PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA (TINJAUAN UU NO. 03 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA) S/a·ipsi Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Ir··---.. . --~.....
KHOERUDIN AR-RIIiMO.. NIM : I 030442281 ~3tcdl18tqf!W
-···--·-··------._ J
I
Nrn<1£n-.,/ "'~-.
I
4~---..._1
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUD I AHW AL AL-SY AKHSIYYAH FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAJVC DI INDONESIA (TINJAUAN UU NO. 03 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA) SkrijJsi
Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperole:h Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh: Khoerudin Ar-Ridho NIM: 103044228113
Di Bawah Bimbingan Pembimbing
~
..
Ors. 1-1. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP. 150 169 102
j)Ftr. j. a mah Ismail NIP. 150075192
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHW AL AL-SY AKIISIYYAH FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGEJlI SYARIF HIDA YATUJLLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGESAHAN P ANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA (TINJAUAN UU NO. 03 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam. Jakarta, 28 Maret 2008
Syari'ah clan Hukum
P ANITIA UJIAN Ketua
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA NIP:150169102
Sekertaris
: Kamarusdiana, S. Ag. M. Hum NIP: 150285972
Pembimbing I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA NIP:150169102 Pembimbing lI: Dra. Hj. Halimah Ismail NIP:150075192 Penguji I
Penguji II
: Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM (~~~{U;~~:;::-: NIP: 150210422 ,_.: Drs. H. Odjo Kusnara N, M.Ag NIP: 150060388
~~~ ----"_..,-~,~
(..........~~~::_::::::::.:di\ ---~~~
'
V'"')'fl :;\Yf\f•<1\
KATA PENGANTAR (':!"')\ t).=-yl ..!ii~
Fuji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan kenikmatan berupa Jlmu kepada kita sebagai hamba-Nya, sehingga dengan ilmu itu kita bisa membedakan kebaikan dan keburukan di atas bumi ini. Dan patutlah kalimat Alhamdulillahi Rabbi Al- 'Alamin yang pertama kali terucap oleh penulis karena penulis telah dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta Salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya serta para pengikutnya dan mudah-mudahan kita termasuk di dalamnya. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan
yang
penulis jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhimya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya-lah pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : I. Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum, Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,
SH, MA., MM. 2. Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah, Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA, juga sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.
3. Sekretaris Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah, Kamarusdiana, S.Ag, MH. 4. Ibu Dra. Hj. Halimah Ismail selaku dosen pembimbing penulis, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skri psi ini. 5. Kepala unit perpustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis untuk mengadakan studi kepustakaan sehingga selesainya skripsi ini. 6. Ayahanda H. Romli dan Ibunda Hj. Murkiyah yang :;enantiasa memberikan motivasi, arahan serta doa yang tiada henti-hentinya dan bantuan moril maupun materiil. 7. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis sewaktu memegang amanah sebagai ketua umum BEM-FSH 2006-2007, terutama kepada Ml.lhammad Dani, Andreansyah, Anna Madania dan penulis haturkan pula kepada pengurus BEM-UIN 2007-2008. 8. Teman-teman diskusi Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2003, 2004, 2005 yang penulis tidak dapat sebutkan namanya satu persatu. Mudah-mudahan jalinan persahabatan kita tak terhenti sampai di sini dan bisa terjalin sampai kapan pun dan di manapun kita berada.
9. Sahabat-sahabat PMII KOMFAKSYAHUM dan PMH Cabang Ciputat yang telah memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga dengan itu, penulis dapat belajar ber-organisasi yang baik dan profesional. I 0. Nur Sholah sebagai inspirator penulis dalam ber-organisasi, Muhammad Yusuf Daulay sebagai sahabat pertama yang mernbantu penulis dalam berbagai permasalahan terutama dalam berorganisasi, dan banyak lagi yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. 11. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih sebesar-besamya kepada sahabat Widya Alia, yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan sk1ipsi ini, terima kasih atas segala bantuanya, Semoga Allah membalas kebaikannya. Semoga amal baik semua dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Amin. Akhimya, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kes•empumaan skripsi ini.
Jakarta, 18 Januari 2008
Penulis,
DAFTARISI KATA PENGANTAR .................................................................................................
ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v BABI
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................ ...... ..... ... ........ ............ ..... ... ...
I
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................................
6
C. Metode Penelitian ............................. ............... .................. .......... ....... ...
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................ ..................................
9
E. Sistematika Penuhsan ............................................................................
I0
BAB II SEKILAS TENTANG PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA A. Peng.ertian dan Ruang Lingkup ............................ ..................................
13
B. Kedudukan Hukum Perdata Islam Dalam Tata Hukum Nasional.......
14
C. Hukum Perdata Islam dan Kekuatan Hukumnya di Indonesia...........
23
BAB HI ASPEK PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM A. Eksistensi Hukum Perdata Islam di Indonesia .......................................
27
B. Asas-Asas Hukum Perdata Islam di Indonesia ......................................
28
C. Aspek Perdata Islam di Indonesia ..........................................................
38
I. Hukum Perkawinan .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. .. . .. . . . .. .. .. . .. .. .. .. .. ..
39
2. Hukum Perwakafan .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. . . . .. . .. .. . .. .. .. .. .. ..
40
3. Hukum Kewarisan ...... ............. .... .... .... ..... ...... .. .... .. .......
44
D. Prospek Hukum Perdata Islam Di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
46
BAB IV TINJAUAN UU NO. 03 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA A. Peran Dan Eksistensi Peradilan Agama Pasca UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
48
B. Muatan Hukum Perdata Islam dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Tentang Peradilan Agama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
50
C. Perubahan mendasar UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Menuju UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama .. . .. . . .. . . . . . ...
56
D. Analisa Penulis . . . . . .. .. . .. . . .. .. .. .. . .. .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .. . .. . .. .. .... . ..
58
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...
62
B. Saran-saran . .. .. .. .. .. .. . . .. . . . . . . . .. .. . . .. .. .. . . . .. . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . ..
64
DAFTARPUSTAKA .........................................................................
66
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sepanjang sejarah Indonesia, sejak era pra-kemerdekaan hingga era kemerdekaan, sejarah dan dinamika Hukum Islan1 di Indonesia tidak bisa terlepas dari wacana pergumulan sosial-politik, budaya dan kepentingan yang ada. Indonesia sendiri sebuah Negara kepulauan yang penduduknya sangat beragam dari segi etnik dan pengikut beberapa Agama (yang didominasi pemeluk ber-Agama Islam sekitar 88%) yang telah mengalami sejarah panjang. Sebelum dijajah Belanda selama 350 tahun, lnggris dan Jepang, bangsa Indonesia telah mengikuti lmkum kebiasaan (customary law) yang kemudian diperkaya dengan hukum Agama yang dipeluk. Hukum Agama sangat mendominasi tata kehidupan masyarakat dan telah terjadi akulturasi secara antropologis. Kemudian datang bangsa Eropa, khususnya Belanda, menjajah Indonesia. Sebagai konsekwensinya, hukum Belanda juga berpengaruh dalam tata kehidupan, terutama sekali dalam kehidupan formal berhubungan dengan Negara atau Pemerintahan. Dalam kehidupan sehari-hari hukum yang secara antropologis telah meresap yang kemudian berj al an paling dominan. Dalam ha! ini hukum kebiasaan, yang kemudian disebut dengan hukum adat dan hukum Agama yang mereka peluk. Dalam membicarakan Hukum Islam di Indonesia, tentulah banyak ha! yang harus kita pahami terlebih dahulu, karena Indonesia merupakan negara yang penuh dengan sejarah. Dalam literatur hukum, di Indonesia memiliki sistem
2
hukum yang majemuk, karena di Indonesia berlaku berbagai sistem hukum yakni, Adat, Islam dan Barat (/continental). 1 Hukum Islam sejak kedatangannya di bwni Nusantara Indonesia hingga pada hari ini tergolong hukum yang hidup (living law) dan dinamis di dalam masyarakat Indonesia, 2 ha! ini disebabkan karena Hukum Islam sudah menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat muslim Indonesia, selain itu perubahan dan perkembangan Hukum Islam semakin pesat disebabkan karena perubahan zaman dan tempat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh lbnu Khaldun: Hal ihwal umat manusia, adat kebiasaan dan peradabannya tidaklah pada satu gerak dan ketentuan yang tetap, melainkan berubal1 dan berbeda-beda sesuai dengan perubahan zaman dan keadaan. 3 Dilihat dari keberadaan Hukum Islam di Indonesia ada sejak Islam itu sendiri ada yaitu pada abad ke ke-VII M, pertumbuhan dan perkembangannya di Indonesia bersamaan dengan tahap-tahap perkembangan Islan1 dan umatnya, yakni Islam masih di anut oleh orang-orang secara sendiri-sendiri. Pada periode ini pemeluk Agama Islam belum mencapai bentuk komunitas masyarakat Islam, tahap berikutnya terbentuknya komunitas Islam
1
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar I/mu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 207 2
Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara Kritik Alas Politik Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, LKiS, 200 I, h. 81 3
Sobhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam Islam Alih Bahasa: Ahmad Sudjono, Bandung: PT. Al-Ma'arif 1976, h. 214
3
yang sudah teratur diberbagai wilayah, tetapi belum sampai pada masyarakat Islam yang berpemerintah meskipun demikian diantara mereka ada orang-orang tertentu yang oleh masyarakat dianggap dapat di-tua-kan dalam arti dapat dimintakan nasihat-nasihatnya. Tahap yang terakhir adalah terbentuknya komunitas masyarakat Islam yang teratur dan berpemerintah. 4 Sudut pandang filosofis bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila memungkinkan bagi Hukum Islam untuk menjadi bagian dari pembangunan hukum nasional, penegakan hukum (kaidah) Agama secara preventif itu sangat membantu penetapan pola penegakan hukum (Law Inforcement) negara secara preventif represif tujuannya agar masyarakat memahami dan mematuhi kaidah hukum Negara dan kaidah Agama sekaligus. Perkembangan Hukum Islam di Indonesia tidak terlepas dari konfigurasi politik di Indonesia, karena konsekwensi logis clalam negara clemokrasi aclalah tidak terlepas dari sebuah kehijakan pemerintah dalam menentukan sebuah aturan, sehingga muncul-lah Istilah politik hukum, sebagaimana yang dikutip Abdul Halim clalam Bukunya Peradilan Agama Dalam Politik Hukum Di Indonesia menyatakan bahwa istilah politik hukum adalah kebijakan Pemerintah yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia. 5 Hal ini, karena
pranata
politik
berfungsi
untuk
mernenuhi
kebutuhan
clalam
4
Taufiq Hamami, Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama Da/am Tata Hukum di Indonesia, Bandung, Alumni 2003, h, 15 5
Abdul Halim, Peradilan Agama Da/am Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, h. 15
4
mengalokasikan nilai-nilai dan kaidah-kaidah Islam melalui artikulasi politik di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Artikulasi politik itu dilakukan melalui infra dan supra struktur politik, untuk memenuhi kebntuhan itu dilakukan penataan kehidupan politik melalui keputusan kekusaan negara, dengan demikian nilai-nilai dan kaidah-kaidah Islam terintemalisasi ke Dalam Garis-
Garis Besar Hukum Negara dan peraturan perundang-undangan lainnya. 6 Hal ini sejalan apa yang dijelaskan oleh Moh. Mahfud MD 7 bahwa karakter suatu produk hukum senantiasa dipengaruhi atau ditentukan oleh kekuatan politik (konfigurasi politik) yang melahirkannya; artinya, konfigurasi tertentu dari suatu kelompok dominan (penguasa) selalu melahirkan karakter produk hukum tertentu sesuai dengan visi politiknya. 8 Perlu digaris bawahi, walaupun sistem hukum di Indonesia bukan berdasarkan pada Hukum Islam, namun Hukum Islam merupakan bagian dalam sistem hukum yang ada di Indonesia, dan yang harus difahami bahwa Hukum Islam yang berlaku di Indonesia adalah hukum keluarga!privat (perdata), salah satu bukti riil pada tahun 1970-an pemerintah menerbitkan salah satu undangundang yang mengakui eksistensi Hukum Islam yakni dengan diakuinya Lembaga Peradilan Agama sebagai Peradilan di Indonesia yang menangani sengketa orangorang Islam dalam bidang hukum ke-keluarga-an dan kemL1dian pada tahun 1974 6
Cik Hasan Bisri, Peradi/an Agama di Indonesia edisi revisi Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, h.74 7
la adalah doktor dalam llmu Politik Hukum, Guru Besar Fakultas Hukum Ull Yogyakarta.
