VOLUME 21
No. 2 Juni 2009
-
Halaman 174 187
PERTUMBUHAN PENDUDUK BESUKI: KAJIAN DEMOGRAFI HISTORIS Nawiyanto* ABSTRACT In demographicterms, Besuki residencywas a dktinctive regioncornpard with the rest ofJava. It is argued that demographicgrowth taking place in the regionwas linked primarilyto rnigtation, rather than births and deaths. Drawing upon diverse historid materials, this article discusses the role of migration and natural facton of births and deaths, in populatingthe region of Besuki by comparing it with Java. In elaborating the arguments, this article specifically looks at factom and conditions that affected each componentand its contributionto the demographic processin the region.
"
KeyWordo: penduduk, angka kelahiran, angka kematian, m i m i
PENGANTAR Jawa dikenal luas sebagai salah satu pulau dengan penduduk terpadat di dunia. Karakteristik ini rnerupakan hasil proses demografis jangka panjang, terutarna sejak abad ke-19. Meskipun besaran perturnbuhan rnasih rnenjadi bahan perdebatan, tarnpaknya ada kesepakatan bahwa perturnbuhan penduduk Jawa terutarna terkait dengan faktor-faktor alarniah: rnenurunnya angka kernatian dan rneningkatnyaJkonstannya angka kelahiran (Brernan, 196311971;Nitisastro, 1970; Peper, 197011975; Boomgaard, 1989). Peranan rnigrasi dalarn proses tersebut relatif marginal. Tulisan ini mengkaji perturnbuhanpenduduk pada tingkat lokal dengan fokus Karesidenan Besuki pada periode 1870-1970. Berbagai kajian terdahulu rnernang rnenyebut adanya rnigrasi penduduk ke wilayah Besuki (Tennekes, 1963; Arifin, 1989,2006; Handayani, 2006). Narnun dernikian, belurn ada upaya sisternatis untuk rnenjawab persoalan seberapa pentingkah sebenarnya peranan rnigrasi dalarn perturnbuhan penduduk Besuki dibandingkan dengan kelahiran dan kernatian? Faktor-faktor apakah
yang rnernpengaruhi kontribusi rnasingmasing terhadap perturnbuhanpenduduk wilayah ini dan mengapa dernikian? Diargurnentasikan bahwa tidak seperti kecenderungan yang berlaku pada lingkup Jawa, perturnbuhan peduduk Besuki yang cepat merupakan hasil rnigrasi, daripada faktor kelahiran dan kematian. Dalam rnengelaborasi argurnentasi ini, perturnbuhan penduduk Besuki akan dikaji secara kornparatif dengan kecenderungan umurn yang berlaku dalarn lingkup Jawa. JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN Tidak rnudah untuk rnengelaborasi perturnbuhan penduduk Jawa kolonial secara akurat, terrnasuk untuk daerah Besuki. Surnber-surnber sejarah yang rnernuat data kependudukan di rnasa lalu sangat tidak lengkap. Meskipun Jawa mernpunyai data yang lebih baik dibandingkan dengan pulaupulau lain, keadaandata demografisdi berbagai lokalitas di Jawa juga bervariasi. Keterandalan data statistik kependudukan abad ke-19 juga rnasih sering diragukan. Nitisastro (1970), rnisalnya, rnenyatakan cacat data karena di-
* S f Pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Jember, Jawa Timur
I
-
Nawiyanto Pertumbuhan Penduduk Besuki: KalJan fbmugmfl Mstms
hasilkan berdasarkan perkiraan kasar dan dikumpulkan para pejabat lokal tanpa teknik yang layak sehingga berakibat laporan terlalu rendah. Peper (197582-85) menggarisbawahi berbagaifaktor penyebabcacat tersebut seperti kurangnya minat pemerintah, perangkat organisasidan teknis yang jauh dari memadai. Terlepas dari berbagai kelemahan yang ada, dapat diduga batiwa penduduk Besuki 'hlngga 1870 masih relatif kecil sebagaimana tBtemukan di wilayah Pasuruan (Elson, 1984: :%2). Grafik 1 menyajikan jumlah penduduk - '#esuki pada periode 1870-1971. Jawa sering %wnjadi ilustrasikasus pertumbuhanpcduduk
yang =pat dalam era pramdem ( D M dkk., 2002:61). Sejumlahkomksidgpat saja mnghasilkantingkatan persentamyang lerbihkecil, tetapi perghitunganyang hati-hati aecara konsisten menunjukkan bahwa laju psrtumbuhan pendudukdi Jawa rnasih lebih bewardbanding tempat-tempat laindi dunia (Baomgaard, 1981: 2).Akan tetapi, antandlayahJawa besaranpertumbuhan agaknya tidakiah seragam. Grafik 2 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun dl Besukijauh lebih ttnggi dibanding Jawa dalam periode 1880-1961, kecuali untuk periode 1870-1880 dan 1860197t sebagai konsekuensiinstablfk politik.
