PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA ULTISOL AKIBAT APLIKASI MACAM BOKASHI PADA PERTUMBUHAN JAGUNG (Soil Chemistry Properties Changes on Ultisol Resulted Kind of Bokashi Application on Maize Growth) Yadi Jufri Dosen Fakultas Pertanian, Prodi Ilmu Tanah, UNSYIAH, Banda Aceh.
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi beberapa macam bahan organik terhadap ketersedian P pada Ultisol dan sifat kimia tanah lainnya pada pertumbuhan jagung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial yang hanya terdiri dari bahan organik yaitu Chromolaena, Flemingia, Gliricidia, Perunema dan perlakuan kontrol tanpa bahan organik. Terdapat 5 perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 15 unit percobaan dan penelitian ini terdiri dari 2 seri percobaan. Seri pertama untuk pengamatan sifat kimia tanah dan seri kedua untuk pengamatan pertumbuhan tanaman. Pengamatan untuk tanah yaitu, pH tanah, Al dd, total kation (Ca, Mg dan K), P total dan P tersedia. Pengamatan untuk pertumbuhan tanaman yaitu berat kering tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar dan serapan P akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi beberapa macam bahan organik berpengaruh terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman. Pemberian beberapa macam bahan organik meningkatkan ketersediaan P tanah. Besarnya P tersedia untuk setiap bahan organik adalah Gliricidia 172.09 %, Chromolaena 142.01%, Flemingia 136.67 % dan Perunema 136.67 % dibandingkan dengan perlakuan kontrol pada 70 hari setelah inkubasi. Kata kunci : Bahan organik, P tersedia dan Ultisol
PENDAHULUAN Pembangunan pertanian di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan dan sekaligus untuk melestarikan sumber daya alam. Pertambahan jumlah penduduk menimbulkan suatu konsekuensi meningkatnya kebutuhan pangan dan perluasan lahan pertanian yang produktif, maka usaha-usaha perluasan lahan mulai mengarah pada lahan yang kurang produktif. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tanah-tanah yang belum diusahakan, kini menjadi sasaran pemerintah untuk perluasan areal pertanian. Daerah-daerah transmigrasi yang sudah dibuka atau yang akan dibuka umumnya berlokasi pada tanah-tanah marjinal (tanah-tanah yang kurang subur) tersebut. Diantara tanah-tanah marjinal tersebut yang terluas ditemukan di Indonesia adalah tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) atau dalam Soil Taxonomy dikelompokkan dalam Ultisol. Luas Ultisol di Indonesia diperkirakan
sekitar 51 juta hektar terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Driessan dan Soepraptohardjo 1974). Ultisol merupakan tanah-tanah masam dengan kandungan hara rendah seperti N, P, K, Ca, Mg dan unsur lainnya, kejenuhan basa rendah dengan kandungan Al yang tinggi. Pada kondisi dengan kandungan Al yang tinggi akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Salah satu masalah penting yang sering dijumpai pada Ultisol adalah masalah ketersediaan unsur P yang berkorelasi dengan kandungan Al yang terdapat pada daerah tersebut. Pada konsentrasi Al tinggi akan mengurangi ketersediaan unsur P tersebut, karena adanya fiksasi P oleh Al sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Unsur P merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, karena sangat berperan dalam penyediaan energi kimia yang dibutuhkan bagi kegiatan metabolisme tanaman. Tanaman yang mengalami kekurangan unsur P selama pertumbuhannya dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, perkembangan akar dan pada akhirnya akan menurunkan produksi berat keringnya. Sanchez (1992) menyebutkan bahwa pada daerah tropis, unsur P merupakan pembatas pertumbuhan ketiga setelah air dan unsur N. Melihat besarnya peran unsur P dalam pertumbuhan dan produksi tanaman, maka ketersediaan unsur P didalam tanah membutuhkan suatu perhatian yang serius. Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan unsur P bagi tanaman, diantaranya adalah dengan pemupukan unsur hara yang mengandung P, namun sejumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah tidak seluruhnya diserap oleh tanaman, tetapi ada yang difiksasi oleh tanah menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman (Buckman and Brady 1969). Selanjutnya Kamprath (1973) menyebutkan bahwa , apabila sejumlah unsur P ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami perubahan secara fisik dijerap dipermukaan mineral liat yang didominasi oleh kation aluminium pada tanah-tanah masam. Pada tanah Ultisol yang didominasi oleh kation Al dan Fe, maka pemupukan P akan mengalami pengikatan yang kuat oleh kation-kation tersebut sehingga kurang tersedia bagi tanaman. Untuk melepaskan ikatan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya yang mudah dilakukan adalah dengan menambahkan sejumlah bahan organik ke dalam tanah. Salinas dan Sanchez (1983) dan Hakim (1982) menyebutkan bahwa pemberian pupuk P akan menguntungkan apabila disertai dengan usaha pemberian bahan organik untuk mengurangi fiksasi unsur P oleh kation-kation Al dan Fe yang didominasi tapak jerapan, sehingga unsur P dapat tersedia bagi tanaman. Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Perbaikan sifat kimia tanah dapat dilihat antara lain kenaikan pH, peningkatan jumlah kation-kation basa (Ca, Mg dan K), penurunan Aldd, penurunan jumlah jerapan P yang berkorelasi dengan ketersediaan unsur P bagi tanaman. Atekan (1997) dan Purwanto (1997) melaporkan bahwa penambahan bahan organik yang berasal dari tanaman Gliricidia dengan dosis yang realitis di lapangan sebanyak 10 Mg ha-1 untuk Ultisol Lampung dapat menurunkan konsentrasi Aldd sebesar 78 % pada minggu ke 7 dan 20 Mg ha–1 untuk Ultisol Gajrug dapat menurunkan konsentrasi Aldd sebesar 73 %. Sebelumya Adawiyah (1996) juga melaporkan bahwa bahan organik dengan konsentrasi kation tinggi (105,90 cmol kg-1) yang berasal dari tanaman Melastoma dengan dosis sangat tinggi (90 Mg ha-1) mampu meningkatkan total kation basa di dalam tanah yang berkorelasi dengan penurunan konsentrasi Aldd hingga 100 %, menurunkan konsentrasi Al monomerik hingga 71 – 100 %, dan dapat meningkatkan pH antara 11 – 28 % pada minggu ke 2 – 16 pada Ultisol Lampung Utara, sedangkan pada tanah asal Gajrug – Jawa Barat, pengikatan pH antara 16 – 34 %, penurunan Aldd antara 37– 99 % dan penurunan konsentrasi Al monomerik hingga 100 %.
Penurunan konsentrasi kandungan Al akan mampu meningkatkan ketersediaan unsur P yang lebih tinggi akibat masukan suatu bahan organik dengan dosis tertentu. Hasil penelitian Purwanto (1997) melaporkan bahwa penambahan bahan organik yang berasal dari tanaman Gliricidia sebesar 10 Mg ha-1 pada Ultisol Lampung pada minggu ke 3 mampu meningkatkan konsentrasi P tersedia sebesar 14 % dan pada minggu ke 9 meningkat hingga 34 %, untuk dosis 20 Mg ha-1 pada minggu ke 3 sebesar 25 % dan minggu ke 9 sebesar 42 % sedangkan untuk dosis 90 Mg ha-1 mampu meningkatkan konsentrasi P tersedia pada minggu ke 3 sebesar 44 % dan untuk minggu ke 9 sebesar 81 % jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Untuk tanah Gajrug, penambahan bahan organik yang berasal dari tanaman Gliricidia sebesar 10 Mg ha-1 pada minggu ke 3 mampu meningkatkan