Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014
Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S.
Ayu Diarahmawati (135061101111016) Kelas B
JURUSAN TEKNIK MESIN MINAT TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014 I.Pendahuluan Sulfur merupakan salah satu unsur yang berperan penting dalam proses industri kimia. Di alam bebas, sulfur dapat ditemukan sebagai unsur bebas atau dalam bentuk mineral, seperti pada pirit (FeS2) dan kalkopirit (CuFeS2). Selain ditemukan di alam bebas dengan proses penambangan, sulfur juga dapat ditemukan dari emisi gas buangan pabrik dari pembakaran batubara atau pengilangan minyak bumi dalam bentuk H2S dan SO2.Sulfur dalam bentuk SO2 dan H2S merupakan gas hasil pembakaran yang berbahaya bagi lingkungan, sehingga konsentrasinya di udara memiliki batas maksimum yang ditentukan oleh pemerintah. Untuk mengurangi emisi kedua gas tersebut, diperlukan desain sistem scrubber untuk gas buang pabrik yang lebih efektif dan efisien agar emisi yang dikeluarkan ke lingkungan dapat diminimalisir, serta pengembangan metode pembakaran baru yang lebih aman bagi lingkungan. Sulfur digunakan dalam
berbagai proses di industri kimia, seperti
pembuatan insektisida, detergen, cairan pemutih, industri pulp kayu, ataupun digunakan dalam dunia farmasi. Tetapi, penggunaan terbesar (lebih dari 90%) dari sulfur adalah sebagai bahan baku pembuatan asam sulfat.
II.
Asam Sulfat Asam sulfat memiliki rumus kimia H2SO4. Asam sulfat dapat larut dalam
air pada semua kepekatan. Asam sulfat merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif, dan mampu melarutkan berbagai logam. Di atmosfer, zat ini termasuk bahan kimia yang dapat menyebabkan hujan asam. Asam sulfat diperlukan sebagai bahan pembentuk garam-garam sulfat dan proses sulfonasi. Asam sulfat bersifat asam kuat dan merupakan asam inorganik yang murah sehingga banyak digunakan dalam berbagai proses industri kimia. Meskipun dipakai dalam berbagai industri, asam sulfat jarang muncul dalam
produk akhir. Asam sulfat dipasarkan dalam berbagai konsentrasi larutan H2SO4 di air, atau SO3 dalam H2SO4 yang disebut sebagai oleum. Pemanfaatan terbesar dari asam sulfat adalah pemakaiannya sebagai bahan baku industri pupuk fosfat (tripel fosfat). Asam sulfat kuat dengan konsentrasi 9399%, digunakan dalam proses pemurnian petroleum, proses alkilasi isobutana, sintesis fenol, pembuatan titanium oksida, dan pembuatan bahan-bahan kimia dari nitrogen. Oleum diperlukan dalam petroleum, nitroselulosa, TNT, nitrogliserin, dan dalam industri pembuatan zat pewarna.
III.
Proses pembuatan asam sulfat Asam sulfat merupakan senyawa yang berasal dari sulfur. Salah satu
metode pembuatan asam sulfat adalah dengan proses kontak. Proses ini pertama kali ditemukan oleh Peregrine Philips. Proses kontak memiliki keunggulan daripada proses bilik timbal yaitu dihasilkannya asam yang lebih kuat untuk sulfonasi dan terbentuknya oleum. Tahapan proses dari proses kontak bermacam-macam, bergantung dari bahan baku yang digunakan. Plant yang menggunakan sulfur untuk dibakar, bersifat lebih murah dan lebih simpel karena tidak memerlukan adanya pemurnian gas untuk melindungi katalis. Sedangkan plant yang menggunakan mineral sulfida memerlukan proses pemanasan dan pemurnian gas untuk konversi katalis. Pada
awalnya, plant yang digunakan dalam pembuatan
H 2SO4
menggunakan sistem absorbsi tunggal. Tetapi penggunaan sistem ini masih menghasilkan konversi SO2 sekitar 97-98%. SO2 merupakan gas yang berbahaya bagi lingkungan, sehingga kadarnya di dalam udara perlu diperhatikan. Pemerintah Amerika menetapkan bahwa kadar emisi SO2 setara dengan konversi SO2 sebesar 99,7%. Berdasarkan peraturan tersebut, plant dengan sistem absotbsi tunggal belum memenuhi konversi SO2 yang diinginkan, sehingga dikembangkan sistem absorbsi ganda yang dapat mengurangi emisi SO 2 yang tidak terkonversi dan dapat menghasilkan yield yang lebih besar.
