J. Tek. Ling
Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”
Hal. 31 - 39
Jakarta, Juni 2012
ISSN 1441-318X
PERTUMBUHAN Scirpus grossus SERTA Paspalum notatum DAN DEGRADASI MINYAK PADA SISTEM FITOREMEDIASI MINYAK MENTAH SEGAR Budhi Priyanto Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung 412, Kawasan PUSPIPTEK Serpong Abstrak Pengujian kemampuan Paspalum notatum dan Scirpus grossus untuk mendegradasi minyak secara fitoremediasi telah diuji di laboratorium pada tanah tercemar minyak lama (TPH 3,1%) yang diberi tambahan 1% b/b minyak mentah segar. Jumlah anakan diamati selama 12 minggu dan parameter pertumbuhan lain serta kandungan minyak dalam tanah ditetapkan pada akhir percobaan. Hasilnya menunjukkan, bahwa minyak mentah segar menghambat pembentukan anakan P. notatum dan sebaliknya sangat mendorong pembentukan anakan pada S. grossus. Pemberian minyak mentah juga memacu pemanjangan akar dan biomassa tunas S. grossus, masing-masing sebesar 40,4% dan 111%. Pemberian minyak mentah segar mengubah alokasi biomassa; pada P. notatum nisbah berat kering tunas terhadap akar turun dengan 24,2% sedangkan pada S. grossus naik dengan 132,4%. Tingkat kehilangan minyak dari tanah setelah 12 minggu inkubasi adalah sebesar 43,4% pada S. grossus dan 46,8% pada P. notatum. P. notatum dapat direkomendasikan untuk fitoremediasi lahan yang tercemar minyak bumi, sedangkan S. grossus lebih cocok untuk lahan basah yang tercemar minyak. Kata kunci: pencemaran minyak, fitoremediasi, rumput, Paspalum notatum, Scirpus grossus Abstract A laboratory experiment was set up to examine the vegetative growth and total crude oil removal from a phytoremediation system using Paspalum notatum and Scirpus grossus. The phytoremediation system consists of weathered oil-polluted soil (TPH 3,1%) with and without 1% w/w of fresh crude oil addition. The results show that in the presence of fresh crude oil, the number of new plantlets of P. notatum decreased but the number of new plantlets of S. grossus increased significantly. Addition of fresh crude oil also promoted the root length and shoot dry weight of S. grossus by 40.4% and 111%, respectively. The presence of fresh crude oil in the soil changed the biomass allocation significantly; the shoot to root dry weight ratio of P. notatum decreased by 24.2% and of S. grossus increased by 132.4%. The crude oil removal level at the end of week 12 was 43.4% for S. grossus and 46.8% for P. notatum. It is concluded that P. notatum is recommended for phytoremediation system on dry land which is contaminated by up to 4% of crude oil. Key words: crude oil pollution, phytoremediation, grass, Paspalum notatum, Scirpus grossus
Pertumbuhan Scirpus Grossus,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 31 - 39 31
1. PENDAHULUAN Sumber pencemaran minyak di lingkungan sumur tua tambang minyak rakyat di Desa Hargomulyo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, terdiri atas minyak mentah yang sudah lama berada dalam tanah dan minyak mentah segar. Diduga terdapat perbedaan karakter pada kedua jenis pencemar itu, sehingga dampak dari keberadaan minyak mentah segar terhadap pertumbuhan rumput sebagai agensia fitoremediasi perlu diteliti. Fitoremediasi dipandang sebagai teknologi yang tepat untuk diterapkan di lingkungan sumur tua karena relatif mudah diadaptasi dan dipelihara, serta metodenya sederhana dan berbiaya relatif rendah1,2,3. Penelitian-penelitian terdahulu 4,5,6 menunjukkan, bahwa aktivitas enzimatik dan populasi mikroba di daerah perakaran rumput ternyata meningkat dan degradasi minyak dalam tanah yang ditanami meningkat sebesar 3-4 kali lebih tinggi daripada di tanah yang tidak ditanami. Laporan kami terdahulu7 telah menguraikan peranan lima jenis rumput pada degradasi minyak di tanah yang tercemar minyak mentah lama dan air formasi di Kecamatan Kedewan. Dalam makalah ini disampaikan hasil lanjutan penelitian fitoremediasi pada tanah yang tercemar minyak mentah segar dengan menggunakan dua jenis rumput yang terbaik dari percobaan itu, yaitu P. notatum dan S. grossus. Percobaan ini bertujuan melihat pengaruh penambahan minyak mentah segar terhadap pertumbuhan P. notatum dan S. grossus serta degradasi minyak total dari sistem. Toleransi rumput terhadap minyak dinilai dari komponen pertumbuhan vegetatif dan kapasitas degradasi minyak dinilai dari sisa minyak yang ada dalam tanah pada akhir inkubasi. 2.
BAHAN DAN METODE
2.1. Sumber minyak mentah segar dan tanah tercemar minyak bumi Minyak mentah segar diperoleh dari 32
sumur tua D77 di Desa Hargomulyo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro. Tanah yang telah lama tercemar minyak bumi diambil dari sumur minyak PT Pertamina di Desa Semanggi, Kabupaten Blora. Hasil analisis menunjukkan, bahwa kandungan minyak total (TPH) dari tanah tercemar ini adalah 3,1% (bobot/bobot kering angin). 2.2. Perlakuan percobaan, penanaman dan pemeliharaan rumput Percobaan ini dilaksanakan dengan mengikuti pola percobaan faktorial dengan 2 faktor, yaitu jenis rumput (2 level jenis) dan cekaman minyak mentah segar (2 level). Jenis rumput yang digunakan adalah walingi (Scirpus grossus) yang diambil dari rawa di Desa Cogreg, Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor, dan rumput bahia (Paspalum notatum) yang diperoleh dari Fakultas Peternakan IPB. Rumput diaklimatisasi dalam pot pembibitan individual yang berisi medium tanah yang sama dengan yang dipakai dalam pot perlakuan, tetapi tanpa penambahan minyak mentah segar. Penyiapan medium tanam dilakukan dengan cara sebagai berikut. Tanah kering angin yang lolos lubang ayakan 0,5 cm dicampur dengan kompos daun secara merata (tanah:kompos = 4:1). Campuran medium diberi tambahan minyak mentah segar (0% dan 1% berat tanah) dan diaduk secara merata. Kemudian ditambahkan air dalam jumlah yang cukup agar kelembaban tanah 60% dari kapasitas lapangannya. Medium diisikan ke dalam pot dan ditanami dengan dua rumpun bibit rumput yang telah diaklimatisasi selama sebulan. Tanaman dipupuk dengan pupuk lengkap berkadar N, P, dan K setara masing-masing 50 kg N, 10 kg, P2O5 dan 40 kg K2O per ha. Pupuk diberikan pada saat tanam dan 6 minggu setelah tanam. Penyiraman air dilakukan setiap 2-4 hari sebanyak 0,5 l per pot, bergantung pada pertumbuhan tanaman dan cuaca.
Priyanto, B., 2012
Serangan hama ditekan dengan akarisida dan insektisida kontak yang diaplikasikan secara hati-hati pada dosis sesuai anjuran. Jumlah tunas per rumpun dihitung setiap 2 minggu. Setelah masa pertumbuhan selama 12 minggu, rumput dicabut dari pot dengan hari-hati agar akar rumput tidak rusak, dan perakaran dibersihkan dari partikel tanah yang masih melekat. Setelah dicuci bersih dan ditiriskan, tunas dan akar segar diukur panjang dan beratnya. Tunas dan akar kemudian dimasukkan dalam oven untuk dikeringkan pada suhu 60°C hingga berat konstan. Biomassa segar dan kering oven tunas dan akar ditetapkan dengan penimbangan, sedangkan panjang tunas dan akar diukur dengan mistar.
tunas. Gambar 1 memperlihatkan jumlah anakan atau tunas per rumpun induk pada selang pengamatan setiap 2 minggu.
