PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH
JURNAL
Oleh :
LALU BUHARI HAMNI D1A OO8 254
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2012
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH
JURNAL
Oleh: LALU BUHARI HAMNI D1A 008 254
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Dr. H. M. Arba, S.H., M.Hum. Nip. 19621231 198903 1 018
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH OLEH NAMA NIM
: LALU BUHARI HAMNI : D1A 008 254
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh Indonesia dan bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pemegang hak. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu mengkaji asas, prinsip, doktrin dan aturan hukum. Hasil penelitian, diperoleh bahwa sistem publikasi yang dianut dalam pendaftaran tanah adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, dikatakan menganut publikasi negatif karena sertifikat yang sudah diterbitkan masih dapat digugat oleh pihak lain, sedangkan mengandung unsur positif karena pendaftaran tanah melahirkan sertifikat yang kuat. Perlindungan hukum yang dapat diberikan yaitu perlindungan hukum preventif dan represif. Disarankan kedepannya sistem yang dianut yaitu sistem publikasi positif mutlak. Dengan demikian, maka setiap pemegang sertifikat hak yang diperoleh melalui proses yang benar menurut hukum dilindungi hukum. Kata kunci : Perlindungan hukum, sertifikat tanah.
LEGAL PROTECTION CERTIFICATE HOLDERS OF LAND
ABSTRACT This research to determine the form of land registration publishing system adopted by Indonesia and a form of legal protection that can be given to certificate holders. The research method is a normative legal research are examining the principles, principles, doctrines and rules of law. From the research, obtained form the publishing system in registration of land is the system adopted by the negative publicity that contains positive elements, is said to embrace negative publicity because the certificate has been issued can still be sued by the other party, while containing positive elements for land registration birth certificate. Legal protection can be given the legal protection of preventive and repressive. Suggested future system adopted the system of absolute positive publicity. So, someone else of certificate holders get with manner true be based on law is protection by law. Keywords: legal protection, land certificates.
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mencegah meluasnya masalah sengketa tanah, maka oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah yang nantinya akan melahirkan sertifikat tanah. Adanya sertifikat tanah yang diterbitkan merupakan bukti kepemilikan terhadap suatu bidang tanah, di sini pemegang sertifikat hak atas tanah telah mendapat perlindungan hukum dan dijamin oleh undang-undang atas tanah yang dimilikinya, artinya apabila terjadi sengketa tanah dimana dengan adanya sertifikat yang dimiliki oleh pemegang sertifikat maka kedudukan hukum pemegang sertifikat adalah kuat dan hakim berkewajiban untuk mempertimbangkan alat bukti sertifikat sebagai alat bukti yang sah dan kuat di samping mempertimbangkan alat-alat bukti yang lain. Ketentuan daripada kekuatan hukum sertifikat telah dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya. Di sini yang dimaksud dengan data fisik yaitu data mengenai letas, batas, dan luas tanah yang bersangkutan, kemudian yang dimaksud dengan data yuridis yaitu data mengenai status hukum tanah, pemilik tanah, dan hak-hak apa saja yang membebani tanah tersebut. Mengenai pengertian data fisik dan data yuridis telah juga dijelaskan dalam Pasal 1 angka (6) dan (7) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Mengenai sistem publikasi yang dianut oleh Indonesia, dikatakan bahwa Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, perkataan sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam sertifikat adalah benar sampai dapat dibuktikan sebaliknya bahwa sertifikat tersebut adalah tidak benar atau mengandung cacat hukum. Dikatakan menganut publikasi negatif karena sertifikat tanah yang sudah diterbitkan masih dapat digugat oleh pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut, sedangkan mengandung unsur positif karena Indonesia sendiri menganut sistem pendaftaran hak yang nantinya akan melahirkan sertifikat hak atas tanah dimana dalam sistem publikasi negatif murni tidak diterbitkan sertifikat tanah. Dalam proses penyelesaian perkara di persidangan hakim haruslah bersikap arif dan bijaksana, walaupun hakim di persidangan bersifat netral (audi et alteram partem) artinya tidak memihak kepada pihak-pihak yang bersengketa, namun pada akhirnya hakim haruslah membela yang benar dan menghukum yang salah. Sertifikat tanah memang merupakan alat bukti yang kuat, namun ketika terjadi sengketa tanah butuh waktu yang lama untuk menyelesaikanya dan dengan proses yang berjalan lambat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk
sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh Indonesia? 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum pemegang sertifikat hak dalam sengketa tanah? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian yaitu : a) Untuk mengetahui bentuk sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh Indonesia. b) Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pemegang sertifikat hak dalam sengketa tanah. Manfaat Penelitian yaitu : a) Secara Akademis yaitu penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang saran dan pemikiran kepada mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Hukum. b) Secara Teoritis yaitu Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembuat undang-undang di dalam menetapkan kebijakan sebagai upaya mengantisipasi maraknya sengketa tanah. c) Secara Praktis yaitu penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam rangka mengambil kebijakan dalam mengatasi sengketa tanah. D. Metode Penelitian Metode pendekatan yang digunakan adalah : 1. Pendekatan peraturan Perundangundangan (Statuta Approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji peraturan Perundang-undangan yang ada kaitannya dengan substansi permasalahan yang akan di teliti. 2. Pendekatan konseptual (conceptual approach), yakni pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji konsep-konsep atau pengertianpengertian dasar yaitu semua acuan dari bahan kepustakaan dan pendapat para ahli atau pakar yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian
II.
PEMBAHASAN A. Sistem Pendaftaran dan Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah Lembaga pendaftaran tanah sebenarnya berasal dari hukum Barat karena dalam hukum Adat tidak mengenal adanya lembaga pendaftaran tanah, dalam hukum adat kepemilikan tanah didasarkan atas pengakuan dan pemilikan bersama dari masyarakat adat dengan jalan menbuka hutan atau menempati lahan-lahan kosong yang belum ditempati atau belum ada pemiliknya. Pendaftaran tanah disebut juga kadaster, istilah kadaster berasal dari bahasa Latin “Catastatis” yang dalam bahasa Perancis disebut “cadastre”. Kadaster berarti suatu daftar yang melukiskan semua persil tanah yang ada dalam suatu daerah berdasarkan pemetaan dan pengukuran yang cermat.1 Pendaftaran tanah diselenggarakan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik tanah yang bersangkutan, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang berbunyi : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.” 2 Selain pendaftaran tanah berfungsi untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik tanah, pendaftaran tanah juga berfungsi bagi pemerintah dan pihak-pihak 1
Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya di Medan, Bandung : Alumni, 1978, hal. 97 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 19 ayat 1
yang berkepentingan. Bagi pemerintah, di sini pemerintah dapat mengetahui status hukum dari tanah yang bersangkutan, apakah tanah yang sudah terdaftar tersebut berstatus hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak-hak lainnya. Sehingga di sini pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan dapat melakukan tindakan yang tepat terhadap tanah yang bersangkutan. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan seperti pengusaha yang ingin membangun usaha di tanah tersebut, atau individu yang ingin membeli tanah, maka terhadap mereka tidak merasa khwatir atau ragu terhadap tanah yang akan mereka usahakan atau mereka beli, karena mereka sendiri telah mengetahui status hukum dari tanah tersebut. 1.
Sistem pendaftaran tanah Sistem pendaftaran tanah terdiri dari sistem pendaftaran akta dan pendafatran
hak. Dalam sistem Pendaftaran Akta, pejabat pendaftaran tanah hanya melakukan pendaftaran terhadap tanah-tanah yang bersangkutan, di sini pejabat pendaftaran tanah tidak melakukan pengujian terhadap kebenaran data yang didaftar. Apabila terjadi pemindahan hak maka pembuatan dan pemdaftaran haknya dilakukan oleh pejabat yang bersangkutan pada hari yang sama atau istilahnya langsung dibuatkan pada hari itu juga, ketika itu pembeli sebagai pemegang hak mendapat salinan akta sebagai tanda bukti haknya. Setiap kali terjadi perubahan hak wajib dilakukan pembuatan akta sebagai buktinya, dan data yuridis yang diperlukan dicari dalam aktaakta tersebut.
