Pusat Pendidikan dan Latihan ( Pusdiklat ) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl Taman Siswa No 158 Yogyakarta Tlp 0274 379178 ( 129 ) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYA CIPTA BATIK TRADISIONAL INDONESIA
Oleh: Nur Khasanah Setiani, SH 1
Abstrakasi Indonesia telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (WTO) namun justru maraknya kasus-kasus pelanggaran di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya karya cipta seni batik tradisional disebabkan
salah satunya adalah karena kurangnya wawasan dan pengetahuan tentang Hak Kekayaan
Intelektual. Padahal Undang-Undang Hak Cipta sudah mengakomodir dan memberikan solusi agar para pencipta karya seni termasuk seni batik tradisional untuk mendaftarkan karya cipta seni batiknya ke Kanwil Hukum dan HAM di setiap provinsi yang kemudian dilanjutkan ke Ditjen HKI, namun karena minimnya antusias pengusaha batik untuk mendaftarakan karya cipta seni batiknya sehingga penegakkan hukum guna memberikan perlindungan hukum bagi pencipta karya seni batik tradisional menjadi kurang memadahi terutama apabila di kemudian hari terjadi sengketa di pengadilan.
Pendahuluan Dewasa ini bahasan mengenai topik Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya disebut HKI sedang menghangat dengan adanya kasus penciplakan karya cipta di bidang seni batik di Indonesia oleh negara tetangga Malaysia. Hal ini sungguh membuat masyarakat di berbagai kalangan di Indonesia menjadi resah, pasalnya kasus ini bukan kali pertama negara tetangga Malaysia mengklaim dirinya sebagai pemilik karya cipta terutama di bidang kesenian, baik seni musik, kesenian reog, batik tradisional hingga makanan khas Indonesia “tempe”. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization 1
Penulis adalah Mahasiswa Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Batik Tradisional Indonesia Warta Hukum Edisi : November – Desember 2008 Artikel Hukum
1
Pusat Pendidikan dan Latihan ( Pusdiklat ) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl Taman Siswa No 158 Yogyakarta Tlp 0274 379178 ( 129 ) (WTO) melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994. Konsekuensinya adalah Indonesia harus melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan WTO, termasuk yang berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs-WTO). 2
Pada akhir abad ke-19 perkembangan HKI mulai merambas ke berbagai Negara. Hal tersebut menandai bahwa Indonesia mulai memasuki era perdagangan bebas yang menuntut kebutuhan terhadap perlindungan hukum di bidang HKI, Kartadjoemana, baik pengakuan secara nasional maupun antar Negara secara global. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs) atau Aspek Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual HKI). Perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang kompleks, komprehensif, dan ekstensif.
Hak Kekayaan Intelektual disebut pula dengan Intellectual Property Right selanjutnya disebut dengan IPR. World Intellectual Property Organization (WIPO) merumuskan Intellectual Property sebagai “The Legal Right which result from intellectual activity in the industrial, scientific, literary, or artistic fields” dengan demikian IPR merupakan suatu perlindungan terhadap hasil karya manusia baik hasil karya yang berupa aktifitas dalam ilmu pengetahuan, industri, kesusastraan dan seni. Persetujuan TRIPs-WTO memuat berbagai norma dan standar perlindungan bagi karya-karya intelektual. Di samping itu juga mengandung pelaksanaan penegakkan hukum di bidang HKI. HKI dalam ilmu hukum dimasukkan dalam golongan hukum benda (zakenrecht) yang mempunyai obyek benda intelektual yaitu benda (zaak) tidak berwujud. 3
Mengenai sejarah ciptaan batik pada awalnya merupakan “ciptaan” khas bangsa Indonesia yang dibuat secara konvensional. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. 4 Karya-karya cipta tersebut memperoleh perlindungan hukum karena mempunyai nilai seni, baik pada motif, gambar, maupun komposisi warnanya. Menurut teminologi, batik adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan alat canting atau sejenisnya dengan bahan lilin sebagai penahan masuknya warna. 5 Sebagai kebudayaan tradisional (Traditional Knowledge) yang turun temurun, maka Hak Cipta seni batik harus dilindungi seperti yang diamanatkan oleh pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 2
Afrillyanna Purba, dkk, TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 1 3 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm. 226 4 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang tentang Hak Cipta 5 A.N Suyanto, Sejarah Batik Yogyakarta, Merapi, Yogyakarta, 2002, hlm. 101