8
Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara Kritik, h.5
5
lahirlah UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang secara substansialnya adalah Hukum Islam. Setelah diundangkan undang-undang Perkawinan kemudian pada tahun 1989 pemerintah mengesahkan undang-undang Peradilan Agama (UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama) sebagai lembaga peradilan untuk orang Islam, dan Hukum Islam mulai berkembang pada tahun-talmn berikutnya seperti adanya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang dikeluarkan melalui Inpres. No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, kemudian paska reformasi tahun 1998 peraturan tentang Hukum Islam semakin meluas, banyalk undang-undang yang lahir seperti UU l:l!o. 17 Tahun 1999 Tentang Haji, UU No. 38 tahun 1999 Tentang Zakat, UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dan sebagai bukti Hukum Islam berkembang, banyak para aktivis dan para pralktisi Hukum Islam yang memperhatikan Hukum Islam tersebut, selain itu, dalam tata hukum nasional pelembagaan Hukum Islam (Peradilan Agama) sudah disatu-atapkan dengan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi (UU No. 35 tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970 Tentang K·ekuasaan Kehakiman), dan dengan disahkannya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tabun 1989 Tentang Peradilan Agama, banyak hal didalamnya yang ditambah terkait dengan perkembangan Hukum Islam di Indonesia. Dari abstraksi di atas penulis mencoba mencari pengetahuan yang lebih luas tentang perkembangan Hukum Islam di Indonesia dan sebagai pembahasan yang lebih spesifik penulis mengambil judul tentang :
6
"Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia (Tinjauan UU. No. 3 Tahun 2006 Teutang Perubahan Atas UU No. 7 TaJ'zuu 1989 Tentang Peradilan Agama)" B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Dari uraian identifikasi masalah di atas, permasalahan dibatasi pada eksistensi perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia dalam aspek perkawinan, perwakafan, dan kewarisan serta bagaimana peran Peradilan Agama dalam menanggulangi problematika Hukum Perdata Islam sebagai wewenangnya. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, maka masalah penulisan ini dapat dirumuskan "Dalam satu negara hukum mestinya dengan keluarnya suatu undang-undang atau perangkat peraturan yang mengatur tentang sesuatu, secara se1ia merta dilaksanakan oleh perangkat yang ada, dalam ha! lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dilapangan belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, sepe1ii misalnya dalam ha! ekonomi syari 'ah, zakat, perwakafan, waris dan perkawinan, dalam skripsi ini ha! tersebut, yang ingin penulis telusuri lebih jauh". Rumusan di atas dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
7
a. Bagaimana eksistensi perkembangan Hukum Perdata Islam dalam tata hukum nasional?. b. Apa saja aspek Hukum Perdata Islam yang berkembang hingga saat ini?. c. Bagaimana peran Peradilan Agama sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan problematika Umat Islam?.
C. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan (library reseach). Penelitian kepustakaan yaitu mencari data-data yang diperoleh dari literatur-literatur dan referensi yang berhubugan dengan judul skripsi diatas. Referensi diambil dari Al-Qur'an dan Al-Hadist, juga kitab-kitab Fiqh klasik dan kontemporer yang berkaitan dengan materi penelitian, kemudian bukubuku yang berkaitan dengan Hukum Perdata Islam dan Undang-Undang yang mengatur tentang Perdata Islam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, UU No. 41Tahun2004 Tentang Wakaf dan Inpres No.I Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam serta dikomparasikan dengan UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, serta bahan-bahan lainnya yang dapat mendukung judul skripsi di alas. 2. Pendekatan Penelitian Dalam Penyusunan Penelitian, penulis menggunakan pendekatan normatif yaitu pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan informasi
8
yang berbentuk sebuah peraturan-peraturan atau undang-undang dan bukubuku yang berkaitan dengan judul penelitian, dan dokumen-dokumen yang penulis anggap penting sebagai landasan penulisan pene:litian. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data terdiri dari dua sumber yakni : a) Sumber Primer, yaitu berupa dokumen-dokumen, buku-buku yang menyangkut Hukum Perdata Islan1 di Indonesia, seperti UUD 1945, UU No I Tahun 1974 tentang perkawinan, Inpres No. I Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
UU No. 7·Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama. b) Sumber Sekunder, yakni memberikan penjelasan dan menguatkan data primer yang mencakup Karya Tulis berupa, makalah, koran, majalah, dan lain-lain dengan mengambil materi yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. 4. Teknik Pengolahan Data Dalam penelitian yang menggunakan metode library research ini, dalam pengolahaan data digunakan metode kualitatif, yakni dengan cara pengumpulan data sebanyak-banyaknya kemudian diolah menjadi satukesatuan data untuk mendeskripsikan permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan lalu dikomparasikan,
yaitu
berupa
dokumen-dokumen,
buku-buku
yang
9
menyangkut Hukum Perdata Islam di Indonesia, seperti UUD 1945, UU No 1 Tahun 1974 tentaug perkawinan, lnpres No. 1Tahun1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, UU. No. 3 Tahun 2006 Tentaug Perubahan Alas UU No. 7 Tahun 1989 Tentaug Peradilau Agama
5. Teknik Analisa Data Metode aualisa data dalam skripsi ini adalah kualitatif-normatif yakni pengumpulau data dari berbagai dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Hukum Perdata Islam di Indonesia. Selain itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis juga menggunakau metode analisis Induktif, yaitu dengan cara menganalisa data yang bertitik tolak dari data yang bersifat khusus kemudian ditarik pada kesimpulan umum.
6. Penulisan Skripsi Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mrncoba mencari data yang valid yang dapat menjelaskan berbagai literatur perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia dengan tujuan : 1. Mengetahui bagaimana eksistensi perkembaugan Hukum Perdata Islam dalam tata hukum nasional.
10
2. Mengetahui apa saja aspek Hukum Perdata Islam yang berkembang hingga saat ini. 3. Mengetahui bagaimana peran Peradilan Agama sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan problematika umat Islam Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia. 2. Secara Praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam menjawab perkembangan ·Hukum Perdata Islam di Indonesia dalam tata hukum nasional. 3. Secara Pragmatis, hasil penelitian ini menjadi bahan utama penyusunan penulisan hukum (skripsi) sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum
Islam
pada Fak:ultas
Syari'ah
dan
Hukum
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
E. Sistematika Penulisan Dalam penulisan ini, penulis mendeskripsikan dalam bab-bab yang akan dibahas yakni : Bab Pertama : Tentang Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan
masalah,
metodologi,
penelitian, serta sistematika penulisan.
tujuan
dan
manfaat
11
Bab Kedua : Tentang Sekilas Tentang Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia, meliputi Pengertian dan Ruang Lingkup, Kedudukan Hukum Perdata Islam Dalam Tata Hukum Nasional, Hukum Perdata Islam dan Kekuatan Hukumnya di Indonesia. Bab Ketiga
Tentang Aspek Perkembangan Hukum Perdata Islam, meliputi Eksistensi Hukum Perdata Islam dalam, Asas-asas Hukum Perdata Islam di Indonesia, Aspek Perdata Islam di Indonesia, Perkawinan, Perwakafan, Kewarisan serta Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Bab Keempat :Tentang Tinjauan UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Terhadap Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia, meliputi, Muatan Hukum Perdata Islam dalam Undang-undang Peradilan Agama, Perubahan mendasar UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, serta Analisa Penulis. Bab Kelima : Merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan penelitian dari awal sampai akhir, juga saran dari penulis tentang persoalan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini sebagai masukan untuk perkembangan I-Iukum Perdata Islam di Indonesia kedepan.
BAB II SEKILAS TENTANG PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA A. Pengertian dan Ruang Lingkup
1. Pengertian Dalarn kamus besar Bahasa Indonesia hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, sedangkan perdata adalah hak, harta benda dan hubungan antar orang atas dasar logika. 1 Jika perdata digabungkan dengan hukum maka maknanya adalah segala peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah untuk mengatur hak, harta benda dan hubungan antar orang atas dasar logika. Narnun bila dihubungkan dengan Islam, maka, Hukum Perdata adalah segala peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikuknhkan oleh penguasa atau pemerintah untuk mengatur hak, harta benda dan hubungan antar orang berdasarkan Ajaran Islam. Jadi, penge1tian Hukum Perdata Islam di Indonesia secara keseluruhan adalah segala peraturan atau adai yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah untuk mengatur hak, harta benda
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Diknas, 2004
13
dan hubungan antar orang berdasarkan aJaran Islam bagi umat Islam Indonesia. 2. Ruang Lingkup Hukum Perdata Islam Hukum Islam yang diformalisasikan ke dalam Sistem Hukum Indonesia terdiri dalam dua bentuk yalmi Ibadah (hubungan antara manusia dengan sang pencipta) dan Mu'amalah (hubungan amtara manusia dengan . ) 2 manusia.
Hukum Islam di Indonesia kaitannya dengan ibadah, pemerintah dalam meregulasikannya hanya sebatas sebuah penataan administrasi dan kelembagaannya, seperti disahkan UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Zakat dan UU No. 17 Tahun 1999 Tentang Ibadah Haji . Membicarakan Hukum Perdata Islam di Indonesia atau yang disebut
Fiqh Mu'amalah sebagaimana yang disebut dalam pasal 49 UU. No. 3 Tahun 2006 melingkupi :
a. Hukum Perkawinan Hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibat hukumnya. Sebagaimana yang diatur dalam UU. No 1 Tahun 1974 dan Inpres No. 1Tahun1991 tentang KHI Bab I.
