Law Review Volume XII No. 1 - Juli 2012
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK Hj. Laily Washliati
Fakultas Hukum UISU, Medan
[email protected]
Abstract Countries in the world are morally and legally required to uphold, protect and respect the human rights of children to grow physically and mentally. In the framework of the philosophy of Pancasila as the Indonesian way of life and the 1945 Constitution as the foundation of the Indonesia, national laws establish regulations governing the protection of child labor Act No. 13 of 2003 on Employment, Law No. 22 of 2002 on Protection of Children, Law No. 20 of 1999 on Ratification of ILO Convention No. 138 concerning minimum age for Admission to Employment (ILO Convention on minimum age of the child to be allowed to work). In essence, these laws prohibit Indonesian employers from employing children, subject to certain exceptions, as labor can affect their physical, mental, and moral development. Children in economically disadvantaged families are often forced to work to provide for their families or to augment their income. This paper recommends that as a specially disadvantaged group of working children, attention must be given to their needs and interests in order to ensure utmost legal protection against child labor exploitation. Keywords: law protection, child admission to employment A. Latar Belakang Pandangan dan pemikiran tentang perlindungan anak1 merupakan persoalan serius karena berkaitan dengan kelangsungan hidup masa depan generasi penerus bangsa. Tenaga kerja yang belum cukup berusia kerja 1 Anak berarti seseorang yang masih dibawah umur 18 tahun dan belum kawin (UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia), bandingkan dengan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: bahwa usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. Dan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memperbolehkan usia bekerja 15 tahun. Defenisi anak yang beragam ini sebaiknya disepakati secara universal untuk melindungi anak.
23
Hj. Laily Washliati: Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak (kecuali perusahaan keluarga). Larangan tersebut jika ditinjau dari segi kemanusiaan dan kedayagunaannya merupakan tindakan dan kebijaksanaan yang tepat mengingat: 1). Anak-anak dan mereka yang berusia muda di bawah 18 tahun masih harus mendapat bimbingan dari orang tuanya dan memperoleh pendidikan yang cukup bagi kehidupan masa depannya. 2). Tenaga dan akal fikiran mereka (terutama anak-anak) belum memungkinkan untuk mengemban kerja, mereka masih lemah tenaga dan akal fikirannya yang sesungguhnya mereka masih harus mendapat perlindungan dari orang tuanya. 3). Cara bekerja mereka sesungguhnya belum bisa diandalkan karena usia sangat muda itu sepantasnya mereka masih suka bermain-main yang kemungkinan jika mereka itu dipekerjakan akan timbul kecerobohankecerobohan yang dapat mengakibatkan kecelakaan bagi dirinya sendiri ataupun tidak dapat diharapkan tanggung jawabnya atas hasil pekerjaan yang ditanganinya.2 Dengan demikian jelaslah bahwa mempekerjakan tenaga anakanak dan mereka yang masih muda sekali tentunya bertentangan dengan usaha mewujudkan tenaga kerja yang cerdas, terampil tidak nakal3 guna melangsungkan pelaksanaan pembangunan selanjutnya. Kekhawatiran terhadap pekerja anak karena anak cenderung mengalami ketegangan emosional, antara lain: sangat sensitif dan mudah tersinggung, sering melakukan penentangan, sopan santun dan tata krama buruk, sering menarik diri dari pergaulan, keinginan menyendiri kuat, senang berkhayal atau berfantasi, sering tampak gelisah, mulai tertarik dengan lawan 2 Kartasapoetra, G, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara, 1992), hal. 38 3 Pribadi anak sedang berkembang. Diskriminasi terhadap anak karena anak cenderung disuruh, diperintah, ditentukan, diajari dan dihukum oleh orang dewasa mengakibatkan anak menjadi nakal sebab sangat dibatasi untuk mengekspresikan pendapatnya.
