PERTIMBANGAN FUNGSI DAN NILAI TRADISIONAL DALAM MENCIPTAKAN PRODUK SOUVENIR
Disajikan pada Workshop Kolaborasi Mahasiswa ISI – Perajin Bali 2004 Diselenggarakan oleh Design Development Organization (DDO)Bali bekerja sama dengan ISI Denpasar dan Japan International Cooperation Agency (JICA) di Taman Budaya, Jl. Nusa Indah Denpasar Pada tanggal 8 Pebruari 2004
Oleh Drs. I Made Gede Arimbawa, MSn
ddo Bali Design Development Organization Denpasar
2004 1
PERTIMBANGAN FUNGSI DAN NILAI TRADISIONAL DALAM MENCIPTAKAN PRODUK SOUVENIR
1. Pengertian Kerajinan dan Kriya Kata kriya atau kria berasal dari bahasa Sansekerta “kr” yang berarti mengerjakan atau kerja dalam bahasa Jawa disebut pekaryaan yang berarti pekerjaan dan pengertian tersebut mengacu kepada hasil suatu pekerjaan yang disebut ‘karya’. Dalam Kamus Bahasa Kawi Indonesia dijelaskan, bahwa kriya berarti pekerjaan atau perbuatan (Wojowasito, 1977) dan menurut Moeliono, et al (1994) dijelaskan, bahwa perkataan kriya berarti pekerjaan tangan (kerajinan). Pengertian kriya sering diselaraskan dengan kerajinan tangan (handicrafts atau craft). Istilah tersebut dipergunakan untuk menyebut suatu cabang seni yang mengutamakan keterampilan yang luar biasa (virtousity) menggunakan tangan. Dalam Encyclopedia of World Art (1963) didefinisikan sebagai berikut: The word “handicrafts” refers to useful or decorative objects made by hand or with tool by workman who has direct control over the product during all stages of production. Pengerjaannya bisa saja menggunakan bantuan peralatan kerja, namun sepanjang proses pembuatannya si pembuat atau kriyawan sepenuhnya dapat menguasai seluruh tahap produksi, bahkan untuk tujuan-tujuan tertentu dapat diciptakan peralatan khusus. Sedangkan kata craft merupakan padanan dengan kata kriya mengandung pengertian suatu keahlian atau keterampilan yang menghasilkan benda. Menurut Sudarso (1988) kriya adalah cabang seni rupa yang sangat memerlukan kekriyaan (craftmanship) yang tinggi, seperti ukir kayu, keramik, anyaman, dan sebagainya. Sehingga kriya pada hakekatnya tertuju pada penekanan bobot kekriyaan yang memungkinkan melahirkan nilai seni terapan atau dalam bentuk ekspresi baru sesuai tuntutan budaya masa kini. Atas dasar hal tersebut, maka cakupan kriya memiliki fleksibilitas yang tinggi, bisa memiliki ciri khas atau identitas, bisa berada pada domain seni murni atau seni pakai (seni terapan /desain). Jadi orientasi penciptaan karya mencerminkan kecendrerungankecenderungan kepada salah satu dari kedua hal tersebut atau terkadang dapat 2
merupakan perpaduan seni dan desain. Hal tersebut membawa assessment karya kriya yang diwujudkan tergantung dari cara pandang atau wawasan yang dipergunakan untuk mendekatinya. Berdasarkan beberapa definisi dan ulasan tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa pengertian kriya, handicrafts atau craft adalah: 1. Sesuatu yang dibuat dengan kecenderungan lebih banyak melibatkan kemampuan atau keahlian tangan kriyawan atau virtousity 2. Bersifat dekoratif atau secara visual dibuat sangat indah dan dalam perujudannya dapat berupa karya seni murni atau seni terapan/desain yang memiliki fungsi guna atau utility.Dalam bentuk bagan dapat digambarkan seperti Gambar 1 berikut
KECENDERUNGAN
Gambar 1 Perujudan Produk Kriya Sedangkan pada masyarakat umumnya kriya sering disebut sebagai “seni rakyat”. Hal tersebut ada benarnya karena sumberdaya manusia pelaku kegiatan tersebut banyak dari rakyat biasa dan disebut “seni tradisional” karena banyak menghidupkan seni-seni tradisional. Kriya juga disebut “industri rumah-tangga” atau home industry yang memproduksi barang dalam jumlah terbatas dengan peralatan sederhana. Selain hal tersebut seni kriya juga sering didekatkan dengan istilah “kerajinan” atau segala sesuatu yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan. Kerajinan adalah sesuatu yang dihasilkan dengan alat – alat sederhana / manual skill. Kerajinan berasal dari kata Kunts-Nijkerhid, 3
artinya ( Kunts ) yang dilahirkan dari sifat rajin manusia. Sesuatu yang dihasilkan dari keprigelan ( Keterampilan ) tangan yang menghasilkan karya yang rapih, keterampilan ini akibat dari pengalaman yang menghasilkan keahlian. Karya yang dihasilkan dapat berupa hiasan atau benda seni maupun barang pakai (Wikipedia, 2010). Menurut Moeliono, et al, 1994 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) dijelaskan bahwa kerajinan adalah proses produksi melalui keterampilan tangan. Selain hal tersebut, juga berarti industri kecil small scale industry yang membuat barang-barang sederhana dan bisa menggunakan unsur seni. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa antara Kriya dengan kerajinan memiliki kesamaan ditinjau dari proses pengerjaannya dan pencapai hasil, yaitu sama-sama menggunakan keterampilan tangan dalam proses pengerjaannya dan benda yang dihasilkan dapat berupa karya seni atau produk pakai yang menggutamakan kegunaan atau utility. Mengacu dari kesamaan pengertian tersebut dan untuk menghidari keracuan, tumpang tindih dan tidak konsisten dalam penggunaan istilah tersebut, maka dalam penelitian ini istilah yang digunakan adalah kerajinan. Hal tersebut sesuai dengan istilah yang lazim digunakan di masyarakat pada umumnya dan sesuai dengan objek yang diteliti Untuk menyatukan persepsi terhadap beberapa istilah yang terkait, maka terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai batasan atau pengertiannya sebagai berikut: Desain: Model Rancangan motif /pola To formulate a plan for; devise: designed a marketing strategy for the new produc (The American Heritage.1992) Problem Solving Desain menurut Tjahjono (1980) dapat dipakai baik sebagai kata kerja maupun kata benda. Sebagai kata kerja, design berasal dari kata latin-baru desingare yang 4
berarti menandai atau membatasi (penambahan suku kata ‘de’ di depan menunjukkan
pemakaian
secara
intensif).
Kata
desingare
sendiri,
yang
mempengaruhi kata designer dari bahasa Perancis abad pertengahan (dalam pengertian merancang), berasal dari kata signum yang berari sebuah tanda khusus. Hakekat ciri atau sifat yang dimiliki oleh kata design adalah tidak menerangkan adanya fakta, melainkan ditujukan untuk menyelesaikan masalah. Desain menghalangi (impose) situasi yang ada dengan jalan mengubah atau menambahkan citra atau cara baru . Desain tidak bebas nilai melainkan terkait dengan situasi tertentu (kontekstual). Sebagai substansi desain bukanlah tujuan melainkan cara untuk mencapai tujuan. Desain menentukan apa dan bagaimana yang seharusnya segala sesuatu dijalankan. Sedangkan definisi desain menurut Christopher (dalam Evans,1982), lebih ditekankan pada pencarian atau eksplorasi komponen yang tepat mengenai struktur dan material. Desain lebih berorientasi pada suatu proses berpikir yang sistematik, metodik dan inovatif untuk mencapai hasil yang optimal dan bukan semata-mata