PERSETUJUAN
SKRIPSI
PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN PULE PANDAK (Rauvolfia verticillata Lour. Baillon) PADA VARIASI UNSUR FOSFOR (P) Oleh: Sinta Natalia NIM. M0405058 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Tanda tangan
Pembimbing I
Pembimbing II
Solichatun, M. Si NIP. 197102211997022001
..........................................
Dr. Sugiyarto, M. Si NIP. 196704301992031003
..........................................
Surakarta, 21 Januari 2010
Mengetahui, Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M. Si NIP. 195003201978032001
i
PENGESAHAN SKRIPSI
PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN PULE PANDAK (Rauvolfia verticillata Lour. Baillon) PADA VARIASI UNSUR FOSFOR (P) Oleh: Sinta Natalia NIM. M0405058
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 21 Januari 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Surakarta, …………………….. Penguji III/ Pembimbing I
Penguji I
Solichatun, M. Si NIP. 197102211997022001 Penguji IV/Pembimbing II
Dra. Endang Anggarwulan, M. Si NIP. 195003201978032001 Penguji II
Dr. Okid Parama Astirin, M.Si Dr. Sugiyarto, M. Si NIP. 196303271986012002 NIP. 196704301992031003 Mengesahkan, Dekan FMIPA Ketua Jurusan Biologi
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D. NIP. 196008091986121001
Dra. Endang Anggarwulan, M. Si NIP. 195003201978032001
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan atau dicabut.
Surakarta,…………………………
Sinta Natalia M0405058
iii
PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN RESERPIN PULE PANDAK (Rauvolfia vertillata Lour. Baillon) PADA VARIASI UNSUR FOSFOR (P)
SINTA NATALIA Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK Nilai pule pandak (Rauvolfia verticillata) sebagai tanaman obat terletak pada kandungan alkaloidnya. Reserpin merupakan alkaloid utama pada tanaman pule pandak dan merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk golongan indol alkaloid kompleks. Keberadaan alkaloid dalam tumbuhan sangat tergantung pada lingkungan terutama faktor-faktor yang mempengaruhi proses enzimatik salah satunya unsur hara. Salah satu unsur hara makro yang penting bagi pertumbuhan tanaman pule pandak adalah fosfor (P). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pertumbuhan dan kandungan reserpin R. verticillata pada pemberian unsur fosfor (P) yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan yaitu variasi dosis pupuk fosfat (TSP) dengan masing-masing 5 ulangan. Dosis pupuk TSP yang digunakan adalah: 0 (kontrol), 75, 150, 300 kg/ha. Perlakuan diberikan selama 10 minggu (2,5 bulan). Parameter yang dianalisis adalah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, berat kering, rasio tajuk akar dan kadar reserpin tanaman pule pandak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur fosfor (P) berpengaruh nyata terhadap panjang akar, rasio tajuk akar dan kadar reserpin tanaman pule pandak. Perlakuan pupuk TSP pada dosis 150 kg/ha memberikan pengaruh terbaik terhadap peningkatan panjang akar, berat kering, dan kadar reserpin tanaman pule pandak. Kata kunci: Rauvolfia verticillata, fosfor (P), pertumbuhan, reserpin.
iv
GROWTH AND RESERPINE COMPOUND OF SNAKE ROOT (Rauvolfia vertillata Lour. Baillon) AT PHOSPHOR (P) UNSURE VARIATIONS
SINTA NATALIA Departement of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT The quality of snake root (Rauvolfia verticillata) as a herbal depend on content of alkaloid. Reserpine is the important alkaloid into this plant and as a secondary metabolic compound include in group of complex alkaloid indol. The existence of alkaloid in this plant depend on their environment especially factor which influence the enzimatic, among them is substance of soil. One of this macro subtance which important for growth snake root plant is phosphor (P). The aims of the research were to study the growth and reserpine compound Rauvolfia verticillata at supply phosphor (P) unsure which different. The reseach was arranged in randomized completely design with one factor treatment was variation dose of phosphate (TSP) fertilizing with 5 replications. Dose of TSP which used were: 0 (control), 75, 150, and 300 kg/ha. The treatment have gived for 10 week (2,5 month). The parameters which analyses were reserpine content and the growth parameters, there are: plant height, the leaf number, root height, dry weight, and shoot to root ratio. The result showed that phosphor unsure (P) significantly improved the root height, shoot to root ratio, and dry weight of snake root. The treatment TSP fertilizing in average 150 kg/ha showed maximum result to improvement of root height, dry weight, and reserpine content. Keywords: Rauvolfia verticillata, phosphor (P), growth, reserpine.
v
MOTTO
Allah tidak menilai dari apa yang dihasilkan oleh seseorang tapi Allah menilai dari setiap proses yang dilalui seseorang setahap demi setahap dari usahanya
Di tengah kesukaran pasti Allah akan menunjukkan jalan untuk dapat menyelesaikannya. Yakinlah Allah selalu ada dalam ssetiap langkah kita. Terus berusaha dan jangan menyerah. SEMANGAT…
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
Ayah dan bundaku tercinta……. Kakakku Topan Wibowo tercinta Keponakanku si cantik Dinda Keluargaku
di
Solo
terimakasih
atas
dukungannya Kucingku pudel dan pororo yang selalu menjadi penghibur aku, Seseorag yang aku cintai dan aku sayangi (Agus Rusmanto), serta Teman-temanku yang telah memberikan dukungan dan bantuannya
Terimakasih………I love you all………..
vii
KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul: “Pertumbuhan dan Kandungan Reserpin Pule Pandak (Rauvolfia verticillata Lour. Baillon) pada Variasi Unsur Fosfor (P)”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan sains pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak masukan dan dukungan dari berbagai pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya kepada: Prof. Drs. Sutarno, M.Sc. PhD selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk keperluan skripsi. Dra. Endang Anggarwulan, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai dosen penelaah I yang telah memberi banyak masukan dan saran pada penulis. Solichatun, M.Si selaku dosen pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran dalam membimbing,
mengarahkan dan mendampingi selama
pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Dr. Sugiyarto, M.Si selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan yang bermanfaat bagi penulis. Dr. Okid Parama Astirin, M. Si selaku dosen penelaah II yang telah memberikan banyak masukan dan saran pada penulis. Kepala dan Staf Laboratorium Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, (Sub Laboratorium Biologi) yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
viii
Teman-temanku Sitri, Anis, Tari, Mutia, Gia, mas Guruh, Agus, dan semua teman-teman jurusan biologi angkatan 2005 yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi serta mbaku Emi yang telah membantu penulis saat kesulitan dalam penulisan skripsi. Ayah, Bunda dan kakakku tercinta akan kasih sayang dan doanya serta keluargaku di Solo yang telah memberikan dukungan. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan tanggapan, kritik dan saran demi kesempurnaannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………….
i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................
iii
ABSTRAK ..................................................................................................
iv
ABSTRACT
............................................................................................
v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
viii
DAFTAR ISI
............................................................................................
x
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Perumusan Masalah.....................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
3
D. Manfaat penelitian.......................................................................
4
BAB II. LANDASAN TEORI ......................................................................
5
A. Tinjauan Pustaka .........................................................................
5
1. Pule Pandak (Rauvolfia verticillata L.) ..................................
5
2. Metabolit Sekunder Alkaloid Indol Monoterpenoid (Reserpin)
8
3. Fosfor (P) ..............................................................................
12
4. Pertumbuhan..........................................................................
18
5. Hubungan Antara Fosfor, Pertumbuhan dan Produksi Reserpin 20 B. Kerangka Pemikiran ....................................................................
23
C. Hipotesis......................................................................................
24
BAB III. METODE PENELITIAN ...............................................................
25
A. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................
25
x
B. Bahan dan Alat ...........................................................................
25
C. Cara Kerja ...................................................................................
26
D. Analisis Data ...............................................................................
29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
30
A. Pertumbuhan.............................................................................
30
1. Tinggi Tanaman.....................................................................
30
2. Jumlah Daun..........................................................................
33
3. Panjang Akar .........................................................................
35
4. Berat Kering ..........................................................................
37
5. Rasio Tajuk Akar...................................................................
41
B. Analisis kandungan Reserpin Tanaman Rauvolfia verticillata ......
45
C. Korelasi Antara Parameter Pengamatan .......................................
53
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
55
A. Kesimpulan ................................................................................
55
B. Saran ..........................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
56
LAMPIRAN
............................................................................................
62
RIWAYAT HIDUP PENULIS......................................................................
73
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rata-rata tinggi (cm) tanaman R. verticillata setelah 10 minggu setelah tanam pada variasi dosis pupuk fosfat (TSP)......................
30
Tabel 2. Rata-rata jumlah daun tanaman R.verticillata pada pemberian variasi pupuk fosfat (TSP) setelah 10 minggu setelah tanam..........
33
Tabel 3. Rata-rata panjang akar (cm) tanaman R. verticillata setelah 10 minggu setelah tanam....................................................................
35
Tabel 4. Rata-rata berat kering tanaman (gram) R. verticillata setelah 10 minggu setelah tanam....................................................................
38
Tabel 5. Rata-rata rasio tajuk akar (gram) tanaman R. verticillata setelah 10 minggu setelah tanaman ...........................................................
42
Tabel 6. Rata-rata kadar reserpin (mg/g) tanaman R. verticillata pada perlakuan dosis pupuk fosfat (pupuk TSP).....................................
45
Tabel 7. Nilai Koefisien Korelasi antar Parameter Pengamatan....................
53
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Morfologi Pule pandak (R. verticillata)...................................... 6 Gambar 2. Struktur kimia dari Reserpin ......................................................
9
Gambar 3. Biosintesis alkaloid indol monoterpenoid dari triptofan .............
11
Gambar 4. Siklus fosfor (P) di dalam tanah.................................................
13
Gambar 5. Jalur asam shikimat dalam sintesis asam amino .........................
22
Gambar 6. Skema kerangka pemikiran........................................................
24
Gambar 7. Grafik perlakuan variasi dosis pupuk fosfat (TSP) terhadap tinggi tanaman R. verticillata ....................................................
31
Gambar 8. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan tinggi tanaman pule pandak (R. verticillata).......................................................
31
Gambar 9. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan jumlah daun pule pandak (R. verticillata) ..............................................................
33
Gambar 10. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan panjang akar tanaman pule pandak (R. verticillata)..........................................
36
Gambar 11. Kurva hubungan antara dosis pupuk dan berat kering tanaman pule pandak (R. verticillata)..........................................................................
38
Gambar 12. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan rasio taju akar tanaman pule pandak (R. verticillata).........................................
43
Gambar 13. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan kadar reserpin tanaman pule pandak (R. verticillata)…………………………..
46
Gambar 14. Adaptasi proses metabolik pada tanaman tingkat tinggi selama ketersediaan fosfat anorganik (Pi) rendah...................................
49
Gambar 15. Mekanisme penghantaran sinyal ekstraseluler pada membran plasma .......................................................................................
51
Gambar 16. Grafik korelasi antara kadar reserpin (mg/g) tanaman R. verticillata dengan berat kering tanaman (gram) ........................
53
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Hasil Analisis Tanah Regosol Sebelum Perlakuan .................
62
Lampiran 2.
Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Tinggi Tanaman (cm) R. verticillata ............................................................................
62
Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Jumlah Daun Tanaman R. verticillata. ........................................................................
63
Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Panjang Akar Tanaman (cm) R. verticillata.................................................................
64
Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Berat Kering Total Tanaman (cm) R. verticillata .................................................
65
Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Rasio Tajuk Akar Tanaman (cm) R. verticillata. ................................................
66
Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Kadar Reserpin Tanaman R. verticillata .........................................................................
67
Lampiran 8.
Hasil Análisis Korelasi antara Parameter Pengamatan............
68
Lampiran 9.
Kurva Standar Reserpin Murni...............................................
69
Lampiran 10. Hasil Spektrofotometer Sampel Tanaman Perlakuan ..............
70
Lampiran 11. Contoh Perhitungan Kadar Reserpin ......................................
71
Lampiran 12. Gambar Morfologi Akar Pule Pandak (R. verticillata L.) .......
72
Lampiran 13. Morfologi Tanaman Pule Pandak (R. veticillata Lour. Baillon) Setelah 10 minggu setelah tanam pada variasi dosis pupuk fosfat (TSP).................................................................
