PERSETUJUAN PEMBIMBING
Journal yang berjudul: Representasi Visual “Mental Imagery” Siswa sebagai Media Evaluasi Pemahaman Siswa tentang Sains
Oleh SUTIONO NIM. 441410031 Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing
Representasi Visual “Mental Imagery” Siswa sebagai Media Evaluasi Pemahaman Siswa tentang Sains
Abstrak Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan representasi visual “mental imagery” siswa sebagai media untuk mengevaluasi pemahaman IPA Terpadu siswa SMP di Gorontalo terutama pada materi suhu beserta pengukurannya dan perubahan wujud zat. Subjek penelitian ini di SMP Negeri 7 Satap Kwandang. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis peneltian fenomenologis. Data diambil dari hasil visual image siswa, tes tertulis, dan hasil wawancara. Sumber data diambil dari 47 orang siswa yang terdiri dari 24 siswa Kelas VII dan 23 siswa Kelas VIII. Teknik analisis data menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan dari hasil visual image siswa yang mengandung kesalahan pemahaman, tingkat pemahaman terhadap materi yang diajarkan, dan pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan terhadap hasil visual image. Hal ini membuktikan bahwa dengan visual image siswa mampu menjadi media evaluasi pemahaman siswa terhadap materi IPA Terpadu. Pada pilihan topik suhu dan pengukurannya, dari 19 hasil visual image siswa terdapat kecenderungan siswa mengalami kesalahan pemahaman 1 orang (5,26%), tingkat pemahaman siswa 13 orang (68,42%), dan pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan 5 orang (26,32%). Sedangkan pada pilihan topik perubahan wujud zat, dari 28 hasil visual image siswa terdapat kecenderungan siswa yang mengalami kesalahan pemahaman 2 orang (7,14%), tingkat pemahaman siswa 12 orang (42,86%), dan pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan 14 orang (50%). Kata Kunci: Mental Imagery, visual image, representasi, pemahaman, dan IPA Terpadu1
1
Sutiono, NIM: 441410031. Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Pembimbing I: Dr. Lukman AR Laliyo, M.Pd, MM. Pembimbing II: Julhim S. Tangio 1
Mental imagery merupakan aktivitas mental sebagai representasi dan cara seseorang dalam memaknai situasi dan lingkungan yang ada di dalam pikiran seseorang atau yang biasa dikenal dengan representasi mental. Representasi mental yang dimaksud terkait dengan pembentukan pengalaman dalam pikiran berupa gambaran mental (visual image) tentang pengalaman yang terjadi dalam keseharian individu (Lerman, 2006). Dari sudut pandang pembelajaran, kedudukan representasi visual image berperan penting dalam upaya agar siswa dapat memaknai cara belajar dan pengolahan informasi. Melalui media ini, siswa dapat menuangkan pemahamannya terhadap suatu fenomena yang telah dipelajari atau yang pernah dilihatnya ke dalam bentuk gambaran yang dikreasikan sesuai dengan batas pengetahuan yang ia miliki. Pada dasarnya, visual image bersumber dari siswa itu sendiri. Pada saat siswa belajar, mereka akan memahami suatu konsep materi yang telah diajarkan. Materi yang telah dipahami tersebut akan tersimpan dalam otak siswa dalam bentuk mental image atau biasa disebut aktivitas mental. Untuk mengetahui kebenaran aktivitas mental yang ada di otak siswa dapat dilakukan dengan merepresentasikan dalam bentuk media gambar sehingga pendidik dapat mengevaluasi gambaran aktivitas mental yang ada. Bagi guru, hal ini sangat penting untuk mengetahui tahapan-tahapan pembentukan mental image siswa yang selanjutnya akan menjadi media untuk menyiapkan proses pembelajaran yang lebih bermakna. Guru juga dapat mengetahui kesiapan siswa dalam belajar suatu materi yang lebih kompleks. Cara guru untuk mengetahui hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan tes baik lisan maupun tulisan. Namun hal itu belum cukup, karena pemberian tes cenderung mengukur tingkat penguasaan siswa berdasarkan apa yang telah mereka hafal dan pahami. Sementara ilmu sains bersifat sangat abstrak sehingga tidak cukup diungkapkan dengan menggunakan kata-kata belaka sehingga siswa terkesan menghayal dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru. Materi IPA Terpadu di tingkat SMP/MTs perlu dikonkritkan secara nyata dengan cara menampilkannya dalam bentuk dimensi makroskopik agar peserta didik mampu memahaminya secara benar. Salah satu yang dapat digunakan dalam membantu peserta didik memahami konsep-konsep dalam dimensi makroskopik tersebut adalah dengan cara mengilustrasikannya dalam bentuk gambar ataupun makromedia dari hasil hasil komputasi yang dibuat oleh