muncul dari siswa
setelah mendapatkan pengalaman baru mengunjungi dan masuk ke dalam Goa.
37
Interaksi siswa dengan goa diawali dengan permainan dan beberapa simulasi teknik memasuki goa. Siswa yang berusia 9-11 tahun berada pada masa belajar untuk bekerjasama dan bersaing dalam kegiatan akademik dan dalam pergaulan melalui permainan yg dilakukan bersama (Erikson 1950). Sehingga dengan kegiatan tersebut siswa diharapkan berada dalam kondisi yang bahagia dan lebih mudah menyerap informasi.
(a) (b) Gambar 43 Interaksi dengan Goa Godawang (a) Simulasi penggunaan perlengkapan penelusuran goa dan (b) etika memasuki goa. Siswa mengunjungi Goa Godawang pada tanggal 7 Agustus 2010. Setelah sampai di Goa Godawang, para siswa diperkenalkan dengan teknik menelusuri goa dan beberapa hal yang penting dalam penelusuran goa. Sebelum memasuki goa, seorang siswa mencoba mengenakan peralatan standar masuk goa (Gambar 12 a) yang dibantu oleh pemandu. Kemudian diberikan penjelasan awal etika memasuki dan menelusuri goa (gambar 12 b).
Gambar 14 Mulut Goa Simasigit yang dikunjungi oleh siswa. Kunjungan ke goa dilakukan dalam hari yang sama, namun proses interaksi dilakukan secara bergantian dalam kelompok kecil. Masing-masing kelompok
38
terdiri atas sembilan siswa yang berasal dari tiga sekolah yang berbeda dengan perbandingan perempuan dan laki-laki yang proporsional dan didampingi oleh dua orang pemandu. Masing-masing kelompok memasuki goa selama 15-20 menit sambil mendengarkan informasi yang disampaikan oleh pemandu. Seluruh siswa berhasil memasuki goa dan berinteraksi langsung dengan goa, sebagian diantaranya bahkan ingin mencoba untuk yang kedua kalinya. Selama kunjungan ke goa ini, siswa sangat antusias dan bersemangat mengikuti setiap kegiatan yang diberikan oleh pemandu. Setelah keluar dari goa siswa dipersilakan untuk membersihkan diri dan mulai menggambar dalam selembar kertas. Siswa secara bergantian menggambar dan sebagian lagi istirahat, shalat, dan makan. Selama persiapan kunjungan ke goa, siswa yang berasal dari SDN Cipining sebagian besar merasa malu dan tidak percaya diri untuk bergabung dengan teman-teman yang berasal dari SDN Babakan Dramaga 4 dan SDIT Aliya. Sebaliknya siswa SDIT Aliya terlihat sangat mendominasi dan mengendalikan suasana di kelompoknya masing-masing. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan kondisi psikis dari para siswa dalam menangkap informasi dan stimulus dari pemandu dan lingkungan sekitarnya. Prestasi dan kemampuan siswa sangat berkaitan dengan kondisi kebahagiaan dalam dirinya. Ketidakbahagiaan dapat mengganggu penyesuaian pribadi dan sosial siswa serta dapat mengakibatkan siswa tidak menunjukkan kemampuan yang sebenarnya dalam melakukan apa saja (Hurlock 1980). Setelah 30 menit berlalu, siswa yang berasal dari ketiga sekolah yang berbeda ini perlahan bisa mulai berkomunikasi dengan baik. Meskipun siswa yang berasal dari SDN Cipining masih belum bisa bergabung sepenuhnya, siswa yang berasal dari sekolah tersebut masih terlihat berkelompok dengan teman yang berasal dari sekolah yang sama. Secara umum terjadi peningkatan indeks persepsi siswa setelah interaksi (Tabel 8). Interaksi memungkinkan siswa untuk menggunakan lebih banyak inderanya dalam memppelajari lingkungan sekitarnya, sehingga informasi yang diberikan lebih melekat dalam mental model siswa tersebut. Segerer (1999) diacu dalam Looß (2010) mengatakan bahwa belajar melalui semua indera telah menjadi prinsip dasar pembelajaran yang sangat penting di dalam pendidikan sekolah dasar.