Kelemahan dari sitem pendaftaran akta bahwa ketidaksesuaian dalam suatu akta bisa menyebabkan tidak sahnya perbuatan hukum yang akan dilakukan, dimana akta baru yang dibuat sebagai bukti didasarkan pada akta sebelumya yang salah atau mengandung cacat hukum, minsalnya, data mengenai batas tanah yang tidak sesuai dengan sebenarnya kemudian itu yang dibuat sebagai bukti untuk melakukan perbuatan hukum baru, maka di sini dapat diketahui bahwa perbuatan hukum tersebut telah mengandung cacat hukum atau menyebabkan tidak sahnya perbuatan hukum tersebut. Jika hal ini terjadi maka para pihak yang bersangkutan harus kembali kepada pejabat pendaftaran tanah atau disebut juga pejabat balik nama untuk merubah datadata yang salah dalam akta tersebut. Dalam sistem pendaftaran hak yang didaftarkan adalah haknya. Pada sistem ini dalam setiap penciptaan dan pemindahan hak harus dibuktikan dengan akta dan bukti-bukti lainnya. Di dalam ketentuannya bukan hanya terbatas pada akta yang didaftar melainkan ada hak-hak baru yang diciptakan yang melahirkan bukti baru seperti sertifikat tanah. Pengajuan akta dan bukti-bukti lainnya hanya sebagai sumber data. Hal yang berbeda di sini, bahwa dalam pendaftaran hak bukan hanya ditentukan dengan mengajukan alat bukti, tetapi disini pejabat pendaftaran tanah melakukan penelitian dan pengujian terhadap tanah yang didaftar dengan mendatangi tanah yang bersangkutan untuk dilakukan pengukuran, penetapan batas, dan ha-hal lainnya yang dianggap perlu. Hal ini dilakukan untuk keperluan dan pengolahan data fisik maka perlu dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 14
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 24 tahun 1997). Pasal 14 (1) Untuk keperluan pemgumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan (2) Kegiatan pengukuran dan pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pembuatan peta dasar pendaftaran b. Penetapan batas-batas bidang tanah c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran d. Pemnbuatan daftar tanah e. Pembuatan surat ukur3 Secara umum kegiatan pendaftaran tanah sampai kepada kegitan pemeliharan data pendaftaran tanah dinyatakan dalam Pasal 12 PP No. 24 tahun 1997. Pasal 12 (1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi : a. Pegumpulan dan pengolahan data fisik b. Pembuktian hak dan pembukuannya c. Penerbitaan sertifikat d. Penyajian data fisik dan data yuridis (2) Kegiatan pemeliharan data pendaftaran tanah meliputi : a. Pendaftaran peralihan dan beban hak b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya 2.
Sistem publikasi pendaftaran tanah Sistem publikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah
pada dasarnya terdapat dua sistem yaitu sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif. Pada pendaftaran tanah yang mempergunakan sistem publikasi positif, di sini 3
dan (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah, Pasal 14 ayat (1)
Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang sudah dilakukan adalah benar dan orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya. Menurut Budi Harsono sendiri, dengan selesainya dilakukan pendaftaran atas nama penerima hak, pemegang hak yang sebenarnya menjadi kehilangan haknya. Ia tidak dapat menuntut pembatalan perbuatan hukum yang memindahkan hak yang bersangkutan kepada pembeli. Dalam keadaan tertentu ia hanya bisa menuntut ganti kerugia kepada Negara. Untuk menghadapi ganti kerugian tersebut disediakan suatu dana khusus.4 Kemudian pada sistem publikasi negatif, Negara sebagai pihak pendaftar tidak menjamin bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak adalah orang yang benar-benar berhak. Pendaftaran tanah tidak membuat orang memperoleh tanah, kemudian benar-benar menjadi pemegang hak yang baru. Orang yang terdaftar belum tentu merupakan pemegang hak yang sebenarnya, sehingga jika ternyata dikemudian hari terdapat kesalahan maka dapat dilakukan perbaikan-perbaikan. Sistem publikasi yang digunakan Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Budi Harsono dalam bukunya yang berjudul “Hukum Agraria Indonesia, Sejarah
4
Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria, Isi Pelaksanaanya, Jakarta : Djambatan, hal. 81
Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya.” Sistem publikasi negatif yang dianut bukanlah sistem publikasi negatif murni karena dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dari bunyi pasal tersebut kita dapat mengetahui bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti hak yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat bukan sebagai alat pembuktian yang mutlak. Kuat di sini diartikan sebagai apa yang tercantum dalam buku tanah dan sertifikat tanah dijamin kebenarannya selama data yang terdapat di dalamnya adalah benar dan tidak dapat dibuktikan sebaliknya, jika nantinya ternyata sertifikat tanah tersebut diketahui ternyata mengandung cacat hukum, maka sertifikat tanah tersebut dapat dicabut kembali dan apa yang telah tercantum dalam sertifikat tersebut dianggap tidak pernah ada lagi. Berbeda halnya dengan alat pembuktian yang bersifat mutlak (dianut dalam sistem publikasi positif). Mutlak di sini artinya bahwa alat bukti tersebut tidak dapat diganggu gugat lagi meskipun telah diajukan bukti-bukti lain yang dapat menyanggahnya, ataupun meskipun ternyata benar bahwa alat bukti tersebut salah. Kemudian dikatakan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, apabila kita kaji bahwa dalam pendaftaran tanah dengan sistem publikasi negatif tidak akan menghasilkan surat tanda bukti hak seperti sertifikat tanah, melainkan hanya berupa pendaftaran akta saja. Tetapi dengan adanya surat tanda
bukti hak yang berupa sertifikat menunjukkan bahwa sistem yang dipakai mengandung sistem publikasi positif. Dari uraian di atas kita dapat simpulkan bahwa sitem publikasi yang dianut oleh Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur fosif, dikatakan menganut sistem publikasi negatif bahwa apa yang tercantum dalam sertifikat masih dapat dibatalkan apabila dapat dibuktikan bahwa data-data yang termuat di dalam sertifikat adalah tidak benar. Sedangkan mengandung unsur positif diartikan bahwa pendaftaran tanah di Indonesia menghasilkan surat tanda bukti hak yang berupa sertikat dimana di dalam sistem publikasi negatif murni tidak diterbitkan sertifikat melainkan hanya berupa pendaftaran akta, dan pembuatan akta baru sebagai alat bukti bagi pemilik yang baru. B. Perlindungan Hukum Pemegang Sertifikat Dalam Sengketa Hak Atas Tanah Dalam kepustakaan hukum dikenal dua jenis sarana perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang sifatnya preventif dan represif. Menurut Hadjon pada perlindungan hukum yang preventif kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive (sudah pasti). Dengan demikian perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Perlindungan hukum preventif sangat signifikan bagi tindakan pemerintah yang tidak didasarkan pada ketentuan aturan yang berlaku. dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada suatu kebijakan yang diambil.5 Dalam kaitannya dengan perlindungan hukum bagi pemegang sertifikat maka perlindungan hukum secara preventif dapat berupa aturan-aturan yang telah ditetapkan yang berkaitan dengan masalah tanah dan sertifikat tanah. Di sini undangundang yang terkait telah menetapkan aturan-aturan hukum yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan sengketa tanah dan sebagai dasar atau landasan dalam memberikan perlindungan hukum itu sendiri. Salah satu pasal yang menyatakan untuk memberikan kepastian hukum secara mutlak bagi pemegang sertifikat yaitu Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi :
Pasal 32 ayat (2) “Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan tersebut apabila dalam waktu 5 Tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.” Dari bunyi pasa di atas ini berarti bahwa hukum telah memberikan jalan bagi pemegang sertifikat untuk memiliki tanah yang telah diterbitkan sertifikat secara
5
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/hukum-tanah-sebagai-suatu-sistemhukum.html
mutlak dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan yang lain, meskipun sebenarnya di dalam praktek gugatan masih dapat diajukan. Terkait dengan perlindungan hukum represif yaitu perlindungan hukum setelah terjadinya sengketa, perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Dalam hal terjadi sengketa tanah maka perlindungan hukum represif yang dapat diberikan berupa pengembalian hak kepada pemilik semula, artinya yang dilindungi oleh hukum adalah pemilik yang sah dari tanah yang disengketakan. Untuk dapat mengembalikan hak yang sebenarnya kepada pemilik semula tentu ada jalur yang harus dilewati, dalam hal terjadi sengketa tanah pihak yang bersengketa akan menyelesaikannya melalui jalur litigasi (pengadilan) dan non litigasi (di luar pengadilan). Kebanyakan perkara yang tidak dapat diselesaikan melalui jalur non litigasi akan diselesasikan melalui jalur litigasi yaitu melalui pengadilan, di sini yang berperan adalah hakim sebagai pihak yang nantinya akan memberikan putusan terhadap perkara yang disengketakan. Hakim sebagai penegak hukum haruslah arif dan bijaksana, selain itu peradilan sendiri harus bebas dari tekanan dari pihak manapun sehingga hakim nantinya dapat memberikan putusan dengan adil. Hakim harus menjadi ksatria pinandita6 di dalam memutuskan perkara, tidak berbelok-belok dalam memutuskan mana yang benar dan salah.
6
Ksatria pinandita artinya seorang pemimpin yang berbudi luhur
III.
PENUTUP A. KESIMPULAN Dari uraian diatas telah dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hukum pemegang sertifikat hak atas tanah, kesimpulan yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini yaitu : 1.
Sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh Indonesia yaitu sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif. Dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin kepastian hukum atas kebenaran data yang dimiliki, sehingga kemungkinan untuk digugat sangat besar. Di Indonesia sendiri sertifikat tanah diakui dan dijadikan sebagai alat bukti yang kuat sepanjang sesuai dengan data fisik dan data yurudis yang ada. Indonesia dikatakan menganut sistem publikasi negatif karena Negara tidak memberikan kepastian hukum secara mutlak atas sertifikat tanah yang dimiliki dan dikatakan mengandung unsur positif yaitu pendaftaran tanah menghasilkan alat-alat bukti hak yang berupa buku tanah dan sertifikat tanah, dimana dalam sistem publikasi negatif yang sesungguhnya tidak mengeluarkan alat-alat bukti seperti sertifikat tanah dan buku tanah.
2.
Sertifikat merupakan alat bukti yang kuat disamping adanya alat-alat bukti yang lain. Dalam hal ini pemegang sertifikat harus dilindungi oleh hukum, jika suatu hari nanti terjadi sengketa antara pemegang sertifikat dengan dengan pihak-pihak yang mengaku mempunyai hak atas tanah yang bersangkutan, maka kedudukan pemegang sertifikat sebagai pihak yang secara benar memiliki tanah tersebut
mempunyai kedudukan hukum yang kuat dan hakim harus melihat sertifikat sebagai alat bukti yang sah sepanjang sertifikat tersebut sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur tanah. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pemegang sertifikat dapat dilakukan melalui dua cara yaitu perlindungan hukum preventif dan represif, perlindungan hukum preventif berkaitan dengan aturan-aturan hukum yang mengatur masalah tanah dan sertifikat tanah, perlindungan hukum represif dapat berupa pengembalian hak kepada pemilik semula yang dilakukan melalui jalurjalur yang telah ditetapkan. B. SARAN Saran yang dapat penulis berikan dalam penulisan skripsi ini sebagai bahan pertimbangan bagi kita bersama khususnya pemerintah sebagai pihak yang membuat dan sekaligus sebagai pelaksana daripada undang-undang itu sendiri yaitu : 1.
Untuk selanjutnya diharapkan sistem publikasi yang dianut oleh Indonesia dapat beralih kepada sistem publikasi positif di masa yang akan datang, hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum secara mutlak bagi pihak pemegang sertifikat tanah.
2.
Diharapkan nantinya pemegang sertifikat dapat memperoleh kepastian hukum secara mutlak sejak diterbitkan sertifikat tanah, sehingga akan memberikan rasa aman bagi pemegang sertifikat sejak diterbitkannya sertifikat tanah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria, Isi Pelaksanaanya, Jakarta : Djambatan, hal. 81 http://raypratama.blogspot.com/2012/02/hukum-tanah-sebagai-suatusistemhukum.html Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya di Medan, Bandung : Alumni, 1978, hal. 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria