Perubahan Mikrostruktur Beton Akibat Agresi Asam Sulfat Oleh : Faisal Rizal,*) Hanif**) Staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe
ABSTRAK Life time (umur layan) struktur beton yang berada dilingkungan yang korosif sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang besar. Salah satu permasalahan tersebut adalah terjadi penurunan kuat tekan beton pada umur 56 hari sebesar 8,17% akibat adanya agresi asam sulfat, penurunan ini terjadi seiring dengan adanya perubahan pada mikrostruktur beton. Hal ini dikarenakan terbentuknya senyawa gypsum (Ca SO4 .2H2O) dan ettringite (Ca6Al2SO43OH2 . 25H2O) sehingga terjadi microcrack dan beton menjadi lebih porous. Hasil pengujian X-Ray Difractometer, Scanning Electron Microscope dan Mercury Injection Capillary Pressure pada penelitian ini memperlihatkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada mikrostruktur beton akibat agresi asam sulfat.
1. PENDAHULUAN Beton bertulang (reinforced concrete) sampai saat ini masih merupakan material yang dirasakan paling ekonomis dalam penggunaan sebagai komponen struktur. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang kuat dan awet. Beton memiliki daya tahan yang tinggi serta tidak memerlukan perawatan tambahan selama struktur digunakan sesuai dengan fungsinya dan terletak dilingkungan yang tidak korosif. Korosi pada beton tidak hanya menjadi masalah bagi struktur yang terletak di tepi pantai atau lepas pantai saja, akan tetapi proses korosi dapat terjadi dimana saja. Pada konstruksi beton bertulang, korosi sering dihubungkan dengan baja tulangan, baik baja lunak maupun baja prategang (pre-stress). Namun sebenarnya pada lingkungan yang agresif, korosi dapat juga terjadi pada bahan betonnya sendiri, yaitu berupa disintegrasi material beton. Proses disintegrasi material beton yang sering dijumpai adalah disebabkan oleh serangan kimiawi pada beton, yang seringkali datang dari air tanah pada bangunan bawah tanah dengan kondisi air tanah yang tinggi, atau air laut terutama pada beton yang porous dam permeabel. Serangan kimiawi yang sering terjadi pada beton bisa terjadi akibat dari pengaruh lingkungan yang agresif, yaitu sulfat, klorida dan asam lainnya.
1.1 Agresi Sulfat Sulfat (SO4) yang menyerang beton dapat berasal dari berbagai sumber seperti air tanah, air laut maupun dari limbah industri, struktur bawah tanah seperti pondasi, terowongan dan lain-lain dapat dengan mudah terserang sulfat. Senyawa sulfat dapat memberi dampak yang buruk bagi beton disebabkan sulfat akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil hidrasi semen dan menghasilkan senyawa ettringite (Ca6Al2SO43OH2 . 25H2O) dan gypsum (Ca SO4 .2H2O) yang dapat merusak beton. Ettringite dan gypsum dapat terbentuk pada saat hidrasi semen terjadi, namun tidak memberi dampak yang merusak karena beton masih bersifat plastis (fresh concrete) dan akan berfungsi sebagai retader untuk memperlambat setting time beton. Namun ettringite dan gypsum akan menjadi permasalahan besar bila proses pembentukannya terjadi disaat beton telah mengeras (hardened concrete). Kehadiran ettringite dan gypsum akan mengembangkan volume beton sehingga meningkatkan tegangan internal pada beton yang dapat menyebabkan terjadinya retak mikro (microcrack), sehingga akan meningkatkan porositas dan permeabilitas beton. Besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh serangan sulfat pada beton, sangat ditentukan oleh jenis reaksinya dengan senyawa hasil hidrasi semen. Secara umum terdapat 3 jenis reaksi sulfat yang terjadi pada beton, yaitu :
1.
Reaksi sodium sulfat dengan calcium hydroxide (CH) dan calcium silicate hydrate (CSH) membentuk gypsum
… (2.1) 2.
3.