-
G M k Penduduk Karesidenan Besuki 1870 1971
1880
l89U
lPOO
1W
1!W
1930
1940
IPS0 I%l
1971
Pcdwle
-
LaJuPertumbuhan Penduduk Karesidenan b s u k i 1870 1971
c Untuk 18701930, P. B o o m g arrdkJ. ~ Goossen, ChangingE m m y in /n&m&, W. 11: Ryxdatkm 17951942 (Amsterdam: Royd Tmpkat. tnstihrte, IWl), hal. 110.137: untuk 19&-1!%1, Pterre van der ap: A Reeonstru-n of PoputatEen Patterns in Indo1-1Wlm, Asdm SkMUtPs Re-, 1. 498499; untuk 1971, Smsm Panduduk 1971, Set& 5.N0.1: P~ndudukDiperln(ii Akmunrt bupatenKotamedya. Angka Sementam (Djakarta: Bim Pusat Statistik, 1972), hal. I , 64.
Humaniora, Vol. 21, No. 2 Juni 2009: 174-187
Satu karakter menonjol yang muncul 1990:96-126), tekanan sosial ekonomis medalam perbandingan adalah dari tahun 1880 maksa penduduk mengadopsi pembatasan hingga 1930terdapat perbedaan besar dalam kelahiran. Hal ini tampak dalam fakta bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk. Kecuali selama 1930-an jumlah kelahiran di Besuki dalam periode 1890-1900, Besuki mengalami turun secara signinkan, mungkin yang tebesaran pertumbuhan tahunan lebih dari 3 rendah sejak 1880-an. Turunnya laju pertumpersen, jauh lebih tinggi dibanding Jawa secara buhan sebagian karena arus keluar pekerja keseluruhan (kurang dari 2 persen). Di Banyu- perkebunan ke Eropa. lwangi bahkan dalam periode 1920-1930menLaju pertumbuhan tahunan penduduk di capai 7,5 persen (Hortsmann dan Rutz, Besuki serta Jawa secara umum terus me1980:99). Walaupun untuk periode 1930-1940, nurun dalam 1940-an. Pertama kali dalam 1940-1950,1950-1961 rata-rata pertumbuhan kurun lebih dari seabad, Besuki mencatat laju penduduk tahunan di Besuki lebih rendah pertumbuhan kurang dari 1,9 persen. Van der dibanding periode sebelumnya, persentasenya Eng bahkan memperkirakan laju pertumbuhan tetap lebih besar dibanding Jawa. negatif 0,60 persen pada 194411945. Di Jawa Karakter menonjol lainnya adalah laju penurunan secara umum terkait dengan pertumbuhan pendudukdi Besukidengan Jawa dampak buruk pendudukanJepang dan perang memperlihatkan kecenderungan berbeda. Di revolusi, seperti merosotnya standar kehidup-
seperti diindikasikan dengan perluasan produksi produksi tanaman pangan (Nawiyanto, 2000:179-181; Boomgaard dan van Zanden,
nialisme Belanda, mereka kembali dan pada 1950-an kondisi kehidupan Besuki membaik. Pertumbuhan penduduk Besuki 1950-an naik
:
1
Nawiyanto - Pertumbuhn Penduduk Besuki: Wien D e m g a B H M s
Namun, pada d&de lQ6-
.rendat, dibmding Java swam umum yang nwigaJamisedikit pen-. Takanan kwlit-
kaurn (d.), 1WCk154-157).
krasal dari Jember and
11: Pspuktim 7lwds 119&1943 ( A m s t e m . Royal TmplcaI hal. 161-179.
