pencetak penuh dan dibiarkan sampai parafin membeku dan mengeras. Pemotongan jaringan menggunakan mikrotom dilakukan dengan ketebalan 3 mikron setelah sebelumnya dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Hasil pemotongan yang berbentuk pita diletakkan diatas permukaan air hangat (45°C) dengan tujuan menghilangkan lipatan objek. Objek diletakkan di atas gelas objek yang kemudian dikeringkan dalam inkubator suhu 60°C selama 1 malam. Sediaan dimasukkan ke dalam xilol empat kali selama 2 menit, selanjutnya memasuki proses rehidrasi yang dimulai dari alkohol absolut sampai alkohol 80% masing-masing selama 2 menit. Kemudian sediaan di cuci dengan air mengalir lalu dikeringkan. Setelah itu, sediaan di warnai dengan Mayer s Hematoksilin selama 1 menit kemudian dibilas lagi dengan air dan akhirnya diwarnai dengan pewarna Eosin selama 2 menit. Untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebihan, sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian sediaan dicelupkan ke dalam alkohol 90% sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut I sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut II selama 2 menit, xilol I selama 1 menit, dan xilol II selama 1 menit. Akhirnya sediaan ditetesi perekat permount dan ditutup dengan gelas penutup dan siap diamati menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan Sediaan Histopatologi Pengamatan secara hispatologi dilakukan pada sediaan sampel kulit. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan ini menggunakan parameterparameter seperti jumlah sel radang, jumlah neokapilerisasi, proses re-epitelisasi, dan pertumbuhan jaringan ikat. Jumlah Sel Radang. Perhitungan sel radang dilakukan dengan menghitung jumlah sel neutrofil, limfosit, dan makrofag pada sediaan histopatologi menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x10. Perhitungan dilakukan sebanyak 5 lapang pandang. Jumlah Neokapilerisasi. Pengamatan terhadap neokapilerisasi dilakukan dengan metode scorring berdasarkan jumlah neokapiler pada sediaan hispatologi menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 40x10. Nilai yang digunakan berkisar antara nol (0) sampai positif sepuluh (+4). Persentase Re-epitelisasi. Pengamatan reepitelisasi dilakukan dengan mengukur
persentase proses re-epitelisasi berdasarkan kondisi jaringan epitel pada daerah luka menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 10x10. Pertumbuhan Jaringan Ikat. Pengamatan terhadap pertumbuhan jaringan ikat dilakukan dengan menghitung jumlah sel fibroblastik pada daerah luka menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x10. Perhitungan dilakukan sebanyak 5 lapang pandang. . Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Percobaan ini terdiri atas 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Model percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij=µ + αi + εij keterangan : Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum αi = pengaruh perlakuan ke-i εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j Analisis data dilakukan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 95% (Mattjik 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Khitosan Khitosan merupakan turunan dari kitin. Khitosan didapat dari kitin yang telah melalui proses deasetilasi dengan menggunakan NaOH. Kitin diperoleh dari ekstraksi limbah kulit kepiting yang telah melalui proses demineralisasi dengan menggunakan HCl 1 N dengan perbandingan 1:7. Ekstrak yang diperoleh kemudian dihilangkan proteinnya dengan NaOH 3,5 % selama 1 jam pada suhu 90°C dengan perbandingan 1:10. Untuk mendapatkan khitosan, kitin dihilangkan gugus asetilnya, sehingga yang tertinggal hanya gugus hidroksil dan amino (Gambar 3). Gugus amino inilah yang membedakan khitosan dengan kitin (Masduki 1996). Kulit kepiting digunakan karena mengandung kadar protein yang lebih rendah dibandingkan dengan kulit udang, sehingga membuat masa simpan kulit kepiting lebih panjang dibandingkan dengan kulit udang. Tentunya selama penyimpanan, limbah kulit kepiting akan menghasilkan bau yang lebih ringan dibandingkan dengan yang akan