39
Siswa yang berasal dari SDIT Aliya mampu menggambarkan keempat faktor yang membentuk lingkungan. Faktor manusia digambarkan dengan adanya seorang anak yang berada di dalam goa, faktor biotik terlihat dari adanya pepohonan di sekitar goa, faktor abiotik digambarkan dengan adanya mulut goa, ornamen goa, matahari, dan awan. Sedangkan desain buatan ditandai dengan adanya desain mulut goa yang digambarkan. Meskipun siswa yang berasal dari SDIT Aliya mampu menggambarkan dengan lengkap, definisi dari masingmasing faktor yang ada disampaikan dengan sangat sederhana (Tabel 8). Tabel 8 Persepsi siswa terhadap goa setelah interaksi Peubah Sistem pendidikan SDIT Aliya SDN BAbakan Dramaga 4 SDN Cipining Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pengalaman interaksi Pernah Belum Kesediaan berinteraksi Mau Tidak mau
Jumlah komponen yang digambar
Persepsi setelah interaksi Definisi Indeks persepsi rata-rata
Δ Indeks persepsi
4 2
Melengkapi Melengkapi
0, 571 0, 394
0,082
4
Melengkapi
0,539
0,061 0,039
4
Melengkapi
0, 516
3
Melengkapi
0, 455
4
Melengkapi
0, 526
3
Melengkapi
0, 452
4
Melengkapi
0, 507
2
Melengkapi
0, 375
0,087 0,004 0,057 0,032 0,05 0,01
Sedangkan responden yang berasal dari SD Babakan Dramaga 4 hanya mampu menggambarkan faktor biotik dan abiotik yang didefinisikan dengan sangat sederhana tanpa adanya interaksi antar faktor. Dibandingkan dengan siswa dari SDIT Aliya dan SDN Babakan Dramaga 4, siswa yang berasal dari SDN Cipining menggambarkan goa sebagai satu kesatuan interaksi dari keempat faktor pembentuknya, yaitu: manusia yang memanfaatkan fungsi goa, biotik yang digambarkan dengan adanya satwa liar di luar goa dan fauna yang ada di dalam goa, faktor abiotik yang ditandai dengan adanya mulut goa dan gunung. Sedangkan faktor desain buatan digambarkan berupa empang serta rumah disekitar goa dengan penanda yang jelas dalam interaksinya (Gambar 15).
40
(a) (b) (c) Gambar 15 Contoh hasil gambar pada persepsi setelah interaksi dari (a)siswa SDIT Aliya, (b)SDN Babakan Dramaga 4, dan (c) SDN Cipining. Berdasarkan asal sekolah, responden yang berasal dari SDN Cipining memperoleh indeks terbesar yaitu 0,539 sedangkan SDIT Aliya 0,517. Nilai indeks persepsi terendah berasal dari responden SD Babakan Dramaga 4 yaitu sebesar 0,394. Secara umum, setelah dilakukan kunjungan ke goa, siswa yang berasal dari tiga sekolah yang berbeda memiliki persepsi terhadap goa pada tingkatan sedang. Perbedaan nilai indeks persepsi dari masing-masing sekolah tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor. SDN Cipining memiliki nilai tertinggi karena siswanya sangat mengenal dan memahami kondisi Goa Godawang dibandingkan siswa dari SD yang lainnya. Secara umum 45 siswa yang berasal dari ketiga sekolah yang berbeda ini mengalami peningkatan nilai indeks persepsi meskipun tidak signifikan. Selama kegiatan mengunjungi goa, siswa laki-laki terlihat sangat antusias dan lebih berani dibandingkan dengan siswa perempuan. Seperti pada saat mencoba mengenakan perlengkapan masuk goa, siswa laki-laki yang bersedia mencoba dan menjadi model bagi siswa lainnya. Selama memasuki goa siswa laki-laki memberikan respon yang sangat baik. Hal ini terlihat dari rasa ingin tahu yang besar, dorongan untuk mencoba hal-hal yang baru dan menantang bagi dirinya. Sedangkan siswa perempuan cenderung lebih pasif, mengikuti kegiatan dan beberapa diantaranya merasa takut sehingga berpegangan dengan rekan sekelompoknya. Namun secara umum seluruh siswa baik laki-laki dan perempuan berani dan mau memasuki goa. Hasil gambar pada persepsi setelah interaksi menunjukkan bahwa antara siswa perempuan dan siswa laki-laki hanya mengalami sedikit perbedaan. Siswa
41
laki-laki mampu menggambarkan keempat faktor pembentuk lingkungan, yaitu manusia digambarkan berada dalam bus menuju ke goa, faktor biotik digambarkan dengan adanya pepohonan, faktor abiotik digambarkan dengan adanya mulut goa, sedangkan desain buatan digambarkan dengan adanya bentukan mulut goa yang seperti singa/macan, jalanan yang di desain dengan batu-batu, serta adanya kendaraan. Sedangkan gambar yang dihasilkan oleh siswa perempuan hanya mencakup faktor biotik yang ditandai dengan adanya pepohonan, abiotik dan desain buatan yang ditandai dengan adanya mulut goa yang memiliki mata seperti pada desain goa yang dikunjungi (Gambar 15 b).
