44
PERUBAHAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (The Change of Traditional Food Consumption Behavior and the Influenced Factors)
Abstrak Perubahan perilaku dapat merupakan perbedaan yang terjadi pada masyarakat menyangkut pengetahuan, sikap dan praktik dalam sistem sosial yang sama diantaranya perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional. Dalam mengantisipasinya, sejak tahun 2008 di Gorontalo telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangannya melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok) ilmu gizi berbasis makanan tradisional Gorontalo (MTG). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perubahan perilaku konsumsi MTG pada tiga generasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Penelitian ini adalah deskriptif cross-sectional, metode survey dengan analisis t-tes dan Anova. Pelaksanaannya di Provinsi Gorontalo (1 kota dan 5 kabupaten) dengan contoh siswa ditentukan secara stratified random sampling. Ada 153 contoh siswa mulok, mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek, serta suku Gorontalo dan ada 152 contoh tidak mulok dengan kriteria yang sama, jadi totalnya ada 915 contoh. Telah terjadi perbedaan perilaku konsumsi MTG yang siknifikan (P<0,05) antara siswa mulok dan tidak mulok. Contoh siswa mulok mempunyai perilaku konsumsi MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak mulok, artinya bahwa faktor sekolah yang membelajarkan mulok ini berpengaruh pada perilaku konsumsi MTG siswa. Selanjutnya telah terjadi perubahan perilaku konsumsi MTG pada tiga generasi dan ditemukan bahwa semakin muda usia semakin rendah perilaku konsumsi MTG. Kata kunci: makanan tradisional, perilaku, perubahan, tiga generasi
Abstract Behavior change can be defined as the differences in society regarding knowledge, attitude, and social system practices such as the change of traditional food consumption. In order to anticipate this matter, since 2008 Gorontalo local government has implemented a policy to preserve and develop the traditional food through a local content subject (mulok) contained with nutrition science based on Gorontalo traditional food (GTF). The research objective was to determine the change in consumption behavior of GTF on three generations and the factors that influence those changes. This research was a descriptive cross-sectional, survey method using t-test analysis and Anova. The research took place in Gorontalo Province (1 city and 5 regencies) and the students as the samples were determined
45 using stratified random sampling. There were 153 students studying local content subject, with criteria such as Gorontalo descendant, has a mother who stayed at home and has a grandmother and also 152 students not studying the subject with the same criteria. Therefore, there were 915 total samples. The significant change of consumption behavior has been occurred (P<0,05) between each group sample. The students who took the subject have higher consumption behavior than those who did not. It can be concluded that the school who teach the subject will give the effect to the students on how they consume food. Furthermore, there has been a change in consumption behavior on three generations and found that the younger the age the lower they will be in consumption behavior of GTF. Keywords: behavior, change, three generations, traditional food
46 Pendahuluan Sejak dulu, saat ini dan bahkan pada masa yang akan datang sumberdaya manusia (SDM) menjadi masalah pokok bangsa Indonesia (Syarief 2008). Selanjutnya, bahwa salah satu faktor yang mendasar dan menentukan kualitasnya yaitu faktor gizi masyarakat sebagai cerminan dari keadaan gizi individu. Faktor gizi ini antara lain berkaitan dengan budaya suatu daerah. Menurut Koentjaraningrat (2007) bahwa budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Budaya ini telah dilahirkan dari beragam suku (Heriawan 2010: bahwa hasil sensus BPS ada 1128 suku) dan agama yang ada di Indonesia serta menjadi potensi kekayaan yang dimiliki bangsa. Potensi tersebut antara lain adalah keragaman makanan tradisional. Makanan tradisional merupakan makanan hasil ciptaan budaya masyarakat dari daerah masing-masing (Sajogyo 1995). Selanjutnya menurut Guerrero et al. (2010) bahwa makanan tradisional berhubungan erat dengan budaya dan identitas penduduk di mana tempat memproduksinya serta membawa nilai-nilai simbolik yang kuat. Sementara Jordana (2000) menyatakan bahwa agar produk makanan dikatakan tradisional maka harus terkait dengan daerah, menjadi bagian dari tradisi daerah tersebut serta telah dilakukan dalam waktu yang lama. Menurut Sztompka (1993) bahwa perubahan adalah sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; Lebih lanjut dikatakannya bahwa konsep-konsep tentang perubahan mencakup tiga gagasan yaitu tentang perbedaan, pada waktu yang berbeda, dan diantara keadaan sistem sosial yang sama. Perubahan ini diantaranya adalah perubahan perilaku. Menurut Thoha (1988) bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh manusia, baik yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung ataupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai hasil interaksi antara seseorang atau individu dengan lingkungannya. Dari pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa perilaku merupakan hal yang sangat kompleks dan mempunyai wilayah bentangan yang sangat luas. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010) bahwa ada 3 tingkat ranah perilaku yang meliputi pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik atau tindakan (practice). Penjelasan sebelumnya tentang perubahan dan tentang perilaku dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku merupakan perbedaan yang terjadi pada masyarakat menyangkut pengetahuan, sikap dan praktik dalam sistem sosial yang sama. Salah satu perubahan yang terjadi dalam sistem sosial yang sama adalah perilaku konsumsi makanan tradisional. Perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional ini diduga karena adanya globalisasi, (Mubah 2011: bahwa budaya lokal menghadapi ancaman serius di era globalisasi). Oleh karena itu pentingnya memasyarakatkan makanan tradisional yang ada, sehingga suku-suku bangsa lain di Indonesia dapat menyukainya dan diversitas boga di negara kita dapat dimanfaatkan dengan cepat (Koentjaraningrat 1995). Hal penting lainnya adalah keberlanjutan ketersediaan pangan yang saat ini sedang dihadapkan pada beberapa masalah dan tantangan diantaranya kapasitas produksi pangan yang semakin terbatas akibat peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonominya (Tanziha 2010).
47 Beberapa studi yang ada menunjukkan bahwa perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional dapat ditandai dengan sudah mulai kurang dikenalnya makanan tradisional dan bahkan ditinggalkan oleh generasi muda (Muhillal 1995; Setyo et al. 2001; Eliawati et al. 2001) termasuk di Gorontalo (Survei penelitian pendahuluan 2011). Hal ini jika tidak segera diatasi dikhawatirkan akan punah dan tergantikan oleh makanan lainnya yang belum tentu lebih baik dari makanan tradisional yang mempunyai nilai-nilai luhur budaya daerah tersebut. Menurut Achir (1995) bahwa dalam jangka panjang pendidikan mengenai makanan tradisional harus merupakan bagian dari pendidikan formal di sekolah. Oleh karena itu dalam mengantisipasi kepunahan makanan tradisional, di Gorontalo sejak tahun 2008 telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangan makanan tradisional melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok) ilmu gizi berbasis MTG di pendidikan dasar (SD, SMP) dan pendidikan menengah (SMA/SMK) (DinKes Provinsi Gorontalo 2008). Wilayah pembelajarannya mencakup seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo dan merupakan jenis muatan lokal yang pertama di Indonesia. Ini seiring dengan apa yang dikatakan oleh Glanz (2009) bahwa pentingnya langkah-langkah pembangunan masa depan yang beradaptasi dengan pangan dan gizi dalam konteks budaya/sejarah. Berbagai faktor dapat berpengaruh pada perilaku konsumsi makanan. Menurut Contento (2007) bahwa ada tiga hal yang mempengaruhinya yaitu makanan (food), orang itu sendiri (person) dan lingkungan (enviroment). Sebelumnya Krondl (1990) dalam Worobey (2006) mengatakan bahwa banyak sekali faktor-faktor yang membuat seseorang itu memilih makanan hal ini terangkum dalam tiga faktor yaitu faktor ”who” menggambarkan tentang karakteristik mengenai individu; faktor ”where” dihubungkan dengan lingkungan fisik dan sosial budaya yang berpengaruh saat membuat keputusan memilih makanan; ketiga faktor ”why” yang mengacu pada persepsi individu terhadap makanan seperti keyakinan dan sensori dasar dalam memilih makanan. Selain itu Lewin (1943) dalam Suhardjo (1989) telah mempelajari apa yang dianggap sebagai nilai dasar yang menentukan pilihan makanan meliputi rasa (taste), nilai sosial, manfaat bagi kesehatan dan harga. Beberapa penjelasan ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor yaitu: Individu meliputi keluarga, peer group; faktor makanan meliputi: keragaan makanan dan citra makanan; dan faktor lingkungan meliputi: sekolah, iklan dan pasar. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka apakah terjadi perubahan perilaku konsumsi MTG pada masyarakat Gorontalo dan apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku tersebut? Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada 3 generasi yaitu siswa SMP yang mendapat mulok dan tidak mulok, ibu dari siswa dan nenek dari siswa serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG.
48 Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan metode survei untuk memperoleh fakta-fakta perubahan perilaku konsumsi MTG, menguji hipotesis, mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan dengan instrumen dalam bentuk kuesioner (Nasir 2009). Penelitian ini sebagian didanai oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada 1 kota dan 5 kabupaten yang masing-masing bertempat di perwakilan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah tersebut adalah sekolah yang telah melaksanakan mata pelajaran Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok yang ditentukan secara purposive. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan sejak bulan Oktober – Maret 2011. Populasi dan Contoh Penelitian Populasi penelitian adalah siswa SMP kelas IX yang sedang bersekolah di Provinsi Gorontalo, mempunyai ibu dan nenek yang merupakan suku Gorontalo serta serumah dengan ibunya. Contoh siswa SMP ini mempunyai contoh ibu yang belum lanjut usia demikian juga neneknya yang belum uzur sehingga memudahkan dalam berkomunikasi. Bukan siswa SMU, karena berdasarkan hasil survei pendahuluan bahwa pengetahuan MTG siswa SMP dan SMU menunjukkan angka persentase yang hampir sama. Juga bukan siswa SD, karena dianggap belum dapat memberikan penjelasan yang lebih baik. Ibu dan nenek yang diambil menjadi contoh, karena mereka inilah dalam hidupnya paling banyak berkecimpung dengan proses persiapan, pemasakan dan penghidangan makanan dalam keluarga. Kelas VII dan VIII tidak dijadikan contoh karena belum selesai menerima mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG. Penentuan contoh penelitian pada masing-masing kabupaten/kota dilakukan dengan cara stratified random sampling karena populasi terdiri dari siswa yang mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Secara purposive ditentukan contoh SMP yaitu 2 sekolah mulok dan 2 tidak mulok dengan cara: pertama, informasi didapatkan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten/kota 2 sekolah mulok yang dijadikan contoh dengan kriteria sekolah tersebut melaksanakan mulok ilmu gizi berbasis MTG pada kelas VII dan VIII; kedua, setelah itu ditentukan pula 2 sekolah tidak mulok yang mempunyai kesamaan dengan sekolah mulok tersebut meliputi letak geografi, dan tingkat akreditasi. Dengan demikian contoh sekolah berjumlah 24 SMP yang terdiri dari 12 sekolah mulok dan 12 tidak mulok. Contoh sekolah mulok dan tidak mulok ini terdapat di 1 kota dan 5 kabupaten di Provinsi Gorontalo, sehingga masing-masing kabupaten/kota terdapat 2 contoh sekolah mulok dan 2 contoh tidak mulok. Populasi siswa mulok dianggap homogen dan populasi siswa tidak mulok dianggap pula homogen karena mempunyai latar belakang budaya yang sama ditandai oleh sebutan nama MTG yang sama, bahasa yang sama, dan adat isitiadat yang sama.
49 Diketahui bahwa siswa SMP di Provinsi Gorontalo berjumlah 51002 orang pada 300 SMP (Dikpora Provinsi Gorontalo 2010). Ada 30 SMP yang telah mendapat pelajaran mulok dan sisanya belum tersebar di 6 kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo (Dinkes Provinsi Gorontalo 2010). Untuk penentuan siswa yang menjadi contoh dilakukan secara acak berlapis yaitu membagi elemenelemen populasi ke dalam kelompok-kelompok yang tidak tumpang tindih dan kemudian memilih contoh secara acak sederhana dari tiap lapisan atau strata (Scheaffer et al. 1990). Dari rumus berikut ini diperoleh jumlah n adalah 277. Kemudian untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal tak terduga yang akan mempengaruhi jumlah maka contoh ditambahkan 10% sehingga menjadi 277 + 27.7 = 304.7 atau digenapkan menjadi 305. Secara purposive contoh ini dibagi dua (305:2 = 152.5 digenapkan 153) yang masing-masing untuk sekolah mulok dan tidak mulok dengan maksud agar ada kesamaan jumlah contoh. Kemudian contoh tersebut diambil secara acak. Adapun rumus yang digunakan: Ni 2 i 2
n=
N 2D
wi Ni i 2
N: Populasi yang terdiri dari populasi mulok (N1) dan non mulok (N2) n : contoh δ : Ragam populasi D= B2 4 B= Batas eror
Rincian jumlah siswa yang dijadikan contoh adalah sebagai berikut: - SMP mulok: [153 siswa] dibagi [12 SMP mulok kabupaten/kota] menjadi 12,75 yang digenapkan menjadi 13 siswa. - SMP yang tidak mulok: [153 siswa] dibagi [12 SMP kabupaten/kota] menjadi 12,75 digenapkan menjadi 13 siswa. Rincian contoh menjadi [13 siswa x 12 SMP mulok kabupaten/kota = 156 siswa mulok] + [13 siswa x 12 SMP tidak mulok kabupaten/kota = 156 siswa tidak mulok]. Sehingga total contoh menjadi 312 siswa dari 12 SMP mulok dan 12 SMP tidak mukok kabupaten/kota Provinsi Gorontalo yang mempunyai ibu dan tinggal serumah dengan contoh dan mempunyai nenek. Berdasarkan penentuan contoh yang telah dijelaskan sebelumnya maka contoh siswa dari 24 SMP kabupaten/kota terdiri dari 12 SMP yang melaksanakan mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan 12 SMP tidak mulok. Sekolah ini telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah tingkat Provinsi Gorontalo tahun 2010 yaitu: ada 12 sekolah yang terakreditasi A, 10 sekolah terakreditasi B dan 2 sekolah terakreditasi C.
50
Gambar 3 Skema penentuan jumlah contoh. Terdapat 973 siswa yang memenuhi kriteria menjadi contoh yang terdiri dari 576 siswa SMP mulok dan 397 siswa tidak mulok. Dari populasi contoh ini diambil sebanyak 312 contoh sehingga setiap sekolah secara acak sederhana diwakili oleh 13 contoh. Ada 3 SMP yang contohnya kurang dari 13 siswa yaitu: 1 contoh SMP mulok hanya mempunyai 10 orang siswa yang memenuhi kriteria dan ada 2 contoh SMP yang tidak mulok masing-masing terdiri dari 12 dan 10 contoh. Contoh siswa pada kedua sekolah tidak mulok ini sesungguhnya telah ditetapkan 13 siswa. Pada saat pemeriksaan kesehatan, 4 orang contoh siswa dari kedua sekolah ini tidak bersedia diperiksa, sehingga contoh tersebut tidak dapat dilibatkan lagi sebagai subyek penelitian. Jadi total contoh yang diperoleh adalah 305 siswa yang terdiri dari 153 siswa dari contoh SMP mulok dan 152 siswa dari contoh SMP tidak mulok. Lihat Tabel 9. Tabel 9 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok yang memenuhi kriteria dan menjadi contoh Siswa
n Memenuhi kriteria Laki-laki 216 Perempuan 360 Total 576 Menjadi contoh Laki-laki 56 Perempuan 97 Total 153
Mulok %
Tidak mulok n %
Total n
%
37.50 62.50 100.00
165 232 397
41.56 58.44 100.00
381 592 973
39.16 60.84 100.00
36.60 63.40 100.00
65 87 152
42.76 57.24 100.00
121 184 305
39.67 60.33 100.00
Penentuan Enumerator Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator dan peneliti. Syarat enumerator adalah sebagai ahli gizi (lulusan D3 Gizi), belum ada keterikatan kerja dengan institusi manapun, mendapat izin dari orang tua atau keluarga dan bersedia melaksanakan pengumpulan data dengan penuh rasa tanggung jawab. Enumerator yang direkrut direkomendasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
51 Mereka diberikan pelatihan selama 2 hari dengan narasumber yang terdiri dari peneliti, 1 orang dari Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan 1 orang dosen dari Jurusan Gizi Poltekes Gorontalo. Materi yang diberikan meliputi teori tentang survei termasuk tentang penentuan jumlah siswa yang akan dijadikan contoh, simulasi survei berdasarkan kuesioner, praktik (wawancara pada siswa, ibu siswa dan nenek) dan dilakukan evaluasi terhadap hasil uji coba kuesioner tersebut sebelum diperbanyak. Lihat Lampiran 15. Sebelum pengumpulan data dilaksanakan, enumerator mengumpulkan contoh yang memenuhi kriteria dan telah ditetapkan secara acak, kemudian memberikan penjelasan umum tentang pelaksanaan penelitian. Contoh diwawancarai berdasarkan kuesioner lalu membuat janji untuk dapat mewawancarai ibu dan nenek contoh tersebut. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data terdiri dari data primer berupa data yang diperoleh langsung dari contoh dengan wawancara dan pengamatan langsung, sementara data sekunder diperoleh dari dokumen yang ada pada institusi sekolah dan instansi yang terkait dalam penelitian. 1. Perubahan Perilaku Konsumsi Makanan Tradisional Unit analisis perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional adalah siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Jenis data yang dikumpulkan meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan); pengetahuan, sikap, praktik atau tindakan konsumsi MTG. Pengumpulan data pada siswa, ibu dan nenek dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan chek list yang diwawancarai langsung. Menurut Sztompka (1993) bahwa konsep-konsep tentang perubahan mencakup tiga gagasan yaitu perbedaan, pada waktu yang berbeda dan di antara keadaan sosial yang sama. Perbedaan adalah menyangkut tentang perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik antara contoh siswa mulok dan tidak mulok demikian juga perbedaan hal tersebut diberlakukan pada ibu siswa dan nenek siswa baik mulok dan tidak mulok. Pada waktu yang berbeda adalah yang tergambarkan pada umur siswa, ibu siswa dan nenek siswa yang masing-masing berbeda. Selanjutnya di antara keadaan sosial yang sama yang ditunjukan oleh adanya kesamaan suku yaitu suku Gorontalo dengan latar budaya yang sama. Contoh menyebutkan nama makanan yang diketahuinya, kemudian enumerator mengkroscek dalam daftar kuesioner yang telah disiapkan. Makanan yang telah disebutkan dicatat oleh enumerator berdasarkan jawaban dari contoh apakah termasuk sebagai makanan pokok, lauk pauk, sayuran, atau snack/kue (sesuai dengan penggolongan buku menu khas daerah Gorontalo (Napu et al. 2008). Kemudian makanan yang telah disebutkan tersebut ditanyakan menggunakan bahan utama apakah beras, jagung, tepung beras, sagu, ketela, ubi, ikan, daging, sayur, dan buah). Ditanyakan pula kandungan gizi yang terdapat dalam makanan tersebut: karbohidrat sebagai sumber zat tenaga: memberikan tenaga, membuat kuat, tidak lemah; Lemak: membuat gemuk, bertambah berat badan; protein: sumber zat tenaga, membuat vitalitas; vitamin dan mineral: mata sehat, tubuh terasa segar. Akhirnya dari nama makanan yang telah disebutkan ditanyakan dikonsumsi pada waktu apa saja.
