Perspektif Pendidikan dan Riset Bidang Desain di Indonesia Sebuah Studi Tentang Strategi Pengembangan Kecerdasan Visual Menghadapi Fenomena Keterbukaan Agus Sachari Program Studi Desain Produk Departemen Desain-lnstitut
Teknologi Bandung
[email protected] Abstract
The phenomenon of today's design education is aiming to application of professional model type of education that is based on specific competence. This condition is actually creating a limited creative environment mostly in the developing countries. As we know that art and design education have been established more than half of century ago, which was triggered by colonial type of modern education and it still continue until now. During the period, there was a dynamic changing process that includes of vision-mission, goals, orientation, curriculum, assemblage, research results and social contribution. The historical distance of modern design education has a potential to become a milestone to self-reflection in order to face the globalization among developing countries. It mostly due to there is a new paradigm of consciousness in visual intelligence which is considered as part of human intelligence. There are several alternatives that could become the approaches in the following perspectives; (1) aiming to distinctive design education which exploring the strength of local values; (2) to provide design education that adopt global phenomenon; (3) a multicultural design education (Global-local) which is oriented to global discourse and to reinforce local dimension. On the other hand, design research perspective should occupy following coverage; (1) Design; (2) Visual culture; (3) Multidisciplinary.
Key words : Design Education, visual intelligence
Pendidikan desain di Indonesia awalnya berkembang sebagai perluasan bidang ilmu kesenirupaan (Seni Lukis, Seni Patung, Seni Keramik, Seni Grafis), kemudian terjadi tuntutan kearah pengembangan keprofesian perancangan, yang dikenal sebagai Desain (Desain Produk, Desain Interior, Desain Komunikasi Visual, Desain Tekstil). Beberapa tahun kemudian atas insiatif pelbagai tokoh pendidikan seni, terutama para pakar yang
2d3d
peduli terhadap nilai-nilai tradisi, maka dibentuklah program pendidikan Kria Seni yang berbasis pada keterampilan adiluhung sebagai kekayaan budaya milik bangsa Indonesia. Pada dekade pertama abad ke-20, pemerintah kolonial membuka dan memperluas pendidikan modern yang lebih terarah di wilayah jajahannya, kondisi itu merupakan langkah keterbukaan budaya masyarakat terjajah meskipun dalam dalam kondisi terbatas. Keterbukaan budaya berjalan dengan penuh 'kehati-hatian. Namun demikiandari kacamata historis, sikap pemerintah kolonial tersebut merupakan upaya untuk meletakkan dasar berpikir modern di kalangan masyarakat pribumi yang nantinya akan berpengaruh dalam setiap pengambilan keputusan dan pengkaderan kaum intelektual muda. Namun demikian, dalam kurun lebih setengah abad sejak kemerdekaan yang diperjuangkan oleh bangsa Indonesia, kondisi pendidikan nasional belumlah menggembirakan, terutama pendidikan desain yang telah menjadi kebijakan penting di beberapa negara sedang membangun industrinya. Untuk menentukan perspektif dan arah pendidikan desain nasional, tentu harus pula disimak akar-akar yang menjadi fondasi pendidikan ini sebelumnya.
A.
Perkembangan Pendidikan Desain
Pada masa pemerintahan kolonial, sejalan dengan kebutuhan tenaga akhli pada masa itu, di lingkungan sekolah rendah (dasar) telah dimasukkan mata pelajaran kerajinan tangan dan menggambar sebagai mata ajar penting. Kemudian dalam pendidikan tingkat lanjut beberapa keakhlian tersebut dikembangkan melalui kursus pertukangan dan pemagangan dipelbagai industri. Hal tersebut dapat dilihat sebagai upaya positif pemerintah kolonial dalam proses transfer keakhlian dan keprofesian di kalangan penduduk pribumi, meskipun berjalan amat lambat. Beberapa dekade setelah era kemerdekaan, pendidikan yang menekankan aspek keterampilan tersebut berkembang menjadi pendidikan menengah dengan pelbagai keterampilan dengan pelbagai perubahan nama pendidikannya. Perkembangan sekolah dan pendidikan kejuruan, termasuk pendidikan kesenirupaan dan desain tersebut oleh beberapa pihak dinilai kurang menggembirakan, dikarenakan respons dan penghargaan masyarakat yang kurang memadai dibandingkan dengan pendidikan kesarjanaan. Dilain pihak, fenomena percepatan menuju masyarakat modern, berlangsung sangat cepat pada masa pasca kemerdekaan di Indonesia, dan diikuti pada masa-masa awal pembangunan di era Orde Baru terjadi proses percepatan yang terjadi hampir di seluruh
2
2d3d