keterampilan tangan atau skil (virtousity) atau bakat seni. Menurut Jones (1970) bahwa desain merupakan suatu tindakan yang kompleks dari kepercayaan atau keyakinan terhadap adanya fungsi, mekanisme dan tampak visual dari benda imajiner tersebut. Desainer memiliki suatu keyakinan akan hal tertentu yang berkaitan dengan benda dalam imajinasinya yang kemudian direalisasikan dalam bentuk desain. Selain itu, Farr dalam Jones (1970) menyatakan bahwa desain merupakan faktor yang memberi kondisi pada bagian-bagian dari suatu produk yang akan berhubungan dengan manusia. Souvenir atau Cenderamata: Pemberian sebagai tanda mata atau kenang-kenangan (KBBI 1984) Tanda mata / oleh-oleh. A token of remembrance; a memento. [French, from Old French, to recall, memory, from Latin subvenìre, to come to mind.] (The American Heritage.1992) 5
Pengertian souvenir atau cederamata adalah suatu benda kenangan atau tanda yang dapat membangkitkan ingatan atau memori tentang suatu tempat atau peristiwa. Selain hal tersebut suverneir memiliki beberapa syarat : 1. Memiliki sentuhan seni yang menonjol 2. Memiliki ciri khas suatu daerah atau etnis 3. Memiliki keunikan dan daya tarik 4. Memiliki nilai pesan 5. Memiliki kualitas yang baik 6. Harga relatif terjangkau 7. Mudah dibawa (aman dan nyamanatau ergonomis)
Fungsi souvenir: 1. Sebagai kenang-kenangan dari suatu peristiwa/tempat yang pernah dialami. 2. Sebagai pelengkap atau penunjang 3. Sebagai barang fungsional, dapat dimanfaatkan, karena produk ini termasuk kategori barang kebutuhan. Selain hal tersebut, produk suvernir bagi pemerintah dapat digunakan sebagai, sarana promosi, alat atau sarana deplomasi, pengenalan hasil seni budaya, meningkatkan pendapatan rakyat, dan dapat dipakai sebagai devisa negara. Bali, mengenai istilah ini sebenarnya memiliki cakupan yang sangat luas, namun yang dimaksudkan di sini adalah mengenai “Seni Budaya Bali” dan lebih khusus lagi mengenai seni kriya sebagai barang souvenir seperti tampak pada skema berikut ini:
ADAT AGAMA HINDU LINGKUNGAN
KESENIAN BALI
Tari Seni Rupa Karawitan
Seni Kriya/Craft (sebagai souvenir)
6
Inovatif: Pengenalan hal-hal baru (pembaharuan) Penemuan baru yang berbeda dengan yang sudah ada (gagasan, metode, alat) Original: Preceding all others in time; first. Productive of new things or new ideas inventive: an original mind(The American Heritage.1992). Sesuatu yang tulen atau asli. Desain Souvenir Bali : souvenir bercirikan atau memiliki identitas seni budaya Bali Sehubungan dengan hal tersebut, maka souvenir Bali secara umumdapat dikelompokan menjadi tiga kelompok 1. Karya penerus pakem masa lalu 2. Karya Baru tetapi tetap mengacu budaya Bali 3. Karya dengan unsur-unsur baru tetapi mampu “membangun” image Bali 4.
Seni Budaya Bali penerus
Duplikat
Karya yang sudah ada SDA(bahan baku) SDM (perajin)
pengembangan inovasi
Karya-karya Original “image Bali”
2. Syarat Utama Penciptaan Sebuah Produk Dalam mendesain atau merancang sebuah produk kriya atau kerajinan, khususnya produk yang terkait dengan fungsi atau sering disebut dengan produk terapan; ada beberapa persyaratan yang perlu dijadikan pertimbangan, seperti: a. Tidak “memperkosa” atau merusak bahan dasar yang dipergunakan, bahkan diusaha-kan agar meminimalis penggunaan material tambahan yang tidak sesuai dengan proses pembuatannya, sehingga sesuai dengan matasifat struktur desain b. Menghindari penyimpangan fungsi dari struktur desain.
