PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KIAI DI PONDOK PESANTREN ULUMUL QURAN BOJONGSARI KOTA DEPOK Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : IIN INDRIYANI 1112015000046
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 1
2
3
4
5
ABSTRAK
IIN INDRIYANI. 1112015000046. Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.2017
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh infromasi mengenai kerjasama kiai dengan masyarakat di Kelurahan Duren Mekar. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu kerjasama kiai dan masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan pendekatan kualitatif. Narasumber dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar Pondok Pesantren. Adapun narasumber yang diambil berjumlah 8 orang. Teknik analisis data menggunakan uji credibility (validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), uji dependability (reabilitas), dan uji
corfirmability
(obyektifitas).
Dalam
mengumpulkan
data
penelitian
menggunakan metode wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan kerjasama kiai dengan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama kiai dengan masyarakat di Kelurahan Duren Mekar terjalin dengan sangat baik, hal ini dikarenakan banyaknya kegiatan baik di lingkungan luar Pondok Pesantren maupun di lingkungan sekitar Pondok Pesantren yang dilakukan secara bersama-sama oleh kiai maupun masyarakat sekitar.
Kata Kunci : Kiai, Masyarakat, dan Pondok Pesantren.
vii
ABSTRACT
IIN INDRIYANI. 112015000046. Society Perception to Kiai in Islamic Boarding School Ulumul Quran Bojongsari Depok City. THESIS. JAKARTA. Majoring Social Science Education. Faculty of Tarbiyah And Teachers Training. Syarif Hidayatullah State Islamic University Of Jakarta. 2017
This research ains to obtain the information about kiai contribution with the society in Duren Mekar village. In this research there are two variables that will be examined, these are the kiai contribution and the society. Method used in this research is interview method with qualitative approach. The informant in this research are people who lives near the islamic boarding school. Meanwhile for the informant that taken are 8 (eight) people. The technique of data analysis make use of credibility test, transferability test, dependability test, and confirmability test. The collecting research data take the interview method which include questions related kiai contribution with the society. Result from the research showimg that contribution the kiai with society in Duren Mekar village is firmly established, this matter cause many good activities outside the environment of islamic boarding school or in the environment of islamic boarding school that conducted jointly with the kiai as well as society.
Key words : Kiai, The Society and Islamic Boarding School.
viii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, dan para sahabatnya serta seluruh muslimin dan muslimah. Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Laporan skripsi ini membahas mengenai “Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok”.
Selaknjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun atas bimbingan-Nya dan motivasi
dari
berbagai
pihak,
penulis
menyadari
bahwa
keberhasilan
kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya : 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. 3. Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Dosen Pembimbing Skripsi I. 4. Bapak Prof. Dr. Rusmin Tumanggor,M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik 5. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi. ix
6. Seluruh Dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan. 7. Seluruh staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta Staff Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang telah memberikan kemudahan dalam pebuatan surat-surat dan sertifikat. 8. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta peminjaman literatur yang dibutuhkan. 9. Ucapan terimakasih yang tiada henti dan penghargaan penulis berikan dengan rendah hati kepada orang tua, ayahanda Edi Susiyanto dan Ibu Titik Setyowati yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi serta semangat dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis, sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
studi
di
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semoga selalu dalam keadaan sehat wal‟afiat. 10. Adik-adikku tercinta Erik Firman Susanto dan Farizki Firman Tri Susanto serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan agar cepat dalam menyelesaikan skripsi serta dapat lulus tepat waktu. 11. Terima kasih kepada Mas Krisna Mahardika Yoso Prawiro yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membentu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah mempermudah urusan kita. 12. Seluruh teman-teman jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) angkatan 2012. Semoga Allah meridhoi segala usaha dan harapan kita. 13. Semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan dukungannya.
x
Demikianlah pengantar dari penulis terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta penulis juga mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulis selanjutnya. Akhirnya kepada Allah SWT penulis bermohon, semoga segala bantuan dari berbagai pihak yang tersebut diatas dibalas oleh-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin. Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, 21 Februari 2017
Penulis
Iin Indriyani
xi
DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar Pengesahan Lembar Pengesahan Pembimbing Lembar Pengesahan Skripsi Lembar Pernyataan Uji Referensi Lembar Pernyataan Karya Ilmiah Abstrak ........................................................................................................... vii Abstract .......................................................................................................... viii Kata Pengantar ............................................................................................... ix Daftar Isi ......................................................................................................... xii Daftar Tabel ................................................................................................... xv Daftar Lampiran ............................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4 C. Batasan Masalah .................................................................................. 4 D. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5 F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ......................................................................................... 6 1. Perilaku ........................................................................................... 6 a. Pengertian Perilaku .................................................................... 6 b. Bentuk Perilaku ......................................................................... 9 c. Domain Perilaku ........................................................................ 10 d. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku .......................................... 11 e. Aspek-Aspek Perilaku ............................................................... 12 2. Interaksi Sosial ............................................................................... 14 a. Pengertian Interaksi Sosial ........................................................ 14 b. Interaksi Sosial Sebagai Dasar Proses Sosial ............................ 16 c. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ................................................. 17 d. Ciri-Ciri Interaksi Sosial ........................................................... 18 e. Unsur-Unsur Dalam Interaksi Sosial ......................................... 19 f. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Sosial ......... 20 3. Kerjasama ....................................................................................... 22 a. Pengertian Kerjasama ................................................................ 22
xii
b. Macam-Macam Kerjasama ........................................................ 23 c. Bentuk-Bentuk Kerjasama ........................................................ 24 4. Pondok Pesantren ........................................................................... 24 a. Pengertian Pondok Pesantren .................................................... 24 b. Pondok Pesantren Konvensional ............................................... 27 c. Pondok Pesantren Kontemporer ................................................ 28 d. Tipologi Pondok Pesantren ....................................................... 29 e. Kiai ............................................................................................ 30 5. Masyarakat ...................................................................................... 32 a. Pengertian Masyarakat .............................................................. 32 b. Ciri-Ciri Masyarakat .................................................................. 33 B. Penelitian Relevan ............................................................................... 35 C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 45 B. Metode Penelitian ................................................................................ 45 C. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 46 D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ......................... 48 E. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ........................................ 52 F. Pengecekan Keabsahan Data ............................................................... 56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ...................................................................................... 59 1. Gambaran Umum Pondok Pesantren Ulumul Quran ..................... 59 2. Visi Dan Misi Pondok Pesantren Ulumul Quran ........................... 60 B. Hasil Penelitian .................................................................................... 60 C. Pembahasan ......................................................................................... 66 1. Interaksi Sosial Antara Kiai Dengan Masyarakat .......................... 66 2. Perilaku Kiai Dalam Bekerjasama Dengan Masyarakat ................ 67 3. Bentuk-Bentuk Kerjasama Yang Terjadi Antara Kiai Dengan Masyarakat ...................................................................................... 68 4. Persepsi Masyarakat Tentang Kiai ................................................. 68 5. Mengenai Pondok Pesantren .......................................................... 69 6. Mengenai Tingkat Kepedulian Terhadap Orang Lain .................... 69 D. Keterbatasan Masalah .......................................................................... 70
xiii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 71 B. Saran .................................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 73 LAMPIRAN .................................................................................................. 74
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
2.1 2.2 3.1 3.2 3.3
Penelitian Relevan ...................................................................... 39 Kerangka Berpikir ....................................................................... 44 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 48 Pedoman Wawancara .................................................................. 50 Teknik Analisis Data ................................................................... 53
xv
DAFTAR LAMPIRAN Surat Keterangan Wawancara Instrumen Wawancara Transkrip Hasil Wawancara Dokumentasi
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu ataupun kelompok masyarakat yang berada di suatu tempat pastinya saling berinteraksi satu sama lain. Dimana mereka disatukan secara administratif yang di pegang oleh RT, RW, Kepala Dusun maupun Kepala Desa. Selain pemimpin secara admisitratif di atas, terdapat pula seorang pemimpin secara simbolik yang bisa mengatur kehidupan sosial yang ada di masyarakat mengenai agama, kultur serta moral yang biasa disebut kiai atau yang lebih banyak dikenal dengan sebutan ustad.1 Dalam artian bahwa kiai atau ustad kampung memiliki peran dalam berbagai kegiatan keagamaan, seperti shalat berjamaah di masjid, syukuran, ceramah agama yang didalamnya memuat nasehat-nasehat agama, khitanan, dan lain sebagainya merupakan hal yang mengisi atau memberikan makna maupun mafaat bagi masyarakat itu sendiri. Sehingga untuk berbagai kegiatan agama di atas mereka membutuhkan pemimpin yang mereka patuhi dalam hal agama sebagai wadah untuk meminta nasehat, meminta pertimbangan dalam memutuskan segala sesuatu, dalam ini peran kiai diperlukan sebagai sosok pemimpin.2 Masyarakat menganggap kiai adalah orang yang suci yang dikaruniai berkah, karena mempunyai kelebihan, dilihat dari pengetahuannya tentang suatu ajaran yang diyakininya. Menyatunya kehidupan kiai atau ustad di masyarakat tidak hanya membuat mereka dekat dengan masyarakat, tetapi juga mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti gotong royong. Sehingga tidak ada jarak yang memisahkan, kecuali rasa hormat dan pelayanan. Setiap individu mempunyai pola interaksi ataupun perilaku 1
Nurhaya,”Peran Sosial Kiai Pada Masyarakat Jawa”,Jurnal Sosiologi Replektif ,Vol.7 No.1 Tahun 2012,hal.8 2 Sudiantara,”Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Masyarakat Tradisional Pedesaan,”Jurnal Sosiologi Islam Vol.1 No.2 ISSN : 2089-0192 Tahun 2011,hal.10
1
2
sosial dimasyarakat, begitu juga yang ada pada perilaku para kiai dalam masyarakat pasti berbeda-beda pula perilaku sosial di masyarakat.3 Kehadiran sang kiai di tengah-tengah masyarakat semisal sebuah payung raksasa. Payung ini begitu besar bentangannya, sehingga memiliki kesanggupan yang dahsyat menjadi pengayom masyarakatnya. Kehadiran kiai di suatu daerah, benar-benar terasakan fungsinya untuk menjadi tumpuan
yang
teramat
efisien
bagi
umatnya.
Sebab
apapun
permasalahnnya yang menimpa masyarakatnya, mulai dari problematika rumah tangga, problem-problem sosial, tradisi kultural, kondisi keamanan, hingga merebak ke wilayah politik pun, maka sang kiai akan selalu hadir bersama-sama mereka untuk segera menyelesaikannya. Hubungan timbal balik inilah yang mengakibatkan tali ikatan antara keduanya (kiai dan masyarakat)
teramat
sulit
untuk
diputuskan.
Kiai
membutuhkan
masyarakat sebagai tangan panjang melanjutkan misi dakwah agamanya, masyarakat pun merasa terayomi dengan kehadiran sang kiai. Selanjutnya, kiai mendapat uluran tangan dari masyarakat baik berupa keuntungan finansial maupun sumbangan tenaga dan keterampilan mereka. Karakter kiai masa kini, sebenarnya tak jauh berubah dari keberadaan kiai masa waktu dulu. Hanya kekentalan tradisionalitasnya saja yang sedikit agak berbeda. Namun, perubahan zaman yang begitu pesat dan cepat membuat kiai tak mampu lagi untuk terus berpacu dengan perkembangan tersebut sehingga banyak bahasa-bahasa jaman kekinian yang tak sanggup dijamahnya.. Bahkan tidak saja pada soal urusan agama saja, melainkan hampir menyeluruh ke pelbagai persoalan kehidupan secara luas4. Seperti
halnya
dalam
berinteraksi
dengan
masyarakat
di
lingkungan sekitar, kegiatan ini pun sudah jarang dilakukan dikarenakan kesibukan kiai itu sendiri. Tak jarang pula ketika mendapat sebuah undangan pengajian, seorang kiai meminta tolong kepada orang yang 3
Miftah Faridl,”Peran Sosial Politik Kiai Di Indonesia,”Jurnal Sosioteknologi Edisi 7 Tahun 2007,hlm.30 4 Abdul Halim Fathoni,Kegelisahan Kiai,19 Maret 2008,(Langitan.Net),Diakses Pada Tanggal 17 November 2016
3
menjadi kepercayaannya untuk menggantikannya menghadiri acara tersebut. Hal ini menjadikan interaksi seorang kiai atau ustad dengan masyarakat di lingkungan sekitar menjadi agak sedikit berkurang. Menurut Moore, bagi masyarakat atau kebudayaan manapun, perubahan cepat berlangsung atau berlaku secara tetap. Kejadian normal perubahan telah memberikan akibat bagi suatu pengalaman individu dan masyarakat yang lebih luas dari aspek fungsional masyarakat dalam dunia modern. Perubahan yang terjadi di masyarakat yaitu munculnya modernisasi dan peningkatan upaya profesionalisme turut mempersempit ruang gerak kiai. Perubahan mata pencaharian juga menyebabkan berkurangnya peran kiai, dikarenakan sebagian besar waktu digunakan oleh masyarakat sekitar untuk bekerja, sehingga sangat sedikit waktu tersisa untuk berada di rumah. Sebagian ahli menyatakan bahwa interaksi merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. Oleh sebab itu, proses interaksi dalam hal kerjasama antara kiai dengan masyarakat di lingkungan sekitar perlu ditingkatkan kembali melalui tradisi-tradisi yang biasa dilakukan seperti selametan, tahlilan, istighotsah, atau wiridan yang dinggap mempunyai banyak manfaat seperti menimbulkan rasa persaudaranaan sesama muslim, meningkatkan rasa persatuan dan kebersamaan antar sesama warga.5 Maka, pesantren sebagai suatu wadah dalam penyebaran Islam yang diharapkan terus-menerus mewariskan upaya memelihara kontinuitas radisi Islam yang dikembangkan dari pengalaman sosial masyarakat lingkunganya. Dengan kata lain pesantren mempunyai hubungan erat dengan lingkungan sekitarnya khususnya masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa pembahasan yang berkaitan dengan kerjasama antara kiai dengan masyarakat sangat luas. Agar lebih
5
Iva Yulianti Umdatul Izzah,”Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Mayarakat Muslim Tradisional Pedesaan”,Jurnal Sosiologi Islam,Vol.1,No.2,ISSN : 2089-0192,Oktober 2011,hal.11-12
4
fokus maka penelitian ini diberi judul : ”Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka penulis mengidentifikasi masalah-masalah dalam penelitian sebagai berikut: 1. Kurangnya interaksi kiai Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an dengan masyarakat sekitar. 2.