dihasilkan limbah kulit udang. Limbah kulit kepiting yang digunakan berasal dari daerah Muara Angke. Jumlah keseluruhan limbah kulit kepiting yang diproses sebanyak 38 kg. Setelah kulit kepiting melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi, kulit kepiting akan berubah menjadi khitosan (Gambar 4). Rendemen khitosan yang dihasilkan adalah 15.79% (Djamaludin et al. 2008). Sebelum dilakukan perlakuan, khitosan yang ada dilarutkan dalam larutan asam laktat 1% (v/v) dalam air hingga dihasilkan larutan khitosan 4% (b/v). Asam laktat dipilih karena sifatnya yang relatif aman terhadap kulit bila dibandingkan dengan asam organik lainnya. Hasil Pengamatan Patologi Anatomi Pengamatan terhadap penyembuhan luka berdasarkan gambaran patologi anatomi (PA) terhadap kelompok negatif, kelompok Betadine®, dan khitosan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 setelah perlakuan dengan parameter ukuran luka, kering tidaknya luka, serta jumlah jaringan parut yang terbentuk pada luka. Berdasarkan pengamatan patologi anatomi pada luka terlihat bahwa pada hari ke-0, kelompok perlakuan khitosan sudah menunjukkan adanya perbaikan. Kondisi luka pada kelompok khitosan terlihat lebih kering dibandingkan kedua kelompok lainnya (Gambar 5). Diduga kemampuan khitosan sebagai koagulan menjadi pemicu keringnya luka yang lebih cepat bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Pengamatan pada hari ke-2 belum menunjukkan perbedaan kondisi luka antara kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif, namun perbedaan ditunjukkan pada kelompok khitosan. Kondisi luka terlihat lebih kering dengan pembentukkan jaringan parut yang lebih banyak (Gambar 6). Bahkan ukuran luka pada kelompok khitosan sama dengan ukuran luka pada kedua kelompok lainnya di hari ke-4.
(kitin) + NaOH
(khitosan) + CH3 COOH
Gambar 3 Reaksi yang terjadi dalam proses deasetilasi.
Gambar 4 Pembuatan khitosan dari kulit kepiting hingga menjadi produk. Pengamatan pada hari ke-4 menunjukkan kondisi yang tidak berbeda dengan kondisi luka pada hari ke-2. Kondisi luka pada kelompok khitosan tetap terlihat lebih kecil secara nyata bila dibandingkan dengan kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif. Perbedaan yang signifikan pun juga sudah mulain ditunjukkan antara kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif (Tabel 1). Jaringan parut adalah salah satu tanda bahwa penyembuhan luka sedang berjalan. Dalam prosesnya, jaringan parut yang terbentuk dari hasil pembekuan darah akan menutupi area luka. Saat kondisi luka sudah membaik, penyembuhan luka masuk ke tahap berikutnya, yaitu tahap fibroblastik dan retraksi jaringan. Jaringan parut akan hilang atau hancur dengan sendirinya sementara selsel fibroblast akan masuk ke area luka untuk melakukan proses re-epitelisasi. Pengamatan pada hari ke-6 menunjukkan kondisi luka pada kelompok Betadine® pun mulai menunjukkan kondisi yang lebih baik bila dengan kelompok kontrol negatif. Untuk
kelompok khitosan, menunjukkan kondisi luka yang lebih baik dengan mulai tidak terlihatnya bekas luka. Luka yang lebih kering dan jaringan parut yang sudah mulai berkurang menunjukkan kondisi luka pada kelompok khitosan lebih baik dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Dengan kata lain penyembuhan luka pada kelompok khitosan berjalan lebih cepat. Hasil Pengamatan Histopatologi Pengamatan secara histologi terhadap penyembuhan luka dilakukan dengan membandingkan gambaran histopatologi dari kelompok kontrol negatif, kelompok Betadine®, dan kelompok khitosan. Pengamatan ini dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 setelah perlakuan. Perbandingan gambaran histopatologi yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 9. Parameter yang digunakan adalah jumlah sel radang (neutrofil, limfosit, dan makrofag), pembentukan kapiler baru (neokapilerisasi), pembentukan jaringan ikat berdasarkan jumlah sel fibroblas, dan kondisi re-epitelisasi.