(a) (b) Gambar 16 Contoh hasil gambar pada persepsi setelah interaksi dari (a) siswa laki-laki dan (b) siswa perempuan. Nilai indeks persepsi responden laki-laki adalah sebesar 0,516 sedangkan perempuan sebesar 0,455. Kenaikan nilai indeks persepsi siswa laki-laki sebesar 0,083 sedangkan siswa perempuan hanya 0,003 (Tabel 7). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada saat dilakukannya kunjungan ke goa siswa laki-laki memiliki antusiasme yang tinggi dibandingkan siswa perempuan. Sehingga kemampuannya dalam menyerap informasi lebih baik daripada siswa perempuan. Pada usia sekolah anak laki-laki dan perempuan hanya memiliki perbedaan pada pemilihan jenis permainan yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Hurlock 1978). Pada umumnya siswa yang berada pada rentang usia 9-11 tahun mengalami peningkatan kemampuan untuk berpikir logis dan koheren (Piaget 1928). Kemampuan berpikir anak sudah operasional, imajinatif dan dapat menggali objek untuk memecahkan suatu masalah. Pengalaman terhadap goa yang ia terima melalui kunjungan ini diolahnya menjadi sebuah pemahaman dan kesimpulan
42
yang logis dan diuji dengan pertanyaan dan pernyataan teoritis yang diajukan kepada pemandu.
(a) (b) Gambar 57 Contoh hasil gambar pada persepsi setelah interaksi dari (a) siswa yang belum pernah dan (b) siswa yang pernah berinteraksi dengan goa. Siswa yang belum memiliki pengalaman berinteraksi dengan goa sebelumnya hanya mampu menggambarkan aspek biotik, abiotik, dan desain buatan meskipun tidak digambarkan dengan penanda dan interaksi yang jelas antar faktor yang ada (Gambar 17). Sedangkan siswa yang telah memiliki pengalaman sebelumnya mampu menggambarkan keempat faktor pembentuk lingkungan. Faktor manusia digambarkan berada dalam bus menuju ke goa, faktor biotik digambarkan dengan adanya pepohonan, faktor abiotik digambarkan dengan adanya mulut goa, sedangkan desain buatan digambarkan dengan adanya bentukan mulut goa yang seperti singa/macan, jalanan yang di desain dengan batu-batu, serta adanya kendaraan. Keempat faktor tersebut didefinisikan dengan memberikan penjelasan adanya interaksi dari masing-masing faktor. Indeks persepsi siswa yang telah memiliki pengalaman terhadap goa lebih tinggi daripada siswa yang tidak memiliki pengalaman interaksi sebelumnya, yaitu sebesar 0,526 dan 0,452. Setelah mengunjungi goa seluruh siswa menjadi memiliki pengalaman interaksi yang sama mengenai goa meskipun sebelumnya sebagian dari siswa telah memiliki pengalaman yang lain. Pengalaman inilah yang menuntun siswa menggambarkan persepsi mereka terhadap goa. Siswa yang awalnya belum pernah mengunjungi goa mengalami peningkatan nilai sebesar 0,032 dari nilai indeks persepsi awalnya. Gambar yang dihasilkan mampu menunjukkan aspek-aspek lingkungan yang ada. Sehingga dengan pengalaman
43
dan peningkatan informasi yang didapatkan melalui interaksi langsung antara siswa dan goa akan meningkatkan nilai indeks persepsi. Siswa yang tidak memiliki kesediaan berinteraksi dengan goa hanya mampu menggambarkan faktor biotik dan abiotik (Gambar 18), meskipun telah mengunjungi goa. Faktor biotik digambarkan dengan adanya pohon dan rerumputan, sedangkan faktor abiotik digambarkan dengan sebuah mulut goa yang sangat sederhana. Dalam definisi, siswa yang tidak memiliki motivasi hanya menyampaikan bahwa terdapat pepohonan di sekitar goa. Sebanyak 20% siswa dari 45 responden menyatakan ketidakinginan dalam dirinya untuk mengunjungi goa. Kondisi tersebut mengakibatkan siswa berada dalam kondisi amotivasi (tidak memiliki motivasi) dan menghambat proses pembelajaran serta penyerapan informasi. Pada kondisi tersebut siswa tidak mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
(a) (b) Gambar 18 Contoh hasil gambar pada persepsi setelah interaksi dari (a) siswa yang tidak bersedia dan (b) siswa yang bersedia mengunjungi goa. Sedangkan siswa yang memiliki motivasi mampu menggambarkan keempat faktor pembentuk lingkungan. Faktor manusia digambarkan berada dalam bus menuju ke goa, faktor biotik digambarkan dengan adanya pepohonan, faktor abiotik digambarkan dengan adanya mulut goa, sedangkan desain buatan digambarkan dengan adanya bentukan mulut goa yang seperti singa/macan, jalanan yang didesain dengan batu-batu, serta adanya kendaraan. Pengertian motivasi yang dikemukakan oleh Mc. Donald mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi,
44
ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan. Sehingga berdasarkan hasil gambar siswa yang memiliki motivasi berada pada kondisi psikologis yang mendorong untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Indeks persepsi siswa yang mau berinteraksi dengan goa sebesar 0.507 sedangkan yang tidak 0,375. Kenaikan nilai indeks persepsi siswa yang memiliki kesediaan untuk berinteraksi langsung dengan goa lebih tinggi daripada siswa yang tidak memiliki motivasi, yaitu 0,050 dan 0,010. Sehingga pada tahapan mengunjungi goa ini, motivasi yang ada dalam diri siswa mempengaruhi kemauan dan kemampuanya dalam menyerap informasi, pengalaman, dan indeks persepsinya terhadap goa. 5.5
Analisis Perubahan Persepsi Persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan dan