konsentrasi P tersedia sebesar 9 % dan pada minggu ke 9 meningkat hingga 19 %, untuk dosis 20 Mg ha 1 pada minggu ke 3 sebesar 31 % dan minggu ke 9 sebesar 44 % sedangkan untuk dosis 90 Mg ha-1 mampu meningkatkan konsentrasi P tersedia pada minggu ke 3 sebesar 121 % dan untuk minggu ke 9 sebesar 128 % jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti mencoba suatu penelitian yang baru yaitu dengan menggunakan beberapa macam bahan organik dengan total kation yang berbeda terhadap ketersediaan P pada Ultisol yang berasal dari Lampung, Gajrug (Jawa Barat) dan Sanggau (Kalimantan Barat). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana pengaruh penambahan beberapa macam bahan organik dengan total kation yang berbeda terhadap peningkatan ketersediaan P dan serapannya oleh tanaman jagung pada Ultisol Lampung, Gajrug dan Sanggau. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dirumah kaca dengan percobaan inkubasi. Untuk analisa sifat-sifat tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Fisika dan Biologi Tanah pada Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya-Malang yang dilaksanakan pada bulan Mei- September 2002. Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah alat penumbuk tanah, ayakan tanah dan lain-lain serta alat-alat laboratorium yang digunakan sesuai dengan metode analisa yang digunakan. Untuk contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Sanggau-Kalimantan Barat. Tanah ini jika diklassifikasikan ke dalam soil taxonomy termasuk ke dalam subgroup Typic Tropodult yang diambil pada kedalaman 30 – 60 cm. Bahan organik yang digunakan berasal dari hijauan hasil pangkasan tanaman i yaitu : (1). Gliricidia sepium, (2). Perunema cenescens, (3). Flemingia congesta ), dan (4). Chromolaena odorata. Adapun komposisi kimia dari keempat bahan organik yang digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 1. Komposisi bahan organik yang digunakan dalam percobaan Tanaman
Lignin (%)
Polifenol (%)
Ca cmol kg-1
Mg cmol kg-1
Chromolaena Perunema Gliricidia Flemingia
32 32 35 37
2,33 1,56 1,12 1,47
65,8 19,9 23,0 14,9
4,48 23,90 4,30 3,20
Sumber: Hasil analisa Atekan (1997) dan Purwanto (1997)
K Tot Kation cmol kg-1 cmol kg-1 29,8 28,6 25,6 17,9
100 72 53 36
Metode Percobaan Dalam penelitian ini akan digunakan Rancangan Acak Kelompok dengan pola faktorial (RAK Faktorial) yang terdiri dari 2 faktor yaitu asal tanah (dari 3 daerah) dan yang ke dua adalah faktor jenis tanaman (4 jenis tanaman) dan ditambah satu perlakuan tanpa bahan organik sebagai kontrol). Dengan demikian terdapat 15 perlakuan yang masing-masing diulang sebanyak 3 ulangan sehingga terdapat 45 pot. Pada penelitian ini dibuat 3 seri percobaan atau 3 x 45 unit percobaan, maka jumlah semua sebanyak 135 unit percobaan. Pelaksanaan Percobaan Persiapan tanah Ke tiga contoh tanah yang akan digunakan dikeringudarakan, selanjutnya ditumbuk dan diayak hingga lolos 2 mm. Tanah hasil ayakan dikomposit secara merata. Selanjutnya tanah ditimbang sebanyak 1 kg per unit perlakuan (setara kondisi kering mutlak,atau pada suhu 105 o C) dari ke tiga asal tanah yang digunakan. Selanjutnya tanah ditambah aquades hingga 80 % kapasitas lapang dan diinkubasi selama 2 minggu agar mencapai kesetimbangan . Perlakuan ini berlaku untuk percobaan inkubasi maupun percobaan pot. Persiapan bahan organik Untuk perlakuan jenis masukan bahan organik, sisa hasil pangkasan tanaman dikeringovenkan pada suhu 70 oC selama 48 jam dan kemudian dihaluskan hingga lolos ayakan 2 mm, bahan organik tersebut diperoleh dari Proyek BMSF – Lampung dalam kondisi siap pakai.