52 Pengukuran sikap konsumsi MTG dilakukan dengan pendekatan penerimaan MTG pada contoh. Enumerator menanyakan tentang kesukaan MTG pada contoh, dilanjutkan dengan alasannya berdasarkan penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan, dan mudah diperoleh. Pengukuran sikap ini menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban yaitu sangat suka (SS), suka (S) cukup suka (CS), kurang suka (KS) dan tidak suka (TS). Selanjutnya untuk praktik dilakukan dengan menanyakan frekuensi konsumsi MTG meliputi konsumsi: a). perhari, b). perminggu, c). perbulan, dan d). pertahun. Lihat Lampiran 2. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku Konsumsi MTG Untuk melihat perubahan perilaku konsumsi MTG yang terjadi dari kelompok nenek, ibu dan siswa maka unit analisis yang digunakan adalah siswa itu sendiri dengan alasan bahwa kenampakan dari perubahan tersebut lebih terlihat pada siswa jika dibandingkan dengan ibu dan nenek (sesuai hasil survei pendahuluan). Data faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi MTG dapat ditinjau dari beberapa sisi yang didasari oleh pendapat Notoatmodjo (2010), Lewin (1943) dalam Suhardjo (1989), Contento (2007) dan Krondl (1990) dalam Worobey (2006) yang meliputi keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan, citra makanan, iklan dan pasar. Kemudian data tersebut dideskripsikan sebagai data dari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku konsumsi makanan MTG Gorontalo. Selanjutnya untuk faktor keluarga yang menyangkut tentang pendapatan keluarga dan pendidikan ibu dimasukan sebagai variabel independen dalam faktor-faktor tersebut yang terpisah dari keluarga. Lihat Lampiran 4. Kuesioner tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi makanan tradisional ini diujicobakan pada siswa yang mendapat mata pelajaran mulok dan tidak mulok. Pengujian validitas butir instrument faktor-faktor tersebut dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkorelasi setiap butir soal dengan skor total. Kriteria suatu butir soal valid dan reliabel apabila koefisen korelasi lebih besar dari nilai r Tabel pada taraf signifikan α=0,05. Untuk pengujian validitas dan realibilitas data digunakan software SPSS (Statistical Program for Sosial Sciences) V.16. Instrumen Pengumpulan Data 1. Kuesioner untuk mengukur perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) siswa, ibu siswa dan nenek siswa (Lampiran 2). 2. Kuisioner untuk mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG pada siswa (Lampiran 4). Analisis Data 1. Perubahan perilaku konsumsi MTG dianalisis pada 3 generasi. Analisis data dilakukan secara bertahap. Data pengetahuan, sikap, dan praktik konsumsi MTG terlebih dahulu dikelompokan sesuai dengan kelompok umur kemudian diuji beda menggunakan t-test. Data yang digunakan adalah data rasio dan interval hasil wawancara dengan contoh. Untuk melihat perbedaan pada 3 generasi menggunakan uji Anova one-way dan two way yang selanjutnya dideskripsikan.
53 Terdapat 80 MTG yang telah teriventaris sementara, tetapi karena keterbatasan sumber daya maka yang diajarkan rata-rata berkisar 40% berarti baru 32 MTG. Selanjutnya digambarkan pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa dalam 3 kategori. Cut-off point 3 kategori tersebut yaitu baik, sedang dan kurang (Khomsan 2000) dengan skor masing-masing adalah seperti pada Tabel 10. Tabel 10 Kategori pengetahuan MTG contoh Kategori Baik Sedang Kurang
Cut of point >80% dari 32 jenis MTG 60-80% dari 32 jenis MTG <60% dari 32 jenis MTG
Jumlah MTG >26 19-26 <19
Selain itu dideskripsikan pula frekuensi konsumsi MTG contoh dalam kategori berdasarkan frekuensi konsumsi perhari seperti Tabel 11. Tabel 11Kategori frekuensi konsumsi MTG contoh perhari Kategori frekuensi Tidak pernah Jarang Sering Selalu
Cut of point <1 1-4 4-7 ≥7
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Sebelumnya dilakukan uji ttest untuk melihat perbedaan faktor-faktor siswa mulok dan tidak mulok. Izin Penelitian Izin dan persetujuan penelitian diperoleh dari contoh dengan melakukan: pertemuan dengan jajaran kesehatan dan dinas pendidikan; penjelasan pada siswa dan keluarga siswa yang terpilih sebagai contoh penelitian juga mencakup hak dan kewajibannya dalam bentuk informed consent. Selanjutnya diperoleh izin penelitian dari instansi penanggung jawab kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dari Dinas Kesehatan Provinsi Goronalo, Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo dan Badan Kesatuan Bangsa Provinsi Gorontalo.
Hasil dan Pembahasan Gambaran Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 dan diresmikan pada tanggal 16 Pebruari 2001 yang secara resmi terpisah dari provinsi induk yaitu Provinsi Sulawesi Utara. Provinsi ini terletak antara 0o 19’ – 1° 15’ Lintang Utara dan 121° 23’ – 123° 43’ Bujur Timur, dengan suhu berkisar antara 23,0o – 33,9 oC. Wilayahnya berbatasan langsung dengan dua provinsi lain yaitu Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Barat dan Provinsi Sulawesi Utara di sebelah Timur. Sedangkan di sebelah Utara berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi dan di sebelah Selatan dibatasi oleh Teluk Tomini (Undang-Undang No. 38 Tahun 2000).
54 Luas Provinsi Gorontalo adalah 11 967,64 km2. Jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia, luas wilayah ini hanya sebesar 0,63%. Provinsi ini terdiri dari 5 (lima) kabupaten dan 1 (kota), yaitu Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kota Gorontalo. Masing‐masing wilayah administrasinya terbagi lagi menjadi beberapa wilayah administrasi di bawahnya, yaitu kecamatan dan desa/kelurahan. Pada tahun 2011. Provinsi Gorontalo terdiri dari 66 Kecamatan dan 619 Desa/Kelurahan. Lihat Tabel 12. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Provinsi Gorontalo berdasarkan hasil sensus penduduk adalah 1 040 164 jiwa, yang terdiri dari 521 824 jiwa penduduk laki‐laki dan 518 250 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk terbanyak yaitu berada pada daerah Kabupaten Gorontalo, yang terendah yaitu daerah Kabupaten Gorontalo Utara dan daerah dengan tingkat kepadatan penduduknya paling tinggi adalah kota Gorontalo. Selain itu di Provinsi Gorontalo ada 96,82% penduduk beragama Islam, 1,97% Protestan, 0,74% Katolik, 0,39% Hindu, dan sisanya 0,08% pemeluk agama Budha. Lihat Tabel 12. Tabel 12
Luas daerah dan jumlah penduduk tahun 2010 menurut kabupaten/ kota di Provinsi Gorontalo Kabupaten/Kota Kabupaten Boalemo Kabupaten Gorontalo Kabupaten Pohuwato Kabupaten Bone Bolango Kabupaten Gorontalo Utara Kota Gorontalo Provinsi
Luas (km2)
Jumlah penduduk tahun 2010
1.735,93 2.207,58 4.291,81 1.889,04 1.777,03 66,25 11.967,64
129 253 355 988 128 748 141 915 104 133 180 127 1.040 164
Sumber : Badan Pertanahan Nasional Provinsi Gorontalo tahun 2011.
Penduduk Provinsi Gorontalo bekerja pada berbagai lapangan usaha. Menurut BPS Provinsi Gorontalo (2010) bahwa Paling banyak bekerja dalam lapangan usaha pertanian yaitu sebesar 40,87% (dari 432 926 jiwa), 18,78% bekerja dalam sektor jasa, 16,45% sebagai pedagang, sedangkan sisanya pada lapangan usaha industri, konstruksi, listrik, dan transportasi. Peningkatan SDM menjadi program unggulan pemerintahan Provinsi Gorontalo tahun 2012-1217 yang menggratiskan biaya pendidikan dasar dan menengah. Ini lebih difokuskan kepada pemberian kesempatan seluas‐luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, terutama penduduk kelompok usia sekolah (umur 7‐24 tahun). Berdasarkan data yang diperoleh, di Provinsi Gorontalo ada 603 Taman Kanak‐Kanak dengan 22 968 murid dan 1 935 guru; 945 Sekolah Dasar (SD) sederajat, dengan 146 118 murid dan 10 161 guru; 355 Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat dengan 53 592 murid dan 4 113 guru; 119 Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat dengan 36 535 murid dan 2 970 guru (Dikpora 2010). Selain itu terdapat 3 perguruan tinggi negeri dan 6 perguruan tinggi swasta dengan mahasiswa yang berasal daerah Gorontalo juga dari daerah lainnya (Sulawesi, Maluku, Papua, Kalimantan, Jawa dan Sumatera).
55 Karakteristik Contoh Penelitian ini menggunakan beberapa contoh yang meliputi: siswa yang mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek (ibu dari ibu siswa yang menjadi contoh atau ibu dari bapak siswa yang menjadi contoh). Selain itu contoh para pelaku kebijakan mulok yang ditentukan secara purposive meliputi guru mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG di sekolah contoh mulok, kepala sekolah contoh SMP mulok dan tidak mulok, para pejabat birokrasi, unsur legislatif, akademisi dan tokoh masyarakat/agama. 1. Siswa Umur contoh siswa terendah masing-masing pada mulok dan tidak mulok adalah 150 bulan dan 152 bulan. Umur mereka yang tertinggi pada contoh siswa mulok yakni 223 bulan dan 214 bulan pada tidak mulok. Sementara rata-rata umur mereka yakni 176,01±12,74 atau 14,7 tahun bulan contoh siswa mulok dan 177,93±9,84 atau 14,8 tahun pada tidak mulok. Umur ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05). Umur siswa dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Jumlah terbanyak terdapat pada kelompok umur 13-15 tahun yaitu 91,50% contoh siswa mulok dan 89,47% pada tidak mulok. Tabel 13 Sebaran contoh siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan umur Umur siswa (Tahun)
Siswa mulok n
%
Siswa tidak mulok n
%
10-12
1
0.65
1
0.66
13-15
140
91.50
136
89.47
16-18
12
7.84
15
9.87
Contoh siswa ini tergolong sebagai kelompok umur remaja (adolescence) yaitu 11-19 tahun yang ditandai adanya perubahan kemampuan fisik, emosi, dan berfikir (Cobb 2001). Usia ini dikenal dengan masa pertumbuhan cepat (growth spurt), tahap pertama dari serangkaian perubahan menuju kematangan fisik dan seksual (Soekirman et al. 2010). Selanjutnya bahwa pada masa remaja ini merupakan tahap transisi penting pertumbuhan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai terjadinya peningkatan massa tubuh (tulang, otot, lemak dan berat badan) serta perubahan-perubahan biokimiawi hormonal. Lihat Tabel 13. Hampir semua siswa setiap pergi ke sekolah selalu diberikan uang saku dan jajan. Ada 144 atau 94,11% contoh siswa mulok yang diberikan uang saku dan tidak mulok ada 145 atau 95,39% yang berkisar antara Rp1000.00 sampai Rp3000.00. Uang saku yang diberikan ini sebagai ongkos transportasi dari rumah ke sekolah atau sebaliknya dan ada yang ke sekolah jalan kaki, pulang baru naik kendaraan umum dengan rata-ratanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) yaitu Rp2320,26±2032,650 pada contoh siswa mulok dan Rp2371,71±746,951 tidak mulok. Contoh siswa mulok yang diberikan uang jajan ada 149 atau 97,38% dan tidak mulok ada 150 atau 98,68% contoh siswa yang berkisar antara Rp1000.00 sampai Rp13000.00. Uang jajan yang diberikan oleh masing-masing orang tua
56 bervariasi dan sesungguhnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Rata-rata uang jajan mereka adalah Rp3620,92±2032,650 pada siswa mulok dan Rp3680,92±1994,653 pada tidak mulok. Penelitian Dwiriani et al. (2011) menunjukkan bahwa pemberian uang saku berkisar antara Rp 2 000 - Rp 15 000. Demikian pula dengan uang jajan yang relatif sama dengan uang saku. 2. Ibu Siswa Contoh ibu siswa adalah orang tua dari contoh siswa yang mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Umur ibu tersebut berkisar antara 25-57 tahun dengan rata-rata 39,37±5,45 tahun pada contoh ibu siswa mulok dan 39,53±5,48 tahun tidak mulok, dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua kelompok tersebut (p>0,05). Kelompok umur 34-42 tahun merupakan jumlah yang tertinggi yaitu 60,13% contoh ibu siswa mulok dan 58,55% pada tidak mulok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan umur Umur ibu siswa (tahun) 25-33 34-42 43-51 52-60
Ibu siswa mulok n % 17 11.11 92 60.13 41 26.80 3 1.96
Ibu siswa tidak mulok n % 19 12.50 89 58.55 40 26.32 4 2.63
Tabel 15 menunjukkan bahwa contoh ibu siswa berpendidikan mulai dari sekolah dasar atau sederajat sampai perguruan tinggi. Jumlah contoh terendah pada tingkat pendidikan di perguruan tinggi yaitu 12,42% pada contoh ibu siswa mulok dan 7,24% pada tidak mulok. Jumlah contoh ibu siswa mulok terbanyak yaitu pada tingkat pendidikan SD/sederajat sebesar 31,37% dan pada tidak mulok sebesar 44,08%. Selanjutnya berdasarkan uji beda terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara lama sekolah ibu siswa mulok dan tidak mulok. Rata-ratanya ini adalah 9,74±3,280 tahun pada ibu siswa mulok dan tidak mulok 8,89±3,063 tahun. Tabel 15 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan SD/sederajat SMP/sederjat SMA/sederajat Perguruan Tinggi
Ibu siswa mulok n % 48 31.37 42 27.45 44 28.76 19 12.42
Ibu siswa tidak mulok n % 67 44.08 35 23.03 39 25.66 11 7.24
Jenis pekerjaan contoh ibu siswa beragam dirangkum dalam 4 kelompok yang meliputi pegawai negeri sipil, pegawai swasta, wirausaha, petani dan sebagai ibu rumah tangga (IRT). Pekerjaan sebagai petani adalah jenis pekerjaan yang
57 paling sedikit jumlah contohnya yakni 3,92% pada contoh ibu siswa mulok dan 2,63% tidak mulok. Jumlah contoh ibu siswa tertinggi terdapat pada jenis pekerjaan sebagai IRT yaitu 70,59%pada contoh ibu siswa mulok dan 77,63% tidak mulok. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 16. Pendapatan keluarga diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan contoh ibu siswa. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara pendapatan pada contoh ibu siswa mulok maupun tidak mulok yaitu dengan rata-rata Rp. 1 058 742±880.929 dan Rp.996 414,5±823 235. Pendapatan ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah minimum di Provinsi Gorontalo yaitu Rp.837 500, (BPS Provinsi Gorontalo 2010). Tabel 16 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan pekerjaan Pekerjaan PNS Swasta Wirausaha Petani IRT
Ibu siswa mulok n % 15 9.80 17 11.11 7 4.58 6 3.92 108 70.59
Ibu siswa tidak mulok n % 13 8.55 8 5.26 9 5.92 4 2.63 118 77.63
3. Nenek Siswa Umur contoh nenek siswa berkisar antara 46 tahun yang terendah dan 94 tahun tertinggi dengan rata-rata 66,38±8,83 tahun pada contoh nenek siswa mulok dan 65,97±8,48 tahun tidak mulok. Ini tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kedua kelompok contoh. Rata-rata umur tersebut telah tergolong sebagai lanjut usia (lansia) yaitu telah mencapai umur 60 tahun ke atas (UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia). Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa kelompok umur tertinggi contoh nenek siswa yaitu 66-75 tahun sebesar 39,87% pada contoh mulok dan 40,79% pada tidak mulok. Sementara yang terendah pada contoh mulok umur 86-95 tahun sebesar 0,65% dan tidak mulok sebesar 1,32%. Tabel 17 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan umur Umur (tahun) 46-55 56-65 66-75 76-85 86-95
Nenek siswa mulok n % 17 11.11 52 33.99 61 39.87 22 14.38 1 0.65
Nenek siswa tidak mulok n % 18 11.84 51 33.55 62 40.79 19 12.50 2 1.32
Pendidikan contoh nenek siswa berhubungan dengan keadaan daerah atau bangsa ini pada masa lalu yaitu masih terbatasnya tenaga guru dan fasilitas sekolah serta unsur pendukung pembelajaran lainnya. Akibatnya para wanita saat itu hanya bersekolah sebagian besar sampai tingkat SD/sederajat. Tabel 18 menunjukkan ada 69,28% contoh nenek siswa mulok pendidikannya hanya SD/sederajat dan 80,26% pada contoh tidak mulok. Ada juga yang sampai
58 SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan yang dapat menempuh pendidikan di pergurun tinggi yang dianggap sebagai orang istimewa. Selanjutnya lama sekolah mereka ini terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) yaitu 7,28±2,32 tahun pada contoh nenek siswa mulok dan 6,63±1,36 tahun tidak mulok. Menurut UU No. 13 tahun 1998 bahwa lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. Hasil pengamatan bahwa contoh nenek siswa ini masih terlihat melakukan pekerjaan seperti layaknya seorang ibu. Mereka sebagian besar sebagai IRT yaitu ada 80,39% pada contoh mulok dan 91,45% pada tidak mulok. Ada juga yang masih berprofesi sebagai wirausaha, karyawan swasta, petani dan dukun kampung. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 18 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan
Nenek siswa mulok
Nenek siswa tidak mulok
n
%
n
%
SD/sederajat
106
69.28
122
80.26
SMP/sederajat
24
15.69
22
14.47
SMA/Sederajat Perguruan Tinggi
21 2
13.73 1.31
8 0
5.26 0.00
Tabel 19 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Pensiunan PNS Swasta Wirausaha Petani Dukun kampung IRT
Nenek siswa mulok n % 12 7.84 2 1.31 6 3.92 6 3.92 3 1.96 1 0.65 123 80.39
Nenek siswa tidak mulok n % 3 1.97 0 0.00 1 0.66 3 1.97 5 3.29 1 0.66 139 91.45
Pendapatan contoh nenek siswa lebih rendah dibandingkan dari rata-rata contoh ibu siswa. Contoh ini tidak dapat berproduksi lagi dan sebagian besar perolehan pendapatan dari hasil pemberian anak atau keluarga lainnya. Rata-rata pendapatan contoh nenek siswa mulok yakni Rp408684,3±477762,4 dan Rp403059,2±289588,11 pada tidak mulok. Rata-rata ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p >0,05) antara yang mulok dan tidak mulok. Perubahan Perilaku Konsumsi MTG pada Masyarakat Perilaku konsumsi MTG merupakan keadaan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG oleh kelompok siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Oleh karena itu keadaan perubahan perilaku konsumsi MTG dilakukan dengan melihat perbedaan tiga keadaan ini pada ketiga generasi dalam kurun waktu yang sama.
59 1. Makanan Tradisional Gorontalo (MTG) Jumlah MTG bervariasi dan pada penelitian ini ada 80 MTG yang menjadi tolok ukur untuk melihat perilaku konsumsi. MTG ini dibagi dalam 4 kelompok yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan snack atau kue (Napu et al. 2008). Untuk penggunaannya ada yang dikonsumsi setiap hari dan ada juga yang dikonsumsi pada hari atau bulan-bulan tertentu. Selain itu biasanya penggunaan MTG ini terdapat pula pada prosesi adat istiadat atau kegiatan keagamaan seperti pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. 1.1 Makanan Pokok Ada 15 nama MTG jenis makanan pokok dengan bahan utama yang digunakan adalah jagung, sagu, singkong, ubi jalar dan beras. Dari jenis makanan pokok ini ada 11 macam yang menggunakan bahan selain beras. Tabel 20 Kode dan nama MTG jenis makanan pokok Kode 10001
Nama MTG Bajoe
Kode 10009
Nama MTG Diniyohu
10002
Balobinthe
10010
Ilabulo
10003
Bilinthi
10011
Ilepao Lo Duo
10004
Binthe biloti
10012
Ilepao Lo Payangga
10005
Binthe Lo Putungo
10013
Kasubi Ilahe
10006
Binthe Luopa
10014
Nasi Kuning
10007
Binthe Biluhuta
10015
Nasi Merah Putih
10008
Dila Lo Binthe
Salah satu makanan pokok yang sudah dikenal melalui lagu daerah nasional yaitu binthe biluhuta. Makanan tradisional ini dapat memberikan solusi permasalahan ketergantungan terhadap beras dan juga memberikan alternatif penggunaan aneka ragam bahan makanan yang syarat dengan saling melengkapi ketersediaan zat-zat gizi. Keragaman penggunaan bahan makanan dapat mendukung ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Lihat Tabel 20. 1.2 Lauk Pauk Gorontalo mempunyai wilayah perairan yang cukup luas, ditandai oleh laut sebagai perbatasannya yaitu di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Teluk Tomini dan sebelah utara berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi. Juga terdapat Danau Limboto dan beberapa sungai yang menjadi sumber ikan air tawar. Keadaan geografis ini sebagai salah satu faktor yang mendukung konsumsi makanan dengan bahan utamanya berasal dari perairan. Akibatnya tidak sedikit masyarakat Gorontalo yang mengonsumsi lauk pauk berbahan utama dari hasil perairan. Ada 20 MTG jenis lauk pauk yang terinventaris sementara dan tentunya dapat memenuhi kebutuhan zat gizi protein, mineral dan vitamin pada setiap individu. Dari jenis ini ada 15 MTG atau 75% yang bahan dasarnya berasal dari perairan (ikan dan udang), yang lainnya dari daging seperti daging ayam, sapi/kerbau ataupun kambing. Lihat Tabel 21.
60 Tabel 21 Kode dan nama MTG jenis lauk pauk Kode 20001 20002
Nama MTG Bilenthango Biluluhe Lo Hele
Kode 20011 20012
Nama MTG Iyululiya Tabu moitomo
20003
Dabu-dabu Lo sagela
20013
Palau
20004
Gamie Lo hele
20014
Perekedede Lo Kasubi
20005
Gamie Lo Bolowa
20015
Perekedede Lo Binthe
20006
Garo Lo Payangga
20016
Perekedede Lo Duwo
20007
Garo
20017
Pilitode
20008
Ilahe
20018
Sup Lohulonthalo
20009
Iloni
20019
Garo lo bolowa
20010
Ilotingo Lo Putungo
20020
Tilumiti lo tola
1.3 Sayuran Makanan tradisional Gorontalo jenis sayuran yang terinventaris sementara berjumlah 10. Semua MTG ini menggunakan bahan sayur segar yang berasal dari lokal yang juga terdapat di daerah lainnya di Indonesia seperti terong, daun papaya, daun singkong, kangkung, sayur pakis, kacang panjang, bunga pepaya, ketimun suri, labu, jantung pisang. Lihat Tabel 22. Tabel 22 Kode dan nama MTG jenis sayuran Kode
Nama MTG
Kode
Nama MTG
30001
Gohu Lo Putungo
30006
Pilitode Lo Poki-Poki
30002
Ihu tilinanga
30007
Tilumithi Dungo Popaya
30003
Ilahu
30008
Tilumiti lo paku
30004
Ilabulo lo Putungo
30009
Tilumiti lo kacang panjang
30005
Kando Tilumiti
30010
Pilitode lo paku
1.4 Snack/kue Beragam snack/kue dimiliki oleh masyarakat Gorontalo yang dikonsumsi setiap hari dan ada juga yang dikonsumsi pada hari-hari tertentu. Lihat Tabel 23. Menurut pendapat dari beberapa orang Gorontalo (umur mereka saat diwawancarai antara 65-90 tahun) bahwa sesungguhnya jenis makanan ini tidak ada yang terbuat dari terigu tetapi pada umumnya menggunakan jagung, singkong, ubi jalar, pisang, dan beras atau tepung beras. Terdapat 35 MTG jenis snack/kue yang terinventaris sementara, dan ada MTG yang telah terkenal secara nasional diantaranya kukisi karawo/kerawang.
61 Tabel 23 Kode dan nama MTG jenis snack/kue Kode
Nama MTG
Kode
Nama MTG
40001
Aliyadala
40019
Kukisi karawo /kerawang
40002
Apam Bale
40020
Kukisi roda
40003
Apangi
40021
Kuu
40004
Dumalo
40022
Lalamba
40005
Bajoe
40023
Minyolo
40006
Balapisi lo lambi
40024
Omu
40007
Bilibidu
40025
Onde-onde
40008
Biyapo
40026
Popolulu
40009
Cara isi
40027
Pusu lo kasubi
40010
Curuti
40028
Sabongi
40011
Diledeo
40029
Sanggala
40012
Doko-doko
40030
Sirikaya
40013
Hungololoyo
40031
Sukade
40014
Kalakala
40032
Tiliaya
40015
Katrisolo
40033
Tobuu
40016
Keyabo
40034
Tutulu
40017
Kokole
40035
Wapili
40018
Kolombengi
2. Pengetahuan MTG Pengetahuan konsumsi MTG adalah segala sesuatu yang diketahui oleh siswa, ibu siswa dan nenek siswa tentang MTG meliputi: nama makanan, jenis makanan, bahan utama yang digunakan, kandungan gizi, cara membuat dan penggunaannya. 2.1 Siswa Siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan nama MTG yang tidak berbeda secara nyata (p>005). Hal ini dapat menandakan bahwa secara umum kemungkinan nama MTG ini masih banyak diketahui di kalangan siswa. Ini dibuktikan oleh nama MTG yang diketahui siswa mulok dengan rata-rata 18,88±8,87% yang artinya dari 80 MTG yang terinventarisir, yang diketahui ratarata 15-16 nama MTG. Sementara untuk siswa tidak mulok mengetahui rata-rata 17,20±9,23% atau 13-14 nama MTG. Binthe biluhuta adalah nama MTG jenis makanan pokok yang banyak diketahui yaitu sebesar 31,64%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebanyak 25,84%, kando tilumiti jenis sayuran sebesar 38,97%, dan jenis snack/kue adalah sanggala sebanyak 14,41%. Lihat Tabel 24 dan Lampiran 16. Memahami MTG bukan hanya sekedar dapat meyebutkan nama MTG, tetapi dapat pula menginterpretasikan tentang makanan tersebut secara benar berdasarkan jenisnya. Jenis MTG meliputi jenis makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan snack/kue. Ternyata nilai rata-rata persentase jenis MTG yang diketahui baik oleh siswa mulok maupun tidak mulok lebih rendah dari nama MTG yaitu sebesar ±5%. Ini terjadi karena contoh siswa dalam memberikan
62 jawabannya tidak sesuai, seperti ada MTG yang tergolong jenis makanan pokok tetapi dijawab dengan jenis lauk pauk, sayuran ataupun snack/kue. Adapun ratarata jenis MTG yang diketahui oleh siswa mulok adalah 13,05±6,06% dan 11,33±6,71% siswa tidak mulok. Nilai ini menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Selanjutnya MTG yang banyak diketahui untuk jenis makanan pokok adalah binthe biluhuta sebanyak 31,37%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar 25,48%, jenis sayuran adalah gohu lo putungo sebesar 38,68% dan jenis snack/kue adalah sanggala sebesar 14,75%. Lihat Tabel 24 dan Lampiran 17. Tabel 24 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan MTG Kriterian pengetahuan MTG Nama Jenis Bahan Kandungan Gizi Cara membuat Penggunaannya Total pengetahuan
Siswa mulok 18.88±8.87a 13.05±6.06a 12.87±6.08a 12.13±6.34a 12.17±6.14a 12.60±6.12a 13.62±6.47a
Siswa Tidak Mulok 17.20±9.23a 11.33±6.71b 11.22±6.78 b 4.12±4.89 b 10.28±6.92 b 10.95±7.02 b 10.85±6.50 b
Sig (2-tailed) 0.107 0.019 0.026 0.000 0.012 0.03 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Setelah memahami jenis MTG maka pengetahuan bahan makanan yang digunakan untuk pembuatannya penting diketahui. Penggunaan bahan untuk pembuatan MTG banyak yang tidak diketahui oleh contoh siswa dan terjadi perbedaan yang nyata (p>0,05). Contoh siswa mulok rata-rata mengetahui 12,87±6,08% dan 11,22±6,78% siswa tidak mulok. Ini terjadi sebagaimana dijelaskan oleh beberapa contoh siswa mulok bahwa mereka lupa sementara pada siswa tidak mulok menyatakan bahwa mereka belum mendapatkan pembelajaran tentang mulok sehingga mereka tidak mengetahuinya. Makanan tradisional Gorontalo yang paling banyak diketahui bahan yang digunakan untuk pembuatannya yaitu untuk jenis makanan pokok adalah binthe biluhuta sebesar 30,91%, lauk pauk adalah bilenthango sebesar 25,33%, sayuran adalah kando tilumiti sebesar 24,77% dan snack/kue adalah sanggala sebesar 15,02%. Lihat Tabel 24 dan Lampiran 18. Kemampuan contoh siswa membedakan kandungan gizi dalam MTG dengan jawaban yang diberikan secara tidak langsung merupakan sebuah analisis tentang MTG itu sendiri. Siswa tidak mulok ketika memberikan jawaban tentang kandungan gizi MTG jauh berbeda dengan siswa mulok dan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan rata-rata 12,13±6,34% pada siswa mulok dan 4,12±4,89% siswa tidak mulok. Untuk makanan pokok MTG yang paling banyak diketahui kandungan gizinya oleh siswa adalah binthe biluhuta sebanyak 30,33%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar 23,91%, jenis sayuran adalah kando tilumiti sebesar 38,56% dan sanggala yang merupakan jenis snack/kue sebesar 12,76 %. Lihat Tabel 24 dan Lampiran 19. Pengetahuan tentang MTG lainnya adalah cara membuat MTG yang dapat dilakukan melalui proses membakar, menumis, merebus, mengukus, menggoreng, dan juga proses memasak dalam abu. Ternyata jawaban cara pembuatan MTG pada siswa mulok dan tidak mulok menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
63 Rata-rata yang mengetahui cara membuat MTG adalah 12,17±6,14% pada siswa mulok dan 10,28±6,92 siswa tidak mulok. Terlihat pada Lampiran 20 bahwa binthe biluhuta adalah jenis makanan pokok yang paling banyak diketahui cara membuatnya yaitu sebanyak 31,13%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar 24,83%, kando tilumiti yang merupakan jenis sayuran sebesar 37,14% dan sanggala yang merupakan jenis snack/kue sebesar 14,27%. Lihat Lampiran 20. Pengetahuan tentang penggunaan MTG memang tidak jauh berbeda dengan jawaban yang diberikan pada pertanyaan cara membuat MTG. Di sini MTG selain dikonsumsi sehari-hari, setiap minggu atau pada bulan-bulan tertentu juga dikonsumsi pada kegiatan-kegiatan prosesi adat istiadat dan pada prosesi ritual keagamaan. Adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) siswa mulok dan tidak mulok menunjukkan bahwa telah terjadi proses pembelajaran yang komprehensif tentang MTG di sekolah. Rata-rata pengetahuan penggunaan MTG pada siswa mulok yakni 12,60±6,12% dan siswa tidak mulok sebesar 10,95±7,02%. Selanjutnya MTG yang paling banyak diketahui dari jenis makanan pokok adalah binthe biluhuta sebesar 30,65%, dari jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar 24,17 %, kando tilumiti dari jenis sayuran sebesar 36,05%, dan sanggala dari jenis snack/kue sebesat 15,73%. Lihat Tabel 24 dan Lampiran 21. Siswa mulok dan tidak mulok memiliki perbedaan pengetahuan MTG yang nyata (p<0,05). Siswa mulok mempunyai nilai rata-rata lebih tinggi yaitu 13,66±0,06% dibandingkan dengan siswa tidak mulok sebesar 10,85±6,50%. Lihat Tabel 24. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dwiriani et al. (2011) tentang pemberian intervensi pendidikan gizi pada siswa SMP yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan gizi secara signifikan pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kontrol. Sementara Shariff at al. (2008) menemukan pula bahwa intervensi pendidikan gizi selain meningkatkan pengetahuan gizi juga dapat berdampak positif pada sikap dan praktek konsumsi siswa. Oleh karena itu dalam meningkatkan pengetahuan gizi siswa penting dibuat peraturan makanan sekolah (Roberts 2009). Selanjutnya dijelaskan pula tentang pengaruh kelompok jenis MTG pada pengetahuan siswa, perbedaan pengetahuan masing-masing jenis MTG dan interaksi antara jenis dan kedua kelompok siswa tersebut. Kelompok jenis MTG berpengaruh pada pengetahuan siswa. Ini terlihat pada hasil uji beda kelompok jenis MTG terhadap pengetahuan siswa. Dari hasil uji ANOVA dua arah diperoleh nilai p(0,000) adalah kurang dari alpha 0,05 yang artinya bahwa kelompok jenis MTG berpengaruh nyata terhadap pengetahuan siswa. Tabel 25 Rata-rata persentase pengetahuan MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kelompok jenis MTG Jenis MTG Makanan pokok (%) Lauk pauk (%) Sayuran (%) Sanck/Kue
Siswa mulok 18.63a 11.28a 8.39a 16.16a
Siswa tdk mulok 14.49b 8.78b 7.83a 12.30b
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pada Tabel 25 terlihat bahwa pengetahuan siswa mulok dan tidak mulok pada kelompok jenis MTG terdapat perbedaan. Perbedaan secara nyata (p<0,05) pengetahuan kelompok jenis MTG siswa yaitu pada kelompok jenis makanan
64 pokok, lauk pauk dan snac/kue dengan nilai p(0,000). Temuan ini lebih menguatkan bahwa pelaksanaan mata pelajaran mulok memberikan dampak pada perbedaan pengetahuan kelompok jenis MTG yang dibuktikan oleh pengetahuan pada siswa mulok lebih tinggi dibandingkan tidak mulok. Sebelumnya Setyo et al. (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa makanan kudapan (snack) dan minuman tradisional yang banyak diketahui oleh siswa SMU Favorit dan non favorit di Semarang. Gambar 4 menunjukkan bahwa karena nilai p(0,031) yang lebih rendah dari α(0,05) maka terdapat interaksi antara kelompok jenis MTG dengan kedua kelompok siswa. Artinya bahwa pengetahuan pada kelompok jenis MTG siswa mulok lebih tinggi dibandingkan tidak mulok. Terlihat bahwa rata-rata persentasi pengetahuan kelompok jenis MTG tertinggi yaitu pada kelompok jenis makanan pokok sebesar 18,63% pada siswa mulok dan 14,49% tidak mulok. Sementara interaksi yang terendah adalah pada kelompok jenis sayuran yang tidak berbeda secara nyata.