berhubungan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi dapat berubah dan dipengaruhi oleh stimulus yang menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin 1994). Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat kompleks, stimulus masuk ke dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui suatu proses baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson 2007). Siswa mendapatkan stimulus peningkatan informasi dengan 2 metode yang berbeda, yaitu melalui ceramah dan penayangan slide, dan kunjungan langsung ke goa. Kemudian nilai perubahan yang terjadi akibat perlakuan ini diuji dengan uji tstudent. Uji t-student digunakan pada saat ragam tidak diketahui untuk data yang berpasangan. Data yang digunakan adalah data selisih atau perubahan nilai indeks persepsi awal, persepsi setelah pemberian informasi, dan nilai indeks persepsi setelah interaksi. Tujuan dari uji ini adalah untuk menguji signifikansi perubahan nilai indeks persepsi. Rataan nilai indeks persepsi awal siswa adalah sebesar
45
0,433; persepsi setelah pemberian informasi adalah 0,441; sedangkan persepsi setelah interaksi adalah sebesar 0,483. Nilai indeks persepsi awal hingga interaksi mengalami peningkatan. Peningatan nilai indeks persepsi setelah kunjungan ke goa lebih besar daripada peningkatan nilai indeks persepsi setelah ceramah, yaitu sebesar 0,042 dan 0,008. Hal ini terbukti melalui t-test pada taraf α= 0,05 adalah sebagai berikut: Keterangan: U1
: perubahan persepsi awal ke persepsi antara akibat pemberian informasi
U2
: perubahanan persepsi awal ke persepsi akhir akibat perlakuan pemberian informasi kemudian mengunjungi goa.
Hipotesis: H0: u1 = u2, perubahan persepsi setelah pemberian informasi sama dengan setelah pemberian informasi dilanjutkan kunjungan. H1: u1 ≠ u2, perubahan persepsi setelah pemberian informasi berbeda dengan setelah pemberian informasi dilanjutkan kunjungan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, t-hitung |-1,887114069| lebih besar dari t-tabel |-1,680229977|, maka Ho ditolak, atau perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah perlakuan adalah berbeda nyata, sehingga perlakuan tersebut efektif meningkatkan nilai indeks persepsi siswa. Berdasarkan hasil tersebut, dapat kita lihat bahwa dengan perlakuan ceramah tidak meningkatkan nilai indeks persepsi siswa secara signifikan. Nilai indeks persepsi meningkat secara signifikan setelah dilakukanya perlakuan ceramah dan penayangan slide serta dilanjutkan kunjungan langsung ke goa. Sehingga interaksi menjadi suatu kebutuhan yang penting dalam upaya penanaman persepsi tentang lingkungan, khususnya goa bagi siswa. 5.6
Implikasi Persepsi terhadap Pengelolaan Kawasan Berdasarkan hasil penelitian, sistem pendidikan yang memberikan
kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi langsung dengan alam memegang peranan penting dalam pembentukan persepsi lingkungan. Kesadaran dan kepedulian siswa terhadap lingkungan, menentukan bagaimana anak-anak berpartisipasi dan berpikir tentang lingkungan. Sebaliknya peristiwa yang dialami akan mempengaruhi cara berfikirnya pula (Myers 1997 diacu dalam Chawla
46
2006). Selain itu, dengan kunjungan langsung atau interaksi siswa mampu mendapatkan indeks persepsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Chawla (2001) mengemukakan bahwa aktivitas berkelanjutan dan lingkungan yang ada disekitar anak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tindakannya dimasa depan. Interaksi menjadi suatu kebutuhan dalam pembentukan persepsi, Chawla (2006) mengkategorikan anak pada usia 7-13 tahun sebagai masa pembentukan pengalaman yang paling berpengaruh pada aktivitasnya terhadap alam. Pengalaman positif terhadap alam pada usia kanak-kanak dan hubungan yang dekat dengan lingkungan menghasilkan tindakan dan keikutsertaan dalam kegiatan yang berhubungan dengan alam. Perilaku anak sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya, jika tidak ada respon positif yang diberikan oleh rekan sebayanya, maka ia akan pergi. Begitu pula hubungan antara kepedulian anak terhadap lingkungan. Jika anak tidak mendapatkan lingkungan alam yang positif, maka ia akan meninggalkan dan tidak peduli terhadap lingkungan alamnya (Gambar 19). Hal ini berimplikasi pada kebutuhan akan kondisi lingkungan hidup yang baik pula. Kegemaran Ketakutan Penolakkan Respon afektif
Lingkungan Alam
Perilaku
Respon kognitif Definisi lingkungan Pertimbangan Gambar 19 Model hubungan manusia dengan alam (Myers dan Clayton 2009)
47
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menguraikan definisi lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Undang-Undang tersebut menekankan bahwa semua komponen lingkungan hidup saling mempengaruhi kelestarian satu sama lain, termasuk manusia. Manusia perlu memiliki persepsi tentang lingkungan sebagaimana definisi yang tercantum dalan UU 32 tahun 2009 dan NAAEE Guidelines 2004, agar dapat mengarahkan perilakunya pada perilaku yang ramah lingkungan sehingga dapat menempatkan dirinya pada posisi pengelola yang mampu mencapai kelestarian lingkungan hidup di kawasan yang dikelolanya.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Hasil penelitian yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Rata-rata persepsi awal siswa berada pada kisaran sedang meskipun ada yang rendah. 2. Setelah dilakukan pemberian informasi melalui metode ceramah dan penayangan slide, nilai indeks persepsi mengalami peningkatan pada taraf sedang meskipun perubahan yang terjadi tidak signifikan. 3. Persepsi siswa setelah berinteraksi dengan goa melalui kunjungan mengalami peningkatan nilai indeks persepsi yang signifikan. 4. Berdasarkan asal sekolah dan pengalaman, nilai indeks persepsi siswa mengalami perbedaan yang signifikan. 5. Interaksi merupakan faktor yang penting dalam peningkatan persepsi siswa.
