Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan April 2010, Vol. 3 No. 1, hal 1-41
ISSN 1978-1644
1
PERTUMBUHAN TUNAS NENAS LOKAL BANGKA SECARA IN-VITRO PADA MEDIA MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN THIDIAZURON Shoot Growth Of Bangka Local Pineapple in Murashighe-Skoog Media Enriched with Thidiazuron Syafarudin1, Widyastuti U2, Mustikarini ED1, Rosa Y1 1
Program Studi Agroteknologi-FPPB, Universitas Bangka Belitung, Kampus Terpadu Balunijuk, Desa Balunijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka 33126. Telpon 0717-422145 Faksimile 0717421383, Email:
[email protected] 2 Program Studi Biologi, FB, Institut Pertanian Bogor, Jl. Meranti Kampua IPB Darmaga Bogor
ABSTRACT The aim is to find out the best combination of Murashige-Skoog (MS) media and Thidiazuron (TDZ) concentrations for promoting pineapple shoot growth. Planting material used in this research is a piece of axillar shoots from the Bangka local pineapple that has been sub-cultured four times on media 2 mg/l BAP. Research used the completely randomized design in factorial that consists of 3 levels of MS media (50%,75% and 100%) combined with 4 levels of TDZ (2 mg/l BAP (control), 0.1 mg/l TDZ, 0.01 mg/l TDZ and 0.001 mg/l TDZ). Results showed that the use of 75% MS medium concentration gave the best effect on the variable of shoots appearing time (1.45 MST) and the shoots length (22.35 mm); the tabulation gives the highest average score on the variable number of shoots (6.44 shoots), explants percentage germination (97.22%) and number of leaves (8.6 pieces). The concentration of 0.01 mg/l TDZ gave the best effect of time for emerging shoots (1.51 MST) and the number of shoots (8.16 shoots). At concentrations 0.001 mg/l TDZ gave the best effect on the shoots length (28.07 mm) and number of leaves (11.12 pieces). The combination treatment of 75% MS medium and 0.01 mg/l TDZ provided the highest value for the time of emerging shoots (1.77 MST) and number of shoots at 8 MST (10.49 buds). The combination treatment of 75% MS medium with 0001 mg/l TDZ provided the highest value for the shoot length (31.22 mm) and number of leaves (11.88 pieces). Key Words: MS Media, TDZ, Bangka Local Pineapple PENDAHULUAN Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) merupakan salah satu komoditas penting unggulan Indonesia dilihat dari kegunaan dan nilai ekonominya serta mempunyai kandungan gizi yang tinggi (Naibaho et al. 2008). Selain sebagai makanan segar, nenas juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri makanan, bahan tekstil maupun sebagai bahan pakan ternak (Sitepu 2003). Buah nenas yang telah matang mengandung banyak protein, karbohidrat, kalori dan vitamin-vitamin yang sangat baik untuk dikonsumsi, selain itu buah nenas yang masih muda mengandung enzim bromelain yang dapat digunakan untuk obat kontrasepsi, sebagai zat pembekuan darah, peradangan dan sebagainya (DPTP 1994). Peran komoditas nenas pada perekonomian nasional cukup penting dan merupakan andalan ekspor Indonesia. Pada tahun 2003 ekspor nenas Indonesia menduduki urutan ke-10 dunia (DPTP
1994). Produktivitas nenas Indonesia pada tahun 2005-2006 mengalami penurunan yaitu 928.6 Ku/Ha menjadi 668.2 Ku/Ha (BPS 2007). Penurunan produktivitas tersebut menurut Naibaho et al. (2008), disebabkan karena berbagai masalah dalam aspek budidaya, terutama dalam penyediaan bibit nenas berkualitas. Guna mendapatkan produksi yang optimal dibutuhkan minimal 40.000 bibit/Ha. Bibit tersebut hendaknya seragam, bebas dari patogen dan dapat tersedia secara massal dalam waktu yang relatif singkat (PKBT 2008). Pada pertanaman nenas Queen di lapang, jumlah anakan yang dihasilkan sekitar 20-30 anakan/tahun (PKBT 2008), sehingga untuk memenuhi kebutuhan bibit perluasan 1 Ha, diperlukan waktu paling cepat sekitar 6 tahun, dimulai dari sebuah tanaman tunggal. Menurut Daisy et al. (1994), usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui teknik perbanyakan secara kultur jaringan.
Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan April 2010, Vol. 3 No. 1, hal 1-41
Zapeda dan Sagawa (1981) dalam Deviliana (2005), menyatakan bahwa sebuah crown nenas dengan 23 mata tunas, menghasilkan 16 tunas pada media MS + 25% air kelapa selama dua bulan. Kemudian disubkulturkan pada media ½ MS + 0.5 atau 1 mg/l BA menghasilkan tiga tunas aksilar selama 30 hari. Diperkirakan dalam waktu 1 tahun, 5000 planlet dapat dihasilkan dengan metode ini. Keberhasilan kegiatan kultur jaringan sebagai media perbanyakan tanaman sangat bergantung pada media yang digunakan, eksplan, dan lingkungan kerja. Media MS (Murashige dan Skoog) adalah media yang umum dan paling banyak digunakan dalam kultur jaringan terutama untuk jenis tanaman herbaceous (Gunawan 1992). Media MS memiliki kandungan N dalam jumlah yang lebih tinggi baik dalam bentuk nitrit maupun nitrat dibandingkan dengan jenis media lainnya (Hartman et al. 1997). Meskipun media MS mengandung unsur-unsur makro dalam jumlah yang lebih tinggi, namun pada kasuskasus tertentu pemakaian konsentrasi yang lebih rendah terbukti memberikan hasil yang lebih baik (Gunawan 1992). Penelitian Saputri (2005) menunjukkan bahwa pada konsentrasi media ½ MS mampu menghasilkan jumlah akar tertinggi pada tunas bawang merah, sedangkan konsentrasi media 1 MS menghasilkan jumlah akar terendah. Salah satu faktor pendukung keberhasilan kultur jaringan ialah dengan pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Pada umumnya ZPT yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah dari golongan sitokinin dan auksin Wattimena (1992). ZPT sitokinin sering digunakan dalam perbanyakan secara in-vitro untuk mendapatkan multiplikasi yang tinggi, serta untuk menginduksi tunas aksilar. Golongan sitokinin yang aktif diantaranya adalah Benzyl Amino Purine (BAP) dan Thidiazuron (TDZ) (Gunawan 1992). Ekawati (2006), menyatakan bahwa faktor tunggal BAP memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah jumlah tunas pada dua klon nenas cv. Smooth Cayenne pada media pengakaran. Menurut Yusnita et al. (1999) pucuk dasar buah nenas cv. Queen yang ditumbuhkan pada media 1 MS + 2 mg/l BAP tanpa NAA menghasilkan tunas terbanyak yaitu 6.6 tunas. Persentase multiplikasi tunas tertinggi diperoleh pada perlakuan 2 dan 4 mg/l BAP yaitu 94% dan 100%. Pada perlakuan konsentrasi 2 mg/l BAP mampu memberikan pengaruh yang terbaik terhadap peubah jumlah tunas dari eksplan yang bertunas (Ekawati 2006).
ISSN 1978-1644
2
TDZ aktif pada konsentrasi rendah sebagai ZPT yang potensial dalam perbanyakan berbagai jenis tanaman. TDZ lebih efektif dibandingkan BAP dalam menstimulasi perkembangan kuncup aksilar dari tunas Phalaenopsis (Kerns dan Meyer 1986 dalam Devilana 2005). Deviliana (2005), menyimpulkan bahwa pada konsentrasi 1x10-1 mg/l TDZ menghasilkan jumlah tunas aksilar dan tunas adventif tertinggi terhadap eksplan dari mata tunas mahkota buah nenas golongan Queen. Konsentrasi TDZ di bawah 1x10-2 mg/l mampu menginduksi pembentukan tunas secara langsung, tetapi menghasilkan kurang dari 2 tunas per eksplan. Oleh karena itu, perlu diketahui konsentrasi media MS dan TDZ yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tunas nenas lokal Bangka secara invitro. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor (IPB). Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Desember 2008 sampai dengan April 2009. Alat yang digunakan adalah gelas ukur, cawan petri, pipet tetes, pipet mikro, erlenmeyer, labu ukur, botol kultur, petridish, autoklaf, alatalat diseksi, karet gelang, korek api, tisue gulung, lampu bunsen, oven, Laminar Air Flow Cabinet, Hot Plate Magnetik Stirer, timbangan analitik, pH meter dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah potongan mata tunas aksilar nenas lokal Bangka yang telah disubkulturkan sebanyak 4 kali pada media MS + 2 mg/l BAP, alkohol, KOH, HCl, air akuades, garam-garam an-organik, vitamin, gula (sukrosa), asam amino, bahan pemadat (gelrite), DMSO dan ZPT sitokinin (TDZ dan BAP). Penelitian menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial (3 x 4), yaitu 3 taraf konsentrasi media MS (50%, 75% dan 100%) yang dikombinasikan dengan 4 taraf konsentrasi TDZ (2 mg/l BAP (kontrol), 0.1 mg/l TDZ, 0.01 mg/l TDZ dan 0.001 mg/l TDZ). Kegiatan penelitian meliputi sterilisasi alat dan bahan, pembuatan larutan stok media komposisi MS, pembuatan larutan stok ZPT (BAP dan TDZ), pembuatan media perlakuan, penyiapan eksplan dan penanaman. Pengamatan dilakukan 1 minggu sekali sampai tanaman berumur 8 minggu setelah
Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan April 2010, Vol. 3 No. 1, hal 1-41
ISSN 1978-1644
tanam. Pengamatan pertumbuhan meliputi peubah waktu muncul tunas (MST), jumlah tunas per eksplan dari eksplan yang bertunas, panjang tunas (mm) dan jumlah daun (helai). Metode analisis keragaman data dilakukan analisis varian taraf kepercayaan 95%, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji rerata beda nyata terkecil (BNT) 5%.
Peubah yang Diamati
Tabel 1. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi media MS dan TDZ terhadap pertumbuhan tunas nenas lokal Bangka Peubah yang Diamati Waktu muncul tunas (MST) Eksplan bertunas (%) Jumlah tunas 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Panjang tunas (mm) Jumlah daun (helai) F Tabel 5% 1%
Media MS 7.26sn 1.64tn 0.21tn 0.03tn 0.06tn 0.003tn 1.41tn 4.41n 1.38tn 3.44 5.72
6.99sn 2.11tn 10.2sn 9.77sn 5.95sn 5.65sn 7.91sn 23.42sn 28.89sn 3.05 4.82
3.64sn 1.77tn 3.89sn 3.70sn 2.27n 2.23tn 3.85sn 7.64sn 8.71sn 2.26 3.18
tunas (22.35 mm) serta secara tabulasi menghasilkan nilai yang tertinggi pada peubah persentase eksplan bertunas (97.22%), jumlah tunas (6.44 tunas) dan jumlah daun (8.55 helai) dibandingkan dengan eksplan yang dikulturkan pada konsentrasi media 50% MS dan 100% MS (Tabel 2). Tabel 2. Nilai rerata pengaruh konsentrasi media MS terhadap pertumbuhan tunas nenas lokal Bangka
HASIL DAN PEMBAHASAN
F. Hitung Interak TDZ si
3
KK (%) 17.78 12.28 32.16 29.05 34.64 35.43 32.46 16.92 20.35
Keterangan: KK : Koefisien keragaman n : Berpengaruh nyata pada taraf α 5% sn : Berpengaruh sangat nyata pada taraf α 1% tn : Berpengaruh tidak nyata pada taraf α 5% MST : Minggu setelah tanam
Faktor tunggal media MS (Murashige dan Skoog) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap waktu muncul tunas, berpengaruh nyata terhadap panjang tunas serta berpengaruh tidak nyata terhadap persentase eksplan bertunas, jumlah tunas dan jumlah daun. Faktor tunggal TDZ (Thidiazuron) berpengaruh sangat nyata pada semua peubah kecuali pada peubah persentase eksplan bertunas. interaksi perlakuan antara konsentrasi media MS dan TDZ berpengaruh sangat nyata pada peubah waktu muncul tunas, jumlah tunas pada 4, 5 dan 8 MST, panjang tunas dan jumlah daun serta berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada 6 MST dan berpengaruh tidak nyata terhadap persentase eksplan bertunas dan jumlah tunas pada 7 MST. Penggunaan konsentrasi media MS (Murashige dan Skoog) yang berbeda ternyata memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan eksplan dari potongan tunas aksilar tanaman nenas lokal Bangka. Berdasarkan hasil uji BNT, perlakuan konsentrasi media 75% MS memberikan pengaruh yang terbaik pada peubah waktu muncul tunas (1.45 MST) dan panjang
Konsentrasi Media MS 50% MS
Waktu Muncul Tunas (MST) 1.10b
88.88
5.16
75% MS
1.45a
97.22
6.44
1.26b
94.44
6.05
100% MS
Eksplan Bertunas (%)
Jumlah Tunas
Panjang Tunas (mm)
Jumlah Daun (helai)
50% MS
18.19b
8.07
75% MS
22.35a
8.52
20.52ab
7.49
100% MS
Keterangan:
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf α 5%.
