JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
PERSEPSI TOKOH MAHASISWA TERHADAP PARTAI ACEH (Studi Kasus Tokoh Mahasiswa Unsyiah) PERCEPTIONS OF STUDENT LEADERS OF THE ACEH PARTY (Case Studies of Student University of Syiah Kuala) Syirwan Haniya, Maimun Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unsyiah Email:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi tokoh mahasiswa unsyiah terhadap Partai Aceh. Penelitian ini dilakukan di Unversitas Syiah Kuala yang dimana mewawancarai para tokoh mahasiswa satu persatu terkait dengan keberadaan partai politik lokal dan khususnya Partai Aceh pada bulan Juni 2016. Penelitian ini menggunakan kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan para tokoh mahasiswa cukup memahami tentang partai politik lokal khusunya Partai Aceh, tokoh mahasiswa unsyiah juga memiliki persepsi “netral” terhadap keberadaan partai politik lokal khusunya Partai Aceh, mereka juga bangga dengan adanya partai politik lokal yang sanggup menggeser dominasi partai-partai nasional dan tokoh mahasiswa juga mengkritik tentang Partai Aceh dianggap sebagai partai yang berkuasa hanya mementingkan kepentingan internal dibandingkan kesejahteraan rakyat. Kata Kunci: Persepsi Tokoh Mahasiswa Unsyiah, Partai Aceh, Partai Politik Lokal. ABSTRACK This study aims to determine how perceptions of student leaders Unsyiah the Aceh Party. This research was conducted in Unversitas Syiah Kuala in which interviewed the student leaders one by one associated with the presence of local political parties and particularly the Aceh Party in June 2016. This study used a qualitative descriptive method. Results from the study showed the student leaders was quite understanding about the local political parties especially the Aceh Party, student leaders Unsyiah also have a perception of a "neutral" to the existence of local political parties especially the Aceh Party, they also take pride in their local political party that could shift the dominance of parties and national student leader also criticized about Partai Aceh is considered as the ruling party is only concerned with internal interests than the people's welfare. Keywords: University of Syiah Kuala Perceptions of Student Leaders, Local Political Party. PENDAHULUAN Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai serta cita-cita yang sama dan mempunyai tujuan kekuasaan untuk menciptakan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Menurut Ahmad Sukarja (2012: 144), Partai politik merupakan bentuk dari partisipasi politik masyarakat secara langsung dengan melibatkan diri dalam perebutan kekuasaan politik. Demokrasi tanpa partai politik kehilangan maknanya, sehingga partai politik menjadi instrument penting dalam berdemokrasi. Partai politik lokal adalah partai yang jaringannya terbatas pada suatu daerah tertentu dan tidak mencakup secara nasional. Lokalitas menjadi kata penting ketika mendifinisikan partai politik lokal. Menurut Ahmad Farhan Hamid (2006: 33), partai politik lokal (state party regional atau local political party) adalah partai yang jaringan partainya terbatas pada suatu daerah (provinsi atau Negara bagian) atau beberapa daerah, tetapi tidak mencakup semua provinsi 1
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
(nasional). Keberadaan partai politik lokal di Aceh muncul pasca dicapainya kesepakatan dalam nota kesepahaman MoU Helsinki yang menyepakati bahwa akan dibentuknya partai politik lokal di Aceh, dasar pendirian partai lokal merujuk pada poin 1.2.1 MoU Helsinki yang berbunyi “sesegera mungkin tetapi tidak lebih dari satu tahun”. Berdirinya partai politik lokal di Aceh melalui adanya peraturan perundang-undangan, hal tersebut telah diakomodasi oleh pemerintah dengan diundangkannya UU No.11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Pada perkembangannya eksistensi partai politik lokal di Aceh semakin kuat, khusunya Partai Aceh dalam beberapa penyelenggaraan pemilihan baik pilkada dan pemilu. Partai Aceh selalu mendominasi dibandingkan partai-partai lokal lainnya. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat juga ikut membicarkan dan memahami dinamika politik lokal di Aceh yang sedang bergulir, khusunya mahasiswa Syiah Kuala. Lantas timbul pertanyaan kritis, bagaimana tanggapan tokoh mahasiswa terhadap keberadaan partai lokal, khusunya partai Aceh. Oleh karena itu dalam penelitian ini perlu dilakukan kajian tentang persepsi tokoh mahasiswa unsyiah terhadap partai politik lokal di Aceh dan Partai Aceh. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian persepsi telah dikemukakan oleh banyak ahli dengan pandangan yang berbeda. Persepsi bersifat individual, karena setiap individual memberikan arti tertentu terhadap rangsangan atau stimulasi dari lingkungan, maka individu yang berbeda akan melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda. Dengan kata lain, persepsi merupakan bentuk pola pikir seseorang dalam memahami suatu objek tertentu yang bersifat subyektif. Selanjutnya masalah persepsi ini diuraikan secara terinci. Menurut Rahmat (2004: 51), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimulus inderawi, hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas, sensasi adalah bagian dari persepsi. Menurut Rahmat (2004: 42), persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor personal yang mempengaruhi persepsi, diantaranya: 1. Pengalaman. Apa yang dialami oleh perseptor. Pengalaman ini biasa diperoleh melalui berbagai jalan, diantaranya melalui proses belajar, selain melalui proses rangkaian peristiwa yang pernah dialami seseorang, baik peristiwa buruk maupun baik. 2. Motivasi. Seseorang hanya akan mendengar apa yang ia mau dengar, seseorang mau melakukan sesuatu jika itu berguna bagi dirinya, oleh karena setiap orang mempunyai kepentingan dan keperluan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. 3. Pengetahuan. Pengetahuan seseorang diperlukan untuk suatu kecerdasan persepsi. Persepsi ini bisa diukur melalui tingkat pendidikan tinggi dengan sendirinya tingkat pengetahuannya pun menjadi luas. Selanjutnya Rahmat (2004: 42) mengatakan adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang, antara lain: 1. Psikologi. Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu dialami dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi, yang indah, tentram, akan dirasakan sebagai bayangbanyang kelabu bagi seseorang yang buta warna. 2. Keluarga. Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah keluarganya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. 3. Kebudayaan. Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan dunia ini. Robbins (2001: 169) mendefinisikan persepsi merupakan proses yang digunakan oleh individu untuk mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka, meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif. 2
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
Karl Marx sebagai tokoh sosiologi, menjadi peletak dasar lahirnya kajian tentang elite. Konsep kelas yang dikemukakannya menjadi awal dimulainya gagasan tentang adanya struktur dan lapisan dalam masyarakat. Zainudin Maliki (2010: xi) menjelaskan bahwa menjelang abad ke-19 kajian tentang elite mulai menemukan lahan suburnya melalui tokoh-tokoh sosiologi politik seperti Vilfredo Pareto (1848-1923), Gaetano Mosca (1858-1941) dan Robert Michels (1876-1939). Mereka tertarik untuk melakukan identifikasi tentang fenomena elite dalam masyarakat. Mosca berpendapat bahwa diantara sekian kecenderungan dan fakta dilapangan yang dapat ditemukan dalam hampir semua organisme politik, adalah sangat jelas hal ini bisa dilihat dengan kasat mata oleh masyarakat. Masyarakat yang masih baru tumbuh hingga yang sudah mampu membangun peradaban yang lebih mapan yang berkembang menjadi masyarakat yang lebih maju di dalamnya terdapat dua klas masyarakat yaitu klas yang menguasai dan yang dikuasai. Kelas pertama selalu dengan jumlah yang lebih sedikit memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan dari kekuasaan yang dijalankan. Sementara itu, kelas yang kedua jumlahnya jauh lebih besar, secara langsung dikuasai dan dikendalikan oleh kelas yang pertama. Hal ini menjadi kurang lebih absah, dan dijalankan dengan cara yang kurang lebih arbitrair dan dengan kekerasan. Pareto (dalam Damsar, 