PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HaKI BIDANG PERTANIAN DI INDONESIA
(Suatu Telaah Deskriptif) Oleh : Prasetyo Hadi Purwandoko I.
Pendahuluan
Hak Kekayaan Intelektuai (HaKI) merupakan hak milik yang berasal dari kemampuan intelektuai yang di ekspresikan dalam bentuk ciptaan hasil krea-
tivitas melalui berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, desain, dan sebagainya (Lihat juga Muhammad Jumhana dan RDjubaedillah, 1993: 16, Richard B. Simatupang, 1996: 8485, Saidin, 1997: 9). Dengan demikian, hak ini lahir karena kemampuan intelektuai manusia. Pada saat
ini, HaKI mempunyai peran yang sangat penting di dunia internasional. Oleh karena itu, setiap negara wajib melindungi kreasi manusia (human creativity) untuk lebih mendorong kemajuan di bidang iptek dan seni.
Negara Republik Indonesia sebagai anggota masyarakat Internasional secara resmi telah mengesahkan keikutsertaan dan menerima Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia ("Agreement Establishing The World Trade Organizati on"). Dengan demikian, Indonesia terikat untuk me-
laksanakan persetujuan tersebut. Salah satu persetu juan di bawah pengelolaan WTO ialah "Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Conterfeit Goods" (Per setujuan mengenai aspek-aspek Dagang yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektuai, termasuk Perda gangan Barang Palsu), disingkat Persetujuan TRDPs. Untuk melaksanakan Persetujuan TRIPs tersebut dan sekaligus membangun sistem hukum nasional di
bidang HaKI, Indonesia harus mempersiapkan peraturan perundang-undangan HaKI, staf berikut sarana
dan prasarananya bagi pelayanan HaKI, peningkatan pemahaman masyarakat dan aparat pemerintah tentang HaKI, serta mengefektifkan penegakan hukum bidang HaKI.
Dalam bidang perundang-undangan, saat ini telah diselesaikan dan disahkan UU No. 12 Tahun
1997 (Perubahan UU Hak Cipta), UU No. 13 Tahun 1997 (Perubahan UU Paten), UU No. 14 Tahun 1997 (Perubahan UU Merek). Selanjutnya, Indone sia telah pula meratifikasi perjanjian internasional di
bidang HaKI, yaitu Konvensi Paris (Perlindungan Paten, Merek, Desain Produksi, dan Rahasia Dagang) dengan Keppres Nomor 15 Tahun 1997, Traktat Kerjasama Paten dengan Keppres Nomor 16 Ta
hun 1997, Traktat Merek dengan Keppres Nomor 17 Tahun 1997, Konvensi Bern (Perlindungan Hak Cip ta) dengan Keppres Nomor 18 Tahun 1997, dan
Traktat WIPO tentang Hak Cipta dengan Keppres Nomor 19 Tahun 1997 (Prasetyo Hadi Purwandoko, 1999 : 54). Di samping itu, saat ini sedang diproses Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang desain Industri, Rahasia Dagang, Perlindungan Varietas Tanaman, dan Tata Letak Sirkuit Elektronik Terpadu. Undang-Undang dan RUU tersebut dimaksudkan a-
gar terwujud ikiim yang lebih baik bagi tumbuh ber-
kembanghya semangat para pencipta, penemu, dan penulis untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru di bidangnya masing-masing. Salah satu HaKI tersebut di muka dapat bera
sal dari kemampuan intelektuai manusia di bidang pertanian, yang tentu saja bidang ini juga harus di-
lindungi. HaKI bidang pertanian ini dapat berupa penemuan teknologi pertanian yang bersifat proses, formula, maupun produk-produk pertanian, penemuan tersebut antara lain : perakitan berbagai varietas tanaman, teknologi produk faksin, teknologi bio pestisida, teknologi pupuk hayati, teknologi biokonversi dan bioremidiasi, kultur jaringan, rancang bangun alat dan mesin pertanian, dan rekayasa genetika dan teknologi biologi molukuler. Oleh karena itu, bentuk
perlindungan HaKInya harus disesuaikan dengan proses atau produknya. Pengelolaan kekayaan intelektuai dan alih tek
nologi merupakan suatu rangkaian proses yang cukup panjang, rumit, dan melibatkan berbagai bidang keahlian non teknis, seperti hukum, keuangan, dan kebijakan (Joko Budianto, 1999: 2). Perlindungan HaKI di bidang pertanian menyangkut hak para peneliti dan Iembaganya terhadap hasil temuannya yang bemilai ekonomis sebagai hasil riset pertanian. Suatu temuan tak ada artinya bila tidak disebarluas-
ISSN :0852-0941 Nomor 49Tahun XIII September - Nopember 1999
25