72
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
xiv
DAFTAR SINGKATAN Singkatan
Kepanjangan
ADP
Adenosine Diphosphate
AIM
Alkaloid Indol Monoterpenoid
AMP
Adenosine Monophosphate
ATP
Adenosine Triphosphate
B
Boron
C
Carbon
Ca
Calsium
CITES
Convention
on
InternationalTrade
in
Endangered
Spesies of Flora Fauna Cl
Clor
Cu
Cuprum (Tembaga)
DMRT
Duncan Múltiple Range Test
Fe
Ferum (Besi)
H
Hidrogen
IUCN
International Union of Conservation of Nature
K
Kalium
Mg
Magnesium
Mn
Mangan
Mo
Molibdat
N
Nitrogen
O
Oksigen
P
Phosphor
PEPCase
Phosphoenolpyruvat Carboksilase
RuBP
Rubisco-1,5-Bifosfat
S
Sulfur (Belerang)
TSP
Triple Super Phosphate
Zn
Zeng
xv
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
Pada saat ini pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku obat terus meningkat. Peningkatan kebutuhan akan bahan baku tersebut sejalan dengan kembalinya masyarakat memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan obat alami (Lestari dan Mariska, 1997). Salah satu jenis tumbuhan obat yang saat ini banyak dibutuhkan adalah pule pandak (Rauvolfia verticillata). Pule pandak digunakan untuk bahan baku obat tradisional maupun obat modern. Tumbuhan ini mengandung antara lain reserpin, ajmalisin, sterol, dan alseroksilon (Lestari dan Mariska, 2001). Senyawa-senyawa tersebut merupakan alkaloid indol monoterpenoid (Ramawat dan Merillon, 1999). Kegunaannya antara lain sebagai obat penurun panas, penurun tekanan darah tinggi, radang jantung, dan radang usus (Lestari dan Mariska, 2001). Pule pandak (Rauvolfia verticillata) dinyatakan sebagai tanaman obat langka karena pengambilannya secara langsung di habitatnya tanpa memperhatikan daya regenerasinya, sehingga menurut CITES masuk pada appendix II atau menurut IUCN termasuk kategori genting (endagered species) (Mulliken dan Crofton, 2008). Dari segi ekonomi, pule pandak mempunyai nilai penting. Data menunjukkan bahwa penggunaan simplisia pule pandak dalam negeri tahun 2000 sebesar 6.898 kg dengan kecenderungan pertambahan sebesar 25,89% per tahun (Yahya, 2002). Resepin adalah unsur yang paling penting karena lazim digunakan sebagai obat hipertensi. Kadar reserpin merupakan faktor utama. Kadar reserpin dalam akar pule
2
pandak dapat mencapai 0,004-0,15% lebih tinggi prosentasenya daripada alkaloid jenis lain (ajmalin 0,05%; serpentin 0,08%; sarpagin 0,021%) (Sulandjari, 2008). Mengingat khasiatnya sebagai tanman obat, diduga penggunaan dan kebutuhan akan tanaman ini semakin meningkat. Pengambilan tanaman untuk obat yang langsung diambil dari alam, khususnya yang tumbuh secara liar dipinggir jalan, dikhawatirkan dapat berdampak negatif. Hal ini disebabkan tanaman tersebut dapat saja mengandung logam berat seperti timah hitam dan kadmium. Disamping itu, pengambilan pule pandak dari alam secara berlebihan, diduga merupakan salah satu faktor yang mengamncam kelestarian tanaman obat ini. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mendapatkan tanaman obat yang bebas bahan pencemar serta tidak membahayakan kelestariannya, perlu dilakukan budidaya secara terarah, sehingga didapatkan tanaman dengan metabolit sekunder yang tinggi dan berkualitas (Sulandjari, 2008). Kadar metabolit sekunder tanaman tersebut antara lain dapat ditingkatkan dengan aplikasi pemupukan fosfat. Fosfor berperan penting terdapat disemua bagian tanaman karena fosfor sifat mobilitasnya tinggi. Fosfor merupakan bagian asam nukleat, fosfolipid, koenzim NADP yang merupakan pembentuk ATP sehingga fosfor dalam tanaman penting untuk proses metabolisme (Sulandjari, 2008). Fosfor adalah unsur hara yang penting untuk pertumbuhan normal tanaman dan metabolisme. Fosfor berperan penting dalam semua proses metabolik utama, termasuk fotosintesis dan respirasi (Plaxton dan Carswell, 1999). Aliudin (1990) menyimpulkan bahwa aplikasi pemupukan fosfat 100 kg/ha merupakan dosis maksimum untuk memperoleh produksi tertinggi pada bawang merah varietas Bali ijo yang ditanam pada musim penghujan. Hasil penelitian Hilman dan Suwandi (1990) menyatakan bahwa penggunaan pupuk fosfat akan tampak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah pada dosis terendah yaitu antara 50 – 60 kg P/ha. Penelitian Bahl et al. (2000) menunjukkan bahwa pemupukan dengan fosfat 30 t/ha atau lebih, nyata
3
meningkatkan kandungan minyak bunga matahari. Fosfor diketahui penting dalam metabolisme karbohidrat dan membantu perubahan karbohidarat menjadi minyak. Pemupukan fosfat sampai dengan 150 kg/ha meningkatkan prosentase minyak atsiri tanaman Mentha piperita (Sulandjari et al., 2007). Berdasarkan hal ersebut maka dalam penelitian ini digunakan variasi pupuk fosfat untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi metabolit sekunder (reserpin) pule pandak.
Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, perumusan masalah yang diajukan adalah: 1. Bagaimana pertumbuhan R. verticillata pada pemberian unsur fosfor (P) yang berbeda ? 2. Bagaimana kandungan reserpin R. verticillata pada pemberian unsur fosfor (P) yang berbeda ?
Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan, penelitian ini bertujuan untuk: Mengkaji pertumbuhan R. verticillata pada pemberian unsur fosfor (P) yang berbeda Mengkaji kandungan reserpin R. verticillata pada pemberian unsur fosfor (P) yang berbeda.
4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian secara praktis dan teoritis diharapkan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut: Dapat memberikan informasi tentang pengaruh variasi konsentrasi unsur fosfor dalam tanah terhadap pertumbuhan dan produksi reserpin pada R. verticilllata. Diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan produksi reserpin melalui pemberian unsur fosfor yang tepat terhadap tanaman R. verticillata.
5
BAB II LANDASAN TEORI
Tinjauan Pustaka 1. Pule Pandak {Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon} 1. 1. Klasifikasi Menurut van Steenis (1978) klasifikasi pule pandak (R. verticillata) adalah sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae Classis
: Dicotyledoneae
Ordo
: Apocynales
Familia
: Apocynaceae
Genus
: Rauvolfia
Species
: Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon.
Sinonim dari R. verticillata adalah Dissolena verticillata dan Rauvolfia perakensis (Spreng) (de Padua et al., 1999). Di Pulau Jawa R. verticillata disebut sebagai pule sedangkan di Sumatra dikenal dengan nama salung-salung (de Padua et al., 1999; Anonim, 2006).
1. 2. Morfologi Habitus pule pandak berupa semak tahunan dengan tinggi bisa mencapai ± 1 m. Batangnya berkayu bulat, bercabang, dan permukaannya kasar. Daunnya
6
tunggal, berkarang 2 - 3, lanset dengan ujung runcing, pangkal meruncing, tepi daun rata, panjang antara 10 - 15 cm, lebar 3 - 7,5 cm, bertangkai, pertulangan daun menyirip, dan warna daun hijau kekuningan. Bunganya majemuk, berbentuk payung, terletak di ujung cabang, kelopaknya bertajuk lima, daun mahkota berjumlah lima, panjang mahkota ± 2 cm, lebar ± 0,5 cm, berwarna jingga. Buahnya bulat, pipih, dan biji berwarna putih. Akarnya berupa akar tunggang, bulat, dan berwarna kuning muda (de Padua et al., 1999; Anonim, 2006). Morfologi dari tanaman pule pandak (R. verticillata) dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Morfologi tanaman Pule pandak (Rauvolfia verticillata) (Anonim a, 2009).
7
1. 3. Ekologi Tanaman pule pandak tumbuh tersebar di hutan sekunder dan vegetasi semak pada ketinggian hingga 2100 m dpl, serta dapat tumbuh pada iklim lembab atau iklim panas. Tanaman ini memerlukan curah hujan antara 250 - 500 cm dan suhu 10 – 38 ºC, pH tanah antara 5 - 6,5. Dapat tumbuh pada tanah yang berkapur, tanah merah, tanah lempung, laterik hingga berpasir. Pertumbuhan yang paling subur pada tanah kering dan tanah liat yang kaya humus. Tanaman ini sangat toleran terhadap lindungan, terdapat ditempat yang terbuka seperti di tepi hutan dan sepanjang sungai (Zumaidar, 2000). Di habitat alaminya pule pandak tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m dpl. Pule pandak tumbuh di tanah regosol, mediteran, dan litosol serta menyukai naungan di bawah 25% (Tyler et al., 1988). Tanaman pule pandak dapat dijumpai dari India ke Srilanka, Burma, IndoCina, Cina Selatan, Taiwan, Thailand, Peninsula Malaysia, Filipina dan Indonesia. Di Indonesia persebaran tanaman ini ada di Pulau Jawa, Pulau Sumatra, dan Lombok (de Padua et al., 1999).
1. 4. Kandungan Fitokimia dan Khasiat Nilai pule pandak sebagai tanaman obat terletak pada kandungan alkaloidnya. Kadar alkaloid dari pule pandak akan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur tanaman. Akar merupakan bagian tanaman yang paling sering digunakan dan memiliki kandungan alkaloid yang berbeda-beda, kadarnya berkisar antara 0,7-2,4% (Sulandjari, 2008). Kandungan bahan kimianya meliputi alkaloid reserpin, spegatrin, dan verticillin. Kandungan akar lainnya adalah polifenol, oleoresin, asam oleak, asam
8
fumarat, glukosa, surkosa, sterol, aximetil anthraquinon, dan garam mineral. Terdapat 5 jenis alkaloid pule pandak yang digunakan dalam pembuatan obat yaitu: reserpin, resinamin, deserpidin, roubasin (ajmalisin), dan ajmalin (Zumaidar, 2000). Khasiat pule pandak antara lain sebagai pencegah kenaikan suhu badan, obat penenang, obat tekanan darah tinggi, dan menormalkan denyut jantung. Diantara alkaloid yang terkandung dalam akar pule pandak, reserpin adalah unsur yang paling penting karena lazim digunakan sebagai obat hipertensi (Lily, 1990; Nigg dan Seigler, 1992; Duke, 1992). Daun segar pule pandak digunakan untuk mengobati gigitan ular, luka dan mata yang teriritasi (de Padua et al., 1999; Zumaidar, 2000). Penelitian menunjukkan bahwa potensi akar pule pandak memiliki khasiat empat kali lebih kuat sebagai antihipertensi daripada reserpin murni dengan jumlah setara dari zat aktif yang dikandungnya (Sutrisno, 1979; Tyler et al., 1988). Saat ini telah dibuat tablet dengan nama dagang tablet Reserpin, tablet Acom, dan tablet Maishujing (Anonim, 2005).
2.
Metabolit sekunder alkaloid indol monoterpenoid (Reserpin)
Metabolit sekunder adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh suatu sel atau organ suatu organisme, tetapi tidak dimanfaatkan langsung sebagai sumber energi sel atau organisme yang bersangkutan. Metabolit sekunder bersifat spesifik, sehingga setiap sel dalam suatu organisme belum tentu memilikinya (Sumarno, 1992). Secara garis besar, ada tiga golongan utama metabolit sekunder pada tanaman yaitu terpen, fenol dan alkaloid. Alkaloid merupakan metabolit basa yang mengandung nitrogen. Beberapa alkaloid memiliki atom nitrogen diluar cincin
9
heterosiklis, sehingga membentuk gugus amina primer ataupun gugus amina kuartener. Alkaloid biasanya tanpa warna dan kebanyakan berbentuk kristal (Harborne, 1996; Ramawat dan Merillon, 1999). Alkaloid dibentuk sebagian besar dari banyak asam amino yaitu lisin, ornitin, fenilalanin, tirosim dan triptofan, serta kerangka-kerangka asam amino tersebut sebagian besar masih tetap asli di dalam alkaloid-alkaloid turunannya. Mevalolat dan asetat merupakan titik awal yang penting dari metabolisme primer (Manitto, 1992). Sebagian besar dari rumpun alkaloid indol monoterpenoid (AIM) dengan lebih dari 1800 anggota yang memiliki perbedaan struktur kimia (Kutchan, 1995). Alkaloid indol monoterpenoid (AIM) umumnya dihasilkan oleh tanaman Loganiaceae, Apocynaceae, dan Rubiaceae. Salah satu contoh AIM adalah reserpin yang berasal dari akar pule pandak. Struktur kimia dari reserpin dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
Gambar 2. Reserpin (Anonim, 2005).
Pembentukan alkaloid indol dapat melalui jalur shikimat dan mevalonat. Menurut Whitmer et al. (1998) dan Pierre et al. (1999) dari jalur shikimat, triptofan terbentuk dari reaksi dekarbosilasi yang dikatalisis oleh triptofan dekarbosilase (TDC) kemudian terbentuk triptamin yang digunakan sebagai substrat dari enzim
10
striktosidin sintase. Pada jalur mevalonat, sekologanin terbentuk dari katalisis oleh enzim geraniol 10 hidroksilase dan enzim sitokrom P-450 reduktase (CPR) yang akan mengkatalisis geraniol menjadi 10-hidroksil-geraniol dan kemudian membentuk loganin. Loganin dengan katalisis enzim sekologanin sintase (SLS) akan membentuk monoterpen sekologanin. Kondensasi antara triptamin (jalur indol) dengan sekologanin (jalur terpenoid) akan membentuk striktosidin yang merupakan prekursor utama alkaloid indol monoterpenoid (salah satunya reserpin). Sintesis tersebut melibatkan enzim striktosidin sintase (Kutchan, 1995; Shanks et al., 1998).
11
Biosintesis alkaloid indol monoterpenoid (salah satunya adalah reserpin) dari triptofan menurut Kutchan (1995) dan Shanks et al. (1998) disajikan pada Gambar 3 berikut: JALUR SIKIMAT
JALUR MEVALONAT
Geranil Difosfat
Geraniol Korismat
G10HCPR 10-Hidroksi-Geraniol
Antranilat
Loganin SLS
triptofan CO2 iptofan CO2 Dekarboksilate Triptofan
+
Triptamin
Sekologanin Striktosidin sintase
Alkaloid Indol Monoterpenoid 3α (S)-Striktosidin Gambar 3. Biosintesis alkaloid indol monoterpenoid dari triptofan (Kutchan, 1995; et al., 1998).
Shank
12
3.
Fosfor (P)
Fosfor adalah unsur hara penting untuk semua tanaman. Tanaman akan tumbuh dengan lambat pada tanah yang fosfornya rendah, namun untuk keperluan produksi pertanian, tanah harus menyediakan konsentrasi fosfor yang cukup untuk pertumbuhan tanaman yang optimal (Watson dan Mullen, 2007). Paling sedikit ada empat sumber pokok fosfor untuk memenuhi kebutuhan akan unsur ini, yaitu pupuk buatan, pupuk kandang, sisa-sisa tanaman termasuk pupuk hijau, dan senyawa asli unsur ini yang organik dan anorganik yang terdapat dalam tanah (Buckman dan Brandy, 1992). Pada umumnya kandungan total fosfor di dalam tanah relatif tinggi, tetapi sering terdapat dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Hanya sedikit fosfor yang dibebaskan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Pada tanah 80% fosfor menjadi tidak dapat dipindahkan (immobile) dan tidak tersedia untuk diambil oleh tanaman karena adanya adsorbsi, presipitasi atau perubahan ke bentuk organik (Schachtman et al., 1998). Fosfor tersedia terdapat sebagai ortofosfat primer (H2PO4-) dalam larutan tanah. Ortofosfat primer diimobilisasi oleh tanaman dan mikroorganisme. Bakteri dan jamur mengurai bahan-bahan anorganik di dalam tanah lalu melepaskan fosfor kemudian diambil oleh tumbuhan. Di darat tumbuhan mengambil fosfat yang terlarut dalam air tanah. Jumlah fosfor yang nyata dalam tanah diubah menjadi bentuk organik selama pembentukan tanah. Fosfor organik dimineralisasi untuk melengkapi sub siklus dari keseluruhan siklus fosfor (Moody dan Bolland, 2002).