bidang keakhlian. Hal tersebut dikarenakan perkembangan teknologi yang semakin cepat, dan terselanggaranya pelbagai program pendidikan yang meluas. Dari kacamata lain, fondasi pendidikan kesenirupaan nasional, hakikatnya tidak terlepas dari sosok Raden Saleh Bustaman yang mendapat beasiswa untuk belajar ke negeri Belanda serta berkesempatan belajar di beberapa negara lainnya di Eropa, dinilai oleh pelbagai pihak sebagai cikal dan inspirasi keberhasilan pendidikan keterampilan visual. Selain itu, sejak Raden Saleh pulang ke tanah air dan diterima menjadi anggota masyarakat ilmiah Batavia dianggap sebagai suatu pencapaian prestasi yang penting bagi terbangunnya model 'manusia Indonesia' terpelajar. Keterampilan menggambar yang diperolehnya selama menempuh pendidikan tersebut, diimplementasikan dalam mendesain rumahnya sendiri di Cikini serta kemampuannya untuk meneliti dan menggambar pelbagai anatomi binatang dan tumbuhan.1 Pada masa kolonial, pelajaran menggambar telah menjadi mata-ajar wajib yang penting, karena pemerintah kolonial melihat potensi utama ekspor dan kebutuhan dalam negeri yang besar adalah mereka yang memiliki bakat dan kreatifitas dalam memberdayakan kerajinan rakyat, sehingga kebutuhan guru untuk bidang inipun meningkat. Kebutuhan guru gambar yang besar inilah yang memicu dibukanya Balai Pendidikan Guru Gambar di THS. Balai ini, kemudian menjadi 'agen' keterbukaan budaya dalam dunia desain karena di dalamnya terakumulasi atmosfir akademik yang senantiasa dinamis oleh pelbagai macam pembaharuan dan pelintasan kebudayaan dunia. Kesempatan kaum pribumi untuk mendapatkan pendidikan model barat di era kemerdekaan semakin meluas. Atas insiatif Simon Admiral dan kawan-kawannya, di paruh kedua tahun 40-an mencoba merumuskan konsep pendidikan guru menggambar di Indonesia setingkat perguruan tinggi. Hal itu dilakukan pula oleh Mid. J. Hopman yang membuat konsep pendidikan guru gambar yang diadopsi dari konsep serupa yang ada di Belanda. Namun demikian, atas penilaian pelbagai pihak konsep pendidikan Simon Admiral yang progresif dinilai lebih tepat untuk diterapkan di Indonesia, dan pendidikan ini pertama kali dibuka di Technischehogheschool. Awalnya masih berupa program diploma (setingkat kursus), kemudian ditingkatkan menjadi jenjang pendidikan
1 Lihat Heinrich Seeman, 2000, Spuren Einer Freundschaft, Duetsch-lndonesische Beziehungen vom 16.bis 19.Jahrhundert, diindonesiakan oleh Mangara Simorangkir, Cipta Loka Caraka, Jakarta, h. 127151; lihat juga Dennys Lombard,1996, Nusa Jawa : Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan, Gramedia, Jakarta, h.181-182.
2d3d
3
tinggi dengan menerima sejumlah mahasiwa Belanda dan mahasiswa orang Indonesia sendiri.2 Pengaruh pemikiran modern dalam pendidikan ini, dikembangkan oleh Reis Mulder yang memberikan mata kuiiah praktika menggambar dan tinjauan seni, kemudian Jack Zeylemaker memberikan mata kuiiah seni dekoratif dan desain, Piet Pijpers memberikan mata kuiiah keterampilan dan teknik menggambar dan Hans Frans untuk mata kuiiah anatomi. Friedman dan Bernett Kempers dari Lembaga Arkeologi Universitas Indonesia memberikan mata kuiiah Sejarah Kesenian Timur, dan Beerling memberikan mata kuiiah filsafat. Pada tanggal 1 Agustus 1947, pendidikan menggambar tersebut diresmikan dengan nama Vniversitaire Leergang Voor de Opleiding van Tekenleraren' yang kemudian diindonesiakan menjadi 'Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar' bernaung di bawah Taculteit Voor de Technische Wetenschappen' (Fakultas llmu Pengetahuan Teknik)Universitas Indonesia. Kemudian atas insiatif Sjafei Soemardja, pada tahun 1950, berupaya memperjelas status Balai tersebut, membentuk Komisi Departemen PP & K untuk mengembangkan Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar. Dalam komisi tersebut duduk antara lain tokoh-tokoh pendidikan dan kebudayaan seperti Ki Hadjar Dewantoro, Agus Salim, Purbotjaroko, dan Bahder Johan. Komisi tersebut menghasilkan 2 alternatif pendirian lembaga pendidikan kesenirupaan, yaitu : (1) menjadi Akademi Senirupa yang berdiri sendiri lepas dari Fakultas Teknik di Bandung, atau ditingkatkan menjadi Universitas Kesenian Indonesia . Atas perjuangan Thijsse, Syafei Soemardja dan Sutedjo yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik Ul di Bandung, Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar digabung menjadi Bagian Arsitektur dan Senirupa pada tahun 1956, serta tetap di bawah Fakultas Teknik Ul di Bandung. Pada waktu itu ditunjuk Van Romondt sebagai ketua Seksi Arsitektur dan Syafei Soemardja sebagai ketua Seksi Senirupa. Keberlangsungan pendidikan modern dalam bidang arsitektur dan senirupa yang telah dirintis oleh pendidik Belanda dan beberapa orang pribumi yang mendapat pendidikan modern tersebut, secara bertahap telah menanamkan berfikir rasional, baik dalam metodologinya maupun gaya estetis yang dianut. Pola berpikir ini diteruskan kemudian setelah para dosen muda yang disekolahkan Eropa dan Amerika kembali ke Indonesia. 2
Lihat Pendidikan Tinggi Senirupa di Indonesia, Peringatan 35 Tahun Pendidikan Tinggi Senirupa di Indonesia, Jurusan Senriupa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung, 1983, h 16-17; lihat juga Mengenang Perintis Senirupa Indonesia, Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung, 1995.
