PERSEPSI PEMUSTAKA TERHADAP TATA RUANG PERPUSTAKAAN DI KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KOTA SALATIGA
Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Humaniora
Oleh : RISANG PALGUNADI NIM. A2D009038
PROGRAM STUDI S1 ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Bisa berpikir, bisa merasakan, bisa menjelaskan (Anonim)
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tuaku, Undip almamaterku, dan semua orang yang membaca skripsi ini
iii
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, inayah, dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Persepsi Pemustaka Terhadap Tata Ruang Perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga”. Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof Sudharto P Hadi, MES, PhD, selaku Rektor Universitas Diponegoro yang telah memberikan kemudahan untuk menuntut ilmu di Universitas Diponegoro. 2. Dr. Agus Maladi Irianto, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam studi dan penyusunan skripsi. 3. Dra. Sri Ati, M.Si, selaku Ketua Jurusan S1 Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro yang telah memberikan banyak masukan kepada peneliti. 4. Dra. Sri Indrahti, M.Hum, selaku Dosen Wali yang selama ini banyak memberikan masukan dan motivasi selama masa studi. 5. Heriyanto, S.Sos., M.IM, selaku Dosen Pembimbing yang selalu sabar membimbing penyusunan skripsi ini sampai selesai. 6. Drs. Jumino, M.Lib, Dra. Sri Ati, M.Si, dan Heriyanto, S.Sos., M.IM, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang membangun sehingga skripsi ini terselesaikan. 7. Dosen-dosen beserta staf Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan membantu peneliti selama ini. 8. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Salatiga yang membantu perijinan penelitian di Kota Salatiga.
vi
9. Agus Parmadi PT, SE, M.Si, selaku Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian. 10. Pustakawan, staf, dan karyawan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga yang telah membantu dan memberikan data selama penelitian. 11. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga, yang membantu menyediakan data yang dibutuhkan selama penelitian. 12. Kedua orang tua saya, Edy Purwanto dan Sri Sunarni yang selalu memberi doa serta motivasi. 13. Teman-teman S1 Ilmu Perpustakaan angkatan 2009 yang memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, kalian luar biasa. 14. Pemustaka di Perpustakaan dan Arsip Kota Daerah Kota Salatiga yang menjadi informan dan membantu dalam pengumpulan data, Ramadhani, Aris Hidayat, Tia Sekar, Arna Prabawani, Russriyanto, dan Ayushi. 15. Teman-teman terbaik saya yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini, Maria Ayu Puspita, Laila Nur Fitriani, Teddy Veffritama, Jefri Eko Cahyono, Tika C.S., Ricki Anshori, Novrizal Rizamora, Rohman Etris, Yanuar Filayudha, Hendy Prasetya, Rosita Fitri, Amanda Sandra, Ismi Arti, Tata, Aziza Nur, Hertika Anri, Alfonsus Oki, dan Andi Ikhwanudin. 16. Special thanks untuk Doni Laksito, Tiara, Agus, Kines, Yanuariska, Agung, Gading Pramu, Afif Ammar, Anggri Yoga, Yonatan Oktaviano, dan Yeremia. 17. Teman-teman tim Mobatmabit, tim Solid Ilpus, dan Librarian Photograph yang memberikan semangat untuk selalu kompak dan bekerja keras.
Semarang, 10 September 2013 Peneliti
Risang Palgunadi
vii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Persepsi Pemustaka terhadap Tata Ruang Perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan di kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subjek penelitian yang dijadikan sumber dalam penelitian ini sebanyak enam orang informan yang terdiri dari empat orang mahasiswa dan dua orang pemustaka yang ditentukan berdasarkan waktu kunjungan minimal dua kali dalam satu bulan. Teknik pengumpulan data menggunakan tiga sumber yaitu observasi, dokumentasi, dan wawancara. Sedangkan analisis data dalam penelitianini menggunakan analisis Miles and Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memberikan kemudahan untuk pemustaka baik dari eksterior maupun interior. Kemudahan eksterior yaitu lokasi gedung perpustakaan yang mudah ditemukan dan berada di lingkungan yang sering dilewati masyarakat Kota Salatiga dan dilewati banyak angkutan umum. Bentuk gedung perpustakaan yang unik dengan halaman yang luas mampu menarik pemustaka dan membuat pemustaka nyaman. Kemudahan interior yaitu fungsi jendela yang membantu sirkulasi udara dan memberikan pemandangan dari luar sangat disukai pemustaka, pencahayaan alami berupa cahaya matahari yang masuk melalui jendela lebih disukai pemustaka, sirkulasi udara yang didukung iklim Kota Salatiga yang sejuk membuat kenyamanan udara di dalam perpustakaan, dan jarak gedung yang cukup jauh dari jalan raya sehingga tidak menimbulkan kebisingan di dalam gedung. Kata
kunci:
persepsi pemustaka, desain perpustakaan, gedung perpustakaan, ruang perpustakaan, Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i PERNYATAAN .............................................................................................. ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v PRAKATA ...................................................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7.
Latar Belakang ......................................................................................... Rumusan dan Batasan Masalah ............................................................... Tujuan Yang Hendak Dicapai ................................................................. Manfaat Penelitian ................................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. Kerangka Pikir ......................................................................................... Batasan Istilah ..........................................................................................
1 5 6 6 7 8 9
BAB II. TINJAUAN LITERATUR 2.1. Persepsi .................................................................................................... 2.2. Pemustaka ................................................................................................ 2.3. Desain ...................................................................................................... 2.3.1. Proses Desain Menjadi Sebuah Produk ................................................ 2.3.2. Desain dan Tata Ruang di Perpustakaan .............................................. 2.4. Lahan ....................................................................................................... 2.5. Arsitektur Bangunan ................................................................................ 2.6. Ruang ....................................................................................................... 2.6.1. Syarat Ruang ......................................................................................... 2.6.2. Pencahayaan ......................................................................................... 2.6.3. Kenyamanan Udara ..............................................................................
ix
11 12 12 13 16 18 18 23 24 25 27
2.6.4. Akustik Ruangan .................................................................................. 2.6.5. Warna .................................................................................................... 2.6.6. Perabot .................................................................................................. 2.7. Perpustakaan Umum ................................................................................
28 29 30 32
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7.
Desain dan Jenis Penelitian ..................................................................... Objek Penelitian ...................................................................................... Subjek Penelitian ..................................................................................... Informan .................................................................................................. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ Pengumpulan Data ................................................................................... Analisis Data ............................................................................................
34 35 35 35 37 38 41
BAB IV. GAMBARAN UMUM 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.
Sejarah Singkat ........................................................................................ Visi dan Misi ........................................................................................... Struktur Organisasi .................................................................................. Kegiatan ................................................................................................... Gedung .....................................................................................................
44 46 46 47 52
BAB V. HASIL PENELITIAN 5.1. Lahan ....................................................................................................... 5.1.1. Akses Pemustaka dalam mencari lokasi gedung perpustakaan ........... 5.1.2. Lingkungan sekitar yang mengelilingi gedung perpustakaan ............. 5.2. Arsitektur Bangunan ................................................................................ 5.2.1. Kesan pemustaka terhadap bentuk gedung dan penataannya ............. 5.3. Ruang ....................................................................................................... 5.3.1. Tempat favorit pemustaka ................................................................... 5.3.2. Pencahayaan pada ruangan dan pengaruhnya ..................................... 5.3.3. Kenyamanan udara di dalam ruangan dan pengaruhnya ..................... 5.3.4. Akustik ruangan pada gedung perpustakaan dan pengaruhnya .......... 5.3.5. Pewarnaan pada tembok, lantai, dan perabot ...................................... 5.3.6. Penataan perabot meliputi rak buku, meja baca, dan kursi .................
x
54 54 56 58 58 61 61 63 66 69 72 75
BAB VI. PENUTUP 6.1. Simpulan .................................................................................................. 80 6.2. Saran ........................................................................................................ 84 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
Pedoman Wawancara .............................................................. 88
Lampiran B
Reduksi Data ........................................................................... 90
Lampiran C
Lembar Konsultasi .................................................................. 113
Lampiran D
Surat Keterangan Penelitian .................................................... 115
Lampiran E
Dokumentasi Penelitian .......................................................... 116
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Semua jenis perpustakaan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pemustaka. Begitu juga dengan perpustakaan umum yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada pemustaka untuk semua kalangan masyarakat. Keberadaan perpustakaan umum memiliki peran yang sangat penting yaitu menyalurkan informasi dan ilmu pengetahuan ke seluruh lapisan masyarakat. Selain pusat informasi dan ilmu pengetahuan, perpustakaan umum juga dapat mendukung kemajuan daerah atau kota yang menaungi perpustakaan tersebut. Mengetahui peran perpustakaan yang begitu penting maka dalam membuat perencanaan dan desain perpustakaan perlu dilakukan dengan cara yang benar dan tepat dengan memperhatikan segala aspek-aspek dan kebutuhan. Dengan demikian perencanaan dan desain perpustakaan harus dilakukan oleh lembaga yang memahami perpustakaan baik dari aspek kebutuhan pemakai maupun pemustaka itu sendiri. Lebih baik lagi gedung perpustakaan itu dibangun sesuai dengan desain yang telah direncanakan dan dibuat oleh pustakawan yang sudah memahami aspek-aspek dan kebutuhan perpustakaan dan kenyamanan pemustaka. Desain gedung perpustakaan yang baik selalu memperhatikan kondisi internal dan
2
eksternalnya. Kondisi internal berhubungan dengan efektifitas ruangan di perpustakaan. Sedangkan kondisi eksternal berkaitan dengan kondisi gedung perpustakaan yang dipengaruhi faktor dari luar seperti faktor alam dan gedung di sekitarnya. Dalam mendirikan gedung perpustakaan khususnya perpustakaan kota perlu memperhatikan tujuan utama yaitu melayani informasi dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat kota dan sekitarnya. Mendirikan perpustakaan umum perlu memperhatikan unsur-unsur yang menjadi dasar pembangunannya. Unsur-unsur tersebut meliputi landasan hukum, struktur organisasi, sumber daya manusia, koleksi, manajemen, anggaran, pelayanan, kerjasama, serta gedung. Gedung perpustakaan merupakan tempat khusus yang didesain sesuai fungsi dan kebutuhan perpustakaan. Dalam merencanakan dan mendesain suatu gedung perpustakaan perlu melibatkan pengelola atau pihak dari perpustakaan. Bab IX pasal 38 UU No. 43 tahun 2007 menyebutkan bahwa : (1) Setiap penyelenggara perpustakaan menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional perpustakaan. (2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian gedung perpustakaan tidak boleh dicampur dengan lembaga atau instansi lainnya. Untuk memenuhi gedung perpustakaan yang baik, maka dalam pembangunannya perlu persiapan dan perencanaan yang baik. Perencanaan gedung perpustakaan yang matang akan membuat pembangunannya menjadi
3
efektif dan efisien tapi tetap mempertahankan tujuan utama dibangunnya gedung perpustakaan tersebut. Perencanaan juga memudahkan dan memberikan kenyamanan untuk pustakawan dan pemustaka dalam menikmati gedung perpustakaan yang sudah jadi. Dalam pembangunan gedung itu sendiri pustakawan harus terlibat dalam perencanaannya meskipun pembangunan tersebut lebih melibatkan ilmu arsitektur. Namun untuk fungsi jangka panjang pustakawan yang lebih tahu dan memahami. Maka perlu dibentuk sebuah tim atau panitia perencana yang terdiri dari pustakawan, arsitek, dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan gedung perpustakaan. Panitia perencana yang sudah dibentuk memiliki tugas yang berbeda-beda sesuai dengan bidang ilmunya. Dalam merumuskan tujuan didirikannya perpustakaan menjadi tanggung jawab pustakawan. Dalam hal ini pustakawan yang lebih memahami dalam menyusun visi dan misi perpustakaan. Sedangkan dalam perumusan luas bangunan, lokasi dan arsitektur bangunan menjadi tugas dari pihak arsitek. Namun dalam menentukan ruang-ruang yang dibutuhkan dalam perpustakaan, pustakawan harus merumuskan bersama arsitek karena meliputi kebutuhan ruang ini meliputi macam, luas, jumlah, dan hubungan antar-ruang. Perencanaan dalam menentukan ruang memang pustakawan yang lebih tahu fungsi dan kebutuhan jangka panjangnya, namun dalam pembangunannya harus dibantu arsitek karena hal ini sudah dalam pelaksanaan dan lebih membutuhkan ilmu arsitektur. Waktu dan tahap pelaksanaan juga harus dipertimbangkan panitia
4
perencana agar pembangunan berjalan lancar dan selesai pada waktu yang telah ditargetkan. (Rahayuningsih, 2007: 9) Gedung perpustakaan merupakan komponen yang sangat menunjang kenyamanan pada tata ruang perpustakaan. Bentuk gedung sangat mempengaruhi ruang-ruang di dalamnya dan juga penataannya. Seperti halnya perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga sering mengalami penataan ruang dan mengalami beberapa kali perpindahan gedung. Selain perpindahan gedung, perpustakaan ini juga beberapa kali berganti nama. Pada tahun 2009 terjadi lagi perubahan nomenklatur kantor menjadi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga berdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 11 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 2 Tahun 2010. Pada tanggal 1 Maret 2013 Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga menempati gedung yang baru yang beralamat di Jalan Adi Sucipto No.7 Salatiga. Gedung ini memiliki desain dan bentuk yang sangat unik dan bisa menjadi ciri khas dari perpustakaan tersebut. Selain memiliki bentuk yang unik, gedung perpustakaan ini juga memiliki daya tarik dari luar. Penataaan ruang di dalamnya juga nampak menarik. Gedung ini memiliki tiga lantai. Lantai yang digunakan untuk pemustaka adalah lantai satu dan dua. Sedangkan lantai bawah atau foreground khusus untuk ruang kantor pustakawan beserta karyawan. Lantai satu digunakan untuk penitipan tas, sirkulasi, wi-fi, ruang multimedia, ruang
5
pengolahan, ruang anak, dan toilet. Sedangkan lantai dua digunakan untuk koleksi umum dan koleksi referensi. Kedua lantai ini dapat digunakan untuk tempat membaca. Nuansa langit-langit yang ada di dalam ruangan khususnya lantai dua memiliki ciri khas yang menjadi keunikan di perpustakaan ini. Pustakawanpustakawannya selalu berusaha menata ruangannya agar nyaman digunakan oleh pemustaka. Letak gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga juga dinilai strategis karena berada di dekat pusat kota. Gedung ini berdekatan dengan kantor dan beberapa sekolah. Karena letaknya yang dekat sering siswa-siswi sekolah semua tingkatan berkunjung ke perpustakaan hanya dengan berjalan kaki. Tata ruang yang disajikan dari gedung perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga senantiasa untuk memberikan kenyamanan kepada pemustaka ketika menggunakan layanan di perpustakaan. Namun perlu dipahami bahwa selera setiap pemustaka berbeda-beda. Pandangan pustakawan satu dengan lainnya berbeda terhadap tata ruang perpustakaan. Dari penjelasan di atas, peneliti ingin mengetahui apa yang dirasakan pemustaka dan pemahamannya terhadap desain & tata ruang di perpustakaan, maka peneliti mengambil judul Persepsi Pemustaka Terhadap Tata Ruang Perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
1.2.
Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip
6
Daerah Kota Salatiga berdasarkan penataan ruang-ruang di dalam gedung (interior), serta di bagian luar gedung (eksterior). Tata ruang dalam penelitian ini dibatasi oleh tata ruang interior yang didukung oleh tata ruang eksterior.
1.3.
Tujuan yang Hendak Dicapai
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan di kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.4.1. Manfaat akademis penelitian ini membantu dalam perkembangan pengetahuan di bidang ilmu perpustakaan dan informasi khususnya dalam aspek desain dan perencanaan perpustakaan. 1.4.2. Manfaat praktis penelitian ini untuk memberikan rekomendasi yang berisi masukan dan saran dalam meningkatkan layanan perpustakaan khususnya gedung dan tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga sehingga aktivitas kerja berlangsung lebih efektif, efisien, dan nyaman. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan bagi pustakawan-pustakawan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
7
1.5.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2013 di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
8
1.6.
Kerangka Pikir
Tata Ruang Perpustakaan
Desain
Eksterior
Lahan
Arsitektur Bangunan
Interior
Ruang
1. Lokasi 2. Lingkungan Sekitar Gedung
Persepsi Pemustaka
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Syarat Ruang Pencahayaan Kenyamanan Udara Akustik Ruangan Pewarnaan Perabot
9
Penelitian ini mengidentifikasi persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan. Tata ruang perpustakaan mencakup tiga aspek yaitu desain, eksterior dan interior. Dalam kajian ilmu perpustakaan, desain pada perpustakaan tidak diberikan kepada pemustaka karena hanya melibatkan pustakawan dengan berbagai pihak yang terkait dalam perencanaan dan pembangunan gedung. Untuk pemustaka hanya merasakan hasil dari desain gedung tersebut berupa eksterior yang mencakup lokasi, lingkungan sekitar, gedung dan interior yang mencakup syarat ruang, pencahayaan, udara, akustik, pewarnaan, perabot.
1.7.
Batasan Istilah
Agar tidak terjadi perbedaan pengertian dan untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka perlu adanya batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa istilah yang digunakan antara lain: 1.7.1. Persepsi Persepsi dalam penelitian ini adalah pendapat dari pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Pendapat ini mengarah pada pemahaman dan keinginan pemustaka terhadap tata ruang. 1.7.2. Tata Ruang Tata ruang dalam penelitian ini menggunakan istilah dari bidang arsitektur yang berarti ruang itu sendiri tidak terbatas pada interior atau yang ada di dalam gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga, tetapi tata ruang
10
dalam penelitian ini meliputi desain, lokasi atau lahan, gedung atau bangunan, dan ruang beserta penataannya. Namun penelitian ini dibatasi hanya pada gedung perpustakaan, tidak meliputi gedung arsip. 1.7.3. Pemustaka Pemustaka dalam penelitian ini yaitu semua lapisan masyarakat yang sering berkunjung dan mengakses koleksi di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga dan tidak dibatasi pemustaka yang sudah terdaftar menjadi anggota.
11
BAB II TINJAUAN LITERATUR
2.1.
Persepsi
Peneliti ingin mengetahui tata ruang perpustakaan khususnya perpustakaan umum sudah memberikan kenyamanan dan selera kepada pemustaka sesuai dengan desain dan perencanaannya dari awal maka peneliti harus mengetahui pendapat dan pemikiran pemustaka sesuai pemahaman mereka. Pandangan-pandangan seperti apakah yang ada di benak pemustaka. Pandangan tiap pemustaka satu dengan yang lain sangat luas dan berbeda-beda maka peneliti perlu mengetahui persepsi dari pemustaka tersebut. Persepsi didapat melalui interaksi seseorang dengan obyek. Meskipun memiliki obyek yang sama, persepsi dan pemahaman setiap orang pasti berbedabeda. Seseorang yang mempersepsikan suatu obyek sesuai dengan pemahaman yang diharapkan maka akan memudahkan dalam penelitian. Namun jika obyek yang dipersepsikan di luar pemahaman maka harus ada penyesuaian agar memiliki pemahaman yang sama (Endy Marlina, 2008: 19). Persepsi dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan istilah agar pemahaman terhadap obyek sesuai dengan tujuan.