guru ataupun instruktur ahli. Hal ini cenderung akan mengabaikan gaya belajar dari siswa itu sendiri sehingga siswa tidak akan diberikan kesempatan menggungkapkan apa yang ada pada mental image-nya ke dalam gambar bentuk kreasi sendiri. Kemudian, untuk mengatasi hal tersebut maka guru selayaknya memerintahkan siswa untuk menggambarkan pikiran mereka terhadap materi yang telah dipahami sehingga diperoleh visual image siswa. Agar representasi visual image tersebut memiliki makna yang dapat menjelaskan tentang faktual fenomena IPA Terpadu, maka gambaran visual image tersebut diberikan tema/topik yang disesuaikan terhadap materi yang diinginkan guru untuk dilakukan evaluasi. Tema tersebut diambil dari materi IPA Terpadu yang berkaitan dengan fakta alam dengan apa yang mereka telah pelajari. Bagi guru untuk mengetahui hal tersebut sangat penting sebagai evaluasi terhadap sejauh mana materi yang telah dikuasai siswa. Seorang guru juga dapat melihat 2
hasil visual image siswa yang masih mengalami kesalahan pemahaman atau tingkat pemahaman yang masih rendah sehingga guru dapat melakukan pengayaan kembali terhadap materi yang diduga masih terdapat kejanggalan. Melalui dasar logika berfikir ini, maka peneliti menerapkan visual mental imagery siswa sebagai media untuk mengevaluasi pemahaman IPA Terpasu Siswa SMP di Gorontalo. Penelitian tentang visual mental imagery ini telah dilakukan oleh Rasol Abdullah Mirzaie dkk, (2010) di Dep. of chemistry Faculty of Science, Shahid Rajaee Teacher Training University - Tehran, Iran. Dalam penelitiannya ia meminta para siswa untuk melukiskan imajinasi mereka tentang penerapan ilmu kimia dan efeknya dalam masyarakat. Materi yang diajarkan diambil dari sebuah buku “Chemistry for Life”. Dari hasil analisis terhadap hasil lukisan siswa, ditemukan empat sikap klasifikasi yang menonjol, yakni kesalahan pemahaman, pemahaman ilmiah siswa tentang materi yang diajarkan, pengaruh kehidupan di lingkungan terhadap pemilihan materi yang disajikan, pengaruh kimia dalam kehidupan dan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, beliau menjelaskan bahwa metode ini tidak hanya efektif dalam mengidentifikasi kesalahan pemahaman siswa, tetapi juga mampu membuat mereka untuk bisa menikmati mata pelajaran sehingga kimia tidak lagi menjadi pelajaran yang membosankan. Bahkan beberapa siswa mengaku bahwa metode ini merupakan salah satu metode terbaik untuk proses belajar. Di Indonesia belum pernah ditemukan penelitian tentang visual image yang berkaitan dengan pembelajaran sains terutama di Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian ini penting untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran karena terdapat dua sisi utama. Pertama, sebagai media evaluasi guru terhadap pemahaman siswa terhadap materi terkait dan yang kedua sebagai bagian untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penerapan Kurikulum 2013 di mana siswa dituntut dalam pembelajaran menggunakan pendekan saintifik dengan salah satu cirinya adalah komprehensif, yakni siswa menguasai materi secara utuh dalam pembelajaran. Jika siswa dapat mengaitkan antara fakta dengan materi maka secara tidak langsung kita dapat mengatakan bahwa siswa tersebut telah memahami materi secara kompleks. Pilihan topik/tema yang digunakan sebagai obyek penelitian visual image ini adalah suhu beserta pengkurannya dan perubahan wujud zat. Kedua topik ini dipilih dengan alasan bahwa suhu dan perubahan wujud zat sangat dekat realitanya dalam kehidupan siswa sehari-hari sehingga sebelum mereka mendapatkan materi di kelas, mereka sudah membentuk konsep awal dalam proses pengamatan kesehariannya. Demikian juga kedua materi ini sangat mudah untuk dipelajari serta merupakan materi dasar dalam menunjang siswa untuk memahami materi IPA khususnya tingkat SMP/MTs ke arah yang lebih kompleks lagi. METODE Subjek penelitian ini di SMP Negeri 7 Satap Kwandang. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologis. Peniliti bertindak sebagai istrumen utama dan pengamat penuh. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa hasil visual imege siswa pada topik suhu beserta 3
pengukurannya dan perubahan wujud zat. Subyek penelitian diberikan kebebasan untuk memilih topik sebagai visual image-nya dan memberikan kebebasan untuk mewarnai, memberikan keterangan, dan mengkreasikan gambar mereka sesuai dari pemahaman topik yang dipilih. Adapun kisi-kisi teks yang diberikan kepada siswa sebagai “visual image” dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Kisi-kisi Tes “Visual Image” Siswa. No.
Pilihan Topik
1
Suhu dan pengukurannya
2
Perubahan Wujud Zat
Objek “Visual Image” Suhu panas Suhu dingin Jenis-jenis termometer Membeku Mencair Menguap Mengembun Menyublim Mengkristal Partikel Zat
Jenis Tes 1. Visual Image Siswa 2. Tes Tertulis 3. Wawancara 1. Visual Image Siswa 2. Tes Tertulis 3. Wawancara
Sumber data diambil dari 47 orang siswa yang terdiri dari 24 siswa Kelas VII dan 23 siswa Kelas VIII. Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman. Hasil komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut.
Gambar 1. Analisis Model Data Interaktif Interaktif dari Miles dan Huberman Sumber: Teknik Analisis Data Penelitian oleh Ali Sya’ban. 2005 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan dari hasil visual image siswa yang mengandung kesalahan pemahaman, tingkat pemahaman terhadap materi yang diajarkan, dan pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan terhadap hasil visual image. Hal ini membuktikan bahwa dengan visual image siswa mampu menjadi media evaluasi pemahaman siswa terhadap materi sais IPA Terpadu. Pada pilihan topik suhu dan pengukurannya, dari 19 hasil visual image 4
siswa terdapat kecenderungan siswa mengalami kesalahan pemahaman 1 orang (5,26%), tingkat pemahaman siswa 13 orang (68,42%), dan pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan 5 orang (26,32%). Sedangkan pada pilihan topik perubahan wujud zat, dari 28 hasil visual image siswa terdapat kecenderungan siswa yang mengalami kesalahan pemahaman 2 orang (7,14%), tingkat pemahaman siswa 12 orang (42,86%), dan pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan 14 orang (50%). Pembahasan 1.
“Visual Image” yang Mengandung Kesalahan Pemahaman terkait dengan Suhu dan Pengukurannya
Dari 19 siswa yang memilih topik suhu dan pengukurannya terdapat 1 siswa (5,26%) yang mengalami kecenderungan kesalahan pemahaman pada materi suhu dan pengukurannya. Bagian yang paling menonjol dari hasil visual image siswa yang mengandung kesalahan pemahaman ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2 Hasil Reperentasi Visual Image mengenai suhu dan pengukurannya oleh Cican Djafar (13 tahun) Gambar 2 adalah hasil gambar milik Cican Djafar (13 tahun) mengenai suhu dan pengukurannya. Dalam gambarnya terdapat satu wadah berisi air yang mendidih karena dipanaskan oleh api, kemudian air tersebut diukur temperaturnya dengan termometer Celsius. Ia menjelaskan ketika air dipanaskan, air akan mendidih dan mengeluarkan gelembung dan titik air. Setelah itu air akan menguap ke atas dan untuk mengetahui suhunya diukur dengan termometer yang digantungkan pada stik. Selain itu, ia menjelaskan bahwa suhu hanya berkaitan dengan keadaan benda yang panas karena disebabkan ada api sehingga ia menggambarkan air panas saja. Dari hasil wawancara diperoleh adanya kesalahan pemahaman dalam memahami konsep suhu yang hanya dikaitkan dengan sesuatu keadaan yang 5
panas. Ia beranggapan bahwa keadaan panas sebuah benda disebabkan karena adanya pengaruh api. Hal ini tidak benar, ini adalah konsep yang salah. Suhu bukan hanya berkaitan dengan panas tetapi juga ada kaitannya dengan suatu benda yang dingin yang keduanya dapat diukur derajat suhunya karena suhu merupakan derajat panas dan dinginnya sebuah benda. Begitu juga dengan panas. Panasnya sebuah benda bukan disebabkan karena adanya api walaupun memang api dapat memanaskan sebuah benda, tetapi panasnya sebuah benda disebabkan karena adanya pengaruh suhu terhadap benda tersebut. Selain itu, Cican Djafar (13 tahun) juga belum dapat membedakan antara gelembung air akibat pemanasan dengan titik air. Ia beranggapan bahwa titik air berasal dari air yang belum panas sedangkan gelembung air berasal dari air yang sangat panas. 2.
“Visual Image” yang Mengandung Kesalahan Pemahaman terkait Topik Perubahan Wujud Zat
Dari 28 hasil visual image terdapat 2 siswa (7,14%) yang mengandung kesalahan pemahaman dalam pilihan topik materi ini. Mereka cenderung mengalami kesalahan dalam memahami perubahan wujud zat dari gas ke padat (mengedeposisi/mengkristal) dan perubahan wujud zat dari gas menjadi cair. Hasil visual image siswa yang paling menonjol dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3 Hasil Reperentasi Visual Image mengenai Perubahan Wujud Zat oleh Iskandar (14 Tahun) Gambar 3 yang digambar oleh Iskandar (14 tahun), menunjukkan bahwa ia menggambarkan proses perubahan wujud zat dari perubahan wujud zat padat menjadi cair yang disebut dengan mencair, dan perubahan wujd zat dari wujud zat gas menjadi padat yang disebut dengan mengedeposisi atau mengkristal. Pada visual image pada objek perubahan wujud zat padat menjadi cair, ia menggambarkan seorang anak yang sedang makan es krim yang mulanya padat kemudian es krim itu mencair yang menghasilkan berupa. Dalam gambarnya, ia menjelaskan ada seorang anak yang sedang makan es krim dalam keadaan dingin, kemudian tiba-tiba es krim tersebut mencair menjadi lelehan es krim. Namun hal 6
ini berbeda dengan hasil visual image pada objek perubahan wujud zat dari gas menjadi padat. Ia menggambarkan tabung elpiji yang berisi air gas dan kemudian tabung gas tersebut dihubungkan oleh selang ke kompor gas dan akhirnya menjadi gas yang bisa digunakan untuk memasak. Ia beranggapan bahwa ketika gas pada tabung elpiji akan berubah menjadi padat dan ketika masuk ke dalam kompor gas melalui selang, maka zat padat akan berubah menjadi gas kembali. Padahal wujud zat gas yang berada dalam tabung gas tersebut tidak mengalami perubahan. Iskandar (14 tahun) mengalami kesalahan pemahaman dalam konsep ini. Ia beranggapan bahwa gas yang berada di dalam tabung elpiji akan berubah menjadi zat padat. Sehingga ia menggambarkan partikel dalam tabung gas tersusun rapat. Padahal ia mengetahui bahwa partikel zat gas tersusun sangat longgar. Akan tetapi, anggapan yang salah terkait dengan terjadinya perubahan wujud zat di dalam tabung gas maka ia menggambarkan susunan partikel begitu rapat selayaknya pada susunan partikel zat padat. 3.
“Visual Image” yang Mengandung Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Materi yang Telah Diajarkan pada Topik Suhu dan Pengukurannya
Berdasarkan analisis dari 19 hasil visual image siswa terdapat 13 siswa (68,42%) yang menggambarkan pilihan topik ini berdasarkan tingkatan pemahaman siswa yang berbeda-beda. Hasil visual image yang paling menonjol dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4 Hasil Reperentasi Visual Image mengenai suhu dan pengukurannya oleh Sri Wirnawati (12 Tahun) Gambar 4 milik Sri Wirnawati (12 tahun) mengenai topik suhu dan pengukurannya. Dalam gambarnya, ia menggambarkan fenomena air yang belum mendidih atau tidak terasa panas dan diukur suhunya dengan menggunan termometer Celsius. Selain itu, ia juga mengambarkan fenomena air mendidih karena adanya pemanasan api yang kemudian air tersebut diukur suhunya dengan menggunakan sebuah termometer Celsius. Suhu air mendidih tersebut akan mencapai sekitar 100ºC. Setelah dilakukan tes tertulis menunjukkan bahwa ia belum mengetahui cara mengkonversi satua suhu. Sehingga masih salah dalam menentukan perbandingan bilangan untuk masing-masing termometer. Ia 7
menuliskan perbandingan skala tC : tR : tF = 4 : 5 : 9. Padahal perbandingan yang benar adalah tC : tR : tF = 5 : 4 : 9. Hal ini bisa terjadi disebabkan karena ia sudah lupa pelajaran yang telah diterima sewaktu ia duduk di bangku SD atau ketika sudah di SMP materi ini belum ia pelajari. Hal ini menunjukkan adanya pemahaman yang tidak utuh terhadap materi suhu dan pengukurannya. 4.
“Visual Image” yang Mengandung Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Materi yang Telah Diajarkan pada Topik Perubahan Wujud Zat
Dari 28 hasil visual image siswa yang memilih topik perubahan wujud zat terdapat 12 siswa (42,86%) mengandung kecenderungan tingkat pemahaman di dalam gambarnya. Dari hasil visual image terbaik yang mengandung tingkat pemahaman siswa terhadap materi pada topik perubahan wujud zat yaitu hasil gambaran Moh. Yuslan (13 tahun). Ia memiliki tingkat pemahaman yang tinggi dalam memahami materi perubahan wujud zat. Hasil visual image dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.
Gambar 5 Hasil Reperentasi Visual Image mengenai Perubahan Wujud Zat oleh Moh. Yuslan (13 Tahun) Pada Gambar 5 milik Yuslan (13 tahun) mengenai perubahan wujud zat. Dalam visual image-nya ia menggambarkan perubahan wujud zat dalam fenomena es batu yang mencair dan lilin yang mencair kemudian membeku kembali. Ia menjelaskan tentang es batu yang mengalami proses pencairan karena tidak mendapatkan suhu yang cukup dingin. Selain itu ia menggambarkan lilin yang semulanya padat menjadi cair karena pengaruh panas (pembakaran lilin) dan setelah dingin lilin tersebut menjadi padat kembali. Setelah dilakukan tes tertulis menunjukkan bahwa Moh. Yuslan (13 tahun) mampu menjelaskan perubahan wujud pada es batu dan lilin. Ia menjelaskan es batu masuk ke dalam perubhan wujud zat dikarenakan es batu yang awalnya dalam keadaan bentuk padat menjadi cair sebab lama dibiarkan di udara terbuka. Lilin juga masuk ke dalam perubahan wujud zat karena lilin yang awalnya 8
berbentuk padat menjadi cair karena panas api dan menjadi padat kembali karena dibiarkan dingin. Selain itu juga, ia mampu meggambarkan susunan partikel zat cair dan zat padat. Susunan partikel dari zat cair tersusun longgar sedangkan partikel zat padat tersusun rapat. Pemahaman Moh. Yuslan (13 tahun) terhadap materi perubahan wujud zat cukup tinggi. Ia mampu menjelaskan jenis-jenis perubahan wujud zat yang lain seperti menguap, mengembun, menyublim, dan mengristal. Namun hal ini tidak ia gambarkan dalam visual image dengan alasan sangat sulit untuk menggambarnya. 5.
“Visual Image” yang Mengandung Pengaruh Pengamatan/Perilaku Lingkungan terhadap Hasil Gambar Siswa pada Topik Suhu dan Pengukurannya
Pengamatan dan perilaku keseharian siswa dalam lingkungan keluarga juga berpengarh terhadap hasil gambaran siswa pada materi yang dipilih. Hal ini diakibatkan karena siswa menangkap realita faktual dalam keseharian sebagai pengetahuan awal sebelum mereka menerima materi terkait. Ataupun materi yang telah disajikan diterjemahkan oleh siswa terhadap sesuatu yang berhubungan dalam kehiduapan kesehariannya baik yang dilihat maupun yang sering dikerjakannya. Pada topik suhu dan pengukurannya dari 19 orang terdapat 5 orang siswa (26,32%) yang hasil visual image-nya mengadung pengaruh pengamatan/perilaku kesehariannya dalam lingkungan keluarga. Hal ini dapat lihat hasil visual image yang paling menonjol pada Gambar 6 mengenai topik suhu dan pengukurannya sebagi berikut.