Selanjutnya bahan organik yang akan digunakan ditimbang sebanyak 3,3 g kg-1 tanah atau setara dengan 15 Mg ha-1 Inkubasi Tanah hasil ayakan dicampurkan secara merata ke dalam polibag sebanyak 1 kg, setelah itu tanah dibasahi dengan aquades sampai kapasitas lapang dan diinkubasi selama 2 minggu agar mencapai kesetimbangan. Perlakuan ini berlaku untuk ke tiga seri yang dicobakan.baik percobaan inkubasi maupun percobaan pot. Setelah 2 minggu diinkubasi, ke empat bahan organik dicampur secara merata ke dalam polibag sesuai dengan kombinasi perlakuan, ditambah perlakuan kontrol (tanpa penambahan bahan organik). Bahan organik yang diberikan sebanyak 3,3 g kg-1 atau setara dengan 15 Mg ha-1. Selanjutnya diinkubasi kembali selama 40 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 10, 20, 40, dan 70 hari setelah penambahan bahan organik. Sebelum pelaksanaan percobaan dilakukan analisa pendahuluan baik dari tanah maupun dari bahan organik yang akan digunakan. Adapun analisa yang dilakukan adalah sebagai berikut : Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji BNJ bila terdapat beda nyata. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka diperoleh rata-rata hasil pengukuran peubah yang diamati sebagai berikut :
Tabel 2. Rata-rata hasil pengukuran perubahan sifat kimia tanah Ultisol pada 40 dan 70 hari setelah inkubasi Sifat kimia Waktu Sumber bahan organik tanah pengamat Kontrol Chromo Flemi Glirici Perune BNJ Ket an laena ngia dia ma satuan pH H2O 40 HSI 4.42 a 4.68 cd 4.52 ab 4.74 d 4.60 bc 0.10 70 HSI 4.44 a 4.72 bc 4.58 ab 4.76 c 4.63 bc 0.15 Al dd 40 HSI 7.106 c 6.268 ab 6.632 b 6.114 a 6.476 ab 0.407 cmolkg-1 70 HSI 7.106 b 6.268 a 6.299 a 6.104 a 6.476 a 0.737 40 HSI 2.38 a 2.96 b 2.88 b 3.28 c 2.91 b 0.30 cmolkg-1 TotalCa, 70 HSI 2.69 a 3.81 b 3.52 b 4.37 c 3.70 b 0.29 Mg, K P total 40 HSI 7.52 a 10.30 b 9.39 b 12.57 c 10.39 b 1.16 mgkg-1 70 HSI 7.75 a 13.47 b 12.03 b 17.49 c 13.48 b 2.13 P 40 HSI 1.809 a 3.529 b 2.903 ab 3.585 b 2.937 ab 1.327 mgkg-1 tersedia 70 HSI 1.798 a 3.434 b 2.898 ab 3.553 b 2.818 ab 1.371 Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNJ HSI = hari setelah inkubasi
Tabel 3. Sifat kimia dan fisika dari ke tiga contoh tanah yang dipergunakan dalam percobaan
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
Macam Analisa pH H2O (1:1) pH KCl (1:1) Al dd (cmol kg-1) H dd (cmol kg-1) Ca (cmol kg-1)* Mg (cmol kg-1)* K (cmol kg-1)* P tersedia (mg kg-1) P total (mg kg-1) Tekstur % pasir** % debu** % liat** Kelas tekstur**
Metode Elektroda Elektroda Titrasi NaOH dan KCl Titrasi NaOH dan KCl Titrasi EDTA Titrasi EDTA Flamephotometer Murphy and Riley Murphy and Riley Pipet
Lampung 4,58 3,60 0,76 1,03 1,21 0,40 0,11 1,46 10,27 64 13 22 lempung liat berpasir
Asal tanah Sanggau 4,26 3,38 6,53 0,13 1,18 0,23 0,08 1,46 4,66 30 25 45 liat
Gajrug 3,87 3,11 19,24 14,86 2,82 1,40 0,31 1,55 26,09 6,05 22,91 71,04 liat
Keterangan: * Diambil dari data Handajani (1998) ** Diambil dari data Adawiyah (1996)