2012: 40), dalam gagasannya mengenai sirkulasi lebih menekankan pada dua cara yang dilakukan elite untuk memperoleh kekuasaan yakni dengan kekerasan (the lion) dan strategi politik (the fox). Pareto memandang sirkulasi elite terjadi ketika the fox menggantikan the lion dan begitu juga sebaliknya. Tidak jauh berbeda dengan Pareto, Saafroedin Bahar (1997:10) melihat sirkulasi elite terjadi ketika elite digantikan oleh sub elit (non governing elite dalam konsep Pareto) maupun kontra elite. Seseorang yang memiliki jabatan belum tentu dapat disebut elite sejauh kehadirannya dalam masyarakat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat itu sendiri. Apalagi pada masyarakat modern yang hadir dengan berbagai macam bentuk jabatan yang belum tentu dapat mempengaruhi arah perkembangan masyarakat. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan, menuliskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian. Menurut Sukmadinata dan Syaodih Nana (2006: 72) penelitian deskriptif adalah bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik itu alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu berupa bentuk, aktifitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan yang lainnya. Untuk mengecek validitas data, penulis menggunakan triangulasi sumber dengan berbagai pendapat dan pandangan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, penulis juga menggunakan triangulasi teori. Sugiyono (2006: 61) menggunakan beberapa teori sebagai bahan penjelasan perbandingan. Adapun informan dalam penelitian ini adalah orang yang paham dan mengerti tentang permasalahan penelitian ini. Burhan Bungin (2011: 78), medefinisikan informan penelitian merupakan subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Informan ditentukan secara purposive sampling,menurut Bogdan dan Taylor (1992: 2) yaitu teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu misalnya orang tersebut dianggap paling mengetahui tentang apa yang diharapkan sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti, dampaknya data yang dihasilkan sangat berkualitas. Berdasarkan kriteria tersebut maka informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang, yang terdiri dari: 1. Ketua BEM Unsyiah: Hasrizal. 2. Ketua BEM Fakultas Hukum (FH): Muhammad Akil. 3. Ketua BEM Fakultas Ekonomi (FE): Muhammad Hafiz. 3
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
4. 5. 6. 7.
Ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP): Syuhada. Ketua BEM Fakultas Teknik (FT): Ady Mirza. Sekjen BEM Fakultas Pertanian (FP): Firman. Pengamat Politik dan Hukum Univ. Muhammadiyah: Muhammad Haikal, SH, MH.
Penelitian ini menggunakan 2 sumber data diantaranya: 1. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan responden dan informan. Wawancara berguna untuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer), pelengkap teknik pengumpulan lainnya, menguji hasil pengumpulan lainnya (Sugiono (2008: 193). 2. Sumber data sekunder, yaitu data yang dapat mendukung keterangan sumber data primer. Sumbernya berupa dari dokumen tertulis, studi keperpustakaan, buku, majalah, koran, dan lain-lain. Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan metode pengumpulan data secara wawancara dan dokumentasi. Metode wawancara pada penelitian ini menggunakan jenis wawancara semiterstruktur, dimana pelaksanaan wawancara ini lebih terbuka, peneliti tidak merasa kaku pada saat wawancara dan bisa menggunakan pedoman saat wawancara berlangsung. Wawancara juga dapat menanyakan selain hal yang berhubungan sesuai dengan pedoman. Dokumentasi dilakukan dengan tujuan agar penulis dapat lebih mudah dalam mengumpulkan data juga sebagai referensi yang mendukung penelitian penulis sesuai dengan tema yang diteliti. Metode dokumentasi ini tidak hanya memudahkan penulis dalam mencari data dilapangan, akan tetapi untuk menjadi arsip bagi penulis dan beberapa kelompok tertentu yang membutuhkan. Pada penelitian ini tahap-tahap teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Menelaah sumber data, yang dimulai dengan keseluruhan data yang tersedia dari hasil wawancara, observasi, studi pustaka maupun sumber lain. 2. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan hasil penelitian di lapangan. Melalui kegiatan ini, maka peneliti dapat menggolongkan, mengarahkan, mengorganisasi data sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir. 3. Menarik kesimpulan atau verifikasi, menurut M.Manulang (2004: 35) merupakan langkah terakhir dari kegiatan analisis kualitatif. Penelitian kesimpulan ini tergantung pada besarnya kumpulan catatan di lapangan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Para tokoh mahasiswa Unsyiah yang berasal dari beragam latar belakang intelektual, ratarata cukup memiliki pemahaman yang sama terkait keberadaan partai politik lokal di Aceh. Berpandangan optimis terhadap keberadaan partai politik di Aceh, terkait kemunculan cita-cita yang diperoleh melalui proses yang panjang. Namun uniknya, ketika berbicara ke tingkatan hasil atau produktivitas partai politik lokal sejauh ini di Aceh, mereka masih berpandangan pesimis. Ketika peneliti menanyakan kepada para tokoh mahasiswa dan pengamat politik mengenai pandangan mereka tentang terkait keberadaan partai politik lokal di Aceh saat ini, diantaranya; 1. Menurut Firman selaku sekjen BEM Pertanian, untuk tingkat kepercayaan masyarakat saat ini dirasakan terbagi atas 2 kubu atau daerah timur dan barat. Untuk di daerah timur rasanya masih sangat tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik lokal, partai berkuasa maupun partai yang tidak berkuasa dikarenakan untuk perolehan suara terbanyak masih mendominasi di daerah timur. Sedangkan menurut Firman, untuk di daerah barat dirasa sudah agak berkurang tingkat kepercayaan dan suara masyarakat terhadap partai politik lokal dikarenakan seperti adanya gagasan pemisahan ALA dan ABAS saat ini dan dengan adanya isu-isu lainnya yang terjadi di daerah barat. 4
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
2. Menurut Muhammad Akil selaku Ketua BEM Hukum, Partai politik lokal yang ada saat ini lebih mementingkan kepentingannya sendiri. Karena inilah Muhammad Akil merasakan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik lokal sudah sangat berkurang. 3. Menurut Muhammad Hafiz selaku Ketua BEM Fakultas Ekonomi, menyatakan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik lokal sudah sangat minim. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah lebih pandai dalam menilai kinerja-kinerja partai politik lokal yang ada. 4. Menurut Hasrizal selaku Ketua BEM Unsyiah, menerangkan harapannya dengan didirikan partai politik lokal dapat memberi warna baru dalam perpolitikan khusunya di Aceh. Setidaknya partai politik lokal menurut Hasrizal, harus lebih bisa memperjuangkan kekhususan Aceh dan khususnya bagi masyarakat Aceh itu sendiri dibandingkan dengan partai nasional. 5. Menurut Syuhada selaku Ketua BEM FISIP, keberadaan partai politik lokal sangat baik khususnya di Aceh, ini menjadi fenomena baru dalam perpolitikan di Aceh di mana partai politik lokal lebih mengetahui medan (permasalahan) di daerah. Partai politik lokal seharusnya lebih dapat fokus membangun daerah, dikarenakan partai politik lokal hanya fokus untuk satu daerah di tempat partai politik lokal itu saja. Partai politik lokal juga seharusnya menurut pendapat Syuhada, sebagai batu loncatan bagi partai-partai nasional untuk membenahi diri dalam menyerap aspirasi dari masyarakat dalam bersaing mengambil simpati masyarakat. 6. Menurut Ady Mirza selaku Ketua BEM Teknik, keberadaan partai politik lokal sangat baik khususnya di Aceh. Namun lanjut Ady Mirza, belum mewarnai politik diakibatkan adanya dominasi dari satu dua parpol saja. Partai politik lokal sebagaimana fungsinya harus menjadi partai yang mampu menyelesaikan permasalahan politik di tingkat lokal. Namun amat disayangkan hal ini belum seutuhnya terwujud. Aspirasi masyarakat lokal misalnya pada daerah-daerah terpencil di Aceh, seperti: Gayo Lues. Nampak masih kurang diperhatikan. Saya rasa kedepan ini menjadi tugas partai-partai politik lokal lain yang belum mampu meraup suara masyarakat pada pemilu. Bagi Ady Mirza paling penting keberadaan partai politik lokal di Aceh bukan hanya sekedar eksistensi saja. Tapi pada tataran demokrasi perlu terwujud kesejahteraan masyarakat di Aceh. 7. Menurut Muhammad Haikal, SH, MH selaku pengamat politik dan hukum Universitas Muhammadiyah, keberadaan partai politik lokal bisa dikatakan menjadi warna baru di pentas politik Aceh, yang dimana masyarakat bisa lebih bisa berharap banyak untuk kemajuan daerahnya. Untuk saat ini perpolitikan di Aceh khususnya beberapa partai politik lokal agak kewalahan bersaing dengan partai yang dominan. Ini terbukti dengan adanya pembubaran dan pembentukan partai baru yang notabenya adalah aktor-aktor politik di partai terdahulu juga. Ini juga bisa berdampak dalam pengambilan kebijakan bila hanya dikuasai oleh satu partai yang dominan. Peneliti menanyakan kepada para tokoh mahasiswa Unsyiah dan pengamat politik mengenai persepsi terhadap peran Partai Aceh: 1. Menurut Muhammad Haikal, SH, MH selaku pengamat politik dan hukum Universitas Muhammadiyah, bahwa untuk saat ini bisa dikatakan peran Partai Aceh dalam perpolitikan di Aceh masih besar. Hal ini dikarenakan kursi-kursi di dalam parlemen masih dikuasai oleh Partai Aceh, yang dimana itu masih sangat berpengaruh pada perpolitikan di Aceh apalagi dalam mengambil kebijakan. Walaupun dalam perpolitikan, di Aceh masih timpang antara kemajuan ekonomi dengan kemajuan berpolitik. 2. Menurut Ady Mirza selaku Ketua BEM Teknik, menyatakan Partai Aceh yang mendominasi kursi DPRA dan eksekutif ini harusnya sangat besar untuk mensejahterakan rakyat Aceh. Namun amat disayangkan perannya dalam menciptakan produk UU/qanun yang berpihak pada rakyat Aceh masih sangat kecil. Bahkan menurutnya qanun proritas yang terdahulu hingga sekarang masih banyak yang terabaikan. Ady Mirza lalu menambahkan coba kalau mengesahkan APBA cepat sekali pembahasannya, tiap tahun 5
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
3.
4.
5.
6.
7.
kurang anggaran, tapi laporan pemakaian anggaran tidak habis. Jadi ini merupakan suatu fenomena yang aneh tapi nyata. Menurut Syuhada selaku Ketua BEM FISIP, mengamati peran Partai Aceh dalam perpolitikan bisa dikatakan sudah mulai tampak, karena Partai Aceh di legislatif masih mempunyai jabatan-jabatan yang cukup strategis dalam perpolitikan di Aceh. Permasalahannya untuk saat ini apakah peran tersebut untuk kepentingan masyarakat atau hanya untuk kepentingan partai saja itu harus dilihat lagi dari kebijakan atau produkproduk UU yang dilahirkan dari DPRA baik dari inisiatif dewan maupun produk eksekutif. Karena beberapa kalangan, menurut Syuhada, menganggap bahwa produk UU/qanun dirasa hanya untuk kepentingan partai saja dan masih kalah banyak dengan UU/qanun yang lebih pro terhadap masyarakat maupun untuk kepentingan bersama. Menurut Hasrizal selaku Ketua BEM Unsyiah, sebagai partai politik lokal yang memiliki fungsi dan peranan, tidak semua peranan sudah dilaksanakan oleh Partai Aceh. Meskipun beliau masih menghargai jerih payah partai politik lokal yang dominan di Aceh ini. Setidaknya Partai Aceh telah berusaha untuk mewujudkan fungsi-fungsinya sebagai partai maupun sebagai pengemban amanah rakyat Aceh secara maksimal walaupun itu harus diakui masih kurang memuaskan. Menurut Muhammad Hafiz selaku Ketua BEM Fakultas Ekonomi, menyatakan peran Partai Aceh saat ini belum sepenuhnya tampak terhadap perpolitikan di Aceh. Hal ini dikarenakan selama ini partai Aceh hanya terlalu berfokus kepada kepentingan internal saja yang di urus. Menurut Muhammad Akil selaku Ketua BEM Hukum, menyatakan penilaiannya terhadap peran Partai Aceh terhadap perpolitikan di Aceh. Peran yang nyata, menurut Muhammad Akil bisa dikatakan 50:50. Lebih lanjut Muhammad Akil menjelaskan maksudnya 50:50 ini adalah 50% terhadap kebijakan yang lebih mementingkan rakyat dan 50% lebih mementingkan untuk kebijakan partai itu sendiri. Menurut Firman selaku sekjen BEM Pertanian, menyatakan Partai Aceh cukup berperan terhadap perpolitikan di Aceh di dalam mengambil/membuat kebijakan, akan tetapi hanya sejauh mengambil/membuat kebijakan untuk kepentingan internal belum sepenuhnya mengambil kebijakan yang lebih pro terhadap rakyat. Hanya sebagian saja yang lebih condong kepada kebijakan untuk rakyat.
Dari uraian hasil penelitian diatas maka peneliti menguraikan tentang teori-teori yang menjadi dasar pembahasan yang ada dalam penelitian ini . Penulis menggunakan tiga analisis teori, (1) teori partai politik lokal, (2) teori persepsi dan (3) teori elite. Teori tersebut akan menguatkan kesimpulan peneliti dalam persoalan yang dimuat dalam rumusan masalah. Bagian ini membicarakan lebih lanjut mengenai pemahaman tokoh mahasiswa Unsyiah terhadap partai politik lokal di Aceh dan persepsi tokoh mahasiswa Unsyiah terhadap Partai Aceh. 1. Pemahaman Tokoh Mahasiswa Unsyiah terhadap Partai Politik Lokal di Aceh, para tokoh mahasiswa Unsyiah yang berasal dari beragam latar belakang intelektual, memiliki pemahaman yang sama terkait keberadaan partai politik lokal di Aceh. Mereka perpandangan optimis terhadap keberadaan partai politik lokal di Aceh, terkait kemunculan cita-citanya yang diperoleh melalui sejarah yang panjang. Sedangkan ketika berbicara ke tingkatan hasil atau produktivitas partai politik lokal di Aceh sejauh ini para tokoh mahasiswa Unsyiah masih berpandangan sinis. Para tokoh mahasiswa unsyiah mengakui kehadiran partai politik lokal di Aceh turut mewarnai iklim politik tingkat lokal, namun belum sepenuhnya mampu menyerap aspirasi rakyat Aceh. Hal ini di amati dari rendahnya kenerja partai politik lokal di Aceh, minimnya kebijakan publik yang dibuat partai politik lokal berdasarkan pendekatan pro rakyat, dan menurunnyatingkat kesejahteraan masyarakat sekalipun pasca pemerintahan didominasi oleh partai politik lokal. 2. Persepsi Tokoh Mahasiswa Unsyiah terhadap Partai Aceh, para tokoh mahasiswa Unsyiah masih memiliki persepsi “netral” terhadap keberadaan Partai Aceh. Pada 6
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
umumnya mereka bangga dan salut dengan kemampuan Partai Aceh dalam mengelola dominasi pada pemilu dan pilkada Aceh. Namun memiliki persepsi “negatif” terkait dengan rekam jejak atau track record Partai Aceh sejauh ini. Dalam persepsi para tokoh mahasiswa Unsyiah, Partai Aceh dianggap hanya mementingkan kepentingan internalnya, dilihat dari bagaimana Partai Aceh memperjuangkan Qanun tentang Bendera Aceh yang berdasarkan penilaian mereka belum terlalu prioritas dibandingkan kesejahteraan rakyat Aceh yang seharusnya didahulukan.Mereka juga mengkritisi konflik internal yang terbangun dalam tubuh Partai Aceh itu sendiri. Menurut mereka kegaduhan internal Partai Aceh itu sendiri selain berdampak pada menurunnya elektabilitas internal, juga berpengaruh dalam produktivitas pemerintahan Aceh. Sehingga mereka berharap Partai Aceh untuk menurunkan ego politiknya dan mengutamakan kepentingan rakyat dengan segera menyudahi konflik internal Partai Aceh itu sendiri. Selain dari hal tersebut, para tokoh mahasiswa Unsyiah berharap agar Partai Aceh segera memperbaiki kinerja pemerintahan yang buruk dan memproduksi kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih berkualitas dan memihak pada rakyat Aceh.Persepsi para tokoh mahasiswa Unsyiah ini timbul berdasarkan pengalaman mereka terhadap partai politik lokal dan turut pula dipengaruhi oleh pengetahuan yang mereka dapatkan di perguruan tinggi. Menurut Rahmat (2004: 51), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Rahmat (2004: 42), persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor dan faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi tersebut adalah: Pengalaman adalah apa yang dialami oleh perseptor. Pengalaman ini biasa diperoleh melalui berbagai jalan, diantaranya melalui proses belajar, selain melalui proses rangkaian peristiwa yang pernah dialami seseorang, baik peristiwa buruk maupun baik. Pengetahuan, kecerdasan seseorang diperlukan untuk suatu persepsi. Persepsi ini bisa diukur melalui tingkat pendidikan tinggi dengan sendirinya tingkat pengetahuannya pun menjadi luas. Para tokoh mahasiswa Unsyiah yang berasal dari beragam latar belakang intelektual menganggap persaingan partai politik lokal di Aceh belum kompetitif dan masih didominasi oleh satu atau dua partai politik lokal. Sehingga partai politik lokal yang mendominasi cenderung mempergunakan kepercayaan rakyat Aceh demi kepentingan internal partainya atau kelompoknya. Lebih lanjut, pemahaman akan partai politik lokal ini masih sangat elitis. Pada masyarakat modern, barangkali perspektif Suzanne Keller (dalam Miriam Budiardjo, 1984: 22-23) dapat dijadikan sebagai asumsi mengenai elite. Keller menyebutnya sebagai “elite strategis”, misalnya elite politik, ekonomi, militer, pengetahuan, pendidikan, falsafat, agama, kesenian dan kesusastraan. Bila dilihat secara kolektif, mereka merupakan kelas yang memiliki kuasa dalam masyarakat. Terkait nuansa elitis partai politik lokal di Aceh, khususnya: Partai Aceh. Para tokoh mahasiswa Unsyiah yang berasal dari beragam latar belakang intelektual memandang elitis tersebut dikarenakan Partai Aceh memiliki kekuasaan yang besar di bidang pemerintahan, baik di DPRA dan Pemerintah Aceh. Pareto (dalam Damsar, 2012: 40) misalnya, dalam gagasannya mengenai sirkulasi lebih menekankan pada dua cara yang dilakukan elite untuk memperoleh kekuasaan yakni dengan kekerasan (the lion) dan strategi politik (the fox). Para tokoh mahasiswa Unsyiah menilai Partai Aceh sebagai elit memperoleh kekuasaannya dengan strategi politik, yakni melalui jalur legal pemilu dan pilkada di Aceh, meskipun tidak menutup kemungkinan apabila Partai Aceh akan dianggap mengunakan kekerasan jika tidak segera mengevaluasi kinerja dan produktivitasnya untuk rakyat Aceh. Menurut Tri Ratnawati (2009: 8) jika tidak berbenah maka keberadaan partai politik lokal, khususnya Partai Aceh hanya akan mengemukakan paradigma PAD (putra asli daerah) dibawah pimpinan raja-raja kecil sebagaimana yang diutarakan. Menurutnya otonomi daerah yang ada justru mengalami degradasi pemaknaan. Bahkan Ratnawati 7
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
menambahkan bahwa birokrasi lokal mulai menguak ‘pribumisasi’ birokrasi dengan mengemukanya paradigma PAD (putra asli daerah) dibawah pimpinan raja-raja kecil. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan dan analisis data pada penelitian Persepsi Tokoh Mahasiswa Terhadap Partai Aceh (Studi Kasus Mahasiswa Universitas Syiah Kuala), maka pada bab ini akan diuraikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Para tokoh mahasiswa Unsyiah rata-rata memiliki pemahaman yang sama terkait keberadaan partai politik lokal di Aceh. Mereka berpandangan optimis terhadap keberadaan partai politik lokal di Aceh, sedangkan ketika berbicara ke tingkatan hasil atau produktivitas partai politik lokal di Aceh sejauh ini, para tokoh mahasiswa Unsyiah yang berasal dari beragam latar belakang intelektual masih berpandangan sinis. Para tokoh mahasiswa Unsyiah sangat memahami latar belakang politis dan kesejarahan yang dimiliki oleh partai politik lokal. Tinggal lagi bagi para tokoh mahasiswa Unsyiah masih meragukan seberapa besar komitmen yang dimiliki elit-elit partai politik lokal di Aceh untuk membangun Aceh. 2. Para tokoh mahasiswa Unsyiah masih memiliki persepsi “netral” terhadap keberadaan Partai Aceh. Pada umumnya mereka bangga dan salut dengan kemampuan Partai Aceh dalam mengelola dominasi pada pemilu dan pilkada Aceh. Namun memiliki persepsi “negatif” terkait dengan rekam jejak atau track record Partai Aceh sejauh ini. Dalam persepsi para tokoh mahasiswa Unsyiah, Partai Aceh dianggap hanya mementingkan kepentingan internalnya dibandingkan kesejahteraan rakyat Aceh yang seharusnya didahulukan. Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Partai politik lokal di Aceh harus meningkatkan nilai tawarnya kepada rakyat sebelum rakyat jenuh kemudian beralih lebih banyak mendukung partai politik nasional. 2. Partai Aceh harus lebih meningkatkan kinerjanya dalam politik dan pemerintahan di Aceh. Tidak terus menerus berkutat pada konflik politik internal yang muncul di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks Ahmad Farhan Hamid. 2006. Jalan Damai Nanggroe, Endatu Catatan Seorang Wakil Rakyat Aceh. Jakarta : Suara Bebas. Ahmad Farhan Hamid. 2008. Partai Politik Lokal di Aceh: Desentralisasi Politik dalam Negara Kebangsaan. Jakarta : Kemitraan. Ahmad Sukardja. 2012. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2014. Statistik Aceh: Aceh dalam Angka 2014. Banda Aceh: Badan Pusat Statistik. Bogdan dan Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenalogis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional. Burhan Bungin. 2001. Metode Penelitian Sosial, Formula-Formula Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 8
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-9 Februari 2017
Feith, Herbert, dan Lance Castle (eds.). 1988. Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965. Judul Asli: Indonesia Political Thinking 1945-1965. Jakarta: LP3ES. Jalaluddin Rakhmat. 2004. Psikologi Komunikasi. Jakarta: PT. Remaja Rosdaskarya. Manulang. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Miftah Thoha. 2007. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: CV Rajawali. Mohtar Mas’oed dan Collin MacAndrews. 1995. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Muriam Budiardjo .1984. Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Nogi Hessel Tangkilisan. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana. Nordholt, Henk Schulte dan van Klinken, Gerry. (2007). Politik Lokal di Indonesia (Eds). Jakarta KITLV. Robbins, Stephen. 2001. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Indeks Gramedia. Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Sukmadinata dan Syaodih Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tri Ratnawati. 2009. Pemekaran Daerah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zainudin Maliki. 2010. Sosiologi Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. B. Skripsi, Jurnal, dan Tesis Said Riduan. 2014. Persepsi Masyarakat Mengenai Partai Politik di Kelurahan Penyengat Kota Tanjungpinang. Skripsi. Ilmu pemerintahan FISIP Universitas Maritim Raja Haji Tanjungpinang. Yulianti. 2009. Persepsi Masyarakat Aceh terhadap Pembentukan Partai Politik Lokal di Aceh. Skripsi. Departemen Sosiologi FISIP USU. Saafroedin Bahar. 1997. Elit dan Etnik serta Negara-Nasional. Majalah. Prisma (Majalah Kajian Ekonomi dan Sosial). no. 4. LP3ES.
C. Peraturan Perundang-Undangan/Peraturan Pemerintah Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Kedua Tahun 2000 pasal 28E ayat 3 tentang Kebebasan Berserikat. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2008 tentang Partai Politik Lokal. Nota Kesepahaman antara Gerakan Aceh Merdeka dan RI (MoU Helsinki) di Finlandia pada 15 Agustus 2005.
9