2
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika 2006, h. I
14
b. Hukum Kewarisan Hukum yang mengatur segala persoalan yang berhubungan dengan pewaris, waris, harta peninggalan, harta warisan, Herta pembagian harta waris. Sebagaimana yang diatur dalam lnpres No. I Tahun 1991 tentang KHI Bab IL c. Hukum Perwakafan Hukum yang mengatur segala persoalan yang berhubungan dengan perwakafan di Indonesia yang meliputi, Wakafbenda bergerak dan Wakaf benda tidak bergerak, sertifikasi wakaf, serta badan wakaf dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Wakaf. d. Hukum Ekonomi Islan1 Hukum yang mengatur segala persoalan yang berhubungan dengan Ekonomi berdasarkan Islam meliputi, aturan mengenai jual beli, sewarnenyewa, pinjam meminjam, pe1janjian atau perikatan, persyarikatan (kerjasama bagi hasil), pengalihan hak, dan segala yang berkaitan dengan transaksi. 3
B. Kedudukan Hukum Perdata Islam Dalam Tata Hukum Nasional Yang dimaksud dengan kedudukan adalah tempat dan keadaan, sedangkan tata hukum adalah susunan atau sistem hukum yang berlak.u di suatu daerah atau
3
Ibid
15
Negara tertentu. 4 Dengan demikian yang akan diabstraksikan dalam pembahasan ini adalah tentang tempat, keadaan Hukmn Islam dalam susunan atau sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, bahwa Indonesia memiliki sistem hukum yang majemuk, karena di Indonesia berlaku berbagai sistem hukum yakni, Ad at, Islam dan Barat (kontinenta/). 5 Ketiga sistem hukum itu mulai berlaku di Indonesia pada waktu yang berlainan. Hukum Islam telah ada di kepulauan Indonesia sejak orang Islam datang dan bermukim di nusantara ini. Menurut pendapat yang disimpulkan oleh seminar masulmya Islam ke Indonesia yang diselenggarakan di Medan pada Tahun 1963, Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau pada abad ke tujuh Masehi. 6 Mengenai kedudukan Hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia yang bersifat majemuk, dapat kita telusuri dengan historiografi Islam, Ibnu Batutah, seorang pengembara Arab Islam asal Maroko, ketika singgah di Samudera Pasai pada tahun 1345 M, mengagumi perkembangan Islam di negeri tersebut. Ia mengagumi sultan Al-Malik Al-Zahir seorang raja pada Kerajaan Pasai, karena selain seorang raja beliau juga seorang fuqoha (ahli hukurn) yang mahir tentang
1 ·
Mohammad Daud Ali, Hukum Isiam Pengantar //mu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 23 l
28
5
Ibid, h. 207
6
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam di Nusantara. Bandung, Mizan, 2002, h.
16
Hukum Islam. Yang dianut di Kerajaan Pasai waktu itu adalah Hukum Islam Mazhab Syafi'i. 7 Menurut Hamka, dari Pasailah disebarkan paham Syafi'i ke kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia. Bahkan
s,~telah
kerajaan Islam
Malaka berdiri (1400-1500 M) para ahli Hukum Islam Malaka datang ke Samudra Pasai untuk meminta kata putus mengenai berbagai masa!ah hukum yang mereka jumpai dalan1 masyarakat. Dalam Perkembangan Hukum Islam pada masa-masa kerajaan banyak para Ahli Hukum Islam nusantara menulis buku tentang Hukum Islam, seperti, kitab Siratal Mustaqim karya Nuruddin Ar-Raniri (1628 M), Sabi/al Muhtadin syarah (penjelasan lebih rinci) dari kitab Siratal Mustaqim Karya Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Kitab-kitab tersebut dijadikan sebagai rujukan dalam menyelesaikan sengketa antara Umat Islam. Selain itu, banyak lagi kitabkitab tentang Hukum Islam yang dijadikan pegangan oleh Umat Islam dalam menyelesaikan berbagai masalah, dikarang oleh syaikh-syaikh di Daerah Kesultanan Palembang dan Banten seperti Syaikh Abdu Samad clan Syaikh Nawawi Al-Bantani. Hukum Islam diikuti dan dilaksanakan juga oleh peme!uk Agama Islam dalam kerajaan-kerajaan Demak, Jepara, Tuban, Gresik Ngampel clan kemuclian Mataram. Ketika
VOC
(vereenigde
Oots-Indische
compagnie
=
gabungan
perusahaan dagang belanda hindia timur) clatang ke-Inclonesia pacla akhir abacl
7
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Penganlar I/mu Hukum dan Tala Hukum Islam di
Indonesia, h. 232
17
ke-enam belas (1596 M), kebijakan yang telah dilaksanakan oleh parn sultan tetap dipertahankan pada daerah-daerah kekuasaanya. Bahkan dalam banyak hal
voe
memberikan kemudahan fasilitas agar Hnkum Islam dapat terns berkembang sebagaimana mestinya. Bentnk kemudahan yang diberikan oleh
voe
adalah
bnku-buku karangan para ahli Hukum Islam di Indonesia dijadikan sebagai pegangan para Hakim Peradilan Agama dalam memutus perkara. 8 Selain itu, bentuk perhatian
voe
terhadap Hukum Islam di Indonesia,
voe
membuat
kodifikasi ringkasan Hukum Islam yang disusun oleh D.W. Freijer, yang dijadikan untuk pegangan para Hakim Peradilan Islam dalam memutus perkaraperkara umat Islam. Ringkasan kitab hukum yang disu:mn Freijer itu dalam kepustakaan terkenal dengan nama compendium freijer. Kondisi ini terns berlangsung sampai penyerahan kekuasaan
voe
kepada pemerintahan Kolonia!
Belanda selan1a lebih kurang dua abad lamanya (1602-1800 M). 9 Setelah kekuasaan
voe berakhir dan digantikan oleh pemerintah Belanda,
Eksistensi Hukum Islam di Indonesia masih tetap bertahan walaupun pemerintah Belanda mernbah secara perlahan. Sebagai bukti riil ada beberapa teori-teori yang dikeluarkan oleh para ahli hukum Belanda yang kemudian dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk kebijakan pemerintah Belanda terkait dengan Hukum Islam yakni : 8
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di lndoensia. Jakarta: Kencana, 2006,
9
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengan/ar I/mu Hukum don Tata Hukum Islam di
h.Xii
Indonesia, h. 235
18
a. Teori Receptie in Complexu Teori ini digagas oleh Salomon Keyzer yang kernudian dikuatkan oleh Christian Van den Berg (1845-1927 M). Maksud teori ini, hukum mengikat
Agama yang dianut seseorang, jika seseorang itu memeluk Agama Islam, Hukum Islam-lah yang berlaku baginya. Dengan kata lain teori ini menyebut bagi Rakyat Pribumi yang berlaku bagi mereka adalah hukum agamanya. 10 Walaupun dalam pelaksanaannya terbatas, Hukum Islam telah teraplikasi dalam kehidupan masyarakat Islam sekalipun hanya dalam lingkup hukum keluarga, perkawinan dan warisan. Dalam periode ini, pemerintahan Belanda memberikan perhatian yang serius terhadap pe1jalanan Hukum Islam, ha! ini dapat dilihat dengan dikeluarkan instruksi-instruksi yang diterbitkan kepada bupati dan sultan-sultan berkenaan dengan pelaksanaan Hukum Islam tersebut. Salah satu diantaranya adalah dikeluarkan stab!. No. 22 pasal 13 diperintahkan kepada Bupati untuk memperhatikan soal-soal Agama Islam dan untuk menjaga supaya pemuka Agama dapat melakukan tugas mereka sesuai dengan adat kebiasaan orang Jawa seperti dalam soal perkawinan, pembagian pusaka dan yang sejenis. Dapat dilihatjuga dalam Reglement Op Het Be/eid Der Regeering Van Nederlandsch Indie, di singkat dengan regeerings reglement (R.R) yang
dimuat dalam stbl. Belanda 1854 : 129 atau stbl. Hindia Belanda 1855 : 2 0
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmaal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.111974 sampai KHI, Jakarta: Kencana 2006, h. 10 '
19
berlaku undang-undang Islam bagi orang Islam itu tel ah ditegaskan pasal 75 RR. Stbl. 1855 : 2 itu berbunyi dalam ayat (3)-nya : "Oleh hakim Indonesia
itu hendaklah di perlakukan undang-undag agama (gods dienstige wetten) dan kebiasaan penduduk Indonesia itu". Ayat (4)-nya : "undang-undang agama, instelling dan kebiasaan itu jugalah yang dipakai untuk mereka, oleh hakim Eropa andai kata pada pengadilan tinggi terjadi Hoger beroep (permintaan pemeriksaan banding) ". 11 Drs. Amrullah Ahmad mengatakan bahwa teori receptie in complexu yang berarti bahwa hukum yang berlaku bagi pribumi adalah hukum Agama yang dipeluknya. 12 Barang kali pendapat ini dipengaruhi oleh kenyataan bahwa warga pribumi yang muslim sangat taat menjalankan syari'at agamanya, sebagai pelaksana titah Allah di dalam Al-Qur'an surat AlBaqarah/2: 208 :
Artinya : Masuklah kalian semua ke dalam Islam secara total. Dalam Statute Batavia 1642 disebutkan bahwa : "Sengketa warisan
antara orang pribumi yang beragama Islam harus diselesaikan dengan memergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipakai oleh rakyat sehari-
11
Hazairin, Pe111baharuan f-fuk1an Jslan1 di Indonesia, Jakarta, lJniversitas Indonesia Press,
1976 h. 44 12
Amrullah Ahm"d, dkk, Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, h. 55
20
hari ". 13 Yang selanjutnya kenyataan ini ditransformasi oleh Van Den Berg ke dalam teori Receptie in Complexu. Yang didukung pula oleh para ahli kebudayaan dari Belanda sendiri bahwa dari sekitar 1800 tahun dan sesudahnya bahwa di Indonesia berlaku Hukum Islam (khususnya bagi mereka yang memeluk Agama Islam). b. Receptie Teori ini digagas oleh sarjana terkemuka Belanda yang disebut sebagai Islamolog Christian Snouck Hurgronje (1857-1936),
yang selanjutnya
dikembangkan dan disistemisasikan secara ilmiah oleh C. Van Hollenhoven dan Ter Harr Bzn. Teori ini merupakan bantahan dari teori receptie: in complexu, maksud teori ini, hukum yang berlaku bagi orang Islam bukanlah Hukum Islam, tetapi hukum adat. Dalam gagasan mereka intinya bahwa sebenarnya hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat asli. Kemudian hukum adat ini memang ada yang dimasuki pengaruh hukum Islam, sedikit demi sedikit pengaruh hukum Islam itu baru mempunyai kekuatm1 jika telah diterima hukum adat dan lahirlah dia sebagai hukum adat bukan .sebagai hukum Islam. Wujud nyata ini ditindak lanjuti lebih jauh dan diterapkan pada pasal 134 ayat (2) indische staatsregeling (IS) 1925 yaitu : "Dalam hal te1jadi
perkara perdata antara sesama orang Islam akan diselesaikan oleh hakim
" Imam Syaukani, Rekonstruksi Epistemology Hukum Islam Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grapindo Persada, 2006, h. 7 l
21
agama Islam apabila keadaan tersebut telah diterima oleh hukum adat mereka dan sejauh tidak ditentukan lain oleh ordonansi." Dalam teori receptie, yang ada adalah adat, sementara hukum Islan1 dianggap tidak ada. Hukum Islam dianggap eksis, berarti dan bermanfaat bagi kepentingan pemeluknya, apabila I-Iukum Islam tersebut telah diresepsi oleh hukum adat. 14 Hal ini berdampak pada Perkara Kewarisan pada zaman itu, menurut ter harr dan teman-temannya mengemukakan bahwa dalam kenyataannya Hukum Islam tidak mendalam pengaruhnya pada aturan-aturan kewarisan di Jawa dan di mana pun juga di Indonesia. Menurut mereka Hukum Islam mengenai kewarisan
sedikit sekali
hubungannya dengan
rnsa keadilan hukum
masyarakat Indonesia, karena hukum Kewarisan Islam itu bersifat individual sedang hukum Kewarisan Adat bersifat komunal. Menurut mereka, karena Hukum Islam mengenai kewarisan belum sepenuhnya diresepsi atau diterima oleh Hukum Adat Jawa, maka wewenang untuk mengadili soal kewarisan yang selama ini berada pada Pengadilan Agama d.i Jawa dan Madura, diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang akan mengadili dan memutus perkara kewarisan menurut hukum adat yang sesuai dengan keadilan hukum masyarakat setempat. 15 Hal inilah yang menjadi dasar dikeluarkan Staatsblad Nomor 153 Tahun 1931 tentang pembentukan pengadilan penghulu dan yang
14
15
Ibid, h. 76
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar I/mu Hukum dan Tata Hukwn Islam di Indonesia, h. 250
22
mengubah susunan serta wewenang Pengadilan Agama, dan pada tahun 193 7, dengan Staatsblad Nomor 116 Tahun 1937, wewena11g mengadili perkara kewarisan dialihkan dari Pengadilan Agama ke Pengadilan Negeri. Walaupun dalam kenyataanya Pengadilan Negeri tidak mampu me:nerapkan hukum adat yang sesuai dengan keadilan hukum masyarakat setempat, ha! ini disebabkan karena para Hakim Pengadilan Negeri adalah orang-orang Belanda yang tidak mengerti hukum adat yang sebenamya. Atas dasar tersebut di atas jelaslah bahwa teori receptie merupakan rekayasa
pemerintah
Kolonia!
Belanda
dalam
rangka
merintangi
perkembangan Hukum Islam di Indonesia. Rekayasa Ilmiah di bidang hukum ini ditujukan untuk mengelementasi Hukum Islam, yang diminta pemerintah Kolonia! Belanda karena dianggap menjadi penghalang kolonialisme dan imperialisme. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintah Indonesia membentuk Departemen Agama, dan melalui Departemen Agama pemerintah berusaha meluruskan persepsi tentang pemberlakuan Hukum Islam di Indonesia. 16 Langkah awal dari usaha ini adalah memperbaharui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Nikah, Thalaq dan Rujuk (NTR) yang diberlakukan pada tanggal 22 November 1946, kemudian undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang didalamnya memuat tentang Perwakafan di Indonesia, Undang-undang No. 1 tahun 1974 16
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indoensia, h. xii
23
tentang perkawinan, undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, lnpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan banyak Jagi undang-undang yang disahkan sebagai bukti eksistensi Hukum Islam di Indonesia.
C. Hukum Perdata Islam dan Kekuatan Hukumnya di Indonesia Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3, selain itu, Indonesia adalah Negara yang berdasm· kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 29 ayat I) dan dalam Idiologi Indonesia (Pancasila) juga termaktub Ketuhanan Yang Maha Esa, ha! inilah yang kemudian menjadi dasar kekuatan Hukum Perdata Islam di Indonesia dalam Ketatanegaraan Indonesia, yang kemudian dijabarkan melalui UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan beberapa lnstruksi Pemerintah serta Peraturan Pemerintah terkait dengan Implementasi Hukum Perdata Islam di Indonesia. Oleh karena itulah, pemberlakuan dan kekuatan Hukum Perdata Islam secara ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Apabila kekuatan Hukum Perdata Islam di Indonesia dianalisis, 17 perlu diungkapkan produk pemikiran Hukum Islam dalam sejarah perilaku umat Islam dalam melaksanakan Hukum Islam di Indonesia, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu :
17
Zainu
24
1. Syari'ah Hukum Islam dalam pengertian syari'ah (Islamic Law) merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah SWT, yang wajib diikuti oleh umat Islam berdasarkan iman, karena syari'ah memuat ketetapan-ketetapan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan yang di dalamnya menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan manusia dengan Tuhan-Nya, manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungan kehiduparmya. Nom1a Hukun dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Karena itu, syari'ah terdapat di dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasul (Hadits-Hadits Nabi). 18 2. Fiqh
Hukum Islam dalam pengertian Fiqh (Islamic .Jurisprudence) adalah Hukum Islam yang berdasarkan pemahaman yang diperoleh seseorang dari suatu dalil, ayat, nash Al-Qur'an dan/atau Hadits Nabi Muhammad SAW. Atau dengan kata lain, suatu usaha seseorang untuk mernahami hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Dalam penge1iian Fiqh, Hukum Islam sudah diamalkan oleh umat Islam Indonesia sejak orang Indonesia memeluk agama Islam. Sehingga dalam perumusan sebuah Hukum Islam di Indonesia dengan mengambil berbagai literatur Fiqh.
18
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar I/mu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, h. 47
25
Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah puncak pemikiran Fiqh di Indonesia, hal ini didasari oleh keterlibatan para Ulama, Cendikiawan, Tokoh Masyarakat (tokoh agama dan tokoh adat) dalam menentukan Hukum Islam, yang di dalamnya memuat hal perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, dan wakaf. KHI yang kemudian dilegal formalkan dengan Inpres No. I Tahun 1991 dan ditindak lanjuti dengan Kepmenag. No. 154 Tahun 1991 dan disebarluaskan melalui surat edaran Direktorat Pembinaan Badan Peradilan agama No. 3694/EV /HK.003/AZ/91. KHI sebagai Jjma' Ulama Indonesia diakui keberadaannya dan diharapkan dijadikan pedoman hukum oleh umat Islam Indonesia dalam menjawab setiap persoalan hukum yang muncul. 19
3. Fatwa Hukum Islam yang berbentuk fatwa adalah Hukum Islam yang dijadikan jawaban oleh seseorang dan/atau lembaga atas adanya pe1tanyaan yang diajukan kepadanya. fatwa bersifat kasuistik dan tidak mempunyai daya ikat secara yuridis formal terhadap peminta fatwa, hal ini karena Fatwa pada umumnya bersifat dinamis terhadap perkembangan baru yang dihadapi oleh umat Islam. 20 Fatwa biasanya dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kew<:nangan dalam ha! tersebut, seperti, MUI (Majlis Ulama Indonesia), badan Peradilan
19
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 5
20
Ibid
26
Agama
serta
lembaga-lembaga
lain
yang
diberi
wewenang
untuk
mengeluarkan fatwa. 4. Keputusan Pengadilan Agama
Hukum Islam yang berbentuk keputusan Pengadilan Agama adalab keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama atas adanya permohonan, penetapan atau gugatan yang diajukan oleh seseorang atau lebih dan/atau lembaga kepadanya. Keputusan dimaksud, bersifat mengikat pihak-pihak yang berperkara. Selain itu, putusan Pengadilan Agama dapat bernilai sebagai yurisprudensi, yang dalam kasus-kasus tertentu dapat dijadikan oleh Hakim sebagai referensi hukum. 21 5. Perundang-undangan di Indonesia
Hukum Islam dalam perundang-undangan di Indonesia adalah Hukum Islam yang bersifat mengikat secara hukum ketatanegaraan bahkan daya ikatnya lebih luas. Oleh karena asas hukum di Indonesia adalah legalitas, makanya kemudian banyak hukum-hukum Islam yang dijadikan sebuab undang-undang seperti, UU No. 1 Tahun 1991 tentang Perkawinan, UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, semuanya memuat Hukum Islam dan mengikat kepada setiap warga Negara Republik Indonesia.
21
Ibid
BAB III ASPEK PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM
A. Eksistensi Hukum Perdata Islam di Indonesia
Hukum Perdata Islam dilihat dari aspek keberadaannya dalam perumusan dasar Negara yang dilakukan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaba Persiapan Kemerdekaan Indonesia), yaitu para pemimpin umat Islam berusaba memulihkan dan mendudukkan Hukum Islam dalam Negara Indonesia Merdeka. Dalam tabap awal, usaha para pemimpin dimaksud tidak sia-sia, yaitu lahir piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 telah disepakati oleh pendiri Negara bahwa Negara berdasar kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi para pemeluknya. 1 Walaupun dalam perkembangannya banyak para tokoh Nasionalis yang tidak sepakat dengan tujuh kata tersebut sehingga pembukaan UUD 1945 diganti dengan kata "Ketuhanan Yang Maba Esa". Waiau demikian eksistensi Hukum Islam di Indonesia masih tetap diakui dan dijadikan sebagai salah satu sistem hukum di Indonesia. Sebagaimana yang dijelaskan dalam uraian sebelumnya bahwa eksistensi Hukum Perdata Islam di Indonesia sudah memiliki kekuata.n hukum dalam sistem hukum Indonesia dengan di-sahkan UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
1
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika 2006, h. 2
2P
Perkawinan, UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Zakat dan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dari sana dapat kita fahami bahwa dengan adanya kekuatan Hukum dalam sistem Hukum di Indonesia sudah merupakan bentuk pengakuan terhadap Hukum Perdata Islam di Indonesia, hingga saat ini. 2 B. Asas-Asas Hukum Perdata Islam di Indonesia
Kata Asas berasal dari bahasa Arab, asasun (u.;..i). Artinya dasar, basis, pondasi. Kalau dihubungkan dengan pondasi berfikir, yang dimaksud dengan asas adalah landasan berfikir yang sangat mendasar. 3 Jika kata asas dihubungkan dengan hukum, yang dimaksud dengan asas adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berfikir dan alasan pendapat, terutama, clalam penegakkan dan pelakasanaan hukum. Asas hukum pada umumnya, berfongsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum. Asas Hukum Islam berasal dari sumber Hukum Islam itu sendiri terutama Al-Qur'an dan Al-Hadits baik yang bersifat rinci maupun yang bersifat umum dan yang kemudian dikembangkan oleh aka! pikiran manusia yang memenuhi syarat
2 3
!bid, h. 4
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar I/mu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 127
29
untuk itu (berijtihad). 4 Hal demikian dapat diketahui bahwa asas Hukum Islam meliputi : Asas Umum, Asas Hukum Pidana dan Asas Hukum Perdata, dan masih banyak lagi asas-asas yang lainnya. Hukum Islan1 sebagai salah satu hukum yang diakui oleh pemerintah memiliki asas-asas yang dianggap penting dalam meng-lmplementasikan-nya atau yang sering disebut sebagai Asas Umum yang meliputi semua bidang dan lapangan Hukum Islam, 5 yakni: 1. Asas Keadilan
Asas Keadilan adalah asas yang penting dan mencakup semua asas dalan1 bidang Hukum Islam. Akibat dari pentingnya asas dimaksud, sehingga Allah SWT Mengungkapkan di dalam Al-Qur'an lebih dari 1.000 kali, terbanyak disebut setelah kata Allah dan ilmu pengetahuan. Banyak ayat AlQur'an yang memerintahkan manusia berlaku adil dan menegakkan keadilan. Dalam Al-Qur'an Surat Shaad (38) ayat 26 dijelaskan:
(~i:IA/LY")yl
'.JS r~ 1_,_:.\ ~ ~~
Artinya : Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, 1\!faka berilah Keputusan (perkara) di antara 4
Zainuddin Ali, Hukum Islam Pengantar I/mu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika 2006, h. 45 5
Ibid h. 46
30
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafeu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan. Allah memerintahkan penguasa, penegak hukum sebagai khalifah di bumi untuk menyelenggarakan hukum sebaik-baiknya, berlaku adil terhadap semua manusia, tanpa memandang stratifikasi sosial, yaitu kedudukan, asalusu!, keyakinan yang di anut oleh pencari keadilan. 6 2. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas yang menya1akan bahwa tidak ada satu perbuatan yang dapat di hukum kecuali atas kekuatan ketentuan peraturan yang ada dan berlaku pada perbuatan itu. 7 Oleh karena itu, tidak ada sesuatu pelanggaran sebelum ada ketentuan hukum yang mengatumya. asas
1111
berdasarkan atas Al-Qur'an surah Al-Israa' (17) Ayat 15 sebagi berikut:
-
' _;y
Artinyah : Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (kese/amatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul.
6
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar I/mu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, h. 128 7
Zainuddin Ali, Hukum Islam Pengantar I/mu Hukum Islam di Indonesia, h. 46
31
3. Asas Kemanfaatan Asas Kemanfaatan adalah asas yang menyertai asas keadilan dan kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastian hukum, seyogianya dipertimbangkan asas kemanfaatannya, baik kepada yang bersangkutan sendiri
maupun kepada kepentingan masyarakat. 8 Dalam melakukan
pencatatan setiap aqad, misalnya, dapat dipertimbangkan kemanfaatannya bagi orang yang ber-'aqad dan bagi masyarakat. sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 282 di sebut:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar..
Dalam praktik Hukum Perdata terdapat asas-asas Hukum Islam yang menjadi tumpuan atau landasan untuk melindungi kepentingan pribadi seseorang, ha! ini sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Dr. Muhammad Daud Ali, SH dalam bukunya, asas-asas itu di antaranya adalah : I. Asas Kebo/ehan atau Mubah
Asas ini menunjukan kebolehan melakukan semua hubungan perdata (sebagian dari hubungan mu'amalah) sepanjang hubungan itu tidak dilarang oleh Al-Qur'an dan As-Sunah. Dengan kata lain, pada 8
Ibid
32
dasarnya segala bentuk hubungan perdata adalah boleh dilakukan, kecuali kalau telah ditentukan lain dalarn Al-Qur'an dan As-Sunnah. Hal ini, sebagaimana yang tersebut didalam Kaidah
Ushul fiqh
"r.1y>Jil ~ Jµ.JJJ u.J; u:b. ul-J)'f .t,i..:,511 u-9 J..,,yf", 9 ini berarti bahwa Islam
memberi
kesempatan
luas
kepada
yang
b1~rkepentingan
untuk
mengembangkan bentuk dan macam hubungan perdata (baru) sesuai dengan
perkembangan
zaman dan kebutuhan masyarakat.
Tuhan
memudahkan dan tidak menyempitkan kehidupan manusia seperti yang dinyatakan-Nya antara lain dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2) ayat
185:
-·~11~~.' »:i---~1~~.'~I') ( \Ao·Y/o·~-1\) . ..F.' ···~ , - , ....l:1j- llJ_r. r-:: JJJ • ....l:1j-··· Artinya : ... Allah menghendaki kemudahan bagimu, menghendaki kesukaran bagimu ...
dan tidak
2. Asas Kemaslahatan Hidup Kemaslahatan hidup adalah segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan, berguna, berfaedah bagi kehidupan. Asas kemaslahatan hidup adalah asas yang mengandung makna bahwa hubungan perdata apa pun juga dapat dilakukan asal hubungan itu mendatangkan kebaikan, berguna serta berfaedah bagi kehidupan manusia pribadi dan masyarakat, kendatipun tidak ada ketentuuannya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
9
Imam Jalaluddin As-Shuyuthi, Al-Ashbah Wa An-Nazhair, Indonesia, Daar Al-Ahya AlKutub Al-'Arabiyah, h. 43
33
Asas ini sangat berguna untuk pengembangan berbagai lembaga hubungan perdata dan dalam menilai lembaga-lembaga hukum non-Islam yang ada dalam sesuatu masyarakat. 3. Asas Kebebasan dan Kesukarelaan
Asas ini mengandung makna bahwa setiap hubungan perdata harus dilakukan secara bebas dan sukarela. Kebebasan kehendak para pihak yang melahirkan ke-sukarela-an dalam persetujuan harus senantiasa di perhatiakan. Asas ini juga mengandung arti bahwa selama teks Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak mengatur suatu hubungan p<:rdata, selama itu pula para pihak bebas mengatumya atas dasar kesuka:relaan masing-masing. Asas ini bersumber dari Al-Qur'an surat An-Nisa (4) ayat 29. 10 4. Asas Menolak Mudharat dan Mengambil Manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa harus dihindari segala bentuk hubungan
perdata yang
mendatangkan
kerugian
(mudharat)
dan
mengembangkan (hubungan perdata) yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat. 11 Dalan1 asas ini terkandung juga penge1tian bahwa menghindari kerusakan harus diutamakan dari memperoleh (meraih) keuntungan dalam suatu transaksi seperti perdagangan narkotika, prostitusi, dan mengadakan perjudian misalnya.
IO Mohammad Daud Ali, Hukum /slam Pengan/ar I/mu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, h. I 29 II Ibid
34
5. Asas Kekeluargaan Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat adalah asas hubungan perdata yang disandarkan pada hormat-menghormati, kasih-mengasihi serta tolong-menolong dalam mencapai tujuan bersama. Asas ini menunjukkan suatu hubungan perdata antara para pihak yang menganggap
diri
masing-masing
sebagai
anggota
satu
keluarga,
kendatipun, pada hakikatnya, bukan keluarga. 12 Asas ini dialirkan dari Surat Al-Maidah (5) ayat 2 :
i)ri3 "sis.b.il3 _,,J~I ~ 1)3~ -03 ""~) q!1f:;.;JI ~ 1)3~3 ... "" (~ :o /o:lJ WI) yLiJT ~;Ll, :&I oJ :&T 0
Artinya : ... Dan to/ong-meno/onglah kamu dalam (menge1jakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-meno/ong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
6. Asas Adil dan Berimbang Asas keadilan mengandung makna bahwa hubungan perdata tidak boleh mengandung unsur-unsur penipuan, penindasan, pengambilan kesempatan pada waktu pihak lain sedang kese:mpitan. Asas ini juga mengandung arti bahwa hasil yang diperoleh harus berimbang dengan usaha atau ikhtiar yang dilakukan.
12
13
Ibid Ibid, h. 134
13
35
7. Asas Larangan Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain Asas ini mengandung arti bahwa para pihak yang mengadakan hubungann perdata tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain dalan1 hubungan perdatanya. Merusak harta, kendatipun tidak merugikan diri sendiri, tetapi merugikan orang lain, tidak dibenarkan dalam Hukum Islam. Ini berarti bahwa menghancurkan atau memusnahkan barang, untuk mencapai kemantapan harga atau keseimbangan pasar, tidak dibenarkan oleh Hukum Islam (QS. 2:188, 2:195, 3:130, 4:2, 4:29, 5:2, 66:6). 14 8. Asas lvfendapatkan Hak Karena Usaha dan Jasa Asas ini mengandung makna bahwa seseorang akan mendapat hak, misalnya, berdasarkan usaha dan jasa, baik yang dilakukannya sendiri maupun yang diusahakannya bersama-sama orang lain. Usaha dan jasa haruslah usaha dan jasa yang baik yang mengandung kebajikan, bukan usaha dan jasa yang mengandung unsur kejahatan, keji dan kotor. Usaha dan jasa yang dilakukan melalui kejahatan, kekejian dan kekotoran tidak dibenarkan oleh Hukum Islam. Asas ini bersumber dari Al-Qur'an antara lain surat 6:164, 8:26, 16:72, 17:15, 17:19, 35:18, 39:7, 40:64, 53:38, 53:59. 15
14 15
Ibid, h. 135 Ibid
36
9. Asas Perlindungan Hak
Asas ini mengandung arti bahwa semua hak yang di peroleh seseorang dengan jalan halal dan sah, harus dilindungi. Bila hak itn dilanggar oleh salah satu pihak dalam hubungan perdata, pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut pengembalian hak itu atau menuntut pengembalian hak itu atau menuntut kerugian pada pihak yang merugikannya. 16
l 0. Asas Yang Beri 'tikad Baik Harus Dilindungi Asas ini berkaitan erat dengan asas lain yang menyatakan bahwa orang melakukan perbuatan tertentu be1ianggung jawab atau menanggung resiko perbuatanya. Namun, jika ada pihak yang melakukan suatu hubungan perdata tidak mengetahui cacat yang tersembunyi dan mempunyai i 'tikad baik dalam hubungan perdata, kepentingannya harus dilindungi dan berhak untuk menuntut sesuatu jika ia dirµgikan karena i'tikad baiknya. 17 11. Asas Mengatur dan Memberi Petunjuk
Sesuai dengan sifat hukum keperdataan pada umumnya, dalam Hukum Islam berlaku asas yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan Hukum Perdata, kecuali yang bersifat ijbari karena ketentuannya telah qath 'i hanyalah bersifat mengatur dan memberi petunjuk saja kepada 16
17
Ibid Ibid, 137
37
orang-orang yang akan memanfaatkannya dalam mengadakan hubungan Para
perdata.
pihak
dapat
memilih
ketentuan
lain
berdasarkan
kesukarelaan, asal saja ketentuan itu tidak bertentangan dengan Hukum Islam. 18 12. Asas Tertulis Atau Diucapkan Di Depan Saksi Asas ini mengandung makna babwa hubungan perdata selayaknya dituangkan dalam perjanjian tertulis dihadapan saksi:-saksi. Namun, dalam keadaan te1ientu, perjanjian itu dapat saja dilakukan secara lisan dihadapan saksi-saksi yang memenuhi syarat baik mengenai jumlahnya maupun mengenai kualitas orangnya. Sebagaimana yang disebut dalam Surat Al-Baqarab (2): 282) :
!
01
).
....
....
t--f>-- ~~-
,,, "'t
,;:::
....
.,. !
:::-
....
t . . .,,,., .,,,,. . .
':]_,I I".;;::. _,I ~~I
,_ ~1i;.· . .'- ~ 1 , ~>I· r--:. · l l.r ~~ j~j
-;:,., . . . .
9P <.>;\JI
"-Ji;iL, ,~- 01:~i~ ,
-·
-0
,,. (.
p
....
0D' 0}9 \,_ "·
-'
"1
,
Y" ~ (\Ao:~/opi) ... , -
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan 18
Ibid, h. 138
38
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menu!is, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). C. Aspek Perdata Islam di Indonesia
Reformasi hukum merupakan salah satu amanat penting dalam rangka pelaksanaan agenda refomiasi hukum nasional. Di dalamnya tercakup agenda penataan kembali berbagai institusi hukum dan politik, mulai dari tingkat pusat sampai kepada tingkat yang paling bawah, pembaharuan berbagai perangkat peraturan per-undang-undangan mulai dari UUD sampai kepada peraturan yang paling bawah, dan pembaharuan dalam sikap, cara berfikir dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan perkataan lain, dalam agenda reformasi hukum itu tercakup penge1tiann reformasi kelembagaan (institutional reform), reformasi per-undangundangan (instrumental reform),
dan reformasi budaya hukum (kultural
reform). 19 Sehubungan dengan hai itu, perlu ditelaah mengenai berbagai aspek perkembangan Hukum Perdata Islam itu dalam kaitannya dengan pelaksanaan agenda reformasi hukum nasional yang sekarang sedang berlangsung di antaranya adalah: 19
Departemen Agama RI, BULLETIN MJMBAR HUKUM, Jakarta, Depag RI, 1991.
39
I. Hukum Perkawinan Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, bahwa Eksistensi Hukum Islam di Indonesia, berawal, mengenai pennasalahan yang menyangkut halhal perkawinan yang kemudian banyak peraturan tentang perkawinan terutama paska kemerdekaan Republik Indonesia. Seperti dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1946 Tentang NTRj.o UU No. 32 Tahun 1954 Tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 1946 Tentang Nikah, Thalaq, Rujuk (NTR), UU No. I Talmn 1974 Tentang Perkawinan dan Inpres. No. I Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab I Tentang Perkawinan. 20 Dalam kaitannya dengan perkembangan Hukum Islan1 di Indonesia, peraturan tentang perkawinan merupakan hal yang sangat diprioritaskan oleh pemerintah, ha! ini dapat kita lihat dengan peran aktif pemerintah dalam mensosialisasikan Hukum Perdata Islam di Indonesia, dengan mengeluarkan beberapa peratman pemerintah (PP) sebagai implementasi undang-undang yang di sahkan. Hukum Perkawinan, walau hingga saat ini belum ada peraturan yang baru, namun wacana tentang pembaharuan hukum perkawinan bukanlah ha! yang baru, ha! ini, karena masyarakat Indonesia, sadar akan perkembangan zaman, sehingga banyak pasal-pasal yang dianggap sudah tidak relevan dengan alasan perkembangan zaman tersebut. Hal ini terbukti dengan adanya 20 h. xiv
Abdul Manan, Aneka Masa/ah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2006,
40
CLD KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam) pada tahun 2004 yang di pelopori oleh Siti Musdah Mulia. CLD KHI ini muncul sebagai akibat perkembangan zaman dalam kesetaraan gender (al-musawah al-jinsiyyah) yang di dalamnya, juga membahas tentang hukum perkawinan di Indonesia.
21
Walaupun CLD KHI hanya sebatas wacana, namun respon dari Umat Islam sangatlah antusias untuk membahasnya, walau, banyak terjadi pro dan kontra terhadap wacana tersebut. Selain itu, wacana dari pihak pemerintah juga direalisasikan dengan membuat RUU Terapan Peradilan Agama Tentang Perkawinan (Tahun 2006), walaupun pada kenyataannya sampai saat ini tidak ada pollow up-nya, namun dapat kita pahami bahwa usaha untuk pembaharuan hukum perkawinan tetap berlanjut tidak surut begitu saja. 2. Hukum Perwakafan Hukum wakaf merupakan cabang yang penting dalam Islam, sebab ia terjalin ke dalam seluruh kehidupan ibadah dan merupakan perekonomian . 22 . . 1 hu k um mus l'1m111 sosia lstilah wakaf di Indonesia sudah ada sebelum Islam datang keNusantara, walaupun tidak sepenuhnya persis dengan yang terdapat dalam
21
Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara Kritik Atas Politik Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, LKiS, 200 I 22
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, Cet. I, Jakarta, Ciputat Press, 2005, h. 92
41
ajaran Islam. Namun spiritnya sama dengan syari'at Islam tentang wakaf. 23 Bahkan setelah para penjajah datang ke nusantara perwakafan diakui sebagai hukum yang hidup dalam lingkungan masyarakat pribumi (Indonesia). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, peraturan-peraturan tentang perwakafan tanah yang dikeluarkan pada masa penjajahan masih tetap diberlakukan. Dan mengenai wakaf, walau belum diatur dalam sebuah peraturan tersendiri, namun pemerintah tidak diam begitu saja dalam permasalahan wakaf, melalui Departemen Agama, pemerintah banyak mengeluarkan petunjuk-petunjuk tentang wakaf. Dan pada perkembangan berikutnya, permasalahan wakaf mulai dilegalisasikan walaupun masih sangat terbatas, berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), dicetuskan Undangundang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria yang mengatur tanah di Indonesia pada tanggal 24 September 1960.24 Pada bagian XI, hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial. Pada Pasal 49 ayat (3): "Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah". Setelah melihat kepada tujuan perwakafan tanah milik dan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang-undang Pokok Agraria pada Pasal 49 ayat (3) tersebut di atas, maka Pemerintah berusaha mencari dan membentuk peraturan tentang perwakafan tanah milik. Pada tanggal 17 Mei 1977 Pemerintah telah 23
Depag Rl, Pedoman Penge/olaan Dan Pengembangan Waka/, Jakarta, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggara Hqji, 2005, h.19 24
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembenrtukan UU Pokok Agraria, Jsi dan Pelaksanaannya, Edisi Revisi, Cet 7, Jakarta, Djambatan, 1997, H. 122
42
dapat menetapkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. Dalan1
perkembangannya, masalah wakaf juga dimuat dalam
Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. I Tahun 1991) yang menjadi pedoman para Hakim Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Peraturan yang ada itu dan tersebar tersebut dirasakan kurang memadai karena permasalahan wakaf yang mengemuka di masyarakat atau yang dihadapi oleh lembaga keagamaan yang bertindak sebagai nazhir dari waktu ke waktu kian berkembang. Di samping itu masyarakat amat membutuhkan pengaturan mengenai wakaf produktif dan wakaf uang yang selama ini belum diatur dalam regulasi wakaf di Negara kita. 25 Di tengah problematika sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan untuk kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberaclaaan lembaga wakaf menjadi sangat strategis. Di samping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Karena itu, pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang relevan dengan kondisi riil persoalan kesej ahteraan menj adi sangat penting. 26
25
Depag RI, Proses Lahimya Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Jakarta, Direktorat Pengembangan Zakat dan WakafDitjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2005, h. 97 26
Depag RI, Paradigma Waka/ bal'll di Indonesia, Jakarta, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen Bi mas Islam dan Penyelenggara Haji, 2005, h. I
43
Sejak awal, perbincangan tentang wakaf kerap diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak, seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil bualmya dan sumur untuk diambil airnya. Sedangkan wakaf benda yang bergerak barn mengemuka belakangan. Di antara wakaf benda bergerak yang ramai diperbincangkan belakangan adalal1 wakaf yang dikenal dengan istilali
Cash Waqf atau wakaf tunai. Namun kalau menilik obyek wakafnya, yaitu uang, lebih tepat kiranya kalau wakaf tunai diterjemalikan dengan wakaf uang. 27 Perbincangan tentang wakaf tunai mengemuka belakangan. Hal ini te1jadi seiring berkembangnya sistem perekonomian dan pembangunan yang memunculkan inovasi-inovasi barn. Wakaf tunai sebagai instrument financial
(social instrument), keuangan social dan perbankan i;ocial, menurut M.A. Maiman memang merupakan suatu produk barn dalam sejarah perekonomian Islam. Instrument financial yang dikenal dalam perekonomian Islam selama ini berkisar pada murabaliah28 untuk membiayai sector perdagangan dan mudharabali atau musyarakah29 untuk membiayai investasi di bidang industri dan pertanian. Bank juga tidak mau menerima tanah atau aset lain yang
27
Depag RI, Pedoman Pengelo/aan Waka/ Tunai, Jakarta, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggara I-Jaji, 2005, h. I 28
Penjualan dengan mengunakan prinsip murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. 29 Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau Jebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
44
merupakan harta wakaf untuk dijadikan jaminan. Karena harta wakaf bukan hak milik. 30 Kaitannya dengan perwakafan di Indonesia, kini, tidak terlepas dalam sebuah peraturan tersendiri mengenai wakaf yang telah disahkan menjadi undang-undang yakni Undang-undang No.41 Talmo 2004 tentang Wakaf yang isinya meliputi. 31 Bab I Ketentuan Umum, Bab II Dasar-Dasar Wakaf, Bab III Tentang Pendaftaran dan Pengumuman Benda Wakaf, Bab IV Tentang Perubahan Status Benda Wakaf, Bab V Tentang Pengelolaan dan Pengembangan Benda Wakaf, Bab VI Tentang Badan Wakaf Indonesia (BWI), Bab VII Tentang Penyelesaian Sengketa, Bab VIII Tentang Pembinaan dan Pengawasan, Bab IX Tentang Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif, Bab X Tentang Ketentuan Peralihan, Bab XI Tentang Ketentuan Penutup. 3. Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan di Indonesia sampai saat ini, masih belum memiliki undang-undang tersendiri, atau dengan kata lain hukum kewarisan di Indonesia masih mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan dalam Inpres No. I Talmo 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dalam Buku II bab I sampai
30
31
Depag RI, Pedoman Penge/olaan Waka/Tunai, h. 31
Depag RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tuhun 2004 Tentang Waka/ Jakarta, Dirjen. BIMAIS dan Penyelenggaraan Haji, 2006.
45
dengan bab VI yang menjadi panduan bagi para Hakim Agama dalam perkara kewarisan. Adapun gambaran umum yang disebutkan dalam KHI Buku II tentang kewarisan yakni, 32 Bab I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 171) memuat tentang kata-kata penting tentang kewarisan, kata-kata tersebut adalah hukum kewarisan, pewaris, ahli waris, harta peninggalan, (haiia) warisan, wasiat, hibah, anak angkat dan baitul mal. Bab II Tentang Ahli Waris (Pasal 172 sainpai dengan pasal 175). Bab III Tentang besarnya Bagian (Pasal 176 sampai dengan pasal 191). Bab IV Tentang Aul dan Rad (Pasal 192 sainpai dengan pasal 193). Bab V Tentang Wasiat (Pasal 194 sainpai dengan pasal 209). Bab VI Tentang Hibah (Pasal 210 sainpai dengan pasal 214). Kaitannya dengan perkembangan hukum kewarisan di Indonesia, sebagai kompetensi kewenangan Peradilan Againa sebagaimana pasai 49 UU No. 3 Tahun 2006, kewarisan pada saat ini sudah menjadi kewenangan mutlak bagi Peradilan Againa. Sesuai dengan penjelasan umum UU No. 3 Tahun 2006 pada alinea kedua yang menyebutkan bahwa ''Dalam kaitannya dengan perubahan Undang-Undang ini pula, kaiimat yang terclapat dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan: "Para Pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk
32
2004.