24
Law Review Volume XII No. 1 - Juli 2012
jenis, terdapat ketidak seimbangan koordinasi fungsi-fungsi tubuh, mudah jenuh atau bosan, tingkat konsistensi rendah, mudah konflik dengan orang lain dan disiplin hidup rendah. Permasalahan adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak dalam melakukan pekerjaan dan permasalahan apa yang ditemukan dalam memberikan perlindungan terhadap anak. B. Pembahasan 1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak, sesuai nilai-nilai Pancasila serta bertekad menjaga Kesatuan dan Persatuan. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Pada Pasal 16 disebutkan bahwa: (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Hadi Supeno menyatakan bahwa butir-butir gagasan hak anak adalah: a. Anak harus dilindungi dari segala pertimbangan ras, kebangsaan dan kepercayaan. b. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga. c. Anak harus disediakan sarana-sarana yang diperlukan untuk perkembangan secara normal, baik material, moral dan spiritual. 25
Hj. Laily Washliati: Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
d. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus/diberi perumahan. e. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/ pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan. f. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus mendapat perlindungan dari segala bentuk eksploitasi. g. Anak harus diasuh dan didik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian kepada sesama umat.4 Irma Setyowati Soemitro menyebutkan bahwa perlindungan anak dapat dibedakan dalam dua pengertian yaitu: 1. Perlindungan yang bersifat yuridis, meliputi perlindungan dalam: a. Bidang hukum publik (pidana) b. Bidang hukum keperdataan (perdata) 2. Perlindungan yang bersifat non yuridis yang meliputi: a. Bidang sosial b. Bidang kesehatan c. Bidang pendidikan.5 Anak yang bekerja merupakan salah satu gambaran betapa rumit dan kompleksnya permasalahan anak. Seorang anak yang terpaksa bekerja adalah bentuk penelantaran hak anak, karena pada saat bersamaan akan terjadi pengabaian hak yang harus diterima mereka. Seperti hak untuk memperoleh pendidikan, bermain, akses kesehatan dan lain-lain. Keadaan ini menjadikan pekerja anak masuk kategori yang memerlukan Perlindungan Khusus (Children In Need Of Special Protection) yang menuntut penanganan serius dari orangtua, keluarga, masyarakat dan kelompok terkait serta pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Peran pemerintah, masyarakat dan lembaga 4 Hadi Supeno Kriminalisasi Anak, Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal. 29 5 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hal.16
26
Law Review Volume XII No. 1 - Juli 2012
terkait akan semakin signifikan dalam menangani permasalahan pekerja anak ketika orangtua dalam kemiskinan akut. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam kehidupannya manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Dalam upaya memenuhi berbagai kebutuhannya itu manusia dituntut untuk bekerja, karena dengan bekerja dapat diperoleh suatu penghasilan. Pekerjaan tersebut dapat diusahakan secara sendiri maupun dengan bekerja pada orang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri maksudnya adalah bekerja atas modal dan tanggung jawab sendiri. Sedangkan bekerja pada orang lain bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan mengutusnya dan harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut. Bekerja pada orang lain inilah yang berkaitan dengan Hukum Perburuhan. Hukum Perburuhan adalah sebagian dari hukum yang berlaku (segala peraturan-peraturan) yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut. Kesulitan ekonomi sebagai salah satu faktor penyebabnya yang ditambah dengan faktor sosial-kultural masyarakat yang menempatkan anak sebagai “milik” yang bisa diperlakukan menurut keinginan dan emosi orang dewasa. Sementara itu, dari perspektif sosiologis dan budaya keluarga sebagai miniatur justru secara struktural dan kebudayaan memperlakukan anak sebagai “budak” yang mesti selalu tunduk sebagai anak. Konstruksi sosial dan budaya masyarakat yang demikian itu memberi ruang masalah penghambat utama bagi anak itu sendiri untuk bisa hidup dalam lingkungan yang layak. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, 27
Hj. Laily Washliati: Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Larangan Mempekerjakan Anak Seorang anak dilarang atau tidak dibolehkan menjalankan pekerjaan6 pada beberapa tempat tertentu antara lain: a. Di pabrik-pabrik yaitu pada ruangan yang tertutup dimana digunakan satu alat atau lebih yang digerakkan dengan tenaga mesin. b. Ditempat-tempat kerja yaitu pada ruangan tertutup dimana biasanya pada ruangan-ruangan tersebut dilakukan pekerjaan tangan secara bersamasama oleh sepuluh buruh atau lebih. c. Ditempat-tempat tertentu dimana dilakukan pembuatan, pemeliharaan, pembetulan atau pembongkaran suatu bangunan di bawah tanah, pekerjaan galian, bangunan air, gedung dan jalan di bawah. d. Pada perusahaan kereta api dan term. e. Pada pemuatan, pembongkaran dan pemindahan barang, baik dipelabuhan, dermaga, galangan maupun di stasiun, tempat pemberhentian dan tempat pembongkaran, ditempat penumpukan barang dan atau gudanggudang yang dalam hal ini dikecualikan kalau barang barangnya merupakan barang jinjingan yang tidak terlalu berat.7 Menurut Pasal 74 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaanpekerjaan yang terburuk. Pekerjaan-pekerjaan terburuk yang dimaksudkan 6 Manusia yang mau bekerja terutama yang telah mencapai usia kerja adalah manusia yang tahu akan tanggung jawab bagi kelangsungan dan perkembangan hidupnya, bukan hanya sekedar untuk mencari nafkah, melainkan harus pula didasari itikad baik bahwa dengan jasa-jasa yang telah diberikannya itu dapat pula merupakan sumbangan untuk turut melancarkan usaha dan kegiatan dalam pengembangan masyarakat dan pembangunan negara 7 G. Kartasapoetra, Op. cit., hal. 40
28
Law Review Volume XII No. 1 - Juli 2012
adalah pekerjaan yang meliputi: a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya. b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, pornografi, pertunjukan porno atau perjudian. c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak. Selanjutnya seorang pengusaha tidak boleh mempekerjakan tenaga kerja anak dalam pertambangan, lubang atau ruang di dalam tanah, di tempattempat pengambilan logam dan bahan-bahan lainnya dari sumber di dalam tanah, pekerjaan-pekerjaan demikian dapat mengganggu keselamatan dan kesehatannya. Berikut ini data anak usia 10 – 17 tahun yang bekerja diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Sumatera Utara tahun 2012. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Propinsi NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sematera Selatan Bengkulu Lampung Babel DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat
Prp 12.052 108.817 24.150 5.569 5.850 31.095 12.780 27.264 6.635 49.285 155.346 172.874 16.048 149.511 30.450 37.015 48.832 53.558 32.093
Lk 14.352 126.538 27.272 32.067 16.169 65.637 22.644 87.307 17.525 16.093 195.843 239.519 18.428 265.403 34.583 40.760 51.216 76.920 57.611
Total 26.404 234.355 51.422 37.636 22.046 98.732 35.414 114.571 24.160 65.378 351.189 412.390 34.476 414.554 65.023 77.775 100.048 130.478 89.704 29
Hj. Laily Washliati: Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua TOTAL
10.557 16.271 6.364 2.102 11.364 48.368 14.697 915 979 3.108 35.999 1.130.948
