PERUBAHAN PERAN SUMBERDAYA BERSAMA MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI ECOPARK CIBINONG SCIENCE CENTER, KABUPATEN BOGOR
ARIENI HANDAYANI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Maysrakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014
Arieni Handayani NIM I341000119
x
v
ABSTRAK ARIENI HANDAYANI. Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SATYAWAN SUNITO Sumberdaya bersama memiliki peran penting bagi masyarakat di suatu daerah. Sumberdaya yang secara harfiah di miliki oleh masyarakat di manfaatkan secara maksimal oleh masyarakat untuk kehidupan sehari-hari, yaitu tempat rekreasi dan sumber pendapatan. Perubahan peran terjadi ketika sumberdaya bersama berubah menjadi ekowisata. Ekowisata merupakan perjalanan wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat lokal. Peran aktif masyarakat dalam mengelola potensi ekowisata menjadi penting karena masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik ekowisata. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan sumberdaya bersama serta perubahannya setelah berubah menjadi ekowisata, selain itu juga untuk melihat keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan peran semenjak adanya ekowisata di Kampung Sampora. Perubahan tersebut diantaranya adalah masyarakat tidak dapat lagi mengakses sumberdaya yang sebelumnya dimanfaatkan oleh mereka, baik itu untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi, memancing dan sanitasi untuk sawah. Namun ada perubahan positif dari berdirinya ekowisata ini, yaitu tingkat pendapatan dan taraf hidup masyarakat yang meningkat. Lalu berdasarkan hasil penellitain, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan masih kurang sehingga ekowisata di Kampung Sampora belum bias dikatakan ekowisata berbasis masyarakat. Kata kunci: sumberdaya bersama, ekowisata, ekowisata berbasis masyarakat. Shared resources has an important role for people in an area. The resources that is literally owned by communities maximally utilized by the community for their daily lives, which is recreation and source of income. The change occur when resource with the role turn into ecotourism. Ecotourism is a responsible travel journey for the preservation of nature and well-being of local communities. Active role in managing ecotourism potential is important because people have knowledge about nature and potential attractiveness of the value as ecotourism. The purpose of this research is to analize the roale of the shared resources and the changes over into ecotourism and also to see the community involvement in the management of the ecotourism. The result showed a change in the role since the resources become ecoourism in Kampung Sampora. The change is the community in there can no longer access the resources that were previously used by them, such as bathing, fishing dan sanitation. However, there is a positive change from the establishment of ecotourism, whicj is the level of income and standard of living increases, then based on the research, community involvement in the management of ecotourism is still so less in Kampung Sampora, so this is can not be said community-based ecotourism. Key words: shared resources, ecotourism, community-based ecotourism.
1
vii
PERUBAHAN PERAN SUMBERDAYA BERSAMA MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI ECOPARK CIBINONG SCIENCE CENTER, KABUPATEN BOGOR
ARIENI HANDAYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
1
ix
Judul Skripsi
Nama NIM
: Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Mayarakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor. : Arieni Handayani : I34100068
Disetujui oleh
Dr. Satyawan Sunito Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
1
xi
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi dengan judul “Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor“ dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Dr. Satyawan Sunito selaku dosen pembimbingyang telah banyak memberikan arahan, masukan dan saran serta sabar dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda Zainal Arifin dan Ibunda Kartini sebagai orangtua. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kakak-kakak yaitu Ardian Zakariantoris, Arifianti Hapsari dan Arif Rahman yang senantiasa menemani penulis dikala sedang jenuh jika sedang mengerjakan skripsi, juga memberikan semngat yang tak ada habisnya. Terimakasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada teman seperjuangan di KPM yaitu Karina Mako Oktaviani, Nurul Maghfiroh, Bebby Olivianti. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan yaitu Fika Fathia Qandhi, Lathifida, NJ, Fatwa dan Zulkarnaen yang memberi dukungan dan semangat atas penulisan skripsi ini, serta temanteman seangkatan lainnya yang tidak dapat disebuutkan satu persatu. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada masyarakat Kampung Sampora yang telah bekerjasama membantu penulis dalam peenelitian yaitu Bapak Muhidin, Bapak Tabroni, Ibu Ani, Bapak Samsuri dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Serta pihak Ekowisata Ecologi Park yang telah banyak membantu dalam berbagai hal dan pihak-pihak terkait dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan bagi pihak-pihak terkait yang akan membangun ekowisata di Ecopark ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, September 2014
Arieni Handayani
1
xiii
1
xv
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Peneelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Kerangka Pemikiran Hipotesis Definisi Konseptual Definisi Opersional METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penentuan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data PROFIL LOKASI PENELITIAN Kondisi geografis, topografis, dan demografis Kelurahan Cibinong Kondisi infrastuktur Kelurahan Cibinong Gambaran umum Kampung Sampora Gambaran umum Situ Dora sebelum menjadi Ekowisata Ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center Sejarah Ecopark Cibinong Science Center Pengelolaan “Ekowisata Bersih” di Ecopark Karakteristik Responden PERAN SUMBERDAYA BERSAMA DAN PERUBAHANNYA SETELAH MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT Peran Sumberdaya Bersama Sebelum Ekowisata Peranan Sumberdaya Bersama Setelah Menjadi Ekowisata Perubahan Kondisi Lingkungan Setelah Ekowisata Perubahan Kondisi Ekonomi Setelah Ekowisata Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Taraf Hidup KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOWISATA Partisipasi masyarakat Kampung Sampora Aktor-aktor yang terlibat dalam Ekowisata Perubahan Peraturan setelah adanya Ekowisata di Ecopark SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
x x x 1 1 3 4 4 5 5 12 14 14 14 19 19 20 21 22 23 23 24 26 27 27 29 30 31 34 34 36 39 42 42 43 45 45 46 49 51 51 52
1
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
53 54 67
x
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9
Jadwal pelaksanaan penelitian Jenis dan teknik pengumpulan data Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Cibinong menurut jenis kelamin, tahun 2014 Jumlah dan presentase responden berdasarkan perubahan tingkat rekreasi Jumlah dan persentase pendapatan sektor ekowisata sebelum dan sesudah ekowisata. Jumlah dan persentase perubahan tingkat taraf hidup rumahtangga Kampung Sampora Jumlah dan persentase tingkat keterlibatan responden masyarakat Kampung Sampora Jumlah Pengunjung Ecopark Bulan September-Desember Tahun 2013 Stakeholders dan peranannya bagi Ecopark Cibinong Science Center
19 20 23 42 44 45 47 50 51
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2
Gambar 11
Kerangka pemikiran Persentase Angkatan Kerja Masyarakat Kelurahan Cibinong tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cibinong Persentase tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cibinong Ketersediaan jumlah sarana dan prasarana Kelurahan Cibinong Struktur kepengurusan Ekowisata Ecopark Cibinong Science Center Persentase pekerjaan responden Persentase tingkat pendidikan responden Peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah ekowisata bagi responden yang bekerja di sektor ekowisata. Perubahan kondisi danau Peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah ekowisata bagi responden yang bekerja di sektor non-ekowisata. Kondisi lingkungan danau setelah menjadi Ekowisata
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 5
DAFTAR LAMPIRAN Kuesioner Pedoman pertanyaan wawancara mendalam Kerangka sampling penentuan responden Dokumentasi
Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10
13 24 25 26 31 32 33 35 38 39 40
54 60 61 62
x
x
PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi hal–hal yang menjadi alasan pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian merupakan pemaparan masalah-masalah apa yang ingin diteliti.Tujuan penelitian berisi jawaban dari masalah penelitian dan kegunaan penelitian menjelaskan kegunaan penelitian ini untuk berbagai pihak yang terkait dengan peneltian. Berikut uraian dari masingmasing bagian tersebut.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari daratan hingga lautan. Saat ini, Indonesia sedang gencar mengenalkan berbagai tempat pariwisata sebagai tujuan wisata bagi turis mancanegara. Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang paling cepat mengalami peningkatan. Menurut laporan yang dikeluarkan Badan Pariwisata Dunia (United Nation World Turism Organization-UNWTO) bahwa pada tahun 1999 terdapat 663 juta wisatawan internasional, dalam tingkat pertumbuhan rata-rata 4,1 persen per tahun. Pada tahun 2005, angka tersebut mengalami kenaikan mendekati 800 juta orang. Pengembangan dalam sektor kepariwisataan saat ini melahirkan konsep pengembangan pariwisata yang tepat dan aktif dalam membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memerhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan, alternatif tersebut adalah ekowisata. Ekowisata memiliki tiga aspek penting dalam pengembangannya, yaitu ekonomi masyarakat, lingkungan, dan sosial-budaya. Ekowisata merupakan pembangunan yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara ekonomi dan sosial terhadap masyarakat sekitar. Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, telah mendorong Pemerintah Daerah untuk mengembangkan ekowisata yang belakangan ini telah menjadi trend dalam kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Secara garis besar,peraturan ini menjelaskan bahwa ekowisata merupakan potensi sumberdaya alam,lingkungan, serta keunikan alam dan budaya yang dapat menjadi salah satu sektor unggulan daerah yang belum dikembangkan secara optimal. Dengan demikian,dalam rangka pengembangan ekowisata di daerah secara optimal perlu strategi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, penguatan kelembagaan, serta pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial, ekonomi, ekologi, dan melibatkan pemangku kepentingan dalam mengelola potensiekowisata. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa ekowisata sebagai kegiatan pariwisata memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekologi, social dan ekonomi. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif. Di bidang ekonomi, Ekowisata telah berkembang sebagai salah satu industri pariwisata yang potensial untuk meningkatkan penerimaan devisa negara,terutama pada dasawarsa terakhir ini. Di Indonesia, ekowisata telah
2
menyumbangkan devisa sebesar Rp 80 triliun pada tahun 2008 dengan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 6.5 juta orang. Penerimaan tersebut meningkat33 persen dari tahun 2007 (Rp 60 triliun), dengan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar lima juta orang. Sektor ekowisata akan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) apabila sektor ini dikelola dengan pengelolaan yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Konsep pengembangan ekowisata berbasis masyarakat hadir sebagai alternatif solusi untuk melestarikan dan mempertahankan keseimbangan alam dan budaya setempat dengan memanfaatkan potensi alam, budaya, kearifan lokal, dan melibatkan masyarakat dalam seluruh kegiatan pelaksanaan pengembangan ekowisata. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata. Hasil penelitian Untari (2009) permasalahan yang muncul seiring pengembangan ekowisata, seperti kasus pengembangan ekowisata di Zona Wisata Bogor Barat adalah pengelolaan yang belum optimal karena dalam implementasinya masyarakat masih diposisikan sebagai objek dalam kegiatan wisata dan pelibatan dalam pengembangan ekowisata masih kurang. Selain itu, pengetahuan masyarakat masih rendah terutama dalam pengelolaan ekowisata. Saat ini, Indonesia sedang berupaya meningkatkan sektor pariwisata terutama ekowisata yang di dukung dengan adanya UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata. Mengingat bahwa Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang di miliki Indonesia merupakan anugerah yang tak ternilai.Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan alam, dan peninggalan sejarah/budaya yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.Kondisi ini memberikan arti positif, yaitu kegiatan kepariwisataan alam dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan. Munculnya ekowisata dapat disebabkan dari beberapa faktor. Ada yang memang sengaja dibentuk oleh suatu organisasi masyarakat atau instansi dan sejenisnya dan ada pula yang memang sebelumnya telah ada sumberdaya bersama di daerah tertentu dan kemudian dikembangkan oleh pihak pemerintah, seperti yang ada di Ecopark Cibinong Science Center. Tragedi sumberdaya bersama menurut Hardin (1998) yaitu ketika sumberdaya alam yang terbatas jumlahnya dimanfaatkan semua orang, setiap Individu mempunyai rasionalitas untuk memanfaatkan secara Intensif. Akibatnya, kelimpahan sumberdaya alam menurun dan semua pihak merugi. Ecopark Cibinong Science Center yang terletak di jalan Raya Bogor km 46 Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang menerapkan prinsip ekowisata berbasis masyarakat dalam pengelolaannya. Kawasan ini merupakan anak dari kawasan Kebun Raya Bogor, karena seluruh pengelolaannya di bawah pengelolaan Kebun Raya Bogor mulai dari pengelolalaan, pengawasan sampai pemeliharaan. Saat ini kawasan Ecopark
3
Cibinong Science Center ini sedang dalam pengembangan, karena terdapat wisata danau buatan yang semakin hari semakin banyak pengunjungnya. Danau ini adalah Danau Dora, disebut Danau Dora karena pada saat pembuatannya yaitu pada tahun 2004 banyak anak kecil yang bermain di kawasan tersebut dan pada masa itu pula serial telivisi anak yang berjudul “Dora the Explorer” sedang booming. Ekowisata di Danau Dora kawasan Ecopark Cibinong Science Center memberikan peran yang cukup berarti bagi kehidupan masyarakat setempat. Kegiatan ekowisata dapat membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, selain itu ada juga perubahan aturan-aturan baru, standar baru dan yang paling terlihat perubahannya adalah terdapat pelaku atau aktor dalam ekowisata yang terlibat dalam pengelolaannya. Atas dasar pemikirian tersebut, diperlukan penelitian tentang perubahan peran sumberdaya bersama yang menjaci ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center Masalah Penelitian Sumberdaya bersama merupakan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat di suatu wilayah tertentu yang dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri. Berbagai peran sumberdaya sangat beeragam dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Salahtermasuk keberadaan sumberdaya di Kampung Sampora Kelurahan Cibinong Kabupaten Bogor. Di sini terdapat sebuah danau dan rawa. Untuk itu perlu di teliti apa saja peran sumberdaya bersama bagi masyarakat? Dewasa ini, ekowisata semakin berkembang di Indonesia. Ekowisata sendiri merupakan suatu bentuk perjalanan wisata ke tempat yang memiliki daya tarik alami dengan mengutamakan aspek konservasi. Aspek konservasi inilah yang membedakan ekowisata dengan pariwisata yang bertujuan untuk kepuasan semata sehingga ekowisata dapat menyadarkan wisatawan dan pengelola agar bertanggungjawab akan kelestarian lingkungan. Namun pada pelaksanaannya, kegiatan ekowisata memberikan pengaruh terhadap masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian bagaimana peubahan peran sumberdaya bersama ketika menjadi ekowisata bagi masyarakat setempat? Keberhasilan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat tentu saja tidak lepas dari keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaannya. Keterlibatan masyarakat ini biasanya dapat dilihat dalam berbagai bentuk, misalnya saja mulai dari proses perencanaan pengembangan ekowisata hingga dalam pengelolaan dan pemeliharaan kawasan ekowisata, maka dari itu perlu dilakukan penelitian bagaimana keterlibatan masyarakat desa dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis peran sumberdaya bersama dan perubahan peran yang telah menjadi ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center.
4
2. Menganalisis keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai pengaruh adanya ekowisata terhadap perubahan social dan ekonomi yang terjadi bagi masyarakat sekitar kawasan ekowisata.Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah 1. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman dan wawasan bagi masyarakat dalam mengoptimalkan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat. 2. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pengembangan ekowisata ke depannya. 3. Bagi peneliti dan kalangan akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka dan menjadi proses pembelajaran dalam memahami perubahan-perubahan yang terjadi akibat adanya ekowisata berbasis masyarakat.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Bab pendekatan teoritis ini terdiri dari tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis, definisi konseptual, dan definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar yang akan digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Kerangka pemikiran berisi alur pemikiran logis dalam penelitian. Hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian. Definisi konseptual dan definisi operasional berisi variabel-variabel dalam penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.