Gambar 4 Interaksi jenis MTG dengan kelompok siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Berdasarkan uraian tentang pengetahuan siswa yang telah dijelaskan sebelumnya yang menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) antara contoh siswa mulok dan tidak mulok. Ini membuktikan bahwa contoh siswa mulok mempunyai pengetahuan MTG yang lebih baik dibandingkan dengan siswa tidak mulok. 2.2 Ibu Siswa Ibu siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan MTG yang tidak berbeda secara nyata (p>0,05) dengan rata-rata persentasenya adalah 16,79±9,45% pada siswa mulok dan 16,83±10,68% siswa tidak mulok. Tetapi dari 6 kategori pengetahuan MTG, ada salah satu yang berbeda secara nyata yaitu pengetahuan kandungan gizi MTG. Perbedaan rata-rata pengetahuan kandungan gizi MTG yang diketahui ibu siswa mulok dan tidak mulok masing-masing adalah 9,69±11,74% dan 6,77±9,17%. Ini terjadi kemungkinan karena perbedaan tingkat pendidikan formal yang dimiliki dengan rata-rata lama pendidikan ibu siswa mulok lebih tinggi dibandingkan dengan tidak mulok dan berbeda secara nyata. Menurut Aningati (2004) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat
65 maka kemampuan untuk menerima informasi tentang gizi akan semakin baik. Adapun gambaran pengetahuan contoh ibu siswa tentang MTG dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Rata-rata persentase pengetahuan MTG yang diketahui ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan MTG Kriteria pengetahuan MTG Nama Jenis Bahan Kandungan Gizi Cara membuat Penggunaannya Total pengetahuan
Ibu siswa mulok 18.60±9.51a 18.50±9.54 a 18.51±9.54 a 9.69±11.74 a 18.03±9.54 a 17.48±9.66 a 16.79±9.45a
Ibu siswa tidak mulok 19.19±11.29a 18.83±11.27a 19.59±13.85a 6.77±9.17 b 18.56±11.47a 18.09±12.01a 16.83±10.68a
Sig (2-tailed) 0.621 0.756 0.429 0.016 0.661 0.623 0.969
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pada Lampiran 22, 23, 24, 25, 26, dan 27 menjelaskan bahwa MTG yang paling banyak diketahui oleh contoh ibu siswa tidak jauh berbeda dengan yang diketahui oleh contoh siswa. Pengetahuan MTG baik nama, jenis, bahan, cara membuat dan penggunaannya paling banyak diketahui adalah: untuk jenis makanan pokok didominasi oleh binthe biluhuta, lauk pauk oleh bilenthango, sayuran oleh kando tilumiti dan snack/kue oleh sanggala yang masing-masing berkisar antara 10,62% sampai dengan 32,65%. Untuk kandungan gizi MTG, terlihat bahwa jenis makanan pokok yang paling banyak diketahui adalah binthe biluhuta, kemudian bilenthango pada jenis lauk pauk, Gohu lo putungo untuk jenis sayuran dan sanggala untuk jenis snack/kue. Beberapa komentar yang dihimpun mengapa pengetahuan MTG tentang nama, jenis, bahan, kandungan gizi, cara membuat dan penggunaannya didominasi oleh makanan-makanan tertentu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya baik jenis makanan pokok, lauk pauk, sayuran maupun snack/kue? Alasan yang disampaikan diantaranya adalah: bahwa MTG ini yang biasa mereka masak dan menjadi favorit di rumah. Selanjutnya jika ingin mendapatkan di luar rumah dalam hal ini di warung, rumah makan dan pasar maka MTG inilah yang banyak dijual pula. Jadi, keadaan ini menandakan bahwa MTG yang biasa atau sering dikonsumsi dan didukung oleh ketersediaannya maka akan lebih mudah untuk diingat. 2.3 Nenek Siswa Nenek siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan MTG yang berbeda tidak nyata (p>0,05) dengan masing-masing rata-rata 16,51±7,50% dan 17,53±11,52%. Pengetahuan MTG yang meliputi nama, jenis, bahan, cara membuat dan penggunaannya secara konsistensi diketahui oleh nenek siswa dengan rata-rata berkisar antara 16% sampai lebih dari 19% dari 80 MTG. Tetapi ada satu kategori pengetahuan MTG yang di bawah dari 6% yaitu kandungan gizi. Jawaban para nenek siswa ketika ditanyakan tentang pengetahuan kandungan gizi tersebut mereka mengatakan bahwa kandungan gizi itu mereka tidak tahu karena tidak pernah dipelajari, tetapi sebagian nenek siswa ada juga yang mengetahuinya. Dapat dikatakan bahwa ini juga dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
66 tingkat pendidikan nenek siswa yang sebagian besar (> 70 %) hanya SD. Lihat Tabel 27. Tabel 27 Rata-rata persentase pengetahuan MTG yang diketahui nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan MTG Kriteria Pengetahuan MTG Nama Jenis Bahan Kandungan Gizi Cara membuat Penggunaannya Total pengetahuan
Nenek siswa mulok 19.46±9.10 a 18.77±8.20a 19.11±8.86a 5.68±7.81 a 18.70±8.97a 17.30±8.58a 16.51±7.50a
Nenek siswa tidak mulok 20.98±13.18a 19.76±12.67a 20.71±13.29a 3.97±77.83 a 20.24±13.47a 19.53±13.78a 17.53±11.52a
Sig (2tailed) 0.241 0.419 0.215 0.056 0.243 0.092 0.357
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pengetahuan MTG nenek siswa mulok dan tidak mulok memang tidak jauh berbeda baik nama, jenis, bahan yang digunakan, kandungan gizi, cara membuat, dan penggunaannya. Makanan tradisional Gorontalo yang paling banyak diketahui berdasarkan kategori pengetahuan tersebut adalah binthe biluhuta dari jenis makanan pokok, lauk pauk adalah bilenthango, kando tilumiti dari jenis sayuran dan sanggala dari jenis snack/kue yang berkisar 9% sampai dengan 26,63%. Khusus untuk kategori kandungan gizi MTG, terlihat bahwa sabongi yang lebih banyak diketahui dibandingkan dengan lainnya yaitu sebesar 9%. Jumlah menu MTG yang diketahui nenek siswa terlihat lebih variatif. Ini dapat dikatakan bahwa nenek memiliki pengetahuan MTG yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa itu sendiri. Lihat Lampiran 28, 29, 30, 31, 32, dan 33. 2.4 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa 2.4.1 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG Pengetahuan MTG antara contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Pengetahuan MTG tentang nama, jenis, bahan, cara membuat dan penggunaannya menunjukkan bahwa siswa mulok lebih rendah dari ibu siswa dan nenek siswa. Ini menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), namun antara ibu siswa dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata dan nilai rata-rata pengetahuan MTG tersebut yang lebih tinggi dimiliki oleh nenek siswa. Lihat Tabel 28. Hal yang menarik terlihat pada pengetahuan MTG tentang kandungan gizi, dimana nilai rata-rata yang diketahui siswa mulok ini lebih tinggi dibandingkan dengan ibu siswa maupun nenek siswa tersebut. Demikian juga terjadi antara ibu siswa dengan nenek siswa terlihat perbedaan yang nyata (p<0,05). Sementara untuk pengetahuan nama MTG tidak terdapat perbedaan yang nyata antara generasi tersebut.
67 Tabel 28 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan kriteria pengetahuan MTG Kriteria pengetahuan MTG Nama Jenis Bahan Kandungan Gizi Cara membuat Penggunaannya Total pengetahuan
Siswa
Ibu
Nenek
18.88±8.87a
18.60±9.51a
19.46±9.10a
0.705
13.05±6.06
a
18.50±9.54b
18.77±8.20
b
0.000
12.87±6.08
a
18.51±9.54
b
19.11±8.86
b
0.000
12.13±6.34
a
9.69±11.74
b
c
12.17±6.14
a
18.03±9.54
b
12.60±6.12
a
17.48±9.66
b
13.62±6.47
a
16.79±9.45
b
5.68±7.81
Signifikan
0.000
18.70±8.97
b
0.000
17.30±8.58
b
0.000
16.51±7.50
b
0.001
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
2.4.2 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Tidak Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG Pengetahuan MTG pada siswa, ibu siswa dan nenek siswa tidak mulok secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Pengetahuan nama MTG terlihat ada perbedaan yang nyata (p<0,05) antara siswa dan ibu siswa serta nenek siswa sementara antara ibu siswa dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata. Pengetahuan MTG tentang jenis, bahan, cara membuat, dan penggunaannya ditunjukan bahwa antara siswa tidak mulok dengan ibu siswa dan nenek terdapat perbedaan yang nyata. Sementara antara ibu siswa tidak mulok dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata. Lihat Tabel 29. Pengetahuan MTG tentang kandungan zat gizi pada kelompok tidak mulok menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Ibu siswa tidak mulok mempunyai pengetahuan kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dan nenek siswa, sementara antara siswa dengan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata. Lihat Tabel 29. Tabel 29 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan nenek siswa tidak mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan kriteria pengetahuan MTG Kriteria pengetahuan MTG Nama Jenis Bahan Kandungan Gizi Cara membuat Penggunaannya Total pengetahuan
Siswa
Ibu
Nenek
17.20±9.23a
19.59±13.85ab
20.98±13.18b
0.000
11.33±6.71
a
18.83±11.27
b
19.76±12.67
b
0.000
11.22±6.78
a
19.19±11.29
b
20.71±13.29
b
0.000
a
b
4.12±4.89
10.28±6.92
a
10.95±7.02
a
10.85±6.50
a
6.77±9.17
3.97±77.83
18.56±11.47
b
18.09±12.01
b
16.83±10.68
b
Signifikan
a
0.000
20.24±13.47
b
0.000
19.53±13.78
b
0.000
17.53±11.52
b
0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
68 2.4.3 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan Tidak Mulok Pengetahuan MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa merupakan keadaan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Pada Tabel 30 menunjukkan bahwa semakin muda usia yaitu mulai dari nenek siswa, ibu siswa sampai pada siswa terlihat semakin rendah pengetahuan MTG. Bukti ini adalah seiring dengan penelitian pendahuluan yang menemukan bahwa semakin muda usia, semakin rendah pengetahuan MTGnya. Perbedaan ini menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran atau perubahan pengetahuan MTG, dan juga jika dilihat dari data yang ada bahwa terdapat kesenjangan (gab) pengetahuan generasi yang terhenti pada ibu. Mungkin ada proses transformasi ilmu pengetahuan tentang MTG yang tidak terjadi lagi dengan baik dari nenek siswa ke ibu siswa sampai pada siswa itu sendiri. Menurut Nor et al. (2012) yang melakukan penelitian dengan tujuan menyelidiki transmisi pengetahuan makanan tradisional Melayu di Malaysia dalam generasi bahwa masyarakat melayu telah membelajarkan kaum wanita memahami makanan tradisional sejak usia 8-12 tahun dari ibunya yang berlanjut setelah mereka menikah. Tabel 30 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan MTG Kriteria pengetahuan MTG Nama Jenis Bahan Kandungan Gizi Cara membuat Penggunaannya Total pengetahuan
Siswa
Ibu
18.04±9.08
a
12.20±6.44
a
12.05±6.48
a
8.14±6.94
a
11.22±6.60
a
11.78±6.62
a
12.24±6.62
a
Nenek
18.90±10.42
ab
18.64±10.42
b
19.05±11.88
b
8.24±10.62
a
Signifikan
20.22±11.32
b
0.032
19.27±10.67
b
0.000
19.91±11.30
b
0.000
4.83±7.83
b
0.000
18.30±10.53
b
19.47±11.44
b
17.78±10.88
b
18.42±11.51
b
16.82±10.06
b
b
17.02±9.71
0.000 0.000 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pengalaman contoh siswa dibandingkan dengan ibu siswa dan nenek siswa itu jauh berbeda, yang menyebabkan signifikansinya (p<0,05) perbedaan pengetahuan MTG meliputi nama, jenis, bahan yang digunakan, cara membuat, dan penggunaan MTG tersebut. Tetapi di sini terlihat bahwa manfaat pemberian mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG yang menyebabkan perbedaan pengetahuan kandungan gizi MTG. Perbedaan rata-rata pengetahuan kandungan gizi MTG antara siswa dan ibu siswa signifikan (p<0,05), demikian pula antara siswa dengan nenek siswa. Rata-rata pengetahuan kandungan gizi MTG yang diketahui contoh siswa adalah 8,14±6,94%, ibu siswa 8,24±10,62% dan nenek siswa 4,83±7,83%. Sementara pengetahuan kandungan gizi antara contoh ibu siswa dan contoh nenek siswa tidak berbeda nyata. Jumlah menu MTG yang diketahui berdasarkan pengetahuan nama MTG pada contoh nenek siswa lebih bervariasi dibandingkan pada ibu dan siswa. Oleh karena itu, hal ini sebagai bukti bahwa betapa pentingnya menggali lagi pengetahuan MTG yang diketahui oleh para nenek atau masyarakat lainnya. Ini akan menambah referensi MTG sebagai
69 salah satu upaya pelestarian dan pengembangan budaya Gorontalo khususnya tentang MTG tersebut. Pada umumnya pengetahuan nama, jenis, bahan yang digunakan, kandungan gizi, cara membuat dan penggunaan MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa adalah terjadi pebedaan. Tetapi terlihat lebih mencolok adalah pengetahuan kandungan gizi MTG karena ini berkaitan dengan pendidikan yang dimiliki oleh contoh. Jumlah MTG yang diketahui berdasarkan kategori pengetahuan MTG adalah bervariasi. Pengetahuan MTG yang lebih bervariasi adalah pada nenek siswa dibandingkan pada ibu siswa dan siswa. Makanan tradisional Gorontalo yang banyak diketahui oleh siswa, ibu siswa dan nenek siswa adalah binthe biluhuta untuk jenis makanan pokok; bilenthango untuk jenis lauk pauk; kando tilumiti dari jenis sayuran, dan sanggala dari jenis snack/kue. Lihat Lampiran 1633. Berdasarkan penjelasan yang tercantum pada Tabel 28, 29, dan 30 (point a, b, dan c) maka terlihat bahwa pengetahuan nenek adalah lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dan siswa kecuali pengetahuan tentang kandungan gizi. Artinya ini membuktikan adanya perubahan pengetahuan MTG dengan keadaan bahwa semakin muda umur, maka semakin rendah pengetahuan MTG. 2.5 Kategori Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan Tidak Mulok Untuk melihat kuantitas pengetahuan MTG contoh siswa maka ada 3 kategori yang membedakannya yaitu kategori pengetahuan baik, sedang dan kurang. Sekalipun terdapat perbedaan pengetahuan MTG antara siswa mulok dan tidak mulok secara nyata (p<0,05), namun paling banyak masih tergolong pada kategori pengetahuan kurang. Lihat Tabel 31. Pengetahuan nenek siswa dan ibu siswa yang lebih banyak masuk pada kategori kurang yang memberikan arti bahwa memang benar-benar MTG sudah mulai cenderung sedikit yang mengenalnya. Dari nenek ke ibu siswa saja telah terjadi penurunan pengetahuan MTG apalagi sampai ke siswa itu sendiri. Dengan kondisi seperti ini maka sudah sangat segera pembelajaran mulok ini dapat dilakukan pada semua lapisan masyarakat terutama pada jenjang pendidikan formal. Lihat Tabel 31.