Pada sistem absorbsi ganda, gas yang keluar dari menara absorbsi pertama dipanaskan lagi dengan udara dan kemudian masuk ke dalam konventer. SO 2 yang ada di dalam gas, akan bereaksi dengan O2 untuk menghasilkan SO3. Tahapan dari proses pembuatan H2SO4 adalah sebagai berikut: a. Penambangan sulfur Pada mulanya penambangan mineral sulfur dilakukan secara langsung sebelum ditemukannya proses Frasch. Proses Frasch merupakan metode penambangan mineral sulfur yang berada di bawah tanah. Metode ini lebih murah daripada penambangan secara langsung sehingga cara ini lebih banyak digunakan sampai sekarang. Sebagian besar unsur sulfur yang ada di dunia didapatkan dari celah-celah batuan dengan proses Frasch. Penambangan sulfur dengan metode ini dilakukan pada endapan belerang yang ditutupi oleh lapisan tanah yang sangat tebal. Proses ini digagas oleh Herman Frasch dengan cara pelelehan sulfur di bawah tanah atau bawah laut, kemudian memompanya sampai ke permukaan tanah. Penambangan sulfur dengan proses Frasch dilakukan di sumur dengan kedalaman 150-750m dari permukaan tanah, dengan menggunakan pipa-pipa dengan diameter antara 3-20cm. Pipa-pipa tersebut disalurkan hingga berada di atas lapisan batuan anhidrat. Sumber: Shreve’s Chemical Process Industries, 5th ed
Gambar 1. Diagram penambangan sulfur dengan proses Frasch
Proses pelelehan sulfur dilakukan dengan cara mengalirkan air bersuhu 160°C melalui pipa luar berdiameter 20cm. Ketika air tersebut mengalir dan melewati batuan, permukaan batuan akan mengalami kenaikan temperatur hingga berada di atas titik leleh sulfur, yaitu 115°C. Sulfur yang terkandung dalam batuan-batuan tersebut akan meleleh dan terkumpul di bagian bawah sumur. Lelehan sulfur kemudian akan terdorong ke atas melalui pipa yang berdiameter 10cm karena adanya gaya yang berasal dari tekanan yang diberikan air panas. Dengan adanya tekanan tersebut, lelehan sulfur hanya dapat terangkat hingga setengah jalan menuju ke permukaan. Agar lelehan sulfur dapat naik hingga permukaan tanah, udara bertekanan tinggi dialirkan dengan menggunakan pipa berdiameter 3cm. Udara bertekanan tinggi tersebut akan mengurangi densitas dari lelehan sulfur, sehingga lelehan sulfur dapat mencapai permukaan tanah. Setelah mencapai permukaan tanah, lelehan sulfur dimurnikan dan kemudian dialirkan melalui separator untuk menghilangkan udaranya. Kemudian sulfur akan disimpan dalam bentuk cairan atau dipadatkan terlebih dahulu. b. Pembuatan SO2 Lelehan sulfur yang telah disimpan di pompa penyimpanan, dipompa dan disemprotkan ke tungku pembakaran. Lelehan sulfur tersebut kemudian akan bereaksi dengan O2 berlebih membentuk gas pembakaran yang mengandung sekitar 8-11% volume SO2. Tujuan penggunaan oksigen berlebih adalah untuk memastikan semua sulfur terkonversi sempurna. Selain SO2, gas hasil pembakaran terebut mengandung bermacam-macam gas seperti karbon dioksida dan nitrogen, serta zat pengotor seperti arsenik, klorin, florin, dan debu. Adanya florin dan arsenik di dalam gas tersebut dihasilkan dari pembakaran zat lain selain sulfur. Gas-gas hasil pembakaran tersebut dapat menyebabkan korosi. Sehingga untuk mencegahan terjadinya korosi,
