PERMINTAAN KONSUMEN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH DI KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG
TRISNI NOVIASARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 Trisni Noviasari H34114070
ABSTRAK TRISNI NOVIASARI. Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Permintaan cabai merah yang berfluktuatif dapat berpengaruh terhadap harga yang ditawarkan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah dan bagaimana respon rumah tangga di Kecamatan Coblong Kota Bandung terhadap permintaan cabai merah akibat perubahan harga dan pendapatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014 pada 40 responden ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong adalah harga cabai merah dan jumlah anggota keluarga yang signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan variabel frekuensi pembelian, suku, preferensi terhadap pedas, tempat pembelian dan pendapatan rumah tangga signifikan pada tingkat kepercayaan kurang dari 99%. Respon permintaan terhadap perubahan harga bersifat elastis. Kata kunci : Permintaan cabai merah, faktor-faktor, elastisitas
ABSTRACT TRISNI NOVIASARI. The Demand of Pepper in Coblong Bandung. Supervised by ANNA FARIYANTI. Pepper is one of the vegetables that is generally consumed by people in Indonesia. The demand fluctuation can affected the price of pepper. This study aims to analyze determinants of pepper demand and household response to the price fluctuation and income changes. This research was conducted from December 2013 until Januari 2014 with 40 household consumer as samples in Coblong, Bandung. Based on this research, the factors that affect pepper demand are its price and family members (significant at 99 confidence level), while the other variables such as purchasing frequency, ethnic group, preference of spicy food, and household income is less significant at 99 confidence level. Demand response to the price change is elastic. Keywords: Red chilli demand, factors, elasticity
PERMINTAAN KONSUMEN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH DI KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG
TRISNI NOVIASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung Nama : Trisni Noviasari NIM : H34114070
Disetujui oleh
Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Pembimbing
Diketahui Oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai karya akhir dengan judul Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Di Kecamatan Coblong Kota Bandung sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Laporan ini merupakan hasil penelitian penulis yang dilaksanakan di Kecamatan Coblong Kota Bandung selama jangka waktu satu bulan pada bulan Desember hingga Januari 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, saran, serta ilmu pengetahuannya selama penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Amzul Rifin, SP MA dan Ibu Eva Yolynda Aviny, SP MM selaku dosen penguji utama dan dosen penguji akademik yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. Penghargaan tak lupa penulis sampaikan kepada Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis, seluruh responden ibu rumah tangga di Kecamatan Coblong, Pegawai Kantor Kecamatan Coblong, serta seluruh pihak yang telah membantu memberikan berbagai informasi kepada penulis. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, para sahabat, dan rekan-rekan seperjuangan Alih Jenis Agribisnis Angkatan 2 atas doa, nasehat, kasih sayang, dan rasa kebersamaan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Akhir kata dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan kepada para pembaca sekalian. Amin.
Bogor, Maret 2014
Trisni Noviasari H34114070
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Cabai Merah Permintaan komoditas pertanian Analisis Faktor-faktor permintaan pada komoditi pertanian Elastisitas terhadap permintaan KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Di Kecamatan Coblong Respon harga cabai merah di Kecamatan Coblong SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii vii viii 1 1 5 7 7 7 7 7 8 9 10 11 11 16 18 18 18 18 19 24 24 33 40 41 41 41 42 44
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Ekspor impor pertanian periode Januari-Februari 2013 Produksi komoditas sayuran tertinggi tahun 2008-2012 Rata-rata konsumsi cabai merah di Indonesia tahun 2008-2012 Uji Durbin-Watson: Aturan Keputusan Penduduk Kecamatan Coblong per Kelurahan tahun 2000, 2010 dan 2012 Penduduk dan rumah tangga di Kecamatan Coblong per Kelurahan tahun 2012 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Coblong Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok Tabel Sarana dan Prasarana Kecamatan Coblong Kelurahan dan Jumlah RT/RW Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian Data responden berdasarkan frekuensi pembelian cabai merah Data responden menurut jumlah pembelian cabai merah Karakteristik responden menurut produk subtitusi Karakteristik responden terhadap ketahanan untuk tidak mengkonsumsi cabai merah Sebaran responden berdasarkan persepsi responden terhadap harga beli cabai merah Sebaran responden berdasarkan respon/konsumsi terhadap perubahan harga Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong Hasil Perhitungan Elastisitas Harga Permintaan Cabai Merah Di Kecamatan Coblong
1 2 3 22 25 25 26 26 27 27 28 29 29 30 31 31 32 33 40
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Harga cabai merah bulan Agustus 2011-2012 Harga harian cabai merah bulan Juli-September 2013 di Pasar Induk Caringin Bandung Permintaan cabai merah di Kota Bandung tahun 2012 Pergerakan kurva permintaan Pergeseran kurva permintaan Kerangka Pemikiran Operasional
4 5 6 13 14 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Uji Normalitas Uji Heteroskedasitas Hasil Output Uji F, Uji Autokorelasi, Koefisien Determinasi (R2), Descriptive Statistik Perhitungan Elastisitas Harga dan Elastisitas Pendapatan Data regresi berganda
44 45 46 47 48
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia memiliki potensi yang besar, khususnya pada subsektor hortikultura. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511 tahun 2006 terdapat 323 jenis komoditas 1 hortikultura yaitu 60 komoditas buah-buahan, 80 komoditas sayur-sayuran, 66 komoditas biofarmaka dan 117 komoditas tanaman hias. Komoditas hortikultura tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayuran, florikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar. Hal tersebut dapat menjadi dasar perkembangan produk pertanian tropis di Indonesia. Produk hortikultura merupakan produk yang dibutuhkan secara berkelanjutan oleh masyarakat. Produk tersebut memiliki potensi pasar yang cerah baik untuk pasokan dalam maupun luar negeri. Komoditas hortikultura memiliki keunggulan berupa keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri maupun internasional. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan pertumbuhan ekspor maupun impor yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Ekspor impor pertanian periode Januari-Februari 2013 Pertumbuhan Sub Sektor Januari Februari (%) Tanaman Pangan Volume (Kg) Ekspor 44 825 909 53 668 374 19.73 Impor 2 170 021 958 2 348 676 515 8.23 Hortikultura Volume (Kg) Ekspor 44 176 507 81 509 086 84.51 Impor 282 961 879 352 635 312 24.62 Perkebunan Volume (Kg) Ekspor 6 175 204 241 7 953 033 774 28.79 Impor 308 108 888 278 730 123 -954 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura dan Departemen Pertanian 2013
Tabel 1 memperlihatkan volume ekspor dan impor subsektor hortikultura pada bulan Januari hingga Februari 2013. Pertumbuhan impor subsektor hortikultura adalah sebesar 24.62 persen. Produksi komoditi hortikultura di Indonesia masih belum mencukupi. Hal tersebut dapat terjadi karena 1
Pusat Data Statistik dan Informasi. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 511/Kpts/Pd.310/9/2006.http://pusdatin.setjen.deptan.go.id/ditjentp/files/Kepmen511.pdf. [14 Oktober 2013]
2
ketidakmampuan dalam memproduksi komoditas hortikultura akibat menurunya hasil akhir produksi ataupun disebabkan karena gagal panen. Selain itu, adanya peningkatan permintaan produk dipasaran sehingga dibutuhkan produk impor untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Salah satu kebutuhan konsumen yang mendasar adalah pangan. Terpenuhinya pangan merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh masyarakat sebagai konsumen. Perilaku konsumsi pangan merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat perkonomian rumah tangga maupun perekonomian secara nasional (Jafrinur, 2010). Sayuran merupakan salah satu komoditas dari subsektor hortikultura yang berperan dalam ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan dapat dipengaruhi dari jumlah yang berada di suatu wilayah. Jumlah penduduk yang semakin lama semakin meningkat serta timbulnya kesadaran akan gizi di kalangan masyarakat dapat meningkatkan peluang pasar terhadap produk hortikultura. Untuk memenuhi ketersediaan pangan dan gizi masyarakat, terdapat beragam jenis sayuran yang di produksi di Indonesia. Tabel 2 menunjukan beberapa jenis sayuran yang banyak diproduksi didalam negeri tahun 2008 sampai 2012. Tabel 2 Produksi komoditas sayuran tertinggi tahun 2008-2012 No
Komoditas
1 Kubis 2 Kentang Bawang 3 merah 4 Tomat Cabai 5 merah 6 Petsai/sawi Bawang 7 daun 8 Ketimun 9 Cabai rawit Kacang 10 panjang
2008 1 323 702 1 071 543
2009 1 358 113 1 176 304
Ton 2010 1 385 044 1 060 805
853 615 725 973
965 164 853 061
1 048 934 891 616
893 124 954 046
964 195 893 463
695 707 565 636
787 433 562 838
80 716 58 377
888 852 580 969
95 431 594 911
547 743 540 122 457 353
549 365 583 139 591 294
541 374 547 141 521 704
526 774 521 535 594 227
596 805 511 485 702 214
455 524
483 793
489 449
458 307
455 562
2011 1 363 741 955 488
2012 1 450 037 1 094 232
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2012
Pada Tabel 2 cabai merah merupakan salah satu dari 10 komoditas sayuran tertinggi yang diproduksi di Indonesia. Dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 terus meningkat setiap tahunnya, hal tersebut menunjukan banyaknya permintaan akan cabai yang terus berkembang. Pada waktu tertentu, terutama menjelang hari besar keagamaan jumlah permintaan melebihi ketersediaan di pasaran. Hal tersebut mengakibatkan harga cabai merah meningkat sampai beberapa periode waktu tertentu. Cabai merah (Capsicum annum) adalah komoditas unggulan yang bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang baik. Sebagai bumbu masak yang kaya akan vitamin A, C, serta kalsium. Cabai merah merupakan komoditi
3
yang tidak dapat ditinggalkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Komoditi ini banyak digunakan dalam bentuk olahan sebagai konsumsi rumah tangga maupun industri pengolahan makanan. Pada perdagangan internasional, cabai banyak dijual dalam bentuk segar, kering, giling, pasta atau saos (Wiryanta, 2001). Terdapat tiga jenis cabai yang pada umumnya dibudidayakan oleh masyarakat untuk keperluan konsumsi, diantaranya cabai merah, cabai rawit, dan paprika. Cabai merah adalah salah satu jenis cabai yang paling digemari di kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan hasil pertanian ini sudah menjadi budaya kuliner masyarakat Indonesia. Adanya peningkatan konsumsi pada komoditi ini maka akan semakin potensial cabai merah untuk dibudidayakan oleh petani Indonesia. Kebutuhan cabai yang sangat besar ini juga harus diimbangi dengan produksi cabai yang tinggi, sehingga kebutuhan cabai merah dalam negeri dapat terpenuhi.Tabel 3 menunjukan kebutuhan rata-rata dalam mengkonsumsi cabai merah. Tabel 3 Rata-rata konsumsi cabai merah di Indonesia tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Konsumsi (ons/kapita/tahun) 15.486 15.226 15.278 14.965 16.529
Sumber : Departemen Pertanian 2012
Konsumsi cabai merah per kapita dalam negeri cenderung meningkat setiap tahunnya seperti yang ditunjukan pada Tabel 3. Selama lima tahun terakhir yaitu pada tahun 2008 hingga tahun 2012 konsumsi cabai meningkat dari 15.486 hingga 16.529 ons per kapita per tahun. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2010 sebesar 0.313 ons per kapita per tahun, namun tetap menunjukan nilai positif dan mengalami peningkatan kembali di tahun 2012. Meningkatnya konsumsi cabai di Indonesia menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki potensi besar untuk diusahakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunandar, Suprianto dan Candra (2012) mengenai keuntungan dan kelayakan dalam usahatani cabai merah menyatakan R/C Ratio yang didapat dari luas tanam lahan satu hektar mencapai angka 1.760. Hasil tersebut menunjukan, usahatani cabai merah yang ditanam petani pada luas lahan satu hektar layak untuk diusahakan. Cabai merah merupakan salah satu komoditas yang terkait pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tingkat permintaan masyarakat terhadap cabai merah. Fluktuasi harga cabai merah dapat mempengaruhi harga-harga pada komoditi lainnya. Sari (2013) menyatakan kontribusi terbesar terhadap laju inflasi bulan Februari 2013 adalah kelompok bahan makanan (0.49%). Hal ini menjadikan cabai merah termasuk dalam 5 komoditi yang menyumbangkan inflasi. Adapun komoditas kelompok bahan makanan yang dominan memberikan sumbangan inflasi terbesar diantaranya bawang putih (0.12%), menyusul tomat sayur dan bawang merah (0.07%), cabai merah (0.04%), daging sapi (0.01%).
4
Jumlah cabai yang tersedia di pasar tidak selalu sesuai dengan kebutuhan konsumen. Disaat panen raya jumlah cabai di pasar melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat, namun tidak jarang jumlah cabai yang tersedia lebih sedikit dari kebutuhan konsumen. Berdasarkan catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Provinsi Jawa Barat tahun 2006 dalam Rachma (2008), permintaan kebutuhan cabai merah dari konsumen rumah tangga di Jawa Barat mencapai 2 502 24 ton, sedangkan permintaan dari industri besar dan sedang mencapai 28 61 ton. Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara jumlah yang tersedia dengan jumlah permintaan cabai di pasar. Salah satunya disebabkan karena tidak stabilnya jumlah cabai yang diproduksi atau jumlah permintaan konsumen yang berfluktuatif. Hal tersebut dapat memberikan dampak pada ketidakstabilan harga cabai dipasaran. Gambar 1 menunjukan fluktuasi yang terjadi pada cabai di Indonesia sepanjang bulan Agustus tahun 2011 hingga Agustus 2012.
Gambar 1 Harga cabai merah bulan Agustus 2011-20122 Pada Gambar 1 terlihat grafik perkembangan dan penurunan harga cabai yang mengindikasikan adanya ketidakseimbangan pada pasar cabai. Ketidakseimbangan tersebut bisa terjadi karena jumlah penawaran atau pasokan cabai merah jumlahnya terlalu tinggi ataupun sebaliknya. Selain dari penawaran, ketidakseimbangan pasar dapat terjadi karena tinggi atau rendahnya permintaan cabai. Akibat dari ketidaktersediaan pasokan terhadap kebutuhan pasar yaitu harga cabai yang tidak menentu. Kecamatan Coblong Kota Bandung merupakan kecamatan terpadat di kawasan Bandung Utara. Jumlah penduduk yang padat dapat menjadi lokasi yang tepat sebagai tempat untuk mengkaji konsumsi bahan makanan khususnya sayuran seperti cabai merah. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka tingkat kebutuhan pangan bagi penduduk juga tinggi. Maka dari itu ketersediaan bahan pangan di setiap pasar di daerah ini harus diperhatikan sebagai pemenuhan konsumsi masyarakat.
