PERSAINGAN DALAM PERDAGANGAN DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM Faridatul Fitriyah Alumni STAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung Email:
[email protected]
ABSTRACT This article is motivated by an imbalance between the economic development of the people of the lower class and the upper middle class. Competition, particularly among distributors, is now increasingly imbalance between small retailers and retailers with self-service system. Related to this, there has actually been written rules of the government. Indonesian Presidential Regulation No. 112 of 2007 regulates the Management and Development of Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores. In addition, local regulation which is tailored to each region set on the Protection, Empowerment of traditional market, and the Modern Market Planning and Control. Islamic business ethics has also arranged the competition in terms of trade. Basically, Islamic business ethics serves to help businesses (merchants) to solve moral problems in their business practices. Islamic business ethics explained that the competition in a business should be run fairly among competitors in order win-win solution could happen. Kata kunci: Persaingan, Perdagangan, Etika Bisnis Islam
Pendahuluan Pentingnya perdagangan sebagai pemerataan hasil pembangunan dan mekanisme peningkatan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil pembangunan perekonomian seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara merata. Penyebaran yang merata dari hasil pembangunan akan dapat diwujudkan melalui kebijakan perdagangan yang mendorong dan membantu pengusaha kecil dalam sektor perdagangan. Tentang jual beli atau perdagangan di dalam Al-Qur’an dengan jelas disebutkan bahwa perdagangan merupakan jalan yang diperintahkan oleh Allah untuk menghindarkan manusia dari jalan yang bathil dalam pertukaran sesuatu yang menjadi milik diantara sesama manusia. Seperti yang tercantum dalam surat An-Nisa’ ayat 29 yaitu:
210
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku denggan suka sama suka diantara kamu.1 Kita dianjurkan melakukan perdagangan, namun dalam setiap perdagangan ataupun bisnis yang akan kita lakukan tetap ada aturan-aturan yang berlaku baik aturan yang tertulis maupun aturan yang tidak tertulis yang bisa kita sebut dengan etika. Pada dasarnya, etika bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis (pedagang) untuk memecahkan problem-problem moral dalam praktik bisnis mereka. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan sistem ekonomi Islam khususnya dalam upaya revitalisasi perdagangan Islam sebagai jawaban bagi kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme, menggali nilai-nilai dasar Islam tentang aturan perdagangan dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah merupakan suatu hal yang niscaya untuk dilakukan. 2 Berdasarkan aturan dalam etika bisnis Islam dijelaskan bahwa kompetisi dalam suatu bisnis harus dijalankan secara fair agar diantara kompetitor terjadi win win solution.3 Berdasarkan hal inilah maka penulis membahas lebih lanjut tentang etika bisnis Islam terkait persaingan dalam perdagangan. Pasar Modern Pengertian Pasar Pasar adalah area tempat jual beli barang atau tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang disebut sebagai pasar tradisional maupun pasar modern atau pusat perbelanjaan, pertokoan, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.4 Kasmir mendefinisikan pasar sebagai tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Pasar juga dapat diartikan sebagai suatu mekanisme yang terjadi antara pembeli dan penjual atau tempat pertemuan antara kekuatan permintaan dan penawaran. 5 Dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pasar adalah tempat yang digunakan oleh penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Berdasarkan pengertian di atas toko dan juga minimarket juga bisa disebut sebagai pasar.
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Gema Risalah Press, 1992), h. 122. 2 Hendro Wibowo, Etika Bisnis dalam Islam, dalam http://hndwibowo.blogspot.com/2008/06/etika-bisnis-dalam-islam.html diakses tanggal 10 April 2012. 3 Muhammad R. Lukman Fauroni, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), h. 112. 4 Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tadisional dan Penataan Serta Pengendalian Pasar Modern, (Nomor 6 tahun 2010), h. 90. 5 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 156.
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 211
Penggolongan Pasar Pasar terbagi menjadi dua, yaitu: pertama, pasar modern adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Pusat Perbelanjaan seperti Mall, Plaza dan Shoping center serta sejenisnya dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif lebih kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti. 6 Dari segi jenisnya pasar modern dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Minimarket. Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan sendiri (swalayan). (2) Supermarket. Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan sendiri (swalayan). (3) Hipermarket. Hipermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen, yang di dalamnya terdiri dari pasar swalayan, toko modern dan toko serba ada yang menyatu dalam satu bangunan yang pengelolaanya dilakukan secara tunggal. 7 Kedua, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, termasuk kerja sama dengan pihak swasta dan tempat usaha berupa Toko, Kios Los dan Tenda yang dimiliki atau dikelola oleh Pedagang Kecil, Menengah, Swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagang dengan tawar menawar. 8 Sistem Penjualan dan Jenis Barang Dagangan Pasar Modern Sistem penjualan dan jenis barang dagangan pasar modern, ditentukan sebagai berikut: (a) Minimarket, supermarket dan hipermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya. (b) Departement store menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk sandang dan perlengkapan dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia konsumen. (c) Pusat perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi. 9 Aturan-aturan Pendirian Minimarket Sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Tulungagung Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Serta Pengendalian Pasar Modern ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan mendirikan minimarket, di antaranya: pertama, pasal 8 tentang penataan dan pengendalian pasar modern, ayat: (1) Dalam rangka penataan dan pengendalian pasar modern, Pemerintah Daerah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: (a) 6