Humaniora, Vd. 21, No. 2 Juni 2009: 174-t87
ANGKA KEMATIAN Tabel 1 memperlihatkam bahwa antara 1880 dan 1940 Jawa mengalami pnurunan laju kematian secara umum. Kalkulasi untuk periode 1820-1880 memberikan hasH serupa (Boomgaard, 1987:49-50). Kecenderungan penurunan berlangsung juga di Besuki. Kekecualian untuk keduanya adalah periode epidemi utama 1880-1884 dan 1915-1919. Abnormalitas pertama berupa kematian yang tinggi disebabkan epidemi demam, sedangkan yang kedua terkait dengan pandemi influenza yang melanda khususnya Jawa Tengah dan Jawa Tiur (Gardiner and Mayling, 1987:72). Hal ini membenarkanobservasi umum bahwa dalam masyarakat berpenghasilan rendah naik-turun laju kematian terutama disebabkan oleh epidemi (Mellor, 1966:53). Terdapat perbedaan pandangan tentang kematian dan kaitannya dengan pertumbuhan penduduk di Jawa. Sejumlah pengamat menyatakan bahwa stabilitas politik, Pax Neerlandica, menciptakan kondisi yang perlu bagi pertumbuhan penduduk, dengan menyingkirkan faktor pencegah ala MaWus, kelaparan, dan ketidakamanan (Wertheim, 1950:4; Reid, 1987:43; Elson, 199425-26). Di samping itu, beberapa pengamat mengaitkan pertumbuhan penduduk dengan langkah-langkah kolonial dalam mengurangi kematian melalui sistem medis Barat dan pencegahan bencana kelaparan (Wertheim, 1956:92; Timmer, 1961: 88). Namundemikiin, beberapa pihak meragukan efektivitas intervensi pemerintah dalam soal medis dalam menekan angka kematian. Bahkan di Batavia abad ke-I9 tempat kehadiran orang Eropa secara kuat, Abeyasekere (1987:197) menyatakan bahwa dampak berbagai langkah tersebut terbatas. Demikian pula, Nitisastro (1970:42) menegaskan bahwa dalam abad ke-19 praktis tidak ada perbaikan signifikan dalam kondisi kesehatan penduduk lndonesia di Jawa. Seperti umumnya di Jawa, di Besuki stabilitas politikjuga ikut mendptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan penduduk. Kontras dengan periodesebelumnya, serang-
kaian peperangan telah menyebabkan depopulasi wilayah ini. Pertumbuhan penduduk Besuki yang cepat sejak 1870 jelas berlangsung dalam periode politik yang stabil. Akan tetapi, faktor ini tidak dapat menjeCaskan mengapa laju pertumbuhan di Besuki jauh IeHh pesat dibandingkan Jawa secara umum. Proses ini tampaknya juga tidak dapat sematamata dikaitkan dengan proses pengenalan sistem medis Barat sejak abad ke-19 seperti vaksinasi, fasilitas dan tenaga kesehatan (von Roemer, 1921:195-228; Flu, 1929:213-217). Namun tidak terdapat cukup bukti bahwa sistem medis kolonial di Besuki kbih sukses dalam mengurangi angka kematian dibandingkan Jawa secara umum. Sering dilaparkan bahwa kondisikesehatanwilayah Besuki rrrasih tidak memuaskan baik pada masa kolonjal maupun kemerdekaan (Penders, 1977:80; Memori, 1978:cxvii, Kementerian Penerangan, 1953587). Di Besuki penyebaransistem medis Barat menghadapi berbagai masalah. Di Bondowoso serta Jember, penduduk pribumi termasuk elit pedesaan dilaporkansedikit menaruh kepercayaan kepada sistem medis Barat. Di Panarukan orang-orang Indonesia pergi ke rumah sakit untuk pengobatan hanya lewat paksaan. Bahkan di antara orang-orang pribumi di Banyuwangi, rumah sakit sering diidenfikkan dengan rumah tahanan (Onderzoek, 1909:81). Tidak rnengejutkan, pada 1929 Residen Neys melaporkan bahwa salah satu rumah sakit di Ebsuki ditutup karena kurang pasien (Memori, 1978: aoci-cxxii). Rasio orang yang divaksinasi terhadap jumlah total penduduk di Besukijuga masih di bawah ratarata angka untuk Jawa Timur (Kementerian Penerangan, 1953:595-597). Faktor utamayang menyebabkanrendahnya angka kematiandi BesuM agaknya adalah standar kesejahteraan material yang lebih tinggi. Besuki adalah contoh yang serhg disebut sebagai daerah yang tmmikrnati prbaikan kemakmuran dalam Sistem Tanam Paksa (Elson 1988:57). Pada masa berikutnya, sebuah laporan 1893 meiukiskan penduduk
Indonesia di daarah hsuki
bwikutnya berdasar dua indibb. Perkma, konsurnsi w i n g di Besukijakh l4bih tinggidi Besuki dibandingkan den* rata-rata Jawa secara umum. Angka resmi 1915 menyebut-
di Besuki atau 17 persen ef;ari Wl termk. Angka ini marupakan yang tertinggi di antara -semua karesidenan Jawa (JaarboekI,1824: 273-274). Pada 1948jumtah sapi dan kerbau yang dipotong adalah 66,600 sapi dan 33,100 kerbau atau 13 persen dan 8 persen dad total temak. Di Madura sebagai a k h saw tempat konsumsi daging tertinggi, sapi dan kerbau p n g dipotong hanya 36,700 ekor dan 250 atau sekitar 9 pimen dand 2 petsgn total bmak (Wbm,1982154-155).