Tinjauan Pustaka Teori Sumberdaya Bersama Sumberdaya bersama adalah sumberdaya yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat dan dapat dimanfaatkan tanpa ada peraturan yang terikat. Pengelolaan sumberdaya alam berbasis komuniti seringkali dipadankan dengan atau tepatnya diasumsikan berlaku pada “sumber daya milik bersama” (common property resources). Satuan sosial yang menjadi pengelola dan sekaligus pemilik “sumberdaya milik bersama” itu adalah komuniti lokal yang dianggap mewarisi “hak asal-usul” atau yang lazim juga disebut “masyarakat adat”, yang memiliki atau menguasai suatu kawasan yang disebut “tanah ulayat”. menurut Acheson (1989) kita harus dapat membedakan dengan tegas antara “sumber daya milik bersama” yang dikategorikan sebagai open access resources dan communally owned resources. Kategori pertama mencakup sumberdaya yang dapat diakses oleh semua orang tanpa kecuali dan tanpa batasan, yang pada dirinya belum dikenakan suatu institusi pengelolaan tertentu oleh suatu komuniti atau negara. Sumberdaya dalam kategori inilah yang rawan terhadap eksploitasi yang bisa memunculkan tragedy of the common seperti dimaksud Hardin, yaitu suatu tragedi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam yang dikategorikan milik bersama. Kategori kedua, yakni communally owned resources, adalah sumber daya yang dimiliki bersama oleh suatu komuniti atau kelompok sosial tertentu, dan cara-cara mengakses sumber daya tersebut telah diatur oleh suatu institusi pengelolaan yang dibangun dan dikukuhkan oleh komuniti atau kelompok sosial tersebut. Terkait dengan pengelolaan sumberdaya bersama dan menghindari terjadinya „tragedy of the common’, Ostrom (1990) mendeskripsikan delapan prinsip-prinsip desain yang berisikan elemen-elemen/kondisi-kondisi penting yang perlu dipenuhi untuk mencapai kesuksesan keberlanjutan sumberdaya bersama dan menjamin ketaatan (compliance) dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ke delapan prinsip ini adalah: 1. Batas-batas didefinisikan dengan jelas: individu atau rumah tangga yang memilikihak untuk mengakses sumberdaya didefinisikan dengan jelas termasuk pula batas batas sumberdaya itu sendiri
6
2. Kongruens antara aturan-aturan yang membatasi dan kondisi-kondisi pemanfaatan dan kondisi lokal. Aturan penggunaan menyatakan pembatasan waktu, tempat, teknologi dan/atau jumlah yang disesuaikan dengan kondisi lokal. Aturan kondisi pemanfaatan menjelaskan tenaga kerja, material dan dana yang diperlukan 3. Pengaturan pilihan kolektif (collective-choice): individu-individu yang dipengaruhioleh aturan operasional mengenai sumberdaya ini dapat berpartisipasi untuk memodifikasi aturan yang ada. 4. Monitoring/Pengawasan: orang-orang yang terlibat dalam pengawasan dan secara aktif melakukan audit kondisi sumberdaya dan perilaku pengguna, bertanggung jawab terhadap pengguna atau merupakan pengguna itu sendiri 5. Sanksi secara bertahap: pengguna yang melanggar aturan operasional yangditetapkan secara bertahap dikenakan sanksi (sesuai dengan tingkat keseriusan dampak dan tingkat pelanggaran yang dilakukan) oleh pengguna atau pihak berwenang, atau oleh keduanya 6. Mekanisme resolusi konflik: pengguna dan pihak berwenang memiliki akses yang cepat terhadap area lokal yang berbiaya rendah untuk menyelesaikan konflik diantara para pengguna, dan atau antara pengguna dan pihak otoritas. 7. Pengakuan minimal terhadap hak pengelolaan: hak para pengguna untuk mengembangkan institusi pengelolaan sumberdaya yang tidak mengalami tantangan dari pihak pemerintah yang berwenang. 8. Nested enterprises: penggunaan, pengaturan, monitoring, penegakan aturan, resolusi konflik, dan kegiatan-kegiatan kepemerintahan, dikelola dalam beragam lapisan dari pengusahaan yang menetap. Ostrom (1990) dalam bukunya “Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action” menemukan bahwa keberhasilan mengembangkan sistem pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas yang berkelanjutan ditentukan oleh: karakteristik sumberdaya; karakteristik kelompok pengguna sumberdaya; aturan yang dikembangkan; dan tindakan-tindakan pemerintah di tingkat regional dan nasional. Konsep Peran Kamus besar bahasa Indonesia menjelaskan bahwa peran ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan makna peran yang dijelaskan dalam Status, Kedudukan dan peran dalam masyarakat, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan histories. Menurut penjelasan historis, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman yunani kuno atau romawi.Dalam hal ini, peran berarti karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu.Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial.Peran dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut.
7
Pariwisata, Ekowisata, dan Prinsip Ekowisata Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu dan menghabiskan waktu senggang atau waktu libur (Zalukhu 2009 seperti dikutip Saputro 2011). Undang-undang No.10 tahun 2009 tentang kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai bentuk perjalanan yang dilakukan seseoramg atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka wanktu sementara. Sedangkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, [emerintah dan pemerintah daerah. Fandeli (2002) menyatakan bahwa pariwisata minat khusus dapat terfokus pada: 1) Aspek budaya: wisata terfokus perhtiannya pada tarian, music, seni, kerajinan, arsitektur, pola tradisi masyarakat, aktiviitas ekonomi yang spesifik, arkeologi dan sejarah; dan 2) Aspek alam: wisatawan dapat berfokus perhatiannya pada flora, fauna, geologi, taman nasional, hutan, sungai, danau, pantai, serta perilaku ekosistem terteentu. Gunn (1994) mendifinisikan wisata sebagai suatu pergerakan temporal manusia menuju tempat selain dari tempat biasa tinggal dan bekerja, selama tinggal di tempat tujuan tersebut melakukan kegiatan dan diciptakan fasilitas untuk mengakomodasi kebutuhan. Bentuk-bentuk wisata menurut Gunn (1994) dikembangkan dan direncanakan sebagai berikut: 1) Kepemilikan (ownership) atau pengelola areal wisata tersebut dapat di kelompokkan ke dalam tiga sector yaitu badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial. 2) Sumberdaya (resource) atau alam (natural) atau budaya (culture) 3) Perjalanan wisata/lama tinggal. 4) Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan (outdoor). 5) Wisata utama/wisata penunjang. 6) Daya dukung (carrying capacity) tampak dengan penggunaan pengunjung intensif , semi intensif dan ekstensif. Gunn (1994) menyatakan suatu kawasan yang dikembangkan untuk tujuan wisata karena terdapat atraksi yang merupakan komponen dari suplai. Atraksi merupakan alasan terkuat untuk perjalanan wisata, bentuknya dapat berupa ekosistem, tanaman langka, landmark, atau satwa. Atras biasanya adalah hasil dari pengembangan dan pengelolaan. Atraksi terdapat di daerah pedesaan dan perkotaan, keadaan kedua tempat tersebut sangat berbeda. Daerah pedesaan
8
menyajikan suatu atraksi yang lebih alami sedangkan perkotaan menyediakan atraksi yang lebih berupa nudaya dan hasilnya, seperti sungai kota, museum, dan sebagainya. Berbeda dengan pariwisata, ekowisata didefinisikan The International Ecotourism Society (TIES 2000) seperti dikutip Damanik dan Weber (2006) sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Istilah ekowisata mulai diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Hector Ceballos Lascurian, setelah itu beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang masing-masing meninjau dari sudut pandang berbeda. Perjalanan wisata alam yang tidak mengganggu atau merusak lingkungan alam, dengan tujuan khusus misalnya untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan serta tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, seperti setiap perwujudan kebudayaan (baik masa lampau atau sekarang) yang ada di daerah yang bersangkutan (Fennell 1999). Damanik dan Weber (2006) menyusun tiga konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata, yaitu sebagai berikut: Pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.Wisata ini biasanya menggunakan sumberdaya hemat energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur ulang, dan mata air.Sebaliknya kegiatan tersebut tidak mengorbankan flora dan fauna, tidak mengubah topografi lahan dan lingkungan dengan mendirikan bangunan yang asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat. Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan itu. Prinsipnya, akomodasi yang tersedia bukanlah perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan yang ditawarkan juga bukan makanan berbahan baku impor, melainkan semuanya berbasis produk lokal. Oleh sebab itu, wisata ini memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal.Para wisatawan biasanya banyak belajar dari masyarakat lokal bukan sebaliknya mengurangi mereka.Wisatawan tidak menuntut masyarakat lokal agar menciptakan pertunjukan dan hiburan tambahan, tetapi mendorong mereka agar diberi peluang untuk menyaksikan upacara dan pertunjukan yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat. Fandeli (2002) menjelaskan ekowisata sebagai suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan social. Pada hakekatnya juga merupakan pengembangan suatu konsep pengembangan wisata yang bertanggung jawab kelestarian areal, member manfaat secara ekonomi, dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Ekowisata adalah hal tentang menciptakan dan memuaskan suatu keinginan akan alam, tentang mengeksploitasi potensi wisata untuk konversi dan pembanguan serta mencegah dampak negatifnya terhadap ekologi, kebudayaan, dan keindahan. Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya ekowisata menurut Lindberg dan Hawkins 1995 yaitu: 1) Ramah lingkungan; dampak yang rendah, mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan, perlindungan lanskap termasuk pemandangan alam dan ekosistem alami. 2) Community based; membuka peluar kerja dan berusaha serta pembangunan ekonomi masyarakat local.
9
3) Sensitive secara budaya; terintegrasinya budaya local akibat aktivitas ekowisata yang berjalan yang akan memberikan manfaat terhadap wilayah akibat kunjungan. 4) Viable secara ekonomi; memberikan mafaat financial yang besar bagi pengelola dan masyarakat setempat. Dalam pengelolaannya, di kenal empat prinsip ekowisata yaitu: 1) Nature based; produk dan program berdasarkan kondisi alam. 2) Ecologically suistanable; manajeman dan pelaksanaan berkelanjutan. 3) Environmental educative; pendidikan lingkungan bagi pengelola, masyarakat local dan pengunjung. 4) Ecotourist based; kepuasan bagi pengunjung. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Pengembangan ekowisata di Indonesia, menurut Usman (1999) perlu mengikutsertakan masyarakat setempat dalam setiap kegiatan kepariwistaan. Konsep pengembangan wisata yang melibatkan atau mendasarkan kepada peran serta masyarakat, pada dasarnya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi objek dan daya tarik wisata untuk mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan. Denman (2001) menyebutkan syarat-syarat untuk menetapkan pengembangan bisnis ekowisata sebagai berikut: 1) Kerangka ekonomi dan politik yang mendukung perdagangan yang efektif dan investasi yang aman. 2) Perundang-undangan di tingkat nasional yang tidak menghalangi pendapatan wisata diperoleh dan berada di tingkat komunitas local. 3) Tercukupinya hak-hak kepemilikan yang ada dalam komunitas local. 4) Kemanan pengunjung terjamin. 5) Resiko kesehatan yang relative rendah, akses yang cukup mudah terhadap pelayanan medis dan persediaan air bersih yang cukup. 6) Tersedianya fasiltas fisik dan telekomunikasi dari dan ke wilayah tersebut. Supriana (1997) diacu dalam Qomariah (2009) menyebutkan dalam pengembangan wisata memiliki strategi pengembangan dan program pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) antara lain: 1) Strategi pengembangan ODTW Pengembangan potensi ODTW untuk menunjang tujuan pembangunan khususnya pariwisata mencakup aspek-aspek perencanaan, pembangunan, kelembagaan, sarana dan prasarana, infrastruktur, pengusahaan pariwisata, promosi dan pemasaran, pengelolaan kawasan, social budaya dan ekonomi, penilitian pengembangan dan pendanaan. 2) Program pengembangan ODTW Pembangunan ODTW khhususnya pengembangan ODTW dapat diwujudkan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan; (a) Inventarisasi
10
potensi, pengembangan dan pemetaan ODTW, (b) Evaluasi dan penyempurnaan kelembagaan pengelola ODTW, (c) Penelitian dan pengembangan manfaat, (d) Pengembangan system perencanaan, (e) Penelitian dan pengembangan manfaat, (f) Pengembangan sara prasarana dan infrastuktur, (g) Perencanaan dan penataan, (h) Pengembangan pengusahaan pariwisata, dan (i) Pengembangan sumberdaya manusia. Yoeti (2008) mengemukakan ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat, hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah.Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan serta menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing masing (WWF Indonesia 2009). Denman (2001) menjelaskan bahwa ekowisata berbasis masyarakat dapat membantu memelihara penggunaan sumberdaya alam dan penggunaan lahan yang berkelanjutan. Lebih dari itu ekowisata berbasis masyarakat mengambil dimensi social ekowisata sebagai suatu langkah lebih lanjut dengan mengembangkan bentuk ekowisata yang menempatkan masyarakat local yang mempunyai kendali penuh dan keterlibatan di dalamnya baik itu manajemen dan pengembangannya serta proporsi yang utama menyangkut sisa manfaat di dalam masyarakat. Beberapa syarat dasar dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat adalah (Denman 2001): 1) Lanksap atau flora fauna yang dianggap menarik bagi para pengunjung khusus atau bagi pengunjung yang lebih umum. 2) Ekosistem yang masih dapat menerima kedatangan jumlah tertentu tanpa menimbulkan kerusakan. 3) Komunitas local yang sadar akan kesempatan-kesempatan potensial, resiko dan perubahan yang akan terjadi serta memiliki ketertarikan untuk menerima kedatangan pengunjung. 4) Adanya struktur yang potensial untuk pengambilan keputusan komunitas yang efektif. 5) Tidak adanya ancaman yang nyata-nyata dan tidak bias dihindari atau dicegah terhadap budaya dan tradisi lokal. 6) Penaksiran pasar awal menunjukkan adanya permintaan yang potensial untuk ekowisata dan terdapat cara yang efektif untuk mengakses pasar tersebut. Selain itu juga harus diketahui bahwa pasar potensial tersebut tidak teerlalu banyak menerima penawaran ekowisata.
11
Komunitas local yang terlibat dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat perlu memenuhi beberapa aspek, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Kemampuan menjadi tuan rumah penginapan. Ketrampilan dalam Bahasa Inggris. Ketrampilan computer. Ketrampilan pengelolaan keuangan Ketrampilan pemasaran. Ketrampilan terhadap pengunjung.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi: (1) kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata; (2) konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata; (3) ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan; (4) edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya; (5) memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung; (6) partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan (7) menampung kearifan lokal. Prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat ini dapat kita lihat pada contoh kasus pengelolaan ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura. Penerapan ekowisata berbasis masyarakat pada kasus taman nasional di Gunung Halimun Salak dan Bukit Tigapuluh bertujuan untuk konservasi sumberdaya yang ada dihutan agar tetap lestari sehingga adanya ekowisata diharapkan lebih meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kawasan dan segala kegiatan yang merusak alam karena jika alam rusak maka akan merugikan masyarakat sendiri. Ekowisata juga merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh taman nasional untuk membantu perekonomian masyarakat lokal. Masyarakat pun ikut berperan serta dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata. Ekowisata berbasis masyarakat telah menjadi salah satu upaya untuk menghormati adat dan budaya masyarakat setempat dan ikut menjaga hutan alam. Hampir mirip dengan penerapan ekowisata berbasis masyarakat di taman nasional, penerapan ekowisata berbasis masyarakat di Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura (TWTY) memiliki peranan penting mengingat fungsi ekologis sebagai pendukung produktivitas perairan disekitar kawasan Teluk Youtefa dan juga mendukung kehidupan satwa liar serta aktivitas masyarakat setempat. Berdasarkan potensi kawasan mangrove di TWTY, maka diperlukan suatu perencanaan pengembangan ekowisata yang memadukan upaya pelestarian hutan mangrove dengan kepentingan pembangunan dibidang pariwisata.Untuk itu, konsep Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di kawasan TWTY dengan menggunakan konsep co-management diterapkan.Masyarakat lokal terlibat langsung mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
12
dengan memasukkan pendekatan terpadu dalam pengembangan ekowisata mangrove yaitu keterlibatan stakeholder selain masyarakat lokal sangat berperan dalam keberhasilan ekowisata. Stakeholders yang terkait adalah pemerintah (Bappeda Jayapura), masyarakat lokal, swasta, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Dampak Ekowisata Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas (Soemarwoto 1989). Ekowisata merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan. Pengelolaan ekowisata yang baik akan menghasilkan beberapa keuntungan dalam berbagai aspek. Akan tetapi, apabila tidak dikelola dengan benar, maka ekowisata dapat berpotensi menimbulkan masalah atau dampak negatif. Berdasarkan kacamata ekonomi makro, ekowisata memberikan beberapa dampak positif (Yoeti 2008), yaitu: (a) Menciptakan kesempatan berusaha; (b) Menciptakan kesempatan kerja; (c) Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar; (d) Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah; (e) Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB); (f) Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sector ekonomi lainnya; (g) Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus,dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya. Menurut Yoeti (2008). Pengembangan ekowisata tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (a) Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang; (b) Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap,juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati; (c) Sering terjadi komersialisasi seni-budaya; dan (d) Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana kedodoran.
Kerangka Pemikiran Adanya potensi ekowisata berupa Danau di Ecopark Cibinong Science Center menjadikan kawasan ini sebagai salahsatu lokasi pengembangan ekowisata di Bogor. Dalam pengembangannya,ekowisataDanau Dora menerapkan konsep
13
ekowisata berbasis masyarakat mengingat masyarakat memiliki peran penting dalam kegiatan ekowisata.Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkanperan aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwamasyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadipotensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakatmenjadi mutlak.Penelitian ini akan mengkaji perubahan peran sumberdaya bersama yang menjadi ekowisata berbasis masyarakat yang terjadi sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasismasyarakat. Perubahan peran tersebut tentu saja mengakibatkan pengaruh terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, diantaranya adalah tingkat pendapatan, teraf hidup rumahtangga serta tingkat kerjasama dari berbagai masyarakat yang ikut serta mengelola ekowisata ini.Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 1.