Peraturan Daerah Kabupaten ..., h. 91. Ibid., h. 92. 8 Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, (Nomor 112 tahun 2007) hal 3. Pada http://hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf diakses pada tanggal 09 Mei 2012. 9 Peraturan Daerah…, h. 95. 7
212
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
Lokasi pendirian pasar modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, termasuk pengaturan zonasinya. (b) Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional, usaha kecil, dan usaha menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan. (c) Memperhatikan jarak dengan pasar tradisional, sehingga tidak mematikan atau memarginalkan pelaku ekonomi di pasar tradisional. (d) Pasar modern dapat dibangun dengan jarak radius terdekat dari pasar tradisional minimal 1000m. (e) Pemberian izin usaha pasar modern wajib memperhatikan pertimbangan Kepala Desa/Lurah dan BPD/LPM; (f) Pendirian pasar modern khususnya minimarket diutamakan untuk diberikan kepada pelaku usaha yang domisilinya sesuai dengan lokasi minimarket tersebut. (2) Penyelenggara atau pendiri pasar modern wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: (a) Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar modern yang bersih, sehat, hygienis, aman, tertib dan ruang publik yang nyaman. (b) Menyediakan fasilitas tempat usaha bagi usaha kecil dan menengah, pada posisi yang sama-sama menguntungkan. (c) Menyediakan fasilitas parkir kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang memadai di dalam area bangunan. (d) Menyediakan sarana pemadam kebakaran dan jalur keselamatan bagi petugas maupun pengguna pasar modern dan toko modern. (3) Jumlah minimarket untuk setiap kawasan pelayanan lingkungan di dalam kota maksimal hanya dua minimarket dan dalam radius 1000m. (4) Minimarket yang tidak berbentuk waralaba atau jaringan yang pengelolaannya diusahakan oleh individu/perseorangan dapat didirikan dalam radius 500 m.10 Kedua, pasal 9 yang menjelaskan bahwa: (1) perencanaan pembangunan pasar modern harus didahului dengan studi mengenai dampak lingkungan baik dari sisi tata ruang maupun non fisik, meliputi aspek lingkungan, sosial dan budaya untuk mencegah dampak negatif terhadap eksistensi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta usaha lainnya. (2) Dokumen rencana rincian teknis Pasar Modern skala kecil, menengah, dan besar harus mengacu dan merupakan terjemahan dari ketentuan intensitas bangunan sebagimana disebutkan dalam dokumen Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten. (3) Pada saat proses konstruksi pembangunan pasar modern terutama skala menengah dan besar, harus mampu meminimalisir gangguan kebisingan, kemacetan lalu lintas, kebersihan, dan keselamatan aktivitas di lingkungan sekitar. Ketiga, pasal 10 jam kerja minimarket adalah sebagai berikut: (1) Untuk hari senin sampai dengan jum’at, pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB. (2) Untuk hari sabtu dan minggu, pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB (3) Untuk hari besar keagamaan, hari libur nasional, pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 24.00 WIB.11 Keempat, pasal 22 tentang ketentuan peralihan menjelaskan bahwa pasar modern yang sudah operasional dan telah memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 8 dan 9.12
10
Ibid., h. 97-98. Ibid., h. 98-99. 12 Ibid., h. 105. 11
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 213
Pedagang Eceran Pengertian dan Arti Pentingnya Pedagang Eceran Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan (perdagangan) sebagai pekerjaannya sehari-hari.13 Pedagang dikelompokkan menjadi dua, yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Pedagang besar adalah pedagang yang membeli dan menjual kembali barang daganganya kepada pengecer, pedagang lain, pemakai industri, pemakai lembaga, dan pemakai komersial, serta tidak menjual dalam volume yang sama kepada pemakai akhir. 14 Sedangkan pedagang eceran adalah suatu lembaga distribusi terakhir yang langsung berhadapan dengan konsumen dalam kegiatan menjual barang-barangnya.15 Fungsi pedagang eceran sangat penting bagi suatu perusahaan karena merupakan perantara terakhir yang berhubungan dengan konsumen sehingga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kelancaran penjualan sampai pada tempat-tempat yang terpencil letaknya. Dengan adanya pedagang eceran secara tidak langsung merupakan service pada konsumen, sebab konsumen dapat membeli dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, pada tempat yang terdekat dan dengan harga yang pantas pula. Meskipun demikian karena jumlah pengecer banyak sekali, maka tidak jarang terjadi persaingan yang tajam antara yang satu dengan yang lainnya. Persaingan antara pengecer biasanya terjadi antara pengecer dalam suatu tempat yang berdekatan atau bersebelahan. 16 Cara Memajukan Toko Pengecer Ada beberapa hal yang dapat dilakukan agar toko pengecer semakin maju, di antaranya:17 pertama, lokasi toko; lokasi toko pengecer besar sekali pengaruhnya terhadap kelancaran penjualan dari barang-barangnya. Oleh sebab itulah toko-toko pada tempat yang strategis atau tempat perbelanjaan pada umumnya harganya jauh lebih mahal dari pada tempat-tempat yang kurang strategis. Oleh karena itu dalam mendirikan toko pengecer masalah ini hendaknya diperhatikan. Meskipun demikian, tidak setiap tempat yang strategis cocok untuk toko eceran. Kedua, kelengkapan barang; setiap toko pengecer hendaknya memenuhi kelengkapan barang dagangan, jangan sampai mengecewakan pelanggan karena barang yang akan dibeli oleh pelanggan tidak tersedia. Lengkap di sini tidak berarti toko tersebut harus menyediakan segala macam barang seperti di toko serba ada. Lengkap yang dimaksud di sini adalah toko tersebut menyediakan barang selengkap mungkin sesuai dengan sifat toko tersebut. Ketiga, harga yang tepat; sebuah toko dapat menjadi terkenal karena harga jual yang ditetapkan cukup murah, atau harga jual yang ditetapkan merupakan harga pasti. Berdasarkan hal ini perusahaan harus dapat menetapkan harga yang tepat bagi barang-barangnya, sehingga kelancaran penjualan barang akan lebih terjamin. Untuk 13
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, (Jakarta: Djambatan, 1999), h. 10. 14 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2010), h. 91. 15 Alex S. Nitisemito, Marketing, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 163. 16 Ibid., h. 163-164. 17 Ibid., h. 171-174.