Depag RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta, Dirjen. BIMAIS dan Penyelenggaraan Haji,
46
memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan", dinyatakan dihapus". 33
D. Prospek Hukum Perdata Islam Di Indonesia Berbicara prospek berarti sama saja kita bicara tujuan, jika kita bisa meminjam istilah managemen modern di antara prinsipnya adalah menetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai, begitu pula dengan Hukum Perdata Islam di Indonesia. Ia juga mempunyai tujuan untuk menertibkan hak dan kewajiban demi kemaslahatan um at Islam. 34 Yang sangat prinspil yang perlu dikedepankan adalah adanya
kepastian
hukum
yang
mengatur tentang
pem1asalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Prospek dari Hukum Perdata Islam yaitu untuk ketertiban dalam bermasyarakat dan bemegara, guna terciptanya keadaan tersebut yakni suatu ketertiban di mana pun di dunia ini termasuk di Indonesia selalu berbarengan dengan hukum, sebagai kaidah-kaidah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yaitu ketertiban dan kedamaian. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa masyarakat dan hukum merupakan dua gejala yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena hukum dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang
33
MA RI, UU RI No. 3 Ta/nm 2006 Tentang Perubahan Atos UU RI No. 7 Ta/nm 1989 Jakarta, Ditjend. Badan Peradilan Agama, 2006, h. 26 34
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmaal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.111974 sampai KHI, Jakarta, Kencana 2006, h. 29
47
tidak dapat dipisahkan maka salah satu tujuan hukurn adalah meluruskan
. masyarakat. 35 mora11tas Dalam tata hukum nasional, prospek Hukum Perdata Islam bisa dikatakan cukup signifikan perkembangannya, karena masyarakat Indonesia yang mayoritas umat Islam dengan sendirinya akan sadar bahwa pe-legislasi-an Hukum Islam sangatlah penting untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dilihat dengan banyak rancangan undang-undang (RUU) tentang Hukum Islam yang masuk ke DPR RI walaupun masih banyak kontroversial.
35
Taufiq Hamami, Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama Dalam Tata Hukum di Indonesia, Bandung, Alumni, 2003, h. 15
BAB IV TINJAUAN UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERAOILAN AGAMA TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM PER.DATA ISLAM DI INDONESIA A. Peran Dan Eksistensi Peradilan Agama Pasca UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum agama Islam, kepada orang-orang Islam yang dilakukan di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. 1 Peradilan Agama, dalam sistem peradilan nasional, di samping Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, merupakaa salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dalam Negara Republik Indonesia. Keempat peradilan itu mempunyai kedudukan yang sama, sederajat dengan kekuasaan yang berbeda. Dan merupakan kekuasaan kehakiman, sesuai dengan ruang lingkup wewenangnya masing-masing yang berpuncak pada Mahkamah Agung. 2 Hal ini, sebagaimana yang di muat dalam UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman pasal IO ayat (2) "badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan
1
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar J/mu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 278 2
Cik Hasan Bisri, Peradi/an Agama di Indonesia edisi revisi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, h. 220
49
Peradilan Tata Usaha Negara. 3 ha! senada juga disebut dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama pasal 5 ayat (I) yakni : "pembinaan teknis
peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung".
4
Berdasarkan pasal 5 ayat (!) tersebut di atas, maka
peradilan agama merupakan salah satu peradilan yang diakui eksistensinya dan memiliki kekuatan hukum tetap. Setiap lembaga peradilan, masing-masing memiliki kekuasaan atau kewenangan (competentie) tersendiri, dalam pengertian, perkara apa saja dan berada di wilayah mana saja lembaga tersebut dapat melakukan kewenangannya. Peradilan Agama sebagai salah satu peradilan yang diakui eksistensinya, juga memiliki kewenangan atau kekuasaan dalam kaitannya dengan hukum acara, manyangkut dua ha!, yaitu, kekuasaan mutlak (absolute competentie) dan kekuasaan relatif (relative competentie). 5 Kekuasaan mutlak Peradilan Agama berkenaan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan Peradilan Agama. Sedangkan kekuasaan rdatif Peradilan Agama berhubungan dengan daerah hukum suatu peradilan, baik peradilan tingkat pertama maupun peradilan tingkat
3
Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Talnm 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. 4
MA RI, UV RI No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UV RI No. 7 Tahun 1989, Jakarta, Dirjend. Badan Peradilan Agama, 2006. h. 4 5
A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2006. h. 138
50
banding. Artinya, cakupan dan batasan kekuasaan relatif pengadilan ialah meliputi daerah hukumnya berdasarkan peratman perundang-undangan. 6 Dalam kekuasaan mutlak Peradilan Agama sejak di undangkan dan berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agarna, menunjukan bahwa kekuasaan mutlak Peradilan Agama bertambah, yakni dengan ditambahkannya ekonomi syari'ah, walaupun hingga saat ini (maret 2008) masih dalam debatable
(controversial) dilingkungan para ahli hukum, terutama di tingkatan anggota dewan (DPR-RI). Selain mengenai ekonomi syari'ah, kekuasaan mutlak Peradilan Agama tentang kewarisan kini sudah ditetapkan sebagai perkara yang harus di putus di Peradilan Agama tidak lagi ada hak opsi bagi para berpekara. Kekuasaan Peradilan Agama pasca UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama dalam menangani problematika umat Islam, menurut penulis masih berputar mengenai sengketa hukum keluarga saja, belum kepada permasalahan barn yakni dalam sengketa ekonomi syari' ah, hal ini, karena perangkat dalam lembaga Peradilan Agama masih belum siap untuk menangani problematika ekonomi syari'ah yang terjadi, baik para hakim Peradilan Agama maupun rujukan legalitas tentang ekonomi syari'ah.
B. Muatan Hukum Perdata Islam dalam UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Kekuasaan mutlak pengadilan berkenaan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama 6
Cik Hasan Bisri, Peradi/an Agama di Indonesia edisi revisi, h. 218
51
memiliki kekuasaan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu dikalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam. 7 Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam" adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kekuasaan Peradilan Agama. Muatan Hukum Perdata Islam dalam kekuasaan Pengadilan Agama diatur dalam Bab III pasal 49 UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. dan di dalam pasal 49 dinyatakan :
"Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a). Perkawinan, b). Waris, c). Wasiat, d). Hibah, e). Waka/, j). Zakat, g). lnfaq, h). Shadaqah, dan i). Ekonomi Syari'ah". 8 Ketentuan pasal 49 itu, persis sama maksudnya dengan Penjelasan Umum UU No. 3 Tahun 2006 alinea pertama. 9 Dalam ketentuan-ketentuan itu menunjukkan
bahwa cakupan kekuasaan mutlak
(absolute
competentie)
pengadilan dalarn lingkungan Peradilan Agama, secara garis besar, meliputi perkara-perkara perdata tertentu dikalangan orang-orang yang ber-Agama Islam. 7
Ibid, h. 220
8
MA RI, VU RI No. 3 Tahun 2006, h. 20
9
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia edisi revisi, h. 221
52
Berdasarkan pasal 49 tersebut di atas, maka perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dapat di rinci sebagai berikut : I . Perkawinan Yang dimaksud dengan perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain :10 a. Izin beristri lebih dari seorang; b. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; c. Dispensasi kawin; d. Pencegahan perkawinan; e. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; f.
Pembatalan perkawinan;
g. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; h. Perceraian karena talak; t.
Gugatan perceraian;
J.
Penyelesaian harta bersama;
k. Penguasaan anak-anak; I.
10
!bu dapat memikul biaya pemeliharaan clan pendidikan anak bilamana
Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2001. h. 141
53
Bapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak m1~matuhinya; m. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suarni kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; n. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; o. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; p. Pencabutan kekuasaan wali; q. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam ha! kekuasaan seorang wali dicabut; r.
Penunjukan seorang wali dalarn ha! seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan be las) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
s.
Pembebanan kewajiban ganti kerngian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
t.
Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
u. Putusan tentang ha! penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan carnpuran; v. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang ter;iadi sebelum UndangUndang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurnt peraturan yang lain. 2. Waris Yang dimaksud dengan "Waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-
54
masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalap tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris. 11 3. Wasiat Yang dimakasud dengan "Wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/ badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia. 12 4. Hibah Yang dimakasud dengan "Hibah" adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang/badan hukum kepada orang lain/badan hukum untuk dimiliki. 5. Wakaf Yang dimaksud dengan "Wakaf' adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah. 13
11
Penjelasan Umum VU RI No. 3 Ta/nm 2006 Tentang Perubahan Alas VU RI No. 7 Tahun
12
Ibid
13
ibid
1989.
55
6. Zakat Yang dimakasud dengan "Zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang memiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari' ah untuk diberikan kepada yang berhak •
menenmanya.
14
7. Infaq Yang dimakasud dengan "Infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizqi (karnnia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala. 15 8. Shadaqah Yang dimaksud dengan "Shadaqah" adalah perbuatar; seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembagalbadan hukum secara spontan dan sukaTela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata. 16
14
Ibid
15
Ibid
16
Ibid
56
9. Ekonomi syari'ah Yang dimaksud dengan "Ekonomi Syar'ah" adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari' ah, antara lain
. . 17 me l iputJ: a. Bank syari 'ah; b. Lembaga keuangan mikro syari'ah; c. Asuransi syari' ah; d. Reasuransi syari 'ah; e. Reksa dana syari' ah;
f. Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah; g. Sekulasi syari' ah; h. Pembiayaan syari'ah; 1.
Pegadaian syari'ah;
J. Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; clan
k. Bisnis syari'ah.
C. Perubahan mendasar UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Menuju UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Fenomena pembangunan hukum pada akhir-akhir ini, mulai akrab dengan aspirasi teoritik dan meninggalkan ketergantungannya pada. kekuasaan. Salah satu sub dari sistem hukum itu adalah kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh 17
Ibid
57
sebuah Mahkamah Agung dengan badan-badan peradilan lainnya. Satu dari empat lingkungan peradilan pelaksana kekuasaan kehakiman adalah Peradilan Agama yang diatur dengan UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 18 Sebagaimana diketahui bahwa pada masa lalu, sesuai dengan ketentuan didalam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman, lingkungan Paradilan Umum dan Tata Usaha Negara, berada di bawah Departemen Kehakiman serta Peradilan Agama berada di bawah Departemen Agama. Namun sesuai dengan tuntutan ketetapan MPR tahun 1998, dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, kewenangan pembinaan itu beralih menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Menyinggung posisi Peradilan Agama dalan1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Pokokpokok Kekuasaan Kehakiman, pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara. Yakni pengalihan kewenangan administrasi, organisasi dan finansial Peradilan Agama dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung. 19 Dalam perkembangan lmkum di Indonesia terkbih paska reformasi, kekuasaan kehakiman banyak mengalami perubahan dalan1 berbagai hal, terbukti 18
19
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia edisi revisi, h. 217
Yusril Ihza Mahendra, Memantapkan possisi peradilan pada segi-segi hukum formal dan teknis peradilan (Sambutan Mentri 1-lukum dan Perundang-undangan selaku keynotes speaker pada Seminar Nasional 10 Tahun Undang-undang Peradilan Agama tanggal 2 D<:sember I 999 di Jakarta).
58
selama kurang lebih 6 tahun paska reformasi, terjadi dua kali perubahan undangundang kekuasaan kehakiman, yakni pada tahun 1999 (UU No. 35 Tahun 1999) dan pada tahun 2004 dengan di sahkan UU No. 4 tahun 2004 Tentang Pokokpokok Kekuasaan Kehakiman sebagai perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970 j.o UU No. 35 Tahun 1999 tentang kekuasaan kehakiman. Hal ini, disebabkan karena banyak pasal-pasal di dalamnya sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman terlebih dengan sistem hukum di Indonesia paska refmmasi. Dengan alasan mendasar inilah, kemudian UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Aganm juga mengikuti perubahan, yakni dengan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Menurut penulis perubahan mendasar disebabkan ka.rena, pertama, dengan alasan dalam UU No. 4 Tahun 2004 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman pasal I 0 menyebutkan bahwa administrasi, organisasi dan finansial Peradilan Agama dilakukan oleh Mahkamah Agung. Kedua, dengan alasan penambahan kewenangan Peradilan Agama mengenai perkara ekonomi syari'ah. D. Analisa Penulis Hukum Perdata Islam pada saat ini, dapat dilihat dengan perkembangan yang cukup signifikan dalam berbagai bidang, yakni bidang hukum keluarga yang meliputi hukum perkawinan, waris, wakaf dan terutama hukum ekonomi syari'ah. Hal ini, karena banyak peluang dalam Hukum Perdata Islam itu sendiri disebabkan dengan kesadaran masyarakat akan perkembangan zaman, walaupun
59
di dalamnya terdapat sejumlah hambatan bagi transformasi Hukum Perdata Islam ke dalam hukum nasional. 20 Perkembangan Hukum Perdata Islam pada saat ini dapat dilihat pada beberapa fenomena penting, seperti misalnya, hukum perkawinan, meskipun undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sampai saat ini belum mengalami
perubahan,
namun,
berdasarkan
implementasi
dilingkungan
masyarakat sudah cukup signifikan dalam perkembangannya, salah satu contoh kecil tentang pencatatan perkawinan, yang dahulunya sering diabaikan oleh masyarkat, kini, sudah hampir semua masyarakat memi:liki akte perkawinan, walaupun belum secara keseluruhan. Kemudian hukum kewarisan di Indonesia bagi umat Islam kini sudah menjadi hak dan wewenang pengadilan agama dalam memutus dan menetapkan ahli waris, hal ini berdasarkan IJU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Kemudian mengenai perwakafan di Indonesia dengan disahkan UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, merupakan paradigma baru terhadap perwakafan di Indonesia yang sebelumnya hanya mengatur wakaf per-tanah-an, kini, dalam undang-undang tersebut mengatur berbagai ha! penting mengenai masalah wakaf dalam pengembangan dan pemberdayaan ekonomi umat terutama tentang wakaf uang (wakaftunai). Selanjutnya, UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan
°Cik Hasan Bisri. Peradilan Agama di Indonesia edisi revisi. h. 70
2
60
dalam Pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah. 21 Dengan penegasan kewenangan Peradilan Agama tersebut dimalrnudkan untuk memberikan dasar hukum kepada pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara te1tentu. Dalam undang-undang 1111 kewenangan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama diperluas, ha! ini sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Perluasan tersebut antara lain meliputi ekonomi syari'ah. Dalam kaitannya dengan perubahan undang-undang ini pula, kalimat yang terdapat dalam penjelasan umum undangundang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan: "para pi/wk sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa_ yang dipergunakan dalam pembagian warisan", dinyatakan dihapus. 22
21
Penjelasan umum UU Rf No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU Rf No. 7 Tahun
1989 22
Ibid.
61
Pe1iambahan kekuasaan mutlak Peradilan Agama dalam bidang ekonomi syari'ah, tidak diseimbangkan dengan kompetensi para hakim dilingkungan Peradilan Agama, sehingga lembaga Peradilan Agama bdum sepenuhnya siap untuk memutus sengketa ekonomi syari'ah, ditambah dengan tidak adanya peraturan legalitas yang secara khusus tentang ekonomi syari' ah, baik form ii maupun materil. Selain itu, dalam teknis sengketa ekonomi syari'ah, yang dijelaskan dalam pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, hanya sesan1a orang muslim bukan pada lembaga, sehingga paradigma yang muncul, bahwa kebanyakan orang yang memiliki sengketa ekonomi syari' ah dengan lembaga lebih memilih kepada Peradilan Umum bukan kepada Peradilan Agama ha! ini disebabkan dengan asumsi di atas, yakni karena tidak jelasnya Peradilan Agama dalam menangani sengketa ekonomi syari' ah. Dengan fenomena penting diatas dapat difahami ba.'lwa, berlakunya Hukum Perdata Islam dalam hukum nasional sangat ditentukan oleh sejauh mana pendukung
Hukum
Islam
memiliki
kesadaran
untuk
menerima
dan
melaksanakannya. Kenyataan sementara menunjukan bahwa, umat Islam sebagai penduknng berlakunya Hukum Islam baru merupakan potensi, belum merupakan basis sosial yang efektif. 23
23
Taufiq Hamami, Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama Dalam Tata Hukum di Indonesia (Bandung: Alumni, 2003). H. 17
BABV PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis mengakhiri dengan memberikan kesimpulan dan saran-saran yang menyangkut pembahasan. A. KESIMPULAN
I. Hukum Perdata Islam dalam pengertian umum adalah norma hukum yang memuat, hukum perkawinan, mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian, serta akibat hukurnnya. da11 hukum kewarisan, mengatur segala persoalan yang berkaitan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, harta warisan, serta pembagian harta warisan. Adapun dalam pengertian khusus, Hukum Perdata Islam adalah norma hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan mengenai jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, persyarikatan, pengalihan hak, dan segala yang berkaitan dengan transaksi. 2. Aspek perkembangan Hukum Perdata Islan1 dalam bidang perkawinan hingga saat ini masih dikatakan statis-dinamis, statis dalan1 arti bahwa, hukum perkawinan belum mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam sebuah undang-undang, masih menggunakan UU No. I Tahun 1974 tentang perkawinan. Dinamis dalam arti implementasi hukum perkawinan sudah sangat cukup dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia, ha! ini, diketahui dengan masyarakat Indonesia sudah memahami arti penting-nya sebuah pencatatan
perkawinan.
Kemudian
dalam
bidang
perwakafan
sudah
63
mengalami kemajuan jauh kedepan, dengan di undangkan dan diberlakukan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, sudah merupakan bukti, bahwa hukum perwakafan di Indonesia semakin berkembang terutama terkait dengan wakaf tunai (wakaf uang). Selanjutnya mengenai kewarisan di Indonesia hal yang substansial dalam UU No. 3 Tahun 2006 adalah dengan dihapusnya hak opsi dalam masalah waris bagi para pencari keadilan. 3. Eksistensi Hukum Perdata Islam dalam Tata Hukum Nasional bisa dilihat dengan undang-undang yang sudah di-sahkan oleh pemerintah terkait dengan pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, terutama paska reformasi, yakni, UU No. I Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Inpres. No. I Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, didalamnya menjelaskan tentang Peradilan Agama sebagai lembaga peradilan yang disetarakan dengan peradilan-peradilan lain di Indonesia yakni di satu atapkan ke Mahkamah Agung, UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 4. Peradilan Agama sejak di-sahkan UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, hingga saat ini masih tetap diakui dalam lingkungan peradilan di Indonesia, sebagai bukti konkrit dengan di undangkan IJU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan kewenangan mutlak (competentie absolute) Peradilan Agama lebih dipertegas dengan penambahan-penambahan,. seperti mengenai
sengketa ekonomi
64
syari'ah yang sebelumnya bukan merupakan kewenangim absolut di Peradilan Aganm dan kewarisan yang sebelumnya masih ada hak opsi bagi para pencari keadilan.
Dengan penegasan kewenangan Peradilan Agama tersebut
dimaksudkan untuk memberikan dasar Hukum kepada Pengadilan Agama dalam menyelesaikan problematika yang terjadi bagi umat Islam clan sebagai bukti Peradilan Agama eksistensinya masih diakui dalam sistem hukum di Indonesia. B. SARAN-SARAN I. Bagi masyarakat muslim, hendaknya sadar akan peratura.'l yang dilegalkan sangatlah
penting
untuk
kehidupan
bermasyarakat
dengan
cara
merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Bagi para pejabat hukum agar dalam penerapan clan pelaksanaan Hukum Perdata Islam tidak terjadi kekeliruan, maka sosialisasi tidak hanya dilakukan melalui dialog clan berdiskusi saja, namun lebih kepada pelatihan khusus untuk masyarakat umum. 3. Bagi para intelektual Hukum Islam, hendaknya Hukmn Islam tidak hanya dijadikan sebuah wacana, namun direalisasikan dengan cara berdiskusi kepada masyarakat umum, deng<m tujuan agar tidal( terjadi kekeliruan masyarakat dalam memahan1i makna substansi dari Hukurn Islam tersebut. 4. Bagi para akademisi, diharapkan lebih memantapkan lagi penelitian tentang permasalahan Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia, karena
65
banyak Hukum Islam yang sudab di-undang-kan tidak relevan dengan dinamika sosial terlebih pada masyarkat Muslim Indonesia. 5. Untuk Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullab Jakarta, hendaknya lebih mengkonsentrasikan tentang dinamika Hukum Islam di Indonesia dengan cara membuat tim penelitian khusus, yang kemudian hasilnya dijadikan sebagai dasar akademis dalam pembuatan undang-undang tentang Hukum Islam.
66
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur'an Al-Karim. Ahmad, Amrnllah, dkk, Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam Pengantar !!mu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika 2006.
_ _ _ _ _, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika 2006. As-Shuyuthi, Imam Jalaluddin, Al-Ashbah Wa An-Nazhair. Indonesia: Daaru Ahya Al-Kutub Al-'Arabiyah. Azra, Azyumardi, Jaringan Global dan Lokal Islam di Nusantara. Bandung: Mizan, 2002. Bisri, Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia Edisi Revisi. Jakaiia: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Diknas, 2004. Depag RI, Pedoman Penge/olaan Dan Pengembangan Wakaf Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan WakafDitjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2005.
____ , Terjemahan Al-Qur 'an Al-Karim. Semarang: PT. Toha Putra, 1987.
____, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Jakarta: Diljen. BIMAIS dan Penyelenggaraan Haji, 2006.
____, Proses Lahirnya Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2005.
67
____, Paradigma Waka/ baru di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2005. ____, Pedoman Pengelolaan Waka/ Tunai. Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2005.
- - - -, Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Dirjen. BIMAIS dan Penyelenggaraan Haji, 2004.
____, UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta: Dirjen. BIMAIS dan Penyelenggaraan Haji, 2004. Djalil, A. Basiq, Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006. Halim, Abdul, Peradilan Agama Dalam Politik Hukum Di Indonesia. Jakmia: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
_ _ _ _ _, Hukum Perwakafan di Indonesia, Cet 1. Jakarta: Ciputat Press, 2005. Hamami, Taufiq, Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama Dalam Tata Hukum di Indonesia. Bandung: Alumni 2003. Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembenrtukan UU Pokok Agraria, lsi dan Pelaksanaannya, Edisi Revisi, Cet. 7. Jakarta: Djambatan, 1997. Hazairin, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1976. MA RI, UU RI No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU RI No. 7 Tahun 1989. Jakarta: Ditjen Badan Peradilan Agama, 2006.
_ _ _ _ _ , Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Ditjen Badan Peradilan Agama, 2006. Mahmassani, Sobhi, Filsafat Hukum Dalam Islam Alih Bahasa: Ahmad Sudjono. Bandung, PT. Al-Ma'arif 1976.
68
Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indoensia. Jakaiia: Kencana, 2006. Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Azhari Akmaal, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi Kritis Perkembangan Hukwn Islam dari Fiqh, UV No.111974 sampai KHJ. Jakarta: Kencana 2006. Syaukani, Imam, Rekonstruksi Epistemologi Hukwn Islam Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006. Usman, Suparman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta:. Gaya Media Prataina, 2001. Wahid, Marzuki dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara Kritik Alas Politik Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: LKiS, 2001.