13
Berikut adalah siklus fosfor (P) di dalam tanah: Bahan organik dekomposisi
Komponen organik terlarut adsorbsi
Biomassa mikroba immobilisasi
mineralisasi
mineralisasi P tetap
P terlarut
P teradsorbsi
dissolution
Pupuk
dissolution pengambilan presipitasi Tanaman
Reaksi pupuk
Gambar 4. Siklus fosfor (P) di dalam tanah ( Moody dan Bolland, 2002).
3. 1. Peranan Fosfor Bagi Tanaman Tanaman tidak dapat berhasil tumbuh normal tanpa fosfor. Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat, fosfolipid, koenzim DNA dan NADP, dan ATP. Fosfor menggaktifkan koenzim untuk menghasilkan asam amino yang digunakan dalam
sintesis
protein.
Fosfor
menguraikan
karbohidrat
yang
dihasilkan
selama fotosintesis dan fosfor terlibat dalam banyak proses metabolit yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, seperti fotosintesis, glikolisis, respirasi, dan sintesis asam lemak (Ray, 1999).
14
Fosfor berperan penting pada setiap proses perpindahan energi pada tanaman, fosfat berenergi tinggi tersimpan sebagai bagian dari stuktur kimia ADP dan ATP yang merupakan sumber energi dalam penyelenggaraan reaksi kimia di dalam tanaman. Ketika ADP dan ATP mengangkut fosfat energi ke molekul lain (disebut fosforilasi), pada tahap ini banyak proses penting yang terjadi (Alberta et al., 1999). Selain itu, fosfor mempercepat perkecambahan biji, merangsang pembungaan, meningkatkan pertumbuhan tunas, membantu dalam pembentukan biji, mempercepat pematangan buah. Daerah meristem memiliki jumlah fosfor yang tinggi (Ray, 1999).
3. 2. Defisiensi fosfor Fosfor yang cukup memungkinkan proses-proses yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman berjalan normal. Ketika ketersediaan fosfor pada tanaman terbatas maka mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme. Defisiensi fosfor mengurangi laju fotosintesis di daun karena berkurangnya efisiensi karboksilasi sehingga berpengaruh terhadap metabolisme di daun. Selama fotosintesis, karbon mengalami reaksi di kloroplas kemudian dipindahkan ke sitosol sebagai triosefosfat. Triosefosfat kemudian diubah menjadi sukrosa di dalam sitosol dengan melepaskan fosfat anorganik (Pi). Jika sintesis sukrosa di sitosol terbatas menyebabkan terjadinya penurunan perpindahan triosefosfat ke kloroplas sehingga fotosintesis masih dipertahankan dalam stroma untuk diubah menjadi pati. Di dalam kloroplas, fosfat anorganik terlibat dalam penggabungan senyawa organik selama fotofosforilasi. Ketersediaan fosfat anorganik yang cukup sangat penting untuk
15
asimilasi karbon pada tanaman. Fosfat anorganik bersama CO2 dan H2O merupakan substrat utama fotosintesis (Rychter dan Rao, 2003). Rasio berat kering tajuk akar berkurang oleh peningkatan pembagian karbohidrat ke akar dimana sukrosa terakumulasi. Hal ini merupakan respon tanaman yang mengalami defisiensi fosfor sehingga untuk mendukung pertumbuhannya, akar memanfaatkan fosfat yang diperoleh di dalam tanah dan hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi akar. Akar yang terbentuk lebih sedikit, jumlah dan panjang rambut akar meningkat, pembebasan asam organik dari kelat fosfat tidak larut, pembebasan proton, dan merangsang aktivitas fosfatase pada permukaan akar (Mengel dan Kirkby, 2001). Pada daun aglaonema akan membuat daun terlihat lebih mengkilat dan warna lebih keluar sebab fosfor juga mendukung proses fotosintesis. Gejala kekurangan unsur fosfor menyebabkan warna hijau daun lebih gelap dari yang normal. Daun di bagian bawah sering berwarna keunguan, terutama diantara tulang-tulang daun. Pada tahap kritis daun akan terlihat rapuh dan mudah layu, seperti tidak mempunyai kekuatan untuk berdiri dan akhirnya menghambat pertumbuhan daun baru (Anonim b, 2009).
3. 3. Penyerapan Fosfor oleh Tanaman Fosfor merupakan unsur yang mudah bergerak (mobile) di dalam tanaman dan ditranslokasikan melalui xilem. Fosfor masuk ke dalam tanaman melalui rambut akar, ujung akar dan lapisan terluar dari sel-sel akar (Schachtman et al., 1998). Setelah berada di akar, fosfor dapat disimpan atau diangkut ke bagian atas tanaman.
16
Kemudian fosfor akan mengalami berbagai reaksi kimia dan membentuk atau bergabung dengan senyawa organik termasuk asam nukleat (DNA dan RNA), fosfoprotein, fosfolipid, gula fosfat, enzim, dan senyawa fosfat kaya energi (ATP) (Alberta et al., 1999). Masalah utama dalam pengambilan fosfor dari dalam tanah oleh tanaman adalah daya larut yang rendah dari sebagian besar senyawa fosfor yang mengakibatkan konsentrasi yang rendah untuk dapat digunakan dalam larutan tanah pada suatu waktu. Ortofosfat (H2PO4-) diimobilisasi oleh tanaman dan jasad renik dan sejumlah fosfor dalam tanah diubah menjadi bentuk organik yang terdemineralisasi (Buckman dan Brandy, 1992).
3. 4. Ketersediaan Fosfor dalam Tanah Fosfor di dalam tanah dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Kandungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis tanah, tetapi pada umumnya rendah (Handayanto dan Hairiyah, 2007). Fosfor organik di dalam tanah terdapat sekitar 50 % dari fosfor total tanah dan bervariasi sekitar 15 – 80 % pada kebanyakan tanah. Bentuk-bentuk fosfat ini berasal dari sisa tanaman, hewan dan mikrobia. Di sini terdapat sebagai senyawa ester dari asam ortofosfat yaitu inositol, fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, dan gula fosfat. Tiga senyawa yaitu inositol, fosfolipid dan asam nukleat sangat dominan dalam tanah. Bentuk fosfor anorganik dibedakan menjadi fosfor aktif yang meliputi Ca-P, Al-P, Fe-P dan fosfor tidak aktif, yang meliputi occhided-P, reductant-P, dan mineral
17
fosfor primer. Fosfor anorganik di dalam tanah pada umumnya berasal dari mineral fluor apatit. Dalam proses hancuran iklim dihasilkan berbagai mineral fosfor sekunder seperti hidroksi apatit, karbonat apatit, klor apatit dan lainnya sesuai dengan lingkungannya. Selain itu, ion-ion fosfat dengan mudah dapat bereaksi ion Fe3+, Al3+, Mn2+ dan Ca2+, ataupun terjerap pada permukaan oksida-oksida hidrat besi, aluminium dan hidrat. Fosfor anorganik berupa senyawa 3Ca(PO4)CaF Fluor apatit, Ca3(PO4)2CaCO3 Carbonat apatit, 3Ca2(PO4)2Ca(HO)2 Hidroksi apatit, 3Ca3(PO4)2CaO Oksi apatit, Ca3(PO4)2 Dikalsium fosfat, Ca(PO4)2CaCO3 Tri kalsium fosfat, AlPO42H2O Variscit, FePO42H2O Strengit (Elfiati, 2005).
3. 5. Pemupukan Fosfat Produktivitas suatu tanah banyak tergantung pada kapasitas memegang air dari tanah tersebut, aerasi yang cukup dan ketersediaan unsur hara yang tercukupi, baik unsur hara yang berasal dekomposisi bahan organik maupun mineral tanah. Kebanyakan tanah yang diusahakan kurang produktif sehingga perlu ditambahkan unsur hara melalui pemupukan disamping air (Sutanto, 2002). Fosfor adalah unsur hara penting untuk semua tanaman. Tanaman akan tumbuh lambat pada tanah yang fosfornya rendah, namun untuk keperluan produksi pertanian, tanah harus menyediakan konsentrasi fosfor yang cukup untuk pertumbuhan optimal bagi tanaman. Salah satunya dengan melakukan pemupukan fosfat, sehingga ketersediaan akan unsur fosfor dapat terpenuhi (Watson dan Mullen, 2007).
18
Menurut Lingga dan Marsono (2002), kebutuhan fosfor pada tanaman kacang panjang tipe merambat adalah sebesar 25 - 70 kg/ha P2O5. Pemupukan fosfat sebesar 6 g/pot dapat mempercepat saat munculnya kuncup bunga pada tanaman krisan pot (Werginingsih dkk., 2002).
4.
Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah suatu proses rangkaian perubahan sistematik spesifik yang diarahkan kepada suatu akhir yang dilalui tanaman untuk meningkatkan ukurannya dengan menggunakan faktor-faktor lingkungan yang dibutuhkan (Sitompul dan Guritno, 1995). Secara umum pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai pertambahan dalam bahan yaitu bahan kering yang merupakan hasil fotosintesis. Berat basah tanaman pada suatu waktu mengalami perubahan besar dalam status kandungan airnya. Berat kering tanaman adalah senyawa-senyawa organik (pati, amilum, karbohidrat) hasil fotosintesis pada bagian-bagian tanaman (Fitter dan Hay, 1998). Pertumbuhan tergantung pada aktifitas sistem fotosintesis. Fotosintesis menghasilkan fotosintat yang dimanfaatkan untuk proses-proses pertumbuhan yang ditandai dengan adanya peningkatan biomassa tanaman. Tanaman menggunakan karbohidrat yang dihasilkan selama proses fotosintesis selain untuk pertumbuhan juga untuk berbagai macam fungsi, seperti bertahan terhadap kompetisi, pembentukan senyawa, penangkal terhadap predator, reproduksi dan sebagainya. Hal ini dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan dari potensi maksimumnya (Fitter dan Hay, 1998).
19
Kecepatan petumbuhan dapat diukur dengan beberapa cara antara lain mengukur tinggi tanaman, luas daun, lebar daun, berat basah dan berat kering masing-masing organ seperti akar, batang, dan daun (Noggle dan Fritz, 1983). Tinggi tanaman merupakan ukuran yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah diamati. Berat kering umumnya digunakan sebagai petunjuk yang memberi ciri pertumbuhan (Gardner et al., 1991). Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh dua macam faktor. Faktor yang pertama, yaitu faktor eksternal yang meliputi: a.
Iklim (cahaya, temperatur, air, dan gas (CO2, O2, N2, SO2, Nitrogen (N) oksida, Fe, Cl, dan O2).
b.
Edafik atau tanah (tekstur, struktur, bahan organik, kapasitas pertukaran kation/cation exchange capacity (CEC), pH, kejenuhan basa dan ketersediaan nutrisi.
c.
Biologis (gulma, serangga, hama, nematoda, herbivora, mikroorganisme tanah, mikorhiza).
Faktor yang kedua adalah faktor internal yang meliputi: ketahanan terhadap tekanan iklim, tanah, dan biologis, laju fotosintetik, respirasi, pembagian hasil asimilasi dan nitrogen (N), kandungan pigmen, tipe dan letak meristem, kapasitas menyimpan cadangan makanan, aktivitas enzim, pengaruh gen dan diferensiasi (Gardner et al., 1991).
20
Fitter dan Hay (1998) mengatakan bahwa penambahan hara ke dalam tanah dapat merubah vegetasi. Tanaman-tanaman yang tumbuhnya paling cepat ditemukan pada habitat yang produktif, sedangkan tempat yang tidak baik dan beracun akan menyebabkan pertumbuhan yang lambat. Salah satu unsur hara yang penting untuk pertumbuhan adalah fosfor. Fosfor memegang peranan penting dalam kebanyakan reaksi enzim yang terlibat dalam proses fosforilasi. Peranan fosfor pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit (Sumarno dan Suryono, 2001). Tanaman jagung (Zea mays) menyerap unsur fosfor dalam bentuk ion sebanyak 17 kg/ha untuk menghasilkan berat basah tanaman 4200 kg/ha (Premono, 2002). Dosis TSP 200 kg/ha tidak berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan dosis 133 kg/ha terhadap pertumbuhan tinggi tunas dan jumlah cabang tanaman nilam (Pogostemon cablin) (Indah dan Setyowati, 2002).
5.
Hubungan antara Fosfor, Pertumbuhan dan Produksi Reserpin
Fosfor sangat berpengaruh terhadap metabolisme energi dalam tanaman yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman tersebut. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP, dan ATP, NAD, NADPH dalam proses fotosintesis dan respirasi, selain itu juga sebagai senyawa penyusun sistem informasi genetik (DNA dan RNA).