2d3d
Dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi kesenirupaan selama lebih setengah abad, tidak terlepas dari sistem penyelenggaraan pendidikan nasional yang awalnya diatur oleh Undang-Undang No.22 Tahun 1961 Tentang Perguruan Tinggi. Kemudian diperbaharui melalui Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, sedang tentang perguruan tinggi, diatur dengan Peratuan Pemerintah No.30. Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam UU No.2 Tahun 1989, dalam pasal 39 ayat 3, butir j , kurikulum kerajinan tangan dan kesenian tetap dimasukkan ke dalam kurikulum nasional yang penting. Sedangkan pada PP No.30 Tahun 1990, perguruan tinggi 'kesenian' tetap memiliki kesetaraan dengan pendidikan sains dan teknologi, baik dalam menjalankan peraturan maupun kewajiban-kewajibannya.3 Sejalan dengan terbitnya surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Sistem Pendidikan Tinggi, maka disusun Kurikulum Inti yang berlaku bagi seluruh pendidikan tinggi senirupa, sehingga akan terdapat keseragaman dalam metoda dan materi pengajaran, meskipun warna lokal setiap daerah tetap ada. Namun demikian, pada masa itu terdapat perkembangan penting yang mengandung dampak yang luas dalam perkembangan pendidikan desain, yaitu keluarnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0211 /4/1982 untuk mendirikan Fakultas Senirupa dan Desain pada tahun 1984 sejajar dengan fakultas-fakultas lain di lingkungan ITB. Hal ini merupakan pengakuan pemerintah terhadap keberadaan keilmuan senirupa dan desain yang sejajar dengan ilmu-ilmu lainnya yang telah lebi dahulu berkembang. Dikarenakan kehadirannya yang unik, pendidikan senirupa dan desain di lingkungan perguruan tinggi teknik Institut Teknologi Bandung, yang sehari-hari lebih berkiprah dalam ilmu eksakta yang rasional, maka pengembangan kurikulumpun diwarnai dengan matakuliah pendukung yang mengandung unsur-unsur keteknikan dan aspek rasionalitas, seperti KonsepTeknologi, Pengantar Sains, Manajemen Industri, Fisika, Statika, Prinsip Rekayasa, dan sebagainya, yang sebenarnya amat penting dalam mendukung terselenggaranya pendidikan ini. Namun demikian, sejak awal pendiriannya, pembaharuan kurikulum tahun 1998 di lingkungan Fakultas Senirupa dan Desain, khususnya program-program studi di lingkungan Departemen Desain, mulai menerapkan silabus baru yang menekankan kajian interdisiplin, baik untuk mata kuliah 'mayor', tugas akhir, ataupun mata kuliah pendukung.
3 Lihat Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional; lihat juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.30. Tahun 1990 Tentang Pendidikan Tinggi; juga UU Sisdikans tahun 2003.
Sejalan dengan itu, akhir abad ke-20, Kurikulum Nasional (Kurnas) yang disusun pada tahun 1994 oteh Konsorsium Seni, memerlukan pengembangan lebih lanjut. Hal itu mengingat keterbukaan regional (AFTA) pada tahun 2002, kemudian ditingkat dunia (WTO-GATT dan APEC) mulai tahun 2010, yang menekankan lulusan perguruan tinggi harus memiliki sertifikat dari perhimpunan profesi nasional ataupun internasional4. Selain itu, dalam menghadapi era keterbukaan yang lebih luas terdapat tuntutan setiap perguruan tinggi untuk menyelenggarakan sistem kurikulum yang lebih humanis, dengan sasaran penguasaan teknologi harus menjadi bagian dari kebudayaan5. Untuk itu dalam pengembangan dan perbaikan Kurnas tahun 1994 menjadi Kurnas tahun 2000, terdapat keharusan masuknya nilai-nilai budaya nasional dalam setiap jenjang perkuliahan di perguruan tinggi. Kebutuhan akan tenaga desainer yang berkualitas untuk bersaing dengan tenaga asing yang semakin mahal, serta kemampuan menghasilkan produk-produk unggulan telah menjadi tuntutan penting. Hal itupun menjadi peluang bagi perguruan tinggi negeri dan swasta untuk membuka program studi desain, dan beberapa diantaranya secara khusus mendirikan membuka program stusi desain. Meskipun pendidikan kesenirupaan telah berlangsung lebih dari setengah abad, kegiatan penelitian masih tampak kurang berkembang dengan baik djbandingkan dengan cabang keilmuan lainnya. Namun demikian, kegiatan penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam menempuh beberapa jenjang pendidikan desain kurun dalam masa tiga puluh tahun terakhir sebagai syarat akademis menunjukkan tema yang amat bervariasi. Di samping karena faktor perluasan bidang studi melingkupi desain interior, desain grafis, desain produk dan desain tekstil, juga dalam tema-tema yang dipilih melingkupi wilayah kajian yang cukup luas. Proyek-proyek akhir mahasiswa Program Studi Desain Interior, memiliki kecenderungan memilih topikgedung-gedung pelayanan umum, pusat rekreasi, pusat pelayanan jasa, musium hotel, bank, gedung perkantoran, pusat pelayanan kesehatan, 4
Lihat Dokumen Penjelasan Perubahan Kepmen Dikbud No.056/11/1994 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Hasil Belajar Mahasiswa, Direktorat Pembinaan Sarana Akademis, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Januari 2000, h.9.