214
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
itu pedagang eceran harus selalu mencari informasi harga agar tidak menjual suatu barang dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga di tempat pesaing. Hal ini harus diperhatikan terutama untuk barang-barang yang sangat dikenal oleh konsumen. Keempat, window display; setiap toko hendaknya mempunyai window display meskipun hanya dalam bentuk sederhana, misalnya etalase yang ditaruh di muka toko. Window display ini dapat digunakan untuk menempatkan contoh barang yang diperdagangkan. Sebenarnya window display tidak hanya sekedar untuk menaruh barang-barang dagangan, namun window display juga dapat digunakan untuk menarik konsumen. Dengan window display yang menarik, maka akan mendorong orang yang lewat di toko tersebut akan mampir dan belanja. Kelima, keramahan dan kecepatan melayani; pelayanan yang cepat akan memuaskan konsumen, karena dengan kecepatan pelayanan ini konsumen tidak perlu lama menunggu sehingga dapat menimbulkan kejengkelan. Selain kecepatan maka keramahan dalam melayani mutlak harus dijalankan. Kata-kata sederhana yang sering dilupakan adalah ucapan terimakasih. Padahal pengaruhnya akan sangat besar. Di negara-negara yang sudah maju misalnya Jepang, masalah ini betul-betul diperhatikan sehingga ada toko di negara tersebut yang khusus menggaji seseorang hanya untuk mengucapkan arigato gozaimasu atau terimakasih. Keenam, ketepatan janji keuangan; toko yang ingin melengkapi barangbarang dagangannya biasanya kesulitan jika dengan modal sendiri. Mereka memerlukan kredit yang berupa kredit penjual. Untuk memperoleh fasilitas itu maka toko harus selalu berusaha untuk dapat menepati janji-janji keuangan, sehingga kepercayaan dari grosir dan pedagang keliling dapat dijaga. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Usaha Kecil Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dun dan Bradstreet Corporation terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kegagalan usaha kecil. Faktor-faktor tersebut antara lain: (a) kecerobohan pemilik perusahaan; (b) bencana ataupun penipuan; (c) masalah penjualan, seperti kemampuan bersaing yang lemah, masalah persediaan barang, lokasi usaha yang kurang baik, dan sebagainya; (d) masalah yang ditimbulkan oleh pelanggan;18 (e) tanggungan biaya tetap terlalu besar; (f) tidak mengadakan pembukuan dengan baik; dan (g) masalah yang berkaitan dengan permodalan.19 Etika Bisnis Islam Pengertian Etika Persepsi tentang suatu tindakan itu beretika atau tidak sangatlah relatif. Masyarakat dari latar budaya yang berbeda mempunyai interpretasi berbeda terhadap satu isu yang sama. Mungkin satu masyarakat menilainya baik, sementara yang lain menilainya buruk. Masyarakat adalah penentu kepada pembentukan peraturan mereka. 20 Di sisi lain etika lah yang dapat menyebabkan seseorang akan merasa bersalah dan seakan semua orang menuding dirinya padahal sanksi fisik 18
Ismail Solihin, Pengantar Bisnis Pengenalan Praktis dan Studi Kasus, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 128. 19 Buchari Alma, Pengantar Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 110. 20 Sadono Sukirno. Pengantar Bisnis, (Jakarta: Kencana.2006), h. 327.
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 215
yang mengikutinya tidak ada, dapat dikatakan bahwa moral tersebut sudah menjadi bagian dari individu yang bersangkutan. Hal ini disebabkan sifat etika tersebut seakan sudah menjadi bagian dalam sistem biologi manusia, yaitu sebagai bagian dalam pemikiran manusia. Pada dasarnya etika menjadi sebuah inti dari kebudayaan pada sebuah komunitas, etika pada dasarnya merupakan nurani yang bersifat menyeluruh yang ada pada diri manusia sebagai makhluk sosial. 21 Menurut Rafiq Issa Beekum, etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang buruk. 22 Menurut Post, Lawrence, dan Weber etika adalah suatu konsepsi mengenai tindakan yang benar dan salah.23 Menurut Muslich etika merupakan cabang filsafah yang membahas tentang nilai dan norma moral yang mengatur perilaku manusia baik sebagai kelompok dan institusi di masyarakat.24 Menurut Taha Jabir Al-Alwani etika adalah model perilaku yang hendaknya diikuti untuk mengharmonisasikan hubungan manusia, meminimalkan penyimpangan, dan berfungsi untuk mensejahterakan masyarakat.25 Jadi, dapat diambil kesimpulan pengertian etika adalah suatu prinsip moral yang menilai perilaku manusia itu salah atau benar untuk mengharmonisasikan hubungan sesama manusia, dan meminimalkan penyimpangan. Etika dalam Islam Islam sangat menekankan nilai etika dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya Islam merupakan kode perilaku etika dan moral bagi kehidupan manusia. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan etika yang mulia”H.R Imam Malik dalam al-Muwatha’. Tampilan unik etika Islam adalah bahwa ia merembes dalam semua wilayah dan bidang kehidupan manusia, baik individual maupun kolektif. Islam memandang etika sebagai satu bagian dari sistem kepercayaan Muslim (iman). Hal tersebut memberi satu otoritas internal yang kokoh untuk memberi sanksi dan memberi dorongan dalam melaksanakan standarstandar etika. Konsep etika dalam Islam bukan utilitarium dan relatif, namun prinsipnya abadi dan mutlak.26 Pengertian Bisnis Kata bisnis berasal dari bahasa Inggris busy, yang artinya sibuk, sedangkan bussines artinya kesibukan. Bisnis dalam arti luas sering di definisikan sebagai keseluruhan kegiatan yang direncanakan dan dijalankan oleh perorangan atau kelompok secara teratur dengan cara menciptakan, memasarkan barang maupun jasa, baik dengan tujuan mencari keuntungan maupun tidak mencari keuntungan. 27 Menurut Hughes dan Kapoor sebagaimana yang dikutip oleh Buchari Alma bisnis 21
Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Rekayasa Sains,2007), h. 36. 22 Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 3. 23 Sholihin, Pengantar Bisnis… h. 103. 24 Muslich, Etika Bisnis Pendekatan Substantif dan Fungsional, (Yogyakarta: Ekonosia, 1998), h. 1. 25 Taha Jabir Al-Alwani, Bisnis Islam, (Yogyakarta: AK Group, 2005), h. 4-5. 26 Al-Alwani, Bisnis Islam…, h. 33. 27 Suliyanto, Studi Kelayakan…, h. 1.
216
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisir untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.28 Menurut Mahmud Machfoedz bisnis adalah usaha perdagangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang terorganisasi untuk mendapatkan laba dengan memproduksi dan menjual barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen.29 Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulkan bahwa bisnis adalah kegiatan yang direncanakan dan dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang agar mendapatkan laba dengan cara memproduksi barang, dan memasarkan barang atau jasa. Sedangkan bisnis Islami menurut Yusanto dan Wijayakusuma adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).30 Pengertian Etika Bisnis Menurut Bertens etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. 31 Menurut Zimmerer etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi.32 Menurut Imam Sholihin etika bisnis merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis. 33 Menurut Panji Anoraga etika bisnis adalah etika yang menyangkut tata pergaulan di dalam kegiatan-kegiatan bisnis. 34 Menurut Muslich etika bisnis dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara sosial, dan pengetrapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. 35 Secara lebih khusus lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan oleh pelaku bisnis. Keraf berpendapat ada tiga sasaran dan lingkup etika bisnis, yaitu: (a) Etika bisnis berfungsi sebagai penggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik dan etis demi nilai-nilai luhur kepentingan bisnis itu sendiri. (b) Menyadarkan masyarakat khususnya konsumen akan hak dan kepentingannya yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis. (c) Dalam etika bisnis yang bersifat makro, etika bisnis lebih menekankan pada pentingnya legal-politis bagi praktik 28
Buchari Alma, Ajaran Islam dalam Bisnis, (Bandung: CV Alfabeta, 1993), h. 17. Anonim. Beberapa Definisi Bisnis Menurup Para Ahli. Pada http://www.slideshare.net/djhony/beberapa-definisi-bisnis-menurut-para-ahli yang diakses pada tanggal 27 Mei 2012. 30 Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 18. 31 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 5. 32 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses, (Jakarta: Salemba Empat, 2003), h. 177. 33 Sholihin, Pengantar Bisnis…, h. 103. 34 Pandji Anoraga, Pengantar Bisnis: Pengelolaan isnis dalam Era Globalisasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 113. 35 Amirulloh Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005), h. 37. 29
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 217
bisnis yang baik, yaitu pentingnya hukum dan aturan bisnis serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu.36 Sumber Nilai-Nilai Etika Secara garis besar dimana pun kita berada maka kita akan dihadapkan pada empat hal yang dipandang sebagai sumber nilai etika dalam komunitas, yaitu: agama, filosofi, pengalaman yang berasal dari budaya dan hukum. Keempat hal ini mengandung sekumpulan nilai-nilai yang dijadikan acuan dalam mengontrol perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dalam bisnis, nilai etika akan menjadi suatu mekanisme yang mengontrol perilaku dalam bisnis dan juga dalam kehidupan kita lainnya. 37 Pertama, agama; etika bisnis menurut ajaran Islam digali langsung dari AlQur’an dan Hadits Nabi. Dalam ajaran Islam, etika bisnis ditekankan pada empat hal, yaitu: kesatuan (unity), keseimbangan (equilibrium), kebebasan (free will), dan tanggung jawab (responsibility). Ajaran Islam memandang bahwa manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik karena semua kekayaan di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi.38 Kedua, filosofi; salah satu sumber nilai-nilai etika yang menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh manusia adalah ajaran-ajaran filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari ajaran-ajaran warisan yang sudah berkembang 2000 tahun yang lalu. Ajaran-ajaran ini sangat rapi, komplek, yang menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para filsuf saat itu. Ajaran ini terus berkembang dari tahun ke tahun. 39 Ketiga, pengalaman dan perkembangan budaya; setiap transisi budaya antara satu generasi ke generasi berikutnya akan mewujudkan nilai-nilai, aturan baru serta standard-standard yang kemudian diterima dalam komunitas tersebut selanjutnya akan terwujud dalam perilaku. Artinya, setiap orang akan selalu mencoba mendekatkan dirinya atau beradaptasi dengan perkembangan-perkembangan nilainilai yang ada dalam komunitas tersebut, dimana nilai-nilai itu tidak lain adalah budaya yang hadir karena adanya pengetahuan manusia dalam upayanya untuk mengiterpretasikan lingkungannya sehingga bisa selalu bertahan hidup.40 Keempat, hukum; adalah perangkat aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong pada perbaikan masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas. Pada umunya para pebisnis akan lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai cermin etika mereka dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang sebagai suatu perangkat yang memiliki
36
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 69-71. 37 Famiola, Etika Bisnis…, h. 55-56. 38 Ibid., h. 56-57. 39 Ibid., h. 57. 40 Ibid., h. 61.