B. PEMBAHASAN Pengaruh masukan bahan organik terhadap pH dan Aldd Pemberian bahan organik sebanyak 15 Mg ha-1 memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan pH tanah baik pH H2O maupun pH KCl. Ini dapat dilihat dari peningkatan yang terjadi dari hari ke 0 hingga hari ke 70 pada akhir inkubasi. Pada tanah Sanggau juga bervariasi, tergantung bahan organik yang diberikan. Bahan organik yang berasal dari tanaman Gliricidia mencapai 10,19 %, Chromolaena 10,02 %, Perunema 7,18 % dan Flemingia 5,29 %. Peningktan pH disebabkan oleh adanya proses dekomposisi dari bahan organik dari awal inkubasi hingga hari ke 70. Hasil perombakan tersebut akan menghasilkan kation-kation basa yang
mampu meningkatkan pH. Soepardi (1983) menyatakan bahwa hasil akhir sederhana dari perombakan bahan organik antara lain kation-kation basa seperti Ca, Mg, K dan Na. Pelepasan kation-kation basa ke dalam larutan tanah akan menyebabkan tanah jenuh dengan kation-kation tersebut dan pada akhirnya akan meningkatkan pH tanah. Selanjutnya Helyar (1976) dalam Richie (1989) menyatakan bahwa peningkatan pH akibat penambahan bahan organik karena proses mineralisasi dari anion organik menjadi CO2 dan H2O atau karena sifat alkalin dari bahan organik tersebut. Sebelumnya Parwi (1998) juga telah melakukan penelitian dengan pemberian bahan organik yang berasal dari tanaman Imperata cylindrica, Chromolaena odorata dan Tithonia diversifolia, dengan inkubasi selama 30 hari mampu meningkatkan pH tanah masing masing 1 %, 3 % dan 6 % dibandingkan dengan kontrol. Jadi dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatkan pH tanah namun besarnya peningkatan tersebut sangat tergantung dari kualitas bahan organik yang dipergunakan Disamping terjadinya peningkatan pH, maka akibatnya akan memberikan pengaruh terhadap penurunan konsentrasi Aldd di dalam larutan tanah. Penurunan Aldd seiring dengan peningkatan pH tanah. Hal ini dapat juga dilihat dari hubungan korelasi yang terjadi antara pH H2O dengan konsentrasi Aldd dari ke tiga tanah yang diujikan pada bagian penyajian hasil penelitian yang menunjukkan korelasi yang sangat nyata (p<0,01), dimana peningkatan pH H2O akan mengakibatkan penurunan konsentrasi Aldd dalam larutan tanah. Pada tanah Sanggau penurunan konsentrasi Aldd pada penambahan bahan organik yang berasal darai tanaman Gliricidia yaitu sebesar 14,0 %, Chromolaena 14,2 %, Perunema 13,2 % dan Flemingia sebesar 9,8 %. Penurunan konsentrasi Aldd dalam larutan tanah seiring dengan peningkatan pH tanah. Penambahan organik akan meningkatkan terbentuknya humus dalam tanah. Muatan negatif pada humus berasal dari gugus karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH). Muatan humus tergantung pH tanah. Dalan suasana masam Al dan H mendominasi tapak jerap sehingga sulit digantikan dengan kation lainnya dan dalam keadaan basa humus bermuatan negatif rendah sehingga mudah digantikan dengan kation lainnya. Penambahan bahan organik dengan konsentrasi kation tinggi akan meningkatkan kejenuhan basa dalam larutan tanah sehingga penggantian kation relatif mudah, sehingga peningkatan pH tanah akan mengurangi konsentrasi ion Al karena akan terbentuk Al(OH)3 yang mengendap (Soepardi 1983). Akibatnya konsentrasi Al dan H dalam larutan tanah akan berkurang seiring dengan peningkatan jumlah ion OH dalam tanah yang berarti terjadi peningkatan pH tanah. Disamping itu juga terlihat bahwa secara keseluruhan, penambahan bahan organik yang berasal dari tanaman Gliricida memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan sifat kimia tanah. Hal ini membuktikan bahwa penambahan bahan organik