2
Tinjauan pasar cabai. Diakses pada http://ews.kemendag.go.id . [4 November 2013]
5
Perumusan Masalah Permintaan terhadap suatu komoditi erat kaitannya dengan tingkat konsumsi pada konsumen. Jumlah ketersediaan serta jumlah permintaan suatu komoditas mempengaruhi harga serta perilaku konsumsi bagi setiap rumah tangga. Pada umumnya setiap rumah tangga memiliki karakteristik dalam menkonsumsi suatu produk, seperti jumlah anggota rumah tangga, pendapatan, selera serta kebiasaan yang dijalankan. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Permintaan cabai merah yang berfluktuatif dapat berpengaruh terhadap harga yang ditawarkan. Jumlah ketersediaan yang meningkat namun jumlah permintaan di pasar rendah maka akan mengakibatkan harga jual yang ditawarkan komoditas ini akan menurun. Berbeda halnya ketika jumlah ketersediaan menurun sedangkan jumlah permintaan konsumen tinggi, hal ini dapat menyebabkan harga jual yang ditawarkan akan meningkat. Perubahan harga tersebut menyebabkan pengeluaran konsumen rumah tangga terhadap komiditi ini berubah. Berikut ini merupakan fluktuasi harga pada komoditas cabai merah di Pasar Induk Caringin di tahun 2013 (Gambar 2). Harga harian cabai merah 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0
Harga harian cabai merah
Gambar 2 Harga harian cabai merah bulan Juli-September 2013 di Pasar Induk Caringin Bandung Gambar 2 menunjukan fluktuasi harga harian cabai merah di pasar Induk Caringin Bandung. Terlihat harga cabai merah mengalami penurunan di tanggal 29 Juli 2013 dan mengalami peningkatan yang signifikan di tanggal 29 Agustus 2013. Hal tersebut dapat disebabkan karena kebutuhan konsumsi rumah tangga yang tidak diimbangi dengan keteresediaan. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, permintaan cabai merah di Kota Bandung relatif berfluktuatif (Gambar 3).
Ton
6
1000 800 600 400 200 0
Permintaan
Bulan
Gambar 3 Permintaan cabai merah di Kota Bandung tahun 2012 Gambar 3 menunjukan permintaan cabai merah yang berfluktuasi dari bulan Januari hingga bulan Desember 2012. Pada bulan Januari hingga bulan Februari cabai merah mengalami peningkatan, namun di bulan Maret terjadi penurunan dan bulan Juni serta Agustus mengalami peningkatan kembali. Peningkatan jumlah permintaan dapat terjadi karena beberapa faktor. Hal tersebut menyebabkan jumlah cabai merah diminta akan lebih besar dibandingkan hari biasanya. Permintaan cabai merah yang berfluktuatif dapat disebabkan oleh faktor ekonomi dan faktor sosial. Dimana diduga faktor ekonomi yang mempengaruhi adalah harga (harga cabai merah itu sendiri dan harga barang lain yang dapat menjadi pengganti atau penggenapnya) dan pendapatan, sedangkan faktor sosial yang mempengaruhi adalah jumlah penduduk (Dewi, 2009). Berdasarkan data 3 dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung pendapatan per kapita per tahun di Kota Bandung yang menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Jika pada tahun 2008 pendapatan per kapita baru mencapai Rp11,8 juta/orang, maka pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi Rp15,4 juta/orang. Hal tersebut menunjukan terjadinya peningkatan pendapatan dari tahun 2008 sampai 2012. Perubahan pendapatan tersebut diduga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi permintaan. Namun, masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan jumlah permintaan komoditi cabai merah di tingkat konsumen rumah tangga dan pengaruh permintaan terhadap perubahan harga serta pendapatan. Maka, pentingnya mengkaji lebih lanjut mengenai permintaan cabai merah sebagai salah satu komoditas yang sering dikonsumsi di masyarakat khususnya rumah tangga di Kecamatan Coblong Kota Bandung. Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian adalah : 1. Faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung ? 2. Bagaimana respon rumah tangga terhadap permintaan cabai merah akibat perubahan harga dan pendapatan? 3
Pendapatan per kapita di Kota Bandung. Diakses http://bandung.go.id/images/download/LKPJ/LKPJ_2012_bab_1.pdf. [28 Februari 2013]
pada
7
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang terjadi di lapangan dan latar belakang penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung. 2. Menganalisis respon rumah tangga di Kecamatan Coblong Kota Bandung terhadap permintaan cabai merah akibat perubahan harga dan pendapatan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi suatu sumber informasi dan rekomendasi dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak terkait yaitu: 1. Bagi yang bersangkutan (pemerintah) diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan yang berkaitan dengan permintaan komoditi cabai merah agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. 2. Bagi petani maupun pedagang diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan strategi dalam memproduksi dan menjual cabai merah. 3. Bagi penulis sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan sarana untuk melatih kemampuan dalam menganalisa masalah.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada analisis permintaan konsumen rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung. Lokasi dalam pengambilan data yaitu di Kecamatan Coblong. Perhitungan tingkat konsumsi mencakup total pengeluaran konsumsi selama satu bulan terakhir. Penelitian ini dibatasi pada komoditas cabai merah, baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting yang dikonsumsi di rumah tangga. Produk subtitusi (pengganti) pada cabai merah ini tidak dimasukan ke dalam variabel yang dianalisis. Penelitian ini hanya memberikan informasi permintaan cabai merah di tingkat rumah tangga, tidak mengkaji permintaan cabai merah di tingkat pasar atau industri. Pengambilan data permintaan cabai merah ini dilakukan terhadap 40 orang responden ibu rumah tangga. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan metode regresi berganda.
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Cabai Merah Cabai termasuk tanaman semusim (annual) berbentuk perdu, berdiri dengan batang berkayu, serta memiliki banyak cabang. Cabai mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai mengandung protein,
8
lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin, dan mengandung senyawa-senyawa alkaloid seperti capsianin, flafenoid, dan minyak esensial (Prajnanta, 2006). Pada umumnya cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter dpl. Suhu perkecambahan benih paling baik antara 25-30 0C sedangkan untuk pertumbuhan adalah 24-28 0C. Untuk pertumbuhan yang optimal, tanaman cabai membutuhkan intensitas cahaya matahari sekurang-kurangnya selama 10 sampai 12 jam untuk melakukan fotosintesis, pembentukan bunga dan buah, serta pemasakan buah. Derajat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk tanaman cabai adalah 6-7. Terdapat beberapa jenis cabai yang umumnya dibudidayakan (tim redaksi Trubus, 2006) : a. Cabai rawit Cabai rawit merupakan jenis cabai yang memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Biji cabai ini banyak dan padat. Bentuk buah cabai rawit pada umumnya memiliki panjang kira-kira 1 sampai 2 cm dengan diameter 0.5 sampai 1 cm. b. Cabai merah Cabai merah merupakan jenis yang dapat dikatakan sebagai primadona cabai. Pembudidaya cabai merah menjanjikan peluang bisnis bagi pelakunya. Cabai merah ini juga memiliki beberapa jenis antara lain cabai merah, cabai merah bulat, dan cabai hijau. Bentuknya juga bervariasi ada yang panjangnya 10 cm dengan diameter 0.5 sampai 1 cm. Ada pula yang panjangnya 8 sampai 12 cm dengan diameter 1 sampai 1.5 cm. c. Cabai paprika Jenis cabai ini terlihat seperti buah apel merah yang kecil atau menyerupai buah tomat yang lonjong. Panjangnya kira-kira 2 sampai 5 cm dengan diameter 3 sampai 5 cm. Rasanya tidak pedas dan cenderung manis. Kulit dan daging buahnya tebal, bijinya sangat sedikit. Kulit buahnya berwarna hijau saat masih muda, setelah tua akan menjadi merah muda dan ketika buahnya masak akan berwarna merah tua. d. Cabai hias Cabai hias merupakan jenis tanaman cabai yang kebanyakan dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang ditanam di pot. Cabai hias ini juga bentuknya bermacam-macam antara lain cabai kapur, cabai polong, cabai jepang, dan cabai payung. Bentuknya juga bervariasi yang seperti cabai rawit, ada yang bulat seperti kelereng dan ada pula yang bentuknya pipih.
Permintaan komoditas pertanian Permintaan adalah barang atau jasa yang diminta dalam jumlah tertentu pada tingkat harga dan periode tertentu. Dimana semakin banyak jumlah penduduk maka akan semakin tinggi permintaan masyarakat akan suatu jenis barang ataupun jasa. Menurut Sudarsono dalam Dewi (2009) permintaan baru mempunyai arti apabila didukung oleh daya beli pada permintaan barang tersebut sehingga dapat dikatakan permintaan efektif (effective demand). Sedangkan permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan saja disebut sebagai permintaan
9
absolute/potensial (absolute/potential demand). Dibawah ini adalah penelitian yang dilakukan mengenai analisis permintaan pada komoditi pertanian Dewi (2009), Satriana (2013), Afifa (2006) dan komiditi peternakan Hadiwijoyo (2009). Hadiwijoyo (2009) menganalisis permintaan akibat adanya kesenjangan antara kebutuhan konsumsi dengan produksi daging sapi lokal. Hal tersebut menunjukkan banyaknya permintaan terhadap daging sapi lokal, sehingga dirumuskan permasalahan faktor-faktor yang menentukan jumlah permintaan dan penawaran serta elastisitas (respon) harga, elastisitas silang, dan elastisitas pendapatan terhadap permintaan dan penawaran daging sapi di Indonesia. Hal serupa namun berbeda komoditi dilakukan Afifa (2006) yang melakukan analisis permintaan kedelai sebagai bahan baku kecap akibat adanya peningkatan jumlah penduduk yang menyebabkan meningkatnya konsumsi kecap pada industri kecap di Indonesia. Maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana keragaan perekonomian dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri kecap di Indonesia. Berbeda halnya dengan penelitian Dewi (2009) dan Satriana (2013) menganalisis permintaan komoditas cabai dengan melihat adanya fluktuasi harga dari komoditi tersebut. Fluktuasi harga tersebut dapat mempengaruhi tingkat permintaan dari cabai merah. Salah satu penyebab fluktuasi yang terjadi yaitu kenaikan jumlah penduduk. Berdasarkan hal tersebut Dewi (2009) merumuskan beberapa permasalahan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan elastisitas permintaan cabai merah besar di Kota Surakarta. Sedangkan Satriana (2013) merumuskan permasalahan mengenai karakteristik usaha restoran dan permintaan cabai merah besar pada usaha restoran di Jakarta Selatan. Dari empat penelitian yang dikaji, produk pertanian memiliki elastisitas dimana fluktuasi harga dapat mempengaruhi kenaikan atau penurunan jumlah permintaan. Hal tersebut dapat menjadi gambaran penelitian ini untuk melihat adanya pengaruh dari fluktuasi harga tingkat konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong Kota Bandung.
Analisis Faktor-faktor permintaan pada komoditi pertanian Permintaan untuk suatu produk menunjukan jumlah yang akan diminta atau diinginkan konsumen per periode waktu tertentu. Permintaan tersebut dapat ditentukan oleh harga komoditi itu sendiri, harga komoditi yang berkaitan, ratarata pendapatan rumah tangga, distribusi pendapatan, selera dan besarnya populasi (Lipsey et al.). Faktor-faktor tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan alat untuk dinilai apakah dapat mempengaruhi permintaan barang atau komoditi tertentu. Afifa (2006), Satriana (2013), Priyanti (2012) dan Dewi (2009) menggunakan alat analisis model ekonometrika yaitu analisis regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa (Method of ordinary least square)/OLS. Afifa (2006) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri kecap di Indonesia adalah variabel produksi kecap, harga kecap, harga kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah dan banyaknya perusahaan kecap. Berbeda komoditas namun masih dalam analisis faktor-faktor permintaan, Dewi (2009) menyatakan faktor-faktor yang
10
mempengaruhi permintaan cabai merah terdiri harga cabai merah itu sendiri, harga komoditi pengganti, pendapatan dan jumlah penduduk. Berbeda halnya dengan Priyanti (2012) yang menemukan faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah diantaranya jumlah anggota keluarga, harga beli cabai, pendapatan rumah tangga, frekuensi pembelian cabai dalam satu bulan, tempat pembelian, dan suku. Menurut Satriana (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah untuk restoran di wilayah Jakarta Selatan adalah harga jual rata-rata masakan, harga minyak goreng, dan rata-rata penerimaan restoran. Dari empat penelitian yang dibahas, harga adalah faktor yang dapat mempengaruhi permintaan baik harga komoditi itu sendiri maupun harga komoditi pengganti. Selain dari harga masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap suatu komoditi khususnya cabai merah. Maka dari itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga khususnya cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung.
Elastisitas terhadap permintaan Elastisitas permintaan yaitu tingkat kepekaan perubahan permintaan terhadap perubahan harga dan pendapatan. Elastisitas dapat mengukur dan menjelaskan seberapa jauh reaksi perubahan kuantitas terhadap perubahan faktorfaktor yang mempengarui permintaan (Lipsey et al, 1995). Elastisitas harga dari permintaan yaitu persentase perubahan permintaan karena adanya perubahan harga barang tersebut sebesar 1 persen. Sedangkan elastisitas pendapatan dari permintaan yaitu persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas perubahan pendapatan sebesar 1 persen. Satriana (2013) menganalisis permintaan cabai merah besar pada usaha restoran di Jakarta Selatan menunjukan elastisitas harga cabai merah besar terhadap permintaan adalah -2.125, yang berarti kenaikan harga cabai merah besar sebesar satu persen akan menurunkan jumlah cabai merah besar yang diminta sebesar 2.125 persen. Nilai elastisitas rata-rata penerimaan pada penelitian ini adalah 0.253, yang berarti penambahan rata-rata penerimaan restoran sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah permintaan cabai merah besar sebesar 0.253 persen. Nilai elastisitas rata-rata penerimaan restoran bersifat inelastis yang berarti perubahan penambahan jumlah rata-rata penerimaan restoran akan memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan jumlah cabai merah besar yang diminta usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan. Penelitian yang dilakukan Priyanti (2012) dan Dewi (2009) menyatakan harga dan pendapatan bersifat inelastis terhadap permintaan. Pada penelitian Priyanti (2012) nilai elastisitas harga yang dihasilkan adalah -0.0231. Nilai -0.0231 menunjukkan ketika harga cabai meningkat sebesar satu persen maka rata-rata permintaan cabai merah keriting rumah tangga di DKI Jakarta akan turun sebesar 0,0231 persen. Persentase perubahan jumlah permintaan cabai merah keriting lebih kecil dari persentase perubahan harga cabai merah keriting. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah permintaan cabai merah keriting di DKI Jakarta bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap harga cabai merah keriting. Selanjutnya nilai elastisitas pendapatan yang dilakukan Priyanti (2012) adalah
11
0,00963. Nilai tersebut menunjukan pendapatan rumah tangga akan memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan permintaan jumlah cabai merah keriting di DKI Jakarta. Pada penelitian Dewi (2009) nilai elastisitas harga yang dihasilkan adalah sebesar -0.89 menunjukan bahwa harga bersifat inelastis. Sedangkan nilai elastisitas pendapatan yang dihasilkan adalah 0.42 yang berarti bahwa adanya peningkatan atau penurunan pendapatan belum tentu menyebabkan perubahan besar dalam jumlah cabai yang diminta. Pada penelitian dengan komoditas yang berbeda, harga dan pendapatan pun bersifat inelastis terhadap permintaan. Khoirunisa (2008) menganalisis mengenai permintaan daging ayam broiler di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok menunjukan elastisitas harga daging ayam broiler sebesar -2.335 yang artinya dengan meningkatnya harga sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah permintaan daging ayam broiler sebesar 2.335 persen. Nilai tersebut menunjukan persentase perubahan jumlah permintaan daging ayam broiler lebih kecil dari persentase perubahan harga. Maka harga pada ayam broiler bersifat inelastis. Elastisitas pendapatan yang dihasilkan bernilai 0,447 nilai tersebut kurang dari 1 yang artinya elastisitas pendapatan terhadap permintaan daging ayam broiler bersifat inelastis. Dari empat penelitian yang dikaji semua penelitian menunjukan harga dan pendapatan bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap jumlah permintaan. Maka, dari penelitian sebelumnya dapat menjadi pandangan untuk penelitian yang akan dilakukan.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu kerangka yang menjelaskan mengenai teori-teori yang sesuai dan digunakan dalam topik penelitian. Kerangka pemikiran teoritis membahas mengenai berbagai teori dan konsep permintaan terkait dengan penelitian yang dilakukan. Kerangka pemikiran teoritis dalam kajian ini meliputi konsep permintaan serta elastisitas. Teori Permintaan Salvatore (2006) menjelaskan permintaan adalah jumlah komoditi yang bersedia dibeli individu selama periode waktu tertentu merupakan fungsi atau tergantung pada harga komoditi itu, pendapatan nominal individu, harga komoditi lain, dan cita rasa individu. Lipsey et all (1995) menambahkan permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu dengan harga komoditi tersebut. Teori permintaan menjelaskan hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga dan patuh pada hukum permintaan. Hukum pada permintaan ini menjelaskan ketika harga suatu produk naik maka jumlah yang diminta oleh konsumen akan turun, dengan asumsi cateris paribus. Sebaliknya, ketika harga turun maka jumlah permintaan akan meningkat. Hukum permintaan berbanding terbalik dengan harga.
12
Murni (2012) menjelaskan permintaan dikatakan juga sebagai keinginan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diikuti oleh kemampuan beli. Kemampuan beli seseorang erat kaitannya dengan tingkat pendapatan dan juga harga barang. Harga dan pendapatan akan mempengaruhi kemampuan beli dan keinginan untuk mendapatkan barang agar terealisasi. Firdaus (2009) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara peermintaan dengan jumlah barang yang diminta. Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan dari hubungan antara harga dan jumlah permintaan. Sedangakan jumlah barang yang diminta adalah banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu. Maka, permintaan merupakan keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Terdapat dua model permintaan diantaranya: Permintaan langsung, yaitu permintaan untuk konsumsi pribadi. Permintaan 1. atas barang dan jasa yang secara langsung memuaskan keinginan konsumen. Permintaan turunan, yaitu permintaan atas barang dan jasa bukan karena 2. nilai konsumsi langsung, melainkan karena merupakan masukan dalam pembuatan atau distribusi produk. Ini dapat dikatakan bahwa permintaan barang dan jasa tersebut diturunkan dari permintaan akan suatu produk dimana barang dan jasa tersebut digunakan dalam pembuatannya. Faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan rumah tangga Jumlah komoditi yang akan dibeli oleh rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor penting diantaranya : 1.
Harga komoditi itu sendiri Harga komoditi itu sendiri berhubungan negatif dengan faktor lain dianggap sama. Kenaikan harga komoditi tersebut akan mengurangi jumlah yang diminta dan penurunan harga akan terjadi sebaliknya (Anindita, 2008). Putong (2010) menjelaskan manakala pada suatu pasar terdapat permintaan suatu produk yang relatif banyak maka akan menyebabkan : 1. Barang yang tersedia pada produsen tidak dapat memenuhi semua permintaan tersebut, sehingga untuk membatasi jumlah pembelian produsen akan menaikan harga jual produk tersebut. 2. Penjual akan berusaha menggunakan kesempatan tersebut untuk meningkatkan dan memperbesar keuntungannya dengan cara menaikan harga jual produknya. Sebaliknya, pada suatu pasar permintaan suatu produk relative sedikit, maka yang terjadi adalah harga akan turun. Keadaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Barang yang tersedia pada produsen/penjual relatif sangat banyak sehingga manakala jumlah permintaan sedikit produsen akan berusaha menjual produknya sebanyak mungkin dengan cara menurunkan harga jual produknya. 2. Produsen/penjual hanya akan meningkatkan keuntungannya dari volume penjualannya (banyaknya produk yang dijual). Hukum permintaan berlaku bila yang berubah hanya faktor harga, sementara faktor bukan harga diasumsikan dalam keadaan Cateris Paribus. Bila yang berubah adalah faktor harga maka kondisi permintaan akan berubah, tetapi
13
perubahannya tidak akan menggeser kurva permintaan. Perubahan permintaan hanya terjadi pergerakan di sepanjang kurva permintaan. Gambar 4 menunjukan pergerakan kurva permintaan.
Sumber : Lipsey et al (1995)
Gambar 4 Pergerakan kurva permintaan Gambar 4 menjelaskan ketika harga turun dari P1 menjadi P2, maka permintaan bertambah dari Q1 menjadi Q2 unit. Posisi permintaan berubah dari titik A ke titik B. Ketika harga naik dari P2 menjadi P1, maka permintaan berkurang dari Q2 menjadi Q1 unit. Posisi permintaan berubah dari titik B ke titik A. Perubahan harga menyebabkan jumlah permintaan mengalami perubahan, tetapi gerakan perubahan permintaan tetap berada pada kurva yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada titik perubahan dari A ke B atau dari B ke A yang pergerakannya hanya terjadi di sepanjang kurva D. 2.
Rata–rata penghasilan rumah tangga/ Distribusi pendapatan Distribusi pendapatan merupakan pendapatan total yang konstan didistribusikan kembali kepada jumlah penduduk, maka permintaan berubah (Lipsey et all, 1995). Sedangkan Case dan Fair (2006) menjelaskan penghasilan rumah tangga merupakan jumlah semua upah, gaji, laba, pembayaran, bunga, sewa dan bentuk penghasilan lain yang diterima oleh suatu rumah tangga pada periode waktu tertentu. Rumah tangga yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi sanggup membeli lebih banyak barang. Case dan Fair (2006) menduga adanya permintaan yang lebih tinggi pada tingkat penghasilan yang lebih tinggi dan permintaan yang lebih rendah pada tingkat penghasilan yang lebih rendah. Barang yang permintaannya naik ketika pendapatan lebih tinggi dan permintaannnya turun ketika pendapatan lebih rendah disebut barang normal. Adapun pendapatan yang lebih tinggi dapat mengurangi konsumsi suatu produk. Barang yang cenderung turun ketika pendapatan meningkat disebut barang inferior. Ketika faktor pendapatan berubah maka kondisi permintaan akan berubah dan perubahannya akan menggeser kurva permintaan. Perubahan kurva tersebut bisa bergeser ke kanan (increased demand) dan bisa bergeser ke kiri (decreased demand). Kenaikan jumlah permintaan (increased demand) dapat terjadi karena adanya salah satu faktor yang mempengaruhi seperti kenaikan jumlah pendapatan. Sedangkan jumlah permintaan yang berkurang (decreased demand) dapat terjadi
14
karena turunnya jumlah pendapatan, adanya barang subtitusi (produk lain). Berikut ini merupakan pergeseran kurva permintaan dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Murni (2012)
Gambar 5 Pergeseran kurva permintaan Kurva 5 menjelaskan kenaikan permintaan akan mendorong kurva permintaan ke kanan dari kurva D ke kurva D1. Kondisi ini bisa disebabkan karena pendapatan masyarakat bertambah, sehingga daya beli akan bertambah meskipun harga yang ditawarkan tetap. Sedangkan penurunan permintaan akan mendorong kurva permintaan ke kiri dari kurva D ke kurva D2. Kondisi ini bisa disebabkan karena riel income masyarakat turun serta adanya barang pengganti, sehingga daya beli akan berkurang. 3. Harga komoditi yang berkaitan Harga pada satu barang dapat mempengaruhi permintaan atas barang lain. Ketika peningkatan harga suatu barang menyebabkan barang lain meningkat (hubungan positif) dapat dikatakan barang tersebut adalah barang subtitusi (Case dan Fair, 2006). Turunnya harga suatu barang menyebabkan penururnan permintaan barang subtitusi. Barang subtitusi adalah barang yang bisa bertindak sebagai pengganti satu sama lain. Adapun dua produk yang bisa menjadi pelengkap satu sama lain (komplementer). Barang komplementer adalah komoditi-komoditi yang cenderung digunakan bersama-sama dengan barang yang lainnya (Lipsey et all, 1995). Ketika dua barang bersifat komplementer, penurunan dalam harga yang satu menyebabkan peningkatan dalam permintaan yang lainnya, begitu pula sebaliknya (Case dan Fair, 2006). Oleh karena barang komplementer cenderung digunakan bersama-sama, maka penurunan harga yang manapun akan meningkatkan permintaan kedua-duanya. 4.
Selera Lipsey et all (1995) menyatakan selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli. Adanya keragaman selera pada konsumen yang tak terbatas dapat mempengaruhi peningkatan maupun penurunan permintaan. Selera mudah berubah dan bersifat khas (Case dan Fair, 2006). Jika selera ada perubahan, misalnya semakin banyak yang menyukai suatu produk, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan (D ke D1). Sebaliknya, jika perubahan selera dapat menimbulkan orang-orang yang tadinya menyukai suatu produk menjadi tidak menyukai produk tersebut maka kurva permintaan akan bergeser ke kiri (D1 ke D).
15
5.
Besarnya Populasi Besarnya populasi yang dimaksud adalah pertumbuhan jumlah penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan peningkatan permintaan (Lipsey et all, 1995). Pertumbuhan penduduk biasanya diimbangi dengan perkembangan kesempatan kerja, dan mendapatkan pendapatan. Adanya pendapatan dapat menambah daya beli dalam masyarakat. Dengan adanya daya beli masyarakat maka akan terjadi peningkatan permintaan. Fungsi Permintaan Salvatore (2006) menjelaskan bahwa fungsi permintaan merupakan sebuah representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi. Sedangkan menurut Firdaus fungsi permintaan merupakan permintaan yang dinyatakan dalam hubungan matematis dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Fungsi permintaan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikatnya. Berikut ini merupakan bentuk dari fungsi permintaan. Dx = f (Px, Py, I, preferensi) Keterangan : Dx = Permintaan barang x Px = Harga barang tersebut Py = Harga barang lain I = Pendapatan Dimana Dx merupakan variabel terikat, dan nilainya ditentukan oleh variabel lain (Px, Py, I, preferensi). Pengaruh antara masing-masing variabel ditunjukan dengan tanda positif dan negatif terhadap permintaan pada komoditi x. Konsep elastisitas Permintaan Lipsey et al (1995) menyatakan elastisitas adalah persentase perubahan jumlah yang diminta dibagi dengan presentase perubahan harga yang menyebabkanya. Perubahan presentase biasanya dihitung sebagai perubahan dibagi dengan nilai rata-rata. Pindyck dan Rubinfeld (1995), menambahkan elastisitas adalah persentase perubahan satu variabel yang menghasilkan perubahan satu persen kenaikan pada variabel lainnya. Elastisitas digunakan dalam menggambarkan bagaimana sejumlah barang yang diminta menanggapai perubahan dalam harganya. Elastisitas permintaan dapat diartikan sampai dimana responsifnya perubahan permintaan sebagai akibat dari perubahan faktor-faktor penentu permintaan. Analisis permintaan dapat bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan harga atau perubahan pendapatan terhadap perubahan permintaan. Elastisitas harga dari permintaan adalah persentase perubahan jumlah yang diminta atas suatu barang yang disebabkan oleh perubahan harga barang sebesar 1 persen. Elastisitas harga permintaan mengukur perubahan jumlah komoditi yang diminta per unit waktu karena adanya presentase perubahan harga tertentu dari komoditi itu (Salvatore, 2006). Karena hubungan antara harga dan jumlah adalah terbalik, maka koefisien elastisitas harga permintaan bertanda negatif. Elastisitas
16
pendapatan dari permintaan merupakan persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas perubahan pendapatasn sebesar 1 persen. Elastisitas ini menghubungkan antara perubahan pendapatan dengan kuantitas yang diminta. Besarnya elastisitas bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga. Elastisitas permintaan sama dengan nol menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap perubahan yang diminta bila terjadi perubahan pada faktor yang mempengaruhinya. Nilai elastisitas permintaan kurang dari satu, menunjukan perubahan jumlah yang diminta lebih kecil dari presentase perubahan faktor yang mempengaruhinya (permintaan inelastis). Apabila nilai elastisitas lebih dari satu maka presentase perubahan jumlah yang diminta lebih besar dari perubahan faktor yang mempengaruhinya (permintaan elastis). Untuk barang normal elastisitas pendapatan permintaan bernilai positif karena kenaikan pendapatan mengakibatkan kenaikan pembelian barang. Sedangkan untuk barang inferior elastisitas pendapatan permintaan akan negatif karena peningkatan pendapatan dapat menurunkan kuantitas yang dibeli. Untuk komoditi dengan elastisitas pendapatan lebih dari satu dapat disebut barang mewah (luxury).
Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran operasional disusun berdasarkan permasalahan yang terjadi dan tujuan yang telah dinyatakan sebelumnya. Komoditi cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran dengan tingkat harga yang tidak stabil (fluktuasi). Salah satu penyebab peningkatan harga cabai merah di pasar adalah tidak stabilnya permintaan. Permintaan yang tidak didukung dengan jumlah ketersediaan yang dibutuhkan dapat meningkatkan harga, sebaliknya bila jumlah permintaan menurun sedangkan jumlah cabai merah melimpah maka harga akan turun. Terdapat beberarapa faktor yang mempengaruhi kenaikan jumlah permintaan cabai merah di pasar. Faktor-faktor tersebut diantaranya harga cabai merah besar itu sendiri, jumlah anggota rumah tangga, frekuensi pembelian, preferensi akan pedas, tempat pembelian dan suku. Selain itu faktor lain yang menyebabkan peningkatan jumlah permintaan adalah adanya hari-hari besar keagamaan karena tingkat konsumsi rumah tangga akan cabai merah meningkat. Tidak semua faktor-faktor permintaan signifikan mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah di tingkat rumah tangga. Maka dari itu diperlukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui secara pasti faktor yang mempengaruh tingkat permintaan yang terjadi. Pengkajian ini khususnya akan menganalisis faktor-faktor permintaan rumah tangga terhadap komoditi cabai merah. Alat analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah regresi linier berganda untuk mengetahui faktor–faktor dan membentuk model permintaan. Hasil analisis selanjutnya dihitung dan diuraikan dalam bentuk deskriptif. Hasil dari perhitungan dapat menjadi suatu bahan rekomendasi untuk mengetahui faktorfaktor dan respon terhadap harga pada komoditi cabai merah di tingkat konsumen
17
rumah tangga. Kerangka pemikiran operasional permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung dapat dilihat pada Gambar 6. Konsumen Rumah Tangga Cabai Merah Fluktuasi Permintaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi : Harga cabai merah Pendapatan rumah tangga Jumlah anggota rumah tangga Frekuensi pembelian Tempat pembelian Preferensi terhadap pedas Suku
Permintaan Rumah Tangga
Analisis Linier Berganda Analisis Respon (Elastisitas)
Model permintaan
Keterangan : : Menyatakan hubungan pengaruh : Menyatakan alat analisis Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional
18
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Coblong Kota Bandung. Lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini menjangkau pasar tradisional maupun pasar modern untuk memenuhi kebutuhan data. Waktu penelitian dilakukan selama jangka waktu 1 bulan yakni pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian, terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer didapat dari proses wawancara dan pengisian kuisioner dalam menganalisis permintaan rumah tangga terhadap cabai merah yang dilakukan pada 40 orang responden. Sedangkan data sekunder yang digunakan untuk melihat data fluktuasi harga diperoleh dari pasar induk Caringin Bandung. Selain itu data sekunder yang digunakan didapat dari beberapa instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), serta dari sumber lain seperti browsing internet, artikel elektronik yang terkait dan pustaka lainnya.
Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data primer adalah wawancara. Wawancara dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada konsumen secara langsung dengan menggunakan kuesioner penelitian untuk mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian. Untuk memperoleh data sekunder, teknik pengumpulan data dilakukan dengan pencarian pustaka yang terkait dengan penelitian di instansi-instansi terkait, perpustakaan dan mencari data yang bersumber dari internet. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu responden yang ada pada saat didatangi rumahnya bersedia untuk diwawancarai serta memenuhi data yang diperlukan. Pemilihan sampel dengan metode ini diharapkan pengambilan data terhadap responden dapat lebih akurat. Maka dari itu diharapkan data yang dibutuhkan dapat terjawab secara detail dan informasi yang didapat lebih lengkap. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 40 orang responden. Jumlah tersebut dinilai cukup dalam menganalisis permintaan rumah tangga di Kecamatan Coblong karena syarat dari sebaran normal statistika minimal sampel adalah sebanyak 30 orang responden (Priyanti, 2012). Sehingga data pada 40 responden dapat memenuhi syarat dalam pengolahan data pada regresi berganda. Responden yang dipilih yaitu ibu rumah tangga yang memliki peranan dalam proses konsumsi dan memiliki wewenang dalam memutuskan dalam pembelian serta pengeluaran untuk berbelanja.
19
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran deskriptif. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan perhitungan dan diolah dengan menggunakan kalkulator atau komputer dengan program Microsoft excel dan software SPSS 16 for windows. Hasil yang didapat kemudian dinterpretasikan dan di analisis secara deskriptif. Analisis Deskriptif Nazir (2011) menyatakan metode deskriptif adalah metode dalam meneliti status suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat atau hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Witney (1960) dalam Nazir (2011) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatankegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk kajian yang terkait dengan permintaan rumah tangga, khususnya untuk menganalisis karakteristik konsumen cabai merah dan perilaku konsumsinya. Analisis deskriptif dilakukan berdasarkan data primer dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengisisan kuesioner oleh masing-masing responden. Dengan analisis deskriptif akan dapat diketahui mengenai karakteristik konsumen cabai merah dan bagaimana perilakunya dalam mengkonsumsi cabai merah khususnya konsumen cabai merah yang berlokasi sekitar Kecamatan Coblong Kota Bandung. Analsis deskriptif ini diperoleh dari hasil wawancara responden dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh terkait dengan konsumen cabai merah serta digunakan untuk menganalisis variabel-variabel yang tidak diuji secara statistik. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda merupakan suatu teknik untuk mempresentasikan pola hubungan fungsional 1 variabel dependent yang dipengaruhi oleh lebih dari 1 variabel dependent, dalam suatu model matematis (Harmini, 2009). Model regresi linier berganda merupakan model regresi linear yang mempunyai lebih dari satu variabel penjelas (Gujarati, 2006). Model regresi linier berganda faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah merupakan model regresi yang didapat dari data sampel atau bisa disebut juga fungsi regresi sampel. Maka untuk menaksir fungsi regresi keseluruhan populasi berdasarkan fungsi regresi sampel yang ada digunakan metode kuadrat terkecil biasa atau ordinary least square (OLS). Faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat permintaan cabai merah diantaranya harga cabai merah, jumlah anggota rumah tangga, frekuensi pembelian, suku, preferensi terhadap pedas, tempat
20
pembelian dan pendapatan rumah tangga. Persamaan regresi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah adalah sebagai berikut : Y = α+ β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β4X4+ β 5D1 + β 6D2 + β 7D3 + v Keterangan : Y = Jumlah permintaan cabai merah pada rumah tangga (Kg/bulan) α = Konstanta X1 = Harga cabai merah (Rp/kg) X2 = Jumlah anggota keluarga (orang) X3 = Frekuensi pembelian (kali/bulan) X4 = Pendapatan rumah tangga (Rp/bln) D1 = Dummy suku (0= sunda, 1 = non sunda) D2 = Dummy preferensi terhadap pedas (0 = tidak suka pedas; 1 = suka pedas) D3 = Dummy tempat pembelian (0 = pasar modern; 1 = pasar tradisional/warung) v = Eror Uji kriteria statistik Untuk dapat memperoleh hasil regresi yang baik maka harus memenuhi kriteria siatistik yaitu terpenuhinya uji-f, uji-t dan koefisien deterninasi (R2). 1.
Uji F digunakan untuk menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen (bebas) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap jumlah permintaan cabai merah (dependen). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0 ( Hipotesis ini berarti secara bersama-sama tidak ada pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah terhadap jumlah permintaan cabai merah). H1 : βi ≠ 0 (Hipotesis ini berarti secara bersama-sama ada pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah terhadap jumlah permintaan cabai merah).
2.
Uji statistik yang digunakan adalah uji nilai P dengan kriteria: Jika P-value<α, maka tolak H0. Jika P-value<α (tolak H0), maka variabel bebas yang diuji secara bersama-sama (seluruh faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah). Sedangkan bila P-value>α (terima H0), maka variabel bebas yang diuji secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Uji-t dilakukan untuk mengetahui pengaruh nyata atau tidaknya masingmasing koefisien variabel bebas (Xi) terhadap variabel terikat (Y) (Gujarati 2006).
21
Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : H0 : βi = 0, variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah). H1: βi < 0 atau βi > 0, parameter regresi atau variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah). Uji statistik yang digunakan adalah uji nilai P dengan kriteria: jika P-value<α, maka tolak H0. Jika P-value<α (tolak H0), maka variabel bebas yang diuji (faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah terhadap permintaan cabai merah) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah). Sedangkan bila P-value>α (terima H0), maka variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. 3.
Koefisien determinasi (R2), digunakan untuk mengukur tingkat kecocokan model. Koefisien tersebut menjelaskan variasi total dalam seluruh variabel dependen (Y) yang dijelaskan oleh seluruh variabel independen dalam model. Koefisien determinasi mempunyai range antar no1 sampai satu (0 ≤ R2 ≤ 1), semakin besar R2 (mendekati satu) maka semakin baik, dan semakin mendekati no1 maka variabel independen secara keseluruhan tidak bisa menjelaskan permintaan cabai merah.
Uji kriteria ekonometrika Dalam melakukan estimasi model regresi berganda maka harus memenuhi kriteria nilai parameter penaksir fungsi regresi tak bias linear terbaik atau best linear unbiased estimator (BLUE) harus terpenuhi, karena model regresi yang dihasilkan dengan metode OLS berbentuk linear, tak bias, dan mempunyai varian terendah dalam kelompok penaksir dari sebuah model (Gujarati, 2006). Maka kriteria yang diuji meliputi multikolinieritas, heteroskedasitas, autokorelasi dan normalitas. 1.
Multikolinier variabel independen adalah kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara variabel independen (Harmini 2009). Uji Multikolinearitas mengukur hubungan linear antar variabel bebas di dalam model (Gujarati, 2006). Deteksi multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor), bila nilai VIF lebih dari 10 untuk masingmasing variabel maka terdapat multikolinearitas (Iriawan dan Astuti, 2006; dalam Khoirunisa, 2008) . Hipotesis untuk multikolinieritas ini adalah: H0 H1
2.
= VIF > 10 maka terjadi multikolinieritas antarvariabel bebas. = VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas antar variabel bebas.
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji ketidaksamaan varian dan residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual dari suatu pengamatan lain tetap, maka terjadi homoskedasitas namun apabila berbeda maka terjadi heteroskedasitas. Heteroskedastisitas dapat
22
diidentifikasi melalui pengujian grafik residu. Bila titik-titik pada grafik residu membentuk pola misalnya bergelombang, melebar kemudian menyempit dan sebagainya maka terjadi heteroskedasitas. Jika pola tidak terbentuk dengan jelas serta titik-titik tersebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedasitas (Gujarati, 2006). 3.
Kriteria asumsi klasik yang ketiga adalah uji autokolerasi, autokorelasi merupakan kondisi adanya korelasi antar variabel bebas. Autokorelasi menyebabkan model atau penaksir OLS menjadi tidak efisien karena tidak mempunyai varians terkecil dan uji signifikansi menjadi tidak andal (Gujarati, 2006). Uji ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada autokorelasi yang berhubungan dengan pengamatan lain. Autokorelasi diidentifikasi melalui Uji Durbin-Watson. Teknis Uji Durbin-Watson adalah dengan mencocokkan nilai yang didapat dari perhitungan (d hitung) dengan aturan keputusan Uji d Durbin-Watson (Tabel 4).
Hipotesis nol
Tabel 4 Uji Durbin-Watson: Aturan Keputusan Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Tolak Tak ada keputusan Tolak Tak ada keputusan Jangan tolak
0
Sumber: Gujarati (2006)
Hipotesis : H0 = Tidak ada autokorelasi positif atau negatif H1 = Terdapat autokorelasi positif dan negatif Statistik pengujian : Uji Durbin Watson 4.
Kriteria statistik yang keempat adalah uji Normalitas. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisa normal probability plot. Uji ini terpenuhi bila penyebaran data pada grafik tersebar normal disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Pada Normal P-P plot prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan: a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka asumsi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.