218
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
bentuk hukuman yang paling jelas dibandingkan sumber-sumber etika yang lain, yang cenderung lebih pada hukuman yang sifatnya abstrak. 41 Faktor Pembentuk Etika Etika baik itu tidak dapat terbentuk secara sendirinya, tetapi ada faktor-faktor yang mempengaruhi, Rafiq Issa Beekun mengungkapkan bahwa perilaku etika individu dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (a) Intepretasi terhadap hukum. Secara filosofis, sistem hukum dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap jiwa dan raga manusia dari berbagai faktor yang dapat menghilangkan eksistensi manusia. Hukum akan hidup dan diyakini keberadaannya apabila dirasakan ada manfaatnya bagi manusia. (b) Lingkungan atau organisasi di mana ia hidup. Tanpa masyarakat kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang, demikian juga dengan aspek moral pada anak. Nilai-nilai moral yang dimiliki seorang anak merupakan sesuatu yang diperoleh anak dari luar, ia akan merekam setiap aktivitas yang terjadi di lingkungannya yang lambat laun akan membentuk pola tingkah laku bagi kehidupannya di masa akan datang. (c) Faktor individu, hal-hal yang masuk ke dalam kategori ini antara lain pengalaman batin seseorang dan kondisi atau situasi. 42
Prinsip-Prinsip Etika dan Perilaku Bisnis Menurut pendapat Michael Josephson yang dikutip oleh Zimmerer, secara universal ada beberapa prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu: (a) Kejujuran (honesty), yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh-sungguh, terus terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan dan tidak bohong. (b) Memelihara janji (promise keeping), yaitu selalu mentaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh, jangan menginterpretasikan persetujuan dalam bentuk teknikal atau legalistic dengan dalih ketidakrelaan. (c) Kewajaran/keadilan (fairness), yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia untuk mengakui kesalahan, dan perlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan, jangan bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain. 43 (d) Suka membantu orang lain (caring for others), yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong-menolong, kebersamaan, dan menghindari dari segala sesuatu yang membahayakan orang lain. (e) Warga negara yang bertanggung jawab (responsibility citizenship), yaitu selalu mentaati hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan. (f) Dapat dipertanggung jawabkan (accountability), yaitu memiliki tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya. 44 Alasan Bisnis Harus Beretika Menurut Post et all. terdapat beberapa alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan bisnisnya secara etis: (a) Meningkatkan harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam 41
Ibid., h. 64-65. Faisal Badroen, dkk., Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 59-63. 43 Pandji Anoraga, Pengantar Bisnis…., h. 125-126. 44 Suryana, Kewirausahaan…., h. 182-183. 42
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 219
menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritikan, bahkan hukuman. (b) Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. (c) Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan hubungan bisnis. (d) Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. (e) Mencegah agar perusahaan tidak memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis. 45 Pemasaran Menurut Islam Pengertian Pemasaran Heru Kristanto berpendapat bahwa marketing (pemasaran) adalah proses penciptaan dan penyampaian barang dan jasa yang diinginkan pelanggan meliputi semua kegiatan yang berkaitan dengan menarik dan mempertahankan pelanggan setia.46 Menurut William J. Stanton pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. 47 Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian dari pemasaran adalah seluruh kegiatan dalam bisnis yang memiliki tujuan utama mendistribusikan barang dan jasa. Pengertian Pemasaran Syariah M. Syakir Sula mendefinisikan pemasaran syariah sebagai sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam. Sehingga menurut Syakir, kata kunci dalam definisi pemasaran syariah adalah bahwa dalam seluruh proses, baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip mualamah dalam Islam. 48 Karena itu Allah mengingatkan agar senantiasa menghindari perbuatan yang zalim dalam bisnis yang dijelaskan dalam surat Shaad ayat 24: Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat (berbisnis) itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan Amat sedikitlah mereka ini.49 45
Solihin, Pengantar Bisnis…, h. 104-105. R. Heru Kristanto HC, Kewirausahaan (Entrepreneurship) Pendekatan Manajemen, dan Praktik, (Jakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 101. 47 Muhammad Aziz Hakim, et. all., Dasar dan Strategi Pemasaran Syariah, (Jakarta: Reinasa, 2005), h. 12. 48 Ibid., h. 15-16. 49 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan ..., h. 735. 46
220
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
Profil Ideal Marketer (Pemasar/Pedagang) Syariah Dalam perspektif ekonomi Islam, ada beberapa modal dasar yang harus dimiliki seorang marketer. Modal dasar itu adalah sebagai berikut: (a) Mandiri; kemandirian adalah ajaran utama dalam Islam. Islam melarang dengan tegas menggantungkan nasib pada orang lain. (b) Kreatif; tembok tebal persaingan bisnis seringkali menjadi penghalang seseorang menuju kesuksesan. Dan kreatifitas adalah salah satu senjata untuk menembusnya. Pribadi yang kreatif seolah tiada kehabisan akal dalam mengarungi kehidupan ini. (c) Bisa belajar dari pengalaman; bagi seorang marketer pengalaman sangat penting dalam mencapai kesuksesan. Kegagalan dan kesusksesan harus dilihat sebagai media pembelajaran. (d) Selalu optimis dan tidak mudah putus asa; Islam mengajarkan pada umatnya untuk tidak pernah putus asa. Optimisme ini akan menghadirkan kesungguhan tekad dalam berusaha. Optimisme juga sebagai pendorong seseorang saat menemui kegagalan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 87 yang artinya sebagai berikut: “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah selain orang-orang kafir. (e) Sabar dan tidak panik ketika mengalami kegagalan; sifat ini bisa dimunculkan dengan percaya kepada Allah Swt dan yakin bahwa Allah adalah pengasih dan penyayang. 