Ungginya biamnya 1987:3; Prestan dan Maine@,1891:3-5; T i r , 1Q61:111-112).
dan kondii kesebafap, WkJpun tr'qkat b matian $i Besllkl,#an Jaw bsbshda, tiamgaknya perbedaany;nglscfa ff&k b*b*niflkan Warns tahun-tahun mml. 8enm karbkteristik semacam hi, pertumbuhan p@nduduk 6esuki yewlg =pat magih dwflkamapabila tingkat kelahiran dl Besuki jauh lebih b r dibndlng Jawa p d a urn--
dalah 250 kilogram, meleldhi Jaw yaw pwhndingan angka untuk Ehmki Jawa iadalah 244 kilogram dan 175 (&Qomgaard dan Van Eanden, 1990:11&121). - h t a r a 1950-1954 rata-rata produksi beras
patkan uang tunai bagi kqmrlm lain.
kan pada pengalman p e W SbWn Tanam Paksa . (1830-1%TO), Elson (9W:iEE)I) I jugs
m
nya, terungan ini tampaknya bg&nbngern derlgan
argumen terdahulu yang menekankanstandar Besuki berupa jumlah penduduk wanita yang kehidupan material yang lebih baik di antara lebih kecil dibandingkan Jawa umumnya. Hal pmduduk Besuki. Ada pandangan bahwa ini diindikasikan oleh rasio seks (jumlah lakikesejahteraan yang meningkat menjadi pen- laki per 100 wanita) penduduk Besuki seperti jelas tingkat kelahiran yang lebih tinggi dan tampak dalam Grafik 3. Rasio seks penduduk perkawinan lebih awal, yang pada ujungnya Besuki secara umum lebih tinggi dibanding menghasilkan periode reproduksi yang lebih Jawa, dengan perbedaan paling menonjol panjang bagi kaum wanita untuk mempunyai terjadi pada periode 1905-1930. Bahkan, anak (Dick, Houben, Lindblad, and Thee, antara 1920 dan 1930 Besuki secara propor2002:62). Penjelasan yang lebih meyakinkan sional mempunyai penduduk laki-laki lebih terhadap tingkat kelahiranyang lebih rendah di besar daripada penduduk perempuan, sebuah Besuki adalah status wilayah ini sebagai fenomena yang tidak pernah terjadi dalam daerah tujuan migrasi yang didominasi laki-laki. penduduk Jawa pada umumnya. Karakteristik ini membawa konsekuensi bagi
Graflk 3 Raslo Seks Penduduk Besuki dan Jawa, 1880-1971 Sumber: P. Boorngaard and A.J. Gooszen, Changing Economy in Indonesia, Vol. 11: Population Trends 17951942 (Amsterdam: RoyalTropical Institute. 1991). p. 192; untuk 1961, diolah dari Sensus Penduduk 1961 (Djakarta: Biro Pusat Statistik, 1962), hal. 5, 8; untuk 1971 diolah dari Sensus Penduduk 1971, Serle B.No. 1: Penduduk Dipering Menurut Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya (Angka Sernentara) (Djakarta: Biro Pusat Statistik, 1972)
Grafik 4 memperlihatkan jumlah migran laki-laki lebih besar dibanding perempuan. Hal ini sebagian terkait dengan fakta bahwa sejumlah migran berstatus belum kawin. Di samping itu, cukup jamak pula bahwa migran yang datang ke Besuki, terutarna dari Sumenep dan Pamekasan, adalah orang-orang sudah menikah yang secara musiman pergi
saat tidak ada pekerjaan di lahan pertanian mereka. Pada saat-saat seperti ini mereka mencari pekerjaan temporer sebagai pekerja perkebunan di Besuki dengan meninggalkan keluarga dan tentunya tidak menambah angka kelahirandi tempat tujuan migrasi (Onderzoek, 1911:Bijlage 2:21; Memori 1978:mi).