Elastisitas Analisis elastisitas dilakukan untuk mengetahui persentase kenaikan atau penurunan jumlah permintaan cabai merah karena terjadi perubahan harga. Elastisitas harga dari permintaan merupakan persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas perubahan harga sebesar 1 persen. Elastisitas harga permintaan mengukur perubahan jumlah komoditi yang diminta
23
per unit waktu karena adanya presentase perubahan harga tertentu dari komoditi itu (Salvatore, 2006). Gujarati (2006) menyatakan elastisitas dalam sebuah model regresi berganda mengukur elastisitas parsial dari variabel tak bebas terhadap variabel penjelas yang bersangkutan, dengan mempertahankan semua variabel lain pada tingkat yang konstan. Model tersebut dinyatakan sebagai berikut: δ Y /Y
δY
𝑋
E = δ X/ X = δX x 𝑌 =bx
X Y
Keterangan : E = nilai elastisitas 𝛿𝑌 b = koefisien regresi (𝛿𝑋 ) x = nilai rata-rata x y = nilai rata-rata y Adapun kriteria elastisitas permintaan yaitu inelastis sempurna jika nilai elastisitas sama dengan 0, inelastis jika nilai elastisitas kurang dari 1 , elastis jika nilai elastisitas lebih dari 1 dan elastis sempurna jika nilai elastisitas yang dihasilkan tak terhigga. Hipotesis Permintaan Cabai Merah Berikut ini merupakan hipotesis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan cabai merah dan bagaimana pengaruhnya terhadap jumlah permintaan cabai merah. 1. Harga beli cabai merah diduga berpengaruh negatif atau berbanding terbalik dengan jumlah permintaan masing-masing rumah tangga. Jumlah permintaan cabai merah lebih banyak ketika harga cabai rendah dan permintaan cabai merah lebih sedikit ketika harga cabai tinggi. 2. Jumlah angggota keluarga diduga berpengaruh positif terhadap jumlah permintaan cabai merah di setiap rumah tangga. Rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga lebih banyak memiliki jumlah permintaan cabai merah lebih tinggi, jika anggota keluarga lebih sedikit maka akan lebih sedikit jumlah permintaan cabai merah pada rumah tangga tersebut. 3. Frekuensi pembelian cabai merah dalam satu bulan diduga berpengaruh positif pada jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah. Semakin sering suatu rumah tangga melakukan pembelian cabai merah maka semakin besar jumlah permintaan cabai merah pada suatu rumah tangga. 4. Pendapatan rumah tangga diduga berpengaruh positif terhadap jumlah permintaan cabai merah. Semakin besar pendapatan dalam suatu rumah tangga maka akan semakin banyak cabai merah yang dibeli. Sebaliknya, jumlah permintaan cabai merah akan lebih sedikit dibeli di rumah tangga yang pendapatannya lebih kecil. 5. Suku dikelompokan menjadi suku Sunda dan non Sunda. Diduga responden yang bersuku sunda jumlah permintaan cabai merah yang dibeli lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang bersuku non sunda. Sebagai variabel
24
dummy, dalam analisis ini responden yang bersuku non Sunda diberikan nilai 1 sedangkan responden yang merupakan suku Sunda diberi nilai 0. 6. Preferensi dikelompokan menjadi suka pedas dan tidak suka pedas. Diduga responden yang suka pedas permintaannya lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak suka pedas. Sebagai variabel dummy, dalam analisis ini responden yang menyukai pedas diberi nilai 1 sedangkan responden yang tidak menyukai pedas diberi nilai 0. 7. Tempat pembelian cabai merah terdiri dari pasar modern dan pasar tradisional. Diduga responden yang membeli di pasar tradisional jumlah cabai yang diminta akan lebih banyak daripada responden yang membeli di pasar modern. Sebagai variabel dummy, dalam analisis ini responden yang membeli di pasar tradisional diberi nilai 1 dan responden yang membeli di pasar modern diberi nilai 0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Letak Geografis dan Administratif Kecamatan Coblong Kecamatan Coblong merupakan salah satu kecamatan dari 30 kecamatan yang berada di Kota Bandung. Secara geografis wilayah kecamatan Coblong terletak di sebelah utara pusat kota Bandung provinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah 743.308 ha. Kecamatan Coblong terdiri dari 6 Kelurahan diantaranya adalah Keluraan Cipaganti, Kelurahan Lebak Siliwangi, Kelurahan Lebak Gede, Kelurahan Sadang Serang, Kelurahan Sekeloa, dan Kelurahan Dago. Kecamatan ini memiliki jumlah penduduk 128 800 jiwa dari 75 Rukun Warga (RW) dan 464 Rukun Tetangga (RT). Sebagian besar wilayah Kecamatan Coblong terdiri dari pemukiman, dengan kegiatan ekonomi didominasi oleh jasa pendidikan, perdagangan dan perkantoran. Wilayah Coblong merupakan wilayah bersuhu tropis dan memiliki beberapa batas wilayah. Batas dari wilayah Kecamatan Coblong, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Bandung Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cibeunying Kaler. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bandung Wetan. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan Cidadap. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah, Kecamatan Coblong berada pada ketinggian 770 m diatas permukaan air laut. Suhu minimum dan maksimum di Kecamatan Coblong berkisar 20-33 oC. Penduduk Kecamatan Coblong Jumlah penduduk di Kecamatan Coblong bertambah dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil sensus penduduk tahun 2000 dan sensus penduduk tahun 2010. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Kecamatan Coblong tercatat sebanyak 118 430 jiwa dan pada tahun 2010 tercatat sebanyak 127 588 jiwa. Pada periode tahun 2000 sampai dengan 2010 rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.72 persen dan pada tahun 2012 tercatat sebanyak 128 800 jiwa. Jumlah penduduk tersebut berasal dari 6 Kelurahan yang berada di
25
Kecamatan Coblong. Kelurahan berpenduduk terbesar ialah wilayah Dago. Kelurahan tersebut memiliki jumlah penduduk terbesar, yaitu 38 772 jiwa pada tahun 2012, sedangkan jumlah penduduk terendah berada di wilayah Lebak Siliwangi. Tabel 5 menunjukan jumlah penduduk dari 6 Kelurahan di Kecamatan Coblong. Tabel 5 Jumlah Penduduk Kecamatan Coblong per Kelurahan tahun 2000, 2010 dan 2012 Kelurahan Cipaganti Lebak Siliwangi Lebak Gede Sadang Serang Sekeloa Dago Total Penduduk
2000 (jiwa) 11.700 4.288 14.392 26.818 28.191 33.041 118.430
2010 (jiwa) 12.105 4.777 15.095 27.101 30.103 38.407 127.588
2012 (jiwa) 12.220 4.821 15.239 27.359 30.389 38.772 128.800
Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012
Total penduduk yang berada di Kecamatan Coblong terdiri dari beberapa rumah tangga. Pada tahun 2012 jumlah rumah yang berada di kecamatan Coblong sebanyak 46 860. Jumlah tersebut berasal dari ke-6 kelurahan yang berada di kecamatan Coblong. Jumlah terbesar ditunjukkan pada wilayah Dago, yaitu sebesar 15 048, sedangkan terendah berada pada wilayah Lebak Siliwangi. Jumlah rumah tangga yang besar tersebut sesuai dengan jumlah penduduk yang berdomisili di kecamatan Coblong. Tabel 6 menunjukan data jumlah penduduk dan rumah tangga di masing-masing kelurahan. Tabel 6 Jumlah Penduduk dan rumah tangga di Kecamatan Coblong per Kelurahan tahun 2012 Kelurahan Penduduk (jiwa) Rumah Tangga Cipaganti 12 220 3 821 Lebak Siliwangi 4 821 1 816 Lebak Gede 15 239 6 482 Sadang Serang 27 359 8 181 Sekeloa 30 389 11 512 Dago 38 772 15 048 Jumlah 128 800 46 860 Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012
Tipologi masyarakat Kecamatan Coblong yang merupakan masyarakat perkotaan, kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah cukup besar. Secara umum, sebanyak 13499 jiwa sudah bisa menamatkan Sekolah Menengah Tingkat Atas. Tabel 7 merupakan data masyarakat Kecamatan Coblong berdasarkan tingkat pendidikannya.
26
Tabel 7 Jumlah Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Coblong tahun 2012 No Pendidikan Jumlah L (jiwa) P (jiwa) Jumlah (jiwa) 1 Belum Sekolah 8515 8685 17200 2 Tidak Tamat SD 2724 2511 5232 3 Tamat SD 9087 8381 17468 4 Tamat SLTP/ 7111 5568 12679 sederajat 5 Tamat SLTA/ 6749 6750 13499 sederajat 6 Sarjana Muda(D3) 3072 2658 5730 7 Sarjana (S1) 3564 1839 5403 8 Pasca Sarjana(S2) 859 557 1416 9 Pasca(S3),dll 184 97 281 Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012
Mata pencaharaian terbesar masyarakat Kecamatan Coblong sebanyak 22.059 jiwa adalah berprofesi sebagai pelajar. Sedangkan pegawai swasta terdata di posisi kedua terbanyak yaitu 9.961 jiwa. Hal ini terlihat dari banyaknya pengembangan jasa wisata belanja yang di bangun di wilayah Kecamatan Coblong yang bisa menjadikan masyarakat di Kecamatan Coblong bekerja sebagai karyawan dan memilih Kecamatan Coblong sebagai tempat tinggalnya. Tabel 8 merupakan pendataan berdasarkan jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok. Tabel 8 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok tahun 2012 Mata Pencaharian PNS TNI/ POLRI Pegawai Swasta Petani Pedagang Pelajar Mahasiswa Pensiunan Lainnya Total
Jumlah (jiwa) 8 260 382 9 961 732 8 704 22 059 8 643 4 376 41 418 104 535
Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012
Lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah yang berada di Kecamatan Coblong umumnya adalah dari pendidikan usia dini, menengah, pendidikan untuk penyandang disabilitas sampai perguruan tinggi. Sarana tersebut diantaranya Taman Kanak-kanak/TK, SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA, PKMB, SLB,
27
Universitas/ Akademi. Data mengenai sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah sarana dan prasarana Kecamatan Coblong tahun 2012 No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (jiwa) 1 Taman Kanak-kanak 20 2 SD 46 3 SLTP 12 4 SLTA 14 5 SMK 2 6 PKMB 12 7 Universitas/Akademi 19 8 MI 2 9 MTS 1 10 MA 0 11 SLB 1 Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012
Di bidang kesehatan untuk masyarakat Kecamatan Coblong sudah cukup memadai. Hal ini terlihat dari banyaknya sarana kesehatan yang ada dan tersebar di seluruh wilayah Kecamatan. Dibawah ini terdiri dari 6 kelurahan di Kecamatan Coblong beserta jumlah RT dan jumlah RW. Kelurahan Sadang Serang memiliki jumlah RT dan RW terbanyak, sedangkan Kelurahan Lebak Siliwangi memiliki jumlah RT dan RW paling sedikit. Tabel 10 merupakan data Kelurahan dan Jumlah RT/RW di Kecamatan Coblong. Tabel 10 Jumlah RT/RW di Kecamatan Coblong tahun 2012 Kelurahan
Cipaganti Lebak Siliwangi Dago Lebak Gede Sekeloa Sadang Serang Jumlah
Jumlah RT
53 25 104 64 88 130 464
Jumlah RW
7 6 13 13 15 21 75
Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012
Karakteristik Responden Pada penelitian ini yang menjadi responden adalah konsumen cabai merah rumah tangga di Kecamatan Coblong. Dari hasil penyebaran kuisioner kepada 40 responden, maka didapatkan data pembagian karakteristik responden adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian 2. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembelian 3. Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembelian 4. Karakteristik responden berdasarkan produk subtitusi dari cabai merah
28
5. 6. 7.
Karakteristik responden berdasarkan tingkat daya tahan dalam mengkonsumsi cabai merah Karakteristik responden berdasarkan persepsi responden terhadap terhadap harga cabai merah Karakteristik responden berdasarkan respon/konsumsi terhadap perubahan harga
1. Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian Sebagian besar masyarakat Kecamatan coblong mengkonsumsi cabai merah sebagai bahan untuk tambahan olahan pada masakannya. Komoditi ini mudah ditemui baik di warung sayur eceran, pedagang sayur keliling, pasar tradisional maupun di pasar modern. Meskipun demikian setiap rumah tangga memiliki selera yang berbeda dalam memilih tempat untuk membeli cabai merah. Berikut ini (Tabel 11) merupakan gambaran tempat pembelian cabai merah yang banyak disukai oleh masyarakat kecamatan Coblong.
No 1 2 3
Tabel 11 Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian Tempat pembelian Jumlah Rumah Persentase Tangga (%) Warung dan Pedagang Sayur Keliling 9 22.5 Pasar Tradisional 30 75 Pasar Modern 1 2.5 Jumlah 40 100
Berdasarkan data pada Tabel 11 sebagian besar responden di kecamatan Coblong melakukan pembelian cabai merah di pasar tradisional. Terdapat beberapa pasar tradisional yang digunakan sebagai tempat pembelian bagi responden di Kecamatan Coblong diantaranya adalah pasar tradisional Sederhana, pasar Simpang, pasar Balubur, pasar Puyuh, dan pasar Sadang Serang. Sebagian kecil dari responden melakukan pembelian cabai merah di pasar modern dan warung atau pedagang sayur keliling. Dari banyaknya jumlah responden dalam melakukan pembelian cabai merah di pasar tradisional, maka sebagian besar konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga akan cabai merah dilakukan di pasar tradisional. Sebagian besar responden pada penelitian ini adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja) dan ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pegawai negeri. 2.
Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembelian Karakteristik dari setiap responden rumah tangga memiliki kebiasaan dalam melakukan pembelian cabai merah yang berbeda-beda. Hal itu dapat dilihat dari selera masing-masing responden yang menyukai rasa pedas pada makanan yang dikonsumsi. Ada yang melakukan pembelian cabai merah setiap hari, satu minggu satu kali, dua minggu satu kali, satu bulan satu kali dan ada pula yang tidak menentu. Dari 40 responden dapat diketahui bahwa frekuensi dalam melakukan pembelian cabai merah sangat beragam. Ada yang melakukan pembelian sebanyak 15 kali perbulan dan ada pula yang melakukan hanya 1 kali pembelian
29
perbulannya. Berikut ini merupakan data informasi kebiasaan responden dalam melakukan pembelian cabai merah yang ditunjukan dalam Tabel 12. Tabel 12 Data responden berdasarkan frekuensi pembelian cabai merah Frekuensi Pembelian Jumlah RT Presentase (%) No (kali/bulan) 1 1 2 5 2 2 4 10 3 4 23 57.5 4 8 4 10 5 10 5 12.5 6 15 2 5 Jumlah 100 40 Dilihat dari Tabel diatas sebesar 57,5 persen responden melakukan pembelian cabai merah sebanyak 4 kali dalam satu bulan. Hal tersebut menunjukan sebagian besar frekuensi responden rumah tangga di Kecamatan Coblong membeli cabai merah adalah 1 minggu 1 kali pembelian. 3.
Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembelian Setiap rumah tangga memiliki kebutuhan akan cabai merah yang tidak sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak hal, seperti selera terhadap pedas, pendapatan dan jumlah anggota pada masing-masing responden rumah tangga. Ada yang hanya membutuhkan dalam jumlah sedikit dan ada pula yang membutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak. Tabel berikut dapat memberikan gambaran informasi jumlah cabai merah yang di beli oleh responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tabel 13 Data responden menurut jumlah pembelian cabai merah No Jumlah pembelian (kg) Jumlah RT Persentase (%) 1 0.25 2 5 2 0.4 5 12.5 3 0.5 2 5 4 0.6 1 2.5 5 0.75 2 5 6 0.8 2 5 7 1 18 45 8 1.5 2 5 9 2 4 10 10 2.5 2 5 Jumlah 40 100 Dari 40 responden rumah tangga di Kecamatan Coblong jumlah cabai merah yang dibeli adalah berkisar antara 0.25 sampai 2 kg dalam waktu satu bulan. Sebanyak 45 persen responden menghabiskan cabai merah sebanyak 1 kg perbulannya. Responden yang suka akan pedas dan memiliki jumlah anggota
30
keluarga yang banyak biasanya membutuhkan cabai merah dalam jumlah yang lebih banyak. 4.
Karakteristik responden menurut produk subtitusi Walaupun komoditi cabai merah selalu tersedia di pasar (modern dan tradisional), namun ada kalanya jumlah yang tersedia lebih sedikit dari biasanya. Hal tersebut terkait dengan faktor–faktor produksi cabai merah dari daerah penghasil. Maka dampak yang terjadi dapat mepengaruhi harga cabai merah. Berdasarkan teori ekonomi ketika jumlah cabai merah menurun namun permintaan meningkat maka harga cabai akan meningkat. Dengan adanya hal tersebut, konsumen memiliki cara masing-masing untuk mengatasi kenaikan harga atau penurunan jumlah cabai dipasaran. Salah satunya adalah dengan menggantukan cabai merah atau mensubtitusikan dengan produk lain yang memiliki fungsi yang sama. Setiap responden memiliki produk subtitusi yang berbeda-beda dalam menggantikan cabai merah. Perbedaan produk tersebut dapat disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Karakteristik responden menurut produk subtitusi No Produk Subtitusi Cabai Jumlah (RT) Presentase (%) 1 Cabai kering 10 25 2 Cabai rawit merah 11 27.5 3 Cabai rawit hijau 3 7.5 4 Cabai gendot 1 2.5 5 Saus sambal 5 12.5 6 Lada 2 5 7 Tidak ada 8 20 Jumlah 40 100 Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui sebagian besar responden di Kecamatan Coblong memilih cabai rawit merah sebagai alternatif pengganti cabai merah. Beberapa responden memilih cabai kering, cabai rawit hijau, cabai gendot, saus sambal, lada (merica), dan tidak menggantikan sama sekali dengan jenis produk yang lain. Dilihat dari Tabel 14 cabai gendot merupakan produk subtitusi yang paling sedikit digunakan oleh responden. 5.
Karakteristik responden berdasarkan tingkat daya tahan dalam mengkonsumsi cabai merah Sebagian besar responden di Kecamatan Coblong menyatakan cabai merah merupakan komoditi yang harus selalu ada di setiap olahan masakannya. Komoditi ini juga mudah dijumpai di setiap pasar baik pasar tradisional, pasar modern maupun di warung atau pedagang sayur keliling. Namun harga dari cabai merah di pasaran yang berubah-ubah dalam waktu yang singkat sehingga dapat mempengaruhi daya beli masyarakat pada pembelian cabai merah. Setiap responden memiliki respon yang berbeda-beda terhadap perubahan harga dalam mengkonsumsi cabai merah. Hal tersebut berpengaruh terhadap ketahanan responden dalam mengendalikan tingkat konsumsi cabai untuk setiap masakanya. Tingkat daya tahan responden untuk mengkonsumsi cabai merah dapat tersaji pada Tabel 15.
31
Tabel
15
Karakteristik responden terhadap mengkonsumsi cabai merah
No Lama tidak mengkonsumsi (hari) 1 0 (tidak bisa menahan pedas) 2 1 3 2 4 3 6 5 7 6 8 7 Jumlah
ketahanan
Jumlah (RT) 6 18 3 6 1 1 5 40
untuk
tidak
Presentase (%) 15 45 7.5 15 2.5 2.5 12.5 100
Berdasarkan Tabel 15 sebagian besar yaitu sebanyak 45 persen responden hanya dapat menahan 1 hari untuk tidak mengkonsumsi cabai merah. Sejumlah responden juga mengaku tidak dapat menahan untuk tidak mengkonsumsi cabai yaitu sebanyak 15 persen. Paling lama responden dapat menahan diri untuk tidak mengkonsumsi pedas hanya 5 orang responden dari 40 orang responden. Sebanyak 15 persen dari keseluruhan responden dapat menahan pedas selama 3 hari. Paling sedikit responden yang bisa menahan 5 dan 6 hari untuk tidak mengkonsumsi cabai merah yaitu 2.5 persen dari keseluruhan rsponden. Tingkat daya tahan responden untuk tidak dapat menahan pedas dapat berpengaruh terhadap jumlah cabai yang dikonsumsi setiap bulannya. Karakteristik responden berdasarkan persepsi responden terhadap harga cabai merah Di Kecamatan Coblong ini terdapat beberapa pilihan pasar tradisional, Pedagang sayur keliling, warung sayur maupun pasar modern untuk mendapatkan komoditi cabai merah ini. Berbeda tempat pembelian menyebabkan harga yang diterima oleh masing-masing responden akan berbeda-beda. Harga penjualan cabai merah di pasar tradisional umumnya lebih murah dibandingkan dengan harga jual cabai merah di warung sayur, pedagang sayur keliling maupun pasar modern. Menanggapi harga cabai merah yang dijual bermacam-macam, setiap responden memiliki tanggapannya masing-masing seperti terlihat pada Tabel 16.
6.
Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan persepsi responden terhadap harga beli cabai merah No Tanggapan konsumen Jumlah RT Persentase (%) 1 Murah 5 12.5 2 Biasa saja 19 47.5 3 Mahal 16 40 Jumlah 40 100 Sebagian responden menilai bahwa harga cabai merah biasa saja, tidak terlau tinggi ataupun terlalu rendah. Dari 40 responden, harga rata-rata cabai merah yang dibeli responden yaitu Rp 32 275, harga tertinggi yaitu Rp 40 000, dan harga terendah adalah Rp 28 000. Dari perbedaan harga cabai merah yang dibeli responden, sebanyak 16 persen responden menyatakan harga komoditi ini
32
mahal. Hanya 5 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan harga cabai yang dijual murah. Harga cabai merah ini diduga dapat mempengaruhi jumlah konsumsi cabai merah di setiap rumah tangga. 7
Karakteristik responden berdasarkan respon/konsumsi terhadap perubahan harga Cabai merah merupakan salah satu komoditi yang harganya tidak stabil. Rumah tangga Walaupun tidak semua rumah tangga di Kecamatan Coblong jumlah konsumsi cabainya terpengaruh terhadap perubahan harga, namun perubahan yang terjadi seperti kenaikan maupun penurunan harga dapat mempengaruhi jumlah konsumsi cabai merah pada sebagian besar rumah tangga. Ada rumah tangga yang tetap mengkonsumsi cabai merah dalam jumlah tetap, mengurangi maupun menambahkan. Hal tersebut tergantung pada pengaruh harga cabai merah yang ditawarkan di pasaran. Tabel 17 menunjukan banyaknya rumah tangga yang terpengaruh jumlah konsumsinya akibat adanya perubahan harga. Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan respon/konsumsi terhadap perubahan harga
No
Respon terhadap jumlah cabai merah
1 Tetap 2 Ganti produk 3 Kurangi 10% 4 Kurangi 20% 5 Kurangi 25% 6 Kurangi 50% 7 Tambah 10% 8 Tambah 20% 9 Tambah 25% 10 Tambah 30% 11 Tambah 50% Jumlah
Perubahan harga dan jumlah RT (%) Kenaikan Kenaikan Penurunan Penurunan 10 % 50% 10% 50% 90 10 92.5 20 0 22.5 0 0 10 5 0 0 0 5 0 0 0 25 0 0 0 30 0 0 0 0 0 2.5 0 0 7.5 7.5 0 0 0 37.5 0 0 0 2.5 0 0 0 30 100 100 100 100
Berdasarkan sebaran responden terhadap perubahan harga, maka akan terjadi perubahan jumlah cabai merah yang akan dikonsumsinya. Asumsi perubahan harga yang dilakukan pada penelitian ini yaitu ketika terjadi kenaikan dan penurunan sebesar 10 persen dan 50 persen. Perubahan harga ini dapat mempengaruhi banyaknya jumlah cabai merah yang di konsumsi di setiap rumah tangga. Ketika harga cabai merah diasumsikan naik sebesar 10 persen dari harga yang diterima responden, 90 persen responden memilih untuk tetap membeli dan 10 persen responden yang memilih untuk mengurangi sebesar 10 persen dalam mengkonsumsi cabai merah. Ketika diasumsikan naik sebesar 50 persen, perubahan jumlah konsumsi rumah tangga terhadap cabai merah lebih banyak. Sebanyak 30 persen dari keseluruhan responden mengurangi jumlah cabai merah sebanyak 50 persen dari jumlah pembelian biasanya. Sebanyak 22.5 persen responden memilih untuk mengganti cabai merah dengan komoditi yang lain. Walaupun harga cabai merah
33
mengalami kenaikan sebesar 50 persen, namun 10 persen dari keseluruhan responden memilih untuk tetap mengkonsumsi cabai merah ini. Sebagian konsumen rumah tangga terhadap cabai merah akan membeli cabai merah lebih banyak jika terjadi penurunan harga. Ketika harga turun sebesar 10 persen, sebagian besar konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong memilih untuk tetap membeli cabai merah dengan jumlah yang sama seperti biasanya. Hanya sebanyak 7.5 persen dari keseluruhan responden yang membeli lebih banyak sebesar 20 persen dari jumlah biasanya. Ketika harga cabai merah turun sebesar 50 persen, peningkatan jumlah cabai merah yang dibeli oleh responden lebih besar yaitu dengan menambah sebesar 10 persen, 20 persen, 25 persen, 30 persen dan 50 persen. Pembelian dengan jumlah lebih banyak dari biasanya digunakan oleh responden sebagai persedian, untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan harga.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Di Kecamatan Coblong Model permintaan cabai merah konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong dibentuk dari model regresi berganda, yang diolah menggunakan SPSS 16. Pembentukan model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah ini dilakukan dengan menyebar kuesioner sebanyak 40 responden yang berlokasi di Kecamatan Coblong. Pada penelitian ini variabel Y (dependen) adalah permintaan cabai merah, yaitu jumlah pembelian cabai merah responden dalam satuan kilogram. Faktor X atau variabel bebas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terdapat 7 variabel X yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: harga cabai merah, jumlah anggota rumah tangga, frekuensi pembelian, pendapatan rumah tangga, suku, preferensi terhadap pedas dan tempat pembelian. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 16, hasil yang diperoleh dari perhitungan regeresi berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong No
Faktor
1
Harga cabai (X1)
2
Koefisien Regresi
Thitung
Sig
VIF
-6.650E-5
-4.582
.000*
1.233
JumlahAnggota (X2)
0.427
5.736
.000*
1.911
3
Frekuensi (X3)
0.018
1.012
.319
1.131
4
Pendapatan (X4)
3.726E-10
.006
.995
1.919
5
Dummy suku (D1)
0.177
1.282
.209
1.381
6
Dummy Preferensi (D2)
0.306
.837
.409
1.078
7
Dummy Tempat pembelian (D3)
0.092
.241
.811
1.176 0.759 0.700
Konstanta R2 Keterangan : * signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen
34
Dari persamaan fungsi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong nilai konstanta yang didapat adalah sebesar 0.759. Angka tersebut menunjukan permintaan cabai merah akan bernilai 0.759 bila faktor lain sama dengan nol. Berdasarkan Tabel 18, fungsi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong memiliki nilai R2 sebesar 0.700 atau 70 persen. Artinya, permintaan rumah tangga terhadap cabai merah dapat dijelaskan sebesar 70 persen oleh variabel independenya yaitu harga cabai merah, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, frekuensi pembelian, tempat pembelian, preferensi terhadap pedas, dan suku. Sedangkan sisanya sebesar 30 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Berdasarkan uji F yang terlampir pada Lampiran 3 dapat disimpulkan bahwa tingkat signifikansi model ini adalah 0.000 (lebih rendah dari α=1%.). Artinya, bahwa variabel dependen (jumlah permintaan cabai merah) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel independen (harga cabai merah, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, frekuensi pembelian, tempat pembelian, preferensi terhadap pedas, dan suku) berpengaruh nyata pada permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong pada taraf kepercayaan 99 persen. Tabel 18 menunjukan bahwa pada fungsi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong, semua variabel bebas memiliki tanda koefisien yang sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Variabel harga cabai merah bertanda negatif (-). Sedangkan untuk jumlah anggota keluarga, frekuensi pembelian, pendapatan, suku, preferensi terhadap pedas, dan tempat pembelian bertanda positif (+). Uji statitistik t bertujuan untuk melihat variabel independen mana saja yang secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen ketika diasumsikan variabel independen yang lain dianggap konstan cateris paribus. Berdasarkan hasil perhitungan yang tersaji dalam output menyatakan tidak semua variabel independen dapat mempengaruhi permintaan cabai merah rumah tangga di Kecamatan Coblong. Hasil perhitungan hanya membuktikan bahwa hanya ada dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah pada tingkat kepercayaan 99 persen. Variabel tersebut adalah harga cabai dan jumlah anggota rumah tangga. Sedangkan variabel independen yang lainnya seperti pendapatan rumah tangga, frekuensi pembelian, tempat pembelian, preferensi terhadap pedas, dan suku berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan lebih kecil dari 99 persen. Multikolinieritas dalam fungsi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong dapat dideteksi dengan melihat kolerasi nilai VIF yang nilainya harus lebih kecil dari 10. Pada tabel 18 terdapat nilai VIF dari masing-masing variabel. Jika nilai yang terdapat pada VIF lebih besar dari 10 maka adanya gejala multikolinieritas. Sebaliknya jika nilai VIF mendekati angka 1 maka tidak terjadi gejala multikolinieritas. Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa seluruh nilai VIF dari masing-masing variabel mendekati angka satu dan tidak ada satu peubah X yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas dalam model regresi. Uji autokorelasi pada fungsi ini bertujuan untuk mengkaji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
35
dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Autokorelasi dapat terjadi karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu dengan yang lainnya. Model regresi yang baik adalah model yang bebas dari autokorelasi. Cara mendeteksi adanya autokorelasi pada penelitian ini adalah dengan melihat nilai Durbin Watson pada output yang dilampirkan (lampiran 3). Nilai Durbin Watson pada output dibandingkan dengan nilai tabel pada nilai signifikansi taraf 5%, jumlah data penelitian dan jumlah variabel independennya. Berdasarkan nilai autokorelasi yang telah diuji pada Lampiran 3, nilai Durbin Watson yang diperoleh adalah sebesar 1.721. Nilai Durbin Watson sebesar 1,721 akan dibandingkan dengan nilai Durbin Watson tabel dengan menggunakan uji signifikansi 5 persen, jumlah sampel 40 (n) dan jumlah peubah X (independen) adalah 7 variabel. Nilai tabel dengan signifikansi 5 persen, jumlah data n = 40 dan jumlah variabel independen 7 (k=7) yang didapat adalah dl = 1.1198 sedangkan nilai du=1.9243. Hasil yang didapat adalah nilai Durbin Watson lebih besar dari sama dengan dl dan kurang dari sama dengan du (dl ≤ d ≤ du) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi. Uji heteroskedatisitas pada fungsi ini bertujuan untuk melihat ketidaksamaan varians dalam analisis regresi. Pada uji ini dilakukan dengan menggunakan Scatter Plot nilai variabel dependen. Untuk mendeteksi tidak terjadinya heterokedasitas adalah dengan melihat scatterplot yang tidak membentuk pola atau titiknya menyebar baik di titik 0. Scatter plot yang terlampir pada Lampiran 2 menunjukan bahwa tidak terjadi heterokedasitas pada model regresi atau tidak ada kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain (homoskedasitas). Sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksikan permintaan rumah tangga di Kecamatan Coblong. Uji Normalitas dalam fungsi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong dilihat dari nilai residual yang mengikuti garis normal. Dari uji normalitas yang terlampir (lampiran 1) pada gambar grafik P-Plot terlihat titik-titik residual menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal sehingga model regresi ini dapat dikatakan layak untuk memprediksi permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong. Disamping itu untuk menjamin keakuratan hasil interpretasi maka dilakukan pula uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil uji ini, diketahui bahwa P-value uji Kolmogorov-Smirnov adalah 0.549 > 0.05 (lampiran 1). Dengan demikian dapat dikatakan data residual berdistribusi normal, pada taraf signifikansi 5%. Setelah keempat asumsi tersebut terpenuhi maka fungsi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong memenuhi kriteria model yang baik secara ekonometrika. Berikut ini adalah pembahasan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong menyangkut tingkat signifikasi pada masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat (jumlah permintaan cabai merah), kesesuaian tanda koefisien terhadap hipotesis awal dan kondisi nyata di lapangan yang mendukung interpretasi faktor-faktor yang berpengaruh. 1.
Harga cabai merah Harga cabai merah rata-rata yang dibeli oleh rumah tangga di Kecamatan Coblong adalah Rp 32 275 per kg. Koefisien pada variabel ini memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan hipotesis awal, dimana harga cabai
36
merah berpengaruh negatif (terbalik) terhadap permintan cabai merah. Hasil perhitungan regresi ini pun sesuai dengan hipotesis ekonomi dalam Priyanti (2012) yang menyatakan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif dengan faktor lainnya dianggap konstan. Pernyataan tersebut didukung oleh Case and Fair yang menyatakan bahwa hukum permintaan merupakan hubungan negatif antara harga dan kuantitas yang diminta. Ketika harga naik maka kuantitas yang diminta akan berkurang dan sebaliknya jika harga turun maka kuantitas yang diminta akan bertambah. Tampaknya logis jika konsumen rumah tangga akan meminta suatu produk lebih banyak jika harganya rendah, atau lebih sedikit jika harganya lebih tinggi. Berdasarkan hasil estimasi, nilai koefisien regresi pada harga cabai merah ini adalah -0.0000665. Tanda negatif ini menunjukan hubungan yang berlawanan antara harga cabai merah dengan jumlah permintaan cabai merah. Ketika terjadi kenaikan harga cabai merah sebesar 1 rupiah maka rumah tangga di Kecamatan Coblong turun sebesar 0.0000665 kg, dengan asumsi variabel independen yang lain dianggap tetap. Walaupun penurunan jumlah cabai merah sangat sedikit atau sebesar 0.0000665 kg, namun angka tersebut menunjukan masih terjadi penurunan pada jumlah pembelian cabai merah di Kecamatan Coblong. Pada Tabel 18 nilai signifikasi dari harga cabai merah adalah 0.000 lebih kecil dari taraf α = 1 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa harga cabai merah berpengaruh nyata pada permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong pada tingkat kepercayaan 99 persen. Harga pembelian cabai merah pada 40 responden cukup beragam. Hal tersebut dikarenakan responden membeli cabai di tempat yang berbeda-beda. Harga jual cabai merah di pasar tradisional biasanya lebih murah dibandingkan di pasar modern atau warung maupun pedagang keliling. Berdasarkan perhitungan regresi berganda harga cabai merah dapat mempengaruhi permintaan cabai merah pada tingkat kepercayaan 99%. Ketika harga cabai merah naik dipasaran maka jumlah permintaan cabai merah pada konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong menurun sesuai dengan prinsip ekonomi, ketika harga suatu produk naik maka jumlah permintaan akan menurun ketika variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). 2.
Jumlah anggota keluarga Pada penelitian ini jumlah anggota keluarga diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong. Rata-rata jumlah anggota keluarga di Kecamatan Coblong ini berjumlah 4 orang. Koefisien variabel jumlah anggota rumah tangga memiliki tanda positif sesuai dengan hipotesis awal. Jumlah permintaan cabai merah memiliki hubungan positif terhadap permintaan cabai merah, karena dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga maka kebutuhan konsumsi cabai merah akan lebih banyak. Berdasarkan hasil estimasi, nilai koefisien regresi pada jumlah anggota keluarga adalah 0.427 satuan. Artinya, ketika jumlah anggota rumah tangga meningkat sebanyak satuan maka akan terjadi kenaikan permintaan cabai
37
merah sebesar 0.427 satuan. Dengan kata lain, ketika jumlah anggota bertambah 1 jiwa maka permintaan cabai merah meningkat sebesar 0.427 kg dengan asumsi cateris paribus. Variabel ini memiliki nilai signifikasi 0.000. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf α = 1 persen yang menunjukan bahwa permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong berpengaruh nyata terhadap jumlah anggota keluarga di Kecamatan Coblong pada tingkat kepercayaan 99 persen. Pada penelitian ini jumlah anggota keluarga adalah jumlah orang yang berada dalam satu rumah tangga. jumlah anggota keluarga pada penelitian ini merupakan faktor kedua yang dapat mempengaruhi pola konsumsi cabai merah. Sesuai dengan teori ekonomi bahwa semakin banyak anggota keluarga maka akan semakin besar jumlah permintaan akan suatu produk. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah rumah tangga di Kecamatan Coblong ini dapat mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong. 3.
Frekuensi Pembelian Koefisien pada variabel ini bertanda positif sesuai dengan hipotesis awal. Semakin sering konsumen membeli cabai merah maka akan semakin besar jumlah permintaan cabai merah di suatu rumah tangga. Bebeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Priyanti (2012) yang menyatakan bahwa frekuensi berpengaruh negatif atau semakin sering melakukan pembelian cabai merah keriting jumlah permintaan cabai merah keriting semakin sedikit. Pada penelitian ini responden rumah tangga di Kecamatan Coblong melakukan pembelian sedikit demi sedikit dengan intensitas yang terus menerus. Maka apabila dijumlahkan dalam periode satu bulan, jumlah cabai merah yang dikonsumsi oleh rumah tangga di Kecamatan Coblong lebih besar dibandingkan dengan frekuensi pembelian yang lebih rendah. Nilai regresi berganda untuk koefisien ini bernilai positif sebesar 0.018. Sama seperti pada koefisien anggota rumah tangga, tanda positif ini menunjukan pengaruh searah dengan permintaan cabai merah. Artinya, jika frekuensi pembelian meningkat, maka akan terjadi kenaikan jumlah permintaan cabai merah sebanyak 0.018 satuan atau ketika frekuensi pembelian cabai merah dalam rumah tangga meningkat sebanyak 1 kali maka jumlah cabai merah yang dibeli oleh rumah tangga di Kecamatan Coblong meningkat sebanyak 0.018 kg dengan asumsi cateris paribus. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin sering suatu rumah tanggga membeli cabai merah maka akan semakin banyak jumlah cabai yang dibeli. Variabel ini memiliki nilai signifikasi 0.319. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 1 persen yang menunjukan bahwa frekuensi pembelian tidak berpengaruh nyata pada permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong pada tingkat kepercayaan 99 persen.
4.
Pendapatan Case and Fair (2006) menyatakan rumah tangga yang memiliki pendapatan lebih tinggi sanggup membeli lebih banyak barang. Pendapatan rumah tangga merupakan jumlah semua upah, gaji, dan bentuk penghasilan
38
lain yang diterima oleh suatu rumah tangga pada periode waktu tertentu. Penelitian ini mengasumsikan, dengan semakin besar pendapatan maka akan semakin banyak jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah. Case and Fair (2006) menjelaskan barang yang permintaannya bertambah ketika pendapatan lebih tinggi dan permintaannya berkurang ketika pendapatannya lebih rendah disebut barang normal. Maka dilihat dari nilai positif yang dihasilkan, cabai merah diduga merupakan barang normal. Berdasarkan hasil estimasi, variabel ini menghasilkan nilai positif 3.726 x 10-10. Tanda positif ini menunjukan hubungan yang searah antara jumlah permintaan dengan veriabel pendapatan. Ketika terjadi kenaikan pendapatan rumah tangga maka jumlah permintaan cabai merah meningkat sebesar 3.726 x 10-10 satuan. Dapat pula diartikan jika terjadi kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 1 rupiah maka jumlah permintaan cabai merah meningkat sebesar 0.0000000003726 kg, dengan asumsi cateris paribus. Nilai Signifikasi pada pendapatan adalah sebesar 0.995. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 1 persen yang menunjukan pendapatan tidak berpengaruh nyata pada permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak ada pengaruh pendapatan terhadap kenaikan jumlah permintaan. Jika pendapatan rumah tangga meningkat, maka belum tentu terjadi kenaikan jumlah permintaan terhadap cabai merah. Cabai merah merupakan komoditi yang mudah rusak, sehingga berapapun kenaikan pendapatan rumah tangga maka peningkatan jumlah permintaan cabai merah belum tentu melebihi jumlah yang dibutuhkan. 5.
Dummy Suku Pada penelitian ini suku diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong. Variabel suku merupakan variabel dummy. Nilai 0 menunjukan rumah tangga yang bersuku sunda dan nilai 1 menunjukan rumah tangga yang bersuku non sunda. Variabel ini berkaitan dengan selera dan kebiasaan yang dilakukan pada setiap rumah tangga. Responden rumah tangga di Kecamatan Coblong ini mayoritas merupakan rumah tangga yang bersuku sunda. Hanya beberapa rumah tangga yang bersuku non sunda. Pada penelitian ini rumah tangga yang bersuku non sunda adalah rumah tangga yang bersuku jawa dan suku minang yang bertempat tinggal di Kecamatan Coblong. Hasil estimasi menunjukan variabel dummy pada suku memiliki tanda positif sebesar 0.177. Artinya, jika rumah tangga bersuku non sunda jumlah permintaan cabai merah yang dilakukan lebih banyak sebesar 0.177kg dibandingkan rumah tangga dengan suku sunda. Dengan kata lain, jika rumah tangga yang bersuku sunda membeli cabai merah sebanyak 1 kg maka rumah tangga suku non sunda membeli cabai merah sebesar 1 177 kg dengan asumsi cateris paribus. Hal tersebut menunjukan tingkat selera pedas pada responden yang bersuku non sunda lebih besar dibanding dengan suku sunda. Hal tersebut dapat mepengaruhi permintaan cabai merah dipasaran. Nilai Signifikasi pada dummy suku adalah sebesar 0.209. Nilai
39
tersebut lebih besar dari taraf α = 1 persen yang menunjukan bahwa suku tidak berpengaruh nyata pada permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong pada tingkat kepercayaan 99 persen. 6.
Dummy preferensi terhadap pedas Preferensi berkaitan dengan selera dan kebiasaan mengkonsumsi pedas di masing-masing rumah tangga. Keragaman permintaan pada kosumen hampir tidak terbatas. Lipsey et al (1995) menyatakan bahwa selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli. Berdasarkan pernyataan tersebut, rumah tangga yang memiliki selera terhadap pedas akan membeli cabai merah. Adanya keragaman selera pada konsumen dapat mempengaruhi peningkatan ataupun penurunan permintaan. Rumah tangga yang memiliki selera terhadap pedasnya tinggi maka akan meningkatkan permintaan jumlah cabai merah. Pada penelitian ini sebagian besar responden di Kecamatan Coblong menyukai pedas, hanya 1 responden yang tidak menyukai pedas. Meskipun tidak menyukai pedas, namun 1 orang responden rumah tangga tersebut masih mengkonsumsi cabai sebagai tambahan dalam olahan masakannya. Variabel ini terbagi menjadi dua variabel dummy. Nilai 0 diberikan pada rumah tangga yang tidak suka pedas dan nilai 1 diberikan pada rumah tangga yang suka pedas. Hasil estimasi menunjukan variabel dummy pada preferensi bernilai positif sebesar 0.306. Nilai tersebut mengartikan bahwa rumah tangga yang suka pedas membeli lebih banyak cabai merah sebanyak 0.306 kg dibanding dengan rumah tangga yang tidak suka pedas. Dapat pula diartikan jika rumah tangga yang memiliki preferensi tidak suka pedas sebanyak 1 kg, maka rumah tangga yang memiliki preferensi suka pedas membeli sebanyak 1 306 kg dengan asumsi cateris paribus. Nilai Signifikasi pada dummy preferensi adalah sebesar 0.409. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 1 persen yang menunjukan bahwa preferensi terhadap pedas tidak berpengaruh nyata pada permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong pada tingkat kepercayaan 99 persen.
7.