17.422 33.343 15.759 16.120 26.896 127.320 33.775 8.205 7.126 7.126 38.473 1.734.125
27.979 47.614 22.123 18.222 38.260 175.688 48.472 9.120 8.105 10.234 74.472 2.865.073
Sumber: Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Sumatera Utara tahun 2012
Larangan mempekerjakan anak diadakan sebab anak tidak mampu menahan kantuk, kurang hati-hati, kurang tanggung jawab, dan nekat tanpa perhitungan maka dalam keadaan yang membahayakan anaklah yang pertamatama berhak mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan (Pasal 3 UU No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak) 3. Beberapa Pengecualian Dalam keadaan terpaksa perusahaan dapat mempekerjakan anak pada pekerjaan-pekerjaan ringan tetapi harus memenuhi persyaratan-persyaratan terutama bagi anak-anak berumur antara 13 – 15 tahun sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 ayat 2 UU No.13 Tahun 2003 yaitu: 1. Izin tertulis dari orang tua atau wali; 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; Keselamatan dan kesehatan kerja; Adanya hubungan kerja yang jelas; Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlindungan terhadap larangan anak untuk dipekerjakan agar anak dapat memperoleh haknya untuk mengembangkan kepribadiannya serta 30
Law Review Volume XII No. 1 - Juli 2012
untuk memperoleh pendidikan karena anak-anak merupakan generasi penerus bangsa.8 Perusahaan yang mempekerjakan anak untuk mengembangkan bakat minat dari anak tersebut, maka pengusaha atau perusahaan wajib: 1. Dibawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali 2. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari. 3. Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial dan waktu sekolah.9 Sikap perlindungan pemerintah terhadap pekerja anak-anak ditekankan kepada pekerjaan yang bernuansa kurikulum pendidikan atau pelatihan dengan syarat diberi petunjuk yang jelas tentang tata cara pelaksanaan pekerjaan, bimbingan dan pengawasan dalam melakukan pekerjaan serta diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. 4. Perlindungan Terhadap Anak Yang Bekerja Hukum ketenagakerjaan merupakan hukum yang dibentuk untuk mengadakan keadilan dalam hubungan kerja10 Menurut Teguh Mujiono, disebutkan bahwa pada hakikatnya anak tidak boleh bekerja karena waktu mereka selayaknya dimanfaatkan untuk bermain, bergembira dan mendapat kesempatan mengikuti pendidikan untuk mencapai cita-citanya sesuai dengan perkembangan fisik, psikologi, intelektual dan sosialnya.11 Mempekerjakan anak haruslah memperhatikan lingkungan kerja, peralatan, bahan-bahan produksi, lokasi kerja, lingkungan alam, kesehatan, bahan fisik dan mental yang tidak mengganggu waktu belajar mereka apalagi hilangnya kesempatan belajar untuk mengembangkan intelektual anak. Umumnya pekerja anak jika tidak diperhatikan keadaan-keadaan tersebut dapat mengalami status kesehatan yang rendah dan kekurangan gizi. 8 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenaga kerjaan Indonesia, (Jakarta: PT.Rajagrafindo, 2000), hal.114 9 TO Ihrom, Pekerja Anak di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal.28 10 Agusmidah, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan, Tinjauan Politik Hukum, (Jakarta: PT.Sofmedia, 2011), hal.120 11 Teguh Mujiono, http://www.co.id, Tinjauan Tentang Perlindungan Anak Sebagai Pekerja, diakses tanggal 22 Desember 2012
31
Hj. Laily Washliati: Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
Dalam meletakkan kebijakan perlindungan hukum pada pekerja anak, maka yang dijadikan patokan atau standar untuk penerapan perlindungannya adalah instrument hukum internasional (konvensi) seperti Konvensi Hak Anak (UN’s Convention on the right of the Child). Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Konvensi-konvensi ILO seperti Konvensi ILO No.38 Tahun 1973, termasuk hukum konvensi nasional yang bisa diterapkan untuk melindungi pekerja anak. Menurut Konvensi Hak Anak Pasal 32 disebutkan bahwa Negara peserta (state party) mempunyai kewajiban untuk menjamin anak-anak terhindar dari eksploitasi ekonomi dan terhadap pelaksanaan setiap pekerjaan yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan, merugikan kesehatan anak, perkembangan fisik, mental, spiritual, moral atau sosial anak. Selain itu Negara peserta berkewajiban melakukan langkah-langkah legislatif, edukatif, dan administratif untuk memberikan jaminan perlindungan hak-hak anak agar terhindar dari eksploitasi ekonomi. Pasal 32 Konvensi Hak Anak ini menunjukkan bahwa pekerja anak yang dimaksudkan lebih merupakan anakanak yang bekerja dengan ancaman tekanan, eksploitasi dan penyalahgunaan yang menimbulkan akibat buruk bagi anak. Bentuk-bentuk eksploitasi ini bisa beragam, berkembang dan tidak terbatas sesuai dinamika perkembangan industri dan perdagangan dewasa ini. Oleh karena itu berbagai bentuk eksploitasi pekerja anak yang dilimitatifkan akan menjadi hambatan formal untuk perlindungan anak-anak. Dilihat dari subtansi hukum positif, perspektif perlindungan pekerja anak memerlukan revisi mengingat banyaknya asumsi yang mengabsahkan pekerjaan bagi anak-anak sebagai bentuk dari proses edukasi di luar rumah (sektor publik) karena kemiskinan keluarga12 dan labour surplus. Kedua alasan itu sering menjadi justifikasi pemerintah untuk mempersilahkan pengusaha dan dunia kerja panjang (sehingga tidak bersekolah), beban yang berat dan di bawah tekanan yang tinggi. 12 Lihat Dian Ibung, Nilai-Nilai Moral Pada Anak, (Jakarta: PT.Alex Media Komputindo, 2009), hal. 81. Dalam halaman ini diutarakan bahwa anak yang sangat peduli dengan lingkungannya sangat mengharapkan penerimaan lingkungan terhadap dirinya akan merasa terbebani, tuntutan tersebut jika melebihi kemampuan dirinya maka perlu bimbingan.
32
Law Review Volume XII No. 1 - Juli 2012
Asumsi itu hanya menguntungkan dan memperkuat hegemoni pihak pengusaha, karena memperkenankan akumulasi keuntungan yang maksimal dengan mempekerjakan anak dibalik dalil kemiskinan dan labour surplus. Seharusnya pemerintah membalikkan asumsi itu dengan menggunakan sumber daya perusahaan dan dunia usaha yang pasti surplus dibandingkan pekerja anak yang miskin untuk membayar biaya dan ongkos yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membiayai anak-anak yang bekerja. Sebagai kompensasinya, pengusaha bisa menggunakan keluangan waktu anak-anak untuk memberikan prestasi kerja dalam jangka yang tidak terlalu panjang. Hal ini merupakan kewajiban sosial politik kalangan industri dan dunia usaha terhadap negara dan pemerintah yang telah menyediakan kenyamanan berusaha dengan perolehan surplus ekonomi. Dengan demikian pekerja anak memperoleh upah dan jaminan kesejahteraan yang lebih proporsional, perlindungan yang terjamin karena jam kerja yang singkat dan bentuk atau jenis pekerjaan yang tidak menekan perkembangan fisik dan psikis anakanak. Bekerja bagi anak tidak selalu memberi dampak yang buruk, sepanjang pekerjaan itu tidak merugikan perkembangan anak, bahkan dapat merupakan kesempatan bagi anak untuk mengembangakan kemampuan eksplorasi dan kreativitas serta menumbuhkan sikap gemar bekerja, disiplin dan mandiri. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja anak, maka perlu mengambil pendekatan yang bersifat multi dimensional dan multi sektoral adalah: 1. Merubah persepsi masyarakat terhadap pekerja anak, bahwa anak yang bekerja dan terganggu tumbuh kembangnya dan tersita hak-haknya akan pendidikan tidak dapat dibenarkan. 2. Melakukan advokasi untuk secara bertahap mengeliminasi pekerja anak dengan perhatian pertama diberikan kepada jenis pekerjaan yang sangat membahayakan, dalam hal ini perlu ada kampanye besar-besaran untuk menghapuskan pekerjaan anak. 3. Mengundangkan dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang selaras dengan konvensi-konvensi internasional, khususnya Konvensi Hak Anak dan konvensi-konvesi ILO yang menyangkut anak. 33
