perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: Vanesa Hesti Rahayu NIM. E0006243
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)
Oleh Vanesa Hesti Rahayu NIM. E0006243
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 10 Agustus 2010 Dosen Pembimbing
Pembimbing Utama
Co. Pembimbing
Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. NIP. 196111081987021001
Pujiyono, S.H., M.H. NIP. 197910142003121001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) Oleh: Vanesa Hesti Rahayu NIM. E0006243 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Rabu
Tanggal
: 22 September 2010
DEWAN PENGUJI 1. Anjar Sri. C.N, S.H., M.Hum Ketua
: …………………………………….
2. Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum
: …………………………………….
Sekretaris 3. Pujiyono, S.H., M.Hum
: …………………………………….
Anggota Mengetahui Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. NIP. 196109301986011001 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Vanesa Hesti Rahayu
NIM
: E0006243
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : PERLINDUNGAN
HUKUM
BAGI
NASABAH
BANK
DALAM
TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 10 Agustus 2010 yang membuat pernyataan
Vanesa Hesti Rahayu NIM. E0006243
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Vanesa Hesti Rahayu, E 0006243. 2010. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), ditinjau pula apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah ideal bagi perlindungan nasabah terkait masalah yang diangkat. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif, yang memberikan data seteliti mungkin mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan (library research) dan dari data yang didapat kemudian dianalisis sebagai data penunjang dalam penulisan hukum ini. Analisis data dilakukan dengan menginventarisasi aturan-aturan terkait dengan perlindungan bagi nasabah bank dan menggambarkan hukum tersebut dengan logika hukum analisis kualitatif serta menggunakan metode logika deduktif, dimana menemukan hubungan dari data penelitian terhadap permasalahan yang diangkat. Kemudian menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret untuk menjawab permasalahan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam menghadapi permasalahan hukum yang terjadi akibat penggunaan ATM dalam transaksi transfer dana. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana diberikan dengan berbagai cara yaitu oleh Arsitektur Perbankan Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari ketiga undang-undang tersebut diatas dapat dikatakan belum ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM, dikarenakan ketentuan yang ada masih mengatur kegiatan perbankan secara umum dan belum menyentuh pada pokok persoalan yang mengatur mengenai transfer dana secara elektronik seperti dalam hal tata cara pelaksanaan transfer dana dan pertanggungjawaban para pihak terkait. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Nasabah Bank, Transfer Dana, ATM. commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Vanesa Hesti Rahayu, E 0006243. 2010. LEGAL PROTECTION FOR CUSTOMERS IN BANK FUNDS TRANSFER TRANSACTIONS USING Automated Teller Machine (ATM). Law Faculty in Sebelas Maret University of Surakarta. This study aims to determine the form of legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the Automated Teller Machine (ATM), also reviewed whether the statutory regulations applicable in Indonesia have been ideal for the protection of customer-related issues raised. In this study, the research method used is descriptive normative legal research, which provides data as possible about legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the ATM. The data type used are secondary data. Source data used includes primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used in the literature study (library research) and from the data obtained and analyzed as supporting data in the writing of this law. Data analysis was performed with an inventory of rules relating to protection for bank customers and describe the law by legal logic and qualitative analysis using deductive logic method, which found an association of research data on issues raised. Then draw conclusions from a problem that is common to the concrete problem to answer the problem of legal protection for bank customers in dealing with legal issues arising from the use of ATMs in the funds transfer transaction. Based on the research and discussion, resulting conclusion, that the form of legal protection for bank customers in the transfer of funds provided by a variety of ways, namely by the Indonesian Banking Architecture, UU No. 7 Year 1992 Jo. UU No. 10 Year 1998 About the Banking, UU No. 8 Year 1999 on Consumer Protection, and UU No. 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions. Of the three laws mentioned above can be said has not been ideal in providing legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the ATM, because the existing regulations still govern the activities of banking in general and have not touched on the issues that define the electronic transfer of funds as in the procedures for transfer of funds and accountability of the parties concerned. Keywords: Legal Protection, Customer Bank, Transfer Funds, ATM.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan hikmatNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini, dengan judul : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM). Penulisan skripsi merupakan tugas akhir yang dibuat guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan, baik materiil maupun moril dari berbagai pihak. Untuk segala bantuan dan dukungannya tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sangat besar, kepada: 1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dan kesempatan bagi Penulis untuk mengembangkan pengetahuan penulis tentang ilmu hukum melalui penulisan hukum ini. 2. Ibu Ambar Budi S, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Sapto Hermawan, S.H., selaku pembimbing akademis, terima kasih atas bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum UNS. 4. Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, menyediakan waktu bimbingan dan dukungannya. 5. Bapak Pujiyono, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi, yang telah membimbing penulis, dengan kesabarannya bersedia menyediakan waktu bimbingan dan dukungannya. commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak Lego Karjoko, Selaku ketua PPH FH UNS, atas kelancaran proses pengajuan judul dan skripsi sampai ke penunjukan dosen pembimbing. 7. Segenap dosen dan Asisten pada Fakutas Hukum serta staf Pegawai yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu. 8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahku Mayor Laut Hastho, Spd., S.H. dan Ibuku Sri Wahyuni yang selalu mendukung, memotivasi, membantu
dalam
segala kekuranganku,
terutama doa
yang selalu
mendatangkan berkat di hidupku. Terima kasih atas segala kasih sayangnya. 9. Kedua adikku yang tercinta Hastho Wira Siswa dan Dewan Serui Iriantini yang selalu membantu aku. 10. Pdtm. Arif Indrianto, S.Th yang memberikan aku selalu kekuatan dan cinta kasihnya, mendampingiku selama menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas kasih, doa dan dukungannya. 11. Keluarga Besarku, Mbah Kakung akan doa dan nasihatnya. Lek, Pakde, saudara sepupu yang terkasih. 12. Segenap keluarga besar GMAHK CAB. SS. SUMBERLAWANG, terima kasih untuk doanya dan semangatnya. 13. Sahabatku Elizabeth Y.W, Yuristi Laprimoni, Natalia Permana yang telah menjadi sahabat selama berkuliah, menjalani suka duka menuntut ilmu di FH UNS terima kasih untuk semangatnya, teman-teman PMK, Widya, Martha, Yurista. Kakak-kakak PMK alumni FH UNS dan semua komunitas PMK FH (yang tidak dapat tersebut satu persatu terima kasih juga dukungannya). 14. Teman-teman Angkatan 2006 Dwi, Tiwi, Hastin, Ghusnie, Kakak-kakak Angkatan 2005, untuk semuanya rekan-rekan mahasiswa, terima kasih atas bantuannya dan arahannya. 15. Semua pihak yang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Atas segala bantuan yang diberikan dengan sukarela, penulis sampaikan banyak terima kasih, semoga Tuhan yang senantiasa membalas segala kebaikan hati dan yang akan memberkati. commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan hukum (skripsi) ini baik mengenai isinya maupun bobot ilmiahnya masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan petunjuk, saran dan arahan yang sifatnya membangun, sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terarah kepada sasaran yang akan dibahas.
Surakarta, 10 Agustus 2010 Penulis
VANESA HESTI RAHAYU
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………....
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………....
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……………..…………………..
iii
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………….
iv
ABSTRAK …………………………………………………………………
v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………...……………....
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xiv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………….
6
C. Tujuan Penelitian ………………………………………...…
7
D. Manfaat Penelitian ………………………………………….
8
E. Metode Penelitian ………………………………………….
8
F. Sistematika Penulisan Hukum ………………………………
13
TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori……………………………………………....... 15 1. Tinjauan Umum Tentang Perbankan …….……………….
15
a. Pengertian Perbankan .................................................... 15 b. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan ............................
17
c. Jasa-Jasa Perbankan ......................................................
18
2. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum…………………..
19
a. Pengertian Hukum ……………………………………. 19 b. Fungsi, Tujuan dan Akibat Hukum …………………... 20 c. Pengertian Perlindungan Hukum …………………….. commit to user x
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank ...…………………………………………………….
22
a. Hubungan Bank dengan Nasabah ………………...…..
22
b. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah…………………..
25
c. Arsitektur Perbankan Indonesia ……………………. ... 33 4. Tinjauan Umum Tentang Transaksi ………………….....… 34 a. Pengertian Transaksi …………………………..……...
34
b. Asas-Asas Dalam Transaksi ………………….………. 36 c. Syarat Sahnya Transaksi ……………………..………
37
d. Transaksi Dalam Perbankan ………………………….. 38 5. Tinjauan Umum Tentang Transfer Dana …………………
39
a. Pengertian Transfer Dana …………………………….
39
b. Pelaku Transfer Dana ………………………………… 41 c. Klasifikasi
BAB III
Terhadap
Model-Model
Pengiriman
Uang...…………………………………………………
41
d. Alas Hukum Mengenai Transfer Uang Via Bank …….
47
6. Tinjauan Tentang Anjungan Tunai Mandiri ………...……
49
a. Pengertian Anjungan Tunai Mandiri (ATM) …………
49
b. Bank Card …………………………………………….
50
c. Manfaat dan Pelayanan ATM ...………………………
51
B. Kerangka Pemikiran………………………………...…………
53
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Terhadap Penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dalam Transfer Dana …………………………………………………………
56
B. Analisis Perlindungan Nasabah Bank dalam Transaksi Transfer Dana Menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku Di Indonesia……………………………………………………… commit to user xi
100
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
digilib.uns.ac.id
PENUTUP A. Simpulan ………………………………………………...
121
B. Saran ………………………..……………………………
122
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ……………………………………………… 53 Gambar 2. Skema Transaksi Transfer Dana Lewat ATM…………………….. 61
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh Bukti Struk Transaksi Transfer Dana Melalui ATM. Lampiran 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Vanesa Hesti Rahayu, E 0006243. 2010. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), ditinjau pula apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah ideal bagi perlindungan nasabah terkait masalah yang diangkat. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif, yang memberikan data seteliti mungkin mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan (library research) dan dari data yang didapat kemudian dianalisis sebagai data penunjang dalam penulisan hukum ini. Analisis data dilakukan dengan menginventarisasi aturan-aturan terkait dengan perlindungan bagi nasabah bank dan menggambarkan hukum tersebut dengan logika hukum analisis kualitatif serta menggunakan metode logika deduktif, dimana menemukan hubungan dari data penelitian terhadap permasalahan yang diangkat. Kemudian menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret untuk menjawab permasalahan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam menghadapi permasalahan hukum yang terjadi akibat penggunaan ATM dalam transaksi transfer dana. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana diberikan dengan berbagai cara yaitu oleh Arsitektur Perbankan Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari ketiga undang-undang tersebut diatas dapat dikatakan belum ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM, dikarenakan ketentuan yang ada masih mengatur kegiatan perbankan secara umum dan belum menyentuh pada pokok persoalan yang mengatur mengenai transfer dana secara elektronik seperti dalam hal tata cara pelaksanaan transfer dana dan pertanggungjawaban para pihak terkait. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Nasabah Bank, Transfer Dana, ATM. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Vanesa Hesti Rahayu, E 0006243. 2010. LEGAL PROTECTION FOR CUSTOMERS IN BANK FUNDS TRANSFER TRANSACTIONS USING Automated Teller Machine (ATM). Law Faculty in Sebelas Maret University of Surakarta. This study aims to determine the form of legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the Automated Teller Machine (ATM), also reviewed whether the statutory regulations applicable in Indonesia have been ideal for the protection of customer-related issues raised. In this study, the research method used is descriptive normative legal research, which provides data as possible about legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the ATM. The data type used are secondary data. Source data used includes primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used in the literature study (library research) and from the data obtained and analyzed as supporting data in the writing of this law. Data analysis was performed with an inventory of rules relating to protection for bank customers and describe the law by legal logic and qualitative analysis using deductive logic method, which found an association of research data on issues raised. Then draw conclusions from a problem that is common to the concrete problem to answer the problem of legal protection for bank customers in dealing with legal issues arising from the use of ATMs in the funds transfer transaction. Based on the research and discussion, resulting conclusion, that the form of legal protection for bank customers in the transfer of funds provided by a variety of ways, namely by the Indonesian Banking Architecture, UU No. 7 Year 1992 Jo. UU No. 10 Year 1998 About the Banking, UU No. 8 Year 1999 on Consumer Protection, and UU No. 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions. Of the three laws mentioned above can be said has not been ideal in providing legal protection for bank customers in the funds transfer transaction using the ATM, because the existing regulations still govern the activities of banking in general and have not touched on the issues that define the electronic transfer of funds as in the procedures for transfer of funds and accountability of the parties concerned. Keywords: Legal Protection, Customer Bank, Transfer Funds, ATM.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu adanya Pembangunan Nasional yang berkelanjutan dan terarah. Pembangunan nasional yang telah berjalan sangat bergantung pada bidang perekonomian dan bidang keuangan yang ada selama ini. Mengingat begitu pentingnya hal tersebut, salah satu yang terpenting sebagai roda penggerak dan pendukung di bidang perekonomian dan keuangan adalah sektor perbankan (dunia perbankan), maka penting adanya keseragaman dan peningkatan kebijakan di sektor perbankan di Indonesia. Hal ini penting dikarenakan hampir setiap dan/atau seluruh aktivitas dan kegiatan masyarakat selalu berhubungan dengan bank. Dengan hal ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional sehingga pembangunan nasional dan tujuan negara yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dapat tercapai.
Bank sebagai pelaku usaha dalam kegiatannya memiliki fungsi menghimpun dana dan melayani jasa perbankan. Bank merupakan lembaga kepercayaan. Sebagai lembaga kepercayaan, bank harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabahnya. Dewasa ini seiring dengan perkembangan teknologi dan sistem elektronik yang maju, kegiatan perbankan dalam melayani nasabah sebagai konsumen atas jasanya pun mengalami peningkatan dengan memanfaatkan sarana sistem elektronik. “Dengan semakin maraknya berbagai produk dan pelayanan jasa baru dari perbankan di Indonesia dan adanya perkembangan teknologi komunikasi dan sistem elektronik yang semakin canggih memungkinkan transaksi dan pelayanan jasa perbankan dapat dilakukan dengan sangat cepat, mudah dan dapat terjadi diantara orang-orang yang berada pada negara yang berbeda” (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 155). “TI (teknologi informasi) secara fungsional, dalam suatu teknologi digital tertentu, memungkinkan penghematan waktu dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
ruang, efisiensi dan kenyamanan (atau bahkan hiburan) bagi penggunanya” (Assafa Endeshaw, 2007: 11).
Salah satu jasa perbankan yang ditawarkan oleh pihak bank kepada nasabahnya adalah jasa pelayanan transfer dana. Jasa bank ini sering dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat luas. Dengan pemanfaatan perkembangan teknologi dan sistem elektronik, maka bank mengeluarkan alternatif baru dalam kegiatan transfer dana yang sebelumnya menggunakan sarana warkat (paper based) yaitu dengan mengeluarkan sebuah kartu atau Bank Card yang disebut dengan Automatic Teller Machine (ATM) atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Anjungan Tunai Mandiri, dimana kartu ini dapat digunakan melalui suatu mesin yang terprogram khusus untuk kartu ini, sehingga nasabah tidak perlu lagi melakukan transfer dana melalui bank dan melakukan transaksi dengan sistem teller, karena dengan penggunaan ATM dapat dilakukan transaksi transfer dana secara cepat, efisien, dan dapat digunakan kapan saja dan dimana saja tempat mesin ATM itu berada tanpa ada campur tangan dari pegawai bank. Dengan menggunakan ATM, transaksi transfer dana ini dapat dimasukkan dalam golongan Electronic Fund Transfer (Transfer Dana Elektronik).
Dari hal di atas adakalanya suatu jasa yang ditawarkan oleh bank saat ini, dengan pemanfaatan dan penggunaan jasa perbankan yang telah menggunakan kemajuan teknologi yang baru, seringkali menimbulkan persoalan dan tidak luput dari berbagai permasalahan dan ini memberikan konsekuensi hukum bagi para pihak yang terlibat, yaitu pihak bank dengan nasabah. Biasanya yang banyak menderita kerugian adalah nasabah bank itu sendiri sehingga perlu adanya payung hukum (umbrella act) atau suatu perlindungan hukum bagi para nasabah bank sebagai konsumen jasa bank, jika terjadi persoalan khususnya di sini adalah transaksi transfer dana dengan menggunakan mesin ATM.
Pada kenyataannya dalam transaksi transfer dana yang banyak dilakukan commit to userpenggunaan ATM tidak luput dari melalui perangkat elektronik misalnya dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
berbagai persoalan dan sering menimbulkan kerugian bagi nasabah bank. Persoalan tersebut bisa terjadi akibat dari kelalaian dan kesalahan nasabah maupun persoalan yang bukan diakibatkan oleh nasabah itu sendiri, misalnya mengenai permasalahan saldo yang sudah terdebet tapi uang yang ditransfer tidak sampai pada penerima yang menjadi tujuan, transaksinya gagal karena terhambat oleh sistem bank yaitu jaringan link (jaringan sistem elektronik) antar bank sehingga menyulitkan proses transaksi, sistem keamanan yang lemah. Selain itu juga bisa terjadi karena adanya pengendapan dana oleh pihak bank untuk mendapatkan bunga, belum lagi dengan masih sering terjadinya keterlambatan dan salah kirim karena human error atau teknologi yang bermasalah, kurangnya Sumber
Daya
Manusia
(SDM)
perbankan
yang
menguasai
teknologi
(www.dannydarussalam.com/.../art.php>) dan lain hal penyebab lainnya.
Jika persoalan timbul akibat kesalahan dan kelalaian nasabah, maka dapat dibenarkan jika pihak bank tidak mau bertanggung jawab, tetapi jika persoalan timbul bukan karena diakibatkan oleh diri nasabah dan terjadi hal seperti ini, seharusnya bank ikut bertanggung jawab karena bank adalah pihak yang lebih mengetahui seluk-beluk mengenai jasa yang ditawarkan dan di berikan kepada nasabah. Nasabahpun akan mempertanyakan dan meminta penjelasan atas kerugian yang diterima, tetapi kebanyakan dari pihak bank tidak pernah serius menanggapi hal tersebut. Di sinilah letak kelemahan kedudukan nasabah bank sebagai konsumen, karena pada waktu melakukan transaksi transfer dana dengan penggunaan ATM, tidak ada pihak bank (pegawai bank) di sana yang menyaksikan. Dalam menghadapi permasalahan seperti di atas para nasabah bank pun dihadapkan terhadap persoalan kurangnya pengetahuan nasabah mengenai dunia perbankan, para nasabah seringkali membiarkan masalah tersebut tanpa menindaklanjuti usaha mereka untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai pengguna jasa perbankan, meskipun ada juga beberapa nasabah yang telah sampai melakukan upaya hukum saat terjadi persoalan transfer dana yang merugikan nasabah tersebut secara materiil dalam jumlah besar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Ada banyak kasus yang terjadi mengenai persoalan ini, salah satu contohnya adalah beberapa waktu yang lalu, terjadi suatu peristiwa di mana seorang nasabah bank memiliki pengalaman buruk dengan sebuah bank swasta. Pada tanggal 24 Mei 2009, nasabah tersebut melakukan transfer via ATM suatu bank swasta cabang Sumber Sari Bandung sebesar Rp. 900.000,00 ke Bank swasta lain (rekening milik ayahnya). Seperti biasanya nasabah tersebut memasukkan nomor rekening si penerima berikut kode banknya lalu diikuti dengan jumlah nominalnya. Dilayar mesin ATM
nasabah diminta menunggu. Setelah lama
menunggu transaksi dinyatakan batal. Namun ketika, nasabah tersebut mengecek saldonya ternyata saldo telah berkurang sebanyak Rp. 900.000,00. Sesampainya dirumah nasabah tersebut komplain dan menelepon ke 14041. Namun costumer service bank tersebut menyatakan bahwa transaksi telah berhasil. Nasabah tersebut diminta menunggu sampai keesokan harinya. Keesokan harinya tanggal 25 Mei 2009 saldo kiriman belum juga diterima oleh rekening penerima. Nasabah tersebut kemudian komplain ke bank tempat ia membuka rekeningnya. Disana permintaannya ditanggapi dengan mengisi sebuah formulir. Disana costumer service sempat berkata transfer via ATM itu waktunya dua hari dan jika transfer antar bank via ATM harusnya dilakukan pada jam kerja. Sepengetahuan nasabah transfer via ATM bisa kapan saja dan saldo akan sampai detik itu juga. Terus terang nasabah ini kecewa dengan kinerja Bank tersebut. Setelah komplain itu, nasabah diminta menunggu dua minggu lamanya yaitu tanggal 8 sampai dengan 10 Juli 2009. Dengan segala usaha nasabah menyatakan komplain ketempat bank dimana ia membuka rekening. Terakhir ia komplain pada tanggal 28 Mei 2009 dengan membawa bukti hasil print buku tabungan rekening penerima untuk membuktikan bahwa pada tanggal 24 Mei 2009 tidak ada transaksi sebesar Rp 900.000,00. Pada komplain yang terakhir nasabah diperlihatkan oleh costumer service, bahwa pihak bank telah menge-mail kantor pusat Jakarta sebanyak lima kali. Namun tidak ada tanggapan. Lalu si nasabah menanyakan apakah uangnya akan kembali dan costumer service bank tersebut menjawab agar nasabah tersebut menunggu
pada
proses berikutnya nanti. commit to user (http://suarapembaca.detik.com/read/2009/06/01/142423/1140699/283/transfer-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
atm-lippo-ke-nisp-dinyatakan-batal-namun-saldo-berkurang).