udara
yang
digunakan
untuk
membakar
sulfur
dan
mengoksidasi SO2 perlu dikeringkan terlebih dahulu sampai mencapai tingkat kelembaban di bawah 35mg/m3. Reaksi antara sulfur dengan oksigen adalah sebagai berikut: S(l) + O2(g) SO2(g)
∆H = - 298,3 kJ, 25°C
c. Konversi SO2 menjadi SO3 Reaksi konversi dari SO2 menjai SO3 ini merupakan reaksi bolak-balik yang eksotermis, seperti persamaan reaksi berikut ini: SO2(g) + ½ O2(g) SO3(g)
∆H = -98,3 kJ, 25°C
Sumber: Shreve’s Chemical Process Industries, 5th ed
Gambar 2. Kurva kesetimbangan konversi SO2 menjadi SO3
Berdasarkan kurva di atas, dapat terlihat hubungan antara temperatur dengan persen konversi SO2 menjadi SO3. Konversi sulfur dioksida akan menurun seiring dengan naiknya temperatur. Oleh karena itu, reaksi konversi sulfur SO2 menjadi SO3 sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pada gambar 2, terlihat bahwa bahwa pada suhu sekitar 400°C, konversi SO2 mencapai hampir 100%, tetapi kecepatan reaksinya lambat. Pada suhu 500°C, laju reaksi mencapai 100 kali lebih cepat daripada laju pada suhu 400°C, tetapi konversi yang dihasilkan lebih rendah. Karena reaksi balik yang terjadi, SO3 SO2 + ½ O2, tidak terjadi secara berlebihan hingga pada suhu 550°C, maka reaksi banyak dilakukan pada suhu tersebut agar
menghasilkan konversi maksimum, laju yang tinggi, dan katalis dalam jumlah minimum. Hal yang sering menjadi masalah dalam proses kontak adalah memilih konversi tinggi pada suhu yang lebih rendah atau laju reaksi yang cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Proses kontak menggabungkan kedua variabel tersebut, yaitu dengan pertama kali mengontakkan gas dengan katalis pada suhu sekitar 425-440°C, lalu menaikkan suhunya secara adiabatik. Laju reaksi akan naik seiring dengan kenaikan temperatur, lalu akan kembali melambat ketika kesetimbangan telah tercapai. Reaksi konversi SO2 umumnya akan berhenti pada suhu 600°C, dengan konversi SO2 sebesar 60-70%. Katalis merupakan zat yang berfungsi meningkatkan laju reaksi. Katalis yang biasa digunakan dalam pembentukan SO 3 adalah platina (Pt) dan vanadium pentaoksida (V2O5). Tetapi saat ini yang paling banyak digunakan adalah V2O5 karena harganya lebih murah, konversi yang dihasilkan lebih tinggi, dan daya tahannya terhadap suhu tinggi lebih baik. Reaksi oksidasi lanjutan SO2 menjadi SO3 terjadi di dalam empat lapis bed konverter seperti pada gambar 3. Sebelum gas dimasukkan ke dalam konverter, temperatur gas diatur sekitar 425-440°C agar katalis dapat bekerja optimum dan menghasilkan konversi yang tinggi. Pada lapisan pertama, konversi SO2 menjadi SO3 mencapai 70%. Dari persamaan reaksi 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g) , nilai konstanta kesetimbangan (Kp) dapat dinyatakan: N x n2 S O3 Kp= 2 n S O2 x n O2 x P dengan n= jumlah mol tiap komponen, N= jumlah mol total, dan P=tekanan total.
