PERNYATAAN PERSETUJUAN
Laporan Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSCELETAL DISORDERS PADA WELDER DI BAGIAN FABRIKASI PT. CATERPILLAR INDONESIA TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 20 Desember 2010
Mengetahui,
Iting Shofwati, ST, M.KKK Pembimbing Skripsi I
Minsarnawati, SKM, MKM Pembimbing Skripsi II
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 20 Desember 2010
Penguji I,
Iting Shofwati, ST, MKKK
Penguji II,
Catur Rosidati, SKM, MKM
Penguji III,
dr. Ali Nurrahman, MKKK
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Tempat, tanggal lahir Jenis kelamin Alamat Agama Status Pernikahan Nomor Handphone Email
: Muhamad Taufik Zulfiqor : Jakarta, 16 Agustus 1988 : Laki-laki : Jl. Narogong Molek 6 Blok F/64 No. 02 RT.02/RW.019, Kel.Kp.Pengasinan, Kec.Rawa Lumbu, Bekasi Timur. 17115 : Islam : Akan menikah : +62(21) 9922 5968 :
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 2006-2010 S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2003-2006 SMA Negeri 3 Bekasi 2000-2003 SLTP Negeri 16 Bekasi 1994-2000 SD Negeri Margahayu I Kp.Pengasinan, Bekasi Timur PENGALAMAN MAGANG Februari – Maret 2010 PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk Strategic Bussines Unit Daerah Wilayah I, Divisi Keselamatan Kerja dan Lingkungan. PENGALAMAN ORGANISASI 2010-2011 Staff Administrasi Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tangerang Selatan 2009-2010 Staf Ahli Departemen Litbang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat. 2009-2010 Koordinator Lembaga Semi Otonom (LSO) Fund Rising Komisariat Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan (KOMFAKKES) PMII 2008-2009 Koordinator Departemen Kaderisasi Komisariat Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan (KOMFAKKES) PMII 2008-2009 Ketua Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I & II Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang 2008-2009
2008-2010
Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Mahasiswa (DPW PPM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ketua Marawis Al-Farizi Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM J) Kesehatan Masyarakat
iii
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan pertolongan kepada para hambanya. Dan dengan memohon kepada Alloh SWT semoga memberikan tambahan rahmat dan Islam kepada orang yang termulya dari kesekian hambanya, yaitu makhluq-Nya yang paling mulia, Muhammad Saw. Laporan ini merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang dilakukan di PT. Caterpillar Indonesia selama 1 bulan. Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang tidak dapat tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan Alloh SWT selalu melimpahkan pertolongan dan ridlaNya sehingga dapat menjadi manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya. Sebagai akhir kata, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur memberikan ucapan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada: 1. Keluargaku tercinta, Bapak dan Mama yang selalu memberikan nasihat dan semangat agar selalu menjadi orang yang mengamalkan ilmunya. Serta Kakakku Yuli, yang telah berkenan meminjamkan laptopnya untuk menyelesaikan skripisi ini. 2. Guruku, KH. Drs. Misbahul Anam, At Tijanny yang merupakan sumber inspirasi dan telah banyak memberikan nasihat hingga saat ini. 3. Prof. Dr (Hc). dr. MK. Tadjudin, SP.And selaku Dekan, yang telah banyak memfasilitasi selama kegiatan menuntu ilmu. 4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah membuka jalan pengetahuan Kesehatan Masyarakat yang luas. 5. Bunda Iting Shofwati ST, M.KKK selaku pembimbing yang secara tulus dan penuh kesabaran menyalakan pelita di gelapnya dunia. 6. Bunda Minsarnawati, SKM, MKM yang telah memberikan coretan ilmu dan kasih sayang selama penyusun skripsi ini. 7. Bunda Catur Rosidati, SKM, MKM, selalu menyediakan waktunya untuk sharing selama penulisan skripsi ini. iv
8. dr. Ali Nurrahman, M.KKK selaku penguji yang telah memberikan banyak saran terhadap skipsi ini. 9. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu administrasi. 10. Ibu Tari selaku General Manager PT. Caterpillar Indonesia yang secara terbuka menerima penulis untuk melakukan kegiatan penelitian skripsi. 11. Bapak Yogi Daryoto, ST yang telah banyak membantu penlitian dan memotivasi penulis untuk terus belajar. 12. Bapak Moch. Iswantara, Bapak Rudi dan Bapak Budi yang selalu membimbing di lapangan dan memberikan masukan-masukan bermanfaat serta motivasi dalam memaknai hidup ini. 13. Kawan-kawan di Istana Kertamukti; Kang Surma Adnan, Mas Fajar Iqbal, Mas Ahmad Dharif, Mas Purwanto, Aa Iwang, Bang Masda Hilmi, Kakak Rizwan dan Kakak Bagol. 14. Segenap Insan Pergerakan dan Sahabat-sahabat PMII Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas semangatmu dan selalu ‘Yakin Usaha Sampai’. 15. Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat 3G FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga keberkahan selalu menyertai langkah kita. 16. Khushushon ilaa Jam’iyyat el quusn, Blows Band Marawis and The Crazy Wheels of zero sixs (Aditya Pratama & Prayudi, Ahmad Fauzi, Defriyan, Dian Rawar, Dauly, Halsariki, Lutfi Fauji, Nouval, Ali Imron, Zaenal Arifin, Yunus, Musthafa Iban, Said Muchsin, Trimunggara). Selalu bergerak dalam kreatifitas..! 17. Dan Łẳkh, makasih yaa,,, Ucapan terimakasih ini tidak diberikan kepada penghambat kreatifitas dan kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan kemurnian dan ketulusan hati untuk berkarya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memperluas wisata ilmu, khusunya di dunia Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta, 20 Desember 2010
Penulis v
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2010 Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculosceletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 viii + 114 Halaman, 22 Tabel, 10 Gambar, 2 Skema, 1 Grafik, Lampiran ABSTRAK Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Hasil studi pendahuluan diperoleh 80% pekerja (10 welder) merasakan keluhan MSDs, 40% pekerja mengeluh pada bagian pinggang, 20% pada lengan kanan, betis kanan dan leher bawah, 20% keluhan pada lengan kanan dan pinggang saja. Penelitian ini dilakukan di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada Juni-Desember 2010. Sampel penelitian sebanyak 75 orang menggunakan desain cross sectional study. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dan Kruskall Wallis. Variabel yang diteliti adalah risiko pekerjaan, usia, masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani. Hasil penelitian didapatkan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang (77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7 orang (9,3%). Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko pekerjaan (p value = 0,000), masa kerja (p value = 0,002), kebiasaan merokok (p value = 0,044) dan kesegaran jasmani (p value = 0,000). Sedangkan yang tidak berhubungan adalah usia (p value = 0,116) dan indeks masa tubuh (p value = 0,941). Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot tubuh, melakukan senam pagi setiap hari dan menggunakan back support untuk meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan rotasi pekerjaan untuk menghindari stress pada otot tubuh akibat pekerjaan yang menetap, melakukan pengawasan terhadap kegiatan senam pagi dan melakukan program quit smoking untuk mengendalikan kebiasaan merokok pekerja. Daftar Bacaan : 48 (1987 - 2009) Kata Kunci : Keluhan MSDs, Welder, Risiko pekerjaan, Kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, Masa kerja
vi
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH CONCENTRATION SAFETY AND HEALTH WORK Thesis, December 2010 Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341 Factors Associated to Welders of Musculosceletal Disorders Complaints in Fabrication Division at PT. Caterpillar Indonesia Year 2010 viii + 114 Pages, 22 Tables, 10 Pictures, 2 Skemes, 1 Grafic, 6 Attachments ABSTRACT Musculoskeletal disorders (MSDs) is a pain on the parts of muscle sceletal when that pain starting from a very mild complaint until the very sick. Preliminary study had been showed that 80% of workers (10 welders) symptoms of MSDs, 40% of workers felt on waist, 20% felt on right arm, right leg and under neck, 20% of pain felt on right arm and waist. This researched was conducted in the Fabrication of PT. Caterpillar Indonesia on June until December 2010 with 75 samples and using a cross sectional study design. The statistical test had been used chi square and Kruskall Wallis. Variables studied an occupational risk, age, periode of employment, body mass index, smoking habits and physical fitness. The results showed a mild level of MSDs complaints were 58 peoples (77.3%) and complaints of heavy MSDS number of 7 persons (9.3%). Statistical analysis showed an association between MSDs complaints with occupational risk (p value = 0.000), periode of employment (p value = 0.002), smoking habits (p value = 0.044) and physical fitness (p value = 0.000). While that is not related to age (p value = 0.116) and body mass index (p value = 0.941). To reduce the MSDs complaints suggested to take a rest while begin to feel stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day and use a back support and company can do the job rotation to avoid stress on the muscles of the body due to permanent jobs, would be monitoring stretching activities and conducting a quit smoking program. Reading list : 48 (1987 - 2009) Keywords
: MSDs complaints, welder, Occupational risk, Periode of employment, Smoking habits, Physical fitness
vii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iii KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv ABSTRAK .................................................................................................................. vi DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xv DAFTAR SKEMA ..................................................................................................... xvi DAFTAR GRAFIK ................................................................................................... xvii DAFTAR ISTILAH ................................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xx BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 6 1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 7 1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8 1.4.1. Tujuan Umum ............................................................................... 8 1.4.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 8 1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9 1.5.1. Bagi Perusahaan ............................................................................ 9 1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat .................................. 10 1.5.3. Bagi Peneliti .................................................................................. 10 1.6. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ...................................................... 12 2.1.1. Jenis-Jenis MSDs ........................................................................ 13 2.1.2. Gejala MSDs................................................................................ 14
viii
2.1.3. Faktor-Faktor Penyebab MSDs .................................................. 16 2.1.4. Pengendalian MSDs ................................................................... 29 2.1.5. Metode Penilaian Risiko MSDs .................................................. 30 2.2. Kerangka Teori ...................................................................................... 38 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep .................................................................................. 40 3.2. Definisi Operasional .............................................................................. 42 3.3. Hipotesis ................................................................................................ 44 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ................................................................................... 45 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 45 4.3. Populasi dan Sampel ............................................................................. 45 4.4. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ....................................... 46 4.4.1. Variabel Keluhan MSDs .............................................................. 46 4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan ........................................................... 47 4.4.3. Variabel Usia ............................................................................... 52 4.4.4. Variabel Kesegaran Jasmani ........................................................ 52 4.4.5. Variabel Kebiasaan Merokok ...................................................... 52 4.4.6. Variabel Lama Kerja ................................................................... 53 4.4.7. Variabel Indeks Masa Tubuh ....................................................... 53 4.5. Pengolahan Data .................................................................................... 53 4.5.1. Menyunting Data (Editing) .......................................................... 53 4.5.2. Mengkode data (Coding) ............................................................. 54 4.5.3. Memasukkan data (Entry) ........................................................... 54 4.5.4. Membersihkan data (Cleaning) ................................................... 54 4.6. Analisis Data ......................................................................................... 54 4.6.1. Analisis Univariat ....................................................................... 54 4.6.2. Analisis Bivariat ......................................................................... 55
ix
BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum PT. Caterpillar Indonesia .......................................... 56 5.1.1. Sejarah dan Lokasi PT. Caterpillar Indonesia ............................. 56 5.1.2. Visi dan Misi PT. Caterpillar Indonesia ...................................... 56 5.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Caterpillar Indonesia ...................................................................................... 57 5.1.4. Gambaran Bagian Produksi PT. Caterpillar Indonesia ................ 59 5.2. Analisis Univariat................................................................................... 60 5.2.1. Gambaran Keluhan MSDs Pekerja di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia.................................................................... 60 5.2.2. Gambaran Risiko Pekerjaan di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ............................................... 62 5.2.3. Gambaran Usia dan Masa kerja pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ......................... 62 5.2.4. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia 2010 .................................... 63 5.2.5. Gambaran Kebiasaan Merokok pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ......................... 64 5.2.6. Gambaran Kesegaran Jasmani pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ......................... 65 5.3. Analisis Bivariat ..................................................................................... 65 5.3.1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia ........ 65 5.3.2. Hubungan antara Usia Pekerja dengan Keluhan MSDs pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ............................................................................................. 66 5.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ............................................................................................. 67
x
5.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 .................................................................................. 68 5.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ................................................................. 69 5.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 .................................................................................. 70 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 71 6.2. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs .. 71 6.2.1. Keluhan Musculosceletal Disorders ............................................ 71 6.2.2. Risiko Pekerjaan ......................................................................... 75 6.2.3. Usia Pekerja ................................................................................ 76 6.2.4. Masa Kerja .................................................................................. 77 6.2.5. Indeks Masa Kerja ...................................................................... 77 6.2.6. Kebiasaaan Merokok .................................................................. 77 6.2.7. Kesegaran Jasmani ..................................................................... 78 6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs .. 78 6.3.1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs ....... 78 6.3.2. Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs ........................... 82 6.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs ................ 84 6.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs ... 86 6.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs ........................................................................................... 87 6.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs .... 90 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan ............................................................................................ 94 7.2. Saran .................................................................................................. 94
xi
7.2.1. Bagi Pekerja ................................................................................. 94 7.2.2. Bagi Perusahaan ......................................................................... 95 7.2.3. Peneliti Selanjutnya ..................................................................... 95 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1.
Grand Score RULA ................................................................................. 32
Tabel 2.2.
Tabulasi penilaian pada punggung ......................................................... 37
Tabel 2.3.
Ketegori Nilai Paparan pada Bagian Tubuh ........................................... 38
Tabel 2.4.
Kategori Tingkat Paparan & Tindakan .................................................. 38
Tabel 3.1.
Definisi Operasional ................................................................................ 42
Tabel 4.1.
Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh .......................... 48
Tabel 4.2.
Contoh Perhitungan pada Lembar QEC .................................................. 51
Tabel 4.3.
Kategori Paparan Total dan Level Tindakan .......................................... 51
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Keluhan MSDs ........ 60
Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 62
Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia dan Masa Kerja di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 63
Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 63
Tabel 5.5.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 64
Tabel 5.6.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 65
Tabel 5.7.
Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 ......................................................................................................... 66
Tabel 5.8.
Analisis Hubungan antara Usia Pekerja dengan Keluhan MSDs Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 ... 67
Tabel 5.9.