Aktor-aktor: 1. Pemerintah 2. Masyarakat lokal 3. Masyarakat luar
Sumberdaya Bersama
Peran bagi masyarakat lokal: 1. Rekreasi 2. Memancing 3. Irigasi 4. Mencuci 5. Mandi
Ekowisata Situ Dora (Berbasis Masyarakat)
Keterlibatan Masyarakat di Ecopark: Planning, monitoring, distribusi manfaat antar stakeholders
Perubahan peran sumberdaya bersama dan konsekuensi bagi masyarakat lokal 1. Rekreasi 2. Sumber nafkah 3. Tingkat pendapatan 4. Taraf hidup rumahtangga
Gambar 1. Kerangka pemikiran
14
Keterangan: : indikator pengukuran : indikator pengaruh Hipotesis : fokus penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran maka diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut: 1) Di duga terdapat peran dan perubahan peran sumberdaya bersama setelah adanya ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center. 2) Di duga terdapat keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center Definisi Konseptual 1) Ekowisata merupakan wisata alam yang memanfaatkan sumberdaya alam dan tata lingkungannya dengan mengutamakan konservasi, kelestarian lingkungan.Ekowisata juga merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan secara sukarela, bersifat sementara dan untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam. 2) Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat, pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. 3) Sumberdaya bersama yaitu segala bentuk sumberdaya alam yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat itu sendiri. 4) Peran merupakan penilaian sejauhmana fungsi sumberdaya atau seseorang dalammenunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan dua variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat. Definisi Operasional Penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat terhadap perubahan peran sumberdaya bersama bagi masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center. Berikut adalah beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Istilah-istilah tersebut, yaitu: 1) Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan rumahtangga dari sektor ekowisata diukur dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap anggota rumahtangga dalam suatu rumahtangga melalui aktivitas usaha ekowisata, baik berupa uang maupun barang yang dinilai dengan menggunakan ukuran rupiah dalam kurun waktu satu tahun. Usaha ekowisata yang dimaksud adalah keseluruhan aktivitas yang terkait dengan ekowisata mulai dari berjualan hingga menjadi pengelola ekowisata
15
Tingkat pendapatan rumahtangga dari sektor non ekowisata diukur dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap anggota dalam suatu rumahtangga melalui aktivitas usaha di sektor non ekowisata, baik berupa uang maupun barang yang dinilai dengan menggunakan ukuran rupiah dalam kurun waktu satu tahun. Pengukuran pada tingkat pendapatan masyarakat berdasarkan hasil wawancara responden diperoleh pendapatan terendah sebesar Rp 9.600.000 pertahun dan pendapatan tertinggi sebesar Rp 36.000.000 per tahun. Tingkat pendapatan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas dari hasil perhitungan di dapat Rp. 8.800.000 sebagai interval kelas untuk rata-rata pendapatan masyarakat Kampung Sampora. Sehingga tinngkat pendapatan dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Rp 27.200.001 - Rp 36.000.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong “Tinggi” = skor 3 b) Rp 18.000.001 - Rp 27.200.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong “Sedang” = skor 2 c) Rp 9.000.000 – Rp 27.200.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong “Rendah” = skor 1 H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada tingkat pendapatan rumah tangga dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center.. Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah kerendah atau tinggi ke tinggi pada tingkat pendapatan rumah tangga dan H1ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center
2) Taraf hidup Taraf hidup rumahtangga adalah tingkat kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan mengacu pada data BPS SUSENAS 2005, Taraf hidup diukur dengan variabel: (a) Jenis lantai bangunan tempat tinggal; (b) Jenis dinding bangunan tempat tinggal; (c) Status kepemilikan rumah; (d) Daya listrik; (e) Bahan bakar untuk memasak; (f) Kepemilikan barang berharga. Namun, variabel status kepemilikan rumah (poin c) tidak diikutsertakan dalam penghitungan skor yang menjadi dasar penggolongan variabel. Hal tersebut disebabkan jawaban responden pada kuesioner tersebut bersifat homogen. Sehingga hanya terdapat 6 variabel yang dihitung dalam pengukuran taraf hidup. a) Jenis lantai bangunan tempat tinggal; merupakan jenis lantai bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga responden dan dikategorikan: 1) Keramik, diberi skor 4 2) Bambu, diberi skor 3 3) Kayu murah, diberi skor 2
16
4) Tanah, diberi skor 1 b) Jenis dinding terluas: merupakan jenis dinding bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga responden dan dikategorikan: 1) Tembok, diberi skor 4 2) Bambu, diberi skor 3 3) Kayu, diberi skor 2 4) Rumbia, diberi skor 1 c) Status rumah: merupakan status kepemilikan rumah yang ditempati responden saat ini, dikategorikan menjadi: 1) Sendiri, diberi skor 2 2) Sewa (kontrak), diberi skor 1 d) Daya listrik: merupakan jumlah daya yang digunakan responden sebagai sumber penerangan tempat tinggalnya dan dikategorikan: 1) 2200 watt, diberi skor 4 2) 1200 watt, diberi skor 3 3) 900 watt, diberi skor 2 4) 450 watt, diberi skor 1 e) Bahan bakar untuk memasak: merupakan jenis bahan bakar yang digunakan oleh rumah tangga responden untuk aktivitas memasak dan dikategorikan: 1) Gas dan Kayu Bakar, diberi skor 4 2) Gas, diberi skor 3 3) Minyak tanah, diberi skor 2 4) Kayu Bakar, diberi skor 1 f) Kepemilikan barang berharga: merupakan jenis barang yang dimiliki oleh rumah tangga responden dan dikategorikan: 1) Mobil 2) Sepeda motor 3) Komputer 4) Emas 5) Lemari es 6) Televisi 7) HP 8) Tape Radio Kemudian taraf hidup rumahtangga digolongkan kedalam 2 kategori setelah dihitung total skor dari masing-masing variabel yang diperoleh yaitu, total skor minimum adalah 10 dan total skor maksimum adalah 22. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui rumus interval kelas dengan ketentuan hasil interval kelas adalah 6. Sehinggatotal skor dapat dikategorikan menjadi: a. 17-22 = taraf hidup rumahtangga tergolong “Tinggi” b. 10-16 = taraf hidup rumahtangga “Rendah”
17
H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada taraf hidup rumah tangga dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center. Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah atau tinggi ke tinggi pada taraf hidup rumah tangga dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center. 3) Perubahan kondisi sosial adalah perubahan yang terjadi pada kondisi social dilihat dari sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan ini diukur dengan indikator perbedaan tingkat keterlibatan masyarakat sebelum dan setelah adanya ekowisata. H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada tingkat kerjasama masyarakat dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi sosial antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center. Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah atau tinggi ke tinggi pada tingkat kerjasama masyarakat dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi sosial antara sebelum dan setelahadanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Tingkat keterlibatan masyarakat adalah partisipasi dari kegiatan yang dilakukan oleh responden bersama masyarakat lainnya untuk mengelola ekowisata dan mempererat ikatan antar masyarakat. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah keterlibatan responden dalam kegiatan masyarakat. a. Ya, skor 2 b. Tidak, skor 1 Pengukuran pada tingkat keterlibatan masyarakat sebelum dan setelah adanya ekowisata adalah sama. Kuesioner terdiri atas 9 pertanyaan untuk mengukur keterlibatan masyarakat. Berdasarkan hasil perhitungan data kuesioner, skor maksimal untuk mengukur tingkat kerjasama adalah 18, sedangkan skor minimum adalah 9. Tingkat keterlibatan masyarakat dibagi menjadi 2 kategori untuk menunjukkan tingkat perubahannya, yaitu tinggi dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas yang dihitung dengan rumus interval kelas. Maka interval kelas pada tingkat keterlibatan masyarakat adalah 4 dan dapat menunjukkan kategori: Tingkat keterlibatan rendah = 9≤x<13 Tingkat keterlbatan tinggi = 14<x≤18
18
4) Rekreasi merupakan proses memenfaatkan kegiatan selama waktu luang dengan seperangkat perilaku yang memungkinkan peningkatan waktu luang. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk melihat tingkat rekreasi adalah adalah dengan menentukan seberapa sering masyarakat mengunjungi lokasi ekowisata baik sebelum maupun sesudah. Sering jika datang ≥ dua kali dalam seminggu Tidak sering jika datang ≤ dua kali dalam seminggu
19
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokoknya (Singarimbun dan Effendi 1989). Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif, yang dilakukan melalui observasi, studi literatur, dan wawancara mendalam. Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknik penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kampung sekitar kawasan ekowisata Cibinong Science Center yaitu di Kampung Sampora, Kelurahan Cibinong, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ini dipilih Kampung Sampora merupakan kampung yang lokasinya paling dekat dengan kawasan Ekowisata. Kampung Sampora merupakan kampung yang sudah dapat dikatakan semi urban, sebagian besar masyarakat Kampung Sampora bermata pencaharian bukan lagi di bidang pertanian melainkan di bidang industri dan jasa. Semakin menyempitnya lahan pertanian di Kampung Sampora membuat masyarakat beralih ke pekerjaan yang lain. Kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan Mei hingga bulan September 2014. Rangkaian penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penyusunan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Tabel 1 Rincian waktu pelaksanaan penelitian Kegiatan Mei Juni Penyusunan proposal penelitian Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penyusunan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Juli
Agustus Septemb er
20
Teknik Penentuan Responden dan Informan Pemilihan desa lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini dikarenakan desa tersebut merupakan desa yang paling dekat lokasinya dengan kawasan Ekowisata Cibinong Science Center, selain itu juga masyarakat banyak yang mengandalkan kawasan ekowisata sebagai mata pencaharian mereka. Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang berada di Kampung Sampora, Kecamatan Cibinong. Responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang bekerja di kawasan ekowisata maupun yang tidak. Penentuan responden dilakukan secara stratified random sampling yang diklasifikasikan menurut jenis pekerjaan dengan sebanyak 30 responden, 15 responden yang bekerja di sektor ekowisata dan 15 tidak bekerja di sektor ekowisata. Kerangka sampling dapat dilihat pada lampiran 3. Teknik Pengumpulan Data Data primer di dapat dengan mengumpulkan data kuantitatif kuesioner yang diisi oleh responden. Data kualitatif di dapat dari responden dan informan yang diperoleh melalui pengamatan, observasi dan wawancara mendalam. Hasil dari pengamatan dan wawancara di lapangan dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan langsung. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis, data-data dan literatur-literatur yang mendukung kebutuhan data seperti yang tercantum dalam tabelberikut: Tabel 2. Jenis dan teknik pengumpulan data Jenis data Teknik pengumpulan data Kuantitatif (Kuesioner) - Identitas responden - Karakteristik rumah tangga - Keterlibatan masyarakat - Peranan ekowisata - Perubahan kondisi ekonomi Kualitatif (Wawancara - Perubahan kondisi social - Perubahan kondisi lingkungan Mendalam) Kualitatif (Wawancara - Sejarah ekowisata - Aktivitas masyarakat dalam Mendalam) mengelola - Kehidupan sosial masyarakat Observasi - Kondisi fisik kampong - Kondisi social-ekonomi Analisis Dokumen - Gambaran umum desa - Data kependudukan
Sumber data Responden
Responden Informan
21
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data kuantitatif dari pengisian kuesioner diolah dengan tabel frekuensi kemudian dianalisis secara deskriptif. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif untuk menjelaskan dan memperkuat analisis dari data kuantitatif yang diperoleh. Data yang diperoleh dalam penelitian baik data kuantitatif dan data kualitatif digabungkan dan disajikan dalam bentuk tabel, matriks, dan gambar serta teks naratif. Hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang mengacu untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data kualitatif diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah. Data akan disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks, tabel, atau bagan yang selanjutnya ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
22
23
PROFIL LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis, Topografis, dan Demografis Kelurahan Cibinong Secara administratif, Kampung Sampora merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kelurahan Cibinong mempunyai luas 471,245 Ha yang terbagi dalam tiga lingkungan, yaitu lingkungan komplek Bek Ang, lingkungan perumahan dan lingkungan LIPI. Keluarahan Cibinong terdiri dalam 13 RW dan 77 RT. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Sebelah utara Sebelah timur Sebelah selatan Sebelah barat
:Kelurahan Cirimekar :Kecamatan Citeureup :Kelurahan Nanggewer :Kelurahan Pakansari
Kondisi Topografi Kelurahan Cibinong memiliki ketinggian 217,1 meter di atas permukaan laut (dpl) dan secara umum wilayah Kelurahan Cibinong memiliki ketinggian berkisar antara 15-300 meter dpl. Rata-rata suhu udara berkisar antara 180C-320C, dengan suhu rata-rata 260C. Bentuk permukaan tanah (morfologi) relatif datar diseluruh bagian Kelurahan, baik di bagian utara, timur, selatan maupun barat wilayah Kelurahan Cibinong. Secara demografi, jumlah penduduk Kelurahan Cibinong Kecamatan Cibinong cenderung tetap dengan mutasi lahir, mati, pindah datang dan pindah pergi. Pada Bulan April 2014 ini penduduk Kelurahan Cibinong berjumlah 28231 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 9428 KK. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk Kelurahan Surade dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Cibinong menurut jenis kelamin, tahun 2014 Jenis kelamin Pria Wanita Total
Jumlah penduduk (jiwa) Total presentase (persen) 6125 46,50 7045 53,49 13170 100,00
Sumber: Data Primer Kelurahan Cibinong tahun 2013
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 3, jumlah penduduk Kelurahan Cibinong terdiri dari 13170 jiwa dengan jumlah pria sebesar 6125 jiwa atau 46,50 persen. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan jumlah wanita sebesar 7045 jiwa atau 53,49 persen. Sebagian besar masyarakat Cibinong menganut agama Islam dari jumlah penduduk 13170, dan sisanya menganut agama Kristen yang biasanya dianut oleh masyarakat pendatang, bukan warga asli Kelurahan Cibinong.
24
Jenis pekerjaan masyarakat Kelurahan Cibinong terbagi dalam beberapa bidang yaitu, pertanian, perdagangan, PNS, jasa, wiraswasta,, buruh dan lain lain. Untuk rinciannya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Persentase Angkatan Kerja Masyarakat Kelurahan Cibinong Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa terdapat beragam jenis pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat Cibinong, dari buruh hingga wiraswasta. Masyarakat Cibinong yang menjadi buruh memang yang paling banyak jumlahnya yatu sebanyak 6890 jiwa, buruh yang dimaksud di atas ialah buruh pabrik dimana mayoritas masyarakat Kelurahan Cibinong wilayahnya sangat berdekatan dengan pabrik di Daerah Cibinong, mengingat sekarang ini kawasan Cibinong sudah termasuk kawasan industri yang sudah dapat diperhitungkan. Pabrik-pabrik yang terdapat di daerah Kelurahan Cibinong ini antara lain pabrik semen, pabrik sepatu, pabri tas dan lain-lain. Sedangkan karyawan sebanyak 1970. Karyawan disini kebanyakan adalah karyawan swasta yang bekerja di kantoran, misalnya perkantoran di daerah Jakarta dan Sentul. Lalu masyarakat yang bekerja sebagai petani sebanyak 1243, jumlah ini menurun setelah banyaknya lahan persawahan masyarakat yang di gusur sekikar awal tahun 2000 yang lalu. Penggusuran lahan tersebut digunakan untuk pembangunan perumahan baru di sekitar Kelurahan Cibinong, salah satu perumahan yang baru dibangun dan mengunakan lahan persawahan masyarakat adalah Perumahan Cibinong Asri. Masyarakat sendiri telah diberi ganti rugi oleh pihak yang telah membangun perumahan tersebut, ganti rugi tersebut berupa uang yang jumlahnya menurut masyarakat sudah cukup untuk mengganti lahan mereka, lalu kebanyakan dari mereka yang lahannya digunakan untuk pembangunan perumahan digunakan untuk membuka usaha sendiri, seperti membuka warung, rental komputer, dan lain-lain. Selanjutnya kategori PNS di Kelurahan Cibinong sebanyak 1189. Lalu masyarakat yang bermatapencaharian pedagang sebanyak 975 jiwa. Banrang yang didagangkan bermacam-macam dan lokasi penujalan pun berbeda-bdea, tetapi mayoritas pedagang di Kelurahan Cibinong menjualkan barang dagangannya di
25
Pasar Cibinong yang lokasinya tidak jauh dari Kelurahan Cibinong. Sementara itu masyarakat Cibinong yang beriwirausaha ada sebanyak 515 jiwa, usaya yang di buka di kawasan Cibining ini memang semakin tahun semakin melonjak, banyak sekali ruko-ruko yang di bangun di sepanjang jalan Cibinong-Bogor. Usaha yang dilakukan antara lain penjualan tas atau sepatu handmade atau buatan sendiri lalu dipasarkan ke toko-toko yang ada di sepanjang jalan. Untuk bidang jasa masyarakat berjumlah 398, kategori jasa dalam hal ini dijelaskan oleh Bapak Lurah berdasarkan hasil wawancara adalah mereka yang bekerja sebagai supir angkot, tukang ojeg dan kurir-kurir pengangkut di pasar. Berdasarkan total hasil persentase dari berbagai jenis pekerjaan masyarakat Kelurahan Cibinong yaitu sebesar 99,02 persen, terdapat sekitar 0,98 persen masyarakat yang masih menjadi pengangguran. Hal ini dibenarkan oleh Lurah setempat yang mengatakan bahwa jumlah pengangguran di Kelurahan Cibinong sekitar 3 persen atau sebanyak 390 jiwa. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan mereka yang masih rendah, mayoritas pengangguran di Keluraha Cibinong hanya lulusan SD atau SMP. Tingkat pendidikan merupakan faktor penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hampir sebagian besar masyarakat Surade telah menempuh pendidikan Sekolah Dasar dengan persentase sebesar 31 persen, untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama sebesar 32 persen, Sekolah Menengah Atas sebesar 34 persen, dan Strata Satu sebesar tiga persen. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 3. Persentase tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cibinong Masyarakat Kelurahan Cibinong dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda, sedangkan para pendatang menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Di tempat formal, seperti sekolah, kantor instansi pemerintahan, dan tempat resmi lainnya masyarakat menggunakan bahasa Indonesia.