7
c. Dapat
mencerminkan
balance
atau
keseimbangan,
sehingga
memiliki
performance atau penampilan sederhana, berkepribadian, wajar atau didak dipaksakan. d. Terkait dengan nilai estetis, maka hiasan hendaknya ditempatkan pada struktur point yang memperkuat bentuk, serasi, dan tidak berlebihan. 3. Hubungan Antara Kebutuhan Produk yang Fungsional dengan Mempertahankan Nilai Tradisi. Untuk mengetahui
hubungan kedua hal ini, maka terlebih dahulu akan
dipaparkan mengenai klasifikasi tujuan mendesain produk berdasarkan ciri-ciri elemen estetis terapan dan segmentasinya, yaitu sebagai berikut: a. Desain sesaat; yaitu rancangan yang mempunyai orientasi waktu yang relatif pendek; kerapkali cenderung melibatkan aspek-aspek estetik pop dengan tujuan untuk mempercepat sirkulasi produksi. Dari segi finansial; perputaran modal dapat lebih cepat. Produk yang diciptakan diharapkan cepat laku. Elemen estetik yang diterapkan hanya bertujuan menggelitik dan mengekspresikan sesuatu yang sederhana dan mudah dicerna oleh masyarakat umum, setelah itu dilupakan. Efek lanjutan dari produk semacam itu adalah dikenal dengan kebudayaan “sekali pakai buang”dengan istilah ‘kleenex’ atau ‘throwaway design’ dan konsekuensi pada konsumen adalah munculnya kebudayaan konsumtif secara meluas di masyarakat. b. Desain kontemporer, yaitu rancangan mempunyai orientasi waktu yang relatif lebih panjang dari estetik pop. Biasanya segmentasi pasar yang dicakup adalah golongan eksekutif, para intelektual, mereka yang berstatus sosial tinggi dan sebagainya. Orientasi produk ini adalah memiliki harga dan nilai estetis yang tinggi. Baik kualitas estetis, material maupun kesan eksklusif. c. Desain yang bersifat ‘Keabadian’, yaitu rancangan produk yang dilandasi dengan sikap eklektik, hasil perkawinan antara unsur feodal, klasik atau tradisi
8
dengan ekspresi produk mahal dan dikalaim sebagai produk kekinian yang berciri khas. Desain semacam itu banyak dibutuhkan atau diganderungi oleh kaum pejabat atau konsumen penostalgia. d. Desain Pesanan, yaitu rancangan tertentu yang dipesan oleh konsumen. Dalam hal ini konsumen yang mengambil keputusan. Nilai estetik sangat dinamis dan tak terbatas dan tak menentu serta berorientasi selera individual. Dari tujuan mendesain di atas, pada point yang nomor tiga dapat disimak bahwa mendesaian yang dilandasi dengan sikap eklektik
(sikap dalam berkarya dengan
miminjam elemen-elemen tradisional kemudian diterapkan pada desain masa kini). Orientasi penciptaan terletak pada kekuatan sosok produk yang diciptakan untuk pemuasan kebutuhan individu. Jadi hubungan kedua hal tersebut di atas adalah bersifat subyektif. Produk diciptakan dengan cita rasa atau image tradisi tertentu dan sekaligus untuk melestarikan tradisi yang adhiluhung. 4. Penerapan Nilai-Nilai Tradisional pada Produk Fungsional Kehadiran sebuah desain dalam suatu sistem bukanlah dianggap sebagai sebuah monumen yang statis dan kaku, melainkan dapat menjadi semacam motor yang bersukma: mempunyai dinamika sebagai mana manusia menghendakinya. Hasil desain selalu bersentuhan dengan manusia dan lingkungan. Sehingga dalam interaksinya tak luput dari timbulnya dampak terhadap kehidupan, baik positip maupun negatif dan menjangkau demensi waktu dan kosmologi peradaban.(lihat bagan berikut ini:
9
Produk yang ditampilkan bukan hanya sekedar tampak indah secara fisik saja,
DAMPAK DESAIN
melainkan mengusung makna yang lebih POSITIF
NEGATIF
PENINGKATAN TATA KEHIDUPAN MANUSIA
PENGIKISAN TATA KEHIDUPAN MANUSIA
dalam dari realitas. Merupakan pertanggungjawaban moral. Seorang desainer /kriyawan hendaknya tidak terpuruk hanya sebagai alat untuk menyenangkan
KESEJAHTERAAN
KEHANCURAN
perasaan manusia belaka, tetapi lebih
PERTANGGUNGJAWABAN
jauh dapat membangun suatu paradigma
SOLUSI ALTERNATIF
desain dan estetik yang lebih tinggi dan menghindari terjadinya komplik atau