Analisis Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 ... 67
xiii
Tabel 5.10. Analisis Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 ......................................................................................................... 68 Tabel 5.11. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs Pada Resonden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Berdasarkan pada tahun 2010 ................................................................. 69 Tabel 5.12. Analisis Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Berdasarkan tahun 2010 .......................................................................... 70
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. The Trauma Bucket ................................................................................ 13 Gambar 2.2. Nordic Body Map .................................................................................... 16 Gambar 2.3. Postur Tubuh Janggal .............................................................................. 17 Gambar 2.4. Posisi Tubuh yang Akan diukur .............................................................. 18 Gambar 2.5. Senam 4-Before ....................................................................................... 25 Gambar 2.6. Proses Penilaian RULA .......................................................................... 31 Gambar 6.1. Postur Kerja yang Tidak Ergonomis ...................................................... 73 Gambar 6.2. Meja Kerja yang Digunakan di PT. Caterpillar Indonesia ..................... 75 Gambar 6.3. Penggunaan Alat Kerja yang Beratnya mencapai 15 kg ........................ 81 Gambar 6.4. Back Support .......................................................................................... 82 Gambar 6.5. Kegiatan Senam Pagi di PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ............ 92
xv
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1. Kerangka Teori ....................................................................................... 39 Skema 3.1. Kerangka Konsep ................................................................................... 41
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1. Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Responden Berdasarkan .............. 61
xvii
DAFTAR ISTILAH HEX
= Alat berat jenis Hydraulic excavator yang terdiri dari Swing Frame, Base frame, Boom, Stick dan Link as.
SWS
= Sheet Work System merupakan lembar aturan kerja yang ada di Fabrikasi
TTT
= Alat berat jenis traktor yang terdir dari C frame, Blade dan Canopy.
WTD
= Workshop yang hanya mengerjakan bagian HEX & TTT yang berukuran besar seperti Grapples dan Log forks tipe D10 dan D11.
Welder = Orang yang melakukan pengelasan di bagian Fabrikasi A1
= posisi punggung saat netral (< 200).
A2
= posisi punggung saat gerakan fleksi, putaran atau bengkok ( 200-600).
A3
= posisi punggung saat fleksi, putaran atau bengkok (> 600).
B1
= pekerjaan yang dilakukan dengan keadaan tidak statis (manual handling).
B2
= pekerjaan yang dilakukan dengan keadaan statis.
B3
= intensitas jarang saat melakukan pekerjaan manual handling.
B4
= intensitas sering saat melakukan pekerjaan manual handling.
B5
= intensitas sangat sering saat melakukan pekerjaan manual handling.
C1
= posisi lengan berada pada atau di bawah pinggang.
C2
= posisi lengan pada ketinggian dada.
C3
= posisi lengan berada pada atau lebih di atas bahu.
D1
= intensitas lengan jarang bergerak.
D2
= intensitas lengan sering bergerak.
D3
= intensitas lengan sangat sering bergerak.
E1
= posisi pergelangan tangan saat posisi netral (lurus dengan tangan).
E2
= posisi pergelangan tangan saat menyimpang atau bengkok ≥ 450.
F1
= intensitas jarang ada gerak berulang pada pergelangan tangan.
F2
= intensitas sering ada gerak berulang pada pergelangan tangan.
F3
= intensitas sangat sering ada gerak berulang pada pergelangan tangan.
G1
= tidak ada posisi gerak leher fleksi, ekstensi > 200 ataupun gerak berputar.
G2
= leher jarang melakukan gerak fleksi, ekstensi >200 ataupun gerak berputar.
G3
= leher sering melakukan gerak fleksi, ekstensi >200 ataupun gerak berputar.
xviii
H1
= berat beban yang dibawa pekerja sebesar ≤ 5 kg.
H2
= berat beban yang dibawa pekerja sebesar 6-10 kg.
H3
= berat beban yang dibawa pekerja sebesar 11-20 kg.
H4
= berat beban yang dibawa pekerja sebesar ≥21 kg.
J1
= pekerja menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu <2 jam.
J2
= pekerja menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu 2-4 jam.
J3
= pekerja menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu > 4 jam.
K1
= berat benda yang dipegang dengan satu tangan sebesar < 1kg.
K2
= berat benda yang dipegang dengan satu tangan sebesar 2-4 kg.
K3
= berat benda yang dipegang dengan satu tangan sebesar > 4kg.
xix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat pernyataan telah melakukan penelitian Lampiran 1 Kuesioner penelitian Lampiran 2 Daftar isian nordic body map Lampiran 3 Gambar nordic body map Lampiran 4 Lembar pertanyaan quick expossure check Lampiran 5 Lembar tabulasi penilaian quick expossure check Lampiran 6 Output analisis data
xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993). Musculoskeletal disorders termasuk dari pembengkakan dan dampak degenarif kondisi otot, tendon, ligament, sendi pembuluh perifer dan pembuluh darah. Bagian utama tubuh yang terlibat adalah punggung, leher, bahu, lengan bawah dan tangan (extrimitas bagian atas), meskipun bagian extrimitas bawah perlu juga mendapatkan perhatian lebih. Kejadian MSDs terdapat pada banyak negara, yang berdampak pada pengeluaran biaya pengobatan dan juga penurunan kualitas hidup. Pada banyak negara, kejadian tersebut banyak terkait oleh penyakit akibat kerja. Di Amerika Serikat, Kanada, Finlandia, Swedia dan Inggris, MSDs telah banyak menyebabkan tingginya tingkat ketidak-hadiran bekerja. MSDs tentunya lebih banyak terjadi pada sektor industri. Risiko tinggi juga terjadi pada sektor fasilitas perawat, transportasi udara, pertambangan, proses pembuatan makanan, penyamakan kulit dan sektor pembuatan/manufaktur seperti alat berat, kendaraan, perabot, alat rumah tangga, elektronik, tekstil, pakaian, dan sepatu (Susan Stock et.al. 2005).
1
2 Dalam Media Relations Officer ILO Jakarta, 2007 menyebutkan : Berdasarkan penelitian yang dilakukan ILO (Organisasi Perburuhan Internasional), sekitar 2,2 juta jiwa per tahun di seluruh belahan dunia kehilangan nyawa akibat kecelakaan ataupun penyakit yang terkait dengan pekerjaan atau rata-rata setiap hari 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik. Akibat pekerjaan juga setiap tahun sebanyak 270 juta jiwa lainnya menderita luka parah dan 160 juta lainnya mengalami penyakit jangka panjang atau pendek. Pada faktanya, Europan communities (2008) telah memperkirakan sekitar 40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang telah menderita MSDs setiap tahun. Berdasarkan hasil survey sebelumnya oleh lembaga de santé publique de Montréal pada tahun 2005 didapatkan data bahwa cidera musculoskeletal disorders (MSDs) menyebabkan kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21% pada perusahaan manufacture (Installation, maintenance, and repair occupations) dan sektor pelayanan jasa, mayoritas yang menerima pajanan ini adalah operator ataupun pekerja kasar (dalam Susan Stock et al, 2005). Lain halnya dengan European Foundation for the Improvement of Living and Working yang melakukan survei pada 235 juta pekerja di 31 negara Eropa pada tahun 2007, memperoleh 25% mengalami nyeri punggung dan 23% nya nyeri otot, hal tersebut karena diakibatkan menderita MSDs. Di Negara Amerika Serikat sendiri yang merupakan negara maju dalam industri manufaktur telah mencatat bahwa WMSDs (work related musculoskeletal disorders) menjadi penyebab utama penyakit akibat kerja dan kehilangan 846.000 hari kerja setiap tahun dengan total biaya pengobatan yang dikeluarkan mencapai $20 milliar sampai $43 milliar (National Academy of Sciences dalam Humantech, 2003).
3 Berdasarkan hasil survey Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1.5%) (Depkes RI, 2005). Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal sesudah bekerja (dalam Mega Octarisya, 2009). Banyak studi mengenai faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs pada pekerjaan pengelasan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk (jongkok, berlutut dan over head), berat alat yang tidak standar, posisi leher dan bahu statis dengan mendongak ke atas (Humantech 2003). Fakta mengenai risiko yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan, menurut Grandjen (1993) adalah sikap kerja yang tidak alamiah pada umumnya akan menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Sedangkan untuk faktor pekerja itu sendiri, berdasarkan penelitian dari Guo et al. (dalam Bridger, 1995) dikatakan bahwa pada umur 35 tahun, merupakan episode pertama seseorang akan mengalami nyeri punggung, hal tersebut dapat dikarenakan pada usia di atas 35 tahun terjadi proses degenerasi dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berkurangnya stabilitas otot dan
4 sendi. Semakin bertambah usia seseorang, semakin tinggi risiko terjadinya penurunan elastisitas tulang. Dalam mengatasi masalah elastisitas persendian, Humantech (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang tidak pernah melakukan senam ataupun olahraga secara rutin akan menyebabkan otot menjadi tidak fleksibel/kehilangan elastisitasnya sehingga berakibat keluhan MSDs. Sedangkan peningkatan keluhan MSDs itu sendiri juga dipengaruhi oleh umur dan masa kerja, Ohlsson et al. (1989) melaporkan bahwa derajat keluhan MSDs meningkat secara signifikan seiring dengan bertambahnya masa kerja. Berdasarkan hasil penelitian Juniani dkk, diketahui bahwa ketika melakukan aktifitas pengelasan dengan bebas, pekerja yang sering merasakan kaku pada bahu pada sebanyak 66%, sebanyak 69% pekerja merasa sakit atau nyeri pada leher, 52% nafas pekerja merasa tertekan pada saat melakukan pengelasan dan 77% merasakan nyeri pada bagian punggung. Hasil penelitian Ansyari (2007) pada pekerja pembungkus dodol, menyimpulkan bahwa: 1) Dari fasilitas kerja yang tidak ergonomis tersebut banyak ditemui keluhan pada pekerja setelah selesai bekerja yaitu 100% pekerja merasakan keluhan sangat sakit pada bahu, leher, punggung, pinggang, bokong, lutut, betis, kaki, dan lengan. 100% tidak merasakan sakit pada siku dan lengan. 2) Setelah dilakukan fasilitas terjadi penurunan keluhan 70% pekerja merasakan keluhan agak sakit dan 30% nya merasakan sakit pada leher, bahu, lengan, punggung, pinggang, bokong, 80% pekerja merasakan keluhan agak sakit dan 20% sakit pada lengan, pergelangan tangan, paha, pantat, lutut, betis dan kaki. 3)
5 Setelah dilakukan penerapan fasilitas kerja yang sesuai dengan antropometri pekerja terjadi peningkatan produktivitas sebesar 15% -22%. Hasil penelitian Hendra dan Suwandi (2008), diketahui bahwa pekerjaan pemanenan kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai skor REBA antara 8–10 atau risiko tinggi yang memerlukan tindakan perbaikan segera. Keluhan MSDs terbanyak dialami pada bagian leher dan punggung bawah, yaitu masing-masing sebanyak 98 responden. Sedangkan keluhan paling sedikit adalah pada bagian pantat/bokong. Varibel yang secara signifikan berhubungan dengan keluhan MSDs adalah jenis pekerjaan, umur, dan lama kerja. PT. Caterpillar Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur pembuatan alat berat dengan terdiri dari proses fabrikasi dan perakitan/assembling. Perakitan terdiri dari proses penyatuan komponenkomponen yang dibuat di PT. Caterpillar ataupun barang import. Sedangkan bagian Fabrikasi merupakan proses awal pembuatan komponen untuk unit hydraulic excavator (HEX), Track Type Tracktor (TTT) serta Work Tool (WTD). Komponen yang dibuat untuk unit jenis HEX adalah swing frame, base frame, boom, stick dan link as. Untuk unit jenis TTT yang dikerjakan di fabrikasi antara lain C-frame, blade, canopy sedangkan Work tool mengerjakan blade untuk jenis D10 dan D11, bucket tipe 992 serta tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan yang diminta. Selain itu, work tool juga menyediakan peralatan untuk kegiatan kehutanan seperti grapples dan log forks. Bahan untuk pembuatan komponen tersebut berasal dari besi dengan kualitas tinggi, kemudian besi-besi tersebut dibentuk menjadi komponen-komponen dengan teknik pengelasan. Teknik
6 pengelasan yang ada terbagi menjadi dua jenis yaitu tack weld (pengelasan titik) dan full weld (pengelasan panjang) dengan posisi pengelasan yang berbeda-beda, sehingga hal tersebut menyumbangkan beberapa variasi bahaya termasuk risiko MSDs. Adapun jumlah pekerja di Fabrikasi yang melakukan proses pengelasan adalah sejumlah 75 orang. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2010 terhadap 10 pekerja bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map, diketahui bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan MSDs setelah bekerja. Sebanyak dua orang (20%) merasakan keluhan pada bagian pinggang, lengan kanan, betis kanan dan kiri serta leher bawah, sebanyak satu orang (10%) merasakan keluhan nyeri dan pegal-pegal pada pinggang, lengan kanan, betis kanan dan kiri, sejumlah satu orang (10%) merasakan keluhan pada pinggang dan lengan kanan, serta sebanyak empat orang (40%) merasakan keluhan hanya pada pinggang saja. Selain itu belum ada penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang terkait dengan keluhan MSDs di PT. Caterpillar Indonesia, maka peniliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010” 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2010 terhadap 10 pekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, seluruhnya
7 merasakan adanya gejala MSDs seperti nyeri ataupun pegal-pegal setelah bekerja. Gangguan MSDs pada pekerja dapat mempengaruhi penurunan performance kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam pekerjaan, penurunan kewaspadaan, gangguan dalam kehidupan keluarga, dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Juga belum pernah ada penelitian terkait dengan faktorfaktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di PT. Caterpilllar Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia pekerja, masa kerja, kebiasaan merokok, indeks masa tubuh dan kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs di PT. Caterpilllar Indonesia. 1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010? 2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010? 3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, masa kerja, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010? 4. Apakah ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010? 5. Apakah ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?
8 6. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010? 7. Apakah ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010? 8. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010? 9. Apakah ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculoskeletal disorder (MSDs) pada pekerja bagian Fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 3. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, Masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
9 4. Diketahuinya hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 5. Diketahuinya hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 6. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 7. Diketahuinya hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 8. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 9. Diketahuinya hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Perusahaan 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan MSDs pada pekerja di PT. Caterpillar Indonesia sehingga program-program K3 perusahaan terkait ergonomi dapat lebih dioptimalkan untuk mencapai keberhasilan.
10 2. Perusahaan dapat melakukan pertimbangan/koreksi/update terhadap potensi MSDs yang ada di lingkungan kerja. 1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 1. Diperoleh ilmu/metode baru dalam pengukuran risiko ergonomi pada pekerjaan. 2. Hasil penelitian dapat dijadikan gambaran agar keilmuan K3 yang akan diajarkan di kampus nantinya dapat lebih mendekati kondisi di lingkungan kerja. 3. Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain. 1.5.3. Bagi Peneliti 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan meneliti terkait ergonomi. 2. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait risiko ergonomi yang telah didapat di perkuliahan pada tempat kerja yang sesungguhnya. 3. Meningkatkan
kemampuan
penulis
khususnya
dalam
proses
identifikasi bahaya ergonomi di lingkungan kerja. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa Program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin mengetahui gambaran keluhan MSDs dan faktor-faktor yang berhubungan berupa
11 faktor pekejaan dan faktor pekerja (usia, Masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani). Penelitian dilakukan pada bulan JuniDesember 2010 di PT. Caterpillar Indonesia bagian Fabrikasi, JL. Raya Narogong KM.19, Cileungsi, Bogor 16820. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja las/welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 75 responden. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung keluhan MSDs dengan nordic body map dan pengukuran risiko pada faktor pekerjaan dengan menggunakan lembar quick expossure check (QEC) serta data karakteristik pekerja dengan menggunakan kuesioner, timbangan berat badan dan microtoa. Data-data tersebut dianalisis secara univariat untuk memperoleh frekuensi jumlah dan persentase, sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan independen dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi square dan uji Kruskall wallis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Musculoskelatal Disorders (MSDs) MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan seperti otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan atapun pembuluh darah. Rasa sakit yang akibat MSDs dapat digambarkan seperti kaku, tidak fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem Musculoskeletal (Humantech, 2003). MSDs dapat dilihat dengan menganalogikan pada sebuah ember. Trauma kecil yang diterima dari pekerjaan oleh tubuh “Trauma Bucket”. Kebetulan, tubuh dapat menyembuhkan MSDs dengan sendirinya akan tetapi dibutuhkan waktu tertentu, sehingga kemampuan tubuh untuk menyembuhkan sendiri diibaratkan seperti “Valve Healing”. Akan tetapi jika terlalu banyak dan sering trauma yang didapatkan oleh tubuh manusia dengan kemampuannya yang terbatas, justru akan memicu MSDs. Adapun gambar tersebut dapat dilihat berikut ini :
12
13 Gambar 2.1. The Trauma Bucket Theory
Sumber : Applied Ergonomics Training Manual , Humantech 2003 Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Menurut Katharine et al. [2005], Cummulative Trauma Disorders (CTD) atau biasa juga disebut MSDs adalah nyeri muskuloskeletal yang tetap dan selalu muncul akibat trauma setelah 6 (enam) minggu dengan tingkat keluhan „mild’, „moderate’ and „severe discomfort’. Standar ergonomi OSHA mengatakan bahwa “work-related muskuloskeletal disorder” termasuk CTD disebabkan atau diperberat oleh faktor risiko yang ada di tempat kerja, termasuk tanda atau gejala yang menetap setidaknya selama 7 hari, atau secara klinis didiagnosis work-related muskuloskeletal disorder. 2.1.1. Jenis-Jenis MSDs Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan di hentikan.
14 2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 1520% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma‟mur,1996). Adapun tiga jenis utama dari MDS tipe extrimitas atas adalah : 1. Tendon disorders (Tendinitis, Tenosynovitis, DeQuervain‟s disease, Ganglion Cyst, Epicondylitis) 2. Nerve disorders & Neuro vascular disorders (carpal tunnel syndrome, cubital tunnel syndrome, thoracic outlet syndrome, H-A Vibration) 3. Back disorders 2.1.2. Gejala MSDs Menurut Suma‟mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah: 1. Leher dan punggung terasa kaku. 2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.
15 3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk. 4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku. 5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai bengkak. 6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat. 7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta kehilangan kepekaan. 8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa panas. Untuk memperoleh gambaran gejala MSDs dapat menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisa peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas yang tinggi (Kuorinka et al, 1997). Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi. Berntuk lain dari checklist ergonomi adalah checklist International Labour Organizatation (ILO). Namun kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesioner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan/tangan,
16 pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki (Kroemer, 2001). Adapun gambarnya sebagai berikut: Gambar 2.2. Nordic Body Map
Sumber : Ketut Tirtayasa, et al. 2003. 2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keluhan MSDs Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor psikososial (Susan Stock, et al, 2005).
17 1. Faktor Pekerjaan a. Postur Kerja Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya
karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan
kemampuan pekerja (Grandjen, 1993). Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan Raharjo (2008), diperoleh bahwa skor risiko (REBA) pada pekerjaan pemuatan kelapa sawit ke dalam truk sebesar 8-10/high risk, dan 83,7% dari 117 pekerja merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah. Adapun postur-postur janggal adalah sebagai berikut : Gambar 2.3. Postur Tubuh Janggal
Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)
b. Frekuensi Frekuensi yang terlampau sering akan mendorong fatigue dan ketegangan otot tendon. Ketegangan otot tendon dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk
18 peregangan otot. Dampak gerakan berulang akan meningkat bila gerakan tersebut dilakukan dengan postur janggal dan beban yang berat. Berdasarkan studi yang dilakukan European Campaign On Musculoskeletal Disorders pada tahun 2008 terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa, melaporkan 62% telah terpapar MSDs pada tangan akibat adanya gerak repetitive/berulang dan 46% dilaporkan akibat posisi tubuh yang melelahkan selama bekerja. Gambar 2.4. Posisi tubuh yang akan diukur
Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)
c. Durasi Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi didefinisikan sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per
19 hari. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik (Brief Survey Methode dalam Humantech, 2003). Berdasarkan hasil studi Octarisya (2009), diketahui bahwa 59,3% pekerja yang mengalami keluhan MSDs diakibatkan oleh aktifitas mengangkat/manual handling dengan total waktu kerja selama 6 jam setiap hari. d. Beban Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
gangguan
direkomendasikan
otot
adalah
rangka. 23-25
kg,
Berat
beban
sedangkan
yang
menurut
Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg. Berdasarkan
studi
oleh
European
Campaign
On
Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap harinya. e. Alat Perangkai/Genggaman Menurut Tarwaka (2004) pada saat tangan harus memegang alat ataupun menekan tombol, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan
20 rasa nyeri otot menetap. Berdasarkan hasil studi Susan et al. (2004), permasalahan ergonomi pada operator mesin dan assembler adalah ketika tangan digunakan untuk menghidupkan mesin
(seperti
mendorong
tombol
dan
menekan
panel),
menggenggam besi untuk membuka kotak, memegang benda atau pun alat kerja dengan ujung jari (Susan, 2005). 2. Faktor Lingkungan a. Getaran Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot (NIOSH, 1997). Hal yang sama ditemukan oleh John (2007) bahwa getaran yang berlebihan menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organorgan internal; menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan, kaki dan kaki. Getaran diukur dengan arah, kecepatan dan frekuensi pada tubuh. b. Mikroklimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (NIOSH, 1997). Berdasarkan hasil penelitian John (2007), sebuah rentang suhu nyaman pada umumnya adalah 68-74 derajat Fahrenheit dan
21 dipengaruhi juga oleh beban kerja fisik dengan kelembaban antara 20 sampai 60 persen. c. Pencahayaan Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka mata lebar-lebar. Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300-700 lux, pekerjaan di kantor 400-600 lux, pekerjaan yang memerlukan ketelitian 800-1200 lux dan pekerjaan di gudang 80-170 lux (NIOSH, 1997). Berdasarkan hasil penelitian Spinger (2007), diperoleh bahwa mengurangi cahaya silau di tempat kerja dapat meningkatkan produktifitas sebanyak 7%, sehingga ketika seseorang bekerja di depan komputer dapat bertahan hingga 8 – 12 jam. 3. Faktor Pekerja a. Usia Menurut Oborne [1995] keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun. Keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Sedangkan menurut Bridger [2003], sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di
22 saat seseorang berusai 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Berdasarkan hasil penelitian Collins dan O'Sullivan (2009) yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan jenis pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur antara 18-66 tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang, bahu dan bagian leher lebih banyak dialami pada pekerja yang muda daripada pekerja yang tua. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian Mathiowetz et al. (1985) dalam NIOSH (1997), diperoleh tidak ada hubungan antara munculnya keluhan MSDs dengan usia pekerja, hal tersebut dibuktikan bahwa pada tangan pekerja yang sudah tua tidak mengalami penurunan kekuatan ototnya. Torell er al. [1988] menemukan bahwa tidak ada hubungan antara keluhan MSDs dengan usia, akan tetapi mereka hubungan yang sangat kuat antara beban kerja (dengan kategori rendah, sedang, berat) dengan gejala atau diagnosis MSDs. b. Jenis Kelamin Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995).
23 Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja wanita mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat. c. Waktu Kerja Penentuan
waktu
dapat
diartikan
sebagai
teknik
pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu. Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih [2009], diketahui bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan pegal-pegal pada punggung dan leher. d. Kebiasaan Merokok Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang
24 tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru,
sehingga
kemampuannya
untuk
mengkonsumsi
oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah (Jeanie Croasmun. 2003). Sedangkan menurut Bustan (2000), kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu, kebiasaan merokok berat (> 20 batang/hari), sedang (10-20 batang/hari), ringan (< 10 batang/hari) dan tidak merokok. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annuals of Rheumatic Diseases (Croasmun, 2003) terhadap 13.000 perokok dan non perokok dengan rentang umur antara 16 s.d 64 tahun, dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk merasakan MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu meningkatkan
penyerapan risiko
kalsium
terkena
pada
tubuh
osteoporosis,
sehingga
menghambat
penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang. e. Kesegaran Jasmani Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat
25 akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat akibat kurangnya kelenturan otot sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik tanpa kesegaran jasmani (Mitchell, 2008). Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans (1996) yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan telah berumur (tua),
didapatkan
bahwa
olahraga
telah
terbukti
efektif
meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya kenaikan 128 % kapasitas oksigan pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan (Evans, 1996). Gambar 2.5. Senam 4-Before
Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan (2005)
26 Sejalan dengan penelitian di atas, Moore (1998) telah melakukan penelitian terhadap 60 pekerja di perusahaan manufaktur dengan mengadakan senam selama 5-8 menit setiap harinya dalam dua bulan. Senam tersebut meliputi gerakan pada leher, bahu, tangan, pinggang, punggung dan kaki. Maka diperoleh hasil yang signifikan yaitu pekerja merasakan peningkatan fleksibilitas otot dan pengurangan rasa sakit pada otot. f. Kekuatan Fisik Seperti yang dilaporkan oleh NIOSH (2007) bahwa keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya. Dalam studinya, Chaffin (1991) mengemukakan bahwa pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya dengan kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih diperdebatkan. g. Masa Kerja Ohlssson et al (1989) melaporkan bahwa terjadinya peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja. Derajat peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama.
27 Berdasarkan penilitian yang dilakukan Octarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang berumur lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah. h. Indeks Masa Tubuh Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi pekerja. Dihitung dengan rumus BB2/TB (berat badan2/tinggi badan), adapun menurut WHO (2005) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang makan bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998). Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi kesehatan yang serius. Risiko semakin meningkat seiring dengan meningkatnya BMI. Indeks massa tubuh merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kronis seperti musculoskeletal disorders terutama osteoarthritis. Penelitian Heliovaara
(1987), yang
dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis
28 kelamin wanita dan pria, tapi pada berdasarkan IMT, hanya berpengaruh pada jenis kelamin pria. Selain itu IMT tidak berhubungan terhadap MSD karena pengukuran menggunakan Nordic hanya terkait pada tubuh bagian atas dan MSDs extrimtas atas. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Karuniasih (2009) terhadap 52 orang supir bus travel, 90,4% keluhan MSDs dialami oleh supir yang memiliki indeks masa tubuh > 25 telah mengalami. 4. Faktor Psikososial Aspek sosial yang tidak baik dapat mempengaruhi terhadap peningkatan insiden MSDs. Dapat juga disebabkan karena beban pekerjaan yang berlebihan (over stress) ataupun beban kerja yang terlampau ringan (under stress). Contohnya pekerjaan yang sangat sedikit aktifitas fisiknya dan hanya menghabiskan waktu dengan banyak duduk, dapat meningkatkan prevalensi MSDs. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh European Agency for Safety and Health at Work (2003), adapun jenis pemicu dari faktor psikososial lainnya adalah permintaan pekerajaan yang berlebih, tugas yang kompleks, tekanan waktu, kontrol kerja yang rendah, kurang motivasi dan lingkungan sosial yang buruk. Gabungan psikososial tersebut dapat memiliki efek yang lebih serius jika dibandingkan dengan pajanan tunggal saja. Sedangkan fakta mengenai dampak kecemasan akan adanya re-organisasi/pergantian struktural kepengurusan memiliki risiko dua
29 kali lipat untuk menyebabkan munculnya MSDs. Berdasarkan hasil survey, hal tersebut biasanya sering dialami oleh laki-laki yang telah berumur/tua (Michael, 2001). 2.1.4. Pengendalian MSDs Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al, 1997): 1. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya menggunakan pengendalian teknik. 2. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering disebut pengendalian administratif. 3. Menggunakan alat pelindung diri. Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah : 1. Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping. 2. Jangan
menggerakkan,
mendorong
atau
menarik
secara
sembarangan, karena dapat meningkatkan risiko cidera. 3. Jangan ragu meminta tolong pada orang. 4. Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang. 5. Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, jangan melanjutkan. 6. Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja.
30 2.1.5. Metode Penilaian Risiko MSDs 1. RULA (Rapid Upper Limb Assessment ) a. Definisi RULA adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki risiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini menggunakan diagram postur tubuh dan tiga tabel penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor resiko yang akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor risiko yang diselidiki dalam metode ini adalah yang telah dideskripsikan oleh McPhee‟ dalam Santon (2005) sebagai faktor beban eksternal (external load faktors) yang meliputi : 1) Jumlah gerakan 2) Kerja otot statis 3) Gaya 4) Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan dan perabotan 5) Waktu kerja tanpa istirahat b. Pengukuran 1) Tahap 1 Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat untuk digunakan, tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang
31 membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B. Grup A meliputi
bagian
lengan
atas dan bawah, serta
pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam penilaian. 2) Tahap 2 Sebuah skor tunggal dibutuhkan dari Grup A dan B yang dapat mewakili tingkat pembebanan postur dari sistem muskuloskeletal kaitannya dengan kombinasi postur bagian tubuh. Rekaman video yang dihasilkan dari postur Grup A yang meliputi
lengan atas,
lengan bawah,
pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan
ditentukan
skor
untuk
masing-masing
postur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A. Gambar 2.6. Proses Penilaian Rula
Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Santon et al, 2005
32 3) Tahap 3 Berdasarkan grand score dari gambar di atas, tindakan yang akan dilakukan dapat dibedakan menjadi 4 action level berikut : Tabel 2.1. Grand Score RULA Level
Skor
Action Level
Low
1–2
Medium
3–4
Postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama. Penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.
High
5–6
Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera.
Very High
>7
Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).
Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Santon et al, 2005
2. REBA (Rapid Entire Body Assessment) Reba adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Lynn McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja. Selain itu metode REBA memperhitungkan beban yang ditangani dalam suatu sistem kerja, coupling dan aktivitas yang dilakukan. Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar sudut yang spesifik, hanya berupa range sudut. Pada akhirnya nilai akhir dari REBA memberikan indikasi level resiko dari suatu pekerjaan dan tindakan yang harus dilakukan/diambil (Neville Stanton, 2004).