Tabel 1 Rataan ukuran luka pada pengamatan patologi anatomi Kontrol Kontrol + Khitosan (mm2) (mm2) (mm2) e e 0 25.0000 25.0000 25.0000e d d bc 2 15.3333 14.3333 8.3333 c b a 4 10.3333 6.3333 4.0000 ab ab a 6 4.6667 4.3333 3.6667 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) H
Sel Radang Pengamatan sel radang dilakukan dengan menghitung jumlah dari 3 jenis sel radang, yaitu neutrofil, limfosit, dan makrofag pada 5 lapang pandang yang berbeda. Secara umum, hasil pengamatan menunjukkan adanya perubahan jumlah sel radang pada hari-hari tertentu.
0 ----------------- semakin kering ------------------ 4
Gambar 5 Interaksi antara tingkat kekeringan luka terhadap hari perlakuan.
0 ----------------- semakin banyak ------------------ 4
Gambar 6 Interaksi antara jumlah jaringan parut pada luka terhadap hari perlakuan. Sel Neutrofil. Neutrofil merupakan salah satu sel radang yang diamati. Peradangan pada luka akan mengundang datangnya neutrofil di daerah luka. Peningkatan jumlah neutrofil juga dapat disebabkan adanya respon neutrofil terhadap infiltrasi bakteri pada luka. Pengamatan di hari ke-2 setelah perlakuan menunjukkan adanya kenaikkan jumlah neutrofil. Kelompok khitosan menunjukkan adanya kenaikan jumlah sel neutrofil yang signifikan bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Perbedaan jumlah neutrofil kelompok khitosan pada hari ke-2 memang tidak dinyatakan berbeda nyata dengan kelompok Betadine®, namun dinyatakan berbeda nyata secara statistik bila dibandingkan kelompok kontrol negatif. Neutrofil dalam jumlah yang banyak dapat mempercepat penyembuhan luka karena dapat mengeliminasi benda-benda asing serta sisa-sisa jaringan yang terdapat pada luka lebih cepat sehingga proses regenerasi sel-sel baru menjadi lebih cepat terjadi. Diduga khitosan mempunyai kemampuan sebagai
imunomodulator dalam membantu penyembuhan luka. Kondisi pada kelompok khitosan ini pun dapat terjadi karena adanya pengaruh dari kemampuan khitosan sebagai antibakteri. (Hapsariyani et al. 2008). Aktivitas antibakteri pada khitosan ini dapat menurunkan jumlah mikroba pada luka sehingga dapat mengurangi terjadinya peradangan yang diakibatkan oleh bakteri dan pada akhirnya dapat mempercepat penyembuhan luka. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah neutrofil pada kelompok khitosan dan kelompok Betadine® sudah mengalami penurunan setelah hari ke-2, sedangkan kelompok kontrol negatif baru mengalami penurunan setelah hari ke-4. Penurunan jumlah sel neutrofil menandakan bahwa penyembuhan masuk ke tahap berikunya. Walaupun perbedaan jumlah neutrofil antara ketiga kelompok dinyatakan tidak berbeda nyata secara statistik (Tabel 2), kondisi ini menunjukkan bahwa khitosan mempunyai pengaruh baik pada penyembuhan luka karena mengalami penurunan lebih cepat. Sel radang yang bekerja di area peradangan bukan hanya neutrofil. Saat penyembuhan oleh neutrofil telah selesai, keberadaan neutrofil akan digantikan oleh makrofag yang kemudian merangsang proses inisiasi sel fibroblast. Tabel 2
Rataan jumlah neutrofil pemeriksaan mikroskopis
kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif, walau perbedaan jumlahnya tidak dinyatakan berbeda nyata secara statistik (Tabel 3). Pengaruh jumlah limfosit sama dengan pengaruh jumlah neutrofil di area peradangan. Semakin banyak limfosit dapat mempercepat penyembuhan luka. Jumlah limfosit mulai mengalami penurunan di kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif sebelum hari ke-4, sedangkan kelompok khitosan baru mengalami penurunan antara hari ke-4 dan ke-6. Jumlah limfosit kelompok khitosan pada hari ke-4 tidak berbeda nyata dengan kelompok Betadine®, namun dinyatakan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Jumlah limfosit yang menurun diduga karena kondisi luka yang mulai mengalami penyembuhan sehingga peradangan juga mulai berkurang. Pengamatan pada hari ke-6 menunjukkan adanya penurunan yang signifikan bila dibandingkan dengan hari sebelumnya, bahkan lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Perubahan ini menunjukkan bahwa keberadaan khitosan di area peradangan membuat kerja limfosit menjadi lebih efektif sehingga mempercepat penyembuhan luka. Tabel
3
Rataan jumlah limfosit pemeriksaan mikroskopis
pada
pada
Kontrol Kontrol + Khitosan (butir) (butir) (butir) a a a 0 0.0 0.0 0.0 a ab b 2 50.6 74.6 163.8 a a a 4 55.2 48.8 47.8 a a a 6 14.4 3.2 0.4 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) H
Sel Limfosit. Selain neutrofil, sel radang yang diamati adalah limfosit. Limfosit merupakan salah satu sel yang berperan dalam kekebalan tubuh. Limfosit biasanya terlihat pada jaringan sebagai sel yang kecil dengan inti yang jelas dan sitoplasma yang sangat sedikit (Tighe dan Davies 1984 diacu dalam Hapsari 2006). Pengamatan di hari ke-2 menunjukkan adanya kondisi kenaikkan jumlah limfosit yang sama dengan hasil perhitungan pada jumlah sel neutrofil. Kenaikan jumlah sel limfosit pada kelompok khitosan terlihat lebih signifikan bila dibandingkan dengan
Kontrol Kontrol + Khitosan (butir) (butir) (butir) 0 0.6a 0.6a 0.6a ab ab 2 16.2 14.6 25.0b a ab 4 5.6 8.8 26.6b a a a 6 3.8 3.8 1.6 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) H
Sel Makrofag. Makrofag adalah salah satu jenis sel fagosit utama yang memiliki daya hidup yang lebih panjang bila dibandingkan dengan neutrofil. Fagositosis oleh makrofag terhadap sel-sel yang mati merupakan salah satu cara membuang sisasisa sel yang rusak (Spector dan Spector 1989). Makrofag terdapat dalam dalam darah perifer. Akumulasi makrofag merupakan syarat pertama bagi reparasi jaringan pengikat (Spector dan Spector 1989). Pengamatan di hari ke-2 menunjukkan adanya kondisi kenaikkan jumlah makrofag signifikan pada kelompok khitosan bila dibandingkan dengan kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif. Namun,
perbedaan jumlah makrofag pada kelompok khitosan belum dapat dinyatakan berbeda nyata secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif. Jumlah makrofag mulai mengalami penurunan di ketiga kelompok pada setelah hari ke-4. Bila dilihat dari jumlahnya, makrofag kelompok khitosan pada hari ke-4 tidak berbeda nyata secara statistik dibandingkan dengan kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif. Martini et al (1992) menyatakan bahwa adanya perlukaan jaringan merangsang sel makrofag mengeluarkan zat-zat kimia yang akan merangsang sel monosit dan fagosit lainnya untuk bermigrasi ke dalam jaringan yang rusak. Selain itu, makrofag pun dapat menarik sel fibroblast untuk bermigrasi ke dalam jaringan yang rusak untuk membentuk jaringan parut yang akan menutup luka. Pengamatan makrofag pada hari ke-6 memperlihatkan hasil yang juga tidak berbeda nyata antara kelompok khitosan dengan kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif. Namun, kelompok khitosan menunjukkan adanya penyembuhan yang lebih cepat dengan adanya penurunan jumlah makrofag yang signifikan bila dibandingkan pada hari sebelumnya dan ini tidak terjadi pada kelompok lainnya (Tabel 4). Kondisi ini menunjukkan bahwa penyembuhan luka berupa pembuangan sel-sel mati pada daerah luka yang dilakukan oleh makrofag lebih cepat selesai sehingga berujung pada pengurangan makrofag di daerah luka. Kondisi yang berbeda ditunjukkan pada kelompok kontrol negatif. Jumlah makrofag justru meningkat kembali pada hari ke-6. Diduga hal ini terjadi karena adanya infeksi sehingga makrofag kembali mengalami peningkatan. Tabel 4 Rataan jumlah makrofag pada pemeriksaan mikroskopis Kontrol Kontrol + Khitosan (butir) (butir) (butir) a a a 0 0.2 0.2 0.2 ab ab b 2 9.8 10.2 15.4 ab ab b 4 4.8 8.8 13.6 ab a a 6 5.2 1.6 0.4 Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05)