26
Kondisi Sarana dan Prasarana Kelurahan Cibinong Ketersediaan sarana infrastruktur di Kelurahan Cibinong sudah cukup memadai dari sarana peribadatan, kesehatan, hingga pendidikan. Untuk sarana pendidikan, tersedia lima PAUD, enam Sekolah Dasar, tiga SMP Swasta, satu SMA Swasta. Sarana kesehatan terdiri dari 18 Posyandu, dan satu Poliklinik. Terdapat 2 masjid dan 11 mushola yang didirikan di Kelurahan Cibinong yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Gambar 4 Ketersediaan jumlah sarana dan prasarana Kelurahan Cibinong Gambaran Umum Kampung Sampora Kampong Sampora terletak di daerah subur Gunung Sindur, secara geologis, Kampung Sampora merupakan bagian dari kelurahan Cibinong yang terletak di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Secara geografis wilayah Kelurahan Cibinong terletak di 6º 29‟ 27.79513” lintang selatan dan 106º 50‟ 56.07379” bujur timur. Dari aspek akseblititas dan mobilitas, Kampung Sampora dapat dikatakakn sebagai kampong yang terisolasi dari pusat keramaian. Jalan yang menjadi akses satu-satunya keluar wilayah kampong tertutup oleh Cicinong Science Center (CSC). Akses menuju pusat pemerintahan kota Kecamatan Cibinong berjarak sekitar 4 km, akses menuju pusat pemerintahan Kabupaten Bogor kurang lebih 4 km dan ke ibukota procinsi Jawa Barat adalah 120 km Iklim di daerah Kampung Sampora mempunyai curah hujan yang cukkup tinggi, hal ini tidak lain dikarenakan Kampungb Sampora merupakan bagian dari Kabupaten dan Kota Bogor. Khusus untuk Kota Bogor sendiri diberi julukan Kota Hujan di Indonesia. Kondisi iklim di Kota Bogor mempunyai suhu rata-rata tiap bulan 26º C dengan sushu terendah 21,8º C dan suhu tertinggi 30,4ºC. kelembaban udara sekitar 70% serta curah hujan rata-rata tiap tahun sekitar 3.500-4000 mm
27
dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari dengan frekuensi rata-rata 191,2 hari hujan setahun Dahulu Kampng Sampora merupakan kawasan pedesaan yang tergolong baik di bidang pertanian, namun sekarang lahan pertanian di kampong ini semakin menipis dan sudah banyak di bangun perumahan-perumahan sehingga aktivitas pertanian bukan lagi prioritas bagi penduduk Kampung Sampora. Hal ini menyebabkan masyarakat Kampung Sampora beralih profesi menajdi pedagang, buruh dan yang lainnya.
Gambaran Umum Situ Dora Sebelum Menjadi Ekowisata Situ Dora yang berada di Kampung Sampora ini telah ada sejak lama, semenjak nenek leluhur masyarakat Kampung Sampora ini masih hidup. karena itu, danau yang dianggap sebagai anugerah dari Tuhan YME ini dimanfaatkan dan dilestarikan oleh masyarakat agar dapat terus memberikan masfaat bagi mereka. Sejak dulu hingga pada tahun sebelum 2002 danau dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Manfaat yang dirasakan sangat banyak oleh masyarakat, mengingat dulu sulit mendapatkan air bersih karena mereka belum memiliki sumur air bersih untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan lain-lain. Manfaat Situ Dora tidak hanya dirasakan bagi orang dewasa, namun juga bagi anak-anak di Kampung Sampora. Setiap sore mereka berkumpul di danau untuk bermain dan memancing ikan-ikan kecil yang ada di danau. Selain itu, mereka memanfaatkan lahan disekitar danau yang tersedia untuk bermain sepak bola bagi anak laki-laki. Sementara untuk anak perempuan kebanyakan mereka membantu ibu mereka untuk mencuci pakaian. Kondisi Situ Dora pada saat itu memang tidak sebersih saat setelah dijadikan ekowisata. Banyaknya sampah yang berserakan dan air yang menjadi tercemar akibat sabun yang berasal dari cucian masyarakat kampung membuat air tidak sejernih saat danau ini belum dimanfaatkan sama sekali. Menurut tokoh masyarakat setempat, sekitar puluhan tahun yang lalu, saat nenek moyang mereka masih hidup, mereka menjelaskan bahwa dahulu air di danau itu sangat bersih walaupun kondisinya masih berantakan dan banyak rumput liar serta rawa-rawa yang terdapat di sebelah danau. Namun seiring dengan meningkatnya penggunaan danau olah masyarakat Kampung Sampora lama-lama kebersihan danau menjadi berkurang.
Ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center Konsep ekowisata berbasis masyarakat yang diharapkan dapat diterapkan di Ecopark Cibinong Science Center (CSC) dapat dijelaskan dengan teori yang dikemukakan oleh WWF (2009). menurut WWF Indonesia (2009), ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Partisipasi masyarakat dalam menfelola ekowisata dapat dilihat dari tahap
28
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan ekowisata. Namun pada kenyataannya di ekowisata Ecopark ini peran aktif masyrakat dirasakan sangat kecil, berdasarkan tahap ekowisata berbasis masyarakat di bawah ini yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, masyarakat Kampung Sampora hanya melaksanakan sampai tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan. Untuk tahap evaluasi dilakukan sendiri oleh pihal Ecopark CSC selaku penanggungjawab ekowisata. Berikut adalah rincian pelaksanaan ekowisata di Ecopark CSC.
1. Tahap Perencanaan Implementasi ekowisata dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, keterlibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan mampu membangun suatu jaringan serta menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing. Pada awalnya, pihak LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang sekarang namanya berubah menjadi Cibinong Science Center (CSC) yang menginisiasi masyarakat untuk bersama-sama membuka kawasan Taman Ekologi (EcologyPark) sebagai tempat wisata. Namun masyarakat menolak untuk pembangunan area wisata karena khawatir akan ada pengaruh-pengaruh negative yang dibawa oleh wisatawan ke dalam kampung mereka. Penolakan terjadi terutama di kalangan ulama dan tokoh adat setempat. Butuh waktu yang lama dan sulit sekali untuk meyakinkan masyarakat akan manfaat dari pembangunan ekowisata taman ekologi tersebut. Kiranya butuh waktu sekitar dua tahun untuk menyosialisasikan pembangunan Taman Ekologi di kawasan Cibinong Science Center ini. Namun, setelah ada perbincangan lebih mendalam antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan masyarakat Kampung Sampora, yang lokasinya memang sangat dekat dengan kawasan ekowisata, akhirnya pembukaan kawasan wisata disetujui tetapi dengan syarat bahwa jenis wisata yang ditawarkan adalah “Ekowisata Bersih” dengan maksud bersih dari segala tindakan-tindakan merusak moral, karena mayoritas umat Kampung Sampora adalah memeluk agama Islam. 2. Tahap Pelaksanaan Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Pembangunan sarana prasarana ekowisata dimulai sejak tahun 2004 dengan dana dari pemerintah sebesar 300 juta Rupiah. Pembangunan ekowisata, dilakukan oleh pihak CSC dan tidak lupa pula masyarakat Kampung Sampora yang ikut serta membantu pembangunan ekkowisata. Mulai dari pembuatan gerbang, pembersihan rawa hingga menjadi danau serta pengaspalan jalan menuju lokasi ekowisata, karena sebelumnya jalan menuju tempat yang akan dijadikan ekowisata bias dikatakan buruk. Setelah kurang lebih pembangunan kasawasan ekowisata berjalan enam bulan, akhir tahun 2004 pun kawasan Ecopark Cibinong Science Center resmi dibuka untuk umum oleh pihak CSC dan Kelurahan Cibinong. Masyarakat yang ingin berkunjung ke Ecopark tidak dikenakan biaya apapun alias gratis, mereka hanya mengeluarkan biaya parkir sebesar 2000 Rupiah untuk jasa penjaga parkir.
29
3. Tahap Evaluasi Ekowisata yang dikembangkan untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan, yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan ekowisata. Pengurus ekowisata Ecopark Cibinong Science Center melakukan tahap evaluasi dengan melakukan musyawarah bersama. Hal ini dilakukan untuk memonitoring kegiatan ekowisata dan sebagai pertanggungjawaban pengurus agar ekowisata yang dijalankan dapat terus berkembang dengan baik. Hasil dari keuntungan ekowisata digunakan untuk biaya perawatan fasilitas sarana dan prasarana ekowisata Ecopark Cibinong Science Center. Sejarah Ecopark Cibinong Science Center Cibinong Science Center dahulu di kenal sebagai Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dicanangkan sebagai komplek penelitiian sejak tahun 1964 oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno. Cibinong Science Center (CSC) luasnya mencakup 189,6 ha memiliki konsep ruang terbuka hijau berdasarkan konservasi kekayaan flora Indonesia yang berintegrasi dengan pusatpusat penelitian yang saat ini terdapat di dalamnya, antara lain Pusat Penelitian Biologi, Bioteknologi, Limnologi dan Biomaterial. Konsep CSC dibagi kedalam beberapa zona-zona penanaman yang antara lain, zona penanaman berdasarkan tipe-tipe ekosistem dataran rendah Indonesia, zona kelompok tumbuhan berdasarkan fungsi (kayu, serat, buah-buahan, dll), zona keragaman spesies dan zona kebun penelitian. Ecology Park (Ecopark) memiliki luas 32 Ha dengan danau buatan yang menampung limpahan dari 25 titik mata air alami. Pembangunannya mulai dirintis sejak tahun 2002 sebagai kawasan konservasi tumbuhan ex-situ guna mengurangi laju degradasi keanekaragaman tumbuhan. Luasan tersebut terbagi menjadi tujuh ekoregion; ekoregion Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Untuk kesinambungan pembangunan dan pengelolaan Ecopark, pada tanggal 12 Juli 2011, Kepala LIPI menetapkan Ecopark sebagai kawasan konservasi ex-situ yang dikelola oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Dalam pelaksanaannya PKT Kebun Raya Bogor berkoordinasi dengan Badan Pengelola Cibinong Science Center dan masyarakat sekitar kawasan konservasi yaitu Kampung Sampora. Dalam pengelolaannya pun masyarakat Kampung Sampora ikut terlibat karena mereka ditetapkan sebagai karyawan pengelola Ecopark. Masyarakat Kampung Sampora yang lokasi pemukimannya tidak jauh dari Ecopark ini awalnya sangat tidak setuju atas keinginan pihak CSC untuk membangun Ecopark, mereka menganggap dengan dibangunnya kawasan Ecopark akan merusak lingkungan sumberdaya air mereka yang awalnya rawarawa yang merupakan sumber air bagi kehidupan mereka. Rawa itu sendiri memang dimanfaatkan masyarakat setempat untuk pengairan untuk sawah, serta ada pula yang memanfaatkannya untuk mandi cuci kaki dan lain-lain. Selain itu, masyarakat khawatir terjadi kerusakan moral apabila tempat ini dibuka untuk umum, karena di khawatirkan akan terjadi pengaruh yang dibawa wisatawan bagi masyarakat Kampung Sampora. Pengaruh tersebut ada yang bersifat positif
30
namun ada juga yang negatif. Sehingga masyarakat harus dapat memilah dengan tepat yang baik dan buruk seperti cara berpakaian, gaya hidup, dan cara berbicara wisatawan. Pengaruh ini akan masuk ke lingkungan masyarakat setempat dan akan mempengaruhi kondisi lingkungan yang hingga kini masih terjaga norma dan adatnya. Hal lain yang di khawatirkan masyarakat Kampung Sampora adalah terjadinya perbuatan yang tidak diinginkan khususnya bagi remaja yang berpacaran di kawasan ini, karena kawasan tersebut sebenernya sedikit rawan untuk berdua-duaan. Hal ini memicu sedikit perdebatan antara tokoh adat setempat yaitu bapak AHN dengan pengelola Ecopark CSC. Setelah sosialisasi yang cukup lama, akhirnya masyarakat Kampung Sampora pun menerima pembangungan Ecopark ini, namun dengan syarat bahwa pihak CSC menjadi tidak akan terjadi hal-hal tidak senonok atau perbuatan maksiat di kawasan Ecopark tersebut. Kesepakatan diperoleh cukup lama dan sulit, pihak CSC berupaya keras untuk meyakinkan masyarakat Kampung Sampora dan akhirnya mereka menyetujui pembangunan Ecopark dengan syarat “Ekowisata Bersih”. Bersih yang dimaksud bukan hanya bersih soal lingkungan namun juga bersih dari segala tindakan atau perbuatan yang dilarang oleh agama. Pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata didorong oleh adanya harapan dari beberapa pihak untuk kemajuan ekonomi masyarakat dan wilayah ekowisata. Masyarakat Sampora sebagai aktor utama dari kegiatan ekowisata memiliki harapan yang tinggi dalam aspek ekonomi. Hal ini terjadi karena masyarakat menginginkan adanya peningkatan pendapatan baik untuk masing-masing individu maupun untuk Kampung Sampora secara keseluruhan. Harapan terhadap aspek ekonomi yang menjadi pendorong paling besar pada masyarakat untuk menyetujui pengembangan kawasan ekowisata. Saat ini, Ecopark menjadi tempat tujuan bermain dan berwisata bagi masyarakat Cibinong dan sekitarnya. Bahkan pada hari Sabtu dan Minggu atau hari libur lainnya oengunjung dari luar kota Cibinong sering berkunjung untuk berekreasi. Pengelolaan “Ekowisata Bersih” di Ecopark Bentuk ekowisata yang ditawarkan di Ecopark CSC konsep “Ekowisata Bersih” yang dikelola pihak PKT-Kebun Raya Bogor dan dibantu oleh masyarakat setempat. Segala peraturan yang terdapat di lokasi ekowisata telah disesuaikan adat dan istiadat masyarakat setempat di lokasi ekowisata ini. Walaupun belum sepenuhnya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan, namun diharapkan kedepannya dapat semua dipatuhi pertauran yang telah disepakati tersebut. Masyarakat sebagai pengelola pun berupaya optimal untuk membangun dan merawat kawasan ekowisata agar menjadi lebih baik dan nyaman dikunjungi wisatawan. Pada tahun 2004, setelah adanya persetujuan untuk membuka kawasan Ecopark CSC dari masyarakat setempat, pihak CSC mengajukan proposal dana kepada pemerintah daerah Kabupaten Bogor untuk melakukan pembangunan infrastuktur di kawasan Ecopark CSC yang sebelumnya masih sangat alami. Bantuan awal yang diberikan pemerintah daerah Kabupaten Bogor adalah 200 juta rupiah. Dana tersebut dialokasikan untuk membangun jalan menuju lokasi ekowisata, membuat gerbang, membenahi lokasi parkir dll. Selanjutnya satu tahun kemudian pihak CSC mengajukan proposal dana untuk perluasan kawasan
31
Ecopark yaitu untuk lahan pembibitan beberapa tanaman diantaranya, pohon jati, mahoni, dll. Dana yang diajakan adalah sebesar 100 juta rupiah dan disetujui oleh pihak Kabupaten sehingga perluasan lahan pun dapat terselenggara. Keberadaan pihak Kebun Raya Bogor dalam pembangunan Ecopark sangatlah berarti, aatas usulan pihak Kebun Raya tersebut pengembangan Ecopark dapat berjalan dengan lancar. Untuk kepengurusan Ecopark CSC sendiri masih sangat sederhana. Dengan diketuai oleh perwakilan dari pihak Kebun Raya Bogor dan dibantu masyarakat sekitar sebagai pegawai Ecopark yaitu sekitar 15 orang. Berikut adalah susuan kepengurusan Ecopark CSC.