33 Terdapat empat tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu: Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto. a. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti : 1) badan (trunk) 2) leher (neck) 3) kaki (leg) 4) lengan bagian atas (upper arm) 5) lengan bagian bawah (lower arm) 6) pergelangan tangan (hand wrist) b. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja. c. Menentukan nilai Reba untuk postur yang relevan dan menghitung skor akhir dari kegiatan tersebut. 3. Quick Expssure Checklist (QEC) a. Definisi Quick expossure check (QEC) merupakan metode untuk mengukur risiko terkait penyakit akibat musculoskeletal disorder (MSDs) (Li dan Buckle, 1999). Penggunaan QEC sangatlah mudah diterapkan, berfungsi untuk mengevaluasi tempat kerja dan desain peralatan kerja serta memudahkan untuk mendesain ulang tempat kerja. QEC membantu mencegah banyak MSDs yang ada di tempat kerja. QEC mengukur 4 (empat) bagian tubuh
34 yang paling berisiko terhadap MSDs. Metode ini telah dikembangkan oleh praktisi/ahli di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada beberapa perusahaan untuk : 1) Mengidentifikasi faktor risko untuk pekerjaan terkait cidera bagian belakang. 2) Mengevaluasi level risiko untuk bagian tubuh yang berbeda. 3) Mengukur perbedaan risiko MSDs pada sebelum dan sesudah pekerjaan. 4) Mengembangkan tempat kerja menjadi sarana dalam mengurang risiko MSDs dan mengurangi biaya yang dikeluarkan akibat MSDs. 5) Meningkatkan kesadaran tingkat manajer, teknisi, desainer, kesehatan dan pelaksana keselamatan terhadap faktor risiko ergonomi di tempat kerja. 6) Membandingkan tingkat paparan yang diterima oleh dua pekerja atau lebih dengan pekerjaan yang sama, atau perbandingan risiko dengna pekerjaan lainnya. Keunggulan yang paling utama dalam menggunakan QEC adalah : 1) Mudah untuk diterapkan. 2) Membantu untuk melakukan perubahan ergonomi. 3) Selaras dengan metode pengukuran lainnya. 4) Melindungi bahaya fisik akibat MSDs 5) Tidak perlu waktu lama untuk mempelajarinya.
35 6) Mempertimbangkan kombinasi bahaya yang ada di tempat kerja. Adapun kekurangan dari metode ini adalah : a) Metode ini hanya terfokus pada faktor fisik tempat kerja saja. b) Skor/nilai paparan yang disarankan butuh validitas kembali. c) Perlu
pengembangan
lebih
lanjut
untuk
memberikan
pengukuran yang tepat. b. Pengukuran 1) Punggung Mengukur postur punggung (fleksi, ekstensi, deviasi, radial, memutar) dengan posisi normal ≤ 200 yang ditulis dengan A1, sedangkan bahaya sedang dengan gerakan fleksi atau putaran atau bengkok 200-600 (A2) dan bahaya kategori berat
dengan
sudut
≥
600
(A3).
Serta
dengan
mempertimbangkan jenis pekerjaan kategori statis ataupun manual handling. 2) Bahu dan Lengan Mengukur postur bahu dan lengan (fleksi, ekstensi, deviasi, radial, memutar) khsusnya pada saat pekerjaan mengangkat ataupun mengambil barang. Posisi bahaya adalah saat lengan berada di atas kepala (C3) ataupun melakukan pekerjaan dimana benda berada pada posisi di bawah pinggang (C1) dan C2 Pada ketinggian dada.
36 3) Pergelangan Tangan Postur ini diukur selama pekerjaan dengan posisi pergelangan tangan tidak sesuai. (E1 Posisi netral lurus dengan lengan, E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 450, F1 ≤10 kali/menit, F2 11 - 20 kali/menit, F3 ≥ 20 kali/menit) 4) Leher Posisi leher didefinisikan berbahaya jika terdapat gerakan fleksi, ekstensi, deviasi dan radial lebih dari 200serta gerakan memutar. 5) Berat beban Berat beban yang dibawa pada saat melakukan pekerjaan dengan kategori beban rendah ≤ 5 kg (H1), beban sedang 5-10 kg (H2), beban berat 11-20 kg (H3) dan H4, sangat berat (≥ 20 kg). Untuk kategori berat benda yang digunakan/dibawa dengan menggunakan satu tangan adalah ringan K1 dengan berat benda ≤ 1 kg, K2 sedang 1-4 kg & K3 dengan berat ≥ 4 kg. 6) Waktu kerja Ketegori penilaian waktu kerja berdasarkan lama yang dibutuhkan dalam sehari oleh sesorang untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan kategori penilaian J1 untuk pekerjaan dilakukan ≤ 2 jam, 2-4 jam J2dan J3 ≥ 4 jam
37 c. Penghitungan Contoh perhitungan/penilaian MSDs untuk faktor pekerjaan diuraikan sebagai berikut : Tabel 2.2. Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung
Sumber : University of Surrey, Buckle 2005 Untuk menetukan besar risiko dari faktor pekerjaan dengan berpedoman pada tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung yang menghasilkan nilai kombinasi postur kerja (A1-A3) dan berat (H1-H4). Jika diperoleh nilai pada A2 dan H2 maka akan didapat nilai 6, kemudian nilai tersebut ditulis pada yang kolom kosong yang tersedia di bagian pojok kanan bawah. Begitu juga dengan tabel berikutnya dihitung dengan cara yang sama. Setelah itu, nilai yang terdapat pada kotak bertuliskan ”score 1” hingga “score 6” dijumlahkan sehingga diperoleh total skor risiko paparan MSDs pada salah satu bagian tubuh yang nantinya dibandingkan dengan nilai standar yang ada. Prosedur yang sama dapat dilakukan kembali pada perhitungan risiko MSDs bagian tubuh lainnya seperti bahu, pergelangan tangan, leher.
38 Untuk
mengetahui
level
risiko/paparan
dari
hasil
perhitungan di atas, dapat mengacu pada tabel berikut ini : Tabel 2.3. Kategori Nilai Paparan Pada Bagian Tubuh Tingkat Paparan Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Punggung (static) 8-15 16-22 23-29 29-40 Punggun (Gerak) 10-20 21-30 31-40 41-56 Bahu/lengan 10-20 21-30 31-40 41-56 Pergelangan tangan 10-20 21-30 31-40 41-56 Leher 4-6 8-10 12-14 16-18 Sumber : University of Surrey, Buckle 2005 Skor
Total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor pada setiap bagian tubuh, lalu dibagi dengan angka 176 (total skor/176). Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan 176 Adapun hasil perhitungan tersebut dikategorikan berdasarkan tabel berikut berikut : Tabel 2.4. Kategori Tingkat Paparan & Tindakan
Tingkatan
QEC skor
Ekuivalen skor RULA
Low
≤ 40 %
1-2
Dapat diterima
Medium
41 – 50 %
3–4
Perlu investigasi lebih lanjut
High
51 – 70 %
5–6
Very High
> 70 %
7+
Investigasi lebih lanjut dan perubahan segera Invesetigasi dan perubahan seketika
Tindakan
Sumber : QEC work related, Buckle and Li, 2005 2.2. Kerangka Teori Berbagai faktor risiko ergonomi dapat menyebabkan terjadinya MSDs yaitu, faktor pekerjaan, faktor lingkungan dan faktor manusia atau pekerja. Faktor pekerjaan antara lain gerakan berulang, postur, beban, durasi, frekuensi, sikap paksa tubuh, statis, manual handling beban berat serta postur dan
39 peralatan kerja yang tidak sesuai (Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995, Cohen et. Al, 1997; NIOSH, 1997; Susan Stock et.al, 2005). Selanjutnya faktor lingkungan antara lain getaran mekanis mikroklimat. Sedangkan faktor manusia atau pekerja antara lain umur, waktu kerja, jenis kelamin, ukuran tubuh atau antropometri dan kesehatan atau kesegaran jasmani serta masa seseorang bekerja (Pheasant, 1995; Oborne, 1995). Faktor organisasi lainnya yang paling berpengaruh sebagai penyebab terjadinya MSDs adalah jadwal kerja/shift kerja, langkah kerja, lingkungan kerja dan psikososial (Susan Stock et.al, 2005). Adapun skema yang didapat sebagai berikut : Skema 2.1. Kerangka Teori Keluhan MSDs Faktor Pekerjaan (Postur Kerja, Force/beban, Frekuensi, Durasi. Alat perangkai /genggaman) Faktor lingkungan 1. Getaran 2. Mikromiklat 3. Pencahayaan KELUHAN MSDs Faktor Pekerja 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Waktu kerja 4. Kebiasaan merokok 5. Kesegaran jasmani 6. Indeks Masa Tubuh 7. Masa kerja 8. Kekuatan fisik Faktor Psikososial 1. Kepuasan kerja 2. Organisasi kerja 3. Stress mental Sumber : Kuorinka et al, 1995; NIOSH, 1997; Pheasant, 1995; Oborne, 1995; Cohen et. Al, 1997; Susan Stock et.al, 2005.
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Kerangka konsep dibuat untuk menjelaskan kaitan antara keluhan MSDs dengan faktor pekerjaan dan faktor pekerja berupa umur, kebiasaan merokok, indeks masa tubuh, kesegaran jasmani, masa kerja. Untuk faktor jenis kelamin tidak diteliti karena seluruh pekerja di bagian Fabrikasi berjenis kelamin laki-laki, sedangkan faktor waktu kerja tidak diteliti karena waktu kerja yang diterapkan kepada seluruh pekerja Fabrikasi adalah sama, yaitu 8 (delapan) jam kerja setiap hari. Faktor lingkungan seperti getaran, mikromiklat dan pencahayaan tidak diteliti karena keterbatasan alat ukur dan memerlukan ahli atau yang telah tersertifikasi untuk mengukurnya. Untuk faktor psikososial seperti kepuasan kerja, stress mental dan organisasi kerja tidak diteliti karena penelitian ini hanya terfokus terhadap pengukuran karakteristik fisik pekerjaan pada bagian fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia. Sedangkan pengaruh faktor stress terhadap keluhan MSDs, belum didapatkan penelitian dan fakta-fakta yang jelas serta belum ada alat ukur/uji yang akurat, untuk saat ini alat ukur tersebut masih dalam tahapan pengujian dan pengembangan alat ukur (NIOSH 2002). Adapun skema kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :
40
41
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Risiko Pekerjaan
Usia
Masa Kerja Keluhan MSDs Indeks Masa Tubuh
Kebiasaan Merokok
Kesegaran Jasmani
42
3.2. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional No 1.
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Keluhan
Gejala yang ada pada salah satu bagian
Mengisi
Nordic
Body 1.
Keluhan berat; jika memiliki satu
MSDs
tubuh atau lebih yang dirasakan oleh
lembar
Map
responden berupa pegal pada otot,
Nordic Body
selama > 3 hari dalam waktu 7
kaku, nyeri, kesemutan, rasa terbakar
Map
(tujuh) hari terakhir.
Skala Ukur Ordinal
gejala atau lebih yang menetap
dan bengkak pada persendian.
2.
Keluhan ringan; jika memiliki satu gejala atau lebih yang menetap selama 1 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.
3.
Tidak ada keluhan (Katharine et al. 2005)
2.
Risiko
Tingkat risiko/paparan dari aktifitas
Observasi,
Lembar QEC, 1. Risiko Sedang; jika diperoleh nilai
Pekerjaan
pekerjaan dengan mengukur postur
Wawancara
Kuesioner,
leher,
bahu,
siku,
tangan
dan
Kamera,
pergelangan tangan, serta punggung
Busur,
dengan mengacu pada skor Quick
skor
Expossure Check
total QEC 40% - 50%
2. Risiko rendah; jika diperoleh nilai tabel
total QEC ≤ 40% Buckle and Li, 2005
Ordinal
43
3.
Usia
Terhitung lama hidup pekerja saat tahun
kelahiran
hingga
Wawancara
Kuesioner
Tahun
Ratio
juru
Wawancara
Kuesioner
Tahun
Ratio
saat
Pengukuran langsung
Timbangan
1. Obesitas; jika IMT > 30
badan dan
2. Overweight ; jika IMT 25-30
microtoa
3. Normal ; jika IMT 18,5-25
penelitian
dilakukan. 4.
Masa Kerja
Lamanya
bekerja
sebagai
las/welder. 5.
6.
Indeks
Kondisi
status
gizi
pekerja
Masa
dilakukan penelitian. Dihitung dengan
Tubuh
rumus BB2/TB (berat badan2/tinggi badan) (WHO 200).
4. Underweight ; jika IMT < 18,5
Kebiasaan
Banyaknya
(WHO, 2003) 1. Berat jika > 20 batang/hari
Merokok
dikonsumsi oleh pekerja setiap hari.
jumlah
rokok
yang
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
Ordinal
2. Sedang jika 10-20 batang/hari 3. Ringan < 10 batang per hari 4. Tidak merokok jika berhenti > 1 tahun
7.
Kesegaran
Kegiatan
Jasmani
pagi/olahraga
melakukan dalam
(Humantech, 2003)
senam seminggu.
Wawancara dan observasi
Kuesioner
(Bustan, 2000) 1. Kurang; jika melakukan pagi/olahraga < 5 x/minggu 2. Cukup; jika melakukan pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu
senam senam
Ordinal
44
3.3. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 2. Ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 3. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 4. Ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 6. Ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study (potong lintang) dimana variabel independen dan dependen diamati pada waktu (periode) yang sama. 4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober tahun 2010 di PT. Caterpillar Indonesia yang beralamat di Jl. Raya Narogong KM.19, Cileungsi, Bogor 16820. 4.3. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia sejumlah 115 orang. Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi berikut ini: n = [ Z1-/2 2 P (1-P) + Z1- P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ]2 (P1-P2)2 Keterangan : n P P1 P2 Z21-/2 Z1-
: Besar sampel : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2} : Proporsi usia pekerja > 35 tahun terhadap keluhan MSDs (28%) : Proporsi usia pekerja ≤ 35 tahun terhadap keluhan MSDs (50%) : Derajat kemaknaan pada uji dua sisi (two tail), = 5% : Kekuatan uji 90%
45
46
Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar : n = [ 1.96 2 x 0.39 (1-0.39) + 1.28 0.28 (1-0.28) + 0.50 (1-0.50) ]2 (0.28-0.50)2
n = 102 Hasil perhitungan statistik di atas, maka sampel yang dibutuhkan sebanyak 102 sampel. Sampel diambil adalah orang yang melakukan pengelasan di bagian Fabrikasi. Berdasarkan data perusahaan di bagian Fabrikasi, proses pengelasan dikerjakan oleh 75 orang, oleh karena itu sampel yang digunakan adalah seluruh pekerja (total population) pengelasan. 4.4. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Pengumpulan data primer diperoleh langsung pada pekerja bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner, nordic body map, lembar QEC, timbangan berat badan (Laica 36020 Italy), microtoa dan kamera digital serta penggaris busur. Untuk pengumpulan data sekunder diperoleh dengan menggunakan profil perusahaan, dokumen jumlah pekerja dan standard work system (SWS) bagian fabrikasi serta data pendukung lainnya. Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut : 4.4.1. Variabel Keluhan MSDs (Musculoscelatal disorders) Keluhan MSDs pada pekerja diperoleh dengan menanyakan langsung melalui instrumen kesioner dan menggunakan nordic body map untuk mengetahui dimana letak keluhan yang dirasakan ketika ataupun setelah
47
bekerja (lampiran 1). Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk memberikan tanda ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Kuisioner Nordic Body Map ini diberikan kepada seluruh sampel yang terdapat pada stasiun kerja. Selanjutnya keluhan pada Nordic body map dikelompokkan menjadi dua kategori : 1. Keluhan berat apabila responden memiliki satu gejala atau lebih yang menetap selama > 3 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir. 2. Keluhan ringan apabila responden memiliki satu gejala atau lebih yang menetap selama 1 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir. 3. Tidak ada keluhan apabila responden tidak merasakan keluhan dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir. 4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan risiko MSDs pada bagian tubuh tertentu (punggung, leher, bahu/lengan, pergelangan tangan) dengan mempertimbangkan faktor durasi, beban serta frekuensi pekerjaan pada penggunaan instrumen quick expossure check. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut : 1. Persiapan pengukuran a. Dipilih
tempat
dan
pekerja
yang
akan
diobservasi
serta
mendiskusikan bersama supervisior atau manajer perusahaan. b. Setiap pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahapan tugas/task, kemudian akan diukur besar risikonya.
48
c. Dicatat data mengenai nama pekerjaan, detail pekerjaan nama peneliti, waktu dan tanggal penilaian pengukuran. 2. Pelaksanaan pengukuran a. Pada lembar observer’s assessment, risiko MSDs pada pekerjaan diukur dan di-ceklist pada kotak pertanyaan A-G mengenai postur dan gerakan tubuh. Pada saat mengukur risiko pekerjaan, observer harus melihat pada posisi yang paling jelas. b. Sedangkan untuk worker’s assessment, pekerja diberikan pertanyaan mengenai beban dan durasi pekerjaanya dalam sehari. Adapun penilaian risiko pada pekerjaan berdasarkan postur tubuh dapat dilihat pada tabel 4.1. c. Untuk membantu pengukuran dapat menggunakan kamera digital dan busur guna memperoleh besar sudut postur tubuh. d. Untuk mengetahui berat barang dan berat alat yang digunakan oleh pekerja dapat digunakan timbangan berat. Tabel 4.1. Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh Contoh Gerakan
Keterangan A1
Hampir netral (tegak lurus dengan kaki atau ≤ 200)
A2
Fleksi atau putaran atau bengkok ( 200-600)
A3
Fleksi atau putaran atau bengkok (> 600)
49
Tabel 4.1. Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh (Lanjutan) Contoh Gerakan
Keterangan Untuk posisi duduk atau berdiri pada pekerjaan. Apakah pekerjaan tersebut dalam keadaan statis? B1
Tidak
B2 Ya Posisi tangan saat bekerja: C1 Pada atau dibawah pinggang C2 Pada ketinggian dada C3 Pada atau lebih di atas bahu
Frekuensi Gerak Bahu / lengan D1 Jarang (bergerak sebentar-sebentar) D2 Sering (bergerak biasa dengan sedikit berhenti) D3 Sangat Sering (hampir tidak berhenti) E1 Posisi netral lurus dengan lengan (< 150) E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 150 Apakah ada gerak berulang F1
≤10 kali / menit
F2 11 - 20 kali / menit F3
≥ 20 kali / menit
Apakah ada gerak leher flkesi, ekstensi ≥ 200 atau berputar? G1 Tidak G2 Ya, jarang G3 Ya, sering
50
Tabel 4.1. Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh (Lanjutan) Contoh Gerakan
Keterangan Berapa berat beban yang dibawa anda (pekerja)? H1 Low (≤ 5 kg) H2 Moderate (6 - 10 kg) H3 Berat (11 – 20 kg) H4 Sangat Berat (≥ 21 kg) Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam sehari oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya? (DURASI) J1
≤ 2 jam
J2
2 - 4 jam
J3
≥ 4 jam
Berapa berat benda yang dipegang dengan menggunakan satu tangan? K1 Low (< 1 kg) K2 Medium (2 - 4 kg) K3 High (> 4 kg) Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)
3. Perhitungan dan Analisis hasil pengukuran a. Hasil observasi dan penilaian risiko pekerjaan dimasukkan ke kolomkolom pada lembar ke dua sesuai dengan kode pertanyaan (A1-L2). Maka didapatkan skor risiko pada setiap bagian tubuh. Adapun salah satu contoh perhitungan skor risiko bagian tubuh dapat dilihat pada tabel 4.2.
51
Tabel 4.2. Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC Tabel
disamping
menunjukkan
kombinasi
antara
penilaian postur (A1-H3) dan beban (H1-H4). Tentukan nilai yang sesuai pada kolom yang ada, contoh kombinasi antara A2 dan H2 maka ditemukan kolom dengan nilai 6. Masukkan nilai tersebut pada kolom “score 1” di pojok bawah kanan. Sumber : Neville Santon 2005
b. Lakukan kembali prosedur perhitungan di atas pada setiap bagian tubuh. c. Dari perhitungan skor risiko berdasarkan bagian tubuh, kemudian dijumlahkan seluruhnya (total skor) dan dibagi dengan angka 176 (total skor/176), adapun formulasi perhitungan total skor dapat dilihat sebagai berikut : Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan 176 d. Hasil perhitungan total skor kemudian disesuaikan dengan kriteria quick exposure check pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Kategori Tingkat Paparan & Tindakan
Tingkatan
QEC skor
Low
≤ 40 %
Medium
41 – 50 %
Perlu investigasi lebih lanjut
High
51 – 70 %
Investigasi lebih lanjut dan perubahan segera
Very High
> 70 %
Tindakan Dapat diterima
Investigasi dan perubahan seketika
Sumber : QEC work related, Buckle and Li, 2005
52
e. Kemudian dari hasil tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu risiko sedang dan risiko rendah : 1) Risiko sedang; jika diperoleh nilai total QEC 40% - 50% 2) Risiko rendah; jika diperoleh nilai total QEC ≤ 40% 4.4.3. Variabel Usia Data usia pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir pekerja. 4.4.4. Variabel Kesegaran Jasmani Data kesegaran jasmani diperoleh dengan mengobservasi dan menanyakan langsung mengenai keikutsertaan pekerja dalam mengikuti kegiatan senam pagi ataupun olahraga yang dilakukan diluar perusahaan serta melakukan konfirmasi data yang diperoleh kepada supervisior ataupun leader di masing-masing bagian. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1.
Kurang; jika melakukan senam pagi ataupun olahraga < 5 x/minggu.
2.
Cukup; jika melakukan senam pagi ataupun olahraga ≥ 5 x/minggu.
4.4.5. Variabel Kebiasaan Merokok Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui menanyakan langsung kepada pekerja dengan instrumen berupa kusioner. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1.
Berat jika > 20 batang/hari
2.
Sedang jika 10-20 batang/hari
3.
Ringan < 10 batang per hari
4.
Tidak merokok
53
4.4.6. Variabel Masa Kerja Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan berapa lama telah melakukan bekerja sebagai welder baik itu di PT. Caterpillar Indonesia ataupun perusahaan tempat sebelumnya bekerja. 4.4.7. Variabel Indeks Masa Tubuh Data mengenai berat badan diperoleh dengan mungukur berat badan menggunakan timbangan berat badan jenis Laica 36020 Italy. Sedangkan data tinggi badan diperoleh melalui pengukuran tinggi badan menggunakan microtoa. Adapun data yang diperoleh adalah dikelompokkan sebagai berikut: 1. Obesitas; jika IMT > 30 2. Overweight ; jika IMT 25-30 3. Normal ; jika IMT 18,5-25 4. Underweiht ; jika IMT < 18,5 4.5. Pengolahan Data Seluruh data yang telah dikumpulkan baik primer maupun sekunder akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut : 4.5.1. Menyunting data (Editing) Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar kuesioner dan lembar penilaian risiko MSDs QEC serta gambar aktivitas pekerjaan yang dilakukan pekerja. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di lapangan
54
4.5.2. Mengkode data (Coding) Proses pendeskripsian data dan pemberian kode pada jawaban responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data selanjutnya. Adapun kode yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik responden diberi kode A1 – A3. 2. Variabel masa kerja diberi kode B1 – B4. 3. Variabel kebiasaan merokok diberi kode C1 – C7. 4. Variabel kesegaran jasmani diberi kode D1 – D7. 5. Variabel keluhan MSDs diberi kode E1 – E5. 4.5.3. Memasukkan data (Entry) Memasukkan data dalam program atau fasilitas analisis data berdasarkan klasifikasi. 4.5.4. Membersihkan data (Cleaning) Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan tidak ada yang salah dan menghindari kesalahan dalam menganalisis (error). Sedangkan pada lembar QEC perlu dipastikan kembali penempatan skor pada kolom yang telah disediakan. 4.6. Analisis Data 4.6.1. Analisis Univariat Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase masing-masing variabel yang dianalisis dari tabel distribusi. Variabel tersebut meliputi variabel risiko MSDs pada faktor pekerjaan, usia
55
pekerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, dan masa kerja yang mempengaruhi keluhan MSDs serta gambaran tingkat risiko MSDs pada pekerja. 4.6.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen menggunakan uji Chi square pada variabel indeks masa tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani. Sedangkan uji Kruskall wallis dengan derajat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan (α) 5% digunkanan pada variabel usia kerja dan masa kerja yang memiliki data numerik serta tidak berdistribusi normal. Jika P value ≤ nilai α (0,05) maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value > nilai α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel.
Rumus Uji Chi square
Rumus Uji Kruskal wallis
Keterangan: X2 : Chi square O : Nilai observasi E : Nilai ekspektasi
Keterangan: N = jumlah sampel Tg = jumlah peringkat pada kelompok g ng = jumlah sampel pada kelompok g
BAB V HASIL
5.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian 5.1.1. Sejarah dan Lokasi PT. Caterpillar Indonesia PT. Caterpillar Indonesia merupakan suatu perusahaan pembuatan alat berat ternama yang berasal dari Amerika. PT. Caterpillar Indonesia bertugas membuat sebagian alat berat tersebut di Indonesia. Sedangkan hasil produksinya dipasarkan oleh Trakindo. PT. Catepillar Indonesia didirikan pertama kali pada tahun 1982 dengan nama PT. Natra Raya hingga kemudian pada saat Maret 2010 berganti nama menjadi PT. Caterpillar Indonesia. Perusahaan ini memiliki luas area sebesar 10 hektar tanah dimana sekitar 15.000 m2 merupakan lahan untuk kegiatan manufacturing yang berlokasi di Jl. Narogong Raya Km 19 Cileungsi Bogor 16820. PT. Caterpillar Indonesia memiliki pekerja sekitar 300 orang. Dimana pekerjanya merupakan pekerja yang handal dan memiliki loyalitas tinggi. Saat ini system CPS (Caterpillar Production System) diberlakukan untuk lebih meningkatkan kualitas produk. 5.1.2. Visi dan Misi PT. Caterpillar Indonesia 1. Visi “Pekerja dan proses kami bisa membuat produk utama Caterpillar menjadi pesaing handal di pasaran ASEAN. Kami menjadi penyelia yang dipilih oleh masyarakat daerah Asia Pasifik untuk produk work tools dan OHT truck bodies.” 56
57
2. Misi Untuk menyediakan produk utama dan work tools Caterpillar yang fleksibel, responsif dan biaya manufacturing yang efektif dengan semangat untuk melakukan continuous improvement. Maka Caterpillar memiliki misi sebagai berikut : a. Kami memberikan nilai-nilai Caterpillar dan menunjukkannya pada kegiatan sehari-hari. b. Kami akan menyediakan lingkungan kerja yang aman dan bebas kecelakaan untuk seluruh karyawan. c. Kami memperbesar posisi kami sebagai perusahaan manufacture tingkat ASEAN. d. Dengan bekerjasama dengan kelompok produk work tool, kami menemukan bisnis model dan proses optimum untuk merespon kebutuhan yang unik pada bisnis work tool. e. Kami membangun kemampuan dan proses kelas dunia melalui penggunaan dari Caterpillar Production System. f. Kami sangat terkait dengan komunitas lokal. 5.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Caterpillar Indonesia Keselamatan di PT. Caterpillar Indonesia sangat mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang penting. Slogan “Employee Safety First” merupakan salah satu bukti bahwa PT. Caterpillar Indonesia sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya. “Kerjasama, komunikasi yang terbuka dan keterlibatan karyawan sangat penting untuk menciptakan suatu
58
tempat kerja yang aman” merupakan penjelasan dari slogan tersebut. PT. Caterpillar Indonesia menginginkan seluruh karyawannya selamat tiba di rumah, setiap orang dan setiap hari. Untuk lebih meningkatkan keselamatan karyawan, PT. Caterpillar Indonesia memberlakukan Safety Walk setiap hari senin di awal bulan, safety and council meeting setiap hari selasa di tiap minggunya, juga melakukan Safety Sign Off, FMEA Risk Assesment dan SWS Audit. PT. Caterpillar Indonesia berhasi melakukan 294 hari kerja Zero Recordble Accident mulai tanggal 22 Juni 2006 sampai 26 Agustus 2008, sehingga pada perayaan 2 tahunnya pada tahun 2008 PT. Caterpillar Indonesia mulai memperhatikan masalah ergonomi yang tentunya jika tidak di perhatikan akan menyebabkan masalah kesehatan bagi karyawan di kemudian hari. 1. Visi Keselamatan “Visi keselamatan Caterpillar adalah dikenal sebagai pemimpin dalam industrinya dengan menciptakan dan memelihara tempat kerja yang bebas kecelakaan. Kami percaya bahwa kecelakaan dan cidera dapat dihindari, karenanya kami dari hal ini adalah nol. keselamatan karyawan merupakan hal utama dalam segala hal yang kami lakukan dan kami percaya dengan terus meningkatkan praktek, proses dan kinerja keselamatan akan mendukung keunggulan usaha, dimana seluruh karyawan Caterpillar dikenal seluruh dunia.”
59
2. Kebijakan Mutu “PT. Caterpillar Indonesia membuat dan mengirimkan produk Caterpillar dengan kualitas unggul pada pelanggan melalui keterlibatan semua karyawan, penerapan Caterpillar Production System dan peningkatan mutu yang berkesinambungan pada setiap aspek bisnis kami. Kami akan bekerja dengan seluruh mitra kerja Value Stream untuk memacu perbaikan ini secara berkesinambungan.” 5.1.4. Gambaran Bagian Produksi PT. Caterpillar Indonesia HEX merupakan akronim dari Hydraulic Excavator, sedangkan TTT adalah Track-Type Tractor dan WTD adalah Work Tool Demand. Sehingga produksi utama PT. Caterpillar Indonesia saat ini adalah HEX, TTT dan WTD. 1. Fabrikasi Pertama kali PT. Caterpillar Indonesia melakukan kegiatan operasi adalah untuk mengerjakan OTO (One Time Order) work tool yang dipesan hanya satu kali dengan spesefikasi khusus. Semua kegiatan fabrikasi kelas A untuk Excavator dilakukan di PT. Caterpillar Indonesia. Sedangkan Track-Type Tractor yang dikerjakan di fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia antara lain : C-frame, blade, canopy. Untuk memenuhi kebutuhan sumber daya di fabrikasi, maka PT. Caterpillar Indonesia membutuhkan orang-orang yang biasa melakukan kegiatan las dengan berkualitas dan memiliki pengalaman.
60
2. Assembly, Test dan Paint Mesin dirakit berasal dari material yang didapat dari Caterpilllar pusat, fabrikasi yang diproduksi di PT. Caterpillar Indonesia dan material yang dibeli dari supplier lokal. Sehingga membutuhkan investasi modal yang sangat rendah. Dibutuhkan orang-orang yang teliti mengerjakan bidang ini, karena kesalahan dalam melakukan assembly bisa mengakibatkan ketidakpuasan konsumen. 3. Work Tool PT. Caterpillar Indonesia memproduksi berbagai macam work tool dalam skala besar. Work tool mengerjakan blade untuk D10 dan D11, bucket tipe 992 dan tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan yang diminta. Selain itu, work tool juga menyediakan peralatan untuk kegiatan kehutanan seperti grapples dan log forks. 5.2. Analisis Univariat 5.2.1. Gambaran Keluhan MSDs pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan MSDs di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Keluhan
Jumlah
%
Keluhan Berat
7
9,3
Keluhan Ringan
58
77,3
Tidak ada keluhan
10
13,4
Total
75
100
Sumber : Data Primer
61
Berdasarkan pengumpulan data dengan kuesioner terhadap 75 responden, diketahui bahwa tidak semua responden mengalami keluhan MSDs. Sebanyak 10 responden (13,4%) sama sekali tidak mengalami keluhan dan sebesar 65 responden merasakan keluhan MSDs yang merasakan keluhan, diantaranya 7 responden mengalami keluhan MSDs berat dan 58 responden mengalami keluhan MSDs ringan. Indikator keluhan MSDs pada penelitian ini berdasarkan pada 27 titik tubuh. Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan bagian tubuh yang merasakan keluhan MSDs dapat dilihat pada grafik berikut berikut. Grafik 5.1. Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Sumber : Data Primer Berdasarkan data di atas, diperoleh paling banyak keluhan yang dirasakan adalah pada bagian pinggang yaitu sejumlah 45 responden, betis
62
kanan dan kiri, serta sebanyak 30 responden yang merasakan keluhan bagian leher. Sedangkan bagian tubuh yang paling sedikit dirasakan keluhan adalah pada paha kiri yaitu sejumlah dua orang. 5.2.2. Gambaran Risiko Pekerjaan di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Hasil
penelitian
mengenai
faktor
pekerjaan
diperoleh
dari
pengukuran bagian tubuh leher, punggung, bahu dan pergelangan tangan dengan mempertimbangkan durasi, frekuensi dan beban pekerjaan. Adapun hasil yang diperoleh mengenai faktor pekerjaan pada responden di bagian Fabrikasi dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Tingkat Risiko Pekejaan Sedang Rendah Total
Jumlah
%
39 36
52 48
75
100
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa paling banyak pekerjaan dengan tingkat risiko sedang yang dialami oleh 39 pekerja (52%) sedangkan tingkat risiko rendah dialami oleh 36 orang pekerja (48%).
5.2.3. Gambaran Usia dan Masa Kerja pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Hasil penelitian mengenai usia dan masa kerja responden pada bagian Fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.3.
63
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia dan Masa Kerja di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 NO
Variabel
Mean
SD
Min – Max
1
Usia Pekerja
30,71 (tahun)
6,281
21 – 43
2
Masa Kerja
84,13 (Bulan)
75,642
8 – 240
Sumber : Data Primer Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia responden di bagian Fabrikasi adalah 31 tahun, untuk usia responden paling muda adalah 21 tahun, sedangkan usia responden paling tua adalah 43 tahun. Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki masa kerja terendah adalah selama 8 bulan, responden yang memiliki masa kerja terlama adalah 20 tahun dan rata-rata masa kerja responden adalah 84,13 bulan (7 tahun). 5.2.4. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia 2010 Hasil penelitian mengenai indeks masa tubuh pada responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpilar Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Indeks Masa Tubuh
Jumlah
%
Obesitas (IMT >30)
13
17.3
Over weight (IMT 25-29,9)
11
14.7
Normal (IMT 18-24,9)
32
42.7
Under weight (IMT < 18)
19
25.3
75
100
Total Sumber : Data Primer
64
Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden memiliki obesitas sejumlah 13 pekerja (17,3%), over weight sebanyak 11 pekerja (14,7%), under weight sejumlah 19 pekerja (25,3%) dan pekerja yang memiliki IMT normal sebesar 32 pekerja (42,7%). 5.2.5. Gambaran Kebiasaan Merokok pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui berdasarkan
jumlah
rokok
yang
dikonsumsi
setiap
hari
dengan
pengkategorian merokok dan tidak merokok. Adapun distribusi kebiasaan merokok pada responden di bagan Fabrikasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Kebiasaan Merokok
Jumlah
%
Berat
1
1.3
Sedang
8
10,7
Ringan
30
40
Tidak merokok
36
48
75
100
Total Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden paling banyak tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sejumlah 36 orang (48%), responden paling banyak memiliki kebiasaan merokok ringan yaitu sebesar 30 orang, sedangkan responden yang memiliki kebiasaan merokok berat hanya terdapat 1 orang (1,3%).
65
5.2.6. Gambaran Kesegaran Jasmani pada Responden di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Hasil penelitian mengenai gambaran pekerja berdasarkan kesegaran jasmani pada responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010 dapat dilihat pada berikut. Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Kesegaran Jasmani
N
%
Kurang
48
64
Cukup
27
36
75
100
Total Sumber : Data Primer
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 48 pekerja (64%) memiliki kesegaran jasmani yang kurang, sedangkan responden yang memiliki kesegaran jasmani yang baik adalah sebanyak 27 pekerja (36%). 5.3. Analisis Bivariat 5.3.1. Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Analisis Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia berdasarkan hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut:
66
Tabel 5.7. Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 Keluhan MSDs Risiko Pekerjaan Sedang
Berat
Total
Ringan
Tidak ada
n
%
n
%
n
%
n
%
7
17,9
31
79,5
1
2,6
39
100
P value
0,000 Rendah
0
0
27
75
9
25
36
100
Sumber : Data Primer Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 39 responden yang memiliki risiko pekerjaan yang sedang, responden paling banyak mengalami tingkat keluhan MSDs ringan yaitu sebesar 31 pekerja (79,5%). Sedangkan dari 36 responden dengan risiko pekerjaan yang rendah, paling banyak memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 27 pekerja (75%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p value sebesar 0,000 (p value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder yang dialami oleh responden. 5.3.2. Hubungan antara Usia Pekerja dengan Keluhan MSDs pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Analisis responden berdasarkan hubungan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs diperoleh menggunakan uji non parametrik yaitu uji kruskall-wallis. Hal tersebut tersebut dikarenakan data variabel usia merupakan data yang berdistribusi tidak normal. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:
67
Tabel 5.8. Analisis Hubungan Antara Usia Dengan Keluhan MSDs Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 Keluhan MSDs
N
Mean
Berat
7
35.57
Ringan
58
30.55
Tidak ada keluhan
10
28.20
P value 0,116
Sumber : Data Primer Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Kruskallwallis diperoleh p value 0,116 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010. 5.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.9. Analisis Hubungan antara Masa Pekerja dengan Keluhan MSDs Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 Tingkat keluhan Berat Ringan Tidak ada keluhan
n
Mean
P value
7 58 10
170.29 82.02 36.10
0,002
Sumber : Data Primer Berdasarkan hasil uji Kruskall-wallis diperoleh p value sebesar 0,002 (P value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
68
antara masa kerja dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 5.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Hasil penelitian mengenai hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.10. Analisis Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 Keluhan MSDs Variabel
Berat
Ringan
Tidak ada
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
Obesitas
2
15,4
9
69,2
2
15,4
13
100
Over weight
1
9,1
8
72,7
2
18,2
11
100
Normal
3
9,4
26
81,2
3
9,4
32
100
Under weight
1
5,3
15
78,9
3
15,8
19
100
P value
0,941
Sumber : Data Primer Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 13 responden yang memiliki yang obesitas, paling banyak responden mengalami keluhan MSDs ringan yaitu sebesar 9 (69,2%) dari 13 pekerja. Responden yang under weight, paling banyak mengalami keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 15 (78,9%) dari 19 pekerja. Sedangkan responden yang memiliki IMT normal, paling banyak mengalami keluhan MSDs ringan. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,941 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara indeks
69
masa tubuh dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder pada bagian Fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia. 5.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Hasil penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.11. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 Keluhan MSDs
Total
Berat
Ringan Tidak Ada
n
%
n
n
%
n
%
Berat
0
0,0
1 100,0 0
0,0
1
100,0
Sedang
4 50,0
4
50,0
0
0,0
8
100,0
Ringan
1
3.3
24 80,0
5
16,7
30 100,0
Tidak merokok
2
5,6
29 80,6
5
12,8
36 100,0
Variabel
%
P value
0,044
Sumber : Data Primer Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang memiliki kebiasaan merokok ringan, paling banyak responden memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 24 pekerja (80%). Sedangkan pada responden yang tidak merokok, paling banyak memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 29 pekerja (80,6%). Dari hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,044 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010.
70
5.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Tabel 5.12. Analisis Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 Keluhan MSDs Variabel
Berat
Ringan
Total
Tidak ada
n
%
n
%
N
%
n
%
Kurang
6
12,5
41
85,4
1
2,1
48
100
Cukup
1
3,7
17
63,0
9
33,3
27
100
P value
0, 000
Sumber : Data Primer Dilihat dari tabel di atas dapat diperoleh bahwa dari 48 responden yang memiliki kesegaran jasmani yang kurang, responden yang paling banyak adalah memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sebesar 41 pekerja (85,4%). Sedangkan responden yang memiliki kesegaran jasmani yang cukup, paling banyak mengalamai keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 17 pekerja (63,0%) dari 27 pekerja. Berdasarkan dari hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,001 (p value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian a. Data keluhan MSDs hanya berdasarkan keluhan responden yang dapat bersifat subjektif, karena tidak didukung oleh data medis yang dapat memastikan bahwa responden benar menderita MSDs. b. Pengukuran dengan metode QEC (quick exposure check) hanya mengukur risiko pekerjaan pada tubuh bagian atas saja, sehingga jika ada keluhan yang dirasakan pada tubuh bagian bawah maka tidak dapat diketahui besar risiko dan pengaruhnya dengan faktor pekerjaan.
6.2. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs 6.2.1. Keluhan Musculosceletal Disorders Keluhan MSDs pada pekerja dalam penelitian ini ditinjau dari tingkat keluhannya dan bagian tubuh yang dirasakan keluhan. Menurut Humantech (2003), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Hal tersebut dapat terjadi jika otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut musculosceletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculosceletal.
71
72
Dari hasil pengukuran keluhan MSDs berdasarkan tingkat keluhan maka diperoleh paling banyak (77,3%) pekerja yang mengalami keluhan MSDs ringan, sedangkan pekerja dengan keluhan MSDs berat sebanyak 9,4% dan pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs sebanyak 13,3%. Sedangkan pengelompokkan keluhan MSDs berdasarkan bagian tubuh diperoleh bahwa 60% pekerja merasakan keluhan pada bagian pinggang, pekerja merasakan keluhan pada leher sebanyak 57% dan merasakan sakit pada bagian bahu kanan serta kiri sejumlah 48%. Hasil penelitian diatas sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Juniani (2007) pada welder yang melakukan pengelasan bahwa keluhan MSDs seperti kaku sering dirasakan pada bagian bahu sebanyak 66%, pekerja merasa sakit atau nyeri pada leher sebanyak 69% dan merasakan nyeri pada bagian pinggang sebanyak 77%. Menurut NIOSH (1997), MSDs pada leher dan bahu terjadi karena pekerja melakukan gerakan berulang ‘repetitive work’, posisi leher dan bahu dalam keadaan menahan beban berat serta posisi yang ekstrim ketika bekerja. Sedangkan keluhan MSDs yang terjadi pada pinggang ‘low back pain’ dapat muncul akibat postur kerja yang buruk seperti membungkuk dan gerakan mengangkat berulang sehingga memaksa kerja otot/sendi tulang belakang dan akhirnya terjadi pembengkakan pada sendi. Menurut James (2007), ketika ruas-ruas tulang menekuk ke depan maka otot akan bekerja dengan keras untuk menopang tulang/rangka bagian atas sampai
73
kepala, sehingga otat akan melentur. sehingga semakin sering dan semakin lama digunakan dengan berlebihan, maka hal demikian akan menyebabkan hilangnya kelenturan pada otot tersebut. Gambar 6.1. Postur Kerja yang Tidak Ergonomis
A
B
a. Contoh postur kerja yang tidak ergonomis, b. postur kerja tidak ergonomis
Sumber :a. James T. Alberts (2007) b. dokumentasi Peneliti Berdasarkan hasil temuan di tempat penelitian, diketahui bahwa munculnya keluhan MSDs dikarenakan terdapat beberapa workshop yang tidak memiliki alat bantu kerja berupa meja kerja. Meja kerja yang biasa digunakan untuk memudahkan dalam melakukan pengelasan dan dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan aspek ergonomis. Penggunaan alat tersebut diharapkan dapat meningkatkan produkstivitas dan juga pekerja dapat melakukan pengelasan tanpa berada pada posisi yang tidak
74
ergonomis sehingga dapat menghindari ergonomi berupa musculosceletal disorders. Akibatnya jika ada pekerja yang bekerja tanpa workshop maka mereka akan melakukan pengelasan secara bebas dan tanpa disadari telah bekerja dengan posisi yang tidak standard dan berisiko. Beberapa pekerja juga menuturkan bahwa keluhan yang dirasa besar kemungkinan disebabkan oleh posisi yang statis dan tidak standar (seperti jongkok, membungkuk dan overhead) saat melakukan pengelasan, terutama ketika melakukan pengelasan panjang/full weld. Hal tersebut sesuai sebagaimana yang diungkapkan dalam James (2007), posisi statis ditandai oleh kontraksi otot yang lama yang biasanya sesuai dengan sikap tubuh dan tidak dianjurkan untuk meneruskan kerja otot statik dalam jangka lama karena akan timbul rasa nyeri dan memaksa tenaga kerja untuk berhenti. Selain itu disebabkan juga oleh postur yang tidak sesuai seperti mengelas dalam posisi jongkok, membungkuk dan pengelasan over head serta adanya aktifitas manual handling saat memindahkan bahan baku seperti besi baja ke meja kerja. Hal yang sama dilaporkan oleh Europan communities (2008) bahwa sekitar 40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang di Eropa telah menderita MSDs setiap tahunnya dan juga cidera musculoskeletal disorders (MSDs) menyebabkan kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21% pada perusahaan manufacture (Installation, maintenance, and repair
75
occupations) dan sektor pelayanan jasa, terutama mayoritas yang menerima pajanan ini adalah operator ataupun pekerja kasar (dalam Susan Stock et al, 2005). Adapun gambar dari meja kerja adalah sebagai berikut : Gambar 6.2. Meja Kerja yang Digunakan di PT.Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Sumber : Dokumentasi Peneliti 6.2.2. Risiko Pekerjaan Risiko pekerjaan diukur dengan menggunakan metode quick exposure check ketika melakukan pengelasan pada tubuh bagian atas. Menurut Buckle (2005), pengukuran dilakukan pada bagian tubuh atas seperti leher, punggung, lengan dan bahu serta dengan mempertimbangkan berat beban yang diangkat, durasi, frekuensi dan postur. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh 52% pekerjaan memiliki risiko sedang, sedangkan 48% lainnya memiliki risiko pekerjaan ringan. Namun tinggi rendahnya tingkat risiko pekerjaan yang ada dipengaruhi oleh
76
banyaknya jumlah permintaan barang dari pasar sehingga membuat pekerja untuk bekerja lebih ekstra untuk memenuhi target bulanan. Oleh karena itu, semakin tinggi dari pekerjaan maka semakin besar pula peluan seseorang untuk mengalami keluhan MSDs. Berdasarkan studi yang dilakukan European Campaign On Musculoskeletal Disorders pada tahun 2008 terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa, melaporkan 62% telah terpapar MSDs pada tangan akibat adanya gerak repetitive/berulang dan 46% dilaporkan akibat posisi tubuh yang melelahkan selama bekerja. 6.2.3. Usia Pekerja Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa rata-rata usia pekerja adalah 31 tahun, usia pekerja paling tua adalah 43 tahun dan usia pekerja paling muda adalah 21 tahun. Melihat teori yang diungkapkan dalam Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Lain halnya menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusai 30 tahun. Oleh karena itu pekerja yang ada di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia mempunyai potensi untuk mengalami keluhan MSDs.