21
Meningkatnya konsentrasi fosfat anorganik (Pi), ATP dan ADP di dalam sitosol dapat mengaktifkan jalur EMP (glikolisis) dan juga jalur pentosa fosfat. Hal ini dapat terjadi melalui suatu mekanisme pengaktifan difusi ATP atau fosfat anorganik diantara mitokondria dan sitoplasma yang meningkat. Laju defosforilasi ATP di mitokondria meningkat untuk reaksi sintesis. Fosfor anorganik atau ADP terbentuk sebagai produk dari reaksi sintesis yang dapat mengaktifkan glikolisis. Pengaktifan jalur pentosa fosfat (PPP) merupakan bagian dari katabolisme heksosa pada banyak jaringan tanaman. Glikolisis mengangkut bagian utama dari katabolisme heksosa dan jalur pentosa fosfat menyediakan senyawa antara untuk sintesis senyawa lain (Rowan, 1996). Jalur pentosa fosfat merupakan jalur alternatif bagi glikolisis yang menghasilkan gliseraldehid-3-fosfat, asam fosfoenol piruvat dan asam piruvat (Manitto, 1992). Jalur pentosa fosfat mempunyai dua fungsi penting, yang pertama adalah menyediakan donor elektron NADP yang dibutuhkan untuk reaksi-reaksi reduksi biosintesis. Untuk melakukan sintesis senyawa-senyawa metabolit sekunder diperlukan ATP, dan NADH atau NADPH. NADPH digunakan khususnya untuk membentuk ATP lewat fosforilasi oksidatif. Fungsi kedua jalur pentosa fosfat adalah untuk menghasilkan pentosa fosfat yang merupakan prekursor ribosa dan deoksiribosa dalam sintesis nukleotida. Selain itu terbentuknya eritrosa-4-P yang merupakan senyawa antara jalur ini dan berperan sebagai prekursor biosintesis asam amino aromatik, lignin, dan flavonoid (Hopkins, 1999).
22
Hubungan antara fosfor, respirasi dan produksi reserpin disajikan pada Gambar 5 berikut: D-Erthrose-4-phosphate (dari jalur pentosa fosfat)
+
Phosphoenolpyruvic acid (dari glikolisis)
3-Deoxy-D-arabinoheptulosonic acid-7-phosphate NADPH+H+ Shikimic acid ADP
ATP
Phosphoenolpyruvic acid
H2PO4 3-Enolpyruvyl shikimic acid-5-phosphate
Chorismic acid
Prephenic acid
tryptofan
Arogenic acid
Phenylalanine
AIM
RESERPIN
Tyrosin
Gambar 5. Jalur asam shikimat dalam sintesis asam amino (Taiz dan Zeiger, 1998).
23
Dari gambar di atas terlihat bahwa fosfor berpengaruh terhadap produksi alkaloid indol monoterpenoid (salah satunya reserpin) melalui jalur shikimat. Phosphoenolpyruvic acid yang dihasilkan saat glikolisis (respirasi) dan D-erythrose4-phosphate dari jalur pentosa fosfat mensintesis prekursor karbohidrat (chorismic acid). Chorismic acid akan menurunkan sejumlah derivat asam amino aromatik. Salah satu derivat asam amino aromatik tersebut adalah triptofan yang merupakan prekursor dari alkaloid indol monoterpenoid (salah satunya reserpin) (Taiz dan Zeiger, 1998).
Kerangka Pemikiran Tanaman pule pandak (R. verticillata Lour.) memiliki potensi yang tinggi dalam memproduksi metabolit sekunder yang mengandung bermacam-macam senyawa yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Untuk memenuhi mutu standar sebagai bahan baku fitofarmaka, maka diperlukan upayaupaya pembudidayaan pule pandak yang tepat. Salah satunya dengan melakukan pemupukan fosfat, sehingga ketersediaan akan unsur fosfor dapat terpenuhi. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting yaitu molekul pentransfer energi ADP dan ATP, NAD, NADPH yang sangat penting dalam proses fotosintesis dan respirasi, selain itu juga sebagai senyawa penyusun sistem informasi genetik (DNA dan RNA). Dari proses respirasi terjadi perombakan ATP, NAD, NADPH sehingga mempengaruhi metabolisme energi dan menghasilkan berbagai senyawa penting seperti asam amino (triptofan, fenilalanin, tirosin). Triptofan yang dihasilkan tersebut merupakan prekursor dari alkaloid indol
24
monoterpenoid (salah satunya reserpin). Ketersediaan fosfor dalam larutan tanah pada batas tertentu diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman pule pandak dan mempengaruhi sintesis reserpin pule pandak. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 6 berikut: R. verticillata (pule pandak)
Tanaman obat dan langka
Budidaya
Unsur hara P (pupuk)
o o o o o
Tinggi tanaman Jumlah daun Panjang akar Rasio tajuk akar Berat kering tanaman
Pertumbuhan tanaman
Metabolit sekunder
Reserpin Gambar 6. Skema kerangka pemikiran.
Hipotesis 1.
Semakin
meningkatnya
ketersediaan fosfor bagi
tanaman
akan dapat
meningkatkan pertumbuhan pule pandak (R. verticillata). 2.
Semakin meningkatnya ketersediaan fosfor bagi tanaman akan meningkatkan kadar reserpin pule pandak (R. verticillata).
25
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Sub Lab. Biologi, Laboratorium Pusat MIPA UNS. Waktu penelitian adalah bulan November 2008 – Juni 2009 (7 bulan). Analisis reserpin dilakukan di Sub Lab. biologi, Laboratorium Pusat MIPA UNS. Analisis P tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian UNS.
B. Bahan dan Alat Penelitian 1.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Rauvolfia verticillata (pule pandak) yang berumur 4 bulan; air untuk menyiram media; media tanam berupa tanah tipe regosol yang diambil dari daerah Boyolali; pupuk Urea (CO(NH2)2) dan pupuk KCl sebagai pupuk dasar; pupuk fosfor yang digunakan adalah pupuk TSP (Ca(H2PO4)2); untuk analisis reserpin digunakan etanol, DDH2O, 0,3% sodium nitrit, dan 5% larutan asam sulfamat. 2.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan selama penanaman dan pengambilan data pertumbuhan tanaman meliputi polibag ukuran 15 x 20 cm, timbangan, cetok tanah, penggaris, cutter, handsprayer, kertas, alat tulis, oven, dan timbangan analitik. Peralatan untuk analisis reserpin meliputi mortar,
26
tabung reaksi dan rak,, vortex, erlenmeyer, mikropipet, pipet tetes, kertas saring, corong, gelas ukur, kertas label, tabung film gelap, dan spektrofotometer UV-Vis.
C. Cara kerja 1.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu variasi dosis unsur hara fosfor (P) dalam 4 taraf, masingmasing sebagai berikut: -
P0 = 0 g TSP/polibag (kontrol)
-
P1 = 0,5866 g TSP/polibag setara dengan 75 kg TSP/ha
-
P2 = 1,1732 g TSP/polibag setara dengan 150 kg TSP/ha
-
P3 = 2,3465 g TSP/polibag setara dengan 300 kg TSP/ha (Nurodin, 1992).
Masing-masing perlakuan dilakukan dengan 5 ulangan.
2. Media
tanam
yang
Persiapan media tanah digunakan
adalah
tanah
tipe
regosol.
Tanah
dikeringanginkan dan diayak. Setelah ditimbang masing-masing 1 kg tanah kemudian dicampur dengan pupuk dasar. Pupuk dasar yang digunakan pupuk Urea (0,7823 g/polibag setara dengan 100 kg/ha) dan pupuk KCl (0,3884 g/polibag setara dengan 50 kg/polibag) kemudian dimasukkan ke dalam polibag-polibag.
27
3.
Perlakuan
Tanaman pule pandak umur 4 bulan ditanam dalam polibag-polibag dan diletakkan di rumah kaca. Perlakuan berupa pemberian unsur hara/pupuk fosfor (TSP) dilakukan sesuai dengan perlakuan (0 kg/ha pupuk TSP, 75 kg/ha pupuk TSP, 150 kg/ha pupuk TSP, dan 300 kg/ha pupuk TSP). Tanaman pule pandak yang akan ditanam dipilih yang mempunyai keseragaman baik dalam tinggi maupun jumlah daun. Tiap polibag ditanam 1 tanaman pule pandak yang dipilih dengan baik dengan ciri mempunyai daun yang hijau segar, tidak layu dan kering. Penanaman pule pandak dilakukan selama 10 minggu. 4.
Penyiraman
Melakukan penyiraman dengan air kran (air PDAM) disesuaikan dengan kondisi tanah. Penyiraman dilakukan sehari sekali di waktu pagi hari, sampai tanaman siap panen. 5.
Pemanenan tanaman
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 6,5 bulan atau 10 minggu setelah tanam. 6. 1.
Pengamatan
Pertumbuhan Pule Pandak: 1.
Tinggi tanaman. Melakukan pengukuran tinggi tanaman dari permukaaan tanah sampai ujung daun tanaman tertinggi seminggu sekali dari mulai penanaman sampai akhir perlakuan.
28
2.
Jumlah daun. Jumlah daun dihitung pada awal penanaman dan pada akhir pengamatan.
3.
Panjang akar Mengukur panjang akar mulai dari batang akar sampai ujung akar. Akar yang diukur adalah akar yang utama dan pengukuran dilakukan pada saat panen.
4.
Rasio akar tajuk Membandingkan berat kering tajuk (daun dan batang) dengan berat kering akar.
5.
Berat kering tanaman. Masing-masing tanaman dimasukkan ke dalam kantong-kantong kertas untuk ditentukan berat keringnya dengan cara dioven dengan temperatur 60oC selama 2-3 hari sampai tercapai berat konstan.
2.
Analisis reserpin. Kadar reserpin yang diukur merupakan kadar reserpin total (menggunakan sampel tanaman dalam keadaan kering). Kadar reserpin ditetapkan menurut metode spektrofotometri (Singh et al., 2004) sebagai berikut: 1) Tanaman segar dikeringkan dalam oven dengan temperatur 60oC selama 2-3 hari. 2) Tanaman yang sudah kering digerus dengan mortar, kemudian serbuk tanaman sebanyak 100 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml etanol p.a. lalu divortex sampai homogen.
29
3) Setelah larutan homogen, DDH2O dimasukkan ke dalam erlenmeyer sampai volume menjadi 100 ml. 4) Larutan ditambahkan 1 ml 0,3% sodium nitrit lalu divortex sampai larutan homogen. a) Larutan dipanaskan dengan water batch pada suhu 55oC selama 30 menit. Setelah dingin ditambahkan 0,5 ml 5% larutan asam sulfamat. b) Larutan
kemudian
diukur
nilai
absorbansinya
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 399 nm dengan menggunakan larutan pembanding reserpin murni (Singh et al., 2004).
D. Analisis data Data-data yang diperoleh dari percobaan dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANAVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur. Apabila terjadi beda nyata dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf 5%. Disamping itu dilakukan pula analisis korelasi untuk mengetahui keeratan hubungan antara parameter pertumbuhan terhadap kadar reserpin pule pandak.
30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang paling sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan tanaman yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno, 1995). Tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan yang paling mudah untuk diukur dan dijadikan dasar penentuan produktivitas (volume) tanaman (Lakitan, 1996). Tabel 1. Rata-rata tinggi (cm) tanaman R. verticillata setelah 10 minggu setelah tanam pada variasi dosis pupuk fosfat (TSP). Dosis pupuk TSP
(P0)
(P1)
(P2)
(P3)
(kg/ha)
0
75
150
300
Rata-rata tinggi (cm)
18.62
a
Keterangan: Tidak berbeda nyata
a
19.40
a
18.44
a
20.40
31
Tinggi Tanam an (cm )
21 20 19
TS P 0 k g/ha TS P 75 k g/ha
18
TS P 150 k g/ha TS P 300 k g/ha
17 16 15 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
M inggu Ke -
Gambar 7. Grafik perlakuan variasi dosis pupuk fosfat (TSP) terhadap tinggi tanaman R. verticillata.
Tinggi tanaman (cm)
Dosis pupuk TSP (kg/ha)
Gambar 8. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan tinggi tanaman pule pandak (R. verticillata).
Rata-rata tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada dosis 300 kg/ha pupuk TSP (P3), sedangkan rata-rata tinggi tanaman terendah diperoleh pada dosis 150 kg/ha pupuk TSP (P2) (Tabel 1).
32
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa dosis pupuk fosfat (TSP) yang diberikan pada tiap perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 2). Hal ini diduga terjadi karena pemberian dosis pupuk TSP kurang optimal untuk meningkatkan tinggi tanaman, kondisi ini juga dipengaruhi oleh waktu perlakuan yang singkat (10 minggu) dan pemberian pupuk yang dilakukan hanya sekali selama penelitian, sehingga kurang memperlihatkan pengaruhnya terhadap tinggi tanaman. Hal ini serupa dengan penelitian Sulandjari et al. (2007) tentang perlakuan fosfor pada tanaman poko (Mentha arvensis) menunjukkan bahwa perlakuan fosfor berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman poko. Hasil penelitian Purlani et al. (2001) pada tanaman wijen (Sesamum indicum) yang ditambahkan pupuk fosfat sampai 0.36 gram/polibag tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh fosfor tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Ray (1999) ciri-ciri fisika dan kimia tanah merupakan faktor utama yang mengendalikan ketersediaan fosfor bagi tanaman dan mempengaruhi sifat produk akhir yang dihasilkan jika pupuk fosfat diberikan pada suatu tanah. Ciri-ciri fisika tanah meliputi aerasi dan pemadatan, temperatur, kelengasan tanah, pergerakan dan kehilangan akibat adanya proses pelindian. Ciri-ciri kimia meliputi bentuk-bentuk fosfor tanah, dan pH tanah. Hubungan dosis pupuk TSP terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 8. Analisis regresi memperlihatkan bahwa pupuk TSP berpengaruh terhadap tinggi tanaman dengan persamaan Y=18.55e0.000x (R2= 0.533).
33
Jumlah Daun Pengamatan jumlah daun diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomassa tanaman. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh faktor genetik (genotif) dan lingkungan. Posisi daun pada tanaman yang dikendalikan oleh genotif mempunyai pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan daun. Jumlah daun semakin meningkat seiring bertambahnya umur tanaman (Gardner et al., 1991). Tabel 2. Rata-rata jumlah daun tanaman R.verticillata pada pemberian variasi pupuk fosfat (TSP) setelah 10 minggu setelah tanam. Dosis pupuk TSP
(P0)
(P1)
(P2)
(P3)
(kg/ha)
0
75
150
300
Rata-rata jumlah daun
14.8
a
b
18.8
ab
18
ab
16.8
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris berarti menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT 5%.