^Direktorat Pembinaan Sarana Akademis, Loc Cit, yang diadopsi dari dari Papadopoulos,GS,1998, Learning for The Twenty-Fisrt Century : Issues, dalam Education for the Twenty-First Century : Issues and Prospects, Unesco Publishing, h 23-46.; Gros, F, 1998, Opening New Doors in Science Education, dalam Education for the Twenty-First Century : Issues and Prospects, Unesco Publishing, h 262-298; Monbusho, 1998, A Vision for University in the 21th Century and Reform Measures, University Council, October 26, 1998.
6
2d3d
gedung pendidikan dan pelbagai gedung pemerintahan. Jumlah kajian yang bersifat sosial, berwawasan lingkungan, kajian futuristik dan berwawasan tradisi, relatif kurang diminati mahasiswa. Sedangkan proyek-proyek akhir para mahasiswa Program Studi Desain Komunikasi Visual, memiliki kecenderungan kearah tema komersial, meskipun terdapat mahasiswa yang memilih tema iklan layanan masyarakat, lingkungan, parawisata, kampanye sosial, eksperimen multi media, identitas perusahaan, grafis kemasan dan pelbagai tema yang membangun gaya hidup masyarakat perkotaan. Proyek akhir para mahasiswa Program Studi Desain Produk secara umum memiliki kecenderungan ke arah pemilihan produk konsumer, tema sosial, lingkungan, produk alternatif, gaya hidup perkotaan, kriya tradisi, inovasi teknologi, transportasi alternatif, kajian futuristik, dan produk industri kecil. Sedangkan proyek akhir para mahasiswa Program Studi Kriya Seni (tekstil), memiliki kecenderungan memilih tema tradisi, gaya hidup perkotaan, eksperimen bahan dan pengembangan bahasa rupa alternatif. Penelitian para dosen, terutama melalui jalur penelitian formal yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi ataupu lembaga lain, secara umum memiliki tema yang berkaitan dengan inovasi teknologi, masalah industri kecil, pengembangan kriya tradisi, produk berwawasan lingkungan, tema budaya dan eksperimentasi bahasa rupa. Tema -tema penelitian di kalangan para dosen di lingkungan pendidikan desain baru terlihat semenjak tahun 90-an dalam jumlah yang masih terbatas. Sedangkan pekerjaanpekerjaan profesional, memiliki tema yang lebih bervariasi sejalan dengan program pembangunan yang tengah dijalankan dan kecenderungan -kecenderungan gaya hidup yang terdapat masyarakat. Secara garis besar, keterbukaan budaya memiliki kontribusi yang tidak kecil terhadap pengembangan pendidikan tinggi desain di Indonesia, pengaruhnya meliputi aspek-aspek pembentukan atmosfir yang mempersubur nilai-nilai estetik modern tumbuh. Disamping itu melalui keterlaksanaan kurikulum desain modern, secara bertahap membentuk kaderkader profesional yang tersebar luas di pelbagai lembaga, industri, biro konsultan dan juga sebagai desainer mandiri yang sukses. Pendidikan desain yang dijalankan di pelbagai perguruan tinggi juga berupaya mendorong tumbuhnya organisasi profesi, lembaga desain dan pelbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan desain secara profesional. Demikian pula dengan jenjang pendidikan, tidak hanya berhenti di tingkat sarjana (strata-1), tetapi berkembang kearah jenjang yang lebih tinggi. Untuk itu sejak tahun 1986 telah dibentuk panitia persiapan program magister (Strata-2) di lingkungan Fakultas Senirupa dan Desain ITB.
2d3d
7
Tabel 1 : Aspek-Aspek yang Menjadi Penekanan Dalam Kurikulum Pendidikan Senirupa dan Desain 1966-2003 Untuk Kemudian diimplementasikan Dalam Perbaikan dan Pengembangan Kurikulum. (Sumber : Diolah dari Data Primer di Fakultas Senirupa dan Desain-ITB )
No 1
2
FOKUS PENDIDIKAN
Tahun 66/68
KEPRIBADIAN Berkepribadian Pribadi yang integral Pribadi Yang Kuat
Tahun 69/74
Tahun 84/87
Tahun 88/91
•
Tahun 92/97
• •
•
• •
•
•
•
Berdaya cipta inovatif Terampil ft Ekspresif
• • •
•
WAWASAN Bersosialisasi Peduli Lingkungan Menzaman Sadar Budaya
• •
•
• •
•
• • •
Wawasan Makro
•
llmiah Interaksi Budaya Tanggap
• •
•
•
• • • •
Manajemen Sadar Hukum 4
Tahun 98/03
•
KREATIFITAS Terampil ft Kreatif Berpikir kreatif
3
Tahun 75/77
KEAKHLIAN Keakhlian Berkonsep Berkeilmuan Pembangun Terampil Antar Disiplin Wawasan Humaniora Peka Analitis Mampu memeeahkan masalah Mampu studi Pustaka Bertanggungjawab Kemandirian
•
•
•
• • •
• • • • • • •
• • • •
•
• •
•
B.