dengan total kation tinggi tidak menjamin akan memberikan pengaruh yang besar pula terhadap perubahan sifat kimia tanah. Ada faktor-faktor lain yang lebih menentukan dari pada jumlah total kation (Ca, Mg dan K). Faktor faktor tersebut antara lain persentase kandungan lignin dan polofenol dari suatu bahan organik, karena ini akan menentukan cepat tidaknya proses dekomposisi suatu bahan organik. Pengaruh masukan bahan organik terhadap ketersediaan P Pemberian masukan bahan organik disamping dapat meningkatkan pH tanah dan penurunan konsentrasi Aldd dalam larutan tanah, juga akan memberikan pengaruh terhadap ketersediaan unsur P, yang mana unsur P tersebut sangat tergantung dari fluktuasi perubahan pH tanah. Dalam keadaan masam unsur P ini terikat sangat kuat dengan unsur Al dan Fe yang mendominasi tapak jerapan sedangkan pada kondisi basa juga terjadi pengikatan dengan kation-kation basa yaitu Ca dan Mg. Untuk itu perlu perhatian yang serius agar unsur ini dapat tersedia bagi tanaman untuk pertumbuhannya. Dengan terjadinya dekomposisi bahan organik maka akan menghasilkan kation-kation basa sehingga akan terjadi persaingan antara kation basa yang dihasilkan dari proses dekomposisi dengan Al yang terdapat pada tapak jerapan. Disamping itu bahan organik menghasilkan senyawa-senyawa organik yang mengandung gugus fungsional seperti fenolik dan karboksil. Senyawa-senyawa tersebut dapat membentuk senyawa komplek dengan Al sehingga Al akan sulit untuk dapat dipertukarkan. Bell dan Besho (1993) menyatakan bahwa Al yang berkompeksisasi dengan senyawa organik tidak
mudah untuk dipertukarkan. Dengan demikian kandungan Al yang terdapat dalam larutan tanah juga berkurang. Reaksi pembentukan senyawa komplek antara bahan organik dengan Al dapat dijelaskan melalui reaksi sederhana yang digambarkan oleh Sposito (1992) sebagai berikut : -RCOO- + Al 3+ ------------ -RCOOAl dimana -RCOOAl adalah senyawa komplek antara senyawa organik dengan Al. Selanjutnya Bell dan Besho (1993) menambahkan bahwa dengan meningkatnya dosis bahan organik yang diberikan akan diikuti oleh peningkatan pembentukan senyawa komplek Al-organik. Dengan terjadinya ikatan senyawa komplek tersebut, jumlah Al yang terdapat dalam larutan tanah akan berkurang, dengan demikian akan menambah ketersediaan unsur P dalam larutan tanah karena berkurangnya unsur Al yang dapat mengikat unsur P, sehingga dapat mencukupi kebutuhan tanaman untuk pertumbuhannya. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah unsur P-tersedia dari hari ke 0 hingga hari ke 70. Peningkatan tersebut tergantung pula pada jenis masukan bahan organik yang diberikan. Parwi (1998) melaporkan bahwa dengan pemberian bahan organik yang berasal dari tanaman Imperata cylindrica, Chromolaena odorata dan Tithonia diversifolia mampu meningkatkan ketersediaan P hingga 36 %, 242 % dan 262 % dibandingkan dengan kontrol Dari hubungan korelasi antara P tersedia dengan P terjerap pada Tabel 9 dalam penyajian hasil penelitian menunjukkan bahwa keduanya memiliki hubungan yang sangat erat satu dengan lainnya yaitu terjadinya peningkatan ketersediaan P maka akan terjadi penurunan jerapan P dalam larutan tanah. Hal ini disebabkan karena terjadinya pembentukan senyawa komplek antara bahan organik dan Al, maka kemampuan Al untuk menjerap unsur P yang terdapat dalam larutan tanah juga akan berkurang. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah jerapan P maksimum yang terjadi akibat penambahan beberapa macam bahan organik. Untuk tanah Sanggau penurunan jerapan maksimum unsur P adalah sebesar 35,50% untuk bahan organik yang berasal dari tanaman Gliricidia, 32,04 % untuk Perunema, 16,08 % untuk Chromolaena dan 13,56 % untuk bahan organik yang berasal dari tanaman Flemingia. Dari gambaran diatas terlihat bahwa pengaruh terbesar terjadi pada penambahan bahan organik yang berasal dari pangkasan tanaman Gliricidia jika dibandingkan dengan bahan organik lainnya. Namun demikian penambahan bahan organik ke dalam tanah memberikan pengaruh terhadap perubahan sifat kimia, fisika dan biologi tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan adalah sebagai berikut : 1. Pemberian bahan organik dengan jumlah total kation tertinggi tidak selamanya memberikan pengaruh yang tertinggi pula terhadap peningkatan pH, penurunan konsentrasi Aldd dan peningkatan ketersediaan P dalam larutan tanah, tergantung jenis bahan organik yang digunakan, dalam hal ini antara jenis legum dan non legum. - Pemberian bahan organik mampu menekan konsentrasi Aldd dalam larutan tanah. Adapun besarnya penekanan untuk masing-masing tanah yang diujikan dengan beberapa macam bahan organik yang dipergunakan jika dibandingkan dengan kontrol adalah sebagai berikut: - Untuk tanah Sanggau, pemberian bahan organik yang berasal dari tanaman Gliricidia mampu menekan Aldd hingga 6,14 cmol kg-1 (14,0 %), Chromolaena 5,27 cmol kg-1 -1 (14,2 %), Flemingia 6,67 cmol kg (9,8 %) dan Perunema 6,48 cmol kg-1 (13,2 %) dibandingkan dengan kontrol. - Adapun besarnya konsentrasi P tersedia dalam larutan tanah pada hari ke 70 setelah inkubasi untuk masing-masing bahan organik pada ke tiga tanah yang digunakan adalah sebagai berikut : - Untuk tanah Sanggau konsentrasi P tersedia dengan bahan organik Gliricidia adalah 3,55 mg kg-1, Chromolaena 3,43 mg kg-1, Flemingia 2,90 mg kg-1 dan Perunema 2,82 mg kg-1.
B. SARAN Berdasarkan hasil yang telah diperoleh di atas, ada beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk mendukung hasil yang telah diperoleh, antara lain yaitu bagianmana dari bahan organik yang mampu menekan konsentrasi dari Aldd pada larutan tanah sehingga dapat meningkatkan ketersediaan P dalam larutan tanah bagi pertumbuhan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, R. (1996) Penetapan kandungan kation sebagai alat penduga tingkat ameliorasi Aluminium oleh bahan organik, skripsi, Fakultas Pertanian –Universitas Brawijaya, Malang. Atekan (1997) Penambahan berbagai dosis bahan organik asal pangkasan daun gamal (Gliricidia sepium) untuk menurunkan konsentrasi Aluminium inorganik monomerik pada Grosserenik Kandiudults dan Typic Haploumults serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays), skripsi, Fakultas Pertanian-Universitas Brawijaya, Malang Bell, L. C. and T. Bessho. (1993) Assesment of Aluminium detoxification and plant response. P. 317-330. In Mulongoy, K. and R. Merck. 1991. Soil Organic Matter Dynamic and Sustainability of Tropical Agriculture. John Willey and Sons. New York.
Buckman , H. O. and N. C. Brady. (1969) The Nature and Properties of Soils. Edition. Mac Millan Company. New York.
Sixth
Driessen, P. M. and M. Soepraptohardjo. (1974) Soil for Agriculture Expansion In Indonesia. Soil Research Institut. No. I. P: 1-63. Foy, C.D. (1974) Effect of Al on Plant Growth. P 603-642 in Carson EW, (ed) The Root and Environment. Univ. Press of Virginia. Virginia. Hairiah, K. (1992) Aluminium tolerance of mucuna a tropical legumes cover crop, desertasi, University Groningen. Netherlands. Hakim, N. (1982) Pengaruh pemberian pupuk hijau dan kapur pada tanah Podsolik Merah Kuning terhadap ketersediaan Fosfor dan produksi tanaman jagung, disertasi, Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. ________. ; M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. R. Sal., M.A. Diha., Go Ban Hong., N. H. Bailey. (1986) Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Handajani, E. (1998) Ameliorasi Al-inorganik monomerik pada tanah Ultisol oleh bahan organik berbeda konsentrasi total kation serta pangaruhnya terhadap pertumbuhan dan serapan tanaman jagung (Zea mays), tesis, Pascasarjana-Universitas Brawijaya, Malang . Hardjowigeno, S. (1985) Genesis dan Klassifikasi Tanah. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
Hue, N. V. (1990) Interaction of Ca(H2PO4)2 Applied to a Oxisol and previous studge amandment. Comm. Soil Sci. Plant Anal 21 : 61-73. Iyamuremya, F., R. P. Dick.,and J. Baham. (1996) Organic Amandment and Phosphorus dynamic I. Phosphorus chemistry and sorption. Soil Science 161 : 426-435. IRRI. 1984. An Overview of Upland Rice Research. Proceeding of the (1982) Breake, Ivory Coast Upland Rice. Los Banos, Laguna. Philipnnes. Kamprath, E. J. (1973) Phosphorus. North Carolina State University. Raleigh. Lin, Z and D. L. Myhre. 1990. Citrus root growth as affected by Aluminium level underfield condition. Soil Science Society of America. J. Vol. 54 Sept-Oct. Mohr, E. C. J. (1985) Tropical Soil. Van Hoeve. Paris. Munir , M. (1996) Tanah-tanah Utama Di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta. Notohadiprawiro, T. (1986) Tanah Estuarin, Watak-Sifat-Kelakuan dan Kesuburannya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nyakpa, M. Y., A. M. Lubis.,M. A. Pulung., G. Amrah., A. Munawar., Go Ban Hong dan N. Hakim. (1986) Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung. Parwi. (1998) Upaya manipulasi ketersediaan P melalui panambahan pupuk organik dan anorganik pada Ultisol, tesis, Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya. Purwanto, H. (1997) Penambahan berbagai dosis pangkasan daun tanaman gamal (Gliricidia sepium) untuk penurunan konsentrasi Aluminium inorganik monomerik pada tanah Ultisol Lampung dan Gajrug: Hubungan antara konsentrasi aluminium inorganik monomerik dengan pertumbuhan perakaran tanaman jagung (Zea mays), skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Richie. G.S.P. (1989) The Chemical behaviour of Aluminium, Hydrogen and Manganese in acid soils in soil acidity and plant growth. ed. Robson. A.D, Soil Science and Plant Growth. Soil Science and Plant Nutrition. School of Agricultural the University of Western. Australia Salinas, J. G. and P. A. Sanchez. (1983) Low input technologi for managing Oxisol and Ultisol in tropical America Soil Sci. Dept. North Carolina State University. New York. Sanchez, P. A. (1992) Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika (Terjemahan). Penerbit ITB. Bandung. Sarief, S. (1985) Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Setijono, S. (1996) Inti Kesuburan Tanah. Penerbit IKIP Malang. Malang.
Sujudi, M. (1984) Masalah kesuburan tanah Podsoilk Merah Kuning dan kemungkinan pemecahannya. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Pola Usaha Tani menunjang Transmigrasi, 27-29 Oktober 1984, Cisarua Bogor. Soemarno. (1993) N-Tanah, Bahan Organik dan Pengelolaannya. Fakultas Pertanian Uninersitas Brawijaya Malang. Malang. Soepardi, G. (1983) Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sposito, G. (1992) The EnvironmentChemistry of Aluminium. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida Tan, K. H and W. G. Keltjens. (1990) Interaction between Aluminium and Phosphorus in shorgum plants. Plants and Soil 124 : 25-32. Utomo, W. H. (1983) Dasar-dasar Fisika Tanah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Malang. Van Der Heide, J., S. Setijono., Syekhfani., B. Flach., K. Hairiah., S. Ismunandar., S. M. Sitompul., M. Van Noorwijk. (1992) Can low enernal input cropping system on acid upland soil in the humid tropic be suistainable background of the Unibraw/ib nitrogen management project in Bunga Mayang, Kota Lampung . Indonesia. Wong, MTF.,E. Ekyampung., S. Nortellif., M. R. Rao and R.S. Swift. (1994) initial responses of maize and beans to decrease consentration of monomeric in organic Aluminium with application of manure or tree pruning to on Oxisol in Burundi. Plant and Soil. 171: 275-282.