KEDUDUKAN PANITERA PASCA AMANDEMEN UU NO 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA (Studi Kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan)
Disusun oleh:
Muzdalifah 106044201470
KOSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWALUL SYAKSYIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009/1430H
Out line Daftar isi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Metodoligi Penelitian E. Review Studi Terdahulu F. Sistemtika Penulisan
BAB II
PENGERTIAN, SYARAT DAN WEWENANG PANITERA A. Pengertian Panitera dan Sekretaris B. Tugas-tugas panitera dan Sekretaris C. Syarat-syarat sekretaris dan panitera menurut UU no 3 tahun 2006 D. Perbedaan tugas sekretaris dan panitera E. Wewenang panitera dan sekretaris
BAB III PROFIL PENGADILAN A. Letak Geografis B. Sejarah singkat berdirinya C. Struktur Organisasi D. Tugas-tugas pejabat pengadilan BAB IV
ANALISI UU No 7 Tahun 1989 SETELAH DIAMANDEN A. Proses Lahirnya UU No 3 Tahun 2006 B. Perubahan Penting Dalam UU No 3 Tahun 2006 C. Analisis Penulis
BAB V KESIMPULAN, PENUTUP DAN SARAN SARAN DAFTARA PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN Undang-undang No 7 tahun 1989 Undang-undang No 3 Tahun 20006 amanadmen UU no 7 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama Hasil wawancara
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta , 03 April 2010
MUZDALIFAH NIM:106044201470
KATA PENGANTAR
G¡+Ýo ¯2Ù{´ ¯2lµo Segala puji bagi Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Penguasa alam semesta yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis terutamanya dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat baginda yang telah banyak berkorban dan menyebarkan dakwah Islam selama ini, menyelamatkan umat dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang. Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar strata satu (S.1), dalam jurusan Ahwal Syakhshiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul : “KEDUDUKAN PANITERA PASCA AMANDEMEN UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 1989 (studi kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan ). Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung dan tidak langsung yang terlibat dalam proses menyiapkan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan penghargaan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Amin Suma M.A, S.H, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
i
2. Drs. Basiq Djalil S.H, M.H, Drs. Kamarusdiana S.Ag, M.A, masing-masing selaku ketua jurusan dan sekretaris jurusan Ahwal Syakhshiyyah yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis. 3. Dr. J.M. Muslimin MA. Ph.d selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam rangka menyiapkan skripsi ini. Terima kasih juga atas segala kesabaran dalam memberi arahan dan masukan kepada penulis hingga skripsi ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya. 4. Para Narasumber dan staff lembaga Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang telah memberikan penulis izin dan membantu meluangkan waktunya untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian khususnya Bapak Drs. Moh Tufiki selaku Panmud Hukum, Bapak Drs. Yasardin ,S.H., M.H. Selaku wakil ketua pengadilan , dan Bapak Harisman , SHI selaku Staff Admiistrasi Umum 5. Kepada Pembimbing Akademik Bapak KH. A. Juani Syukri, Lc, MA., yang telah memjadi pembimbing dengan segenap perhatian dan waktunya. 6. Seluruh staff pengajar (dosen) jurusan Ahwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum yang telah banyak menyumbang ilmu dan memberikan motivasi sepanjang penulis berada di sini. Selain itu, para Pimpinan dan staff Perpustakaan baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
ii
7. Ibunda Hj. Djubaedah dan ayahanda H. Mundari tercinta yang telah merawat dan mengasuh serta mendidik dengan penuh kasih sayang dan memberikan pengorbanan yang tak terhitung nilainya. 8. Buat Ari amigar yang telah menjadi teman terbaik disetiap waktu penulis , serta dukungan dan perhatiannya agar senantiasa tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Buat kakak , abang , adik penulis yang telah memberikan inspirasi kepada penulis agar bisa tetap bertahan dalam menyongsong cita –cita penulis. 10. Teman-teman senasib dan seperjuangan Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2006. Emma, Tyka, Tya, Reduk, Noor Lutfi, Hilma, Risna, Hasunah, Toty, Yeni, Isma, Sariba, muca , ipan, oji , dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberi senyuaman dan tawa dalam hampir empat tahun ini , semoga persahabatn ini tidak habis oleh waktu. Kepada semua pihak yang telah banyak memotivasi dan memberi inspirasi kepada penulis untuk mencapai kejayaan yang diimpikan dan yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, moril maupun materil sehingga terselesainya skripsi ini. Hanya ucapan terima kasih yang penulis haturkan semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal baik disisi Allah SWT. Dan memperoleh pahala yang berlimpah ganda (amin).