12
2.2.
Pemustaka
Dalam Kamus Kepustakawanan Indonesia (Lasa, 2009: 237) disebutkan bahwa pemustaka juga sering disebut user. yang terdiri dari perseorangan, kelompok orang, atau lembaga yang memanfaatkan layanan dan fasilitas perpustakaan. Pemustaka di perpustakaan umum khususnya perpustakaan kota terdiri dari semua lapisan masyarakat yang ada di kota tersebut dan sekitarnya. Untuk pemustaka yang ingin menjadi anggota perpustakaan wajib mengisi data agar terdaftar menjadi anggota perpustakaan dengan syarat yang telah ditentukan.
2.3.
Desain
Kata desain sering dipakai orang di Italia sejak dahulu dalam kehidupan mereka. Mereka menyebutnya designo yang kemudian mereka terjemahkan sebagai desain yang berarti menggambar (Lucie-Smith dalam Eddy, 2005: 17). Desain digunakan seseorang sebagai gambar dan rancangan awal dalam membuat sebuah objek. Dalam mendesain sebuah objek dibagi menjadi beberapa bagian. Tiap bagian memiliki susunan dan fungsi yang berbeda. Misalnya objek adalah gedung perpustakaan, maka dalam perencanaan dan mendesain gedung tersebut juga dibuat beberapa bagian yang berbeda. Desain untuk ruang baca dan koleksi berbeda dengan desain ruang kerja untuk staf dan pustakawan karena kebutuhan dan fungsi ruang tersebut juga berbeda. Begitu juga untuk desain ruang yang lainnya, furnitur, jendela, pintu, dsb. Namun desain bagian-bagian yang
13
berbeda ini kemudian dikembalikan ke tujuan awal dan menjadi sebuah kesatuan yaitu desain gedung perpustakaan. 2.3.1. Proses Desain Menjadi Sebuah Produk Membuat sebuah desain diperlukan proses yang meliputi beberapa tahapan. Tahapan dalam proses ini diharapkan adanya perencanaan yang matang sehingga desain yang dihasilkan dapat menjadi sebuah produk atau hasil karya yang dapat terealisasikan sesuai dengan tujuan awal. Menurut Ariasdi (2008) ada lima tahapan dalam proses desain menjadi sebuah produk yang dapat digunakan: 1. Gagasan atau ide Suatu ide muncul dari seseorang yang ingin menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang lain. Ide yang muncul akan disalurkan melalui kreatifitas dan menghasilkan sebuah inovasi. Kreatifitas dan inovasi menuntut seseorang selalu kreatif karena selera yang terus berkembang dan berubah. 2. Sketsa Setelah ide muncul dan disiapkan maka selanjutnya adalah membuat sketsa. Ada beberapa pertimbangan dalam membuat sketsa:
14
a. Fungsional Dalam hal ini perlu diperhatikan tujuan dari ide yang akan dikembangkan. Desain yang dibuat ditujukan untuk siapa dan bagaimana proses pembuatannya. Ide selalu menemukan hal-hal yang baru secara tak terduga. Maka pada saat membuat sketsa perlu adanya media pendukung untuk mengelola dan mengembangkan ide tersebut sehingga desain tetap tersusun dengan baik sesuai tujuannya. b. Keamanan Membuat sketsa untuk sebuah desain perlu memperhatikan faktor keamanan. Hasil dari desain tersebut jangan sampai merugikan bahkan mencelakai penggunanya karena akan merusak nilai dan hasil desian. Maka dalam membuat sketsa, seorang desainer harus mempersiapkan dan mengantisipasi faktor-faktor yang dapat merusak hasil desain. c. Keterampilan Keterampilan seorang desainer tidak terbatas pada skill dan keberuntungan semata. Namun desainer harus memiliki ketangkasan, kemampuan, dan memahami selera dalam berkarya. Ketekunan dan kerja keras sangat mempengaruhi hasil dari desain. Ketekunan memang dibutuhkan seorang desainer karena dalam mendesain tidak sekali mencoba langsung jadi, namun perlu adanya percobaan yang dilakukan berkali-kali sehingga desain yang dihasilkan memiliki selera yang tinggi dan mampu bersaing.
15
d. Ekonomis Segi ekonomis dalam desain tidak hanya pada nilai jual. Desainer perlu memperhatikan hal-hak yang bersifat praktis dalam prosesnya. Desain dapat dikatakan praktis jika dalam proses pembuatannya memanfaatkan waktu yang lebih efektif sehingga desain tersebut langsung ditujukan kepada sasaran pada waktu yang tepat. e. Estetis Sebuah desain sangat mudah diterima jika memiliki daya tarik yang mampu mengikat pengguna. Seorang desainer harus mampu menyajikan keindahan dalam desainnya sehingga mampu mengajak pengguna untuk melirik bahkan ingin memiliki. f. Etika Etika dalam desain merupakan mental atau sikap yang harus dimiliki seorang desainer. Sebuah desain tidak hanya menarik dan mampu bersaing tapi juga mampu memberikan gambaran dari tujuan desain itu sendiri. Hasil desain dapat mewakili dan menggambarkan mental atau sikap seorang desainer. Desain tidak hanya mampu bersaing dan memiliki nilai jual yang tinggi, tetapi harus mampu memberikan sebuah arti. 3. Skala Model Dalam hal ini seorang desainer mulai mengembangkan ide yang telah dipikirkan sebelumya dengan menyusun materi desain yang terarah. Desainer juga mengadakan evaluasi dan revisi terhadap sketsa-sketsa sebelumnya yang kemudian diseleksi untuk menentukan yang terbaik.
16
4. Gambar Kerja Gambar kerja dapat dikatakan sebagai media dalam bentuk gambar atau sejenisnya untuk membantu desainer dan digunakan sebagai tampilan dari desain yang akan diwujudkan. 5. Studi Kelayakan Studi kelayakan dilakukan sebelum hasil desain digunakan oleh umum. Ini dilakukan untuk menyeleksi semua permasalahan atau trouble yang menyebabkan desain tidak layak digunakan sehingga gagal menjadi sebuah produk. Kegagalan pada tahap ini bisa saja mengakibatkan desainer harus mengulang dari tahap awal. 2.3.2. Desain dan Tata Ruang di Perpustakaan Istilah tata ruang dalam dunia perpustakaan sebenarnya tidak terbatas pada ruangan dan fasilitas yang ada di dalam gedung (interior) perpustakaan. Tata ruang juga meliputi semua yang ada di dalam dan di luar gedung (eksterior) perpustakaan seperti lahan dan lokasi, arsitektur gedung itu sendiri, dsb. Mendesain gedung perpustakaan khususnya perpustakaan umum di kota perlu dibentuk sebuah tim atau panitia perencana yang terdiri dari pustakawan, arsitek, pemerintah kota, dan stake holder terkait. Konsep, ide dan gagasan dalam perencanaan dan mendesaian denah, sketsa bangunan, lahan, dan elemen-elemen yang terkait dengan arsitektur menjadi tugas dari pihak arsitek. Untuk keperluan fungsi dan kebutuhan ruang di perpustakaan baik untuk koleksi maupun ruang
17
kerja, perawatan jangka panjang dari gedungnya, serta fasilitas yang mendukung dalam pelayanan perpustakaan menjadi tugas dari pihak pustakawan karena hal ini menjadi kebutuhan pustakawan. Kebutuhan dari pustakawan harus direncanakan dengan baik kemudian diserahkan kepada pihak arsitek yang nantinya akan berperan lebih dalam operasional pembangunan gedung perpustakaan. Gedung perpustakaan itu sendiri merupakan gabungan dari beberapa ruang yang memiliki fungsi berbeda-beda sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang dalam gedung perpustakaan harus memperhatikan fungsi tiap ruang yang didukung unsur-unsur keharmonisan dan keindahan. Unsur keharmonisan dan keindahan akan mempengaruhi eksterior dan interior gedung. Keindahan interior harus didukung eksterior gedung untuk mewujudkan tata ruang perpustakaan yang baik sehingga mampu memberikan kepuasan bagi petugas perpustakaan atau pustakawan dan pemustaka (Lasa, 2007: 147). Selain pihak arsitek dan pustakawan, masih ada pihak dari pemerintah kota yang ikut berperan dalam melancarkan pembangunan gedung perpustakaan. Pihak pemerintah kota bertanggung jawab atas perijinan dan birokrasi dalam pembangunan gedung karena perpustakaan berada di bawah naungannya. Selain birokrasi, pihak pemerintah kota juga memberikan dana yang dibutuhkan dalam pembangunan gedung perpustakaan. Jadi dalam mendesain gedung perpustakaan perlu adanya anggaran karena dana yang dibutuhkan tentu tidak sedikit.
18
2.4.
Lahan
Dalam pembangunan gedung perpustakaan ataupun bangunan pada umumnya harus menyesuaikan lahan. Kesesuaian lahan akan menentukan kelayakan penggunaan lahan yang nantinya menjadi pertimbangan dalam penataan dan pembangunan gedung. Kelayakan lahan ini juga mempengaruhi dalam mendesain gedung agar dapat memanfaatkan daya dukung sesuai dengan rencana. Kesesuaian lahan juga dipengaruhi dari lokasi dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, penataan ruang harus mempertimbangkan kesesuaian dan kemampuan
lahan
dengan
memperhatikan
lingkungan
sekitar
dalam
pembangunannya (Parfi, 2005: 26). Lahan yang bagus harus memperhatikan lingkungan yang ada di setiap sisi lahan. Lokasi yang baik untuk sebuah gedung perpustakaan didukung dengan lingkungan sekitar yang dekat dengan pusat kota ataupun lokasi yang sering dilewati masyarakat pada umumnya.
2.5.
Arsitektur Bangunan
Gedung atau bangunan dibangun untuk menampung kegiatan-kegiatan yang dilakukan manusia. Bangunan menjadi sebuah wadah yang sangat bermanfaat bagi manusia dalam melakukan pekerjaannya. Sebuah gedung harus fungsional dan memiliki persyaratan yang sesuai agar dalam proses pembangunannya dan pemakaiannya mudah. Gedung juga harus kuat sehingga pemakainya merasa
19
aman dan nyaman. Untuk menambah daya tarik dan kesan yang memukau pemakainya, gedung harus memiliki keindahan dalam bentuknya. Gedung digunakan sebagai wadah untuk melaksanakan kegiatan yang dilakukan manusia. Gedung dibangun dengan tujuan yang jelas sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya. Kegiatan dalam gedung mempengaruhi dari fungsi ruangan di dalamnya. Jika gedung digunakan untuk kegiatan maka gedung tersebut dapat dikatakan berfungsi sesuai dengan tujuan didirikannya (Ishar, 1995: 6). Bentuk dan struktur dari gedung tidak harus bagus dan rumit. Namun kesederhanaan dari arsitektur gedung akan memudahkan dalam perencanaan dan fungsi ruang. Kerumitan dan kesederhanaan bentuk gedung sangat mempengaruhi dalam memenuhi fungsi dan penataan ruang di dalamnya sehingga jika penempatan fungsi bagian ruang tidak sesuai tempatnya maka gedung tersebut tidak sesuai fungsi dan penggunaannya (Karlen, 2007: 60). Menurut seorang arsitek dari Inggris Faulkner Brown (dalam Sugeng, 2010), ada sepuluh aspek sebagai syarat untuk membangun gedung perpustakaan yang baik. Sepuluh aspek ini sangat cocok diterapkan dalam perpustakaan umum. Aspek-aspek tersebut meliputi: 1. Flexible (Fleksibel) Perpustakaan harus memiliki luas dan kondisi yang ideal. Dengan ruangan-ruangan yang cukup luas tanpa sekat atau tembok. Jika ingin disekat hanya menggunakan triplek atau bahan yang mudah digunakan
20
karena penataan ruangan selalu berubah. Selain penataan ruang dengan sekat atau tembok, perpustakaan juga harus memperhatikan interior yang lain seperti furniture disesuaikan dengan warna dan bentuk ruangan, intensitas cahaya beserta ventilasi udara dan jendela, dsb. 2. Compact (Padat dan Rapi) Letak ruang kerja yang digunakan pustakawan dan staff perpustakaan harus terpisah dan diberi jarak dari ruang layanan yang digunakan oleh pemustaka. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu aktifitas kerja pustakawan dan staff dengan pemustaka sehingga aktifitas yang ada di perpustakaan berjalan dengan lancar. 3. Accessible (Mudah Dijangkau) Lokasi perpustakaan harus berada di tempat yang strategis. Perpustakaan umum khususnya di kota harus ditempatkan di area pusat di kota tersebut. Selain tempat yang strategis, perlu dibuat jaringan komputer untuk pelayanannya sehingga mudah diakses oleh semua kalangan pengguna dimanapun ia berada. Jaringan komputer harus diterapkan dalam perpustakaan umum karena pemustakanya berasal dari tempat yang berbeda dan letaknya juga tidak berdekatan. Hal ini memudahkan pemustaka khususnya dalam mengakses koleksi yang diinginkan besrta layanan-layanan yang ada di perpustakaan.
21
4. Extendible (Dapat Dikembangkan) Penataan ruang di perpustakaan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan selera. Penataan ruang sering dilakukan khususnya pada ruangan yang berhubungan dengan layanan kepada pemustaka. 5. Varied (Beragam) Perpustakaan umum harus menyediakan koleksi yang lengkap dan memadai pemustaka yang meliputi semua kalangan masyarakat. Perlu usulan dan pertimbangan kebutuhan dari seluruh pemustaka dalam pengadaan koleksinya. 6. Organized (Terorganisir) Perpustakaan harus mengorganisir koleksinya dengan baik dan disusun berdasarkan DDC untuk memudahkan pemustaka dalam mencari koleksi. Alat penelusuran manual dan komputer disediakan di setiap ruang agar digunakan pemustaka sehingga dapat digunakan untuk memudahkan pencarian koleksi yang diinginkan. 7. Comfortable (Nyaman) Pustakawan dan pemustaka sangat menginginkan kenyamanan di perpustakaan. Kenyamanan ini dipengaruhi penataan di dalam ruangruangnya. Letak jendela mempengaruhi cahaya yang masuk. Jika cahaya yang masuk cukup terang maka akan membantu penerangan di dalam khususnya pada ruang baca. Suhu ruangan juga mempengaruhi kenyamanan pemustaka. Maka dibutuhkan Air Conditioner agar suhu di dalam ruang perpustakaan tetap stabil.
22
8. Constant in environment (Lingkungan Yang Stabil) Lingkungan yang stabil harus diperhatikan oleh pustakawan. Faktor alam seperti sirkulasi udara dan hama dapat merusak koleksi dan gedung perpustakaan. 9. Secure (Keamanan) Keamanan dalam perpustakaan meliputi dari dalam dan luar gedung perpustakaan. Keamanan ini untuk melindungi keutuhan koleksi dan fasilitas yang ada di perpustakaan. Perpustakaan yang selalu menjaga keamanan dapat menjaga citra baik perpustakaan itu sendiri. 10. Economy (Ekonomis) Perpustakaan harus menyediakan anggaran untuk perawatan gedung beserta layanan-layanannya. Selain perawatan gedung, anggaran ini juga bisa digunakan untuk pengadaan fasilitas yang dapat mendukung layananlayanannya. Arsitektur pada gedung perpustakaan juga dapat menjadi ciri khas dari perpustakaan itu sendiri. Kesan pertama seorang pemustaka melihat perpustakaan adalah dari melihat gedung dan arsitekturnya. Bentuk gedung yang kokoh dan memiliki estetika dapat menarik minat pemustaka untuk berkunjung dan merasakan kenikmatan, kenyamanan, serta keamanan dari gedung yang melindungi mereka dalam mengakses bahan pustaka beserta fasilitas-fasilitas yang ada.
23
2.6.
Ruang
Sebelum membahas ruang dan penataannya sebaiknya perlu dipahami istilahistilah yang berkaitan dengan ruang. Parfi (2005: 103) menjelaskan bahwa ruang, tata ruang, dan penataan ruang berbeda makna sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dalam Bab I Ketentuan Umum yaitu: 1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. 2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. 3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Ruang adalah wadah atau tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya yang meliputi daratan, lautan, dan udara. Hal ini menjelaskan bahwa ruang itu sendiri memiliki cakupan yang luas. Ruang tidak terbatas pada apa yang di dalam tetapi mencakup apa yang di luar dari suatu obyek. Maka dalam sebuah gedung perpustakaan, pembahasannya tentang ruang itu sendiri mencakup eksterior dan interior dari gedung. Tata ruang pada perpustakaan berarti wujud nyata dan ada dari pemanfaatan ruang-ruang yang ada di gedung perpustakaan. Pemanfaatan ini
24
dapat dilakukan dengan perencanaan pembangunan gedung dari awal ataupun pemanfaatan pada gedung yang sudah ada. Sedangkan untuk penataan ruang perpustakaan merupakan proses dan tahapan yang dilalui dalam mewujudkan tata ruang pada gedung perpustakaan. Penataan ini tetap memperhatikan fungsi dari setiap ruangan agar pemanfaatan ruangnya tepat guna sesuai dengan perencanaan awal. 2.6.1. Syarat Ruang Ruang merupakan bagian dari bangunan yang menampung kegiatan-kegiatan manusia. Kegiatan tersebut terangkai dan dikelola oleh pemiliknya. Dari kegiatankegiatan yang ada perlu adanya penataan yang baik dalam perpustakaan berdasarkan kebutuhan pustakawan dan pemustaka, suasana di dalam ruang, lingkungan sekitar gedung, tata ruang, dsb. Penataan yang baik akan menciptakan kenyamanan dan kelancaran kegiatan-kegiatan di perpustakaan yang dapat memberikan kepuasan fisik dan psikis khususnya kepada pustakawan dan pemustaka. Maka dalam penataan sebuah ruang perlu memperhatikan syarat fisik dan syarat psikis yang harus dipenuhi. H.K. Ishar (1995: 7) menjelaskan bahwa penataan ruang harus memenuhi syarat fisik dan syarat psikis. Syarat fisik sebuah ruang lebih mudah dipenuhi karena menggunakan perhitungan yang pasti. Syarat fisik meliputi syarat ukuran luas dan tinggi ruang, syarat luas gerak untuk manusia atau pengguna ruangan, syarat luas untuk perlengkapan atau kebutuhan di dalam ruangan, syarat hubungan dan pemisahan antarbagian dalam ruang, organisasi antarruang, dan syarat
25
kemudahan dalam pemeliharaan dan perlengkapan mekanis jika diperlukan. Sedangkan untuk syarat psikis lebih sulit dipenuhi dibandingkan dengan syarat fisik. Syarat psikis meliputi masalah penerangan, ventilasi, akustik, pemandangan keluar, bentuk ruang, bentuk bagian-bagiannya, bentuk garis-garis dalam ruang, dan warna. Hal ini lebih mengacu pada suasana dan kesan pada lingkungan ruang itu sendiri berdasarkan kebutuhan fungsinya. 2.6.2. Pencahayaan Perencanaan awal pembangunan gedung harus memperhatikan desain untuk pencahayaan. Pencahayaan dalam gedung dibagi menjadi pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami merupakan cahaya yang berasal dari lingkungan luar gedung seperti sinar matahari. Selain sinar matahari, cahaya alami yang bisa dimanfaatkan adalah kubah langit. Cahaya ini yang sering digunakan untuk penerangan ruangan karena tidak membawa radiasi panas secara langsung (Lasa, 2007: 170). Selain pencahayaan alami, pencahayaan lain yang digunakan di perpustakaan adalah pencahayaan buatan yang dihasilkan dari cahaya lampu yang lebih membutuhkan daya listrik dan biaya. Namun baik pencahayaan alami maupun buatan sama-sama berpengaruh pada kebutuhan pencahayaan ruangruang di dalam gedung perpustakaan. Ruang untuk pemustaka misalnya ruang baca membutuhkan cahaya yang cukup agar tidak mengganggu mata dan memberikan semangat pada pemustaka.
