APLIKASI BIOAKTIVATOR ORGADEC PADA PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL PADA PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG Application of Orgadec Bioactivator on waste organic composting and influens of Ultisol chemical in maize growth. Yadi Jufri 1) Abstract The research aim to study the capability of some kinds of decomposed product compost by organic bioactivator on Ultisol chemical properties changes of Ultisol in maize growth. Factorial Randomized Block Design was used in the research that consist of kinds of compost and fertilizer dosage. Kinds of compost were sawdust, rice straw and stem of oil palm. Applied fertilizer dosage were 10 ton ha-1, 15 ton ha-1 and 20 ton ha-1. There were 9 trial combination with 3 replications, so that there were 27 experimental unit and the research consist of 2 experiment series. The first series was applied in maize growth observation and the second series was applied for analisis of chemical properties changes of Ultisol. Chemical properties changes of Ultisol there were observed were pH, exchangeable Al, P and N, whereas the parameter for plant growth analisysis were plant height, shoot dry weight and root dry weight. The research results show that rice straw compost were gave the highest chemical properties changes of Ultisol and the best applied dosage of fertilizer was 20 ton ha-1. 2
Key Word : Ultisol, Orgadec, Compost and Maize Growth
PENDAHULUAN Ultisol merupakan lahan yang potensial untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian, akan tetapi kurang produktif apabila ditinjau dari segi kimia dan kesuburan tanahnya. Secara umum Ultisol mempunyai beberapa kendala untuk pengembangan pertanian yaitu : tanah bereaksi masam (pH <5), kandungan bahan organik rendah, fiksasi P tinggi, kapasitas tukar kation tanah rendah ( KTK < 35 cmol kg-1) kejenuhan basa (KB) rendah akibat pencucian basa-basa yang tinggi serta tingginya kelarutan Al yang menyebabkan tanaman mengalami keracunan (Hardjowigeno, 1993). Sarief (1986) menambahkan bahwa rendahnya pH menyebabkan menurunnya ketersediaan unsur N, P, K, S, Ca, Mg dan Mo. Sebagian besar kendala pertumbuhan tanaman pada Ultisol disebabkan oleh keracunan Al. Tingginya Al terlarut juga menyebabkan terjadinya fiksasi P sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini merupakan kendala yang penting pada Ultisol, karena tanpa mengatasi kelarutan Al yang tinggi, aplikasi pupuk P yang diberikan ke tanah tidak efisien dan membutuhkan dosis yang tinggi. Tingginya konsentrasi Al dapat menyebabkan keracunan secara langsung terhadap akar dengan menghambat pertumbuhan akar dan translokasi Ca dan Mg ke bagian atas tanaman (Sanchez, 1992). Hairiah (1992) menyatakan bahwa spesies Al yang merupakan racun bagi tanaman adalah Al dalam bentuk monomerik yaitu Al 3+, Al(OH)2+, Al(OH)2+ dan Al(SO4)+. Masalah kemasaman tanah maupun keracunan Al pada umumnya diatasi dengan cara menaikan pH tanah melalui pengapuran. Disatu sisi kendalanya adalah harga kapur yang relatif mahal dan tingkat kemampuan beli bagi petani 1
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh
yang relatif rendah, sedangkan disisi lain kelebihan kapur akan mengakibatkan tidak tersedianya unsur hara mikro bagi tanaman. Disamping penambahan kapur ke dalam tanah, pemberian bahan organik berupa kompos ke dalam tanah dianggap sebagai upaya yang lebih aman dan murah ke dalam tanah dalam mengurangi keracunan Al. Kenyataannya penyediaan bahan organik berupa kompos dalam jumlah banyak sering menjadi kendala utamanya. Hal ini disebabkan karena terbentuknya kompos tanpa penggunaan bioaktivator, membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga ketersediaan kompos menjadi terbatas. Namun pada saat ini kendala tersebut telah dapat diatasi yaitu dengan telah dikembangkan suatu cara yang mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik menjadi kompos yaitu dengan pemberian bioaktivator Orgadec (Organic Decomposer). Orgadec terdiri dari Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp yang secara bersamaan mengeluarkan enzim penghancur lignin dan selulosa yang dapat mempercepat proses pengomposan bahan organik, sehingga Orgadec mampu menyediakan kompos dalam waktu yang relatif singkat. Indriani (2000) melaporkan bahwa proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang dicacah hingga 2,5 cm dapat dihancurkan dalam waktu 14 hari, padahal TKKS utuh akan melapuk setelah 12 – 18 bulan, sisa pangkasan teh dapat dihancurkan dalam waktu 15 hari dan kulit kakao dapat dihancurkan dalam waktu 30 hari. Melihat permasalahan pada Ultisol dan kemampuan bioaktivator Orgadec dalam mempercepat proses pengomposan serta peranan kompos terhadap sifat kimia tanah, penggunaan bioaktivator Orgadec pada pengomposan limbah organik merupakan salah satu upaya untuk penyediaan pupuk organik untuk perbaikan sifat-sifat tanah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana kemampuan beberapa macam kompos dengan berbagai dosis hasil dekomposisi dengan bioaktivator Orgadec terhadap perubahan beberapa sifat kimia tanah Ultisol pada pertumbuhan jagung. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Unsyiah dengan menggunakan polibag dan untuk analisis sifat kimianya dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Unsyiah. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juni – Agustus 2003. Tanah yang digunakan berasal dari daerah Jantho Aceh Besar yang diambil; dari kedalaman 0 – 20 cm. Kompos organik yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 macam yaitu kompos serbuk gergaji, kompos jerami padi dan kompos tandan kosong kelapa sawit. Dosis yang digunakan ada 3 taraf yaitu 10, 15 dan 20 ton ha-1. Sebagai bioactivator dipakai Orgadec yang diperoleh dari Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP) Bogor. Benih jagung yang digunakan adalah jagung varietas Arjuna. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial yang terdiri atas faktor macam kompos dengan 3 taraf perlakuan dan dosis kompos juga dengan 3 taraf dengan 3 ulangan sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dengan 27 satuan pot yang dibuat dalam dua seri percobaan. Tujuan disiapkan dua seri percobaan itu untuk melihat perubahan sifat kimia Ultisol dan untuk melihat respon terhadap tanaman. Tanah yang telah diambil dari lapangan, dikeringanginkan selama 2 minggu dan selanjutnya diayak dan lolos ayakan 5 mm. Tanah hasil ayakan dikomposit secara merata. Selanjutnya tanah diisi kedalam polibag sebanyak 5 kg per polibag. Limbah organik yang digunakan sebagai kompos, diperkecil ukurannya hingga < 3 cm, selanjutnya dilakukan pengomposan dengan bioaktivator Orgadec selama 14 hari. Setelah 14 hari diinkubasi maka kompos siap untuk digunakan. Setelah tanah dan bahan organik diinkubasi, maka selanjutnya dilakukan pencampuran antara kompos dan tanah
sesuai dengan perlakuan, kemudian diinkubasi selama 7 hari dan setelah itu dilakukan penanaman benih jagung. Adapun pengamatan yang dilakukan terhadap perubahan sifat kimia tanah Ultisol adalah pH H2O, Al-dd, P tersedia, N total yang diamati pada hari ke 15, 30 dan 45 setelah penanaman benih jagung, Pengamatan terhadap tanaman jagung meliputi tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 hari setelah tanam, berat kering tanaman bagian atas dan berat kering akar diukur pada umur 45 hari setelah tanam. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengukuran Sifat Kimia Tanah Tabel 1. Data rata-rata hasil pengukuran pH H2O umur 15, 30 dan 45 HSI 15 HSI
Dosis
ton ha1
Serbuk gergaji
Ratarata
4.57 A
Jerami padi
4.61 A
TKKS
4.56 A
Kompos 30 HSI Serbuk gergaji
4.79 A
Jerami padi
5.08 B
TKKS
4.69 A
45 HSI Serbuk gergaji
5.00 AB
Jerami padi
5.18 B
TKKS
4.88 A
10 4.53 a 4.67 a 4.53 a 4.73 a 4.87 a 4.63 a 4.87 a 5.13 a 4.77 a 15 4.60 a 4.57 a 4.57 a 4.80 a 5.17 b 4.70 a 5.03 a 5.20 a 4.84 a 20 4.57 a 4.60 a 4.57 a 4.83 a 5.20 b 4.73 a 5.10 a 5.20 a 5.00 a BNJ 0.23 0.29 Keterangan : Huruf pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (huruf kecil), huruf yang sama (huruf kapital ) pada waktu pengukuran yang sama tidak berbeda nyata HSI TKKS
: hari setelah inkubasi. : tandang kosong kelapa sawit
Tabel 2. Data rata-rata hasil pengukuran Al dd (cmol/kg) umur 15, 30 dan 45 HIS Kompos Dosis 15 HSI 30 HSI 45 HSI ton ha1
Ratarata 10 15 20 BNJ
Serbuk gergaji
4.11 A 4.15 a 4.11 a 4.08 a
Jerami padi
4.06 A 4.09 a 4.04 a 4.05 a 0.09
TKKS
Serbuk gergaji
4.23 B 4.23 a 4.23 a 4.23 a
4.08 AB 4.16 b 4.04 a 4.04 a
Jerami padi
4.00 A 4.04 a 4.00 a 3.95 a 0.09
TKKS
4.12 B 4.14 ab 4.15 b 4.05 a
Serbuk gergaji
Jerami padi
TKKS
3.85 3.68 3.84 B A B 3.94 b 3.74 a 3.91 b 3.84 ab 3.69 a 3.84 ab 3.76 a 3.63 a 3.75 a 0.15
Tabel 3. Data rata-rata hasil pengukuran P tersedia (ppm) umur 15, 30 dan 45 HSI 15 HSI
Dosis
ton ha1
Serbuk gergaji
Ratarata
7.05 AB
Jerami padi
7.34 B
TKKS
6.97 A
Kompos 30 HSI
Serbuk gergaji
7.34 A
Jerami padi
8.17 B
TKKS
45 HSI
7.17 A
8.23 AB
10 6.90 a 7.22 a 6.82 a 7.20 a 8.06 a 7.00 a 15 7.05 a 7.38 a 6.96 a 7.28 a 8.10 a 7.18 ab 20 7.19 a 7.42 a 7.13 a 7.55 b 8.34 b 7.34 b BNJ 0.33 0.19 B. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Jagung
Jerami padi
Serbuk gergaji
7.86 a 8.33 ab 8.50 b
9.65 B
9.34 a 9.73 a 9.89 a 0.62
TKKS
8.01 A 7.79 a 7.72 ab 8.51 a
Tabel 4. Data rata-rata hasil pengukuran N total umur 15, 30 dan 45 HIS
Dosis
ton ha
-1
Ratarata 10 15 20
15 HSI Serbuk Jerami gergaji padi 0.124 0.132 A A 0.120 a 0.123 a 0.123 a 0.133 a 0.130 a 0.140 a
BNJ
Kompos 30 HSI Serbuk TKKS Jerami TKKS gergaji padi 0.122 0.142 0.167 0.143 A A B A 0.113 a 0.130 a 0.157 a 0.137 a 0.120 a 0.140 ab 0.163 ab 0.143 a 0.133 a 0.157 b 0.180 b 0.150 a
-
45 HSI Jerami TKKS padi 0.161 0.197 0.158 A B A 0.150 a 0.187 a 0.150 a 0.157 a 0.200 a 0.153 ab 0.177 b 0.203 a 0.170 b Serbuk gergaji
0.022
0.018
Tabel 5. Data rata-rata hasil pengukuran tinggi tanaman (cm) umur 15, 30 dan 45 HST Dosis
ton ha-
Serbuk gergaji
Ratarata 10 15 20
34.49 A 33.90 a 34.73 a 34.83 a
1
BNJ
15 HST Jerami padi 34.60 A 34.10 a 33.80 a 35.90 a 2.82
TKKS 33.38 A 31.13 a 34.13 b 34.87 b
Kompos 30 HST Serbuk Jerami gergaji padi 50.94 58.02 A B 48.67 a 56.60 a 52.50 b 58.10 a 51.67 ab 59.37 a
Keterangan : HST : hari setelah tanam
3.34
45 HST Jerami padi 47.94 74.37 89.08 A A B 46.13 a 69.87 a 87.00 a 48.53 a 75.20 ab 89.60 a 49.17 a 78.03 b 90.63 a TKKS
Serbuk gergaji
5.54
TKKS 70.62 A 67.43 a 70.60 ab 73.83 b
Tabel 6. Data rata-rata hasil pengukuran berat kering tanaman (g) umur 45 HST Kompos Dosis Berat kering tanaman 45 HST Berat kering akar 45 HST ton ha1
Ratarata 10 15 20 BNJ
Serbuk gergaji
4.53 AB 4.26 a 4.52 a 4.82 a
Jerami padi
5.20 B 5.15 a 5.17 a 5.29 a 0.69
TKKS
4.37 A 4.21a 4.31 a 4.58 a
Serbuk gergaji
1.49 A 1.36 a 1.47 a 1.63 a
Jerami padi
1.67 A 1.59 a 1.66 a 1.77 a -
TKKS
1.60 A 1.57 a 1.47 a 1.76 a
C. Pembahasan Hasil Penelitian Dari data yang disajikan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara ketiga macam kompos yang diberikan. Perubahan sifat kimia yang tertinggi terjadi pada kompos yang berasal dari jerami padi (K2), diikuti oleh kompos serbuk gergaji (K1) dan selanjutnya kompos dari tandan kosong kelapa sawit (K3) dari peubah yang diamati. Cepat tidaknya proses dekomposisi bahan organik ditentukan oleh kualitas bahan dasar yang digunakan. Hakim et. al. (1986) menyatakan bahwa berdasarkan kualitas bahan dapat dikelompokkan pada kualitas tinggi yaitu bahan yang mengandung C/N rendah, kandungan lignin dan rendah pula dan kelompok kedua yaitu bahan dengan C/N yang tinggi serta kandungan lignin dan polifenol yang tinggi. Hal ini yang akan membedakan tingkat kecepatan dekomposisi bahan organik sebagai kompos. Pada kompos yang berasal dari jerami padi diduga bahwa kandungan C/N, lignin dan polifenolnya lebih rendah daibandingkan dengan dua bahan kompos lainnya yaitu serbuk gergaji dan tandan kosong kelapa sawit. Hal ini juga didukung oleh data hasil penelitian Fikrinda dan Yusnizar (2003) yang menyebutkan bahwa C/N kompos jerami padi adalah 16,63, kompos serbuk gergaji 50,84 dan kompos tandan kosong kelapa sawit 77,26. Pemberian kompos dengan dosis yang berbeda akan memberikan perubahan yang berbeda pula terhadap sifat kimia tanah Ultisol dan dampaknya terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Kompos yang berasal dari jerami padi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata akibat pemberian dosis yang berbeda, namun terlihat adanya perbedaan angka dari ketiga level dosis yang diberikan terhadap sifat kimia tanah. Untuk kompos serbuk gergaji dan tandan kosong kelapa sawit memberikan perbedaan yang nyata terhadap sifat kimia tanah, hal ini disebabkan karena proses dekomposisi bahan organik berjalan lambat sehingga jumlah yang terdapat dalam tanah sangat tergantung dari jumlah yang diberikan, semakin tinggi dosis yang diberikan semakin besar pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah Ultisol. Pemberian sumber kompos dan dosis yang berbeda memberikan perubahan yang berbeda pula terhadap sifat kimia tanah. Soepardi (1983) menyatakan bahwa hasil akhir sederhana dari perombakan bahan organik antara lain kation-kation basa seperti Ca, Mg dan K. Pelapasan kation-kation basa kedalam larutan tanah akan menyebabkan tanah jenuh dengan kation basa dan pada akhirnya akan meningkatkan pH tanah. Selanjutnya Go Ban Hong (1996) menyatakan bahwa peningkatan pH tanah akibat pemberian kompos disebabkan berkurangnya Al dan Fe yang dapat dipertukarkan karena adanya peningkatan Ca dalam tanah sehingga terjadi kompetisi antara Ca dan Al, disamping itu juga adanya peran bahan organik sebagai amelioran tanah yang dapat meningkatkan kegiatan mikrobia tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Perubahan pH tanah akan mengakibatkan perubahan pada konsentrasi kandungan Al yang dapat dipertukarkan. Penurunan konsentrasi Al dd seiring dengan peningkatan pH. Soepartini (1978) menyatakan bahwa bila terjadi peningkatan pH tanah, sejumlah Al akan mengendap sehingga jumlah yang larut semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh peningkatan ion OH dalam tanah sehingga Al akan membentuk gibsit yang tidak larut. Selanjutnya Irmawati (2000) menyatakan bahwa dengan pemberian bahan amandemen tanah dapat menunrunkan konsentrasi kandungan Al dd dengan terjadinya peningkatan pH tanah. Disamping itu Wiralaga dan Winarso (1988) menambahkan bahwa dekomposisi bahan organik melepaskan asam-asam humik, humin dan fulfik sehingga dapat membentuk persenyawaan khelat dengan Al, sehingga konsentrasi Al akan menurun seiring dengan peningkatan pH tanah. Peningkatan pH dan penurunan konsentrasi Al akan memberikan pengaruh terhadap ketersediaan hara P dalam tanah. Terjadinya dekomposisi bahan organik maka akan menghasilkan kation-kation basa sehingga akan terjadi persaingan antara kation basa yang dihasilkan dari proses dekomposisi dengan Al yang terdapat pada tapak jerapan. Disamping itu juga bahan organik menghasilkan senyawa-senyawa organik yang mengandung gugus fungsional seperti fenolik dan karboksil. Senyawa-senyawa tersebut dapat membentuk senyawa komplek dengan Al sehingga Al akan sulit untuk dipertukarkan. Bell and Besho (1993) menyatakan bahwa Al yang berkompleksisasi dengan senyawa organik tidak mudah dipertukarkan. Dengan demikian konsentrasi Al yang dapat dipertukarkan dalam larutan tanah juga berkurang. Reaksi pembentukan senyawa komplek antara bahan organik dengan Al dapat dijelaskan melalui reaksi sederhana yang digambarkan oleh Sposito (1992) sebagai berikut : -RCOO- + Al 3+ -RCOOAl dimana –RCOOAl adalah senyawa komplek antara senyawa organik dengan Al. Selanjutnya Bell and Besho (1993) menambahkan bahwa dengan meningkatnya dosis bahan organik yang diberikan akan diikuti oleh peningkatan pembentukan senyawa komplek Al organik. Terjadinya peningkatan pH, penurunan konsentrasi Al dd dan peningkatan jumlah P tersedia juga akan memberikan pengaruh terhadap jumlah N total tanah. Perubahan tersebut menyebabkan adanya perbaikan media tumbuh bagi mikrobia tanah untuk menambah ketersediaan N tanah. Ketersediaan hara N sangat tergantung dari kerja mikrobia tanah. Hakim et. al. (1986) menyatakan bahwa peningkatan jumlah bahan organik dalam tanah akan meningkatkan kerja dari mikrobia tanah sehingga akan mempercepat peningkatan ketersediaan hara N tanah. Dengan penambahan kompos ke dalam tanah akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan pH, penurunan konsentrasi Al dd, peningkatan ketersediaan P dan N total bagi pertumbuhan tanaman. Pemberian kompos yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian kompos jerami padi menunjukkan perbedaan yang nyata pada pertumbuhan tinggi tanaman dan berat kering akar. Perbedaan dosis yang berbeda pada kompos jerami padi tidak memberikan perbedaan yang nyata pada pengamatan selama 45 hari. Untuk kompos yang berasal dari serbuk gergaji dan tandan kosong kelapa sawit, menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan semakin besar pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kecuali pada pengamatan berat kering tanaman dan berat kering akar yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata untuk pengamatan selama 45 hari. Perubahan yang terjadi pada sifat kimia tanah Ultisol sangat tergantung pada tingkat dekomposisi bahan dan kualitas bahan dasar kompos yang digunakan.
SIMPULAN DAN SARAN 1. Pemberian kompos yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan sifat kimia tanah Ultisol. 2. Perubahan sifat kimia Ultisol tertinggi terjadi pada pemberian kompos yang berasal dari jerami padi yang diikuti oleh kompos serbuk gergaji dan kompos tandan kosong kelapa sawit. 3. Perbedaan dosis pada kompos jerami padi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan pada kompos serbuk gergaji dan kompos tandan kosong kelapa sawit menunjukkan perbedaan yang nyata, dimana semakin tinggi dosis yang diberikan semakin besar pula perubahan yang terjadi. 4. Pemberian kompos jerami padi dengan dosis 20 ton/ha memberikan pengaruh terbesar terhadap sifat kimia tanah Ultisol pertumbuhan tanaman. Untuk mendapatkan informasi perubahan sifat kimia Ultisol yang lebih lengkap dengan dosis yang terbaik maka perlu dilakukan penelitian terhadap sifat kimia tanah Ultisol lainnya hingga masa panen jagung. DAFTAR PUSTAKA Bell, L. C. and T. Bessho. 1993. Assesment of Aluminium Detoxification and Plant Response. P. 317-330. In Mulongoy, K. and R. Merck. 1991. Soil Organic Matter Dynamic and Sustainability of Tropical Agriculture. John Willey and Sons. New York. Fikrinda dan Yusnizar. 2004. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Keberadaan dan Aktivitas Mikroorganisme Selulolitik. Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh Go Ban Hong. 1996. Berita HITI. Media Komunikasi Masyarakat Peminat Ilmu Tanah di Indonesia 4 (11) 15 – 16. Jakarta. Hairiah, K. 1992. Aluminium Tolerance of Mucuna a Tropical Legumes Cover Crop, desertasi, University Groningen. Netherlands. Hakim, N; M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. R. Sal., M.A. Diha., Go Ban Hong., N. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hardjowigeno, S. 1985. Genesis dan Klassifikasi Tanah. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Indriani. Y.H. 2000. Membuat Kompos Secara Kilat . Penebar Swadaya. Jakarta. Irmawati. 2000. Pengaruh Pemebrian Beberapa Bahan Amandemen Tanah Terhadap Serapan Hara dan Produksi Tanaman Kedelai Pada Tanah Ultisol. Fakultas Pertanian Unsyiah, Darussalam Banda Aceh. Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika (Terjemahan). Penerbit ITB. Bandung. Sarief, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Soepartini, S. 1978. Kimia Tanah. Penataran Penyuluhan Spesialisasi Ilmu Tanah dan Pemupukan II. Badan Pengendalian Bimas dan Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. Sposito, G. 1992. The Environment Chemistry of Aluminum. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida. Wiralaga, A dan Winarso. 1988. Pemberian Beberapa bahan Organik pada Tanah Sawah. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.