6.2
Saran
1. Perlu ada pengembangan rubrik dengan memperhatikan aspek warna, kondisi, dan obyek secara spesifik. 2. Penelitian ini merupakan penelitian awal, sehingga perlu dilakukan penelitian dengan variabel yang lebih kompleks, terutama faktor keluarga, karena
selain sekolah keluarga
memiliki
peranan penting dalam
pembentukan persepsi. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan sikap siswa untuk mengetahui efek lanjutan dari perubahan persepsi siswa. 4. Sekolah perlu melakukan kunjungan dan interaksi langsung dengan alam dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup agar siswa mampu memiliki persepsi yang benar terhadap lingkungan.
49
DAFTAR PUSTAKA Atkinson R. 2007. The Pursuit of Knowledge. California: University of California Press. Berk LE. 2006. Child Development. Seven Ed ke-7. New York: Pearson Education. Chawla, L. 1998. Significant Life Experiences Revisited: a Review of Research on Sources of Environmental Sensitivity. The Journal of Environmental Education. 29 (3): 11 – 21. Chawla, L. 2001. Significant Life Experiences Revisited Once Again: Response. Vol. 5(4) Five Critical Commentaries on Significant Life Experience Research in Environmental Education. The Journal of Environmental Education. 7 (4): 452 – 461. Chawla, L. 2006. Research methods to investigate significant life experiences: review and recommendations. The Journal of Environmental Education. 12 (3): 359 – 374. Chaplin E. 1994. Sociology and Visual of Knowledge. London: Routledge. Dasuki. 2006. Perbandingan Penggunaan Metode Ceramah dan Diskusi dalam Memahami Pelajaran Aqidah Akhlak Di MAN 11 Lebak Bulus Jakarta Selatan [skripsi]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Erickson, E. H. 1950. Chilhood and Society. New York: Norton. Esti, SWD. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Fleming, A dan Levie, A. 1978. Motivation: Understanding and Influency Human Behavior. Boston: Allyn and Bacon. Fein GG. 1973. The Effect of Chronological Age and Model Reward on Imitative Behavior. Developmental Psycology: 283-289 Finch, Ken. 2008. Extinction of Experience: A Challenge for Environmental Education. New England Journal: 1-5. Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat terhadap Air Sungai. [disertasi] (tidak di publikasikan). Bogor: Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. HIKESPI. 1991. Laporan Lokakarya Standardisasi pendataan Gua Secara Nasional. Tidak dipublikasikan.