2.3. Analisis minyak Kandungan minyak dinyatakan sebagai total petroleum hydrocarbon (TPH) dan ditetapkan secara gravimetri menurut metode yang diterangkan dalam EPA Test Method 3540 C8. 2.4. Analisis data Data dianalisis merujuk pada prosedur yang diterangkan oleh Steel dan Torrie9 dan Gomez and Gomez10. Signifikansi perbedaan rerata perlakuan dipertimbangkan pada level 5% dan 1%. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pertumbuhan anakan Keberhasilan fitoremediasi antara lain ditentukan oleh luasnya penetrasi akar ke dalam tanah yang tercemar minyak11. Rumput yang mempunyai stolon atau rizoma dapat menyebar dan menguasai areal tumbuh dengan cepat karena membentuk perakaran yang intensif pada setiap buku stolon atau rizoma. Parameter yang mencerminkan kemampuan itu adalah jumlah anakan atau
Gambar 1. Pertambahan jumlah anakan pada rumput P. notatum (atas) dan S. grossus (bawah)
Tampak, bahwa jumlah anakan per rumpun pada S. grossus yang ditanam pada tanah mengandung minyak mentah segar selalu lebih banyak daripada yang ditanam pada medium tanah tercemar saja. Sebaliknya, jumlah anakan pada P. notatum yang ditanam pada tanah yang mengandung minyak mentah segar segera terhambat setelah hari ke-4. Secara absolut, jumlah anakan pada P. notatum selalu lebih sedikit daripada pada S. grossus.
Pertumbuhan Scirpus Grossus,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 31 - 39 33
Tabel 1. Jumlah anakan per rumpun pada minggu ke-12 Jenis rumput
Minyak mentah segar Dengan
Tanpa
Selisih
P. notatum
2,17 a
5,67 a
-3,50 tn
S. grossus
34,86 c
22,00 b
12,86 **
Selisih
-32,69 ** -16,33 **
** = nyata pada level 1%, * = nyata pada level 5%, tn = tidak nyata. Angka dengan tanda huruf sama adalah tidak berbeda nyata (Uji Duncan, 5%)
Seperti terlihat pada Tabel 1, pada akhir minggu ke-12 jumlah anakan pada P. notatum secara nyata lebih sedikit daripada jumlah anakan S. grossus, baik pada perlakuan dengan maupun tanpa minyak mentah segar. Secara keseluruhan, pemberian minyak mentah segar memacu secara nyata pertumbuhan anakan pada S. grossus; sebaliknya di bawah cekaman minyak mentah segar, pembentukan anakan baru pada P. notatum tampak tertekan (meskipun secara statistik tidak nyata). Tingkat penghambatan pada P. notatum adalah sebesar 61,8%, sedangkan tingkat promosi pembentukan anakan pada S. grossus adalah sebesar 58,5% dari jumlah anakan di tanah yang tidak diberi tambahan minyak mentah segar. Dari nilai rata-rata kedua jenis rumput, penambahan minyak mentah segar meningkatkan secara nyata jumlah anakan yang terbentuk. Karakteristik pertumbuhan S. grossus adalah mempunyai stolon yang pendek di dalam tanah yang bercabang-cabang dengan anakan tegak. Dengan cara ini, S. grossus dengan cepat membentuk koloni rapat dan tegak dengan kuat. Di rawa Desa Cogreg, koloni S. grossus mendominasi jenis rumput di lapangan yang basah. Pada percobaan ini, rumput tersebut mampu membentuk anakan dengan cepat sehingga menciptakan koloni yang rapat dalam pot. P. notatum membentuk lebih sedikit anakan. Namun rizoma jenis ini kuat, bercabang-cabang serta berakar tebal dan 34