Dummy tempat pembelian Permintaan cabai merah pada konsumen terkait dengan lokasi dimana responden membeli cabai merah. Sebagian besar responden di Kecamatan Coblong membeli cabai merah di pasar tradisional, hanya beberapa responden rumah tangga yang membeli di pasar modern dan warung/pedagang sayur keliling. Responden mendapatkan cabai merah dengan harga yang lebih murah di pasar tradisional dibandingkan dengan harga di warung/pedagang sayur keliling dan pasar modern. Tempat pembelian rumah tangga terbagi menjadi dua dummy yaitu dummy pasar tradisional dan pasar modern. Dummy dengan nilai 0 menunjukan pasar modern dan dummy dengan nilai 1 menunjukan pasar tradisional. Berdasarkan hasil estimasi, variabel ini menghasilkan nilai positif 0.092. Sesuai dengan hipotesis awal, nilai negatif menunjukan hubungan yang berlawanan antara tempat pembelian dengan jumlah permintaan. Artinya, jumlah permintaan rumah tangga di pasar tradisional
40
lebih banyak sebesar 0.092 kg dibandingkan pembelian rumah tangga di pasar modern. Dapat diartikan pula jika rumah tangga membeli cabai merah di pasar modern sebanyak 1 kg maka rumah tangga yang membeli cabai merah di pasar tradisional adalah sebanyak 1 092 kg dengan asumsi ceteris paribus. Nilai Signifikasi pada dummy tempat adalah sebesar 0.881. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α = 1 persen yang menunjukan tempat pembelian tidak berpengaruh nyata pada permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong pada tingkat kepercayaan 99 persen. Respon harga cabai merah di Kecamatan Coblong Berdasarkan fungsi permintaan yang dihasilkan dari perhitungan regresi berganda maka dapat dihitung nilai elastisitas. Untuk mengetahui derajat kepekaan/respon dari jumlah permintaan akibat perubahan harga maka dilakukan perhitungan elastisitas harga. Dengan menggunakan rumus elastisitas permintaan dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4 maka didapat nilai elastisitas permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil perhitungan elastisitas harga permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong Uraian Variabel Koefisien Regresi Rata-rata Elastisitas
Nilai Harga cabai merah
-6.650 x10-5 32 300 - 2.08
Untuk melihat respon terhadap perubahan harga cabai merah ini dilakukan perhitungan elastisitas harga permintaan. Hasil perhitungan elastisitas harga cabai merah terhadap permintaan cabai merah yaitu sebesar - 2.08. Artinya dengan meningkatnya harga sebesar 1 persen maka akan menurunkan jumlah permintaan cabai merah sebesar 2.08 persen. Hubungan antara harga cabai merah dengan jumlah permintaan cabai berbanding terbalik sesuai dengan hukum permintaan. Samuelson (2003) menyatakan hukum permintaan adalah apabila harga suatu komoditi naik (dan hal-hal lain tidak berubah), pembeli cenderung membeli lebih sedikit komoditi itu dan sebaliknya jika harga turun maka kuantitas yang diminta akan meningkat. Elastisitas harga cabai merah bersifat elastis (-2.08>1). Ketika terjadi perubahan kecil dalam harga akan menyebabkan perubahan sangat besar dalam jumlah yang diminta. Jumlah permintaan cabai merah cenderung elastis karena terdapat banyak komoditi subtitusi sebagai pengganti cabai merah jika komoditi ini mengalami kenaikan harga. Konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong ini memiliki beberapa alternatif pengganti cabai merah apabila terjadi kenaikan harga. Komoditi pengganti tersebut diantaranya cabai kering, cabai rawit merah, cabai rawit hijau, cabai gendot, saus sambal dan lada. Ketika harga cabai merah tinggi dipasaran, sebagian besar rumah tangga di Kecamatan Coblong menggantikan komoditi ini dengan cabai rawit merah. Walaupun harga cabai
41
rawit merah terkadang tinggi, namun komoditi pengganti ini bisa mewakili rasa pedas walaupun dalam jumlah sedikit.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong sebagian besar mendapatkan cabai merah di pasar tradisional. Permintaan cabai merah pada konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong rata-rata mengkonsumsi cabai merah sebanyak 1.0325 kg dengan rata-rata frekuensi konsumsi 6 kali pembelian dalam sebulan. Rumah tangga di Kecamatan Coblong umumnya membeli cabai merah secukupnya sesuai dengan kebutuhan, jarang yang membeli dengan jumlah banyak karena sifat dari cabai yang mudah rusak jika disimpan lama. Sebagian besar rumah tangga di Kecamatan Coblong menggunakan cabai merah sebagai komoditi yang selalu dikonsumsi. Sebagian besar konsumen rumah tangga di Kecamatan ini memilih cabai rawit merah sebagai pengganti cabai merah. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong adalah harga cabai merah, jumlah anggota rumah tangga, frekuensi pembelian, suku, preferensi terhadap pedas, tempat pembelian dan pendapatan rumah tangga. Namun, tidak semua variabel secara individu berpengaruh secara signifkan pada tingkat kepercayaan 99%. Hanya harga cabai merah dan jumlah anggota keluarga yang signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan variabel frekuensi pembelian, suku, preferensi terhadap pedas, tempat pembelian dan pendapatan rumah tangga signifikan pada tingkat kepercayaan kurang dari 99%. Respon terhadap perubahan harga dianalisis dengan menggunakan perhitungan elastisitas. Respon permintaan terhadap perubahan harga bersifat elastis, jika terjadi perubahan kecil dalam harga akan menyebabkan perubahan sangat besar dalam jumlah yang diminta.
Saran Pemerintah sebaiknya memberi pengarahan kepada yang bersangkutan (pembudidaya) agar dapat mengendalikan produksi cabai merah, dengan tidak melakukan penanaman secara bersama-sama dalam satu wilayah dan waktu yang bersamaan. Hendaknya bagi penjual maupun pembudidaya dapat melihat peluang waktu dalam melakukan produksi dan penjualan. Mengingat di hari besar keagamaan peluang permintaan terhadap cabai merah akan lebih besar dibanding hari biasanya, maka dengan jumlah permintaan yang tidak stabil hendaknya pelaku usaha (penjual dan pembudidaya) mengantisipasi ketersediaan komoditi ini. Diharapkan bagi penulis yang akan meneliti mengenai kajian yang sama agar dapat melakukan penambahan beberapa variabel lain yang diduga signifikan
42
terhadap permintaan cabai merah. Mengingat masih terdapat beberapa variabel individu yang tidak signifikan terhadap cabai merah pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Afifa Rosaria Dewi. 2006. Analisis Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Anindita Ratya. 2008. Pendekatan Ekonomi Untuk Analisis Harga. Kencana. Bogor. [BPS]Badan Pusat Statistik.2012.Lapangan Pekerjaan Utama Penduduk Indonesia. [Internet]. [diunduh 2013 Apr 20]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&idsubyek=655¬ab=28. [BPS] Badan Pusat Statistik. Produksi Sayuran Di Indonesia tahun 1997-2012. [Internet].[diunduh 2013 Oktober 20]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=55¬ab=70. Case Karl E dan Ray C fair. 2006. Prinsip-prinsip Ekonomi. Edisi kedelapan jilid 1. Penerbit Erlangga. Departemen Pertanian. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun. [diunduh 2013 Oktober 20]. Tersedia pada http://www.deptan.go.id/Indikator/tabe-15bkonsumsi-rata.pdf. Dewi Tria R. 2009. Analisis Permintaan Cabai Merah di Kota Surakarta [skripsi]. Surakarta [ID]. Universitas Sebelas Maret. Firdaus Muhammad.2009. Manajemen Agribisnis. Jakarta [ID]. Bumi Aksara. Gujarati Darmodar N. 2006. Dasar-dasar ekonometrika Jilid 1 Edisi Ketiga. Erlangga. Hadiwijoyo Aditya. 2009. Analisis Permintaan dan Penawaran Domestik Daging Sapi di Indonesia [skripsi]. Bogor [ID].Institut Pertanian Bogor. Harmini. 2009. Modul Matakuliah Metode Kuantitatif Bisnis I. Departemen Agribisnis. FEM. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jafrinur Jum’atri Y, Rahmi Wati. 2010. Pengembangan Model Fungsi Konsumsi Untuk Komoditi Pangan Hewani. Sumatera Barat [ID]. Universitas Andalas. Khoirunisa. 2008. Analisis Permintaan Daging Ayam Broiler Konsumen Rumah Tangga di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok [skripsi].Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Lipsey, R.G, Paul N. Courant, D. Purvis, dan P.O. Steiner. 1995. Ekonomi Mikro. Binarupa Aksara. Jakarta. Murni Asfia. 2012. Ekonomika Mikro. Bandung [ID]. PT. Rafika Aditama. Nazir M. 2011. Metode Penelitian. Bogor [ID]. Ghalia Indonesia. Prajnanta Final. 2006. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta [ID] .Penebar Swadaya. Priyanti D. 2012. Analisis Perilaku Permintaan Rumah Tangga dan Jumlah Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Putong Iskandar. 2010. Pengantar Mikro dan Makro. Edisi keempat Jakarta [ID]. Mitra Wacana Muda.
43
Pindyck, R. R. and D. L. Rubinfeld. 1995. Microeconomics. Third Edition. Pretince Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Rachma M. 2008. Efisiensi Tataniaga Cabai Merah [skripsi]. Bogor [ID].Institut Pertanian Bogor. Redaksi Trubus. 2008. Bertanam Cabai Dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta. Salvatore Dominick. 2006. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi keempat. Jakarta [ID]. Erlangga. Sari R. 2013. Ekonomi Dan Kebijakan Publik. Pusat Pengkajian Pengolahan Data Dan Informasi (P3DI) Sekertariat Jendral DPR RI. Jakarta. Satriana Kartika P. 2013. Analisis Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran di Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Samuelson. 2003. Ilmu Mikroekonomi. PT. Media Global Edukasi. Setiadi. 2006. Bertanam Cabai cetakan 24. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunandar H, Suprianto, Candra. 2012. Keragaan Usahatani Cabai Merah Hibrida. Program Studi Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Sugiharto. 2002. Ekonomi Mikro sebuah kajian komprehensif. Jakarta [ID]. PT Gramedia Puataka Utama. Wiryanta Bernadinus T.W. 2001. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 91 ha.
44
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
40
Normal Parameters
a
Mean
.0000000
Std. Deviation
.3145706 0
Most Extreme Differences
Absolute
.126
Positive
.126
Negative
-.076
Kolmogorov-Smirnov Z
.797
Asymp. Sig. (2-tailed)
.549
a. Test distribution is Normal.
45
Lampiran 2 Uji Heteroskedasitas
46
Lampiran 3 Hasil Output Uji F, Uji Autokorelasi, Koefisien Determinasi (R2), Descriptive Statistik b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
8.999
7
1.286
Residual
3.859
32
.121
12.858
39
Total
F
Sig.
10.659
.000
a. Predictors: (Constant), X7, X6, X1, X4, X3, X5, X2 b. Dependent Variable: Y
b
Model Summary
Model 1
R .837
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square a
.700
.634
Durbin-Watson
.347
1.721
a. Predictors: (Constant), X7, X6, X1, X4, X3, X5, X2 b. Dependent Variable: Y
Descriptive Statistics Mean Jumlah Cabai merah
Std. Deviation
N
1.03
.574
40
Harga cabai merah
3.23E4
4254.635
40
Jumlah anggota RT
4.40
1.033
40
Frekuensi
5.35
3.386
40
4.12E6
1311585.457
40
Dummy suku
.32
.474
40
Dummy preferensi
.98
.158
40
Dummy tempat pembelian
.98
.158
40
Pendapatan
a
47
Lampiran 4 Perhitungan Elastisitas Harga dan Elastisitas Pendapatan Elastisitas Harga
Eh = b x
𝑋 𝑌
Keterangan : Eh = Elastisitas harga permintaan b = Koefisien regresi x = Nilai rata-rata x (Rp/ Kg) y = Nilai rata-rata (kg/bulan) Eh
= − 0.0000665 x = - 2.08
32 300 1.03
48
Lampiran 5 Data regresi berganda No
Nama
Y
X1
X2
X3
4
8
1
Maryati
0.75
28000
2
Erna
1
30000
5
4
3
Lili
0.75
30000
3
15
4
Oneh
2
28000
6
10
5
Rohanah
1
32000
5
4
6
Nining
2.5
30000
6
4
7
Neni
1
32000
5
4
8
Imas
0.5
28000
3
2
9
Anih
1
38000
6
4
10
Jubaidah
1
28000
4
4
11
Lislis
1
28000
4
10
12
Yeni
1
38000
6
10
13
Euis
2
35000
6
4
14
Heni
1
35000
5
4
15
Mimin
0.25
35000
4
1
16
Teti
1
35000
4
10
17
Nur
0.6
30000
3
4
18
Tati
0.4
40000
4
4
19
Rohayati
1
40000
6
4
20
Yati
0.5
32000
3
2
21
Yanti
0.4
40000
4
8
22
Cucu
0.25
40000
4
1
23
Buyung
0.8
35000
5
8
24
Sri
0.4
40000
4
4
25
Mini
1.5
28000
4
15
26
Ima
2.5
30000
7
10
27
Dini
1
40000
5
4
28
Siti
1
30000
4
4
29
Haslinda
1
28000
3
4
30
Siti A
0.4
30000
3
2
31
Enum
0.8
32000
4
4
32
Nunung
1
28000
5
4
33
Elsy
1
30000
4
4
34
Yuli
2
30000
4
4
X4
D1
D2
D3
6000000
1
1
5500000
0
1
1
3000000
0
1
1
5500000
0
1
1
3000000
0
1
1
6000000
1
1
1
3600000
0
1
1
2000000
0
1
1
5700000
0
1
1
4700000
1
1
2500000
0
1
1 1
4100000
0
1
1
5800000
0
1
1
3000000
0
1
1
3000000
0
0
1
3700000
0
1
1
5500000
1
1
3600000
0
1
0 1
3500000
0
1
2100000
1
1
1
4500000
1
1
3250000
0
1
1 1
5000000
1
1
3700000
1
1
3500000
0
1
1
6700000
0
1
1
3250000
0
1
1
3100000
0
1
3500000
0
1
1 1
2800000
0
1
2800000
0
1
3700000
0
1
1
8000000
1
1
1
3500000
1
1
1
4700000
1
1
1
4000000
0
1
1
4200000
0
1
1
5000000
0
1
1
4000000
1
1
1
4000000
1
1
1
1
1
1 1
1 1
Purwani 35
ngrum
2
30000
5
4
36
Rini
0.4
28000
3
4
37
Euis
1
30000
4
2
38
Edeh
1.6
30000
4
8
39
Risa
1
32000
4
4
40
Rosros
1
28000
4
4
49
Keterangan : Y = Jumlah cabai merah (Kg) X1 = Harga cabai merah (Rp/kg) X2 = Jumlah anggota rumah tangga (orang) X3 = Frekuensi Pembelian X4 = Pendapatan Rumah Tangga (Rp/bln) D1 = Dummy suku (0 = Sunda,1 = Non Sunda) D2 = Dummy preferensi (0 = Tidak suka pedas, 1 = Suka Pedas) D3 = Dummy tempat pembelian (0 = Pasar Modern, 2 = Pasar tradisional)
50
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Trisni Noviasari, lahir di Bandung pada tanggal 04 November 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, sebagai anak kandung dari pasangan Bapak Mulyono dan Ibu Nana Ratnawati serta saudara laki-laki Ady Wibowo dan Saudara perempuan Nur Siti Komariah. Pendidikan awal yang diikuti penulis dimulai sejak tahun 1995 di TK Kemala Bhayangkari Lembang Bandung. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai pada tahun 1996 di SD Kayuambon 1 Lembang selama 6 tahun hingga lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Lembang dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis di SMA Negeri 1 Lembang pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswi Program Diploma Institut Pertanian Bogor untuk Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya melalui jalur PMDK. Karya penulis berupa tugas akhir yang berjudul Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Nila Nirwana (Oreochromis Niloticus) Di Dinas Perikanan Dan Kelautan Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Cianjur, Jawa Barat diselesaikan penulis pada tahun 2011 dan mengantarkan penulis lulus pada tahun yang sama. Penulis melanjutkan studi kembali untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011. Selama menempuh pendidikan di Alih Jenis Agribisnis IPB, penulis pernah ikut serta dalam beberapa kegiatan kepanitian di lingkungan kampus.