26
Ruang koleksi perlu dibedakan kapasitas pencahayaannya. Koleksi seperti naskah kuno atau bahan pustaka yang mudah lapuk perlu ditempatkan di ruang penyimpanan khusus dengan pencahayaan yang khusus dan tidak boleh terkena sinar matahari. Sebenarnya untuk semua koleksi juga mudah lapuk jika sering terkena sinar matahari karena dapat menimbulkan jamur yang dapat menyebabkan kerusakan pada koleksi. Sinar matahari langsung yang masuk dipengaruhi letak jendela dan celah-celah yang ada di ruangan. Maka dalam perencanaan gedung sebelumnya perlu menentukan ruang mana yang perlu diberi jendela dan ruang mana yang tidak perlu. Pencahayaan alami dimulai dengan menganalisis kebutuhan pencahayaan pada ruang-ruang dengan mengidentifikasi dan membagi kebutuhan pencahayaan tiap ruang. Pencahayaan alami lebih diutamakan pada ruang yang lebih lama dihuni oleh manusia seperti ruang hunian atau kantor (Karlen, 2007: 71). Pencahayaan alami seperti sinar matahari langsung dapat memberikan radiasi panas yang dapat menyebabkan suhu menjadi naik. Sinar matahari ini masuk melewati jendela dan celah-celah kecil yang ada di dalam ruang perpustakaan. Sinar yang membawa radiasi panas ini tentu saja menyebabkan suhu dalam ruangan menjadi naik dan membuat orang-orang yang di dalam perpustakaan merasa gerah dan tidak nyaman. Radiasi panas yang lebih dirasakan pada saat siang hari sekitar pukul 12.00 dan menyebabkan rasa lelah karena menahan rasa panas di dalam ruangan. Hal ini tentu saja mengganggu aktifitas di dalam perpustakaan.
27
Selain pencahayaan alami, dalam perencanaan bangunan juga perlu pencahayaan buatan yang berupa lampu dan membutuhkan daya listrik. Dalam perencanaan pembangunan pada umumnya harus merencanakan penggunaan cahaya pada malam hari seperti halnya pencahayaan pada siang hari. Penggunaan desain pencahayaan alami hanya terbatas pada saat pagi, siang, dan sore hari saja. Sedangkan pada malam hari harus menggunakan desain pencahayaan buatan. Pencahayaan dalam gedung perpustakaan tidak boleh kurang ataupun terlalu silau. Pencahayaan yang kurang tentu membuat ruangan menjadi suram sehingga menyebabkan mata pustakawan dan pemustaka menjadi cepat lelah. Kelelahan pada mata akan mengurangi semangat dalam bekerja. Namun pencahayaan juga tidak boleh menyilaukan karena mata manusia memiliki keterbatasan dalam menerima cahaya (Lasa, 2007: 168). 2.6.3. Kenyamanan Udara Udara merupakan sumber kehidupan yang dibutuhkan semua makhluk hidup di bumi. Fungsi utama udara untuk makhluk hidup khususnya manuasi adalah untuk pernapasan. Namun tidak semua zat udara dapat dihirup manusia untuk bernapas. Hanya udara yang mengandung O2 atau oksigen yang dapat dihirup manusia. Udara dapat memasuki ruang apapun melalui celah ataupun ventilasi. Ruangan untuk manusia harus memiliki udara yang cukup sehingga tidak menghambat kegiatan manusia yang ada di dalamnya. Begitu juga untuk ruangan yang ada di perpustakaan. Dalam perencanaan ruang perpustakaan perlu memperhatikan ventilasi udara yang nantinya akan membantu peredaran dan
28
sirkulasi udara di dalamnya. Ventilasi ruangan yang baik tidak harus besar tetapi dapat membantu masuknya oksigen ke dalam ruangan sehingga pemustaka dan pustakawan tetap nyaman beraktifitas karena kondisi udara yang juga nyaman. Kenyamanan udara dalam ruang perpustakaan tidak hanya pada kecukupan kebutuhan oksigen tetapi juga perlu dihindari adanya bau dan zat-zat udara yang dapat mengganggu pernapasan. Misal bau asap pembakaran, karbon dioksida (CO2), serta bau menyengat lainnya. Untuk menjaga kenyamanan udara di ruang perpustakaan perlu pemasangan alat pengatur suhu seperti AC (Air Conditioning). Alat ini dapat digunakan untuk mengatur udara di dalam ruangan. Selain menggunakan alat seperti AC, untuk memperoleh kenyamanan udara juga dapat melalui ventilasi berupa lubang-lubang kecil dan jendela. Ada saatnya jendela dibuka agar peredaran dan pergantian udara ebih cepat (Lasa, 2007: 168). 2.6.4. Akustik Ruangan Pembahasan akustik ruangan khususnya pada perpustakaan meliputi suara atau bunyi yang ditimbulkan dari dalam gedung ataupun dari luar gedung dan lingkungan sekitar yang sifatnya mengganggu dan menimbulkan kebisingan di dalam gedung. Sumber kebisingan dalam ruang perpustakaan tidak hanya berasal dari luar gedung tetapi juga berasal dari dalam gedung itu sendiri seperti suara langkah kaki pemustaka. Percakapan dan aktifitas lainnya yang dilakukan pemustaka dapat menimbulkan bunyi yang mengarah pada kebisingan. Kebisingan ini dapat diredam dengan pemasangan bahan lunak yang dapat meredam suara pada
29
dinding, lantai, dan pondasi utama pada ruang perpustakaan (Christina, 2005: 120). 2.6.5. Warna Warna merupakan sesuatu yang melekat pada semua objek yang dapat dilihat. Dalam kehidupan sehari-hari warna menjadi sesuatu yang melekat pada diri seseorang. Warna juga dapat mempengaruhi jiwa dari seseorang. Dari setiap warna memiliki makna yang bisa menggambarkan dan menjadi ciri khas dari seseorang ataupun obyek yang ada di sekitarnya. Warna sangat berpengaruh dalam ruang-ruang di perpustakaan terutama pengaruhnya terhadap kenyamanan pemustaka. Warna dalam tata ruang perpustakaan meliputi warna untuk eksterior dan warna untuk interior. Pemilihan warna pada eksterior atau bagian luar dari gedung perpustakaan harus memperhatikan sifat dari warna tersebut. Warna memiliki dua sifat yaitu memantulkan dan menyerap panas dari cahaya. Dalam pemilihan warna eksterior, Lasa (2007: 165) menjelaskan bahwa memilih warna luar bangunan perpustakaan harus menyesuaikan iklim. Untuk bangunan yang berada pada iklim panas sebaiknya memilih warna-warna ringan agar dapat memantulkan sinar matahari. Sedangkan pada iklim yang dingin sebaiknya memilih warna yang gelap agar menyerap panas dari matahari. Untuk warna interior selalu diserasikan dengan warna perabot dan penerangan. Warna pada rak buku, meja, kursi, serta perabot lainnya harus sesuai dengan warna tembok dan lantai. Penerangan pada lampu juga perlu diperhatikan
30
agar tidak menimbulkan kesan silau ataupun redup. Warna yang silau dapat membuat suhu ruangan menjadi gerah dan warna yang gelap dapat menimbulkan kesan yang sempit dan menyebabkan pemustaka dan pustakawan merasa sesak. Warna ruangan yang sesuai dan serasi akan memberikan kepuasan kepada pemustaka karena dapat menarik dan memberikan suasana senang pemustaka. Selain itu rasa senang, pemilihan warna interior juga dapat meningkatkan semangat pemustaka pada saat membaca dan mengurangi rasa lelah (Lasa, 2007: 166). Keserasian warna pada gedung perpustakaan membuat pemustaka dan pustakawan merasa nyaman sehingga menimbulkan semangat untuk melakukan kegiatan di dalamnya. 2.6.6. Perabot Furnitur atau sering disebut perabot dalam perpustakaan merupakan peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan yang ada di dalam ruang perpustakaan itu sendiri. Perabot dalam perpustakaan ini bersifat tahan lama dan tidak habis jika dipakai seperti lemari, rak buku, meja, kursi, cabinet. Setiap perabot memiliki fungsi yang berbeda namun dalam penataannya perlu memperhatikan fisik ruang seperti luas dan tinggi ruangan. Dalam perencanaan awal, pengadaan perabot perpustakaan harus dilakukan secara berkala sesuai fungsinya. Misal untuk ruang koleksi membutuhkan lemari dan rak buku dengan ukuran yang sesuai dengan fisik ruangan. Pemilihan warna untuk perabot juga harus disesuaikan dengan warna
31
tembok dan lantai ruangan. Selain warna, perabot juga harus disesuaikan dengan pemustaka yang meliputi bentuk dan ukuran tubuh dengan jarak penempatan perabot. Hal ini bertujuan agar penempatan dan ukuran perabot tidak mengganggu pergerakan pemustaka dalam melakukan kegiatannya di perpustakaan. Penempatan perabot juga didukung dengan tata letak antara ruang koleksi dengan meja baca yang digunakan pemustaka. Rahayuningsih (2007: 9) membagi tata letak pada perabot perpustakaan menjadi tiga yaitu: 1. Tata sekat Penataan perabot pada ruang di perpustakaan dengan menempatkan rak-rak koleksi terpisah dari ruang baca pemustaka. Tata sekat biasanya diterapkan di perpustakaan yang menggunakan sistem tertutup. 2. Tata parak Penataan perabot pada ruang perpustakaan dengan menempatkan rakrak koleksi di ruangan yang terpisah dari ruang baca, tetapi pemustaka dapat mengambil sendiri koleksi kemudian dibawa dan dibaca di ruang baca.
Penataan
ini
dapat
diterapkan
di
perpustakaan
yang
menggunakan sistem terbuka. 3. Tata baur Penataan perabot pada ruang perpustakaan yang menempatkan rak-rak koleksi dengan meja baca pemustaka dicampur dalam satu ruang. Penataan ini sangat memudahkan pemustaka untuk mengambil koleksi
32
kemudian kembali ke meja baca. Cara ini sangat cocok diterapkan di perpustakaan yang menggunakan sistem terbuka. Penempatan rak buku satu dengan yang lain juga harus memperhatikan jaraknya. Tujuannya agar pemustaka dengan mudah mengambil koleksi atau buku di rak tanpa bersinggungan dengan pemustaka yang lain. Jarak yang baik untuk penempatan rak-rak koleksi khususnya rak buku adalah 1,5 m sampai 2,3 m sehingga dapat dilalui dua sampai tiga orang tanpa bersinggungan. Setiap rak berukuran tinggi maksimal 1,80 m3 yang terdiri dari lima atau enam kolom yang disusun ke atas (Neufert, 2002: 4).
2.7.
Perpustakaan Umum
Perpustakaan umum adalah lembaga atau instansi yang didirikan dalam ruang lingkup manusia khususnya pemukiman penduduk baik di perkotaan atau kabupaten maupun di pedesaan. Tujuan didirikan perpustakaan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi dan menambah ilmu pengetahuan bagi masyarakatnya. Pengguna ataupun pemustaka dari perpustakaan ini tidak dibatasi dan terdiri dari semua lapisan masyarakat. Karena pemustakanya merupakan masyarakat luas maka kebutuhan ruangannya berbeda dan lebih luas dibandingkan dengan jenis perpustakaan yang lain. Lasa (2007: 156) menjelaskan bahwa kebutuhan ruang di perpustakaan umum dibagi menjadi tiga. Pembagian kebutuhan ruang ini sesuai dengan Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum yaitu:
33
1. Perpustakaan Daerah Tingkat II/ Kabupaten/ Kotamadya membutuhkan luas tanah sekitar 2000 m2 dengan luas bangunan 200 m2. 2. Perpustakaan Kecamatan membutuhkan luas tanah sekitar 1000 m2 dengan luas bangunan 120 m2. 3. Sedangkan untuk perpustakaan desa membutuhkan luas tanah sekitar 500 m2 dengan luas bangunan 80 m2. Kebutuhan perpustakaan kota atau kabupaten lebih luas karena perpustakaan ini menjadi pusat di kota tersebut. Pemustakanya juga berasal dari semua desa dan kecamatan yang ada di lingkup kota. Kebutuhan koleksinya juga lebih banyak karena pemustakanya terdiri dari masyarakat kecamatan maupun desa. Sedangkan perpustakaan kecamatan dan perpustakaan desa lebih kecil karena berada di bawah naungan perpustakaan kota atau kabupaten. Penataan ruang pada perpustakaan umum dibuat untuk memberikan kesan yang menyenangkan bagi pemustaka sesuai dengan kebutuhannya. Tata ruang dalam perpustakaan umum sebaiknya menggunakan hubungan antar ruangan berbentuk segi empat untuk membedakan fungsi ruang seperti ruang untuk administrasi, ruang untuk pemustaka, serta ruang untuk koleksi. Hubungan antar ruangan berbentuk segiempat membuat penataan ruang perpustakaan menjadi baik dan fleksibel sehingga memudahkan aktifitas pustakawan dan pemustaka serta perluasan pada ruang atau gedung (Neufert, 2002: 4).
34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Desain dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui persepsi dari pemustaka. Persepsi merupakan pandangan dan tanggapan yang sepenuhnya diperoleh dari pemikiran pemustaka terhadap obyek yang akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif agar keseluruhan informasi yang didapat dari pemustaka sesuai dengan pemahaman mereka terhadap obyek penelitian. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan gambaran seutuhnya dari manusia terhadap objek yang diteliti berdasarkan pemikiran dan pemahaman mereka (Sulistyo-Basuki, 2010: 78). Dalam penelitian kualitatif peneliti ingin lebih mengembangkan teori dan pemahaman dari objek yang diteliti. Maka peneliti melakukan interaksi langsung dengan yang diteliti sehingga data atau informasi yang diperoleh apa adanya sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Desain penelitian yang dipakai adalah penelitian deskriptif dengan jenis studi kasus. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap sesuatu yang menjadi obyek penelitian
35
dengan memahami semua sifat dan faktor yang berhubungan dengan obyek tersebut (Gempur, 2005: 29). Penelitian studi kasus bertujuan untuk mengungkap atau memahami sesuatu hal yang cenderung menghasilkan kesimpulan khusus. Penelitian ini dapat dilakukan terhadap fenomena yang berkaitan dengan perorangan, kelompok, dan objek material (Sulistyo-Basuki, 2010: 113). Oleh karena itu, peneliti mendeskripsikan kondisi tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
3.2.
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
3.3.
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sering berkunjung dan mengakses koleksi perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
3.4.
Informan
Subjek dalam penelitian ini adalah semua lapisan masyarakat yang sudah terdaftar menjadi anggota perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Semua lapisan masyarakat masih terlalu luas. Maka peneliti perlu menggunakan teknik pengambilan sampel sumber data. Dalam penelitian
36
kualitatif ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam mengambil sampel atau teknik sampling. Sugiyono (2012: 219) menyatakan bahwa purposive sampling sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Purposive sampling merupakan teknik sampling dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria dari responden yang diwawancarai. Dari kriteria yang dimiliki responden diharapkan bisa menjadi orang yang paling tahu dan paham tentang apa yang diharapkan peneliti. Jika satu responden belum memberikan jawaban yang diinginkan, maka peneliti mencari lagi responden lain sehingga jawaban terkumpul dan sesuai dengan keinginan peneliti. Peneliti kemudian mencari pemustaka secara acak dari berbagai kalangan seperti umum, pelajar SMA, SMP, dan mahasiswa untuk melakukan wawancara. Pemustaka yang dipilih hanya yang memberikan jawaban dan data yang mampu mewakili tujuan dari penelitian. Namun sebelum melakukan wawancara peneliti perlu membatasi pada pemustaka yang sering berkunjung dan mengakses koleksi di perpustakaan. Peneliti membatasi pemustaka yang menjadi informan adalah pemustaka yang sering ke perpustakaan minimal dua kali berkunjung dalam satu bulan. Berikut nama-nama informan dalam penelitian ini: No. Nama Informan
Kalangan
Banyaknya kunjungan
1.
Ramadhani
Mahasiswa
Satu kali dalam seminggu
2.
Aris Hidayat
Mahasiswa
Satu kali dalam seminggu
3.
Tia Sekar
Mahasiswa
Satu kali dalam seminggu
37
4.
Arna Prabawani
Umum
Satu kali dalam seminggu
5.
Russriyanto
Umum
Dua kali dalam seminggu
6.
Ayushi Setyowati
Mahasiswa
Satu kali dalam seminggu
Maka dalam penelitian ini didapat enam orang informan yang terdiri dari empat orang mahasiswa dan dua orang dari kalangan umum. Keenam orang tersebut dipilih menjadi informan oleh peneliti karena banyaknya kunjungan mereka sesuai dengan kriteria pemilihan informan dan jawaban wawancara mereka sesuai dengan tujuan penelitian.
3.5.
Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan sumbernya data dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sumber Data Primer Sumber data yang didapat langsung dari informan. Dalam penelitian ini, sumber primer didapat dari wawancara dengan pemustaka yang menjadi informan. Sumber data ini berupa hasil dan transkrip wawancara dengan pemustaka yang ada di Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. 2. Sumber Data Sekunder Sumber data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Misal seperti foto, struktur organisasi, visi-misi, sketsa gedung yang di dapat dari Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
38
3.6.
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dalam penelitian dengan tujuan utama yaitu untuk mendapatkan data. Teknik pengumpulan data ini dilakukan agar peneliti mendapatkan semua data yang memenuhi kriteria atau standar yang sudah ditentukan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Maka peneliti menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data yang yaitu: 1. Observasi Observasi dalam penelitian merupakan sebuah dasar untuk membantu peneliti mendapatkan fakta mengenai objek dan perilaku dari tujuan penelitian. Sanafiah Faisal dikutip dalam Sugiyono (2012: 226) menyebutkan ada tiga jenis observasi yaitu observasi partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, dan observasi tak terstruktur. Peneliti memilih observasi terus terang atau tersamar. Observasi ini dilakukan dengan meminta ijin dan menyatakan terus terang kepada sumber data tentang tujuannya yaitu melakukan penelitian dan minta data yang diperlukan sehingga orang-orang yang diteliti mengetahui sejak awal tentang aktivitas peneliti sampai penelitian selesai. Namun pada saat tertentu peneliti juga diperbolehkan untuk tidak terus terang atau tersamar. Hal ini untuk menghindari pada data yang bersifat rahasia dan jika peneliti berterus terang dikhawatirkan tidak diijinkan untuk melakukan observasi (Sanafiah dikutip dalam Sugiyono, 2012: 228).
39
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi terus terang. Observasi ini bertujuan agar peneliti mendapat ijin dan memberi kenyamanan pada orang-orang atau pihak yang terkait dengan penelitian ini. Dengan meminta ijin dan menyampaikan tujuan penelitian dari awal kepada pihak Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga, peneliti berharap agar pengelola dan pustakawan di Kantor Perpustakaan dan Arsip daerah menjadi nyaman dan akrab sehingga mau memberikan data-data yang diperlukan. Untuk observasi yang tersamar peneliti tidak memfokuskan observasi tersebut karena data-data yang diperlukan peneliti di Kantor Perpustakaan Arsip Daerah Kota Salatiga tidak ada yang bersifat rahasia. 2. Wawancara Wawancara dilakukan peneliti untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dari partisipan. Teknik pengumpulan data ini berdasarkan pada laporan dari individu atau pengetahuan dan pemahaman pada pribadi partisipan
sehingga
peneliti
mampu
memahami
dan
mendalami
pemahaman partisipan. Susan dikutip dalam Sugiyono (2012: 232) memaparkan bahwa wawancara membantu peneliti mengetahui serta memahami lebih dalam tentang partisipan dalam mengemukakan pendapat pada permasalahan yang terjadi. Pendalaman kepada partisipan ini yang tidak dapat ditemukan dalam observasi.
40
Wawancara dilakukan peneliti dengan berinteraksi atau berhadaphadapan langsung dengan partisipan. Agar wawancara berjalan dengan lancar peneliti harus memahami situasi dan kondisi partisipan sehingga dapat memilih waktu dan tempat yang tepat dalam pelaksanaannya. Dalam wawancara juga dapat terjadi kontak pribadi sehingga peneliti perlu mengontrol emosi baik pada dirinya maupun pada partisipan. Wawancara dibagi menjadi tiga macam seperti yang dikemukakan Esterberg dikutip dalam Sugiyono (2012: 233) yaitu wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur, dan wawancara tak terstruktur. Peneliti ingin mengetahui persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Peneliti ingin mengetahui pemahaman pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan dengan jawaban yang mendalam dan pengembangan berdasarkan pemikiran pemustaka itu sendiri. Oleh karena itu peneliti menggunakan wawancara tak terstrukur agar informasi yang didapat sepenuhnya pemahaman dari pemustaka selaku informan. Wawancara tak terstruktur tidak memerlukan sistematis pertanyaan karena hanya pokok permasalahannya saja yang disampaikan kepada informan. Wawancara ini memudahkan peneliti dalam mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari informan. Peneliti belum mengetahui data apa yang akan diperoleh karena pada awal wawancara ini hanya mendengarkan apa saja yang disampaikan oleh informan. Ketika informan sudah membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan maka
41
kesempatan tersebut digunakan peneliti untuk memberikan pertanyaan sesuai tujuan (Estberg dikutip dalam Sugiyono, 2012: 233). 3. Dokumentasi Dokumen
adalah
hasil
dari
kegiatan
dokumentasi
yang
mengungkapkan catatan atau gambaran peristiwa yang sudah terjadi. Dokumen ini bisa berbentuk tulisan, gambar, ataupun benda bersejarah. Dalam penelitian ini dokumen menjadi pendukung untuk hasil dari observasi dan wawancara yang dilakukan sebelumnya agar hasil tersebut dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hasil dari dokumentasi dalam penelitian ini meliputi data hasil wawancara dengan informan, foto-foto saat observasi, serta data-data lainnya yang berisi tentang struktur organisasi, visi-misi, data deskriptif perpustakaan, dan transkrip wawancara dengan informan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
3.7.
Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung sampai selesai dalam periode tertentu. Jika data yang diperoleh dari wawancara belum memuaskan, maka peneliti melakukan wawancara lagi sampai data yang diperoleh sesuai dengan keinginan peneliti. Analisis data dibagi menjadi tiga tahapan sesuai yang dijelaskan Miles dan Huberman dikutip dalam Sugiyono (2012: 247), yaitu:
42
1. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data dalam penelitian yaitu menyederhanakan dan menyeleksi hal-hal penting yang menjadi pokok dalam permasalahan. Data yang sudah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan
peneliti
untuk
mengumpulkan
data pada tahap
selanjutnya. Reduksi data juga memudahkan peneliti untuk mencari dan menemukan kembali data saat diperlukan. 2. Penyajian Data Penyajian data dalam penelitian kualitatif dibagi menjadi: a. Teks naratif b. Grafik, matrik, jaringan, dan bagan Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teks naratif dalam menyajikan data penelitian. Peneliti mendeskripsikan semua informasi yang ada di lapangan dan mengolah hasil wawancara dengan informan mengenai tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Pengolahan data dan hasil wawancara di lapangan kemudian diklarifikasi sampai peneliti membuat suatu simpulan. Simpulan ini disajikan dengan teks naratif. 3. Simpulan Penarikan simpulan dalam kualitatif dilakukan peneliti secara terusmenerus berdasarkan data-data dengan bukti yang valid. Dalam tahapan ini pengecekan ulang perlu dilakukan agar data yang diperoleh
43
sama dengan informasi dan catatan yang diperoleh peneliti sebelumnya.
44
BAB IV GAMBARAN UMUM KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KOTA SALATIGA
4.1.
Sejarah Singkat
Pada awalnya pembentukan nomenklatur perpustakaan pada tahun 1981. Kemudian pada tahun 1983 perpustakaan menjadi Sub Bagian Perpustakaan yang berada di bawah Bagian Hukum dan Organisasi dan Tata Laksana. Perubahan Perda terjadi pada tahun 1992, Sub Bagian Perpustakaan kemudian berada di bawah Bagian Organisasi Kepala Bagian Organisasi. Pada tahun 1997 Perpustakaan Umum Kota Salatiga menjadi institusi mandiri sebagai lembaga teknis daerah. Walaupun berdiri sendiri sebagai kantor, namun personil yang menjadi bagian perpustakaan umum kurang dari 10 orang.. Seiring dengan perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja di Pemkot Salatiga pada tahun 2002, perpustakaan umum masih dipertahankan sebagai kantor, namun kali ini digabung dengan bidang Arsip dan Data Elektronik. Nomenklatur yang dipakai adalah Kantor Perpustakaan, Arsip Daerah, dan Pengolahan Data Elektronik Kota Salatiga. Perpustakaan umum ditanggani oleh seorang Kepala Seksi Perpustakaan yang dijabat oleh Sungkono, BA. Bidang Kearsipan sendiri sampai tahun 2002 masih belum dipandang sebagai sebuah urusan mandiri sehingga masih menjadi bagian dari kegiatan
45
Kasubag Tata Usaha pada Bagian Umum. Namun setelah tahun 2002 bidang kearsipan ditangani oleh seorang Kepala Seksi Kearsipan. Bidang Data Elektronik ditangani oleh Kepala Seksi Pengolahan Data Elektronik. Namun tahun 2005 nomenklatur kembali diperbarui menjadi Kantor Pengolahan Data Elektronik, Perpustakaan dan Arsip Daerah, dengan alamat kantor, pelayanan dan koleksi yang tetap sama. Perpustakaan Umum ditangani oleh seorang Kepala Seksi Perpustakaan. Bidang Kearsipan masih ditangani oleh seorang Kepala Seksi Kearsipan. Bidang Data Elektronik ditangani oleh Kepala Seksi Pengolahan Data Elektronik. Pada tahun 2009 terjadi perubahan nomenklatur kantor menjadi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Tahun 2010 kepala kantor digantikan oleh Darmon, SH. Perpustakaan Umum masih ditangani oleh Kepala Seksi Perpustakaan yang dijabat oleh Yohanes Widodo (tahun 2005-2011), sampai saat ini Kasi Perpustakaan dijabat oleh Heru Susanto, SE. Dalam nomenklatur baru ini terbentuk seksi baru yaitu Seksi Bina Perpustakaan dan Kearsipan yang dijabat oleh Sri Swasty, S.S., MH. (2009-2010) dilajutkan oleh Ign. Bagus Indarto SWE, A. Md. (2010-sekarang). Pada tanggal 17 Oktober 2011 kepala perpustakaan diserahkan dari Darmono,SH kepada Agus Parmadi PT, SE, MSi. Hingga pada awal tahun 2013, Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah dipindahkan ke alamat Jalan Adi Sucipto No. 7 Salatiga. Letak Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga berdekat dengan keramaian seperti adanya Selasar Kartini, dan alun-alun lapangan Pancasila serta dikelilingi
46
beberapa lembaga pendidikan seperti SDN 5 Kalicacing Salatiga, SLB, SMA Negeri 3 Salatiga, STAIN Salatiga, dan lain sebagainya.
4.2.
Visi dan Misi
Setiap jenis lembaga atau organisasi yang berada di bawah naungan pemerintah maupun swasta harus memiliki visi dan misi. Hal tersebut juga dimiliki oleh Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Adapun visi dan misi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga adalah, 1. Visi Menjadikan Perpustakaan dan Arsip sebagai pusat informasi, pengetahuan dan kebudayaan yang mendukung visi Kota Salatiga. 2. Misi a. Meningkatkan sarana dan prasarana perpustakaan dan kearsipan. b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dibidang Perpustakaan dan Kearsipan. c. Menyelamatkan, memelihara dan mengamankan arsip sebagai sarana informasi utama. d. Menarik, memelihara dan melestarikan karya cetak dan karya rekam hasil budaya bangsa khususnya karya budaya daerah Kota Salatiga.
4.3.
Struktur Organisasi
Perpustakaan sebagai salah satu bentuk organisasi yang memiliki struktur organisasi dengan staff dan jabatan sesuai dengan tugas masing-masing. Selain
47
itu, dalam sebuah perpustakaan harus ada penanggung jawab dan pemimipin untuk menjalankan fungsi perpustakaan. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memiliki struktur yang terdiri dari kepala, kelompok jabatan fungsional, sub bagian tata usaha, seksi perpustakaan, seksi arsip daerah, seksi bina perpustakaan dan kearsipan.
Bagan 4.1 Susunan organisasi di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga (Sumber: Arsip Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga)
4.4.
Kegiatan
Dalam mengelola informasi, Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga mempunyai beberapa bidang pekerjaan, antara lain
48
1. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan koleksi atau bahan pustaka. Pengadaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: a. Pembelian Pembelian dilakukan dengan penunjukan rekanan
yang akan
mengadakan buku atau dengan lelang melalui ULP (Unit Layanan Pengadaan) b. Hadiah/ hibah Pengadaan melalui hibah yaitu pengadaan bahan pustaka yang didapat dari hadiah atau sumbangan pihak lain secara cuma-cuma. Pemberi hibah dapat perseorangan atau organisasi sepert Ikatan Alumni SMA 1 Salatiga, Paguyuban Warga Salatiga di Jakarta (Pawarsa), dan Yayasan Abiyoso untuk koleksi braile bagi pemustaka yang berkebutuhan khusus. 2. Pengolahan Pengolahan bahan pustaka dilakukan perpustakaan yang menggunakan sistem layanan terbuka. Tujuan dari pengolahan untuk memudahkan pemustaka dalam menemukan kembali bahan pustaka.
Kegiatan
pengolahan meliputi kegiatan pengecekan, pengecapan kepemilikan, pemberian nomor inventaris, penentuan klasifikasi, input data buku ke database, memberikan label dan barcode, memberikan lembar tanggal kembali, memberikan stiker warna, dan memberikan sampul buku.
49
Proses pengolahan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga meliputi: a. Penerimaan bahan pustaka dan pengecekan kembali bahan pustaka dari pihak kontraktor untuk pembelian atau dari pihak masyarakat untuk pemberian/hibah/hadiah. Koleksi bahan pustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga banyak mengadakan bahan pustaka dengan menggunakan dana dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) karena Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga berdiri di bawah naungan pemerintah kota Salatiga. Selain hal tersebut, Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga juga menerima pemberian hibah/hadiah dari masyarakat. Setelah bahan pustaka diterima oleh Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah, bahan pustaka kemudian dicek baik isi informasinya maupun bentuk fisik bukunya. Pengecekan isi informasinya dilakukan agar pengguna perpustakaan menemukan kebutuhan informasinya dan isi informasi tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku. Sedangkan pengecekan fisik bahan pustaka dilakukan untuk mengetahui keadaan fisik bahan pustaka terebut baik atau tidak. Apabila keadaan fisik buku tidak sesuai standar, maka dapat di klaim dan dikembalikan untuk diganti.
50
b. Pemberian nomor inventaris. Setelah bahan pustaka diterima dan dicek oleh pustakawan, hal yang harus dilakukan adalah memberikan nomor inventaris pada bahan pustaka. Sistem nomor inventaris di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga mempunyai 8 kode data. c. Klasifikasi Bahan Pustaka Proses klasifikasi bahan pustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga menggunakan sistem klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification). DDC memiliki sepuluh kelas utama yaitu, 000 (Komputer, Informasi, dan referensi umum), 100 (Filsafat dan Psikologi), 200 (Agama), 300 (Ilmu Sosial), 400 (Bahasa), 500 (Sains dan Matematika), 600 (Teknologi), 700 (Kesenian dan Rekreasi), 800 (Sastra), 900 (Sejarah dan Geografi). d. Katalogisasi (menginput data ke dalam database komputer) Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga menggunakan SliMS untuk proses katalogisasi. Proses input data untuk katalog meliputi: 1) Nomor Inventaris 2) Judul Buku 3) Nama Pengarang Buku 4) Tahun terbit buku 5) ISBN (International Serial Book Number) 6) Cetakan/ edisi
51
7) Data fisik buku (tinggi dan halaman buku) 8) Nomor klasifikasi/ Call Number 9) Jenis Koleksi 10) Gambar Sampul Bahan pustaka yang sudah mengalami proses input data kemudian diberi label dan barcode yang ditempel pada bahan pustaka tersebut. e. Pemberian perlengkapan bahan pustaka Pemberian perlengkapan bahan pustaka ini meliputi pemberian kantong buku, lembar kembali, stiker warna (untuk membedakan antara satu kelas klasifikasi dengan kelas klasifikasi yang lain) serta pemasangan sampul buku. f. Shelving Shelving adalah kegiatan penempatan buku ke dalam rak koleksi sesuai dengan nomor klasifikasi. Proses ini dilakukan oleh pengelola dan pustakawan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga pada bahan pustaka yang siap dilayankan kepada pemustaka. 3. Layanan a. Layanan Teknis Layanan teknis merupakan sistem yang ada di perpustakaan yang berfungsi untuk mempersiapkan bahan pustaka sehingga dapat diakses oleh pemustaka.
52
b. Layanan Pembaca Layanan ini berhubungan langsung dengan pemustaka. Layanan ini meliputi layanan referensi, layanan baca di tempat, layanan sirkulasi dan lain sebagainya. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga melayani pemustaka setiap hari dengan waktu pelayanan hari senin sampai jum’at pukul 08.00 – 20.00, sabtu dan minggu pukul 08.00 – 16.00. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga dapat melayani beberapa layanan antara lain: 1) Layanan Anggota 2) Layanan Sirkulasi
4.5.
Gedung
Gedung baru Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga dibangun di atas lahan sekitar 1.740 m2 di jalan Adi Sucipto nomor 7 Salatiga. Sebelumnya lahan ini digunakan untuk gedung Dinas Pariwisata. Pada tahun 2001 gedung pariwisata ini dirubuhkan kemudian dibangun gedung baru dengan dua lantai yang digunakan untuk Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah. Untuk perpustakaan yang menyediakan koleksi bagi pemustaka menggunakan gedung yang ada di jalan Diponegoro 37 dan untuk depo arsip menggunakan gedung yang ada di jalan Randusari, Mangunsari Salatiga. Penyelesaian pembangunan gedung perpustakaan dan arsip yang baru pada akhir tahun 2012 dengan hasil akhir yang terdiri dari tiga lantai dengan luas
53
keseluruhan gedung sekitar 1.200 m2. Gedung yang baru ini digunakan untuk perpustakaan, arsip, dan kantor. Kemudian gedung resmi dibuka dan digunakan untuk umum pada tanggal 1 Maret 2013. Gedung yang baru ini memiliki tiga lantai yang terdiri dari lantai basement pada dasar gedung, lantai 1, dan lantai 2. Lantai dasar atau basement digunakan untuk kantor perpustakaan, ruang kepala perpustakaan, ruang arsip, ruang tamu, gudang, dapur, dan tempat parkir mobil perpustakaan keliling. Untuk lantai satu dan dua digunakan untuk koleksi dan layanan pemustaka. Lantai satu terdiri dari looker room, meja sirkulasi petugas, ruang multimedia, ruang pengolahan, ruang anak, space yang menyediakan komputer untuk internet, ruang berkebutuhan khusus dan pojok laktasi, dan toilet. Koleksi seperti buku dan layanan referensi ada di lantai dua. Untuk menuju lantai dua dapat melewati tangga yang dibentuk setengah melingkar yang menyesuaikan dari bentuk gedung. Lantai dua sering digunakan pengunjung karena semua koleksi buku dan katalog online ada di situ. Suasana di lantai dua juga lebih nyaman untuk membaca.
54
BAB V HASIL PENELITIAN
Setelah data selesai dikumpulkan, maka langkah peneliti selanjutnya adalah menyajikan data yang diperoleh selama penelitian berkaitan dengan persepsi pemustaka terhadap tata ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Tata ruang gedung perpustakaan selalu menggunakan desain pada tahap awalnya. Desain merupakan rancangan dan perencanaan yang melibatkan pustakawan atau pihak perpustakaan dengan pihak terkait. Hasil dari desain tersebut berupa gedung yang meliputi eksterior dan interior karena meliputi semua yang ada di dalam gedung ataupun semua yang ada di luar dan lingkungan sekitar gedung dan dapat dirasakan pemustaka. Maka dalam penelitian ini, peneliti hanya menanyakan kajian-kajian dari eksterior gedung dengan interior gedung kepada pemustaka. Sedangkan untuk kajian pada desain sudah terwakili dari wujud eksterior dan interior gedung itu sendiri. 5.1.
