i
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA KANTONG PLASTIK HITAM (PLASTIK KRESEK) BERDASARKAN PASAL 4 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
SKRIPSI
Oleh : DEWI INDRIYANI E1A011161
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2015
ii
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA KANTONG PLASTIK HITAM (PLASTIK KRESEK) BERDASARKAN PASAL 4 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh : DEWI INDRIYANI E1A011161
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2015
iii
LEMBAR PENGESAHAN ISI DAN FORMAT PENELITIAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA KANTONG PLASTIK HITAM (PLASTIK KRESEK) BERDASARKAN PASAL 4 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Disusun oleh: Dewi Indriyani E1A011161 Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan Disahkan Pada Tanggal :……………………
Pembimbing I/ Penguji I
Pembimbing II/ Penguji II
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.
H. Suyadi, S.H., M.Hum .
NIP. 19520603 198003 2 001
NIP. 19611010 198703 1 001
Penguji
I Ketut Karmi Nurjaya, S.H., M.Hum.
Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. NIP. 19640923 198901 1 001
NIP. 19610520 198703 1 002
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul : PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
KONSUMEN
PENGGUNA
KANTONG PLASTIK HITAM (PLASTIK KRESEK) BERDASARKAN PASAL 4 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Yang diajukan untuk memenuhi persyaratan meraih gela r Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto merupakan hasil karya saya sendiri dan semua data yang terdapat di dalam skripsi ini dapat saya pertanggungjawabkan secara hukum.
Demikian pernyataan ini saya buat jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi saya ini tidak sesuai dengan pernyataan saya tersebut di atas, saya bersedia menerima semua sanksi yang akan diajukan termasuk pencabutan gelar sarjana yang telah saya peroleh.
Purwokerto, 15 Februari 2015
Dewi Indriyani E1A011161
v
ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Kantong Plastik Hitam (Plastik Kresek) Berdasarkan Pasal 4 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Latar belakang penelitian ini adalah masih banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan kantong plastik hitam atau yang sering disebut sebagai plastik kresek untuk pemenuhan kebutuhan mereka dengan cara yang tidak tepat yaitu sebagai wadah makanan siap santap secara lansung dan masih banyak pula masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui bahaya dari penggunaan kantong plastik hitam tersebut. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang menggunakan pendekatan legis positivis, sedangkan metode analisis yang digunakan adalah normative kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Perlindungan Konsumen pengguna kantong plastik hitam berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen secara normatif telah terpenuhi karena banyak peraturan yang menggatur mengenai penggunaan plastik daur ulang sebagai wadah makanan, diantaranya ya itu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pangan, dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan Republik Indonesia Nomor HK. 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan, walaupun dalam prakteknya masih banyak pelaku usaha yang melanggar peraturan dalam menjalankan usahanya dengan tidak memperhatikan kenyamanan, keamanan, keselamatan konsumen serta tidak memberikan informari yang benar dan jelas terhadap penggunaan dan kandungan yang ada di dalam kantong plastik hitam kepada konsumen yang menggunakannya. Berdasarkan penelitian tersebut, maka hendaknya pemerintah dan instansi yang terkait lebih optimal dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha dan melakukan sosialisasi serta pembinaan kepada pelaku usaha maupun konsumen mengenai bahaya penggunaan plastik kresek sebagai wadah makanan siap santap agar konsumen tidak mengalami kerugian ketika menggunakan plastik kresek tersebut. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Konsumen, Kantong Plastik.
vi
ABSTRACT This research titled “Law Protection of black plastic bag’s customer” based on article 4 of law No. 8 of 1999 on consumer protection”. The background of this research is there are many Indonesian people that use black plastic bags or usually called “plastic kresek” to fulfill their needs is not appropriate that is as ready-to-eat food containers and many Indonesian people do not know the danger of use black plastic bag. The approach method used in this research is normative juridical approach, it is an approach that uses approach legis positivist, while the analysis method used is normative qualitative. This research was done in department of health and industry, trade, cooperatives and Banyumas regency cooperative. Based on the result of research revealed that consumer protection user black plastic bag based on article 4 of law No.8 of 1999 on the protection of consumers in normative been fulfilled because many rules governing the use of recycled plastic as a container of food, among them is the law number 8 2012 on Food, and Head of Regulatory Food and Drug Monitoring Agency number HK. 00.05.55.6497 on food packaging, even though in practice there are still many business violated rules in running their business do not pay attention to comfortably, security, the safety of consumers and did not provide the correct information and clearly against the use and the content in black plastic bags to customers who use it. In conclusion of the research the government and related agencies should increase in monitoring the business operators and socialization as well as training to the entrepreneurs and consumers about the dangers of using plastic bag for ready-to-eat food containers so consumers do not suffer losses when using plastic bag. Key Word: Legal Protection, Consumer, Plastic Bag .
vii
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA KANTONG PLASTIK HITAM (PLASTIK KRESEK) BERDASARKAN PASAL 4 UNDANGUNDANG
NOMOR
8
TAHUN
1999
TENTANG
PERLINDUNGAN
KONSUMEN”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sebagai bentuk rasa syukur dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi. 3. Bapak H. Suyadi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi. 4. Bapak I Ketut Karmi Nurjaya, S.H., M.Hum., selaku dosen penguji.
viii
5. Ibu Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 6. Bapak Agus Mardianto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 7. Bapak Dian Eri Rahmadi sebagai Kepala Seks i Pembinaan dan Pengendalian Usaha Perdagangan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas. 8. Ibu Andina Padmaningrum sebagai Seksi Farmasi, Makanan, Minuman dan Pembekalan Kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 9. Kedua orang tua serta keluarga yang telah memberikan do’a dan dukungannya. 10. Semua teman seperjuangan yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya kecil yang penuh kekurangan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi kemajuan kita bersama. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Purwokerto, 14 Februari 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ..........................................................................
i
HALAMAN JUDUL .............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................
iv
ABSTRAK .............................................................................................
v
ABSTRACT ..........................................................................................
vi
PRAKATA ............................................................................................
vii
DAFTAR ISI .........................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................
8
D. Kegunaan Penelitian .......................................................................
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum ......................................................................
10
B. Perlindungan Konsumen .................................................................
14
1.
2.
Konsumen ................................................................................
15
a.
Pengertian Konsumen .......................................................
15
b.
Hak dan Kewajiban Konsumen ........................................
17
Pelaku Usaha ...........................................................................
19
a.
19
Pengertian Pelaku Usaha ..................................................
x
b.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ....................................
22
c.
Larangan Pelaku Usaha ....................................................
23
d.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha ........................................
26
Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dengan Konsemen ...
27
C. Hukum Perlindungan Konsumen ....................................................
30
3.
1.
Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ...........................
30
2.
Tujuan Perlindungan Konsumen .............................................
32
3.
Sumber-Sumber Hukum Perlindungan Konsumen .................
33
4.
Pihak-Pihak dalam Perlindungan Konsumen ..........................
40
D. Kantong Plastik (Kantong Kresek) .................................................
45
1.
Pengertian Kantong Plastik (Kantong Kresek) ........................
45
2.
Manfaat dan Kegunaan Kantong Plastik (Kantong Kresek) ....
46
3.
Bahaya Penggunaan Kantong Plastik (Kantong Kresek) ........
46
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan .........................................................................
50
B. Spesifikasi Penelitian ......................................................................
50
C. Lokasi Penelitian ............................................................................
51
D. Sumber Data ...................................................................................
51
E. Metode Pengumpulan Data ............................................................
52
F. Metode Penyajian Data ...................................................................
53
G. Metode Analisis Data ......................................................................
53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...............................................................................
54
xi
B. Pembahasan .....................................................................................
85
BAB V PENUTUP A. Simpulan ........................................................................................
103
B. Saran ................................................................................................
103
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang dan pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung, jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang atau jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Meningkatnya kebutuhan masyarakat dan keberadaan konsumen yang sangat tidak terbatas mengakibatkan pelaku usaha melakukan pemasaran dan mendistribusikan produk barang ataupun jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang banyak, sehingga dimungkinkan dapat menimbulkan berbagai dampak yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan perbuatan yang tidak terpuji yang berawal dari itikat buruk. Celina Tri Siwi menjelaskan lebih lanjut mengenai dampak yang terjadi yaitu:1 “Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain menyangkut kualitas, mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatka n, pemalsuan barang, dan lain sebagainya.” 1
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, Halaman 6.
1
2
Pelaku usaha dalam menciptakan atau memproduksi suatu barang atau jasa tidak terlepas dari keinginan dan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen, menurut Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, hal tersebut terjadi karena:2 “Pelaku usaha sangat membutuhkan dan sangat tergantung pada dukungan konsumen sebagai pelanggan, tanpa dukungan konsumen tidak mungkin pelaku usaha dapat mempertahankan kelangsungan usahanya, sebaliknya konsumen juga sangat tergantung dari hasil produksi pelaku usaha.” Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi yang tinggi di dunia. Sebagian besar orang Indonesia lebih tertarik mengkonsumi berbagai produk luar negeri dibandingkan dengan produk asli Indonesia, sehingga tidak heran bila Indonesia menjadi salah satu negara importir besar di dunia. Perkembangan gaya hidup menjadikan masyarakat Indonesia tumbuh menjadi masyarakat yang suka dengan berbagai hal yang simpel dan praktis, mulai dari mengkonsumsi makanan, sebagian besar orang lebih suka dengan makanan instan cepat saji dibandingkan dengan makanan yang diolah dengan berbagai campuran bumbu-bumbu yang dipilih sendiri, dalam memilih produk-produk rumah tanggapun, masyarakat Indonesia lebih suka produk yang dapat digunakan dengan mudah tanpa mengeluarkan banyak tenaga seperti pemotong cabe ataupun pemotong bawang merah otomatis, sampai dengan pemilihan wadah makanan, sebagian besar masyarakat juga lebih memilih wadah yang terbuat dari plastik. Zaman dulu yang namanya wadah atau pembungkus makanan, tidak lepas dari bahan-bahan yang bersumber dari alam khususnya daun-daunan seperti daun 2
Husni Syawali dan Heni Sri Imaniyati, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen , Bandung: Mandar Maju, Halaman 36.
2
3
pisang, daun jagung, hingga wadah yang dianyam dari bambu, namun seiring dengan perkembangan teknologi dan perkembangan zaman, wadah dan pembungkus makanan alami mulai ditinggalkan masyarakat karena diidentikan dengan kumuh, tidak higenis, dan tidak praktis. Wadah dan pembungkus makanan alami ini perlahan berganti dengan pembungkus atau wadah buatan manusia seperti kertas, plastik, kaleng, dan Styrofoam yang menciptakan kesan praktis, simpel, dan bersih.Tempat-tempat umum seperti pasar tradisional, supermarket, dan pusat perbela njaan sudah jarang bahkan tidak lagi mengguna kan pembungkus atau wadah alami, sekarang mereka sudah beralih menggunakan pembungkus atau wadah yang terbuat dari plastik.Wadah atau pembungkus dari plastik sangat mudah kita jumpai di berbagai tempat bahkan dijalananpun tak sedikit orang berlalu lalang membawa beraneka wadah yang terbuat dari plastik, salah satunya yaitu kantong plastik dengan berbagai macam isi didalamnya. Kantong pastik atau yang sering disebut sebaga i plastik kresek merupakan kantong atau pembungkus yang terbuat dari plastik dan sering digunakan untuk membawa barang-barang konsumsi. Istilah plastik kresek tidak lagi terdengar asing bagi masyarakat, hampir 100 % masyarakat di dunia menggunakan kantong plastik untuk membantu memenuhi kebutuhan mereka, seperti halnya ketika membeli pakaian, minuman, dan bahan makanan lainnya masyarakat lebih memilih menggunakan kantong plastik untuk membawanya karena dirasa lebih efektif dan efisien membawa bermacam-macam barang yang akan dikonsumsi dalam satu wadah (kantong plastik berukuran besar) dibandingkan dengan membawanya satu persatu. Seiring dengan perkembangan zaman, kantong plastik
3
4
memiliki banyak warna, bentuk, dan fungsinyapun beragam.Kantong plastik memiliki berbagai warna seperti warna hitam, putih, merah, biru, kombinasi hitam dan putih, kombinasi warna putih dan biru, serta banyak warna lainnya yang lebih berwarna.Kantong plastik juga memiliki berbagai macam bentuk, ada yang berbentuk persegi, persegi panjang, oval dan bentuk lainnya. Fungsi kantong plastikpun bermacam-macam yaitu untuk membungkus makanan, pakaian, sampah dan lain sebagainya, walaupun terdapat berbagai macam jenis dan warna kantong plastik tetapi masyarakat pada umumnya lebih banyak menggunakan kantong plastik hitam untuk membantu pemenuhan kebutuhannya , hal ini dikarenakan kantong plastik hitam lebih mudah didapatkan di toko-toko atau warung-warung terdekat dan harganyapun lebih murah dibandingkan dengan kantong plastik dengan warna dan bentuk yang lain. Jenis kantong plastik yang sering digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari memiliki dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif.Sisi positifnya yaitu kantong plastik memiliki banyak manfaat dan kegunaan.Sedangkan sisi negatifnya yaitu selain kantong plastik menjadi sampah yang baru dapat diurai secara sempurna setelah ratusan tahun, kemungkinan juga dapat mencemari makanan dan minuman dengan bahan kimia yang terkandung didalamnya jika tidak digunakan secara benar.Kantong plastik hitam (plastik kresek) yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat lebih berbahaya dibandingkan dengan kantong plastik lainnya, hal ini disebabkan karena kantong plastik hitam terbuat dari plastik bekas yang dikumpulkan oleh pemulung, yang kemudian didaur ulang dan ditambahkan berbagai zat kimia sebagai tambahan yang selanjutnya dilelehkan
4
5
dalam suhu tertentu. Selain zat kimia yang digunakan, kantong plastik hitam juga memiliki riwayat penggunaan yang beragam misalnya, bekas bungkus pestisida, kotoran hewan, pupuk, sampah rumah tangga, limbah rumah sakit, dan sebagainya , sehingga tidak heran jika kantong plastik hitam memiliki aroma yang tajam. Dilihat dari proses pembuatannya, kantong plastik hitam tidak layak digunakan sebagai bungkus makanan siap santap tapi sebaiknya digunakan untuk membungkus barang lain misalnya mainan, pupuk, barang-barang rumah tangga, atau bahan makanan mentah yang masih memiliki kulit (makanan yang tidak langsung tersentuh dengan plastik). Ratna Martini memberi penjelasan mengenai bahaya dari kantong plastik hitam sebagai berikut:3 “Zat pewarna hitam yang terkandung didalam kantong plastik tersebut jika terkena panas akan mengeluarkan zat yang menjadi salah satu pemicu terjadinya penyakit kanker, kerusakan ginjal, maupun penyakit lainnya.” Terhadap bahaya penggunaan kantong plastik hitam ini, sebagian besar masyarakat Indonesia belum menyadarinya dan masih banyak konsumen ya ng menggunakan kantong plastik hitam sebagai pembungkus makanan siap santap seperti kue ataupun berbagai macam gorengan yang masih panas. Dr. Agus Haryono Dari Pusat Penelitian Kimia (LIPI) menyatakan bahwa:4 “Setiap hari, ketergantungan pada plastik semakin tinggi, namun bahayanya kurang disadari oleh masyarakat. P lastik untuk kegunaan 3 Ratna Martini, 2014, Jenis-Jenis Plastik dan Manfaatnya(on-line), http://www.arwanaplastik. com/jenis-jenis-plastik-dan -manfaatnya.html, diakses 20 September 2014. 4 Agus Haryono, 2008, Bahaya Kemasan Plastik Terhadap Kesehatan (on-line), http:// www.ristek. go.id, diakses 20 September 2014.
5
6
lainnya, misalnya plastik kresek, hindari pemakaiannya dari makanan berminyak dan suhu panas, karena zat-zat adiktif dalam plastik mudah terurai dalam lemak dan panas, apabila terkontaminasi dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh, secara akumulatif pada binatang percobaan dapat mengakibatkan penyakit kanker, perubahan hormon dan menyebabkan kelahiran berjenis kelamin ganda.” Penelitian mengenai kandungan zat- zat berbahaya di dalam kantong plastik hitam (plastik kresek) telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait dan larangan dalam penggunaannyapun telah disampaikan kepada masyarakat. “Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memperingatkan masyarakat agar tidak menggunaka n plastik kresek hitam sebagai wadah makanan, tetapi masih banyak konsumen pengguna kantong plastik hitam yang masih menggindahkan peringatan tersebut dan bahkan tidak mengetahui bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan kantong plastik hitam tersebut.” 5 Peringatan mengenai larangan untuk menggunakan kantong plastik hitam oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih diindahan oleh masyarakat, banyak masyarakat yang menggunakan kantong plastik hitam dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan kantong plastik hitam tersebut. Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati menjelaskan bahwa:6 “Rendahnya kesadaran dan pengetahuan konsumen, mustahil dijadikan lahan bagi pelaku usaha dalam transaksi yang tidak mempunyai itikad baik dalam menjalankan usahanya, yaitu berprinsip mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan seefisien mungkin sumber daya yang ada.” Informasi yang tidak dicantumkan mengenai cara pembuatan dan kandungan zat yang ada didalam kantong pla stik hitam, membuat konsumen tidak mengetahui dengan pasti bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kantong 5
Aqida Swamurti, 2009, Awas Bahaya Plastik Kresek Hitam (on-line), http://m.tempo.co/read/ news/2009/07/14/060187141/awas-bahaya-plastik-kresek -hitam, diakses 15 September 2014. 6 Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Op.Cit., Halaman 36.
6
7
plastik hitam tersebut. Bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan kantong plastik hitam memang tidak dapat dirasakan secara langsung namun dampaknya baru dapat dirasakan
dalam
jangka
waktu
yang
lama,
meskipun
demikian
mengkonsumsi atau menggunakan kantong plastik dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam jangka waktu yang terlalu lama sangatlah berbahaya bagi kesehatan dan kehidupan konsumen pengguna kantong plastik kresek tersebut. Menurut Celina Tri Siwi Kristianti kenyamanan dan keamanan konsumen harus diperhatikan karena:7 “Pada umumnya konsumen tidak mengetahui dari bahan apa suatu produk itu dibuat, bagaimana proses pembuatanya serta strategi pasar apa yang dijalankan untuk mendistribusikannya, maka diperlukan kaidah hukum yang dapat melindungi.” Produk hukum yang diciptakan pemerintah untuk mengatur mengenai perlindungan konsumen yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Kons umen, dimana Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut
telah memberikan hak dan kewajiban pelaku usaha serta konsumen
dalam rangka menciptakan pelaku usaha yang bertanggungjawab dan memberi kenyamanan serta keamanan pada konsumen dalam mengkonsumsi sua tu produk barang atau jasa sebagai upaya dalam melakukan perlindungan terhadap konsumen, tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui hak-haknya sebagai konsumen. Masyarakat tentunya harus mengetahui hak-haknya sebagai konsumen agar dapat terhindar dari berbagai bahaya yang ditimbulkan oleh
7
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., Halaman 26.
7
8
produk-produk yang pembuatannya tidak memenuhi standar kelayakan dan beredar luas dimasyarakat serta dikonsumsi oleh sebagian besar konsumen, salah satunya yaitu dalam mengkonsumsi kantong plastik hitam (plastik kresek) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu kiranya diadakan perlindungan hukum, oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna kantong plastik hitam (plastik kresek) berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
B . Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna kantong plastik hitam (plastik kresek) berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen pengguna kantong plastik
8
9
hitam (plastik kresek) berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
D. Kegunaan Penelitian
1.
Kegunaan Teoretis Memberikan sumbangan teoretis berupa khasanah keilmuan dalam bidang hukum perlindungan konsumen, khususnya perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna kantong plastik hitam (plastik kresek).
2.
Kegunaan praktis Memberikan informasi kepada masyarakat akan hak-haknya sebagai konsumen pengguna kantong plastik hitam (plastik kresek).
9
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Hukum
Hukum tercipta karena adanya sekumpulan masyarakat yang memiliki berbagai kepentingan yang berbeda -beda dan semuanya berusaha untuk memenuhi kepentingannya, sehingga hukum digunakan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan mereka .Hukum mempunyai peranan besar dalam kehidupan manusia yaitu mengatur tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.Hukum pada hakekatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak sehingga definisi mengenai hukum tidak hanya ada satu karena luasnya ruang lingkup dan cakupan mengenai hukum tersebut. Beberapasarjana hukum di Indonesia mendefinisikan hukum sebagai berikut:8 a.
S.M Amin Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan yang terdiri dari normanorma dan sanksi-sanksi, serta tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia.
b.
J.C.T Simonangkir dan Woerjono Sastropranoto Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu.
c.
M.H Tirtaatmadja Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam semua tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan
8
C.S.T. Kansil, 1997, Pengantar Hukum Indonesia Cetakan Ke 6, Jakarta: Balai Pustaka, Halaman 38.
10
11
ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan hilang kemerdekaannya, didenda dan sebagainya. d.
Achmad Ali Hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat atau diakui eksistensinya oleh pemerintah, yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) ataupun yang tidak tertulis, yang mengikatdan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan, dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan itu.
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai hukum yang dipaparkan oleh para sarjana, maka dapat disimpulkan bahwa hukum terdiri dari berbagai unsur yaitu: a.
Mengatur tingkah laku manusia dan pergaulan masyarakat.
b.
Dibuat oleh pejabat resmi yang berwenang.
c.
Bersifat memaksa.
d.
Sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut bersifat tegas. Hukum
yang
berfungsi
sebagai
pelindung
kepentingan
manusia
mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan menciptakan keseimbangan, dengan tercapainya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi dan untuk mencapai tujuan tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perseorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang, dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Beberapa teori tent ang tujuan hukum yang ada di dalam literatur diantaranya yaitu:
11
12
1.
Teori Etis Menurut Van Apeldoorn, Teori Etis yaitu:9 “Teori yang menyatakan bahwa hukum semata-mata bertujuan untuk keadilan.Isi hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan tidak.” Hukum menurut teori etis bertujuan untuk mewujudkan keadilan. Keadilan merupakan penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan dengan mengkaji suatu norma menurut pandangan subjektif seseorang.
2.
Teori Utilities Menurut Soedikno Mertokus umo, Teori Utilities yaitu:10 “Teori yang menyatakan bahwa tujuan hukum yaitu ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyakbanyaknya.”
3.
Teori Campuran Soedikno Mertokusumo memberikan penjelasan mengenai teori campuran dengan mengambil beberapa penjelasan dari beberapa ahli diantaranya yaitu:11 a.
Mochtar Kusumaatmadja Tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur, di samping ketertibantujuan lain
9
Van Apeldoorn, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, Halaman 10. Soedikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, Halaman 80. 11 Ibid., Halaman 81. 10
12
13
dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. b.
Purnadi dan Soerjono Soekanto Tujuan hukum adalah perdamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
c.
Soebekti Hukum mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya , dalam mengabdi kepada tujuan negara itu dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.
Beberapa teori yang menjelaskan mengenai tujuan hukum diatas, maka dapat dikatakan bahwa hukum bertujuan untuk menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat, selain itu hukum juga berperan untuk memberi perlindungan bagi masyarakat. Soedikno Mertokusumo mengartikan perlindungan sebagai: 12 “Upaya dalam memberikan rasa aman, sehingga dapat diartikan bahwa perlindungan hukum adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin kepastian hukum berdasarkan pada keseluruhan peraturan atau kaidahkaidah yang ada dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan ini dapat dilihat di dalam Undang-Undang, Ratifikasi, maupun Konvensi Internasional.” Perlindungan hukum yang ada ditujukan untuk memberikan rasa aman bagi seseorang dengan membatasi hak dan kewajibannya dalam masyarakat berdasarkan sekumpulan peraturan yang mengatur tingkah laku dalam bermasyarakat.Perlindungan hukum disini merupakan salah satu upaya untuk mewujutkan tujuan hukum yang ada sehingga dapat menjamin adanya kepastian hukum yang dapat menghindarkan tindakan yang sewena-wena dari pihak tertentu. 12
Ibid., H alaman: 20.
13
14
B. Perlindungan Konsumen
Setiap konsumen memerlukan perlindungan hukum bagi dirinya agar dapat merasa aman dan nyaman dalam mengkonsumsi berbagai produk ataupun barang yang tersedia.Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum,
sehingga
perlindungan
konsumen
mengandung
aspek
hukum.
Perlindungan konsumen juga tercantum dalam Resolusi PBB Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection) yang memuat kepentingan-kepentingan konsumen yang harus dilindungi yaitu:13 1) 2) 3)
4) 5) 6)
Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanan. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutukan pribadi. Pendidikan konsumen. Tersedianya upaya ganti rugi efektif. Kebebasan untuk membentuk organisasi lainya yang relevan dan memberikan kesempatan pada organisasi tersebut untuk menyarankan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.
Perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen tidak hanya sekedar perlindungan fisik tapi juga hak-hak konsumen yang bersifat abstrak.
13
A.Z. Nasution,1995,Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Halaman 76.
14
15
1. Konsumen a.
Pengertian Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata Consumer (Inggris-Amerika), atau Consument/Konsument (Belanda) yang berarti “pemakai”. A.Z.
Nasution
memberikan
penjelasan mengenai
pengertian
mengenai konsumen sebagai berikut:14 “Pengertian dari Consumer atau Consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada.Secara harfiah arti kata Consumer adalah setiap orang yang menggunakan barang dan tujuan penggunaan barang atau jasa nantinya akan menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut.” Peraturan perundang-undangan Indonesia mendefinisikan pengertian konsumen dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang
lain
maupun
makhluk
hidup
lain
dan
tidak
untuk
diperdagangkan.” Pengertian konsumen yang terdapat didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumentersebut menurut A.Z. Nasution dapat terbagi dalam tiga bagian yaitu:15 a.
b.
Konsumen dalam arti umum yaitu setiap orang yang memakai, mengguna kan dan/atau memanfaatkan barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu. Konsumen antara yaitu setiap orang yang memakai, mengguna kan dan/atau memanfaatkan barang dan/atau jasa
14
A.Z. Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar , Jakarta: Diadit Media, Halaman 3. 15 Ibid., Halaman 13.
15
16
c.
untuk diproduksi (produsen) menjadi barang dan/atau jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha. Konsumen akhir, yaitu setiap orang yang secara alami memakai, mengguna kan dan/atau memanfaatkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, menjelaskan bahwa konsumen yang dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah konsumen akhir yaitu pengguna terakhir dari suatu produk, dalam hal ini yaitu setiap orang pemakai ba rang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup laindan tidak untuk diperdagangkan. Definisi mengenai konsumen tidak hanya terdapat dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen tetapi juga terdapat dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang menyatakan bahwa: “Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan/ atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.” Pengertian konsumen tersebut merupakan garis besar dari apa yang sudah didefinisikan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Masyarakat sebagai konsumen akhir, membutuhkan produk barang dan atau jasa ya ng aman bagi kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan bagi
16
17
dirinya maupun keluarga, sehingga konsumen memerlukan kaidahkaidah hukum yang menjamin syarat-syarat aman setiap produk yang dikonsumsi oleh konsumen tersebut dengan dilengkapi informasi yang benar, jujur, dan bertanggung jawab.
b. Hak dan Kewajiban Konsumen Konsumen yang cerdas tidak hanya sekedar memakai ataupun menggunakan produk barang ataupun jasa yang ada secara serta merta, tetapi juga mengerti mengenai hak dan kewajibannya sebagai konsumen.Pengetahuan mengenai hak-hak konsumen sangat penting agar setia p konsumen bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri, sehingga ketika terjadi tindakan yang melanggar hak-haknya sebagai konsumen maka konsumen tidak hanya tinggal diam tetapi bisa berusaha untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen. Menurut John F. Kennedy, secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen yaitu:16 1)
Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety).
2)
Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed).
3)
Hak untuk memilih (the right to coose).
4)
Hak untuk didengar (the right to be heard).
Empat hak dasar di atas diakui secara internasional dan dalam perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang tergabung 16
Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, Halaman 6.
17
18
dalam The International Organization Of Consumers Union (IOCU) menambahkan beberapa hak konsumen, diantaranya:17 1)
Hak atas kebutuhan pokok.
2)
Hak mendapatkan pendidikan.
3)
Hak mendapatkan ganti kerugian.
4)
Hak mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Secara yuridis formal, Hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: Hak konsumen adalah: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Hak-hak konsumen yang telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen
sangat
terlihat
jelas
bahwa
masalah
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang 17
Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.Cit.,Halaman 31.
18
19
utama dalam perlindungan konsumen, sehingga barang atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan dan tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen tidak boleh diedarkan dalam masyarakat. Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur mengenai hak-hak konsumen saja tetapi juga mengatur mengenai kewajiban konsumen sebagai penyeimbang hak-hak konsumen tersebut. Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: Kewajiban konsumen adalah: a. membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau manfaat barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan; b. beritikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelasaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban yang dirumuskan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan agar konsumen tersebut dapat memperoleh hasil yang optimal atas perlindungan dan kepastian hukum bagi dirinya.
2. Pelaku Usaha a.
Pengertian Pelaku Usaha Berbicara mengenai konsumen tentunya berkaitan dengan pelaku usaha karena pelaku usahalah yang menyediakan produk barang ataupun jasa yang nantinya akan dikonsumsi oleh konsumen. Masyarakat dalam
19
20
memenuhi kebutuhan hidupannya memiliki dua sisi yaitu sebagai konsumen barang dan/atau jasa maupun sebagai produsen barang dan/atau jasa.Sebagian orang menyebut produsen dengan istilah pengusaha atau pelaku usaha. Pengertian pelaku usaha terdapat dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: “Konsumen adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, yang termasuk pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, eceran, leveransir, pengecer, dan sebagainya. “Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha da lam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha salam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai produsen adalah pembuat produk jadi (finished product), penghasil bahan baku, pembuat suku cadang, dan setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli pada produk tertentu. Pelaku usaha dapat juga berupa importir suatu produk yang bertujuan untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing), ataupun dalam bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan.” 18
18
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajawali Pers, Halaman 9.
20
21
Menurut Nasution, Pelaku usaha berdasarkan P asal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut terdiri dari:19 1) 2) 3)
Pelaku usaha sebagai pencipta atau pembuat barang yang menjadi sumber terwujudnya barang yang aman dan tidak merugikan konsumen. Pedagang sebagai pihak yang menyampaikan barang kepada konsumen. Pengusaha jasa.
Pengertian pelaku usaha tidak hanya terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tetapi juga terdapat dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang menyatakan bahwa: “Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.” Pengertian pelaku usaha tersebut sama halnya dengan pengertian pelaku usaha yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga memberi pengertian mengenai pelaku usaha yaitu: Pelaku usaha adalah: a. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum ya ng menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan yang bukan miliknya;
19
A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Social, Ekonomi, dan Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia , op. cit., Halaman 76.
21
22
c.
Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Pelaku usaha mempunyai hak dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
Tentang
Perlindungan
Konsumen.Hak dan kewajiban yang diberikan kepada pelaku usaha bertujuan untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang dimiliki oleh konsumen. Pasal 6Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen menyatakan bahwa: Hak pelaku usaha adalah: a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik; c. hak untuk melakukan pembelaan sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Pasal
7
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
Tentang
Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa: Kewajiban pelaku usaha adalah: a. beritikat baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
22
23
d.
e.
f.
g.
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih menekankan pelaku usaha untuk beritikat baik dalam melakukan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikat baik dimulai sejak
barang
dirancang
atau
diproduksi
sampai
pada
tahap
penjualan.Itikat baik ini tidak hanya ditujukan pada pelaku usaha, tapi juga pada konsumen.konsumen diwajibkan beritikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/jasa.
c.
Larangan Pelaku Usaha Pelaku usaha harus mempunyai itikat baik dalam melakukan segala usahanya dan untuk mendorong agar pelaku usaha tetap beritikat baik dalam menjalankan usahanya, maka peraturan perundang-undangan mengatur mengenai larangan pelaku usaha.Kegiatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam dalam Bab IV Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Secara umum, kegiatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam
23
24
melakukan usahanya terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan; b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut ; e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan"halal" yang dicantumkan dalam label; i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat namabarang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggalpembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang me nurut ketentuan harus dipasang/dibuat; j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalambahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undanganyang berlaku. (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. (3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
24
25
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Menurut Nurmadjito, larangan-larangan yang dimaksudkan dalam pasal tersebut dimaksudkan untuk:20 “Mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, artikel, iklan, dan lain sebagainya.” Larangan mengenai kelayakan produk, baik itu berupa barang ataupun jasa pada dasarnya berhubungan erat dengan karakteristik dan sifat dari barang tersebut. “Kelayakan suatu produk merupakan standar minimum yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh suatu barang dan/atau jasa tertentu sebelum barang dan/jasa tersebut dapat diperdagangkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas.” 21 Standar minimum yang harus ada dalam pembuatan suatu produk, akan menghindarkan konsumen dari berbagai produk yang tidak layak untuk diperdagangkan, sehingga konsumen tidak mengalami kerugian. Larangan-larangan yang ditujukan kepada pelaku usaha dalam hal produk
yang
diperdagangkan
atau
diciptakan,
bertujuan
untuk
memberikan perlindungan terhadap konsumen dari penggunaan barang dengan kualitas di bawah standar atau kualitas yang lebih rendah, dengan 20
Nurmadjito, 2000, Kesiapan Perangkat Peraturan Perunda ng-undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, Halaman 17. 21 Abdul Halim Barkatullah, 2010, Hak-Hak Konsumen, Bandung:Nusa Media, Halaman 44.
25
26
adanya larangan tersebut maka
konsumen tidak akan mendapatkan
barang-barang konsumsi yang kualitasnya dibawah standar.
d. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk barang yang diperdagangkan diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. (3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. (4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi: a.
Tanggungjawab ganti kerugian atas kerusakan.
b.
Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran.
26
27
c.
Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. Prinsip tanggung jawab merupakan hal yang sangat perting dalam
hukum perlindungan konsumen.Ketika terjadi pelanggaran terhadap hak konsumen,
diperlukan
kehati-hatian
dalam
menganalisis
dan
membuktikan ada tidaknya unsur kesalahan, siapa yang bertanggung jawab serta seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Tanggung jawab pelaku usaha yang berkaitan dengan pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu: Pasal 22: “Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.” Pasal 28: “Pembuktian terhadap ada tidaknya kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, Pasal 23, merupakan beban tanggung jawab pelaku usaha.”
3. Hubungan Hukum Pelaku Usaha dengan Konsumen Hubungan hukum adalah hubungan atau perikatan yang di dalamnya melekat suatu hak pada salah satu pihak dan melekat suatu kewajiban dipihak
27
28
lain. Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen dibagi menjadi dua yaitu: a.
Hubungan la ngsung Ahmadi Miru mengartikan hubungan langsung ini sebagai: 22 “Hubungan antara produsen dengan konsumen yang terikat secara langsung dengan perjanjian” Pada umumnya pengalihan barang dari pelaku usaha kepada konsumen dilakukan dengan perjanjian jual beli, baik secara lisan maupun tertulis. Setiap orang bebas membuat suatu perjanjian, kebebasan membuat suatu perjanjian didasari atas adanya suatu asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya.” Perjanjian yang telah dibuat mengikat semua pihak dalam perjanjian dan berlaku sebagai suatu undang-undang bagi mereka, sehingga ketika ada salah satu pihak yang melanggar perjanjian yang telah dibuat maka dapat diselesaikan dengan apa yang telah tercantum dalam perjanjian tersebut. Suatu perjanjian harus dibuat secara sah. Sahnya perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
22
Ahmadi Miru, 2011, “ Prinsip-PrinsipPerlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Halaman 34 .
28
29
3. 4.
Suatu hal tertentu; Suatu sebab yang halal.
Suatu perjanjian sah apabila memenuhi ke empat syarat tersebut. Apabila syarat pertama dan ke dua tidak dipenuhi maka akan berakibat dapat dibatalkan dan apabila syarat ke empat dan ke lima tidak terpenuhi maka akibatnya batal demi hukum.
b.
Hubungan tidak langsung Ahmadi Miru mengartikan hubungan tidak langsung sebaga i: 23 “Hubungan antara produsen dengan konsumen yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian, karena adanya pihak diantara pihak konsumen dengan produsen.” Tidak adanya hubungan langsung dalam bentuk perjanjian antara pihak pelaku usaha dan konsumen bukan berarti bahwa pihak konsumen yang dirugikan tidak berhak menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha.Konsumen yang merasa dirugikan tetap dapat menuntut pelaku usaha dengan perbuatan melawan hukum walaupun tidak ada suatu perjanjian diantara mereka. Perbuatan melawan hukum ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
23
Ibid., Halaman 35.
29
30
Berdasarkan ketentuan tersebut, bagi konsumen yang dirugikan karena mengkonsumsi produk tertentu, tidak perlu terikat dengan perjanjian untuk menuntut ganti kerugian pada pelaku usaha, tetapi dapat menuntut dengan alasan bahwa pelaku usaha telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dasar tanggung gugat pelaku usaha adalah tanggung gugat yang didasarkan pada adanya kesalahan pelaku usaha. Hubungan antara pelaku usaha pada dasarnya berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan.Hubungan ini terjadi karena keduanya saling membutuhkan.Pelaku usaha sangat membutuhkan dan sangat tergantung atas dukungan konsumen, tanpa adanya dukungan dari konsumen, tidak mungkin pelaku usaha dapat terjamin kelangsungan usahanya.Sebaliknya, konsumen juga sangat tergantung pada pelaku usaha, tanpa adanya pelaku usaha, konsumen tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen merupakan hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban.
C. Hukum Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Hukum Perlindungan Konsumen merupakan bagian dari Hukum Konsumen yang memuat asas-asas ataupun kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan melindungi kepentingan konsumen.
30
31
A.Z. Nasution memberikan penjelasan mengenai hukum konsumen sebagai berikut: 24 “Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagi pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup.” Asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen tersebut tersebar dalam berbagai bidang hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum dagang, hukum administrasi Negara, dan hukum internasional terutama konvensi-konvensi ya ng berkaitan dengan kepentingan konsumen. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen agar dapat mengkonsumsi barang ataupun jasa dengan aman dan nyaman, tetapi pada kenyataannya masih banyak kasus -kasus yang terjadi dalam bidang hukum perlindungan konsumen.Masalah konsumen tersebut merupakan titik fokus dari hukum konsumen yang kemudian dilakukan pembagian terhadap hukum konsumen. Menurut Munir Fuady, hukum konsumen dapat dibagi menjadi dua yaitu:25 a.
Hukum konsumen formil, titik fokusnya akan tertuju kepada: 1. Tanggung jawab mutlak (strict liability).
24 A.Z. Nasution, 1995, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Social, Ekonomi, dan Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Op. Cit., Halaman 64 25 Munir Fuady, 1999,Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktik, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Halaman 163.
31
32
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. b.
Pembuktian terbalik (omkering van bewijslast). Subjek yang bertanggung jawab. Polisi-polisi khusus. Tindak pidana ekonomi. Badan peradilan khusus. Consumer ombudsman . Gugatan kelompok (small claims court). Badan perdamaian. Organisasi konsumen (consumer organization). Semacam Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Hukum konsumen materil, antara lain hal-hal yang berkenaan dengan: 1. Hak konsumen. 2. Pranata -pranata masyarakat yang dapat dipergunakan sebagai yang dapat menyebabkan terhambatnya hak-hak konsumen seperti: a. Hak milik perindustrian ( industrial property right) b. Perjanjian baku (standard contract) c. Servis purna jual d. Berbagai versi jual beli e. Persaingan curang f. Perantara dalam perdagangan g. Iklan yang tidak layak (unjust advertising, false advertising, bait advertising) 3. Tanggung jawab produksi (product safety and liability) seperti masalah: a. Mutu barang, makanan, minuman dan obat b. Standar mutu atau standar industri 4. Masalah harga yang pantas. 5. Ukuran, takaran dan timbangan yang tepat.
2. Tujuan Perlindungan Konsumen Tujuan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: Perlindungan konsumen bertujuan : a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungidiri; b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari eksesnegatif pemakaian barang dan/atau jasa;
32
33
c. d. e.
f.
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntuthak-haknyasebagai konsumen; menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumensehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; meningkatkankualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usahaproduksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatankonsumen.”
Tujuan perlindungan konsumen yang tercantum dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen merupakan sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen dan dapat digunakan sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen.
3. Sumber-Sumber Hukum Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiiki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dengan adanya dasar hukum yang pasti maka perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimis. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ditujukan untuk menghindari kemungkinan adannya kekosongan hukum, dalam arti ketentuan yang ada di luar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tetap dijadikan dasar yang dapat digunakan sebagai upaya memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasal 64 Undang-
33
34
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa: “Segala ketentuan peraturan perundang-undanganyang bertujuan melindungi konsumenyang telah ada pada saat undang-undangini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalamundangundangini.” Pasal 64 tersebut memberi penjelasan bahwa peraturan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen diluar Undang-Undang Perlindungan Konsumen masih berlaku sepanjang tidak bertentangan, meskipun peraturan perundang-undangan tersebut tidak secara khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen tetapi peraturan perundang-undangan tersebut merupakan sumber dari hukum perlindungan konsumen. Beberapa peraturan yang dijadikan sebagai sumber hukum perlindungan konsumen diantaranya yaitu: 1)
Undang-Undang Dasar 1945 Hukum perlindungan konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945 yaitu terdapat dalam: a.
Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4, menyatakan bahwa: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia
yang
melindungi
segenap
bangsa
Indonesia…” Menurut Celina Tri Siwi, kalimat yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memiliki arti yaitu:26
26
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., Halaman 50.
34
35
“Kata “melindungi” mengandung asas perlindungan (hukum) pada segenap bangsa Indonesia dan perlindungan bagi segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali, baik ia laki-laki atau perempuan, orang kaya atau orang miskin, orang kota atau orang desa, orang asli atau keturunan, dan pengusaha /pelaku usaha atau konsumen.”
b.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, berbunyi: “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Menurut penjelasan Pasal 27 tersebut, yang dimaksud dengan hak warga negara adalah hak yang menjamin agar mereka dapat hidup sebagai manusia seutuhnya.Hak tersebut bukan hanya bersifat fisik ataupun material tetapi juga bersifat psikis seperti hak mendapatkan pengetahuan yang benar tentang semua barang dan jasa yang ditawarkan.
2)
Ketetapan MPR No.II/MPR/1993 PerintahUUD
1945untuk
melindungi
segenap
bangsa
harus
dilaksanakan dan dalam melaksanakannya, khususnya melindungi konsumen Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menetapkan berbagai ketetapan MPR yang di dalamnya terdapat perlindungan konsumen walaupun ada kualifikasi yang berbeda-beda pada masingmasing ketetapan.Ketetapan MPR No.II/MPR/1993 terdapat kalimat yang didalamnya mengandung makna tentang perlindungan konsumen yaitu:
35
36
“…meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen.” Celina Tri
Siwi
Kristiyanti
memberi
penjelasan
mengenai
kepentingan produsen (pelaku usaha) dan kepentingan konsumen yang dimaksud dalam Ketetapan MPR tersebut yaitu:27 “Kepentingan peningkatan pendapatan atau penghasilan pelaku usaha adalah dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha mereka, dalam hubungannya dengan para konsumen, kegiatan usaha pengusaha adalah dalam rangka memproduksi.Menawarkan, dan/atau mengedarkan produk hasil usaha mereka.Kepentingan konsumen dalam kaitanya dengan menggunakan barang dan/atau jasa adalah agar barang dan/atau jasa konsumen yang mereka peroleh bermanfaat bagi kesehatan/keselamatan tubuh, keamanan jiwa dan harta benda, diri, keluarga dan/atau rumah tangganya (tidak memba hayakan atau merugikan mereka).” Perbedaan kepentingan-kepentingan dalam menggunakan barang dan/atau jasa serta pelaksanaan kegiatan antara pelaku usaha dan konsumen
dengan
sendirinya
memerlukan
jenis
pengaturan
perlindunggan dan dukungan yang berbeda pula. Menurut Shidarta ada beberapa hal yang berkaitan dengan kepentingan konsumen yang terkandung di dalam Ketetapan MPR, seperti keharusan menghasilkan/meningkatkan:28 a. b. c. d. e. f. g.
Barang yang bermutu. Kualitas dan pemerataan pendidikan. Kualitas pelayanan kesehatan. Kualitas hunian dan lingkungan hidup. Sistem transportasi yang tertib, lancar, nya man, dan aman. Kompetisi yang sehat. Kesadaran hukum.
27
Ibid., Halaman 51 Shidarta, Op.Cit., Halaman 92.
28
36
37
3)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia barang atau penyelenggaraan jasa dengan konsumen sebagai upaya dalam melakukan perlindungan konsumen. a.
Pasal 1320 KUHPerdata, berbunyi: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membentuk suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. Perjanjian merupakan suatu bukti adanya hubungan atau transaksi antara pelaku usaha dan konsumen sebagai dasar pemenuhan hak. Syarat sahnya suatu perjanjian tersebut bersifat kumulatif yaitu harus dipenuhi dalam pembuatan perjanjian, jika syarat 1dan 2 tidak dipenuhi, maka akibatnya adalah dapat dibatalkan, apabila syarat 3 dan 4 tidak dipenuhi maka akibatnya yaitu batal demi hukum.
b.
Pasal 1365 KUHPerdata, berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti, Perbuatan melawan hukum yang terdapat di dalam Pasal 1365 KUHPerdata sampai dengan Pasal
37
38
1380 KUHPerdata mengatur bentuk tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang terdiri dari: 29 1.
2. 3.
Tanggung jawab tidak hanya karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan diri sendiri tetapi juga berkenaan dengan perbuatan melawan hukum orang lain dan barangbarang dibawah pengawasannya. Hal tersebut diatur di dalam ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata. Perbuatan melawan hukum terhadap tubuh dan jiwa manusia yang diatur dalam Pasal 1370 KUHPerdata. Perbuatan melawan hukum terhadap nama baik yang diatur di dalam Pasal 1372 sampai dengan Pasal 1380 KUHPerdata.
Beberapa tuntutan yang dapat diajukan karena perbuatan melawan hukum yaitu: 1.
Ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan.
2.
Ganti rugi dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadaan semula.
3.
Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum.
4.
Melarang dilakukannya perbuatan tertentu. Pasal-pasal yang telah disebutkan di atas mengatur tentang ganti
rugi yang diakibatkan dari perbuatan melawan hukum, sehingga pasal tersebut juga dapat dijadikan sebagai dasar untuk melindungi hak konsumen apabila konsume n merasa dirugikan oleh pelaku usaha.
29
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., Halaman 55.
38
39
4)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Sumber hukum perlindungan konsumen yang terdapat di dalam KUHP yaitu diatur dalam Buku II tentang Pelanggaran yaitu diantaranya Pasal 204, 205, dan 392 KUHP.
5)
Berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen diantaranya yaitu:30 1. 2. 3.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, 4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, 8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pangan, 9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, 10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, 11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, 12. dan lain sebagainya. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas merupakan sumber hukum perlindungan konsumen, meskipun perlindungan terhadap konsumen telah diatur secara khusus di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
30
Suyadi, 2007, Dasar-Dasar Hukum Perlindungan Konsumen, Fakultas Hukum, Universitas Jenderal Soedirman, Halaman 6.
39
40
“Penjelasan resmi Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa dikemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuk undangundang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen, dengan demikian Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum dibidang perlindungan konsumen, payung disini ditafsirkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen keduduka nnya tidak di atas undang-undang yang lain tetapi hanya mengintegrasikan undang-undang yang lain.” 31
4. Pihak -Pihak dalam Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur atau melindungi konsumen saja tapi juga mengatur perlindungan terhadap pelaku usaha. Perlindungan terhadap konsumen memanglah tujuan utama dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjamin adanya kepastian hukum kepada konsumen sehingga tidak hanya melibatkan satu pihak saja karena setiap usaha yang bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum, selalu melibatkan berbagai pihak. Nurmadjito memberi penjelasan mengenai perlindungan konsumen sebagai berikut: 32 “Mewujudkan perlindungan konsumen yaitu mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterikatan dan saling ketergantungan antara konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah.” Pihak-pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen diantaranya dapat dijabarkan sebagai berikut:
31
Ibid., Halaman 7. Nurmadjito, Op.Cit., H alaman 23.
32
40
41
1.
Konsumen Pada hakekatnya manusia adalah konsumen, dari sejak manusia itu lahir sampai dengan meninggal, mereka selalu mengkonsumsi berbagai produk barang dan atau jasa yang mereka butuhkan. Masyarakat yang mengkonsumsi produk barang atau jasa tersebut tidak semuanya digunakan untuk kepentingan bagi dirinya sendiri tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Masyarakat yang seperti itu disebut sebagai konsumen antara yaitu konsumen yang mendapatkan barang untuk dijual kembali, sedangkan masyarakat yang mengkonsumsi suatu produk barang
atau
jasa
untuk
kepentingannya
sendiri
tanpa
harus
diperjualbelikan kembali disebut sebagai konsumen akhir.Konsumen yang dimaksud di dalam Undang-Undang perlindungan konsumen adalah konsumen akhir. Berbagai produk yang beredar di masyarakat tidak semuanya layak dan patut untuk diedarkan, terkadang pelaku usaha hanya mementingkan keuntungan yang diperoleh tanpa memperhatikan keselamatan dan kenyamanan konsumen.Konsumen yang bembeli suatu produk barang dan atau jasa untuk pemenuhan kebutuhanya harus lebih kritis dalam memilih berbagai produk yang tersedia. Menjadi konsumen cerdas yang mengetahui hak-haknya sangat diperlukan bagi konsumen, sehingga dapat melakuka n social control terhadap pelaku usaha dan pemerintah ketika ada produk-produk yang tidak layak dan tidak sesuai dengan
41
42
standar minimum yang telah ditentukan serta produk-produk yang mengganggu kenyamanan dan keselamatan yang beredar di masyarakat.
2.
Pelaku usaha Pelaku usaha merupakan orang perseorangan maupun badan usaha yang menjalankan kegiatan usahanya dalam bidang ekonomi untuk memperoleh keuntungan. Pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya dituntut untuk menyadari bahwa setiap pelaku usaha harus menghargai hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, menciptakan berbagai produk yang berkualitas, aman dikonsumsi, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan bertanggung jawab atas apa yang telah diproduksi.
3.
Pemerintah Pemerintah merupakan pihak yang mempunyai wewenang untuk membuat peraturan atau kebijakan.Peraturan yang berkaitan dengan perlindunga konsumen telah di buat oleh pemerintah dan pemerintah bertugas untuk mengawasi jalanya peraturan tersebut agar ditaati oleh para pihak yaitu pelaku usaha dan konsumen, sehingga dapat menciptakan pelaku usaha yang bertanggung jawab serta keamanan dan kenyamanan konsumen. Pihak-pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen
tersebut
mempunyai peranan dalam mengupayakan perlindungan terhadap konsumen. Upaya yang dilakukan dalam mewujudkan suatu perlindungan terhadap
42
43
konsumen yaitu dengan melakukan pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah, masyarakat, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Abdul Halim Barkatullah memberikan penjelasan mengenai pem binaan dan pengawasan sebagai berikut:33 “Tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen dimaksudkan untuk memberdayakan konsumen agar mendapat hak-haknya, sementara itu tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen juga menjadi bagian yang penting dalam upaya membangun kegiatan usaha yang positif dan dinamis, sehingga hak-hak konsumen tetap bisa diperhatikan oleh pelaku usaha.” Pembinaan yang dilakukan pemerintah diatur di dalam Pasal 29 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perkindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: 1.
2. 3. 4.
Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait. Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk: a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen; b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
33
Abdul Halim Barkatullah, Op. Cit ., Halaman 63.
43
44
5.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat diatur di dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: 1.
2. 3. 4.
5.
6.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait. Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar. Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang dari peraturan perundangundangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis. Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berperan dalam melakukan perlindungan pada konsumen merupakan sebuah upaya dalam melakukan perlindungan terhadap konsumen agar konsumen merasa aman dan nyaman dalam menggunakan suatu produk barang dan/atau jasa.
44
45
D. Kantong Plastik Hitam
1. Pengertian Kantong Plastik Hitam (Plastik Kresek) Plastik merupakan istilah umum bagi polimer yaitu material yang terdiri dari rantai panjang karbon dan elemen-elemen lain yang mudah dibuat menjadi berbagai bentuk dan ukuran.Berbagai produk barang dapat dibuat dengan berbahan dasar plastik, seperti kotak makanan, botol air minum, peralatan rumah tangga, kantong pembungkus, da n lain sebagainya.Kantong pembungkus yang terbuat dari bahan dasar plastik dan beredar luas di masyarakat salah satunya adalah kantong plastik.Kantong plastik merupakan wadah atau kantong pembungkus yang terbuat dari plastik dengan beraneka macam bentuk da n warnanya.Kantong plastik mempunyai berbagai macam bentuk yaitu ada yang berbentuk persegi, persegi panjang, oval, dan berbagai macam bentuk lainnya.Kantong plastik juga memiliki beraneka macam warna seperti warna kuning, putih, hitam, merah, kombinasi putih dan hitam, kombinasi merah dan putih, serta warna lainnya. Kantong plastik yang sering digunakan oleh masyarakat adalah kantong plastik hitam yang lebih dikenal dengan sebutan plastik kresek.Kantong plastik hitam (plastik kresek) merupakan kantong pembungkus atau wadah yang terbuat dari plastik, berwarna hitam, dan sisi kanan-kirinya berlubang untuk memudahkan seseorang ketika membawa plastik kresek dengan berbagai macam barang di dalamnya.
45
46
2. Manfaat dan Kegunaan Kantong Plastik Hitam (Plastik Kresek) P roduk barang yang beredar di masyarakat pastinya memiliki manfaat dan kegunaan sesuai dengan jenis barang tersebut. Konsumen yang membeli suatu barang tidak lain untuk memenuhi kebutuhannya, sebagai mana kantong plastik yang beredar digunakan oleh masyaraka t untuk memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa manfaat dan kegunaan dari kantong plastik tersebut diantaranya yaitu: a.
Untuk membawa dan membungkus berbagai macam barang.
b.
Sebagai tempat untuk menyimpan suatu benda.
c.
Sebagai tempat sampah. Selain sebagai tempat atau wadah, kantong plastik bagi seniman dapat
digunakan sebagai bahan untuk membuat berbagai macam kreasi seni seperti: a.
Tas wanita,
b.
Dompet, dan
c.
Tempat peralatan mandi yang dibuat dengan rajutan kantong plastik.
3. Bahaya Penggunaan Kantong Plastik Hitam (Plastik Kresek) Kantong plastik atau plastik kresek ini sudah sangat melekat dengan kehidupan masyarakat, selain mempunyai sisi positif yaitu manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan plastik kresek tersebut, ternyata plastik kresek yang digunakan masyarakat dalam kehidupaan sehari-hari ini mempunyai sisi negatif yaitu plastik kresek tersebut merupakan produk berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan.
46
47
Suatu produk dikatakan sebagai produk yang berbahaya apabila produk atau barang tersebut diproduksi dengan menggunakan berbagai campuran zat berbahaya yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Rusdi Surodikoro memberikan penjelasan mengenai zat berbahaya sebagai berikut: 34 “Zat berbahaya tersebut merupakan zat-zat kimia yang bersifat racun, baik itu sebagai pewarna, penyedap rasa, maupun bahan campuran lainnya.” Berbagai produk barang serta bahan makanan berbahaya yang beredar di masyarakat diantaranya dapat dikenali dari warna dan aromanya. Produk barang serta bahan makanan yang berbahaya tentunya akan memberikan kesan warna yang lebih terang dan tidak rata dengan aroma yang tajam serta terasa kasar jika dipegang. Dampak negatif dari penggunaan barang-barang tersebut adalah dapat memicu kanker, kelainan genetik, cacat bawaan ketika lahir, dan lain sebagainya. Banyak produk berbahaya yang beredar di masyarakat dan dapat semakin berbahaya ketika tidak digunakan dengan baik, salah satunya adalah kantong plastik hitam (plastik kresek). Plastik kresek yang merupakan produk daur ulang ini, memiliki warna hitam yang terang dengan aroma yang tajam serta akan menimbulkan dampak berbahaya ketika masyarakat menggunakan kantong plastik untuk membungkus makanan siap santap secara langsung. 34
Rusdi Surodikoro, 2012, Bahan-Bahan Kimia di Dalam Plastik (on-line), http:// m.forum. detik.com/bahan-bahan-kimia-di-dalam-makanan, diakses 22 September 2014.
47
48
Kantong plastik hitam atau yang sering disebut sebagai plastik kresek ini terbuat dari plastik-plastik bekas seperti bekas pembungkus pupuk, pestisida, sampah, dan bahkan kotoran hewan yang banyak dikumpulkan oleh pemulung.Plastik-plastik bekas tersebut kemudian didaur ulang dan di tambahkan berbagai zat kimia yang kemudian dilelehkan dengan suhu tertentu dan dicetak menjadi kantong kresek dengan bentuk serta ukuran tertentu. Menurut Muhammad Mufti, zat kimia yang terkandung didalam kantong kresek tersebut diantaranya yaitu: 35 “Polypropilene, polyetilene, polyvinyl chloride dan polycarbonate, supaya plastik menjadi licin dan lentur maka ditambahkan dengan bahan yang disebut plastikizers yang terdiri dari kumpulan pitlate , sedangkan untuk membuat plastik menjadi kaku maka ditambahkan filler dan juga terdapat bahan kimia compound untuk proses pewarnaannya.” Zat kimia yang terkandung didalam kantong kresek tersebut merupakan zat kimia berbahaya. Ibnu Susanto mendefinisikan zat kimia berbahaya sebagai berikut: 36 “Bahan-bahan yang pembuatan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penggunaannya menimbulkan atau membebaskan debu, kabut, uap, gas, serat, atau radiasi sehingga dapat menyebabkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, keracunan dan bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan kesehatan bagi orang yang berhubungan langsung dengan bahan tersebut atau menyebabkan kerusakan pada barang-barang.”
35 Muhammad Mufti, 2012, Jangan Salah Memilih Plastik (on -line), http://halamanputih.word press.html, diakses 23 Oktober 2014. 36 Ibnu Susanto, 2009, Bahan Kimia Berbahaya dan Keselamatan Kesehatan Kerja Bidang Kimia, Jakarta: Balai Pustaka, Halaman 4.
48
49
Zat kimia berbahaya yang terdapat dalam kantong kresek tersebut jika digunakan dengan tidak tepat dan dalam jangka yang panjang akan mengakibatkan bahaya terhadap kesehatan. Menurut Suswanto, bahaya yang dapat ditimbulkan dari penggunaan kantong plastik hitam diantaranya yaitu: 37 a.
b.
c. d.
Kontaminasi dengan zat kimia berbahaya , komponen zat kimia yang terkandung didalamnya akan sangat membahayakan kesehatan. Penggunaan VCM untuk memproduksi kemasan plastik jenis PVC diatas ambang batas akan menimbulkan kanker hati, merusak kelenjar endokrin, paru-paru dan limpa, sedangkan bahan pelembut jenis DEHA yang bercampur dengan makanan berupaya mengganggu system reproduksi dan menghasilkan janin yang cacat, selain itu bahan pelembut plastik diduga memiliki karakter yang sama dengan hormon estrogen. Zat pewarna hitam yang digunakan untuk pewarna kantong plastik kresek itu jika terkena panas dapat terdegrasi dan mengeluarkan zat yang menjadi salah satu pemicu kanker. Ketika kantong plastik kresek dibakar dan proses pembakarannya tidak sempurna maka plastik akan mengurai diudara sebagai dioksin yang merupakan senyawa berbahaya jika terhirup. Dioksin dapat memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, serta gangguan system saraf.
Terhadap bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan kantong plastik kresek dan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat maka sangat sulit untuk menghindari penggunaan kantong plastik hitam dalam kehidupan
sehari-hari,
yang
perlu
dilakukan
adalah
mengurangi
penggunaannya sehingga tidak melewati ambang batas yang disarankan.
37
Suswanto, 2003, Bahaya Dibalik Kresek Hitam (on-line), http://www.anakku.net/bahya-di balik-kresek-hitam.html, diakses 22 September 2014.
49
50
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, metode pendekatan yuridis normatif yaitu:38 “Metode pendekatan yang menggunakan konsepsi legistis positivis, yang mengemukakan bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat yang berwenang.Konsep ini juga melihat hukum sebagai suatu system normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat sehari-hari.”
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipakai adalah deskriptif analitis. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, penelitian deskriptif analitis yaitu:39 “Penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan atau gejala dari suatu objek yang diteliti, kemudian dihubungkan dengan teori-teori hukum serta praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas.”
38
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:PT.Ghalia Indonesia, H alaman13. 39 Ibid, Halaman 14.
50
51
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman, Pusat Informasi Ilmiah Fakultas HukumUniversitas Jenderal Soedirman, Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas.
D. Sumber Data
1.
Data sekunder Data sekunder yaitu data pokok atau utama yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, data sekunder terdiri dari:40 a.
b.
c.
Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, meliputi: Pustaka dibidang ilmu hukum, Hasil penelitian di bidang hukum, dan artikelartikel ilmiah yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang sifatnya melengkapi dan memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia .
40
Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
Rajawali, Halaman 14-15.
51
52
2.
Data primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian yang berupa keterangan-keterangan hasil interview atau wawancara yang dilakukan secara bebas dengan pihak yang terkait dengan objek penelitian sebagai pelengkap data sekunder.
E. Metode Pengumpulan Data
1.
Data sekunder Data
sekunder
tersebut
diperoleh
dengan
carastudi
pustaka
yaitu
mengumpulkan dan menginventarisasi bahan-bahan kapustakaan berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dicari untuk selanjudnya dipelajari sebagai pedoman untuk penyusunan data yang dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2.
Data primer Data primer yaitu data yang diperoleh dari interview atau wawancara dengan pejabat atau pihak yang bidang kerjanya berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu di Dinas kesehatan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kebupaten Banyumas.
52
53
F. Metode Penyajian Data
Data yang diperoleh disajikansecara deskriptif dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional, dalam arti keseluruhan data yang diperoleh dihubungkan satu dengan yang lainnya, disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga membentuk suatu kesatuan data yang utuh didasarkan pada norma -norma atau kaidah-kaidah hukum dan doktrin hukum yang relevan dengan pokok permasalahan.
G. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa secara normatif kualitatif yaitu dengan menjabarkan data yang diperoleh berdasarkan norma-norma hukum atau kaidah yang re levan dengan pokok permasalahan dan tidak menggunakan rumus -rumus atau angka -angka.
53
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian di Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas diperoleh data sebagai berikut: 1. Data Sekunder 1.1. Pengertian 1.1.1. Pangan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 1.1.2. Keamanan Pangan menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, yaitu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis,
mengganggu,
kimia,
merugikan,
54
dan
benda
lain
yang
dan
membahayakan
dapat
kesehatan
55
manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikons umsi. 1.1.3. Kemasan Pangan menurut Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, yaitu bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. 1.1.4. Wadah menurut Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:329/MEN.KES/PER/XII/76 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan, yaitu barang yang dipakai untuk
mewadahai
atau
membungkus
makanan
yang
berhubungan langsung dengan isi, termasuk penutupnya. 1.1.5. Pembungkus menurut Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 329/MEN.KES/PER/ XII/76 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan, yaitu barang yang digunakan untuk membungkus makanan yang tidak berhubungan langsung dengan isi. 1.1.6. Kode daur ulang menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 24/M-IND/PER/ 2/2010 Tentang Pencantuman Logo Tara dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik, yaitu penandaan yang menunjukan bahwa suatu kemasan pangan dapat didaur ulang. 1.1.7. Kemasan Bahan Alami menurut Pasal 1 angka 2 Pengaturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
55
56
Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan, yaitu kemasan yang diperoleh dari tumbuhan atau hewan tanpa mengalami proses dan tid ak mengalami perubahan sifat atau karakteristik dasarnya. 1.1.8. Plastik menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan, yaitu senyawa makromolekul organik yang dipe roleh dengan cara polimerisasi, polikondensasi, poliadisi, atau proses serupa lainnya dari monomer atau oligomer atau dengan perubahan kimiawi makromolekul alami. 1.1.9. Bahan Tambahan menurut Pasal 1 angka 12 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan dasar dengan maksud untuk mempengaruhi sifat, warna dan/atau bentuk kemasan. 1.1.10. Migrasi menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan, yaitu proses terjadinya perpindahan suatu zat dari kemasan pangan ke dalam pangan.
56
57
1.1.11. Batas Migrasi menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan, yaitu jumlah maksimum yang diizinkan dari suatu zat yang bermigrasi. 1.1.12. Plastik Daur Ulang menurut pasal 1 angka 15 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan, yaitu plastik yang diproses ulang berasal dari limbah satu jenis atau lebih plastik, berpotensi tinggi untuk melepaskan migran ke dalam pangan sehingga berisiko terhadap kesehatan. 1.1.13. Pengawasan menurut Pasal 1 angka 16 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 634/Mpp/Kep/9/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang Beredar Di Pasar, yaitu serangkaian kegiatan yang diawali pengamatan kasat mata, pengujian, penelitian dansurvey terhadap barang atau jasa yang beredar di pasar, guna memastikan kesesuaian barang dan atau jasadalam memenuhi standar mutu produksi barang dan atau jasa,
pencantuman
label,
klausula
baku,
caramenjual,
pengikla nan serta pelayanan purna jual barang dan atau jasa.
57
58
1.2. Persyaratan Bahan yang Digunakan dalam Kemasan Pangan 1.2.1. Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan bahwa: Setiap orang yang melakukan produksi pangan dalam kemasan wajib menggunakan bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia. 1.2.2. Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan bahwa: Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran. 1.2.3. Pasal 17 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, menyatakan bahwa: Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan wajib menggunakan bahan kemasan yang diizinkan. 1.2.4. Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, menyatakan bahwa: Bahan yang digunakan untuk kemasan pangan hanya boleh digunakan sebagai bahan kemasan pangan setelah diperiksa keamanannya dan mendapat persetujuan dari kepala badan.
58
59
1.2.5. Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan menyatakan bahwa: Setiap orang yang melakukan produksi pangan yang akan diedarkan wajib melakukan pengemasan pangan secara benar untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap pangan. 1.2.6. Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:329/MEN.KES/PER/XII/76
Tentang
Produksi
dan
Peredaran Makanan, menyatakan bahwa: (1) Wadah
makanan
harus
dapat
melindungi
dan
mempertahankan mutu isinya. (2) Wadah harus dibuat dari bahan yang tidak melepaskan zat yang dapat mengganggu kesehatan. 1.2.7. Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menyatakan bahwa: (1) Bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan yang bersentuhan
langsung
dengan
pangan
adalahbahan
tambahan seperti yang tercantum dalam Lampiran 1. (2) Bahan yang diizinkan sebagai kemasan yang bersentuhan langsung dengan pangan. terdiri dari bahan dasar dan bahan tambahan.
59
60
(3) Bahan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) seperti tercantum dalam Lampiran 2A. (4)
Bahan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) seperti tercantum dalam Lampiran 2B.
1.2.8. Pasal 5 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menyatakan bahwa: (1)
Batas migrasi bahan dasar yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat tercantum dalam Lampiran 2A.
(2)
Bahan dasar digunakan sesuai tipe pangan dan kondisi penggunaan tertentu.
(3)
Tipe pangan dan kondisi penggunaan yang dimaksud pada ayat (2) seperti tercantum dalam Lampiran 2C
1.2.9. Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menyatakan bahwa: Bahan dasar dan bahan tambahan selain yang tercantum dalam Lampiran 2A dan 2B hanya dapat digunakan sebagai kemasan pangan
setelah
diperiksa
persetujuan dari Kepala Badan.
60
keamanannya
dan
mendapat
61
1.2.10. Pasal 8 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menyatakan bahwa: Kemasan pangan dari bahan plastik daur ulang hanya dapat digunakan
sebagai
kemasan
pangan
setelah
diperiksa
keamanannya dan mendapat persetujuan dari Kepala Badan. 1.2.11. Pasal 9 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menyatakan bahwa: Kecuali kemasan bahan alami, setiap kemasan pangan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dengan maksud untuk diperdagangkan harus memenuhi ketentuan dalam peraturan ini.
1.3. Tanggung jawab pelaku usaha Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, menyatakan bahwa: Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan system jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi.
61
62
1.4. Peringatan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia telah mengeluarkan
Peringatan
Publik
KH.00.02.1.55.2890TentangKantong
/
Public Plastik
Warning “Kresek” ,
Nomor: yang
menyatakan bahwa: Menindaklanjuti hasil pengawasan terhadap kantong plastik kresek, Bada n POM RI perlu mengeluarkan peringatan kepada publik sebagai berikut: 1.
Kantong plastik kresek berwarna terutama hitam kebanyakan merupakan produk daur ulang yang sering digunakan untuk mewadahi makanan.
2.
Dalam proses daur ulang tersebut riwayat penggunaan se belumnya tidak diketahui, apakah bekas wadah pestisida, limbah rumah sakit, kotoran hewan atau manusia, limbah logam berat, dll. Dalam proses tersebut juga ditambahkan berbagai bahan kimia yang menambah dampak bahayanya bagi kesehatan.
3.
Jangan menggunakan kantong plastik kresek daur ulang tersebut untuk mewadahi langsung makanan siap santap.
1.5. Larangan 1.5.1. Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan bahwa:
62
63
Setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai kemasan pangan yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia. 1.5.2. Pasal 84 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan ba hwa: (1) Setiap Orang dilarang membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan. (2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut. 1.5.3. Pasal 16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan menyatakan bahwa: (1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan/atau yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia. (2) Bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
63
64
1.5.4. Pasal 10 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menyatakan bahwa: (1) Dilarang menggunakan kemasan pangan dari bahan plastik daur ulang sebelum diperiksa keamanannya dan mendapat persetujuan dari Kepala Badan. (2) Dilarang
mengedarkan
pangan
dengan
menggunakan
kemasan pangan yang tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan ini.
1.6. Sanksi 1.6.1. Pasal 138 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan bahwa: Setiap Orang yang melakukan
Produksi
Pangan
untuk
diedarkan, yang dengan sengaja menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara pa ling lama
2
(dua)
tahun
atau
denda
paling
banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). 1.6.2. Pasal 146 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan bahwa:
64
65
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137, Pasal 138, Pasal 142, Pasa l 143, dan Pasal 145 yang mengakibatkan: a.
luka berat atau membahayakan nyawa orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
b.
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
1.6.3. Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menyatakan bahwa: (1) Pelanggaran
terhadap
peraturan
ini
dikenai
sanksi
administratif dan atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a.
Peringatan tertulis;
b.
Larangan mengedarkan untuk sementara waktu;
c.
Perintah menarik produk dari peredaran;
d.
Pemusnahan jika terbukti menimbulkan risiko terhadap kesehatan;
e.
Pencabutan persetujuan pendaftaran produk pangan.
65
66
1.7. Pengawasan Pengawasan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar dimasyarakat diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 634/Mpp/Kep/9/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang Beredar Di Pasar. 1.7.1. Lingkup pengawasan 1.7.1.1. Pasal 2 menyatakan bahwa: Lingkup pengawasan meliputi barang dan/atau jasa yang beredar di pasar baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun luar negeri/impor. 1.7.1.2. Pasal 3 menyatakan bahwa: (1) Pengawasan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud Pemerintah,
dalam
Pasal
masyarakat
2
dilakukan dan
oleh
Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. (2) Pengawasan
oleh
Pemerintah
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dan/atau Menteri Tehnis terkait sesuai bida ng tugasnya. (3) Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengkoordinasikan
pelaksanaan
pengawasan
dengan Menteri/pimpinan Instansi Tehnis terkait.
66
67
1.7.2. Kewenangan pengawasan Pasal 14 menyatakan bahwa: (1) Kewenangan pengawasan barang dan/atau jasa yang beredar di pasar oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilimpahkan kepada : a.
Gubernur
untuk
melaksanakan
koordinasi
dalam
pelaksanaan pengawasan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar Daerah Propinsi sesuai wilayah kerjanya. b.
Gubernur
DKI
Ja karta
untuk
melaksanakan
pengawasan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar di wilayah DKI Jakarta. c.
Bupati/Walikota
kecuali
DKI
Jakarta
untuk
melaksanakan pengawasan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar di Daerah Kabupaten/Kota sesuai wilayah kerjanya. (2) Gubernur dan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c dalam melaksanakan tugas pengawasan melimpahkan kewenangannya kepada Kelapa Unit Kerja yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.
67
68
1.7.3. Bentuk pengawasan 1.7.3.1. Pasal 18 menyatakan bahwa: (1) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam BAB II dilakukan secara berkala dan secara khusus. (2) Pengawasan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh PPBJ. (3) Pengawasan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh PPBJ dan PPNS-PK. 1.7.3.2.
Pasal 21 menyatakan bahwa: (1) Pengawasan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dilakukan terhadap barang dengan kriteria antara lain sebagai berikut : a.
Aspek keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan;
b.
Dikonsumsi
dan/atau
digunakan
oleh
masyarakat banyak; c.
Produk yang telah memiliki Standar termasuk SNI baik wajib maupun sukarela maupun standar
lain
yang
dipersyaratkan
oleh
Pemerintah; d.
Sering
terjadi
pemalsuan/penipua n
kadar, purna jual, label dan sebagainya.
68
dalam
69
(2) Pengawasan khusus dilakukan berdasarkan hal sebagai berikut : a.
sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan berkala;
b.
adanya pengaduan masyarakat atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang memerlukan penanganan secara cepat; atau
c.
adanya dugaan terjadi tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
1.7.4. Mekanisme pengawasan 1.7.4.1. Pasal 22 menyatakan bahwa: (1) Pengawasan berkala terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dalam memenuhi standar mutu dilakukan dengan cara pengambilan sampel barang melalui pembelian di pasar secara purposif. (2) Sampel sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diuji oleh Lembaga/Laboratorium uji terakreditasi atau ditunjuk oleh Menteri. (3) Hasil pengujian disampaikan kepada Kepala Unit Kerja untuk dilakukan evaluasi.
69
70
(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila : a.
barang dan/atau jasa telah memenuji persyaratan SNI yang berlaku atau standar lain yang dipersyaratan oleh Pemerintah, maka Kepala Unit Kerja dapat mempublikasikan kepada masyarakat.
b.
barang dan/atau jasa tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana huruf a, maka Kepala Unit Kerja : 1)
mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan kepada Direktorat Jenderal Pembina untuk diperoses sesuai ketentuan yang berlaku; atau
2)
menyerahkan kepada PPNS-PK apabila diduga terjadi tindak pidana di bidang perlindungan konsumen, untuk dilakukan penyidikan.
1.7.4.2. Pasal 29 menyatakan bahwa: Pengawasan
khusus
oleh
PPBJ
dan
PPNS-PK
dilakukan melalui pentahapan sebagai berikut: a.
Melakukan pengecekan kembali dilokasi atau di pasar tempat barang dan/atau jasa ditemukan.
70
71
b.
Melakukan uji atau survey atau penelitian ulang terhadap barang dan/atau jasa hasil pengawasan berkala sebagaimana dimaksud huruf a bersama pelaku usaha yang bersangkutan baik dalam pemenuhan standar, pencantuman label, klausula baku, pelayanan purna jual atau pengiklanan.
c.
Hasil uji atau survey atau penelitian ulang sebagaimana tersebut pada huruf b disampaikan kepada Kepala Unit Kerja yang bersangkutan untuk dilakukan eva luasi.
d.
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf c menyatakan tidak melanggar atau tidak terjadi adanya tindak pidana, maka Kepala Unit Kerja yang bersangkutan mempublikasikan kepada masyarakat.
e.
Apabila hasi evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf c menyatakan melanggar atau terjadi tindak pidana, maka Kepala Unit Kerja meminta PPNSPK untuk segera melakukan penyidikan sesuai prosedur yang berlaku.
71
72
1.8. Tata cara pengaduan tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, menyatakan bahwa: (1) Dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan keamanan, mutu dan gizi pangan, masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan dan/atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan. (2) Penyampaian permasalahan, masukan dan/atau cara pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, kesehatan, perindustrian, Kepala Badan, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing. (3) Tata cara penyampaian permasalahan, masukan dan/atau cara pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
1.9. Kode daur ulang pada kemasan pangan dari plastik 1.9.1. Pasal 2 Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 24/M-IND/PER/2/2010 Tentang Pencantuman Logo Tara dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik, menyatakan bahwa:
72
73
(1) Setiap kemasan pangan yang diperdagangkan di dalam negeri yang berasal dari hasil produksi dalam negeri atau impor wajib dicantumkan logo dank ode daur ulang. (2) Logo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur penanda tara pangan dan atau pernyataan yang menunjukan kemasan dimaksud aman untuk mengemas pangan. (3) Kode daur ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Penanda jenis bahan baku plastik, dan b. Penanda dapat didaur ulang. (4) Logo dan kode daur ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. 1.9.2. Kode daur ulang pada kemasan dari plastik dikeluarkan oleh The Society of Plastic Industry pada tahun 1988 yang sudah distandarisasi oleh ISO (International of Standardization Organization) dan telah diatur di Indonesia dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 24/MIND/PER/2/2010 Tentang Pencantuman Logo Tara dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik. Kode daur ulang pada kemasan dari plastik yang terdapat di dalam Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
73
74
24/M-IND/PER/2/2010 Tentang Pencantuman Logo Tara dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik yaitu: 1. PET atau PETE (Polyethylene Etilen Terephalate ) Logo daur ulang dengan angka 1 di tengahnya serta tulisan
PETE
atau
PET
(Polyethylene
Terephthalate) di bawah segitiga, biasa dipakai untuk botol plastik, berwarna jernih, transparan, tembus pandang seperti botol air mineral, botol jus, wadah makanan dan hampir semua botol minuman lainnya. Botol dengan kode daur ulang PET atau PETE ini direkomendasikan hanya sekalipakai, apabila terlalu sering dipakai, seperti digunakan untuk menyimpan air hangat atau panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker dalam jangka panjang. 2. HDPE (High Density Polyethylene) Logo daur ulang dengan angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (High Density Polyethylene) di bawah segitiga, biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, tupperware, galon air minum, kursi lipat, dan lainlain. Botol plastik jenis HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan lama terhadap suhu tinggi serta merupakan salah satu bahan plastik yang aman
74
75
untuk digunakan karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan atau minuman yang dikemasnya. Kemasan plastik berbahan HDPE direkomendasikan hanya sekali pakai dalam pemakaiannya karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu. 3. PVC (Polyvinyl Chloride) Logo daur ulang dengan angka 3 di tengahnya, dan tulisan V di bawahnya yang terkadang ditulis dengan warna merah merupakan jenis plastik yang paling sulit didaur ulang dan bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap ) atau botol-botol. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan. Bahan ini mengandung klorin dan akan mengeluarkan racun jika dibakar. PVC tidak boleh digunakan dalam menyiapkan makanan atau kemasan makanan. Bahan ini juga dapat diolah kembali menjadi mudflaps, panel, tikar, dan lain-lain 4. LDPE (Low Density Polyethylene) Logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE merupakan plastik tipe cokelat (thermoplastic atau dibuat dari minyak bumi) yang biasa
75
76
dipakai untuk tempat makanan, plastik kemasan, botol-botol yang lembek, pakaian, mebel, dan lain sebagainya. Sifat mekanis jenis LDPE ini adalah kuat, tembus pandang, Fleksibel dan permukaan agak berlemak, pada suhu 60 derajat sangat resisten terhadap reaksi kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, dapat didaur ulang serta baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibelitas tapi kuat. Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas dengan bahan ini. LDPE dapat didaur ulang dengan banyak cara, misalnya dilarutkan
ke
dalam
kaleng,
keranjang
kompos
dan
landscaping tiles. 5. PP (polypropylene) Logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP, biasa digunakan dalam botol transparan yang tidak jernih atau berawan.Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap.Jenis PP (polypropylene) ini adalah pilihan bahan plastik terbaik, terutama untuk tempat makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, botol minum dan botol
76
77
minum untuk bayi.PP dapat diolah kembali menjadi garpu, sapu, nampan, dan lain-lain. 6. PS (Polystyrene) Logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS, biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan lain-lain. Polystyrene
merupakan
polimer
aromatik
yang
dapat
mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Selain tempat makanan, styrene juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap kendaraan dan bahan konstruksi gedung. Bahan ini harus dihindari, karena selain berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi, pertumbuhan dan sistem syaraf. Bahan ini sulit didaur
ulang,
apabila
bahan
ini
didaur
ulang
akan
memerlukan proses yang sangat panjang dan lama. Bahan ini dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode angka tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari) dan ketika dibakar, bahan ini akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga . PS mengandung benzene, suatu zat penyebab kanker dan tidak
77
78
boleh dibakar.Bahan ini dapat diolah kembali menjadi isolasi, kemasan, pabrik tempat tidur, dan lain-lain. 7. OTHER (Polycarbonate) Logo daur ulang dengan angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER dapat ditemukan pada tempat makanan dan minuman seperti botol minum olahraga, suku cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-alat elektronik, dan plastik kemasan. Plastik OTHER terdiri dari 3 macam yaitu: a. SAN (Styrene Acrylonitrile) SAN memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu, kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan, biasanya terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus termos, piring, alat makan, penyaring kopi, dan sikat gigi, b. ABS (Acrylonitrile Buta diene Styrene) ABS memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu, kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan, biasanya digunakan sebagai bahan mainan lego atau pip dan merupakan salah satu bahan plastik yang sangat baik untuk digunakan dalam kemasan makanan ataupun minuman.
78
79
c. PC (polycarbonate ) PC dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak batita (sippy cup ), botol minum polikarbonat, dan kaleng kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu formula. PC Dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium, penurunan produksi sperma, dan mengubah fungsi imunitas.Plastik jenis ini tidak dianjurkan untuk tempat makanan ataupun minuman.
2. Data Primer 2.1. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Dian Eri Rahmadi sebagai Kepala Seksi Pembinaan dan Pengendalian Usaha Perdagangan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas diperoleh data sebagai berikut: 2.1.1. Pelaku usaha mempunyai kebebasan dalam melakukan usahanya dan setiap pelaku usaha yang memproduksi barang harus mendapat izin dari Dinas Perdagan yang disebut Perindustrian Ijin Rumah Tangga (PIRT), untuk mendapatkan PIRT salah satu syaratnya adalah harus pernah mengikuti penyuluhan dari Dinas Kesehatan.
79
80
2.1.2. Pihak yang mengijinkan peredaran produk barang di dalam mayarakat adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi. 2.1.3. Barang yang beredar di masyarakat harus sesuai dengan standar yang ditentukan dan penelitian terhadap kualitas barang yang beredar di masyarakat dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi ataupun Dinas Kesehatan. 2.1.4. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar di masyarakat dengan mengacu pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan
Konsumen.
Pengawasan
dilakukan
dengan cara mengadakan sosialisasi dan pembinaan kepada pelaku usaha. Sosialisasi dan pembinaan ini bertujuan agar pelaku usaha menciptakan produk barang yang sesuai dengan standar keamanan dan tidak membahayakan masyarakat luas dan menjadi pelaku usaha yang bertanggung jawab terhadap produk yang diciptakan, tetapi kebanyakan pelaku usaha tidak mau datang untuk mengikuti sosialisasi dan pembinaan tersebut. 2.1.5. Petugas pengawas barang dan atau jasa dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi memantau barang-barang yang ada di toko atau warung-warung, ada ribuan item produk barang yang harus diawasi oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, sehingga tidak bisa melihat satu per satu kelayakan
80
81
dan keamanan dari barang yang beredar di masyarakat, sehingga pengawasan
pengawasan
yang
dilakukan
oleh
Dinas
Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi belum optimal dan efektif, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu, dana, dan tenaga kerja. 2.1.6. Pengaduan atau keluhan dari masyarakat bisa dilakukan di Dinas
Perindustrian,
Perdagangan,
dan
Koperasi,
Dinas
Kesehatan ataupun kepolisian, ketika ada keluhan dari masyarakat, maka Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi akan segera melakukan penelitian. Mengenai kantong plastik hitam atau yang sering disebut sebagai kantong plastik kresek belum ada aduan dari masyarakat mengenai bahayanya. Hal ini dimungkinkan masyarakat belum mengetahui bahaya yang ditimbulkan dari kantong kresek tersebut. 2.1.7. Dinas
Perindustrian,
Perdagangan,
dan
Koperasi
tidak
melakukan penelitian terhadap plastik kresek karena terhambat waktu dan biaya serta jumlah tenaga peneliti, ketika plastik kresek tersebut memang terbukti mengandung bahan berbahaya dan semakin berbahaya ketika digunakan untuk membungkus makanan siap saji, maka upaya yang dilakukan untuk menanggulai produk berbahaya khususnya plastik kresek yang telah beredar di masyarakat hanya bersifat himbauan saja.
81
82
2.1.8. Pelaku usaha yang memproduksi barang-barang yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan dan mengandung zat berbahaya serta masih beredar luas di masyarakat, maka pelaku usaha tersebut diberi surat peringatan 1 sampai 3, jika pelaku usaha tersebut masih memproduks i, maka izin usahanya dapat dicabut, jika langsung tertangkap tangan oleh polisi, maka langsung ditutup. 2.1.9. Konsumen yang merasa dirugikan atas penggunaan suatu produk barang atau jasa berhak mendapatkan ganti kerugian dari pelaku usaha. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi akan melakukan mediasi antara pelaku usaha dan konsumen ketika ada masalah atau sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha dan mencarikan solusi atas permasalahan yang terjadi, jika tidak ada perdamaian maka sengketa tersebut dapat diselesaikan di pengadilan setempat. Nota atau tanda bukti pembelian suatu produk barang yang dimiliki oleh konsumen dapat digunakan sebagai bukti untuk menggugat pelaku usaha. 2.1.10. Barang yang disita sebagai alat bukti dan yang menentukan dimusnahkan atau tidak itu dari pengadilan. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi tidak punya kewenangan untuk memusnahkan.
82
83
2.2. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Andina Padmaningrum sebagai Seksi Farmasi, Makanan, Minuman dan Pembekalan Kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas diperoleh data sebagai berikut: 2.2.1. Pelaku usaha bebas melakukan usahanya dalam menciptakan berbagai produk barang, tetapi untuk mengedarkan produkproduknya ke masyaraakat harus mempunyai izin edar dan harus didaftarkan di BPOM setelah melakukan tes uji laboratorium, karena di Kabupaten Banyumas tidak ada BPOM maka izin edar dan pendaftaran dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2.2.2. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tidak mengadakan penelitian atau uji laboratorium mengenai bahaya kantong plastik hitam atau plastik kresek karena yang berwenang untuk melakukan uji laboratorium adalah BPOM. 2.2.3. Dinas kesehatan akan meminta BPOM untuk melakukan uji laboratorium, apabila ada pengaduan masyarakat mengenai kandungan berbahaya yang terdapat dalam suatu produk yang dikeluarkan oleh pelaku usaha, jika uji laboratorium yang dilakukan oleh BPOM diketahui produk yang dikeluarkan oleh pelaku usaha mengandung bahan berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan konsumen, maka Dinas Kesehatan dengan bantuan pihak yang berwenang akan melakukan penyitaan terhadap produk tersebut dan penyelesaian
83
84
terhadap hal tersebut akan diserahkan oleh pihak yang berwenang. Hingga saat ini belum ada pengaduan dari masyarakat mengenai bahaya dari kantong plastik hitam ke Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, tetapi BPOM telah melakukan tes uji laboratorium. 2.2.4. BPOM tidak melarang masyarakat untuk menggunakan kantong plastik hitam sesuai dengan fungsinya, dimana fungsi utama dari kantong plastik hitam adalah sebagai tempat atau wadah beraneka barang sehingga memudahkan pembawa untuk membawa barang-barang tersebut, tetapi BPOM melarang penggunaan
kantong
plastik
hitam
sebagai
pembungkus
makanan siap santap secara langsung. 2.2.5. Pelaku
usaha
yang
menggunakan
plastik
krese k
untuk
membungkus makanan siap santap yang dijualnya, maka pelaku usaha tersebut telah menyalahi fungsi dari kantong plastik tersebut karena pada dasarnya kantong plastik digunakan untuk membungkus barang bukan sebagai pembungkus makanan. 2.2.6. Dinas Kesehatan telah melakukan sosialisasi atau pembinaan kepada masyarakat agar tidak menggunakan produk-produk yang berbahaya untuk kesehatan, tetapi Dinas Kesehatan sendiri belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahan berbahaya yang ter kandung di dalam kantong plastik
84
85
hitam yang akan semakin berbahaya apabila digunakan sebagai wadah makanan siap santap secara langsung.
B. Pembahasan
Perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna kantong plastik hitam berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen merupakan perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen yang menggunakan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap secara langsung dari perbuatan pelaku usaha yang tidak memperhatikan hak-hak konsumen dan hanya mementingkan keuntungan yang diperoleh, khususnya pelaku usaha yang menggunakan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap secara langsung dalam menjalankan usahanya. Secara yuridis forma l, definisi mengenai konsumen terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Istilah konsumen berasal dari kata Consumer (Inggris-Amerika), atau Consument/Konsument (Belanda) yang berarti “pemakai”. A.Z. Nasution memberikan penjelasan mengenai konsumen:41
41
A.Z. Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Op.Cit., Halaman 3.
85
86
“Pengertian dari Consumer atau Consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata Consumer adalah setiap orang yang menggunakan barang dan tujuan penggunaan barang atau jasa nantinya akan menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.” A.Z. Nasution juga mendefinisikan konsumen sebagai berikut:42 “Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa dan digunakan untuk tujuan tertentu.” Berdasarkan data sekunder nomor 1.1.1 mengenai pengertian pangan, jika dikaitkan dengan pengertian konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan pengertian konsumen menurut A.Z. Nasution, maka dapat dideskripsikan bahwa kata “manusia” yang terdapat dalam pengertian pangan tersebut dapat diartikan sebagai konsumen, hal ini dapat digambarkan bahwa manusia memanfaatkan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air serta memanfaatkan bahan lainnya baik yang diolah maupun tidak diolah yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman, oleh karena itu manusia adalah konsumen dan yang dimaksud dengan konsumen dalam penelitian ini adalah konsumen yang menggunakan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap secara langsung. Definisi mengenai pelaku usaha terdapat di dalam Pasal 1 angka 3 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa: 42
Ibid., H alaman 29.
86
87
“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, menya takan bahwa: “Pelaku usaha yang dimaksud dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.” Berdasarkan pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan penjelasan pasal tersebut, maka dapat diketahui bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan dalam bidang ekonomi disebut sebagai pelaku usaha, begitu pula dengan orang yang menggunakan kantong plastik hitam dalam menjalankan usahanya dibidang ekonomi dapat disebut sebagai pelaku usaha dan yang dimaksud dengan pelaku usaha dalam penelitian ini adalah pelaku usaha yang menggunakan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap secara langsung. Konsumen memerlukan suatu perlindungan hukum agar konsumen tidak dirugikan atas penggunaan suatu produk.Perlindungan hukum bagi konsumen merupakan upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam memberikan perlindungan kepada konsumen dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa: “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”
87
88
A.Z. Nasution memberikan penjelasan mengenai perlindungan konsumen sebagai berikut:43 “Perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum, sehingga perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Materi yang mendapatkan perlindungan bukan sekedar fisik, melainkan juga hak-haknya yang bersifat abstrak, dengan kata lain perlindungan sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen.” Hak-hak konsumen diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa: Hak konsumen adalah: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Abdul Halim memberikan penjelasan mengenai perlindungan konsumen terhadap hak-hak konsumen sebagai berikut:44 “Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen harus dipenuhi, baik oleh Negara maupun pelaku usaha, karena pemenuhan
43
A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Op.Cit., H alaman 19. Abdul Halim Berkatullah,Op.Cit., Halaman 25 .
44
88
89
hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek” Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan pendapat dari A.Z. Nasution serta Abdul Halim dapat dideskripsikan bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna kantong plastik hitam dapat dilihat dari pemenuhan hak-hak konsumen sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang dapat dirumuskan sebagai berikut: a.
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen diatur dalam Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah: “Hak
atas
kenyamanan,
keamanan,
dan
keselamatan
dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.” Celina Tri Siwi memberi penjelasan mengenai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen sebagai berikut: 45 “Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya.Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani dan rohani.”
45
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., Halaman 33.
89
90
Berdasarkan data sekunder nomor 1.1.2 tentang pengertian keamanan pangan, 1.1.6 tentang pengertian pengawasan, 1.1.10 tentang pengertian migrasi, 1.1.11 tentang pengertian batas migrasi, 1.1.12 tentang pengertian plastik daur ulang, 1.2.1 tentang persyaratan bahan yang digunakan sebagai kemasan pangan, 1.4 tentang peringatan publik mengenai lara ngan penggunaan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap, 1.5 tentang larangan penggunaan kemasan pangan dari bahan yang dilarang dan dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia serta larangan menggunakan bahan plastik daur ulang sebagai kemasan makanan, jika dikaitkan dengan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan pendapat dari Celina Tri Siwi, dapat dideskripsikan bahwa pemerintah telah memberikan jaminan atas terwujutnya hak konsumen pengguna kantong plastik hitam untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan kantong plastik tersebut dengan menempatkannya di dalam peraturan perundangundangan. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan, secara normatif memang sudah terpenuhi, tetapi dalam prakteknya hak tersebut belum terpenuhi karena masih banyak pelaku usaha yang melanggar norma atau aturan yang telah diatur oleh pemerintah dan melanggar hak konsumen tersebut dengan menggunakan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap secara langsung, sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen, karena zat berbahaya yang ada didalam kantong plastik hitam
90
91
tersebut akan termigrasi dan mencemari makanan yang nantinya akan dikonsumsi oleh konsumen.
b.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/jasa diatur dalam Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah: “Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.” Celina Tri Siwi memberikan penjelasan mengenai hak untuk memilih sebagai berikut: 46 “Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan pilihannya.Ia tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli. Seandainya ia jadi membeli, ia juga bebas menentukan produk mana yang akan dibeli.” Celina Tri Siwi juga menyatakan bahwa:47 “Hak konsumen untuk mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, dimaksudkan bahwa konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar.Kualitas dan kuantitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang dibayar sebagai penggantinya.” 46
Ibid., Halaman 36. Ibid., Halaman 37.
47
91
92
Berdasarkan Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan pendapat Celina Tri Siwi dapat didiketahui bahwa konsumen mempunyai hak untuk memilih membeli makanan siap santap dengan wadah kantong plastik hitam yang disediakan oleh pelaku usaha tertentu atau memilih membeli makanan siap santap pada pelaku usaha lain yang tidak menggunakan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan tersebut, sehingga hak konsumen pengguna kantong plastik hitam untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan telah terpenuhi.
c.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Hak atas informasi yang benar diatur dalam Pasal 4 huruf c UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah: “Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang da n/atau jasa.” Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, tujuan adanya hak konsumen atas informasi yang jelas dan benar yaitu agar:48 “Konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih
48
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit. , Halaman 41.
92
93
produk yang diinginkan/sesuai kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.” Shidarta memberi perjelasan mengenai pentingnya informasi dalam sebuah produk sebagai berikut:
49
“Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar.Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. Informasi ini dapat disampaikan dengan berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen, melalui iklan diberbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk (barang).” Hak untuk mendapatkan informasi yang benar bagi konsumen bertujuan agar konsumen tersebut dapat mengenal suatu produk atau jasa yang ada di masyarakat. Menurut Celina Tri Siwi, konsumen pada saat ini membutuhkan banyak informasi yang relevan mengenai produk yang beredar di masyarakat dikarenakan: 50 1. 2. 3. 4.
Terdapat lebih banyak produk, merek, dan tentu saja penjualnya. Daya beli konsumen makin meningkat. Lebih banyak variasi merek yang beredar di pasaran, sehingga belum banyak diketahui semua orang. Kemudahan transportasi dan komunikasi sehingga membuka akses yang lebih besar kepada bermacam-macam produsen atau penjual.
Berdasarkan data sekunder nomor 1.8 tentang kode daur ulang pada kemasan pangan dari plastik, jika dikaitkan dengan Pasal 4 huruf c UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan pendapat dari Shidarta dan Celina Tri Siwi maka dapat dideskripsikan bahwa secara normatif pemerintah telah mengatur dan memenuhi hak konsumen atas 49
Shidarta,Op.Cit. , Halaman23. Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit.,Halaman 34.
50
93
94
informasi yang benar terhadap penggunaan kantong plastik hitam tersebut, tetapi dalam prakteknya pelaku usaha yang menggunakan kantong plastik daur ulang seperti kantong plastik hitam sebagai pembungkus makanan siap santap secara langsung tidak mencantumkan kode daur ulang kemasan dari plastik serta informasi yang benar mengenai kantong plastik hitam tersebut.
d.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Hak untuk didengar pendapat konsumen, diatur dalam Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah: “Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.” Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo memberi penjelasan mengenai hak untuk didengar pendapat dan keluhan yang dimiliki konsumen sebagai berikut: 51 “Hak untuk dide ngar dapat berupa pernyataan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas adanya kerugian yang dialami akibat penggunaan suatu produk, atau berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.” Berdasarkan data sekunder nomor 1.7 tentang tata cara pengaduan mengenai keamanan, mutu, dan gizi, jika dikaitkan dengan Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan 51
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., Halaman 43.
94
95
pendapat dari Ahmadi Miru maupun Sutarman Yodo, serta hasil wawancara sebagaimana yang terdapat di dalam data primer nomor 2.1.6 tentang penerimaan pengaduan dan keluhan dari konsumen terhadap penggunaan suatu barang, dapat dideskripsikan bahwa hak konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya dalam menggunakan kantong plastik hitam sudah terpenuhi. Pemerintah telah memberi arahan kepada konsumen agar konsumen dapat menyampaikan secara langsung keluhan atau pendapatnya kepada instansi pemerintah terkait denganpenggunaan kantong plastik hitam sebagai pembungkus makanan siap santap secara langsung.
e.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak mendapatkan perlindungan, diatur dalam Pasal 4 huruf e UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah: “Hak
untuk
mendapatkan
advokasi,
perlindungan,
dan
upaya
penyelesaian sengke ta perlindungan konsumen secara patut.” Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo memberikan penjelasan sebagai berikut: 52 “Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum secara patut dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan suatu produk.”
52
Ibid., Halaman 46.
95
96
Hak
untuk
mendapatkan
advokasi,
perlindungan,
dan
upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen berkaitan dengan pemberian ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi atau menggunakan produk barang dan atau jasa, hal tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban dari pelaku usaha. Celina Tri Siwi menyatakan bahwa:53 “Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum ini sebenarnya meliputi juga hak untuk mendapat ganti kerugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik, untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak harus selalu menempuh upaya hukum terlebih dahulu.Sebaliknya, setiap upaya hukum pada hakekatnya berisikan tuntutan mmperoleh ganti kerugian oleh salah satu pihak.” Berdasarkan data sekunder nomor 1.4tentang peringatan publik mengenai larangan penggunaan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap, 1.5 tentang larangan penggunaan kemasan pangan dari bahan yang dilarang dan dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia serta larangan menggunakan bahan plastik daur ulang sebaga i kemasan makanan, 1.6 tentang sanksi yang diberikan terhadap pelaku usaha yang menggunakan bahan yang dilarang dan dapat melepaskan cemaran yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta menggunakan bahan plastik daur ulang sebagai kemasan makanan, dan data sekunder nomor 1.7 tentang pengawasan terhadap barang yang beredar di masyarakat, jika dikaitkan dengan Pasal 4 huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan pendapat dari Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, dan Celina Tri Siwi, serta hasil wawancara sebagaimana yang terdapat 53
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., H alaman 39.
96
97
di dalam data primer nomor 2.1.9 tentang penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banyumas, dapat dideskripsikan bahwa hak konsumen pengguna kantong plastik hitam untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut telah terpenuhi. Konsumen pengguna kantong plastik hitam yang bersengketa dengan pelaku usaha, mempuyai hak untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara patut, baik melalui peradilan maupun diluar peradilan.
f.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan pada konsumen, diatur dalam Pasal 4 huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah: “Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.” Celina Tri Siwi memberi penjelasan mengenai pendidikan konsumen sebagai berikut: 54 “Pelaku usaha terikat dalam memperhatikan hak konsumen untuk mendapat pendidikan konsumen ini. Pengertikan pendidikan tidak harus diartikan sebagai proses formal yang dilembagkan.” Shidarta juga member penjelasan mengenai pendidikan konsumen sebagai berikut: 55
54
Ibid., H alaman 40. Shidarta, Op.Cit., H alaman 33.
55
97
98
“Upaya pendidikan konsumen tidak selalu harus melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat melewati media masa dan kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat.” Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, memberikan penjelasan mengenai tujuan adanya hak konsumen untuk mendapatkan pendidikan sebagai berikut: 56 “Hak tersebut dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperluan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih produk yang dibutuhkan.” Berdasarkan data sekunder nomor 1.2.11 tentang ketentuan penggunaan kemasan pangan, jika dikaitkan dengan Pasal 4 huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan pendapat dari Celina Tri Siwi, Shidarta, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,serta hasil wawancara sebagaimana yang terdapat di dalam data primer nomor 2.2.6 tentang sosialisasi dan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kepada konsumen, maka dapat dideskripsikan bahwa hak konsumen pengguna kantong plastik hitam untuk mendapat pembinaan dan pendidikan sudah terpenuhi.Artikel ataupun ulasan mengenai bahaya kantong plastik hitam sebagai wadah makanan yang terdapat diberbagai media dapat menjadi sarana pendidikan bagi konsumen pengguna kantong plastik hitam tersebut.
56
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., Halaman 44.
98
99
g.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminasi, diatur dalam Pasal 4 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah: “Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.” Penjelasan Pasal 4 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa: “Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.” Hak konsumen untuk diperlakukan secara benar dan tidak diskriminatif berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha yang terdapat di dalam Pasal 7 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah: “Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.” Penjelasan Pasal 7 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa: “Pelaku
usaha
dilarang
membeda-bedakan
konsumen
dalam
memberikan pelayanan.Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.”
99
100
Berdasarkan Pasal 4 huruf g dan Pasal 7 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dapat dideskripsikan bahwa hak konsumen pengguna kantong plastik hitam untuk diperlakukan dengan baik dan tidak diskriminatif telah terpenuhi.
h.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak untuk mendapatkan ganti rugi, diatur dalam Pasal 4 huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah: “Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.” Hak konsumen untuk mendapatkan ganti kerugian, berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha yang tercantum dalam Pasal 7 huruf g UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah: “Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.” Ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen, berkaitan dengan tanggung jawab konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal
100
101
19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa: (1) Palaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Celina Tri Siwi menjelaskan mengenai hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi sebagai berikut:57 “Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak mendapat ganti kerugian yang pantas.Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak.” Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menyatakan bahwa:58 “Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan UndangUndang Perlindungan Konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen.” Berdasarkan data sekunder nomor 1.3 tentang tanggung jawab pelaku usaha, 1.6 tentang sanksi yang diberikan terhadap pelaku usaha yang menggunakan bahan yang dilarang dan dapat melepaskan cemaran yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta menggunakan bahan plastik daur ulang sebagai kemasan makanan, jika dikaitkan dengan Pasal 4 huruf h, Pasal 57
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., H alaman 37. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Halaman 59.
58
101
102
7 huruf g, dan Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta pendapat dari Celina Tri Siwi, Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, serta hasil wawancara sebagaimana yang terdapat di dalam data primer nomor 2.1.9 tentang hak konsumen untuk mendapatkan ganti kerugian, maka dapat dideskripsikan bahwa hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, telah terpenuhi. Konsumen yang merasa dirugikan terhadap penggunaan kantong plastik hitam maka dapat meminta ganti
rugi
kepada
pelaku
usaha
dan
berdasarkan
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen maka pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan terhadap penggunaan kantong plastik hitam pada konsumen.Tuntutan ganti rugi yang dilakukan oleh konsumen pengguna kantong plastik hitam didasarkan atas tidak terpenuhinya hak konsumen dan juga perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha sebagaimana yang terdapat didalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.Konsumen dapat meminta ganti rugi secara langsung kepada pelaku usaha, jika pelaku usaha tidak bersedia mengganti kerugian atas kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan pelaku usaha tersebut maka konsumen dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha.
102
103
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna kantong plastik hitam berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen secara normatif telah terpenuhi karena pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan, dan berbagai peraturan yang mengatur mengenai larangan penggunaan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap secara langsung.
B. Saran
Pemerintah dan instansi yang terkait seharusnya lebih optimal dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha dan melakukan sosialisasi serta pembinaan kepada pelaku usaha maupun konsumen mengenai bahaya penggunaan kantong plastik hitam sebagai wadah makanan siap santap agar konsumen tidak mengalami kerugian ketika menggunakan kantong plastik hitam tersebut.Pelaku usaha seharusnya selalu mentaati syarat dan ketentuan yang telah diatur di dalam
103
104
peraturan
perundang-undangan
dalam
menjalankan
usahanya.Konsumen
hendaknya lebih berhati-hati, kritis, dan mandiri dalam memilih barang dan/atau jasa agar terhindar dari kerugian atas pemanf aatan barang dan/jasa tersebut.
104
DAFTAR PUSTAKA
Literatur: Apeldoorn, Van. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita. Barkatullah, Abdul Halim.2010. Hak-Hak Konsumen . Bandung: Nusa Media. Fuady, Munir. 1999. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktik. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Kansil, C.S.T. 1997. Pengantar Hukum Indonesia Cetakan Ke 6. Jakarta: Balai Pustaka . Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen . Jakarta: Sinar Grafika. Mertokusumo, Soedikno. 2007. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. Miru, Ahmadi dan Yodo, Sutarman. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen . Jakarta: Rajawali Pers. Miru, Ahmadi. 2011. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. Nasution, A.Z. 1995. Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. . 2001. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta: Diadit Media. Nurmadjito. 2000. Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia . Bandung: Mandar Maju. Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen . Jakarta: Grasindo. Soekanto, Soerjono.1985.Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Susanto, Ibnu. 2009. Bahan Kimia Berbahaya dan Keselamatan Kesehatan Kerja Bidang Kimia. Jakarta: Balai Pustaka. Suyadi. 2007. Dasar-Dasar Hukum Perlindungan Konsumen. Fakultas Hukum, Universitas Jenderal Soedirman. Syawali, Husni dan Imaniyati, Heni Sri. 2000.Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: MandarMaju.
Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 24/M-IND/PER/2/ 2010 Tentang Pencantuman Logo Tara dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 634/Mpp/Kep/9/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa yang Beredar Di Pasar.
Literatur Lain: Martini, Ratna. 2014. Jenis-Jenis Plastik dan Manfaatnya (on-line). http://www. arwanaplastik.com/jenis-jenis-plastik-dan-manfaatnya.html. Diakses 20 September 2014. Haryono, Agus . 2008. Bahaya kemasan plastik terhadap kesehatan (on-line). http://www.ristek.go.id. Diakses 20 September 2014. Swamurti, Aqida. 2009. Awas Bahaya Plastik Kresek Hitam(on-line). http://m. tempo.co/read/ news/2009/07/14/060187141/a was-bahaya-plastik-kresekhitam. Diakses 15 September 2014. Surodikoro, Rusdi. 2012. Bahan-Bahan Kimia di dalam Plastik (on-line). http://
m.forum.detik.com/bahan-bahan-kimia-di-dalam-makanan. September 2014.
Diakses
Mufti, Muhammad.2012. Jangan Salah MemilihPlastik (on-line). http://halaman putih.word press.html.Diakses 23 Oktober 2014. Suswanto.2003.BahayaDibalikKresekHitam(on-line).http://www.anakku.net/ bahya -di balik-kresek-hitam.html.Diakses 22 September 2014.
22