iii
Maka akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, khususnya pembaca pada umumnya. -Amin Ya Rabbal A’lamin-
Jakarta, 03 April 2010
MUZDALIFAH NIM: 106044201470
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................
i
DAFTAR ISI............................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8 D. Metodologi Penelitian ................................................................. 9 E. Review Studi Terdahulu.............................................................. 12 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12
BAB II
PENGERTIAN , SYARAT, WEWENANG PANITERA DAN SEKRETARIS A. Pengertian Panitera dan Sekretaris.............................................. 19 B. Tugas Tugas Panitera dan Sekretaris .......................................... 29 C. Syarat Syarat Sekretaris dan Panitera Menurut UU No 3 Tahun 2006 ............................................................................................ 36 D. Perbedaan Tugas Sekretaris dan Panitera ................................... 40 E. Wewenang Sekretaris dan Panitera............................................. 42
v
BAB III
UU NO 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA SETELAH DIAMANDEMEN A. Proses Lahirnya UU No 3 Tahun 2006 : ………… ................ 47 1. Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan ............. 47 2. Tahap- Tahap pembentukan UU No 3 Tahun 2006 ................ 50 B. Perubahan Penting Dalam UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama ....................................................................................... 55
BAB IV
HASIL PENELITIAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 44 UU NO 3 TAHUN 2006 TENTANG PA DI PAJS A. Pengadilan Agama Jakarta Selatan Menggunakan Struktur Organisasi Sebelum Diamandemen .........................................
67
B. Faktor Yang Melatar Belakangi Pengadilan Agama Jakarta Selatan Belum Mengaplikasikan Pasal 44 UU NO 3 Tahun 2006 .......... 70 C. Analisis Penulis .......................................................................... 72
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 81 B. Saran-Saran ............................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 84 LAMPIRAN vi
Pertama
: Lembar Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama …………………………………………………………………
88
Kedua
: Pedoman wawancara .................................................................
118
Ketiga
: Hasil Wawancara ......................................................................
119
Keempat
: Keterangan Telah Melakukan Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ............................................................................
124
Kelima
: Lembar Pengesahan Tim Penguji Proposal Skripsi ..................
125
Keenam
: Lembar Permohonan Pembimbing Skripsi .................................
126
Ketujuh
: Lembar Permohonan Data dan Wawancara ..............................
127
vii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Peradilan Agama adalah sebutan (literature) resmi bagi salah satu diantara empat lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaaan Kehakiman yang sah di Indonesia. Tiga lingkungan Peradilan Negara lainnya adalah Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan dalam Undang-Undang yang baru kini yakni Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ditambah dengan Mahkamah Konstitusi. 1 Peradilan Agama adalah salah satu Peradilan Khusus di Indonesia. Dua Peradilan Khusus lainnya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dikatakan Peradilan Khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam hal ini Peradilan Agama hanya berwenang dibidang perdata tertentu saja, tidak termasuk bidang pidana dan hanya untuk orang islam pula di Indonesia. 2
1
2
A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 9 Ibid,h. 9
2
Peradilan Agama adalah Peradilan islam di Indonesia, sebab dari jenis-jenis perkara yang ia boleh mengadilinya, seluruhnya adalah perkara menurut agama islam. Dirangkaikannya kata-kata “Peradilan islam” dengan kata-kata “ di Indonesia” adalah karena jenis perkara yang ia boleh mengadilinya tersebut tidaklah mencakup segala macam perkara menurut Peradilan islam secara universal. Tegasnya , Peradilan Agama adalah Peradilan islam limitatif, yang telah disesuiakan (dimutatis muntandiskan) dengan keadaan di Indonesia. 3 Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa “ Kekuasaan Kehakiman” atau “ Badan Kehakiman” dengan “ Badan Peradilan”. Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No 4 tahun 2004 berbunyi tentang Kekuasaan Kehakiaman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Agung. Masing-masing lingkungan Peradilan terdiri dari tingkat pertama dan tingkat banding. Yang semuannya berpuncak kepada Mahkamah Agung, artinya dibidang memeriksa dan mengadili perkara , maka susunan badan-badan Peradilan di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan Negeri (PN) Pengadilan Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA)
3
2006), h.6