Kepala Ecopark Cibinong Science Center . Pengamat pembibitan
Ketua Bidang Keamanan Pengamat Lingkungan
Gambar 5. Struktur kepengurusan Ekowisata Ecopark Cibinong Science Center. Berdasarkan struktur kepengurusan Ekowisata tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, tokoh ekowisata Ecopark sekaligus perwakilan dari Kebun Raya Bogor adalah Bapak Mustaid yang mengarahkan pengelolaan jalannya ekowisata agar tetap pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Pengamat lingkungan berperan memantau proses pembibitan pada lahan yang telah disediakan khusus untuk menanam tanaman yang bibitnya pun telah disediakan oleh pihak Kebun Raya Bogor, selain itu pengamat juga berperan mengawasi para pekerja yang menanam bibit tersebut. Selanjutnya pengamat lingkungan bertugas mengawasi dan menjaga kelestarian lingkungan Ecopark CSC juga memantau pemeliharaan lingkungan sekitar kawasan Ecopark. Kemudian bidang kemanan tentu mengaja ketertiban wisatawan yang datang mengunjungi Ecopark agar mematuhi peraturan yang ada, tidak lupa pula untuk menjaga kawasan parkir motor serta mobil agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karakteristik Responden Karakteristik penduduk yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah Masyarakat Kampung Sampora yang terlibat maupuan tidak dalam kegiatan ekowisata. Responden yang terlibat adalah pengurus ekowisata. Terdapat 15 responden yang terlibat dalam kegiatan ekowisata dan 15 responden yang tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata. Semua responden yang terpilih merupakan warga asli Kampung Sampora yang sudah menempati Kampung Sampora selama kurun waktu yang lama sehingga sudah mengenal Kampung
32
Sampora dengan sangat baik. Kampung Sampora yang dijadikan responden terletak di RW 01 yang terdiri dari lima RT diantaranya RT 01, 02, 03, 04 dan 05. Berdasarkan jenis pekerjaan, 30 responden yang terpilih juga memiliki berbagai jenis pekerjaan yang berbeda. Terdapat delapan kelompok pekerjaan, antara lain PNS, karyawan, buruh, pedagang, ibu rumahtangga, wiraswasta dan yang bergerak di bidang jasa. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan utama responden. Pada gambar 6, data yang disajikan persentase jenis pekerjaan utama dari 30 responden yang diteliti. Responden terbanyak ialah bekerja sebagai karyawan (47 persen). Pekerjaan responden yang terbanyak selanjutnya adalah ibu rumah tangga (19 persen). Kemudian responden selanjutnya sebagai buruh (10 persen). Terdapat beberapa orang yang bekerja di bidang jasa (enam persen), wiraswasta (enam persen), PNS (enam persen). Sisanya sebagai petani (tiga persen). dan pedagang (tiga persen).
Gambar 6. Persentase pekerjaan responden Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu aspek penting dalam mengelola ekowisata.Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keterampilan, pengetahuan, dan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang kedepannya akan mengelola ekowisata. Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka diharapkan pengelolaan ekowisata akan semakin baik. Tingkat pendidikan di Kampung Sampora dibagi kedalam lima tingkatan mulai dari yang tidak taman SD, tamat SD, SMP, SMA dan D3. Pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang hanya memenuhi pendidikan hingga tamat SMP adalah yang paling banyak jumlahnya yaitu 33 persen. Persentase jumlah responden yang menempuh tingkat pendidikan SD dan SMA adalah sama yaitu sebesar 27 persen. Selanjutnya yang menempuh pendidikan hingga D3 hanya sebesar 10 persen dan yang tidak taman SD yaitu 3 persen. Dari hasil Gambar 8, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat Kampung Sampora masih tergolong rendah, karena sepatuh dari masyarakat hanya tamatan SMP.
33
Namun demikian, sebagian kecil masyarakat Kampung Sampora menyadari akan pentingnya pendidikan terbukti dengan terdapatnya tamatan SMA hingga D3.
Gambar 7. Persentase tingkat pendidikan responden
34
35
PERAN SUMBERDAYA BERSAMA DAN PERUBAHANNYA SETELAH MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT Peran Sumberdaya Bersama Sebelum Ekowisata Sumberdaya bersama merupakan sumberdaya alam yang dimiliki bersama-sama oleh masyarakat setempat. Pada dasarnya sumberdaya tersbut tidak ada pemiliknya dan sudah ada sejak lama sehingga masyarakat setempat dapat memanfaatkan keberadaan sumberdaya alam tersebut. Dalam hal ini sumberdaya bersama bagi masyarakat Kampung Sampora berupa danau dan rawa yang biasanya menjadi sumber sanitasi bagi sawah masyarakat dan sebagai sumber air untuk kehidupan sehari-hari. Selain itu, beberapa masyarakat ada juga yang mandi dan melakukan kegiatan santai seperti memancing walaupun ikan yang didapat hanya ikan-ikan kecil saja. Dengan adanya danau dan rawa tersebut masyarakat sangat terbantu terutama mereka yang bekerja sebagai petani karena mereka tidak perlu pusing dan jauh memikirkan bagaimana sawah mereka mendapatkan air berhubung danau tersebut lokasinya tidak jauh dari sawah mereka. Masyarakat sangat bersyukur atas adanya danau dan rawa tersebut walaupun saat itu tidak ada pengurusnya namun msyarakatlah yang dengan sukarela membersihkannya. Mata air yang dihasilkan juga dimanfaatkan ibu-ibu untuk mencuci pakaian mereka. Bagi anak-anak mata air juga dimanfaatkan untuk mereka mandi sambil bermain pancuran. Kondisi sebelum dibangunnya ekowisata Ecopark ini memang masih sangat alami, masih banyak sekali rerimbunan pohon mengelilingi Kampung ini, udara sejuk pun sangat dirasakan masyarakat kampung apabila pagi menjelang. Mereka biasanya beraktivitas setelah adzan subuh, terutama para petani yang akan pergi ke sawah berhubung jarak antara sawah dan rumah mereka cukup jauh. Keadaan alam tersebut membuat masyarakat sadar akan kebersihan lingkungannya, walaupun belum semua masyarakat mampu menjaga kebersihan lingkungan kawasan danau dan rawa tersebut dengan baik. Masyarakat Kampung Sampora dahulu, mayoritas pekerjaannya adalah menjadi petani dengan luas lahan pertanian yang cukup besar di kampung ini, namun seiring dengan perkembangan jaman, lahan sawah Kampung Sampora mulai menipis dengan dibangunnya perumahan-perumahan di sekitar Kampung Sampora. Kondisi ini membuat tidak sedikit masyarakat Kampung Sampora yang beralih profesi. Sebelum dibangunnya ekowisata Ecopark, taraf hidup masyarakat masih dikatakan rendah. Dikatakan rendah karena dengan bertani mereka tidak mendapatkan penghasilan yang diharapkan mengingat harga kebutuhan pokok saat ini semakin meningkat sedangkan pendapatan mereka sebagai petani tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari Kebanyakan dari mereka yang bekerja sebagai petani hanya mengandalkan sawah sebagai mata pencaharian utama. Selain menjadi petani, mata perncaharian lainnya yang mendominasi masyarakat Kampung Sampora adalah buruh pabrik dan ada pula yang menjadi buruh bangunan. Hal ini membuat taraf hidup mereka juga masih rendah. Selain karena pekerjaan mereka yang berpenghasilan masih dibawah standar, mereka juga jarang sekali yang memiliki pekerjaan sampingan. Kebanyakan istri-istri mereka hanya menjadi ibu rumah tangga biasa yang mengurusi kehidupan rumah tangga seperti memasak, mengurus anak dan lain-lain. Kurangnya pendidikan
36
mungkin yang menyebabkan mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Dilihat dari hasil kuesioner repsonden mayoritas masyarakat Kampung Sampora hanya lulus jenjang SMP, bahkan ada pula yang tidak tamat SD. Peranan sumberdaya bersama bagi masyarakat untuk kehidupan seharihari, misalnya mandi, irigasi sawah, mencuci. dan memancing. Setelah berubah menjadi Ecopark, peranan tersbut berubah yang semula adalah tempat pemenuhan kebutuhan sehari-hari menjadi sumber nafkah bagi sebagian orang dan sebagian lagi menjadi tempat rekreasi atau piknik. Sumber nafkah yang dimaksud adalah sebagai mata pencaharian masyarakat Kampung Sampora, walaupu hanya 15 orang yang bekerja di Ecopark tersebut tapi bagi mereka hal itu sangat membantu perekomian mereka, karena sebelum mereka bekerja disana perkerjaan mereka tidak tetap hanya kerja serabutan saja. Lain halnya dengan bekerja di Ecopark, mereka bertugas memelihara kebersihan danau, malakukan pembibitan, menjaga keamanan dan kelestarian danau, dan lain-lain. Masyarakat yang bekerja di Ecopark ini menganngap pekerjaan mereka memberikan keuntungan, selain diberikan gaji teteap per bulan, mereka juga senang menjaga dan memelihara kebersihan danau, sebab danau tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka baik sebelum menjadi ekowisata maupun sebelum menjadi ekowisata. Untuk lebih jelas melihat peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah menjadi ekowisata dapat dilihat dari gambar 6 berikut.
Gambar 8. Peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah ekowisata bagi responden yang bekerja di sektor ekowisata.
37
Peran Sumberdaya Bersama Setelah Menjadi Ekowisata Perubahan peranan dari sumberdaya bersama menjadi ekowisata di Kampung Sampora tentu dirasakan bagi maskarakat lokal, awalnya sebagian masyarakat mengandalkan danau untuk mandi dan mencuci misalnya, namun setelah dibangun menjadi ekowisata otomatis mereka tidak dapat lagi menggunakan danau sebagai tempat mandi dan mencuci. Maka dari itu mereka akhirnya membuat sumur sendiri di rumah mereka. Namun demikian hal ini tidak dirasa berat oleh masyarakat, karena sebenarnya menurut mereka memang lambat laun mereka pada akhirnya akan tetap membuat sumur di rumah mereka masingmasing. Sementara bagi para petani yang sebelumnya memanfaatkan danau sebagai sumber irigasi bagi sawah mereka, karena lahan sawah mereka pada saat pembangunan ekowisata sudah dibeli oleh suatu perusahaan untuk pembangunan perumahan, maka mereka tidak merasa dirugikan dengan hilangnya aset pengairan bagi sawah mereka karena mereka pun sudah menjual lahan sawah tersebut dengan harga yang sebanding oleh pihak perusahaan yang akan membangun perumahan. Kebanyakan dari petani tersebut pun akhirnyua beralih profesi menajdi pedagang dengan bermodalkan uang dari penjualan lahan sawah mereka. Berbagai macam produk yang mereka dagangkan misalnya menjual kebutuhan rumah tangga (toko kelontong), menjual pulsa, menjual makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor penting yang menentukan peranan sumberdaya bersama yang berubah menjadi ekowisata antara lain, faktor jenis kelamin, usia, pekerjaan, jarak/akses menuju lokasi. Hal-hal tersebut menajdi faktor penentu manfaat dari adanya sumberdaya bersama. Jenis kelamin menentukan seberapa penting dan motivasiapa yang menyebabkan seseorang untuk ikut serta memanfaatkan sumberdaya bersama, misalnya seorang ibu yang ingin mencuci dan seorang anak perempuan yang hanya ingin bermain di sekitar danau. Selanjutnya pekerjaan, misalnya seorang petani yang memanfaatkan danau untuk irigasinya dan berbeda dengan pengangguran yang ingin memancing di danau tersebut. Pihak yang merasa diuntungkan dan dirugikan dengan adanya ekowisata di Ecopark CSC ini tentu berbeda. Salah satu pihak yang dirugikan adalah dari masyarakat lokal, walaupun tidak sepenuhnya dirugikan, namun sedikit kecewa dirasakan mereka. Menurut pendapat informan, mereka kurang merasa dihormati oleh pihak pengelola pada saat akan membangun ekowisata ini, mereka menganggap kurangnya sosialisasi dari pihak pengelola untuk membangun ekowisata, namun hal berbeda dikatakan pihak ekowisata. Kepala Ecopark mengatakan bahwa sebelum pembangunan ekowisata ini dilakukan, pihak PKTKebun Raya Bogor sudah mengajak masyarakat Kampung Sampora untuk ikut serta dalam pembangunan Ecopark, namun antusiasme masyarakat dirasa sangat minim oleh pihak PKT-Kebun Raya Bogor. Selain karena hal itu, perubahan danau yang sekarang sudah menjadi ekowisata tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk mandi, mencucui dan memancing. Hal ini membuat masyarakat yang sebelumnya melakukan kegiatan tersebut di danau sekarang harus membuat sumur sendiri di rumah. Lalu untuk memancing, mereka harus ke tempat pemancingan ikan. Meskipun begitu tidak ada penuntutan ganti rugi dari pihak masyarakat, karena mereka pun merasa untung dengan adanya ekowisata di sekitar kampungnya, mereka bisa menikmati keindahan danau yang sekarang menjadi indah dari sebelumnya.
38
Pengelola ekowisata Ecopark Cibinong Science Center merupakan salah satu pihak yang diuntungkan, selain meningkatkan konsevasi sumberdaya hayati yang dimiliki saat ini, dengan adanya ekowisata disana mereka pun dapat penghasilan, walaupun Ecopark tidak dikenakan biaya tiket masuk, namun pendapatan dihasilkan dari biaya parkir. Kemudian pihak PKT-Kebun Raya menjadi sarana untuk meningkatkan potensi keberagaman tumbuhan yang dilaksanakan oleh Kebun Raya Bogor, karena luas lahan yang dimiliki Ecopark cukup luas, maka dari itu dimanfaatkan untuk penanaman tumbuhan untuk konservasi. Keberadaan ekowisata di Kampung Sampora pada saat itu sebenarnya belum di terima oleh sebagian kecil masyarakat, seperti tokoh agama setempat, namun pembangunan harus tetap berjalan Menurut mereka warisan sumberdaya ini harus dilestarikan dan tidak boleh di rusak oleh siapapun. “Kalo saya mah sebenernya ngga setuju sama pembangunan ekowisata itu, soalnya itu kan danau milik masyarakat sini, takutnya nanti malah tercemar dan rusak gara-gara banyak yang dateng”(HB/41 Tahun/ketua RW 01. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi penolakan pembangunan ekowisata, sumberdaya danau tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat Kampung Sampora. Menurut masyarakat Sampora, khususnya pemuka adat seperti tokoh agama, kawasan danau tersebut sejak dahulu bersih dari perbuatan yang berlawanan dengan moral agama, misalnya saja perbuatan mesum. Dengan dicanangkannya pembangunan ekowisata tersebut di khawatirkan kawasan danau yang menjadi sumberdaya mereka akan tercemar dengan perbuatan yang menentang agama. Sehingga para tokoh agama pada saat itu menentang pembangunan ekowisata Ecopark. Selain khawatir akan rusaknya moral masyarakat Kampung Sampora, beberapa tokoh masyarakat juga meyakini adanya kerusakan lingkungan, seperti kotornya danau, banyaknya sampah yang berserakan dan lainnya. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Bogor khususnya masih sangat sedikit. Sebelum dibentuknya ekowisata disini, kondisi lingkungan masih sangat bersih dan terjaga kealamiannya. Masyarakat sendiri sering melakukan gotong royong untuk membersihkan danau dan rawa. Hal ini dikarenakan mereka merasa memiliki sumberdaya tersebut dan ingin merawatnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dahulu bentuk danau disini masih sangat alami dan belum di bentuk apa-apa. Danau tersebut hanya ditumbuhi oleh rumput dan ilalang serta rawa-rawa di sekelilingnya. Karena keterbatasan dokumentasi, gambar yang diperoleh hanya ada setelah danau telah dibentuk menjadi ekowisata. Namun berdasarkan pernyataan responden, danau tersebut sebelumnya tidak terdapat jembatan yang melingkar dan juga tanaman yang tumbuh buakn tanaman-tanaman yang seperti sekarang berada di sekitar danau, seperti terlihat pada gambar 7 di bawah ini. Gambar ini menunjukkan perubahan yang cukup besar dari bentuk danau.
39
“Dulu mah neng, danaunya ga ada jembatan yang dari kayu itu yang ngelingker, dulu mah cuma kubangan airlah istilahnya belum kayak sekarang gitu.sekarang mah udah bagus pisan.” (UTS/51 Tahun/Masyarakat Sampora).
Gambar 9. Perubahan kondisi danau Penolakan tokoh adat dan agama dari masyarakat Kampung Sampora berlangsung cukup lama, kurang lebih dua tahun lamanya mereka masih menolak pembangunan kawasan ekowisata Ecopark di kampung mereka. Hal ini membuat pembangunan ekowisata sedikit terhambat, dan pada akhirnya setelah dua tahun berlalu masyarakat tokoh adat Kampung Sampora menyetujui pembangunan tersebut. Namun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ekowisata tersebut harus bersih dari segala macam aspek. Mulai dari perbuatan hingga lingkungan ekowisata itu sendiri, mengingat peranan sumberdaya yang akan dijakadikan ekowisata tersebut sangat berarti bagi masyarakat Kampung Sampora. Peranan danau yang merupakan sumberdaya bersama ini diyakini oleh masyarakat sebagai pemberian dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan harus mereka jaga, karena sebagian besar tokoh adat dan agama disini meyakini pemberian dari Tuhan apapun bentuknya harus dijaga dan dimanfaatkan sebaik mungkin, terutama sumberdaya ini, karena memiliki manfaat yang cukup besar bagi masyarakat Kampung Sampora. Untuk itu, sebagai wujud nyata melestarikan sumberdaya tersebut, masyarakat dengan kesadarannya sendiri selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikan kawasan danau agar tidak tercemar. Manfaat sumberdaya danau yang paling dirasakan oleh masyarakat Kampung Sampora adalah untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan memancing. Karena dahulu, masih banyak masyarakat Kampung Sampora yang belum memiliki kamar mandi sendiri di rumah sehingga untuk mandi, mereka harus pergi ke danau tersebut. Dahulu di danau tersebut terdapat sebuah bilik kecil yang merupakan tempat masyarakat untuk mandi, buang air dan sebagainya. Namun sekarang dengan dibentuknya ekowisata Ecopark, tentu saja menimbulkan perubahan peranan bagi masyarakat. Mereka tidak lagi memanfaatkan danau tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Ada yang menjadikan danau tersebut sebagai tempat mencari nafkah dengan menjadi bagan dari petugas di Ecopark dan ada pula yang memanfaatkannya sebagai tempat hiburan, rekreasi.
40
Bagi sebagian masyarakat memang dirasakan beberapa keuntunngan dari Ecopark ini, sakah satunya jika mereka ingin rekreasi atau sekedar menghabiskan waktu akhir pecan bersama keluarga, mereka tidak perlu jauh-jauh untuk pergi karena lokasi Ecopark sangat dekat dengan kampung mereka yaitu Kampung Sampora. Selain itu, di Ecopark juga tidak dikenakan biaya masuk, hanya saja bagi pengunjung yang membawa kendaraan dikenakan biaya parker sebesar Rp 2000. Perubahan peranan bagi masyarakat yang bekerja di luar ekowisata berbeda dengan masyarakat yang bekerja di sektor ekowisata, misalnya menjaga kebersihan danau, keamanan dan pembibitan. Masyarakat yang bekerja di luar sektor ekowisata seperti PNS, buruh, tukang ojeg dan lain-lain memanfaatkan ekowisata tersebut sebagai tempat rekreasi. Mereka senang sekarang sudah ada tempat hiburan untuk sekedar menikmati waktu luang di akhir pecan bersama keluarga. Sedangkan bagi mereka yang bekerja di sector ekowisata, dengan adanya ekowisata Ecopark ini dianggap mampu meningkatkan pendapatan bagi mereka, karena sebelumnya masyarakat yang bekerja di Ecopark, baik bertugs memelihara kebersihan danau, menjaga keamanan sampai pelaksana pembibtan awalnya tidak memiliki pekerjaan yang tetap, misalnya menjadi kuli harian yang gajinya pun tidak menentu dan pekerjaan yang tidak datang selalu. Ada pula masyarakat yang seblum ada Ecopark ini adalah seorang pengngguran, mereka adalah para pemuda lulusan SMA yang masih belum mendapatkan pekerjaan pada saat itu. Namun, setelah dibentuknya ekowisata di sekitar kampung mereka, mereka pun mandapatkan pekerjaan walaupun gajinya tidak besar tetapi mereka merasa bersyukur karena stidaknya sudah memiliki pekerjaan tetap.
Gambar 10. Peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah menjadi ekowisata bagi responden yang bekerja di sektor non-ekowisata. Perubahan Kondisi Lingkungan Setelah Ekowisata Ekowisata merupakan pariwisata yang mengedepankan aspek konservasi ekologi. Untuk itu, keberlanjutan ekowisata ditentukan oleh aspek ekologi. Adanya ekowisata mempengaruhi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan ekowisata, dalam kasus ini adalah masyarakat Kampung Sampora dalam menjaga kelestarian lingkungan akan mempengaruhi perkembangan ekowisata
41
Pada tahun 2004 setelah diresmikannya ekowisata Ecopark CSC, terlihat perubahan yang dirasakan masyarakat Kampung Sampora. Mulai banyaknya pengunjung yang datang ke Ecopark membuat kawasan tersebut menjadi ramai. Kondisi lingkungan sekitar kawasan ekowisata menjadi agak sedikit kotor, hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya padahal tempat sampah sudah disediakan oleh pihak pengelola Ecopark. Selain itu lingkungan kawasan Kampung Sampora yang jaraknya tidak jauh dari lokasi Ecopark juga menjadi ramai, para pengunjung yang berasal dari Kampung Sampora kebanyakan adalah anak remaja yang masih sekolah. Seiring berjalannya waktu, perubahan baik terjadi saat pengunjung mulai menyadari akan membuang sampah pada tempatnya. Hal ini terlihat dari semakin berkurangnya sampah yang berserakan di sekitar kawasan Ecopark. Menurut pendapat penglelola ekowisata, kesadaran pengunjung meningkat dari hari ke hari, mereka menyadari kebersihan lingkungan danau dengan melihat para pegawai yang membersihkan danau setiap harinya. “Setiap harinya pengunjung yang datang semakin sadar kebersihan lingkungan danau ini, mereka melihat para pegawai yang membersihkan danau dan juga terdapat spanduk-spanduk yang memuat larangan untuk membuang sampat sembarangan. Hal ini mungkin saja membuat hati mereka terenguh untuk membuang sampah pada tempatnya” SM/45 Tahun/pengelola ekowisata.
Gambar 11. Kondisi lingkungan danau setelah menjadi Ekowisata
Setelah adanya ekowisata di sekitar Kampung Sampora, tingkat rekreasi di Ekowisata Ecopark sedikit mengalami peningkatan, walaupun perubahan tersebut tidak begitu drastis namun detidaknya semenjak adanya ekowisata di Kampung Sampora, masyarakat banyak yang memanfaatkan ekowisata tersebut untuk mengisi waktu luang dengan keluarganya. Sebelumnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa kawasan tersebut sudah berubah menjadi ekowisata .
42
setelah menetahui adanya ekowisata mereka sedikit berantusias untuk datang dan mengajak saudara yang lain. Masyarakat masih merasa bahwa ekowisata itu adalah milik mereka sehingga mereka wajib untuk melestarikan dan menjaganya agar tidak rusak.
Tabel 4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan tingkat rekreasi Jenis pekerjaan responden Sektor ekowisata Sektor non ekowisata
total
Tingkat rekreasi
Sebelum
Sesudah
Jumlah 2
Persen(%) 6,6
Jumlah 1
Persen(%) 3,4
rendah tinggi
11 7
36.6 23,4
14 11
46,6 36,6
rendah
10
33,4
4
13,4
30
100
30
100
tinggi
Berdasarkan hasil Tabel 4, tidak ditemukan perubahan yang signifikan dari tingkat rekreasi masyarakat Kampung Sampora yang bekerja di sektor ekowisata maupun yang bekerja di luar sector ekowisata. Hanya sedikit perubahan yang dapat dilihat, awalnya jumlah responden yang tergolong kategori rendah yang bekerja di sektor ekowisata sebesar 36,6 persen (11 responden), kemudian mengalami perubahan menjadi 46,4 persen (14 responden) setelah adanya ekowisata. Perubahan presentase responden adalah sebesar 10 persen atau mengalami peningkatan dari kondisi sebelum adanya ekowisata, begitu pula yang terjadi pada responden yang bekerja di luar sector ekowisata, perubahan tidak terlalu terlihat. Awalnya kategori rekreasi tinggi adalah sebesar 23,4 persen (7 responden) dan berubah menjadi 36,6 persen (11 responden). Hal ini menjelaskan bahwa perubahan tidak begitu terlihat artinya dengan adanya ekowisata Ecopark di sekitar kawasan Kampung Sampora tidak memengaruhi tingkat rekreasi masyarakat Kampung Sampora itu sendiri. Sedikit perubahan yang terjadi pada tingkat rekreasi dari masyarakat Kampung Sampora menimbulkan perubahan kondisi lingkungan sekitar kawasan ekowisata. Mereka yang tadinya masih membuang sampah sembarangan menyadari akan kebersihan llingkkungan setelah melihat kondisi di Ecopark yang sangat bersih dan indah dipandang. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh salah satu masyarakat yang sering datang ke Ecopark
“Tadinya saya malu banget sama diri sendiri neng, saya masih suka buang sampah di jalanan. Tapi pas dateng ke sini bersih banget danaunya, apalagi jalan
43
kea rah danaunya. Rumputnya meuni ijo teh sama sekali ga ada sampahnya. Jadi aja teh mikir untuk buang sampah di tempatnya” (UJG/31 Thn/Warga Sampora)
Perubahan Kondisi Ekonomi Setelah Adanya Ekowiata Untuk meningkatkan pengembangan ekowisata, tidak hanya kebutuhan alam yang harus diperhatikan, tetapi juga kebutuhan masyarakat setempat. Konsep ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan menambah penghasilan sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Tidak saja mendapatkan pekerjaan dan peningkatan pendapatan, masyarakat juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan ekowisata. Dalam sub-bab ini akan membahas mengenai bagaimana perubahan kondisi ekonomi masyarakat Kampung Sampora sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan kondisi ekonomi dilihat dari perubahan tingkat pendapatan dan perubahan taraf hidup masyarakat setempat. Pekerjaan masyarakat Kampung Sampora cukup beragam. Mulai dari petani hingga PNS, buruh, wiraswasta, dan lain-lain. Kebanyakan dari masyarakat Sampora pada saat ini bekerja sebagai buruh. Hal ini bertransformasi semenjak mulai menggerusnya lahan persawahan di Kampung Sampora yang menyebabkan para petani merugi dan akhirnya beralih profesi. Ada beberapa profesi yang menjadi alternative bagi masyarakat petani untuk menyambung hidup, diantaranya tukang ojek, pedagang, hingga buruh. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Kampong Sampora merupakan salah satu kampung di Kecamatan Cibinong Kelurahan Cibinong yang tingkat perekonomiannya tergolong rendah sehingga salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian kampung ini pemerintah daerah menetapkan sebagai kawasan ekowisata. Sebelum adanya ekowisata, rata-rata tingkat pendapatan masyarakat diperoleh melalui inverval kelas dari hasil perhitungan di dapat Rp. 8.800.000 per tahun sebagai interval kelas untuk rata-rata pendapatan masyarakat Kampung Sampora. Namun, untuk menggolongkan tingkat pendapatan dengan ukuran rata-rata tersebut tidak dapat mewakili gambaran seluruh responden di kampung ini. Pendapatan terendah di kampung ini adalah sebesar Rp 9.000.000 dan untuk pendapatan tertinggi sebesar Rp 36.000.000. Sehingga tingkat pendapatan dapat dikategorikan sebagai berikut. 1) Rp 27.200.001 - Rp 36.000.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong “Tinggi” = skor 3 2) Rp 18.000.001 - Rp 27.200.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong “Sedang” = skor 2 3) Rp 9.000.000 – Rp 27.200.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong “Rendah” = skor 1
44
Tabel 5 Jumlah dan persentase pendapatan responden sebelum dan sesudah ekowisata. Jenis pekerjaan Kategori Sebelum Sesudah responden jumlah Persen jumlah Persen (%) (%) Sektor ekowisata tinggi 1 3,30 3 10,0 sedang 5 16,6 8 26,6 rendah 9 33,3 4 13,3 Sektor non tinggi 3 6,70 3 10,0 ekowisata sedang 7 23,3 7 23,4 rendah 5 16,4 5 16,7 Total 30 100 30 100 Berdasarkan hasil kuesioner, tingkat pendapatan responden dari sector ekowisata mengalami sedikit peningkatan. Pada mulanya responden yang tergolong kategori pendapatan rendah sebesar 33,3 persen (9 responden) sedangkan setelah bekerja di sector ekowisata beubah menjadi 13,3 persen (4 responden). Sedangkan untuk kategori responden yang bekerja di luar sector ekowisata juga tidak mengalami banyak perubahan atau hampir dikatakan hanya sekitar 2,3 persen perubahannya. Hal ini terjadi karena masyarakat yang bekerja di luar sector ekowisata memang tidak merasakan pengaruh dari adanya ekowisata Ecopark bagi kehidupan ekonomi mereka, namun sebaliknya masyarakat yang bekerja di sector ekowisata merasakan perubahan ekonomi setelah bekerja di Ecopark ini. Mereka yang bekerja di Ecopark sebelumnya hanyalah buruh pabrik dan bangunan, dimana penghasilannya masih belum memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat. Taraf Hidup Taraf hidup rumahtangga adalah tingkat kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Taraf hidup yang dimaksudkan dalam penelitian ini dapat dilihat dari jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, status kepemilikan rumah, daya listrik, bahan bakar untuk memasak, dan kepemilikan barang berharga Untuk jenis pemukiman masyarakat di kampung ini, bangunan sudah permanen dengan lantai keramik dan dinding tembok. Status kepemilikan rumah yang dimiliki adalah milik sendiri, kebanyakan masyarakat membangun rumah rumah di kampung ini karena tanah tersebut merupakan warisan dari orang tuanya dahulu. Untuk pemakaian daya listrik di Kampung Sampora terbagi ke dalam dua golongan yaitu mulai dari 450 watt dan 900 watt. Masyarakat Sampora mayoritas sudah menggunakan kompor gas untuk keperluan memasak. Sudah jarang sekali masyarakat yang menggunakan kompor minyak maupun kayu bakar, hanya beberapa masyarakat saja yang memang tingkat perekonomiannya sangat rendah sehingga tidak mampu membeli minyak tanah maupun gas. Untuk kepemilikan barang berharga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mobil, motor, emas, kulkas, TV, radio dan HP.
45
Ekowisata telah membuka kesempatan kerja baru kepada masyarakat Kampung Sampora. Adanya kesempatan kerja baru dapat menambah penghasilan keluarga. Ekowisata mendatangkan wisatawan yang berkunjung ke kampung ini untuk menikmati keindahan alam sehingga masyarakat dapat menangkap peluang kerja karena hadirnya ekowisata. Lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Kampung Sampora adalah sebagai pengelola atau pegawai ekowisata.semenjak dibangunnya ekowisata Ecopark di Kampung Sampora, banyak masyarakat yang ingin menjadi bagian dari pengembangan ekowisata. Namun untuk perekrutan anggota pegawai sendiri sampai saat ini masih terbatas, namun hal itu tidak membuat masyarakat berhenti untuk ikkut membantu mengelola ekowisata ini. Secara keseluruhan, perubahan taraf hidup sudah dapat dirasakan oleh masyarakat Kampung Sampora setelah adanya ekowisata. Hal ini terjadi karena pengembangan ekowisata sudah berjalan selama 10 tahun lamanya. Peningkatan pendapatan dari usaha ekowisata digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan keperluan sekolah anak-anak. Sehingga untuk melihat bukti fisik jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, status kepemilikan rumah, dan daya listrik masih tetap sama jika dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa taraf hidup masyarakat Kampung Sampora sebelum dan setelah adanya ekowisata mengalami perubahan karena adanya ekowisata. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Jumlah dan persentase perubahan tingkat taraf hidup rumahtangga responden. Jenis pekerjaan responden
Taraf hidup
Sebelum jumlah
Sektor ekowisata Sector non ekowisata total
tinggi rendah tinggi rendah
4 12 9 5 30
Persen (%) 13.4 40,0 30,0 16,6 100
Sesudah jumlah
Persen(%)
7 10 8 5 30
23.4 33,3 26,7 16,6 100
Tabel 6 memperlihatkan perubahan taraf hidup rumahtangga berdasarkan responden di Kampung Sampora. Awalnya jumlah responden yang tergolong bekerja di sekotor ekowisata dengan kategori taraf hidup tinggi sebesar 13,4 persen (4 responden) lalu berubah menjadi 23,4 persen (7 responden). Hal ini membuktikan terjadi peningkatan taraf hidup sebesar 10 persen. Sedangkan untuk responden yang bekerja di luar sektor ekowisata tidak nampak jelas perubahan yaitu yang tergolong kategori tinggi mulanya sebesar 30 persen (9 responden) dan setelah ekowisata menjadi 26,7 persen (8 responden). Terlihat bahwa ekowisata di sekitar Kampung Sampora tidak memberikan peningkatan taraf hidup bagi masyarakat yang bekerja di luar sector ekowisata. Dan berdasarkan table di atas bahwa ekowisata Ecopark juga tidak memberikan pengaruh yang besar bagi masyaraat yang bekerja disana. Karena tingkat perubahan hanya sekitar 10 persen
46
saja, hal tersebut belum dapat dijadikan indikator peningkatan atau perubahan taraf hidup bagi masyarakat.
47
KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOWISATA Masyarakat merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan ekowisata. Pada kasus ini, masyarakat Kampung Sampora merupakan subjek dari ekowisata yang berperan dalam mengelola ekowisata. Hal ini memberikan mobilitas baru bagi masyarakat, sehingga seharusnya hadirnya ekowisaan dapat mempengaruhi proses sosial yang ada di Kampung Sampora. Namun pada kenyataannya kehadiran ekowisata di Ecopark CSC ini tidak memengaruhi hubungan social di antara masyarakat Kampung Sampora. Masih kurangnya partisipasi masyarakat dapat dilihat dalam pengelolaan ekowisata. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat kampong sudah memiliki pekerjaan tetap dan kurang memiliki waktu luang untuk membantu pengelolaan ekowisata. Keaktifanan masyarakat hanya dapat dilihat jika akan dilaksanakan gotong royong membersihkan danau. Kegiatan itu pun dilakukan hanya dalam waktu dua bulan sekali yang di selenggarakan oleh pihak Ecopark CSC. Partsisipasi Masyarakat Kampung Sampora Keterlibatan masyarakat yang dirasakan masih minim membuat ekowisata ini masih belum dikatakan berbasis masyarakat, karena sesungguhnya prinsip ekowisata berbasis masyarakat adalah terlibatnya masyarakat lokal dalam pengelolaan ekowisata itu sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dikemumakan oleh Yoeti (2008) “Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat, hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak”. Tingkat keterlibatan masyarakat sangat memengaruhi keberlangsungan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat. Dalam hal ini peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian dan keaslian alam, karena masyarakat local sendirilah lebih mengetahui bagaimana keadaan alam mereka sendiri. Untuk lebih jelasnya, keterlibatan masyarakat Kampung Sampora dalam pengelolaan di Ecopark dapat dilihat pada tabel 7 berikut. Tabel 7 Tingkat keterlibatan responden pada ekowisata. Jenis pekerjaan responden Sektor ekowisata Sektor non ekowisata Total
Keterlibatan tinggi rendah tinggi rendah
Jumlah
Persen (%)
11 4 3 12 30
36,6 13,4 10,0 40,0 100
Tabel 7 menunjukkan tingkat keterlibatan masyarakat Kampung Sampora dalam pengelolaan ekowisata Ecopark CSC. Terlihat bahwa tingkat keterlibatan
48
masyarakat masih rendah terutama bagi masyarakat yang tidak bekerja di sektor ekowisata dengan persentase 40 persen (12 responden). Sedangkan sebesar 10 persen (3 responden) masyarakat terlibat dalam pengelolaan ekowisata. Namun untuk masyarakat yang bekerja di sektor ekowisata memang keterlibatannya cukup tinggi. Hal ini dikarenakan pada awalnya mereka memang sudah tertarik untuk mengegola ekowisata di Ecopark ini, walaupun belum semua ikut terlibat, namun dengan banyaknya masyarakat yang terlibat diharapkan mampu membangun semangat masyrakat yang lain untuk ikut membantu membangun ekowisata di Kampungnya tersebut terutama bagi mereka yang tidak bekerja di sector ekowisata. Untuk masyarakat yang tidak berpartisipasi dalam ekowisata ini mayoritas memang masyarakat yang tidak bekerja di sector ekowisata, hal ini dikarenakan mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sehingga waktu mereka tidak mampu terbagi untuk mengelola ekowisata. Partisipasi dalam pengelolaan ekowisata sendiri memang tidak diwajibkan, hanya saja diharapkan dengan adanya partisipasi dari masyarakat lokal mampu meningkatkan kerukunan dan keselarasan dalam pembangunan ekowisata yang dimaksudkan berbasis masyarakat. Ruang pasrtisipasi ini sebenarnya sudah diberikan dari pihak pengeloloa Ecopark, karena sebelum dicanangkan pembangunan ekowisata di Cibinong ini sebelumnya sudah diadakan musyawarah yang seharusnya dihadiri oleh masyarakat lokal setempat, namun karena berbagai alas an hanya beberapa masyarakat saja yang ikut adnil dalam musyawarah tersebut. Sementara itu, menurut responden sendiri keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan memang dirasakan sangat kurang, sebagaimana diungkapkan salah satu responden berikut. “Saya mah gak pernah ikut-ikut neng. Pokoknya mah saya cuma tau di sana ada danau yang dijadiin ekowisata. Saya juga jarang banget dateng kesana abis gak ada waktu neng, kerja dari pagi trus pulang sore, kadang sabtu minggu saya lembur.” (KD/35 Tahun/masyarakat Sampora. Menurut pengelola Ecopark, mereka sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pelaksaan ekowisata sejak awal sudah mengajak masyarakat untuk terlibat langsung dalam pengelolaan. Mulai dari diadakannya musyawarah bersama masyarakat untuk mencapai kesepakan pembangunan ekowisata hingga membuat gotong royong untuk memulai pengelolaan ekowisata. Namun setelah dicanangkannya engembangan ekowisata di Ecopark, partisipasi masyarakat dirasakan sangat minim, hanya sedikit masyarakat yang hadir dalam musyawarah dan itu pun kebanyakan adalah tokoh agama dan tokoh adat masyarakat Sampora, masyarakat biasa ynag hadi dalam musyawarah hanya dapat di hitung jari. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat kurang menyadari akan pentingnya partisipasi mereka dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata. Karena sebagian besar masyarakat menganggap dengan adanya pihak pengelola dari Ecopark sudah cukup mampu untuk mengembangkan ekowisata di sekitar Kampung Sampora. Aktor-aktor dalam Ekowisata Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan ekowisata di suatu daerah tentu sangat menentukan potensi pengembangan yang menuju kearah yang lebih baik. Masyarakat lokal di anggap memiliki kemampuan untuk
49
mengembangkan potensi alam yang dimiliki di daerahnya, hal ini dikarenakan mereka mengetahui bagaimana sumberdaya alam tersebut dimanfaatkan dan menghasilkan berbagai manfaat untuk mereka. Masyarakat lokal kampung Sampora yang mayoritas penduduk asli orang Sunda dapat dikatakan memiliki peran bagi berlangsungnya kegiatan ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center, namun berdasarkan hasil penelitian bahwa keterlibatan masyarakat lokal di Kampung Sampora kurang cukup maksimal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masyarakat lokal setempat kebanyakan hanya menerima saja keberadaan Ekowisata di sekitar kampungnya. Hanya beberapa dari masyarakat yang ikut serta dalam membantu pihak terkait dalam hal ini pengelola ekowisata yaitu pihak PKT-Kebun Raya Bogor yang menjadi pihak penyelenggara Ecopark Cibinong Science Center, selebihnya adalah tokoh agama dan tokoh adat setempat yang kebanyakan adalah sesepuh dan orang yang di anggap penting di Kampung Sampora. Penolakan yang terjadi sebelum dibangunnya ekowisata ini cukup sulit diatasi, namun demikian dengan adanya kesepakatan anatara pihka pengelola dengan masyarakat local setempat untuk menjadikan kawasan ekowisata ini „bersih‟ dalam hal apapun, akhirnya masyarakat setempat pun menyetujuinya walaupun tidak terdapat ganti rugi berupa materil. Hanya saja, ,masyarakat sadar dengan sendirinya bahwa pembangunan ekowisata di kampungnya tentu setidaknya akan memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat. Contohnya saja, beberapa masyarakat kampong setelah adanya ekowisata ada yang mendapat pekerjaan tetap mengelola ekowisata. Ini merupakan salah satu keuntungan yang mereka dapatkan. Masyarakat luar seperti pendatang tidak satupun yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan ekowsiata disini. Hal ini dikarenakan mereka sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Mayoritas penduduk pendatang memang bekerja sebagai pegawai swasta dan ada pula yang bekerja di kantor pemerintahan. Selain itu, mereka menganggap kehadiran mereka di kampong ini hanya untuk tinggal dan menyambung hidup saja dan mereka merasa bahwa penduduk asli setempatlah yang mampu dan berkewajiban membantu mengelola ekowisata di sekitar kampungnya. Selain pendatang, masyarakat yang sering datang ke kawasan ekowisata di Ecopark untuk sekedar berekreasi dan menikmati keindahan danau juga merupakan salah satu aktor penting dalam pengembangan ekowisata. Apabila kehadiran mereka tidak ada maka ekowisata di Ecopark ini pun tentu tidak akan berkembang. Kehadiran wisatawan ke danau di Ecopark semakin hari semakin meningkat. Berdasarkan hasil laporan pihak pengelola Ecopark Cibinong Science Center, pada bulan September-Desember 2013 jumlah pengunjung Ecopark perhari adalah 48-851 orang, jumlah pengunjung paling ramai adalah hari Minggu.
50
Tabel 8 Jumlah pengunjung Ecopark bulan September-Desember tahun 2013 Bulan
September
Rata-rata
Oktober
Rata-rata
November
Rata-rata
Desember
Rata-rata
Senin 138 49 137 96 105 125 168 144 177 146 152 155 122 32 240 137
Selasa 150 150 153 121 149 50 187 112 171 88 121 148 139 83 30 100
Rabu 136 136 137 138 136 155 157 86 147 62 121 48 83 0 139 67
Hari Kamis 174 174 226 114 160 92 172 145 254 165 127 120 777 70 58 230
148 20 204 207 162
122 180 267 174
167 11 316 272
84 221 284 204
Jumlah Jumat 169 165 117 175 156 124 196 59 546 231 68 72 140 84 56 84 186 100 65 150
Sabtu Minggu 270 703 269 616 374 851 380 820 238 773 306 752 251 547 413 638 238 521 463 846 341 638 291 333 338 388 335 256 78 740 260 429 354 736 275 772 328 818 149 454 371 704
973 1628 1628 2601 1655 7172 1344 1931 3275 2604 296 9156 819 1269 2085 1087 523 5263 1090 1090 2844 1739 207 10195
Sumber: Laporan Akhir Tahun 2013 Ecopark Cibinong Science Center
Aktor yang terlibat selanjutnya dalam pembangunan ekowisata adalah pemerintah. Pemerintah telah memberikan dana untuk pembuatan Ecopark Cibinong Science Center ini setelah pengajuan proposal yang telah dibuat oleh pihak PKT-Kebun Raya Bogor. Dinas kepariwisataan menganggap pentingnya membangun sebuah tempat ekowisata yang lokasinya masih sangat alami, makadari itu, pemerintah menyetui anggaran dana untuk pembuatan dan pengelolaan Ecopark Cibinong Science Center ini. Walaupun pada saat itu dana yang diajukan tidak sesuai dengan yang diharapkan, namun bantuan pemerintah sangat penting bagi berlangsungnya pembangunan kawasan ekwosiata di Ecopark ini. Hal ini menjadikan pemerintah merupakan salah satu aktor penting bagi pembangunan Ecopark Cibinong Science Center. Selain itu pemerintah juga mengawasi berjalannya kegiatan ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center dengan cara mengadakan pemantauan rutin dan inspeksi mendadak selama sebulan sekali ke Ecopark Cibinong Science Center. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengamanan dan kelestarian ekowisata yang sudah disepakati bahwa ekowisata di Ecopark ini harus “bersiih” dari segala hal.Untuk lebih jelasnya peranan stakeholder dalam pembangunan ekowisata Ecopark Cibinong Science Center dapat dilihat pada tabel 9 berikut.
51
Tabel 9 Stakeholders dan peranannya bagi Ecopark Cibinong Science Center No. Stakeholder Peranan bagi ekowsiata Ecopark Cibinong Science Center 1. Masyarakat lokal Menyetujui pembuatan dan pembangunan Ecopark. Menjaga kelestarian Ecopark. 2. Masyarakat Meningkatkan pendapatan bagi Ecopark luar/pendatang/pengunjung Membuat Ecopark lebih dikenal banyak orang. 3.
4.
Pihak PKT-Kebun Raya Mengusulkan ide pembuatan Ecopark Bogor Menjalin kerjasama dengan berbagai stakeholder lainnya. Melaksanakan pembangunan Ecopark mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Menjadikan Ecopark kawasan ekowisata yang bersih dari terjamin keamanannya Pemerintah Menyumbang dana bagi pembangunan Ecopark. Membantu pihak PKT-Kebun Raya Bogor menggawasi kegiatan pelaksanaan di Ecopark
Perubahan peraturan setelah ekowisata di Ecopark Semenjak terbentuknya Ekowisata Ecopark di Kampung Sampora, terdapat beberapa peraturan yang dibuat oleh pihak pengelola ekowisata. Peraruran-peraturan tersebut sebelumnya telah disepakati dan disetujui oleh berbagai pihak yang terkait diantaranya masyarakat local dan pihak pengelola ekowisata. Peraturan-peraturan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dilarang membuang sampah sembarangan 2. Dilarang membawa senjata tajam 3. Dilarang berbuat mesum di kawasan ekowisata 4. Tidak diperkenankan membawa minuman keras/narkoba. 5. Dilarang merusak segala jenis tumbuhan yang ada di kawasan taman. Sebelum ekowisata resmi dibentuk tidak terdapat peraturan-peraturan seperti yang disebutkan di atas. Karena pada dasarnya sumberdaya alam tersebut adalah open access dimana masyarakat ataupun orang-orang secara terbuka boleh mendatangi tempat tersbut. Tidak ada larangan ataupun aturan dari siapapun. Setelah resmi dibuka, Ecopark CSC berubah menjadi taman ekologi yang rapi, sejuk, indah dan nyaman. Danau buatan yang dibentuk pun menjadi nyaman dipandang dan didalamnya ditanami tanaman eceng gondok. Hal ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang datang kesini. Selain itu, tidak dikenakannya biaya tiket masuk menjadidaya tarik ekowisata Ecopark ini, mereka yang dating
52
hanya diwajibkan membayar biaya parkir saja bagi mereka yang membawa kendaraan pribadi.
53
PENUTUP SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengembangan ekowisata di Ecopark CSC yang terletak di Kampung Sampora memberikan beberapa pengaruh dan perubahan bagi kehidupan masyarakat Kampung Sampora. Peranan sumberdaya bersama yang berupa danau dan rawa bagi masyarakat sekitar Kampung Sampora adalah untuk kehidupan sehari-hari, misalnya mandi, memancing (untuk dimakan sendiri), mencuci pakaian dan lain-lain. Perubahan terjadi ketika sumberdaya tersebut berubah menjadi ekowisata. Masyarakat setempat tidak mampu lagi mengakses sumberdaya yang sebelumnya dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Karena danau dan rawa tersebut sudah dirombak menjadi sebuah danau buatan yang dikelilingi oleh tumbuh-tumbuhan, sedikit rasa kecewa dirasakan masyarakat setempat, namun demikian mereka masih dapat menerima ekowisata tersebut karena mereka masih dapat menikmati keindahan danau tersebut sebagai tempat rekreasi. Perubahan juga dirasakan bagi sebagian responden yang bekerja di ekowisata Ecopark tersebut. Setelah adanya ekowisata, mereka mendapatkan pekerjaan, yaitu sebagai pegawai Ecopark, tugas-tugas mereka antara lain memelihara kebersihan lingkungan danau, melakukan pembibitan tanaman di sekitar danau, dan menjaga keamanan lingkungan danau. Lain halnya dengan responden yang bekerja di sector non-ekowisata, mereka tidak terlalu merasakan perubahan atau pengaruh dari adanya ekowisata. Hanya dari tingkat rekreasi mereka yang sedikit meningkat karena setelah menjadi ekowisata, tingkat rekreasi responden yang bekerja di sector non-ekowisata sedikit meningkat sebesar 20 persen. Aspek partisipasi masyarakat, menurut hasil penelitian keterlibatan masyarakat dalam pengambangan ekowisata di Ecopark CSC masih sangat minim, hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat di Kampung Sampora sudah memiliki pekerjaan tetap dan tidak memiliki waktu luang untuk ikut serta dalam pengelolaan ekowisata. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip ekowisata berbasis masyarakat, dimana pasrtisipasi masyarakat local merupakan hal yang sangat penting bagi pembangunan ekowisata yang berbasis masyarakat. Makadari itu, ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center ini belum dapat dikatakan ekowisata berbasis masyarakat. Aktor-aktor yang terlibat dalam ekowisata juga yang lebih dominan adalah pihak pengelola dari PKT-Kebun Raya Bogor. Aktor lain misalnya masyarakat lokal dan luar hanya sedikit menyumbangkan partisipasinya bagi pengembangan ekowisata. Kebanyakan dari mereka hanya menerima keberadaan ekowisata. Lalu aktor lain yang berperan adalah pemerintah, dalam hal ini memberikan dana untuk pembuatan dan pembangunan Ecopark Cibinong Science Center.