pembuluh darah baru akan membantu mempercepat proses regenerasi sel dan normalisasi jaringan (Mayasari 2003). Pembentukkan neokapiler adalah akibat aktivitas mitosis sel-sel endotel pembuluh darah yang sudah diikuti oleh migrasi ke daerah luka. Pembentukan neokapiler berfungsi untuk menyuplai vitamin, mineral, glukosa, dan asam amino ke fibroblast untuk memaksimalkan pembentukkan kolagen serta membebaskan jaringan dari nekrosis, benda asing, dan infeksi sehingga mempercepat penyembuhan luka (Pavletic 1992 diacu dalam Hapsari 2006). Hasil pengamatan pada hari ke-2 menunjukkan adanya neokapilerisasi walau jumlahnya masih sedikit. Kelompok khitosan menunjukkan proses neokapilerisasi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif. Pengamatan hari ke-4 sampai ke-6 menunjukkan adanya peningkatan jumlah neokapilerisasi pada ketiga kelompok. Kelompok khitosan menunjukkan perkembangan terbaik bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Secara keseluruhan, proses neokapilerisasi terjadi lebih cepat pada kelompok khitosan bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya (Gambar 7). Pembentukan neokapilerisasi yang lebih cepat tentunya akan mempercepat penyembuhan luka karena dapat meningkatkan penyaluran suplai darah. Suplai darah diperlukan dalam metabolisme aktif sel sehingga mempercepat terjadinya regenerasi jaringan. Kapiler-kapiler pada jaringan parut muda sangat diperlukan karena proliferasi sel memerlukan banyak energi dan bahan yang berasal dari darah (Rukmono 1996).
H
Jumlah Neokapilerisasi Penyembuhan luka sangat ditunjang oleh suplai darah ke daerah luka. Pembentukkan
0 ----------------- semakin banyak ------------------ 4
Gambar
7
Interaksi antara kondisi neokapilerisasi pada luka terhadap hari perlakuan.
Persentase Re-epitelisasi Restorasi epitel permukaan pada kulit dicapai dengan meningkatkan aktivitas mitosis epitel di dekat tepi luka, terutama pada lapisan yang lebih dalam. Epitel merupakan salah satu komponen yang berperan dalam penyembuhan luka. Regenerasi lapisan epitel merupakan serangkaian peristiwa yang sangat terkoordinasi dan terstruktur (Spector dan Spector 1989). Lapisan epitel yang terbentuk sangat tipis dan rapuh, sehingga mudah kambuh lagi apabila ada tekanan atau jilatan hewan (Pavletic 1992 diacu dalam Hapsari 2006). Pengamatan pada hari ke-2 terhadap pembentukan epitel menunjukkan hasil bahwa pada kelompok khitosan mengalami proses reepitelisasi yang lebih cepat bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (Gambar 8). Pembentukan epitel pada hari ke-4 dan ke6 terjadi lebih cepat pada kelompok khitosan dan lebih lambat pada kelompok kontrol negatif. Terutama pada hari ke-6, kondisi jaringan epitel sudah hampir sempurna pada kelompok khitosan. Banyak faktor yang membantu dan mempercepat terjadinya proses re-epitelisasi. Beberapa diantaranya adalah jumlah sel-sel mati yang sedikit, tidak adanya penyebab infeksi, dan adanya suplai darah yang cukup. Kondisi ini ditunjukkan pada kelompok khitosan. Diduga faktor ini yang berperan penting kenapa kondisi luka pada kelompok khitosan lebih cepat membaik.