Data pada tabel 2 menunjukkan secara keseluruhan penggunaan konsentrasi media 50% MS memberikan nilai yang terendah terhadap semua peubah yang diamati. Sementara itu pada konsentrasi media 100% MS pertumbuhan eksplan tampak menurun jika dibandingkan dengan kondisi eksplan pada konsentrasi media 75% MS. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan konsentrasi media 75% MS memberikan pengaruh positif untuk pertumbuhan yang optimal terhadap eksplan dari tunas nenas lokal Bangka. Kebutuhan eksplan akan unsur hara sangat bergantung pada jenis tanaman yang digunakan. Ramadiana et al. (2008) melaporkan bahwa media dasar 75% MS lebih tepat untuk perkecambahan biji dan pertumbuhan protokorm anggrek Dendrobium hibrida. Yuniyati (2005), juga melaporkan bahwa pada konsentrasi media 75% MS akan menghasilkan jumlah tunas anakan dan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan pada konsentrasi media 100% MS untuk kultur Alocasia suhirmaniana. Menurut Rosmankam dan Yuwono (2002), ketersediaan unsur hara dalam jumlah optimal selama masa pertumbuhan berdampak terhadap peningkatan laju pertumbuhan. Unsur hara terutama N dimanfaatkan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein (Wethrell 1982). Pada proses pembelahan sel, protein merupakan sumber energi untuk
Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan April 2010, Vol. 3 No. 1, hal 1-41
Tabel 3. Nilai rerata pengaruh konsentrasi TDZ terhadap pertumbuhan tunas nenas lokal Bangka Peubah yang Diamati Waktu Muncul Tunas (MST)
Eksplan Bertunas (%)
Jumlah Tunas
1.20bc
96.29
6.08b
1.04c
88.88
3.83c
0.01 mg/l TDZ
1.51a
100
8.16a
0.001 mg/l TDZ
1.33b
88.88
5.46bc
2 mg/l BAP (kontrol) 0.1 mg/l TDZ
Panjang Tunas (mm) 17.24bc
Jumlah Daun (helai) 8.44b
0.1 mg/l TDZ
15.36c
4.1c
0.01 mg/l TDZ
20.51b
8.47b
0.001 mg/l TDZ
28.06a
11.10a
2 mg/l BAP (kontrol)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf α 5%.
Pada tabel 3 terlihat bahwa perlakuan konsentrasi 0.01 mg/l TDZ memberikan pengaruh yang terbaik pada peubah waktu muncul tunas (1.51 MST) dan jumlah tunas (8.16 tunas) serta menghasilkan 100% eksplan bertunas. Sementara
itu pada konsentrasi 0.001 mg/l memberikan pengaruh yang terbaik pada peubah panjang tunas (28.06 mm) dan jumlah daun (11.10 helai). Eksplan yang dikulturkan pada media yang diperkaya dengan TDZ (0.01-0.001 mg/l) tampak memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap semua peubah yang diamati dibandingkan pada media yang diperkaya 2 mg/l BAP (kontrol). Menurut Pierik (1989) dalam Devilana (2005), Nphenyl-N2-1,2,3,-thiadiazol-5-yluria, TDZ (Thidiazuron) merupakan sitokinin sintetis turunan dari phenylurea. Pada berbagai tanaman TDZ berpengaruh dalam mendorong pertumbuhan sel dan kultur kalus, meningkatkan jumlah tunas in-vitro dan merangsang embriogenesis somatik serta mematahkan dormansi tunas. TDZ lebih epektif dibandingkan BAP dalam menstimulasi perkembangan kuncup aksilar dari tunas Phalaenopsis (Mok et al. 1982 dalam Deviliana 2005). Rostiana (2002) juga melaporkan bahwa untuk kultur tunas pucuk dari kecambah aseptik tanaman anis (Pimpinella anisum L.), sitokinin sitetik tipe urea (TDZ) lebih cepat dan memacu