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, ( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
3
2. Lingkungan Peradilan Agama adalah Pengadilan Agama (PA), Pengadilan Tinggi Agama (PTA), dan Mahkamah Agung (MA) 3. Llingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah Militer ( MAHMIL), Mahkamah Militer Tinggi (MAHMILTI), Mahkamah Militer Agung (MAHMILGUNG), dan Mahkamah Agung. 4. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan Mahkamah Agung (MA) 5. Adapun Mahkmah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, keputusannya bersifat final. 4 Sistematika Undang-Undang Peradilan Agama No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama , terdiri menjadi 7 bab dan 108 pasal dalam sistematik berikut: bab I tentang ketentuan umum
bab II sampai bab III mengenai susunan dan
kekuasaannya, bab IV ketentuan peralihan, dan bab VII ketentuan penutup. 5 Susunan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama diatur dalam UU No 7 Tahun 1989. Menurut ketentuan pasal 9 UU tersebut:
4
A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, h.132-133
5
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Peradilan Agama di Peradilan Agama di Indonesia
,(Jakarta:Kencana,2006),h. 52
4
(1) Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita. (2) Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera dan Sekretaris. 6 Unsur pimpinan terdiri atas ketua dan wakil ketua pengadilan. Unsur hakim anggota terdiri atas beberapa orang hakim. Jumlahnya pada masing-masing Peradilan Agama disesuikan dengan kelas pengadilan yang bersangkutan. Jumlah hakim pada Pengadilan Agama kelas 1-A lebih banyak dari pada jumlah hakim di Pengadilan Agama yang derajatnya lebih rendah. Unsur panitera dan sekretaris merupakan dua unsur dan fungsi yang berbeda, tapi tetap dijabat oleh pejabat yang sama. Selain unsur sekretaris dan panitera masih ada unsur lainnya yaitu wakil panitera, wakil sekretaris, panitera muda, panitera pengganti. Sedangkan juru sita merupakan unsur baru sepanjang sejarah Pengadilan Agama di Indonesia. 7 Hakim, panitera pengganti, juru sita, dan juru sita pengganti merupakan pejabat fungsional di pengadilan tingkat pertama dari semua lingkungan peradilan. Ketua dan wakil ketua pengadilan, sekretaris dan panitera muda merupakan pejabat srtuktural. Dengan demikian di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding
6
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), h. 190 7
Ibid, h.190
5
terdapat dua jenis pejabat, yaitu pejabat fungsional dan struktural. Pejabat fungsional merupakan “ tenaga inti” dalam melaksanakan Kekusaan Kehakiman dalam lingkungan Peradilana Agama. Pejabat struktural menjadi “ tenaga penunjang”. Sedangkan wakil sekretaris dan staf sekretaris memberikan dukungan administratif (teknis non yudisial dan administrasi umum) terhadap proses penegakan hukum dan keadilan. 8 Pada tahun 2006 adanya perubahan hirarki di lingkungan Peradilan Agama dan terjadinya perkembangan mengenai bidang ekonomi syari’ah yang mana dikeluarkannya UU No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam pertimbangan hukum undang-undang ini disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakan peradilan dibawah Mahkamah Agung. Bahwa ketentuan yang terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Maka, pada tanggal 30 maret 2006 dengan persetujuan DPR dan Presiden Republik Indonesia, ditetapkannya UU No 3 Tahun 2006. Dalam undangundang yang baru ini terdapat 42 perubahan. 9
8
9
Ibid, hal 190-191 Sulaikin Lubis , Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia, h.58&59
6
Diantara perubahan pasal tersebut adalah pasal 1 Angka 32 mengenai perubahan pasal 44 UU No 3 Tahun 2006 menetapkan bahwa panitera Pengadilan Agama tidak merangkap sebagai sekretaris. Isi dari UU No 7 Tahun 1989 pasal 44 itu berbunyi : panitera pengadilan merangkap sekretaris pengadilan. Maka pada saat UU No 7 Tahun 1989 masih diberlakukan jabatan panitera dan sekretaris pengadilan diduduki oleh pejabat yang sama. Seharusnya karena UU tersebut sudah diamandemen maka jabatan panitera dan sekretaris pengadilan di jabat oleh orang yang berbeda. Oleh karna itu, berangkat dari masalah yang sudah diuriakan diatas. Penulis ingin meneliti, pertama kenapa beberapa badan peradilan tingkat pertama masih banyak menggunakan struktur organisasi pengadilan berdasarkan Undang-undang No 7 Tahun 1989. Dimana seharusnya pengadilan tersebut menggunakan amandemen UU No 7 Tahun 1989 yaitu UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama? kedua, faktor yang melatar belakangi Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan UU No 3 Tahun 2006?, Ketiga, alasan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum menggunakan struktur organisasi berdasarkan UU yang sudah diamandemen. Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, penulis mengira bahwa perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai masalah tersebut
7
dengan
mengangkat
judul:
“
KEDUDUKAN
PANITERA
PASCA
AMANDEMEN UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA (Studi kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH I.