77
6.2.4. Masa Kerja Masa kerja diukur dengan menjumlahkan total keseluruhan masa kerja baik itu di PT. Caterpillar Indonesia ataupun perusahaan sebelumnya bekerja. Menurut Ohlssson et al (1989), semakin lama masa kerja seseorang dapat menyebabkan terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang secara fisik maupun secara psikis. Hal ini dikarenakan tingkat endurance otot yang sering digunakan untuk bekerja akan menurun seiring lamanya seseorang bekerja. Berdasarkan tabel hasil 5.4, dapat dilihat bahwa rata-rata masa kerja adalah 84 bulan atau setara dengan 7 tahun. Masa kerja terlama adalah 20 tahun. 6.2.5. Indeks Masa Tubuh Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi pekerja. Menurut Horn et al (1998), seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan kelelahan dan nyeri otot. Berdasarkan hasil, diperoleh pekerja yang memiliki indeks masa tubuh obesitas sejumlah 13 pekerja (17,3%) dan pekerja dengan indeks masa tubuh normal sebanyak 32 pekerja (42,7%). 6.2.6. Kebiasaan Merokok Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui berdasarkan
jumlah
rokok
yang
dikonsumsi
setiap
hari
dengan
78
pengkategorian merokok dan tidak merokok. Pekerja yang termasuk tidak merokok jika tidak pernah ataupun sudah berhenti merokok lebih dari satu tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa responden yang merokok adalah sejumlah 39 pekerja (52%) dan responden yang tidak merokok sejumlah 36 pekerja (48%). Menurut Croasmun (2003), kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah. 6.2.7. Kesegaran Jasmani Kesegeran jasmani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan MSDs. Menurut Mitchell (2008), tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat akibat kurangnya kelenturan otot sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik tanpa kesegaran jasmani. Berdasarkan hasil uji univariat dapat dilihat bahwa 64% pekerja memiliki kesegaran jasmani yang kurang, sedangkan 36% lainnya memiliki kesegaran jasmani yang cukup. 6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs 6.3.1. Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs Hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, Cileungsi 2010 diperoleh bahwa dari 39 pekerja dengan risiko pekerjaan sedang dan mengalami keluhan
79
MSDs ringan adalah sebesar 31 orang (79,5%), sedangkan dari 36 pekerja dengan risiko pekerjaan rendah dan mengalami keluhan MSDs ringan adalah sejumlah 27 orang (75%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.9) diperoleh p value 0,000 (< 0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs. Dari 75 welder, 85,2% welder yang bekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia mengalami keluhan MSDs. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Raharjo (2008) bahwa 83,7% pekerja merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah dengan skor risiko pekerjaan (REBA) 8-10/high risk. Menurut Grandjen (1993), keluhan MSDs terjadi karena sikap kerja tidak alamiah yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan diperoleh bahwa masih ada beberapa welder yang bekerja dengan postur janggal yang berisiko untuk menyebabkan MSDs seperti kemiringan punggung ataupun leher yang melebihi 200, jongkok, membungkuk dan posisi pengelasan di atas kepala/overhead (Neville Santon 2005). Menurut supervisior di bagian Fabrikasi WTD, keadaan di atas terjadi karena beberapa workshop belum memiliki meja kerja sehingga pekerja harus melakukan pengelasan secara bebas dan tidak dapat dipungkiri
80
jika mereka bekerja dengan posisi-posisi yang berisiko untuk menimbulkan keluhan MSDs. Selain postur kerja yang tidak alamiah, keluhan MSDs akan meningkat bila dalam pekerjaan melakukan gerakan berulang dengan beban yang berat. Menurut Buckle (2005), beban yang diperbolehkan untuk diangkat secara manual dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu ringan (≤ 5 kg), sedang (6 - 10 kg), berat (11 – 20 kg) dan sangat berat (≥ 21 kg). Sedangkan berat alat kerja yang digunakan dengan satu tangan dikategorikan menjadi 3 yaitu, low (< 1 kg), medium (2 - 4 kg) dan high (> 4 kg), sehingga dapat disimpulkan semakin berat alat yang digunakan dengan intensitas yang tinggi (sering) maka akan semakin meningkatkan risiko untuk mengalami MSDs. Hasil survei oleh European Campaign On Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap hari. Berdasarkan standar QEC, berat alat kerja yang digunakan termasuk kategori high, hal tersebut dapat dilihat dari alat kerja seperti gerinda yang memiliki berat sampai 4,5 kg dan alat pengencang baut yang memiliki berat mencapai 15 kg. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari supervisior di bagian Fabrikasi, perusahaan menginstruksikan kepada pekerja yang akan mengangkat benda dengan berat minimal 15 kg agar menggunakan crane yang telah disediakan. Penggunaan alat pengencang baut yang beratnya
81
melebihi standar terpaksa digunakan karena alat yang lebih ringan yang biasa digunakan sedang mengalami kerusakan. Gambar 6.3. Penggunaan alat kerja yang beratnya mencapai 15 kg
Sumber: Dokumentasi Peneliti Seluruh pekerjaan yang ada di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia telah memiliki standard work sheet (SWS) guna memudahkan pekerja dalam pencapaian target produksi. SWS tersebut mengatur setiap detail pekerjaan yang akan dikerjakan, sehingga setiap pekerja dituntut harus dapat
melakukan
mempertimbangkan
pekerjaannya keselamatan
sesuai pekerja.
target Namun
serta
dengan
melihat
beratnya
pekerjaan yang dilakukan di bagian Fabrikasi, risiko untuk terkena MSDs tetap tidak dapat dihilangkan hingga 0%, Hal tersebut dapat dikarenakan tidak ada pekerjaan yang tidak memiliki risiko, apalagi jenis pekerjaan yang ada adalah pembuatan komponen dasar alat berat yang mayoritas berbahan dasar dari baja sehingga diperlukan tenaga yang ekstra & ketahanan fisik yang baik dalam mengerjakannya.
82
Oleh karena itu, melihat besarnya dampak yang muncul maka perusahaan dapat menerapkan sistem job rotation dan perusahaan menghimbau kembali kepada pekerja untuk menggunakan back support guna meminimalisir keluhan MSDs, serta perusahaan mewajibkan kepada pekerja agar melakukan senam pagi secara rutin. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan dalam Parkes et al. (2005) bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Selain himbauan untuk beristirahat, perusahaan juga menyediakan back support yang berfungsi menyokong pinggang dan punggung guna menghindari risiko ketika dalam posisi membungkuk. Akan tetapi banyak pekerja yang tidak memakainya karena merasa kurang nyaman dan ruang geraknya terbatas ketika bekerja. Adapun jenis back support yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : Gambar 6.4. Back Support
Sumber : www.ergoweb.com 6.3.2. Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs Menurut Bridger (1995), sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi degenerasi
83
berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang sehingga semakin tua seseorang maka semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs. Hasil analisis hubungan antara faktor usia dengan keluhan MSDs di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia menyebutkan bahwa kelompok pekerja yang memiliki keluhan MSDs berat (9,4%) berusia rata-rata 36 tahun, sedangkan mereka yang memiliki keluhan MSDs ringan (77,3%) berusia rata-rata 31 tahun. Lain halnya dengan kelompok pekerja dengan kategori tidak ada keluhan MSDs (13,3%) memiliki rata-rata usia 28 tahun. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa keluhan MSDs akan meningkat secara linear sesuai dengan bertambahnya usia. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang terdapat dalam Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun serta tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Sedangkan teori yang disebutkan oleh Bridger (2003) bahwa sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.
84
Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.10) diperoleh p value 0,116 (>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena pekerja yang memiliki usia dibawah umur rata-rata untuk terkena keluhan MSDs (31 tahun), lebih banyak yang bekerja dengan risiko pekerjaan ringan daripada risiko pekerjaan sedang dan juga lebih banyak yang memiliki masa kerja dibawah rata-rata (7 tahun) untuk mengalamai keluhan MSDs. Selain itu, banyak terdapat pekerja yang berumur dibawah usia rata-rata terjadinya keluhan MSDs (31 tahun) dan mengalami keluhan MSDs. Sebaliknya, terdapat pekerja yang berumur diatas usia rata-rata terjadinya keluhan MSDs (31 tahun) akan tetapi tidak mengalami keluhan MSDs berat. 6.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu profesi tertentu. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis antara faktor masa kerja dengan keluhan MSDs di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia menunjukkan bahwa kelompok pekerja yang memiliki keluhan MSDs berat sebanyak 9,4% memiliki masa kerja rata-rata 170,3 bulan (14 tahun), sedangkan kelompok dengan keluhan MSDs ringan sebanyak 77,3% memiliki masa kerja rata-rata
85
82 bulan (7 tahun). Lain halnya dengan kelompok pekerja dengan kategori tidak ada keluhan MSDs (13,3%) memilki rata-rata masa kerja 36 bulan (3 tahun). Hasil penelitian tersebut menunjukkan keluhan MSDs berbanding lurus dengan bertambahnya masa kerja. Hasil di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ohlssson et al (1989) bahwa keluhan MSDs akan semakin bertambah ketika masa kerja seseorang bertambah juga kejenuhan baik secara fisik maupun secara psikis. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.11) diperoleh p value 0,002 (< 0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan MSDs yang dialami mereka. Hasil yang sama didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Octarisya (2009) bahwa 66,7% pekerja yang memiliki masa kerja > 15 tahun telah mengalami MSDs lebih berat dibandingkan dengan mereka dengan masa kerja < 15 tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat peningkatan keluhan MSDs semakin meningkat ketika masa kerja seseorang semakin lama, karena semakin lama seseorang bekerja tentunya akan menerima risiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan pekerja yang baru. Hal ini dapat dimungkinkan perusahaan menerapkan program K3 terkait ergonomi baru pada pertengahan tahun 2008 (safety ergonomic), sehingga pekerja itu cukup lama tidak mendapatkan program ergonomi dari awal bekerja. Untuk memperkecil risiko keluhan MSDs pada pekerja, perusahaan dapat melakukan job rotation guna menghindari stress pada otot tubuh akibat pekerjaan yang monoton.
86
6.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang maka bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mengalami kelebihan berat badan akan berusaha menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang dapat mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998). Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan p value sebesar 0,941 (> 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT.Caterpillar Indonesia pada tahun 2010. Hasil uji diperoleh bahwa sebagian besar pekerja memiliki IMT normal dan mengalami keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 26 pekerja. Hasil penelitan di atas tidak sama dengan hasil penelitian Karuniasih (2009) yang meneliti 52 orang supir bus travel, yaitu sejumlah 90,4% keluhan MSDs dialami oleh supir bus yang memiliki indeks masa tubuh berlebih (overweight) ataupun obesitas. Secara teori, IMT merupakan faktor yang berhubungan dengan munculnya keluhan MSDs, namun pada hasil penelitian kali ini diperoleh hasil yang berbeda. Ketidaksesuaian tersebut dapat dimungkinkan pekerja yang diteliti memiliki rata-rata IMT normal yaitu sebesar 23,08 kg2/m (IMT < 25). Kemungkinan lainnya adalah pekerja memiliki masa kerja di bawah
87
rata-rata untuk mengalami keluhan MSDs (7 tahun). Selain itu, responden yang mengalami obesitas tidak merasakan keluhan dapat disebabkan karena mereka melakukan olahraga di luar jam kerja seperti di akhir pekan. Hal ini didukung pula dari uji crosstab antara variabel IMT dengan kesegaran jasmani, dimana pekerja yang mengalami obesitas dan memiliki kesegaran jasmani cukup, jumlahnya lebih banyak daripada pekerja yang memiliki kesegaran jasmani kurang. 6.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs Kebiasaan merokok terkait erat antara meningkatnya keluhan otot dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Selain itu, masuknya karbon monoksida dari rokok ke dalam aliran darah akan mengikat sel darah pembawa oksigen lebih kuat sehingga transportasi oksigen terganggu. Hal ini membuat pasokan oksigen ke otot berkurang yang mengakibatkan penumpukan asam laktat yang mengakibatkan nyeri pada otot (NIOSH, 1997). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,044 (< 0,05), hal ini menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan munculnya keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia. Melihat data di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan MSDs berat dan memiliki kebiasaan merokok ringan adalah sejumlah 1 orang (3,3%), sedangkan pekerja yang
88
memiliki kebiasaan merokok sedang lebih banyak mengalami keluhan MSDs berat yaitu sebesar 4 orang (50%). Menurut The Surgeon General’s Advisory Group on Smoking and Health dalam Bustan (2008), menyebutkan bahwa kausa haruslah ditemukan lebih sering pada penderita dibanding dengan dengan yang tidak menderita, orang-orang yang terpapar harus lebih banyak ditemukan daripada yang tidak terpapar dan insiden penyakit meningkat sesuai peningkatan lama dan tingginya dosis keterpaparan. Berdasarkan hasil survey oleh Annuals of Rheumatic Diseases dalam Croasmun (2003), diperoleh hubungan antara perokok dengan munculnya keluhan MSDs dan dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk merasakan MSDs. Meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paruparu, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah dan akhirnya efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit (osteoporosis, undegenerasi tulang) akibat dari penyerapan kalsium yang terganggu. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, perusahaan memberlakukan kebijakan mengenai larangan merokok di area sekitar perusahaan. Sangsi
89
bagi mereka yang melanggar larangan merokok tersebut berupa Putus Hubungan Kerja (PHK). Larangan merokok tersebut ditujukan untuk menghindari bahaya yang disebabkan oleh rokok tersebut seperti ledakkan, kebakaran ataupun bahaya kesehatan seperti jantung dan gangguan paruparu, sehingga bagi pekerja yang perokok akhirnya lebih memilih untuk merokok di luar area perusahaan. Hasil temuan lainnya, terdapat beberapa pekerja yang merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam pabrik. Padahal tindakan merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam pabrik sangatlah berisiko baik itu dari sisi keselamatan kerja maupun karir pekerjaannya di perusahaan. Melihat fakta tersebut, sehingga kemungkinan besar pekerja untuk memiliki risiko keluhan MSDs yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok semakin besar. Selain itu, dimungkinkan bagi mereka yang tidak merokok bukan berarti akan terhindar untuk mengalami keluhan MSDs. Hal ini dapat disebabkan mereka telah terpapar asap rokok dari rekan kerja atau lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, bagi pekerja yang merokok sebaiknya diberikan informasi mengenai besarnya dampak yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok. Dan demi menjaga kesehatan para pekerjanya yang merupakan salah satu aset utama, maka perusahaan seharusnya dapat menyelenggarakan pelatihan quit smoking ataupun pelatihan lainnya yang bertujuan
untuk
mengurangi
kebiasaan
merokok
sehingga
meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas pekerjanya.