Rendahnya tingkat kepedulian kiai Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an dengan masyarakat sekitar.
C. Batasan Masalah Untuk memudahkan pembahasan dalam skirpsi ini, menjaga agar penelitian lebih fokus dan terarah tidak menimbulkan keraguan dan salah penafsiran, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Oleh karena itu penelitian dibatasi pada Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok.
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara umum tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran dalam hal bekerjasama.
5
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau panduan dalam penelitian selanjutnya khususnya terkait masalah tentang kerjasama kiai dengan masyarakat sekitar.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti 1) Peneliti mendapatkan informasi mengenai kerjasama kiai pondok pesantren dengan masyarakat sekitar. 2) Dapat memberikan khazanah keilmuan bagi peneliti yang ingin mengkaji di bidang yang sama. 3) Sebagai salah satu cara untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan.
b. Bagi Pondok Pesantren Dapat memberikan informasi kepada santri serta pihak terkait lainnya mengenai kerjasama kiai pondok pesantren dengan masyarakat di lingkungan sekitar.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Perilaku a. Pengertian Perilaku Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
tersebut
dipengaruhi
baik
oleh
faktor
genetik
(keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka terbentuknya perilaku disebut sebagai proses belajar (learning process)6.
6
Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni,(Jakarta;Rineka Cipta,2011), hal.135-136
6
7
James P. Chaplin mengatakan bahwa, perilaku adalah kumpulan dari reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan gerakan, tanggapan dan jawaban yang dilakukan seseorang, seperti proses berpikir, bekerja, berhubungan seks, dan sebagainya. Pavlov mengatakan bahwa perilaku adalah keseluruhan atau totalitas kegiatan akibat belajar dari pengalaman sebelumnya dan dipelajari melalui proses penguatan dan pengondisian7. Sedangkan seorang ahli psikologi Skinner (1938) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan respons. Skinner juga mengungkapkan teori SO-R (Stimulus-Organisme-Respon) dimana stimulus terhadap organisme kemudian organisme merespon8. Ia membedakan adanya dua respon yaitu : 1) Responden respons atau reflexive response, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan yang semacam ini disebut eliciting stimulasi, karena menimbulkan respons-respons yang
relatif
tetap.
Responden
respons
(respondent
behavior) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behavior. Emotional behavior ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan. 2) Operant response atau instrumental respons, adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimulus
atau
reinforcer,
karena
perangsangan-
perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. 7
Herri Zan Pieter dan Namora Lumongga Lubis,Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan,(Jakarta,Kencana Media Prenada Group,2010),hal.27 8 Sinta Fitriani,Promosi Kesehatan,(Yogyakarta;Graha Ilmu,2011),hal.120
8
Di dalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (respondent response atau respondent behavior) sangat terbatas keberadaannya pada manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan respons kemungkinan untuk memodifikasikannya sangat kecil. Sebaliknya operant response atau instrumental behavior merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia, dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar, bahkan dikatakan tidak terbatas. Fokus teori Skinner (1938) ini adalah pada respons atau jenis perilaku yang kedua ini9. Apabila kita melihat dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1) Perilaku tertutup / covert behavior Respon
seseorang
terhadap
stimulus
dalam
bentuk
terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi ini masih dalam batas perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran atau sikap yang terjadi pada seseorang yang mendapat rangsangan. 2) Perilaku terbuka / overt behavior Respon yang terjadi pada seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata dan terbuka. Responnya dalam bentuk tindakan yang diamati oleh orang lain. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning (respon perilaku yang diciptakan karena adanya kondisi tertentu). Menurut Skinner adalah sebagai berikut : 1) Melakukan identifikasi terhadap hal-hal yang merupakan penguat berupa reward atau hadiah bagi perilaku yang akan dibentuk.
9
Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni, h.136-137
9
2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. 3) Menggunakan secara urut komponen sebagai satu tujuan sementara. 4) Melakukan pembentukan perilaku dengan urutan komponen tersebut10
b. Bentuk Perilaku Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar ojek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam yakni : 1) Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Oleh sebab itu perilaku ini masih terselubung (covert behavior), atau perilaku tertutup. 2) Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di observasi secara langsung. Oleh karena itu perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt behavior atau perilaku terbuka. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung, dan disebut ‘covert behavior’. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus (practice) adalah „overt behavior‟11. c. Domain Perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik 10
Sinta Fitriani,Promosi Kesehatan, hal 121 Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni, hal.138-139
11
10
atau faktor-faktor lain yang bersangkutan. Determinan perilaku ini dapat dibagi menjadi dua yaitu : Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupaka faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Benyamin S. Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi tiga perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain ranah atau kawasan, yaitu12 : 1) Kognitif (cognitive) 2) Afektif (affective) 3) Psikomotor (psyhcomotor) Ranah psikomotor ini menurut teori Skinner sama dengan tindakan atau praktik (practice). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari : 1) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge) 2) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude) 3) Praktik (praksis), atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice). Terbentuknya sebuah perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek 12
Sinta Fitriani,Promosi Kesehatan, hal.128
11
luarnya. Menurut Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan Nasional kita, ketiga kawasan perilaku ini disebut : cipta (kognisi), rasa (emosi),
dan
karsa
(konasi).
Tokoh
pendidikan
kita
ini
mengajarkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk dan atau meningkatkan kemampuan manusia yang mencakup, cipta, rasa, dan
karsa
tersebut.
ketiga
kemampuan
tersebut
harus
dikembangkan bersama-sama secara seimbang, sehingga terbentuk manusia Indonesia yang seutuhnya (harmonis)13. d. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku Bentuk-bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan
konsep
yang
digunakan
oleh
para
ahli
dalam
pemahamannya terhadap perilaku. Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk-bentuk perubahan perilaku yang dikelompokkan menjadi tiga, yakni : 1) Perubahan alamiah (natural change) Perilaku manusia selalu berubah, dimana sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadi alamiah. Apabila dalam
masyarakat
sekitar
terjadi
suatu
perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan. 2) Perubahan rencana (planned change) Perubahan
perilaku
ini
terjadi
karena
memang
direncanakan sendiri oleh subjek. 3) Kesediaan untuk berubah (readiness to change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya). 13
Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni, hal.146-147
12
Tetapi sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan karena pada setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-beda. Setiap orang dalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yanag berbedabeda, meskipun kondisinya sama14. e. Aspek – Aspek Perilaku 1) Pengamatan Pengamatan adalah pengenalan objek dengan cara melihat, mendengar, meraba, membau, dan mengecap. Kegiatan – kegiatan ini biasanya disebut sebagai modalitas pengamatan. 2) Perhatian Notoadmodjo (2007) mengatakan bahwa perhatian adalah kondisi pemusatan energi psikis yang tertuju kepada suatu objek dan merupakan kesadaran seseorang dalam aktivitas. Secara umum perhatian dapat dikelompokkan : a) Berdasarkan Intensitas Ada banyak atau tidaknya keasadaran individu dalam melakukan kegiatan dengan intensitas ataupun tanpa intensitas. Apabila semakin banyak kesadaran terhadap kegiatan, maka semakin intensif perhatian. b) Berdasarkan Objeknya Adalah perhatian yang timbul akibat luas tidaknya objek yang berkaitan dengan perhatiannya. Perhatian berdasarkan
objek
dibedakan
menjadi
terpencar dan perhatian terpusat.
14
Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni, hal.165-166
perhatian
13
c) Berdasarkan Timbulnya Terdiri dari perhatian spontan dan perhatian disengaja. Perhatian spontan adalah perhatian yang timbul tanpa diinginkan oleh individu. Perhatian disengaja adalah perhatian yang timbul akibat adanya usaha – usaha untuk memberikan perhatian. d) Berdasarkan Daya Tariknya Berdasarkan dari objeknya yang menjadi perhatian adalah obejk-objek yang menari, baru, asing, dan menonjol. Manusia sering mencari hal-hal baru, aneh, dan menarik pembicaraan. Sementara dari segi subjektivitas yang menjadi perhatian adalah apabila berhubungan dengan fungsi, kepentingan, tingkat kebutuhannya, kegemaran, pekerjaan, jabatan, atau sejarah hidup. 3) Tanggapan tanggapan adalah gambaran dari hasil suatu penglihatan, sedangkan pendengaran dan penciuman merupakan aspek yang tinggal dalam ingatan. 4) Fantasi Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan yang telah ada. Namun tidak selamanya tanggapan-tanggapan baru selalu sama dengan tanggapan-tanggapan sebelumnya. 5) Ingatan (Memory) Segala macam kegiatan belajar melibatkan ingatan. Jika seseorang tidak mengingat apapun mengenai pengalamannya berarti dia tidak dapat belajar apapun. Dengan demikian, kita tidak dapat melakukan sesuatu meskipunya hanya sebatas percakapan yang sangat sederhana. Untuk berkomunikasi manusia
selalu
mengingat
pikiran-pikiran
yang
akan
14
diungkapkan guna memunculkan setiap pikiran baru. Dengan ingatan orang mampu merefleksikan dirinya. 6) Berpikir Berpikir adalah aktivitas idealistis menggunakan simbol-simbol dalam memecahkan masalah berupa deretan ide dan bentuk bicara. Melalu berpikir orang selalu meletakkan hubungan antara pengertian dan logika berpikir. Artinya, melalui berpikir orang mampu memberikan pengertian, asumsi, dan menarik kesimpulan. Berpikir menjadi ukuran keberhasilan seseofrang dalam belajar, berbahasa, berpikir, dan memecahkan masalah. 7) Motif Adalah dorongan dalam diri yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuannya. Motif tidak dapat diamati, namun dapat terlihat melalui bentukbentuk perilakunya15.
2. Interaksi Sosial a. Pengertian Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial dapat didefinisikan sebagai hubungan-hubungan timbal balik antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, serta antara individu dengan kelompok16. Para ahli sosiologi lebih sering menggunakan istilah interaksi sosial, yang jika dirumuskan interaksi merupakan gambaran “aksi seseorang atau sekelompok orang” yang mendapat “reaksi dari seseorang atau sekelompok orang lainnya”. Aksi dan reaksi tersebut disederhanakan dalam satu konsep yang disebut dengan interaksi sosial atau lebih tepatnya disebut “antar-aksi”. Interaksi sosial merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari 15
Herri Zan Pieter dan Namora Lumongga Lubis,Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan,(Jakarta,Kencana Media Prenada Group,2010),hal.29-36 16 C.Dewi Wulansari,Sosiologi:Konsep dan Teori,(Bandung;Refika Aditama,2009), Hal.34
15
hubungan
tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak
statis, selalu mengalami dinamika. Kemungkinan yang muncul ketika satu manusia berhubungan dengan manusia yang lainnya adalah : 1) Hubungan antar individu satu dengan individu lain, 2) Individu dengan kelompok, 3) Kelompok dan kelompok.17 Menurut Soekanto (1997) ada empat pola interaksi sosial yaitu, kerjasama (cooperation), persaingan (competition), pertentangan (conflict), dan akomodasi (accomodation). Sedangkan menurut Gillin & Gillin (dalam Soekanto, 1997) ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial yaitu, proses asosiatif dan poses disasosiatif. Proses asosiatif terdiri dari akomodasi,
asimilasi dan akulturasi,
sedangkan proses disasosiatif meliputi persaingan dan pertentangan atau pertikaian yang mencakup kontroversi dan konflik18. Interaksi sosial terjadi sejak dua orang bertemu saling menyapa, berjabat tangan, saling berbicara, dan bahkan berkelahi. Walaupun mereka bertemu tidak saling berbicara atau menyapa atau berjabat tangan, interaksi sosial itupun telah terjadi. Hal ini disebabkan karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang meyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan ataupun syaraf orang-orang bersangkutan, misalnya wangi, bau keringat, suara berjalan-jalan atau sebagainya. Semua itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang yang kemudian melakukan tindakan apa yang akan dilakukannya. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi disebabkan oleh karena kelompok-kelompok tersebut merupakan 17
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip,Pengantar Sosiologi,(Jakarta;Kencana,2012) Tri Dayakisni dan Hudaniah,Psikologi Sosial,(Malang;UMM Press,2012), Hal.105
18
16
yang biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya. Hubungan ini misalnya antara dua partai politik. Interaksi sosial terjadi secara kentara
apabila
terjadi
pertentangan
antara
kepentingan-kepentingan orang perorang dengan kepentingankepentingan kelompok atau orang perorang dengan kepentingan mereka masing-masing.