50
Hurlock, E.B. Perkembangan Anak. 1978.. Ed ke-6. Tjandrasa M, Zarkasih M, penerjemah; Dharma A, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Child Development. Hurlock, EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Ed ke-5. Iswidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Development Psycology. Knight, M dan Cuningham C. 2004. Draw an Engineer Test (DAET): Development of a Tool to Investigate Student‟s ideas about Engineers and Engineering. Proceedings of the 2004 Amerika Society for Engineering Education Annual Conference and Exposition. Salt Lake City: Utah. Looß, M. Types of learning? A Pedagogic Hypothesis Put to the Test. Die Deutsche Schule. 93(2): 186-198. Muhyadi. 1989. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rajawali. Moseley C, Desjean- Perotta B. 2010. The Draw- An- Environment Test Rubric (DAET-R): Exploring Preservice Teachers‟ Mental Model of the Environment. Environmental Education Reasearch. 16(2): 189-208 Myers, G dan Clayton S, 2009. Conservation Psychology. India: SPi Publisher Services, Pondicherry. [NAAEE] North American Association for Enfvironmental Education. 2004. Guidelines for the Preparation and Professional Development of Environmental Educator. Washington, DC: NAAEE. http: www.naaee.org [23 September 2010]. Palmer, J. A. 1998. Environmental Education in the 21 st Centaury. London: Routledge. Piaget, J. 1928. Judgment and Reasoning in the Child. New York: Horcourt, Brace& World. Piaget, J. 1930. The Childs Conception of the World. New York: Horcourt, Brace & World. [RI] Rebublik Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Jakarta: Republik Indonesia. Robbins S.P. 2003. Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall Pearson Education International. Robbins S.P. 2005. Essential of Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall Pearson Educational International. Roosevelt, T .1902. The Influence of Improvement in One Mental Function Upon Efficiency of Other Function. Psychological Review. Hlm. 247-261
51
Samodra H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Sarwono, S. W. 1992. Psikologi Lingkungan Hidup. Jakarta: Grasindo. Severin WJ, Tankard JW. 1979. Communication Theories: Origins, Methods, Uses. New York; Hastings House Publisher. Suhardi, K. 2002. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pendidikan. Penerbit Djambatan. Jakarta. Thomas, J., J Pederson, and K. Finson. 2001. Validating the Draw A Science Teacher Test Checklist (DASTT-C): Exploring Mental Models and Teachers beliefs. Journal of Science Teacher Education. 12 (3). 295–310. Untung, K. 1995. Mekanisme Kemitraan Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup Dalam Kemitraan Nasional dalam Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Prosiding Rapat Koordinasi Nasional I Pengelolaan Lingkungan hidup dan Pembangunan Berkelanjutan. Diedit oleh Imam Hendargo A Ismojo, Sri Hudyastuti, dan Nadjib Dahlan. Walgito, I. 1981. Perspektif Lingkungan dan Tingkah Laku : Teori, Riset dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo. Weber, S dan Mitchell. 1995. That’s Funny, you don’t look like a teacher. Interrogating images and identity in popular culture. London: The Palmer Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pendekatan Draw- An- Environment-Test- Rubric yang digunakan
SKOR Faktor
Manusia
Biotik
Abiotik
Lingkungan buatan
Nilai
0 poin
1 poin
2 poin
3 poin
Gambar tidak mencakup gambar manusia
Ada gambar manusia, tetapi tidak ada interaksi antar faktor lain
Gambar tidak mencakup makhluk hidup, atau organisme hidup
Makhluk hidup, contohnya tumbuhan dan hewan, digambar dengan tidak adanya interaksi dengan faktor lain Benda mati, contohnya sungai, batu, gunung digambar dengan tidak adanya interaksi dengan faktor lain lingkungan buatan digambar dengan tidak adanya interaksi dengan faktor lain
Gambar manusia berinteraksi dengan manusia lainya dan atau faktor lain, misalnya memancing, atau berjalan di atas jembatan, namun tidak ada penekanan khusus pada tempat sebagai pengaruh dari interaksi terhadap lingkungan. Makhluk hidup digambar dengan adanya interaksi antar makhluk hidup, dan atau faktor lain, misalnya hewan yang merumput. Dengan tidak adanya penekanan pada interaksi terhadap lingkungan. Benda mati digambar dengan adanya interaksi antar benda mati lain dan atau faktor lain, misalnya angin dengan pohon. Dengan tidak adanya penekanan pada interaksi terhadap lingkungan. lingkungan buatan digambar dengan adanya interaksi antar lingkungan buatan tersebut dan atau faktor lain, Dengan tidak adanya penekanan pada interaksi terhadap lingkungan.
Gambar manusia berinteraksi pada penekanan tempat dengan satu atau lebih faktor, dan adanya pengaruh dari interaksi tersebut terhadap lingkungan melalui indikator khusus, seperti label konseptual, dan atau tanda-tanda. Makhluk hidup digambar dengan penekanan pada interaksi antar satu atau lebih faktor dan pengaruh interaksi tersebut terhadap lingklungan melalui penggunaan indikator khusus seperti penanda/ label konseptual. Benda mati digambar dengan penekanan pada interaksi antar satu atau lebih faktor dan pengaruh interaksi tersebut terhadap lingklungan melalui penggunaan indikator khusus seperti penanda/ label konseptual.
Gambar mencakup mati.
tidak benda
Gambar tidak mencakup lingkungan buatan
lingkungan buatan digambar dengan penekanan pada interaksi antar satu atau lebih faktor dan pengaruh interaksi tersebut terhadap lingklungan melalui penggunaan indikator khusus seperti penanda/ label konseptual.