Reaksi calcium sulphate dengan calcium aluminate hydrate (CAH) dan monosulfate hydrate (C3A CS . H12-18) membentuk ettringite
.…. (2.2) Reaksi magnesium sulphate dengan calcium silicate hydrate (CSH) dan calcium hydroxide (CH) membentuk thaumasite
…(2.3) Untuk mengurangi dampak negatif dari sulfat pada beton dapat dilakukan beberapa cara pencegahannya seperti; mengurangi kandungan C3A pada semen, menurunkan rasio air terhadap semen (w/c) yang diharapkan dapat mengurangi permeabilitas beton dan menggunakan additif yang bersifat pozzolan seperti fly ash, silica fume dan lainlain. 1.2. Mikrostruktur Beton Beton adalah material komposit yang mempunyai mikrostruktur tidak seragam dan tersusun dari mortal dan agregat kasar dengan skala centimeter, mortar sendiri tersusun dari pasta semen dan agregat halus dengan skala milimeter, sedangkan pasta semen merupakan komposit yang terbentuk dari semen yang tidak bereaksi. Produk hidrasinya yaitu CSHgel, CH, pori-pori kapiler serta fasa-fasa kimia, dimana ukuran CSHgel adalah didalam skala nanometer.
Adanya perbedaan ukuran antara CSHgel dengan agregat kasar akan membuat struktur di dalam beton menjadi acak (random) dan hal tersebut akan mempengaruhi proses perpindahan suatu spesi ke dalam selimut beton. Secara spesifik dapat dikatakan perpindahan atau penetrasi dari suatu spesi ke dalam selimut beton tersebut berhubungan dengan struktur pori beton dan ketersinambungan dari pori-porinya (konektivitas pori). Secara umum pori didefinisikan sebagai volume dalam beton yang tidak terisi oleh fasa padat. Pada beton pori-pori tersebut terbentuk karena produk dari proses hidrasi semen tidak dapat mengisi keseluruhan volume. Dalam mikrostruktur beton, pori-pori dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu : - Gel ( 1,5 nm) - Kapiler dan kontraksi (1,3 µm) - Mikropori udara ( 25 – 500 µm) Gel mengandung banyak kristal kalsium hidroksida sehingga gel ini disebut juga dengan hidrosilika gel. Ruang yang terbentuk diantara partikel semen yang terhidrasi dan yang tidak terhidrasi dan membentuk pori disebut dengan pori kapiler. Volume pori kapiler tersebut akan berkurang seiring dengan meningkatnya derajat hidrasi. Pori udara pada umumnya terbentuk akibat adanya gelembung-gelembung udara dalam campuran beton. Gelembung-gelembung udara tersebut melekat pada permukaan butiran semen ataupun agregat dan tidak lepas selama proses pencampuran. Kontraksi pori dapat terjadi akibat adanya perubahan volume selama proses hidrasi.
2. RANCANGAN PENELITIAN Untuk mengetahui secara detail perubahan - perubahan yang terjadi pada mikrostruktur beton akibat agresi sulfat, maka penelitian ini dilengkapi dengan analisa mikrostruktur beton meliputi; Analisa X-RD (X Ray Difractometer) yang berguna untuk mengetahui perubahan karakteristik dari senyawa – senyawa mineral yang terdapat pada beton dan analisa SEM (Scanning Electron Microscope) untuk mengetahui perubahan bentuk kristal. Adapun untuk mengetahui perubahan dimensi pori dilakukan analisa MICP (Mercury Injection Capillary Pressure).
Rancangan campuran beton (mix design) didasarkan pada metode ACI 211.1-77, dengan mutu beton rencana 35 Mpa Untuk menguji kemampuan beton terhadap agresi sulfat, maka benda uji dicuring dalam larutan sulfat (pH=2) dan dalam air tawar sebagai pembanding. Pengujian dilakukan setelah beton berumur 56 hari.
di larutan sulfat. Grafik-grafik dibawah ini memperlihatkan hasil dari pengujian X-RD tersebut. A. Air Tawar Counts normal.RD
1
1 400
1 828 42 9
3. HASIL dan ANALISA PENELITIAN 10 10 6 5
100
3.1. Hasil Uji Kuat Tekan Beton Tabel 3.1. memperlihatkan bahwa metode perawatan juga memberi pengaruh yang besar terhadap penurunan nilai kuat tekan beton (degradasi), dimana untuk beton yang dirawat (curing) didalam larutan sulfat mengalami penurunan nilai kuat tekan mencapai 8,17 %. Hal ini disebabkan karena senyawa sulfat (SO4) akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil hidrasi semen seperti calcium hydroxide (CH) dan calcium aluminate hydrate (C3A.CS H18), monosulfatte hydrate (C3A CS . H12-18) yang menghasil ettringite dan gypsum. Dari hasil uji X-RD juga terlihat bahwa pada beton yang dicuring dalam larutan sulfat, terjadi peningkatan intensitas ettringite (Ca6Al2SO43OH2.25H2O) dan timbulnya senyawa gypsum (CaSO4.2H2O), dimana kehadiran ettringite dan gypsum ini akan mengembangkan volume beton sehingga menyebabkan tegangan internal pada beton yang dapat menyebabkan terjadinya retak mikro. Tabel 3.1. Hasil uji kuat tekan Mutu Beton
Metode Perawatan
(Mpa) Air Tawar 35
Kode Benda Uji
Larutan Sulfat (SO4)
1 6 3
1
0 10
20
30
40
50
Position [°2Theta]
Gambar 3.1 grafik X-RD Beton di Air Tawar keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 8. 9. 10.
Portlandite [ Ca(OH)2] Calcium Silicate [Ca2SiO5] Calcite [CaCo3] Larnite [Ca2SiO4] Ettringite [Ca6Al2(SO4)3(OH)12 . 25H2O] Calcium Hydrogen Silicate [CaH4Si2O7] Calcium Silicate Hydrate [Ca6Si3O12. H2O] Afwillite [Ca3(SiO3OH)2 . H2O] Calcium Silicate Chlorid [Ca2SiO3Cl2]
Dari hasil X-Rd memperlihatkan pada beton yang di curing pada air tawar, senyawasenyawa yang timbul didominasi oleh portlandite (CaOH3), Calsium Silicate (Ca2SiO5) dan Calcium Silicate Hydrate (Ca2SiO4H2O). B. Larutan Sulfat
Kuat Tekan
Counts X-2-1-bl.RD
3
T.I
(Kg/cm2) 367.497
T.II
360.079
T.III
368.573
S.I
2
1
335.787
S.II
334.069
S.III
336.716
1
400
5
8 4 13
200
12 5
3 5
1 11 43 3
2 51
11
0 10
20
30
40
50
Position [°2Theta]
3.2. Hasil Uji X Ray Diffactometer(X-RD) Pengujian X-RD ini dilakukan untuk menentukan reaktifitas yang terjadi di dalam beton, baik yang di curing di air tawar maupun
Gambar 3.2 X-RD Beton di Larutan Sulfat Keterangan : 1. Portlandite [ Ca(OH)2] 2. Calcium Silicate [Ca3SiO5] 3. Calcite [CaCO3]
4. Larnite [Ca2SiO4] 5. Ettringite,syn [Ca6Al2(SO4)3(OH)3 . 25H2O] 7. Calcium Aluminum Hydrate [Ca3Al2O6 . H2O] 8. Calcium Silicate Hydrate [Ca6Si3O12 . H2O] 11. Gypsum [CaSO4.2H2O] 12. Okenite [CaSi2O52H2O] 13. Calcium Aluminum Oxide Hydroxi [3Ca . Al2O3 . Ca(OH)2 . 18H2O]
Hasil X-RD dari beton yang dicuring pada larutan sulfat memperlihatkan terjadinya peningkatan Calcite (CaCO3) dan Ettringite (Ca6Al2SO43OH2 . 25H2O) dan terbentuknya Gypsum [CaSO4.2H2O] dengan intensitas yang lebih besar dibandingkan pada beton yang di curing di air tawar. Peningkatan kedua jenis senyawa ini memberi pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kualitas beton, karena Ettringite dan Gypsum ini merupakan senyawa yang menyerap air (H2O) sehingga dapat memperbesar volume dari senyawa yang terbentuk dan mendesak kristal disekitarnya sehingga terjadi retak mikro. Dari hasil uji X-Rd juga memperlihatkan terjadinya penurunan senyawa-senyawa CH {Portlandite Ca(OH)2} dan CSH {Calcium Silicate Hydrate (Ca1.5SiO3.5H2O)} pada beton yang dicuring di larutan sulfat. Penurunan ini dapat mengakibatakan terjadinya penurunan kuat tekan dan beton menjadi lebih porous.
3.3. Hasil Uji Scanning Microscope (SEM)
CSH
Gambar 3.3 Hasil SEM Beton di Air Tawar
B. Larutan Sulfat
Electron
A. Air Tawar
CAH CC
Gambar 3.4
Hasil SEM Beton di Larutan Sulfat
Keterangan : CC = Calcite CAH = Ettringite CS = Calcium Silicate CSH = Calcium Silicate Hydrate
3.4. Mercury Injection Capillary Pressure (MICP) CS
distribusi porinya terdiri dari diameter pori 0,1μm – 1μm sebesar 43,75 %, 1μm – 10μm sebesar 35,42 %, 10μm – 100μm sebesar 13,34 % dan >100μm sebesar 7,5 %. Grafik-grafik distribusi diameter pori diatas menunjukkan bahwa diameter pori yang terbentuk pada beton yang dicuring di larutan sulfat relatif lebih besar dibandingkan pada beton yang dicuring di air tawar. Hal ini dikarenakan adanya senyawa Ettringite dan Gypsum yang merupakan senyawa yang menyerap air (H2O) sehingga dapat memperbesar volume dari senyawa yang terbentuk dan mengakibatakan beton menjadi lebih porous.
A. Air Tawar Pore Size Distribution 45
40
Sample No. : HSC (Z.2.1) Air Perm.(mD) : 0.048 Porosity, (%) : 10.54
35
Mercury Injection, % PV
30 Incremental Cummulative
25
20
15
10
5
0 0,1
1
10
100
1000
4. KESIMPULAN
Pore Aperture Diameter, microns
Gambar 3.5
Distribusi Pori Beton di Air Tawar
Gambar 4.35 memperlihatkan distribusi pori pada beton yang dicuring pada air tawar, distribusi porinya terdiri dari diameter pori 0,1μm – 1μm sebesar 70,78 %, 1μm – 10μm sebesar 17,21 %, 10μm – 100μm sebesar 6,17 % dan >100μm sebesar 5,84 %.
B. Larutan Sulfat Pore Size Distribution 45
40
Sample No. :7 HSC (X.2.1) Air Perm.(mD) : 1.229 Porosity, (%) : 15.16
35
Mercury Injection, % PV
30 Incremental Cummulative
25
20
15
Dari hasil dan analisa penelitian mengenai perubahan mikrostruktur beton akibat agresi asam sulfat, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Beton yang dirawat (curing) di dalam larutan sulfat akan mengalami penurunan nilai kuat tekan mencapai 8,17 % lebih rendah dibandingkan nilai kuat tekan beton yang di curing di air tawar. 2. Agresi asam sulfat mengakibatkan terjadi perubahan pada mikrostruktur beton berupa terbentuknya senyawa gypsum (CaSO4.2H2O), dan etrringite (Ca6Al2SO43OH2 . 25H2O). Kehadiran ettringite dan gypsum akan mengembangkan volume beton sehingga meningkatkan tegangan internal pada beton yang dapat menyebabkan terjadinya retak mikro (microcrack). 3. Diameter pori yang terbentuk pada beton yang dicuring di larutan sulfat relatif lebih besar dibandingkan pada beton yang dicuring di air tawar. Hal ini menyebabkan beton menjadi lebih porous.
10
5
0 0.1
1
10
100
1000
Pore Aperture Diameter, microns
Gambar 3.6
Distribusi Pori Larutan Sulfat
Beton
di
Dari gambar 3.6 terlihat bahwa untuk beton yang di curing di larutan sulfat,
5. DAFTAR PUSTAKA 1.
Collepardi.S, Corinaldesi.G, Moriconi.G, “ Durability of High Performance Concrete with Pozzolanic and Composite Cement” Proceeding of CANMET-ACI Conference on Durability of Concrete, Spain, 1999.
2.
Faisal Rizal, “Menentukan Kecepatan Penetrasi Ion Klorida dalam Beton Copper Slag untuk memprediksi durabilitas Beton” Tesis S-2 Program Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil ITS, 2004.
3.
Mehta,P.Kumar, “ Concrete in the Marine Enviroment”, Elsevier Science Publisher LTD, England, 1991.
4.
Neville,AM, “Properties of Concrete”, Fourt Edition, Longman Group Limited, 1995.
5.
Strark.J, Bollmann.K, “ Delayed Ettringite Formation in Concrete” Bauhaus-University Weimer, Germany, 1999.