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Batik Tradisional Indonesia Warta Hukum Edisi : November – Desember 2008 Artikel Hukum
2
Pusat Pendidikan dan Latihan ( Pusdiklat ) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl Taman Siswa No 158 Yogyakarta Tlp 0274 379178 ( 129 ) tentang Hak Cipta yakni “Negara memegang hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya”. Dalam penjelasan pasal di atas yang dimaksud dengan folklore adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas social dan budayanya berdasarkan standard dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun termasuk hasil seni antara lain berupa lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mozaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrument musik dan tenun tradisional. 6
Hak Cipta dan Seni Batik Tradisional Menurut pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa ijin pemegangnya. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Hak eksklusif tersebut menurut pasal 2 UU Hak Cipta meliputi hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Di dalam hak cipta terkandung hak ekonomi (economic right) dan hak moral (moral right) dari pemegang hak cipta. 7
Hak ekonomi (economic right) adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas hak cipta. Hak tersebut berupa keuntungan berupa uang yang diperoleh karena penggunaan hak ciptanya tersebut atau karena penggunaan pihak lain yang mendapatkan lisensi. Ada 8 (delapan) jenis hak ekonomi yang melekat pada hak cipta yaitu :
1.
Hak reproduksi (reproduction right) yakni hak untuk menggandakan atau memperbanyak ciptaan
2.
Hak adaptasi (adaptation right) yakni hak untuk mengadakan adptasi terhadap hak cipta yang sudah ada
6 7
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta Penjelasan pasal 2 Undang-Undang tentang Hak cipta
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Batik Tradisional Indonesia Warta Hukum Edisi : November – Desember 2008 Artikel Hukum
3
Pusat Pendidikan dan Latihan ( Pusdiklat ) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl Taman Siswa No 158 Yogyakarta Tlp 0274 379178 ( 129 ) 3.
Hak distribusi (distribution right) yakni hak untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaan dalam bentuk penjualan atau penyewaan
4.
Hak pertunjukkan (performance right) yakni hak untuk mengungkapkan karya seni dalam bentuk pertunjukkan atau penampilan oleh pemusik, dramawan, seniman, peragawati,
5.
Hak penyiaran (broadcasting right) yakni hak untuk menyiarkan ciptaan melalui transmisi dan transmisi ulang
6.
Hak programa kabel (cablecasting right) yakni hak untuk menyiarkan ciptaan melalui kabel
7.
Droit de suit yakni hak tambahan pencipta yang bersifat kebendaan
8.
Hak pinjam masyarakat (public lending right) yakni hak pencipta atas pembayaran ciptaan yang tersimpan di perpustakaan umum yang dipinjam oleh masyarakat.
Sedangkan Hak Moral (moral right) adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu. Hak moral melekat pada diri pribadi sang pencipta. Hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta karena bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki sang pencipta. Kekal berarti melekat pada sang pencipta selama hidup bahkan dilanjutkan selam 50 (lima puluh) tahun setelah penciptanya meninggal dunia. 8 Termasuk dalam hak moral adalah sebagai berikut :
1. Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya namanya tetap dicantumkan pada ciptaannya 2. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan tanpa persetujuan pencipta atau ahli warisnya 3. Hak pencipta untuk mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.
Menurut historis seni maupun cara pembuatan batik yang khas dan tradisional
sudah dikenal di
Indonesia sejak tahun 1950 dan turun-temurun hingga sekarang. Batik tradisional merupakan perpaduan antara
8
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 21-22
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Batik Tradisional Indonesia Warta Hukum Edisi : November – Desember 2008 Artikel Hukum
4
Pusat Pendidikan dan Latihan ( Pusdiklat ) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl Taman Siswa No 158 Yogyakarta Tlp 0274 379178 ( 129 ) batik keraton dan batik pesisiran. 9 Batik di Indonesia adalah sebuah bentuk seni tradisional yang mempunyai ciri khas yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Namun batik juga mengalami perkembangan seiring dengan perubahan jaman, hal ini membawa pengaruh pada corak dan disain batik yang dinamis.