kuat, sehingga dalam jangka panjang akan mengikat tanah dengan kuat. Dari pengamatan terhadap tanaman dalam pot di laboratorium dan tanaman di lapangan yang tercemar minyak, secara visual tidak terdapat perbedaan karakteristik pertumbuhan antara rumput yang tumbuh pada tanah yang tercemar minyak lama maupun yang diberi tambahan minyak mentah segar. 3.2. Panjang tunas dan akar Di bawah cekaman minyak mentah segar, respon rumput dalam pemanjangan tunas (Tabel 2) ternyata berbeda dengan responnya dalam pemanjangan akar (Tabel 3). Tabel 2. Panjang tunas (cm) pada akhir minggu ke-12 Jenis rumput
Minyak mentah segar Dengan
Tanpa
Selisih
P. notatum
56,00
50,00
6,00 tn
S. grossus
50,70
43,90
6,78 tn
Selisih
5,3 tn
6,1 tn
** = nyata pada level 1%, * = nyata pada level 5%, tn = tidak nyata. Tabel 3. Panjang akar (cm) pada akhir minggu ke-12 Jenis rumput P. notatum S. grossus
Minyak mentah segar Dengan
Tanpa
Selisih
74,17 a
85,97 a
-11,81 tn
52,41 b
37,33 d
15,07 *
21,76 *
48,64 **
rerata dari 3 ulangan. ** = nyata pada level 1%, * = nyata pada level 5%, tn = tidak nyata. Angka dengan tanda huruf sama adalah tidak berbeda nyata (Uji Duncan, 5%)
a
Seperti yang tampak pada Tabel 2, cekaman minyak mentah segar cenderung meningkatkan pertumbuhan tunas (panjang daun dan batang) rumput yang diuji. Secara umum, tingkat promosi pemanjangan tunas pada P. notatum adalah sebesar 12% dan
Priyanto, B., 2012
pada S. grossus adalah sebesar 15,5%. Namun secara statistika tidak ada perbedaan yang nyata dari pengaruh minyak mentah segar maupun jenis rumputnya. Volume akar dari suatu tanaman rumput ditentukan oleh jumlah bagian stolon yang berakar (dalam hal ini dinyatakan sebagai jumlah anakan) dan panjang akar. Dalam fitoremediasi, akar tanaman merupakan organ yang mengalami kontak langsung dengan pencemar minyak di dalam tanah. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan akar mencerminkan kemampuan adaptasi tumbuhan pada tanah tercemar minyak. Seperti yang tampak pada Tabel 3, pemanjangan akar pada P. notatum terhambat sebesar 13,7% di bawah cekaman minyak mentah segar; namun secara statistika tidak ada beda yang nyata antara perlakuan dengan dan tanpa cekaman minyak mentah segar. Sebaliknya, pemanjangan akar S. grossus di bawah cekaman minyak mentah segar terpacu sebesar 40,4% dan perbedaannya secara statistika nyata. Secara keseluruhan P. notatum mempunyai akar yang nyata lebih panjang daripada S. grossus. 3.3. Biomassa tunas dan akar Alokasi biomassa rumput pada pembentukan tunas dan akar di bawah cekaman minyak mentah segar disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Seperti terlihat pada Tabel 4, penambahan minyak mentah segar menekan akumulasi berat kering tunas sebesar 62,89%, walaupun angka ini secara statistik tidak bermakna nyata. Sebaliknya, berat kering tunas pada S. grossus mengalami kenaikan yang sangat nyata sebesar 111,15%. Pada rata-rata kedua jenis rumput, pemberian minyak mentah segar secara nyata meningkatkan berat kering tunas. Sedangkan pada rata-rata perlakuan minyak mentah segar, S. grossus secara sangat nyata mengakumulasi lebih banyak bahan kering. Pada Tabel 5 terlihat, bahwa secara