Lahan
5.1.1. Akses Pemustaka dalam mencari lokasi gedung perpustakaan Lahan yang disediakan untuk gedung perpustakaan dipengaruhi oleh lokasi. Lokasi ini dapat memberikan kemudahan dalam mencari gedung atau
55
accessibility. Peneliti perlu mengetahui akses pemustaka mulai dari berangkat sampai ke gedung perpustakaan. Gedung Perpustakaan dan Arsip daerah Kota Salatiga dibangun di atas lahan sekitar 1.740 m2 di jalan Adi Sucipto nomor 7 Salatiga. Lahan ini berada di pinggir jalan yang sering dilewati angkutan umum dan pejalan kaki. Berikut pernyataan dari dua informan mengenai aksesnya ke gedung perpustakaan: “Pertama kali tahu perpustakaannya pindah dari teman, diberitahu kalau sekarang gedung perpustakaanya lebih besar. Pertama datang juga sama teman. Kalau ke sini naik angkot. Kalau angkot kan mudah bisa langsung turun kota trus jalan kaki bisa sampai sini. Kalau angkot dari rumah dua kali biasanya cuma 15-20 menit lumayan cepat. Turun pertama di bundaran kota trus oper jalur 9 atau jalur 7 bisa turun depan.” (hasil wawancara dengan Aris, 3 Agustus 2013) Informan ini menganggap bahwa lokasi gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memberikan kemudahan karena dilewati beberapa angkutan umum yang bisa ia akses dari rumah dengan waktu yang tidak lama. Kemudahan juga dirasakan oleh informan lainnya (lihat di lampiran). Berdasarkan data penelitian di atas peneliti menyimpulkan bahwa lokasi dari gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memberikan kemudahan bagi pemustaka. Karena lokasi gedung ini dilewati beberapa angkutan umum yang bisa diakses pemustaka dari pusat kota atau tempat yang sering dilewati orang-orang pada umumnya. Kemudahan juga dirasakan oleh pemustaka
56
yang berjalan kaki dari kampus mereka masing-masing untuk menuju lokasi gedung perpustakaan. 5.1.2. Lingkungan sekitar yang mengelilingi gedung perpustakaan Lokasi dan lahan juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang mengelilingi gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Salatiga. Lokasi perpustakaan yang strategis karena adanya lingkungan sekitarnya yang dapat membantu pemustaka dalam mencari lokasi tersebut. Lokasi gedung ini berada di jalan Adi Sucipto nomor 7 Salatiga. Lahan gedung perpustakaan ini berada di antara gedung Dinas Pendidikan Kota Salatiga yang berada di sebelah kanan dan Selasar Kartini yang berada di sebelah kiri gedung. Selasar Kartini ini merupakan tempat rekreasi yang sering dikunjungi masyarakat kota Salatiga. Berikut pernyataan dari informan mengenai lokasi gedung perpustakaan: “Pertama cari gedungnya gampang kok, kan tengah kota, udah tahu semua, kalau ga ya belakang kantor polisi itu, kalau ga ya belakang lapangan pancasila. Lokasinya ya strategis, dekat kantor ya memudahkan apalagi sebelah sini ada SMP, kalau pas pulang pada ke sini semua. Kalau ga ya lewat selasar. Biasanya kalo hari minggu habis main di selasar pada ke sini.” (hasil wawancara dengan Arna, 4 Agustus 2013) Informan ini menganggap lokasi gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga strategis karena ia dengan mudah menemukan gedung perpustakaan dengan didukung lingkungan sekitar seperti sekolah, kantor, dan beberapa tempat ramai yang ada di Kota Salatiga. Informan yang lain juga menganggap gedung
57
Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memiliki lokasi yang strategis (lihat di lampiran). Berdasarkan data penelitian di atas peneliti menyimpulkan bahwa lokasi dari gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga sangat strategis karena berada di lingkungan perkantoran dan dekat dengan tempat-tempat yang sering dilewati banyak orang. Lokasi jalan Adi Sucipto nomor 7 di Salatiga ini sangat memudahkan pemustaka dalam mencari gedung perpustakaan. Lokasi gedung ini bersebelahan dengan kantor Dinas Pendidikan Daerah Kota Salatiga. Di sebelah kiri lokasi gedung perpustakaan, terdapat Selasar Kartini yang sering digunakan masyarakat kota Salatiga pada umumnya untuk rekreasi. Selain itu gedung perpustakaan ini juga dekat dengan kantor polisi dan alun-alun Pancasila. Lingkungan sekitar ini semakin memudahkan pemustaka dalam mencari lokasi Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga karena mudah diingat dan dicari. Lokasi yang strategis dan lingkungan sekitar yang mendukung di setiap sisi gedung menjadikan lahan tersebut dinilai sesuai dengan perencanaan pada pembangunan gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga.
58
5.2.
Arsitektur Bangunan
5.2.1. Kesan pemustaka terhadap bentuk gedung dan penataannya dari depan dan keadaan di sekitar gedung Arsitektur pada gedung perpustakaan juga dapat menjadi ciri khas dari perpustakaan itu sendiri. Kesan pertama seorang pemustaka melihat perpustakaan adalah dari melihat gedung dan arsitekturnya. Bentuk gedung yang kokoh dan memiliki estetika dapat menarik minat pemustaka untuk berkunjung dan merasakan kenikmatan, kenyamanan, serta keamanan dari gedung yang melindungi mereka dalam mengakses bahan pustaka beserta fasilitas-fasilitas yang ada. Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memiliki bentuk yang unik dan berbeda dari gedung perpustakaan lainnya. Jika dilihat dari atas, gedungnya berbentuk hampir menyerupai segi enam. Gedung perpustakaan ini terlihat jelas dari jalan raya. Di depan gedung terdapat halaman yang dijadikan taman kecil dan parkir kendaraan. Untuk bagian belakang juga terdapat taman yang diberi rumput gajah agar bisa memberikan nuansa segar jika dilihat dari dalam. Untuk bagian depan juga ada pos satpam yang dapat memantau tempat parkir. Letak pos satpam ini tepat di sebelah gerbang masuk ke halaman depan gedung perpustakaan. Peneliti ingin mengetahui kesan pemustaka ketika melihat bagian luar gedung perpustakaan. Pemustaka juga diharapkan memberikan kesan terhadap
59
tampilan gedung dari depan baik dari gedung itu sendiri ataupun halaman beserta isinya. Berikut pernyataan dari informan mengenai bentuk gedung: “Ya bagus, apalagi dibandingkan dengan gedung yang dulu beda jauh. Apalagi ini juga bangunannya kalau dilihatin kayak bangunan Green Building soalnya di dalamnya pake kipas angin dan ga pakai lampu di atasnya udah terang. Awalnya itu perpustakaannya kok bagus banget apalagi saya bandingin dengan perpustakaan daerah lainnya ga sebagus ini. Kalau gedung yang dulu itu cuma kayak rumah kecil. Bentuk gedungnya juga ga biasa, jarang ada bentuk gedung perpustakaan seperti ini kan? Kesan pertama saya lihat ya bagus lah, apalagi lapangan parkirnya luas, lebih luas dari yang dulu, juga ada pos satpamnya di depan, lebih aman. Tapi kalau ga ada tulisan perpustakaan itu saya juga ga ngira kalo ini perpustakaan. Saya tertarik soalnya bangunannya juga unik lah.” (hasil wawancara dengan Aris, 3 Agustus 2013) Informan ini menganggap bahwa gedung perpustakaan ini seperti bangunan Green Building karena sirkulasi udaranya menggunakan kipas angin yang identik dengan udara alami yang berasal dari luar. Gedung perpustakaan ini juga didukung dengan halaman dan tempat parkir yang luas. Letak pos satpam yang ada di depan juga memberikan rasa aman karena dapat memantau keadaan khususnya keamanan pada kendaraan milik pemustaka yang diparkir. Bentuk Gedung perpustakaan ini juga memiliki keunikan. Keunikan ini yang membuat pemustaka mengira jika gedung tersebut bukan gedung perpustakaan. Pernyataan ini didukung oleh informan lainnya:
60
“Dulu kan bangunannya ga seperti ini kemudian kok baru trus saya lihat tulisan perpustakaan dan arsip daerah tapi kok bangunannya itu unik. Coba kalau ga ada tulisannya saya ga tau kalau ini perpustakaan. Trus masuk suasananya nyaman banget. Kalau jalan mulai dari parkiran masuk ke sini itu udah anginnya langsung sejuk.” (hasil wawancara dengan Tia, 3 Agustus 2013) Informan ini menganggap bahwa halaman depan gedung perpustakaan cukup luas. Halaman yang luas ini mampu memberikan banyak udara dan tidak menimbulkan kesan sumpek ketika berjalan dari parkiran menuju gedung perpustakaan. Keunikan dan luas halaman pada gedung juga dirasakan oleh informan lainnya (lihat di lampiran). Berdasarkan data penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa gedung perpustakaan yang memiliki bentuk segi enam (dilihat dari atas) ternyata mampu memberikan keunikan yang bisa menjadi ciri khas dari gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Keunikan dan bentuk yang berbeda dari gedung perpustakaan lainnya ini membuat pemustaka beranggapan bahwa gedung tersebut bukanlah gedung perpustakaan. Pemustaka mengetahui jika gedung tersebut adalah perpustakaan setelah membaca tulisan Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga yang ada di atap gedung dan di halaman depan. Halaman yang luas mampu memberikan kenyamanan pada pemustaka khususnya di tempat parkir yang luas dan terbuka sehingga membuat udaranya semakin nyaman. Letak pos satpam yang dekat dengan tempat parkir dan gerbang masuk di halaman
61
depan memudahkan penjagaan dan pengawasan khususnya pada kendaraan pemustaka sehingga memberikan rasa aman pada pemustaka. 5.3.
Ruang
5.3.1. Tempat yang menjadi favorit pemustaka dengan alasan memilih tempat tersebut Sebelum membahas interior yang lebih detail, peneliti perlu mengetahui tempat atau space dari ruangan yang ada di Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. Pemilihan tempat yang menjadi favorit pemustaka ini dengan alasan yang diharapkan memberi dampak psikis pada pemustaka khususnya terhadap kepuasan dan kenyamanan pemustaka. Ruangan yang sering dikunjungi pemustaka yaitu lantai dua yang merupakan ruang baca. Tempat yang sering digunakan adalah di meja baca yang berada di tepi jendela. Seperti pernyataan informan berikut ini: “Saya sukanya yang tepi jendela dekat ruang referensi. Soalnya nyaman duduk di situ. Biasanya baca buku di situ sampai dua jam.” (hasil wawancara dengan Ramadhani, 3 Agustus 2013) Informan ini sering membaca di meja yang dekat dengan jendela. Tempat tersebut menjadi tempat yang favorit karena membuatnya nyaman pada saat membaca. Kenyamanan yang dirasakan membuatnya betah membaca sampai menghabiskan waktu dua jam. Meja baca yang berada di bagian tepi jendela juga menjadi tempat favorit bagi informan lain seperti informan berikut ini:
62
“Kalau saya biasanya di sana (sebelah kanan referensi) soalnya viewnya ada gunung merbabu sama gunung telomoyo kelihatan.” (hasil wawancara dengan Aris, 3 Agustus 2013) Informan ini memilih tempat di bagian meja baca dekat jendela sebagai tempat favoritnya. Meja baca tersebut berada di sebelah kanan ruang referensi. Alasan memilih tempat tersebut karena ia memanfaatkan jendela yang menghubungkan pemandangan luar gedung ke dalam gedung perpustakaan berupa pemandangan gunung merbabu dengan gunung telomoyo yang membuatnya nyaman dan tidak bosan. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh informan lainnya yang juga memilih meja baca tepi jendela yang menjadi tempat favorit. Namun ia memiliki alasan yang berbeda: “Kalau saya sukanya yang lantai atas, pokoknya bagian atas yang dekat jendela. Kalo dekat jendela gini biasanya jendela bisa dibuka, ada sirkulasi udara, nanti kalau ada angin kita nanti kena angin, jadi pas baca itu enak, nyaman lah, dan bikin tenang.” (hasil wawancara dengan Russriyanto, 4 Agustus 2013) Informan ini memilih lantai dua khususnya meja baca dekat jendela di semua sisi sebagai tempat favoritnya. Alasannya karena faktor kenyamanan udara yang lebih terasa dari tempat yang lainnya. Ia merasakan adanya udara segar yang masuk melalui jendela dan memberikan rasa nyaman dan ketenangan pada saat membaca.
63
5.3.2. Pencahayaan pada ruangan dan pengaruhnya terhadap aktifitas pemustaka Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga menggunakan dua jenis pencahayaan yaitu pencahayaan buatan dan pencahayaan alami di dalam ruangannya. Pencahayaan buatan menggunakan tiga jenis lampu yaitu lampu neon berwarna putih, lampu lingkaran berwarna kuning, dan lampu jari berwarna putih. Cahaya lampu ini digunakan pada waktu malam hari. Untuk pencahayaan alami berasal dari cahaya yang berasal dari luar gedung masuk melalui jendela dari setiap sisi gedungnya dan digunakan pada waktu pagi, siang, dan sore hari. Lampu neon berwarna putih di lantai satu berjumlah sembilan buah, sedangkan di lantai dua berjumlah delapan buah untuk ruang baca dan dua buah lampu untuk ruang referensi. Lampu lingkaran berwarna kuning berjumlah sepuluh buah di lantai dua (sembilan buah di ruang baca dan satu buah di ruang referensi). Untuk lampu jari berwarna putih berjumlah lima buah di lantai dua khususnya di ruang baca. Jumlah lampu berwarna putih lebih banyak dibandingkan lampu berwarna kuning. Namun adanya lampu kuning di dalam ruangan ternyata mempengaruhi pencahayaan yang ditimbulkan lampu putih. Hal ini dirasakan oleh informan berikut: “Kalau lampu di sini warnanya identik kuning. Menurut saya malah ga nyaman. Saya lebih suka cahaya matahari, lebih suka cahaya yang alami lewat jendela ini. Bikin nyaman.” (hasil wawancara dengan Ramadhani, 3 Agustus 2013)
64
Informan ini menganggap bahwa pencahayaan yang berasal dari lampu lebih identik dengan warna kuning. Namun ia lebih memilih pencahayaan alami yang berasal dari cahaya matahari masuk melalui jendela. Pemilihan pencahayaan alami informan ini didukung oleh informan yang lainnya. Alasan informan yang lainnya lebih memilih cahaya alami dibandingkan lampu karena dia menganggap cahaya lampu memberikan dampak yang membuatnya kurang nyaman. Berikut pernyataannya: “Saya lebih milih cahaya yang alami, soalnya lebih enak aja, kalau cahaya lampu biasa aja, kadang malah bikin mata capek.” (hasil wawancara dengan Ayushi, 4 Agustus 2013) Informan ini menganggap bahwa pencahayaan alami yang berasal dari matahari memberikan dampak yang membuatnya nyaman. Ia merasa bahwa cahaya lampu jika digunakan lama-lama membuat matanya cepat lelah. Untuk pencahayaan alami di Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga tidak lepas dari jendela. Jendela yang ada di gedung tersebut memiliki tiga jenis ukuran: 1.
Jendela ukuran 265 x 205 cm yang terdiri dari 12 kaca. Jendela ini berjumlah sembilan di lantai satu dan empat belas di lantai dua.
2.
Jendela ukuran 135 x 205 cm yang terdiri dari empat kaca dengan jumlah satu di lantai satu dan lantai dua.
3.
Jendela ukuran 165 x 265 cm dengan delapan kaca berjumlah satu di lantai satu.
65
Untuk ketiga jenis jendela tersebut menggunakan bahan aluminium pada kusennya. Ketebalan kaca 5 mm sehingga memudahkan cahaya yang masuk dari luar dan tidak membiaskan. Khusus di lantai dua yang sering digunakan pemustaka untuk membaca terdapat ketiga jenis jendela tersebut di setiap sisinya. Banyaknya jendela yang dipasang tentu saja banyak cahaya dari luar yang masuk khususnya cahaya matahari. Meskipun banyak cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan, namun tidak menyebabkan silau pada mata pemustaka. Hal ini dirasakan oleh dua informan berikut ini: “Di sini lebih ke cahaya alami. Kalau silau enggak, soalnya mataharinya kan datang dari arah barat agak ke utara kalau yang sebelah sana, trus kalau yang sana dari barat agak ke selatan. Jadi kalau pagi sampai sore ga kena sinar matahari langsung, jadinya ga silau.” (hasil wawancara dengan Aris, 3 Agustus 2013) “Kalau silau ga kok, biarpun cahaya di sini cukup terang tapi kan sinar mataharinya ga langsung masuk.” (hasil wawancara dengan Tia, 3 Agustus 2013) Kedua informan ini merasakan bahwa cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan tidak sepenuhnya langsung sehingga tidak menyebabkan silau dan panas. Informan pertama menjelaskan bahwa cahaya matahari yang masuk dari arah barat sedikit ke utara dan arah barat sedikit ke selatan sehingga arah cahaya matahari yang masuk tidak sejajar dengan arah cahaya matahari yang pada dasarnya dari arah timur ke barat sehingga tetap membuat mereka merasa nyaman
66
dan tidak silau. Kenyamanan dari pencahayaan alami juga dirasakan oleh informan lainnya (lihat di lampiran). Berdasarkan data penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pencahayaan yang sering digunakan pemustaka di Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga lebih adalah pencahayaan alami yaitu cahaya matahari. Penggunaan cahaya matahari ini dapat digunakan pada pagi sampai sore hari saja sehingga pada malam hari tetap didukung pencahayaan dari lampu. Pencahayaan alami ini didukung dengan letak jendela di setiap sisi gedungnya dengan ukuran yang cukup lebar. Pemustaka lebih memilih cahaya alami karena lebih memberikan kenyamanan daripada cahaya lampu. 5.3.3. Kenyamanan udara di dalam ruangan dan pengaruhnya terhadap aktifitas pemustaka Sirkulasi udara di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Salatiga dibantu dengan kipas angin untuk memberikan kenyamanan pada pemustaka. Kipas angin ini berjumlah lima buah di lantai dua. Sementara di lantai satu terdapat dua buah AC yang diletakkan di ruang multimedia. Untuk kondisi udara di kota Salatiga dipengaruhi iklim pegunungan yang dingin sehingga membuat udaranya menjadi sejuk. Hal ini dirasakan oleh informan berikut: “Cuaca di sini udah dingin, jadi kalau AC itu juga kurang diperlukan. Bahkan di sekolah-sekolah yang pakai AC pun kalau pakai AC malah
67
kedinginan, tapi kalau ga pakai malah biasa.” (hasil wawancara dengan Aris, 3 Agustus 2013) Informan ini merasakan bahwa udara di dalam gedung sudah sejuk karena dipengaruhi iklim kota Salatiga yang dingin. Ia menganggap bahwa penggunaan AC malah membuat tidak nyaman karena membuatnya kedinginan. Jadi meskipun tanpa AC, ia tetap merasakan kenyamanan pada udara di perpustakaan karena iklim yang mendukung. Pernyataan ini didukung oleh informan lainnya: “Sirkulasinya udah nyaman kok meskipun ga pakai AC, soalnya kan di sini udah ada jendela yang dibuka. Jendela ini malah bikin nyaman soalnya banyak angin yang masuk jadi sejuk.” (hasil wawancara dengan Tia, 3 Agustus 2013) Informan ini merasakan sirkulasi udara sudah nyaman meskipun tanpa AC. Hal ini didukung dengan adanya jendela yang dibuka di setiap sisi gedung. Jendela yang dibuka ini membuat angin dari luar masuk ke dalam gedung sehingga udara segar dari luar menggantikan udara yang pengap dan menjadikan ruangan terasa sejuk. Peran jendela yang menjadi celah agar angin dan udara keluar masuk ke dalam ruangan membuat ruangan memiliki kesan yang terbuka. Hal ini dirasakan oleh informan berikut: “Kalau saya sukanya kipas angin, kalau pakai AC nanti jadi tertutup banget ruangannya. Nanti malah ga enak jadi sumpek. Kalau jendela
68
dibuka gini kan anak-anak senang. Kalau AC kesannya kayak resmi dan tertutup. Saya rasa sirkulasi tetap nyaman, jendelanya bukaan gini, apalagi cuacanya sini ga panas, ga pakai kipas angin aja betah.” (hasil wawancara dengan Arna, 4 Agustus 2013) Informan ini lebih memilih kipas angin daripada AC karena ia menganggap penggunaan AC akan membuat ruangan menjadi tertutup dan kurang nyaman. pemasangan AC tentu saja membuat jendela-jendela yang ada di setiap sisi gedung akan ditutup dan sirkulasi udara menjadi kurang bebas meskipun AC bisa diatur kondisi udaranya. Informan ini tetap merasakan kenyamanan pada sirkulasi udara dalam ruangan meskipun hanya menggunakan kipas angin. Jika tidak ada kipas angin tetap membuatnya betah karena didukung iklim yang sejuk. Pernyataan ini didukung oleh Informan lainnya: “Kalau saya enakan yang banyak ruang terbuka gini, banyak jendelanya dan bisa dibuka, kalau ada kipas angin ya pakai kipas angin. Kalau AC buat saya pribadi pasti ruangannya tertutup. Seandainya ada AC nya ruangan tertutup kita itu rasanya ga enak. Ga enak dalam arti gini, kita baca lama-lama ga enak soalnya AC nya nyala terus pasti ada rasa kurang bebas. Kipas angin mungkin ga begitu besar daya listriknya. Seandainya ga ada kipas angin pun ga masalah kalau di sini karena sudah ada jendela yang dibuka.” (hasil wawancara dengan Russriyanto, 4 Agustus 2013) Informan ini lebih memilih ruangan yang penuh jendela terbuka dibandingkan penggunaan AC. Penggunaan AC membuat ruangan dan jendela
69
menjadi tertutup dan membuat tidak nyaman. Selain itu, penggunaan kipas angin lebih hemat energi dibandingkan AC karena daya listriknya lebih ringan. Penggunaan kipas angin juga tidak begitu diperlukan karena sudah ada jendela terbuka yang membantu pergantian udara di dalam ruangan. Kenyamanan udara yang dibantu oleh jendela juga dirasakan oleh informan lainnya (lihat di lampiran). Berdasarkan data penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa sirkulasi udara di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Salatiga dipengaruhi oleh jendela yang sengaja dibuka agar udara segar dengan mudah masuk ke dalam ruangan. Penggunaan kipas angin hanya membantu dari peran jendela. Untuk penggunaan AC pemustaka belum begitu membutuhkan karena pemustaka lebih suka ruangan yang terbuka dengan banyak jendela sehingga membuat mereka bebas. Pemustaka juga merasakan sirkulasi udara yang nyaman karena didukung iklim kota Salatiga yang sudah sejuk karena dipengaruhi iklim pegunungan. 5.3.4. Akustik ruangan pada gedung perpustakaan dan pengaruhnya terhadap aktifitas pemustaka Akustik ruangan yang sering terdengar di dalam gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga adalah suara kebisingan yang berasal dari langkah kaki pemustaka. Suara langkah kaki pemustaka sering terdengar dari pengunjung anakanak dan sering terdengar ketika siang hari lebih tepatnya pada saat jam istirahat dan pulang sekolah. Ketika jam pulang sekolah sering anak-anak sekolah khususnya tingkat sekolah dasar berkunjung ke perpustakaan dengan datang
70
beramai-ramai. Suara langkah kaki mereka yang terkadang juga berlari-lari membuat perhatian terhadap pengunjung atau pemustaka lainnya khususnya yang sedang membaca. Suara langkah kaki ini membuat pemustaka yang lain menjadi terganggu konsentrasinya. Selain langkah kaki yang sifatnya mengganggu, akustik ruangan yang lain adalah suara musik yang dimainkan melalui speaker-speaker yang ada di dalam ruangan. Namun suara musik ini bersifat tidak mengganggu dan membuat nyaman pemustaka. Hal ini dirasakan oleh informan berikut: “Ya biasanya suara yang mengganggu itu dari pengunjung anak-anak yang ada di sini. Yang saya rasakan ya mengganggu konsentrasi saat baca. Tapi kalau ada suara musik malah enak.” (hasil wawancara dengan Ramadhani, 3 Agustus 2013) Namun beberapa pemustaka merasa tidak terganggu dengan adanya suara yang ditimbulkan dari langkah kaki khususnya anak-anak. Mereka menganggap suara tersebut hal yang biasa dan tidak menjadi masalah ataupun mengganggu konsentrasi. Seperti pernyataan dari kedua informan berikut: “Ya paling anak-anak kalau pas masuk sering berisik. Tapi itu ga mengganggu kok.” (hasil wawancara dengan Aris, 3 Agustus 2013) “Pengunjung yang sering berisik anak-anak, apalagi kalau SD sekitar kelas empat ke bawah, sukanya lari-lari jadinya berisik. Tapi ya ga begitu mengganggu saya.” (hasil wawancara dengan Ayushi, 4 Agustus 2013)
71
Selain kebisingan yang ditimbulkan dari dalam gedung perpustakaan, kebisingan juga dapat ditimbulkan dari getaran yang ada di luar gedung seperti suara kendaraan yang melintas di sekitar gedung. Posisi jalan raya yang ada di depan gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga berjarak sekitar 15 m. Dengan jarak 15 m, maka kebisingan yang ditimbulkan tidak terlalu dirasakan pemustaka yang ada di dalam gedung perpustakaan. Hal ini didukung oleh pernyataan informan berikut: “Gedung sama jalan raya agak jauhan, jadi kalau ada polusi atau bunyi kendaraan motor ya ga terlalu mengganggu. Ya kalau suara anak-anak kecil pada lari-lari di ruangan kadang mengganggu, tapi ya sedikit, ga masalah. Apalagi kalau yang namanya anak kecil pasti sudah ada orang tuanya yang ingetin.” (hasil wawancara dengan Russriyanto, 4 Agustus 2013) Berdasarkan data penelitian di atas bahwa kebisingan dalam gedung perpustakaan yang sering terdengar adalah langkah kaki dari pemustaka itu sendiri. Langkah kaki ini timbul karena adanya gesekan antara sepatu dengan lantai. Suara langkah kaki ini dapat mengganggu konsentrasi pemustaka lain. Pemustaka yang semula merasakan suasana yang nyaman kemudian terpecah konsentrasinya karena mendengar suara langkah kaki yang sifatnya tiba-tiba. Namun pemustaka juga menyadari bahwa langkah kaki itu sendiri hanya sebentar dan tidak menganggu konsentrasi secara terus menerus.
72
Untuk kebisingan yang ditimbulkan dari luar gedung perpustakaan tidak mempengaruhi apalagi mengganggu aktivitas pemustaka. Karena gedung ini sudah didesain jaraknya dengan sumber kebisingan dari luar yaitu jalan raya. 5.3.5. Pewarnaan pada tembok ruangan, lantai, dan perabot Pewarnaan pada gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga terdiri dari warna tembok, lantai, pilar, perabot, dan langit-langit. Untuk warna yang dominan adalah warna abu-abu yang menjadi warna temboknya baik di luar maupun di dalam gedung. Warna pilar juga menggunakan abu-abu namun lebih gelap dibandingkan pada warna temboknya. Untuk warna perabot seperti meja baca dan rak buku menggunakan warna coklat gelap sedangkan untuk kursinya berwarna merah. Untuk langit-langit khususnya lantai dua terlihat kerangka baja dengan bentuk mirip dengan jaring laba-laba dengan warna orange. Untuk lantainya, perpustakaan memilih parquet dengan motif kayu berwarna coklat terang. Dari warna-warna tersebut terlihat cerah dan tidak menimbulkan kesan redup baik dilihat dari luar maupun dalam gedung. Warna pada eksterior gedung diharapkan dapat menarik minat pemustaka untuk berkunjung dan memberikan semangat jika memandangnya. Sedangkan untuk warna interior gedung harus sesuai dengan perabot dan penerangan yang ada di dalamnya agar tidak menimbulkan kesan silau dan mengganggu pada pemustaka. Pewarnaan pada gedung perpustakaan dapat mempengaruhi aktifitas pemustaka di dalamnya. Pengaruh ini diharapkan dapat memberikan dampak
73
positif dan memberikan kenyamanan pada pemustaka seperti pernyataan informan berikut: “Kalau menurut saya pewarnaannya cocok, ga silau, warnanya itu terang tapi kalem, ga usah yang kuning atau hijau ga enak terlalu ngejreng. Kalau ini kan bagus, kalem, mungkin sudah didesain khusus buat baca jadi enak ya. Bikin nyaman trus saya aja ga ngantuk baca di sini.” (hasil wawancara dengan Arna, 4 Agustus 2013) Informan ini menganggap bahwa pewarnaan pada gedung perpustakaan ini mempengaruhi kenyamanannya sehingga menambah semangat dan tidak merasakan kantuk karena warnanya yang terang. Warna yang terang tersebut sudah cocok untuk kenyamanannya pada saat membaca. Pernyataan informan ini didukung oleh informan lainnya: “Kombinasi warnanya kalau menurut saya pas kalau untuk perpustakaan. Mungkin ya semacam ini. Buat mata ga terlalu mencolok, yang penting kombinasi semacam ini kelihatan terang, kelihatan enak, pokoknya ga terlalu mencolok. Saya memang suka warna-warna semacam ini, kayak natural klasik. Warna coklat untuk meja dan rak sama krem buat tembok warna yang kalem. Saya suka yang kayak gini.” (hasil wawancara dengan Russriyanto, 4 Agustus 2013) Informan ini menganggap bahwa kombinasi pewarnaan dari tembok, perabot dan lantai sudah sesuai untuk sebuah perpustakaan. Kombinasi warna abu-abu pada tembok dengan warna coklat pada perabot dan lantai membuat
74
ruangan menjadi terang namun tidak menimbulkan kesan mencolok dan tidak silau. Warna krem pada tembok menimbulkan kesan ruangan yang natural dan penuh nuansa klasik. Sedangkan warna coklat pada meja dan rak juga sesuai dengan warna pada temboknya. Kenyamanan warna di perpustakaan juga dirasakan oleh informan lainnya (lihat di lampiran). Selain warna tembok, lantai dan perabot juga ada foto-foto tentang suasana kota Salatiga jaman dahulu yang dibingkai dan dipasang di tembok ruangan dan menambahkan nuansa tersendiri bagi pemustaka. Foto-foto ini dapat mendukung pewarnaan yang ada di dalam ruangan dan mempengaruhi pemustaka. Hal ini dirasakan oleh informan berikut: “Kalau warna ruangannya sudah pas. Warna di sini bikin teduh. Tapi kalau saya milih warna sukanya biru muda atau biru langit. Di sini juga ada fotofoto jaman dulu tentang sejarah dan ciri khas kota Salatiga, jadi bikin nuansa di ruangan ini jadi enak kayak ada kesan historinya.” (hasil wawancara dengan Aris, 3 Agustus 2013) Informan ini merasakan suasana yang teduh dari pewarnaan ruangan yang ada di dalam gedung. Suasana yang dirasakan semakin nyaman karena adanya foto-foto tentang suasana kota Salatiga jaman dahulu yang dapat memberikan kesan history dan membuat nuansa yang khas di dalam ruangan. Berdasarkan data di atas bahwa pewarnaan di gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga dinilai mampu mempengaruhi aktifitas pemustaka. Pengaruh yang diberikan lebih ke arah yang positif yaitu pewarnaan abu-abu pada
75
tembok memberikan kesan terang sehingga mampu memberikan semangat kepada pemustaka untuk membaca dan melakukan aktifitas lainnya. Kesan terang dari warna abu-abu juga dinilai tidak mencolok ataupun mengganggu kenyamanan mata. Untuk pewarnaan coklat pada perabot dinilai memiliki kesan kalem sehingga bisa disesuaikan dengan warna krem pada tembok ruangan. Untuk warna coklat dengan motif kayu pada parquet lantai juga sesuai dengan pewarnaan yang ada di dalam ruangan. Kombinasi warna krem dengan coklat semakin memberikan nuansa natural dan klasik dengan adanya foto-foto yang dipasang di tembok ruangannya. 5.3.6. Penataan perabot meliputi rak buku, meja baca, dan kursi Penataan perabot di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Salatiga meliputi penataan meja dan kursi baca serta penataan rak buku. Untuk penataan meja dan kursi baca lebih banyak di lantai dua. Untuk lantai satu hanya menggunakan meja pilar dua buah sesuai dengan jumlah pilarnya dengan ukuran 140 x 140 x 75 cm. Sedangkan untuk komputer diletakkan di meja yang memang didesain untuk seperangkat komputer lengkap dengan jumlah enam set. Di dekat meja komputer terdapat tempat atau space kosong yang cukup luas. Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga menggunakan tata baur dalam penataan di ruangannya. Hal ini memudahkan aktivitas pemustaka di dalam ruangannya. Untuk meja baca yang ada di lantai dua menggunakan satu meja pilar, meja baca pendek dan meja baca berukuran sedang. Ukuran meja baca pilar sama dengan yang ada di lantai satu. Untuk meja baca pendek berukuran 100 x 100 x 40
76
cm dengan jumlah sepuluh buah di ruang baca diletakkan di dekat jendela dan dua buah di ruang referensi. Meja baca pendek ini didesain untuk pemustaka yang ingin membaca dengan posisi duduk bersila atau sering disebut dengan lesehan. Untuk meja baca sedang berukuran 120 x 75 x 60 cm dilengkapi dengan kursi. Meja berukuran sedang ini diletakkan di beberapa sudut ruangan yaitu 17 set di tepi jendela, enam set di dekat tangga, dua set untuk komputer (katalog online), dan dua set di ruang referensi. Untuk rak buku di lantai dua ada dua macam. Pertama adalah rak berukuran 268 x 225 x 30 cm yang digunakan untuk rak buku yang dipinjamkan kepada pemustaka. Rak ini berjumlah sebanyak 36 buah dan beberapa di antaranya disusun melingkar di dekat tangga sesuai dengan urutan nomor klasifikasinya dengan jarak masing-masing rak sekitar 1,5 m sampai dengan 2 m. Rak yang kedua kedua adalah almari buku yang berbentuk 200 x 225 x 40 cm yang digunakan sebagai tempat buku yang sudah selesai dibaca pemustaka. Rak ini berjumlah tujuh buah di ruang baca dan diletakkan di setiap sudut ruangan dan dua buah di ruang referensi. Posisi rak buku yang ada di tengah dengan meja baca dan kursi yang ada di tepi jendela diharapkan tidak mengganggu aktifitas pemustaka. Jarak dari penempatan rak buku dengan tempat membaca sudah didesain agar memiliki jarak yang cukup untuk lalu lintas atau pergerakan pemustaka sehingga tidak terjadi senggolan antara pemustaka yang satu dengan yang lainnya. Penataan letak perabot yang cukup lebar di dalam ruangan membuat pemustaka merasa lebih leluasa. Hal ini dirasakan oleh informan berikut:
77
“Tata letak rak sama perabot lainnya bikin saya leluasa kok, enak aja. Raknya disusun muter seruangan. Cuma kadang saya bingung aja bukunya letaknya dimana. Tapi kalo nomor klasifikasinya saya yang hafal cuma nomor 700. Saya juga tau kalau penataan raknya muter trus diurutin juga nomor klasifikasinya.” (hasil wawancara dengan Ayushi, 4 Agustus 2013) Informan ini merasa leluasa ketika berada di dalam ruangan karena ia menganggap penataan dari rak buku dengan perabot yang lainnya sesuai ukuran sehingga tidak mengganggu aktifitasnya. Ia juga mengetahui jika penataan beberapa rak disusun melingkar atau memutar sesuai dengan
nomor
klasifikasinya. Namun ia tidak hafal semua nomor dan jenis klasifikasinya sehingga terkadang ia susah menemukan buku yang dicari. Tata letak perabot yang cukup lebar juga dirasakan oleh informan lainnya: “Tata letak perabot di sini ga ganggu aktifitas saya kok, soalnya jaraknya lebar, rak buku di situ kita duduknya di sini, penataannya bagus kok. Kalau sempit kan nabrak-nabrak. Mejanya kan diarahkan ke cahaya dari jendela, jadi kan bacanya bisa enak. Pemandangan dari luarnya juga dapat trus pengaruh sama mood saya, lha ini pohon-pohonan di luar kan bikin senang, segar saya lihatnya. Kalau capek lihat hijau-hijau ini senang, di hati ga begitu kemrungsung, enak buat baca.” (hasil wawancara dengan Arna, 4 Agustus 2013) Informan ini menganggap bahwa penataan perabot sudah bagus karena tata letak rak buku dengan meja baca diberi jarak yang cukup lebar sehingga tidak
78
mengganggu aktifitasnya. Selain itu, posisi meja baca yang ada di tepi jendela membuatnya merasa senang karena mendapat pemandangan dari luar yang mempengaruhi suasananya menjadi lebih baik dan nyaman untuk membaca. Pernyataan informan ini didukung oleh informan lainnya: “Ini sudah pas penataannya kayak gini, ini malah ga saya bayangkan. Bayangan saya kalau perpustakaan sempit-sempit gitu lah raknya, kadang kita mau ambil buku itu susah, kadang bisa senggolan dengan orang lain. Kalau kayak gini penataannya raknya jadi lebih leluasa, jadi tata letak semacam ini sudah bagus menurut saya dan nyaman.” (hasil wawancara dengan Russriyanto, 4 Agustus 2013) Informan ini terkejut dengan penataan perabot terutama pada rak buku di Perpustakaan dan Arsip Kota Salatiga. Pada awalnya ia mengganggap bahwa penataan perabot di perpustakaan khususnya rak disusun dengan jarak yang sempit dan membuat pemustaka susah mengambil buku. Namun ia merasa nyaman dengan penataan dengan rak buku yang disusun melingkar dan memutar dengan didukung letak meja baca di tepi jendela. Penataan perabot yang memberikan kemudahan dan kenyamanan untuk pemustaka juga dirasakan informan lainnya (lihat di lampiran). Berdasarkan data penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penataan rak buku dengan meja dan kursi baca di Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga sudah memberikan kenyamanan pada pemustaka. Kenyamanan ini didapat dari penataan rak buku yang disusun memutar di tengah ruangan dengan
79
meja baca yang diletakkan di tepi jendela setiap sisi gedung. Jarak antara rak buku dengan meja baca juga cukup lebar karena tidak menyebabkan singgungan antar pemustaka sehingga tidak mengganggu aktifitas pemustaka. Adanya area yang sengaja kosong di lantai satu juga menimbulkan kesan yang luas sehingga membuat pemustaka lebih leluasa.
80
BAB VI PENUTUP 6.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka peneliti dapat mengambil simpulan sebagai berikut: 1.
Lokasi gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga yang berada di jalan Adisucipto nomor 7 Salatiga ini memberikan kemudahan bagi pemustaka karena lokasi ini dilewati angkutan umum yang bisa diakses pemustaka dari pusat kota atau tempat yang sering dilewati orang-orang pada umumnya. Kemudahan ini juga dirasakan pemustaka yang berjalan kaki dari kampus mereka menuju lokasi gedung perpustakaan.
2.
Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga mudah ditemukan karena terletak di antara Kantor Dinas Pendidikan Daerah Kota Salatiga dan Selasar Kartini yang sering dilewati dan dikunjungi banyak orang.
3.
Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memiliki keunikan yang menjadi ciri khas karena bentuknya yang hampir meyerupai segi enam jika dilihat dari atas. Gedung ini juga didukung dengan halaman luas yang didepannya digunakan tempat parkir dan pos satpam. Hal ini membuat pemustaka merasa nyaman dengan luas lahannya dan aman.
4.
Tempat yang sering digunakan pemustaka adalah meja baca yang berada di tepi jendela di lantai dua. Pemustaka memilih meja baca di dekat jendela karena peran jendela tersebut yang membuat sirkulasi udara menjadi nyaman
81
dan membuat pemustaka merasa betah. Selain kenyamanan udara, jendela juga dapat memberikan pemandangan dari luar yang juga membuat nyaman pemustaka. 5.
Pencahayaan yang sering digunakan pemustaka di Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga lebih adalah pencahayaan alami yaitu cahaya matahari. Pencahayaan alami ini didukung dengan letak jendela di setiap sisi gedungnya dengan ukuran yang cukup lebar. Pemustaka lebih memilih cahaya alami karena lebih memberikan kenyamanan daripada cahaya lampu.
6.
Sirkulasi udara di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Salatiga dipengaruhi oleh jendela yang sengaja dibuka agar udara segar dengan mudah masuk ke dalam ruangan. Penggunaan kipas angin hanya membantu dari peran jendela. Sirkulasi udara yang nyaman ini juga didukung iklim kota Salatiga yang sudah sejuk karena dipengaruhi iklim pegunungan.
7.
Kebisingan dalam gedung perpustakaan yang sering terdengar adalah langkah kaki dari pemustaka itu sendiri namun tidak terlalu mengganggu konsentrasi pemustaka.
Untuk
kebisingan
yang ditimbulkan
dari
luar
gedung
perpustakaan tidak mempengaruhi apalagi mengganggu aktivitas pemustaka karena gedung ini sudah didesain jaraknya dengan sumber kebisingan dari luar yaitu jalan raya. 8.
Pewarnaan di gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga dinilai mampu mempengaruhi aktifitas pemustaka. Pengaruh yang diberikan lebih ke arah yang positif yaitu pewarnaan abu-abu pada tembok memberikan kesan terang sehingga mampu memberikan semangat kepada pemustaka untuk
82
membaca dan melakukan aktifitas lainnya. Pewarnaan coklat pada perabot dinilai memiliki kesan kalem sehingga bisa disesuaikan dengan warna abuabu pada tembok ruangan. Untuk warna coklat dengan motif kayu pada parquet lantai juga sesuai dengan pewarnaan yang ada di dalam ruangan. Kombinasi warna abu-abu dengan coklat semakin memberikan nuansa natural dan klasik dengan adanya foto-foto yang dipasang di tembok ruangannya. 9.
Penataan perabot di Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga sudah memberikan kenyamanan pada pemustaka. Kenyamanan ini didapat dari penataan rak buku yang disusun memutar di tengah ruangan dengan meja baca yang diletakkan di tepi jendela setiap sisi gedung. Jarak antara rak buku dengan meja baca juga cukup lebar karena tidak menyebabkan singgungan antar pemustaka sehingga tidak mengganggu aktifitas pemustaka. Adanya area yang sengaja kosong di lantai satu juga menimbulkan kesan yang luas sehingga membuat pemustaka lebih leluasa. Berdasarkan simpulan-simpulan di atas dapat diperoleh hasil bahwa tata
ruang perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga memberikan kemudahan untuk pemustaka baik dari eksterior maupun interior. Kemudahan eksterior yaitu lokasi gedung perpustakaan yang mudah ditemukan dan berada di lingkungan yang sering dilewati masyarakat Kota Salatiga dan dilewati banyak angkutan umum. Bentuk gedung perpustakaan yang unik dengan halaman yang luas mampu menarik pemustaka dan membuat pemustaka nyaman. Kemudahan interior yaitu fungsi jendela yang membantu sirkulasi udara dan
83
memberikan pemandangan dari luar sangat disukai pemustaka, pencahayaan alami berupa cahaya matahari yang masuk melalui jendela lebih disukai pemustaka, sirkulasi udara yang didukung iklim Kota Salatiga yang sejuk membuat kenyamanan udara di dalam perpustakaan, dan jarak gedung yang cukup jauh dari jalan raya sehingga tidak menimbulkan kebisingan di dalam gedung
84
6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh, maka peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Kenyamanan udara di ruang baca lantai dua sudah terbantu dengan jendela yang dibuka sehingga membuat udara dengan mudah masuk ke dalam ruangan. Jika rencana kedepannya akan ditambah fasilitas AC, sebaiknya penggunaannya pada ruangan-ruangan yang tertutup saja seperti ruangan multimedia. 2. Adanya tempat atau space kosong di lantai satu dekat meja komputer dan meja sirkulasi dapat digunakan untuk kegiatan. Selain bisa digunakan untuk kegiatan, mungkin bisa digunakan sebagai ruang pemustaka untuk pengembangan kedepannya.
85
DAFTAR PUSTAKA
Ariasdi. 2008. Pengantar Prinsip Desain Multimedia Pembelajaran. Sumatra Barat. [http://ariasdimultimedia.wordpress.com/analisa-desain/]
Christina, E. 2005. Akustika Bangunan: Prinsip-Prinsip dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Erlangga. Endy, M. 2008. Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta: Andi Offset. Gempur, S. 2005. Metodologi Penelitian (Kuantitatif & Kualitatif). Jakarta: Prestasi Pustaka. Ishar, HK. 1995. Pedoman Umum Merancang Bangunan. Jakarta: Gramedia. Karlen, M. 2007. Dasar-dasar Perencanaan Ruang. Jakarta: Erlangga. Lasa, HS. 2007. Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta: Gama Media. _______. 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Neufert, E. 2002. Data Arsitek. Jakarta: Erlangga. Parfi, K. 2005. Tata Ruang Berbasis pada Kesesuaian Lahan. Semarang: Badan Penerbit Undip. Rahayuningsih, F. 2007. Pengelolaan Perpustakaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
86
Sugeng, P. 2010. Kajian Perencanaan dan Desain Upt Perpustakaan Undip Berdasar Teori Faulkner Browns. Semarang. [http://sugengpri.blog. undip.ac.id/2010/03/03/kajian-perencanaan-dan-desain-upt-perpustakaanundip-berdasar-teori-faulkner-browns-ten-commandments/]
tanggal 10 Oktober 2012> Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sulistyo-Basuki. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Penaku.
LAMPIRAN
88
LAMPIRAN A
PEDOMAN WAWANCARA
a. Menentukan Informan 1. Dalam satu bulan, Berapa kali Anda berkunjung ke perpustakaan? 2. Saat berkunjung ke perpustakaan, aktivitas apa saja yang pernah Anda lakukan? 3. Fasilitas apa saja yang sudah Anda manfaatkan di perpustakaan? 4. Dalam satu bulan ini, aktivitas apa yang sering Anda lakukan? Fasilitas apa yang sering anda manfaatkan?
b. Berdasarkan lahan, lokasi, lingkungan sekitar 1. Darimana info yang Anda dapat tentang perpindahan lokasi gedung perpustakaan ini? 2. Bagaimana akses Anda untuk bisa sampai ke lokasi gedung perpustakaan ini? 3. Menurut Anda, apakah lokasi gedung perpustakaan ini strategis? Lokasi gedung ini berada di antara tempat-tempat yang sering dilewati banyak orang seperti selasar Kartini, dan di samping kanan juga ada Dispenda. Apakah lingkungan yang ada di sekitar gedung perpustakaan juga membantu anda untuk menemukannya?
c. Berdasarkan arsitektur bangunan 1. Bagaimana kesan anda saat pertama melihat bentuk gedung perpustakaan ini? Dan jika dilihat dari depan, bagaimana pendapat Anda tentang tampilan gedung beserta halamannya?
89
d. Berdasarkan Ruang 1. Di dalam gedung ini, tempat atau space mana yang menjadi favorit anda? Kenapa anda memilih tempat tersebut dan berapa lama biasanya Anda berada di situ? 2. Pencahayaan di gedung perpustakaan ini terdiri dari pencahayaan alami yaitu jendela dengan cahaya lampu, bagaimana pendapat Anda terhadap pencahayaan di sini? Apakah cahaya di sini mempengaruhi aktivitas Anda? 3. Di dalam gedung perpustakaan ini hanya menggunakan kipas angin saja khususnya di ruang baca lantai dua, sedangkan AC hanya digunakan di ruang multimedia, bagaimana pendapat Anda tentang kipas angin yang menggantikan AC di dalam gedung? Apakah Anda tetap merasa nyaman? 4. Suara apa saja yang sering Anda dengar entah itu berasal dari luar atau dalam gedung ini? Apakah suara tersebut mengganggu aktifitas Anda di sini? 5. Bagaimana pendapat Anda tentang pewarnaan di gedung ini baik tembok, lantai, dan perabot seperti rak buku dan meja baca? 6. Bagaimana pendapat Anda tentang penataan perabot seperti rak buku dan meja baca di sini? Apakah penataannya mengganggu aktifitas Anda?
90
LAMPIRAN B REDUKSI DATA
1. Akses pemustaka untuk mengunjungi perpustakaan. No. Informan 1. Ramadhani
2.
Aris
3.
Tia
Pertanyaan Darimana info yang Anda dapat tentang perpindahan lokasi gedung perpustakaan ini? Bagaimana akses Anda untuk bisa sampai ke lokasi gedung perpustakaan ini?
Jawaban Pertama kali tahu gedung perpustakaannya baru dari teman, trus teman ngajakin main ke perpustakaan. Biasanya kalo ke perpus dari kampus, kebetulan kampus saya di Amika, jadi ke sininya jalan kaki soalnya dekat jaraknya.
Interpretasi Informan ini mendapat informasi gedung perpustakaan pindah dari teman. Ia berkunjung ke perpustakaan biasanya dari kampus dengan berjalan kaki karena jaraknya yang dekat. Pertama kali tahu Informan ini perpustakaannya mendapat pindah dari teman, informasi diberitahu kalau gedung pindah sekarang gedung dari temannya. perpustakaanya lebih Untuk sampai besar. Pertama datang bisa ke juga sama teman. perpustakaan, ia Kalau ke sini naik naik angkutan angkot. Kalau angkot umum dua kali kan mudah bisa dan langsung turun kota menghabiskan trus jalan kaki bisa waktu 15-20 sampai sini. Kalau menit untuk bisa angkot dari rumah dua sampai di depan kali biasanya cuma 15- gedung 20 menit lumayan perpustakaan. cepat. Turun pertama di bundaran kota trus oper jalur 9 atau jalur 7 bisa turun depan. Tahu gedungnya Informan ini pindah dari temen. mendapat
91
Trus kalau berangkat kuliah saya sering lewat sini. Kampus saya di UKSW situ.
4.
Arna
5.
Russriyanto
informasi gedung pindah dari temannya. Ia sering lewat depan gedung perpustakaan ini ketika berangkat kuliah dan jarak gedung ini dengan kampusnya juga dekat. Saya tahu dari anak Informan ini saya kalau gedung mendapatkan perpustakaannya informasi pindah di gedung baru. gedung pindah Sebelumnya tahunya dari anaknya. Ia ya yang di gedung hanya tahu lama di jalan sukowati lokasi yang yang gedungnya kuno sebelumnya kayak bangunan yaitu di jalan belanda. Biasanya dari Sukowati. Ia rumah emang mau ke sering berangkat sini naik motor atau dari rumah kendaraan. dengan menaiki sepeda motor. Saya sering lewat Informan ini depan dan pas gedung sering lewat ini baru selesai dan depan gedung sebelumnya juga tahu dan tahu kalau kalau ini mau lahan ini dibangun gedung dibangun perpustakaan. perpustakaan Biasanya dari rumah bahkan ketika memang mau ke sini, pembangunan ke perpustakan. Paling gedung ya 3-5 menit naik perpustakaannya motor dari rumah. belum selesai. Ia biasanya berangkat dari rumah dengan menaiki sepeda motor dan menghabiskan waktu sekitar 35 menit untuk
92
6.
Ayushi
Biasanya dari rumah sama dari kampus. Kalau dari rumah naik angkot satu kali, trus turun di STAIN situ dekat, trus jalan kaki ke sini ya 10 menit. Pertama kali tahu gedung baru dari petugasnya sendiri soalnya waktu itu mau pinjam di perpus lama ga boleh soalnya udah dipacking trus buka lagi tanggal sekian di gedung baru.
sampai di perpustakaan. Informan ini mendapat informasi bahwa gedungnya pindah dari petugasnya sendiri. Ia biasanya berangkat dari rumah dan kampus. Jika berangkat dari rumah, informan ini menaiki angkutan umum satu kali lalu turun di kampusnya. Dari kampus berjalan kaki sekitar 10 menit untuk bisa sampai ke perpustakaan.
2. Lokasi gedung perpustakaan terhadap kemudahan pemustaka. No. Informan 1. Ramadhani
2.
Aris
Pertanyaan Menurut Anda, apakah lokasi gedung perpustakaan ini strategis? Lokasi gedung ini berada di antara tempattempat yang sering dilewati banyak orang seperti selasar Kartini, dan di samping kanan juga ada
Jawaban Ya lokasi gedungnya strategis, soalnya dari arah mana aja keliatan.
Pertama cari langsung ketemu soalnya di
Interpretasi Informan ini menganggap bahwa lokasi gedung perpustakaan dapat dilihat dari arah mana saja atau tempat yang ada di sekitar gedung perpustakaan. Informan ini mudah
93
Dispenda. Apakah lingkungan yang ada di sekitar gedung perpustakaan juga membantu anda untuk menemukannya?
3.
Tia
4.
Arna
samping kantor Dispenda. Teman juga bilang sampingnya dispenda atau ga samping SMA 3 atau ga ya belakang SD 5. Saya tahu tempat sini dari dulu soalnya dulu di SMP 2 dekat sini. Sini ya strategis soalnya akses angkot sama jalan kaki juga baik. Ga cuma satu angkot yang lewat sini, ada jalur sembilan atau tujuh bisa kita pilih. Kalau ga ya angkot dari sana (alunalun pancasila) lewatnya sana (selasar kartini) ntar turun trus jalan kaki paling ya cuma 100m.
menemukan gedung perpustakaan karena didukung lingkungan sekitar seperti sekolah, kantor, dan beberapa tempat ramai yang ada di Kota Salatiga. Kemudahan juga didapat dari akses yang didukung dengan adanya angkutan umum yang lewat depan gedung perpustakaan. Di sini dekat Informan ini pemukiman sama menganggap kantor-kantor. Selain lokasi gedung itu juga dekat alun-alun perpustakaan pancasila. didukung dengan pemukiman dan kantor yang ada di sekitarnya. Pertama cari gedungnya Informan ini gampang kok, kan mudah tengah kota, udah tahu menemukan semua, kalau ga ya gedung belakang kantor polisi perpustakaan itu, kalau ga ya karena belakang lapangan didukung pancasila. Lokasinya ya lingkungan strategis, dekat kantor sekitar seperti ya memudahkan sekolah, apalagi sebelah sini ada kantor, dan
94
5. 6.
SMP, kalau pas pulang pada ke sini semua. Kalau ga ya lewat selasar. Biasanya kalo hari minggu habis main di selasar pada ke sini. Ya kalau menurut saya di sini strategis, tepat aja kalau lingkungannya di sini, jadi gampang buat datang ke sini.
Russriyanto Ayushi
beberapa tempat ramai yang ada di Kota Salatiga.
Informan ini menganggap lokasi gedung perpustakaan yang strategis karena didukung lingkungan sekitarnya.
3. Kesan pemustaka saat melihat bentuk dan tampilan gedung. No. Informan 1. Ramadhani
2.
Aris
Pertanyaan Bagaimana kesan anda saat pertama melihat bentuk gedung perpustakaan ini? Dan jika dilihat dari depan, bagaimana pendapat Anda tentang tampilan gedung beserta halamannya?
Jawaban Ya pertama liat gedungnya kayak unik trus atap bangunannya mirip bangunan belanda. Kalo dilihat dari depan rapi juga bersih.
Ya bagus, apalagi dibandingkan dengan gedung yang dulu beda jauh. Apalagi ini juga bangunannya kalau dilihatin kayak bangunan Green
Interpretasi Informan ini menganggap bahwa bentuk gedung perpustakaan memiliki keunikan karena atapnya mirip dengan bentuk bangunan belanda. Penampilan dari depan juga terllihat rapi dan bersih. Informan ini menganggap bahwa gedung perpustakaan ini seperti bangunan Green
95
Building soalnya di dalamnya pake kipas angin dan ga pakai lampu di atasnya udah terang. Awalnya itu perpustakaannya kok bagus banget apalagi saya bandingin dengan perpustakaan daerah lainnya ga sebagus ini. Kalau gedung yang dulu itu cuma kayak rumah kecil. Bentuk gedungnya juga ga biasa, jarang ada bentuk gedung perpustakaan seperti ini kan? Kesan pertama saya lihat ya bagus lah, apalagi lapangan parkirnya luas, lebih luas dari yang dulu, juga ada pos satpamnya di depan, lebih aman. Tapi kalau ga ada tulisan perpustakaan itu saya juga ga ngira kalo ini perpustakaan. Saya tertarik soalnya bangunannya juga unik lah.
Building karena sirkulasi udaranya menggunakan kipas angin yang identik dengan udara alami yang berasal dari luar. Gedung perpustakaan ini juga didukung dengan halaman dan tempat parkir yang luas. Letak pos satpam yang ada di depan juga memberikan rasa aman karena dapat memantau keadaan khususnya keamanan pada kendaraan milik pemustaka yang diparkir. Bentuk Gedung perpustakaan ini juga memiliki keunikan. Keunikan ini yang membuat pemustaka mengira jika gedung
96
3.
Tia
4.
Arna
5.
Russriyanto
tersebut bukan gedung perpustakaan. Dulu kan bangunannya Informan ini ga seperti ini kemudian menganggap kok baru trus saya lihat bahwa tulisan perpustakaan halaman dan arsip daerah tapi depan gedung kok bangunannya itu perpustakaan unik. Coba kalau ga ada cukup luas. tulisannya saya ga tau Halaman yang kalau ini perpustakaan. luas ini Trus masuk suasananya mampu nyaman banget. Kalau memberikan jalan mulai dari banyak udara parkiran masuk ke sini dan tidak itu udah anginnya menimbulkan langsung sejuk. kesan sumpek ketika berjalan dari parkiran menuju gedung perpustakaan. Pertama kali lihat Informan ini gedungnya mewah og, menganggap kok bagus ya. Saya gedung pikir ini dulu malah perpustakaan kantor, saya pikir ini memiliki juga bukan untuk kesan mewah umum, atau cuma karena kantor. Bentuk bentuknya gedungnya kayak yang kantor sama aula atau menyerupai gedung pertemuan. kantor, aula, atau gedung pertemuan. Kalau gedung ini di Informan ini menganggap Salatiga ya termasuk gedung yang mewah bahwa kesan menurut saya. Dulu pertama malah saya kira ini melihat gedung baru dari bukanlah fakultas di STAIN situ, gedung ternyata perpustakaan. perpustakaan, Arsitekturnya bagus melainkan
97
juga, ada kesan klasiknya, unsur-unsur modern juga ada, jadi kayak bangunanbangunan dulu tapi modern. Kalau penataannya ya bagus, bagus itu dalam arti kelihatannya segala sesuatunya memang sudah dipersiapin buat perpustakaan semegah ini. Kemudian tempat parkirnya juga luas dan nyaman, tiap hari ada yang jaga, jadi aman lah.
6.
Ayushi
Kalau menurut saya ya kayak bangunan jaman dulu, Cuma dikasih kreasi-kreasi baru, kayak material jaman sekarang. Memang ini peninggalan gedung jaman dulu yang direnovasi.
gedung pada fakultas ataupun universitas. Bentuk gedung yang memiliki unsur klasik dan modern membuat kesan mewah dan megah pada penampilan gedungnya. Didukung halaman dan tempat parkir yang luas membuatnya menjadi nyaman. Informan ini menganggap gedung perpustakaan mirip dengan bangunan kuno dengan tambahan materialmaterial modern.
4. Tempat yang disukai pemustaka. No. Informan 1. Ramadhani
Pertanyaan Di dalam gedung ini, tempat atau space mana yang menjadi favorit anda? Kenapa anda memilih tempat tersebut
Jawaban Saya sukanya yang tepi jendela dekat ruang referensi. Soalnya nyaman duduk di situ. Biasanya baca buku di situ sampai dua jam.
Interpretasi Informan ini sering membaca di meja yang dekat dengan jendela. Tempat tersebut menjadi tempat yang
98
dan berapa lama biasanya Anda berada di situ?
2.
Aris
Kalau saya biasanya di sana (sebelah kanan referensi) soalnya viewnya ada gunung merbabu sama gunung telomoyo kelihatan.
3.
Tia
Biasanya di sebelah sana (sebelah kanan referensi) soalnya dapat view sama pemandangan. Kalau
favorit karena membuatnya nyaman pada saat membaca. Kenyamanan yang dirasakan membuatnya betah membaca sampai menghabiskan waktu dua jam. Informan ini memilih tempat di bagian meja baca dekat jendela sebagai tempat favoritnya. Meja baca tersebut berada di sebelah kanan ruang referensi. Alasan memilih tempat tersebut karena ia memanfaatkan jendela yang menghubungkan pemandangan luar gedung ke dalam gedung perpustakaan berupa pemandangan gunung merbabu dengan gunung telomoyo yang membuatnya nyaman dan tidak bosan. Informan ini memilih tempat meja di tepi jendela pada lantai dua
99
4.
Arna
5.
Russriyanto
biasanya ga selama ini, soalnya biasanya dari rumah sudah niat pinjam buku trus langsung dibaca di rumah, kebetulan tadi ketemu teman jadi agak lama. Saya paling suka di ruang anak, sambil nunggu anak lihat video film-film edukasi saya bacabaca majalah wanita di situ. Kalo berkunjung di sini lama, biasanya kalo datang jam 10 ya balik jam 2.
Kalau saya sukanya yang lantai atas, pokoknya bagian atas yang dekat jendela. Kalo dekat jendela gini biasanya jendela bisa dibuka, ada sirkulasi udara, nanti kalau ada angin kita nanti kena angin, jadi pas baca itu enak, nyaman lah, dan bikin tenang.
karena pemandangan dari luar yang ditampilkan melalui jendela.
Informan ini memilih ruang anak karena sambil menunggu anaknya mengakses koleksi yang ada di ruang anak. Di ruang anak juga didukung adanya koleksi majalah wanita. Informan ini memilih lantai dua khususnya meja baca dekat jendela di semua sisi sebagai tempat favoritnya. Alasannya karena faktor kenyamanan udara yang lebih terasa dari tempat yang lainnya. Ia merasakan adanya udara segar yang masuk melalui jendela dan memberikan rasa nyaman dan ketenangan pada saat
100
membaca. 6.
Ayushi
-
5. Pencahayaan di gedung perpustakaan. No. Informan 1. Ramadhani
2.
Aris
Pertanyaan Pencahayaan di gedung perpustakaan ini terdiri dari pencahayaan alami yaitu jendela dengan pencahayaan listrik yaitu cahaya lampu, bagaimana pendapat Anda terhadap pencahayaan di sini? Apakah cahaya di sini mempengaruhi aktivitas Anda?
Jawaban Kalau lampu di sini warnanya identik kuning. Menurut saya malah ga nyaman. Saya lebih suka cahaya matahari, lebih suka cahaya yang alami lewat jendela ini. Bikin nyaman.
Di sini lebih ke cahaya alami. Kalau silau enggak, soalnya mataharinya kan datang dari arah barat agak ke utara kalau yang sebelah sana, trus kalau yang sana dari barat agak ke selatan. Jadi kalau pagi sampai sore ga kena sinar matahari langsung, jadinya ga silau.
Interpretasi Informan ini menganggap bahwa pencahayaan yang berasal dari lampu lebih identik dengan warna kuning. Namun ia lebih memilih pencahayaan alami yang berasal dari cahaya matahari masuk melalui jendela. Informan ini menjelaskan bahwa cahaya matahari yang masuk dari arah barat sedikit ke utara dan arah barat sedikit ke selatan sehingga arah cahaya matahari yang masuk tidak sejajar dengan arah cahaya matahari yang pada dasarnya dari arah timur ke barat.
101
3.
Tia
Kalau silau ga kok, biarpun cahaya di sini cukup terang tapi kan sinar mataharinya ga langsung masuk.
4.
Arna
Pencahayaannya cukup kok, sini ga pake lampu, cahaya alam semua. Kalau pake lampu malah pusing. Bangunannya bagus, pake cahaya alami semua. Ga pernah silau, soalnya cahayanya langsung cahaya alami.
5.
Russriyanto
Kalau lampu sih setahu saya kalau siang ga pakai, pakainya yang alami kayak jendela trus kalau malam saya kurang tahu juga.
6.
Ayushi
Saya lebih milih cahaya yang alami, soalnya lebih enak aja, kalau cahaya lampu biasa aja, kadang malah bikin mata capek.
Informan ini merasakan bahwa cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan tidak sepenuhnya langsung sehingga tidak menyebabkan silau dan panas. Informan ini menganggap bahwa pencahayaan di dalam gedung perpustakaan sudah cukup terang dan tidak silau karena cahaya matahari. Ia merasa pusing dengan adanya cahaya yang berasla dari lampu. Informan ini hanya mengetahui pencahayaan pada siang hari yang lebih memanfaatkan cahaya matahari. Informan ini menganggap bahwa pencahayaan alami yang berasal dari
102
matahari memberikan dampak yang membuatnya nyaman. Ia merasa bahwa cahaya lampu jika digunakan lama-lama membuat matanya cepat lelah.
6. Kenyamanan udara di gedung perpustakaan. No. Informan 1. Ramadhani
2.
Aris
Pertanyaan Di dalam gedung perpustakaan ini hanya menggunakan kipas angin saja khususnya di ruang baca lantai dua, sedangkan AC hanya digunakan di ruang multimedia, bagaimana pendapat Anda tentang kipas angin yang menggantikan AC di dalam gedung? Apakah Anda tetap merasa nyaman?
Jawaban Saya lebih suka kipas angin. Soalnya udaranya alami. Apalagi udah ada jendela yang dibuka biar anginnya masuk.
Cuaca di sini udah dingin, jadi kalau AC itu juga kurang diperlukan. Bahkan di sekolah-sekolah yang pakai AC pun kalau pakai AC malah kedinginan, tapi kalau ga pakai malah biasa.
Interpretasi Informan ini memilih kipas angin untuk membantu sirkulasi udara di dalam gedung. Ia merasa udara di dalam gedung sudah nyaman karena jendela yang dibuka membantu angin segar masuk ke dalam ruangan. Informan ini merasakan bahwa udara di dalam gedung sudah sejuk karena dipengaruhi iklim kota Salatiga yang
103
3.
Tia
Sirkulasinya udah nyaman kok meskipun ga pakai AC, soalnya kan di sini udah ada jendela yang dibuka. Jendela ini malah bikin nyaman soalnya banyak angin yang masuk jadi sejuk.
dingin. Ia menganggap bahwa penggunaan AC malah membuat tidak nyaman karena membuatnya kedinginan. Jadi meskipun tanpa AC, ia tetap merasakan kenyamanan pada udara di perpustakaan karena iklim yang mendukung. Informan ini merasakan sirkulasi udara sudah nyaman meskipun tanpa AC. Hal ini didukung dengan adanya jendela yang dibuka di setiap sisi gedung. Jendela yang dibuka ini membuat angin dari luar masuk ke dalam gedung sehingga udara segar dari luar menggantikan udara yang pengap dan menjadikan
104
4.
Arna
ruangan terasa sejuk. Kalau saya sukanya Informan ini kipas angin, kalau pakai lebih memilih AC nanti jadi tertutup kipas angin banget ruangannya. daripada AC Nanti malah ga enak karena ia jadi sumpek. Kalau menganggap jendela dibuka gini kan penggunaan anak-anak senang. AC akan Kalau AC kesannya membuat kayak resmi dan ruangan tertutup. Saya rasa menjadi sirkulasi tetap nyaman, tertutup dan jendelanya bukaan gini, kurang apalagi cuacanya sini nyaman. ga panas, ga pakai kipas pemasangan angin aja betah. AC tentu saja membuat jendelajendela yang ada di setiap sisi gedung akan ditutup dan sirkulasi udara menjadi kurang bebas meskipun AC bisa diatur kondisi udaranya. Informan ini tetap merasakan kenyamanan pada sirkulasi udara dalam ruangan meskipun hanya menggunakan kipas angin. Jika tidak ada kipas angin tetap membuatnya
105
5.
Russriyanto
6.
Ayushi
betah karena didukung iklim yang sejuk. Kalau saya enakan yang Informan ini banyak ruang terbuka lebih memilih gini, banyak jendelanya ruangan yang dan bisa dibuka, kalau penuh jendela ada kipas angin ya terbuka pakai kipas angin. dibandingkan Kalau AC buat saya penggunaan pribadi pasti AC. ruangannya tertutup. Penggunaan Seandainya ada AC nya AC membuat ruangan tertutup kita itu ruangan dan rasanya ga enak. Ga jendela enak dalam arti gini, menjadi kita baca lama-lama ga tertutup dan enak soalnya AC nya membuat nyala terus pasti ada tidak nyaman. rasa kurang bebas. Selain itu, Kipas angin mungkin penggunaan ga begitu besar daya kipas angin listriknya. Seandainya lebih hemat ga ada kipas angin pun energi ga masalah kalau di sini dibandingkan karena sudah ada AC karena jendela yang dibuka. daya listriknya lebih ringan. Penggunaan kipas angin juga tidak begitu diperlukan karena sudah ada jendela terbuka yang membantu pergantian udara di dalam ruangan. Untuk kipas angin saya Informan ini ga terlalu merasakan tidak efeknya, soalnya dari merasakan
106
jendela udah ada angin yang masuk asal ga pas banyak pengunjungnya jadi sumpek aja rasanya. Kalau pas sepi gini sirkulasinya enak. Kalau suruh milih ya saya milih AC, jarangjarang ada fasilitas umum pake AC.
efek dari kipas angin karena sirkulasi udara sudah dibantu dengan jendela yang dibuka di setiap sisinya. Namun ia kadang merasakan udara yang pengap ketika banyak pemustaka yang datang.
7. Akustik ruangan di gedung perpustakaan. No. Informan 1. Ramadhani
2.
Aris
Pertanyaan Suara apa saja yang sering Anda dengar entah itu berasal dari luar atau dalam gedung ini? Apakah suara tersebut mengganggu aktifitas Anda di sini?
Jawaban Ya biasanya suara yang mengganggu itu dari pengunjung anak-anak yang ada di sini. Yang saya rasakan ya mengganggu konsentrasi saat baca. Tapi kalau ada suara musik malah enak.
Ya paling anak-anak kalau pas masuk sering berisik. Tapi itu ga mengganggu kok.
Interpretasi Suara yang sering didengar informan ini adalah suara langkah kaki dari pemustaka anak-anak. Suara ini mengganggu konsentrasinya pada saat membaca. Namun informan ini lebih suka jika dalam gedung perpustakaan diberi musik. Suara yang sering didengar informan ini
107
adalah suara anak-anak tetapi tidak mengganggu aktifitasnya. 3. 4. 5.
Tia Arna Russriyanto
Gedung sama jalan raya agak jauhan, jadi kalau ada polusi atau bunyi kendaraan motor ya ga terlalu mengganggu. Ya kalau suara anak-anak kecil pada lari-lari di ruangan kadang mengganggu, tapi ya sedikit, ga masalah. Apalagi kalau yang namanya anak kecil pasti sudah ada orang tuanya yang ingetin.
6.
Ayushi
Pengunjung yang sering berisik anakanak, apalagi kalau SD sekitar kelas empat ke bawah, sukanya lari-lari jadinya berisik. Tapi ya ga begitu mengganggu saya.
Informan ini tidak pernah mendengar suara yang berasal dari luar karena jarak gedung dengan jalan raya cukup jauh. Suara yang sering terdengar hanya suara anak-anak. Namun hal ini tidak membuatnya terganggu.
8. Pewarnaan di gedung perpustakaan. No. Informan 1. Ramadhani
Pertanyaan Bagaimana pendapat Anda tentang pewarnaan di gedung ini baik tembok, lantai, dan perabot
Jawaban Kalau warna di ruangan ini identik sama abu-abu. Warna tembok abu-abu kesannya kalem dan ga mencolok.
Interpretasi Informan ini terkesan pada pewarnaan abuabu pada tembok ruangan yang mampu meberikan
108
seperti rak buku dan meja baca? 2.
Aris
3. 4.
Tia Arna
kesan kalem dan tidak mencolok. Kalau warna Informan ini ruangannya sudah pas. merasakan Warna di sini bikin suasana yang teduh. Tapi kalau saya teduh dari milih warna sukanya pewarnaan biru muda atau biru ruangan yang langit. Di sini juga ada ada di dalam foto-foto jaman dulu gedung. tentang sejarah dan ciri Suasana yang khas kota Salatiga, jadi dirasakan bikin nuansa di semakin ruangan ini jadi enak nyaman karena kayak ada kesan adanya fotohistorinya. foto tentang suasana kota Salatiga jaman dahulu yang dapat memberikan kesan history dan membuat nuansa yang khas di dalam ruangan. Kalau menurut saya Informan ini pewarnaannya cocok, menganggap ga silau, warnanya itu bahwa terang tapi kalem, ga pewarnaan pada usah yang kuning atau gedung hijau ga enak terlalu perpustakaan ngejreng. Kalau ini ini kan bagus, kalem, mempengaruhi mungkin sudah kenyamanannya didesain khusus buat sehingga baca jadi enak ya. menambah Bikin nyaman trus semangat dan saya aja ga ngantuk tidak baca di sini. merasakan kantuk karena warnanya yang terang. Warna yang terang
109
5.
Russriyanto
6.
Ayushi
tersebut sudah cocok untuk kenyamanannya pada saat membaca Kombinasi warnanya Informan ini kalau menurut saya pas menganggap kalau untuk bahwa perpustakaan. kombinasi Mungkin ya semacam pewarnaan dari ini. Buat mata ga tembok, perabot terlalu mencolok, yang dan lantai sudah penting kombinasi sesuai untuk semacam ini kelihatan sebuah terang, kelihatan enak, perpustakaan. pokoknya ga terlalu Kombinasi mencolok. Saya warna krem memang suka warnapada tembok warna semacam ini, dengan warna kayak natural klasik. coklat pada Warna coklat untuk perabot dan meja dan rak sama lantai membuat abu-abu buat tembok ruangan warna yang kalem. menjadi terang Saya suka yang kayak namun tidak gini. menimbulkan kesan mencolok dan tidak silau. Warna krem pada tembok menimbulkan kesan ruangan yang natural dan penuh nuansa klasik. Sedangkan warna coklat pada meja dan rak juga sesuai dengan warna pada temboknya. -
110
9. Penataan perabot yaitu letak rak buku, meja, dan kursi baca. No. Informan 1. Ramadhani
2.
Aris
3. 4.
Tia Arna
Pertanyaan Bagaimana pendapat Anda tentang penataan perabot seperti rak buku dan meja baca di sini? Apakah penataannya mengganggu aktifitas Anda?
Jawaban Penataan perabot di sini udah bagus kok, soalnya jarak antara rak buku sama meja kursi sesuai.
Tata letak rak buku ataupun perabot yang lain saya rasa sudah bagus. Tata letak perabot di sini ga ganggu aktifitas saya kok, soalnya jaraknya lebar, rak buku di situ kita duduknya di sini, penataannya bagus kok. Kalau sempit kan nabrak-nabrak. Mejanya kan diarahkan ke cahaya dari jendela, jadi kan bacanya bisa enak. Pemandangan dari luarnya juga dapat trus pengaruh sama mood saya, lha ini pohon-pohonan di luar kan bikin senang, segar saya lihatnya. Kalau capek lihat hijau-hijau ini senang, di hati ga begitu kemrungsung, enak buat baca.
Interpretasi Informan ini merasa nyaman dengan penataan perabot karena jarak buku dengan meja dan kursi baca sesuai dengan seleranya.
Informan ini menganggap bahwa penataan perabot sudah bagus karena tata letak rak buku dengan meja baca diberi jarak yang cukup lebar sehingga tidak mengganggu aktifitasnya. Selain itu, posisi meja baca yang ada di tepi jendela membuatnya merasa senang karena mendapat pemandangan dari luar yang
111
5.
Russriyanto
6.
Ayushi
mempengaruhi moodnya menjadi lebih baik dan nyaman untuk membaca. Ini sudah pas Informan ini penataannya kayak terkejut gini, ini malah ga saya dengan bayangkan. Bayangan penataan saya kalau perabot perpustakaan sempitterutama pada sempit gitu lah raknya, rak buku di kadang kita mau ambil Perpustakaan buku itu susah, kadang dan Arsip bisa senggolan dengan Kota Salatiga. orang lain. Kalau kayak Pada awalnya gini penataannya ia raknya jadi lebih mengganggap leluasa, jadi tata letak bahwa semacam ini sudah penataan bagus menurut saya dan perabot di nyaman. perpustakaan khususnya rak disusun dengan jarak yang sempit dan membuat pemustaka susah mengambil buku. Namun ia merasa nyaman dengan penataan dengan rak buku yang disusun melingkar dan memutar dengan didukung letak meja baca di tepi jendela. Tata letak rak sama Informan ini
112
perabot lainnya bikin saya leluasa kok, enak aja. Raknya disusun muter seruangan. Cuma kadang saya bingung aja bukunya letaknya dimana. Tapi kalo nomor klasifikasinya saya yang hafal cuma nomor 700. Saya juga tau kalau penataan raknya muter trus diurutin juga nomor klasifikasinya.
merasa leluasa ketika berada di dalam ruangan karena ia menganggap penataan dari rak buku dengan perabot yang lainnya sesuai ukuran sehingga tidak mengganggu aktifitasnya. Ia juga mengetahui jika penataan beberapa rak disusun melingkar atau memutar sesuai dengan nomor klasifikasinya. Namun ia tidak hafal semua nomor dan jenis klasifikasinya sehingga terkadang ia susah menemukan buku yang dicari.
113
LAMPIRAN C LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI
114
115
LAMPIRAN D SURAT KETERANGAN PENELITIAN
116
LAMPIRAN E
Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Tampilan gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga
Gambar 2. Salah satu ruang di lantai satu
117
Gambar 3. Ruang di lantai satu yang dilengkapi komputer dan internet untuk pemustaka
Gambar 4. Ruang anak di lantai satu
118
Gambar 5. Tembok ruangan berwarna abu-abu dan lantai menggunakan parquet dengan motif kayu berwarna coklat.
Gambar 6. Meja baca di ruang koleksi referensi lantai dua yang menghadap ke jendela.
119
Gambar 7. Ruang baca di lantai dua
Gambar 8. Meja baca di ruang baca lantai dua diletakkan di dekat jendela
120
Gambar 9. Desain lantai satu gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga
Gambar 10. Desain lantai dua gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga