17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan persilangan antara cabai keriting dengan cabai besar. Masing-masing penelitian terdapat dua tahap percobaan yaitu (1) pembentukan materi genetik, (2) studi pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif di lapangan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Galur Cabai Keriting
Galur Cabai Besar
Galur Cabai Rawit
Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental)
Studi Pewarisan Karakter Kualitatif dan Kuantitatif di Lapangan
Analisis Data
Informasi Pola Pewarisan Karakter Kualitatif dan Kuantitatif
Gambar 1.
Bagan Alir Penelitian Studi Pewarisan Persilangan Cabai Besar dengan Cabai Rawit atau Cabai Keriting
Tahapan 1. Pembentukan Materi Genetik Pembentukan materi genetik yang akan digunakan untuk studi pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan cara persilangan cabai besar dengan cabai rawit, persilangan cabai keriting dengan cabai besar dan selfing pada masing-masing tetua dan F1.
Waktu dan Tempat Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Lwikopo IPB Bogor. Percobaan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2009.
18 Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga tetua cabai yaitu cabai besar (IPB C9 & IPB C5), cabai keriting (IPB C105) dan cabai rawit (IPB C10). Bahan tanaman tersebut dipilih berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Dzikri (2008) dan Syukur (2007). Lampiran 1 menunjukkan gambar tetua-tetua cabai yang digunakan.
Rancangan Persilangan Rancangan persilangan yang digunakan adalah Rancangan Biparental dan Rancangan Silang Balik (backcross). Tetua cabai besar dan cabai rawit disilangkan (hibridisasi) untuk mendapatkan tanaman F1 dan F1R, begitu juga tetua cabai keriting dan cabai besar disilangkan (hibridisasi) untuk mendapatkan tanaman F1 dan F1R. Dari masing-masing persilangan, sebagian benihnya disimpan dan yang lainnya ditanam untuk dilakukan silang balik dengan tetuanya masing-masing serta dilakukan penyerbukan sendiri. Dengan demikian, diperoleh materi genetik F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2, F2 (F1 selfing), BCP1 (F1 x P1) dan BCP2 (F1 x P2).
Pelaksanan Percobaan Percobaan ini meliputi persiapan pembentukan materi genetik. Terdapat dua cara dalam pembentukan materi genetik tersebut yaitu melalui persilangan (crossing) dan melalui penyerbukan sendiri (selfing). Materi genetik yang diperoleh dengan cara persilangan adalah F1, F1R, BCP1 dan BCP2. Pelaksanaanya meliputi: (1) persiapan, (2) kastrasi, (3) emaskulasi, (4) isolasi, (5) pengumpulan serbuk sari, (6) polenasi, (7) pelabelan. Materi genetik yang diperoleh dengan cara selfing adalah P1, P2 dan F2. Selfing dapat dilakukan dengan cara menyungkup tanaman tetua dan turunan pertama (F1), sehingga terjadi penyerbukan sendiri pada P1, P2 dan F1. Dari hal tersebut, akan diperoleh beih P1, P2 dan F2. Setelah buah berumur 6-8 Minggu Setelah Penyerbukan, buah dipanen dan diekstraksi untuk diambil benihnya.
19 Tahapan 2. Studi Pewarisan Karakter Kualitatif dan Kuantitatif di Lapangan Percobaan studi pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif di lapangan bertujuan untuk mempelajari pola pewarisan pada karakter kualitatif dan kuantitatif. Dari percobaan ini diharapkan diperoleh informasi tentang: (1) pengaruh tetua betina (maternal effect) pada karakter-karakter yang diamati, (2) jumlah gen yang mengendalikan pada masing-masing karakter yang diamati, (3) model interaksi gen, (4) nilai ragam genetik, ragam aditif, ragam lingkungan dan ragam fenotipik, dan (5) nilai heritabilitas.
Waktu dan Tempat Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Lwikopo IPB Bogor. Percobaan dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Januari 2010.
Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah: tetua cabai rawit (IPB C10), tetua cabai besar (IPB C5 & IPB C9) dan tetua cabai keriting (IPB C105), turunan pertama (F1), turunan pertama resiprokal (F1R), backcross ke tetua betina (BCP1), backcross ke tetua jantan (BCP2) dan turunan kedua (F2). Masing-masing populasi memiliki jumlah tanaman sebagai berikut:
Tetua cabai rawit yaitu IPB C10
= 20 tanaman
Tetua cabai besar yaitu IPB C5
= 20 tanaman
Tetua cabai besar yaitu IPB C9
= 20 tanaman
Tetua cabai keriting yaitu IPB C105
= 20 tanaman
F1 yaitu IPB C5 x IPB C10
= 20 tanaman
F1 yaitu IPB C9 x IPB C10
= 20 tanaman
F1 yaitu IPB C5 x IPB C105
= 20 tanaman
F1R yaitu IPB C10 x IPB C5
= 20 tanaman
F1R yaitu IPB C10 x IPB C9
= 20 tanaman
F1R yaitu IPB C105 x IPB C5
= 20 tanaman
BCP1 yaitu IPB (C9 x IPB C10) x IPB C9
= 100 tanaman
BCP1 yaitu IPB (C5 x IPB C105) x IPB C5
= 100 tanaman
BCP2 yaitu IPB (C9 x IPB C10) x IPB C10
= 100 tanaman
20
BCP2 yaitu IPB (C5 x IPB C105) x IPB C105
= 100 tanaman
F2 yaitu (IPB C5 x IPB C10) x (IPB C5 x IPB C10)
= 260 tanaman
F2 yaitu (IPB C9 x IPB C10) x (IPB C9 x IPB C10)
= 260 tanaman
F2 yaitu (IPB C5 x IPB C105) x (IPB C5 x IPB C105)
= 260 tanaman
Pelaksanaan Percobaan Pada percobaan ini setiap genotipe dari ketiga persilangan ditanam secara bersamaan, masing-masing tetua, turuanan pertama (F1), turunan pertama resiprokal (F1R) dari masing-masing persilangan ditanam dalam 1 bedeng. Backcross ke tetua betina (BCP1) dan backcross ke tetua jantan (BCP2) dari masing-masing persilangan ditanam dalam 5 bedeng. Turunan kedua (F2) dari masing-masing persilangan ditanam dalam 13 bedeng, dengan asumsi jumlah tersebut cukup representatif dalam peluang kemunculan genotipe bersegregasi tanaman F2. Pada percobaan ini terdapat beberapa kegiatan yaitu persemaian, pengolahan lahan, penanaman di lapangan, pemeliharaan, pengamatan dan pengambilan data, serta analisis data. Persemaian dan pengolahan lahan dapat dilakukan pada waktu yang bersamaan. Pada kegiatan persemaian, media tanam disterilisasi terlebih dahulu dalam oven pada suhu 1500C selama tiga jam, kemudian didinginkan dan dilanjutkan dengan penyemaian benih. Benih yang telah disemai disiram setiap hari dengan tujuan menjaga kelembaban media tanam. Pemupukan dilakukan setiap satu minggu sekali setelah tanaman berumur 2 Minggu Setelah Semai (MSS), pupuk yang digunakan adalah pupuk kocor (NPK Mutiara) dengan dosis 10 g/l serta gandasil D dengan dosis 2 g/l dua kali tiap minggu. Penyemprotan pestisida, bakterisida dan fungisida dilakuakn jika terdapat hama, bakteri dan cendawan. Proses persemaian tersebut dilakukan selama ± 50 hari. Pengolahan lahan meliputi kegiatan pembukaan lahan, pembalikan tanah yang diikuti dengan pemberian pupuk kandang dan pembentukan bedengan sebanyak 69 bedeng yang masing-masing berukuran 1 m x 5 m. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan mulsa hitam perak serta pelubangan mulsa untuk lubang tanam.
21 Kegiatan penanaman di lapangan dimulai dengan pemindahan bibit yang telah berumur ± 50 hari setelah semai (HSS) atau sudah memiliki empat lembar daun dewasa. Bibit diadaptasikan selama tiga hari di lapangan sebelum dilakukan penanaman. Penanaman (transplanting) dilakukan pada sore hari dan tiap lubang tanam diberi ajir yang akan digunakan untuk mengikat tanaman. Kegiatan
pemeliharaan
dapat
meliputi
penyiraman,
pemupukan,
penyemprotan pestisida, fungisida, pewiwilan tunas bawah/air dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari (jika tidak
hujan).
Pemupukan diberikan setiap satu minggu dengan menggunakan pupuk NPK Mutiara dengan dosis 10 g/l. Penyemprotan pestisida, fungisida, insektisida, dan bakterisida dilakukan sebagai pencegahan dan pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Pewiwilan tunas dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan ketinggian optimal. Penyiangan gulma dilakukan di sekitar lubang tanam atau bedengan, hal ini bertujuan untuk mengurangi vektor hama. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara berkala pada waktu pemeliharaan dan pemanenan. Pengambilan data untuk peubah hasil panen dilakukan di Laboratorium Pendidikan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi & Hortikultura IPB.
Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif dan kuantitatif yang diamati berdasarkan perbedaan karakter yang jelas antara masing-masing tetua dan mengacu pada deskriptor cabai. Pengamatan yang dilakukan meliputi: 1. Bentuk daun, diamati pada tanaman dewasa (fase vegetatif) untuk persilangan IPB C105 x IPB C5. 2. Posisi Bunga, diamati pada fase generatif saat tanaman mulai berbunga untuk persilangan IPB C5 x IPB C10 dan IPB C9 x IPB C10. 3. Warna Buah Muda, diamati pada buah masih muda untuk persilangan IPB C5 x IPB C10.
22 4. Warna Batang Muda, diamati pada batang tanaman cabai (fase vegetatif) yang berumur 3-4 Minggu Setelah Tanam (MST) untuk persilangan IPB C9 x IPB C10. 5. Tekstur permukaan buah, diamati pada fase generatif atau saat panen untuk persilangan IPB C105 x IPB C5. 6. Umur Berbunga, diamati pada saat pertama kali bunga pertama mekar untuk persilangan IPB C5 x IPB C10 dan IPB C9 x IPB C10. 7. Umur Panen, diamati pada saat pertama kali buah pertama masak (75% berwarna kemerahan) dan dihitung sejak muncul bunga pertama, untuk persilangan IPB C9 x IPB C10 dan IPB C105 x IPB C5. 8. Tinggi dikotomous (cm), diamati pada tanaman dewasa (fase vegetatif atau generatif) dengan cara mengukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh dikotomous pertama dengan menggunakan meteran untuk persilangan IPB C105 x IPB C5. 9. Panjang buah (cm), diamati pada buah hasil panen dengan cara mengukur panjang dari pangkal buah sampai ujung buah, dengan menggunakan penggaris untuk persilangan IPB C5 x IPB C10 dan IPB C9 x IPB C10. 10. Diameter buah (mm), diamati pada buah hasil panen dengan cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah buah dengan menggunakan jangka sorong untuk persilangan IPB C9 x IPB C10. 11. Tebal kulit buah (mm), diamati pada buah hasil panen dengan cara mengukur tebal kulit dengan menggunakan jangka sorong untuk persilangan IPB C9 x IPB C10. 12. Bobot per buah (g), diamati pada buah hasil panen dengan cara menimbang satu buah dengan menggunakan timbangan neraca analitik untuk persilangan IPB C9 x IPB C10 dan IPB C105 x IPB C5. 13. Produksi per tanaman (g), diamati pada seluruh buah hasil panen per tanaman dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik IPB C5 x IPB C10, IPB C9 x IPB C10 dan IPB C105 x IPB C5.
23 Analisis Data Analisis data terdiri atas dua macam yaitu berdasarkan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan uji Chi-kuadrat untuk menentukan nisbah Mendel pada populasi F2, serta untuk menentukan jumlah pasang gen yang mengendalikan karakter. Data kuantitatif pada populasi F2 yang bersegregasi dianalisis dengan uji Normalitas. Apabila karakter yang diuji menyebar normal maka dilanjutkan dengan analisis ragam yang dilakukan pada rataan setiap populasi, setelah itu dilakukan analisis heritabilitas arti luas dan arti sempit. Analisis data kualitatif dan kuantitatif tersebut terdiri atas: 1. Pendugaan pewarisan ekstrakromosomal Keberadaan pengaruh tetua betina pada pewarisan sifat kualitatif dan kuantitatif pada cabai dilakukan dengan membandingkan rata-rata dari generasi F1 dan resiprokalnya (F1R) dengan menggunakan uji-t menurut Strickberger (1976).
t=
Y F 1 − Y F 1R S Y F 1 − Y F 1R
Keterangan: Y F 1 Y F 1R
= Nilai tengah populasi F1 = Nilai tengah populasi F1R
S Y F 1 − Y F 1R = Simpangan baku populasi selisih F1 – F1R
2. Pendugaan nisbah fenotipe Pendugaan nisbah fenotipe bersegregasi menggunakan uji Chi-kuadrat. menurut Singh dan Chaudhary (1979): X2 =
∑
(Oi − Ei ) 2 Ei
Keterangan: X2 = X2hitung Oi = Nilai pengamatan lapangan Ei = Nilai yang diharapkan
24 3. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran frekuensi pada populasi F2, serta menduga aksi gen yang mengendalikan dari masing-masing karakter yang diamati berdasarkan pola sebarannya.
4. Pendugaan jumlah gen-gen pengendali karakter Pendugaan jumlah pasang gen pengendali karakter menggunakan perhitungan jumlah gen menurut Lande (1981):
( X p1 − X p 2) 2 N= 8(VF 2 − ( 2VF 1 + Vp1 + Vp 2) / 4) 5. Pendugaan besaran nilai derajat dominansi Pendugaan besaran nilai derajat dominansi menggunakan analisis potensi rasio (hp) menurut Petr dan Frey (1966): hp =
X F 1 − MP HP − MP
Keterangan: hp = potensi rasio
HP = Nilai tengah tetua tertinggi
X F 1 = Nilai rata-rata F1
MP = Nilai tengah/mid parent kedua tetua
6. Pendugaan komponen ragam Komponen ragam yang dihitung terdiri dari ragam fenotipe pada generasi F2 (VF2), ragam fenotipe pada populasi backcross (VBC), ragam genotipe (VG). ragam aditif (VA), ragam dominan (VD), dan ragam lingkungan (VE).
7. Kelayakan model genetik Kelayakan model aditif-dominan diduga dengan menggunakan metode Joint Scaling Test (Mather & Jink 1982) dengan 3 parameter genetik yaitu nilai
rataan/nilai tengah (m), jumlah pengaruh gen aditif (d), dan jumlah pengaruh gen dominan (h). Bila aksi gen tidak memenuhi model aditif-dominan,
25 dilakukan pengujian untuk mengetahui ada tidaknya interaksi gen non-alelik menggunakan model epistatik dengan enam parameter (Mather & Jink 1982).
8. Pendugaan nilai heritabilitas Pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas menurut Allard (1960), sebagai berikut: h2bs =
VF 2 − (VF 1 + Vp1 + Vp 2) / 3 VF 2
Nilai heritabilitas dalam arti sempit menurut Warner (1952), sebagai berikut: h2ns =
2V F 2 − (V BCp 1 + V BCp 2 ) VF 2
Keterangan: h2bs = Heritabilitas dalam arti luas
h2ns = Heritabilitas dalam arti sempit
VF2
= Ragam populasi F2
VF1
= Ragam populasi F1
Vp1
= Ragam populasi P1
Vp2
= Ragam populasi P2
VBCP1 = Ragam populasi BCP1
VBCP2 = Ragam populasi BCP2