absolut biomassa (berat kering) akar S. grossus selalu secara sangat nyata lebih besar daripada biomassa akar P. notatum, baik pada perlakuan dengan atau tanpa minyak mentah segar. Pada rata-rata perlakuan minyak, biomassa akar pada S. grossus adalah 352,5% lebih besar daripada P. notatum. Pada rata-rata jenis rumput, pemberian minyak mentah segar menekan akumulasi biomassa akar rumput sebesar 18,1% dari angka pada perlakuan tanpa minyak mentah segar, walaupun secara statistika angka ini tidak nyata. Jadi, walaupun akar P. notatum secara nyata lebih panjang daripada akar S. grossus (Tabel 3), namun berat kering akar S. grossus secara nyata lebih tinggi. Akar S. grossus lebih pendek dan lebih kekar daripada akar P. notatum. Tabel 4. Berat kering tunas (g/rumpun) pada akhir minggu ke-12 Jenis rumput
Minyak mentah segar Dengan
Tanpa
Selisih
P. notatum
2,72
7,33
-4,61 tn
S. grossus
27,07
12,82
14,25 **
-24,36 **
-5,50 *
rerata dari 3 ulangan. ** = nyata pada level 1%, * = nyata pada level 5%, tn = tidak nyata
a
Tabel 5. Berat kering akar (g/rumpun) pada akhir minggu ke-12 Jenis rumput
Minyak mentah segar Dengan
Tanpa
Selisih
P. notatum
1,57
2,43
-0,86 tn
S. grossus
8,38
9,71
-1,33 tn
Selisih
-6,82 **
-7,28 **
rerata dari 3 ulangan. ** = nyata pada level 1%, * = nyata pada level 5%, tn = tidak nyata.
a
3.4. Nisbah panjang dan berat kering tunas terhadap akar Angka nisbah tunas terhadap akar mencerminkan perbandingan relatif parameter tunas terhadap akar. Angka
Pertumbuhan Scirpus Grossus,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 31 - 39 35
nisbah panjang tunas terhadap panjang akar dari kedua jenis rumput diperlihatkan dalam Tabel 6. Tampak, bahwa secara terpisah, pemberian minyak mentah segar menaikkan angka nisbah pada P. notatum sebesar 42,1%, dan sebaliknya menurunkan angka nisabah pada S. grossus sebesar 22,3%. Secara statistika, kedua efek tersebut bersifat nyata. Pada nilai-rata-rata kedua jenis rumput, penambahan minyak mentah praktis tidak mempengaruhi angka nisbah panjang tunas. Sedangkan pada rata-rata perlakuan minyak mentah segar, angka nisbah pada S. grossus secara nyata lebih besar daripada P. notatum. Tabel 6. Nisbah panjang tunas terhadap panjang akar pada akhir minggu ke-12 Jenis rumput
Minyak mentah segar Dengan
Tanpa
3.5. Penghilangan minyak dari tanah
Selisih
P. notatum
0,77
0,54
0,226 *
S. grossus
0,78
1,00
-0,223 *
Selisih
angka nisbah pada S. grossus lebih besar daripada P. notatum, walaupun secara statistika tidak nyata. Pada rata-rata jenis rumput, penambahan minyak mentah segar meningkatkan angka nisbah berat kering secara nyata sebesar 35,3%. Tingginya angka nisbah biomassa pada S. grossus, seperti terlihat pada Tabel 4 dan Tabel 5, disumbangkan terutama oleh kenaikan biomassa tunas pada keadaan tercekam oleh minyak bumi. Pada P. notatum, turunnya nisbah biomassa akibat cekaman minyak mentah segar mencerminkan potensi rumput ini untuk mempertahankan volume relatif akar yang besar di dalam tanah tercemar.