54
Saran Berdasarkan hasil penelitian, ekowisata di Kampung Sampora masih perlu diarahkan kepada ekowista berbasis masyarakat yang sesungguhnya. Dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaannya. Misalnya dengan cara membuat jadwal rutin pembersihan atau gotong royong yang dilakukan bersama-sama oleh masyarakat Sampora. Pengelolaan ekowisata di Ecopark masih dalam struktur yang sangat sederhana. Perlu adanya kerjasama dari pihak Ecopark CSC dan masyarakat untuk merealisasikan program-program yang telah direncanakan agar berjalan sesuai dengan harapan. Perlu diadakan evaluasi rutin terhadap pengembangan ekowisata mulai dari pengelolaan, pemeliharaan hingga pelaksanaan kegiatan yang dilakukan. Evaluasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas dalam pengembangan ekowisata bagi seluruh pihak, mulai dari pihak pengelola dan masyarakat seteempat.
55
DAFTAR PUSTAKA Acheson, J. 1989. Journal Human Ecology Clearcutting Maine: Implication of Theory of Common Property Resource. Springer, Netherlands. Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta (ID): Andi. Denman R. 2001. Guidelines For Community-Based Ecotourism Development. UK: WWF International. Assets.panda.org/download/guidelinesen [12 Mei 2014] Fandeli, C 2002. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Fennell, D.A. 1999. Ecotourism an Introduction. London: Routledge. Gunn, C.A 1994. Tourism Planning. Taylor and Francis. Washington Hardin, G. 1998. Extensions of "The Tragedy of the Commons". Jakarta (ID): Bumi Aksara Ostrom, E. 1990. Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009. Pedoman Pengembangan Ekowisata. Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 18 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan. Jakarta. Qomariyah L. 2009. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri (Studi Kasus: Blok Rajegwesi SPTN I Sarongan). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saputro PB. 2011. Tata kelola wisata di dataran tinggi dieng provinsi jawa tengah. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M dan S Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES. [UU] Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jakarta. [UU] Undang-undang Republik Indoensia No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan. Untari R. 2009. Strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Usman. M. 1999. Peluang Pengembangan Ekoturisme Indonesia sebagai Andalan Alternatif Kepariwisataan Nasional, Makalah Pada Seminar Prospek dan Manajemen Ekoturisme Memasuki Milenium Ketiga. Departemen Kehutanan. Bogor. Jawa Barat. Yoeti A. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Jakarta (ID): Kompas.
56
LAMPIRAN 1 KUESIONER PERUBAHAN PERAN SUMBERDAYA BERSAMA MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI ECOPARK CIBINONG SCIENCE CENTER, KABUPATEN BOGOR
Saya, Arieni Handayani, mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Sehubungan dengan penelitian yang saya lakukan, saya meminta kesediaan Saudara/Saudari/Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Jawaban Saudara/Saudari/Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya dan digunakan semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian ini. Terima kasih.
No. responden (diisi oleh peneliti) :……………………………………................... Nama responden
:....................................................................
Alamat
:....................................................................
Lokasi wawancara
:....................................................................
Hari/tanggal wawancara
:....................................................................
Jenis kelamin Usia Pekerjaan Pendidikan terakhir
Agama
KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Laki-laki 2. Perempuan ……………… Tahun …………………………. 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD/Sederajat 3. Tamat SMP/Sederajat 4. Tamat SMA /Sederajat 5. Diploma(D1,D2,D3) 6. Sarjana(S1,S2,S3) 1. Islam 2. Katolik 3. Protestan 4. Hindu 5. Budha
Alamat lengkap …………………………………………… Nomor telepon …………………………………………...
57 KARAKTERISTIK ANGGOTA RUMAHTANGGA RESPONDEN ( (1)
(2) Nama N No anggota . keluarga
(3) (4) (5) Status dalam Jenis Usia rumahtangga kelamin (tahun) (kode) (kode)
Kode kolom 3
Kode kolom 4
1.Kepala rumahtangga 2.Istri/suami 3.Anak 4. Menantu 5. Cucu 6. Orangtua 7.Mertua 8.Pembantu rumahtangga 9.Lainnya..... (sebutkan)
1. Laki-laki 2. Perempuan
(6) Tingkat pendidikan terakhir (kode)
(7) Pekerjaan (kode) Utama
Kode kolom 6 1.Tidaksekol ah/tidak tamat SD 2.Tamat SD/ MI 3.TamatSMP / MTs 4.Tamat SMA/ MA 5.Pondok Pesantren 6.PT tetapi tidak tamat 7.D3 8.Sarjana/ Pascasarjana
Sampingan
Kode kolom 7 1.Petani 2.Ibu rumahtangga 3.PNS 4.Karyawan swasta 5. Buruh Bangunan 6. Buruh Pabrik 7.Pedagang (sebutkan...) 8.Wiraswasta (sebutkan...) 9. Jasa (sebutkan...) 10.Lainnya. Sebutkan……
Beri tanda centang () pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
Tingkat Rekreasi Sebelum Ekowisata No.
Pertanyaan Y Ya 1. 2.
Apakah Anda datang ke Danau ≥ 2 kali dalam seminggu? Apakah anda mengetahui ada Danau di sekitar desa Anda?
Peranan sumberdaya/danau/rawa a) Memancing ikan b) Mandi/buang air
Ket Tidak
(8) ket
58
c) Buang sampah d) Bersantai e) Lainnya
Tingkat Rekreasi Sesudah Ekowisata Pertanyaan Ya 3.
Tidak
Ket
Apakah Anda datang ke Danau ekowisata ≥ 2 kali dalam seminggu? Apakah anda mengetahui ada tempat ekowisata Danau Dora di sekitar desa Anda?
4.
Peranan Ekowisata f) Memancing ikan g) Mandi/buang air h) Buang sampah i) Bersantai j) Lainnya
A. Sebelum Ekowisata Tingkat Pendapatan Rumahtangga ( Rp / Bulan) NNo. Aktivitas Status Pendapatan Pendapatan Aktivitas Ayah Ibu (Istri) Nafkah(Utama/ (Suami) Sampingan) 1. 2. 3. 4. Total
Pendapatan Anak
Total
59
B. Setelah Ekowisata Tingkat Pendapatan Rumahtangga Dari Sektor Ekowisata ( Rp / Bulan ) No .
Aktivitas
Status Aktivitas Nafkah(Utama/ Sampingan)
Pendapatan Ayah (Suami)
Pendapatan Ibu (Istri)
Pendapatanm Anak
1, 2, 3. 4. Total
Tingkat Pendapatan Rumahtangga Dari Sektor non Ekowisata ( Rp / Bulan ) N No .
Aktivitas
Status Aktivitas Nafkah (Utama/ Sampingan)
Pend apatan Ayah (Sua mi)
Pendap atan Ibu
Pend apatan Anak
Total
(Istri)
1. 2. 3. 4. Total
Beri tanda centang () pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Ekowisata No.
Pertanyaan Ya
1.
Apakah anda mengikuti musyawarah desa terkait rencana pengelolaan ekowisata?
2.
Apakah musyawarah desa diikuti oleh seluruh warga? Apakah keputusan yang diambil dalam rapat merupakan kesepakatan bersama?
3.
Tidak
Ket
Total
60
4.
Apakah anda menyampaikan aspirasi/gagasan anda ?
5.
Apakah anda terlibat membangun jalan desa?
6.
Apakah anda terlibat dalam kegiatan yang dilakukan di desa terkait pengembangan ekowisata? Apakah anda ikut menyumbang dana untuk membangun ekowisata? Apakah anda terlibat dalam siskamling?
7.
8. 9.
dalam
Apakah anda ikut membantu menjaga kelestarian kawasan ekowisata?
Taraf Hidup Kondisi Fisik dan Fasilitas Bangunan Luas lantai
Sebelum ekowisata ……………………. .m²
1.
Jenis lantai
2.
Status rumah
3.
Daya Listrik yang digunakan
Setelah ekowisata …………………………. m²
1. Keramik 2. Bambu 3.Kayu murah 4. Tanah 1. Sendiri 2.Sewa (kontrak) 3. Lainnya…..
1. Keramik 2 Bambu 3. Kayu murah 4. Tanah 1. Sendiri 2. Sewa (kontrak) 3. Lainnya…..
1.2200
1. 2200 watt 2. 1200 watt 3. 900 watt 4. 450 watt
watt 2.1200 watt
4.
Bahan bakar untuk memasak
3. 900 watt 4. 450 watt 1. Gas dan kayu bakar
1. Gas dan kayu bakar
61
1 5.
Barang yang dimiliki
2. Gas 3.Minyak Tanah 4. Kayu Bakar
2. Gas 3. Minyak Tanah 4. Kayu Bakar
1. Mobil 2.Sepeda motor 3.Komputer 4. Emas 5.Lemari es 6. Televisi 7. HP 8.Tape Radio
1. Mobil 2. Sepeda motor 3. Komputer 4. Emas 5. Lemari es 6. Televisi 7. HP 8. Tape Radio
Beri tanda centang () pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Perubahan Aturan setelah Ekowisata No. Pertanyaan 1. Apakah ada peraturan sebelum adanya ekowisata di Ecopark? 2. Apakah ada peraturan baru setelah adanya ekowisata di Ecopark? 3. Apakah peraturan tersebut menguntungkan bagi anda? 4. Apakah peraturan tersebut sesuai dengan kondisi ekowisata? 5. Apakah perubahan peraturan tersebut memberikan perubahan terhadap bagi anda?
Ya
Tidak
Ket
62
LAMPIRAN 2 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PERUBAHAN PERAN SUMBERDAYA BERSAMA MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI ECOPARK CIBINONG SCIENCE CENTER, KABUPATEN BOGOR Perubahan peran sumberdaya bersama menjadi ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center 1. Perbedaan apa yang Anda rasakan semenjak adanya ekowisata ini? 2. Apakan Anda terlibat dalam pengelolaan ekowisata disini? 3. Pihak mana saja yang membantu pengelolaan ekowisata? Bantuan apa sajayang diperoleh dari pihak tersebut? 4. Apa kendala yang dihadapi dalam pengembangan ekowisata? 5. Bagaimana kerjasama masyarakat dalam mengelola ekowisata? 6. Apakah pernah ada konflik yang terjadi antara masyarakat? Jelaskan. 7. Bagaimana partisipasi masyarakat setempat apabila ada kerja bakti,siskamling, dan gotong royong desa? 8. Bagaimana perkembangan hubungan kemasyarakatan di kawasan Ecopark ini? 9. Apakah anda sering menghadiri perkumpulan desa? Jika tidak, berikanalasannnya. 10. Apakah anda senang bekerjasama dengan tetangga lainnya dalammengelola ekowisata? Perubahan kondisi ekonomi masyarakat sekitar Ecopark Cibinong Science Center semenjak adanya ekowisata 11. Apa pekerjaan utama dari masing-masing anggota rumahtangga? Jelaskan. 12. Apa alasan melakukan pekerjaan tersebut? 13. Berapa pendapatan bersih yang diperoleh dari pekerjaan tersebut dalamsatu tahun? 14. Bagaimana alokasi penggunaan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaantersebut? 15. Apa pekerjaan sampingan dari masing-masing anggota rumahtangga?Jelaskan! 16. Apa alasan melakukan pekerjaan tersebut? 17. Bagaimana alokasi pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut? 18. Apakah terdapat sumber pendapatan lainnya bagi rumahtangga dalam satutahun? Jelaskan! 19. Dari keseluruhan pekerjaan yang dilakukan anggota rumahtangga,pekerjaan apa yang paling berkontribusi bagi pendapatan rumahtangga?Jelaskan! 20. Seberapa besar peran ekowisata memberi keuntungan terhadap pemenuhankebutuhan rumahtangga? Jelaskan! 21. Apakah terdapat perbedaan pekerjaan masing-masing anggotarumahtangga saat ini dengan sebelum adanya ekowisata? Jelaskan!
63
22. Jika terdapat perbedaan pekerjaan saat ini dengan sebelum adanyaekowisata, kondisi pekerjaan pada waktu yang mana yang lebih disukai?Apa alasannya? Ekowisata Berbasis Masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center 23. Bagaimana sejarah ekowisata terbentuk? 24. Siapa pihak yang mengusulkan pengembangan ekowisata? 25. Apa saja upaya masyarakat untuk pengembangan ekowisata? 26. Bagaimana pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat yang dijalankan Ecopark ini? 27. Bagaimana susunan pengelolaaan ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark? 28. Apa saja kendala pengelolaan ekowisata selama ini? Bagaimana caramasyarakat menyelesaikannya? 29. Apakah pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center sudah efektif?
64
LAMPIRAN 3 Kerangka sampling penentuan responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Nama ROH UJG IDA ENT UMI SAF CUC APS SM SYN UJI HTN SRH TTN HRF NUD POI UTS KRT ENN WHW KD JSP TNS SBR ZRF KRT ARD ARF RHD JUI RPO UJI IOP ENR UMR SAR CUT APT SMT SLU UJE HPK
Jenis Kelamin L L P L P L P L L L L L P L L L P L L L L L L P L L P L L P P L L P L P L P L L L L L
Alamat (RT) 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01
65
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89
SRH TIN HUF RID PIK ZNL KRT ENE WWN KDG JSS TPS SRI ZIK DES ADD ASK RFP JIL EPH KJG ODE PNT EMI WAF ZUP OPS SDM ZYL KJO LPN IRH INA YRF LIA PAI URS KRT ENO WWL KDT JKP TIS RNA ZUL KUL
P L L L P L L L L L L P L L P L L P P L L P L P L P L L L L L P L L L P L L L L L L P L L P
01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 01 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02
66
90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135
ASD APF RKD LUK RPH UJG IDE ENT UMI SAF CUP APS SMM SYL UJO HPN SRH TTN HRF NUD PUI UTS KRT EON WWP KD JSP TNS SSR ZUF KET APD ASF RFD JIL KDP PSP LNS DSR YSF CET GAD ZSF TFD HUL LDE
L L P P L L P L P L P L L L L L P L L L P L L L L L L P L L P L L P P L L P L P L P L L L L
02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03
67
136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181
CNT VMI DAT KKA ALS FSI KIL LUS OPE HRI CTN ARV ZUD UPI YIS ERT MNN AWW KDD JSP INS PSR KUF LET PAD ASW TFI KKI FSM KIL LJO OPN HRH CTN ARF ZUP ULI YTI ERT MNA AEP KDO JIS INE ARI ARN
L P L L L P L L L L L L P L L P L L P P L P L P L L L L L P L L L P L L L L L L P L L P L L
03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 03 04 04 04 04 04 04 04 04 04
68
182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227
ZPL PUL ARB IPF EKD PKR WPH NNA TTI DDE DWI ANI CUI APR STM SIL PJO OPN SRH ITN PRF AUD EUI ZTS ORT PON PWP KDW JUU TIP SRW ZUO KOI APW ADI RFI ILA ISA IMN ALD FMI DIO RCN EGI YKE ANS
P P L L P L P L P L L L L L P L L L P L L L L L L P L L P L L P P P L P L L L L L P L L L P
04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04 04
69
228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257
JJA YUT CTR FMA DFI IKA APS FSM KIL LJO OPN HRH CTN ARF ZUD UUI YTS ERT MNN AWW KDD JSP INS PSR KUF LET PAD ASF TFD KUK
L L L L L L P L L P L L P P L L P L P L P L L L L L P L L L
04 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05 05
Keterangan: Dipilih sebagai responden yang bekerja di sektor ekowisata Dipilih sebagai responden yang bekerja di sektor nonekowisata
70
LAMPIRAN 4 Dokumentasi
71
RIWAYAT PENULIS Arieni Handayani dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 25Agustus 1992. Penulis merupakan anak keempat dari pasangan Zainal Arifin dan Kartini. Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak Nurul Dahlan pada tahun 19961998, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri Kebon Pedes V pada tahun 1998-2003. Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bogor pada tahun 2004-2007, Sekolah Menengah Atas Negeri 8Bogor pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Talenta Mandiri (UTM)di Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengemabngan Masyarakat (SKPM). Selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan. Di antaranya menjadi anggota panitia pada Expo HIMASIERA sebagai Divisi Humas. Selain itu penulis juga pernah menjadi panitia Communication Day yang dilaksanakan pada tahun 2012. Lalu penulis juga pernah ikut dalam kepanitiaan Masa Orientasi Departemen pada tahun 2012.