50 Etika Pemasaran Prinsip pemasaran berwawasan sosial (societal marketing) yaitu sebuah perusahaan harus sadar dalam mengambil keputusan pemasaran dengan mempertimbangkan keinginan dan kepentingan konsumen, persyaratan perusahaan, dan kepentingan jangka panjang masyarakat. Perusahaan menyadari bahwa pengabdian konsumen dan kepentingan jangka panjang kemasyarakatan, merugikan konsumen dan masyarakat. Setiap perusahaan dan manajer pemasaran harus memahami falsafah tanggung jawab sosial dan tingkah laku etis. Menurut konsep pemasaran kemasyarakatan setiap manajer harus melihat lebih jauh dari sekedar apa yang legal dan diperbolehkan serta mengembangkan standar berdasarkan pada integritas pribadi, kesadaran korporasi, dan kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang.51 Transaksi yang Harus Dihindari Menurut Syariah Islam memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk memiliki, memproduksi, dan mengonsumsi. Setiap individu bebas untuk berjual beli dan menentukan harga dengan berbagai macam nilai nominal, tetapi dengan syarat tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Setiap individu memiliki kebebasan dalam mengembangkan hartanya dengan cara yang baik, tetapi harus meninggalkan praktik perdagangan yang diharamkan. 52 Adapun transaksi yang harus dihindari adalah sebagai berikut: pertama, gharar. Secara istilah gharar berarti mengambil resiko dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau memasuki 50
Ibid., h. 31-32. Hardjanto, Pengantar Bisnis…, h. 43. 52 Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah: Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 34. 51
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 221
kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya. Transaksi ini bisa terjadi dalam beberapa bentuk, yaitu: gharar dalam kuantitas (sistem ini lebih dikenal dengan sistem ijon), gharar dalam kualitas, gharar dalam harga dan gharar dalam waktu penyerahan. Beragam bentuk gharar tersebut dilarang oleh Islam. Salah satu hadits menyebutkan: “Rasulullah melarang jual beli dengan hashah53 dan jual beli gharar” (HR. Muslim). Kedua, mempermainkan harga; persaingan dan kompetisi adalah hal wajar dengan catatan dilakukan secara fair. Islam telah memberi tuntunan bagaimana bersaing secara fair. Salah satunya adalah dalam persoalan menentukan harga. Ketiga, mematikan pedagang kecil; kesejahteraan umat secara keseluruhan adalah tipikal agama Islam sebagai rahmatan lil alamin. Dalam konteks mu’amalah pun Al-Qur’an dengan tegas menjelaskan tentang larangan mematika pedagang kecil. Larangan tersebut dijelaskan dalam surat al-Hasyr ayat 7 sebagai berikut: … Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumnya. 54 Berdasarkan ayat di atas bisa diambil kesimpulan bahwa pemerataan kesejahteraan adalah sesuatu yang harus dilakukan dan dipelihara. Oleh karena itu bisnis besar tidak seharusnya mematikan bisnis kecil. Rasulullah mengajarkan agar memelihara keseimbangan bisnis orang kota (konglomerat) dan bisnis orang desa (pedagang kecil dan kaki lima). Karena itu, Rasulullah melarang menghadang kafilah. Sabda Nabi: “Janganlah kalian hadang kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota jualan buat orang desa” (H.R Muttafaq Alaihi). Keempat, menjual sesuatu yang haram. Menjual barang haram maka hukum jual beli itu adalah haram. Sabda Nabi Saw: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka ia mengharamkan pula harganya” (H.R Ahmad dan Abu Dawud).55 Menjual atau membeli, mentransfer, atau melakukan praktek apapun untuk memudahkan sirkulasi barang haram. Dalam hal ini para perawi telah meriwayatkan dari Jabir secara marfu’:
ان ا هلل تعا يل حر م البيع اخلمر و امليتة و اخلن ير و اال صنا م Sesungguhnya Allah ta’ala telah mengharamkan untuk menjual khamar, bangkai, babi dan patung. 53
Menurut salah satu ulama jual beli hashah adalah jual beli dimana pembeli menggunakan kerikil dalam jual belinya. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual. Kerikil yang mengenai suatu barang, maka barang itu akan dibeli dan ketika itu terjadilah jual beli. Pada http://luqmannomic.wordpress.com/2008/05/22/jual-beliislami/ diakses tanggal 27 Juli 2012. 54 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan ..., h. 916. 55 Muhammad Aziz Hakim, et. all., Dasar dan …, h. 36-44.
222
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
Rasulullah bersabda: “Dan telah diharamkan untuk memperdagangkan khamar (minuman keras)” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Aisyah). Sebagai penegasan hal ini: Nabi Saw telah melaknat khamar, peminum, penuang, penjual, pembeli, penyuling, orang yang minta disulingkan, pembawa, yang dibawakan kepadanya dan yang memakan hasil penjualannya. Penjual atau pedagangnya lebih berbahaya dan lebih jahat dari konsumennya karena kebanyakan mereka menjadi korban kebodohan dalam menghadapi tipu daya para pengedar yang memasang jaring perangkap kepada mereka. Semakin besar bahaya sesuatu semakin keras pula keharamannya dan dosanya, terutama hal yang membahayakan manusia baik terhadap tubuh, akal maupun jiwanya. Termasuk kategori ini adalah makanan dan minuman yang rusak yang telah habis masa berlakunya atau tidak layak menjadi makanan manusia. Barang-barang lainnya yang termasuk diharamkan adalah “barang-barang informatif” yang menjajakan pemikiran yang cemar dan mainan jorok, yang memasarkan seni budaya beracun di film-film, serial televisi, berbagai bentuk nyanyian, dan gambar-gambar visual baik dalam surat kabar, majalah, buku-buku dan media masa lainnya yang dapat dibaca, didengar, atau disaksikan. Semua ini lebih berbahaya dari makanan yang mematikan, minuman yang tercemar dan obatobat bius yang membunuh karena makanan dan minuman yang haram hanya berpengaruh pada jasad sedangkan barang-barang informatif ini berpengaruh pada akal dan jiwa.56 Kelima, melakukan sogok (riswah). Memberikan sejumlah uang dengan maksud memperoleh keuntungan atau kebijakan yang berbeda adalah masuk dalam kategori suap. Allah dengan tegas melarang praktik ini. Sabda Nabi Saw: “Allah melaknat penyuap dan yang menerima suap dalam hukum” (H.R Ahmad, Tirmidzi, dan Ibn Hibban). 57 Keenam, partnership yang Invalid. Semua bentuk pelanggaran terhadap prosedur-prosedur dan atau melakukan syarat yang tidak dihalalkan akan menjadikan partnership (kerja sama) itu menjadi sesuatu yang tidah sah. Islam tidak mengakui bentuk kerjasama yang tidak memiliki liabilitas, yakni sebuah bentuk kerjasama dimana seseorang tidak memberikan kontribusi apapun baik dalam modal, kerja dan manajemen. Seseorang tidak bisa dinyatakan sebagai patner yang sah dalam sebuah bisnis hanya dengan menempatkan namanya demi mendapatkan hak dagang atau lisensi produksi. Mengambil keuntungan dengan hanya menempelkan nama, adalah sebuah tindakan yang tidak bermoral dan tidak sah secara hukum. 58
56
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Press, 2001), h. 289-292. 57 Muhammad Aziz Hakim, et. all., Dasar dan…, h. 44. 58 Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka-Al Kautsar, 2003), h. 142.
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 223
Persaingan Usaha Pengertian Pesaing Apakah persaingan ini baik atau tidak bagi suatu usaha, sangat tergantung kepada kemampuan pengusahanya. 59 Menurut Kasmir pesaing adalah perusahaan yang menghasilkan atau menjual barang atau jasa yang sama atau mirip dengan produk yang kita tawarkan. 60 Ajaran Islam dalam Bersaing Secara Sehat Islam sebagai suatu aturan hidup yang khas telah memberikan aturanaturannya yang rinci untuk menghindarkan munculnya permasalahan akibat praktik persaingan yang tidak sehat. Ajaran berikut dapat dijadikan pijakan dalam melakukan persaingan dalam bisnis, yaitu: (a) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling makan harta sesama kalian secara bathil. (b) Seorang Muslim adalah bersaudara dengan Muslim yang lainnya, tidak menzalimi dan tidak menekannya. (c) Menciptakan suasana sebagai berikut: pebisnis Muslim tidak menghalalkan segala cara, pebisnis Muslim berupaya menghasilkan produk berkualitas dan pelayanan terbaik sesuai dengan syariah, pebisnis Muslim harus memperhatikan hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan akad-akad bisnis, negara harus mampu menjamin terciptanya sistem yang adil dan kondusif dalam persaingan.61 Menyikapi Persaingan Bisnis Sesuai Syariah Sekalipun mendatangkan banyak perdebatan, gagasan perdagangan bebas dan persaingan bebas terus bergulir sebagai akibat bangkitnya kegairahan organisasiorganisasi bisnis dan perdagangan dunia. Faktanya persaingan telah berkembang mengarah pada praktik-praktik persaingan liar yang menghalalkan segala cara. Islam sebagai sebuah aturan hidup yang khas, telah memberikan aturanaturannya yang rinci untuk menghindarkan munculnya permasalahan akibat praktik persaingan yang tidak sehat itu. Minimal ada tiga unsur yang perlu dicermati dalam membahas persaingan bisnis menurut Islam, yaitu: pihak-pihak yang bersaing, cara persaingan, produk atau jasa yang dipersaingkan. Pertama, pihak-pihak yang bersaing. Manusia merupakan pusat pengendali persaingan bisnis. Ia akan menjalankan bisnisnya terkait dengan pandangannya tentang bisnis yang digelutinya. Hal terpenting yang berkaitan dengan faktor manusia adalah segi motivasi dan landasan ketika ia menjalankan praktik bisnisnya, termasuk persaingan yang terjadi di dalamnya. Tugas manusia adalah melakukan usaha untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang sebaik-baiknya. Salah satunya dengan jalan berbisnis ia tidak takut sedikit pun akan kekurangan rezeki atau kehilangan rezeki hanya karena anggapan rezeki itu diambil pesaingnya. 62 Larangan rasa takut akan kekurangan rezeki telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat al-Mulk ayat 5 sebagai berikut:
59
Buchari Alma, Pengantar Bisnis…, h. 107. Kasmir, Kewirausahaan…, h. 258. 61 Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2004), h. 251-252. 62 Widjajakusuma, Menggagas …, h. 92-96. 60
224
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan, hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. 63 Keyakinan bahwa rezeki semata-mata datang dari Allah SWT akan menjadi kekuatan ruhiyah bagi seorang pebisnis Muslim. Keyakinan ini menjadi landasan sikap tawakal yang kokoh dalam berbisnis. Selama berbisnis ia senantiasa sandarkan segala sesuatunya kepada Allah. Manakala bisnisnya memenangkan persaingan ia bersyukur. Sebaliknya, ketika terpuruk dalam persaingan ia bersabar. Intinya, segala keadaan ia hadapi dengan sikap positif tanpa meninggalkan prinsip yang telah Allah perintahkan kepadanya. Kedua, segi cara bersaing. Berbisnis adalah bagian dari muamalah, karenanya bisnis juga tidak lepas dari hukum-hukum yang mengatur masalah muamalah. Karenanya, persaingan bebas yang menghalalkan segala cara merupakan praktik yang harus dihilangkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah Islami. Dalam berbisnis, setiap orang akan berhubungan dengan pihak-pihak lain seperti rekan bisnis dan pesaing. Sebagai hubungan interpersonal, seorang pebisnis Muslim tetap harus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada mitra bisnisnya. Sementara itu negara harus mampu menjamin terciptanya sistem yang kondusif dalam persaingan. Pemerintah tidak diperkenankan memberikan fasilitas khusus kepada seseorang atau sekelompok bisnis. Ketiga, produk (barang dan jasa) yang dipersaingkan. Beberapa keunggulan produk yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing adalah sebagai berikut: (a) Produk usaha bisnis yang dipersaingkan baik barang maupun jasa harus halal. (b) Harga produk harus kompetitif agar persaingan dapat dimenangkan. Dalam hal ini tidak diperkenankan membanting harga dengan tujuan menjatuhkan pesaing. (c) Tempat usaha harus baik, sehat, bersih dan nyaman. Harus juga dihindarkan melengkapi tempat usaha dengan hal-hal yang diharamkan (misalnya gambar porno, minuman keras dan sebagainya) untuk sekedar menarik pembeli. (d) Pelayanan harus diberikan dengan ramah, tetapi tidak boleh dengan cara yang mendekati maksiat. 64 Penutup Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan beberapa poin penting sebagai berikut: pertama, pasar adalah tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Pasar juga dapat diartikan sebagai suatu mekanisme yang terjadi antara pembeli dan penjual atau tempat pertemuan antara kekuatan permintaan dan penawaran. Secara garis besar pasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pasar modern dan pasar tradisional. Pasar modern adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa 63 64
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan..., h. 956. Widjajakusuma, Menggagas …, h. 96-97.