Persamaan di atas dapat disusun kembali menjadi:
2
n S O2 x nO 2 x P x Kp n S O3 = N 2
Dari persamaan tersebut, terlihat bahwa penambahan jumlah SO 2 dan oksigen dapat meningkatkan konversi dari SO3. Tetapi penambahan jumlah reaktan tersebut tidak efektif karena jika O2 ditambahkan, maka jumlah SO2 akan menurun, demikian sebaliknya. Sesuai hukum Le Chatelier, menaikkan tekanan juga dapat meningkatkan konversi SO3, tetapi penambahan tekanan ternyata tidak diimbangi penambahan hasil yang memadai. Oleh karena itu, pada proses kontak tidak digunakan tekanan besar melainkan tekanan normal, yaitu 1 atm. Sumber: Shreve’s Chemical Process Industries, 5th ed
Gambar 3. Empat lapis bed konverter pada konversi SO2 Pada gambar di atas, terihat bahwa terdapat empat lapisan pada konverter. Setiap gas yang keluar dari konverter akan mengalami proses
pendinginan. Setelah proses pendinginan pada lapisan kedua atau ketiga, gas akan dilewatkan ke dalam menara penyerapan untuk mengambil SO3 yang telah terbentuk. Kemudian gas akan kembali dipanaskan melewati lapisan katalis terakhir pada konverter. Setelah keluar dari konverter, gas didinginkan kembali dan melewati menara penyerapan terakhir sebelum dilepaskan ke atmosfer. Melalui proses ini, lebih dari 99,7% SO2 terkonversi menjadi SO3 dan selanjutnya menjadi produk asam sulfat. Tabel 1. temperatur dan persen konversi untuk setiap lapisan bed konverter. Lokasi
Temperatur (°C)
Gas masuk lapisan pertama
410
Gas keluar lapisan pertama
601,8
Perubahan temperatur
191,8
Gas masuk lapisan kedua
438
Gas keluar lapisan kedua
485,3
Perubahan temperatur
47,3
Gas masuk lapisan ketiga
432
Gas keluar lapisan ketiga
443
Perubahan temperatur
11
Gas masuk lapisan keempat
427
Gas keluar lapisan keempat
430,3
Perubahan temperatur
3,3
Konversi (%)
74
18,4
4,3
1,3
TOTAL
253,4
98
Sumber: Shreve’s Chemical Process Industries, 5th ed
Dari data tabel di atas, terlihat bahwa konversi terbesar berada pada lapisan pertama (60-75%) dengan temperatur keluaran sebesar 600°C atau lebih, bergantung pada konsentrasi SO 2 di dalam gas. Penggabungan dari keempat lapisan bed konverter tersebut kemudian akan menghasilkan total konversi SO2 sebesar 98% atau lebih. Setiap gas yang keluar dari tiap lapis konverter, akan didinginkan. Pada plant dengan sistem absorbsi ganda, gas yang telah melewati lapisan ketiga akan didinginkan. Kemudian SO3 yang dihasilkan akan diserap dan dilewatkan menara oleum. Cairan sulfur trioksida juga dapat digunakan sebagai agen sulfonasi, khususnya dalam pembuatan detergen Reaksi konversi SO2 menjadi SO3 merupakan reaksi yang reversibel. Jika sebagian SO3 diambil, maka kesetimbangan akan menuju ke arah produk. SO2 yang terkonversi akan semakin banyak untuk mencapai kesetimbangan kembali. Fakta tersebut dijadikan acuan untuk meningkatkan konversi SO3 dan mengurangi SO2 yang dilepas ke atmosfer. d. Konversi SO3 menjadi H2SO4 Di menara oleum, sulfur trioksida yang dihasilkan akan dilarutkan ke dalam asam sulfat 98,5-99% sebelum dilepaskan ke atmosfer. Asam sulfat dengan konsentrasi tersebut dipilih menjadi agen pengabsorbsi karena pada konsentrasi tersebut, asam sulfat bekerja paling efektif untuk melarutkan sulfur trioksida,. Hal ini dikarenakan tekanan uap asam sulfat pada 98,5-99% berada pada nilai paling rendah dibandingkan pada konsentrasi lainnya. Reaksi antara sulfur trioksida dengan asam sulfat tersebut akan menghasilkan olrum (H2S2O7) dengan reaksi: SO3 + H2SO4 H2S2O7
Oleum yang dihasilkan dari reaksi tersebut, secara kontinyu akan menjadi lebih pekat, sehingga perlu adanya pengenceran dengan persamaan: H2S2O7 + H2O 2H2SO4 Pengenceran oleum dengan menggunakan air sebagai pelarut akan menghasilkan asam sulfat sebagi produk akhir. Reaksi total yang terjadi pada tahap konversi SO3 menjadi H2SO4 ini adalah: SO3 + H2O H2SO4 Secara teori, SO3 dapat langsung direaksikan dengan air untuk membentuk SO3 tanpa melarutkannya ke dalam H2SO4 telebih dahulu. Tetapi, hal ini tidak dapat dilakukan karena reaksi antara SO3 dan air sulit dikontrol dan menimbulkan kabut asam sulfat yang korosif dan sulit dipisahkan. IV.
Polusi Sulfur Dalam bentuk persenyawaannya, sulfur ternyata kurang ramah lingkungan.
Senyawa sulfur oksida (SOx) merupakan polutan bagi udara yang dapat menyebabkan hujan asam. Ketika gas sulfur oksida dilepaskan ke udara, gas akan bereaksi dengan air sehingga membentuk asam dan menumpuk di atmosfer membentuk awan. Ketika suhu di atmosfer turun, uap air yang mengandung asam akan turun sebagai hujan, sehingga disebut hujan asam. Hujan asam ini sangat merugikan bagi lingkungan, karena dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan penurunan kualitas tanah. Pengurangan polusi sulfur dan senyawa sulfur menjadi salah satu perhatian seiring dengan semakin berkembangnya peran senyawa sulfur di dalam dunia industri. Beberapa cara yang dilakukan untuk mengurasi polusi adalah dengan desain sistem scrubber untuk gas buang pabrik serta pengembangan metode pembakaran baru yang lebih aman bagi lingkungan. Usaha pengurangan polusi sulfur juga melibatkan sistem penggunaan kembali atau reuse.
Pada prosees pemurnian gas alam,
pembakaran batu bara, atau pada
pengilangan minyak bumi, dihasilkan senyawa sulfur pada flue gas berupa hidrogen sulfida (H2S). Gas H2S ini merupakan salah satu polutan bagi lingkungan, sehingga sebelum dibuang ke udara, perlu dilakukan proses konversi H2S menjadi zat lain yang lebih ramah lingkungan. Flue gas yang dihasilkan pada proses industri, terlebih dahulu di absorbsi dengan menggunakan etanolamin atau larutan kalium karbonat. Gas kemudian dipanaskan kembali untuk mendapatkan H2S dan diproses lebih lanjut. H2S dapat dikonversi menjadi SO2 untuk kemudian dijadikan asam sulfat. Tetapi H2S dapat dikonversi juga menjadi unsur sulfur dengan proses Clauss. Tahapan reaksi utama dari reaksi Clauss adalah sebagai berikut: H2S(g) + ½ O2(g) SO2(g) + H2O(g) ∆H = -518,8 kJ SO2(g) + H2S(g) 3S(l) + H2O(g) ∆H = -142,8 kJ Pada reaksi tersebut, H2S dikonversi terlebih dahulu menjadi SO 2. SO2 yang dihasilkan, kemudian direaksikan kembali dengan H2S. Dengan bantuan katalis Fe2O3, reaksi antara SO2 dengan H2S akan menghasilkan sulfur dan air. Sulfur yang dihasilkan dapat digunakan kembali menjadi bahan baku dari pembuatan asam sulfat.