Gambar 6 Hasil Reperentasi Visual Image mengenai Suhu dan Pengukurannya oleh Ersa Abdullah (13 Tahun) Gambar 6 merupakan hasil visual image Ersa Abdullah (13 tahun). Ia menggambarkan seorang ibu yang sedang mengiris sayuran bersama anaknya yang sedang menuangkan beras ke dalam belanga berisi air yang sudah mendidih. Selain itu, ia menggambarkan belanga yang diisi air kemudian air dalam belanga tersebut dipanaskan sehingga mengeluarkan uap air. Akan tetapi, ia tidak 9
menggambar termometer sebagai alat ukurnya. Bahkan pada saat diberikan pertanyaan mengenai alat yang digunakan untuk mengukur suhu, siswa ini hanya diam saja karena tidak tahu ataupun sudah lupa. Hasil visual image ini dipengaruhi oleh aktifitas keseharian siswa yang memang sangat rajin membantu ibunya atau sering melihat ibunya yang sedang masak di dapur. Siswa ini terkenal sebagai siswa yang sangat rajin sehingga guru-guru di sekolah sangat suka dengannya sehingga ia menjadi objek utama ketika guru meminta bantuan kepada siswanya dan hal inipun telah disaksikan oleh peneliti. 6.
“Visual Image” yang Mengandung Pengaruh Pengamatan/Perilaku Lingkungan terhadap Hasil Gambar Siswa pada Topik Perubahan Wujud Zat
Dari hasil visual image 28 siswa yang memilih topik perubahan wujud zat ditemukan 14 siswa (50%) yang hasil visual image-nya cenderung mengandung pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan kesehariannya. Banyak siswa yang menjelaskan dalam menggambarkan fenomena terhadap topik perubahan wujud zat didasarkan pada seringnya melihat fenomena tersebut dan sering melihat atau menggunakan benda tersebut. Hasil visual image pada perubahan wujud zat yang paling menonjol dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai berikut.
Gambar 7 Hasil Reperentasi Visual Image mengenai Perubahan Wujud Zat oleh Lifna (13 Tahun) Pada Gambar 7 merupakan hasil visual image Lifna Pakaya (13 tahun) terkait dengan topik perubahan wujud zat. Ia menjelaskan tentang fenomena es yang mencair, anak yang memakan es krupuk, dan penguapan melalui proses air yang mendidih. Dalam gambarnya ia menuliskan: “Es batu (yang mengalami perubahan dari padat ke cair) biasanya digunakan untuk membuat jus air dingin dan lain-lain”. Pada gambar air panas yang mendidih, ia menjelaskan dalam tulisannya: 10
“Air panas yang diletakkan di atas kompor yang menyala kemudian didiamkan beberapa menit lama-kelamaan mendidih. Saya memasak air panas biasanya di saat papa saya ingin minum kopi”. Sedangkan pada gambar es krim, ia menjelaskan: “Es cream adalah perubahan wujud dari padat ke cair. Es cream biasanya dimakan oleh anak-anak”. Dari hasil kutipan keterangan tersebut, menunjukkan bahwa Lifna Pakaya (13 tahun) dalam kesehariannya di rumah sering membuat jus yang dicampur dengan es batu. Ia juga sering memasak air panas di saat ayahnya butuh air panas untuk menyiram kopi. Begitu juga dalam kesehariannya baik di rumah maupun di sekolah ia sering melihat anak-anak yang memakan es cream. Hal-hal seperti ini (fenomena yang sering dilihat dan dikerjakan) akan tersimpan dalam memorinya membentuk mental image dan kemudian diterjemahkan dalam materi yang berhubungan dengan fenomena tersebut sehingga kecenderungan adanya pengaruh pengamatan dan perilaku siswa dalam kehidupan dapat mempengaruh hasil pembentukan mental image-nya. SIMPULAN Representasi visual “mental imagery” siswa dapat dijadikan sebagai media untuk mengevaluasi pemahaman siswa, yang dalam hal ini diilustrasikan terhadap topik suhu beserta pengukurannya dan perubahan wujud zat. Hal ini dibuktikan bahwa hasil visual image siswa dapat memberikan informasi tentang kesenjangan siswa yang ada dalam pikiran mereka dalam memahami suatu materi yang diajarkan, kesalahan pemahaman yang tersembunyi. Hasil visual image siswa ini dapat menjadi bahan evaluasi baik oleh guru maupun bahan kritikan teman sejawatnya sebagai peserta didik sehingga guru tinggal meluruskan beberapa hal yang kurang ataupun masih terjadi kesalahan dalam pemahaman terhadap materi yang telah diajarkan. Kecendeungan aspek-aspek yang terkandung dari hasil visual image siswa terkait dengan topik suhu dan pengukuranya dan perubahan wujud zat antara lain; adanya kesalahan pemahaman, tingkat pemahaman terhadap materi yang telah diajarkan yang masih rendah, dan pengeruh pengamatan/perilaku lingkungan terhadap hasil gambar pada visual image mereka. Pada pilihan topik suhu dan pengukurannya, dari 19 hasil visual image siswa terdapat kecenderungan siswa mengalami kesalahan pemahaman 1 orang (5,26%), tingkat pemahaman siswa 13 orang (68,42%), dan pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan 5 orang (26,32%). Sedangkan pada pilihan topik perubahan wujud zat, dari 28 hasil visual image siswa terdapat kecenderungan siswa yang mengalami kesalahan pemahaman 2 orang (7,14%), tingkat pemahaman siswa 12 orang (42,86%), dan pengaruh pengamatan/perilaku lingkungan 14 orang (50%).
