BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk terbanyak keempat di dunia yaitu sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 diproyeksikan jumlah penduduk Indonesia akan meningkat hingga mencapai 366 juta jiwa (PBR, 2015). Pada tahun 2020 – 2030 mendatang, Indonesia akan memperoleh bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15 – 64 tahun mendominasi populasi nasional hingga mencapai 69% (BKKBN, 2012). Bonus Demografi yang tidak dapat berulang dalam satu siklus demografi dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dengan mengembangkan strategi. Salah satu strateginya yaitu investasi pada perbaikan akses dan kualitas di bidang kesehatan yang nantinya akan berdampak pada pembentukan modal manusia yang lebih produktif (Minister of Finance, Republic of Indonesia, 2011). Dalam mencapai status kesehatan masyarakat yang optimal, diperlukan upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sejak dini, termasuk pada kelompok remaja yang merupakan generasi penerus bangsa. Masa remaja (rentang umur 10 – 24 tahun berdasarkan WHO) sebagai masa dimana seseorang sedang mencari jati diri dengan tingkat emosional yang cenderung tidak stabil. Kondisi tersebut menyebabkan masa remaja menjadi masa yang sangat rawan terhadap berbagai permasalahan kesehatan (Population Council, 2014). Diantara semua permasalahan kesehatan yang terjadi pada remaja, masalah kesehatan reproduksi menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di kalangan remaja (WHO, 2014). Kesehatan reproduksi diartikan sebagai suatu keadaan 1
2
sejahtera baik secara fisik, mental, dan sosial, serta bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan proses reproduksi, fungsi dan sistemnya dari semua tingkatan kehidupan (WHO, 2016). Kesehatan reproduksi sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan dengan kualitas hidup manusia di masa mendatang. Apabila kesehatan reproduksi seseorang terganggu terutama seorang wanita yang akan melahirkan generasi penerus, maka dalam jangka panjangnya juga akan mengganggu kualitas hidup manusia secara keseluruhan (Satria et al, 2009). Namun, dari berbagai macam permasalahan kesehatan reproduksi yang ada, HIV/AIDS merupakan penyebab kematian kedua pada remaja di dunia termasuk Indonesia sebagai negara berkembang (WHO, 2016). Berdasarkan data UNAIDS (2014), pada tahun 2013 terdapat 35 juta orang hidup dengan HIV, dimana 4 juta diantaranya adalah remaja usia 15 – 24 tahun. Selain itu, menurut data WHO (2014) terdapat lebih dari 2 juta remaja berusia 10 – 19 tahun terinfeksi HIV dan jumlah orang yang meninggal mengalami peningkatan. Berdasarkan data secara kumulatif, infeksi HIV di Indonesia meningkat tajam dalam rentang waktu 5 tahun dari 2006 sebanyak 7.195 kasus, meningkat hingga 76.879 pada tahun 2011 (National AIDS Commission, 2012). Sejalan dengan kondisi tersebut, laporan hasil Millenium Development Goals (MDGs) menunjukkan prevalensi HIV/AIDS di Indonesia meningkat tiap tahunnya dan terdapat 76 per 1000 infeksi baru pada tahun 2012, sehingga membutuhkan perhatian yang khusus untuk menurunkan kasusnya (WHO, 2014). Menurut data UNICEF (2012), satu dari setiap lima orang yang terinfeksi HIV adalah remaja yang berusia di bawah 25 tahun. Sebesar 18% dari total kasus baru HIV pada tahun 2011 merupakan remaja usia 15 – 24 tahun. Remaja sebagai kelompok yang rentan memiliki risiko 30% lebih besar untuk terinfeksi HIV.