-0,01 ns -0,46 **
rerata dari 3 ulangan. ** = nyata pada level 1%, * = nyata pada level 5%, tn = tidak nyata.
a
Tabel 7. Nisbah berat kering tunas terhadap berat kering akar pada akhir minggu ke-12 Jenis rumput
Minyak mentah segar Dengan
Tanpa
Selisih
P. notatum
1,75
2,31
-0,56 ns
S. grossus
3,30
1,42
1,88 *
-1,55 **
-0,89 *
Selisih
rerata dari 3 ulangan. ** = nyata pada level 1%, * = nyata pada level 5%, tn = tidak nyata.
a
Pada Tabel 7 terlihat, bahwa pemberian minyak mentah segar akan menurunkan nisbah berat kering tunas terhadap akar pada P. notatum; secara statistika penurunan ini tidak nyata. Di pihak lain, penambahan minyak mentah segar secara sangat nyata menaikkan angka nisbah berat kering pada S. grossus, yaitu sebesar 132,4%. Pada rata-rata perlakuan minyak mentah segar, 36
Gambar 2. Penghilangan minyak total dari tanah yang diperlakukan dengan minyak mentah segar.
Gambar 2 memperlihatkan persentase penghilangan minyak total setelah inkubasi 12 minggu. Tampak, bahwa persentase penghilangan minyak bertambah secara nyata dengan penambahan minyak mentah segar ke dalam tanah tercemar. Pada perlakuan penambahan minyak mentah segar, persentase penghilangan minyak pada P. notatum adalah yang tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan persentase penghilangan pada S. grossus. Secara keseluruhan, penambahan minyak mentah
Priyanto, B., 2012
segar meningkatkan laju penghilangan minyak dari angka 36,16% pada tanah tercemar minyak lama menjadi 45,12% pada tanah yang diberi minyak mentah segar. 3.6. Pembahasan Dalam percobaan ini diperlihatkan bahwa jenis rumput mempunyai perbedaan dalam mengalokasikan biomassa ke akar dan tunas sebagai respon terhadap minyak mentah segar pada tanah. Biomassa P. notatum menurun dengan cekaman minyak mentah segar, dan penurunan biomassa tunas lebih tinggi daripada akarnya. Dengan demikian di bawah cekaman minyak mentah segar, nisbah tunas terhadap akar menurun. Sebaliknya, pada S. grossus terjadi akumulasi biomassa tunas yang lebih dari 2 kali lipat di bawah cekaman minyak mentah segar. Karena penurunan biomassa akar tidak nyata, maka nisbah biomassa tunas terhadap akar naik di bawah cekaman minyak mentah segar. Tangahu et al.12 melaporkan, bahwa S. grossus yang tumbuh di bawah cekaman timbal, penyerapan timbal oleh akar diimbangi dengan naiknya nilai kalorik tanamannya. Hal ini menunjukkan, bahwa terjadi pengalihan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan kepada kebutuhan untuk menghadapi cekaman logam. Akibatnya produksi biomassa rumput terhambat. Alokasi biomassa sebagai respon terhadap perubahan lingkungan terjadi pula pada Phragmites australis13. Di bawah cekaman minyak, biomassa tanaman turun secara nyata dengan meningkatnya cekaman minyak. Di samping itu terjadi peningkatan distribusi asimilat hasil fotosintesis ke tanah, biomassa mikroba dan respirasi tanah setelah tanah diberi pencemaran minyak bumi. Nisbah akar terhadap tunas meningkat sesuai dengan meningkatnya pencemaran; hal ini sejalan dengan yang diamati pada P. notatum dalam percobaan ini. Perbedaan besarnya alokasi sumberdaya ke akar dan tunas ini penting