52
53
Lampiran 2 Contoh rubrik yang digunakan Nama responden: KODE Faktor Manusia Biotik Abiotik Lingkungan buatan
0 poin
Manusia Biotik Abiotik Lingkungan buatan
0 poin
Manusia Biotik Abiotik Lingkungan buatan
Bwbakan 3 1 1 SKOR 1 poin 2 poin 2 1 1
0 poin
Cipining 14 2 2 SKOR 1 poin 2 poin 2 1 2
1 Nilai
3 poin 2 1 1 0 NIP
0,333333
2
2 Nilai
3 poin 2 1 1 0
0
Nama responden: KODE Faktor
1
0
Nama responden: KODE Faktor
Aliya1 1 1 SKOR 1 poin 2 poin 2 1 1
NIP
0,333333
1
2 Nilai
3 poin 2 1 2 0
0 NIP
0,416667
Lampiran 3. Rekapitulasi nilai indeks persepsi siswa
Persepsi
Peubah Sistem pendidikan SD IT Aliya SD N BAbakan Dramaga 4 SD N Cipining Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pengalaman Interaksi Pernah Belum Kesediaan berinteraksi Mau Tidak mau
Faktor yang digambar 4 2
Persepsi awal Definisi
Melengkapi Melengkapi
Δ Indeks persepsi
0, 439 0, 328
Persepsi setelah pemberian informasi Faktor Definisi Nilai Δ Indeks yang indeks persepsi digambar persepsi 3 2
Melengkapi Melengkapi
0, 489 0, 333
0,05
Faktor yang digambar 4 2
Persepsi setelah interaksi Definisi Nilai indeks persepsi Melengkapi Melengkapi
0, 571 0, 394
Δ Indeks persepsi
0,082
4
Melengkapi
0, 533
4
Melengkapi
0, 500
0,005 -0,033
4
Melengkapi
0,539
0,061 0,039
2 4
Melengkapi Melengkapi
0, 425 0, 441
2 4
Melengkapi Melengkapi
0, 429 0, 451
0,004 0,01
4 3
Melengkapi Melengkapi
0, 516 0, 455
0,087 0,004
3 2
Melengkapi Melengkapi
0, 504 0, 381
4 2
Melengkapi Melengkapi
0, 469 0, 420
-0,035 0,039
4 3
Melengkapi Melengkapi
0, 526 0, 452
0,057 0,032
4 2
Melengkapi Melengkapi
0, 446 0, 375
3 2
Melengkapi Melengkapi
0, 457 0,365
0,011 -0,01
4 2
Melengkapi Melengkapi
0, 507 0, 375
0,05 0,01
54
55
Lampiran 4. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa dengan SPSS 15.0 SPSS 15.0 1. Berdasarkan asal sekolah NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks Asalsekolah SDIT Aliya SD Babakan Dramaga 4 SDN Cipining Total
Persepsi1
N 15 15 15 45
Mean Rank 23,20 14,53 31,27
Test Statistics(a,b) Persepsi1 12,623 2 ,002
Chi-Square Df Asymp. Sig.
Kruskal Wallis Test Grouping Variable: Asal sekolah
Analisis dan hipotesis: H0: persepsi dari ketiga sekolah sama H1: ada minimal 1, persepsi dari ketiga sekolah yang berbeda Pengambilan keputusan: Dengan melihat Asymp. Sig, adalah 0,002 < 0,05, jadi keputusannya tolak H0. Jadi ada minimal 1, persepsi dari ketiga sekolah yang berbeda. 2.
Berdasarkan jenis kelamin
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks Persepsi1
JenisKelamin Laki-laki Perempuan Total
N 21 24 45
Mean Rank 22,05 23,83
Test Statistics(a) Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Persepsi1 232,000 463,000 -,463 ,643
Sum of Ranks 463,00 572,00
56
Grouping Variable: JenisKelamin Analisis dan Hipotesis: H0: persepsi dari anak laki-laki dan perempuan sama H1: persepsi dari anak laki-laki dan perempuan berbeda Pengambilan keputusan: Dengan melihat Asymp. Sig. nilai Asymp. Sig adalah 0,643 > 0,05, jadi keputusannya terima H0. Jadi persepsi dari anak laki-laki dan perempuan sama. Berdasarkan nilai z table denan kepercayaan 95% dan dua sisi, nilai z table 1,96. z table>z hitung, 1,96>-0,463. maka terima Ho, jadi persepsi dari anak laki-laki dan perempuan sama.
3.
Berdasarkan pengalaman mengunjungi goa
Mann-Whitney Test Ranks Persepsi1
Pengalaman Tidakpernah Pernah Total
N 26 19 45
Mean Rank 18,75 28,82
Sum of Ranks 487,50 547,50
Test Statistics(a) Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Persepsi1 136,500 487,500 -2,585 ,010
Grouping Variable: Pengalaman Analisis dan hipotesis: H0: persepsi dari yang tidak pernah dan yang pernah sama H1: persepsi dari yang tidak pernah dan yang pernah berbeda Pengambilan keputusan: Dengan melihat Asymp. Sig, nilai Asymp. Sig adalah 0,01< 0,05, jadi keputusannya tolak H0. Jadi persepsi dari yang tidak pernah dan yang pernah berbeda. Berdasarkan nilai z table denan kepercayaan 95% dan dua sisi, nilai z table 1,96. z table
57
4.