3
Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki data yang signifikan terhadap permasalahan kesehatan reproduksi termasuk HIV/AIDS dan memiliki besaran kasus AIDS tertinggi kedua setelah papua pada tahun 2009 yaitu sebesar 45,4 per 100.000 penduduk (Dinkes Provinsi Bali, 2014). Secara kumulatif hingga Desember 2015, jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali mencapai 13.319, dimana 2% (264) diantaranya adalah remaja berusia 15 – 19 tahun (KPA Kota Denpasar, 2015). Jumlah kasus HIV/AIDS di kota Denpasar saat ini tercatat mencapai 1.284 kasus dari 2.829 kasus di Bali atau sebesar 48% kasus yang merupakan tertinggi di Bali (Pemkot Denpasar, 2012). Dalam rangka menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS dan mencegah terjadinya penyebaran kasus lebih luas, maka diperlukan upaya preventif yang difokuskan pada kelompok remaja (Kemenkes RI, 2013). Upaya pencegahan yang menyasar kelompok remaja, umumnya bisa dilakukan dalam bentuk program yang berbasis di sekolah, sehingga dapat mempermudah dalam menjangkau remaja. Beberapa program yang dilaksanakan oleh instansi kesehatan meliputi Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) dan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R). Kedua program tersebut dijalankan oleh instansi kesehatan yang berbeda – beda. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) kota Denpasar memiliki program Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) yang tersebar di 62 sekolah menengah atas dan kejuruan, serta sekolah menengah tingkat pertama. Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) merupakan bentuk turunan program nasional kampanye “Aku Bangga Aku Tahu”. Kampanye ini merupakan sosialisasi mengenai perilaku seksual yang harus dihindari sebelum ada komitmen melalui pernikahan dan penyadaran tentang cara penularan penyakit HIV dan AIDS. Kampanye tersebut secara nasional dilaksanakan di 10 provinsi di Indonesia, salah satunya yaitu provinsi
4
Bali (Kemenkes RI, 2013). Kegiatan yang dilakukan dalam program KSPAN terdiri dari kegiatan pendukung organisasi dan kegiatan mandiri yang dalam praktiknya diserahkan kepada karakter dan kemampuan sekolah masing – masing. Kegiatan pendukung organisasi berupa pelatihan guru Pembina KSPAN, pelatihan pendidik sebaya KSPAN. Adapun materi pelatihan yang diberikan yaitu mengenai HIV/AIDS, Narkoba, Infeksi Menular Seksual (IMS), Kesehatan reproduksi, gender dan seksualitas remaja, pemberdayaan remaja, basic life skill, dan lainnya (KPA Kota Denpasar, 2015). Selain adanya program KSPAN yang dapat membantu siswa dalam mengakses informasi mengenai HIV/AIDS, adapun program remaja berbasis sekolah lainnya yaitu program Program Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R). Program PIK–R merupakan program nasional yang dibentuk oleh BKKBN sebagai bentuk respon dalam menanggulangi permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Jumlah PIK-R yang terbentuk di wilayah Denpasar sebanyak 16, dimana 10 diantaranya terbentuk di sekolah menengah pertama dan atas. Program Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) di kota Denpasar dibentuk oleh BKKBN Provinsi Bali melalui perpanjangan tangan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) kota Denpasar. Arah kebijakan program ini adalah untuk mewujudkan tegar remaja dalam rangka tegar keluarga untuk mencapai keluarga kecil bahagia sejahtera. Tegar remaja yang dimaksud yaitu membangun remaja yang berperilaku sehat, dan menghindari risiko triad kesehatan reproduksi remaja (HIV/AIDS, NAPZA, dan Seks Berisiko). Selain itu, tegar remaja juga dimaksudkan untuk mewujudkan remaja sehat yang dapat menunda usia perkawinan, menginternalisasi norma – norma keluarga kecil bahagia sejahtera dan menjadi
5
teladan bagi remaja – remaja sebayanya. Salah satu materi yang disampaikan yaitu mengenai HIV/AIDS (Muadz, M.M, 2008). Keberadaan kedua program yang dijalankan oleh instansi kesehatan dan kemasan yang berbeda, apabila dilihat pada setiap poin materi yang diberikan pada saat pelatihan, maka terdapat persamaan materi, salah satunya yaitu HIV/AIDS. Frekuensi pemberian materi yang cukup sering dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi termasuk HIV/AIDS, namun belum berarti dapat mengarahkan pada perubahan perilaku yang diharapkan dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 65% siswa di kota Denpasar memiliki pengetahuan yang baik mengenai HIV/AIDS (Saputra, 2011). Sejalan dengan itu, hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa sebesar 62,7% remaja memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi, namun 60% remaja di kota Denpasar berperilaku seksual risiko tinggi (Yani, 2014). Berdasarkan hasil survey, 5 dari 10 (48%) remaja pernah mendengar ada teman sebayanya sudah melakukan hubungan seksual aktif dan dua dari 10 (19%) pernah melakukan aktivitas seksual heteroseksual (KISARA, 2014). Hal itu menunjukkan masih kurangnya pemahaman remaja mengenai faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya penularan HIV/AIDS. Hasil pencapaian target MDGs pada tahun 2012 menunjukkan proporsi remaja Indonesia usia 15 – 24 tahun yang memiliki pengetahuan yang benar mengenai HIV/AIDS hanya sebesar 21,25%. Kurang efektifnya program kesehatan reproduksi yang ada menjadi salah satu penyebab kurang baiknya pemahaman remaja mengenai HIV/AIDS sehingga perilaku berisiko di kalangan remaja masih cukup tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Desyolmita & Firman (2013) pada 10 orang siswa sekolah menengah
6
tingkat pertama, menunjukkan kurang semangatnya siswa dalam mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan reproduksi karena materi yang diberikan sangat membosankan bagi siswa. Selain itu, siswa juga terbebani karena padatnya jam pelajaran dan tugas sehingga konsentrasi siswa dapat terganggu dalam memahami materi kesehatan reproduksi yang diberikan. Berdasarkan penelitian, sebesar 78,7% siswa di kota Denpasar menyatakan bahwa dukungan sosial terhadap salah satu bentuk program kesehatan reproduksi tergolong rendah (Yani, 2014). Banyaknya jenis program kesehatan reproduksi yang ada di sekolah memiliki tujuan yang berbeda, namun materi yang diberikan hampir sama. Program Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) bertujuan untuk memaksimalkan pengetahuan dan perilaku siswa dalam kepedulian terhadap HIV dan AIDS. Pusat Informasi Konseling Remaja (PIKR) memiliki tujuan untuk memberikan informasi perencanaan keluarga berencana bagi remaja, pendewasaan usia perkawinan, keterampilan hidup, dan pelayanan konseling. Kedua program tersebut memiliki tujuan yang berbeda namun terdapat submateri yang sama, salah satunya yaitu pemberian materi HIV/AIDS. Adanya dua program yang sejenis dengan materi yang sama dapat dikaitkan dengan tingkat kebosanan siswa dan kurang maksimalnya penyerapan informasi. Hal tersebut dapat mempengaruhi efektifitas program dalam meningkatkan partisipasi remaja untuk berprilaku sehat yang dapat mencegah penularan HIV/AIDS. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui persepsi remaja terhadap program Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) dan Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) pada sekolah di kota Denpasar.
7
1.2 Rumusan Masalah Remaja merupakan kelompok rentan tertular HIV/AIDS, dimana menurut data UNICEF (2012), satu dari setiap lima orang yang terinfeksi HIV adalah remaja yang berusia di bawah 25 tahun. Secara kumulatif hingga Desember 2015, jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali mencapai 13.319, dimana 2% (264) diantaranya adalah remaja berusia 15 – 19 tahun. Oleh sebab itu, diperlukan upaya preventif yang difokuskan pada kelompok remaja. Terdapat beberapa program kesehatan reproduksi yang berbasis sekolah termasuk di Denpasar meliputi Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) dan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R). Kedua program memiliki tujuan yang berbeda, namun memiliki persamaan submateri yaitu HIV/AIDS. Banyaknya kegiatan dengan pemberian materi yang sama dapat dikaitkan dengan kebosanan siswa, sehingga mempengaruhi konsentrasi siswa dalam memahami informasi yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 65% siswa di kota Denpasar memiliki pengetahuan yang baik mengenai HIV/AIDS (Saputra, 2011). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa 62,7% remaja memiliki pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi, namun 60% remaja di kota Denpasar memiliki perilaku seksual berisiko tinggi (Yani, 2014). Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti bermaksud untuk melihat pandangan siswa sebagai remaja terhadap keberadaan program KSPAN dan PIK-R di sekolah dengan pemberian materi yang sama. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui penilaian remaja sebagai penerima dan pelaksana program terhadap efektifitas program dalam mempengaruhi pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS, sehingga berperilaku sehat yang dapat mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian mengenai persepsi remaja terhadap program
8
Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) dan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) pada sekolah di kota Denpasar.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka pertanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti yaitu bagaimana persepsi remaja terhadap program Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) serta Program Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) pada sekolah kota di kota Denpasar?
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui persepsi remaja terhadap program Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) serta Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) pada sekolah di kota Denpasar. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dan perilaku pencegahannya
2.
Untuk mengetahui pengetahuan remaja terhadap program KSPAN dan PIK-R
3.
Untuk mengetahui persepsi remaja terhadap program KSPAN dan PIK-R
4.
Untuk mengetahui saran dan harapan remaja terhadap program KSPAN dan PIK-R
9
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah keberagaman temuan ilmiah dan memberikan sumbangan pemikiran ilmiah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan promosi kesehatan dan kesehatan reproduksi. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi studi pendahuluan untuk mengembangkan penelitian terkait penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan remaja. 1.5.2 Manfaat Praktis 1.
Bagi penyelenggara program yaitu Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) kota Denpasar dan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) kota Denpasar, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran implementasi program dari sudut pandang penerima program yaitu remaja. Hasil penelitian dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan untuk pengembangan program KSPAN dan PIK-R. Selain itu, temuan dari penelitian ini juga dapat menjadi acuan untuk integrasi kedua program dan membuka kesempatan untuk saling berkoordinasi dalam menjalankan program kesehatan reproduksi.
2.
Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk menentukan kebijakan dalam menjalankan suatu program kesehatan reproduksi di sekolah sehingga siswa tidak terbebani dengan kegiatan yang dapat mengganggu pembelajaran di kelas.
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat untuk mengetahui persepsi remaja terhadap program Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) dan Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) pada sekolah di kota Denpasar. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan pendekatan ilmu promosi kesehatan. Penelitian dilakukan di SMAN 2 Denpasar dan SMP Dwijendra serta pengumpulan data dilakukan mulai dari bulan Maret hingga Mei 2016. Data dikumpulkan melalui focus group discussion pada remaja sasaran. Remaja yang menjadi subyek penelitian adalah siswa yang mengikuti kegiatan (menjadi anggota) kedua program.