Bagi seni batik tradisional, hal ini terkait dengan ketentuan Traditional Knowledge (TK), berdasarkan pada Convention on Biological Diversity selanjutnya disebut CBD, definisi Traditional Knowledge adalah pengetahuan, inovasi, dan praktik-praktik masyarakat asli dan local yang mewujudkan gaya hidup tradisional dan juga teknologi lokal dan asli yang status kedudukannya merupakan bagian tradisi masyarakat. 10 Melalui perlindungan hukum hak cipta seni batik tradisional (TK) ini, bertujuan untuk mencapai keadilan bagi semua pihak guna terciptanya keseimbangan kepentingan antara pencipta karya seni batik tradisional dengan kepentingan masyarakat lainnya. Dengan demikian diharapkan agar hasil-hasil dari kreasi cipta seni batik tradisional yang merupakan kebudayaan asli Indonesia dapat terus eksis memberikan peluang dalam persaingan di era globalisasi.
Batik tulis merupakan batik yang dianggap paling baik dan tradisional. Karena proses pembuatannya melalui tahap-tahap persiapan, pemolaan, pembatikan, pewarnaan, pelorodan, dan penyempurnaan. Pelorodan merupakan proses penghilangan lilin (nglorod) yang dilakukan dengan cara merendam kain batik yang telah berwarna-warni dan masih mengandung lilin ke dalam air mendidih sampai lilin terlepas dari kain.pada batik tulis suakr dijumpai pola ulang yang dikerjakan persis sama, pasti ada selintas perbedaan, misalnya sejumlah titik atau lengkungan garis. Kekurangan ini merupakan kelebihan dari hasil pekerjaan tangan.
11
Pendaftaran dan Perlindungan Karya Cipta Seni Batik di Indonesia Dalam Bab IV Undang-Undang hak Cipta telah diatur mengenai pendaftaran karya cipta yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra termasuk dalam karya cipta seni batik. Namun pada
9 Batik keraton adalah batik yang tumbuh dan berkembang di lingkungan keraton dengan dasar-dasar filsafat kebudayaan Jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri, serta memendang manusia dalam konteks harmoni dengan semesta alam yang tertib, serasi, dan seimbang. Sementara batik pesisiran adalah batik yang tumbuh dan berkembang di luar dinding keraton. Keberadaannya tidak di bawah kendali dan dominasi keraton dengan segala tata aturan, alam pikiran, dan filsafat kebudayaanJawa keraton. 10 Henry Soelistyo Budi, Status Indigeneous knowlwdge dan Traditional Knowledge dalam system HKI, makalah dalam seminar Nasional perlindungan HKI Terhadap Inovasi Teknologi Tradisional di Bidang Obat, pangan dan kerajinan, Unpad, Bandung, 18 Agustus 2001, hlm. 2 11 Batik Tulis Masal, Balai Besar Penelitian dan pengembanagan Industri dan kerajinan batik, Depertemen perindustrian dan perdagangan, Yogyakarta, 1989, hlm. 2
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Batik Tradisional Indonesia Warta Hukum Edisi : November – Desember 2008 Artikel Hukum
5
Pusat Pendidikan dan Latihan ( Pusdiklat ) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl Taman Siswa No 158 Yogyakarta Tlp 0274 379178 ( 129 ) kenyataannya masih sedikit perusahaan batik yang memiliki kasadaran untuk mendaftarkan karya seni batiknya ke Ditjen HKI. Tercatat di Ditjen HKI, hanya perusahaan batik besar saja yang mendaftarkan seni batiknya yakni antara lain PT batik keris dan PT Batik Danar Hadi serta perusahaan-perusahaan batik lain seperti UKM yang kini mulai mendaftarkan seni batiknya. Umumnya perusahaan batik enggan untuk mendaftarkan karya ciptanya dengan alasan karena biaya pendaftaran yang dirasa masih mahal, belum lagi waktu yang lama dan proses yang berbelit-belit. Faktor yang lain adalah kurangnya wawasan atau pengetahuan tentang HKI dan pentingnya pendaftaran karya cipta bagi perusahaan-perusahaan batik. 12
Rendahnya wawasan mengenai manfaat dan pentingnya pendaftaran hak cipta bagi karya cipta seni batik juga dirasakan oleh Paguyupan Pencinta Batik Indonesia “Sekar Jagad”di Yogyakarta. Padahal paguyupan tersebut terdiri dari berbagai kalangan yang seharusnya sudah memilki pengetahuan mengenai seni cipta batik. Akibatnya paguyupan ini hanya berfungsi ebatas pelestarian batik melalui penamaan motif-motif batik yang baru, membantu UKM untuk meningkatkan kualitas dan taraf penghasilan, serta mensosialisasikan fungsi dan kegunaan batik dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat misalnya penggunaan seragam batik di sekolah-sekolah dan kantor. 13
Kesimpulan Rendahnya kesadaran hukum para pencipta untuk mendaftarkan ciptaan seni batiknya dapat dikarenakan tidak adanya keharusan bagi para perusahaan batik untuk mendaftarkan karya cipta seni batiknya. Sistem pendaftaran yang diuraian dalam undang-undang hak Cipta masih tergolong deklaratif sehingga belum ada kewajiban bagi pencipta untuk mendaftarkan karya ciptanya, selain masih diragukannya perlindungan hukum bagi pencipta karya batik. Padahal apabila negara mempunyai kebijakan mengharuskan para pengusaha untuk mendaftarkan karya cipta batiknya, maka tidaklah mungkin negara lain mengklaim karya cipta batik Indonesia.
Masalahnya adalah bahwa dalam hukum Indonesia, pendaftaran bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta karya seni cipta dan perlindungan hukum bagi pencipta karya cipta baru timbul apabila dikemudian hari terjadi perselisihan atau pelanggaran terhadap karya seni batik. Mengingat bahwa pada kasus-kasus yang dapat ditindak lanjuti apabila di pengadilan dapat dibuktikan bahwa pihak yang bersengketa dapat menunjukkan “Bukti 12 13
Wawancara dengan Ahmad Tohari, Majalah Sekar Jagad, Yogyakarta 24 maret 2008 Wawancara dengan Ahmad Tohari, Majalah Sekar Jagad, Yogyakarta 24 maret 2008
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Batik Tradisional Indonesia Warta Hukum Edisi : November – Desember 2008 Artikel Hukum
6
Pusat Pendidikan dan Latihan ( Pusdiklat ) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl Taman Siswa No 158 Yogyakarta Tlp 0274 379178 ( 129 ) Pendaftaran Ciptaan”. Selain itu, pentingnya prlindungan hokum bagi pencipta karya seni batik adalah menyangkut hak ekonomi dan hak moral dari pencipta yang bersangkutan.
Penegakkan hukum dalam rangka perlindungan terhadap hak cipta seni batik batik belum dapat berjalan secara maksimal. Minimnya wawasan mengenai hak cipta seni batik di kalangan pengusaha batik dan aparat penegak hukum sehingga tindakan pelanggaran karya cipta batik yang terjadi terkesan belum ada tindakan tegas. Upaya yang dapat ditempuh dalam rangka meningkatkan penegakkan hokum di bidang HKI di Indonesia adalah dengan meningkatkan perluasan jaringan HKI melalui kerja sama antar instansi serta meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya Hak Kekayaan Intelaktual (HKI). Terutama untuk melindungi karya cipta batik di Indonesia yang merupakan asset bangsa yang harus dipelihara dan dilestarikan jangan sampai jatuh dan diklaim bangsa lain.
Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Batik Tradisional Indonesia Warta Hukum Edisi : November – Desember 2008 Artikel Hukum
7