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 225
Pusat Perbelanjaan seperti Mall, Plaza dan Shoping center serta sejenisnya dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif lebih kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti. Sedangkan pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, termasuk kerja sama dengan pihak swasta dan tempat usaha berupa Toko, Kios Los dan Tenda yang dimiliki atau dikelola oleh Pedagang Kecil, Menengah, Swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagang dengan tawar menawar. Kedua, pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan (perdagangan) sebagai pekerjaannya sehari-hari. Pedagang dikelompokkan menjadi dua, yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Pedagang besar adalah pedagang yang membeli dan menjual kembali barang daganganya kepada pengecer, pedagang lain, pemakai industri, pemakai lembaga, dan pemakai komersial, serta tidak menjual dalam volume yang sama kepada pemakai akhir. Sedangkan pedagang eceran adalah suatu lembaga distribusi terakhir yang langsung berhadapan dengan konsumen dalam kegiatan menjual barang-barangnya. Ketiga, etika bisnis Islam adalah suatu prinsip moral yang menilai perilaku manusia itu salah atau benar dalam melakukan suatu usaha (bisnis) untuk mengharmonisasikan hubungan sesama manusia, dan meminimalkan penyimpangan yang disesuaikan dengan aturan-aturan agama Islam. Keempat, pemasaran syariah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stake holdersnya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam. Transaksi yang harus dihindari dalam pemasaran menurut syariah antara lain: gharar, mempermainkan harga, mematikan pedagang kecil, menjual sesuatu yang haram, melakukan sogok (riswah), dan patnership yang invalid. Kelima, terkait persaingan bisnis, menurut Islam berbisnis adalah bagian dari muamalah, karenanya bisnis juga tidak lepas dari hukum-hukum yang mengatur masalah muamalah. Karenanya, persaingan bebas yang menghalalkan segala cara merupakan praktik yang harus dihilangkan karena bertentangan dengan prinsipprinsip muamalah Islami.
226
AHKAM, Volume 1, Nomor 2, Nopember 2013: 209-227
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Pustaka-Al Kautsar, 2003. Al-Alwani, Taha Jabir, Bisnis Islam, Yogyakarta: AK Group, 2005. Alma, Buchari, Ajaran Islam dalam Bisnis, Bandung: CV Alfabeta, 1993. Alma, Buchari,, Pengantar Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2006. Anonim. Beberapa Definisi Bisnis Menurup Para Ahli. Pada http://www.slideshare.net/djhony/beberapa-definisi-bisnis-menurut-para-ahli yang diakses pada tanggal 27 Mei 2012. Anoraga, Pandji, Pengantar Bisnis: Pengelolaan isnis dalam Era Globalisasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Badroen, Faisal. dkk, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Kencana, 2006. Beekum, Rafik Issa, Etika Bisnis Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, 2000. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah Press,1992. Fauroni, Muhammad R. Lukman, Visi Al-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002. Hakim, Muhammad Aziz, et. all., Dasar dan Strategi Pemasaran Syariah, Jakarta: Reinasa, 2005. Hardjanto, Amirulloh Imam, Pengantar Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005. Izzan, Ahmad dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah: Ayat-ayat AlQur’an yang Berdimensi Ekonomi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Kasmir, Kewirausahaan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998. Kristanto, R. Heru H.C., Kewirausahaan (Entrepreneurship) Manajemen, dan Praktik, Jakarta: Graha Ilmu, 2009.
Pendekatan
Muhammad, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2004. Muslich, Etika Bisnis Pendekatan Substantif dan Fungsional, Yogyakarta: Ekonosia, 1998. Nitisemito, Alex S., Marketing, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 6 tahun 2010 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tadisional dan Penataan Serta Pengendalian Pasar Modern.
Faridatul Fitriyah, Persaingan dalam Perdagangan... 227
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Jakarta: Djambatan, 1999. Qardhawi, Yusuf, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Robbani Press, 2001. Rudito, Bambang dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, Bandung: Rekayasa Sains,2007. Solihin, Ismail, Pengantar Bisnis Pengenalan Praktis dan Studi Kasus, Jakarta: Kencana, 2006. Sukirno, Sadono, Pengantar Bisnis, Jakarta: Kencana.2006. Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2010. Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Jakarta: Salemba Empat, 2003.
Sukses,
Wibowo, Hendro, Etika Bisnis dalam Islam, dalam http://hndwibowo.blogspot.com/2008/06/etika-bisnis-dalam-islam.html diakses tanggal 10 April 2012. Yusanto, Muhammad Ismail dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.