70 Tabel 31 Sebaran pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kategori pengetahuan MTG Siswa
Kategori pengetahuan MTG
Mulok
Ibu siswa
Tidak mulok
n
%
n
%
Baik
3
1.96
1
Sedang
10
6.54
17
Kurang
140
91.50
134
88.16
Baik
3
1.96
1
Sedang
10
6.54
17
Kurang
140
91.50
134
88.16
Baik
3
1.96
1
Sedang
10
6.54
17
Kurang
140
91.50
134
Mulok
Nenek siswa
Tidak mulok
Mulok
n
%
n
%
n
0.66
7
2.30
16
5.25
11.18
21
6.89
27
8.85
125
40.98
109
35.74
117
0.66
7
2.30
15
4.92
11.18
21
6.89
25
8.20
125
40.98
112
36.72
121
0.66
7
2.30
16
5.25
11.18
20
6.56
26
8.52
88.16
126
41.31
110
36.07
Tidak mulok
%
n
%
7
4.58
21
13.82
29
18.95
25
16.45
76.47
106
69.74
7
4.58
18
11.84
25
16.34
21
13.82
79.08
113
74.34
7
4.58
21
13.82
27
17.65
23
15.13
119
77.78
108
71.05
Nama
Jenis
Bahan
Kandungan gizi Baik
3
1.96
0
0.00
5
1.64
1
0.33
0
0.00
3
1.97
Sedang
10
6.54
0
0.00
4
1.31
9
2.95
8
5.23
0
0.00
Kurang
140
91.50
152
100.00
144
47.21
142
46.56
145
94.77
149
98.03
Baik
3
1.96
1
0.66
6
1.97
15
4.92
7
4.58
20
13.16
Sedang
9
5.88
15
9.87
21
6.89
26
8.52
27
17.65
24
15.79
Kurang
141
92.16
136
89.47
126
41.31
111
36.39
119
77.78
108
71.05
Cara masak
Penggunaannya Baik
5
3.27
1
0.66
6
1.97
16
5.25
5
3.27
19
12.50
Sedang
11
7.19
17
11.18
20
6.56
25
8.20
28
18.30
25
16.45
Kurang
137
89.54
134
88.16
127
41.64
111
36.39
120
78.43
108
71.05
3. Sikap Konsumsi MTG Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus yang dibagi dalam empat tingkatan yaitu menerima, menanggapi, menghargai dan bertanggung jawab (Notoatmodjo 2010). Sikap menerima setiap jenis MTG dapat didasari oleh suka terhadap MTG tersebut. Dari suka ini tentunya perlu ada alasan-alasan yang mendukung dalam bentuk tanggapan dan penghargaan, dalam hal ini landasan suka karena penampilan (didasari oleh visualisasi). Menurut Van Der Laan et al. (2011) yang melakukan penelitian tentang respon otak terhadap makanan, ternyata ditemukan bahwa respon ini terutama dipandu oleh sistem visual atau penglihatan. Alasan suka selanjutnya adalah karena tekstur, aroma khas dan cita rasa. Kemudian dasar alasan lainnya adalah berhubungan dengan tanggung jawab terhadap sikap tersebut karena terkait dengan dampaknya yaitu alasan sikap terhadap MTG karena menyehatkan dan mudah diperoleh. Berikut ini
71 dijelaskan sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa yang memperoleh mata pelajaran mulok dan tidak mulok terhadap MTG. 3.1 Siswa Pendidikan dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam mengonsumsi makanan. Ini terlihat pada sikap contoh siswa mulok dan tidak mulok baik pada rasa suka terhadap MTG maupun alasan-alasan suka karena penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan karena mudah diperoleh. Lihat Tabel 32. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) sikap suka contoh siswa mulok dan tidak mulok terhadap MTG. Rata-rata 45,56±21,51 nilai sikap suka yang diberikan oleh contoh siswa mulok dan 38,57±20,19 siswa tidak mulok. Selanjutnya sikap suka karena penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh mempunyai nilai-nilai perbedaan yang nyata antara contoh siswa mulok dan tidak mulok (p<0,05). Nilai paling tinggi terdapat pada alasan suka karena cita rasa yaitu 46,25±21,61 pada siswa mulok dan 39,15±20,75. Di sini terlihat bahwa ternyata siswa mulok dan tidak mulok menyukai MTG karena didasari oleh cita rasa yang enak atau lebih adaptatif. Kesukaan masyarakat untuk mengonsumsi makanan tradisional karena cita rasa yang enak yang sesuai dengan masyarakat daerah (Winarno 1993). Tabel 32 Rata-rata nilai sikap siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan komponen sikap Komponen sikap
Siswa mulok
Siswa tidak mulok
Sig (2-tailed)
45.56±21.51
a
44.60±21.62
a
43.36±21.20
a
Aroma khas
45.16±21.39
a
Cita rasa
46.25±21.61a
39.15±20.75b
0.004
43.33±21.92
a
36.94±20.01
b
0.008
45.44±21.78
a
38.00±19.60
b
0.002
Suka Penampilan Tekstur
Menyehatkan Mudah diperoleh
38.57±21.19
b
0.004
37.46±19.50
b
0.003
37.00±19.63
b
0.007
38.53±20.36
b
0.006
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Nilai sikap suka dengan alasan menyehatkan adalah terendah yaitu 43,33±21,92 pada contoh siswa mulok dan 36,94±20,01 siswa tidak mulok. Hal ini kemungkinan karena informasi tentang MTG masih terbatas atau bahkan contoh siswa tidak memahami yang bagaimana menyehatkan itu, dan juga masih ada faham yang menyatakan bahwa makanan yang menyehatkan itu adalah mahal harganya atau modern. Selain itu juga perbedaan ini karena pembelajaran yang diberikan melalui mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG. Temuan dari Pieniak et al. (2009) melalui hasil penelitiannya tentang hubungan antara konsumsi makanan tradisional dan motif memilih makanan di enam negara Eropa adalah bahwa faktor kenyamanan dan kesehatan sebagai hambatan langsung dalam konsumsi makanan tradisional (terkesan kurang higienis). Alasan sikap suka MTG lainnya adalah karena mudah diperoleh. Contoh siswa menganggap bahwa untuk mendapatkan MTG yang tertentu setiap hari itu cukup mudah, karena selain tersedia di kantin sekolah juga dapat dibeli di warung,
72 toko, dan pasar. Khusus untuk di kantin, terdapat perbedaan jumlah jenis menu MTG yang dijual baik di sekolah mulok dan tidak mulok. Dapat dilihat pada Tabel 33 bahwa setiap hari, minggu dan bulan di kantin sekolah mulok dan tidak mulok dijual MTG. Tabel 33 Jumlah MTG yang dijual di kantin sekolah mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan Kabupaten/ Kota
Jenis MTG di Kantin Sekolah Mulok Tiap hari
Minggu
Jenis MTG di Kantin Sekolah Non Mulok
Perbulan
Tiap hari
Minggu 1 X 2X
Bulan
1X
2X
3X
1X
2X
3X
1X
2X
Kota Gtlo
3
5
4
2
8
1
3
5
2
-
3
-
Kab. Gtlo
3
5
4
1
7
1
3
7
2
-
2
-
Kab. Boalemo
3
6
4
2
4
-
1
7
2
-
1
-
Kab. Pohuwato
3
4
5
1
4
2
3
7
2
-
1
-
Kab. BonBol
3
6
8
1
4
1
2
7
5
-
2
-
Kab. Gorut
3
5
5
1
4
1
2
7
2
1
3
-
Total 18 31 30 13 Lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 34
31
6
14
40
15
1
12
-
Ada 18 MTG yang dijual di kantin sekolah mulok setiap hari sehingga dapat dikatakan bahwa setiap sekolah tersebut menjual rata-rata 3 jenis menu. Sementara pada sekolah tidak mulok ada 14 jenis menu berarti rata-rata setiap hari menjual kurang dari 3 jenis MTG. Selanjutnya terdapat pula perbedaan jumlah jenis MTG yang dijual dikantin sekolah mulok dan tidak mulok baik untuk dijual mingguan dan bulanan. Hal yang menarik tentang ketersediaan MTG dikantin adalah berhubungan dengan waktu panen tanaman seperti singkong, ubi jalar, dan pisang. Jika semua bahan baku MTG dibeli di pasar yang harganya sulit terjangkau maka akan berdampak pada harga penjualan dan keuntungan yang diperoleh, demikian pernyataan para pedagang di kantin. Juga hal yang paling utama adalah keterbatasan modal yang dimiliki para pedagang di kantin. Untuk mengetahui lebih jenis MTG yang dijual di kantin sekolah dapat dilihat Lampiran 34. Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai sikap MTG siswa yang menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) antara contoh siswa mulok dan tidak mulok. Ini membuktikan bahwa contoh siswa mulok mempunyai sikap tentang MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa tidak mulok. 3.2 Ibu Siswa Sikap ibu siswa mulok maupun tidak mulok terhadap MTG adalah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) baik sikap suka, alasan penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Pada Tabel 34 menjelaskan bahwa nilai sikap suka dengan alasan cita rasa hampir sama, artinya bahwa ibu tersebut suka MTG dengan alasan utamanya karena cita rasa. Rata-rata nilai alasan karena cita rasa pada ibu siswa mulok yaitu 55,87±30,28 dan 56,39±39,00.
73 Alasan selanjutnya yakni karena MTG mempunyai aroma khas, yang tentunya ini tidak dapat diperoleh atau tergantikan dengan aroma makanan lainnya. Rata-rata nilai sikap suka karena aroma khas adalah 55,24±29,61 pada ibu siswa mulok dan 55,57±37,74 tidak mulok. Tabel 34 Rata-rata nilai sikap ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan komponen sikap Komponen sikap
Ibu siswa mulok
Ibu siswa tidak mulok
Sig (2-tailed)
55.51±29.69
a
54.43±29.30
a
Tekstur
54.54±29.15
a
Aroma khas
55.24±29.61a
55.57±37.74a
0.931
55.87±30.28
a
56.39±39.00
a
0.896
53.42±29.94
a
54.02±37.44
a
0.875
54.26±29.37
a
54.45±36.62
a
Suka Penampilan
Cita rasa Menyehatkan Mudah diperoleh
55.96±37.80
a
0.907
54.71±35.13
a
0.940
54.91±36.60
a
0.921
0.961
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
3.3 Nenek Siswa Sikap suka MTG yang dimiliki nenek siswa mulok dan tidak mulok adalah tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Rata-rata nilai sikap suka pada nenek mulok adalah 58,86±40,40 dan 58,84±39,59 tidak mulok. Lihat Tabel 35. Tabel 35 Rata-rata nilai sikap nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan komponen sikap Komponen sikap
Nenek siswa mulok
Nenek siswa tidak mulok
Sig (2-tailed)
58.86±40.40
a
Penampilan
57.92±40.53
a
Tekstur
57.51±39.67a
57.78±38.48a
0.953
58.31±40.64
a
58.87±39.61
a
0.902
58.97±40.51
a
59.19±39.64
a
0.961
Menyehatkan
56.45±40.60
a
57.33±37.83
a
0.842
Mudah diperoleh
57.21±38.88a
57.42±37.62a
0.961
Suka
Aroma khas Cita rasa
58.84±39.59
a
0.997
58.21±39.20
a
0.949
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Alasan suka yang terpenting seperti yang terjadi pada ibu siswa dan siswa yaitu karena cita rasa. Rata-rata nilainya mendekati nilai sikap suka yaitu 58,97±40,51 contoh nenek siswa mulok dan 59,19±39,64 pada tidak mulok. Alasan cita rasa ini telah memberikan penjelasan dari mereka bahwa makanan tradisional adalah lebih baik dibandingkan dengan makanan lainnya. Alasan selanjutnya karena aroma khas sehingga bersikap suka pada MTG. Alasan terendah nenek siswa bersikap suka MTG sama dengan alasan pada ibu siswa, dan siswa yaitu karena menyehatkan. Namun rata-rata nilai nenek siswa baik mulok dan tidak mulok adalah lebih tingggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa itu sendiri. Diantara penjelasan mereka bahwa makanan tradisional lebih baik dari makanan lainnya karena dibuat dari bahan-bahan alami dan tidak menggunakan bahan-bahan lain yang mereka anggap akan merugikan kesehatan. Sesungguhnya
74 nenek siswa ini telah memahami manfaat makanan yang ditinjau dari pandangan kesehatan sekalipun tidak dapat mereka jelaskan secara rinci. Lihat Tabel 35. 3.4 Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa 3.4.1 Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG Sikap siswa mulok dengan ibu siswa dan nenek siswa secara keseluruhan adalah berbeda secara nyata (p<0,05). Antara sikap ibu siswa dengan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata sekalipun nilai rata-rata nenek siswa lebih tinggi. Rata-rata nilai sikap siswa adalah lebih rendah dibandingkan dengan ibu siswa dan nenek siswa. Hal ini terlihat pada sikap rasa suka MTG dengan alasan karena penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Lihat Tabel 36. Tabel 36 Rata-rata nilai sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan komponen sikap Komponen sikap Suka Penampilan Tekstur Aroma khas Cita rasa Menyehatkan Mudah diperoleh
Siswa
Ibu
45.56±21.51
a
44.60±21.62
a
43.36±21.20
a
45.16±21.39
a
46.25±21.61
a
43.33±21.92
a
45.44±21.78
a
Nenek
55.51±29.69
b
54.43±29.30
b
54.54±29.15
b
55.24±29.61
b
55.87±30.28
b
53.42±29.94
b
54.26±29.37
b
Signifikan
58.86±40.40
b
0.000
57.92±40.53
b
0.000
57.51±39.67
b
0.000
58.31±40.64
b
0.000
58.97±40.51
b
0.000
56.45±40.60
b
0.000
57.21±38.88
b
0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pada Tabel 36 ada hal yang menarik yaitu rata-rata nilai yang tertinggi adalah pada alasan karena cita rasa. Ini sebagai bukti bahwa seseorang mempunyai sikap rasa suka terhadap MTG dengan alasan yang paling utama adalah karena cita rasa yang dimiliki oleh MTG itu sendiri dan cita rasa ini adalah khas dan tidak ditemukan pada makanan lainnya. Menurut Roose et al. (2012) yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh rasa pada kesukaan makanan, menunjukkan bahwa rasa makanan secara siknifikan merupakan preferensi pada makanan. Hal yang sama dinyatakan pula oleh Galindo et al. (2012) bahwa rasa memiliki masukan penting dalam kesukaan terhadap makanan, hal ini ditinjau dari faktor fisiologis yang mempengaruhi keputusan apa yang harus dimakan. 3.4.2 Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Tidak Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG Nilai rata-rata sikap siswa tidak mulok terhadap MTG adalah terdapat perbedaan yang nyata dengan sikap ibu siswa dan nenek siswa. Tetapi hal yang sama dengan sikap kelompok mulok adalah bahwa tidak terdapat perbedaan sikap MTG ibu siswa dengan nenek siswa, sementara dengan siswa terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Lihat Tabel 37.
75 Seperti halnya dengan kelompok mulok, pada kelompok ini ditemukan juga bahwa nilai rata-rata alasan karena cita rasa adalah yang tertinggi dibandingkan dengan nilai-nilai rata-rata lainnya. Ini juga sebagai bukti sekalipun siswa tidak mulok, namun hal yang mendasari mereka bersikap terhadap MTG yang paling utama adalah karena cita rasa dari MTG itu sendiri. Tabel 37 Rata-rata nilai sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa tidak mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan komponen sikap Komponen sikap
Siswa
Ibu
Nenek
38.57±21.19
Penampilan
37.46±19.50
a
Tekstur
37.00±19.63a
54.91±36.60b
57.78±38.48b
0.000
38.53±20.36
a
55.57±37.74
b
58.87±39.61
b
0.000
39.15±20.75
a
56.39±39.00
b
59.19±39.64
b
0.000
Menyehatkan
36.94±20.01
a
54.02±37.44
b
57.33±37.83
b
0.000
Mudah diperoleh
38.00±19.60a
57.42±37.62b
0.000
Suka
Aroma khas Cita rasa
55.96±37.80
b
54.71±35.13
b
Signifikan
a
54.45±36.62b
58.84±39.59
b
0.000
58.21±39.20
b
0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
3.4.3 Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan Tidak Mulok Terdapat perbedaan yang nyata sikap siswa dengan ibu siswa dan sikap siswa dengan nenek siswa. Sementara terlihat pula perbedaan antara sikap ibu siswa dan sikap nenek siswa tetapi tidak berbeda secara nyata. Selanjutnya pada Tabel 38 menunjukkan bahwa semakin muda seseorang maka sikap suka pada MTG semakin rendah artinya kemungkinan kekuatan sikap suka yang melekat pada nenek siswa belum dipengaruhi oleh keadaan materialistik dan teknologi. Sehingga penampilan MTG dipandang lebih oleh nenek siswa dari pada ibu siswa dan siswa. Secara sederhana dan menarik bahwa penampilan MTG tidak kalah dengan makanan modern. Alasan suka MTG karena penampilan, memang sebagai sebuah implikasi rasa kepemilikan pada MTG yang merupakan pandangan secara umum dari luar MTG tersebut. Sementara terkstur merupakan kerenyahan atau kekenyalan MTG pada saat digigit atau dikunyah yang dapat menunjukkan perbedaan dengan makanan lainnya. Tentu saja penilaian yang diberikan oleh para nenek siswa adalah tertinggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa. Alasan selanjutnya adalah aroma khas MTG yang tentunya berhubungan dengan bahanbahan makanan yang digunakan apakah jenisnya, kesegarannya, takarannya, termasuk proses pemasakannya yang semuanya merupakan sebuah kesatuan filosofi yang dimiliki. Nilai rata-rata aroma khas menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara siswa dengan ibu siswa, siswa dengan nenek siswa. Sementara antara ibu siswa dengan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada nilai aroma khas. Alasan sikap suka MTG yang mempunyai pengaruh terbesar dari alasan lainnya yakni karena cita rasa. Cita rasa yang dimiliki MTG benar-benar sulit terduplikasi dengan makanan lainnya. Cita rasa ini lahir dari akumulasi proses persiapan dan pemasakan makanan. Alasan selanjutnya adalah menyehatkan yang merupakan alasan terendah pada ketiga golongan contoh ini. Menurut Zakaria dan Andarwulan (2001) bahwa banyak hasil penelitian mengenai makanan tradisional
76 yang ternyata hampir semua bahan makanan yang digunakan secara tradisional maupun resep-resep makanan tradisional Indonesia mempunyai khasiat terhadap kesehatan karena mengandung satu atau lebih komponen senyawa yang mempunyai sifat fungsional terhadap satu atau lebih reaksi metabolisme dan biokimia yang esensial bagi tubuh. Pernyataan yang diberikan baik oleh siswa, ibu siswa, dan nenek siswa tentang MTG dapat menyehatkan adalah berbeda. Terlihat semakin muda semakin rendah alasan suka karena menyehatkan. Ini penting untuk dilakukan pengkajian secara detail berdasarkan pandangan masyarakat khususnya yang lebih tua sehingga akan menambah bahan referensi dalam pelestarian dan pengembangan MTG melalui mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG. Pembelajaran ini dapat merupakan salah satu solusi terbaik untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta implikasinya masyarakat secara berkesinambungan. Lihat Tabel 38. Tabel 38 Rata-rata nilai sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan komponen sikap Komponen sikap
Siswa
Ibu a
0.000
42.07±21.12
Penampilan
41.04±20.86a
54.57±32.30b
58.06±39.81b
0.000
40.19±20.63
a
54.72±33.03
b
57.64±39.02
b
0.000
41.85±21.11
a
55.40±33.87
b
58.59±40.10
b
0.000
Cita rasa
42.71±21.45
a
56.13±34.86
b
59.08±40.10
b
0.000
Menyehatkan
40.15±21.20 a
53.72±33.85b
56.89±39.18b
0.000
a
b
b
0.000
Aroma khas
Mudah diperoleh
41,73±21.02
54.36±33.14
58.85±39.93
Signifikan b
Suka Tekstur
55.74±33.94
Nenek b
57.31±38.20
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Sikap suka MTG dengan alasan karena mudah diperoleh mempunyai perbedaan yang nyata antara siswa dengan ibu siswa dan antara siswa dengan nenek siswa. Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena intensitas ibu dan nenek ke tempat penjualan MTG lebih tinggi dibandingkan dengan siswa. Juga ini merupakan ingatan dalam mengakses atau memperoleh MTG. Sementara antara ibu siswa dan nenek siswa tidak terjadi perbedaan yang nyata tentang alasan tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena keduanya adalah pelaku utama dalam pengadaan atau pembelian bahan MTG. Ini terlihat pada semua kabupaten/kota yang menunjukkan bahwa ketersediaan MTG itu ada, baik jenis makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan snack/kue. Makanan tradisional Gorontalo ini dijual di pasar, restoran, warung/rumah makan, kaki lima, toko ole-ole dan di mall. Namun sangat disayangkan bahwa keragaman MTG yang dijual ini masih kurang dibandingkan dengan makanan lain atau produk instan lainnya. Malah ada mall yang terbesar di Gorontalo tidak menyediakan MTG, tetapi menyediakan produk makanan dari luar daerah lainnya serta produk impor. Sementara untuk hotel-hotel tertentu menyediakan MTG hanya berdasarkan pemesanan dari konsumen dan itu pun pihak hotel bukan membuat sendiri tapi dipesan dari para produsen di luar hotel. Dengan demikian berdasarkan wawancara dan observasi ada juga hotel yang mempunyai restoran menyediakan MTG 2-3 kali dalam seminggu.