untuk diperhatikan karena penelitian menunjukkan, bahwa pertumbuhan akar erat hubungannya dengan pertumbuhan mikroba rizosfer yang mampu mendegradasi minyak bumi14-18. Mezzari et al.14 melaporkan, bahwa di bawah kondisi cekaman minyak solar pada tanah, pertumbuhan biomassa P. notatum turun secara nyata. Tetapi populasi bakteri rizosfer meningkat dengan nyata sesuai dengan kenaikan kadar minyak solar dalam tanah. Kenaikan populasi bakteri yang berasosiasi dengan rumput dapat mencapai 5 kali lipat dibanding populasi bakteri pada tanah biasa. Pemilihan jenis tanaman untuk fitoremediasi minyak bukan hanya ditentukan oleh besarnya akumulasi biomassa tunas, yang mencerminkan pertumbuhan cepat dan kuat, melainkan yang lebih penting adalah akumulasi biomassa akar. Perbandingan laju pertumbuhan tunas dan akar merupakan gambaran dari partisi alokasi sumberdaya yang dipunyai oleh tumbuhan. Dalam kaitannya dengan fitoremediasi, lebih disukai jenis tumbuhan yang mengalokasikan banyak sumberdaya ke sistem perakarannya. Hasil penelitian ini menyarankan, bahwa keberadaan akar rumput penting untuk mendorong terjadinya degradasi minyak pada tanah. Laju degradasi yang berlangsung bergantung pada jenis rumput yang ditanam. Hasil penelitian kami yang lain, baik di laboratorium maupun di lapangan, memperlihatkan bahwa populasi bakteri pada akar meningkat jauh lebih tinggi daripada pada bagian tanah yang jauh dari akar15. Kecenderungan serupa dilaporkan pula oleh peneliti lain, seperti telah disinggung di atas. Dalam hal ini, fungsi akar rumput adalah memacu kegiatan mikroba yang pada akhirnya akan mendorong terjadinya biodegradasi minyak dengan lebih cepat. Kecepatan hilangnya minyak sejalan dengan masa ketika laju pertumbuhan akar tinggi, biasanya pada tahap vegetatif 16. Jumlah mikroba di rizosfer dipengaruhi oleh jenis eksudat di akar. Akar rumput,
Pertumbuhan Scirpus Grossus,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 31 - 39 37
yang mengeluarkan eksudat suksinat, sangat disukai oleh beragam jenis mikroba, sedangkan legum yang mengeluarkan malonat didominasi oleh Pseudomas sp.17. Untuk memastikan bahwa akar rumput selalu dalam keadaan kontak dengan minyak, pada percobaan ini minyak dan tanah dicampur merata dengan cara mengaduk medium tanah secara seksama. Menurut Kechavarzi et al.11, akar cenderung menyukai bagian tanah di antara zona kontaminasi dan akar akan tumbuh cepat pada bagian tanah yang tidak terkontaminasi. Bila tidak tersedia bagian tanah yang tidak terkontaminasi, akar akan tumbuh menembus zona kontaminasi dalam rangka mencari kemungkinan dapat menjangkau daerah tak terkontaminasi. Telah diperlihatkan, bahwa akar merupakan bagian tanaman yang berperan penting dalam fitoremediasi, karena merupakan tempat bagi berlabuhnya bakteri pendegradasi minyak serta tempat eksudat tanaman tersedia melimpah16,17. Volume akar dari suatu tanaman rumput ditentukan oleh jumlah bagian stolon yang berakar (anakan), panjang akar dan tercermin sebagai biomassa akar. Akar merupakan organ tanaman yang mengalami kontak langsung dengan pencemar minyak di dalam tanah. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan akar mencerminkan kemampuan adaptasi tumbuhan pada tanah tercemar minyak. Hasil percobaan ini menguatkan hasil pengamatan lapangan kami terdahulu15, yaitu bahwa pertumbuhan rumput pada tanah tercemar minyak bumi mendorong terjadinya degradasi yang lebih intensif. 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Di bawah cekaman minyak mentah segar, P. notatum cenderung menurunkan alokasi biomassa terutama untuk tunas, sehingga nisbah tunas terhadap akar menurun. P. notatum merupakan jenis rumput yang mendorong terjadinya tingkat degradasi 38
minyak tertinggi, yaitu hingga 45,12%. P. notatum dapat direkomendasikan sebagai agensia pada fitoremediasi lahan yang tercemar minyak bumi hingga 4%. Untuk tanah tergenang (lahan basah) yang tercemar minyak, S. grossus dapat dianjurkan digunakan. UCAPAN TERIMAKASIH Pelaksanaan percobaan di laboratorium dan analisis bahan dalam penelitian ini mendapat bantuan dari Sati Suyanti, Atang, dan Yunus. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan atas upaya. DAFTAR PUSTAKA 1.