b. Interaksi Sosial Sebagai Dasar Proses Sosial Proses sosial pada hakikatnya adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan bersama. Kehidupan bersama itu dapat terlihat dari berbagai segi atau aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, hamkam, dan sebagainya. Soerdjono Dirdjosisworo (1982) menyebutkan bahwa proses sosial dimaksud adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorang atau kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Dengan demikian, proses sosial dapat dirumuskan sebagai pengaruh timbal balik antara individu dengan individu dan dengan kelompok mengenai berbagi aspek kehidupan. Hal ini disebabkan bahwa awal dari proses sosial itu terjadi adanya interaksi sosial karena terdapat hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok
manusia,maupun
antara
orang
perorangan dengan kelompok manusia. Menurut Soerjono Soekanto (1988) kebutuhan tersebut diatas harus dipenuhi, sebab apabila hal ini mengalami halangan, maka
17
akan timbul ketidakpuasan dalam wujud rasa cemas, emosi yang berlebih-lebihan, rasa takut dan seterusnya. c. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial 1) Kerjasama Kerjasama adalah suatu kegiatan dalam proses sosial dalam usaha mencapai tujuan bersama dengan cara saling membantu dan saling tolong-menolong dengan komunikasi yang efektif. 2) Pertikaian Pertikaian adalah bentuk inter-relasi sosial dimana terjadi adanya usaha-usaha salah satu pihak berusaha menjatuhkan pihak yang lainnya atau berusaha melenyapkan pihak lain yang dianggap sebagai saingannya. Ini terjadi karena perbedaan pendapat yang dapat mengangkat masalah-masalah ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya. 3) Persaingan Persaingan adalah suatu kegiatan yang berupa perjuangan sosial untuk mencapai tujuan dan bersaing namun berlangsung secara damai, setidak-tidaknya tidak saling menjatuhkan. Bentuk kegiatan ini biasanya dalam hal : a) Mendapatkan status sosial b) Memperoleh jodoh c) Mendapat kekuasaan d) Mendapatkan nama baik e) Akomodasi 4) Akomodasi Akomodasi adalah suatu keadaan dimana suatu pertikaian atau konflik yang terjadi mendapatkan penyelesaian, sehingga terjalin kerjasama yang baik kembali19.
19
C.Dewi Wulansari,Sosiologi:Konsep dan Teori, Hal 34-39
18
d. Ciri-ciri Interaksi Sosial Interaksi sosial tidak cukup hanya dijelaskan sebagai hubungan timbal balik antar manusia berdasarkan pola-pola tertentu, sebab interaksi sosial tetap didasarkan pada ciri-ciri atau karakter tertentu. Agar dapat dikategorikan sebagai bentuk interaksi, maka hubungan timbal balik antar manusia tersebut harus memiliki ciriciri tertentu yaitu20 : 1) Harus ada pelaku yang jumlahnya lebih dari satu. Kriteria ini merupakan prasyarat mutlak sebab tidak akan mungkin terjadi aksi dan reaksi dari tindakan manusia jika tidak ada teman atu lawan yang terlibat dalam proses tersebut. Artinya interaksi sosial itu terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang melakukan aksi kemudian ada pihak lain yang menanggapi aksi-aksi tersebut. 2) Adanya
komunikasi
antara
para
pelaku
dengan
menggunakan simbol-simbol. Yang dimaksud simbolsimbol ini adalah benda, bunyi, gerak, atau tulisan yang memiliki arti. Adapun komunikasi merupakn hubungan timbal balik antara seseorang atau sekelompok orang dengan pihak lain menggunakan simbo-simbol yang berupa suara, tulisan, dan gerakan sehingga kedua belah pihak terjadi saling menafsirkan apa yang sedang dilakukan pihak lain. 3) Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung.Yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung. Interaksi sosial akan senantiasa terjadi dalam ruang dan waktu, artinya kapan dan dimana saja.
20
M.Sitorus,Berkenalan dengan Sosiologi untuk SMU kelas 2 dan 3,(Jakarta;Erlangga,2003), h.16
19
4) Adanya tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidak sama dengan yang diperkirakan oleh para pengamat. Interaksi sosial dilihat dari bentuknya terdapat dua bentuk yang pokok, yaitu integrasi dan konflik. Jika interaksi tersebut berbentuk integrasi (penyatuan), maka masing-masing pihak memiliki tujuan yang sama yang ingin dicapai. Akan tetapi jika interaksi sosial berbentuk konflik (perpecahan), maka bisa saja tujuan yang hendak dicapai oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik tersebut adalah memenangkan pertikaian, menyingkirkan lawan, dan sebagainya.
e. Unsur-unsur Dalam Interaksi Sosial Para ahli sosiologi memahami tindakan manusia dari sudut pandang perilakunya. Tindakan manusia dipahami sebagai perbuatan, perilaku atau aksi yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu21. Tujuan dari tindakan manusia sangat beragam dan kompleks artinya jika tindakan yang dilakukan adalah untuk
memperoleh
benda-benda
kebutuhan
pokok
dalam
kehidupannya, maka tindakan ekonomi. Tindakan manusia sebenarnya tidak jauh dari aktivitas yang saling memberikan aksi dan interaksi. Manusia mampu melakukan berbagai tindakan seperti membaca, menulis, berkomunikasi, merespons pendapat orang lain dalam hubungan di dalam kehidupan di masyarakat. Dari konsep tersebut dapat dikaji lebih lanjut mengapa manusia melakukan tindakan, dari mana sumber tindakan tersebut, apa yang melatarbelakangi munculnya tindakan tersebut dan lain – lain. Tindakan manusia dibedakan dalam dua macam yaitu :
21
M.Sitorus,Berkenalan dengan Sosiologi untuk SMU kelas 2 dan 3, hal.12
20
1) Tindakan yang terorganisasi Artinya tindakan yang dilatarbelakangi oleh seperangkat kesadaran sehingga apa yang dilakukannya tersebut di dorong oleh tingkat keasadaran yang berasal dari dalam dirinya. 2) Tindakan yang dilakukan tanpa kesadaran Yaitu tindak refleks yang tidak dikatagorikan sebagai tindakan sosial, sebab tindakan itu tidak terorganisasi melalui kesadaran diri. Tindakan terorganisasi tidak sepenuhnya muncul begitu saja di dalam setiap individu manusia, sebab tidak ada satupun manusia yang melakukan tindakan terorganisasi tanpa melalui proses latihan atau proses belajar. Tindakan terorganisasi merupakan tindakan yang terkoordinasi oleh kesadaran pusat (pusat saraf otak), sehingga memunculkan aktivitas organ tubuh22. f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Sosial Berlangsungnya suatu interaksi sosial terutama antara individu dan kelompok didasari oleh beberapa faktor, yakni : 1) Faktor Peniruan (Imitasi) Imitasi merupakan tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di sekitarnya. Imitasi banyak dipengaruhi oleh tingkat jangkauan indranya yaitu sebatas yang dilihat, didengar, dan dirasakan23. Gejala peniruan yang kuat peranannya dalam interaksi sosial, tampak jelas dalam dunia mode, adat-istiadat, dunia usaha, perilaku kejahatan, dan lain sebagainya. Faktor peniruan ini sangat 22 23
Elly M.Setiadi dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi,(Jakarta;Kencana,2011),Hal. Elly M.Setiadi dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi, Hal.67
21
berperan dalam pergaulan hidup manusia dan timbulnya perubahan masyarakat. 2) Faktor Sugesti Faktor sugesti dipahami sebagai tingkah laku yang mengikuti pola-pola yang berada di dalam dirinya, yaitu ketika seseorang memberikan pandangan taua sikap dari dalam dirinya lalu diterimanya dalam bentuk sikap dan perilaku
tertentu.
Dari
sugesti
tersebut,
kemudian
memunculkan norma-norma dalam kelompok, prasangkaprasangka sosial (social prejudices), norma-norma (susila), dan sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh kinerja akal yang setelah melalui proses belajar ia tidak hanya sekedar memindahkan apa yang ia proses (ia tanggapi) dari pihak luar, tapi melalui akal ia mulai melakukan identifikasi dan pertimbangan – pertimbangan lebih lanjut terhadap apa yang iatanggapi. Ini disebabkan oleh aneka faktor yang berhubungan dengan sugesti seperti : a)
Sugesti karena hambatan berpikir.
b)
Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah.
c)
Sugesti karena otoritas .
d)
Sugesti karena mayoritas.
e)
Sugesti karena pandangan hidup (will of believe).
3) Faktor Identifikasi Faktor identifikasi dimaksudkan timbul ketika seseorang mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada normanorma peraturan-peraturan yang harus dipenuhi, dipelajari, dan ditaatinya. Adapun identifikasi lebih di dorong oleh keinginan mengikuti jejeknya, ingin mencontoh, ingin belajar dari orang lain yang dianggap ideal. Dengan demikian, dalam identifikasi biasanya terdapat keinginan
22
menjadi seperti orang lain terutama sifat-sifat yang melekat pada dirinya. 4) Faktor Simpati Faktor simpati dimaksudkan adalah faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau kelompok orang yang lain. Faktor simpati muncul bukan dari pemikiran yang logis rasional tetapi berdasarkan penialain perasaan, sebagaimana dalam proses identifikasi. Simpati tidak sama dengan identifikasi sebab simpati di dorong ingin mengerti dan ingin kerja sama dengan orang lain. Akibat dari simpati adalah dorongan simpatisan (orang yang tertarik) untuk menjalin hubungan kerjasama antar dua orang atau lebih yang setaraf. Adapun simpati, seseorang dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain.24
3. Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Secara etimologi kerjasama berasal dari bahasa Inggris “Cooperation” yang memiliki arti yang sama yakni kerjasama. Kerjasama merupakan kegiatan bersama antara dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Kerjasama kemudian berkembang dengan munculnya pengertian-pengertian baru yang lebih kontemporer sesuai dengan pergerakan zaman. Kerjasama pada masa lalu identik dalam usaha perdagangan, pada masa sekarang kerjasama menyentuh semua bidang. Baik ekonomi, sosial, maupun politik25. Soerjono Soekanto dalam bukunya “Sosiologi Suatu Pengantar” mengemukakan bahwa kerjasama dapat dijumpai 24
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi,hal.69-71 Anon,Pengertian Kerjasama Menurut Para Ahli,2014 (http//:www.duniapelajar.com),diakses pada tanggal 17 November 2016 25
23
dalam setiap kehidupan sosial mulai dari anak-anak hingga kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan hingga ke dalam komunitas sosial. Kerjasama dapat terjadi karena didorong oleh kesamaan tujuan atau manfaat yang akan di peroleh dalam kelompok tersebut. Charles
H.
Cooley
memberikan
gambaran
tentang
kerjasama dalam kehidupan sosial. Kerjasama timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengadilan terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan ini melalui kerjasama, kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna26. Sedangkan
menurut
beberapa
ahli,
Zaimudin
mengemukakan bahwa kerjasama merupakan seseorang yang memiliki kepedulian dengan orang lain atau sekelompok orang sehingga
membentuk
suatu
kegiatan
yang
sama
dan
menguntungkan seluruh anggota dengan dilandasi rasa saling percaya antar anggota serta menjunjung tinggi adanya norma yang berlaku27.
b. Macam-Macam Kerjasama Dilihat dari alasan yang mendasari lahirnya kerjasama, maka kerjasama dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut : 1) Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation). Yaitu bentuk kerjasama atas dasar spontanitas. 2) Kerjasama langsung (Direct Cooperation). Yaitu bentuk kerjasama sebagai reaksi atas adanya instruksi dari atasan.
26
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi,hal.78 Samhis Setiawan,Penjelasan Bimbingan Beserta Kerjasama Menurut Para Ahli,2016,(http//:www.gurupendidikan.com),diakses pada tanggal 17 November 2016 27
24
c. Bentuk-Bentuk Kerjasama Adapun
bentuk
kerjasama
jika
dilihat
dari
motif
pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi lima bentuk, sebagai berikut : 1) Kerukunan (Harmony), kerjasama semacam ini terwujud dalam gotong royong dan tolong-menolong. 2) Kooptasi (Cooptation), yaitu peroses penerimaan unsurunsur baru oleh pemimpin sebuah organisasi yang di tujukan dalam rangka mencegah terjadinya gangguan atau guncangan dalam organisasi tersebut28. 3) Join venture yaitu bentuk kerjasama beberapa perusahaan dalam mengembanhkan bidang usaha tertentu. Satu sebagai pemodal dan pihak lainnya mengelola usaha atau proyek tertentu. 4) Bargaining, yaitu kerjasama pertukaran barang atau jasa antara dua organisasi atau dua negara. 5) Koalisi (Coalition), yaitu kerjasama antara dua pihak yang memiliki kepentingan atau tujuan yang sama29.