Jumlah daun
Dosis pupuk TSP (kg/ha) Gambar 9. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan jumlah daun pule pandak (R. verticillata).
34
Rata-rata jumlah daun tertinggi diperoleh pada dosis 75 kg/ha pupuk TSP (P1), sedangkan rata-rata jumlah daun terendah pada dosis 0 kg/ha pupuk TSP (kontrol/P0) (Tabel 2). Hasil analisis varian dan uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfat (TSP) sampai dosis 300 kg/ha berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Jumlah daun pada perlakuan P0 dengan P1 menunjukkan berbeda nyata, namun perlakuan antara P1, P2 dan P3 menunjukkan berbeda tidak nyata (Lampiran 3). Jumlah daun pada perlakuan P0 dengan P1 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Perlakuan pupuk fosfor memberikan pengaruh paling baik dibandingkann perlakuan tanpa pupuk/kontrol (P0), hal ini berhubungan erat dengan rendahnya kandungan fosfor tersedia pada tanah regosol yang dijadikan media tanam (sebesar 12,35 ppm). Dengan ditambahnya pupuk fosfor ke dalam tanah respon jumlah daun dapat terlihat nyata. Jumlah daun pada perlakuan P1, P2, dan P3 menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena pule pandak merupakan tanaman tahunan sehingga munculnya respon pertambahan jumlah daun belum terlihat jelas dalam selang waktu pengamatan 10 minggu dan menurut Gardner et al. (1991) pertambahan jumlah daun lebih dipengaruhi oleh faktor genetik pada tanaman. Hubungan dosis pupuk TSP terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 9. Analisis regresi memperlihatkan bahwa pupuk TSP tidak berpengaruh terhadap jumlah daun dengan persamaan Y= 16.51e0.000x (R2= 0.083).
35
Panjang Akar Peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sama pentingnya dengan pucuk. Fungsi akar adalah menyerap unsur hara dan air yang diperlukan tanaman untuk metabolisme. Panjang akar merupakan salah satu parameter akar yang dapat diamati langsung (Sitompul dan Guritno, 1995). Rata-rata panjang akar tanaman tertinggi diperoleh pada dosis 150 kg/ha pupuk TSP (P2), sedangkan rata-rata panjang akar terendah diperoleh pada dosis 300 kg/ha pupuk TSP (P3) (Tabel 3). Hasil analisis varian dan uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfat (TSP) sampai dosis 300 kg/ha pengaruhnya signifikan terhadap panjang akar. Panjang akar pada perlakuan P0 dengan P2 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, namun antara perlakuan P0, P1, dan P3 menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (Lampiran 4). Tabel 3. Rata-rata panjang akar (cm) tanaman R. verticillata setelah 10 minggu setelah tanam. Dosis pupuk TSP
(P0)
(P1)
(P2)
(P3)
(kg/ha)
0
75
150
300
Rata-rata panjang akar (cm)
ab
9,78
bc
12,96
c
14,7
a
8.48
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris berarti menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT 5%.
36
Panjang akar (cm)
Dosis pupuk TSP (kg/ha) Gambar 10. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan panjang akar tanaman pule pandak (R. verticillata).
Panjang akar pada perlakuan P0 dengan P2 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan serapan fosfor pada tanaman R. verticillata akibat adanya pengaruh langsung dari pupuk fosfat. Pemupukan fosfat meningkatkan kandungan fosfor dalam tanah karena tambahan fosfor tersebut meningkatkan intensitas fosfor dalam larutan tanah sehingga terjadi peningkatan fosfor total tanah (Ismunadji dan Sukardi, 1991). Hal ini serupa dengan penelitian Isrun (2006), dimana terjadinya peningkatan serapan fosfor pada tanaman jagung manis (Zea mays var.saccharata) karena adanya peningkatan ketersedian fosfor tanah akibat penambahan pupuk fosfat yang diberikan. Meningkatnya fosfor tersedia tanah dapat meningkatkan panjang akar tanaman jagung manis karena adanya kontak secara difusi antara akar tanaman dengan fosfor yang ada di dalam tanah menjadi lebih besar sehingga lebih banyak fosfor yang dapat diserap oleh tanaman jagung manis. Hal ini sesuai dengan pendapat Barber (1994) yaitu besarnya serapan
37
fosfor tanaman tergantung ketersediaan unsur fosfor dalam larutan tanah dan perakaran tanaman. Menurut Soepardi (1999), fosfor berfungsi dalam perkembangan akar dan rambut akar. Meningkatnya fosfor dalam jaringan tanaman akan meningkatkan laju fotosintesis dan juga hasil karbohidrat yang terbentuk sehingga penyusun jaringan akar menjadi lebih baik, yang akhirnya akan meningkatkan panjang akar. Hal tersebut dapat dimengerti karena pemberian pupuk fosfat dalam bentuk TSP dapat meningkatkan ketersediaan fosfor dalam larutan tanah, karena mengandung fosfat yang mudah larut dalam tanah sehingga dapat menambah ketersediaan fosfor dalam tanah. Panjang akar dapat digunakan untuk menilai daya penyerapan unsur hara dan air, sehingga dapat mengetahui nilai potensi fotosintesis tajuk. Hasil fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan akar. Hubungan dosis pupuk TSP terhadap panjang akar dapat dilihat pada Gambar 10. Analisis regresi memperlihatkan adanya pengaruh yang kecil antara dosis TSP terhadap panjang akar dengan persamaan Y= 12.21e-7E-0x (R2=0.110).
Berat Kering Berat kering merupakan parameter pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai ukuran global pertumbuhan tanaman dengan segala peristiwa yang dialaminya. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) bahan kering merupakan manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman. Berat kering tanaman didapatkan dengan proses pengurangan kadar air dan penghentian aktivitas metabolisme hingga mencapai berat konstan.
38
Hasil analisis varian dan uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfat (TSP) sampai dosis 300 kg/ha berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman pule pandak. Berat kering total pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P3, tetapi tidak berbeda nyata dengan P0 dan P1 (Lampiran 5). Tabel 4. Rata-rata berat kering tanaman (gram) R. verticillata setelah 10 minggu setelah tanam. Dosis pupuk TSP
(P0)
(P1)
(P2)
(P3)
(kg/ha)
0
75
150
300
Rata-rata berat kering (gram)
ab
0.57
ab
0.59
b
1.05
a
0.43
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris berarti menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT 5%.
Berat kering tanaman (gram)
Dosis pupuk TSP (kg/ha) Gambar 11. Kurva hubungan dosis pupuk TSP dan berat kering tanaman pule pandak (R. verticillata).
39
Rata-rata berat kering pule pandak tertinggi diperoleh pada dosis 150 kg/ha pupuk TSP (P2) dan berat kering terendah diperoleh pada dosis 300 kg/ha pupuk TSP (P3) (Tabel 4 dan Gambar 11). Pada perlakuan P2 dengan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa unsur fosfor yang diberikan melalui pupuk ini dapat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman pule pandak,
karena fosfor berfungsi pada
berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang dapat menunjang pertumbuhan yang ditandai dengan peningkatan berat kering. Berat kering yang besar menunjukkan berat kering tajuk yang besar pula. Fosfor mampu mengubah fosfat ester (C-P) seperti glukosa-6-fosfat yang kaya energi. Energi dari glukosa-6-fosfat tersebut berhubungan dengan peristiwa glikolisis, fosforilasi oksidatif atau fotosintesis untuk membentuk ATP dan energi ini dibebaskan selama hidrolisis ATP menjadi ADP dan fosfat anorganik (Mengel dan Kirkby, 2001). Hopkins (1999) menyatakan bahwa proses fotosintesis dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah suplai nutrisi dalam tanaman. Fosfor sangat dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Selama fotosintesis dibutuhkan fosfat yang kaya energi berupa ATP. Pembentukan ATP di dalam kloroplas melalui reaksi fotofosforilasi. Reaksi fotofosforilasi ini sangat penting mengingat dalam proses reduksi CO2 memerlukan ketersediaan ATP dan juga NADPH. Fotosintesis = CO2 + H2O
Klorofil O2 + Karbohidrat Cahaya Energi fosfat
Ketersediaan fosfor yang tidak cukup dalam jangka panjang akan menurunkan laju fotosintesis yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan regenerasi RuBP yang
40
dibutuhkan untuk karboksilasi. Menurunnya regenerasi RuBP ini dipengaruhi oleh penurunan ketersediaan karbon akibat meningkatnya pengalihan asimilasi karbon untuk sintesis pati yang disebabkan oleh penurunanan ketersediaan ATP. Defisiensi ATP di daun yang fosfornya rendah akan memperlambat aktivitas reduksi karbon dengan demikian mengurangi regenerasi ATP (Rychter dan Rao, 2003). Fosfor juga mempunyai pengaruh timbal-balik dengan nitrogen. Menurut Prawiranata et al. (1995) asimilasi nitrogen dalam tanaman mempengaruhi penggunaan karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis, sehingga jumlah karbohidrat yang telah ada atau karbohidrat yang akan dibentuk menjadi berkurang. Dalam proses asimilasi nitrogen, dibutuhkan energi pereduksi yang berasal dari proses respirasi berupa NADH untuk mereduksi nitrat menjadi asam amino. Pembentukan NADH atau NADPH dalam proses respirasi membutuhkan peran fosfor, sehingga konsentrasi fosfor dalam tanaman secara tidak langsung mempengaruhi asimilasi nitrogen untuk menghasilkan asam amino. Blair dan Edwards (2000) mengatakan bahwa meningkatnya unsur hara fosfor dalam tanaman akan meningkatkan terbentuknya fosfolipid, sehingga memperbesar kelarutan lipida yang menyusun membran sel, dan akan memperbesar pula laju zat hara yang melewati membran sel (Haryadi, 1994), disamping itu meningkatnya laju sintesis fosfolipid akan menambah kesempurnaan membran sel sehingga berpengaruh baik terhadap beberapa proses seperti respirasi, pengambilan ion dan penyatuan energi. Meningkatnya penyatuan energi dalam kloroplas akan memperlancar fotofosforilasi sehingga meningkatkan laju fotosintesis (Blair dan Edwards, 2000). Meningkatnya fotosintesis akan memperbesar kemampuan tanaman menghasilkan
41
karbohidrat dan jumlah karbohidrat dalam jaringan tanaman akan semakin meningkat. Dengan demikian pertumbuhan tanaman lebih baik dan berat tanamanpun akan meningkat. Hubungan dosis pupuk TSP terhadap berat kering tanaman dapat dilihat pada Gambar 11. Analisis regresi memperlihatkan tidak adanya pengaruh dosis TSP terhadap berat kering tanaman dengan persamaan Y= 0.686e-8E-0x (R2=0.066).
Rasio Tajuk Akar Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terbagi menjadi dua fase yaitu fase pertumbuhan vegetatif dan fase pertumbuhan generatif. Pada fase pertumbuhan vegetatif, perbandingan atau rasio tajuk dan akar sangat menentukan perkembangan selanjutnya terutama dalam hal produksi tanaman itu sendiri (Tjionger’s, 2009). Alometri dari pertumbuhan tajuk dan akar biasanya dinyatakan sebagai rasio tajuk akar, yang dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap kekeringan. Walau rasio tajuk akar dikendalikan secara genetik, rasio juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Gardner et al., 1991). Pada umumnya tiap tanaman mempunyai karakter hubungan antara tajuk dan akar. Homeostasis tajuk dan akar merupakan upaya organ tanaman tersebut mempertahankan keseimbangan fisiologis, sehingga masing-masing organ tanaman dapat melakukan fungsinya secara normal. Hal ini dapat diamati pada rasio tajuk akar tanaman yang relatif stabil sebagai akibat dari fungsi keseimbangan dari kedua bagian tanaman (Hidayat, 1995). Pucuk berfungsi sebagai efektivitas fotosintesis juga sangat berperan dalam penentuan jarak tanam efektif, semakin lebar laju tajuk yang terbentuk maka jarak
42
tanam yang diberlakukan juga semakin lebar, sedangkan akar berfungsi untuk menyerap unsur hara dan air yang diperlukan dalam proses metabolisme tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Rasio tajuk akar berfungsi untuk mengetahui sejauh mana tingkat pertumbuhan bagian tajuk tanaman berupa daun, batang maupun organ reproduksi dengan alokasi hasil fotosintesis untuk pertumbuhan akar (Cahyaningsih, 2003). Hasil analisis varian dan uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfat (TSP) sampai dosis 300 kg/ha pengaruhnya signifikan terhadap rasio tajuk akar. Rasio tajuk akar antara perlakuan P0 dengan P1 dan P2 menunjukkan berbeda tidak nyata, tetapi berbeda nyata dengan P3 (Lampiran 6). Tabel 5. Rata-rata rasio tajuk akar (gram) tanaman R. verticillata setelah 10 minggu setelah tanaman. Dosis pupuk TSP (kg/ha)
(P0)
(P1)
(P2)
(P3)
0
75
150
300
Rata-rata rasio tajuk akar (gram)
a
3.59
a
3.51
a
3.76
b
5.69
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris berarti menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT 5%.
43
Rasio tajuk akar (gram)
Dosis pupuk TSP (kg/ha) Gambar 12. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan rasio tajuk akar tanaman pule pandak (R. verticillata).
Rata-rata rasio tajuk akar tanaman tertinggi diperoleh pada dosis 300 kg/ha pupuk TSP (P3), sedangkan rata-rata rasio tajuk akar terendah diperoleh pada dosis 75 kg/ha pupuk TSP (P1) (Tabel 5 dan Gambar 12). Pada dosis 75 kg/ha pupuk TSP (P1) rasio tajuk akar lebih kecil daripada kontrol/P0 (0 kg/ha pupuk TSP). Hal ini diduga karena pada dosis 75 kg/ha pupuk TSP (P1) belum memperlihatkan pengaruhnya terhadap rasio tajuk akar atau dikarenakan pada dosis tersebut (75 kg/ha pupuk TSP) diperoleh berat kering akar yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan tanpa pupuk sehingga rasio tajuk akar yang diperoleh lebih rendah. Berat kering tajuk lebih besar dibandingkan akar karena penggunaan fotosintat lebih digunakan untuk perkembangan tajuk daripada perkembangan akar. Penyerapan garam mineral sebagian besar dikendalikan oleh tajuk. Tajuk akan merangsang akar untuk meningkatkan penyerapan garam mineral dan secara cepat menggunakan garam mineral tersebut dalam produk pertumbuhan (misalnya protein, asam nukleat
44
dan klorofil). Tajuk memasok karbohidrat melalui floem yang digunakan akar untuk respirasi menghasilkan ATP (Salibury dan Ross, 1995). Widiastuti dkk. (2003) menyatakan bahwa rasio tajuk akar dipengaruhi oleh pemupukan, terutama pupuk fosfat. Pemupukan fosfat meningkatkan secara nyata rasio tajuk akar. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan bahwa dengan pemupukan fosfat meningkatkan berat kering tajuk dan menurunkan berat kering akar. Pertumbuhan akar yang tinggi pada tanaman yang tidak dipupuk menunjukkan bahwa tanaman menderita kekurangan hara fosfor sehingga terjadi aliran fotosintat ke bagian bawah tanaman (akar). Dengan demikian kadar dan serapan hara fosfor tajuk antara tanaman yang tidak di pupuk
berbeda nyata dibandingkan dengan
yang dipupuk. Kekurangan fosfor akan menurunkan transport energi dari kloroplas ke bagian tanaman yang lain. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan tajuk. Hernadez et al. (2007) menyatakan bahwa menurunnya pertumbuhan tajuk disebabkan oleh terjadinya penurunan laju fotosintesis. Tanaman yang mengalami defisiensi fosfor menyebabkan menurunnya fotosintat yang dibutuhkan oleh tajuk sehingga terjadi akumulasi karbohidrat dan menurunnya hasil bersih fotosintesis. Morcuende et al. (2007) menambahkan bahwa adanya penekanan fotosintesis kemungkinan merupakan respon sekunder yang berhubungan dengan rendahnya kebutuhan fotosintat dan besarnya level sukrosa selama keterbatasan fosfor. Hubungan dosis pupuk TSP terhadap rasio tajuk akar dapat dilihat pada Gambar 12. Analisis regresi memperlihatkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara dosis TSP terhadap rasio tajuk akar dengan persamaan Y= (R2=0.830).
3.267e0.001x
45
Analisis Reserpin dalam Tanaman R. verticillata Reserpin merupakan senyawa metabolit sekunder dari kelompok Alkaloid Indol Monoterpenoid (AIM). Kelompok alkaloid ini pada dasarnya merupakan turunan dari satu unit asam amino triptamin dan satu unit C9 dan C10 dari terpenoid (sekologanin) (Ramawat dan Merillon, 1999). Hasil analisis varian dan uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfat (TSP) sampai dosis 300 kg/ha memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar reserpin. Kadar reserpin antara perlakuan P0 dengan P1, dan P3 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P2 (Lampiran 7). Tabel 6. Rata-rata kadar reserpin (mg/g) tanaman R. verticillata pada perlakuan dosis pupuk fosfat (pupuk TSP). Dosis pupuk TSP
(P0)
(P1)
(P2)
(P3)
(kg/ha)
0
75
150
300
Rata-rata kadar reserpin (mg/g)
a
324.88
a
350.76
b
729.12
a
287.22
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu baris berarti menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT 5%.
46
Kadar reserpin (mg/g)
Dosis pupuk TSP (kg/ha) Gambar 13. Kurva hubungan antara dosis pupuk TSP dan kadara reserpin tanaman pule pandak (R. verticillata).
Rata-rata reserpin tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis 150 kg/ha pupuk TSP (P2), sedangkan rata-rata reserpin terendah diperoleh pada dosis 300 kg/ha pupuk TSP (P3). Hal ini kemungkinan terjadi karena pada dosis pupuk TSP 150 kg/ha, kebutuhan fosfor telah tercukupi untuk meningkatkan reserpin total tanaman maka penambahan pupuk fosfat kurang berpengaruh terhadap peningkatan hasil (reserpin total). Hal ini serupa dengan penelitian Sulandjari et al. (2007), dimana pemupukan fosfat sampai dengan 150 kg/ha meningkatkan prosentase minyak atsiri tanaman Mentha piperita. Akhtar (2002) menambahkan bahwa Pemupukan dengan dosis 60 kg/ha P2O5 mampu meningkatkan hasil alkaloid total. Pule pandak yang ditanam melalui budidaya dapat menghasilkan 2000 kg/ha akar kering pada umur 18 bulan sampai 2 tahun. Kandungan alkaloid di akar pada tanaman budidaya lebih besar daripada tumbuhan yang tumbuh secara alami.
47
Menurut Wattimena (1992), ekspresi senyawa metabolit sekunder tidak hanya tergantung pada diferensiasi sel-sel yang aktif membelah (dapat menyebabkan kenaikan biomassa jaringan tanaman) melainkan juga tergantung pada aktivitas enzim. Sejumlah enzim yang aktif dalam metabolisme sekunder merupakan resultan dari sintesis dan degradasi enzim yang terjadi selama proses metabolisme. Produksi metabolit sekunder di dalam sel pada dasarnya dikontrol oleh serangkaian faktor, salah satunya adalah lokalisasi serangkaian enzim yang diperlukan untuk sintesis. Enzim yang spesifik dalam sintesis reserpin selama ini belum diketahui dengan pasti. Rendahnya kadar reserpin pada dosis 75 kg/ha pupuk TSP (P1) diduga karena dosis fosfornya kurang efektif dalam mengaktifkan enzim yang mensintesis reserpin. Kandungan reserpin dipengaruhi oleh konsentrasi dan metabolisme nitrogen dalam sel (Sulandjari, 2007). Metabolisme nitrogen sendiri membutuhkan energi yang diperoleh dari metabolisme karbohidrat (Ramawat dan Merillon, 1999). Fosfor mempunyai pengaruh timbal-balik dengan nitrogen. Jika fosfat yang tersedia tidak cukup banyak maka nitrogen juga berkurang (Prawiranata et al., 1995). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa metabolisme nitrogen dalam sel tanaman melibatkan peran fosfor. Schrisema dan Verpoortee (1992) menyatakan bahwa pemupukan fosfat meningkatkan pertumbuhan dan kandungan alkaloid. Terjadinya peningkatan suplai nitrogen mengakibatkan tingginya akumulasi alkaloid. Reserpin sebagai alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk golongan indol alkaloid kompleks. Sebagai alkaloid, reserpin merupakan cadangan penyimpanan nitrogen yang tertimbun dan tidak mengalami metabolisme lagi, oleh karena itu dengan
48
pemupukan fosfat ketersediaan nitrogen juga akan meningkat sehingga meningkatkan sintesis asam amino sebagai prekursor alkaloid juga meningkat. Nitrogen merupakan unsur penyusun asam amino yang merupakan prekursor metabolit sekunder. Pada penelitian ini diketahui bahwa terjadi penurunan produksi reserpin pada dosis 300 kg/ha pupuk TSP (P3). Hal ini diduga karena menurunnya kemampuan pertumbuhan tanaman karena terhambatnya pengangkutan asam amino sehinnga mempengaruhi sintesis protein. Dimana asam amino dan protein bertindak sebagai prekursor pembentukan metabolit sekunder (reserpin) sehingga apabila transport asam amino terhambat maka pembentukan metabolit sekundernya (reserpin) akan kecil/rendah. Berdasarkan hasil penelitian Kondracka dan Rychter (1997) menunjukkan bahwa pada daun bayam yang fosfornya rendah dapat meningkatkan laju sintesis asam malat dan memperbesar akumulasi aspartat dan alanin, serta produk dari metabolisme PEP (fosfoenol piruvat). Defisiensi fosfor pada daun bayam, meningkatkan aktivitas dari PEP karboksilasi dan pemanfaatan PEP untuk sintesis asam amino. Ketersediaan fosfor dapat memberikan informasi mengenai pengaturan respirasi dan aktivitas jalur alternatif. Defisiensi fosfor menyebabkan perubahan jalur metabolit (jalur lintas adenilat dan fosfat serta jalur sitokrom) sehingga terjadi perubahan selama glikolisis dan respirasi. Selain itu, defesiensi fosfor juga membatasi jalur sitokrom dimana dapat mengurangi ubikinon yang dihasilkan. Dengan demikian keterbatasan fosfor dapat menghambat transport elektron melalui jalur sitokrom, sebaliknya kemungkinan memperbesar aktivitas jalur alternatif. Jalur alternatif dapat berperan sebagai jalur lintas fosfat untuk mengatur transport elektron (Gonzalez-
49
Meler et al., 2001). Pengaturan fosfor dalam proses metabolik pada tanaman tingkat tinggi disajikan pada Gambar 14 berikut:
Gambar 14. Adaptasi proses metabolit pada tanaman tingkat tinggi selama ketersediaan fosfat anorganik (Pi) rendah (Plaxton dan Carswell, 1999).
50
Jalur alternatif untuk glikolisis di sitosol dan transport elektron mitokondria, dan pemompaan ion hidrogen (H+) tonoplas kemungkinan memudahkan respirasi dan mempertahankan pH di vakuola selama sel tanaman mengalami defisiensi fosfat anorganik (Pi). Hal ini terjadi karena proses metabolik tergantung pada adenilat dan fosfat anorganik. Apabila ketersediaan fosfat anorganik sangat rendah maka kedua senyawa tersebut menjadi menurun. Asam organik dihasilkan oleh PEPCase yang kemungkinan juga dikeuarkan melalui akar untuk meningkatkan ketersediaan ikatan mineral fosfat anorganik oleh kelarutan Ca-, Fe-, dan Al-fosfat. Besarnya aliran PEP pada jalur aromatik (sikimat) berperan penting untuk melindungi senyawa seperti antosianin. Senyawa yang berperan penting dalam proses pendaurulangan fosfat anorganik selama defisiensi adalah enzim yang terlibat dalam jalur glikolisis, seperti enzim PFP, PEP fosfatase, dan PEPCase, tonoplas H+-PPiase, dan beberapa senyawa dari jalur aromatik (Plaxton dan Carswell, 1999). Fosfor merupakan bagian esensial dari banyak gula fosfat yang berperan dalam nukleotida, seperti RNA dan DNA, serta bagian dari fosfolipid pada membran. Fosfor berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP dan pirofosfat (PPi) (Salisbury dan Ross, 1995). Adanya fosfor tersedia di dalam larutan tanah dapat mempengaruhi proses sintesis metabolit sekunder. Martin (2004) menyatakan bahwa fosfat mampu mengontrol sinyal dalam biosintesis antibiotik. Kontrol fosfat terhadap metabolit sekunder (biosintesis antibiotik) tersebut terjadi pada proses transkripsi dan sesudah transkripsi. Fosfor berperan sangat penting dalam proses fotosintesis terutama dalam pembentukan karbohidrat (sukrosa) (Gardner et al., 1991; Jumin, 1992). Menurut Wattimena (1992)
51
pengaruh fosfor dalam membentuk metabolit sekunder diduga bekerjasama dengan sukrosa. Menurut Jang dan Sheen (1997) dalam Merillon dan Ramawat (1999) gula selain sebagai sumber energi dan komponen struktural, juga mampu bertindak dalam pengaturan sinyal yang berpengaruh terhadap ekspresi gen pada beberapa proses penting sel, salah satunya adalah sintesis metabolit sekunder. Sel tanaman menggunakan heksokinase sebagai sensor gula dan fosfatase protein serta protein kinase dipengaruhi oleh sinyal tersebut. Mekanisme penghantaran sinyal dapat dijelaskan pada gambar 15 berikut ini: Sinyal Membran plasma Reseptor PI ATP
PIP ADP ATP
Fosfolipase C
PIP2 ADP
Retikulum endoplasma Vakuola
Diasil Gliserol (DG)
IP3 Ca2+ Kalmodulin Protein kinase C Protein kinase
Enzim Protein fosforilasi
Respon seluler (produksi metabolit) Gambar 15. Mekanisme penghantaran sinyal ekstraseluler pada membran plasma (Srivastava dan Gupta, 1996).
52
Sinyal dari luar (fosfor) ditangkap oleh reseptor yang ada pada membran plasma. Fosfatidilinositol (PI) yang merupakan second messenger didegradasi menjadi fosfatidil inositol bifosfat (PIP) oleh kinase. Fosfoinositid didegradasi menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol oleh fosfolipase-C dan IP3 dapat mengeluarkan kalsium dari retikulum endoplasma atau vakuola masuk ke sitosol. Naiknya Ca2+ di sitosol akan mengaktifkan beberapa enzim tertentu termasuk protein kinase. Protein kinase memfosforilasi protein atau enzim yang mengatur berbagai tahap metabolisme termasuk produksi metabolit sekunder (Ramawat dan Merillon, 1999). Hubungan dosis pupuk TSP terhadap kadar reserpin dapat dilihat pada Gambar 13. Analisis regresi memperlihatkan tidak adanya pengaruh langsung antara dosis TSP terhadap kadar resepin dengan persamaan Y= 403.6e-2E-0x (R2=0.003).
53
Korelasi antara Parameter Pengamatan Hasil analisis korelasi didapatkan bahwa berat kering (r=0.989*) mempunyai hubungan korelasi positif sangat nyata dengan kadar reserpin. Semakin tinggi berat kering maka semakin baik pertumbuhan tanaman pule pandak sehingga kadar reserpin yang dihasilkan juga semakin tinggi (Tabel 7). Tabel 7. Nilai Koefisien Korelasi antar Parameter Pengamatan Parameter
Tinggi
Jumlah
Panjang
Berat
Rasio tajuk
tanaman
daun
akar
kering
akar
Jumlah daun
0.135
Panjang akar
-0. 623
Berat kering
-0.740
0.351
0.858
Rasio tajuk akar
0.840
-0.113
-0.659
-0.483
Kadar reserpin
-0.641
0.390
0.824
0.989*
0.686
-0.354
Keterangan *: Korelasi signifikan pada taraf 5%
Kadar reserpin (mg/g)
Berat kering tanaman R. verticillata (gram)
Gambar 16. Grafik korelasi antara kadar reserpin (mg/g) tanaman R. verticillata dengan berat kering tanaman (gram).
54
Berat kering memiliki hubungan korelasi positif yang signifikan dengan kadar reserpin pule pandak (Tabel 7 dan gambar 16). Hal ini menunjukkan bahwa berat kering total berpengaruh langsung terhadap kadar reserpin pule pandak. Artinya peningkatan berat kering total diikuti dengan peningkatan kadar reserpin pule pandak dengan korelasi sebesar r= 0.989*, sehingga usaha untuk meningkatkan kadar reserpin dapat dilakukan dengan meningkatkan berat kering total tanaman pule pandak. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) bahan kering merupakan manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman, ditambahkan oleh Rao et al. (1994) bahwa lebih dari 94% bahan kering total berasal dari
fotosintesis.
Peningkatan
akumulasi
fotosintat
dalam
tanaman
dapat
mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kandungan reserpin dipengaruhi oleh konsentrasi dan metabolisme nitrogen dalam sel. Metabolisme nitrogen sendiri membutuhkan energi yang diperoleh dari metabolisme karbohidrat. Pemupukan fosfat meningkatkan pertumbuhan dan kandungan alkaloid. Dengan pemupukan fosfat ketersediaan nitrogen juga akan meningkat sehingga meningkatkan sintesis asam amino sebagai prekursor alkaloid juga meningkat.
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian pupuk P dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman pule pandak (R. verticillata). Pemupukan P berpengaruh nyata meningkatkan panjang akar dan rasio tajuk akar pule pandak (R. verticillata) dan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan berat kering total pule pandak (R. verticillata). 2. Pemupukan P berpengaruh nyata meningkatkan kadar reserpin pule pandak (R. verticillata).
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan perlu dilakukan penelitian penggunaan
pupuk
organik
bersama
dengan
pupuk
fosfat
terhadap
pertumbuhan dan kadar reserpin R. verticillata dan perlu dilakukan pengamatan parameter pertumbuhan yang lain seperti: luas daun, analisis kadar klorofil, laju respirasi, kadar karetenoid. Selain itu juga dilakukan penelitian yang lebih lanjut terhadap dosis pupuk P dari dosis 150-300 kg TSP/ha untuk mengetahui dosis yang optimum untuk pertumbuhan dan kadar reserpin R. verticillata.
56
DAFTAR PUSTAKA Akhtar, H. 2002. Rauvolfia serpentina. Medicinal Plants and their Cultivation. Banajata: 84-89. Alberta, J., A. Manitoba, and S. Saskatchewan. 1999. Functions of Phosphorus in Plants. Better Crops. 83:1-7. Aliudin, E. 1990 Pengaruh Berbagai Penempatan Pupuk Fosfat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Umbi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L.) Varietas Bali Ijo pada Andosol Coban Rondo. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Anonim. 2005. Reserpine. http://www.jergym.hiedu.cz/.../alkaloid/prirlatk/a.html. [23 Agustus 2008]. Anonim. 2006. Rauwolfia verticillata Lour. http://www.Ngajuk.warintek.com. [21 Agustus 2008]. Anonim a. 2009. Rauvolfia verticillata. www.myopera.com/Thachthaotim84/blog. [1 Oktober 2009]. Anonim b. 2009. www.sulsel.litbang.deptan.go.id/index. [4 Oktober 2009].
Bahl, G.S., N.S. Pasricha, dan KL. Ahuja. 2000. Effect of Fertilizer Nitrogen and Phosphorus on the Grain Yield, Nutrient Uptake and Oil Quality of Sunflower. Journal of the Indian Siciety of Soil Science. 45 (2): 292-296. Barber, S.A. 1994. Soil Plant Interactions in the Phosphorus Nutrition of Phosphorus in Agriculture. ASA, CSAA ans SSSA, Madison, WI. Blair, L.C. and D.G. Edwadrs. 2000. Soil Acidity and Its Amelioration. IBSRAM Tech, Notes 5: 9-29. Buckman, O. H. dan Brady, N. C. 1992. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh: Soegiman. Penerbit PT. Bhatara Karya Aksara, Jakarata. Cahyaningsih. 2003. Analisis Pertumbuhan Padi (Oriza sativa) pada Dosis Pupuk yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. de Padua, L.S., N. Bunyapraphatsara, dan R.H.M.J. Lemmens. 1999. “Pule Pandak” PROSEA Plant Resources of South-East Asia, Bogor. Duke, J.A. 1992. Promising Phytomedicinals. Advances in New Crops. Timber Press, Portland.
57
Elfiati, D. 2005. Peranan Mikroba Pelarut P terhadap Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan. Fitter, A.H. and R.K.M. Hay. 1998. Environmental Physiology of Plant. Academic Press Inc, London. Gardner, F. P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta. Gonzalez-Meller, M.A., L. Giles, R.B., Thomas, and J.N. Siedow. 2001. Metabolic Regulation of Leaf Respiration and Alternative Parthway Activity in Response to Phosphate Supply. Plant, Cell and Environmental, 24:205-215. Handayanto, E. dan K. Hairiyah. 2007. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Edisi 3. Pustaka Adipura. Harborne, J.B.1996. Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB, Bandung. Haryadi, S.S. 1994. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia, Jakarta. Hernadez, G., R. Mario, O.V. Lopez, M.Tesfaye, M.A. Graham, T. Czechowski, A. Schlereth, M. Wandrey, A. Erban, F.C. Cheung, H.C. Wu, M. Lara, D. Town, J. Kopka, M.K. Udvardi, and C.P. Vance. 2007. Phosphorus Stress in Common Bean: Root Transcipt and Metabolic Responses. Plant Physiology 144: 752-767. Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Press, Bandung. Hilman, N. dan Suwandi. 1990. Pengaruh Pemupukan Dengan Pupuk Majemuk Makro Berbentuk Tablet Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Jurnal Hortikultural. 7 (3): 773-780. Hopkins, W.G. 1999. Introduction to Plant Physiology. John Willey and sons Inc, New York. Indah, R.D. dan N. Setyowati. 2002. Pemanfaatan Limbah Penyulingan Nilam dan Pemupukan TSP Pada Pertumbuhan Tanaman Nilam (Pogostemon cablin). Akto Agrosia. 5 (1): 8-13. Ismunadji, P. dan F. Sukardi. 1991. Solubilization of Organic Calcium Phosphates Solubization Mechanisms. Soil Biology Biochemistry. 27 (3): 257-263.
58
Isrun. 2006. Pengaruh Dosis Pupuk P dan Pupuk Kandang Terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Hasil Jagung Manis (Zea mays var. saccharata) pada Inceptisols Jatinangor. Jurnal Agrisains. 7 (1): 9-17. Jumin, H.B. 1992. Ekologi Tanaman, Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali Press, Jakarta. Kondracka, A. and A.M. Rychter. 1997. The Role of Pi Recycling Processes during Photosynthesis in Phosphate-Deficient Bean Plants. Journal of Experimental Botany. 48 (312): 1461-1468. Kutchan, T.M. 1995. Alkaloid Biosynthesis The Basis for Metabolic Engineering of Medicinal Plant. Plant Cell. 7(7): 1059-1070. Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. Lestari, E.G. dan I. Mariska. 1997. Kultur in vitro Sebagai Metode Pelestarian Tumbuhan Obat Langka. Buletin Plasma Nutfah. 2 (1): 1-8. Lestari, E.G. dan I. Mariska, 2001. Perbanyakan dan Penyimpanan Tanaman Rauvolfia serpentina Secara in vitro. Buletin Plasma Nutfah. 7 (1): 40-45. Lilly, L.M. 1990. Atributed Properties and Uses Medicinal Plants of East and Southeast Asia. The Mitt Press Cambridge. Massachusetts, and London. England. Manitto, P. 1992. Biosynthesis of Natural Producs. John Wiley and Sons, New York. Martin, J.F. 2004. Phosphate Control of The Biosynthesis of Antibiotics and Other Secondary Metabolities is Mediated by The PhoR-PhoP System: an Unfinished Story. Journal of Teriology. 186 (16): 5197-5201. Mengel, K. and E.A. Kirkby. 2001. Principles of Plant Nutrition. Edisi5. Springer Press, Switzerland. Moody, P.W. and M.D.A. Bolland. 2002. Soil Analyzer. Plant Physiology. 49: 207211. Morcuende, R., R. Bari, Y. Gibon, W. Zheng, B.D. Pant, O. Blasing, B. Usadel, T. Szechowski, M.K. Udvardi, and M. Sttitt. 2007. Genome Wide, Reprogramming of Metabolism and Regulatory Net Work of Arabidopsis in Responses to Phosphorus. Plant Cell Enviromental. 30: 85-112.
59
Mulliken, T. and P. Crofton. 2008. Review of the Status, Harvest, Trade and Management of Seven Asian CITES-listed Medicinal and Aromatic Plant Species. Federal Agency for Nature Conservation. Bonn, Germany: 93-112. Nigg, H.N. and D.S. Seigler. 1992. Phytochemia: Resources for Medicine and Agriculture. Plenum Press, New York. Noggle, G.A. dan G.J. Fritz. 1983. Introduction Plant Physiology. Prentice Hall of India, New Delhi. Nurodin, A. 1992. Kajian Penambahan Fosfat dengan Berbagai Kelengasan Tanah terhadap Ketersediaan dan Serapan Fosfat pada Tanah Grumoso ldengan Tanaman Uji Jagung (Zea mays L). Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Pierre, St., F.A. Vazquez, Floto, dan V. De Luca, 1999. “Multicelluler Compartementation of Catharanthus roseus Alkaloid Biosynthesis Predict Intracelluler Translocation of Pathway Intermediate”. Plant Cell. 11: 887. Plaxton, W.C. and M.C. Carwell. 1999. Metabolic Aspects of the Phosphate Starvation Responses in Plants. Queen’s University, Kanada: 350-370. Prawiranata, W., S. Harran, dan P. Tjondronegoro. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Departemen Botani Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Premono, N. dan R. Widyastuti. 2002. Pengaruh BPF terhadap Serapan Kation Unsur Mikro Tanaman Jagung (Zea mays) pada Tanah Masam. Bandung. Purlani, E., T. Suryopitono, dan J. triwanta. 2001. Pengaruh Dosis Pupuk P dan K pada Tanaman Wijen (Sesamum indicum) yang Ditanam Setelah Tembakau Burley. Jurnal Tropika. 9 (2): 148-152. Ramawat, K.G. 1999. Production in Culture Optimization. In: Ramawat, K.G. and J.M. Merillon (Edc.) Biotechnology Secondary Metabolities. Science Publisher, New Hampshire: 11-33. Rao, I. M., A.L. Fredeen, and N. Terry. 1994. Influence of Phosphorus Limitation on Photosynthesis, Carbon Allocation and Partitioning in Sugar Beet and Soyben Grown with a Short Photoperiod. Plant Physiology and Biochemistry. 31: 223-231. Ray, T. 1999. Essential Plant Nutrients: Their Presence in North Carolina Soils and Role in Plant Nutritions. The California Fertilizer Foundation, California. Rowan, K.S. 1996. Phosphorus Metabolism in Plants.Plant Physiology.116:91-99.
60
Rychter, A.M. and I.M. Rao. 2003. Role of Phosphorus in Photosynthetic Carbon Metabolism. CRC Press, Enggland. Sahid, H. dan A. Nurhayati. 1992. Bioteknologi Pertanian 2. PAU IPB, Bogor. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Penerbit ITB, Bandung. Schachtman, D.P., R.J. Reid, and S.M. Ayling. 1998. Phosphorus Uptake by Plants: From Soils to Cell. Plant Physiology 116: 447-453. Schrisema, J. and R. Verpoorte. 1992. Search for Factors Related to The Indole Alkaloid Production in Cell Suspension Cultures of Tabernaemontana divaricata. Planta Medicine. 58: 245-249. Shanks, J.V., R. Bhadra, J. Morgan, and S. Rihjwani. 1998. “Quantification of Metabolities in The Indol Alkaloid Pathways of Catharanthus roseus. Implication for Metabolic Engineering”. Biotechnal Bioeng 58: 333-338. Singh, K.D., A. Sahu, and B. Srivastava. 2004. Spectrophotometric determination of Rauwolfia Alkaloid; Estimation of Reserpin in Pharmacenticals. Analytical Sciences. The Japan Society for Analytical Chemistry.20: 571-573. Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press, Yogyakarta. Soepardi, G. 1999. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor: 591. Srivastava, P.C. and U.C. Gupta. 1996. Trace Element in Crop. Production Science Publishers Inc, New Delhi. Sulandjari, Linayanti, dan Wartoyo. 2007. Phosphor dan Paktobutrazol, Pengaruhnya terhadap Kuantitas Hasil dan Minyak Atsiri Metha arvensis L. Prosiding seminar Nasional Horikultural. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta: 556-559. Sulandjari. 2008. Ekofisiologi dan Budidaya Tanaman Obat Pule Pandak (R. Serpentina Benth.). UNS Press, Surakarta. Sumarno. 1992. Analisis Metabolit Sekunder dengan HPLC. PAU Bioteknologi UGM, Yogyakarta. Sumarno dan Suryono. 2001. Pengaruh Dosis Pupuk Dolomit dan SP-36 Terhadap Jumlah Bintil Akar dan Hasil Tanaman Kacang Tanah di Tanah Latosol. Agrosains. 2 (2): 54-58.
61
Sutanto. 2002. Hara, Air, Tanah, Tanaman. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Malang: 73-80. Sutrisno, B.R., 1979. The S.E.E.E Theory dalam Reverses Aproach in The Quality Control of The Indonesia Traditional Drug. International Conference on Tradisional Asian Medicine, Canbera. Tjionger’s, J. 2009. Tekhnologi Bahan dan Pupuk. Fakultas Pertanian. UNS. Surakarta. Taiz, L. and E. Zeiger, E. 1998. Plant Physiology. Sindeur Asosiates Inc, Massachusett. Tyler, V. E. 1988. Phytomedicine : Back to the Future. Journal of Natural Product 62: 1589-1592. van Steenis. C.G.G.J. 1978. Flora untuk Sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta Pusat. Watson, M. and R. Mullen. 2007. Understanding Soils Test for Plant-Available Phosphorus. THE Ohio State University, Columbus. Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman, Bogor: PAU Institut Pertanian Bogor, Bogor. Werginingsih, N. Novizan dan Suwandi. 2002. Pengaruh Dosis dan Waktu Aplikasi Pemupukan Phospat pada Tanaman Krisan pot. Buletin Penelitian Hortikultura Lembang. 18 (1): 67 - 73. Whitmer, S., C. Canel, D. Hallard, C. Cancalves, and R. Verpoorte. 1998. Influence of Precursor Availability on Alkaloid Accumulation by Transgenic Cell Line of Catharanthus roseus. Plant Physiology. 116 (2): 853-857. Widiastuti S., R.S. Mieke, dan N.F. Betty, 2003. Pengaruh Aplikasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat (Pseudomonas cereviseae dan Pseudomonas sp) dan Pupuk Organik Terhadap Ketersediaan P dan Populasi BPF pada Humic Hapdludults Seri Jatinangor. Prosiding Kongres Nasional VI HITI. Jakarta: 12-15 Desember 2005. Yahya, F.A., E. Sandra, dan E.A.M. Zuhud. 2002. Pertumbuhan Biomassa dan Kandungan Alkaloid Akar Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth) Hasil Kultur in vitro. Seminar Nasional XXII TOI. Purwokerto: 11 – 12 Oktober 2002. Zumaidar. 2000. Pule Pandak [Rauvolfia serpentina (L) Benth. ex Kurz] Lembaran Informasi PROSEA (Plant Resources of South. East Asia). 2 (14): 85-90.
62
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah Regosol Sebelum Perlakuan. Macam analisis
Satuan
Hasil
Harkat
Metode
N tersedia
%
0.27
sedang
Rajendra Prasad
P tersedia
ppm
12.35
rendah
Bray I
Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam (Anava) dan Homogenitas Tinggi Tanaman (cm) R. Verticillata tanpa dilanjutkan Uji DMRT
Test of Homogeneity of Variances tinggi_tanaman Levene Statistic
df1
df2
Sig.
.108
3
16
.954
ANOVA tinggi_tanaman Sum of Squares Between Groups
Df
Mean Square
11.965
3
3.988
Within Groups
487.040
16
30.440
Total
499.005
19
F
Sig. .131
.940
63
Lampiran 3. Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Jumlah Daun Tanaman R. verticillata tanpa dilanjutkan Uji DMRT.
Test of Homogeneity of Variances Jumlah_daun Levene Statistic
df1
1.383
df2
Sig.
3
16
.284
ANOVA Jumlah_daun Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
45.400
3
15.133
Within Groups
86.400
16
5.400
131.800
19
Total
F 2.802
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets jumlah_daun Duncan Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
1= 0 kg/ha TSP
5
14.80
4= 300 kg/ha TSP
5
16.80
16.80
150 kg/ha TSP
5
18.00
18.00
2= 75 kg/ha TSP
5
Sig.
18.80 .054
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.215
Sig. .073
64
Lampiran 4. Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Panjang Akar Tanaman (cm) R. verticillata dilanjutkan dengan Uji DMRT
Test of Homogeneity of Variances Panjang_akar Levene Statistic
df1
df2
2.915
3
Sig. 16
.066
ANOVA Panjang_akar Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
122.400
3
40.800
Within Groups
113.493
16
7.093
Total
235.893
19
F
Sig.
5.752
.007
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets panjang_akar Duncan Subset for alpha = 0.05 perlakuan
N
1
2
4= 300 kg/ha TSP
5
8.475
1= 0 kg/ha TSP
5
9.780
2= 75 kg/ha TSP
5
150 kg/ha TSP
5
Sig.
3
9.780 12.960
12.960 14.700
.450
.077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.317
65
Lampiran 5. Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Berat Kering Tanaman (cm) R. verticillata tanpa dilanjutkan Uji DMRT.
Test of Homogeneity of Variances Berat_kering Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1.172
3
16
.351
ANOVA Berat_kering Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
1.065
3
.355
2.262
.120
Within Groups
2.512
16
.157
Total
3.577
19
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Berat_kering Duncan Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
4= 300 kg/ha TSP
5
.44040
1= 0 kg/ha TSP
5
.57260
.57260
2= 75 kg/ha TSP
5
.58520
.58520
150 kg/ha TSP
5
Sig.
1.04940 .592
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.089
66
Lampiran 6. Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Rasio Tajuk Akar Tanaman (cm) R. verticillata dilanjutkan dengan Uji DMRT.
Test of Homogeneity of Variances rasio_tajuk_akar Levene Statistic
df1
df2
2.511
3
Sig. 16
.096
ANOVA rasio_tajuk_akar Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
16.262
3
5.421
Within Groups
11.835
16
.740
Total
28.097
19
F 7.329
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets rasio_tajuk_akar Duncan Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
2= 75 kg/ha TSP
5
3.50580
1= 0 kg/ha TSP
5
3.58500
150 kg/ha TSP
5
3.75540
4= 300 kg/ha TSP
5
Sig.
5.68740 .670
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
1.000
Sig. .003
67
Lampiran 7. Hasil Uji ANAVA dan DMRT 5% Kadar Reserpin Tanaman R. verticillata dilanjutkan dengan Uji DMRT.
Test of Homogeneity of Variances kadar_reserpin Levene Statistic
Df1
df2
1.771
3
Sig. 16
.193
ANOVA kadar_reserpin Sum of Squares
Df
Mean Square
Between Groups
634959.074
3
211653.025
Within Groups
306860.996
16
19178.812
Total
941820.070
19
F 11.036
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kadar_reserpin Duncan Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
4= 300 kg/ha TSP
5
287.220
1= 0 kg/ha TSP
5
324.880
2= 75 kg/ha TSP
5
350.760
150 kg/ha TSP
5
Sig.
729.120 .502
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Lampiran 8. Hasil Uji Korelasi antar Parameter.
1.000
Sig. .000
68
Correlations jumlah_
panjang_
berat_
rasio_tajuk_
daun
akar
kering
akar
tinggi tinggi_tanaman
Pearson Correlation
1
.135
-.623
-.740
.840
-.641
.865
.377
.260
.160
.359
4
4
4
4
4
4
Pearson Correlation
.135
1
.686
.351
-.113
.390
Sig. (2-tailed)
.865
.314
.649
.887
.610
Sig. (2-tailed) N jumlah_daun
N panjang_akar
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
berat_kering
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
rasio_tajuk_akar Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N kadar_reserpin
kadar_reserpin
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
4
4
4
4
4
4
-.623
.686
1
.858
-.659
.824
.377
.314
.142
.341
.176
4
4
4
4
4
4
-.740
.351
.858
1
-.483
.989
.260
.649
.142
.517
.011
4
4
4
4
4
4
.840
-.113
-.659
-.483
1
-.354
.160
.887
.341
.517
4
4
4
4
4
4
-.641
.390
.824
.989
*
-.354
1
.359
.610
.176
.011
.646
4
4
4
4
4
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
*
.646
4
69
Lampiran 9. Kurva Standar Reserpin Murni. Hasil Analisis Regresi Kurva Standar Reserpin
0.01
0.01
0.008
0.008 Absorbansi
Absorbansi
Standard
0.006 0.004
0.009 0.008 0.007
0.006
0.006 0.005
0.004
0.004
0.002
0.002
0 20000
0 20000
40000
60000
80000
mg/l
40000
60000
80000
mg/l
1000000 absorbansi
linear (absorbansi)
y = 0.0012x + 0.0026 R2 = 0.973
File Name: RESERPIN Created: 14:03 06/30/09 Data: Original Wavelength: 399.0 Slit Width: 2.0 Multi-Point Working Curve Conc = k1 A + k0 k1 = 16670 k0 = -43.33 Chi-Square: 0.00006 Number of Points: 5 Std # Conc. 1 20.000 2 40.000 3 60.000 4 80.000 5 100.00
Abs. 0.004 0.005 0.006 0.007 0.009
1000000
70
Lampiran 10. Hasil Spektrofotometer Sampel Tanaman Perlakuan. File Name: pupuk TSP 0 kg/ha File Name: pupuk TSP 75 kg/ha Created: 13:34 06/30/09 Created: 13:34 06/30/09 Data: Original Data: Original Wavelength: 399.0 Wavelength: 399.0 Slit Width: 2.0 Slit Width: 2.0 Multi-Point Working Curve Multi-Point Working Curve Conc = k1 A + k0 Conc = k1 A + k0 k1 = 16670 k0 = -43.33 k1 = 16670 k0 = -43.33 Chi-Square: 0.00006 Chi-Square: 0.00006 Number of Points: 5 Number of Points: 5 ID 1 2 3 4 5
Conc. 2798 2398 2379 4261 4408
Abs. 0.171 0.146 0.145 0.258 0.267
ID 1 2 3 4 5
Conc. 5753. 4147. 2192. 1671. 3775.
Abs. 0.348 0.251 0.134 0.103 0.229
File Name: pupuk TSP 150 kg/ha Created: 13:34 06/30/09 Data: Original Wavelength: 399.0 Slit Width: 2.0 Multi-Point Working Curve Conc = k1 A + k0 k1 = 16670 k0 = -43.33 Chi-Square: 0.00006 Number of Points: 5
File Name: pupuk TSP 300 kg/ha Created: 13:34 06/30/09 Data: Original Wavelength: 399.0 Slit Width: 2.0 Multi-Point Working Curve Conc = k1 A + k0 k1 = 16670 k0 = -43.33 Chi-Square: 0.00006 Number of Points: 5
ID 1 2 3 4 5
ID 1 2 3 4 5
Conc. 5576. 6473. 7211. 1063 6566.
Abs. 0.337 0.391 0.435 0.641 0.397
Conc. 2335. 2764. 3171. 2680. 3411.
Abs. 0.143 0.168 0.193 0.163 0.207
71
Lampiran 11. Contoh Perhitungan Kadar Reserpin. Kadar reserpin hasil spektrofotometer dalam bentuk mg/l pelarut dikonversikan menjadi mg/g tanaman kering. Misalnya pada perlakuan pupuk TSP 0 ulangan 1: Diketahui: absorbansi
= 0.171
Kosentrasi reserpin 2798 mg/l
= 2.798 mg/ml
Volume pelarut (etanol)
= 10 ml
Berat serbuk sempel
= 0.1 g
Perhitungan: R = SxV B Dimana: R : Kadar reserpin (mg/g) berat kering tanaman S : Kadar reserpin sampel hasil spektrofotometer (mg/l) pelarut V : Volume pelarut (l) B : Berat kering serbuk sampel yang dispektrofotometer (g) 2.798 mg/ml x 10 ml Kadar reserpin = 0.1 g = 279.8 mg/g
72
Lampiran 12. Morfologi Akar Pule (R. veticillata Lour. Baillon) Setelah 10 minggu setelah tanam pada variasi dosis pupuk fosfat (TSP).
P0
P1
P2
P3
Keterangan: P0 = dosis 0 kg/ha pupuk TSP (kontrol) P1 = dosis 75 kg/ha pupuk TSP) P2 = dosis 150 kg/ha pupuk TSP P3 = dosis 300 kg/ha pupuk TSP
Lampiran 13. Morfologi Tanaman Pule Pandak (R. veticillata Lour. Baillon) Setelah 10 minggu setelah tanam pada variasi dosis pupuk fosfat (TSP).
P0
P1
P2
Keterangan: P0 = dosis 0 kg/ha pupuk TSP (kontrol) P1 = dosis 75 kg/ha pupuk TSP) P2 = dosis 150 kg/ha pupuk TSP P3 = dosis 300 kg/ha pupuk TSP
P3
73
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama lengkap
: Sinta Natalia
Tempat dan tanggal lahir
: Surakarta, 18 Desember 1986
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status pernikahan
: Belum menikah
Alamat asal
: Jl. Sersan Idris RT 004/003 No. 28 Bekasi selatan 17141
Alamat diSolo
: Jl. Kutilang IV RT 03/08 Cinderejo Kidul Surakarta
No Hp
: 085642462737
Alamat E-mail
:
[email protected]
Pendidikan Formal Tingkat pendidikan
Nama
Tahun mulai
Tahun selesai
SD
SDN 2 Bekasi
1993
1999
SLTP
SMPN 4 Bekasi
1999
2002
SLTA
SMAN 3 Bekasi
2002
2005
Pendidikan Non Formal Nama pelatihan/kursus
Nama instansi
Tahun
penyelenggara 1. Komputer Tingkat Dasar SMA Negeri 3 Bekasi 2. Test EAP (English for Academic UPT P2B UNS Purposes) 3. Seminar dan Konsolidasi Nasional HIMAGRON UNS Mahasiswa Agranomi Indonesia
2002 2006 2007
Prestasi Prestasi
Tahun
Runer up Lomba Busana Daerah Kategori Remaja di Grand Mall
1999
Bekasi
74
Pengalaman Organisasi Organisasi 1. HIMABIO 2. Komunitas Remaja Mesjid Al- Falah Cinderejo Kidul 3. Kelompok Studi Biodiv
Jabatan Biro Usaha Bendahara I Administrator II
Tahun 2006-2007 2006-2008 2009-sekarang
Pengalaman Bekerja Pekerjaan 1. Asisten Praktikum Genetika dan Fisiologi Tumbuhan di Jurusan Biologi FMIPA UNS 2. Asisten Pengajar Privat Alfa Century 3. Pengajar Privat Anak SD Kelas 6 dan 2
Tahun 2008-2009 2009 2009-Sekarang Surakarta, Januari 2010
Sinta Natalia