ITRC. 2009. Phytotechnology Technical and Regulatory Guidance and Decision Trees, Revised. The Interstate Technology & Regulatory Council. 125 p + App.
2.
Vangronsveld J, R Herzig. N Weyens, J Boulet, K Adriaensen, A Ruttens, T Thewys, A Vassilev, E Meers, E Nehnevajova, D van der Lelie, M Mench. 2009. Phytoremediation of contaminated soils and groundwater: lessons from the field. Environ Sci Pollut Res. 16:765-794.
3.
Ayotamuno, JM, RB Kogbara, OS Agoro. 2009. Biostimulation supplemented with phytoremediation in the reclamation of a petroleum contaminated soil. World J Microbiol Biotechnol. 25:1567–1572. DOI 10.1007/s11274-009-0045-z.
4.
Jing, W, Z Zhang, Y Su, W He, F He, H Song. 2008. Phytoremediation of petroleum polluted soil. Pet Sci. 5:167171.
5. Truu, J, L Kärme, E Talpsep, E Heinaru, E Vedler, A Heinaru. 2003. Phytoremediation of Solid Oil Shale
Priyanto, B., 2012
6.
Waste from the Chemical Industry. Acta Biotechnol. 23:301–307. Muratova, A, Th. Hübner, S Tischer, O Turkovskaya, M Möder, and P Kuschk. 2003. Plant - Rhizosphere-Microflora Association During Phytoremediation of PAH-Contaminated Soil. Int J Phytorem. 5:137–151.
7.
Priyanto, B. 2012. Toleransi lima jenis rumput terhadap minyak dan kapasitas degradasinya dalam sistem fitoremediasi. J Teknol Lingkungan. 13:
8.
EPA. 1996. Method 3540C Soxhlet Extraction. In Test methods for evaluating solid waste. Physical / chemical methods. Integrated manual (SW-846). Third edition.
9.
Steel, RGD dan JH Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi kedua. Alihbahasa: Bambang Sumantri. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. 748 hal.
10. Gomez, KA and AA Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. 2nd Edition. John Wiley & Sons. 680 p. 11. Kechavarzi, C, K Pettersson, P Leeds-Harrison, L Ritchie, S Ledin. 2007. Root establishment of perennial ryegrass (Lolium perenne) in diesel contaminated subsurface soil layers. Environ Poll. 145:68-74. 12. Tangahu, BV, H Basri, M Mukhlisin, SRS Abdullah, N Anuar, and M Idris. 2011. Enhancement of caloric value of
Scirpus grossus after phytotoxicity test of lead (Pb). Revelation Sci. 01:46-51. 13. Nie, M, Q Yang, L-F Jiang, C-M Fang, J-K Chen, B Li. 2010. Do plants modulate biomass allocation in response to petroleum pollution? Biol Lett. 6:811-814. 14. Mezzari, MP, DMH Zimermann, HX Corseuil and AV Nogueira. 2011. Potential of grasses and rhizosphere bacteria for bioremediation of dieselcontaminated soils. R. Bras. Ci. Solo. 35:2227-2236. 15. Priyanto, B. 2012. Pengelolaan Limbah Tanah Terkontaminasi Minyak Secara Fitoremediasi. Makalah disampaikan pada Forum Operasional III BPMIGAS – KKKS Sumbagut, Batam, 25 April 2012. 16. Nie M, Y Wang, J Yu, M Xiao, and L Jiang. 2011. Understanding plant-microbe interactions for phytoremediation of petroleum-polluted soil. PLoS ONE. 6:e17961. 17. Phillips, LA. 2008. The relationship between plants and their rootassociated microbial communities in hydrocarbon phytoremediation systems. Thesis, University of Saskatchewan, Saskatoon, Kanada. 18. Kaimi, E, T Mukaidani, S Miyoshi, M Tamaki. 2006. Ryegrass enhancement of biodegradation in dieselcontaminated soil. Environ Exp Bot. 55:110–119.
Pertumbuhan Scirpus Grossus,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 31 - 39 39