Fibroblast adalah sel mesenkim dasar jaringan dewasa yang sifat utamanya ialah mensintesis komponen-komponen jaringan pengikat, yaitu kolagen dan mukopolisakarida (Spector dan Spector 1989). Fibroblast-fibroblast ini kemudian membentuk kolagen hingga terjadi jaringan ikat yang menghubungkan dengan erat tepi-tepi luka. Jaringan ini dinamakan jaringan parut (Rukmono 1996). Pengamatan jaringan ikat dilakukan dengan mengamati jumlah fibroblast yang ada di sekitar daerah luka. Jumlah fibroblast dianggap setara dengan terbentuknya jaringan ikat pada daerah luka. Pengamatan pada hari ke-2 menunjukkan adanya sedikit fibroblast yang berperan dalam penyembuhan luka pada ketiga kelompok. Kelompok khitosan mengalami kenaikan jumlah fibroblast yang tinggi pada hari ke-4, sedangkan kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif baru mengalami kenaikan yang signifikan pada hari ke-6. Namun begitu, pengamatan pada hari ke-6 menunjukkan bahwa jumlah fibroblast pada kelompok khitosan tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok Betadine® dan kelompok kontrol negatif (Tabel 5). Aktifitas dari pertumbuhan sel fibroblast yang tinggi akan membuat proses reepitelisasi pada daerah luka menjadi lebih cepat. Dengan kata lain, kondisi yang ditunjukkan pada kelompok khitosan menunjukkan bahwa penyembuhan luka berjalan lebih cepat bila dibandingkan kedua kelompok lainnya. Tabel 5 Rataan jumlah fibroblast pada pemeriksaan mikroskopis. Kontrol Kontrol + Khitosan (butir) (butir) (butir) 0 4.6a 4.6a 4.6a a a 2 5.0 8.6 10.0a a a 4 5.4 10.0 26.4ab ab ab 6 20.8 28.0 40.4b Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) H
Gambar
8
Interaksi antara persentase re-epitelisasi pada luka terhadap hari perlakuan.
Pembentukan Jaringan Ikat Ciri khusus jaringan ikat yang mengalami rekonstruksi ialah aktivitas sel fibroblastnya.
Peranan Khitosan dalam Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan banyak sel dan jaringan. Proses ini terdiri atas beberapa tahap yang saling tumpang tindih dan saling berkaitan. Setiap sel yang terlibat dalam proses ini memiliki peranan yang berbeda-
beda. Penyembuhan luka diawali dengan fase peradangan. Sel-sel yang berperan dalam tahap ini adalah sel-sel leukosit seperti neutrofil, makrofag, dan limfosit. Ketiganya memiliki peranan masing-masing, bahkan memiliki waktu yang berlainan untuk menginfiltrasi daerah luka. Tentunya, semakin banyak sel leukosit (sel radang) yang muncul di daerah luka akan membuat penyembuhan luka menjadi lebih cepat. Banyak bahan kimia dalam jaringan yang dapat menyebabkan neutrofil dan makrofag bergerak menuju sumber bahan kimia tersebut. Fenomena ini, seperti yang tampak pada Gambar 9 dikenal sebagai kemotaksis (Guyton dan Hall 1997). Bila suatu jaringan mengalami radang, sedikitnya terbentuk produk-produk yang dapat menyebabkan kemotaksis ke arah area yang mengalami radang. Bahan-bahan ini adalah beberapa racun yang dikeluarkan oleh bakteri, produk degeneratif dari jaringan yang meradang itu sendiri, dan beberapa produk reaksi yang disebabkan oleh pembekuan plasma dalam area peradangan. Jumlah neutrofil yang menginfiltrasi daerah luka mengalami penurunan pada hari ke-4. Keberadaan sel neutrofil mulai digantikan oleh sel makrofag. Jumlah neutrofil berkurang karena daerah luka telah bebas dari infiltrasi mikroba sehingga dapat dilanjutkan dengan fase berikutnya yaitu fase proliferasi jaringan. Sifat antibakteri yang dimiliki khitosan diduga sebagai penyebab proses ini berlangsung lebih cepat bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Selain neutrofil dan makrofag, terdapat jenis sel radang lain pada daerah luka pada hari ke-2 yaitu limfosit. Sel limfosit-T merupakan sel limfosit dengan jumlah tertinggi yang berperan dalam perekrutan makrofag ke daerah luka dengan mengeluarkan limfokin berupa macrophage aggregating factor (MAF) dan macrophage chemotatic factor (MCF). MAF merangsang agregasi dari makrofag, sedangkan MCF berfungsi sebagai chemoattractant bagi makrofag (Banks 1993 diacu dalam Handayani 2006). Data yang dihasilkan menunjukkan adanya kolerasi sesuai antara limfosit dan makrofag. Tingginya jumlah limfosit pada kelompok khitosan pada hari ke2 diduga karena sifatnya yang memicu terjadinya kemotaksis seperti yang terjadi pada neutrofil. Makrofag mengalami emigrasi setelah neutrofil dan tiba di daerah luka setelah
neutrofil bekerja memfagosit partikel asing. Makrofag adalah sel radang yang berfungsi untuk mengeliminasi partikel asing dan jaringan mati. Jumlah makrofag di awal fase proliferasi akan meningkat karena keberadaanya yang diperlukan untuk mensekresi senyawa yang merangsang pertumbuhan jaringan lain seperti basic fibroblast growth factor (bFGF), platelet derived growth factor (PDGF), dan transforming growth factor- (TGF- ) yang menginisiasi proliferasi sel fibroblast untuk membentuk serabut kolagen di daerah luka (Vegad 1996). Kemampuan khitosan dalam membantu penyembuhan luka semakin terbukti dengan proses inisiasi sel fibroblast di area luka yang lebih cepat dan banyak bila dibandingkan kelompok lainnya. Dalam proses reparasi jaringan, keberadaan pembuluh darah memiliki peranan penting untuk memberikan asupan nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi. Untuk menunjang fungsi tersebut, pembuluh darah akan membentuk tunas-tunas pembuluh baru yang nantinya akan menjadi percabangan baru pada jaringan luka yang biasa disebut dengan neokapilerisasi. Proses neokapilerisasi dimulai dengan pembekuan darah. Lebih dari 50 macam zat yang mempengaruhi pembekuan darah, beberapa diantaranya mempermudah terjadinya pembekuan yang disebut prokoagulan, dan yang lain menghambat pembekuan, disebut antikoagulan. Pembekuan darah akan terjadi bergantung dengan keseimbangan antara kedua golongan zat tersebut (Guyton dan Hall 1997). Pembekuan darah itu sendiri terjadi dalam tiga langkah utama. Langkah pertama adalah terbentuknya rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks yang melibatkan selusin faktor pembekuan darah sebagai respon terhadap rusaknya pembuluh darah untuk menghasilkan suatu senyawa yang disebut aktivator protombin. Langkah kedua adalah perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh aktivator protombin. Langkah ketiga adalah mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan dengan trombin sebagai enzimnya (Guyton dan Hall 1997). Benang-benang fibrin ini yang akan menutup pembuluh darah yang rusak untuk kemudian membentuk tunas-tunas pembuluh baru. Khitosan memiliki beberapa sifat dan fungsi yang khas, diantaranya sebagai koagulan. Larutan khitosan pun akan menjadi
suatu membran yang akan menutup daerah luka selama penyembuhan berjalan. Diduga, khitosan ini bekerja sebagai katalis pembekuan darah atau sebagai pengganti peranan dari trombosit dalam pembekuan darah. Dugaan ini diperkuat dengan kondisi luka pada kelompok khitosan yang cenderung lebih halus karena sedikitnya jaringan parut yang terbentuk. Terbentuknya bekuan darah akan memicu proses berikutnya yaitu pembentukan jaringan ikat. Proses ini melibatkan fibroblast yang menginvasi daerah bekuan darah membentuk jaringan ikat (Guyton dan Hall 1997). Data pengamatan menunjukkan bahwa kelompok khitosan mengalami kenaikan jumlah sel fibroblast lebih cepat bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembekuan darah pada kelompok khitosan berjalan lebih cepat. Suatu luka dapat dikatakan sembuh apabila daerah luka tersebut telah mengalami epitelisasi secara menyeluruh dan tidak lagi membutuhkan perawatan (Schimdt dan Greenspoon 1991 diacu dalam Handayani 2006). Hingga hari ke-6 setelah perlakuan, proses re-epitelisasi cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian khitosan dapat memperbaiki proses re-epitelisasi jaringan luka lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok lainnya.
mikroskopik pun khitosan dapat mempercepat infiltrasi sel radang seperti neutrofil, limfosit dan makrofag pada hari ke-2 serta meningkatkan pertumbuhan jaringan ikat pada setelah hari ke-4, sedangkan untuk neokapilerisasi dan re-epitelisasi khitosan juga ikut memberikan pengaruh sejak hari ke-2 setelah perlakuan dengan mempercepat prosesnya. Khitosan pun diduga memiliki kemampuan sebagai katalis dan membantu peranan trombosit dalam pembekuan darah. Perhitungan jumlah bakteri dan dan pengaruh asam laktat sebagai pelarut dalam penyembuhan dapat manambah data pelengkap dari penelitian ini. Lanjutan penelitian penggunaan khitosan dengan konsentrasi atau tingkat deasetilasi serta jenis pelarut yang berbeda dapat dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari khitosan dalam penyembuhan luka.
DAFTAR PUSTAKA Abbas AK, Lichtman AH, Pubes JS. 1994. Cellular and Molecular Immunology. Philadelphia: WB Saunders. Bastaman, S. 1989. Studies on degradation and extraction of chitin and chitosan from prawn shell ( Nephrops norvegicus ) [Thesis]. The Department of Mechanical, Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering, The Faculty of Engineering, The Queen s University of Belfast. Braunstein H. 1987. Outlines and Review of Pathology. 2nd Ed. Toronto: The Mosby. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2006. Industri Kitin: Dari Limbah Menjadi Bernilai Tambah. [terhubung berkala]. http://teknologi-dkp. go.id. [23 Okt 2008].
Gambar 9 Pergerakan neutrofil dengan cara kemotaksis menuju daerah jaringan yang rusak (Guyton dan Hall 1997)
SIMPULAN DAN SARAN Larutan khitosan (dari limbah kepiting) 4% (b/v) dalam asam laktat 1% (v/v) secara nyata mampu membantu penyembuhan luka pada kulit mencit. Secara makroskopik khitosan dapat mempercepat pengeringan luka di hari ke-0, penyempitan luka pada hari ke-2, dan mempercepat pelepasan jaringan parut di hari ke-4 setelah perlakuan. Secara
Djamaludin AM, Habibie MS, Hartanti, Sari RF. 2008. Teknologi desalinisasi air laut dengan menggunakan campuran khitosan, zeolit, dan arang aktif [PKMT-DIKTI]. Bogor: IPB Pr. Guyton CA, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta: ECG. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Handayani I. 2006. Aktivitas sediaan gel dari ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) untuk proses persembuhan luka pada mencit (Mus musculus) [skripsi].