Dari kasus dan
permasalahan tersebut, hal ini tentu sangat merugikan nasabah padahal nasabah adalah pihak pengguna jasa bank yang juga merupakan anggota bank karena telah memiliki hubungan hukum atau keterikatan dengan bank lewat perjanjian yang telah disepakati dari awal sebagai nasabah diawal pembukaan rekening. Hal ini menunjukkan ketika nasabah meminta kejelasan akan permasalahannya, bank kurang peduli dan kurang bertanggung jawab terhadap kepentingan nasabahnya.
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa lainnya, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian (Hermansyah, 2008: 7). Proses transfer dana itu proses yang kompleks dan berpotensi memunculkan risiko dan konsekuensi hukum bagi pihak yang terlibat, apalagi dengan adanya penggunaan sistem (perangkat) elektronik seperti ATM, yang digunakan pada sebuah mesin yang dalam berfungsinya memiliki keterbatasan dan kelemahan. Banyak masyarakat yang belum sadar dan kurang pengetahuan untuk menyelesaikan hak-hak mereka. Kedudukan nasabah lemah dalam hal transfer dana melalui ATM biasanya ada pada hal pembuktian. Dalam hal ketidakpuasan dari nasabah terhadap bank biasanya diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank, ataupun dikarenakan pelayanan yang buruk dari suatu bank, sehingga dapat menimbulkan kekecewaan dan hilangnya kepercayaan antara nasabah kepada bank dan ini bisa berpengaruh pada kelangsungan usaha bank tersebut.
Hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah berdasarkan perjanjian, maka sangat wajar jika kepentingan dan hak nasabah harus mendapatkan perlindungan hukum. Salah satu tujuan hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa memang telah ada political will dari pemerintah untuk melindungi kepentingan nasabah bank, yaitu dari dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan commit to user Konsumen, selain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Hermansyah, 2008: 133). Karena dalam pelayanan jasanya, bank telah memakai sarana teknologi dan sistem elektronik yang semakin maju maka hal perlindungan hukum bagi nasabah juga terkait dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu telah dibentuknya Lembaga atau Badan Hukum yang mendukung dalam memberikan perlindungan terhadap nasabah sebagai konsumen jasa perbankan, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sebagai sarana dalam menyelesaikan persoalan berkaitan dengan perlindungan nasabah.
Dari uraian fakta dan penjelasan diatas, maka penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan diatas melalui suatu kajian hukum terhadap suatu bentuk perlindungan nasabah bank sebagai konsumen jasa perbankan dalam transaksi transfer dana menggunakan sarana Anjungan Tunai Mandiri yang dapat juga dikaji dari hukum positif yang berlaku di Indonesia yaitu dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka penulis tertarik dan memilih suatu judul pada penulisan hukum ini yaitu: “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK DALAM TRANSAKSI TRANSFER DANA MENGGUNAKAN ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, beberapa permasalahan pokok yang akan diteliti oleh penulis dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank terhadap penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada transaksi transfer dana? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
2. Apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti, yang mana tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan obyektif a.
Untuk mengetahui suatu bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank terhadap penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada transaksi transfer dana.
b.
Untuk mengetahui apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
c.
Untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
2. Tujuan Subyektif a. Menambah, memperluas dan mengaplikasikan pengetahuan dan wawasan penulis mengenai hukum tentang perlindungan nasabah bank sebagai konsumen/pengguna jasa perbankan dalam hal ini adalah berkaitan dengan transaksi transfer dana menggunakan ATM. b. Menerapkan konsep-konsep ataupun teori-teori hukum yang diperoleh penulis dalam mendukung penelitian ini. c. Untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian itu sangat diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna sehingga dapat mendatangkan suatu manfaat. Manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan manfaat pada pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang berguna bagi para pihak-pihak yang berkepentingan. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemecahan atas permasalahan yang diteliti.
2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran dan informasi tentang penelitian yang sejenis dan masukan bagi masyarakat luas tentang perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. b. Memberikan pendalaman, pengetahuan dan pengalaman yang baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji, yang dapat berguna bagi penulis dikemudian hari.
E. Metode Penelitian
Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan yakni peneliti harus lebih dulu memahami konsep dasar ilmu pengetahuan (yang berisi sistem dan ilmunya) dan metodologi penelitian disiplin ilmu tersebut. Lebih jelasnya dalam suatu penelitian hukum, konsep dasar tentang ilmu hukum menyangkut sistem kerja dan commit Selanjutnya to user isi ilmu hukum haruslah sudah dikuasai. baru penguasaan metodologi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
penelitian sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap komunitas pengembang ilmu hukum (Johnny Ibrahim, 2006: 25- 26).
Suatu
penelitian
telah
dimulai,
apabila
seseorang
berusaha
untuk
memecahkan suatu masalah, secara sistematis dengan metode-metode dan teknikteknik tertentu, yakni yang ilmiah. Dengan demikian, maka suatu kegiatan ilmiah merupakan suatu usaha untuk menganalisa serta mengadakan konstruksi, secara metodologis, sistematis dan konsisten. Dalam hal ini, penelitian merupakan suatu sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik dari segi teoritis maupun praktis. Penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan, yang bertujuan untuk lebih mengetahui dan lebih memperdalami segala segi kehidupan (Soerjono Soekanto, 2006: 3). Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”; namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebagai berikut: 1. suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, 2. suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, 3. cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto, 2006: 5)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem; sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2006: 42).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan antara lain sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Ditinjau dari sudut tujuan penelitian hukum sendiri, maka pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (Soerjono Soekanto, Sri Mamuji, 1990: 15).
Penelitian hukum ini merupakan suatu penelitian hukum yang dikerjakan dengan tujuan menemukan asas atau doktrin hukum positif yang berlaku. Penelitian tipe ini lazim disebut sebagai “studi dogmatic” atau yang dikenal dengan doctrinal research (Bambang Sunggono, 2007: 86).
2. Sifat Penelitian Dilihat dari sudut sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teoriteori baru (Soerjono Soekanto, 2006: 10). Dalam penelitian ini penulis ingin mendeskripsikan secara khusus suatu bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana melalui penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
3. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data), yaitu data yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya atau yang tidak diperoleh secara langsung dari masyarakat tetapi dari bahan pustaka. Data sekunder antara lain, mencakup dokumen-dokumen resmi, bukucommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya (Soerjono Soekanto, 2006: 12).
4. Sumber Data Didalam penelitian hukum ini, dipergunakan jenis data sekunder, yang dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam beberapa sumber data, yaitu: a) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan–bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan
dan
putusan-putusan
hakim
(Peter
Mahmud Marzuki, 2006: 141). Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b) Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 141). Sebagai pendukung dari data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, internet, sumber lainnya yang memiliki korelasi dengan penelitian ini.
c) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder; contohnya adalah kamus atau ensiklopedia, indeks kumulatif, dan commit to user seterusnya (Soerjono Soekanto, 2006: 52).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan data sekunder dari peraturan perundang-undangan, bukubuku, internet, dan jurnal. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang dalam penulisan hukum ini. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Jonny Ibrahim, 2006: 393).
6. Metode Analisis Data “Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data” (Lexy J. Moleong, 2009: 280). Data yang diperoleh (dikumpulkan) dalam penelitian ini dianalisis dengan mempergunakan teknik analisa data kualitatif. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah “upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Lexy J. Moleong, 2009: 248).
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya adalah kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono Soekanto, 2006: 250-251). Dalam penelitian ini bersifat inventarisasi aturanaturan hukum yaitu menggambarkan hukum dengan logika hukum analisis user (Hari Purwadi, 2009: 4). kualitatif menggunakan metodecommit logika to deduktif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya, bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. Penafsiran memiliki karakter hermeneutik. Hermeneutik atau penafsiran diartikan sebagi proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (Amiruddin, H. Zainal Asikin, 2006: 163).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh, dalam bagian ini penulis mensistematisasikan dalam bagian-bagian yang dibahas menjadi beberapa bab yang dapat saling terkait secara sistematis, terarah, dan mudah dimengerti, sehingga saling mendukung dan menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh, guna memberikan arahan dan gambaran penulisan dalam penelitian hukum ini.
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah:
BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan selanjutnya adalah sistematika penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini membahas mengenai dua hal yaitu : A. Kerangka Teoritis Kerangka Teoritis yang mendasari penelitian ini sebagai commit to user pendukung dalam memecahkan permasalahan yang diangkat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
dan dikaji, yaitu Tinjauan Umum Tentang Perbankan, Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank, Tinjauan Umum Tentang Transaksi, Tinjauan Umum Tentang Transfer Dana, serta Tinjauan Umum Tentang Anjungan Tunai Mandiri (ATM). B. Kerangka Pemikiran BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini merupakan hasil penjelasan dari penelitian yang berupa bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank terhadap penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada transaksi transfer dana serta apakah peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia telah ideal dalam memberikan perlindungan nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
BAB IV
: PENUTUP Pada bagian akhir dari penulisan penelitian ini adalah berisi kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang diangkat penulis dan saran-saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari apa yang telah didapatkan selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Perbankan a. Pengertian Perbankan Pengertian bank menurut A. Abdurrachman adalah “Bank berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti bence, yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan, pihak bankir Italy yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar” (Munir Fuady, 2003: 13). O.P. Simorangkir memberikan batasan definisi mengenai bank itu sendiri yaitu “Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral” (Sentosa Sembiring, 2000: 1). Sementara itu Dr. B.N. Ajuha sebagaimana telah diterjemahkan oleh H. Malayu S.P. Hasibuan dari bahasa aslinya menyatakan pengertian bank yaitu ”Bank provided means by which capital is transferred from those who cannot use it profitable to those who can use it productively for the society as whole. Bank provided which channel to invest whithout any risk and at a good rate of interest” yang berarti bank menyalurkan modal
dari
mereka
yang
tidak
dapat
menggunakan
secara
menguntungkan pada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 1-2). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, didalam Pasal 1 ayat (2) dinyatakan, pengertian Bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit
dan/atau
bentuk-bentuk
lainnya
dalam
rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan). Melihat pada definisi bank dan perbankan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan tersebut, menurut Abdulkadir Muhammad pengertian perbankan lebih luas dibandingkan dengan bank. Pengertian perbankan merupakan rumusan umum yang abstrak mencakup 3 (tiga) aspek utama, yaitu : 1) Kelembagaan bank, 2) Kegiatan usaha bank, 3) Cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha bank (Abdulkadir Muhammad, Rilda Murniati, 2000: 33). Sementara itu Munir Fuady mengartikan perbankan adalah yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut (Munir Fuady, 2003: commit to user 14).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Dalam dunia perbankan yang telah disebutkan oleh UndangUndang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ada pihak yang disebut dengan nasabah. Nasabah bank terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu: 1) Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank (Pasal 1 ayat (16)); 2) Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 ayat (17)); 3) Nasabah debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan
berdasarkan
Prinsip
Syariah
atau
yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 ayat (18)).
b. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan Dalam Pasal 2, 3 dan 4 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang perbankan, dinyatakan asas, fungsi, dan tujuan perbankan, yaitu: 1) Asas Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian. 2) Fungsi Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. 3) Tujuan Perbankan
Indonesia
bertujuan
menunjang
pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak. Sebagai lembaga perantara, falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Dalam menerima simpanan dari Surplus Spending Unit (SSU), bank hanya memberikan pernyataan tertulis yang menjelaskan bahwa bank telah menerima simpanan dalam jumlah dan untuk jangka waktu tertentu. b) Dalam menyalurkan dana kepada Defisit Spending Unit (DSU), bank tidak selalu meminta agunan berupa barang sebagai jaminan atas pemberian kredit yang diberikan kepada DSU yang memiliki reputasi baik. c) Dalam melakukan kegiatannya, bank lebih banyak menggunakan dana masyarakat yang terkumpul dalam banknya dibandingkan dengan modal dari pemilik atau pemegang saham bank. Sebagai lembaga kepercayaan bank selalu dituntut untuk selalu memperhatikan kepentingan masyarakat disamping kepentingan bank itu sendiri dalam mengembangkan usahanya (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 3-4). c. Jasa-Jasa Perbankan Dalam rangka menambah sumber-sumber penerimaan bagi bank serta untuk memberikan pelayanan kepada nasabahnya, bank menyediakan berbagai bentuk jasa-jasa. Bentuk jasa-jasa ini mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, sedangkan bentuk jasa bank yang saat ini ada adalah: 1) Pengiriman uang atau transfer commit to user 2) Kliring (Clearing)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
3) Inkaso (Collection) 4) Safe Deposit Box (SDB) 5) Bank Card 6) Bank Notes 7) Traveller’s Cheque 8) Letter Of Credit (L/C) 9) Bank Garansi (Johannes Ibrahim, 2004: 123).
2. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum a. Pengertian Hukum Di bawah ini adalah beberapa pendapat para ahli hukum tentang definisi hukum sebagai berikut: 1) Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan. 2) E. Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya
ditaati
oleh
seluruh
anggota
masyarakat
yang
bersangkutan. 3) Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang dalam masyarakat. 4) M. H. Tirtaamidjata, hukum adalah semua aturan yang harus diturut dalam tingkah laku dan tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan itu yang akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya. 5) J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku commit tomasyarakat, user manusia dalam lingkungan yang dibuat oleh badan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
resmi berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman (Ishaq, 2009: 3).
b. Fungsi, Tujuan dan Akibat Hukum Fungsi hukum terdiri dari: 1)
Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.
2)
Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.
3)
Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan.
4)
Fungsi kritis dari hukum, dimana daya kerja hukum meliputi pengawasan terhadap aparatur pengawasan, aparatur pemerintahan, dan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya (Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 153-155).
Tujuan hukum itu sendiri adalah hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat (Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 17). Akibat Hukum merupakan suatu akibat yang ditimbulkan oleh adanya suatu hubungan hukum. Hubungan hukum memberikan hak dan kewajiban yang ditentukan undang-undang, dan berakibat bahwa orang yang melanggar dapat diituntut ke pengadilan (Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 129).
c. Pengertian Perlindungan Hukum Dalam pergaulan hidup manusia kepentingan-kepentingan manusia senantiasa berlanggaran satu sama lain, maka tujuan hukum adalah melindungi kepentingan-kepentingan tersebut dan menunjukan usahanya untuk menyelesaikan masalah kepentingan-kepentingan yang hakekatnya bertentangan dengan cara yang adilto(Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 11). commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, untuk itu hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung normal, damai, ataupun terjadi pelanggaran hukum. Jika hukum telah dilanggar maka perlu ditegakkan, sehingga hukum menjadikan kenyataan. Tiga unsur penegakkan hukum yang harus diperhatikan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan (Sudikno Mertokusumo, A. Pitlo, 1993: 1). Perlindungan hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah suatu upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Kekuasaan itu disebut sebagai hak. Suatu kepentingan merupakan sasaran dari hak, bukan hanya karena dilindungi hukum tetapi karena pengakuan terhadapnya. Hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga kehendak (Satjipto Rahardjo, 2000: 5354). Perlindungan hukum adalah segala upaya atau perbuatan yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan bagi subjek hukum agar tercipta keteraturan dan ketertiban masyarakat. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1)
Perlindungan Hukum Preventif yaitu perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
2) Perlindungan Hukum Represif yaitu perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran (eprints.undip.ac.id/16220/1/agnes_vira_ardian.pd).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
3. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank a. Hubungan Bank dengan Nasabah Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu : 1) Hubungan Kontraktual Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap semua nasabah baik nasabah debitur, nasabah deposan (termasuk dalam nasabah penyimpan dana), ataupun nasabah nondebitur-nondeposan.
Terhadap
nasabah
debitur
hubungan
kontraktual didasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai debitur dan nasabah sebagi pihak kreditur. Hukum kontrak yang mendasari hubungan bank dan nasabah debitur adalah Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak. Untuk hubungan kontraktual nasabah deposan atau nasabah nondebitur-nondeposan tidak terdapat ketentuan yang khusus yang diatur dalam KUHPerdata. Kontrak nasabah ini hanya tunduk pada ketentuan umum KUHPerdata tentang kontrak. Kontrak antara bank dan nasabah deposan atau nasabah nondeposan-nondebitur, lazimnya hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sangat simpel. Dalam hal ini sama dengan kontrak kredit, diberlakukan kontrak dalam bentuk kontrak standar (kontrak baku), yang biasanya terdapat ketentuan yang berat sebelah, dimana pihak bank seringkali diuntungkan. Oleh karena itu, ada 3 (tiga) tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual pada hubungan antara nasabah penyimpan dana dan pihak bank yaitu : commit to user a) Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah);
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
b) Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar hubungan debitur-kreditur; c) Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat. Pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpan dana dan bank adalah hubungan kontraktual (hubungan kreditur dan debitur), tidak mengherankan jika dalam praktek, seringkali pihak nasabah, terutama nasabah penyimpan dana tidak mendapat perlindungan yang sewajarnya oleh sektor hukum. 2) Hubungan Nonkontraktual Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum nonkontraktual antara bank dan nasabah, terutama nasabah deposan dan nasabah nondeposan-nondebitur, yaitu : a) Hubungan Fidusia (Fiduciary Relation), b) Hubungan Konfidensial, c) Hubungan Bailor-Bailee, d) Hubungan Principal-Agen,t e) Hubungan Mortgagor-Mortgagee, dan f)
Hubungan Trustee-Beneficiary. Akan tetapi, berhubung hukum Indonesia tidak dengan tegas
mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam suatu kontrak. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakui eksistensi kedua hubungan (hubungan kontraktual dan nonkontraktual) tersebut (Munir Fuady, 2003: 100commit to user 102).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Hubungan antara nasabah dangan bank juga dapat dikatakan bahwa nasabah merupakan konsumen dari jasa perbankan dimana konsumen adalah pihak yang mengkonsumsi dan menggunakan jasa layanan perbankan dan Bank adalah pelaku usaha yang menyediakan jasa bagi konsumen. Pengertian pelaku usaha menurut UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah “Pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi” (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (Shidarta, 2000: 1). Michael Leboef menyatakan mengenai pengertian konsumen, yaitu “Costumer adalah orang yang mempercayakan keinginannya kepada bank antara lain untuk memecahkan masalah (solution problem), keinginan untuk mendapatkan pelayanan komitmen, cepat, bersifat pribadi dan berkualitas” (H. Malayu. S.P. Hasibuan, 2001: 161). Melihat pada pengertian di atas, pelaku usaha dalam hal ini adalah Bank. Bank terikat hubungan hukum dengan nasabah sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
konsumen jasa perbankan atas dasar perjanjian keanggotaan diawal pembukaan rekening pada bank yang bersangkutan. Dasar dari pada adanya hubungan hukum ini adalah adanya perikatan atau perjanjian antara kedua belah pihak. Perjanjian yang dibuat oleh Bank yang mengikat kedua belah pihak didasarkan pada Asas Kebebasan Berkontrak. Dalam asas kebebasan berkontrak dinyatakan bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undangundang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan (Abdulkadir Muhammad, 2000: 225). b. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Berkaitan dengan Perlindungan Hukum Terhadap nasabah ini, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan dengan 2 (dua ) cara : 1) Perlindungan secara implisit (Implisit deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini dapat di peroleh melalui Peraturan perundang-undangan di Bidang Perbankan, pengawasan dan pembinaan yang efektif oleh Bank Indonesia, upaya menjaga kelangsungan usaha bank pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya, memelihara tingkat kesehatan bank, melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian, cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah serta menyediakan informasi risiko pada nasabah. 2) Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu commit to user perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
simpanan
masyarakat.