4. Pondok Pesantren a. Pengertian Pondok Pesantren Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi penginapan santri sehari-hari dapat dipandang sebagai pembeda antara pondok dengan pesantren. Pada pesantren santrinya tidak
29
Anon,Pengertian Kerjasama dan Macam-Macam Bentuk Kerjasama Beserta Contohnya,2016,(http://www.bukupedia.net),diakses pada tanggal 17 November 2016
25
disediakan asrama (pemondokan) di komplek pesantren tersebut, mereka tinggal di seluruh penjuru desa sekeliling pesantren (santri kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem wetonan yaitu para santri datang berduyun duyun pada waktu-waktu tertentu. Sebenarnya penggunaan gabungan kedua istilah secara integral yakni pondok dan pesantren menjadi pondok pesantren lebih mengakomodasikan karakter keduanya. Pondok pesantren menurut M.Arifin berarti, suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri – santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan leadership seseorang atau beberapa orang kiai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik dan independen dalam segala hal. Terus terang, tak banyak referensi yang menjelaskan tentang pondok pesantren pertama berdiri dan bagaimana perkembangannya pada zaman permulaan. Bahkan, istilah pondok pesantren, kiai, dan santri masih diperselisihkan. Menurut Hasbullah dalam bukunya yang berjudul “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, istilah pondok didefinisikan sebagai tempat tinggal sederhana bagi kyai bersama para santrinya.30 Pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam di negara-negara lain. Keadaan kamar-kamar pondok biasanya sangat sederhana mereka tidur di atas lantai tanpa kasur. Papan-papan dipasang pada dinding untuk menyimpan koper dan barang-barang lain. Para santri tidak boleh tinggal di luar komplek
30
Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku Keagamaan Dalam Mayarakat ( Jakarta, Asra Buana Sejahtera,2009) ,hal.59
26
pesantren, kecuali mereka yang berasal dari desa-desa di sekeliling pondok.31 Terlepas dari kata itu, karena yang dimaksudkan dalam istilah pesantren
dalam
pembahasan
ini
adalah
sebuah
lembaga
pendidikan dan pengembangan agama Islam, dan pengembangan Islam di Tanah Air (khususnya di Jawa) dimulai oleh Wali Songo, maka model pesantren di Pulau Jawa juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman Wali Songo. Keberadaan pesantren sebagai wadah untuk memperdalam agama sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam diperkirakan sejalan dengan gelombang pertama dari proses pengislaman didaerah Jawa yang berakhir sekitar abad ke – 16. Dikalangan ahli sejarah terdapat perselisihan pendapat dalam menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syeikh Magribi dari Gujarat, India, sebagai pendiri atau pencipta pondok pesantren. Data-data historis tentang bentuk institusi, materi, metode atau secara umum sistem pendidikan pesantren yang dibangun Syeikh Magribi tersebut sulit ditemukan hingga sekarang. Pesantren dalam pengertian hakiki, sebagai tempat pengajaran para santri meskipun bentuknya sangat sederhana telah dirintisnya. Pengajaran tersebut tidak pernah diabaikan oleh penyebar Islam, lebih dari itu kegiatan mengajar santri menjadi bagian terpadu dari misi dakwah Islamiyah. b. Pondok Pesantren Konvensional Sebagaimana diketahui bahwa Islam masuk dan berkembang di Nusantara melalui perdagangan internasional yang berpusat di kota – kota pelabuhan, maka masyarakat Islam di Nusantara pada 31
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta,LP3ES 1982), hal.44-48
27
permulaannya adalah adalah masyarakat kota. Pembentukan masyarakat
ini
tentunya
mempengaruhi
asal-usul
lembaga
pendidikan pesantren yang belum terbentuk itu. Kota-kota menjadi pusat-pusat studi Islam yang dikembangkan oleh para ulama di sana. Namun, kemudian pesantren tumbuh dan berkembang dipedesaan, bahkan belakangan ini sebagian besar pesantren berlokasi di pinggiran dan pedesaan. Nurcholis Madjid mengemukakan, seandainya Indonesia tidak pernah dijajah, pesantren-pesantren tidak akan terlalu jauh terperosok ke dalam daerah pedesaan yang terpencil seperti sekarang, melainkan tentunya akan berada di kota –kota pusat kekuasaan atau ekonomi, sekurang-kurangnya tidak terlalu jauh dari sana, sebagaimana halnya sekolah-sekolah keagamaan di Barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas-universitas walaupun demikian, hal yang tetap sama adalah isi pengajarannya yang diberikan melalui kitab-kitab kuning. Pendidikan
yang
dilangsungkan
di
pesantren
memiliki
karakteristik yang khas dengan orientasi utama melestarikan dan mendalami ajaran Islam serta mendorong para santri untuk menyampaikannya kembali pada masyarakat. Dari sini dapat diketahui peran pesantren sebagai lembaga dakwah yang berpengaruh besar terhadap pengembangan agama Islam di Nusantara. Dalam pandangan Martin Van Bruinessen, tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di pondok pesantren Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa merupakan suatu tradisi agung (great tradition). Karakteristik tradisi yang dimaksud secara konvensional dikemukakan, misalnya oleh Zamakhsyari Dhofier yaitu pondok, masjid, pengajian, kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning), santri, dan kyai. Karakteristik yang sama dikemukakan oleh Departemen Agama, yaitu kyai sebagai pimpinan pondok pesantren, santri yang
28
bermukim di asrama dan belajar kepada kyai, asrama sebagai tempat tinggal para santri, pengajian sebagai bentuk pengajaran kyai terhadap para santri, serta masjid sebagai pusat pendidikan dan pusat kompleksitas kegiatan pondok pesantren. Pondok pesantren kovensional tidak mengenal suatu bentuk kurikulum yang baku. Pembelajaran biasanya berlangsung mengikuti pola pengajaran tuntas kitab yang dijadikan rujukan utama suatu pondok pesantren sesuai dengan keahlian kyainya. Dengan kata lain, pembelajaran yang dilangsungkan di pesantren bersandar pada tamatnya suatu kitab yang dipelajari, bukan pada pemahaman secara tuntas terhadap suatu topik bahasan dan juga tidak ditentukan lamanya santri belajar di pondok sebagaimana yang terjadi pada pesantren modern dengan sistem pendidikan klasikalnya32.
c. Pondok Pesantren Kontemporer Lembaga pendidikan agama tradisional merupakan ranah bagi para sultan muslim dan imam untuk menyebarkan agama Islam dan mengajak orang orang yang beragama Hindhu untuk memeluk agama Islam. Al-Quran dan Hadist, dua sumber utama dalam Islam, diterima oleh kebanyakan sultan muslim sebagai dasar hukum kerajaan, sementara Islam dinyatakan sebagai dasar program pendidikannya. Selama era kerajaan Islam, bagi seorang muslim, memperoleh pengetahuan agama dan komitmen untuk menerapkannya sangat penting untuk menaikkan status politik dan sosial. Islam merupakan prasyarat bagi pengangkatan sultan dan pembantu sultan. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan utama waktu itu sangat berperan dalam mendidik masyarakat dan calon pemimpin masyarakat. Sistem pendidikan tradisonal Islam 32
Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku Kagamaan Dalam Masyarakat,(Jakarta, Asra Buana Sejahtera,2009), hal.55-62
29
seperti
surau
(Minangkabau)
dan
pesantren
(Jawa)
juga
memberikan respons terhadap kemunculan dan ekspansi sistem pendidikan modern Islam ini33. d. Tipologi Pesantren Secara umum pondok pondok pesantren dapet dikategorikan menjadi dua, yaitu pesantren salafiyah dan pesantren khalafiyah. Pesantren salafiyah sering disebut sebagai pesantren tradisional atau konvensional, sedangkan pesantren khalafiyah disebut pesantren modern atau kontemporer. Pondok pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan sistem pendidikan khas pondok pesantren baik kurikulum maupun metode pendidikannya.
Bahan ajar meliputi ilmu-ilmu agama Islam
dengan menggunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab sesuai dengan
tingkat
perjenjangannya.
Pembelajaran
di
pondok
pesantren diselenggarakan dengan cara non-klasikal maupun klasikal. Jenis pondok pesantren seperti ini pun dapat meningkat dengan membuat kurikulum sendiri, dalam arti kurikulum model pondok pesantren yang bersangkutan. Metode yang digunakan pondok pesantren salafiyah atau tradisional adalah wetonan, sorogan, muhawarah, mudzakarah, dan majlis ta’lim. Di pesantren, metode ini dipergunakan pada santri tingkat rendah yang baru menguasai al-Quran. Melalui metode ini, perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kyai secara utuh. Sementara itu, pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah, dengan kurikulum disesuaikan dengan kurikulum pemerintah, baik Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan Nasional pesantren khalafiyah biasanya juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan 33
Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku Kagamaan Dalam Masyarakat, Hal. 65-70
30
jalur sekolah, baik itu jalur sekolah umum, maupun sekolah berciri khas agama Islam. Bahkan, ada beberapa pesantren yang telah menyelenggarakan pendidikan tingkat tinggi (perguruan tinggi)34. e. Kiai Definisi kiai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebutan bagi alim ulama‟ (orang yang cerdik dan pandai dalam agama Islam). Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan bahwa kyai di kalangan masyarakat tradisional Jawa, merupakan
tokoh
keagamaan
kharismatik
yang
bisa
dibandingkan dengan ajengan di masyarakat Jawa Barat, syekh di masyarakat Minangkabau Sumatera Barat. Untuk penyebutan istilah kyai di Indonesia memang berbeda-beda, tetapi substansinya memiliki peran dan tugas yang sama. Untuk persoalan ini, dalam jurnal Syamsul Ma‟arif mengenai pola hubungan patron-client kiai dan santri di pesantren, Ali Maschan Moesa berkata bahwa “ulama juga mempunyai sebutan yang berbeda di setiap daerah, seperti Kyai (Jawa), Ajengan (Sunda), Tengku (Aceh), Syekh (Tapanuli), Buya (Minangkabau), Tuan Guru (Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah)”. Selain itu, terdapat sebutan „Kyai‟, yang merupakan gelar kehormatan bagi para ulama pada umumnya.35 Sedangkan Zamakhsyari Dhofier menjelaskan kiai merupakan gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya. Di Jawa Barat disebut ajengan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ulama yang memimpin pesantren disebut kiai. Di Indonesia sekarang banyak juga ulama yang cukup berpengaruh di masyarakat juga mendapat gelar “kiai” 34
Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku Kagamaan Dalam Masyarakat, hal 86-88 35 Mansur Hidayat,”Model Komunikasi Kyai Dengan Santri Di Pesantren”,Jurnal Komunikasi ASPIKOM Vol.2 Nomor 6, Januari 2016,hlm 386-388
31
walaupun mereka tidak memimpin pesantren. Gelar kiai biasanya dipakai untuk menunjuk para ulama dari kelompok Islam tradisional. Dhofier menyebut kyai adalah sebagai elemen yang paling essensial dari pesantren yang seringkali disebut sebagai pendiri pesantren. Dalam penelitiannya, asal-usul penyebutan kyai dalam bahasa Jawa digunakan dalam tiga jenis gelar yang berbeda yaitu : 1) Sebagai gelar kehormatan untuk barang-barang yang antik dan berharga seperti penyebutan „Kyai Garuda Kencana’ bagi kereta emas di Keraton Yogyakarta. 2) Gelar kehormatan bagi orang tua pada umumnya. 3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab- kitab Islam klasik kepada santrinya.
Para kiai dengan kelebihan pengetahuannya dalam Islam, seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, sehingga dengan demikian mereka dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau, terutama oleh kebanyakan oraang awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka dalam bentuk pakaian yang merupakan simbol kealiman yaitu kopiah dan surban36. Martin van Bruinessen menyatakan bahwa kiai memainkan peranan yang lebih dari sekedar seorang guru. Dia bertindak sebagai seorang pembimbing spiritual bagi mereka yang taat dan pemberi nasehat dalam masalah kehidupan pribadi mereka, memimpin ritualritual penting serta membacakan doa pada berbagai acara penting. Banyak kiai Jawa yang juga dipercaya mempunyai kemempuan penglihatan batin dan ilmu kesaktian tertentu, mereka bertindak 36
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren:Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,(Jakarta,LP3ES,1982),hal.55-56
32
sebagai orang yang dapat melakukan penyembuhan spiritual dan mengusir roh jahat, membuat jimat-jimat atau mengajarkan berbagai teknik kekebalan tubuh. Meskipun kebanyakan kiai di Jawa tinggal di daerah pedesaan, mereka merupakan bagian dari kelompok elite dalam struktur sosial, politik, dan ekonomi masyarakat Jawa. Sebab dalam suatu kelompok, para kiai yang memiliki pengaruh yang amat kuat di masyarakat Jawa, merupakan kekuatan penting dalam kehidupan37.
5. Masyarakat a. Pengertian Masyarakat Menurut pendapat Ralp Linton, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dana bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah dirumuskan dengan jelas. Menurut Mc Clever, masyarakat adalah sustu sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok, berbagai golongan dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan individu (manusia). Keseluruhan yang selalu berubah inilah yang dinamakan dengan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah. Selo Soemardjan mengemukakan bahwa masyarakat adalah orang-orang
yang
hidup
bersama
dimana
menghasilkan
kebudayaan.
37
Iva Yulianti Umdatul Izzah,”Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Masyarakat Muslim Tradisonal Pedesaan”, Jurnal Sosiologi Islam,Vol.1,No.2, ISSN:2089-0192,Oktober 2011,hal.35
33
Maka, dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh ahli di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah kumpulan manusia yang membentuk suatu kelompok yang hidup bersamasama dan saling membantu satu sama lain dalam hubungannya atau saling berinteraksi. b. Ciri-Ciri Masyarakat Ciri-ciri masyarakat adalah sebagai berikut : 1) Masyarakat adalah manusia yang hidup berkelompok. Kelompok inilah yang nantinya membentuk suatu masyarakat. Mereka mengenali antara yang satu dengan yang lain dan saling ketergantungan. kesatuan sosial merupakan perwujudan
dalam hubungan sesama
manusia ini. Seorang manusia tidak mungkin dapat meneruskan
hidupnya
tanpa
bergantung
kepada
manusia lain. 2) Masyarakat ialah yang melahirkan kebudayaan Dalam konsepnya tidak ada masyarakat maka tidak ada budaya, begitupun sebaliknya. Masyarakatlah yang akan melahirkan kebudayaan dan budaya itu pula diwarisi dari generasi ke generasi berikutnya dengan berbagai proses penyesuaian. 3) Masyarakat yaitu yang mengalami perubahan. Sebagaimana yang terjadi dalam budaya masyarakat juga turut mengalami perubahan. Suatu perubahan yang terjadi karena faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. 4) Masyarakat adalah manusia yang berinteraksi. Salah
satu
perwujudan
dari
masyarakat
ialah
terdapatnya hubungan dan bekerja sama diantara ahli dan ini akan melahirkan interaksi. Interaksi ini boleh saja berlaku secara lisan maupun tidak dan komunikasi
34
berlaku apabila masyarakat bertemu diantara satu sama lain. 5) Terdapat kepemimpinan. Dalam hal ini pemimpin adalah terdiri daripada ketua keluarga, ketua kampung, ketua negara, dan lain sebagainya. Dalam suatu masyarakat Melayu awal kepemimpinannya bercorak tertutup, hal ini disebabkan karena pemilihan berdasarkan keturunan. 6) Adanya Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial yaitu meletakkan seseorang pada kedudukan dan juga peranan yang harus dimainkannya di dalam masyarakat. Masyarakat
sebenarnya
menganut
sistem
adaptif
(mudah
menyesuaikan diri dengan keadaan) oleh karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi berbagai kepentingan dan tentunya juga untuk dapat bertahan. Selain itu juga masyarakat sendiri juga mempunyai berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat itu dapat hidup secara terus-menerus. Kebutuhankebutuhan masyarakat tersebut sebagai berikut : a) Masyarakat membutuhkan adanya populasi (population replacement). b) Masyarakat membutuhkan informasi c) Masyarakat membutuhkan energi d) Masyarakat membutuhkan materi e) Masyarakat membutuhkan sistem komunikasi f) Masyarakat membutuhkan sistem produksi g) Masyarakat membutuhkan sistem distribusi h) Masyarakat membutuhkan sistem organisasi sosial i) Masyarakat membutuhkan sistem pengendalian sosial
35
j) Masyarakat membutuhkan perlindungan terhadap ancaman yang tertuju pada jiwa dan harta bendanya.38
B. Penelitian Relevan Penelitian yang mengkaji tentang masalah perilaku interaksi kiai pondok pesantren dengan masyarakat sejauh yang penulis ketahui sudah banyak. Beberapa penelitian baik yang menggunakan studi kepustakaan maupun studi lapangan diantaranya sebagai berikut : 1. Fajar Adzananda Siregar (2008) dengan penelitiannya yang berjudul “Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah Kampung DukuhPinang, Tangerang, Banten” Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan menggunkan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini mengkaji tentang pola komunikasi yang digunakan sehari – hari dalam berbagai kegiatan proses belajar mengajar ilmu agama. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pola komunikasi yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di Pondok Pesantren Al-Asmaniyah secara umum menggunakan tiga macam pola yaitu komunikasi antar pribadi, komunikasi antar kelompok, dan komunikasi instruksional. Sedangkan metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar di Pondok Pesantren AlAsmaniyah ini menggunakan beberapa macam metode diantaranya adalah metode ceramah, metode hafalan, dan metode latihan serta metode membaca dan menyimak39.
38
Anon,Pengertian Masyarakat Dan Ciri-Ciri Masyarakat,(http://www.pengertianpakar.com),diakses pada tanggal 17 November 2016 39 Fajar Adzananda Siregar,”Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren AlAsmaniyah Kampung Dukuh Pinang, Tangerang, Banten”,Skripsi pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,Jakarta,2008,hal.68,tidak dipublikasikan.
36
2. Samsul Bahri
(2008) dengan penelitiannya
yang berjudul
“Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Terhadap Perilaku Keagaamaan Masyarakat Kampung Banyusuci, Bogor, Jawa Barat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini mengkaji tentang pengetahuan masyarakat Kampung Banyusuci terhadap ajaran – ajaran agama Islam menjadi lebih mendalam dengan adanya pondok pesantren yang berada di kampung mereka. Begitu pula dengan pola pikir mereka, yang pada awalnya masih sangat kolot (tradisional) lambat laun menjadi lebih maju dalam hal pendidikan, ekonomi, serta pengamalan praktek keagamaan. Maka dengan berdirinya pondok pesantren di sana masyarakat sekitar kampung tersebut menjadi lebih memahami ajaran agama Islam untuk bekal menjalankan ibadah dan dengan bekal pemahaman agama, mereka akan malu kalau seandainya mereka tidak menjalankan ajaran tersebut. Pondok pesantren yang berdiri disana mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan perilaku masyarakat Kampung Banyusuci, hal itu tercermin dalam tingkah laku perbuatan dalam keseharian yang sarat dengan pengaruh ajaran agama.40
3. Deden Mukhlis (2015) dengan penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Sikap Kemandirian Santri ( Studi Kasus di Ponpes Al-Amiin Parungpanjang Bogor) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini mengkaji tentang gaya kepemimpinan kyai di Pondok Pesantren Al–Amiin Parungpanjang Bogor, 40
Samsul Bahri,”Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Terhadap Perilaku Keagaamaan Masyarakat Kampung Banyusuci, Bogor, Jawa Barat”,Skripsi pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,Jakarta,2008,hal,71,tidak dipublikasikan
37
termasuk pada gaya kepemimpinan kharismatis dan demokratis. Hal ini di dukung dengan kewibawaan, keteladanan, dan kharisma kyai yang membuat santri tertarik untuk mengikutinya. Selain itu, kyai juga terbuka terhadap pendapat, saran dan kritik dari para santri, memberikan kesempatan santri untuk berkreatifitas, mengadakan musyawarah jika ada masalah, dan membuat keputusan dengan adil demi kepentingan bersama.41 4. Kunti Zakiyah (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Pola Relasi Kyai dan Santri ( Persepsi Santri Terhadap Kepemimpinan Kyai di Pondok Pesantren Pancasila, Blotongan, Sidorejo, Salatiga) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Metode yang digunakan dalama penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian yang mengkaji tentang pola relasi antara kyai dan santri di Pondok Pesantren Pancasila ini merupakan hubungan antara kyai dan santri yanag diwarnai dengan kepercayaan, wibawa, dan kharisma tersebut merupakan nilai – nilai tradisi yang terdapat di pesantren. Persepsi santri terhadap kepemimpinan kyai di Pondok Pesantren Pancasila adalah kepemimpinana kharismatik karena dikagumi oleh banyak santri-santri (pengikut). Adapun kekaguman tersebut di sebabkan oleh karakteristik kyai yang khas (daya tariknya sangat memikat). Kepemimpinan di Pondok Pesantren Pancasila pun sangat bernuansa moral karena otoritas kyai dalam masalah kedalam ilmu, ketinggian pribadi dan pengelolaan yang hati – hati dalama hubungan – hubungan personal.42
41
Deden Mukhlis,”Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Sikap Kemandirian Santri (Studi Kasus Di PonPes Al-Amiin Parungpanjang Bogor)”,Skripsi pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,Jakarta,2015,hal.69,tidak dipublikasikan. 42 Kunti Zakiyah,”Pola Relasi Kyai Dan Santri (Persepsi Santri Terhadap Kepemimpinan Kyai di Pondok Pesantren Pancasila,Blotongan,Sidorejo,Salatiga)”,Skripsi pada Jurusan Tarbiyah,Program Studi Pendidikan Agama Islam,Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga,Salatiga,hal.166,tidak dipublikasikan.
38
5. Zainal (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Kiai Dan
Peningkatan Nilai-Nilai Keagamaan Masyarakat Dalam Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead Di Desa Gadu Barat Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep”. Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan dengan paradigma devinisi sosial (penelitian kualitatif). Hasil dari penelitian ini adalah pola pendekatan yang dilakukan kiai di Desa Gadu Barat ini merupakan pola yang dibangun untuk peningkatan nilai-nilai keagamaan yang mampu merubah keadaan yang sangat terbelakang dan pasif menjadikan salah satu kelambanan dalam berkembang mulai dari sisi sosial, ekonomi, dan yang paling penting agama. Karena kondisi inilah aktifitas keagamaan menjadi pasif akibat kurangnya kesadaran masyarakat karena minimnya pengetahuan keagamaan yang menyebabkan kelambanan masyarakat untuk berkembang. Pola yang dibangun dengan interaksi yang dilakukan kiai pada masyarakat menjadikan sesuatu yang berbeda dan dapat mengembangkan aktifitas yang sebelumnya staknan, sehingga mampu hidup kembali dengan pesan yang mempunyai makna dan simbol yang dimunculkan ke hadapan masyarakat dengan adanya kumpulan yang dibangun dengan interaksi yang sangat intensif dalam setiap minggunya.43
43
Zainal,”Kiai Dan Peningkatan Nilai-Nilai Keagamaan Masyarakat Dalam Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead Di Desa Gadu Barat Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep”,Skripsi pada Fakultas Dakwah,Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,Surabaya,hal.97,tidak dipublikasikan
39
Berdasarkan keterangan di atas, penulis merumuskan tabel penelitian relevan sebagai berikut : Gambar Tabel 2.1 Penelitian Relevan
Nama Peneliti No 1.
Tahun Fajar Adzananda Siregar (2008)
2.
Samsul Bahri (2008)
3.
Deden Mukhlis (2015)
Judul
Metode penelitian
Hasil Penelitian Persamaan
Perbedaan
Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren AlAsmaniyah Kampung DukuhPinang, Tangerang, Banten
Jenis : Deskriptif analisis kualitatif Sumber : Primer dan Sekunder Lokasi : Pondok Pesantren AlAsmaniyah, Kampung Dukuhpinang,Tan gerang,Banten
Hasil dalam penelitian ini adalah diketahui bahwa pola kemunikasi yang dilakukan dalam proses belajar mengajar menggunakan tiga macam pola yaitu : komunikasi antar pribadi, komunikasi antar kelompok, dan komunikasi antar instruksional.
Sama – sama meneliti tentang interaksi kiai.
Pada penelitian ini hal yang diteliti adalah pola komunikasi kiai dan santri di Pondok Pesantren tersebut.
Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Terhadap Perilaku Keagaamaan Masyarakat Kampung Banyusuci, Bogor, Jawa Barat
Jenis : Field Research (penelitian kualitatif) Sumber : Primer dan Sekunder Lokasi : Kampung Banyusuci RT 04/RW 04, Leuwimekar, Leuwiliang, Bogor
Hasil dalam penelitian ini dengan berdirinya Pondok Pesantren di Kampung Banyusuci, masyarakat sekitar kampung tersebut menjadi lebih memahami ajaran agama Islam untuk bekal menjalankan ibadah.
Sama-sama meneliti tentang Interaksi kiai.
Pada penelitian ini hal yang diteliti yaitu perilaku keagaamaan masyarakat di Kampung Banyusuci, Bogor
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Sikap Kemandirian Santri ( Studi Kasus di Ponpes Al-Amiin Parungpanjang Bogor)
Jenis : deskriptif kuamtitatif Sumber : Primer dan Sekunder Lokasi : Pondok Pesantren AlAmin,
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa gaya kepemimpinan kiai di Pondok Pesantren AlAmin termasuk pada gaya kepemimpinan
Sama-sama meneliti tentang interaksi kiai
Pada penelitian ini hal yang diteliti yaitu gaya kepemimpin an kiai.
40
4.
Kunti Zakiyah (2012)
5.
Zainal (2012)
Parungpanjang , Bogor
demokratis. Hal ini didukung dengan kewibawaan, keteladanan, dan kharisma kiai yang membuat santri segan dan menghormatinya.
Pola Relasi Kyai dan Santri ( Persepsi Santri Terhadap Kepemimpinan Kyai di Pondok Pesantren Pancasila, Blotongan, Sidorejo, Salatiga)
Jenis : penelitian kualitatif Sumber : Primer dan Sekunder Lokasi : Komplek Putra dan Komplek Putri Pondok Pesantren Pancasila.
Hasil penelitian ini adalah bahwa hubungan antar kiai dengan santri yang diwarnai dengan kepercayaan, wibawa, dan kharisma tersebut merupakan nilainilai tradisi yang terdapat di Pondok Pesantren.
Sama-sama meneliti tentang interaksi kiai.
Pada penelitian ini hal yang diteliti yaitu relasi kiai dengan santri di Pondok Pesantren.
Kiai Dan Peningkatan Nilai-Nilai Keagamaan Masyarakat Dalam Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead Di Desa Gadu Barat Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep
Jenis : Paradigma Devinisi Sosial (penelitian kualitatif) Sumber : Primer dan Sekunder Lokasi : Desa Gadu Barat, Kec.Gading, Kab.Sumenep
Hasil penelitian ini adalah bahwa pola pendekatan yang dilakukan kiai merupakan pola yang dibangun untuk meningkatkan nilai-nilai keagamaan yang mampu merubah keadaan yang sangat terbelakang dan pasif.
Sama-sama meneliti tentang interaksi kiai.
Pada penelitian ini hal yang diteliti adalah kiai, aparatur desa serta masyarakat terkait dengan nilainilai keagaaman, dalam perspektif Teori Interaksionis me Simbolik George Herbert Mead.
41
Berdasarkan penelitian relevan diatas, terdapat beberapa penelitian sejenis yang peneliti temukan berhubungan dengan penelitian ini terkait interaksi kiai baik dengan santri di Pondok Pesantren maupun dengan masyarakat sekitar, tetapi sebenarnya penelitian tersebut masing-masing terpisah, hanya berkaitan dengan interaksi kiai. Namun topik yang benar-benar mengkaji tentang interaksi kiai dalam hal bekerja sama dengan masyarakat belum diteliti. Dari kelima penelitian diatas yakni penelitian mengenai santri, kiai, dan masyarakat dalam hal berinteraksi baik dalam bentuk komunikasi, relasi (gaya kepemimpinan), serta peran pondok pesantren di masyarakat.
42
G. Kerangka Berpikir Interaksi sosial merupakan kegiatan manusia dan manusia, bukan manusia dengan benda mati, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian, selama aksi dan reaksi tersebut tidak terjadi antara manusia dengan manusia, maka aktivitas tersebut bukanlah interaksi sosial. Maka, indikator (tolak ukur) dari interaksi sosial adalah adanya aksi dan reaksi, walaupun dua orang saling bertemu tersebut tidak saling berbicara, atau saling menegur, atau saling berjabat tangan atau tidak tukar-menukar tanda. Kerjasama merupakan salah satu bentuk dari interaksi sosial, dimana dalam kerjasama dapat dijumpai dalam setiap kehidupan sosial mulai dari anak-anak hingga kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan hingga ke dalam komunitas sosial. Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang melembaga di Indonesia, dimana kiai dan santrinya hidup secara bersama-sama dalam suatu asrama. Kiai bagi masyarakat merupakan pemimpin kharismatik, seorang yang dianggap panutan dan mempunyai kelebihan baik pengetahuan tentang agama Islam maupun kelebihan lainnya. Oleh karena itu jalinan interaksi berupa kerjasama antar kiai dengan masyarakat perlu dilakukan untuk saling membantu satu sama lain. Berdasarkan keterangan diatas, maka penulis merumuskan bagan kerangka berpikir sebagai berikut:
43
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
Perilaku
Interaksi
Kerjasama
Persaingan
Kooptasi
Join Venture
Pertentangan
Kerukunan
Pondok Pesantren
Kyai ( Pimpinan Pondok Pesantren)
Masyarakat
Bergaining
Akomodasi
Koalisi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Duren Mekar RT 05/05, Duren Mekar, Sawangan-Kota Depok, Jawa Barat. Dasar pertimbangan memilih pondok pesantren ini sebagai tempat penelitian adalah adanya gejala kurangnya interaksi antara kiai dengan masyarakat sekitar, seperti rendahnya tingkat kepedulian serta bekerja sama yang dimiliki oleh kiai di Pondok Pesantren ini. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian secara khusus dan mendalam berkenaan dengan perilaku kiai serta interaksi yang terjadi dengan masyarakat sekitar, dalam kaitan inilah penelitian dilakukan. B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu melalui pendekatan kualitatif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka mengetahui dan memahami kiai dalam bekerjasama dengan masyarakat sekitar. Berdasarkan jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian studi kasus, yaitu yang berkaitan dengan interaksi kiai dalam hal bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian studi kasus. Studi kasus itu sendiri adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program atau suatu sistuasi sosial.44 Pengertian yang lain, studi kasus bisa berarti metode atau strategi dalam
44
Deddy Mulyana,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung;PT.Remaja Rosdakarya,2010),hal.201
44
45
penelitian, bisa juga berarti hasil dari suatu penelitian sebuah kasus tertentu. Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi pihak luar45. Desain penelitian seperti ini akan memberikan gambaran secara sistematis tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian. Pada umumnya alasan menggunakan metode kualitatif karena permasalahan belum jelas, holistik, kompleks, dinamis, dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif dengan instrumen seperti test, kuesioner, pedoman wawancara. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori46. C. Jenis Dan Sumber Data 1. Jenis Data Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden maupun yang berasal dari dokumen – dokumen baik dalam bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan untuk penelitian yang dimaksud. Sumber data menurut Lofland dan Lofland (1984) sebagaimana yang dikutip oleh Lexi J.Moleong bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber data, yaitu : a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang
45
Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif;Teori dan Praktek,(Jakarta;PT.Bumi Aksara,2013),hal.116 46 Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D,(Bandung;Alfabeta,2011),Cet.4,Hal.292
46
dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan. b. Data Sekunder Data sekunder adalah sebagai data pendukung data primer dari literatur dan dokumen serta data yang diambil suatu organisasi yaitu Pondok Pesantren Ulumul Quran.
2. Sumber Data Sumber data yang dimaksudkan semua informasi baik yang merupakan benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa / gejala baik secara kuantitatif dan kualitatif.47 Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data disebut responden, responden yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan peneliti baik pertanyaan tulisan maupun lisan. Dalam memilih responden, peneliti memilih responden yang mempunyai peran sebagai tokoh masyarakat di lingkungan sekitar yakni Bapak Ata Permana selaku Ketua RT 05/05 serta masyarakat sekitar.
47
Lexy J. Moleong, Rosdakarya,2005),hal.157
Metodologi
Penelitian
Kualitatif,(Bandung,PT.Remaja
47
Tabel 3.1 Jenis Dan Sumber Data Penelitian No. 1.
Jenis Data Kerjasama
Sumber Data Ketua RT serta masyarakat Sekitar
2.
Perilaku
Ketua RT serta masyarakat Sekitar
3.
Bentuk-bentuk kerjasama
Ketua RT serta masyarakat Sekitar
4.
Kiai
Ketua RT serta masyarakat Sekitar
5.
Pondok pesantren
Ketua RT serta masyarakat Sekitar
6.
Tingkat Kepedulian Dengan Orang
Ketua RT serta masyarakat
Lain
Sekitar
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan48. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. 1. Wawancara Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan dimana 48
Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung;CV.Alafabeta,2014),hal.62
48
dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Menurut Kartono terdapat dua pihak dengan kedudukan yang berbeda dalam proses wawancara49.
Wawancara digunakan
pengumpulan data apabila peneliti ingin
sebagai
teknik
melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih medalam. Tabel 3. 2 Pedoman Wawancara
49
Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif;Teori dan Praktek,(Jakarta,PT.Bumi Aksara,2013),hal.160
49
No 1.
Indikator
Pertanyaan
Identitas Narasumber a. Nama
Siapa nama Bapak/Ibu?
b. Jenis Pekerjaan
Apa pekerjaan yang Bapak/Ibu tekuni saat ini?
c. Tingkat Pendidikan
Apa
pendidikan
terakhir
Bapak/Ibu? 2.
Pola Interaksi
Dalam
kehidupan
sehari-hari,
(Menurut Soekanto, ada empat apakah Bapak/Ibu pernah melihat pola
interaksi
sosial
kerjasama persaingan
yaitu
: kiai di Pondok Pesantren tersebut
(cooperation), berinteraksi (
pertentangan
(kerjasama)
dengan
competition), masyarakat sekitar? (conflict),
dan
akomodasi (accomodation) 3.
Perilaku
Bagaimana taanggapan Bapak/Ibu mengenai
(Menurut James P. Chaplin bahwa, perilaku adalah kumpulan dari reaksi, perbuatan, aktivitas,
berinteraksi
perilaku
kiai
dengan
dalam
masyarakat
(dalam hal bekerja sama)?
gabungan gerakan, tanggapan, dan jawaban yang dilakukan seseorang seperti proses berpikir, bekerja dll) 4.
Bentuk – bentuk Kerjasama (Dilihat
dari
Apabila motif
pelaksanaannya,
dapat
dikelompokkan menjadi 5 bentuk yaitu
kerukunan
Kooptasi
(Harmony),
(Cooptation),
Join
masyarakat
tengah
mengadakan kegiatan lingkungan (gotong royong), apakah dalam hal ini kiai ikut terlibat?
50
Venture,
Bargaining,
Koalisi
(Coalition) 5.
Persepsi Masyarakat Tentang Kiai (Menurut Zamakhsyari Dhofier kiai
merupakan
gelar
yang
Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu seperti apa sosok kiai di zaman sekarang?
diberikan oleh masyarakat kepada ahli agama Islam) 6.
Pondok Pesantren
Dengan adanya Pondok Pesantren
(menurut M.Arifin berarti, suatu lembaga pendidikan agama Islam yang
tumbuh
serta
diakui
masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri
di
lingkungan
Bapak/Ibu
ketika
ini,
apakah melakukan
kegiatan gotong royong melibatkan para santri yang ada di Pondok Pesantren tersebut?
– santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah 7.
Tingkat
Kepedulian
Terhadap Bagaimana Tanggapan Bapak/Ibu
Orang Lain
apabila ketika mengundang seorang
(Menurut beberapa ahli, Zaimudin kyai untuk mengisi ceramah di mengemukakan bahwa kerjasama tempat merupakan memiliki orang
seseorang kepedulian
lain
atau
Bapak/Ibu
beliau
tidak
yang datang/digantikan? dengan
sekelompok
orang) 2. Dokumentasi Menurut K.G. Esteberg, dokumen adalah segala sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia. Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berupa catatan dan
51
kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang- undang, notulen,blog, halaman web, foto, dan lainnya50. Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dlam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens, sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian51.
E. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu suatu analisis yang berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan dan makna dari data yang dinyatakan dalam bentuk penyataan-pernyataan, tafsiran-tafsiran setelah menggali data dari beberapa orang informan kunci yang ditabulasikan dan dipresentasikan sesuai dengan hasil temuan (observasi) dan wawancara mendalam penulis dengan para informan, hasil pengumpulan data tersebut diolah secara manual, direduksi selanjutnya hasil reduksi tersebut dikelompokkan dalam bentuk segmen tertentu (display data) dan kemudian disajikan dalam bentuk content analisis dengan penjelasan-penjelasan, selanjutnya diberi kesimpulan, sehingga dapat menjawab rumusan masalah, menjelaskan dan terfokus pada representasi terhadap fenomena yang hadir dalam penelitian 52. Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Langkah – langkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut :
50
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif:Dasar-Dasar,(Jakarta,PT.Indeks,2012),hal.61 Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung,CV.Alfabeta,2013),hal.149 52 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Ibid., Hal.294 51
52
Gambar 3.3 Teknik Analisis Data 1. Data Reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal –hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan
elektronik
seperti
komputer
mini,
dengan
memberikan kode pada aspek- aspek tertentu.53 Tahapan reduksi data merupakan bagian kegiatan analisis, sehingga pilihan-pilihan peneliti tentang bagian data mana yang dikode, dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian tersebut, cerita-cerita apa yang berkembang, merupakan pilihan-pilihan analisis. Dengan begitu, proses reduksi
data
dimaksudkan
untuk
lebih
menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak
53
diperlukan,
serta
mengorganisasi
Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,hal.92
data
dehingga
53
memudahkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian akan dilanjutkan dengan verifikasi54.
2. Data Display (Penyajian Data) Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman (1984) menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.55
3. Conclusion Drawing / Verification Tahap akhir dari pengumpulan data adalah verifikasi dan pengambilan kesimpulan, yang dimaknai sebagai penarikan arti data yang telah ditampilkan. Pemebrian makna ini tentu saja sejauh pemahaman peneliti dan interpretasi yang dibuatnya. Beberapa cara yangdapat dilakukan dalam proses ini adalah dengan melakukan pencatatan untuk pola-pola dan tema yang sama, pengemlompokkan dan pencarian kasus-kasus negatif (kasus khas, berbeda, mungkin pula penyimpangan dari kebiasaan yang ada di masyarakat). Miles dan Huberman (1992) dalam Idrus menyatakan bahwa dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif
mulai
mencari
arti
benda-benda,
mencatat
keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin ada, alur sebab akibat, dan preposisi. Dalam penelitian kualitatif ini, penarikan kesimpulan dapat saja berlangsung saat proses pengumpulan data berlangsung, 54 55
Muhammad Idrus,Metode Penelitian Ilmu Sosial,(Yogyakarta,Erlangga,2009),hal.150 Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,hal.95
54
baru kemudian melakukan reduksi dan penyajian data. Hanya saja ini perlu disadari bahwa kesimpulan yang dibuat itu bukanlah hasil dari kesimpulan final. Hal ini karena setelah proses penyimpulan tersebut, peneliti dapat saja melakukan verifikasi hasil temuan ini kembali ke lapangan. Proses verifikasi hasil temuan ini dapat saja berlangsung singkat dan dilakukan oleh peneliti tersendiri, yaitu dilakukan secara selintas dengan mengungat hasil-hasil temuan terdahulu dan melakukan cek silang (cross check) dengan temuan lainnya.56
F. Pengecekan Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan data didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu57. Ada empat kriteria yang dapat digunakan, yaitu meliputi uji credibility (validitas internal), transferability
(validitas eksternal),
dependability (reabilitas), dan confirmability (obyektifitas). 1. Uji Kredibilitas Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dalam bahasa sehari-hari triangulasi dikenal dengan istilah cek dan ricek yaitu pengecekan data.58 Dengan demikian
terdapat
triangulasi
sumber,
triangulasi
teknik
pengumpulan data, dan waktu. 1) Triangulasi Sumber
56
Muhammad Idrus,Metode Penelitian Ilmu Sosial, hal.151-152 Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif;Teori dan Praktek,hal.217 58 Nusa Putera,Penelitian Kualitatif:Proses & Aplikasi,(Jakarta,Indeks,2011),hal.189 57
55
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data tersebut. 2) Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Data diperoleh dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda. 3) Triangulasi Waktu Waktu juga mempengaruhi kredibilitas data. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.59
2. Uji Transferability Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Nilai transfer bergantung pada pemakai hingga manakala hasil penelitian
59
Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,hal.127
56
tersebut dapat digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain. Peneliti sendiri tidak menjamin “validitas eksternal” ini sendiri. Bila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya, suatu hasil penelitian dapat diberlakukan (transferability),
maka
laporan
tersebut
memenuhi
standar
transferability. Mengenai hal ini Nasution (1988) dalam Djam‟an Satori mengatakan bahwa pemakai yakni, sampai manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dalam situasi tertentu. Karena itu, transferbilitas hasil penelitian itu diserahkan kepada pemakainya.60
3. Uji Dependability Dalam
penelitian kuantitatif, depenbility disebut reliabilitas.
Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut. sedangkan dalam penelitian
kualitatif, uji depenability dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
4. Uji Konfirmability Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati
banyak
konfirmability pengujiannya
mirip dapat
orang.
Dalam
penelitian
dengan
uji
dilakukan
secara
kualitatif,
uji
depenability,
sehingga
bersamaan.
Menguji
konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan denga proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka peneliti tersebut telah memenuhi
60
standar
konfirmability.61
Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif,hal.165 Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D,(Bandung;Alfabeta,2011),Cet.4,hal.274 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1. Gambaran Umum Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an adalah lembaga pendidikan yang mencita-citakan terwujudnya dua kompetensi pada tamatannya yaitu kontemporer keguruan dan kompetensi keulamaan. Alasan yang mendasari cita-cita itu adalah bahwa kompetensi keguruan sesungguhya dihajatkan oleh setiap manusia karena ia harus mendidik, setidaktidaknya mendidik dirinya sendiri dan mendidik keluargannya. Adapun kompetensi keulamaan, karena ulama merupakan pewaris Nabi. Dengan cita-cita itu mendidik anak didiknya menjadi ulama, PPUQ ikut serta dalam menciptakan kelompok manusia yang berkewajiban meneruskan dan mengembangkan risalah Islam. Cita-cita itu tidak mudah diwujudkan dan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat. Banyak sarana dan prasarana pendidikan yang harus diadakan dan banyak biaya pendidikan yang harus dibayar. Tidak dapat dihindari bahwa setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan harus didahului oleh peningkatan sarana dan prasarana pendidikan karena semakin baik pula kualitas pendidikan. Ini berarti, semakin besar pula yang harus dibayar. Prinsip itu telah dilaksanakan oleh PPUQ sejak pendiriannya 21 tahun yang lalu. Selama kurun waktu itu, PPUQ telah menyelenggarakan pendidikan tingkat menengah, yang disebut KMI, dengan memungut iuran dalam jumlah kecil dari peserta didik. Pondok pesantren yang dipimpin oleh K.H. Edi Junaedi, S.Ag ini berlokasi di Jl. H.Suhaemi, Parung Tengah, RT 05/RW03 Kelurahan Duren Mekar, Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
57
58
2. Visi Dan Misi Pondok Pesantren Ulumum Qur’an a. Visi Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an : 1) Beriman 2) Berilmu 3) Terampil b. Misi Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an 1) Menanamkan dasar-dasar keimanan melalui bimbingan intensif, pembiasaan dan keteladanan. 2) Mengembangkan potensi edukatif dan inovatif.
B. Hasil Penelitian 1. Gambaran Interaksi Sosial Antara Kiai Dengan Masyarakat Berdasarkan analisis hasil transkrip wawancara dan observasi dengan delapan informan, yaitu : (1) Bapak Ata Permana selaku Ketua RT 05/03, (2) Ibu Siti Bayati, (3) Ibu Linda, (4) Ibu Herni Herawati, (5) Ibu Rodiyah, (6) Ibu Siti, (7) Bapak Saripudin, dan (8) Ibu Iyoh. Dalam kaitannya dengan pola interaksi antara kiai di Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an dengan masyarakat sekitar menurut penjelasan dari Bapak Ata Permana selaku Ketua RT 05/03 serta informan yang lain dalam wawancara dikemukakan sebagai berikut : “Hampir setiap hari kiai pengasuh pondok pesantren Ulumul Qur‟an berinteraksi dengan masyarakat. Beliau sering mengadakan acara pengajian setiap malam Kamis bagi warga sekitar yang di lingkungan Pondok Pesantren”. Berdasarkan data hasil dari wawancara dengan para informan, maka dapat disimpulkan bahwa pola interaksi sosial antara kiai dengan
masyarakat
sering terjadi.
Hal
ini
ditandai
dengan
diadakannya pengajian rutin setiap satu minggu sekali untuk warga sekitar Pondok Pesantren. Beberapa informan juga mengemukakan bahwa kiai pengasuh pondok pesantren tersebut dinilai sangat baik dan ramah.
59
2. Gambaran Perilaku Kiai Dalam Bekerjasama Dengan Masyarakat Menurut James P. Chaplin mengatakan perilaku adalah kumpulan dari reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan, gerakan, tanggapan, dan jawaban yang dilakukan seseorang, seperti proses berpikir, bekerja, berhubungan seks, dan lain-lain. Dalam kaitannya mengenai perilaku kiai menurut penjelasan wawancara dari beberapa informan dikemukakan bahwa : “Perilaku kiai terhadap masyarakat sekitar pondok sangat ramah, baik dan sering bergaul”.
Sehubungan dengan penjelasan dari beberapa informan diatas, ditegaskan kembali oleh Ibu Herni Herawati mengenai perilaku kiai dalam bekerja sama dengan masyarakat sebagai berikut : “Alhamdulillah kalo pak haji Edi mah .. dari istrinya aja kalo setiap minggu nih .. setiap minggu sekali hari jumat.. istrinya tuh ngasih janda-janda gitu.. ngamplop.. gitu orangya.. gak ini sih .. ama masyarakat ga jaga jarak dia”.
Sementara itu ibu Iyoh menjelaskan mengenai perilaku kiai dalam bekerja sama dengan masyarakat sebagai berikut : “Dia mah orangnya enak .. H. Edi mah walaupun orangnya gini mah.. dia gak pernah ada bermasalah sama masyarakat. komplain kemanapun gak ada .. ama yatim .. janda .. pokonya nyampur terus.. kalo janda .. yatim sebulan sekali dikasih duit .. kalo ibu ibu pengajian satu bulan sekali sembako.. orangnya mah gaul banget..”
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kiai dalam bekerjasama dengan masyarakat terjalin sangat baik, ramah, dan senang bergaul. Hal ini dibuktikan dengan adanya santunan selama sebulan sekali dari kiai Pondok Pesantren tersebut kepada anak yatim
60
piatu serta janda yang terdapat di lingkungan sekitar pondok pesantren tersebut.
3. Gambaran Bentuk - Bentuk Kerjasama Yang Terjadi Antara Kiai Dengan Masyarakat Berkaitan dengan bentuk – bentuk kerjasama yang terjadi antara kiai dengan masyarakat sekitar pondok pesantren menurut penjelasan beberapa informan dikemukakan bahwa : “Ketika di lingkungan sekitar warga tengah mengadakan kegiatan gotong royong, kiai pondok pesantren sering ikut membantu warga”. Selanjutnya untuk menegaskan penjelasan diatas, ditegaskan kembali oleh Ibu Herni mengenai bentuk kerjasama yang terjadi antara kiai dengan masyarakat sebagai berikut : “Kalo kerja bakti mah saya gak pernah liat.. Cuma kalo suami saya mah suka ngomong.. jarang-jarang suka ada gitu..pak haji Edi mah ..lewat sumbangan gitu.. kalo masalah bantu saya gak tau dah .. suka ngasih sumbangan .. kalo enggak yaa makanan..”
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk kerjasama kiai dengan masyarakat sekitar terjalin dengan baik, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kegiatan gorong royong yang di adakan warga sekitar. Kiai tersebut tidak hanya membantu secara fisik, akan tetapi membantu pula secara materil.
4. Gambaran Persepsi Masyarakat Tentang Kiai Kiai banyak memiliki peran dalam berbagai kegiatan keagamaan, seperti shalat berjamaah di masjid, syukuran, ceramah agama yang di dalamnya memuat nasehat-nasehat agama dan lain sebagainya merupakan hal yang mengisi atau memberikan makna maupun manfaat bagi masyarakat itu sendiri.
61
Berkaitan dengan persepsi masyarakat tentang kiai menurut penjelasan beberapa informan di kemukakan bahwa : “Dalam persepsi masyarakat sekitar sosok kiai zaman sekarang terutama di lingkungan sekitar RT05/05 terkesan ramah, mungkin dikarenakan kiai tersebut memimpin sebuah pondok pesantren jadi agak sedikit memiliki kesibukan”. Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan beberapa informan terkait mengenai persepsi masyarakat mengenai sosok kiai di zaman sekarang, banyak yang mengemukakan bahwa kiai di zaman sekarang masih terkesan memiliki perilaku yang baik dan ramah dengan warga sekitar, akan tetapi sedikit memiliki kesibukan dikarenakan sebagian besar didedikasikan untuk pondok pesantren yang ia pimpin. 5. Gambaran Mengenai Pondok Pesantren Dalam hal bekerja sama, pondok pesantren biasanya sering mengikut sertakan para santrinya baik dalam kegiatan gotong royong bersama warga mapun kegiatan lainnya untuk turut ikut serta membantu. Berkaitan dengan keterlibatan santri dalam hal bekerja sama dengan masyarakat menurut penjelasan dari beberapa informan mengemukakan bahwa : “Ketika warga sekitar mengedakan kegiatan gotong royong, para santri dari pondok pesantren tersebut turut ikut serta membantu warga”.
Selanjutnya Ibu Herni menjelaskan sebagai berikut : “Anak santrinya kadang ikut.. kadang nih kalo acara pesantren warga juga dilibatkan.. misalkan kaya acara samenan gitu ya.. terus maulid nabi.. kadang dia ngadain nih masyarakat yang laki laki nih bantuin apa misalkan.. jaga parkiran gitu.. kan banyak tuh dari alumni-alumni Ulumul Qur‟an pada dateng dia itu.. warga dipanggil apa kita bantuin kue gitu.. kadang orang perempuannya”.
62
Selanjutnya, Ibu Siti menjelaskan mengenai keterlibatan santri dalam bekerja sama dengan masyarakat sebagai berikut : “Santri.. ya ikut.. kalo masang bendera baru santri dah tuh .. tapi kalo tahlilan .. ikut ada orang meninggal ikut .. shalatin.. kan kalo orang kampung mah yang nyolatin kan dikasih amplop kan kaga dibolehin.. santrinya mah dibawa semua”.
Sedangkan menurut Ibu Siti Bayati, menjelaskan mengenai keterlibatan santri dalam bekerja sama dengan masyarakat sebagai berikut : “Ikut.. kalo diizinin yaa keluar .. kalo enggak yaa enggak.. harus jelas keluarnya”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan diatas, disimpulkan bahwa ketika warga sekitar sedang mengadakan suatu kegiatan baik itu gotong royong, maupun kegiatan yang lainnya. Santri di Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an tersebut sering turut ikut membantu warga sekitar. Meskipun terkadang para santri tersebut diharuskan izin terlebih dahulu kepada pengasuh pondok pesantren.
6. Gambaran Mengenai Tingkat Kepedulian Terhadap Orang Lain Menurut Zaimuddin, kerjasama merupakan seseorang yang memiliki kepedulian dengan orang lain atau sekelompok orang sehingga membentuk suatu kegiatan yang sama dan menguntungkan seluruh anggota dengan dilandasi rasa saling percaya antar anggota. Berdasarkan paparan diatas, mengenai tingkat kepedulian terhadap orang lain apabila kiai tersebut dibutuhkan oleh masyarakat sekitar, Ibu Herni menjelaskan sebagai berikut :
63
“Dateng dia pasti .. diundang ke pengajian .. diundang hajatan orang deket dia juga pasti dateng.. enggak dia mah .. gak pernah diwakilin.. dia mending gak dateng kalo diwakilin orangnya .. pasti dateng dia mah.. gak pernah jaga orangnya kondangan-kondangan juga pasti dia dateng..”
Selanjutnya menurut penjelasan dari Bapak Ata Permana Selaku Ketua RT setempat mengemukakan bahwa : “Yaa dia mah.. alhamdullillah .. kalo untuk lingkungan sini yaa orangnya langsung.. kalo diganti sih enggak pernah .. dalam acara apapun.. orang kematian dan lain-lain”.
Selanjutnya menurut penjelasan dari Ibu Siti, mejelaskan sebagai berikut: “Enggak.. dia mah sendiri .. mau tahlilan.. tujuh hari dia mah Ceramah.. enggak nolak dia mah .. disempet sempetin ..”
Sedangkan menurut penuturan dari Ibu Linda, mengenai tingat kepedulian terhadap orang lain, menjelaskan sebagai berikut : “Kalo lagi sakit itu.. yaa dia punya utusan.. kadang-kadang, tapi kalo bisa mah dia dateng”.
Dan, berdasarkan beberapa penjelasan dari beberapa informan dikemukakan bahwa : “Apabila warga mengadakan acara, maka kiai tersebut akan berkenan bahkan menyempatkan diri untuk menghadiri acara tersebut”.
Berdasarkan hasil dari wawancara diatas, maka disimpulkan bahwa tingkat kepedulian terhadap orang lain, dalam hal ini apabila kiai tersebut mendapat suatu undangan untuk menghadiri acara yang
64
diselenggarakan oleh warga, ia menyempatkan dirinya untuk dapat hadir baik itu sebagai penceramah atau sebagai tokoh masyarakat saja.
C. Pembahasan 1. Interaksi Sosial Antara Kiai Dengan Masyarakat Pesantren menurut banyak kalangan memiliki kontribusi dalam pengembangan masyarakat. Hal ini mengingat bahwa nilai-nilai yang dikembangkan dilembaga pendidikan Islam tersebut sarat dengan nilai persaudaraan dan prinsip-prinsip lain untuk penataan kehidupan bermasyarakat. Relasi antara pesantren dan masyarakat tidak heran berlangsung dalam suasana penuh kedekatan dan perasudaraan. Masyarakat di satu sisi menerima manfaat keberadaan pesantren dalam hal transmisi dan transfer ilmu pengetahuan keislaman, disisi lain pesantren memiliki watak yang tak bisa dilepaskan dari pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan lain ungkapan, kedekatan antara pesantren dan masyarakat yang terjalin dalam suasana mutualistik dalam melahirkan komposisi masyarakat yang berkapasitas dan santri-santri pesantren yang tidak saja intelek secara keilmuan, tetapi juga memiliki kearifan dan kebijakan dalam proses internalisasi keislaman di tengah kehidupan masyarakat.62 Dari temuan penelitian menunjukkan bahwa secara faktual interaksi yang terjadi antara kiai dengan masyarakat sekitar. Adapun interaksi yang dibangun oleh kiai tersebut terjalin cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan diadakannya kegiatan positif seperti pengajian setiap satu minggu sekali bagi warga sekitar.
62
Lanny Oktavia dkk,Kumpulan Bahan Ajar: Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren,(Jakarta,Tim Penulis Rumah Kitab,2014),hal.161-162
65
2.
Perilaku Kiai Dalam Bekerja Sama Dengan Masyarakat Dalam berkegiatan sehari-hari baik ketika di pondok pesantren maupun dilingkungan sekitar, kiai tersebut memiliki kepribadian yang sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat sekitar. Perilaku yang dimaksudkan menurut masyarakat yaitu kepribadian yang dimiliki oleh kiai tersebut, selain ramah dan sopan, kiai tersebut dinilai cukup mudah bergaul. Masyarakat juga sering mendapatkan bantuan dari beliau, selama satu bulan sekali beliau meyantuni para janda serta anak yatim baik itu berupa materil maupun non materil. Hal ini dilakukan supaya komunikasi serta kerjasama antara kiai dengan masyarakat terjalin dengan sangat baik.
3.
Bentuk-Bentuk Kerjasama Antara Kiai Dengan Masyarakat Kerjasama merupakan seseorang yang memiliki kepedulian dengan orang lain atau sekelompok orang sehingga membentuk suatu kegiatan yang sama dan menguntungkan seluruh anggota dengan dilandasi rasa saling percaya antar anggota serta menjunjung tinggi adanya norma yang berlaku63. Dari temuan penelitian secara faktual bahwa bentuk kerjasama yang dilakukan antara kiai dengan masyarakat setiap harinya terjalin dengan baik. Bentuk kerjasama yang biasa dilakukan yaitu gotong royong, kiai tersebut tidak hanya membantu warga sekitar secara fisik namun juga secara finansial baik itu berupa sumbangan (uang) maupun berupa makanan yang disediakan untuk warga sekitar.
4.
Persepsi Masyarakat Tentang Kiai Dalam masyarakat tradisional, seorang dapat menjadi kiai atau disebut kiai karena ia diterima masyarakat sebagai kiai, karena orang yang datang meminta nasehat kepadanya, atau mengirimkan anaknya
63
Samhis Setiawan,Penjelasan Bimbingan Beserta Kerjasama Menurut Para Ahli,2016,(http//:www.gurupendidikan.com),diakses pada tanggal 17 November 2016
66
supaya belajar kepada kiai. Kiai juga merupakan figur sentral dalam dunia pesantren dan juga faktor determinan terhadap maju dan mundurnya sebuah pondok pesantren. Bagi masyarakat kiai dianggap sebagai panutan yang mempunyai kelebihan baik pengetahuan tentang agama Islam maupun kelebihan lainnya. Berdasarkan hasil temuan dari penelitian mengenai persepsi masyarakat tentang kiai yang memimpin pondok pesantren tersebut menurut penjelasan beberapa warga sekitar yang menjadi narasumber, kiai memiliki perilaku yang ramah, baik serta sopan. Beliau juga tidak pernah menjaga jarak komunikasi dengan warga sekitar pondok.
5.
Pondok Pesantren Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kiai”. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren.64 Santri juga merupakan salah satu elemen yang penting dalam suatu lembaga pesantren. Dalam penelitian ini santri juga dapat berinteraksi serta melakukan kerjasama dengan masyarakat. Berdasarkan temuan penelitian mengenai keikutsertaan santri pondok pesantren dalam bekerja sama dengan masyarakat terlihat saat acara acara yang biasa berlangsung, seperti acara kerja bakti, acara peringatan hari nasional, dan lain-lain. Dalam hal ini santri yang berada di pondok pesantren tersebut diperbolehkan untuk ikut serta dalam membantu masyarakat sekitar.
64
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren:Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,(Jakarta,LP3ES,1982),hal.44
67
6.
Tingkat Kepedulian Terhadap Orang Lain Secara
kebahasaan,
peduli
berarti
memperhatikan
atau
menghiaraukan. Kepedulian berarti meperhatikan atau menaruh perhatian terhadap sesuatu. Meski demikian, kepedulian yang dimaksud bukanlah berarti mencampuri setiap urusan orang lain, akan tetapi lebih pada membantu atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang lain dengan tujuan kebaikan individu atau bersama. Sifat peduli atau peka terhadap sesama sesuai dengan kodrat penciptaan manusia yang tidak dapat hidup tanpa berhubungan dengan manusia lainnya. Kerjasama dengan orang lain dapat terbina dengan baik apabila masing-masing pihak memiliki kepedulian. Oleh karena itu, sikap ini sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan dimana baginya saling menguatkan bagian yang lain.” [HR.Muslim].65 Berdasarkan temuan penelitian mengenai tingkat kepedulian terhadap orang lain yang dilakukan oleh kiai adalah apabila ketika masyarakat mengadakan acara dan mengundang kiai untuk menghadiri acara tesebut, maka beliau menyempatkan diri untuk berkenan hadir baik itu sebagai penceramah maupun hanya sebagai tokoh masyarakat saja.
D. Keterbatasan Masalah Keterbatasan Penelitian ini adalah : 1. Keterbatasan waktu untuk melakukan wawancara dengan responden. 2. Keterbatasan sumber data serta administrasi.
65
Lanny Oktavia.dkk,Kumpulan Bahan Ajar: Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren,(Jakarta,Tim Penulis Rumah Kitab,2014),Hal.170
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan paparan data dan pembahasan diatas sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran dalam bekerjasama dengan masyarakat terjalin sangat baik, hal ini dibuktikan dengan diadakannya pengajian rutin bagi masyarakat seminggu sekali yang bertempat di Pondok Pesantren tersebut. Beliau juga sering memberikan santunan kepada para janda serta anak yatim di lingkungan tersebut. hal ini dilakukan untuk saling menjaga komunikasi serta kerjasama antara kiai dengan masyarakat. Beliau tidak hanya menjadi tokoh masyarakat saja, akan tetapi dalam kegiatan yang sering dilakukan oleh warga sekitar, beliau sering hadir untuk turut ikut serta membantu warga. Bantuan yang diberikan pun tidak hanya fisik namun juga secara finansial. Tingkat kepedulian terhadap orang lain yang dimiliki oleh kiai dalam bekerjasama, apabila ada masyarakat yang membutuhkan bantuan beliau, beliau sering menyempatkan diri untuk dapat memberikan bantuan. Misalnya dalam acara pengajian dirumah warga, pernikahan, syukuran, hingga acara kematian. Beliau menghadiri acara tersebut baik hanya sebagai penceramah saja ataupun sebagai tokoh masyarakat.
68
69
B. Saran Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, dapat diajukan beberapa saran, antara lain : 1. Bagi Pondok Pesantren, hendaknya apabila ada warga yang membutuhkan pertolongan hendaknya para santri diperbolehkan untuk turut ikut serta membantu. 2. Bagi Kyai, hendaknya memberikan kebijakan yang longgar terhadap para santri untuk turut ikut serta berkegiatan dengan masyarakat. 3. Bagi peneliti lain, perlu adanya penelitian lebih lanjut dan secara mendalam berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap kiai dalam hal bekerjasama.
70
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku : Dayakisni,Tri dan Hudaniah. Psikologi Sosial, Malang: UMM Press, 2012 Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LP3ES, 1982 Fitriani, Sinta ., Promosi Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011 Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktek, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2013 Idrus, Muhammad. Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta, Erlangga, 2009 Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT.Remaja Rosdakarya, 2005 Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta, 2007 Oktavia, Lanny dkk., Kumpulan Bahan Ajar: Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, Jakarta, Tim Penulis Rumah Kitab, 2014 Pieter, Herri Zan dan Lubis, Namora Lumongga., Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan, Jakarta, Kencana Media Prenada Group, 2010 Putera, Nusa., Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi, Jakarta, Indeks, 2011 Sarosa, Samiaji., Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar, Jakarta, PT.Indeks , 2012 Satori, Djam‟an Alfabeta
dan Komariah, Aan., Metodologi Penelitian Kualitatif, CV.
Setiadi, Elly M. dan Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial, Teori, Aplikasi dan Permasalahannya, Jakarta: Kencana, 2013 Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2015 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:CV.Alfabeta, 2014
71
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D, Bandung : Alfabeta, 2011 Suparta, Mundzier., Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku Keagamaan Dalam Mayarakat, Jakarta, Asra Buana Sejahtera, 2009 Wulansari, C. Dewi., Sosiologi:Konsep dan Teori Bandung: Refika Aditama, 2009
Sumber Jurnal : Faridl, Miftah ., “Peran Sosial Politik Kiai Di Indonesia”, dalam Sosioteknologi, Edisi 7, Tahun 2007
Jurnal
Hidayat, Mansur , “Model Komunikasi Kyai dengan Santri di Pesantren”, Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Vol.2, No.6, Januari 2016 Izzah, Iva Yulianti Umdatul, “Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Masyarakat Muslim Tradisonal Pedesaan”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol.1, No.2, ISSN:2089-0192, Oktober 2011 Nurhaya, “Peran Sosial Kiai Pada Masyarakat Jawa”, Jurnal Sosiologi Replektif, Vol.7, No.1 Tahun 2012 Sudiantara, “Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Masyarakat Tradisional Pedesaan”, Jurnal Sosiologi Islam,Vol.1, No.2 ISSN : 20890912, Tahun 2011
Sumber Skripsi : Bahri, Samsul, “Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat Kampung Banyusuci”, Bogor Jawa Barat, Skripsi pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 Mukhlis, Deden, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Sikap Kemandirian Santri (Studi Kasus Di PonPes Al-Amiin ParungPanjang Bogor)”, Skripsi pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015 Siregar, Fajar Azananda, “Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren AlAsmaniyah Kampung DukuhPinang”, Tangerang Banten”, Skripsi Pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Zainal, “Kyai dan Peningkatan Nilai-Nilai Keagamaan Masyarakat Dalam Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead di Desa Gadu Barat Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep”, Skripsi pada Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012 Zakiyah, Kunti, “Pola Relasi Kyai dan Santri (Persepsi Santri Terhadap Kepemimpinan Kyai di Pondok Pesantren Pancasila, Blotongan, Sidorejo, Salatiga)”, Skripsi pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2012
Sumber Website : Anon, “Pengertian Kerjasama dan Macam-Macam Bentuk Kerjasama Beserta Contohnya”, dikutip dari http://www.bukupedia.net, diakses pada tanggal 17 November 2016 Anon, “Pengertian Masyarakat dan Ciri-ciri Masyarakat”, dikutip dari http://www.pengertianpakar.com di akses pada 17 November 2016 Fathoni, Abdul Halim, “Kegelisahan Kiai”, dikutip dari http://www.langitan.net, diakses pada tanggal 1 November 2016 Setiawan, Samhis., “Penjelasan Bimbingan Beserta Kerjasama Menurut Para Ahli”, dikutip dari http://www.gurupendidikan.com, diakses pada tanggal 17 November 2016
73
74
75
76
77
78