pertumbuhan tunas dan jumlah daun lebih baik dibandingkan sitokinin sintetik tipe purin (BAP). Hal ini terjadi karena TDZ memiliki struktur kimia yang lebih stabil, sehingga akan didegradasi lebih lambat oleh sitokinin oksidase dibandingkan BAP (Hartmann et al. 1997). TDZ juga dapat mengaktifkan biosintesis sitokinin endogen tipe purin, serta mempengaruhi metabolismenya yang dapat menyebabkan respon ganda pada eksplan. Akibatnya jumlah tunas baru yang dihasilkan akan lebih banyak (Mok and Mok 1987 dalam Rostiana 2002). 12 10
Jumlah Tunas
terjadinya proses meiosis dan mitosis (Rosmankam dan Yuwono 2002). Pada konsentrasi media 50% MS eksplan tampak menghasilkan pertumbuhan tunas yang lebih rendah dan cenderung untuk membentuk perakaran. Keadaan seperti ini diperlihatkan juga pada kultur mawar yang dilakukan oleh Marlina (2004), di mana pada konsentrasi media kurang dari 100% MS menghasilkan ukuran dan jumlah akar terus meningkat tetapi ukuran dan jumlah tunas semakin menurun. Yuniyati (2005) menyatakan bahwa perakaran dapat terjadi pada media MS berkonsentrasi penuh, tetapi pengaruh media terhadap pengakaran akan lebih baik jika media MS yang digunakan hanya setengah konsentrasi. Hal ini diduga terjadi karena pada kondisi media yang minim unsur hara akan merangsang tunas untuk membentuk perakaran sehingga laju multiplikasi tunas menjadi terhambat. Sementara itu pada konsentrasi media 100% MS pertumbuhan tunas tampak menurun. Wethrell (1982), menyebutkan bahwa media MS memiliki kelebihan nitrogen (N) dalam kandungan campuran nitrat dan amoniumnya. Menurut Rosmankam dan Yuwono (2002), ketersediaan unsur hara yang terlalu tinggi pada media akan berdampak tidak baik terhadap pertumbuhan. Akumulasi unsur hara yang tinggi akan bersifat toksik dan akibatnya laju pertumbuhan eksplan menjadi terhambat.
Konsentrasi TDZ
4
ISSN 1978-1644
STDEV : 2 mg/l BAP 0.1 mg/l TDZ 0.01 mg/l TDZ 0.001 mg/l TDZMS
= = = =
1.73, 0.28, 0.67, 1.18,
1.88, 0.63, 0.61, 1.12,
2.39, 1.12, 1.35, 1.28,
2.58, 2.53 0.9, 1.35 1.68, 1.49 1.23, 1.27
8
8.16
6
6.08 5.46
4
3.83
2 0 4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
Waktu Pengamatan 2 mg/l BAP
Gambar
1.
0.1 mg/l TDZ
0.01 mg/l TDZ
0.001 mg/l TDZ
Pengaruh Konsentrasi TDZ terhadap pertambahan jumlah tunas pada 4-8 MST
Pada gambar 1 menunjukkan penurunan konsentrasi dari 0.1 mg/l menjadi 0.01 dan 0.001 mg/l TDZ ternyata dapat memacu pertambahan jumlah tunas menjadi lebih tinggi. Sementara itu nilai terendah terhadap semua peubah yang diamati diperoleh pada konsentrasi 0.1 mg/l TDZ.
Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan April 2010, Vol. 3 No. 1, hal 1-41
ISSN 1978-1644
Menurut Kerns dan Meyer (1986) dalam Devilana (2005), hal tersebut disebabkan karena TDZ mempunyai aktivitas sitokinin yang tinggi pada konsentrasi rendah, akibatnya terjadi pembelahan sel yang terlalu aktif, sehingga pembentukan organ tidak terorganisasi. Semakin
5
tinggi konsentrasi TDZ ini akan semakin menghambat pertumbuhan eksplan. Menurut Wattimena et al. (1992), apabila kejenuhan sitokinin eksogen pada eksplan cenderung tidak memiliki respon lagi terhadap pertumbuhan (perpanjangan dan pembesaran sel).
Tabel 4. Nilai rerata pengaruh interaksi konsentrasi media MS dan TDZ terhadap pertumbuhan tunas nenas lokal Bangka Peubah yang Diamati Interaksi Perlakuan Konsentrasi Media MS*TDZ
Waktu Muncul Tunas (MST)
Eksplan Bertunas (%)
Jumlah Tunas
Panjang Tunas (mm)
50% MS*2 mg/l BAP 50%MS*0.1 mg/l TDZ
1.2bc 0.77d
100 77.77
6.60bc 3.94cd
50% MS*0.01 mg/l TDZ 50% MS*0.001 mg/l TDZ
1.27bc 1.18bc
100 77.77
5.16cd 4.94cd
75% MS*2 mg/l BAP 75% MS*0.1 mg/l TDZ 75% MS*0.01 mg/l TDZ 75% MS*0.001 mg/l TDZ
1.25bc 1.30bc
4.60cd 5.16cd
1.77a 1.50ab
100 100 100 88.88
10.49a 5.49cd
16.10de 14.77de 18.10cde 23.77bc 17.44de 17.44de 23.33c
8.44cd 5.10ef 7.21de 11.55ab 8.44cd 4.77ef 9.33abcd
100% MS*2 mg/l BAP 100% MS*0.1 mg/l TDZ
1.16bc 1.05cd
88.88 88.88
7.05bc 2.38d
31.22a 18.88cde 13.88e 20.11cd 29.21ab
11.88a 8.44cd 2.44f 8.88bcd 10.22abc
Jumlah Daun (helai)
100% MS*0.01 mg/l TDZ 1.50ab 100 8.83ab 100% MS*0.001 mg/l TDZ 1.31bc 100 5.94bc Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf α 5%.
Pada tabel 4 menunjukkan secara keseluruhan interaksi antara konsentrasi media MS dan TDZ memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua peubah kecuali pada peubah persentase eksplan bertunas. Persentase eksplan bertunas dalam penelitian ini berkisar antara 77.77-100%. Bahan tanam yang digunakan adalah tunas aksilar yang sudah mengalami subkultur sebanyak 4 kali pada media MS + 2 mg/l BAP. Menurut yusnita et al. (1999), bertambahnya subkultur menyebabkan propagul lebih lama terekspose pada sitokinin. Hal ini membuat propagul menjadi lebih responsif terhadap sitokinin sehingga kemampuan eksplan untuk membentuk tunas meningkat. Pada interaksi perlakuan antara konsentrasi media 75% MS dengan 0.01 mg/l TDZ tampak memberikan pengaruh yang terbaik terhadap waktu muncul tunas (1.77 MST) dan jumlah tunas (10.49 tunas). Pada interaksi perlakuan antara konsentrasi media 75% MS dengan 0.001 mg/l TDZ tampak memberikan pengaruh yang terbaik terhadap panjang tunas (31.22 mm) dan jumlah daun (11.88 helai). Sementara itu pada interaksi perlakuan antara konsentrasi media 50%
MS dengan 0.1 mg/l TDZ tampak memberikan nilai yang terendah terhadap semua peubah yang diamati (Gambar 2). Penggunaan konsentrasi media 75% MS menunjukkan adanya interaksi yang positif dalam menunjang pertumbuhan tunas nenas lokal Bangka. Sementara itu penggunaan konsentrasi TDZ yang tinggi cenderum menurunkan laju pertumbuhan eksplan. Kondisi media dengan kandungan unsur hara yang cukup dan ditunjang dengan penambahan sitokinin yang seimbang akan memacu pertumbuhan tunas pada eksplan menjadi lebih baik. Sementara itu pada media yang minim unsur hara dapat menyebabkan respon eksplan terhadap penambahan sitokinin eksogen menjadi menurun. Kandungan unsur hara terutama N yang terlalu tinggi akan menjadi toksik (racun) yang berdampak tidak baik bagi pertumbuhan eksplan (Rosmankam dan Yuwono 2002). Akumulasi N yang bersifat toksik dapat mempengaruhi menurunnya respon eksplan terhadap penambahan sitokinin eksogen, sehingga proses pembelahan sel menjadi terhambat (Wattimena et al. 1992).
Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan April 2010, Vol. 3 No. 1, hal 1-41
ISSN 1978-1644
6
Gambar 2. Kondisi eksplan dari masing-masing interaksi perlakuan (konsentrasi media MS*TDZ) pada 8 minggu setelah tanam. Keterangan : M1T0 :
50% MS*2 mg/l BAP
M2T0 :
75% MS*2 mg/l BAP
M3T0:
100% MS*2 mg/l BAP
M1T1 :
50% MS*0.1 mg/l TDZ
M2T1 :
75% MS*0.1 mg/l TDZ
M3T1:
100% MS*0.1 mg/l TDZ
M1T2 :
50% MS*0.01 mg/l TDZ
M2T2 :
75% MS*0.01 mg/l TDZ
M3T2 :
100% MS*0.01 mg/l TDZ
M1T3 :
50% MS*0.001 mg/l TDZ
M2T3 :
75% MS*0.001 mg/l TDZ
M3T3 :
100% MS*0.001 mg/l TDZ
KESIMPULAN 1. Konsentrasi media 75% MS memberikan pengaruh yang terbaik pada peubah waktu muncul tunas (1.45 MST) dan panjang tunas (22.35 mm), serta memberikan rerata nilai tertinggi pada peubah persentase eksplan bertunas (97.22%), jumlah tunas (6.44 tunas) dan jumlah daun (8.6 helai). 2. Konsentrasi 0.01 mg/l TDZ memberikan perngaruh terbaik pada peubah waktu muncul tunas (1.51 MST) dan jumlah tunas (8.16 tunas). Pada konsentrasi 0.001 mg/l TDZ memberikan pengaruh yang terbaik pada peubah panjang tunas (28.07 mm) dan jumlah daun (11.12 helai). 3. Interaksi perlakuan antara media 75% MS dengan 0.01 mg/l TDZ memberikan nilai yang tertinggi pada peubah waktu muncul tunas (1.77 MST) dan jumlah tunas pada 8 MST (10.49 tunas). Interaksi perlakuan antara media 75% MS dengan 0.001 mg/l TDZ memberikan nilai yang tertinggi pada peubah panjang tunas (31.22 mm) dan jumlah daun (11.88 helai).
DAFTAR PUSTAKA BPS
Indonesia. 2007. BADAN PUSAT STATISTIK. www.bps.go.id [28 Desember 2008]. Deviliana MR. 2005. Pengaruh Sitokinin (TDZ) dan Auksin (IAA dan NAA) terhadap Multipikasi Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) cv. Queen dalam Perbanyakan Kultur Jaringan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. DPTP. 1994. Penuntun Budidaya Hortikultura (Nenas). Proyek Peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Bengkulu: Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Provinsi Daerah Tingkat I Bengkulu. Ekawati M. 2006. Pengaruh Media Multiplikasi Terhadap Pembentukan Akar Dari Tunas In Vitro Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) cv. Smooth Cayeene Pada Media Pengakaran. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan April 2010, Vol. 3 No. 1, hal 1-41
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hartman HT., Kester DE, Davies FT and Geneve RL. 1997. Plant Propagation Principles And Practices. Sixth Edition. Prentice Hall., Intl. Inc. Philipines. Mustikarini ED., Sobir dan Surahman M. 2007. Analisis Pola Hubungan antara Bahan Perbanyakan Vegetatif Berdasarkan Morfologi, Isozim dan Fitohormon pada Nenas Subang. Universitas Bangka Belitung;Jurnal Enviagro. 1 (1): 27-36. Naibaho N., Darma K., Sobir dan Suhartanto MR. 2008. Perbanyakan Massal Bibit Nenas Dengan Stek Daun. Bogor: Pusat Kajian Buah Tropika. LPPM IPB. PKBT. 2008. Data Base Buah-buahan Tropika. LPPM IPB. http://www.rusnasbuah.or.id/template.php?l =db_menu.php&m=com_home.php&com_i d=1 [30 November 2008]. Rosmankam A dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Jakarta: Agromedia Pustaka Rostiana O. 2002. Aplikasi Sitokinin Tipe Purin dan Urea Pada Multiplikasi Tunas Anis
ISSN 1978-1644
7
(Pimpinellla anisum L.) in vitro. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obar Aromatik. Sitepu FET. 2003. Merangsang Pembungaan dan Pembuangan Tunas Untuk Meningkatkan Produksi dan Kualitas Nenas library.usu.ac.id/download/fp/bdp-ferry.pdf - 37k - View as html [20 Juli 2007]. Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wattimena GA, et al. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wethrell DF. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Semarang: IKIP Semarang Press. Yuniyati N. 2005. Pengaruh Konsentrasi Media MS dan NAA Terhadap Pengakaran Alocasia suhirmaniana Secara In Vitro. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.