PERUBAHAN BENTUK HUNIAN SUKU BAJO AKIBAT PENGARUH INTERAKSI DENGAN SUKU BUGIS DI KABUPATEN BONE
JUMRAN 3208 201 807
6 April 2010
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir. Seperti juga masyarakat yang lain, masyarakat nelayanpun menghadapi sejumlah masalah politik, sosial dan ekonomi yang kompleks, seperti : 1) kemiskinan, kesenjangan sosial, 2) keterbatasan akses modal, teknologi, 3) kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi, 4) sumber daya manusia (SDM) yang rendah, 5) degradasi sumberdaya lingkungan, 6) belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional.
Di kelurahan BajoE, Komunitas suku Bugis sebagai
penduduk asli sudah banyak berinteraksi dengan beberapa suku pendatang. Antara lain suku Bajo, karena mereka mempunyai kesamaan mata pencaharian sebagai nelayan. Interaksi kedua suku ini sudah berlangsung cukup lama sehingga memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan baik dari segi budaya, tatanan kehidupan maupun permukimannya.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana wujud interaksi suku Bugis dengan suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone? 2. Bagaimana perubahan bentuk hunian suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone? 3. Apakah perubahan bentuk hunian suku Bajo akibat pengaruh interaksi suku Bugis dengan suku Bajo?
Tujuan Penelitian, “Untuk mengetahui perubahan bentuk hunian suku Bajo akibat interaksi dengan suku Bugis di Kelurahan BajoE Kab. Bone. Sasaran Penelitian, 1. Teridentifikasinya suatu bentuk interaksi dua komunitas berbeda yakni suku Bugis dengan suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone. 2. Teridentifikasinya perubahan bentuk hunian suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone. 3. Teridentifikasinya hubungan interaksi suku Bugis dengan suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.
Batasan Penelitian 1. Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada perubahan bentuk hunian suku Bajo ketika mereka memulai membuat babaroh tahun 1930-an sampai tahun 2009. Sedangkan pembahasan sebelum tahun 1930-an hanya digunakan sebagai data pendukung dalam kajian perubahan bentuk hunian suku Bajo. 2. Titik berat dalam penelitian ini adalah menggali dan mengkaji wujud interaksi suku Bugis dan suku Bajo dari segi aspek fisik dan non fisik sebelum dan setelah mereka berinteraksi. 3. Pengkajian perubahan bentuk hunian suku Bajo dilakukan berdasarkan teori transformasi kebudayaan dan beberapa landasan teoritik lainnya.
Mamfaat Penelitian 1. Memberikan masukan, pandangan dan pemahaman bagi masyarakat awam tentang keaneka ragaman arsitektur tradisional termasuk arsitektur tradisional yang ada di Kabupaten Bone, khususnya di permukiman suku Bajo. 2. Memberikan informasi atau masukan kepada pemerintah Kabupaten Bone untuk tetap memelihara, mengembangkan dan melindungi permukiman suku Bajo, termasuk budaya tradisional yang ada di dalamnya. 3. Pentingnya mengetahui bahwa perubahan bentuk hunian dalam arsitektur tradisional bisa diakibatkan karena pengaruh interaksi sosial, ekonomi dan budaya.
BAB 2 KAJIAN TEORI
Rumah Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Ronald, A, 1992: 38 dalam Ronald, A, 2005: 25) telah didefinisikan bahwa perumahan sebagai salah satu tempat tinggal yang mengandung pengertian ruang tinggal, habitat (tempat hidup), tempat berenung (kontemplasi) dan tempat untuk mengadakan kontak sosial (pertemuan sesama umat manusia).
Kebutuhan akan perumahan merupakan manifestasi keinginan untuk memperoleh tempat tinggal yang dapat menampung kegiatan-kegiatan antara lain : Melaksanakan ibadat secara tenang dan khidmat. Melakukan komunikasi secara matafisik dengan pihak lain secara gaib. Mengembangkan sandang, pangan dan papan dalam bentuk kesempurnaan. Melakukan kegiatan bermasyarakat secara bebas dalam batasbatas tertentu, berusaha secara bebas dalam lingkup tertentu, belajar secara tenang dan tentram dan mempertahankan diri dari tindakan kejahatan yang bisa timbul setiap saat (Ronald, A, 2005: 5).
Rumah dan Budaya
Hubungan antara rumah dan kebudayaan menurut Rapoport (1969 : 47) bahwa rumah dan lingkungan merupakan suatu ekspresi masyarakat tentang budaya, termasuk didalamnya agama, keluarga, struktur sosial dan hubungan sosial antar individu. Selanjutnya Rapoport mengatakan bahwa dalam banyak kasus faktor budaya menjadi sangat penting sebagai faktor yang menentukan bentuk rumah. Adapun ikim merupakan faktor yang memodifikasi bentuk.
Ruang dan Privasi
Dalam suatu ruang permukiman, rumah merupakan ruang privat tempat pembinaan etika moral penghuninya. Privat atau privasi menunjukkan adanya batas-batas perilaku dalam interaksi sosial dimana privasi adalah kontrol selektif interaksi antara manusia secara individu atau kelompok dengan yang lainnya. Batasan privasi berupa norma-norma yang disepakati oleh kelompok yang kemudian diwujudkan dalam batas-batas fisik spasial. Dalam masyarakat yang primitif sekalipun, seperti masyarakat i Kung Bushmen dari padang Kalahari di Afrika Selatan, secara intuitif (naluriah) mereka selalu menciptakan a sense of place atau rasa ruang (Canter, D, 1977; 158). Walaupun hanya dengan sekedar tongkat yang dipancangkan di tanah dan beberapa benda milik yang lain diletakkan mengitarinya, adalah merupakan simbol rumah mereka telah terbentuk.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan metodologi kualitatif dan kuantitatif secara bersama-sama, karena ada data yang hanya dapat ditemui pada sekelompok orang yaitu data tentang persepsi, nilai-nilai budaya dan adat istiadat (pada kepala kampung, tokoh masyarakat suku Bajo dan suku Bugis). Sedangkan data lainnya dapat diperoleh melalui pengisian kuisioner pada sejumlah sampel yang telah dipilih.
Populasi Sampel dan Besarnya Sampel 1. Masyarakat suku Bajo di dusun Bajo Kelurahan BajoE (pemuka adat dan masyarakat umum) dengan jumlah sampel yang dapat mewakili di lokasi penelitian secara acak. 2. Masyarakat suku Bugis yang ada di sekitar pantai baik di dusun Bajo maupun lokasi sekitarnya. Metode Pelaksanaan Survei, A. Teknik Kuisioner, B. Teknik Observasi Langsung, C. Teknik Komunikasi Langsung, .
BAB 4 PERUMAHAN TRADISIONAL SUKU BUGIS DAN SUKU BAJO Rumah Bugis berbentuk empat persegi panjang (sesuai dengan falsafah hidup). Pola penataan spatial, Secara vertikal : Rakkean g 1. Rakkeang (bagian atas di bawah atap) 2. Alo Bola (bagian tengah) Ale Bola 3. Awa Bola (bagian bawah) Secara Horisontal : Awa 1. Lontang risaliweng (ruang depan) Bola 2. Lontang ritengngah (ruang tengah) 3. Lontang rilaleng (ruang dalam) Pola penataan stilistika yaitu : 1. Atap (berbentuk prisma) 2. Bukaan (pada dinding dan pintu) Ruang Tamu 3. Ragam Hias (dari flora, fauna atau kaligrafi) Wc
R. Tidur
Ruang Keluarga
R. Tidur
Ruang Makan
Dpr
Lontang Rilaleng (Private)
R. Tidur
Lontang Ritengnga (Private) Lontang Risaliwen g (Semi Private)
Tamping
Semi Publik
Susunan Vertikal dan Horisontal Rumah Tradisional Suku Bajo
Dapur
Pamuka Rumak K. Tidur
Dialan Rumak R. Tamu/Keluarga
Dia Rumak
Beberapa Penambahan Ruang dan Ornamen Rumah Tradisional Bugis dan Suku Bajo
Penggunaan Material Rumah Tradisional Suku Bugis sudah menggunakan material
modern untuk konstruksi rumah, sementara rumah tradisional suku Bajo pada awalnya masih menggunakan material yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat penggunaan seng sebagai penutup untuk rumah Bugis, sementara rumbia penutup atap rumah tradisonal sukuBajo. Untuk lantai dan dinding rumah tradisional suku Bugis sudah menggunakan papan, sementara rumah tradisional suku Bajo masih kombinasi papan dan bambu. Langit-langit rumah tradisonal suku Bugis sudah menggunakan kayu lapis atau kayu profil sebagai penutup sedangkan rumah tradisional suku Bajo masih menggunakan kain, Karoro sebagai penutup.
Tampang Rumah Tradisional Suku Bugis dan Suku Bajo
BAB 5 ANALISA DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Lokasi Penelitian Kecamatan Tanete Riattang Timur secara kewilayahan terdiri dari 8 wilayah Kelurahan. Dengan luas wilayah keseluruhan 48,88 km2, atau 4.888 Ha. Kelurahan BajoE salah satu wilayah Kecamatan Tanete Riattang Timur, dimana di dalamnya ada wilayah permukiman Suku Bajo. Lokasi penelitian di Kelurahan BajoE, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kab. Bone, terletak 6 km sebelah Timur Kota Watampone. Sebelah Utara Kelurahan BajoE berbatasan langsung dengan Kelurahan Panyula, sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kading dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Cellu.
PETA KAB. BONE
Lokasi Penelitian
Lingkungan Alam
Lingkungan alam Kelurahan BajoE berada di tepi pantai Teluk Bone memanjang dari Utara ke Selatan sekitar 3 km. Batas air surut dari darat adalah 1 km dari pantai. Pada waktu surut, perahu-perahu nelayan tidak dapat dibawa ke lokasi dekat permukiman mereka, demikian pula sebaliknya, yang berada di sekitar lokasi permukiman tidak dapat dibawa keluar.
Gugusan Karang Pada bagian Timur BajoE ke arah Selatan terdapat gugusan karang yang jumlahnya mencapai 63 karang dan termasuk kelompok sappa di BajoE. Sedangkan di sebelah Utara pantai BajoE, di sekitar Belopa terdapat 13 buah pulau karang dan disekitar Kolaka terdapat 4 pulau karang. Karang-karang tersebut telah diberi nama oleh orang Bajo sebagai tempat mencari hasil laut (sappa).
Analisa dan Pembahasan Data Fisik Rumah 1. Susunan Ruang Vertikal Rumah Bajo
Darat
Transisi
Di Air
2. Susunan Ruang Horisontal Rumah Bajo
Wc Dapur/Wc
R. Keluar ga
K. Tdr K. Tdr
Dapur
R. Keluarg a
K. Tdr
K. Tdr
R. Tamu
K. Tdr
R. Keluarga/R. Makan
R. Tamu
K. Tdr
K. Tdr R. Tamu
Darat
Transisi
Di Air
3. Stilistika Rumah Tradisional Suku Bajo
- Terjadinya bentuk atap dari model lancai menjadi lebih lancip. - Penambahan beberapa bukaan baik tampak depan maupun tampak sampingnya - Adanya penambahan ornamen pada pada bubungan seperti papan silang yang mengikuti bentuk ornamaen atap rumah tradisional suku Bugis.
4. Tampang Rumah Tradisional suku Bugis (depan, belakang dan samping)
6. Material Rumah Bugis (lantai, dinding, plafon dan atap)
Lantai
Dinding
Plafon
Atap
7. Ornamen
- Penambahan perabotan rumah tangga yang bersifat sementara. - Penambahan tulisan – tulisan kaligrafi, foto keluarga dan ornamen lain pada
dinding ruang tamu.
2. Data Non Fisik Rumah - Bentuk hunian pada awalnya - Alasan pindah hunian dari bidok ke rumak - Alasan mengurug lahan - Alasan membangun rumah di tepi pantai - Bentuk/ciri khas hunian suku Bugis - Bentuk hunian suku Bajo - Budaya suku Bugis - Budaya Bugis yang biasa dipakai suku Bajo - Alasan suku Bajo mengikuti budaya suku Bugis
Perubahan Bentuk Hunian Suku Bajo di Kel. BajoE
Babaroh Rumak
Papondok
Alasan pindah dari bidok ke rumah
Alasan mengurug lahan
“Dari hasil diskripsi di atas menunjukkan bahwa ada kecendrungan perubahan bentuk hunian suku Bajo mengikuti bentuk hunian suku Bugis di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone”.
Wujud interaksi suku Bugis dengan suku Bajo bisa kita lihat pada :
Kerja sama dalam berlayar
Kerja sama dalam pembuatan perahu
Kerja sama dalam pengolahan ikan
“100 % responden sudah menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa pengantar sehari-hari”
Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan melalui interview/pengamatan dengan responden tentang perilaku suku Bugis yang kemudian diikuti oleh suku Bajo. Dari perilakuperilaku yang diikuti suku Bajo, akhirnya menjadi budaya suku Bajo yang serupa dengan budaya suku Bugis. Budaya inilah yang nantinya menjadi faktor penyebab berubahnya bentuk hunian suku Bajo akibat adanya interaksi dengan suku Bugis Di bawah ini diperlihatkan tabel interaksi sosial, ekonomi dan budaya antara suku Bugis dengan suku Bajo yang berdampak pada perubahan tatanan kehidupan serta perubahan pada bentuk hunian suku Bajo.
TABEL INTERAKSI SUKU BUGIS DENGAN SUKU BAJO Tabel 5.4. Interaksi suku Bugis dengan suku Bajo No
Interaksi
1.
Kelembagaan Perkawinan Pembuatan Perahu
2.
3.
Suku Bajo Hanya mau menikah dengan komunitasnya sendiri. Awalnya hanya menggunakan layar sebagai penggerak perahu.
Dampak
Bebas menikah dengan Suku Bajo sudah ada suku mana saja. yang menikah dengan suku lain. Sudah menggunakan Sekarang suku Bajopun menggunakan perahu motor dalam sudah perahu motor. berlayar.
Pemasaran Hasil Memasarkan hasil laut Terbatas hanya di Suku Bajopun sudah Laut ke berbagai daerah. permukimannya saja. mulai memasarkan ke daerah lain.
Pengolahan Ikan Mengawetkan dengan mengeringkan. 4.
Suku Bugis
hanya Mengawetkan dengan mengasinkan, cara cara pemberian es supaya lebih segar.
Suku Bajo sudah mengawetkan dengan cara menegeringkan, mengasinkan dan pemberian es.
Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo Penambahan kamar/bilik untuk anggota keluarga yang baru menikah. Dibutuhkan ruang yang lebih besar untuk menyimpan alat perahu motor terutama pada bagian kolong. Dan membuat kamar tersendir supaya aman dari pencurian. Perlu perlakuan khusus untu peralatan fish box supaya tetap awet. Seperti mengurug/merabat dengan beton lantai dasar. Peningkatan kegiatan pengolahan ikan sedikit meningkatkan ekonomi mereka sehingga merubah bentuk hunian sudah tidak menjadi masalah lagi. Seperti penambahan kamar dan perabotnya.
Lanjutan tabel 5.4. Interaksi suku Bugis dengan suku Bajo No 5.
6.
7.
Interaksi
Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo Tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk hunian. Tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk huniannya. Tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk huniannya. Menambah ruang usaha pada lantai dasar.
Suku Bugis
Dampak
Setelah melahirkan mereka membuang ariari ke laut. Perilaku Jika ada yang sakit terhadap orang masih menggunakan sakit pengobatan tradisional (jasa dukun). Tingkat Tingkat pendidikan Pendidikan sangat rendah akibat lebih banyak di laut daripada di darat. Ekonomi Hanya bergantung pada nelayan.
Menanam ari-ari di sekitar rumahnya, lalu ditanami pohon. Sudah mempercayakan pengobatan medis pada anggota keluarga yang sakit. Tingkat pendidikan sudah tinggi karena faktor kebutuhan.
Saat ini suku Bajo sudah menanam ari-ari bayinya. Sebagian suku Bajo sudah ke dokter jika ada anggota keluarga yang sakit. Sebagian masyarakat suku Bajo sudah mulai mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Sudah mulai menambah bidang usaha seperti perdagangan, pertukangan dan ABK.
Perilaku terhadap tamu
Penambahan elemen semi tetap pada ruang tamu seperti kursi tamu, fotofoto, tulisan arab dan beberapa hiasan lain untuk memperindah ruang tamu. Kamar utama untuk Sudah membuat skat- Merubah perletakan orang tua pada bagian skat pada ruang-ruang ruang-ruang dengan depan dan kamar utama. membuat skat-skat untuk anak/nenek bag. dalam. bilik anggota keluarga.
Perlakuan terhadap ari-ari
8.
9.
Suku Bajo
Selain sebagai nelayan juga usaha sampingan seperti, perdagangan, pelihara ternak dan pertukangan. Menerima tamu cukup Menggunakan kursi Sebagian besar suku dengan duduk bersila. pada ruang tamu. Bajo sudah menggunakan kursi pada ruang tamunya.
Perilaku Tempat tidur orang tua, terhadap privasi nenek, anak hanya 10. anggota keluarga dipisahkan kain atau perabotan rumah tangga.
Lanjutan tabel 5.4. Interaksi No
Interaksi Prosesi Perkawinan
11.
Suku Bajo
Kebiasaan Melakukan upacara terhadap rumah dalam mempersiapkan baru lokasi, penentuan lokasi, 14. mendirikan rumah dan penghormatan terhadap penghuni laut dan darat.
15.
Dampak
Hanya mengundang Mengundang seluruh Suku Bajo mengundang keluarga saja. keluarga dan kerabatnya. tidak hanya sebatas keluarga tapi termasuk kerabatnya.
Perilaku pada Awalnya suku Bajo 12. saat makan makan dengan posisi melantai. Perilaku Awalnya mereka terhadap tamu menerima tamu hanya 13. pada lantai atas.
Pergeseran fungsi hunian
Suku Bugis
Sudah menggunakan kursi dan meja pada saat makan. Selain lantai atas lantai bawah (kolong) pun terkadang dipakai untuk menerima tamu karena lebih santai dan terbuka. Hanya melakukan syukuran pada saat pindah rumah dengan mengundang keluarga dan kerabat terdekatnya.
Saat ini suku Bajo sudah menggunakan kursi dan meja pada saat makan. Tamu tertentu diterima di lantai atas sementara kerabat dekat bisa diterima di lantai bawah.
Sekarang ini suku Bajo sudah melakukan barasanji jika ada yang pindah rumah dan tidak lagi melakukan ritualritual tertentu. Hunian suku Bajo selain Awalnya babaroh Rumah sebagai tempat tempat membina sebagai tempat istirahat membina keluarga, dan keluarga juga sebagai sementara dan mengolah sebagai tempat usaha. tempat mengolah hasil ikan. laut, menyimpan hasil laut dan tempat usaha.
Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo Dibutuhkan ruang yang lapang dan kokoh sehingga perlu mengganti material yang lebih kuat dan melakukan ekspansi terhadap ruang-ruangnya. Penambahan ruang makan dan penataan perletakan perabotnya. Penambahan ruang pada lantai dasar atau cukup dengan mengurug/merabat supaya kelihatan bersih. Menyesuaikan hal-hal yang dianggap pamali dalam mendirikan rumah seperti posisi pusat rumah yang tepat. Merubah dimensi rumah karena kebutuhan jumlah anggota keluarga dan membuat perlakuan khusus pada bagian kolong untuk mengolah hasil laut.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka bisa ditarik suatu kesimpulan yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yakni : 1. Secara deskripsi, bahwa akibat interaksi antara suku Bugis dengan suku Bajo menghasilkan akulturasi budaya. Wujud akulturasi budaya tersebut bisa dilihat antara lain pada perubahan bentuk hunian suku Bajo. Wujud akulturasi yang lain yakni bahasa. Bahwa dari hasil wawancara dengan responden semuanya sudah menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa pengantar.
2. Terkait dengan perubahan bentuk hunian suku Bajo, dari hasil analisa dan pembahasan diperoleh data-data sebagai berikut : Secara vertikal : terjadi perubahan fingsi pada bagian kolong rumah, dimana sebelumnya hanya berfungsi untuk menambatkan perahu berubah fungsi menjadi sebagai tempat usaha, tempat istirahat dan tempat bermain untuk anak-anak. Perubahan ini cendrung mengikuti fungsi kolong rumah tradisional suku Bugis yang menggunakan kolong rumah untuk berbagai macam aktivitas. Secara horisontal : rumah tradisional suku Bajo sudah melakukan penambahan atau penyekatan ruang-ruang sebagai wujud untuk menciptakan privasi dalam rumah. Seperti pemisahan antara ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur dan dapur. Perubahan ini dilakukan seiring dengan pengaruh interaksi di lingkungan sekitarnya terutama bentuk hunian suku Bugis.
Secara stilistika : tampak adanya perubahan kemiringan pada atap rumah suku Bajo dimana pada awalnya berbentuk prisma landai sekarang berubah bentuk menjadi lebih lancip mengikuti bentuk hunian suku Bugis. Selain itu adanya perubahan pada sistem bukaan, dimana kondisi sekarang lebih banyak menggunakan jendela dibandingkan sebelumnya hanya sedikit jendela bahkan tidak ada sama sekali. Perubahan yang lain yakni, adanya penambahan ornamen-ornamen pada atap bubungan yang diberi simbolsimbol budaya Bugis seperti bentuk papan silang. Tampang rumah suku Bajo : dilihat dari tampak depan, belakang maupun samping rumah tradisional sudah mengalami perubahan bentuk. Hal yang paling spesifik bisa kita lihat pada tampak depannya dengan penambahan timpak laja dan lego-lego yang merupakan ciri khas rumah Bugis.
Material : sebagian besar masyarakat suku Bajo yang mempunyai
kemampuan ekonomi, sudah menggunakan material-material modern sebagai bahan utama untuk konstruksi. Hal sudah berbeda dengan sebelumnya yang sebagian besar bahan konstruksi rumahnya mengambil dari lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut terlihat dari penggunaan papan untuk lantai dan dinding dimana sebelumnya menggunakan bambu/rumbia untuk lantai dan dinding. Skat ruangan sebelumnya hanya menggunakan kain, sekarang diganti dengan kayu lapis atau papan olahan. Pada langit-langit, jika sebelumnya hanya menggunakan kain atau karoro bahkan tidak ada penutup sama sekali, sekarang sudah menggunakan kayu lapis atau kayu profil. Untuk atap jika material sebelumnya lebih banyak menggunakan rumbia sebagai penutup, sekarang sebagian besar sudah menggunakan seng sebagai penutup atap. Ornamen : untuk memperindah ruang tamu, beberapa ornamen-ornamen biasanya ditempatkan dalam ruangan seperti foto keluarga, tulisan kaligrafi ataupun patung-patung binatang dari kayu. Selain itu adanya penempatan beberapa perabotan rumah tangga yang bersifat sementara.
SARAN-SARAN Dalam hal berinteraksi dengan suku Bugis atau suku-suku lainnya di lingkungan permukiman suku Bajo, sebaiknya suku Bajo lebih memilah-milah budaya yang sesuai untuk bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 2.Perubahan bentuk hunian yang dilkukan suku Bajo sebaiknya tidak terpengaruh dengan bentuk hunian suku lain. Dalam melakukan perubahan-perubahan bentuk huniannya untuk tidak meninggalkan makna-makna simbolik budayanya sehingga identitas dan ciri khas budayanya tetap terjaga. Karena arsitektur tradisional suku Bajo merupakan bagian warisan arsitektur nusantara yang harus tetap terpelihara. 3.Terkait dengan akulturasi budaya sebaiknya pemerintah Kab. Bone memberikan kesempatan untuk mengaprisiasikan budaya suku Bajo disetiap acara pesta adat agar budaya suku Bajo tetap lestari termasuk melindungi dan menjaga permukiman tradisional suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone. 1.
TERIMA KASIH