11
SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran antara lain: (1) Representasi “visual image” siswa hendaknya dijadikan oleh seorang guru sebagai salah satu media evaluasi dalam pembelajaran sains yang sifatnya sangat abstrak guna merepresentasikan fenomena keabstrakan ilmu sains dalam wujud gambar yang mudah dipahami dan sekaligus dapat meningkatkan kreatifitas siswa dan daya ingat siswa dalam materi yang diajarkan; (2) Seorang guru dalam membelajarkan materi IPA harus disesuaikan dengan realita kehidupan siswa, kalau tidak sangat boleh jadi kecenderungan kemampuan siswa dalam memahami materi sangatlah lemah bahkan kesalahan pemahaman akan terjadi pada materi-materi yang lainnya yang akan berakibat fatal pada pemahaman siswa itu sendiri; (3) Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut tentang desain gambar dari visual image siswa terhadap kemampuan kognitif anak dalam memahami materi dan keahlian dalam menggambar. DAFTAR PUSTAKA Akbar. 2013. Mental Imagery mengenai Lingkungan Sosial yang Baru pada Korban Bullying (Studi Kasus di SMP N 5 Samarinda). Journal Psikologi, Volume 1, Nomor 1, 2013: 23-37 Darmadi. 2011. Imajeri Mahasiswa dalam Pembelajaran Analisis Raeal (Studi Kasus di IKIP PGRI Madiun). Journal Pendidikan Matematika FMIPA UNY. ISBN : 978-979-16353-6-3 Finke, RA. 1989. Principles of Mental Imagery. Cambridge. MA, US: The MIT Press. Fogarty, R. (1991). How to integrate the curricula. Palatine: IRI/Skylight Publishing, Inc. Gerda, Akbar. 2013. Mental Imagery Mengenai Lingkungan Sosial Yang Baru Pada Korban Bullying. ejournal psikologi, 2013, 1 (1): 23-37 Volume 1, Nomor 1, 2013: 23-37 Korn, Errol R., dan Johnson, K. 1983. Visualization: The Uses of Imagery in the Health Professions. Homewood: Dow Jones-Irwin Lerman. 2006. Visualizing the Chemical Bond, Chemical Education International, vol. 2, Issue 1, 6-13 Mirzaie, dkk. 2010. Study of students' Mental Images Effect on Learning Chemistry.Eurasian Journal Physic and Chem. Educ. 2(1): 53-62, 2010 Moleong, Lexy J. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 12
Romlah. 2012. Konsep Pemahaman Siswa. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Permendiknas. 2005. Permendiknas No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Mendiknas. Sugiarto, Teguh. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam 1: SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Solso, Robert L., et al. 2008. Psikologi Kognitif: Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Suryana, Asep. 2007. Tahap-Tahapan Penelitian Kualitatif Mata Kuliah Analisis Data Kualitatif. Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia Sya’ban, Ali. 2005. Teknik Analisis Data Penelitian. Aplikasi Program Spss Dan Teknik Menghitungnya. Laboratorium Komputer Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Pasar Rebo, Jakarta Timur
13