Kecerdasan Visual dan Pendidikan Keperofesian
Di masa sekarang, kecerdasan visual mulai disadari sebagai bagian kecerdasan manusia yang penting disamping bentuk kecerdasan yang lainnya. Sisi penting dalam wujud kecerdasan ini antara lain adalah potensi potensi din' yang mengarah kepada kemampuan untuk mengeksplorasi ruang, bentuk, warna, bidang, dan pelbagai hal yang berhubungan dengan kreatifitas visual. Disadari oleh pelbagai pihak sejak awal, bahwa eksplorasi visual dalam bidang desain tidaklah berdiri sendiri, semua itu terjadi pada dasarnya merupakan kulminasi dari pelbagai tautan berpikir rasional (logika), berpikir emosional (kepekaan intuitif) dan keterampilan yang tinggi (skill). Ketiga pilar inilah yang kemudian membentuk keakhlian dalam merancang atau mencipta sebuah benda. Sebagaimana telah dipaparkan terdahulu, pada tahun 1950-an, terdapat dua penyelenggara pendidikan kesenirupaan modern secara formal di Indonesia, yaitu, (1) yang dirintis oleh Simon Admiral di Bandung dan (2) pendidikan kesenirupaan yang dirintis oleh J.Katamsi di Jogya6. ' Paruh kedua tahun 1950-an, sejalan dengan meningkatnya apresiasi masyarakat, penyelenggaraan pendidikan tinggi kesenirupaan lebih mengarah kepada pendidikan profesional bergelar, yaitu pendidikan kesenirupaan yang menekankan pada keprofesian yang di bimbing oleh para pakardibidangnya masing-masing, kemudian dilengkapi oleh pendidikan teori untuk menambah wawasan. Fenomena yang sama juga terdapat di ASRI-Yogyakarta, awalnya pendidikan ini lebih mengarah kepada pendidikan model "sanggar", yaitu belajar secara otodidak dengan bimbingan seniman-seniman otodidak pula. Kemudian secara bertahap pola pendidikannya berubah menjadi pendidikan akademik-profesional yang modern. Ketika penyelenggaraan pendidikan senirupa ditingkatkan statusnya di Institut Teknologi Bandung, meskipun bernaung dalam satu fakultas, bobot pendidikan arsitektur cenderung berkembang ke arah ilmu-ilmu keteknikan. Pada periode tersebut, terdapat tahap penting yang perlu dicatat yaitu, pemantapan pendidikan 'senirupa dan desain' secara otonom. Pendidikan arsitektur secara bertahap juga membangun wilayah tersendiri sejalan tuntutan pembangunan fisik di tanah air yang mulai meningkat. Istilah 'desain' yang tadinya bersifat generik berkembang sebagai sebuah profesi yang memiliki eksistensi tersendiri mulai mantap dipergunakan sebagai cabang keilmuan baru. 6
Lihat Edie Kartasubarna & But Mukhtar, 1983, 'Jurusan Senirupa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung', dalam buku Peringatan 35 Tahun Pendidikan Tinggi Senirupa di Indonesia, h 15-28.
Namun demikian, dalam dunia desain disamping fondasi keilmuan yang dilandasi oleh objektifitas yang tinggi mulai terbentuk, aspek visual tetap merupakan hal yang penting. Di dalamnya termasuk nilai-nilai estetik yang menyatu dengan setiap proses perancangan, bahkan di beberapa cabang keilmuan desain (desain komunikasi visual) terlihat amat dominan. Nilai-nilai estetik yang tumbuh diperguruan tinggi senirupa tersebut, secara umum bersinergi dengan nilai-nilai estetik yang berkembang di dunia internasional. Pada periode awal tumbuhnya pendidikan desain, para pengajarnya adalah para perancang yang memiliki pula reputasi profesional dibidangnya. Dengan demikian 'warna' estetis yang menjadi unsur utama pendidikan banyak ditentukan oleh 'kharisma' para pengajar, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Hingga paruh kedua tahun 1970-an, nilai-nilai estetik yang berkembang di perguruan tinggi desain di Bandung lebih berorientasi kepada Modernisme sebagimana berkembang di negara, negara maju. Berkembangnya disiplin keilmuan 'desain' dalam di lingkungan pendidikan senirupa, seperti desain interior, desain produk, desain grafis dan desain tekstil, menyebabkan terjadi pergeseran penting dalam wacana estetik dalam penyelenggaraan pendidikan desain di Indonesia, yaitu semakin mantapnya nilai estetis yang memiliki nilai guna dan pertimbangan trend pasar. Nilai estetis bukan lagi sebagai ekspresi individual, melainkan lebih pada nilai estetis yang berkonsep dan objektif. Fenomena pendidikan yang menciptakan karya-karya desain yang teraga secara visual tersebut, dapat dikategorikan sebagai tingkat pencapaian kecerdasan visual yang mengiringi penelitian-penelitian desain yang selama ini dilakukan di lingkungan perguruan tinggi. Namun demikian, model pendidikan yang mengeksplorasi kecerdasan visual tersebut, baru dijenjang S-1, dan sebagian kecil di jenjang S-2.
C.
Perspektif Pendidikan dan Riset Desain
Lebih setengah abad berlangsungnya pendidikan kesenirupaan dan desain modern di Indonesia, telah terbukti bahwa kampus merupakan wahana yang paling produktif dalam menciptakan 'transaksi' antar budaya, baik pembaharuan gagasan, riset desain bahkan alternatif-alternatif munculnya nilai estetik baru. Hal itu sejalan dinamika pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas belajar mengajar, perluasan kerjasama antar lembaga, bahkan merupakan forum komunikasi dan informasi estetik yang cepat, melalui pelbagai media yang terdapat di dalam kampus. Tumbuhnya perguruan tinggi desain dan peningkatan status perguruan tinggi tersebut dalam satu dekade terakhir, baik di kota Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan kota-kota lainnya, membentuk
0
2d3d
atmosfir kreatifitas juga mengalami peluasan wahana yang cukup bermakna, sehingga kontribusi terhadap berkembangnya nilai-nilai estetik modern semakin meluas di setiap kota besar. Dengan demikian, telah cukup bukti-bukti bahwa dunia pendidikan tinggi desain merupakan wahana dinamisasi nilai estetikyang penting, terutama keterkaitannya dengan terjadinya pergeseran nilai estetik karya desain di Indonesia. 7
WAWASAN KEBUDAYAAN DUNIA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN FENOMENA KEILMUAN PENDUKUNG PENDIDIKAN DESAIN
PENDIDIKAN DESAIN S-1 PENDIDIKAN DESAIN S-2 PENDIDIKAN DESAIN S-3
Bagan 1 : Model Pendidikan Desain Desain di Indonesia dalam pelbagai jenjang; dengan latar belakang wawasan makro dan keilmuan yang mendukung. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin luas pula wilayah kajiannya, hal ini berbeda dengan paradigma keilmuan bidang lain yang menekankan jenjang pendidikan S-3 yang semakin spesifik. Peranan dunia profesional di luar perguruan tinggi, menunjukkan dinamika yang cukup tinggi sejalan dengan tumbuhnya pembangunan fisik, industrialisasi dan galeri seni di pelbagai pelosok kota besar di Indonesia. Hal itu kemudian juga berpengaruh kepada penyusunan kurikulum pendidikan tinggi desain. Di antaranya masuknya 7
Lihat Edie Kartasubarna, Op Cit, h 15-28; lihat juga Biranul Anas et al (ed), 2000, 50 Tahun Senirupa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta; lihat Dokumen Rencana Strategis Jurusan Desain 1998-2003, Jurusan Desain, FSRD-ITB; lihat Widagdo et al, Masa Depan Senirupa, Desain dan Arsitektur Indonesia, Dalam Proceedings ITB Vol.3, No.2, 2000, h 1-52.
2d3d
kurikulum Aspek legal desain (Hak atas Kekayaan Intelektual), Manajemen Desain, Pemodelan Digital, Desain Berwawasan Lingkungan, Gaya Hidup, Semantika Produk, dan pelbagai perkuliahan yang menjadi wacana kebudayaan mutakhir. Selain itu, program swastanisasi perguruan tinggi negeri, memacu kelompok keilmuan baru dan tumbuhnya laboratorium-labotarium keilmuan di lingkungan pendidikan desain. Demikian pula tuntutan global, memacu tumbuhnya perguruan tinggi yang bernuansa lintas budaya ataupun perguruan tinggi desain yang bernuansa intemasional. Gejala di atas diikuti pula oleh pengimbangan ataupun penguatan budaya lokal menghadapi intemasionalisasi tersebut, atau pula tumbuhnya semangat 'ekspor' budaya ke beberapa negara. Demikian pula cabang keilmuan semakin meluas dan tanpa 'sekat', hal itu diikuti oleh memudarnya pengkutuban 'mazhab' estetika yang selama ini memembentuk polarisasi kebudayaan di Indonesia. Tanpa adanya penguatan pada budaya domestik di lingkungan perguruan tinggi seni di Indonesia, maka perguruan-perguruan tinggi ini hanya berfungsi sebagai 'agen' penyebaran kebudayaan negara-negara yang lebih maju. Jika kondisi itu dibiarkan terjadi, maka pilar-pilar kebudayaan domestik di lingkungan perguruan tinggi secara bertahap segera mengalami pelapukan. Untuk itu, strategi kurikulum dan proses penyelenggaraan pendidikan tetap h,arus berpijak kepada penguatan kemahiran dan pengembangan kualitas kebudayaan domestik. Atmosfir akademik yang selama ini telah terbangun, perlu upaya pemantapan, di samping perlu didukung oleh laboratorium yang mutakhir, perpustakaan yang memadai, tingkat pendidikan staf pengajar dan aspek publikasi yang harus ditingkatkan jumlahnya, disamping juga pembinaan dari lembaga-lembaga yang berkompeten. Semakin tinggi jenjang pendidikan dan riset yang dilakukan, semakin general wilayah kajiannya. Dengan demikian dituntut bekerja secara interdisiplin, maupun multi disiplin. Selain pendidikan, hal penting yang menjadi pilar tumbuhnya keilmuan desain adalah kegiatan riset desain yang dikaitkan dengan paradigma baru perguruan tinggi di Indonesia. Beberapa yang menjadi landasan arah riset tersebut antara lain, a.
Untuk meumbuhkan keskolaran dan keakhlian
b.
Pengembangan llmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
c.
Permasalahan nyata yang dikategorikan sebagai 'urgensi nasional'
d.
Kepeloporan pengembangan IPTEK.
Beberapa fokus yang berttitik dari strategi pengembangan riset di atas dapat dipahami sebagai upaya memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan unsur
2d3d
'survival', 'kreasi kesejahteraan', serta 'keamanan dan kenyamanan sosial'. Arah riset yang menjadi strategi di masa yang akan datang tersebut, dalam pemahaman ilmuilmu yang berkembang di dunia desain, dapat dikategorikan atas tiga kelompok besar, yaitu : a.
Riset riset yang berbasis keilmuan/teoritis.
b.
Riset riset terapan yang berbasis kepada praksis pemecahan masalah.
c.
Riset riset yang berbasis kepada upaya membangun nilai-nilai.
Riset yang berbasis keilmuan di lingkungan pendidikan desain, hakikatnya merupakan riset mendasar untuk membangun penguatan keilmuan dan metodologi, baik yang bermuara ke arah pendidikan (S-1, S-2 dan S-3) maupun riset-riset yang mendukung pemantapan keakhlian. Model-model riset yang dapat menjadi orientasi dalam kegiatan ini, adalah pemantapan riset yang berkaitan ilmu-ilmu utama yang telah berkembang di lingkungan desain selama ini, ilmu-ilmu dasar kesenirupaan serta ilmuilmu baru yang menjadi wacana mutakhir dalam dunia desain pada umumnya. Sedangkan riset terapan yang berbasis kepada praksis pemecahan masalah, hakikatnya merupakan upaya-upaya inovasi dalam memecahkan aneka masalah yang dihadapi olah bangsa Indonesia, baik yang berkaitan dengan kebutuhan akan produk konsumsi, komunikasi visual, ruang dalam, maupun produk-produk yang berbasis keunikan nusantara. Model-model riset yang dapat menjadi orientasi dalam kegiatan ini adalah upaya-upaya untuk memecahkan aneka permasalahan kebutuhan fisikal masyarakat, baik yang menekankan pada aspek ekonomi rakyat, wawasan lingkungan, kepedulian sosial, penguatan kebudayaan nasional, kesehatan masyarakat, kesadaran hukum, hingga pelbagai upaya alternatif penyediaan lapangan pekerjaan. Riset yang berbasis kepada upaya membangun nilai-nilai baru, merupakan riset yang berbasis kepada penciptaan nilai-nilai estetik baru dengan pelbagai media. Modelmodel riset yang dapat menjadi orientasi kegiatan ini adalah proses penciptaan karya seni yang memiliki nilai-nilai estetik baru, baik gaya, ungkapan, teknik maupun ragam, serta penciptaan karya desain yang dapat membangun kesadaran masyarakat akan nilai nilai kehidupan yang lebih baik. Dalam perspektif ke depan, pengembangan keilmuan bidang desain, hakikatnya terbagi atas 3 kelompok besar, yaitu ilmu dasar kesenirupaan (visual), keilmuan teoritis dan keakhlian praksis. Ketiga kelompok ini merupakan pohon ilmu yang membangun cabang-cabang keilmuan desain yang meluas, baik dalam bentuk kajian artifak/objek, kajian wacana,maupun kegiatan praksis keprofesian.
2d3d
iI
Kehidupan keilmuan yang telah berkembang di dunia desain tersebut, ada yang telah menjadi mata kuliah yang mantap selama puluhan tahun, ada yang masih mencari bentuk maupun ada yang masih dalam bentuk embrio keilmuan baru. Ketiga kelompok yang telah ada tersebut dapat dijadikan wadah pembentukan Kelompok Keakhlian (Research Group) dengan nafas penelitian bidang desain, budaya visual dan penelitian multidisiplin/ lintasdisiplin Tabel II : Perkembangan Keilmuan di Lingkungan Disiplin Desain di Indonesia Keilmuan/Teori
llmu Dasar
Keakhlian Praksis
•
Gambar
llmu Desain
•
Desain Interior
•
Nirmana2D
Estetika/Filsafat Desain
•
Desain Produk
•
Nirmana 3D
Sosiologi Desain Sejarah Desain
•
DesainKomunikasi Visual
•
Kriya
Metodologi Desain
• •
Multi Media Sinematografi £t Fotografi
Tinjauan Seni/Desain Kritik Desain Manajemen Desain Budaya Visual Desain Tradisi
• Teknik Presentasi (2D &3D) • Pemodelan digital & Simulasi • Komputer Gratis
Bahasa Visual Komunikasi Visual Semiotika Visual Tabel III : Lingkup penelitian bidang desain ditinjau dari aspek urgensi nasional
URGENSI ^•\NASIONAL
SOSIAL
Penyadaran sosial
•
Pelayanan sosial
•
Gaya hidup
•
Rumahmurah
•
Peralatan pertanian
•
Kualitas hidup
•
Sarana kesehatan
•
Pemukiman sehat
•
Produkwisata
•
Lapangan kerja
•
Penyadaran HAM
•
Standarisasi produk
•
Penyadaran K-3
•
Pemanusiaan teknologi
• Identitas budaya • Penguatan budaya • Diplomasi budaya
• • •
Sarana hiburan Ideologi estetis Citra peradaban
• Teknologi tepat guna
• Redesign
• High-Tech
•
•
•
till
IPTEK
KEAMANAN a KENYAMANAN SOSIAL
•
• • • •
BUDAYA
KREASI KESEJAHTERAAN
SURVIVAL
TEMA^\-^
Modifikasi
Reinovation
Digital design
EKONOMI
•
Re-engineering
• Multi media • Mix-media
Produk ekspor
•
Diversifikasi produk
•
• Produk kompetitif • Swasembada
• •
Produk sekuriti Produk nilai tambah
•
Pemberdayaan kriya nusantara
•
Penyadaran HaKI
• Manajemen inovasi PEMBANGUNAN
•
(Modernisasi)
INDUSTRI
LINGKUNGAN
Kampanye pembangunan
•
Kontribusi terhadap
•
Komunikasi lintas budaya
pembangunan
• Strategi desain • Sarana pendidikan
berkelanjutan • Wirausaha baru
•
Sarana keamanan & pertahanan
•
Kelembagaan sosial
•
•
Kesejahteraan sosial
• •
Produk kriya Kerajinan rakyat
• Pengembangan produk
•
Industri budaya
•
Kemandirian produk
Pemberdayaan sosial
lokal
• Produk alternatif • Alih teknologi
•
• Green Product
•
• Kampanye lingkungan
pencemaran • Wawasan lingkungan
manufaktur
Produk kompetitif • Pengurangan
Sarana transportasi
•
Produk bersih
• •
Lingkungan bersih Penerapan energi alternatif
Tabel IV : Perspektif penelitian bidang desain ditinjau dari aspek keilmuan dan penyelenggaraan pendidikan
JENIS ^ \ ^ RISET DISIPLIN ^ \ . ILMU DASAR
PRAKSIS
PENELITIAN DESAIN
PENELITIAN BUDAYA VISUAL
PENELITIAN LINTAS DISIPLIN
Ilmu bentuk
•
Ilmu Budaya
• Gaya Hidup
•
limuWarna
•
llmuMenggambar
•
•
Gambar Desain
•
Eksperimen kreatif
• Etika
•
Nirmana 2D & 3D
•
Desain Produk
•
•
Prilaku Konsumen
•
Bahasa Visual
• Seni Visual
•
Pemanusiaan Teknologi
Komunikasi Visual
• Mix Media
• Manajemen Pemasaran
•
KriyaTradisi
• Senirupa tradisi
•
Ruang Dalam
•
Multimedia
produk
TEORI/KEILMUAN
PENDUKUNG
•
Sejarah Desain
•
Sejarah Senirupa
•
Komunikasi Lintas
•
Sosio- teknologi
•
KritikDesain
•
FiisafatSeni
•
Metodologi Desain
•
Estetika
•
Sosiologi Desain
• Sosiologi Seni
• Visual Culture
•
Manajemen Desain
• Manajemen Galeri
•
Budaya Tradisi
•
Semiotika Visual
• Morfologi Seni
•
Green Product
•
DampakSosialDesain
Budaya
•
Konsep Teknologi
• Sejarah kebudayaan
• Antropologi Budaya
•
Ergonomi desain
• Senirupa Et Agama
.
HaKI
•
Bahan & proses
•
Politik kebudayaan
•
Space Progrramming
•
Kebijakan Pembangunan
•
Psikologi persepsi
•
Komputer Grafis
•
Gambar Teknik
•
Manajemen Produksi
DAFTAR PUSTAKA
Baynes, Ken, 1976, About Design, Design Council Publication, London. Dokumen Penjelasan Perubahan Kepmen Dikbud No.056/U/1994 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tingsi dan Hasil Belajar Mahasiswa, Direktorat PembinaanSaranaAkademis, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Januari 2000. GOENARSO, 1995, Riwayat Perguruan Tinggi Teknik di Indonesia, Penerbit ITB, Bandung. HANANTO, Eddie,ed, 80 Tahun Pengabdian Pendidikan Teknik ITB Dari Masa ke Masa Memasuki Milenium Tiga, Ikatan Alumni ITB, 2000. KARTASUBARNA, Edie,et al, 1983, Jurusan Senirupa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung', dalam buku Peringatan 35 Tahun Pendidikan Tinggi Senirupa di Indonesia, LOMBARD, Dennys,1996, NusaJawa : SUang Budaya, Batas-Batas Pembaratan, Gramedia, Jakarta. Mengenang Perintis Senirupa Indonesia, Ikatan Alumni-lnstitut Teknologi Bandung, 1995.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.30. Tahun 1990 Tentang Pendidikan Tinggi. Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Sachari, Agus, 1999, Modernisme: Tinjauan Historis Desain Modern, Balai Pustaka, Jakarta. , 2000, Pengantar Desain, Penerbit ITB. , 2001, Transformasi Budaya Dalam Desain dan kesenirupaan Indonesia, Penerbit ITB. , 2002, Sejarah Desain dan Kesenirupaan Indonesia, Penerbit ITB. SEEMAN, Heinrich, 2000, Spuren Einer Freundschaft, Duetsch-lndonesische Beziehungen vom 16.bis 19Jahrhundert, diindonesiakan oleh Mangara Simorangkir, Cipta Loka Caraka, Jakarta. WIDAGDO, Program Pasca Sarjana Senirupa, Proceeding Lokakarya Pasca Sarjana ITB, tahun 1990.
2d3d