persinggungan yang berdampak negatif terhadap tatanan budaya yang masih eksis dan telah mapan di kalangan masyarakat pendukungnya. Seperti produk-produk tradisional berfungsi untuk simbol terkait dengan adat dan keperca-yaan umat Hindu di Bali, khususnya yang digunakan dalam melaksanakan upacara ritual, sebenarnya sarat mengandung makna atau nilai-nilai kesucian yang adiluhung Pada unsur karya kriya masa lalu yang dijadikan obyek pilihan, secara tidak langsung
akan terjadi
suatu pelunturan nilai,
“desakralisasi”,
“deteriorasi”,
“generalisasi”, kesimpangsiuran atau pengkaburan makna, terutama bagi generasi pewaris tradisi tersebut. Secara visual mereka akan semakin sulit untuk membedakan antara produk kriya yang digunakan untuk sarana upacara ritual di tempat suci dengan produk kriya yang dipakai di tempat yang bersifat profan. Akibat tindakan tersebut, tanpa disadari dapat mengurangi rasa penghargaan atau pemahaman spiritual terhadap makna atau nilai yang ditanamkan pada karya kriya yang dianggap sakral tersebut, karena telah “diduplikasi” untuk dijadikan barang komoditi atau tontonan biasa. Keadaan ini tanpa disadari dengan perlahan-lahan dapat mengikis alam pikiran spiritual umat Hindu di Bali dan dapat terjebak dalam kecenderungan efek komersial dari karya tersebut, sehingga pada akhirnya secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi kelestarian seni budaya Bali . 10
Pada produk yang diciptakan dengan menerapkan elemen estetis tradisi kadang juga dapat menimbulkan dampak negatif yang ditandai dengan lahir produk-produk, seperti: Pastiche---
Peminjaman” elemen-elemen pendahulu, miskin originalitas.
Parody----- Penerapan elemen yang sudah ada tetapi diplesetkan ---- Seni Sakral Kitsch------ Sering diartikan sebagai “sampah artistik” Mengcopy gaya atau elemen seni tinggi untuk diterapka pada karyanya sendiri menjadi mass product. Camp------
Sasarannya adalah pada dekorasi, tekstur dan style bersifat mendaur ulang dan sentimentil gaya lama. Penampilan dilebih-lebihkan, luar biasa dan glamor.
Usaha-usaha tersebut, juga dapat berdampak menghambat kreativitas para kriyawan dan miskin orisinalitas, sebab dalam aktivitasnya hanya terbelenggu dengan penikiran yang bersifat “mendaurulang”, “menduplikasi” atau meniru, meramu dan brorientasi pada elemen-elemen estetis yang sudah ada. Mereka hanya mengandalkan keahlian tangan semata untuk menjadikan “mass product” dan didorong oleh keinginan para pengembang untuk menciptakan suasana dengan citra tradisional Bali . Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam usaha menerapkan unsur-unsur tradisi pada suatu produk diperlukan sikap peduli dan tindakan waspada serta hati-hati dalam memilih elemen tradisional; mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Kembali memahami landasan ideal pembangunan daerah Bali. Diawali dengan kembali mempelajari muatan simbolis yang dikandungnya. Berusaha untuk menselaraskan fungsi kebudayaan Bali secara “normatif” dan “operasional”. Berfungsi normatif, karena terkait dengan adat-agama, maka peranan kebudayaan Bali diharapkan mampu dan berpotensi memberikan pegangan dasar dan pola pengendalian, sehingga ketahanan dan kelestarian budaya dapat diwujudkan. Berfungsi operasional, karena kebudayaan Bali diharapkan mampu menjadi daya tarik bagi peningkatan kualitas pariwisata di Bali (Mantra, 1988: 16.)
11
DAFTAR PUSTAKA Affandi, Yusuf.1976. Dasar-dasar desain. FT.Sipil dan perencanaan Bandung: ITB Agus Sachari 1989. Estetika Terapan Bandung: Nova Bochori, Zainuddin Iman 1990 Aspek Desain Dalam Produk Kriya. Yogyakarta: ISI. Yogyakarta. Mantra , Ida Bagus 1993. Bali: Masalah Sosial Baudaya dan Modernisasi. Denpasar: PT. Mahabhakti Offset. The American Heritage1992 Dictionary of the English Language, Third Edition copyright by Houghton Mifflin Company. Electronic version licensed from INSO Corporation. All rights reserved. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikadan Kebudayaan, Balai Pustaka. Volker Albus, John Gros. 1989. Design Now. German: Prestel Verlag
12
13