Perlindungan
ini
diperoleh
melalui
pembentukan lembaga yang menjamin simpanan, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum. Perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana dapat juga di kategorikan dalam 2 (dua) macam, yaitu: 1) Perlindungan Tidak Langsung Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya tindakan pencegahan secara internal melalui : a) Prinsip Kehati-hatian b) Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK) c) Kewajiban Mengumumkan Neraca dan Perhitungan Laba Rugi d) Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank 2) Perlindungan Langsung Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan adalah suatu perlindungan yang diberikan pada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Perlindungan ini terdiri dari :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
a) Hak Preferen Nasabah Penyimpan Dana Hak Preferen adalah suatu hak yang diberikan kepada seorang kreditor untuk didahulukan dari kreditor-kreditor yang lain. Dalam sistem perbankan Indonesia, nasabah penyimpan merupakan kreditor yang mempunyai hak preferen dalam arti bahwa nasabah penyimpan yang harus didahulukan dalam menerima pembayaran dari bank yang sedang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi kewajibannya. Berkaitan dengan itu, sebagaimana diketahui bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan telah
mengatur
pasal-pasal
yang
bertujuan
memberikan
perlindungan hukum kepada nasabah penyimpan dana dan simpanannya yang ada pada bank. Adapun ketentuan pasal-pasal tersebut adalah : (1) Pasal 29 ayat (3) : Dalam
memberikan
kredit
atau
pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
bank
dan
kepentingan
nasabah
yang
mempercayakan dananya kepada bank. (2) Pasal 29 ayat (4) : Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. b) Lembaga Asuransi Deposito Misi dari lembaga asuransi deposito adalah memelihara commit to user stabilitas dari sistem keuangan negara dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
mengasuransikan para deposan bank dan mengurangi gangguangangguan terhadap perekonomian nasional yang disebabkan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perbankan. Mengenai lembaga asuransi ini, sesungguhnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan Uang Pada Bank yang ditetapkan pada tanggal 22 Agustus 1973. Sejak
ditetapkannya
Peraturan
Pemerintah
ini,
belum
dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Berkaitan dengan jaminan terhadap dana masyarakat, telah diatur dalam ketentuan Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu Pasal 37 B ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan” serta Pasal 37 B ayat (2) yang menyatakan bahwa “Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan. Pembentukan Lembaga penjamin Simpanan ini berguna untuk melindungi kepentingan
nasabah
dan
meningkatkan
kepercayaan
masyarakat kepada bank” (Hermansyah, 2008: 134-145). Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut : 1) Pembuatan Peraturan Baru Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau merevisi peraturan yang sudah ada untuk memberikan perlindungan terhadap nasabah. 2) Pelaksanaan Peraturan Yang Ada Pelaksanaan peraturan yang ada di bidang perbankan secara lebih ketat oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang commit to user bertujuan melindungi nasabah sehingga dapat dijamin law
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
enforcement yang baik. Peraturan perbankan harus ditegakkan secara obyektif tanpa melihat siapa direktur, atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan. 3) Perlindungan Nasabah Deposan Lewat Lembaga Asuransi Deposito Perlindungan khusus bagi nasabah deposan melalui lembaga asuransi deposito yang adil dan predictable. 4) Memperketat Perizinan Bank Memperketat perizinan pendirian suatu bank baru adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat memberikan keamanan bagi nasabahnya. 5) Memperketat Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank Ketentuan yang menyangkut kegiatan bank banyak juga yang secara langsung atau tidak langsung bertujuan melindungi nasabah. Pengaturan–pengaturan
tersebut
khususnya
yang
menyangkut
kegiatan bank, adalah sebagai berikut : a) Ketentuan mengenai permodalan yaitu mengenai kecukupan modal yang diukur dari presentase tertentu terhadap aktiva Terimbang Menurut Risiko (ATMR). b) Ketentuan mengenai manajemen, yang dalam hal ini mengenai penilaian kualitatif mengenai manajemen. c) Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif, dalm hal ini di ukur tingkat kemampuan pengembaliannya dengan kategori lancar, kurang lancar, diragukan atau macet. d) Ketentuan mengenai likuiditas, yang diukur dengan Cash Ratio. e) Ketentuan mengenai Rentabilitas. f)
Ketentuan mengenai Solvabilitas.
g) Ketentuan mengenai kesehatan bank. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
6) Memperketat Pengawasan Bank Dalam rangka meminimalkan risiko yang ada dalam bisnis bank, maka pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga dalam hal ini Menteri Keuangan) harus melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank yang ada. Dalam fungsi pengawasan ini Bank Indonesia maupun Menteri Keuangan tidak dapat mencampuri secara langsung urusan
intern
bank
yang diawasinya itu.
Sebab
pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus bank tersebut (Munir Fuady, 2003: 104-107). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, karena nasabah adalah konsumen jasa perbankan maka hal perlindungan hukum nasabah terkait dengan perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen (Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen). “Perlindungan
konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum” (Pasal 2 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu : 1)
Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2)
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha unuk memperoleh haknya dan commit to user melaksanakan kewajibannya secara adil.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. 4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi mejadi 3 (tiga) asas, yaitu: 1) Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen, 2) Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas kesimbangan, dan 3) Asas kepastian hukum (Ahmadi Miru, Sutarman Yudo, 2008: 2526).
Perlindungan konsumen bertujuan : 1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2) mengangkat
harkat
dan
martabat
konsumen
dengan
cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; 3) meningkatkan
pemberdayaan
konsumen
dalam
memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; 4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk commit to user mendapatkan informasi;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha; 6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 199 Tentang Perlindungan Konsumen).
Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen yang dikemukakan oleh John. F.Kennedy yang juga di akomodasikan didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu: 1) hak untuk mendapatkan keamanan (the right safety); 2) hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed); 3) hak untuk memilih ( the right to choose); 4) hak untuk didengar (the right to be heard) ( Shidarta, 2000: 16-17). Inosentius Samsul menyatakan “Dari hak-hak konsumen yang dipertentangkan dengan kewajiban produsen atau pelaku usaha, ada tiga hak konsumen yang menurut penulis (Inosentius Samsul) memiliki kompleksitas persoalan yang cukup rumit, yaitu hak atas informasi, hak atas fair agreement dan hak untuk mendapatkan ganti kerugian” (Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan, hal 19). Prinsip tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Prinsip tanggung jawab tersebut dapat dibedakan menjadi: 1) kesalahan (liability based on fault), 2) praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability), 3) praduga
selalu
nonliability),
tidak bertanggung commit to user
jawab
(presumption
of
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
4) tanggung jawab mutlak (strict liability), 5) dan pembatasan tanggung jawab (limitation of liability) (Shidarta, 2000: 59). Di sini nasabah dipandang sebagai konsumen. Namun, nasabah mungkin tidak menyadari akan haknya untuk mendapatkan ganti rugi. Ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh nasabah, pada dasarnya berfungsi (Ari Purwadi: 2001): 1) Memulihkan hak-hak konsumen (nasabah) yang dilanggar; 2) Memulihkan atas kerugian baik materiil maupun immateriil yang telah diderita oleh nasabah, dan 3) Memulihkan
ke
dalam
keadaan
semula
(Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan, hal 132).
a. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu
lima
sampai
sepuluh
tahun
ke
depan
(http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Arsitektur+Perbankan+Indonesia).
API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Enam pilar dalam API adalah (i) struktur perbankan yang sehat, (ii) sistem pengaturan yang efektif, (iii) sistem pengawasan yang independen dan efektif, (iv) industri perbankan yang kuat, (v) infrastruktur yang mencukupi,
dan
(vi)
perlindungan
nasabah
(http://pkditjenpdn.go.id/.../index/php?PerlindunganKonsumen.pdf). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Perlindungan konsumen sampai saat ini belum mendapatkan tempat yang baik dalam sistem perbankan nasional. Maka masalah perlindungan dan pemberdayaan konsumen tersebut mendapat perhatian khusus melalui Pilar Keenam dalam Arsitektur Perbankan Indonesia . Hal ini menunjukan besarnya komitmen Bank Indonesia dan perbankan untuk menempatkan konsumen jasa perbankan agar memiliki posisi yang sejajar dengan bank (Hermansyah, 2008: 188).
3) Tinjauan Umum Tentang Transaksi a. Pengertian Transaksi Transaksi adalah perbuatan hukum antara subjek-subjek di mana masing-masing subjek saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal. Berdasarkan KUHPerdata Transaksi diatur di dalam Buku III mengenai Hukum Perikatan. Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya jualbeli, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, dapat berupa keadaan, misalnya
pekarangan
berdampingan.
Peristiwa
hukum
tersebut
menciptakan hubungan hukum. Hukum perikatan ini adalah bagian dari hukum harta kekayaan dan diatur dalam Buku III KUHPerdata yang meliputi hubungan antara orang dan benda, hubungan orang dengan orang (Abulkadir Muhammad, 2000: 198).
Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang”. Buku III KUHPerdata tidak memberikan rumus dari suatu perikatan. Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, dianut rumus bahwa perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak user lainnya wajib memenuhi commit prestasitotersebut. Unsur perikatan terdiri dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
hubungan hukum, kekayaan, pihak-pihak, dan prestasi (Mariam Darus Badrulzaman, 1996: 1).
Undang-Undang sebagai sumber perikatan, yang dimaksud disini adalah dapat lahir perikatan antara orang, pihak yang satu dengan pihak yang lainnya tanpa orang-orang yang bersangkutan menghendakinya (J. Satrio, 1999: 40). Perikatan yang lahir dari undang-undang terdiri dari perikatan yang lahir dari undang-undang saja (perikatan yang timbul karena hubungan kekeluargaan) dan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan orang yang dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan (zaakwaarneming) atau yang melanggar hukuman (onrechtmatig), sedangkan perikatan yang lahir dari perjanjian dimana kedua belah pihak dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan (Subekti, 1995: 132134). Sedangkan Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa “ Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Dari Pasal 1234 KUHPerdata tersebut prestasi itu dibedakan atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberikan sesuatu contohnya adalah pemberian sejumlah uang, perikatan untuk melakukan sesuatu contohnya adalah mebangun rumah, dan perikatan untuk tidak melakukan sesuatu contohnya adalah A membuat perjanjian dengan B ketika menjual apotiknya, untuk tidak menjalankan usaha apotik dalam daerah yang sama (Mariam Darus Badrulzaman, 1996: 11-12). “Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya” (Abdulkadir Muhammad, 2000: 224). “Perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
perjanjian adalah sutau peristiwa hukum yang kongkrit” (Subekti, 1995: 122). Melihat penjelasan diatas dapat juga disimpulkan pengertian bahwa transaksi adalah suatu perbuatan hukum yang mengakibatkan adanya hubungan hukum bagi para pihak yang saling berhubungan. Suatu transaksi lebih condong pada perjanjian yang melahirkan perikatan. Di dalam transaksi terdapat unsur-unsur prestasi sesuai keterangan Pasal 1234 KUHPerdata yaitu antara lain unsur untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu dan didalam transaksi pasti ada pihakpihak yang saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya untuk menyatakan suatu kemauan.
b. Asas-Asas Dalam Transaksi Dalam mengkaji hal transaksi yang menimbulkan hubungan hukum bagi para pihaknya, maka perlu memperhatikan beberapa asas-asas dalam perjanjian. Didalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas, sebagai berikut: 1) Asas kebebasan berkontrak, yaitu setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur ataupun belum oleh undang-undang,
asalkan
tidak
dilarang
oleh
undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Asas ini diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata (Abdulkadir Muhammad, 2000: 225). 2) Asas konsensualisme, yaitu dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang didalamnya terdapat istilah ”semua” yang menunjukan memiliki kesempatan untuk menyatakan keinginannya dalam suatu perjanjian. 3) Asas kekuatan mengikat, yaitu di dalam perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat artinya, terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan terhadap unsur lain sepanjang dikehendaki oleh commit to user kebiasaan, kepatuhan dan kebiasaan akan mengikat para pihak.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
4) Asas kepercayaan, yaitu dalam suatu perjanjian harus dapat menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya dikemudian hari. 5) Asas persamaan hak yaitu, menempatkan para pihak didalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan. 6) Asas keseimbangan, yaitu asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi perjanjian itu. 7) Asas kepastian hukum, yaitu perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum (Mariam Darus Badrulzaman, 1994: 42-44). c. Syarat Sahnya Transaksi Dalam konstruksi hukum perdata, setiap transaksi (perjanjian) harus memenuhi persyaratan yang telah lazim dan sudah lama dijadikan pedoman di berbagai negara. Karena transaksi merupakan perikatan yang berdasar pada perjanjian maka di dalam transaksi perlu memperhatikan syarat sahnya perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata atau Burgerlijk Wetboek (BW), ada empat syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2) Kecakapan untuk membuat suatu periktatan; 3) Suatu hal tertentu; 4) Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena terkait dengan subjek atau para pihak dalam transaksi. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek suatu transaksi atau perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka transaksi bisa dimintakan untuk dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan ialah pihak yang menilai dirinya tidak cakap atau tidak mampu bertindak atau pihak yang menilai dirinya telah dipaksa untuk bertransaksi. Berbeda dengan commit to syarat user subjektif, apabila syarat objektif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
tidak terpenuhi maka transaksi dinyatakan batal demi hukum. Dengan kata lain, perjanjian atau transaksi bisnis dianggap tidak pernah ada (Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, hal 130).
Dalam suatu transaksi terdapat suatu keadaan yang dinamakan wanprestasi dan overmacht (keadaan memaksa). Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Ada 3 keadaan debitur dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi, yaitu: 1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2) Debitur memenuhi prestasi tapi tidak baik atau keliru; 3) Debitur memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu. Akibat dari wanprestasi adalah debitur wajib membayar ganti rugi yang diderita kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata), risiko beralih pada debitur sejak terjadi wanprestasi pada perikatan memberikan sesuatu (Pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata), debitur wajib memenuhi perikatan (Pasal 1267 KUHPerdata), dalam perikatan timbal balik kreditur dapat menuntut pembatalan/pemutusan perikatan (Pasal 1266 KUHPerdata). Selain wanprestasi dalam suatu transaksi dapat timbul keadaan yang disebut overmacht (keadaan memaksa) ialah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat dipersalahkan, karena keadaan ini timbul diluar kemampuan dan kemauan debitur (Abdulkadir Muhammad, 2000: 203-205). Tentang overmacht ini diatur didalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata.
d. Transaksi Dalam Perbankan Dari pengertian transaksi sebelumnya, dapat disimpulkan pengertian commit to user transaksi perbankan. Transaksi Perbankan adalah suatu perbuatan hukum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
dari hubungan hukum yang tercipta antara subyek-subyek yaitu pihak bank dengan nasabah yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal, dalam hal ini adalah melaksanakan pelayanan jasa yang merupakan kegiatan usaha bank yang diberikan untuk melayani nasabah mulai dari jasa Kliring, Inkaso, Letter Of Credit, Bank Garansi, Bank Card hingga kegiatan transfer dana.
4) Tinjauan Umum Tentang Transfer Dana a. Pengertian Transfer Dana Pengertian transfer secara umum adalah pengiriman uang lewat bank. Transfer dapat pula diartikan pemindahan uang dari rekening yang satu ke rekening yang lain dengan berbagai tujuan (Kasmir, 2004: 148). Transfer (remittance) merupakan lalu lintas pembayaran modern yang dilakukan antarkota atau antar Negara. Transfer antarnegara hanya dapat dilakukan oleh bank devisa. Transfer adalah pengiriman uang antarkota atau antar negara yang dilakukan melalui bank. Transfer ini sangat praktis, ekonomis, dan aman terutama untuk pengiriman uang yang jumlahnya banyak. Transfer merupakan jasa pengiriman uang lewat bank baik dalam kota, luar kota, atau keluar negeri. Lama pengiriman tergantung dari sarana yang digunakan untuk mengirim, demikian juga dengan besarnya biaya kirim juga sangat tergantung dari sarana yang digunakan (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 123). Menurut suatu jurnal internasional, pengertian transfer adalah sebagai berikut: “Under the Uniform Fraudulent Transfer Act (“UFTA”), a transfer is every mode, direct or indirect, absolute or conditional, voluntary or involuntary, of disposing or parting with an asset or an interest in an commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
asset, including the creation of a lien or other encumbrance”. (The Banking Law Journal, pg 512). Terjemahannya adalah sebagai berikut: Di bawah Undang-Undang Transfer Palsu Uniform ( "UFTA"), sebuah transfer
adalah setiap modus, langsung atau tidak langsung,
mutlak atau bersyarat, sukarela atau keterpaksaan dari penempatan yang sama atau berpisah dengan aset atau kepentingan dalam aset, termasuk penciptaan atau beban lain. Dana bank atau Loanable Fund adalah sejumlah uang yang dimiliki dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. Dana bank ini dari dana sendiri (intern) yaitu dana yang bersumber dari dalam bank dan bersifat tetap dan dan asing (ekstern) yaitu dana yang bersumber dari pihak ketiga. Dana bank ini digolongkan atas Loanable Funds, Unloanable Funds, Equity Funds. Loanable Funds, yaitu dana yang selain digunakan untuk kredit juga untuk secondary reserves dan surat-surat berharga. Unloanable Funds, yaitu dana yang semata-mata hanya dapat digunakan sebagai primary reserve. Equity Funds, yaitu dana yang dapat dialokasikan terhadap aktiva tetap, inventaris dan penyertaan (H. Malayu. S.P. Hasibuan, 2002: 56). Adapun jenis sumber-sumber dan bank antara lain: 1)
Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
2)
Dana yang berasal dari masyarakat luas
3)
Dana yang bersumber dari lembaga lain (Kasmir, 2004 : 62).
Transfer dana menurut penjelasan di atas dapat pula disimpulkan pemindahan uang dari rekening yang satu ke rekening yang lain dengan berbagai tujuan dimana dana itu merupakan sejumlah uang yang dimiliki dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
b. Pelaku Transfer Dana Pelaku Transfer terdiri dari: 1) pengirim atau remitter adalah nasabah yang mengirimkan uangnya kepada penerima melalui bank. 2) bank pengirim atau remitting bank yang mengirimkan uang baik atas permintaan nasabah maupun untuk kepentingan bank sendiri. 3) bank pembayar atau paying bank adalah bank yang membayarkan transfer kepada penerima. 4) penerima atau payee adalah nasabah yang berhak menerima uang kiriman. 5) bank pemberi ganti atau reimbursing bank adalah bank yang akan mengganti uang yang telah dibayarkan oleh bank pembayar. Bank pengganti bisa kantor cabangnya atau bank-bank lainnya mendapat permintaan dari bank pengirim. Pencairan transfer dapat dilakukan dengan cara pencairan secara tunai, pencairan dengan cara memasukkan kedalam rekening Koran atau buku tabungan penerimanya (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 123-124).
c. Klasifikasi Terhadap Model-Model Pengiriman Uang Transfer Masuk adalah kiriman uang yang diterima bank yang dikirim bank lain, baik bank antarkota dalam negeri maupun antar bank mancanegara. Transfer Keluar adalah pengiriman uang dari suatu bank kepada bank lain yang dilakukan antarkota atau antarnegara. Transfer keluar dilakukan atas permintaan nasabah bank atau untuk kepentingan bank itu sendiri LLG (Lalu Lintas Giro) antar kantornya. Transfer Keluar dalam negeri dinyatakan dengan valuta sendiri (rupiah), sedangkan transfer keluar untuk mancanegara dinyatakan dalam valuta asing. Nasabah pengirim transfer keluar harus memberikan jati dirinya dan jati diri penerimanya, uang yang dikirimkan telah disetorkan secara efektif ke bank, pencairan transfer commit harus dijelaskan to user (tunai/masuk rekening), jenis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
transfer pengirimannya harus ditentukan nasabahnya. Selain itu jenis transfer dana yang lain adalah: 1) Transfer dengan surat (mail-transfer) 2) Transfer dengan wesel/cek bank 3) Transfer dengan telex-telegram (TT) 4) Transfer dengan faksimili 5) Transfer dengan buku tabungan dan ATM 6) Transfer dengan lalu lintas giro (LLG) (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 125-126). Sarana yang digunakan dalam jasa transfer tergantung dari keinginan nasabah. Sarana yang dipilih mempengaruhi kecepatan digunakan adalah surat, telex, telepon, faksimile, online computer dan sarana lainnya. 1) Manfaat jasa kiriman uang atau transfer bagi nasabah a) pengiriman uang lebih cepat b) aman sampai tujuan c) pengiriman dapat dilakukan lewat telepon dengan melalui pembebanan rekening d) prosedur mudah dan murah
2) Benefit pemberian jasa kiriman uang atau transfer bagi bank a) biaya kirim b) biaya provisi dan komisi c) pelayanan kepada nasabah (Johannes Ibrahim, 2004: 123-124). Dalam hubungan dengan sistem pengiriman uang di jaman modern ini, model pengiriman uang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Jika digunakan sarana pengiriman sebagai kriteria. Terdiri dari : a) Pengiriman Via Surat (kantor pos) atau mail transfer/ mail order, commit to user yang antara lain dilakukan dengan :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
(1) Cek (2) Banker’s Draft (3) International Money Order (4) International Payment order
b) Pengiriman via telegram/elektronik, yaitu melalui : (1) Telegraphic Tranfer (TT) (2) Girobank/ Post Office (3) SWIFT
2) Jika digunakan keterlibatan bank sebagai kriteria. Terdiri dari : a) Credit Transfer b) Debit Transfer
3) Jika digunakan pemakaian sarana teknologi sebagai kriteria. Terdiri dari : a) Paper Based Transfer b) Electronic Transfer
4) Jika digunakan route instruksi transfer dana sebagai kriteria. Terdiri dari : a) Transfer 1 (satu) bank b) Transfer 2 (dua) bank c) Transfer 3 (tiga) bank
5) Jika digunakan lokasi pelaku pengiriman. Terdiri dari Transfer International dan Transfer Domestik (Munir Fuady, 2004: 89-90). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Dalam penelitian ini transfer dana dilakukan menggunakan sarana Anjungan Tunai Mandiri dan merupakan jenis klasifikasi transfer dana berdasarkan Pemakaian Sarana Teknologi sebagai Kriteria. Transfer menggunakan ATM seperti ini dapat disebut juga dengan transfer dana elektronik. Karena merupakan transfer dana elektronik penggunaan ATM ini termasuk di dalam suatu transaksi elektronik dengan pemakaian sistem elektronik dalam pelaksanaannya. Transaksi Elektronik adalah “perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya” (Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik). Sedangkan Sistem Elektronik adalah “serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan,
dan/atau
menyebarkan
Informasi
Elektronik” (Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) Menurut suatu jurnal internasional, pengertian transfer dana elektronik (Electronic Fund Transfer) adalah “Inter-bank EFT uses online transactions carried out on private networks to transfer funds; the bank plays the role of both payer and payee. Such transfers occur between a bank and its customers, or a bank and another bank. In contrast to a check payment, which requires several actual cryptographic processing days and manual efforts like signature verification, check sorting, and information capture, EFTs are same-day, almost instantaneous payments” (Journal of Electronic Commerce Research, pg 17). Terjemahannya adalah sebagai berikut: Antar bank Transfer Dana Elektronik menggunakan on-line transaksi dilakukan pada jaringan swasta untuk mentransfer dana; bank commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
memainkan peran baik pembayar dan penerima pembayaran. Pengalihan seperti terjadi antara bank dan pelanggannya, atau sebuah bank dan bank lain. Berbeda dengan pembayaran cek, yang memerlukan beberapa pengolahan kriptografi, sebenarnya hari dan upaya manual seperti verifikasi tanda tangan, cek menyortir, dan informasi menangkap, Electronic Fund Transfer dilakukan pada hari yang sama, hampir seketika pembayaran. Electronic transfer merupakan transfer dana dimana 1 (satu) atau lebih bagian dalam transfer dana yang dahulu digunakan dengan memakai warkat (secara fisik) kemudian diganti dengan menggunakan teknik elektronik. Bagian–bagian dalam Transfer dana yang dahulunya memakai paper based, tetapi kemudian diganti dengan sistem elektronik adalah sebagai berikut : 1) Pengiriman pesan elektronik di antara bank pengirim dan bank penerima dirubah dengan instruksi pembayaran via teleks, SWIFT (The Society for Worldwide Interbank Financial Telecomunications) atau hubungan computer to computer. 2) Data–data penting yang dibuat dengan sistem data yang terekam dengan mesin. 3) Penggunaan data, terminologi dan dokumentasi pengiriman yang standar. 4) Pembuatan instruksi transfer dengan komputer. 5) Menciptakan
sistem
elektronik
baru
yang
tidak
sekedar
menggantikan sistem lama yang berdasarkan paper based (Munir Fuady, 2004: 103-104).
Ada beberapa ciri dari transfer elektronik yang membedakannya dengan sistem konvensional yang memakai warkat (paper based). Ciriciri transfer elektronik tersebut adalah sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
1) Pemakaian Sistem Elektronik Yang Canggih Pemanfaatan sistem elektronik dan teknologi yang canggih dalm proses transfer dana berupa telegraph, teleks, telepon, computer to computer, mesin ATM bahkan internet merupakan teknologi yang memegang peranan penting saat ini untuk proses transfer dana. Proses pengiriman uang menjadi lebih cepat, praktis, efisien dan aman. Pemakaian alat-alat canggih dapat memenuhi kebutuhan unsur-unsur tersebut jika dilengkapi dengan aturan main dan alat pengamanan yang jelas. 2) Batch Transmission Transmisi ramai-ramai (batch transmission) merupakan ciri lain dari transfer elektronik ini. Batch Transmission adalah beberapa transfer yang diakumulasikan menjadi 1 (satu) dan dilakukan sekali transfer untuk keseluruhan transfer tersebut. Batch ini seringnya diberikan atau dipertukarkan antarsatu bank ke bank lain (interbank). 3) Transfer Yang Lebih Mengaktifkan Nasabah Sistem dimana nasabah pengirim uang yang lebih berperan dalam kegiatan yang sebelumnya dilakukan oleh pegawai bank. Transfer uang hanya dapat dilakukan oleh nasabah pengirim uang dengan memasukan data ke dalam sistem perbankan dan diproses langsung oleh sistem komputer perbankan tanpa ada pihak pegawai bank yang ikut campur. Dalam hal ini disertai dengan kode rahasia seperti nomor Personal Indentification Number (PIN). Beberapa perangkat yang digunakan dalam sistem transaksi yang mengaktifkan nasabah adalah sebagi berikut : a) Cash Dispenser commit to user b) Point-of Sale Terminal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
c) Mesin ATM d) Online Computer Terminal e) Home Banking Terminal, dan lain-lain 4) Pergantian Terhadap Beberapa Langkah Dalam Sistem Warkat Dalam hal apa yang dulunya digunakan warkat, sekarang ini digunakan sistem elektronik, diantaranya adalah penggantian instruksi warkat dengan magnetic tape, peralatan memori komputer, dan
pengiriman
instruksi
kredit
transfer
dengan
peralatan
telekomunikasi (Munir Fuady, 2004: 119-122). Dilain pihak dalam transaksi online setiap konsumen bertindak atas namanya sendiri tanpa berhubungan dengan konsumen lain masingmasing beroperasi secara terpisah dari yang lain karena konsumen tidak mengetahui adanya konsumen lain atau tidak dapat berkomunikasi dengan konsumen lain tersebut (Assafa Endeshaw, 2001: 408). d. Alas Hukum Mengenai Transfer Uang Via Bank Dasar hukum transfer uang via bank adalah sebagai berikut : 1) Ketentuan Dibidang Perbankan Pasal 6 huruf (e) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan berbunyi sebagai berikut : “Usaha Bank Umum meliputi : e. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri, maupun untuk kepentingan nasabah”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Dari ketentuan dalam Pasal 6 huruf (e) tersebut cukup jelas ditentukan memang suatu bank umum dapat melakukan suatu transfer uang. 2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Sejauh mana yang menyangkut dengan transfer dana via bank yang menggunakan surat-surat berharga berlaku ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, sebagai berikut : a) Pengaturan tentang surat wesel, dalam Pasal 100 sampai dengan pasal 173 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; b) Pengaturan tentang surat sanggup, dalam Pasal 174 sampai dengan 177 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; c) Pengaturan tentang Cek, dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 229 d Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; 3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tentang berbagai aspek hukum yang berkenaan dengan transfer uang via bank, khususnya berkenaan dengan aspek hukum kontrak. Apabila diterapkan ketentuan tentang kontrak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terhadap kontrak antar nasabah pengirim transfer dengan bank, terdapat 3 (tiga) kemungkinan jawaban sebagai berikut: a) Kontrak pengiriman uang merupakan kontrak titipan barang dalam hal ini bank adalah pihak penitip, vide Pasal 1694 sampai dengan Pasal 1739 KUHPerdata b) Kontrak Pengiriman uang merupakan kontrak untuk melakukan jasa tertentu oleh bank, vide Pasal 1601 KUHPerdata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
c) Yang
lebih
reasonable
adalah
memberlakukan
kontrak
pengiriman uang sebagai kontrak khusus yang tidak masuk kedalam kontrak bernama dalam KUHPerdata, sehingga ketentuan umum saja yang berlaku, mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456 KUHPerdata. Selebihnya berlaku ketentuan dalam kontrak yang dibuat para pihak, dan ketentuan perbankan, baik syarat-syarat yang diatur oleh Bank itu sendiri maupun oleh peraturan yang di keluarkan oleh Pemerintah (Munir Fuady, 2004: 126-129).
5) Tinjauan Umum Tentang Anjungan Tunai Mandiri (ATM) a. Pengertian Anjungan Tunai Mandiri (ATM) "Electronic Commerce merujuk secara umum kepada semua bentuk transaksi yang berkaitan dengan aktifitas komersial, baik organisasi maupun individual, yang berdasarkan pada pemrosesan dan transmisi data yang digitalisasikan, termasuk teks, suara, dan gambar" (OECD, 1997).(http://blog.politekmalang.ac.id/..../200905158analisis%20data%2 0biaya%20dan%20manfaat%20tentang%20ecommerce). Komputer dan teknologi yang berkaitan telah mengambil alih dimana-mana mulai dari pengambilan uang dengan ATM, sistem kendali pesawat, peralatan rumah sakit, manufaktur sampai komunikasi. Dalam semua bidang tersebut, komputer nampaknya membawa perubahan radikal dan fundamental mengubah segala sesuatunya yang dilakukan. Dari pengertian E-commerce diatas ATM merupakan bagian dari ECommerce. Allen H.Lapis dan Thomas R.Marshal dikutip BTN Pasal 1 menyatakan “Automatic Teller Machine (ATM) atau anjungan tunai mandiri adalah alat kasir otomatis tanpa orang, ditempatkan di halaman atau di luar pekarangan bank yang sanggup menyelesaikan pembayaran uang tunai dan mengenaicommit transaksi-transaksi keuangan yang rutin ” (H. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 167). Sedangkan menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia “Anjungan Tunai Mandiri (ATM) adalah kegiatan kas yang dilakukan secara elektronis untuk memudahkan nasabah dalam rangka menarik atau menyetor dana secara tunai, melakukan pemindahbukuan, dan memperoleh informasi mengenai saldo rekening nasabah” (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 167). b. Bank Card Bank Card merupakan kartu plastik yang dikeluarkan oleh bank yang diberikan kepada nasabahnya untuk dapat digunakan sebagai alat pembayaran ditempat-tempat tertentu seperti supermarket atau pasar swalayan, restoran, tempat hiburan dan tempat lainnya. Di samping itu dengan kartu ini juga dapat diuangkan diberbagai tempat seperti ATM (Automatic Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri). ATM biasanya
tersebar diberbagai
tempat
strategis
seperti
di
pusat
perbelanjaan, hiburan dan perkantoran. Jenis-jenis bank card: 1) charge card; adalah suatu sistem dimana pemegang kartu harus melunasi semua penagihan yang terjadi secara sekaligus pada saat jatuh tempo. 2) credit card; adalah suatu sistem dimana pemegang kartu dapat melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya secara angsuran pada saat jatuh tempo. 3) debet card; pembayaran atas penagihan nasabah melalui pendebetan atas rekening yang ada dibank dimana pada saat melakukan transaksi. 4) smart card; merupakan kartu yang berfungsi sebagai rekening terpadu, kartu ini dapat dihubungkan dengan rekening pribadi dan dapat menyimpan dan memperbaharui data dalam microchip, sehingga pemegang kartu dapat mengetahui keadaan semua rekeningnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
5) private label card; merupakan kartu yang bukan diterbitkan oleh bank, melainkan oleh suatu badan usaha seperti supermarket, hotel, dan perusahaan lainnya. Pemakaian kartu ini hanya terbatas pada perusahaan yang mengeluarkannya (Johannes Ibrahim, 2004: 128129). Kartu ATM yang digunakan dalam transaksi transfer dana termasuk Debet Card, karena kartu debet dan kartu ATM adalah kartu khusus yang diberikan oleh bank kepada pemilik rekening yang dapat digunakan untuk bertransaksi secara elektronis atas rekening tersebut. Pada saat kartu digunakan bertransaksi, akan langsung mengurangi dana yang tersedia pada rekening. Apabila digunakan di mesin ATM, maka kartu itu disebut kartu ATM, jika digunakan untuk bertransaksi pembayaran dan belanja non tunai dengan mesin EDC maka disebut Kartu Debet. Kedua kartu ini sebagai alat Bantu untuk melakukan transaksi dan memperoleh informasi perbankan secara elektronis Jenis transaksi yang tersedia antara lain penarikan tunai, setoran tunai, transfer dana, tersedia
pembiayaan adalah
dan
pembelanjaan.
Jenis
informasi
informasi
saldo
yang dan
informasi kurs (http://www.bi.go.id/nk/rdonyres/BBE21279-B0594CO4BBE8 E2D58360DB06/1465/MengenalKartuDebitdanATM.Pdf). c. Manfaat dan Pelayanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) ATM Card adalah kartu keanggotaan ATM yang diberikan oleh bank penerbit kepada nabahnya yang didalamnya terdapat identitas bank dan pemegangnya serta nomor kartu. Setiap pemegang kartu ATM ini mempunyai satu Personal Identification Number (PIN) yang harus dirahasiakan dengan baik sehingga kartu tidak dapat disalahgunakan orang lain. Keuntungan ATM bagi bank adalah : 1) menarik rekening baru commit to user 2) meningkatkan neraca rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
3) mengurangi biaya tenaga kerja 4) menambah pendapatan dari biaya pelayanan ATM 5) fleksibilitas lokasi ATM 6) meningkatkan costumer service (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 167-168). ATM ini merupakan mesin yang dapat melayani kebutuhan nasabah secara otomatis setiap saat (24 jam) dan 7 hari dalam seminggu termasuk hari libur. Pelayanan yang diberikan oleh ATM antara lain: 1) penarikan uang tunai 2) tempat untuk memesan buku cek dan builyet giro 3) tempat untuk meminta rekening Koran 4) tempat untuk melihat dan mengecek saldo rekening nasabah 5) pembayaran listrik, telepon dan pembayaran lainnya. Sedangkan manfaat lainnya yang diberikan oleh ATM adalah: 1) praktis dan mudah dalam pengoperasian ATM 2) melayani keperluan nasabah 24 jam termasuk hari libur 3) menjamin keamanan dan privacy 4) kemungkinan mengambil uang tunai lebih dari 1 kali 5) terdapat di berbagai tempat-tempat yang strategis (Kasmir, 2004: 182).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
B. Kerangka Pemikiran 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Asas Perlindungan Nasabah Bank
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Aktivitas Perbankan
Bank
Nasabah Transaksi Perbankan
Transfer Dana Via ATM
Masalah Bagi Nasabah
Perlindungan Hukum
Belum ideal
Ideal
Harus Disempurnakan
to user Gambar commit 1. Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Keterangan Bagan : Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian serta pembangunan nasional di Indonesia sangat di pengaruhi oleh sektor usaha perbankan. Segala transaksi kelancaran perekonomian sangat banyak menggunakan jasa dunia perbankan. Nasabah adalah konsumen pengguna jasa perbankan yang terikat hubungan hukum dengan bank sebagai pelaku usaha dalam suatu perjanjian keanggotaan bank yang disepakati diawal pembukaan rekening maupun saat menggunakan suatu layanan jasa perbankan. Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan disebutkan berbagai aktivitas perbankan, dari kelembagaan hingga kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank. Dengan adanya kemajuan teknologi dan sistem elektronik, dunia perbankan dalam kegiatan usahanya ingin memberikan pelayanan yang terbaik pula dengan mengikuti perkembangan teknologi dan sistem informasi, dalam hal ini dengan menawarkan jasa layanan transfer dana kepada masyarakat dengan penggunaan ATM yang lebih canggih, cepat, dan efisien dibandingkan dengan metode sebelumnya yaitu dengan menggunakan sistem warkat. Transfer dana melalui ATM ini merupakan suatu transaksi elektronik sehingga disebut dengan Electronic Fund Transfer. Penggunaan ATM ini sangat menguntungkan karena lebih menghemat waktu dan biaya. Namun dalam penggunaan alat elektronik dalam suatu transfer dana (secara elektronik) khususnya ATM memilki kelemahan dan juga rentan terhadap kesalahan atau penipuan dan permasalahan lainnya dibandingkan dengan transfer uang dengan warkat (paper based). Keamanan dan perlindungan nasabah pun menjadi lebih rentan dengan penggunaan sistem elektronik ini. Dari penggunaan ATM sering banyak menimbulkan risiko bagi nasabah dan menjadikan suatu konsekuensi hukum bagi pihak yang terlibat. Kebanyakan penggunaan jasa ini banyak menimbulkan kerugian dan masalah bagi nasabah bank. Pihak Nasabah sering tidak mendapat perlindungan yang wajar oleh hukum, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
sehingga perlu adanya suatu payung hukum (umbrella act) sebagai suatu bentuk perlindungan terhadap nasabah. Di Indonesia telah ada political will yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin secara hukum perlindungan akan kepentingan nasabah bank. Diantaranya dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan serta Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta karena dunia perbankan memberikan pelayanan jasa yang menggunakan suatu perangkat elektronik maka perlindungan hukum bagi nasabah bank juga terkandung didalam ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Di dalam peraturan perundang-undangan tersebut sebenarnya telah dapat diketahui bahwa ada ketentuan secara hukum perlindungan terhadap nasabah bank. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut memang tidak secara khusus diatur mengenai transaksi transfer dana secara elektronik, yang mana dalam permasalahan yang diangkat berkaitan dengan ATM, tetapi saat ini dalam penggunaan sarana ATM masih berlaku ketentuan tersebut meskipun belum ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. Tentunya untuk memberikan perlindungan yang ideal, ketiga undang-undang tersebut lebih disempurnakan dengan pencantuman ketentuan yang bermaksud secara khusus untuk mengatur perlindungan nasabah dalam transaksi perbankan yang dilakukan secara elektronik dengan tetap berlandaskan pada asas perlindungan nasabah yang telah disebutkan dalam undang-undang tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
BAB III PEMBAHASAN
A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Terhadap Penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Pada Transaksi Transfer Dana
Bank merupakan lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan kredit dan jasa-jasa kepada masyarakat. Dalam melaksanakan usahanya bank berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Sebagai lembaga kepercayaan bank dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pengguna jasa perbankan dan selalu memperhatikan kepentingan pengguna jasanya. Dalam pelaksanaan kegiatan bank maka akan ada keterkaitan berbagai kepentingan hukum yang perlu untuk mendapat perlindungan hukum itu sendiri. Para pihak yang terkait itu bukan hanya pihak bank akan tetapi juga pengguna jasa perbankan yang disebut dengan nasabah baik itu nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah nondebitur-nondeposan. Selain itu perbankan sebagai suatu badan usaha dan nasabah sebagai konsumen/pengguna jasa perbankan tidak lepas dari perlindungan hukum nasional karena keterkaitan antara pihak-pihak tersebut dapat
membawa konsekuensi dan akibat hukum bagi
masing-masing pihak.
Bank dan nasabahnya terikat dalam suatu hubungan hukum baik kontraktual dan nonkontraktual, tetapi di Indonesia yang berlaku dan diakui adalah hubungan hukum secara kontraktual. Dasar hubungan bank dan nasabah secara kontraktual terdapat didalam Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan, yaitu Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Selain itu hubungan antara bank dan nasabah juga dapat dikatakan hubungan antara pelaku usaha dengan konsumennya. Bank adalah pelaku usaha karena merupakan suatu badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha dibidang ekonomi sedangkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
nasabah adalah konsumen yang menggunakan jasa-jasa dalam kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank. Bank menyediakan pelayanan kepada nasabahnya dalam bentuk pelayanan jasa perbankan. Bentuk jasa-jasa perbankan selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Jasa yang ditawarkan oleh bank antara lain adalah jasa kliring, inkaso, safe deposit box, traveller’s cheque, pengiriman uang (transfer), dan lain-lain.
Perkembangan teknologi membuat segala transaksi menjadi semakin mudah, cepat dan efisien tidak terhalang oleh ruang, jarak dan waktu bagi para pelaku transaksi. Tanpa terkecuali dalam kegiatan transaksi perbankan. Saat ini kegiatan perbankan ini sudah demikian meluas dikalangan masyarakat. Dalam menunjang peningkatan aktivitas perbankan ke arah yang lebih maju, maka bank dalam menunjang kegiatannya menggunakan kecanggihan teknologi, maka usaha-usaha perbankan menjadi semakin modern dengan penggunaan komputer maupun perangkat elektronik lainnya di bidang perbankan, sehingga semakin memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam pelayanan kepada masyarakat khususnya kepada para nasabah bank. Pada penelitian hukum ini transaksi perbankan yang akan dikaji adalah mengenai Transaksi Transfer Dana dengan menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Dahulu orang melakukan transaksi transfer dana menggunakan sistem warkat (paper based), sedangkan saat ini orang lebih menyukai menggunakan teknologi transfer dana yang terbaru yaitu menggunakan Anjungan Tunai Mandiri. Transaksi Transfer Dana menggunakan sarana Anjungan Tunai Mandiri (ATM) ini termasuk dalam transfer dana elektronik (Electronic Transfer), karena jenis transfer dana ini merupakan jenis transfer dana berdasarkan pemakaian sarana teknologi transfer dana
yang dahulu dilaksanakan dengan
memakai warkat (secara fisik) kemudian saat ini telah diganti dengan menggunakan teknik elektronik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Transfer Dana Via ATM ini sangat dirasakan betul manfaatnya oleh masyarakat (nasabah) pengguna layanan perbankan ini. Penggunaan kecanggihan teknologi ini sangat membantu nasabah bertransaksi secara cepat, aman, efisien, praktis dan mudah dalam pengoperasiannya. Nasabah dapat melakukan transaksi di berbagai tempat dimana ATM itu berada dalam waktu 24 jam termasuk hari libur. Hal ini sangat memperlancar dan mempermudah transaksi nasabah, karena nasabah tidak perlu datang mengantri lagi ke bank, karena ATM ini dapat sewaktu-waktu digunakan.
Namun perlu disadari bahwa penggunaan kecanggihan teknologi tidak selamanya berjalan dengan baik dan tanpa menimbulkan masalah. Sebagai produk teknologi yang canggih, dengan semakin canggihnya sistem elektronik dalam penggunaan ATM itu, ternyata tingkat kehambatannya juga semakin canggih. Begitu juga dengan penggunaan Transfer Dana via ATM ini. Selain banyak dirasakan manfaatnya tetapi terkadang ada banyak permasalahan hukum yang muncul dari penggunaan ATM ini. Masalah yang terjadi seringkali menimbulkan kerugian bagi pihak nasabah bank pengguna layanan ATM ini. Berbagai kasus sering terjadi dengan adanya penggunaan ATM dalam transfer dana oleh nasabah bank. Kedudukan nasabah yang lemah dan terkadang tidak mengetahui selukbeluk produk jasa yang dikeluarkan oleh bank membuat hak-hak dan kepentingan nasabah tidak terjamin. Sering kita mengetahui bahwa pihak bank selalu ada di posisi yang paling diuntungkan dalam setiap permasalahan yang terjadi. Pertanggungjawaban pihak bank sebagai penyelenggara layanan ATM ini dirasakan sangat kurang dan mengesampingkan kepentingan nasabahnya. Banyak kasus yang terjadi terkait dengan transfer dana menggunakan ATM ini, dan kebanyakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen belum terlalu difokuskan.
Beberapa contoh kasus berkaitan dengan permasalahan transfer dana menggunakan ATM, yaitu pada tanggal 2 Agustus 2008 pukul 19.07 WIB, seorang nasabah mengirimkan transfer dana menggunakan ATM sebuah Bank A commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
ke rekening Bank B lain yang berbeda atas nama seseorang dengan menggunakan fasilitas ATM Bersama. Namun, hingga saat ini dana yang ditransfer tidak diterima oleh pihak yang dituju. Berdasarkan struk ATM dan rekening koran dana nasabah sudah terkirim. Hal ini sangat merugikan nasabah karena pihak yang dituju menganggap nasabah wanprestasi dalam pelunasan kredit mobil karena terlambat. Akibatnya nasabah didenda atas tidak diterimanya transfer tersebut hingga lewat waktu 23 hari. Persoalan ini sebetulnya sudah nasabah laporkan ke Bank A UPN Veteran, dan Bank A cabang Pondok Labu pada tanggal 14 Agustus 2008. Selain itu juga telah nasabah juga menyampaikan ke Phone Plus Bank A tersebut. Sayangnya nasabah diminta untuk menunggu kabar selanjutnya padahal semakin lama penyelesaian ini nasabah semakin besar membayar denda keterlambatan. Nasabah terus terang mengharap persoalan ini diselesaikan secepatnya. Selain itu nasabah mengharap ganti rugi atau siapa pun yang terkait sebesar
denda
yang
dibebankan
pada
nasabah
oleh
pihak
yang
dituju(http://suarapembaca.detik.com/read/2008/08/26/180539/995075/283/transf er-atm-bersama-terkirim-tapi-tidak-diterima.).
Kasus lain yang terjadi baru-baru ini adalah masalah pembobolan ATM. Kasus pembobolan uang nasabah melalui mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) terjadi di Bali. Hingga Rabu 20 Januari 2010, sudah ada laporan hampir 20 nasabah yang tersebar di Denpasar, Kuta, Gianyar, empat di antaranya warga asing yang tinggal di Bali terkait dengan kehilangan dana di ATM. Kepala kepolisian kota besar Denpasar Komisaris Besar I Gede Alit Widana menyarankan kepada nasabah jika terpaksa harus melakukan transaksi melalui ATM, setelah selesai, kartu dimasukkan lagi dan melakukan acak PIN lalu tekan pembatalan atau cancel. Ini dilakukan untuk mengelabui pelaku jika mereka memasang kamera pengintai untuk mereka aktivitas nasabah. Laporan di Polsek Denpasar Selatan, Kuta, dan Poltabes Denpasar sebanyak 15, Polsek Ubud Ubud kabupaten
Gianyar
1,
dan
Polda
Bali
ada
tiga
laporan
(http://metro.vivanews.com/news/read/123203-belum-ada-korban-pembobolancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
atm-di-jakarta).
Modus
pembobolan
ATM
diduga
dilakukan
dengan
menggunakan alat pencuri data nasabah yang disebut skimmer. Dari kasus tersebut dapat diketahui bahwa ada permasalahan yang terjadi akibat penggunaan ATM ini, bank kurang memperhatikan faktor keamanan informasi maupun kondisi fisik dari perangkat transaksi perbankan, sehingga membuka peluang kejahatan. Hal ini menyebabkan dana nasabah mengalir kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab tentu saja ini membawa kerugian bagi nasabah.
Banyak hambatan yang terjadi dalam penegakkan perlindungan nasabah dalam menghadapi persoalan yang muncul akibat transfer dana menggunakan ATM. Hal ini dapat disebabkan karena minimnya pengetahuan nasabah tentang dunia perbankan dan layanan jasa perbankan yang menggunakan sistem elektronik, nasabah yang enggan ataupun belum menyadari betapa pentingnya memperjuangkan hak-hak mereka. Ada beberapa kendala yang dialami sehingga nasabah tidak mempersoalkan kerugian yang dialaminya secara hukum lewat pengadilan. Pertama, ketidaktahuan nasabah bagaimana menuntut haknya ke pihak bank. Kedua, kelemahan nasabah dari segi pembuktian karena nasabah tidak ahli atau tidak menguasai teknologi transaksi di ATM. Ketiga, biaya perkara di pengadilan tidak sebanding dengan uang nasabah yang hilang ketika bertransaksi lewat ATM (Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, hal 132-133), dan faktor penghambat yang lain yang mungkin disebabkan dari pihak bank sehingga banyak nasabah yang membiarkan kerugian yang dihadapi tidak mendapat ganti rugi yang sesuai.
Kenyataan yang sering terjadi adalah pihak bank sering tidak memperhatikan dan tidak menanggapi dengan baik laporan kerugian yang diterima nasabah. Kurangnya rasa pertanggungjawaban bank untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi nasabah membuat pihak nasabah tidak mendapat perlindungan yang wajar dari pihak bank. Melihat kondisi banyaknya kasus yang terjadi mengenai transfer dana menggunakan ATM seperti ini maka perlu adanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
perlindungan terhadap kepentingan nasabah sebagai konsumen jasa perbankan agar tercipta kedudukan yang seimbang antara bank dengan nasabah. Dalam mengkaji perlindungan hukum
bagi nasabah dalam transaksi transfer dana
menggunakan ATM ini, maka perlu melihat pada: 1. Proses Transaksi Transfer Dana Menggunakan Anjungan Tunai Mandiri Dalam proses pengunaan Transfer Dana menggunakan ATM tidak berbeda dengan transfer dana secara elektronik lainnya. Dalam transfer dana menggunakan
ATM
ini
lebih
mengaktifkan
nasabah
dalam
proses
pelaksanaannya. Berbeda dengan sistem warkat (paper based) yang menggunakan sistem teller, transfer dana menggunakan ATM ini dilakukan sendiri oleh nasabah tanpa ada kehadiran dan campur tangan pihak pegawai bank. Pihak-pihak yang terkait dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM ini adalah pihak nasabah dan pihak bank (meskipun tidak secara langsung ikut dalam pelaksanaan transaksi karena tugas bank diwakilkan oleh Mesin ATM). Berikut ini adalah skema Transaksi Transfer Dana Lewat Anjungan Tunai Mandiri:
Kartu ATM Nasabah (Remitter)
·
Produk Bank
·
Nomor Rahasia untuk mengakses ATM yang disebut dengan PIN (Personal Identification Number)
Mesin ATM
Transaksi Transfer Dana · ·
Produk Bank Sarana Alat Transaksi Elektronik Perbankan
Penerima (payee)
Gambar 2. Skema Transaksi Transfer Dana Lewat ATM commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Dari skema tersebut dapat dilihat bahwa dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM pihak yang melaksanakan adalah nasabah itu sendiri. Transaksi transfer dana dilakukan dengan bantuan mesin ATM dengan cara memasukkan kartu ATM, kemudian memasukkan kode/nomor rahasia yang hanya diketahui nasabah yang sering juga disebut dengan nomor PIN (Personal Identification Number) yang terdiri dari 4 (empat) hingga 6 (enam) angka. Setelah itu nasabah mengikuti petunjuk mesin ATM selanjutnya lalu memilih pilihan menu transaksi lainnya yang tersedia di layar mesin tersebut, dilanjutkan dengan memilih pilihan menu berikutnya yaitu “Transfer“, kemudian memasukkan nomor kode bank yang dituju dan nomor rekening penerima transfer lalu memasukkan jumlah uang yang akan di transfer dan memasukkan nomor referensi jika ada. Setelah semua ketentuan pelaksanaan transfer berdasarkan petunjuk pada mesin ATM telah selesai dilakukan, nasabah mengambil kartu ATM miliknya kembali dan mesin ATM pun akan mengeluarkan secarik kertas sejenis struk sebagai bukti transaksi transfer dana yang dilakukan oleh nasabah pada saat itu juga.
Hubungan antara nasabah dengan bank terkait dengan transaksi transfer dana melalui ATM, terjadi secara kontraktual, yaitu untuk mendapatkan fasilitas ATM, nasabah terikat pada bank melalui perjanjian pembukaan rekening oleh seseorang untuk menjadi nasabah pada suatu bank. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh bank, dan nasabah tinggal menerima atau menolak perjanjian tersebut. Sebagai akibat hukum dari perjanjian tersebut, nasabah harus mengikuti ketentuan dan syarat-syarat yang sudah disepakati. Di dalam perjanjian permohonan pembukaan rekening, terdapat beberapa ketentuan dan syarat-syarat umum mengenai tabungan pada suatu bank dan ditambahkan kepada penabung perorangan dapat diberikan Bank Card yang berfungsi sebagai Kartu ATM. Beberapa syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh bank sehubungan dengan kartu ATMnya berkisar pada ketentuan sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
a. Segala kerugian atas penyalahgunaan Kartu ATM dalam bentuk apapun yang disebabkan oleh kelalaian dan kesalahan penabung termasuk akibat dari hilangnya kartu ATM menjadi tanggung jawab penabung sepenuhnya. b. Pemegang kartu bertanggung jawab penuh atas transaksi yang dilaksanakan dengan menggunakan Kartu ATM. c. Penggunaan kartu tunduk pada syarat-syarat dan ketentuan umum pada ketentuan penggunaan kartu ATM. d. Kartu ATM tidak dapat dipindahtangankan dengan cara apapun. e. Kewajiban untuk mengingat nomor PIN (Personal Identification Number) dan tidak memberitahukannya kepada orang lain.
Nasabah yang melakukan transaksi transfer dana menggunakan ATM secara otomatis akan tunduk pada ketentuan bank yang bersangkutan, karena mesin ATM adalah sarana alat transaksi yang dikeluarkan oleh bank dan merupakan produk milik bank. Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password). Dalam hal ini, nasabah melakukan transaksi transfer dana sendiri, sedangkan pihak bank diwakilkan oleh mesin ATM. Meskipun transaksi dilakukan antara nasabah dan mesin ATM, tetapi transaksi ini sah, berdasarkan syarat-syarat sahnya transaksi dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. Oleh karena itu meskipun tidak ada pihak bank yang menyaksikan, maka dalam transaksi transfer dana via ATM oleh nasabah ini, bank bersangkutan dianggap telah menerima transaksi transfer tersebut dan dianggap telah mengetahui adanya perbuatan hukum tersebut, ketika nasabah telah memasukkan nomor PIN kedalam Mesin ATM dan mengikuti syarat-syarat dan petunjuk dilayar mesin ATM. Hal itu merupakan tanda telah terjadinya kesepakatan antara bank dan nasabah untuk melakukan transfer dana. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
2. Masalah Bagi Nasabah Berbagai permasalahan dapat terjadi sehubungan dengan penggunaan suatu perangkat elektronik dalam transaksi transfer dana. Masalah yang sering timbul dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM oleh nasabah antara lain karena: a. Permasalahan pada ketimpangan saldo atau berkurangnya saldo milik nasabah, atau masalah transfer yang dinyatakan batal oleh mesin ATM padahal uang telah terdebet tetapi dana yang ditransfer ke rekening penerima tidak sampai pada tujuan. Permasalahan tersebut dapat saja terjadi karena: 1) Kesalahan ataupun kelalaian dari nasabah Kesalahan ataupun kelalaian dari nasabah ini termasuk faktor human eror, dari kesalahan ataupun kelalaian ini dapat mengakibatkan salah kirim artinya transfer yang dikirim tidak akan sampai penerima yang dituju, tetapi kepada rekening pihak lain. Kesalahan atau kelalaian ini dapat juga dipengaruhi faktor kurangnya pengetahuan nasabah terhadap ATM yang digunakan, atau nasabah yang kesulitan mengikuti petunjuk yang terlihat di mesin ATM.
2) Gagal beroperasinya mesin ATM Mesin ATM adalah sebuah perangkat yang dalam penggunaannya memiliki keterbatasan dan seringkali mengalami kerusakan.
3) Terganggunya suatu jaringan link (jaringan sistem elektronik) yang mengoperasikan jalannya mesin ATM Terganggunya jaringan link yang menghubungkan perangkat elektronik yang satu dengan perangkat elektronik yang lain dapat menyebabkan terjadi keterlambatan pada transaksi transfer dana ataupun terhambatnya proses committransfer to userdana.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
4) Sistem keamanan yang lemah Kesadaran menjaga keamanan informasi produk perbankan adalah hal penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan bank terhadap nasabahnya, karena hal ini menyangkut keamanan dana nasabah dan transaksi
perbankan
yang
dilakukan
nasabah,
hal
ini
juga
mempengaruhi kenyamanan nasabah dalam melakukan transaksi perbankan tanpa terkecuali transaksi transfer dana secara elektronik melalui ATM. Namun peningkatan standar keamanan ini belum disadari betul oleh pihak bank sehingga pengawasan keamanan informasi ini masih rendah. Misalnya, mesin ATM terletak di tempattempat yang strategis maupun terletak diluar lingkungan bank dan kadang keamanan dari letak mesin ATM itu ditempatkan kurang terjamin (kurang aman), sehingga dapat membuka peluang bagi pihakpihak yang memiliki motif-motif tidak baik, dengan cara-cara tertentu yang bertujuan mengambil keuntungan dari keberadaan ATM dan menimbulkan kerugian bagi nasabah. Di dalam ruang ATM belum ada pelindung tertentu sehingga membuat celah pihak lain menempatkan alat-alat tertentu, untuk mencuri data/bisa mengetahui PIN (Personal Identification Number) orang lain. Akhir-akhir ini marak adanya penggunaan alat yang disebut Skimmer dan Spycam dalam permasalahan penggunaan ATM. Skimmer atau ATM Skimmer, adalah alat pencuri data nasabah yang dipasang di mulut ATM, alat ini akan menyalin data si korban jika ia memasukan kartu ATM melalui skimmer ini, setelah itu maka si penjahat yang menempatkan skimmer pada lobang ATM akan memiliki data nasabah pemilik ATM. Alat lain yang di gunakan penjahat untuk sepenuhnya menguasai kartu ATM anda, selain Skimmer, ialah Spycam. Alat ini berguna untuk merekam nomor PIN ATM, saat anda mengetiknya di tombol keyboard. Spycam di tempatkan sangat tersembunyi, tidak tampak oleh mata secara sekilas, dan di letakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
sebaik mungkin agar dapat menyorot tombol keyboard ATM, sehingga saat
anda
ketik
PIN
ia
dapat
merekamnya
(http//:melodanta.com/skimmer-dan-spycam-sebuah-alat-pembobolatm.html). Selain spycam dan skimmer alat lain yang digunakan pelaku kejahatan adalah menggunakan Keylogger yang berbentuk seperti keypad yang ada di ATM. Keypad palsu tersebut ditumpangkan diatas keypad asli sehingga dapat digunakan untuk mengintip PIN nasabah. Setelah semua informasi data nasabah terkumpul, informasi tersebut di masukkan dalam kartu ATM blank yang kemudian dapat digunakan untuk
mencuri
dana
nasabah
(http://pesona-
it.net/2010/01/23/bagaimana-penjahat-mengintip-atm-anda/).
5) Kurangnya sumber daya manusia (SDM) perbankan yang menguasai teknologi Perubahan sistem layanan jasa perbankan, dari secara manual dan belum
menggunakan
kecanggihan
teknologi,
hingga
saat
ini
menggunakan teknologi terbaru, mengharuskan para pegawai bank untuk menguasai teknologi tersebut dalam menunjang pelayanan jasa perbankan. Dalam hal ini khususnya dalam hal transfer dana menggunakan ATM yang dulunya menggunakan sistem warkat. Mesin ATM adalah produk perbankan dan pegawai bank seharusnya mengetahui seluk-beluk mengenai kartu ATM dan mesin ATM bank bersangkutan.
Minimnya
kemampuan
sumber
daya
manusia
menjadikan kurangnya penguasaan teknologi (gagap teknologi) akan berdampak pada penyelesaian masalah yang terjadi dalam transfer dana menggunakan mesin ATM jika terjadi permasalahan yang berkaitan dengan teknologi yang digunakan dalam ATM tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
6) Ataupun hal-hal yang berkaitan dengan: a) Penipuan (fraud) Penipuan sering dilakukan dengan modus operandi sebagai berikut: (1) Penipuan oleh pegawai bank yang tidak jujur. (2) Penipuan oleh pegawai dari nasabah pelaku transfer. (3) Penyalahgunaan Customer-Activated Terminals. (4) Penipuan dalam penggunaan mechine-readable instruction yang disediakan oleh nasabah pengirim transfer. (5) Penipuan karena adanya intersepsi, alterasi atau diberikannya pesan palsu (false message) (Munir Fuady, 2004: 123).
Jika dikaitkan dengan transfer dana menggunakan ATM, hal yang biasanya terjadi yaitu pengendapan dana oleh pihak bank untuk mendapatkan bunga, penipuan/pencurian nasabah bank oleh pegawai bank untuk kepentingan pribadi. Pihak pegawai bank dapat berperan menimbulkan kerugian bagi nasabah, karena biasanya pegawai bank lebih mengetahui data-data pribadi nasabah. Penipuan ini tidak hanya dilakukan oleh pihak bank tetapi juga bisa dilakukan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab selain pegawai bank.
b) Kesalahan (errors) Kesalahan sehubungan dengan transfer dana secara elektronik, antara lain sebagai berikut: (1) Kesalahan dalam penggunaan komputer. (2) Belum adanya commit standar to baku mengenai pengiriman messages. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
(3) Prosedur transfer yang belum ada standarnya. (4) Pesan-pesan yang telah dilakukan recreasi kembali. (5) Kegagalan komputer dan kesalahan dari Software (Munir Fuady, 2004: 123). Kesalahan ini bisa juga disebut dengan teknologi yang eror yang menyebabkan keterlambatan, salah kirim dari transfer dana menggunakan ATM. Mesin ATM menggunakan teknologi, dimana kelemahan teknologi yang digunakan kadang membuat mesin tidak beroperasi dengan baik. Teknologi yang bermasalah dapat membuat mesin ATM mengalami kerusakan dan mempengaruhi kelancaran transaksi transfer dana. Selain karena kesalahan teknologi, permasalahan dapat juga terjadi karena diakibatkan kesalahan pengunaan komputer (mesin ATM) oleh nasabah.
b. Munculnya masalah yang berkaitan dengan hak-hak nasabah sebagai konsumen jasa perbankan untuk mewujudkan kewajiban bank sebagai pelaku usaha atau dapat dikatakan merupakan permasalahan kesenjangan antara cita-cita (Ius Constituendum) dengan kenyataan (Ius Constitutum), yaitu antara lain: 1) Pelaku usaha sering tidak memperdulikan hak nasabah sebagai konsumen, namun lebih mengutamakan keuntungan. 2) Pelaku usaha lebih dilindungi pemerintah karena dianggap memiliki jasa besar dalam menopang perekonomian negara. 3) Pihak pelaku usaha mudah membeli kekuasaan untuk melindungi kepentingannya terhadap tuntutan nasabah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
4) Konsumen merasa rugi jika harus menuntut pelaku usaha karena antara biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada ganti rugi yang didapatkan (M. Ali Mansyur, 2007: 151). Hal diatas merupakan beberapa hambatan dalam penegakkan perlindungan hukum bagi para nasabah bank yang memperjuangkan haknya, karena posisi bank lebih kuat dibandingkan nasabahnya. Hak yang diperjuangkan dan yang sering dituntut oleh nasabah jika terjadi masalah dalam hal transfer dana via ATM ini adalah hak atas informasi dan hak atas ganti kerugian yang diderita. c.
Salah satu masalah hukum yang utama dalam transfer dana secara elektronik adalah masalah pembuktian. Hukum secara tradisional tidak dapat memfasilitasi data komputer sebagai alat bukti. Akan tetapi perkembangan sekarang baik di negara dengan sistem Civil Law maupun Common Law sampai batas-batas tertentu telah mengakui Admisibility dari data komputer sebagai alat bukti (Munir Fuady, 2004: 138). Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian. Dalam transfer dana menggunakan ATM perihal “pembuktian” sedikit sulit bagi nasabah yang mengalami masalah. Jika kerugian yang terjadi bukan karena kesalahan nasabah, terkadang susah untuk membuktikan hal tersebut, karena dalam penggunaan ATM dalam transfer dana tidak ada pihak lain yang menyaksikan selain nasabah sendiri, nasabah tidak cukup pengetahuan mengenai ATM, bukti transaksi berupa struk belum menjamin sepenuhnya kepentingan nasabah akan terlindungi.
3. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Transfer Dana Menggunakan ATM Di Indonesia dalam suatu negara hukum, supremasi hukum seharusnya memberikan perlindungan pada masyarakat dan memperlakukan tiap-tiap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan memberikan persamaan kedudukan hukum setiap orang (Pasal 27 UUD 1945) (M. Ali Mansyur, 2007: 93).
Perlindungan hukum bagi nasabah di Indonesia sejak awal telah diamanatkan didalam Undang-Undang Dasar 1945, selain Pasal 27 UUD 1945 didalam ketentuan yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia juga memberikan perlindungan hukum bagi Warga Negara Indonesia yaitu Pasal 28 dan Bab XA Pasal 28 D Ayat (1) yang menyatakan “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. UUD 1945 merupakan pedoman awal yang memberikan perlindungan hukum bagi warga Negara Indonesia.
Maka dari itu, perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana menggunakan ATM, dapat dilihat dan dikaji dari beberapa hal sebagai berikut: a. Bentuk Perlindungan Bagi Nasabah Bank Dalam Transfer Dana Menggunakan ATM. Bentuk perlindungan ini, antara lain dapat dilihat menurut pendapat: 1) Marulak Pardede, menyatakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan dengan 2 (dua ) cara : a) Perlindungan secara implisit (Implisit deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank
yang
efektif,
yang
dapat
menghindarkan
terjadinya
kebangkrutan bank. Perlindungan ini dapat di peroleh melalui Peraturan perundang-undangan di Bidang Perbankan, pengawasan dan pembinaan yang efektif oleh Bank Indonesia, upaya menjaga kelangsungan usaha bank pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya, memelihara tingkat kesehatan bank, melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah serta menyediakan informasi risiko pada nasabah (Hermansyah: 2008:133). Perlindungan ini merupakan usaha dari perbankan sebagai awal untuk mengantisipasi serta melindungi kepentingan nasabah terkait juga dengan transfer dana melalui ATM. Perlindungan implisit bagi transfer dana via ATM ini dapat dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta menyediakan informasi risiko pada nasabah. b) Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan
masyarakat.
Perlindungan
ini
diperoleh
melalui
pembentukan lembaga yang menjamin simpanan, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum (Hermansyah, 2008: 133). Saat ini Lembaga Penjamin Simpanan telah ada di Indonesia dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank. Perlindungan ini sangat diperlukan mengingat jika terjadi kerugian transfer dana dalam hal ini menggunakan ATM terjadi dalam jumlah besar. 2) Menurut Hermansyah, perlindungan bagi nasabah bank adalah terdiri dari : a) Perlindungan Langsung Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan adalah suatu perlindungan yang diberikan pada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap timbulnya risiko kerugian commit kemungkinan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Perlindungan ini terdiri atas
Hak Preferen Nasabah Penyimpan Dana dan
pembentukan Lembaga Asuransi Deposito. Perlindungan kepada kepentingan nasabah penyimpan dana yang lebih diutamakan dibandingkan dengan nasabah non debitur dan non deposan. Karena nasabah penyimpan dana menyimpankan dananya di bank, sehingga bank berkewajiban untuk menjaga keamanan simpanan tersebut. Hal ini berlaku juga untuk perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana suatu bank jika terjadi permasalahan dari transfe dana yang dilakukan melalui ATM. Indonesia tidak memiliki Lembaga Asuransi Deposito untuk menjamin simpanan nasabah tetapi Indonesia memiliki Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank (Hermansyah, 2008: 145). b) Perlindungan Tidak Langsung Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya tindakan pencegahan secara internal melalui Prinsip Kehati-hatian, Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), Mengumumkan Neraca Dan Perhitungan Laba Rugi, Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank
(Hermansyah,
2008: 134-142).
Terkait dengan transfer dana via ATM, perlindungan tidak langsung dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip kehaticommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
hatian, hal ini diperlukan dalam menjalankan usaha bank untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam pelayanan kepada nasabah dan dapat menjaga serta melindungi nasabah jika terjadi permasalahan dalam menggunakan produk perbankan.
b. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Dalam Transfer Dana Menggunakan ATM. Perlindungan yang diberikan oleh hukum bagi nasabah dapat dilihat dari: 1) Arsitektur Perbankan Indonesia (API) API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam
enam
pilar
API,
perlindungan
konsumen
terakomodasi didalam pilar yang ke enam yaitu perlindungan dan pemberdayaan nasabah. Seringkali nasabah berada diposisi yang lemah dan kurang diuntungkan. Untuk mengatasi masalah tersebut perbankan dan masyarakat didalam API memiliki agenda untuk meningkatkan perlindungan konsumen yaitu nasabah dengan cara menyusun mekanisme pengaduan nasabah, membentuk mediasi perbankan, meningkatkan transparasi informasi produk dan melakukan edukasi produk-produk dan jasa bank, termasuk risiko yang dihadapi nasabah kepada masyarakat luas. Dari beberapa program tersebut pendirian ombudsman untuk konsumen jasa perbankan merupakan suatu hal baru karena kita belum memiliki lembaga khusus yang menangani sengketa antara nasabah dengan bank (Hermansyah, 2008: 188-190).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
2) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Didalam Pasal-Pasal Undang-Undang Perbankan ini, dapat diketahui bahwa terdapat ketentuan yang memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank, terkait juga dengan perlindungan dalam hal transfer dana melalui penggunaan ATM. Ketentuan pasal-pasal tersebut dalam Undang- Undang ini antara lain: a) Perlindungan hukum diberikan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian yang didasarkan pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 2 berbunyi “Perbankan Indonesia dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. b) Pasal 29 ayat (2) berbunyi “ Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang behubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”. c) Pasal 29 Ayat (3) berbunyi “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”. d) Pasal 29 Ayat (4) berbunyi “Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
e) Pasal 37 B Ayat (1) berbunyi “Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan”. f) Pasal 37 B Ayat (2) berbunyi “Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dibetuk Lembaga Penjamin Simpanan” (Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan).
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen sering disebut dengan UUPK. Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur Perlindungan Konsumen, sebab sebelumnya telah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen terkait dalam permasalahan ini adalah Undang-Undang Perbankan (M. Ali Mansyur, 2007: 95). Perlindungan bagi nasabah tidak hanya diatur didalam hukum perbankan tetapi juga telah diakomodir didalam ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hubungan perlindungan nasabah dengan perlindungan didalam Undang-Undang ini adalah karena nasabah merupakan konsumen jasa perbankan. Dalam penelitian ini dimana dikhususkan bahwa nasabah sebagai konsumen jasa perbankan dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
dibentuk
untuk
mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen (Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Konsumen.
Pasal
2
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
menyatakan bahwa Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu : a) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. b) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha unuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. c) Asas
keseimbangan
dimaksudkan
untuk
memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. d) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. e) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Kelima asas
yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila
diperhatikan substansinya, dapat dibagi mejadi 3 (tiga) asas, yaitu: a) Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen, b) Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas kesimbangan, dan c) Asas kepastian hukum (Ahmadi Miru, Sutarman Yudo, 2008: 2526).
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur mengenai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen khususnya dalam hal perlindungan nasabah bank dari jasa yang dibeli/didapatkan dari pelaku usaha. Ketentuan UUPK yang melindungi nasabah
sebagai konsumen jasa
perbankan yang terkait dengan
transfer dana melalui ATM, antara lain sebagai berikut: a) BAB III tentang Hak dan Kewajiban Bagian Pertama, Pasal 4 Tentang Hak Konsumen, yaitu: (1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa (Pasal 4 huruf (a)); (2) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa Ayat (Pasal 4 huruf (c)); (3) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan (Pasal 4 huruf (d)); (4) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut (Pasal 4 huruf (e)); (5) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen (Pasal 4 huruf (f)); commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
(6) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif (Pasal 4 huruf (g)); (7) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya (Pasal 4 huruf (h)); (8) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya (Pasal 4 huruf (i)) (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Hak nasabah sebagai konsumen jasa perbankan dalam hal transaksi transfer dana menggunakan ATM, juga merupakan hak konsumen yang tersebut didalam pasal-pasal Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatas.
b) BAB III tentang Hak dan Kewajiban Bagian Kedua Pasal 7 Tentang Kewajiban Pelaku Usaha, yaitu : (1) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya (Pasal 7 huruf (a)); (2) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan (Pasal 7 huruf (b)); (3) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif (Pasal 7 huruf (c)); (4) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku (Pasal 7 huruf (d)); commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
(5) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (Pasal 7 huruf (f)) (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Pasal tersebut merupakan kewajiban yang harus dipenuhi bank sebagai pelaku usaha dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta kegiatan usahanya yang ditawarkan kepada masyarakat. c) BAB IV tentang Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha, dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf (a) yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal ini jika dikaitkan dengan produk bank yaitu transfer dana melalui ATM, pihak bank wajib menyediakan sarana transfer dana dan perangkat yang digunakan sesuai dengan standar kelayakan transfer dana.
d) BAB V tentang Ketentuan Pencantuman Klausula Baku. Dalam Pasal 18 yang menyatakan Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: (1) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (Pasal 18 Ayat (1) huruf (a)); (2) mengaturperihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen (Pasal 18 Ayat (1) huruf (e)) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
(3) menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya (Pasal 18 Ayat (1) huruf (g)) (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).
Antara nasabah dan bank terikat suatu perjanjian. Perjanjian yang disepakati merupakan perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh pihak bank, sehingga didalam perjanjian tersebut terdapat beberapa klausula baku. Nasabah terkait dengan klausula baku yang ditawarkan bank, hanya dapat bersikap menerima atau menolak, karena dalam pembuatan perjanjian yang mengikat antara bank dan nasabah dan segala ketentuan didalam perjanjian itu dibuat secara sepihak oleh bank, tanpa keikutsertaan nasabah. Dari klausula baku yang ada nasabah hanya memiliki pilihan menerima atau menolak untuk mengikatkan dirinya dengan bank. e) BAB VI tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha. (1) Pasal 19, menyatakan: (a) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi
barang
dan/atau
jasa
yang
dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 Ayat (1)). (b) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 19 Ayat (2)). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
(c) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi (Pasal 19 Ayat (3)). (d) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan (Pasal 19 Ayat (4)). (e) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen (Pasal 19 Ayat (5)) (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Pasal ini merupakan pengecualian dalam hal tanggung jawab Pelaku usaha dalam hal ini yaitu bank. (2) Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai “Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak
memenuhi
ganti
rugi
atas
tuntutan
konsumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen”. (3) Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur “Pembuktian terhadap ada tidaknya
unsur
kesalahan
dalam
gugatan
ganti
rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha”. Pasal ini mengamanatkan bahwa beban pembuktian jika terdapat permasalahan merupakan tanggung jawab bank. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
f) BAB IX Pasal 44 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Pasal 44 Ayat (3) menyatakan Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan: (1) menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa (Pasal 44 huruf (a)); (2) memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya (Pasal 44 huruf (b)); (3) bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen (Pasal 44 huruf (c)); (4) membantu
konsumen
dalam
memperjuangkan
haknya,
termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen (Pasal 44 huruf (d));. (5) melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen (Pasal 44 huruf (e)) (Pasal 44 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).
g) BAB X tentang Penyelesaian Sengketa Konsumen (1) Bagian Pertama, yaitu: (a) Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan “setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikansengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum”. (b) Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 to user Tentang commit Perlindungan
Konsumen
menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
“penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui Pengadilan atau diluar Pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.
(2) Bagian Kedua yaitu Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang
Perlindungan
Konsumen,
mengatur
Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan. “Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”.
h) BAB XI yaitu Pasal 49 Ayat (1) mengatur mengenai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yaitu “Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan”.
4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, merupakan ketentuan baru yang memberikan perlindungan baru terhadap perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. Transfer dana menggunakan ATM merupakan salah satu bentuk dari transaksi elektronik di bidang perbankan. Maka dengan hadirnya Undang-Undang ini semakin melengkapi Peraturan perundangundangan terdahulu yang memberikan perlindungan hukum bagi nasabah yaitu Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undangcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Undang Perbankan. Adanya Undang-Undang ini merupakan usaha pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat pengguna teknologi, yang sering bertransaksi melalui suatu perangkat elektronik. Hal ini tentunya juga sangat terkait dengan kegiatan usaha perbankan dalam memberikan jasa pelayanan transfer dana menggunakan ATM. Sehingga hadirnya Undang-Undang ini dapat juga melindungi nasabah bank, dikarenakan Undang-Undang Perbankan yang ada belum mengatur tentang perlindungan nasabah bank dalam transaksi perbankan secara elektronik, jika dikaitkan dalam permasalahan ini khususnya mengenai transfer dana menggunakan ATM. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehatihatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik). Penjabaran Asas tersebut antara lain: a) “Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang
mendukung
penyelenggaraannya
yang
mendapatkan
pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. b) “Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi
sehingga
dapat
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat. c) “Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus
memperhatikan
segenap
aspek
yang
berpotensi
mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
d) “Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut. e) “Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk: a) mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia (Pasal 4 huruf (a)); b) mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Pasal 4 huruf (b)); c) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik (Pasal 4 huruf (c)); d) membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab (Pasal 4 huruf (d)); e) memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi (Pasal 4 huruf (e)) (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Didalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini yang mengatur perlindungan nasabah bank sebagai pengguna transaksi elektronik dalam hal transfer dana via ATM, adalah ketentuan pasal sebagai berikut: a) BAB III tentang Informasi, dokumen, dan tanda tangan elektronik. (1) Pasal 5, berbunyi: (a) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia (Pasal 5 Ayat (2)). (b) Informasi
Elektronik
dan/atau
Dokumen
Elektronik
dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 5 Ayat (3)). Hasil cetak dari transaksi transfer dana melalui ATM yang dilakukan nasabah berupa struk adalah sah sebagai alat bukti. Jika ada ATM yang tidak mengeluarkan bukti struk, maka data transfer yang ada pada sistem elektronik yang digunakan di ATM milik Bank, dapat menjadi alat bukti yang sah pula. Didalam struk ini terdapat informasi elektronik, misalnya tanggal dan waktu pengiriman, nomor kartu, nama pengirim, nama bank asal, nama bank tujuan, nomor rekening bank tujuan, nama penerima dan jumlah dana yang ditransfer. (2) Pasal 7, menyatakan: “Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan”. Pasal ini mengisyaratkan mengenai “pembuktian” jika nasabah atau bank dalam hal transfer dana via ATM mengalami masalah yang menyebabkan kerugian, maka para pihak berhak untuk menyatakan hak-haknya, asalkan permasalahan tersebut memang berasal dari ATM resmi milik bank yang sudah sesuai dengan standar kelayakan. (3) Pasal 9, menyatakan: “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan”. Hal ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi bank sebagai pelaku usaha dalam menawarkan produk transfer dana melalui ATM. b) BAB IV tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik, Bagian Kedua, terdiri dari: (1) Pasal 15 menyatakan: (a) Setiap
Penyelenggara
Sistem
Elektronik
harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya (Pasal 15 Ayat (1)). (b) Penyelenggara Sistem
Elektronik
bertanggung jawab
terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya (Pasal 15 Ayat (2)). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
(c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik (Pasal 15 Ayat (3)). Dalam Pasal tersebut ada kewajiban bank sebagai penyelenggara sistem elektronik untuk menyelenggarakan sistem elektronik secara andal, aman, beroperasi sebagaimana mestinya dan bertanggung jawab. Andal artinya sistem elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya, aman artinya sistem elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik, beroperasi sebagaimana mestinya artinya sistem elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya. Bertanggung jawab artinya ada subjek hukum yang
bertanggung
jawab
secara
hukum
terhadap
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut. Bank wajib bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya terkait dengan sistem elektronik yang digunakan dalam transfer dana yaitu ATM. Bank bebas dari pertanggungjawaban
jika
risiko
muncul
akibat
keadaan
memaksa (overmacht), kesalahan maupun kelalaian dari pihak lain. (2) Pasal 16, menyatakan: (a) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan
Sistem
Elektronik
yang
memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut (Pasal 16 Ayat (1): (i) Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen commit to user Elektronik secara utuh sesuai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 16 Ayat (1) huruf (a)); (ii) Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut (Pasal 16 Ayat (1) huruf (b)); (iii) Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut (Pasal 16 Ayat (1) huruf (c)); (iv) Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut (Pasal 16 Ayat (1) huruf (d)); (v) Memiliki menjaga
mekanisme
yang
kebaruan,
berkelanjutan kejelasan,
untuk dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk (Pasal 16 Ayat (1) huruf (e)). Dalam penyelenggaraan Produk layanan transfer dana menggunakan ATM, bank harus memperhatikan hal didalam pasal diatas dan dalam sistem elektronik yang digunakan didalam ATM harus memenuhi persyaratan tersebut. c) BAB V tentang Transaksi Elektronik, Pasal 21, menyatakan (1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik (Pasal 21 Ayat (1)). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: (a) jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi (Pasal 21 Ayat 2 huruf (a)); (b) jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik (Pasal 21 Ayat (2) huruf c)); (3) Jika
kerugian
Transaksi
Elektronik
disebabkan
gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik (Pasal 21 Ayat (3)). (4) Jika
kerugian
Transaksi
Elektronik
disebabkan
gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan (Pasal 21 Ayat (4)). (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik (Pasal 21 Ayat (5)). Penyelenggara sistem elektronik (bank) sebagai penyedia Agen Elektronik yaitu mesin ATM tidak akan bertanggungjawab jika dapat dibuktikan bahwa permasalahan yang terjadi dalam transfer commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
dana via ATM bukan disebabkan oleh kesalahannya dan adanya keadaan memaksa. d) Bab VI Tentang Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual, dan Perlindungan Hak Pribadi, Pasal 26, yaitu: (1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan (Pasal 26 Ayat (1)); (2) Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini (Pasal 26 Ayat (2)). Pasal diatas menunjukkan adanya perlindungan bagi data pribadi nasabah pengguna layanan ATM, dimana orang lain yang tanpa persetujuan dari pemilik data sebenarnya dilarang menggunakan informasi/ data tersebut untuk mengakses sistem informasi data elektronik milik orang lain. e) Bab VII Tentang Perbuatan Yang Dilarang, terdiri dari Pasal 28 Ayat (1), Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 32 Ayat (2), Pasal 34 Ayat (1), Pasal 35, serta Pasal 36, dimana dari Pasal-pasal tersebut melarang setiap orang yang tidak memiliki hak, memasuki/ menggunakan
informasi
elektronik
milik
orang
lain
untuk
kepentingan mendapatkan keuntungan dari informasi elektronik orang lain sehingga membuat kerugian bagi pemilik asli dari informasi yang digunakan. Perlindungan yang diberikan Undangundang ini terkait dengan transfer dana secara elektronik dalam hal ini adalah melalui ATM, jika hal-hal dalam pasal tersebut dilanggar dan dapat merugikan nasabah yang melakukan transfer dana melalui ATM, maka
bagi commit pelanggaranya to user akan dikenakan sanksi pidana
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
sebagaimana yang di atur dalam Ketentuan Pidana pada BAB XI Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. f) Bab VIII tentang Penyelesaian Sengketa, terdiri dari: (1) Pasal 38, menyatakan: (a) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38 Ayat (1)). (b) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 38 Ayat (2)). (2) Pasal 39, mengenai penyelesaian sengketa, yaitu (a) Gugatan
perdata
dilakukan
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan Perundang-undangan (Pasal 39 Ayat (1)). (b) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif
lainnya
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perundang-undangan (Pasal 39 Ayat (2)). c. Perlindungan Diluar Hukum Perlindungan bagi nasabah diluar hukum merupakan bagian dari usaha yang terkait dengan perlindungan kepada nasabah bank yang diberikan oleh hukum untuk mewujudkan sistem dan kegiatan usaha perbankan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
baik. Hal tersebut terkait dengan perlindungan bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM dilakukan dalam bentuk: 1) Usaha Dari Bank Yang Bersangkutan Langkah pengamanan yang dilakukan oleh bank adalah sebagai berikut: a)
Penempatan pegawai yang capable dan jujur.
b) Penempatan dan pengawasan hardware dan software dari komputer atau alat komunikasi lainnya secara rutin. c)
Pemakaian test key yang baik.
d) Standarisasi terhadap dokumentasi dan istilah yang dipakai. e)
Melakukan perbaikan jika ada kekeliruan yang diberitahukan oleh pihak nasabah (Munir Fuady, 2004: 124). Usaha yang terpenting yang perlu dilakukan bank adalah
meningkatkan dan memperbaiki sistem pengamanan baik dari segi sumber daya maupun perangkat yang digunakan dalam transfer dana guna kelancaran dan keamanan transaksi perbankan, melindungi dana nasabah serta dapat meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap pihak bank. 2) Usaha Secara Internasional Usaha secara internasional pengamanan transfer dana secara elektronik ini diprakarsai oleh organisasi atau komunitas perbankan internasional yaitu Banking Committee (TC 68) dari International Standard Organization (ISO) sehingga disebut ISO TC 68. Usaha tersebut antara lain menyediakan: a)
Format yang digunakan dalam International Funds Transfer.
b) Penyediaan Test Key. c)
Penentuan technical characteristic dari kartu dengan strip magnet.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
d) Penentuan spesifikasi dari pertukaran messages untuk kartu kredit atau kartu debit. e)
Standar untuk format teleks dalam instruksi transfer uang interbank, dengan menggunakan SWIFT sebagai dasarnya (Munir Fuady, 2004: 124-125).
3) Keterlibatan Pihak Nasabah Pengirim Transfer Pihak nasabah dapat terlibat untuk mengetahui apakah terjadi penipuan atau kekeliruan yang berhubungan dengan transfer dana, misalnya yang ada hubungannya dengan rekeningnya di bank tersebut (Munir Fuady, 2004: 125). Usaha dari nasabah ini setidaknya dapat membantu nasabah mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan akibat transfer dana melalui ATM, nasabah diharapkan juga lebih aktif dalam memperjuangkan haknya, ditambah pula dengan menerapkan kehatihatian dan memperhatikan langkah aman bertransaksi melalui ATM.
d. Perlindungan Berdasarkan Teori Tanggung Jawab Hal pertanggungjawaban sangat penting dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi. Pertanggungjawaban ini dapat memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang merasa dirugikan dalam penggunaan sesuatu dan perjanjian dengan pihak lain. Pihak terkait dengan transfer dana melalui ATM adalah nasabah bank sebagai konsumen dan bank sebagai pelaku usaha. Hubungan hukum yang terjadi antara pihak penyedia barang dan/atau jasa dengan konsumen melahirkan suatu hak dan kewajiban yang mendasari terciptanya suatu tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan bagian dari konsep kewajiban hukum (Abdul Halim Barkatullah, 2009: 158).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Untuk menentukan siapa yang harus bertanggung jawab dalam permasalahan transfer dana melalui ATM dapat dilihat dari beberapa teori pertanggungjawaban sebagai berikut:
1) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan. Dalam hukum Product Liability, tanggung jawab perdata pelaku usaha atas kerugian
yang dialami konsumen adalah akibat
menggunakan produk yang dihasilkan. Sistem tanggung jawab produk di Indonesia masih menggunakan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dengan pembuktian terbalik dan belum menerapkan sistem tanggung jawab mutlak (Abdul Halim Barkatullah, 2009: 233).
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability) dipegang teguh dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Mengenai beban pembuktian, asas tanggung jawab ini mengikuti Pasal 163 Herziene Indonesische Reglement (HIR) atau Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten (RBG) dan Pasal 1865 KUHPerdata yang menyatakan barangsiapa yang mengaku mempunyai suatu hak, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (actorie incumbit probation) (Shidarta, 2000: 59).
Penulis berpendapat dengan pernyataan bahwa Indonesia menggunakan sistem pembuktian terbalik, meskipun pembuktian terbalik dalam permasalahan yang diangkat diatur didalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
tetapi
jika
melihat
pada
ketentuan
Pasal
1865
KUHPerdata bahwa setiap orang yang menyatakan “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada sutau peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Jika melihat ketentuan KUHPerdata diatas maka pihak bank maupun nasabah hendaknya sama-sama memiliki kesempatan untuk membuktikan hak keduanya. Karena jika hanya satu pihak saja dalam hal ini pelaku usaha yaitu bank yang dibebani pembuktian maka hal ini dapat merugikan konsumen karena bank sebagai pihak yang paling mengerti produk jasanya yang dikeluarkan dapat
menggunakan
segala
cara
untuk
menghindari
pertanggungjawabannya kepada konsumen dan membuktikan bahwa kesalahan dan kerugian bukan berasal dari pihaknya.
2) Ada beberapa teori hukum untuk menentukan siapakah yang bertanggung jawab secara hukum terhadap kekeliruan/ penipuan dalam transaksi transfer dana, yaitu sebagai berikut : a) Dalam hal melakukan transfer dana, termasuk memilih alat kirim yang cocok, selaku lembaga bisnis, bank memiliki kewajiban untuk berhati-hati (reasonable care). Jika secara hukum dianggap lengah, bank tersebut harus bertanggung jawab. b) Kemungkinan pembebasan tanggung jawab bank jika terjadi penipuan/kekeliruan dalam harus dengan tegas ditentukan dalam kontrak yang tertulis (Munir Fuady, 2004: 126). 3) Selanjutnya, diantara pihak yang terlibat dalam proses transfer dana, maka pihak bank yang lebih mungkin dimintai tanggung jawab, dengan alasan yuridis sebagai berikut: a) Sebab pihak bank pengirim yang menentukan dengan sistem apa dana ditransfer, dengan siapa dia berurusan, dan kurir mana yang dipilih untuk mengirim dana tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
b) Pihak bank pengirim akan lebih bertanggung jawab jika ada ketentuan (understanding) baik tersurat maupun tersirat bahwa bank pengirim bertanggung jawab terhadap pelaksanaan transfer yang patut untuk seluruh proses pengiriman tersebut. c) Apalagi di negara yang menganut ajaran bahwa pengiriman uang adalah semacam “titipan” oleh pihak pengirim kepada bank pengirim agar dana tersebut dikirim, dimana untuk jasa tersebut, bank mendapat imbalan tertentu (Munir Fuady, 2004: 142). Dalam Hukum Perdata risiko adalah “kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian” (Subekti, 1995: 144). Jika kesalahan dapat dibuktikan bahwa nasabah yang menyebabkan kerugian akibat kesalahan dan kelalaiannya maka bank dapat lepas dari pertanggungjawabannya. Ukuran pertama siapa yang mesti memikul risiko jika terjadi keterlambatan, kehilangan atau kerugian lainnya sementara tidak ada satu pihak pun yang terlibat dalam mengkontribusi kesalahan, maka adalah reasonable jika yang harus memikul risiko adalah pihak pengirim, karena pada prinsipnya pihak pengirimlah yang berinisiatif melakukan transfer dana dan untuk kepentingan dirinyalah transfer dana itu dilakukan (Munir Fuady, 2004: 142).
Penulis kurang setuju dengan pernyataan diatas, karena jika kerugian atau risiko timbul bukan atas kesalahan nasabah, misalnya karena faktorfaktor pada mesin ATM yang menyebabkan kerugian dalam hal transfer dana bagi nasabah, maka pihak bank seharusnya ikut bertanggung jawab. ATM yang bermasalah terkadang bukan karena kesalahan yang dilakukan pihak bank dan juga karena pihak nasabah. Tetapi pertanggungjawabannya bisa diserahkan kepada pemilik ATM tersebut, yaitu pihak bank. Karena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
pihak bank yang lebih mengetahui mengenai produk jasa yang dikeluarkannya sedangkan nasabah tidak tahu banyak mengenai jasa yang digunakan.
Pandangan bahwa bank dibebaskan tanggung jawabnya dalam hal kesalahan atau kegagalan komputer adalah kurang tepat. Biasanya kegagalan komputer diakibatkan oleh hal-hal yang dapat dihindari. Misalnya karena peralatan yang tidak bagus, pemakaian yang tidak tepat, man power yang tidak baik, dan lain-lain, yang kesemuanya dapat dielakkan. Sehingga pelepasan bank dari tanggung jawabnya hanya bisa dilakukan jika bank dalam kasus tersebut tidak dapat diharapkan untuk dapat mencegah jenis kesalahan komputer tersebut (Munir Fuady, 2004: 143-144). Hal ini juga berlaku bagi permasalahan yang terkait dengan mesin ATM saat transfer dana dilakukan.
Penggantian kerugian bisa saja terjadi jika terbukti dalam pembuktian bahwa pihak nasabah tidak melakukan kesalahan. Penggantian kerugian, dapat dituntut menurut undang-undang berupa “kosten, schaden en interessen” (Pasal 1234 KUHPerdata). Kerugian yang dapat dimintakan penggantian itu tidak hanya yang berupa biaya-biaya yang sungguhsungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta benda, tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (Subekti, 1995: 148). Nasabah yang dirugikan yang bukan karena kesalahannya berhak atas penggantian kerugian yang diterima akibat transfer dana menggunakan ATM.
Dalam hal terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan transfer dana melalui ATM, misalnya dikarenakan debitur (bank yang diwakili mesin ATM miliknya) terlambat dalam memenuhi prestasi dikarenakan adanya kegagalan jaringan telekomunikasi ataupun kesalahan dan kerusakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
mesin ATM yang menyebabkan dana nasabah yang ditransfer melalui ATM gagal atau terlambat, maka pihak yang bertanggung jawab atas kerugian yang diderita kreditur (nasabah bank) adalah bank (debitur). Wanprestasi yang dilakukan debitur tersebut menimbulkan hak bagi kreditur untuk menuntut kerugian.
Jika dalam hal transaksi terjadi overmacht, yang menyebabkan transfer dana gagal (tidak berjalan sebagaimana dikehendaki nasabah), misalnya dikarenakan adanya pencurian atau karena bencana alam, maka dalam keadaan memaksa baik debitur maupun kreditur tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban sepenuhnya. Hal ini tentu dapat membebaskan kreditur melepaskan tanggungjwabnya, namun jika melihat kembali pada hubungan kontraktual yang mengikat bank dan nasabahnya, dalam keadaan memaksa yang terjadi, bank tetap ikut bertanggung jawab dan membantu menyelesaikan masalah yang timbul akibat jasa yang dihasilkan, karena bank sebagai debitur adalah pihak penyelenggara jasa transfer dana melalui ATM, dimana jasa yang dihasilkan di konsumsi oleh nasabah selaku kreditur. Bank dianggap lebih mengerti mengenai risiko akibat penggunaan ATM miliknya, demikian pula dengan risiko yang tidak dapat diperkirakan sebelum perjanjian dibuat.
Berdasarkan pula pada asas keseimbangan dan keadilan, untuk memberikan kesempatan yang sama antara debitur dan kreditur memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya secara adil serta memberikan keseimbangan kepentingan masing-masing pihak dalam transfer dana ini, maka risiko jika terjadi overmacht menjadi tanggung jawab berdua antara nasabah dan bank.. Meski bank tidak dapat dimintai pertanggung jawaban namun lebih adil jika bank bertanggung jawab karena bank adalah pemilik ATM. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM memang sangat sulit diterapkan jika harus mencari dan menentukan siapa yang harus bertanggung jawab atas suatu risiko yang terjadi. Hal ini sangat tergantung pada “Pembuktian” para pihak baik nasabah maupun bank dalam menghadapi kasus yang terjadi dalam transfer dana via ATM ini. Masing-masing pihak harus membuktikan penyebab daripada kerugian yang terjadi, sehingga dapat di tentukan siapa yang harus bertanggung jawab dalam permasalahan yang timbul.
Dari uraian teori pertanggungjawaban tersebut diatas, penulis berpendapat bahwa bank banyak dituntut pertanggungjawabannya karena bank adalah penyelenggara jasa transfer dana menggunakan ATM. Jika terdapat permasalahan yang terjadi pihak bank akan tetap ikut bertanggung jawab
karena
dianggap
lebih
mengetahui
tentang
produk
yang
dikeluarkannya. Meskipun tidak bertanggung jawab sepenuhnya jika permasalahan terjadi akibat keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak nasabah, setidaknya bank harus ikut membantu dalam pemecahan masalah yang ada.
B. Analisis Perlindungan Nasabah Bank Dalam Transaksi Transfer Dana Menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku Di Indonesia
Indonesia adalah negara hukum, maka segala kegiatan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara diatur berdasarkan hukum. Hukum memiliki peran yaitu khususnya dalam penentuan hak dan kewajiban dan perlindungan kepentingan sosial dan para individu. Hukum bekerja ditengah kehidupan masyarakat, sehingga tercipta hubungan antar individu yang satu dengan yang lain, agar berlangsung tertib dan teratur. Karena hukum secara tegas akan menentukan hak dan kewajiban antar individu yang saling berhubungan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
serta tugas dan wewenang dihubungkan kesatuan (pemerintah) dengan kepentingan individu. Sehingga tidak terjadi ketegangan dan ketidakteraturan (Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 126-127).
Lembaga perbankan adalah lembaga kepercayaan, dan untuk menjaga kepercayaan dan menghindari kekurangpercayaan itu sepantasnyalah bank serta pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan nasabah yang bersangkutan. Berawal dari adanya hubungan hukum antara bank dan nasabah yang berdasarkan oleh perjanjian. Maka sewajarnyalah apabila kepentingan nasabah memperoleh perlindungan hukum. Dalam permasalahan ini kepentingan nasabah yang perlu dilindungi adalah yang berkaitan dengan transaksi transfer dana menggunakan ATM.
Transfer dana butuh perhatian khusus karena sangat sering digunakan oleh masyarakat negara ini untuk memperlancar proses pengiriman uang. Transfer dana ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat, apalagi dengan cara-cara transfer dana yang ditawarkan bank semakin maju dan mempermudah serta mempercepat pelayanan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya terdapat berbagai masalah yang dihadapi nasabah terkait transfer dana yang dilakukan melalui ATM. Permasalahan bisa terjadi karena faktor kesalahan dari nasabah, faktor kesalahan dari pihak bank, maupun kesalahan dari teknologi yang digunakan dalam hal ini sistem elektronik (perangkat elektronik) yang digunakan oleh ATM, maupun permasalahan yang diakibatkan adanya motif menguntungkan diri sendiri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Selain adanya berbagai permasalahan, banyak hambatan yang dihadapi terkait dengan penegakan perlindungan hukum ini. Misalnya dalam hal kurangnya pengetahuan nasabah tentang transaksi dan produk perbankan yang menggunakan sistem elektronik. Hal ini tentunya sangat merugikan nasabah sebagai konsumen jasa perbankan dan menambah lemah kedudukan nasabah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Perlindungan hukum bagi tiap-tiap individu adalah hal yang sangat penting. Karena menyangkut hak asasi manusia, sehingga kepentingan dari tiap-tiap individu perlu dilindungi dan mendapat jaminan hukum. Perlindungan hukum ini telah diamanatkan oleh UUD 1945, untuk kemudian dijalankan dan diperluas dalam berbagai ketentuan undang-undang untuk diatur sesuai dengan kepentingan yang memerlukan perlindungan hukum. Sama halnya dengan perlindungan hukum terkait dengan transfer dana, juga telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam penelitian ini, perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana melalui penggunaan ATM ini perlu dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, apakah undang-undang yang ada telah ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana melalui ATM. Seperti kita ketahui bahwa sampai saat ini jaminan perlindungan hukum bagi nasabah bank dirasakan masih lemah, apalagi terkait masalah transaksi perbankan secara elektronik yaitu transfer dana melalui ATM, padahal transaksi tersebut merupakan transaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Dasar hukum bagi bank untuk menjalankan kegiatan usahanya sehubungan dengan kegiatan memindahkan uang (transfer uang) Via Bank terdapat didalam Pasal 6 huruf (e) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang menyatakan bahwa usaha bank umum adalah memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri, maupun untuk kepentingan nasabah. Dahulu bank dalam kegiatan transfer menggunakan sistem warkat (paper based) yang seiring dengan perkembangan teknologi, bank mengeluarkan alat transaksi transfer dengan menggunakan ATM yang lebih canggih karena menggunakan sistem elektronik dan kecanggihan teknologi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Upaya dari pemerintah dan perbankan dalam mengatasi permasalahan perlindungan terhadap nasabah bank ini diimplementasikan dengan menjalankan amanat UUD Tahun 1945, yaitu diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka dari itu kita mengkaji perlindungan hukum bagi nasabah bank terkait dengan transfer dana melalui ATM dari ketiga undang-undang tersebut, apakah undang-undang tersebut telah
ideal dalam memberikan perlindungan bagi
nasabah bank terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian hukum ini. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank, menurut UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut adalah: a. Bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan segala aspek usahanya, termasuk dalam penyelenggaraan kegiatan usaha dengan mengeluarkan ATM sebagai produk terbaru dalam transaksi transfer dana secara elektronik. b. Berdasarkan Pasal 29 Ayat (3), bank dalam kegiatan usahanya wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank juga kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya pada bank. Bank dalam permasalahan
juga harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi
nasabah pengguna ATM dalam hal transfer dana, dan menjalankan caracara dalam ketentuan ATM Card agar tidak merugikan nasabah jika terjadi suatu permasalahan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
c. Berdasarkan Pasal 29 Ayat (4), diawal perjanjian antara bank dan nasabah, bank wajib memberikan penjelasan mengenai produk yang dikeluarkan dalam hal ini adalah ATM, sehingga nasabah dalam menggunakan ATM ini dalam transfer dana dapat mengerti ketentuan dan risiko yang timbul, sehingga dengan adanya keterbukaan informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank, nasabah memiliki pengetahuan mengenai produk yang digunakan, tetap dapat berhati-hati dalam bertransaksi, dan dapat menanggulangi serta memperkecil risiko yang akan terjadi. d. Berdasarkan Pasal 37, jika terjadi permasalahan dengan transaksi perbankan yang menyebabkan berkurang, hilangnya dana nasabah yang disimpan di bank maka bank wajib menjamin dana nasabah yang dipercayakan kepada bank. Undang-undang perbankan ini juga mengamanatkan
Lembaga
Penjamin
Simpanan
untuk
menjamin
simpanan nasabah bank. Lembaga Penjamin Simpanan diperlukan ketika dana nasabah yang hilang, atau berkurang dalam jumlah besar. Hal ini juga berlaku dalam hal transfer dana menggunakan ATM jika terjadi masalah dengan dana nasabah bank saat melakukan transaksi transfer dana. Ketentuan Undang-Undang Perbankan didalam pasal-pasal diatas mengisyaratkan adanya perlindungan hukum bagi nasabah bank secara umum. Dimana bank dalam menjalankan usahanya harus mengutamakan prinsip kehati-hatian, menggunakan cara-cara yang tidak merugikan nasabah dan menjamin dana nasabah lewat adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Undang-Undang Perbankan memang tidak secara khusus mengatur perlindungan hukum bagi nasabah bank pengguna ATM dalam transfer dana. Belum ada pasal yang mengatur secara khusus mengenai transfer dana, karena didalam undang-undang ini hanya mengatur usaha bank yang belum tersentuh teknologi, seperti halnya ATM. Akan tetapi bentuk perlindungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
hukum yang telah disebutkan dapat menjadi prinsip awal bagi bank dalam melindungi nasabahnya. Undang-Undang Perbankan belum mampu mengatasi perkembangan teknologi dan informasi sehingga belum dapat memberikan perlindungan yang sesuai. Meski begitu karena ATM merupakan produk perbankan untuk menjalankan transaksi perbankan, maka bank juga harus memperhatikan aspek perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Dalam hal nasabah mengunakan ATM sebagai sarana transaksi perbankan yaitu transfer dana, maka peraturan terkait dengan perlindungan nasabah dalam perundangundangan tersebut
juga berlaku bagi perlindungan nasabah bank dalam
transaksi transfer dana menggunakan ATM. Meskipun Undang-Undang Perbankan belum menyebutkan dan mengatur secara khusus bentuk perlindungan hukum dalam transaksi transfer dana secara elektronik ini.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal-pasal dalam undang-undang ini memberikan perlindungan kepada konsumen barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh pelaku usaha. Seperti kita ketahui nasabah merupakan konsumen jasa perbankan dan bank merupakan pelaku usaha sehingga hal-hal yang terkait dengan perlindungan konsumen dalam undang-undang ini terkait juga dalam hubungan antara bank dan nasabahnya. Undang-undang ini mengatur dan menjaga agar pelaku usaha dalam hal ini bank untuk memperhatikan jasa yang diberikan, perangkat yang digunakan dalam pelayanan jasa perbankan serta mengatur hak dan kewajiban baik pelaku usaha maupun konsumen, sehingga dapat membatasi ruang gerak pelaku usaha untuk bersikap menguntungkan pihaknya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan konsumen sebagai penikmat barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Selain Undang-Undang Perbankan, Undangcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Undang Perlindungan Konsumen ini juga memberikan perlindungan bagi nasabah bank selaku konsumen jasa perbankan. Sehubungan dengan pencantuman klausula baku, dalam perjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah, ketika nasabah akan menggunakan layanan jasa perbankan pastilah ada yang disebut dengan klausula baku. Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara pihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen (Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Sebagai contoh beberapa klausula baku dalam syarat dan ketentuan transfer dana pada slip transfer bank yang menyatakan sebagai berikut: a. Transfer akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank. b. Pengiriman transfer yang dilakukan bank tunduk pada hukum Negara Republik Indonesia termasuk ketentuan dan kebiasaan yang berlaku di bank. c. Segala kerugian yang timbul karena: 1) Keterlambatan/ tidak dapat diteruskannya transfer oleh bank koresponden/bank lain; 2) Tidak terlaksananya transfer karena peraturan yang berlaku; 3) Hilang tidak lengkap atau cacatnya pesan transfer yang disebabkan hal-hal diluar kewenangan Bank; Tidak dapat dimintakan pertangungjawabannya kepada bank.
Meskipun Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah melarang pencantuman klausula baku seperti yang disebutkan dalam Pasal 18, tetapi hal ini belum sepenuhnya diperhatikan oleh pihak bank dalam pembuatan perjanjian secara sepihak. Masih ada ketentuan dalam syarat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
transfer dana yang menyatakan pengalihan tanggungjawab bank dan menyatakan bahwa konsumen/nasabah tunduk kepada ketentuan yang berlaku di Bank. Selain itu bank kurang terbuka masalah informasi dan kurang menjelaskan risiko dari transfer serta tidak menjelaskan mengenai ketentuan dan syarat yang berlaku di bank sehingga pengetahuan nasabah kurang dalam hal ini.
Bank tidak wajib membuat kontrak tertulis dengan nasabahnya dalam hal transfer dana secara elektronik, kecuali dalam hal menerbitkan debit card atau credit card memang kontrak tertulis dengan nasabah perlu dibuat terutama karena pihak nasabah ikut berpartisipasi dalam program cash management, atau transfer dana dalam jumlah besar. Sebab masalah-masalah tersebut belum diakomodir pengaturannya dalam hukum/aturan perbankan konvensional (Munir Fuady, 2004: 140).
Karena bank tidak wajib membuat kontrak tertulis dalam transfer dana elektronik, maka beberapa aturan dalam syarat dan ketentuan transfer dana secara paper based, berlaku dalam transfer dana secara elektronik (dalam hal ini menggunakan ATM) karena prosedur dari kedua transfer tersebut sama, hanya ada beberapa perbedaan dalam pelaksanaanya (Munir Fuady, 2004: 135). Begitu juga dengan beberapa klausula baku yang ditetapkan bank. Yang menjadi permasalahan adalah dalam ketentuan transfer dana yang diberlakukan oleh bank, banyak nasabah yang kurang mengetahui, dan pihak bank pun jarang dan kurang terbuka dalam memberikan informasi mengenai ketentuan transfer dana yang menggunakan ATM Card dan informasi mengenai risiko dan halhal yang berkaitan dengan ATM Card lainnya. Hal ini yang membuat kedudukan nasabah semakin lemah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
“Perlindungan
hukum
bagi
konsumen
bermaksud
memberikan
perlindungan bagi konsumen, yang meliputi hukum dalam pemberian informasi tentang produk bagi konsumen dan hukum yang mengatur tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk yang diproduksinya” (Abdul Halim Barkatullah, 2009: 233). Perlindungan nasabah bank dalam pennggunaan ATM dalam transaksi transfer dana yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini berupa ketentuan mengenai hak konsumen dalam hal ini nasabah, kewajiban bank sebagai pelaku usaha, tanggung jawab bank, hal pencatuman klausula baku, dan penyelesaian sengketa. Perlindungan konsumen harus memperhatikan asas manfaat, asas kepastian hukum, dan asas keadilan sesuai yang di atur didalam undangundang ini.
Undang-undang ini mengatur kepentingan konsumen secara umum, belum mampu mengakomodir sepenuhnya kepentingan nasabah sebagai konsumen pengguna layanan transfer dana melalui ATM (hal-hal terkait dengan pemakaian produk ATM oleh nasabah), hanya pembatasan saja dalam hal pertanggungjawaban, dan aktivitas pelaku usaha dalam menjalankan usahanya termasuk didalamnya adalah bank dan cara menyelesaikan sengketa yang terjadi.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Seiring dengan berkembangnya zaman, bank juga menggunakan kemajuan teknologi dalam segala transaksi perbankan. Penggunaan ATM sebagai sarana transfer dana juga menggunakan sistem dan perangkat elektronik.
Undang-undang
ini
mengatur
dan
mencakup
mengenai
penggunaan jasa elektronik, termasuk dalam transfer dana menggunakan mesin ATM dan kartu ATM. Didalam undang-undang ini diatur mengenai informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik, kewajiban bank sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
penyelenggara sistem elektronik, pertanggungjawaban dalam transaksi elektronik, perbuatan yang dilarang serta penyelesaian sengketa dalam transaksi elektronik.
Undang-undang ini dirasa dapat lebih memberikan perlindungan hukum yang lebih baik dibandingkan dengan undang-undang yang ada sebelumnya yang juga mengatur mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank. Undang-undang ini lebih mengantisipasi akibat dari transaksi secara elektronik, mengatur mengenai kerahasiaan informasi, mengatur mengenai hal atau perbuatan yang dilarang dalam penggunaan transaksi elektronik/ mencegah bentuk kejahatan yang menimbulkan kerugian penggunanya, masalah pembuktian dan sanksi pidana bagi pelanggarnya.
Didalam undang-undang ini masih menyebutkan perlindungan pengguna layanan jasa elektronik secara umum, belum mengatur secara khusus mengenai transaksi elektronik transfer dana menggunakan ATM, sehingga perlindungan hukum yang diberikan hanya sebatas apa yang tertuang dan diatur dalam undang-undang ini terkait dengan suatu transaksi elektronik, meski begitu kehadiran undang-undang ini dirasa dapat memberikan angin segar bagi pengguna layanan elektronik yaitu nasabah bank jika ada permasalahan dengan transaksi transfer dana melalui ATM, karena undangundang sebelumnya belum mengatur mengenai suatu transaksi elektronik. Sehingga undang-undang ini semakin membantu dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank terkait dengan permasalahan yang diangkat.
Jika ditinjau dari ketiga peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tersebut, perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dapat disimpulkan, sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
1. Asas Perlindungan Nasabah Dalam
memberikan
perlindungan
hukum
bagi
nasabah
harus
diperhatikan mengenai Asas Perlindungan Nasabah, yang terdiri dari: a. Asas Kepastian Hukum Asas ini dimaksudkan agar pelaku usaha yaitu bank dan konsumen yaitu nasabah, untuk menaati hukum dan memperoleh jaminan kepastian hukum (segala penyelengaraan transaksi dan hubungan antara bank dan nasabah mendapat pengakuan hukum didalam dan diluar pengadilan).
b. Asas Manfaat Asas ini juga mencakup asas keamanan dan asas keselamatan konsumen. Perlindungan nasabah bank harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi nasabah bank sebagai konsumen.
c. Asas Kehati-hatian Asas ini sebagai landasan bagi pihak bank dan nasabah untuk memperhatikan aspek-aspek yang mendatangkan kerugian. Pihak bank sebagi pelaku usaha dituntut lebih memperhatikan asas ini dalam menjalankan kegiatan usahanya. Menurut asas ini pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam menjalankan usahanya, dan bagi konsumen untuk beritikad baik dalam bertransaksi. Asas ini juga disebut dengan prinsip kehati-hatian.
d. Asas Keadilan Asas ini mengutamakan keseimbangan untuk memperoleh hak dan pelaksanaan kewajiban baik oleh bank maupun nasabah.
Dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank khususnya terkait dengan transfer danacommit melaluitoATM, user ketiga peraturan tersebut telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
menganut asas perlindungan nasabah, yang juga harus diterapkan oleh bank dalam menjalankan usahanya sehingga ada keseimbangan antara kepentingan nasabah dan bank. Jika asas perlindungan terhadap nasabah ini dapat di implementasikan dengan baik, maka dalam setiap hubungan yang terjadi antara nasabah dan bank akan berjalan dengan baik dan dapat saling menjaga kepentingan para pihak, sehingga dalam setiap permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik pula dan menguntungkan bagi masing-masing pihak.
2. Ketentuan Mengenai Pelepasan Pertanggungjawaban Menurut peraturan perundang-undangan diatas, bank dapat melepaskan diri dari pertanggungjawaban jika: a. Tanggung jawab pelaku usaha dalam hal ini adalah bank sebagaimana dimaksud didalam Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak berlaku jika dapat dibuktikan bahwa masalah yang terjadi karena kesalahan nasabah sebagai konsumen. Pelepasan tanggung jawab bank jika terjadi keadaan memaksa (overmacht) tidak berlaku dalam pasal ini, karena pelepasan tanggung jawab bank untuk memberikan ganti rugi berdasarkan keadaan memaksa tidak
disebutkan.
Pasal
19
ini
menyatakan
bahwa
“Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen” (Pasal 19 Ayat (5)) (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). b. Penyelenggara elektronik yaitu ATM disini adalah pihak bank. Bank bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan elektroniknya (ATM nya). Pertanggungjawaban bank tidak berlaku jika dapat dibuktikan adanya keadaan memaksa, kesalahan atau kelalaian dari nasabah. “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
pihak pengguna Sistem Elektronik” (Pasal 15 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik). Perlindungan bagi pelaku usaha dalam pasal tersebut jika
hal dapat
dibuktikan adanya kerugian bukan atas kesalahnya, bisa saja karena kelalaian nasabah maupun adanya keadaan memaksa.. Sedangkan nasabah dapat menghindari diri dari pertanggungajawaban jika: a. Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: “jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi” (Pasal 21 Ayat 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik) b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik (Pasal 21 Ayat (5) UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik). Dari pasal tersebut para pihak yang terlibat dalam suatu proses transaksi dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban jika terjadi permasalahan dengan transaksi elektronik yang dilakukan bila dapat dibuktikan adanya keadaan memaksa, kesalahan yang bukan berasal dari kesalahan dan kelalaian nasabah ataupun dari pihak bank.
3. Alat Bukti Dalam Transaksi Elektronik Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud padatoayat commit user(1) merupakan perluasan dari alat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia (Pasal 5 angka (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik). Karena transfer dana menggunakan ATM merupakan transaksi elektronik maka, bukti atau dokumen elektronik sebagai bukti dari adanya transaksi elektronik adalah sah dan telah diakui sebagai alat bukti yang sah dimata hukum. Bukti struk transaksi yang dikeluarkan mesin ATM setelah transaksi adalah sah sebagai alat bukti, dan dapat digunakan untuk menguatkan kedudukan nasabah dalam memperjuangkan haknya jika terjadi permasalahan yang merugikan. 4. Pembuktian Dalam hal ini pembuktian diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan “Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha”. Pasal ini menyatakan yang dibebani tanggung jawab pembuktian jika terdapat permasalahan merupakan tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha karena bank dianggap lebih mengerti mengenai produk yang dikeluarkan, terkait dengan masalah ini adalah transfer dana melalui ATM.
Rumusan Pasal 28 ini kemudian dikenal dengan sistem pembuktian terbalik. Beban pembuktian terbalik, dalam praktik belum dilaksanakan secara konsisten, meski telah diatur dalam Undang-undang ini, beberapa kasus yang sampai di Pengadilan masih menggunakan prinsip lama dengan beban pembuktian pada konsumen. Pembalikan beban pembuktian dalam UUPK dapat menjadi “boomerang” bagi konsumen, karena pelaku usaha memiliki kemampuan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
sehingga konsumen kewalahan menghadapi kemampuan pelaku usaha ini. (Abdullah Halim Barkatullah, 2009: 234-235).
5. Hak Konsumen/ Nasabah bank Dalam hal ini adalah hak dari nasabah bank terhadap jasa layanan transfer dana via ATM yang digunakan atas hubungannya dengan Bank, seperti yang telah disebutkan dan diatur dalam Pasal 4 huruf (a), (c), (d), (e), (f), (g), (h) dan huruf (i) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 6. Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank Kewajiban Pelaku Usaha, dalam hal ini adalah kewajiban bank sebagai pelaku usaha untuk mengutamakan kepentingan nasabahnya dan juga merupakan bentuk pertanggungjawaban bank kepada nasabahnya, seperti yang telah disebut dan diatur dalam Pasal 7 huruf (a), (b), (c), (d), dan huruf (f) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tanggung jawab bank dalam memberikan perlindungan nasabah, menurut ketiga undang-undang tersebut adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu terdapat didalam ketentuan Pasal 2, Pasal 29 Ayat (2), Pasal 29 Ayat (3), Pasal 29 Ayat (4), dan Pasal 37 B Ayat (1) dan (2). b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu terdapat didalam ketentuan Pasal 18 Ayat (1) huruf (a) dan huruf (g), Pasal 19 Ayat (1), (2), (3), (4), dan Ayat (5), Pasal 28. Prinsip tanggung jawab yang dianut Undang-undang ini adalah prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability). Prinsip ini merupakan modifikasi dari prinsip tanggung commit tojawab user berdasarkan kesalahan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
beban pembuktian terbalik (Abdul Halim Barkatullah, 2009: 234). Artinya dalam prinsip ini pihak banklah yang dikenai beban pembuktian. c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu terdapat dalam ketentuan Pasal 15 Ayat (1) dan (2), Pasal 21 Ayat 2 huruf (a) dan (c), Pasal 21 Ayat (3). 7. Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dengan Bank Stephen Mason menyatakan bahwa “The ATM and plastic card have become central to our lives, yet the technology is not perfect. Should the bank refuse to accept withdrawals were the result of the actions of a thief, the customer’s only option may be to take legal action to recover their money” (New Law Journal, hal 976). Terjemahannya adalah ATM dan kartu plastik telah menjadi pusat kehidupan kita, namun teknologi ini tidak sempurna. Jika bank menolak untuk menerima penarikan adalah hasil dari tindakan pencuri, satu-satunya pilihan pelanggan mungkin untuk mengambil tindakan hukum untuk mendapatkan kembali uang mereka. Ketika terjadi permasalahan yang menimbulkan kerugian bagi nasabah, yang disebabkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, jika bank tidak mau memberikan ganti rugi, maka nasabah dapat mengambil tindakan hukum untuk menyelesaikan perkaranya lewat pengadilan maupun diluar pengadilan. Undang-undang yang ada juga menyatakan didalam pasal-pasalnya mengenai cara meneyelesaikan sengketa antara bank dan nasabah yang terjadi akibat transfer dana menggunakan ATM, yaitu: a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu terdapat didalam ketentuan Pasal 45, Pasal 47, Pasal 49 Ayat (1). Undang-Undang
ini
mengamanatkan
pembentukan
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat untuk membantu nasabah (konsumen) dalam memperjuangkan haknya.commit Lembaga Perlindungan Swadaya Masyarakat to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
yang ada saat ini adalah Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI). Dan dalam penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi UndangUndang ini menjelaskan bahwa penyelesaian Sengketa dapat dilakukan secara litigasi dan non litigasi. Untuk penyelesaian diluar Pengadilan atau yang juga disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat berupa arbitrase, mediasi, konsiliasi, minitrial, negosiasi, dan lain-lain. Dari sekian banyaknya cara penyelesaian sengketa diluar Pengadilan, Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
hanya
memperkenalkan
arbitrase, mediasi, konsiliasi sebagai cara yang dibebankan kepada BPSK (Ahmadi Miru, Sutarman Yudo, 2008: 233). b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu terdapat dalam ketentuan Pasal 38 dan Pasal 39. Gugatan perdata dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, dimana penyelesaian sengketa dapat melalui
arbitrase atau
lembaga penyelesaian sengketa lainnya.
Perlindungan hukum bagi nasabah menjadi perhatian khusus di negara ini, karena melihat banyaknya ketimpangan kedudukan antara bank dengan nasabah yang seringkali kedudukan nasabah lebih lemah dari kedudukan bank. Sejauh ini memang belum ada perlindungan hukum bagi nasabah secara khusus dalam hal transfer dana menggunakan sistem elektronik misalnya dengan menggunakan ATM. Perlindungan hukum bagi nasabah bank menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebenarnya telah diatur tapi terbatas pada perlindungan nasabah bank dalam kegiatan bank secara umum, hanya bagi perlindungan nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM belum terakomodir secara khusus. Perlindungan nasabah bank oleh ketiga undang-undang tersebut didasarkan pada asas perlindungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
terhadap nasabah yaitu asas kepastian hukum, asas manfaat, asas kehati-hatian dan asas keadilan.
Negara kita belum memiliki ketentuan perundang-undangan tentang Transfer Dana, perlindungan hukum yang tertuang didalam Undang-Undang Perbankan belum mampu memberikan perlindungan hukum bagi nasabah yang lebih baik. Perlindungan hukum bagi nasabah kemudian terbantu dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan dengan adanya perkembangan teknologi yang digunakan bank, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik pun ikut berperan.
Transfer dana via ATM merupakan bagian dari kegiatan usaha bank. Transfer dana merupakan transaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat dan banyak juga menimbulkan kerugian akibat penggunaanya. Maka segala aturan yang mengatur mengenai bank dan usaha perbankan serta perlindungan bagi nasabah bank tetap melekat dan berlaku bagi transfer dana via ATM. Dalam hal ini perlindungan yang diberikan oleh ketiga peraturan perundang-undangan tersebut belum sepenuhnya menjamin secara ideal perlindungan hukum bagi nasabah pengguna layanan transfer dana secara elektronik yaitu via ATM dikarenakan permasalahan yang terjadi dengan transaksi elektronik ini bisa semakin canggih dan kompleks seiring dengan berkembangnya zaman. Sehingga hal transfer dana ini perlu diatur didalam undang-undang tersendiri agar dapat memberikan kelancaran dan keamanan, kepastian hukum serta perlindungan hukum terkait dengan proses transfer dana.
Belum idealnya ketiga undang-undang tersebut diatas dikarenakan dalam ketentuannya belum menyentuh pada pokok persoalan yang mengatur mengenai transfer dana yang didalamnya diatur mengenai transfer dana secara elektronik, belum mampu mengakomodir secara khusus mengenai hal transfer dana, misalnya mengenai transfer dana secara elektronik (baik dari segi perlindungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
informasi/data ataupun usaha pengamanan), tata cara pelaksanaan transfer dana maupun pertanggungjawaban dalam hal transfer dana. Tentunya untuk memberikan perlindungan yang ideal, ketiga undang-undang tersebut lebih disempurnakan dengan pencantuman ketentuan yang bermaksud secara khusus untuk mengatur perlindungan nasabah dalam transaksi perbankan yang dilakukan secara elektronik dengan tetap berlandaskan pada asas perlindungan nasabah yang telah di sebutkan dalam ketiga undang-undang tersebut. Tetapi paling tidak upaya untuk memberikan perlindungan hukum bagi nasabah dari ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah ada.
Saat ini perlindungan hukum yang lebih baik bagi nasabah bank dalam transfer dana melalui ATM diberikan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena undang-undang ini lebih terkait dengan transaksi elektronik perbankan sebab Undang-Undang Perbankan belum mengatur tentang transaksi perbankan secara elektronik. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini mengatur pertanggungjawaban antara bank sebagai penyelenggara sistem elektronik dan penyedia Agen Elektronik dengan nasabah yang lebih terkait transaksi elektronik diantaranya di dalam Pasal 15 Ayat (1), (2) dan (3), Pasal 21 Ayat (2) huruf (a) dan (c), Ayat (3), (4) dan (5). Undang-undang ini juga mengatur mengenai ketentuan bagi bank dalam menyediakan jasa transaksi perbankan secara elektronik diantaranya terdapat dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 16, serta mengatur mengenai pembuktian elekronik pada Pasal 5, yang mengakui bahwa struk bukti ATM sebagai hasil cetak dari informasi elektronik pada mesin ATM adalah alat bukti yang sah sesuai Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
Maka dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa ketiga undang-undang tersebut yang memberikan perlindungan bagi nasabah, dalam hal transfer dana melalui ATM belum ideal dalam memberikan perlindungan bagi nasabah, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
sehingga kedudukan nasabah masih lemah. Namun ketiga peraturan tersebut dalam beberapa hal
tetap dapat digunakan dan berlaku dalam memberikan
perlindungan hukum bagi nasabah dalam transfer dana via ATM sampai ada peraturan baru yang secara khusus mengatur mengenai transfer dana baik secara elektronik maupun non elektronik yang saat ini sedang di bahas oleh pemerintah dalam RUU Transfer Dana, karena transfer dana melalui ATM ini banyak digunakan di masyarakat dan merupakan bagian dari transaksi perbankan yang menggunakan sistem dan perangkat elektronik yang dilakukan oleh nasabah sebagai konsumen jasa perbankan yang juga sering menimbulkan permasalahan hukum.
Melihat seluruh hasil pembahasan sebelumnya, maka perlindungan nasabah bank di Indonesia diatur didalam Ketentuan Perbankan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena transfer dana yang digunakan menggunakan sarana elektronik yaitu ATM. Didukung pula mengenai langkah dan usaha perlindungan pemerintah bagi nasabah, yaitu usaha perlindungan dan pemberdayaan nasabah yang diagendakan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API), langkah pengamanan transfer dana secara elektronik dan pertanggungjawaban pihak bank terhadap permasalahan tersebut. Usaha memberikan perlindungan hukum bagi nasabah tersebut sangat diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap nasabah dalam transfer dana menggunakan ATM. Meskipun usaha-usaha tersebut belum secara khusus mengatur tentang perlindungan dalam transfer dana menggunakan ATM, tetapi dapat diterapkan juga dalam melindungi kepentingan nasabah dalam permasalahan ini. Karena nasabah adalah pengguna jasa perbankan, dalam setiap transaksi yang dilakukan dengan menggunakan produk perbankan, tak terkecuali dengan transfer dana melalui ATM maka usaha perlindungan hukum bagi nasabah tersebut termasuk didalamnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
Demikianlah hasil dari penelitian dan pembahasan atas bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang juga ditinjau dari segi perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
BAB IV PENUTUP A. Simpulan
Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank terhadap penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada transaksi transfer dana dapat diberikan dengan berbagai cara, yakni melalui Pilar ke enam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) tentang perlindungan dan pemberdayaan nasabah, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dimana perlindungan hukum diberikan dengan menerapkan prinsip kehatihatian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dimana perlindungan hukum diberikan kepada nasabah bank sebagai konsumen jasa perbankan, serta didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dimana perlindungan hukum diberikan kepada nasabah dalam penggunaan ATM karena transfer dana dengan sarana ATM merupakan bentuk transaksi elektronik.
Perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia dapat dikatakan belum ideal. Belum idealnya ketiga Undang-Undang tersebut disebabkan yang Pertama, Undang-Undang tersebut masih mengatur ketentuan mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam kegiatan perbankan secara umum belum secara khusus mengatur mengenai transfer dana secara elektronik. Kedua, peraturan perundang-undangan tersebut belum menyentuh pada pokok persoalan yang mengatur mengenai transfer dana secara elektronik, seperti dalam hal tata cara pelaksanaan transfer dana dan hal pertanggungjawaban masing-masing pihak dalam hal transfer dana. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
B. Saran
1. Sebaiknya ketentuan Pasal 15 Ayat (3) maupun Pasal 21 Ayat (5) UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, diperjelas mengenai “pihak pengguna sistem elektronik”, agar tidak terjadi multitafsir sehingga dapat memperjelas pihak yang bertanggung jawab terhadap segala akibat hukum dalam suatu transaksi elektronik, apakah itu pihak pengguna yang memiliki hak, pihak ketiga atau orang lain yang tidak bertanggungjawab.
2. Sebaiknya didalam ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan diatur secara khusus mengenai hal yang terkait dengan kegiatan usaha bank yang menggunakan
perangkat
elektronik
untuk
lebih
dapat
memberikan
perlindungan maksimal bagi nasabah bank. Hal ini penting mengingat seiring perkembangan teknologi, saat ini dalam kegiatan perbankan banyak transaksi yang dilakukan secara elektronik.
3. Sebaiknya Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dalam gugatan ganti rugi demi mewujudkan asas keadilan dan kepastian hukum hendaknya ditambahkan aturan yang memberikan kesempatan yang sama pula bagi nasabah selaku konsumen untuk membuktikan adanya unsur kesalahan, agar nasabah diberi kesempatan membuktikan dan memperjuangkan haknya.
4. Perlu segera disusun dan disahkannya Undang-Undang Transfer Dana, dalam mewujudkan langkah antisipasi terhadap persoalan penggunaan perangkat elektronik dalam pelaksanaan transfer dana baik dari segi keamanan informasi dan perangkatnya, dalam hal ini khususnya yaitu penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Salah satunya dengan adanya ketentuan yang mewajibkan commit to userkamera Closed Circuit Television meletakkan perangkat keamanan misalnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
(CCTV) disetiap ruangan ATM, untuk mengetahui setiap aktivitas yang ada di ruangan ATM.
commit to user