yal laju pertumbuhan penduduk lebih 1 dibanding Jawa. Sekalipun wilayah ini mempunyai tingkat kematian yang lebih rendah, tidak mungkin ada perbedaan besar dalam laju pertumbuhan penduduk alamiah akhir (net natural growth] antara Besuki dan Java. Faktanya, bahkan selama tahun-tahun normal saat tidak terjadi epidemi, laju pertumbuhan alamiah akhir di Jawa melebihi Besuki. Dengan pertimbangan ini, jelaslah bahwa pertumbuhan alamiah tidak dapat menjelaskan laju pertumbuhan penduduk Besuki yang pesat. Penjelasan kunci oleh karenanya pastilahterletak pada faktor migrasi.
Besuki lama dikenal sebagai daerah tujuan migrasi. Wilayah ini merupakan salah satu karesidenan Jawa dengan penduduk migran tertinggi (Boomgaard, 1989:177). Mereka meliputi baik migran permanen maupun musiman. Kategoripertama mencakup orangorang yang mencari pekerjaan sementara tanpa tujuan menetap. Sebagian besar di antaranya datang dari Madura, mencari kej a selama beberapa bulan sebagai pekeja di sektor pertanian dan kembali ke tempat asal saat hari raya (Kuntowijoyo, 1980:85). Kategori kedua mencakup mereka yang pindah mencari tempat tinggal baru. Migrasi musiman sering membukajalan bagi migrasi permanen. Elson memperkirakan bahwa pada abad ke-19 ada s e k i r 800-900 migran Madura per tahun yang tidak kembali lagi ke Pulau Madura (Elson, 1994:12). Diperkirakanfenornena semacam ini terus berlanjut pada abad ke-20, bahkan cenderung meningkat. Resident Neys pada 1929 masih melaporkan arus masuk migran dari Madura ke Besuki (Memori, 1978: ood). Sampai akhir abad ke-19 sebagian besar migran berasal dari adura. Kecenderunganini dapat dijelaskan dari perspektif faktortarik (pull factors) maupun faktor dorong (push factors). Ada dua faktor utama yang rnendarong migran Madura. Pertama, miskinnya sumber daya alam untuk menopang kehidupan di Madura karena lahannya yang gersang dan tandus dengan penduduk yang relatif padat. Pulau
Madura sebagian bemr tersusun oleh deposit kapur sehingga sangat sedikit area cocok untuk pertanian (Colijn, 1911:43-44). Alasan kedua adalah wajib militer dan layanan keja yang berlebihan yang dibebankan para penguasa Madura(Kuntowijoyo, 1980:117-118; De Jonge, 1988:74-75). Dengan kata lain, migrasi orang Madura berfungsi baik sebagai sarana melarikan diri dari para penguasa yang opresif dan ekspolitatif, serta altematif untuk memperbaiki standar kehidupan material. Wilayah Oesuki menarik orang Madura untuk datang karena adanya ikatan tradisional terutama antara Bondowoso dan Sumenep. Hubungan erat terbangun sejak abad ke-19 sesudah Bupati Bondowoso mngambil menantu seorang pangeran Madura, yang datang dengan membawa para pengikutnya (Winarsih, 1995:262). Telah ada pula sejumlah migran Madura yang menjadiperintis migrasisejak era awal Majapahit (Slametmuljana, 1976:51; Kartodirdjo dkk., 1975:260), yang rnembentuk ikatan historis Madura dengan pojok timur Jawa. Selama beberapa abad migran perintis diikuti oleh para kerabat dan tetangga (Elson, 1994:12). Faktor tarik lainnya berupa perkembangan pertanian ekspor baik perkebunan maupun pertanian rakyat, yang menciptankan banyak kesempatan kej a (De Oewnomiche Toestand, 1893: 1078; McDonald, 1980:86-87; De Jonge, 1988:23-24). Wilayah Besuki juga memberi imigran peluang untuk mempunyai lahan pertanian dan pemukimam. Hingga 1930-an Besuki masihdilaporkan mempunyai banyak cadangan hutandan lahanyang belum diolah van Gelderen, 1961:127; Boomgaard and Gooszen, 199153). Faktor penting lainnya adalah perkembanganjaringan transportasidi Besuki. Meskipun perbaikanfasiliis angkubn bukanlahsatusatunya faktor, tidak disangsikan bahwa peningkatan a m migrasi mrupakan salah satu pengaruhnya. Perkembangan sarana angkutan tidak hanya membuat mobititas geografi lebih mudah, tetapi juga menekan biaya transportasi secara signifikan. Kedmnya mendorong lebih banyak orang khuslrsnyadari kalangan miskin untuk mencari peluang-
-
Nawiyanto Pertumbuheu, Penduduk Bmdd: K@an DmqpM Histotis
peluang ekonomi di daerah lain. Migrad orang dalam proses pertumbuhsn demgrafis Jawa dari kantong-kantong padat pendudukdi Besuki. Migrasi tenrtama domlnan di Jember Jawa TengahdanTimur ke Besukidipermudah dan Banyuwangi iempat bertangsungnya dengan pembangumnjaringan kecretaapi yang perluasan p r o d w pwtanian baik unhdc pasar menghubungkan Jember dan Banyuwangi, luar negeri maupun dornestik. Persentase yang dibuka pada awal abad ke-20 (Ds pendwluk migm dl. Besuki jauh WiR tinggi Emigratie, 1903:1549; Kartodirdjodkk., 1975: dibandingl Jawa m, batdam YPUZ~ t 17; Kutoyo, 1W71f 978:29).Atus rt'rigrrmJawa brtlnggFd-an h dad25 persen. juga dirangsang lebih jauh dengm adanya Di B & h misalnya persentase penduduk psrluasan penanaman tembakau di lahan migran hanya 12 p e m darijumlah psnduduk sarwah. Orang Jawa dipandang lebih ber- keseluruhan. Bahkm di Priangan, tempat pengalaman dengan tipe ekologi sawah berlangsungnyapertumbuhanpenduduk dlbanding orang Madura yang lebih kental cepat, persentasenya,hanya 3 qertgan tipe ekologi tegalan (Kuntowijoyo, (Pelzer, 1948:259; Wk8.telIhg 4 41980:302-304; Geertz, 1963:28-37). Pere- Secara relatif, Besuki merupakan tujuan W a n pekerja tidak lagi secara eksklusif migrasi terpenting di Sawa kobnfal sdama Qiarahkanpada oran-orang Nladursl,tetapijuga periodekji(Kartodirdjo dkk., 1975:117; Hugo, -orang Jawa misalnya dari Kediri, Madiun, 1980:1060). an, arus rnig dan Yogyakarta. 5 dan 6 mempsrlihatkan bahwa (Memri, 1931-1934:33). 0 peranan migrasi sangat penting
Graiik 5 Migran dl KaFeridenan Besuki, 1930 (x 1000)
NumenkwrP, Vd. 21, No. 2 Junl2089: 174-787
Grafik 6 Perrenbs@Migmn terhadap Total Penduduk, 1930 Cabtan : Migran mengacu pada migran antar-daerah, y%ngdideRnWkan sebagai pemukim yang thggal datam satu kabupaten saat sensus tetapi tahir di luar kabupaten bersangkutan. Sumber : Diolah dari W k ~ I l i n g1930, Vol. 3: lnheemsche BevdWng van Oogt Java (Batinria: Landsd~lkkefij, 1934), Subsidiary Table 3, p. 34; Untuk Jawa dan I n d d , P. BaolrrgaardandAJ.Gowmn, Ghat@@ Economy in I m i a , Vol. 11: Population Trends 17951942 (Amsterdam: Royal T ' l Institute, 1991), hal. 181-182.
Selama 1940-an signifikansirelatiimigrasi SIMPULAN rnerosot akibat runtuhnya perkebunan. Besuki Berdasarkan uraiandi atas, dapat disimpulkehilangan salah satu faktor tarik utamanya kan bahwa secara demografis Besuki menguntuk dijadikan tujuan migrasi. Kekacauan alami pertumbuhan yang pesat sejak sekitar politik yang muncul sehubungan dengan 1870. Dalam sebagian besar periode kajian perang kemerdekaan menghambat arus (1870-1970), pertumbuhan penduduk tahunan imigrasi. Wilayah Besuki sering diwarnai wilayah ini lebih besar dibandingkan dengan ketegangan dan insiden militer antara Belanda kecenderungan yang berlaku di Jawa secara dan laskar-laskar Indonesia (Hadi Soewito, makro. Laju pertumbuhan yang pesat terjadi 1994:364-407). Daripada mendatangkan terutama antara 1900 dan 1930, yang dalam imigran, tampaknya kekacauan politik justru sejarah Indonesia kolonial dikenal sebagai mendorong migrasi keluar. Pada 1950-an periode politik etis. Diuntungkanoleh standar imigran agaknya kembali mengalir ke Besuki kehidupan materialyang lebih baik dan tingkat seiring dengan kebangkitan kembali sektor kematian anak yang lebih rendah sebagai efek pertanian komersial sampai berlangsungnya arus migrasi dewasa, wilayah Besuki meniknasionalisasi perkebunan asing tejadi pada mati angka kematianyang lebih rendah. Ketiga akhir 1950-an.Akan tetapi pentingnya imigrasi aspek ini, namun demikian, dikontraproduksi dalam menyumbang pertumbuhan penduduk oleh migrasi dominan laki-laki dan rasio seks di Besuki agaknya mulai merosot. yang lebih tinggi menghasilkanproporsiwanita
rendeh dibanding Jawa pada u m k n y a . Meskipun faMot keiahiran dan iw33nurunnya angka kernatian mePlyumbarg pada pertumbuhan penduduk,kadua fakb6ll&WA W j&s terlalu kedl untuk mmbuat laju pertumbuhan penduduk Beswki bettkeda haw dm men-
tions in SocialCMadid and D e q a p h i c . S i ~ : O x f d U n i v e r P l t y ~ h a189 l.
ikvolkinp op Jaw cu1 k h w a , Vd. 5 k van de Uitkomsten dkr C;ewesrarl~
Humniora, Vd. 21, No. 2 duni 2009: 1tiClBJ
Dick,Howard, V i iJ.H. Houben,J. Thomas Undblad Kartodirdjo, SrMono. Marrvati Dpmed Podsand Thee Kian We. 2002. The Ermergsnce of A and N@ Nobotla9nto. 1975. %jaroh NashaI National €conomy:An Ecommk H ~ ~ , an~NosionalQnW I I~ V d . ~5 : J r m 1800-2000. Crows Nest: ASAA InAsmdabn with A&hir HbrdicrM.Jakarta: DtqxmmmP m Allen & Unwinand UniversityHawcu"iPrcsss. Kebudayaan E h RE. 1984.Jmnea h n t s d the GkmiaISugar Kementerian Peneman, 1953. RgPublik Indonesia: 1'n&istry:Impact and Changein an EasJmw R d & q Propkwi~Timur.S1pabaja.D~ 1830-1940. Singapore: Oxford Univenity Pnss,
1984.
.
1988. "Kerniskinan dan KsnwlunwanKaum I)8tanipadaMasaTmPi&sadiklin#9"dalam York: CdumMa Univenity. Anne Booth, William J. O'Malley and Anna Kutoyo, S. (4.). 197711978. SejurdI(ebortgkitanNasSoncd \haeMemarm(eds.), SejwahEkonomi lndoneok.Jakam Daerahjawa T i m u r . m DepammenPendidilean LP3ES. dan Kebulyaan. 1994. YiUageJavaunder the Ci&aion System Maddison, Angus. 1989. "Dutch Income in and from 1830-1870. Sydmvy:Allen and Unwin. Indonesia, 1700-1938 dalam Angus Madison and Flu, K.1929. "MedicalScience"dalam L.M.R van Rutten G6 Prince (d. Economic ), Growth in Indonesia. (ed.), Science in the Netherlands East Indies. Dordrecht: Foris Pubtbtions. Amsterdam: De Bussy. McDonald, P. 1980. 'An Historical Perspective to Gardiner, Peter and MaylingOey. 1987. "Morbidity and PopulationGrowthin lndotmh" Mortality in Java 1880- 1940: The Mdence of the 1*:Tlie-ldJPCulttss Colonial reports" dalam N o m G.Owen (4.). school of Mistudies, The De0tncrndDinecxreinSoheast~:~~in U ,hal. 8 1-94. SoCMI, Medical and D e ~ a p h i History. c &gapom: Mellor, J.W. 1966. The Economics of Agricultural Oxford U M l t y Press, hd. 70-90. D e m w t . I kC d l UniversiryPress Geenz,Clifford. 1963.Agricuhwal I d W : Tha Process Mulkan, Abdul Munir. '1000. ltkrrnMumiDohrmMa~yaakat o f ~ i c a I ~ i n htani. ~ Yogydkarta: . ~ Bsntang. ~ of California Press. Nawipto,S.2000."The~ofBesukiinthe19305 Gmum,H. 2000. A RemogruphkHistoryafthe Mmesian Depressionndalam f%mrkomgwd dan Ian Brown Archipelago, 1880- 1942. Sillgapore: [SEAS. (eds), Weathering the Storm: The Economies of kdayani, SriAna. 2006. "Perkemberlgan KatadanArus Southeo;Ft Asia in the 1930s Depression. S:-i ~ P ~ L < e ~ S e b u a Ih S M ,~hat. ~ 160- 1"76. dalam KGpeduduh, 8, l,hal. 1 1-20. 2005. The Risi~gSunina~neselUcaGanury: Hibbs, Hemy H. 1987. Infhnt MortaEtty: ks R s h to Social Change and the lmpoa ofJapanese Occupatron on and Industrial Conditions. New York: Garland AgriwEcurd EcyxKMly a f k u k i R e s w 1942- 1945. PuMihing. :Y Galang Press. Hortsmann, K. dan W. Rutr, 1980. The Pbpulation Nitisastro, Widjojo 1970. P o p u I T~ r o d in Indone&. D i s t r i i onJavo 1 9 7 1 : A M a p o f ~ Lkwcy Ithaca. C d l UniversityPress, 1970. by Sub-Districts cmd IU Analysis. Td
ambuhan Penduduk BsmH: K e h n CbnmgM HIstorPs
Preston. Samuel H. dan Michael R H a i m 1991. Fat11 Years: Child Mortality in lute Nineteenth-Century America. Princeton: PrincetonU n i v m i iPress. Reid, Anthony. 1987. "Low Population Growdr and Its Causes in Pre-Colonial Southeast Asia", Dalam Norman G. Owen (ed.), Death and Disease in Southeast Asic Explorations in Social, Medicd and Demographic History. Singapore: Oxford U n h i t y Press, hat. 33-47. Reksohadiprodjo, Iso. dan Soedarsono Hadisapoetro, 1986. "Perubahan Kepadatan Penduduk dan Penghasilan Bahan Makanan (Padi) di Jawa dan Maduta", Dalam Sajogyo and William L Cdlier (eds), Budidaycr Padi dijawa. Jakarta.~ r a m d i and a Yayasan Obor Indonesia. Slametmuljana. 1976. A Story of Majupahit. Singapore: Singapore U n i i i t y Press. Soewito, Irna H.N. Hadi. 1994. Ro&yatjwa Timur Mempertahankan Kemerdekaan,Vd. 2 Jakarta:Gtamedii Team Psmindjau, 1969. Laporan Tocrmknindjau DJRD. C.R Propnsi Djawa Timur ke Kblimantun Barn 1969. Surabaya:Wmtatht D.RRD. G.R RopinsiDjpwa Timu: '12rtnd<eJ,J. 1963. "De W k i q p p d d i q der f b s k h k Besoeki in 1930". Tijdschrift van het KbninWijke
-
-
N e d e mw h k d g i GenootsdKlp, 80 (I963) hat. 309123. Tim Cidesindo, 1999. Meqguntig L@ran Seproh.Jakarm PuStakaCM<jslndo. Timmer, Maarten. 1961. ChiM Mortality and Population Ressure in the D.l.jogjakarta,jm, Indonesia:A SocialMedical Study. Rotterdam: BFonder. Van der Eng, Pierre. 2002. "Bridging a Gap: A Recormmdonof PopulationPatterns in Indonesia, 1930-61",Asian Studies Review 26,4 (2002). hat. 487-509. Van GeMeren, J. 1961. "The Economics of the Tropical Colony", Dalam W.F. Wertheim dkk., (eds.). Indonesian Economics: The Conapt of Dualism in The0ryandrtrlicy.-FbptTropical Insthte. Von Raemer, L.S.A.M. 1921 Historical Sketches: An l n t r o d to ~ the Fourth t h p s s #the Far Eastern AssocMtion of Tiopid Medicines. Batavla: Jawsche Boekhandelen-j. Wwtbim. W.F. 1950. E@cts of Western Gviiimtion on Indonesian Societ)t New York: Institute of Pacific
.
Relations. Wertheim, W.F. 1956. Indonesian Society in Tmnsition:A Studj ofWC h g e . B a n d w W. van hem.