77 Keadaan sikap konsumsi MTG terlihat bahwa nenek siswa cenderung mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa (Tabel 36, 37 dan 38), sehingga terlihat bahwa semakin muda semakin rendah sikap suka terhadap MTG. Alasan suka ini ditunjukan pula oleh keadaan alasan yang sama yaitu bahwa semakin muda semakin rendah pula rata-rata nilai alasan suka tersebut yang meliputi karena penampilan, tekstur, aroma yang khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Artinya, bahwa keadaan ini telah membuktikan adanya perubahan sikap tentang MTG pada masyarakat Gorontalo. 4. Praktik Konsumsi MTG Setelah seseorang bersikap dengan berbagai alasannya maka ada kecenderungan untuk melakukan tindakan atau praktik. Praktik ini akan terlaksana ketika tersedia objek dalam hal ini fasilitas atau sarana untuk dilakukannya tindakan. Selanjutnya praktik perilaku konsumsi MTG yang dimaksudkan adalah praktik siswa, ibu siswa dan nenek siswa dalam frekuensi mengonsumsi MTG setiap hari, minggu, bulan, dan tahun. Ada 80 jenis menu MTG yang akan dijelaskan berdasarkan frekuensi konsumsi perhari, minggu, bulan dan tahun. 4.1 Siswa Frekuensi konsumsi MTG siswa mulok dan tidak mulok pada umumnya berbeda nyata (p<0,05), dengan total rata-rata dalam setahun untuk contoh siswa mulok 1849,38±901,43 kali dan 1596,46±888,194 kali pada tidak mulok. Untuk frekuensi setiap hari, minggu, bulan dan tahun seperti berikut ini. Lihat Tabel 39. Frekuensi konsumsi MTG setiap hari dalam setahun pada siswa mulok dan tidak mulok tidak berbeda secara nyata (p>0,05). Namun menandakan adanya kecenderungan peningkatan frekuensi konsumsi MTG siswa mulok. Untuk frekuensi konsumsi perminggu adalah berbeda nyata (p<0,05) dan perbedaan ini kemungkinan berhubungan dengan aktivitas siswa dari rumah ke sekolah, yaitu karena ketersediaan MTG yang baik di sekolah dan juga adanya pemahaman pada siswa mulok tentang MTG yang mendukung praktik mereka dalam konsumsi MTG tersebut. Tabel 39 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun Frekuensi konsumsi MTG
Siswa mulok
Siswa tidak mulok a
Hari
1195.2±820.7
Minggu
581.52±334.68a
Bulan Tahun Total dalam setahun
68.24±67.59 4.43±5.08
0.000
44.13±43.136
a
1849.38±901.43
0.060
356.47±238.43b
993.29±927.76
a
2.57±2.94 a
Sig (2-tailed)
a
b
0.000
b
1596.46±888.194
0.000 b
0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Rata-rata konsumsi MTG setiap bulan terdapat perbedaan yang nyata dengan rata-rata 68,24±67,59 (berkisar 5-6) kali pada siswa mulok dan 44,13±43,13 (berkisar 3-4) kali pada tidak mulok. Konsumsi setiap bulan itu biasanya berhubungan dengan kegiatan-kegiatan perayaan hari besar agama, acara
78 adat istiadat, juga kesadaran mengonsumsi MTG itu sendiri. Temuan Eliawati et al. (2001) yang hanya meneliti frekuensi konsumsi pangan tradisional dalam sebulan pada remaja di kota Bogor adalah 5,4 kali/bulan makanan lengkap; 7,3 kali/bulan makanan kudapan dan 9,5 kali/bulan minuman yang dapat dirataratakan 7,4 kali/bulan atau 7-8 kali/bulan. Demikian pula halnya yang terjadi pertahun yaitu berbeda nyata frekuensinya antara siswa yang mengonsumsinya. Ini juga dapat menandakan keadaan kemampuan dalam mengadopsi MTG itu sendiri bagi yang mengonsumsinya karena telah mengalami proses pembelajaran tentang MTG tersebut. Proses pembelajaran ini dapat meningkatkan pengetahuan MTG dan dengan pengetahuan tersebut telah meningkatkan pula sikap tentang MTG yang akhirnya mereka mempraktikkannya lebih sering dibandingkan tidak mulok. Keadaan ini menandakan bahwa siswa mulok mempunyai perilaku praktik konsumsi MTG yang lebih baik dibandingkan dengan tidak mulok. 4.2 Ibu Siswa Frekuensi konsumsi MTG ibu siswa mulok dan tidak mulok berbeda secara nyata (p<0,05). Adapun rata-ratanya adalah 1716,13±1442,38 kali pada ibu siswa mulok dan 1390,76±1037,77 pada tidak mulok. Namun terlihat ada perbedaan frekuensi konsumsi MTG yang terjadi pada waktu perminggu. Kemungkinan ini terjadi oleh karena ibu siswa mulok dan tidak mulok memiliki perbedaan lama pendidikan berbeda nyata (p<0,05) yang berdampak pada perbedaan praktik. Lihat Tabel 40. Tabel 40 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun Frekuensi konsumsi MTG
Ibu siswa mulok
Ibu siswa tidak mulok
Sig (2-tailed)
Hari
980.49±1418.88a
809.24±1020.27 a
0.227
523.08±365.16b
0.001
Minggu
670.90±429.12
Bulan
62.67±67.43
Tahun
a
Total dalam setahun
2.07±4.07
a
a
1716.13±1442.38
56.53±55.33 1.91±3.51 a
a
0.386
a
1390.76±1037.77
0.707 b
0.025
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
4.3 Nenek Siswa Nenek siswa memiliki pengetahuan nama MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa itu sendiri, namun dalam praktiknya belum tentu mereka yang akan melakukannya lebih banyak pula. Kemungkinan selain karena usia para nenek siswa yang sudah lanjut. Menurut De Boer et al. (2013) bahwa pada usia lanjut (lebih dari 65 tahun) penuaan memiliki beberapa konsekuensi diantaranya perubahan fisiologis yang berhubungan dengan asupan makanan seperti anorexia.
79 Tabel 41 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun Frekuensi konsumsi MTG
Nenek siswa tidak mulok 972.53±1344.83 a
Nenek siswa mulok 913.69±1132.09 a
Hari Minggu
531.56±401.79
Bulan
75.29±82.16
Tahun
a
2.80±4.44
a
522.05±442.24
a
70.34±73.39 2.48±4.28
1523.35±1269.14 a
Total dalam setahun
Sig (2-tailed) 0.680
a
0.840
a
0.579
a
0.518
1567.41±1327.69a
0.767
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Secara keseluruhan ditemukan tidak ada perbedaan yang nyata rata-rata frekuensi konsumsi MTG (p>0,05) contoh nenek siswa mulok dan tidak mulok. Ini terlihat bahwa dalam setahun frekuensi konsumsinya ada 1523,35±1269,14 kali pada contoh nenek siswa mulok dan 1567,41±1327,69 kali tidak mulok. Demikian pula untuk frekuensi konsumsi MTG perhari, minggu, bulan dan tahun tidak ditemukan perbedaan yang nyata. Lihat Tabel 41. 4.4 Praktik MTG Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Praktik konsumsi MTG perhari pada contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa adalah berbeda-beda. Dari 80 jenis menu MTG, ada 32,50% MTG yang dikonsumsi oleh contoh siswa perhari sementara pada ibu dan nenek masingmasing adalah 26,25% dan 30%. Konsumsi contoh ibu siswa perminggu sebanyak 60% jenis menu MTG, sementara pada siswa dan nenek masing-masing 47,5% dan 50%. Lebih lanjut, untuk jenis menu yang terbanyak dikonsumsi perminggu yaitu sebanyak 60% MTG. Yang menarik Konsumsi MTG perbulan, terbanyak adalah pada contoh nenek siswa yaitu ada 56,25% MTG. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel 42 Jumlah MTG yang dikonsumsi contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa perhari, minggu, bulan dan tahun berdasarkan jenis MTG Jenis MTG
Hari
Minggu
Bulan
Tahun
Siswa
Ibu
Nenek
Siswa
Ibu
Nenek
Siswa
Ibu
Nenek
Siswa
Ibu
Nenek
5
3
6
8
7
7
7
6
8
7
2
3
3
3
7
5
9
8
8
8
9
8
5
2
Sayuran
4
6
3
2
6
6
3
3
4
3
0
0
Snack/kue
14
9
8
23
26
19
20
19
24
19
11
14
Total
26
21
24
38
48
40
38
36
45
37
18
19
32.50
26.25
30.00
47.50
60.00
50.00
47.50
45.00
56.25
46.25
22.50
23.75
Makanan pokok Lauk pauk
% total
4.4.1 Frekuensi Konsumsi MTG Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG Total dalam setahun, frekuensi konsumsi MTG siswa mulok, ibu siswa dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan secara nyata (p>0,05). Terlihat pada Tabel 43 bahwa frekuensi siswa mulok adalah lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
80 siswa dan nenek siswa. Selanjutnya terdapat perbedaan frekuensi pada contoh siswa mulok dengan ibu dan neneknya dalam waktu perhari tetapi tidak nyata (p>0,05). Bagi siswa, MTG selain disediakan di rumah tersedia pula di lingkungan dia beraktifitas seperti di kantin dan warung. Ini kemungkinan membuat frekuensi yang dipraktikan oleh siswa pada setiap jenis menu MTG menjadi lebih banyak dibandingkan dengan ibu dan nenek. Terlihat bahwa frekuensi yang tertinggi perminggu terdapat pada ibu siswa dengan rata-rata 670,90±429,12 kali, tetapi perbedaannya tidak nyata. Di Gorontalo ada kegiatan adat yang selalu mengundang para orang tua, dan pada acara tersebut biasanya disuguhkan dengan makanan tradisional seperti pada acara 7 bulanan, aqikah, khitanan, pembeatan, pernikahan, termasuk juga acara perayaan hari besar Islam. Kemungkinan ini yang menyebabkan adanya perbedaan frekuensi konsumsi MTG pada waktu bulan antara contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Di sini nenek siswa lebih tinggi frekuensinya dan nyata dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa itu sendiri. Tabel 43 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa, dan nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun Frekuensi konsumsi MTG Hari Minggu Bulan Tahun Total dalam setahun
Siswa
Ibu siswa
Nenek siswa
Signifikan
1195.2±820.7a
980.49±1418.88ab
913.69±1132.09 b
0.083
581.52±334.68
ab
a
68.24±67.59
670.90±429.12 62.67±67.43
a
a
531.56±401.79
a
b
0.060
a
75.29±82.16
b
4.43±5.08
2.07±4.07
1849.38±901.43a
1716.13±1442.38ab
2.80±4.44
0.315
b
0.000
1523.35±1269.14b
0.064
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
4.4.2 Frekuensi Konsumsi MTG Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Tidak Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG Total rata-rata frekuensi konsumsi MTG contoh siswa tidak mulok, ibu dan neneknya sesungguhnya tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Namun ini terlihat lebih rendah jika dibandingkan dengan frekuensi konsumsi MTG pada siswa mulok. Tabel 44 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa, dan nenek siswa tidak mulok ilmu gizi berbasis MTG berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun Frekuensi konsumsi MTG
Siswa
Ibu siswa
Nenek siswa
993.29±927.76
a
809.24±1020.27
Minggu
356.47±238.43
a
b
Bulan
44.13±43.136a
Hari
Tahun Total dalam setahun
523.08±365.16
a
522.05±442.24
56.53±55.33 a
a
1.91±3.51 a
1596.46±888.19
1390.76±1037.77
b
2.48±4.28 ab
0.441 0.000
70.34±73.39 b
a
2.57±2.94
972.53±1344.83
Signifikan a
0.001
a
0.228 a
1567.41±1327.69
0.100
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Adapun total dalam setahun rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa tidak mulok yaitu 1596,46±888,19 kali, ibu dan neneknya masing-masing
81 1390,76±1037,77 kali dan 1567,41±1327.69 kali. Frekuensi konsumsi MTG perhari, dan pertahun tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Tetapi pada waktu perbulan dan perminggu terdapat perbedaan yang nyata antara siswa tidak mulok dengan ibu siswa dan neneknya. Kemungkinan hal ini disebabkan sama seperti sebelumnya yaitu bahwa adanya kegiatan perbulan para nenek dan ibu-bu yang berakibat mereka meng mengonsumsi konsumsi MTG lebih sering untuk setiap bulannya. Lihat Tabel 44. 4.4.3 Frekuensi Konsumsi MTG Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan Tidak Mulok Keseluruhan frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa adalah tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Namun pada frekuensi MTG perbulan terlihat ada perbedaan antara siswa, ibu siswa dan nenek siswa dengan rata-rata frekuensi tertinggi yaitu pada nenek siswa. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa hal ini berhubungan dengan kegiatan-kegiatan adat istiadat yang dilaksanakan yang mengundang para sesepuh (orang lanjut usia) yang diyakini dapat memberikan keberkahan untuk upacara adat tersebut. Lihat Tabel 45. Tabel 45 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa, dan nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun Frekuensi konsumsi MTG
Siswa
Ibu siswa a
Nenek siswa a
Signifikan a
Hari
1044.74±887.22
895.15±12.37
943.02±1240.978
0.251
Minggu
469.36±311.34a
620.25±434.55b
526.82±421.74a
0.000
Bulan Tahun Total dalam setahun
a
56.22±57.918 a
3.50±4.25
1573.83±53.56
59.61±61.68 1.99±3.80
a
a
72.83±77.82
b
2.64±4.36 a
1576.99±1259.07
b
0.005
b
0.000 a
1545.30±1296.70
0.935
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Berdasarkan temuan pada praktik konsumsi MTG maka terbukti bahwa siswa SMP mulok mempunyai perilaku konsumsi makanan tradisional yang lebih tinggi dari pada tidak mulok. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Khomsan et al. (2009) bahwa prasyarat terjadinya perubahan perilaku gizi adalah pengetahuan tentang gizi atau makanan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata konsumsi MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Namun terlihat bahwa MTG yang dikonsumsi ibu siswa dan nenek siswa cenderung lebih banyak dibandingkan dengan siswa (lihat Tabel 42). 4.5 Kategori Frekuensi Konsumsi MTG Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok dan Tidak Mulok Berdasarkan Frekuensi Perhari Tabel 46 menunjukkan bahwa kategori frekuensi konsumsi MTG yang tertinggi terlihat pada kategori sering pada siswa mulok dan kategori jarang pada tidak mulok. Akan tetapi sekalipun frekuensinya tinggi namun variasi MTG yang dikonsumsi terlihat masih rendah dari jumlah MTG yang ada.
82 Tabel 46 Sebaran kategori frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari Siswa
Kategori frekuensi Tidak pernah (<1) Jarang (1-4) Sering (4-7) Selalu ( ≥7)
Mulok
Ibu siswa
Tidak mulok
Mulok
Nenek siswa
Tidak mulok
Mulok
Tidak mulok
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
4
2.61
10
6.58
11
7.19
14
9.21
16
10.46
10
6.58
59
38.56
68
44.74
72
47.06
85
55.92
76
49.67
85
55.92
66
43.14
58
38.16
41
26.8
33
21.71
34
22.22
31
20.39
24
15.69
16
10.53
29
18.95
20
13.16
27
17.65
26
17.11
Merujuk pada Tabel 42 yang menunjukkan bahwa dari 80 MTG, ternyata yang dikonsumsi perhari hanya tinggal 26 MTG atau 32,50%. Ini juga dapat menjadi peringatan atau tanda bahwa sesungguhnya MTG yang dikonsumsi oleh masyarakat Gorontalo telah menurun dan beralih ke makanan lain. Selain itu bahwa jenis MTG yang paling banyak dikonsumsi pun adalah snack/kue baik untuk frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun. Berbeda dengan siswa yang beraktivitas di luar rumah termasuk di sekolah yang mempunyai kantin atau warung dibandingkan dengan ibu siswa dan nenek siswa yang sebagian besar sebagai ibu rumah tangga, maka kategori frekuensi konsumsi MTG tertinggi adalah jarang. Terdapat 13,16-18,95% ibu siswa dan nenek siswa dengan kategori selalu, sementara untuk kategori sering 20,3926,8%. Lihat Tabel 46. 4.6 Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa yang Mengonsumsi MTG Praktik konsumsi MTG pada contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa berbeda antara waktu, baik yang terjadi perhari, minggu, bulan dan tahun. Dari 80 MTG akan dijelaskan lebih lanjut jumlah yang mengonsumsinya pada masingmasing makanan tersebut. Tampilan pilihan makanan yang akan dijelaskan adalah tiga terbanyak dan merupakan bagian dari pilihan makanan lainnya. 4.6.1 Siswa Pada contoh siswa, MTG yang banyak dipilih dikonsumsi setiap hari yaitu nasi kuning sebagai jenis makanan pokok, lauk pauk yaitu bilenthango, sayuran berupa kando tilumiti, dan snack/kue yaitu sanggala. Semua jenis makanan yang dikonsumsi ini selalu tersedia di kantin sekolah atau warung sehingga membuat siswa mudah memperolehnya. Lihat Tabel 33 dan Lampiran 33, 34.
83 Tabel 47 Sebaran contoh siswa Gorontalo Hari
yang mengonsumsi
Minggu Nama MTG
makanan tradisional
Bulan
Nama MTG
%
% Nama MTG Makanan pokok
Nasi Kuning
42.86
Binthe Biluhuta
43.64
Binthe Biluhuta
33.33
Balobinthe
Balobinthe
14.29
Nasi Kuning
Tahun %
Nama MTG
%
Binthe Biluhuta
35.48
Balobinthe
30.77
16.36
Balobinthe
29.03
Bajoe
15.38
16.36
Ilabulo
9.68
Dila Lo Binthe
15.38
Lauk pauk Bilenthango
85.71
Dabu-dabu Lo sagela
40.00
Tabu moitomo
33.33
Tabu moitomo
22.22
Dabu-dabu Lo sagela
9.52
Bilenthango
32.00
Dabu-dabu Lo sagela
16.67
Dabu-dabu Lo sagela
11.11
Ilahe
4.76
Pilitode
20.00
Gamie Lo hele
8.33
Gamie Lo hele
11.11
Kando Tilumiti
Sayuran Pilitode Lo Poki54.17 Poki
70.97
Pilitode Lo PokiPoki
16.13
Ihu tilinanga
6.45
Sanggala
31.95
Sabongi
16.67
Tutulu
16.98
Kukisi karawo/keraw ang
11.90
Sabongi
19.53
Onde-onde
12.75
Kue karawo/kerawang
13.21
Onde-onde
11.90
Lalamba
10.65
Sanggala
9.80
Aliyadala
11.32
Tutulu
11.90
Pilitode Lo Poki-Poki Gohu Lo Putungo
45.83 0.00
Gohu Lo Putungo
Tilumithi Dungo Popaya Snack/Kue
50,00
Gohu Lo Putungo Pilitode Lo Poki-Poki Tilumithi Dungo Popaya
Kando Tilumiti
33.33 16.67
40,00 40,00 20,00
Lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 42.