Berdasarkan motivasi mengunjungi goa
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks Motivasi Persepsi1 tidakMau Mau Total
N 8 37 45
Mean Rank 18,25 24,03
Sum of Ranks 146,00 889,00
Test Statistics(b) Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
Persepsi1 110,000 146,000 -1,148 ,251 ,271(a)
Grouping Variable: Motivasi Analisis dan hipotesis: H0: persepsi dari yang tidak mau dan yang mau sama H1: persepsi dari yang tidak mau dan yang mau berbeda Pengambilan keputusan: Dengan melihat Asymp. Sig, nilai Asymp. Sig adalah 0,251> 0,05, jadi keputusannya terima H0. Jadi persepsi dari yang tidak mau dan yang mau sama Berdasarkan nilai z tabel dengan kepercayaan 95% dan dua sisi, nilai z table 1,96. z table
-1,148. maka terima Ho. Sehingga persepsi dari yang tidak mau dan yang mau sama
58
Lampiran 5. Analisis perubahan persepsi dengan menggunakan t-student t-Test: Paired Two Sample for Means persepsi (2-1)
persepsi (3-1)
Mean Variance
0,007407407 0,023302469
0,05 0,026325758
Observations Pearson Correlation
45 0,539093114
45
Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail
0 44 -1,887114069 0,032876558 1,680229977 0,065753116
t Critical two-tail
2,015367547
Analisis: a.
Hipotesis:
Ho: u1 = u2; tidak ada perbedaan. H1: u1 < u2; terdapat perbedaan, jika perlakuan berhasil, nilai siswa bertambah. b.
Menentukan t-tabel dan t-hitung: t-tabel = -1,680229977. Bisa dicari di Excel = tinv(0,10;44). Probability 0,10 karena satu sisi; 44 adalah db. t-hitung = -1,887114069
c.
Keputusan 1. Karena t-hitung (-1,887114069) besar dari t-tabel (-1,680229977), maka Ho ditolak, atau perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah perlakuan adalah signifikan, yang berarti perlakuan tersebut efektif menaikkan nila siswa. 2. Karena P-value (0,032876558) lebih kecil dari 0.05 maka Ho ditolak, atau perlakuan efektif.
59
persepsi (2-1)
persepsi (3-1)
Mean
0,007407407
Mean
0,05
Standard Error Median Mode Standard Deviation Sample Variance Kurtosis
0,022755937 0 0 0,152651463 0,023302469 0,090794433
Standard Error Median Mode Standard Deviation Sample Variance Kurtosis
0,024187121 0,083333333 0 0,162252142 0,026325758 1,51140695
Skewness Range
0,605936205 0,666666667
Skewness Range
-0,138433309 0,916666667
Minimum Maximum
-0,25 0,416666667
Minimum Maximum
-0,416666667 0,5
Sum Count
0,333333333 45
Sum Count
2,25 45
Largest(1) Smallest(1)
0,416666667 -0,25
Largest(1) Smallest(1)
0,5 -0,416666667
Confidence Level(95,0%)
0,045861576
Confidence Level(95,0%)
0,048745939
Dari tabel hasil analisis statistik deskriptif didapatkan informasi sbb: 1. Mean dari persepsi 2-1 adalah 0,007407407; artinya rata-rata perubahan nilai persepsi 2-1 tersebut adalah 0,007407407. Mean dari persepsi 3-1 adalah 0,05; artinya rata-rata perubahan nilai persepsi 3-1 tersebut adalah 0,05. Dari sini terlihat bahwa rata-rata perubahan nilai persepsi 3-1 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata perubahan nilai persepsi 2-1. Jadi kenaikan nilai siswa setelah diajak langsung ke goa dan diberi penjelasan lebih tinggi dibandingkan kenaikan nilai siswa ketika hanya diberi penjelasan saja. 2. Standar deviasi dari persepsi 2-1 adalah 0,152651463 . Artinya terdapat nilai simpangan persepsi 2-1 terhadap rata-rata sebsar 0,152651463. Bisa dikatakan kisaran nilai persepsi 2-1 menjadi =Mean +/- s = 0,007407407 + 0,152651463 sampai 0,007407407 – 0,152651463. Cara yang sama berlaku untuk Standar deviasi dari persepsi 3-1. 3. Angka minimum -0,25, angka maksimum 0,416666667. Hal ini berarti nilai minimum persepsi 2-1 adalah -0,25 dan nilai maksimumnya adalah 0,416666667. Cara yang sama berlaku untuk persepsi 3-1.
60
4. Sum adalah 0,333333333, artinya jumlah total nilai persepsi 2-1 adalah 0,333333333. Cara yang sama berlaku untuk persepsi 3-1. 5. Count adalah 12 menunjukkan data tercatat sebanyak 45 (dari 45 siswa). 6. Untuk prsepsi 2-1 Skewness atau tingkat kemencengan adalah 0,605936205. Tanda positif berarti bahwa distribusi menceng ke kanan (tidak simetris), 7. Untuk persepsi 2-1 Kurtosis atau tingkat keruncingan distribusi adalah 0,090794433. 8. Untuk persepsi 2-1 Standar error (xσ) adalah 0,022755937. Artinya penyimpangan dari rata-rata sampel pada populasi adalah 0,022755937 9. Untuk persepsi 2-1 Confidence level pada 95% adalah 0,045861576. Berarti pada tingkat keyakinan 95% rata-rata nilai persepsi 2-1 berada di antara: 0,007407407 ± 0,045861576