Hj. Laily Washliati: Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
4. Mengupayakan perlindungan hukum dan penyediaan pelayanan yang memadai bagi anak-anak yang bekerja disektor informal. 5. Memastikan agar anak-anak yang bekerja memperoleh pendidikan yang memadai yaitu minimal pendidikan dasar 9 tahun dan pendidikan ketrampilan melalui bentuk-bentuk pendidikan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kendala yang dihadapi dalam menerapkan atau memberikan perlindungan terhadap anak yang bekerja adalah disebabkan karena pihak pekerja anak-anak itu sendiri banyak memanipulasi umur mereka yang tujuannya tidak lain agar mereka diterima bekerja. Pada umumnya jenis pekerjaan yang dimasuki anak beragam, seperti industri kerajinan rumah tangga, peternakan, pertanian, pabrik, pelayan toko, pelayan restoran, pembantu rumah tangga dan lain lain. Sisanya yang tidak bekerja, mereka masuk sektor informal, menjadi tukang semir sepatu, pedagang asongan dan tukang ngamen. Alasan-alasan bekerja bermacam-macam, mayoritas disebabkan masalah ekonomi, sekolah putus dan membantu pendapatan keluarga. Alasan lain karena putus sekolah dan menganggap sekolah tidak dapat menjamin kelangsungan hidupnya apalagi sekolah membutuhkan dana. Pihak yang mempekerjakan anak yang melanggar ketentuan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan maka dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 190 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan sanksi administratif dalam ayat (1) berupa: a. Teguran b. Peringatan tertulis c. Pembatasan kegiatan usaha d. Pembekuan kegiatan usaha e. Pembatalan persetujuan f. Pembatalan pendaftaran g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi h. Pencabutan izin 34
Law Review Volume XII No. 1 - Juli 2012
Pihak orang tua selalu juga mengungkapkan bahwa anak-anak dipekerjakan adalah untuk membantu meringankan pekerjaan orang tua, membantu menambah pendapatan keluarga, melatih anak agar bertanggung jawab dan masih banyak alasan lain karena biasanya mereka membayar pekerja anak dengan upah yang murah jika dibandingkan dengan pekerja dewasa. Pekerja anak juga lebih mudah diatur. Kondisi kemiskinan yang disebut-sebut sebagai faktor utama yang menyebabkan anak terlantar yang memunculkan tenaga kerja anak. Di samping itu, ada faktor lain yang turut mendorong munculnya tenaga kerja anak, yaitu faktor kultur, lingkungan sosial-ekonomi keluarga, lemahnya perangkat hukum, pengawasan dan pelaksanaannya, permintaan (demand), penawaran (supply), menurunnya tingkat pendapatan pada sektor ekonomi di wilayah tertentu, serta relokasi industri.13 Ketidakmampuan anak tersebut dalam kenyataannya ada yang dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk melakukan pekerjaan yang tidak selayaknya harus dilakukan oleh anak seusianya, tetapi kenyataan tidak dapat dipungkiri, bahwa sebagian anak ternyata hidup memprihatinkan dan sampai sekarang ini problematika anak belum menarik banyak pihak untuk membelanya. Penggunaan anak kecil sebagai pekerja sekarang ini dianggap oleh negara-negara kaya sebagai pelanggaran hak manusia, dan melarangnya, tetapi negara miskin mungkin masih mengizinkan karena keluarga seringkali bergantung pada pekerjaan anaknya untuk bertahan hidup dan kadangkala merupakan satu-satunya sumber pendapatan. Mudahnya anak disuruh bekerja dengan upah murah dan kemiskinan menjadi faktor utama sehingga pekerja anak terus bertambah. Selain itu, mahalnya biaya pendidikan menyebabkan banyak anak terpaksa putus sekolah. Pandangan bersifat paternalistik yang menganggap keluarga yang mempekerjakan anak sebagai PRT sebagai jalan keluar bagi anak yang kurang mampu itu, juga menjadi salah satu faktor. Mempekerjakan anak di usia dini sangat memprihatinkan, apalagi bekerja di sektor informal karena pengeksploitasian terhadap anak akan cenderung terjadi. 13 Hardius Usman & Djalal Nachrowi, Pekerja Anak di Indonesia : Kondisi, Determinan, dan Eksploitasi (Kajian Kuantitatif), (Jakarta: Grasindo, 2004), hal. 100
35
Hj. Laily Washliati: Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
C. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Perlindungan hukum bagi tenaga kerja anak adalah kewajiban Negara dengan cara menetapkan usia kerja minimum dan pengaturan kondisi kerja. Pada dasarnya anak tidak dibenarkan untuk bekerja karena anak selalu ingin bermain gembira dalam suasana damai dan mendapatkan fasilitas untuk mencapai cita-cita sesuai dengan perkembangan fisik, psikologi, intelektual dan sosialnya. Perlindungan harus mencerminkan terpenuhinya rasa keadilan yang dituangkan dalam ketentuan undang-undang. Permasalahan yang ditemukan dalam memberikan perlindungan terhadap anak harus diperhatikan beberapa faktor yaitu: faktor sosial ekonomi terhadap penggunaan tenaga kerja anak. Anak yang bekerja tidak terlepas dari keadaan sosial ekonomi keluarga. Faktor sosial budaya yang ditemukan anak lebih baik bekerja daripada memperoleh pendidikan yang tinggi apalagi yang berkenaan dengan usaha rumahtangga dan pertanian bahkan ditemui orang tua memberikan imbalan kepada anaknya sebagai upah atas pekerjaan yang dilakukan anak dan orang tua menganggap bahwa bekerja adalah sebagai proses pendidikan atau sebagai proses sosialisasi. Faktor kemiskinan dan keterbelakangan menjadikan anak-anak harus bekerja terutama masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan dalam rangka mencari tambahan penghasilan baik untuk orang tuanya maupun untuk dirinya sendiri. 2. Saran Disarankan agar peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan didukung oleh pengawasan ketenagakerjaan serta ditindak lanjuti dengan penerapan sanksi administratif dan semua pihak mendukung hak-hak anak dilakukan secara konsisten. Jika memang terpaksa mempekerjakan anak-anak maka perusahaan harus memperhatikan jam kerja, upah dan pendidikan anak-anak sebagaimana yang diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan agar faktorfaktor sosial, ekonomi dan budaya dapat terpenuhi dengan cara memberi kesempatan kepada anak memperoleh upah yang layak dan pendidikan. 36
Law Review Volume XII No. 1 - Juli 2012
DAFTAR PUSTAKA Agusmidah, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan, Tinjauan Politik Hukum, Jakarta: PT.Sofmedia, 2011 Djalal, Nachrowi & Usman, Hardius, Pekerja Anak di Indonesia: Kondisi, Determinan, dan Eksploitasi (Kajian Kuantitatif), Jakarta: Grasindo, 2004 Ibung, Dian, Nilai-Nilai Moral Pada Anak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Ihrom, TO, Pekerja Anak di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990 Kartasapoetra, G, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Jakarta: Bina Aksara, 1992 Lalu, Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT.Rajagrafindo, 2000 Mujiono, Teguh, http://www.co.id, Tinjauan Tentang Perlindungan Anak Sebagai Pekerja, diakses tanggal 22 Desember 2022 Soemitro, Setyowati, Irma, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 1990 Supeno, Hadi, Kriminalisasi Anak, Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2010
37