Personal Philosophy Pages Oleh: Ridwan Daud Mahande #13702261009# Mahasiswa S3-PTK PPs UNY
Pendidikan penyelenggaraan
kejuruan
merupakan
pendidikan
salah
berorientasi
satu
kerja
istilah
yang
dalam
bertujuan
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Hal ini lebih lanjut ditegaskan Unesco, (2001) bahwa, penyelenggaraan pendidikan kejuruan selain mempersiapakan suatu bidang keahlian yang bersifat jabatan, juga perlu pengayaan pengetahuan dan keterampilan umum yang dipandang sebagai adaptasi berbagai kemungkinan di masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan kejuruan diharapkan dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sesuai
dengan
konstitusi, mempunyai
uraian
Kuswana,
menunjukkan peranan
(2013:198) bahwa,
penyelenggaraan
strategis
dalam
berdasarkan
pendidikan
menentukan
kejuruan
keberhasilan
pembangunan nasional. Hal itu sejalan dengan kebutuhan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi sesuai dengan bidang keahlian yang berkembang di masyarakat. Kehadiran pendidikan kejuruan saat ini semakin didambakan masyarakat, khususnya masyarakat yang berkecimpung langsung dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai
kualifikasi
sebagai
calon/tenaga
kerja
yang
memiliki
keterampilan kejuruan tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang disajikan dari Finch dan Crunkilton, (1979) bahwa, kualitas pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas menurut ukuran sekolah (inschool success standards) dan kualitas menurut ukuran masyarakat (outof
school
success
standards).
Kriteria
pertama
meliputi
aspek
keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah 1
diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi keberhasilan peserta didik yang tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi nasional ataupun internasional setelah mereka berada di lapangan kerja yang sebenarnya. Keberadaan pendidikan kejuruan dalam mempersiapkan lulusan guna memasuki lapangan kerja, diperlukan relevansi antara pendidikan kejuruan dengan ketersediaan kesempatan kerja. Salah satu kebijakan pendidikan melalui sekolah menengah kejuruan (SMK) yaitu, link and match. Inti dari konsep link and match yaitu: (1) adanya keterkaitan antara program pendidikan yang diberikan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat secara luas, dan (2) adanya kesesuaian atau kecocokan antara program dan produk pendidikan di sekolah dengan kebutuhan masyarakat (Djojonegoro, 1998). Tujuan penerapan link and match dalam pendidikan kejuruan adalah untuk mendekatkan antara supply dan demand mutu sumber daya manusia (SDM), terutama yang berhubungan dengan kualitas ketenagakerjaan. Di mana dunia pendidikan sebagai penyedia SDM dan dunia kerja serta masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan. Selanjutnya, pendidikan kejuruan akan semakin sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dunia kerja (link and match), jika programprogram keahlian yang diselenggarakan di SMK melibatkan industri dalam menetapkan
standar
keahlian,
pengembangan
kurikulum,
dan
kebijaksanaan pengelolaan sistem pendidikan, (Depdikbud, 1995:9), serta penyesuaian karakteristik daerah yang memerlukan pendidikan kejuruan. Selain itu, guru pendidikan kejuruan sebagai pelaksana kurikulum hendaknya telah mempunyai pengalaman dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja serta mampu mengidentifikasi penyesuaian bidang kerja dengan bakat dan minat siswa agar pengembangan tenaga kerja melalui keterampilan-keterampilan memberikan manfaat yang efektif. 2
Oleh sebab itu, pendidikan kejuruan memiliki karakteristik kuat yang didasarkan pada: (1) kebutuhan dunia kerja “demand-driven”, yang menekankan pada penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja di masyarakat lingkungannya, (2) kesuksesan siswa dapat diliat dari “hands-on” atau performa dunia kerja, (3) hubungan erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan, (4) pendidikan kejuruan harus responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi, (Djojonegoro,
1998:37),
dan
sesuai
filosofi
pendidikan
kejuruan
”Matching”: what job was need and what was needed to do the job, (Thompson, 1973:16) sesuai perkembangan dan perubahan teknologi dan kesisteman. Berdasarkan uraian tujuan, keberadaan, kebijakan dan karakteristik pendidikan kejuruan di atas, maka posisi penulis tetap mendukung adanya pendidikan kejuruan, melalui perbaikan sistem yang belum optimal diimplementasikan dilapangan, yaitu: (1) relevansi kurikulum, (2) kerjasama dunia usaha dan industri, (3) guru/pengajar sebaiknya memiliki pengalaman industri, dan (4) penyesuaian bidang kerja dengan bakat dan minat siswa sebagai calon tenaga kerja di lapangan nantinya. Dengan harapan, pendidikan kejuruan akan menghasilkan lulusan yang cerdas, terampil, dan siap kerja serta mampu mendukung pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional dalam mengembangkan dunia usaha dan industri di era globalisasi.
Asumsi Pendidikan Kejuruan Asumsi pendidikan kejuruan merupakan bentuk dukungan dan harapan penulis terhadap pengembangan pendidikan kejuruan kedepan yang dituangkan dalam 5 asumsi sebagai berikut: 1. Pendidikan kejuruan digerakkan oleh kebutuhan pasar kerja dan berkontribusi pada penguatan ekonomi nasional, oleh karenanya mempunyai kemanfaatan sosial. 3
2. Pendidikan kejuruan sebaiknya diorientasikan pada kebutuhan tenaga kerja masyarakat. 3. Pendidikan
kejuruan
hendaknya
didesain
untuk
menguasai
keterampilan esensial agar dapat bersaing pada pasar kerja. 4. Pendidikan kejuruan akan efektif jika siswa diajar oleh guru dan instruktur yang telah memiliki pengalaman dunia kerja dan berhasil didalam menerapkan keterampilan dan pengetahuan mengenai operasi dan proses kerja yang dilakukan. 5. Pendidikan kejuruan secara ekonomis efisien jika menyiapkan dan menumbuhkan kebiasaan kerja kepada siswa sesuai bakat dan minatnya melalui latihan berupa pekerjaan nyata yang spesifik dalam masyarakat berdasarkan kebutuhan tenaga kerja.
4
Daftar Pustaka
Finch, Curtis & Crunkilton, John R. (1979). Curriculum Development In Vocational Technical Education. New York: Allyn and Bacon. Kuswana, W.S. (2013). Filsafat Pendidikan Teknologi, Vokasi dan Kejuruan. Bandung: Alfabeta Thompson, J.F. (1973). Foundations of Vocational Education, New Jersey: Prentice Hall Unesco. (2001). Revised Recommendation Concerning Concerning Technical and Vocational Education and Training. Paris: UNESCO Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan.
(1995).
Keterampilan
Menjelang 2020 untuk Era Global. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Djojonegoro, W. (1998). Pengembangan Sumberdaya Manusia melalui SMK. Jakarta : PT. Jayakarta Agung Offset.
5