dapat
90
6.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan berolahraga. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot (Mitchell, 2008). Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 (< 0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder pada bagian Fabrikasi di PT.Caterpillar Indonesia. Dari hasil penelitan di atas didapatkan bahwa paling banyak pekerja adalah yang kurang melakukan olahraga dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang (54,7%). Sedangkan pekerja paling sedikit adalah yang kurang melakukan olahraga tapi tidak memiliki keluhan MSDs yaitu satu orang (1,3%). Hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evans (1996) terhadap 10 pekerja bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya kenaikan 128 % kapasitas oksigen pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan. Sebaliknya menurut WHO, kurangnya aktifitas fisik dapat menyebabkan menurunnya kesehatan tubuh yang selanjutnya dapat mempertinggi frekuensi sakit dan akhirnya memperpendek umur. Hal tersebut berdasarkan hasil survey di Amerika
91
bahwa tercatat 250,000 jiwa melayang setiap tahun hanya karena gaya hidup pasif. berdasarkan penelitian epidemiologi olahraga yang dilakukan oleh Monica Optional Study of Activity (MOSPA) menunjukkan bahwa seseorang
yang
kurang
melakukan
aktifitas
fisik/olahraga
akan
meningkatkan risiko untuk mengalami hipertensi, stroke, kanker, diabetes dan osteoporosis. Melihat hasil penelitian di PT. Caterpillar Indonesia di atas bahwa masih banyak pekerja yang tidak melakukan senam pagi dengan ritun di perusahaan atau bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan senam. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengawasan, selain itu pekerja belum memiliki kesadaran bahwa senam pagi yang diadakan perusahaan dapat meningkatkan derajat kesehatan pekerja dan memperkecil risiko munculnya keluhan MSDs. Pada umumnya keluhan MSDs dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya tidak mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan jarang
berolahraga.
Tingkat
kesegaran
tubuh
yang
rendah
akan
mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Olahraga secara rutin dapat meningkatkan alirahan darah ke otot, tendons dan ligament sehingga dapat membantu meningkatkan nutrisi pada sel. Adapun gambar dari kegiatan senam pagi yang dilakukan di PT.Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada gambar 6.4. Berolahraga
dapat
meningkatkan
temperatur,
meningkatkan
metabolisme dan tingginya kadar oksigen darah. Sehingga lama kelamaan
92
otot tubuh akan menjadi kuat dan menambah daya tahan serta menghindari kelelahan otot. Olahraga juga dapat memberikan struktur tulang yang kuat dan stabil serta mencegah terjadinya cidera. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang UU.23/1992 tentang kesehatan pasal 46 bahwa dengan olahraga atau latihan jasmani yang benar akan dicapai tingkat kesegaran jasmani yang baik dan merupakan modal penting dalam peningkatan prestasi. Gambar 6.5. Kegiatan senam pagi di PT.Catepillar Indonesia pada tahun 2010
Sumber: Dokumentasi Peneliti Melihat pentingnya dampak yang diakibatkan dari kurang olahraga, maka perusahaan sebaiknya tidak hanya mewajibkan pekerjanya untuk melakukan senam akan melainkan melakukan pengawasan dan memberikan sanksi jika ada pekerja yang tidak melaksanakannya. Selain itu, perusahaan juga dapat memberikan hadiah/penghargaan kepada pekerja yang rutin
93
melakukan senam atau dapat juga diadakan perlombaan senam. Hal demikian semata-mata dilakukan untuk memotivasi pekerja agar melakukan senam pagi dan juga sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap pekerjanya
yang
merupakan
aset
meningkatkan produktivitas pekerja.
utama
serta
merupakan
upaya
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 75 welder di bagian Fabrikasi PT.Caterpillar Indonesia diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Gambaran welder yang mengalami keluhan MSDs adalah 65 orang dengan tingkat keluhan ringan yaitu 58 orang (89,3%) dan jumlah keluhan berat adalah 7 orang (9,3%). 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs antara lain risiko pekerjaan (p value = 0,000), masa kerja (p value = 0,002), kebiasaan merokok (p value = 0,044) dan kesegaran jasmani (p value = 0,000). 3. Faktor-faktor yang tidak berhubungan adalah antara usia kerja dengan keluhan MSDs (p value 0.116). Tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs (p value 0,941). 7.2. Saran 7.2.1. Bagi Pekerja 1. Pekerja sebaiknya melakukan istirahat disaat sudah mulai merasakan stres pada otot tubuh. Selain itu, pekerja diharapkan untuk menggunakan back support guna meminimalisir keluhan MSDs sebagaimana yang telah dihimbau perusahaan. 2. Melihat besarnya manfaat senam pagi, maka sebaiknya pekerja wajib mengikuti senam pagi di perusahaan. 3. Dari melihat dampak yang ditimbulkannya, bagi pekerja yang merokok, disarankan untuk berhenti merokok. 94
95
7.2.2. Bagi Perusahaan 1. Untuk menghindari terjadinya keluhan MSDs akibat dari risiko pekerjaan dapat dilakukan dengan menghimbau pekerja untuk melakukan istirahat disaat pekerja sudah mulai merasakan stres pada otot tubuh. Selain itu diharapkan perusahaan menyediakan back support dalam berbagai ukuran dan menghimbau pekerja untuk menggunakannya guna meminimalisir keluhan MSDs. 2. Perusahaan
dapat
melakukan
rotasi
pekerjaan
dengan
tetap
mempertimbangkan kualifikasinya untuk menghindari stress pada otot tubuh akibat pekerjaan yang terus menerus. 3. Perusahaan dapat menyelenggarakan pelatihan quit smoking yang bertujuan untuk mengurangi kebiasaan merokok pada pekerjanya. 4. Untuk mencegah keluhan MSDs yang diakibatkan kurangnya kesegaran jasmani, perusahaan mewajibkan senam pagi kepada seluruh pekerja dan harus melakukan pengawasan terhadap pekerjanya selama kegiatan senam pagi sampai kesadaran melakukan senam melekat dan membudaya pada pekerja, serta memberikan sanksi bagi pekerja yang tidak mengikuti senam pagi ataupun memberikan hadiah bagi pekerja teladan yang selalu melakukan senam. 7.2.3. Peneliti Selanjutnya 1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi secara medis keluhan MSDs untuk memperoleh data yang objektif. Selain itu, pengukuran dilakukan ketika sebelum bekerja, saat bekerja dan setelah bekerja.
96
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode REBA atau metode lainnya untuk mengukur risiko ergonomi tubuh bagian yang diakibatkan dari pekerjaan. 3. Peneliti selanjutnya diharapakan dapat meneliti variabel lainnya seperti faktor lingkungan dan faktor psikososial.
DAFTAR PUSTAKA Ansyari, Muhammad. 2007. Pengaruh Penerapan Ergonomi pada Fasilitas Kerja Terhadap Produktivitas Pekerja Pembungkus Dodol Di Desa Paya Perupuk Kecamatan Tanjung Pura. USU : Medan. Apriandriani, Rida. 2007. Gambaran Faktor Risiko Pada Sewing, Press Stunt Plug Operator dan Packing di PT Panarub Industri-Tangerang (S4913). FKM UI : Depok. Bridger,R.S. 1995. Introduction to Ergonomics CCOHS. Work related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) Diakses dari : http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/rmirsi.html#top Buckle, Peter. 2005. Ergonomics and musculoskeletal disorders: overview. Occupational Medicine. Oxford University Press. Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta Chaffin et.al. 1991. Second Edition. Occupational Biomechanics. John Wiley & Sons.Inc : New York. Cohen, Alexander L. et, al. 1997. Element of Ergonomics Program. A primer Based On Workplace Evaluations Of Musculoskeletal Disorders. Departement Of Health and Human Services NIOSH :USA. Collins, John & Leonard O'Sullivan. 2009 Psychosocial risk exposures and musculoskeletal disorders across working-age males and females. Ergonomics Research Group, University of Limerick : Ireland. Croasmun, Jeanie. 2003. Link Reported Between Smoking and MSDs. Annals of Rheumatic Diseases : Reuters. Diakses dari : http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=670. Departemen Kesehatan. 2005. Profil Masalah Kesehatan thaun 2005. Jakarta. European Agency for Safety and Health at Work. 2003. Expert forecast on emerging physical risks related to occupational safety and health. Bilbao. European Agency for Safety and Health at Work. 2005. Priorities for occupational safety and health research in the EU-25. Official Publications of the European Communities : Luxembourg.
96
97
European Campaign On Musculoskeletal Disorders. 2008. Work-related musculoskeletal disorders: prevention report. Office for Official Publications of the European Communities : Luxemburg. Evans, W. 1996. Reversing Sarcopenia: How Weight Training Can Build Strength and Vitality. Geriatrics. Diakses dari : http://www.ergoweb.com/forum/index.cfm?page=topic&topicID=5022. Geoffrey David, et al. 2005. Further Development of The Usability and Validity of The Quick Exposure Check (QEC). University of Surrey : Guildford. Grandjean, E. 1993. 4th Edition. Fitting The Task to The Man. Taylor & Francis, Inc : London. Hendra
& Suwandi Rahardjo. 2008. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. FKM UI : Depok.
Humantech. 2003. Applied Ergonomics Training Manual. Humantech Inc : Berkeley Australia. John. 2007. Application of Ergonomic at Workplace. Diakses dari : http://www.safetyinfo.com/guests/Ergonomic%20and%20MSD%20Fact% 20Sheet.html. Julling, Angela. 2004. Facts About Smoking. Last Packet- The Effect of Smoking on Repetitive Strain Injuries. Guest Author - Marji Hajic. Karuniasih. 2009. Tinjauan faktor risiko dan keluhan subjektif terhadap timbulnya muskuloskeletal disorders pada pengemudi travel X Trans tujuan Jakarta-Bandung tahun 2009. Diakses dari : http://www.digilib.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=125749&loka si=lokal. Ketut Tirtayasa, et al. 2003. Jurnal Human Ergo. The change of working posture in manggur decreases cardiovascular load and musculoskeletal complaints among balinese gamelan craftsmen. Udayana University : Udayana. Kuorinka, et al. 1987. Standardized Nordic questionnaire for the analysis of musculoskeletal symptoms. Kroemer, K.H.E and E. Grandjean. 1998. Fitting The Task to The Human. 2nd edition. Taylor & Francis : London.
98
Kroemer Karl, et al. 2001. Ergonomics: How to Design for Ease and Efficience. 2nd ed. Prentice Hall of International Series : New Jersey. Linga, Gita F. 2007. Media Relations Officer ILO. Jakarta. Michael, R. 2001. Physical, Psychosocial and Work Organization Factors on Injury/illness Absences. Diakses dari : http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=340. Mitchell, Tamara. 2008. The Great Stretching Debate. Sally Longyear (ed). __ Nataya Charoonsri, dkk. 2008. Identifikasi Risiko Ergonomi Pada Stasiun Perakitan Daun Sirip Diffuser di PT X. Trisakti University : Jakarta. Neville Santon, et al. 2004. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. CRC press : New York. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1997. Musculoskeletal Disorders (MSDs) and Workplace Factors – A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity and Low Back. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). National Institute for Occupational Safety and Health. 2007. Ergonomic Guidelines for Manual Material Handling. 4676 Columbia Parkway Cincinnati. Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Komsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi ke 2. Guna Widya : Surabaya. Oborne, David J. 1995. Ergonomics at Work. Human Factor in Design and Development. 3rd edition. John Wiley and Sons ltd : Chicester. Ohlsson K, et al. 1989. Self- reported symptoms in the neck and upper limbs of female assembly workers. Scand J Work Environ Health. Oktarisya, Mega. 2009. Tinjauan Faktor Risiko MSDs pada Pekerja Departemen Perasional, PT. Repex, HLPA Station 2009. FKM UI : Depok. Orawan Kaewboonchoo, et al. 1998. The Standardized Nordic Questionnaire Applied to Workers Exposed to Hand-Arm Vibration. Wakayama Medical University and Gifu University : Jepang.
99
Parkes, Katharine R. et al. 2005. Musculo-skeletal disorders, mental health and the work environment. Department of Experimental Psychology, University of Oxford. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen Publishers, Insc : Maryland, Gaithersburg. _______________. 1999. Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work. Taylor & Francis : London. Romadhona, Andri. 2009. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Pada Aktivitas Mengangkat dan Mendorong Pasien Pada Perawat IGD RSUD dr. Adjidarmo. FKIK UIN : 2009. Suheni, Yuliana. 2007. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 40 Tahun Ke Atas Di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat , Universitas Negeri Semarang : Semarang. Springer, T.J. 2007. Promotion and Control of Risk Ergonomics. St. Charles. Diakses dari : http://ergorehabblog.blogspot.com/2007/11/ergonomicsillumination-risks-and.html. Suma’mur, P.K. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamtan Kerja. Cetakan 13. Haji Masagung: Jakarta. Susan Stock et.al. 2005. Work-related Musculoskeletal Disorders, Guide and Tools for Modified Work. National Library of Quebec : Montréal. Tan HC dan Horn SE. 1998. Pratical manual of physical medicine and rehabilitation. St. louis, Mosby. Tarwaka, Bakri,SHA. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.