Binthe biluhuta menjadi makanan pokok yang paling banyak dipilih oleh contoh siswa pada praktik perminggu, sementara untuk jenis lauk pauk adalah dabu-dabu lo sagela, dan jenis sayuran masih paling banyak pada kando tilumiti. Konsumsi MTG untuk perbulan dan pertahun yang paling banyak dipilih adalah beragam. Namun untuk lauk pauk terlihat bahwa menu tabu moitomo menjadi pilihan terbanyak baik pada konsumsi perminggu dan perbulan. Ini banyak terpilih karena menu tersebut sangat sering disediakan pada acara pesta seperti pada peminangan, pernikahan, peringatan hari lahir seseorang atau acara pesta pembeatan seorang wanita yang aqil balik, haul meninggalnya seseorang. Konsumsi sayur MTG pertahun yang terbanyak berkisar antara 11- 40% dan jenis sayuran yang paling banyak terpilih adalah gohu lo putungo dan pilitode lo poki-poki. Untuk snack/kue MTG yang terbanyak yaitu kukisi karawo/kerawang. Terlihat bahwa pilihan contoh pada MTG tidak terdistribusi secara merata pada 80 MTG yang hanya terfokus pada beberapa makanan tertentu sehingga pilihan jenis makanannya yang terpilih adalah lebih banyak. Tabel 47 memperlihatkan bahwa, khusus untuk lauk pauk pada frekuensi perhari dan perminggu yang paling banyak dikonsumsi adalah lauk pauk dari bahan ikan segar. Berbeda dengan hasil penelitian Waysima et al. (2010) bahwa sekalipun anak-anak yang tinggal di pesisir pantai terdapat ketersediaan ikan laut, namun ikan ini malah menjadi pilihan kedua setelah daging ayam. Selanjutnya ditemukan pula diantara jenis produk ikan lauk maka ikan kaleng menjadi pilihan pertama.
84 4.6.2 Ibu Siswa Makanan pokok MTG yang menjadi pilihan terbanyak contoh ibu siswa perhari adalah nasi kuning sebesar 62,50%, sementara untuk perminggu dan perbulan adalah binthe biluhuta yang masing-masing 46,55% dan 40,00%. Terlihat pula untuk pertahunnya adalah menu balobinthe sebesar 75,00%. Memang makanan pokok ini adalah makanan yang selalu tersedia di rumah atau di tempat penjualan. Selanjutnya akan dijelaskan seperti terlihat pada Tabel 48. Tabel 48 Sebaran contoh ibu siswa yang mengonsumsi makanan tradisional Gorontalo Hari Nama MTG
%
Minggu Nama MTG
%
Bulan Nama MTG
%
Tahun Nama MTG
%
Makanan pokok Nasi Kuning
62.50
Binthe Biluhuta
46.55
Binthe Biluhuta
40.00
Balobinthe
75.00
Binthe Biluhuta
25.00
Balobinthe
32.76
Balobinthe
35.00
Binthe Luopa
25.00
Balobinthe
12.50
Kasubi Ilahe
8.62
Kasubi Ilahe
17.50
-
-
Gamie Lo hele
20.00
Lauk pauk Bilenthango Dabu-dabu Lo sagela Perkedede Lo Binthe
90.00
Bilenthango
25.58
Dabu-dabu Lo sagela
25.00
7.50
Dabu-dabu Lo sagela
23.26
Gamie Lo hele
18.75
2.50
Pilitode
20.93
Gamie Lo Bolowa
12.50
71.43
Pilitode Lo Poki-Poki
Gamie Lo Bolowa Garo Lo Payangga
20.00 20.00
Sayuran Kando Tilumiti Pilitode Lo PokiPoki Gohu Lo Putungo
33.33
9.52
Kando Tilumiti
30.95
4.76
Gohu Lo Putungo
19.05
Gohu Lo Putungo Pilitode Lo PokiPoki Tilumithi Dungo Popaya
70.00
-
-
20.00
-
-
10.00
-
-
Snack/Kue Sabongi
36.59
Onde-onde
19.27
Onde-onde
14.00
Aliyadala
22.22
Sanggala
25.61
Popolulu
17.43
Tutulu
14.00
Onde-onde
16.67
Pusu lo kasubi
10.98
Lalamba
8.26
Keyabo
10.00
Sabongi
16.67
Lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 43.
Jenis lauk pauk MTG yang dikonsumsi oleh contoh ibu siswa paling banyak untuk perharinya dan perminggu adalah bilenthango. Ada 90% ibu siswa yang mengonsumsi bilenthango setiap hari dan setiap minggunya ada 25,58%. Sementara pilihan terbanyak untuk perbulan adalah dabu-dabu lo sagela sebesar 25%, dan untuk pertahunnya adalah gamie lo hele sebanyak 20%. Lagi-lagi kando tilumiti menjadi jenis sayuran pilihan terbanyak contoh ibu siswa untuk frekuensi setiap hari yaitu 71,43%. Sedangkan konsumsi perminggu terdapat sayur pilitode lo poki-poki sebanyak 33,33% dan perbulan adalah gohu lo putungo sebesar 70%. Sementara tidak terdapat pilihan contoh ibu siswa pada jenis menu sayuran pertahun. Kemungkinan ini karena semua jenis sayuran MTG biasa dikonsumsi setiap hari dan tidak ada yang khusus dikonsumsi pada hari-hari tertentu. Sebanyak 36,59% setiap hari ibu siswa mulok memilih sabongi sebagai jenis snack/kue. Selanjutnya untuk perminggu dan perbulannya, onde-onde menjadi pilihan terbanyak, sedangkan untuk pertahun adalah aliyadala. Jenis
85 snack/kue ini dengan bahan utama ubi kayu atau singkong, sehingga ini juga dapat merupakan upaya dalam ketahanan pangan yaitu dengan mengonsumsi makanan tradisional yang berbahan lokal. 4.6.3 Nenek Siswa Banyak contoh nenek siswa memilih makanan pokok MTG yang terbuat dari bahan dasar jagung. Frekuensi konsumsi MTG perhari, minggu dan bulan terbanyak pada binthe biluhuta dan balobinthe. Ini menandakan bahwa mereka masih mempertahankan makanan pokok yang berasal dari bahan bukan beras dan masih menjadi pilihan yang dianggapnya terbaik. Kesenangan contoh nenek siswa pada jenis lauk pauk yaitu bilenthango, yang terjadi frekuensi perhari dan bulan. MTG ini terbuat dari ikan air tawar maupun ikan laut yang menjadi pilihan terbanyak. Hal ini terjadi pula pada umur masyarakat lainnya yang banyak mengonsumsi MTG tersebut setiap harinya. Konsumsi contoh nenek siswa perbulan terbanyak pada pilitode. MTG ini merupakan paduan antara ikan dan santan kelapa disertai dengan bumbu-bumbu yang khas, sehingga memberikan cita rasa yang spesifik. Kemungkinan hal ini yang menyebabkan banyak pilihan contoh pada pilitode. Sementara jumlah pilihan MTG terbanyak pertahun adalah palau yaitu ayam kampung yang digoreng utuh satu ekor (sudah dikeluarkan karkasnya), dibumbui dan biasanya dibuat pada setiap ada upacara adat 7 bulanan kehamilan ibu dalam keluarga. Para nenek atau orang yang dianggap lebih tua biasanya diundang untuk pesta tersebut karena dianggap akan memberikan keberkahan pada keluarga yang sedang hajatan tersebut. Kehadiran orang yang dituakan ini adalah sebuah kebahagiaan untuk keluarga yang menyelenggakan pesta sehingga dihargai dengan diberikan palau. Ini terjadi pula pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di masjid, dihadiri oleh berbagai kalangan dan dilaksanakan pada waktu setelah sholat Isya sampai jam 10 pagi. Tetapi pada waktu sebelum sholat subuh, pembacaan doa dihentikan guna melaksanakan sholat subuh. Setelah itu dilanjutkan lagi pembacaan doa tersebut. Palau ini diberikan pada orang-orang yang membaca doa yang biasanya paling banyak terdiri dari nenek-nenek dan kakek-kakek, dan ada juga yang dihadiahkan untuk para tokoh masyarakat atau pemimpin daerah. Tabel 49 menjelaskan pula praktik konsumsi MTG contoh nenek siswa pada jenis sayuran. Untuk pilihan terbanyak pada setiap hari dan minggu adalah kando tilumiti. Sayur ini menjadi pilihan terbanyak karena kebiasaan makan jenis sayur tersebut telah diajarkan atau dibiasakan sejak kecil pada masyarakat Gorontalo dan mudah diperoleh serta harganya murah. Selanjutnya untuk perbulan adalah menu ihu tilinanga yaitu sayur terong yang digoreng kemudian dibumbui dengan bumbu yang sudah dicampur dengan santan yang kental. Ini seiring dengan ratarata kebiasaan makanan pokok perbulan terbanyak pada balobinthe, karena sayuran tersebut biasanya dianggap paling enak jika dimakan dengan makanan pokok yang berbahan jagung.
86 Tabel 49 Sebaran contoh nenek siswa yang mengonsumsi makanan tradisional Gorontalo Hari Nama MTG
Minggu %
Nama MTG
Bulan %
Nama MTG
Tahun %
Nama MTG
%
Makanan pokok Binthe Biluhuta
33.33
Balobinthe
33.33
Balobinthe
40.74
Bajoe
33.33
Nasi Kuning
22.22
Binthe Biluhuta
31.25
Binthe Biluhuta
35.19
33.33
Bajoe
11.11
Kasubi Ilahe
20.83
Kasubi Ilahe
11.11
Balobinthe Binthe Biluhuta
Bilenthango
49.09
Bilenthango
35.14
46.15
Palau
60.00
Dabu-dabu Lo sagela
21.82
Dabu-dabu Lo sagela
32.43
Gamie Lo Bolowa
30.77
Gamie Lo Bolowa
40.00
Pilitode
10.91
Pilitode
18.92
Bilenthango
23.08
-
-
33.33
Lauk pauk Pilitode
Sayuran Kando Tilumiti Ilahu Pilitode Lo PokiPoki
90.48
Kando Tilumiti
38.89
Ihu tilinanga
41.67
-
-
4.76
Pilitode Lo PokiPoki
33.33
Gohu Lo Putungo
33.33
-
-
19.44
Pilitode Lo PokiPoki
16.67
-
-
4.76
Gohu Lo Putungo
Snack/kue Sanggala
49.18
Sabongi
24.14
Onde-onde
14.94
Tiliaya
17.86
Sabongi
24.59
Sanggala
22.99
Tutulu
11.49
Aliyadala
10.71
9.20
Aliyadala
10.34
Sabongi
10.71
Aliyadala 4.92 Onde-onde Lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 44.
Untuk snack/kue MTG, contoh nenek siswa untuk frekuensi perhari paling banyak memilih sanggala. Kue ini mudah dibuat dan diperoleh, biasanya menjadi sandingan ketika seseorang minum kopi atau teh di pagi dan petang hari. Sementara untuk snack/kue perminggu dan perbulan banyak dipilih adalah yang terbuat dari singkong yaitu sabongi dan onde-onde. Di sini terlihat bahwa para contoh nenek siswa mempunyai kebiasaan yang masih dipertahankan yaitu mengonsumsi menu dari bahan umbi-umbian. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi MTG Sebelum dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi MTG, terlebih dahulu ditunjukan perbedaan antara faktor-faktor tersebut pada contoh siswa mulok dan tidak mulok (lihat Tabel 50). Faktor-faktor ini ada tujuh yaitu keluarga, sekolah, peer group, keragaan MTG, citra MTG, iklan dan pasar. Unit terkecil tempat interaksi contoh siswa dalam mengonsumsi MTG yang meliputi kefamilieran, kebiasaan, ketersediaan dan aturan makan dalam keluarga yang merupakan faktor keluarga. Faktor keluarga contoh siswa mulok dibandingkan dengan tidak mulok perbedaannya tidak nyata. Rata-rata nilai faktor keluarga contoh siswa mulok yaitu 23,39±2,162 dan 23,34±2,132 tidak mulok. Ini membuktikan adanya kesamaan bahwa sesungguhnya dalam keluarga contoh siswa telah dilakukan upaya-upaya dalam memperkenalkan MTG kepada anaknya, dan upaya-upaya dalam membiasakan serta menganjurkan penggunaan uang jajan untuk MTG. Tempat interaksi siswa tentang konsumsi MTG yang meliputi pengenalan MTG, upaya pembiasaan mengonsumsi MTG, kegiatan praktik memasak MTG,
87 ketersediaan di kantin dan aturan yang diberlakukan di sekolah merupakan faktor sekolah. Terdapat perbedaan yang nyata antara contoh siswa mulok dan tidak mulok yang masing-masing nilai rata-ratanya adalah 13,83±0,377 dan 8,01±0,880. Perbedaan ini jelas dimungkinkan karena adanya pembelajaran tentang MTG baik secara teori maupun praktik pada contoh siswa mulok sehingga hal ini yang memberikan dasar perbedaan nilai rata-rata yang ada. Sementara pada siswa tidak mulok tentunya tidak dapat memberikan jawaban atau pernyataan akibatnya nilai rata-ratanya lebih rendah. Hasil penelitian Ritchie et al. (2010) tentang dampak pendidikan gizi di California menyatakan bahwa pendidikan gizi di sekolah yang terkoordinasi secara signifikan dapat mempengaruhi perilaku konsumsi makanan ke arah yang lebih baik pada pilihan makanan sehat. Pertanyaan tentang peer group menyangkut tentang keberadaan teman sebaya dalam lingkungannya, komunikasi dalam kelompok tersebut, kesukaan teman sebaya dalam mengonsumsi MTG, penggunaan MTG jika melakukan pertemuan atau kumpul-kumpul dengan teman sebaya, dan praktik memasak MTG jika melakukan pertemuan. Rata-rata nilai peer group adalah hampir sama dan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara peer group contoh siswa mulok dan tidak mulok dalam perilaku konsumsi MTG. Adapun rata-rata nilai faktor peer group pada contoh siswa mulok adalah 14,88±1,84 dan 14,74±1,74 tidak mulok. Ini dapat menunjukkan bahwa sesungguhnya dalam peer group ini terjadi proses-proses perilaku konsumsi MTG karena dilihat dari nilai rata-rata yang ada dengan skala Gudman yang berjumlah 9 pertanyaan maka yang menjawab setuju berkisar lebih dari 80%. Interaksi dalam peer group ini dapat merupakan media pelestarian dan pengembangan MTG. Keragaan MTG menggambarkan tentang karakter makanan tersebut yang terdiri dari rasa, warna, aroma, tekstur, bahan-bahan yang digunakan, kepraktisan dalam membuat dan membawa, mempunyai nilai sejarah serta berhubungan dengan nilai-nilai adat istiadat dan agama. Ternyata faktor ini berbeda nyata antara yang terjadi pada contoh siswa mulok dan tidak mulok dengan rata-rata nilainya masing-masing adalah 45,88±2,50 dan 44,53±2,81. Perbedaan ini sebagai luaran dari proses pembelajaran MTG yang membuat contoh siswa mulok memiliki pengetahuan keragaan MTG yang lebih tinggi karena materi pembelajarannya menyangkut teori dan praktik yang dapat dikatakan sebagai inovasi dalam pelestarian makanan tradisional. Proses inovasi ini dapat diterima oleh konsumen sepanjang melestarikan karakter makanan tradisional (Kuhne et al 2010). Citra MTG merupakan persepsi masyarakat (contoh siswa) tentang prestise konsumsi MTG, pengalaman mengonsumsi, kelangkaan dalam ketersediaan dan kalangan yang mengonsumsinya. Terdapat perbedaan yang nyata citra MTG contoh siswa mulok dan tidak mulok yang masing-masing adalah 30,25±2,45 dan 27,40±3,23. Untuk contoh siswa mulok jika total nilai rata-ratanya dibagi dengan jumlah pernyataan (ada 7) maka masuk dalam kategori setuju, sementara contoh tidak mulok masuk dalam kategori cukup setuju. Sangat dimungkinkan keadaan ini karena contoh siswa mulok selain mempunyai persepsi tentang MTG secara umum di masyarakat juga ditunjang oleh pembelajaran formal yang diterimanya di kelas yaitu tentang MTG secara teori dan praktik.
88 Tabel 50 Rata-rata nilai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Faktor-faktor Keluarga Sekolah Peer group Keragaan MTG Citra MTG Iklan Pasar
Siswa mulok 23.39±2.16a 13.83±0.38a 14.88±1.84a 45.88±2.50a 30.25±2.45a 19.99±4.61a 8.39±1.43a
Siswa tidak mulok 23.34±2.13a 8.01±0.88b 14.74±1.74a 44.53±2.81b 27.40±3.23b 20.36±4.79a 8.62±1.18a
Sig (2-tailed) 0.860 0.000 0.519 0.000 0.000 0.502 0.133
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Faktor selanjutnya adalah iklan yang merupakan frekuensi informasi makanan yang diakses melalui media televisi, internet, radio dan media cetak. Ternyata akses yang dilakukan contoh siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata. Rata-rata 19,99±4,61 contoh siswa mulok dan 20,36±4,79 pada tidak mulok. Jika dirata-ratakan dalam kategori yang ada maka masuk dalam kategori antara kurang sering dan cukup sering dalam mengakses informasi melalui media yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Andreyeva et al. (2011) menunjukan bahwa dengan paparan iklan televisi dapat meningkatkan penggunaan gula pemanis dan soft drink berkarbonasi pada anak, akibatnya iklan dikatakan dapat meningkatkan konsumsi keseluruhan kategori makanan yang tidak sehat. Hasil penelitian Turrell et al. (2007) menunjukan bahwa perilaku pembelian makanan dapat dibedakan berdasarkan ketersediaan makanan, kemudahan mengaksesnya, dan keterjangkauannya. Hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan pasar yang dapat mempengaruhi perilaku konsumsi MTG, karena pasar merupakan salah satu sarana tempat penyediaan MTG, tempat mengakses dalam proses perdagangan sehingga mudah diperoleh. Ini tidak menunjukkan perbedaan baik jawaban yang diberikan oleh contoh siswa mulok dan tidak mulok dengan rata-rata masing-masingnya adalah 8,39±1,43 dan 8,62±1,18. Ketersediaan tempat memproduksi dan penjualan MTG masih terbatas baik toko, warung, restoran dan pasar mingguan. Terdapat pula daerah yang belum tersedia toko ole-ole khusus MTG. Ini sesuai dengan hasil pemantauan tempat penjualan di kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo pada 15 pasar, 12 restoran, 13 warung, 6 tempat penjual kaki lima, 2 toko ole-ole dan 3 mall seperti pada Lampiran 35. Ketiga faktor (sekolah, keragaan MTG dan citra MTG) yang berbeda antara siswa mulok dan tidak mulok dapat disebabkan karena adanya proses pembelajaran mulok itu sendiri. Pembelajaran di sekolah menjadi stimulus terhadap pengetahuan MTG yang difahami dari sisi keragaan dan citra MTG itu sendiri. Sementara pada siswa tidak mulok karena tidak ada pembelajaran tersebut maka pemahaman mereka tentang keragaan dan citra MTG lebih rendah dan menunjukkan perbedaan yang nyata dengan siswa mulok. Dalam melihat keberpengaruhan faktor-faktor yang ada terhadap perilaku konsumsi MTG ternyata terdapat kolinieritas pada variabel bebas antara faktor sekolah dan dummy (membedakan sekolah mulok dan tidak mulok). Selanjutnya digunakan faktor dummy dalam membedakan antara mulok dan tidak mulok melalui uji regresi linier berganda. Pengaruh faktor-faktor ini akan dijelaskan
89 berdasarkan perilaku konsumsi MTG yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktik. 1. Pengetahuan MTG Model dari faktor-faktor yang berpengaruh pada pengetahuan MTG seperti pada Lampiran 48 ternyata hanya 9,2% keragaman dari pengetahuan yang dapat dijelaskan sementara sisanya 90,8% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Adapun faktor yang berpengaruh nyata pada pengetahuan adalah faktor dummy (p<0,05). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi upaya-upaya peningkatan perilaku konsumsi MTG di sekolah maka semakin tinggi pula pengetahuan MTG siswa. Selain itu ternyata faktor pendidikan ibu juga berpengaruh secara nyata pada pengetahuan siswa. Hasil penelitian Rachmadewi dan Khomsan (2009) menunjukan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai pengetahuan gizi lebih tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Ini dapat menunjukkan bahwa selain pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG yang dapat meningkatkan pengetahuan MTG siswa juga didukung oleh pendidikan ibu yang menunjang pembelajaran informal kepada anaknya tentang MTG. Selanjutnya, kedepan nanti jika pengetahuan MTG siswa saat ini baik, kemungkinan pada saat dia dewasa nanti dapat merefleksikannya kepada keluarga dan masyarakat. Dari Lampiran 48 tersebut dapat dituliskan model prediksi peningkatan pengetahuan MTG sebagai berikut adalah: Pengetahuan MTG = 30,079 + 7,792D + 0,049Kel +0,386PG + (-0,621K) + 0,787 C + 0,043 I + 0,783 Psr + (-3,836E-7 PdptnK)+ 2,101 Pddkn I Keterangan: D Kel PG K C I Psr Pdptn K Pddkn I
: dummy variabel : keluarga : peer group : keragaan MTG : citra MTG : iklan : pasar : pendapatan keluarga : pendidikan ibu
2. Sikap Konsumsi MTG Pada Lampiran 48 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap siswa tentang MTG secara nyata hanyalah dummy. Ini berarti bahwa dalam model ini hanya proses pembelajaran mulok yang berpengaruh terhadap sikap tentang MTG pada siswa. Terbentuknya sikap ini dimungkinkan oleh pembelajaran teori maupun praktik MTG di sekolah. Keragaman dari sikap ini hanya 3,5% yang dapat dijelaskan melalui model. Sekalipun signifikan namun model ini sangat kecil kemampuannya untuk menjelaskan peningkatan sikap terhadap MTG siswa. Adapun modelnya adalah: Sikap MTG = 177,730 + 40,039 D + (-3,512 7Kel) + 5,117 PG + 1,029 K + 0,960 C + (-0,862 I) + 4,156 Psr + 2,343E-6 Pdpatn K + 0,045Pddkn I
90 Keterangan: D Kel PG K C I Psr Pdptn K Pddkn I
: dummy variabel : keluarga : peer group : keragaan MTG : citra MTG : iklan : pasar : pendapatan keluarga : pendidikan ibu
3. Praktik Konsumsi MTG Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik konsumsi MTG adalah faktor dummy, pengetahuan dan sikap. Sementara faktor pendapatan keluarga dan pendidikan ibu adalah tidak nyata. Ini berarti bahwa praktik konsumsi MTG dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh siswa karena adanya proses pembelajaran mulok tersebut. Ini pula membuktikan bahwa sekolah mempunyai posisi yang kuat dalam mempengaruhi praktik konsumsi MTG. Model ini dapat menjelaskan 17,8% keragaman praktik itu sendiri. Adapun model persamaan regresinya adalah: Praktik MTG = 1394,156 + 473,283 D + 17,134 Kel + 22,909 PG + (-34,107 K) + 20,244 C + (-7,360 I) + (-13,981 Psr) + 3,692E-5 Pdptn K + 6,294 Pddkn I + (-4,580 P) + 2,115 S Keterangan: D Kel PG K C I Psr Pdptn K Pddkn I P S
: dummy variabel : keluarga : peer group : keragaan MTG : citra MTG : iklan : pasar : pendapatan keluarga : pendidikan ibu : pengetahuan : sikap
Penjelasan sebelumnya telah menyatakan bahwa proses pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG mempengaruhi pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada siswa secara nyata. Faktor pembelajaran ini merupakan stimulus yang meningkatkan pengetahuan MTG siswa kemudian dengan pengetahuan MTG yang dimiliki, dapat mempengaruhi sikap MTGnya. Sementara dalam model ini pengetahuan berpengaruh negatif terhadap praktik konsumsi MTG siswa. Hal ini sebagai bukti bahwa peningkatan pengetahuan MTG yang dimiliki siswa belum tentu dapat meningkatkan secara linier konsumsi MTG siswa karena MTG yang diketahuinya tidak semuanya yang dapat dipraktikkan. Selanjutnya bahwa faktor yang berpengaruh langsung secara nyata pada praktik tersebut adalah dummy (pembelajaran mulok), pengetahuan dan sikap MTG. Pembuktian ini seiring dengan pernyataan oleh Notoatmodjo (2010) bahwa proses stimulus dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap seseorang. Kemudian pengetahuan yang dimiliki ini dapat mempengaruhi sikap. Selanjutnya dengan sikap tersebut maka dapat mempengaruhi terjadinya reaksi terbuka yaitu berupa praktik atau tindakan.
91 Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi MTG maka faktor keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan tradisional, citra makanan tradisional, iklan dan pasar mempengaruhi perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) konsumsi MTG adalah tidak terbukti semuanya. Yang terbukti adalah variabel dummy yang menggambarkan perbedaan antara siswa mulok dan tidak mulok secara nyata. Maka ini membuktikan bahwa faktor pembelajaran yang notabene adalah sekolah mempengaruhi peningkatan perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) konsumsi MTG. Ini menjelskan bahwa sekolah mempunyai pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi perilaku konsumsi MTG. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Rovner et al. (2011) bahwa sekolah berada dalam posisi yang kuat untuk mempengaruhi pola makan siswa.
Simpulan Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pengetahuan MTG antara contoh siswa yang memperoleh mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan yang tidak mulok. Sementara pada contoh ibu siswa dan nenek siswa baik mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pengetahuan MTG. Selanjutnya melalui analisis komparatif yaitu anova, terdapat perbedaan yang nyata pengetahuan MTG antara contoh siswa dengan ibu siswa, antara contoh siswa dengan nenek siswa. Antara contoh ibu siswa dengan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Kriteria sikap terhadap MTG meliputi suka dengan alasan penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) sikap contoh siswa memperoleh mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Sementara sikap contoh ibu siswa dan nenek siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Melalui analisis komparatif yaitu anova, terdapat perbedaan yang nyata sikap tentang MTG antara contoh siswa dengan ibu siswa, antara contoh siswa dengan nenek siswa. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) praktik konsumsi MTG contoh siswa yang mendapatkan mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan tidak mulok. Pada contoh ibu siswa mulok dan tidak mulok terdapat perbedaan yang nyata frekuensi konsumsi MTG dalam perminggu dan total dalam setahun. Sementara nenek siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata. Dengan analisis komparatif yaitu anova, praktik konsumsi MTG pada contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Namun frekuensi konsumsi MTG siswa cenderung lebih tinggi. Dari temuan tentang pengetahuan, sikap dan praktik maka disimpulkan pertama, bahwa contoh siswa yang mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG mempunyai perilaku konsumsi MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak mulok. Kedua, bahwa telah terjadi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional pada tiga generasi yang ditandai oleh semakin rendah pengetahuan MTG dan sikap tentang MTG. Hal ini telah membuktikan bahwa semakin muda usia contoh semakin rendah perilaku konsumsi MTG.
92 Dari 7 faktor yang diasumsikan berpengaruh pada perilaku konsumsi MTG, terdapat 3 faktor yang mempunyai perbedaan yang nyata (p<0,05) antara contoh siswa mulok dan tidak mulok yaitu faktor sekolah, keragaan MTG dan citra MTG. Variabel dummy menggambarkan perbedaan pengaruh pada peningkatan perilaku konsumsi MTG antara siswa mulok dan tidak mulok secara nyata (p>0,05). Maka faktor pembelajaran yang notabene adalah sekolah mempengaruhi peningkatan perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) konsumsi MTG.
Saran Perubahan perilaku yang ditandai oleh perbedaan pengetahuan dan sikap terhadap MTG dapat berdampak pada beralihnya masyarakat dari makanan tradisional ke makanan modern. Oleh karena itu, kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG menjadi salah satu upaya yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ilmu gizi/kesehatan berbasis MTG dan ini mendukung pelayanan ketahanan pangan. Pembelajaran mulok mempengaruhi pengetahuan, sikap dan praktek konsumsi MTG. Pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua tingkat pendidikan formal, non formal dan informal sehingga ke depan dapat menjadi salah satu upaya memutus rantai permasalahan gizi/kesehatan yang disebabkan oleh makanan dan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya. Hal ini seiring dan menunjang prioritas program pembangunan Gorontalo yaitu pendidikan dan pelayanan kesehatan. Perlu penelitan lanjutan yang lebih detail tentang fungsi-fungsi dari masing-masing makanan tradisional dengan pendekatan bidang kesehatan, ekonomi, sosial, budaya dan bahkan politik sehingga memperkaya referensi tentang makanan tradisional.
Daftar Pustaka Achir YA, Wirosuhardjo K. 1995. Pengembangan Sikap Menyukai Makanan Tradicional Melalui Pendidikan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 259-264. Andreyeva A, Kelly IR, Harris JL. 2011. Exposure to food advertising on television: Associations with children's fast food and soft drink consumption and obesity Original Research Article Economics & Human Biology, 9:221-233 Aningati T. 2004. Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Ibu dan Pendapatan terhadap Peningkatan Gizi Balita. Jurnal Ekonomi Manajemen. Vol. 3, No. 2: 54-61 [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. 2010. Gorontalo dalam Angka. Gorontalo: BPS. Cobb NJ. 2001. Adolescence continuity, Chang and Diversity. Los Angeles. California State University. Mayfield Publishing Company.
93 Contento IR. 2007. Nutrition Education Linking Research, Theori dan Practice. Canada. Jones ada Bartlett Publishers. De Boer A, Ter Horst GJ, Lorist MM. 2013. Physiological and psychosocial agerelated changes associated with reduced food intake in older persons. Review Article Ageing Research Reviews, Vol. 12: 316-328. Dwiriani CM, Rimbawan, Riyadi H, Martianto D. 2011. Pengaruh Pemberian Zat Multi Gizi Mikro dan Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan Gizi, Pemenuhan Zat gizi dan Status Besi Remaja Putri. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol.6 No.3 171-177. Eliawati T, Hardinsyah, Dwiriani CM. 2001. Konsumsi Pangan Tradisional pada Siswa Remaja di Kota Bogor. Di dalam Nuraida L, Hariyadi RD. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 329-343. Galindo MM, Schneider NY, Stähler F, Töle J, Meyerhof W. Taste Preferences Progress in Molecular Biology and Translational Science, Volume 108, 2012, Pages 383-426. Glanz K. 2009. Measuring food Environments: A Historical Perspective Review. American Journal of Preventive Medicine, 36;S93-S98 Guerrero L et al. 2010. Perception of traditional food products in six European regions using free word association. Food Quality and Preferences, 21: 235233 Jordana J. 2000. Traditional foods: Challenges Facing the European Food Industry. Food Research International, 33, 147–152. Khomsan A. 2000. Tehnik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Khomsan A, Anwar F, Mudjajanto SE. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Gizi Ibu Peserta Posyandu. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 4 No. 2: 32-40 Koentjaraningrat. 1995. Antropologi dan Sejaran Pangan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 11-19. ____________ 2007. Pengantar Ilmu Antropologi. Cet. ke-8. Jakarta. PT Rineka Cipta. Kühne B, Vanhonacker F, Gellynck X, Verbeke W. 2010. Innovation in tradisional food products in Europe: Do sector innovation activities match consumers’ acceptance? Original Research Article Food Quality and Preference, 21: 629-638. Mubah AS. 2011. Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi. Jurnal Unair Vol. 24. No. 4: 302-308. Muhilal. 1995. Makanan Tradisional Sebagai Sumber Zat Gizi dan Non Gizi dalam Meningkatkan Kesehatan Individu dan Masyarakat. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradicional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 217-222. Napu A, Tambipi S, Mohammad S. 2008. Menu Khas Daerah Gorontalo. Gorontalo. Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Nasir M. 2009. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.
94 Nor NM, Sharif MM, Zahari MSM, Isha N, Muhammad R. 2012. The Transmission Modes of MalayTraditional Food Knowledge within Generations Original Research Article Procedia - Social and Behavioral Sciences, Vol.50:79-88 Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. Pieniak Z, Verbeke W, Vanhonacker F, Guerrero dan Hersieth Margrethe. 2009. Association between traditional food consumtion and motives for food choice six European Contries. Journal Homepage Appetite: 53: 101-106. Rachmadewi A, Khomsan A. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Asi Eksklusif serta Stauts Gizi Bayi Usia 4-12 Bulan di Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 4 No. 2: 84-91 Ritchie LD, Whaley SE, Spector P, Gomez J, Crawford PB. 2010. Favorable Impact of Nutrition Education on California WIC Families Original Research Article Journal of Nutrition Education and Behavior. 42:S2-S10. Roberts MS, Pobocik SR, Deek R, Besgrove A, Prostine AB. 2009. A Qualitative Study of Junior High School Principals' and School food Service Directors' Experiences with the Texas School Nutrition policy. Journal of Nutrition Education and behavior, 41; 293-299 Roose SG, Hogenkamp PS, Mars M, Finlayson G, Graaf C. 2012. Taste of a 24h diet and its effect on subsequent food preferences and satiety. Original Research Article Appetite, Volume 59: 1-8 Rovner AJ, Nansel TR, Wang J, Iannotti RJ. 2011. Food Sold in school Vending Machines Is Associated With Overall Student Dietary Intake Original. Research Article Journal of Adolescent Health, 48:13-19. Sajogyo. 1995. Promosi, Pemasaran dan Pendidikan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 11-19. Scheaffer RL, Mendenhall W, Ott L. 1990. Elementary Survei Sampling Fouth Edition. United States of America. PWS-KENT Publishing Company. Setyo I, Hardinsyah, Dwiriani CM. 2001. Konsumsi Pangan Tradisional di Kalangan Remaja Siswa SMU Favorit dan Non-Favorit di Semarang. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 313-328. Shariff MZ. at al. 2008 Nutrition Education Intervention Improves Nutrition Knowledge, Attitude and Practices of Primary School Children: A Pilot Study. International Electronic Journal of Health Education, 2008; 11:119132 Soekirman, Thaga AR, Hardinsyah, Hadi H, Jus’at I, Achadi El, Atmarita. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta. Kompas Gramedia. Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Pusat Antar Universitas IPB Bekerja Sama dengan Lembaga Sumberdaya InformasiIPB.
95 Syarief H. 2008. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas: Suatu Telaah Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Di dalam: Kusumantanto T, Sumarwan U, Poerwanto R, Manalu W, Haluan J, Rahayu IHS, Kusmana C, Setiawan BI, Koesmaryono Y. Penyunting. Dewan Guru Besar Institut Pertanian Bogor. Persfektif Ilmu-Ilmu Pertanian dalam Pembangunan Nasional. Jakarta. Penebar Swadaya. hlm: 339-342. Sztompka P. 1993. The Sociology of Social Change. Jakarta. Prenada Media Group. Tanziha I. 2010. Analisis Perencanaan Ketersediaan Pangan Berdasarkan Daya Dukung Pangan Wilayah untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Pangan di Kabupaten Lebak. Jurnal Ilmiah Agropolitan 3; 320-335 Thoha M. 1988. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed. Ke-1, Cet. Ke-3. Jakarta. CV Rajawali. Turrell G, Bentley R, Lindal R. Tomas, Jolley D, Subramanian SV, Kavanagh AM. 2009. A Multilevel Study of Area Socio-Economic Status and Food Purchasing Behavior. Public Health Nutrition: 12: 2074-2083 Van Der Laan LN, De Ridder DTD, Viergever MA, Smeets PAM. 2011. The first taste is always with the eyes: A meta-analysis on the neural correlates of processing visual cuesOriginal Research Article NeuroImage, Volume 55: 296-303. Waysima, Sumarwan U, Khomsan A, Zakaria FR. 2010. Sikap Afektif Ibu Terhadap Ikan Laut Nyata Meningkatkan Apresiasi Anak Mengonsumsi Ikan Laut. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 5 No. 3: 1994-201 Winarno FG. 1993. Makanan tradisional, Keamanan, Gizi dan Khasiat. Jakarta 1993. Seminar Pangan Tradisional dalam Rangka Penganekaragaman Pangan. Worobey J, 2006. Research Methods and Analitis Strategies. Di dalam Worobey J, Tepper BJ, Kanarek R. Nutrition and Behavior A Multidisciplenary Approach. Cabi Publishing. Zakaria FR, Andarwulan N. 2001. Khasiat Berbagai Pangan Tradisional untuk Pangan Fungsional dan Suplemen. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 41-53.