Pembatasan masalah Dalam
pembatasan
masalah
ini,
peneliti
hanya
akan
membatasi
penelitiannya dengan mencoba menjelaskan tentang perubahan Undang-undang No 7 Tahun 1989 menjadi Undang-undang No 3 Tahun 2006 serta pasal 44 yang terdapat dalam Undang-undang setelah amandemen. Dimana pasal tersebut membahas tentang perubahan jabatan panitera dan sekretaris yang sudah tidak lagi merangkap. Serta peneliti akan meneliti sekitar ruang lingkup pengadilan tingkat pertama saja yaitu pengadilan agama Jakarta Selatan. II.
Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka peneliti akan
merumuskan masalah. Rumusan tersebut penulis rinci pada pertanyaan sebagai berikut: 1. Kenapa panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan masih merangkap sebagai sekretaris pengadilan?
8
2. Faktor apa saja yang meyebabkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan undang undang No 3 Tahun 2006? 3. Apa alasan pertimbangan Ketua Pengadilan Jakarta Selatan masih menggunakan struktur organisasi berdasarkan UU No 7 Tahun 1989? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN I.
Tujuan Penelitian
Adapun hasil yang akan dicapai pada penulisan skripsi ini bertujuaan: 1. Mengetahui alasan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengenai struktur organisasi yang masih berdasarkan undang-undang yang sudah tidak diberlakukan. 2. Mengetahui faktor penyebab beberapa badan peradilan agama di Indonesia khususnya pengadilan agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan amandemen UU No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama. 3. Memperbanyak
karya
tulis
untuk
bermanfaat untuk semua golongan.
mengaplikasikan
ilmu
yang
9
II.
Manfaat penelitian
Manfaat dari penulisan ini adalah: 1. Terciptanya badan peradilan yang terorganisir dengan baik 2. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam bidang hukum islam. 3. Sumbang sih kepada masyarakat dalam memberikan pemahaman untuk bisa mencari keadilan pada lembaga yang mulia. 4. Meningkatkan kualitas penulis dalam membuat karya tulis. D. METODE PENELITIAN I.
Pendekatan dan jenis penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan yang bersifat empiris ( yuridis sosiologis).
Istilah lain yang digunakan pada penelitian hukum empiris
adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dnegan penelitian lapangan. 10 Penelitian hukum sosioligis adalah untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan hukum ( law enforcement). Karena
10
h.17&18
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek , ( Jakarta , Sinar Garfika, 2002 )
10
penelitian jenis ini dapat mengungkap permasalahan-permasalahan yang ada dibalik pelaksanaan dan penegakan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diaplikasikannya Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama di Pengadilan Agama Jakarta-Selatan. 11 Dan dilihat dari sudut bentuk maka penelitian ini juga bisa dinamakan penelitian perskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan/fakta yang ada. Keadaan yang ada adalah bahwa telah diamandemenkanya UU No 7 Tahun 1989 tentang jabatan panitera yang tidak merangkap sebagai sekretaris. Akan tetapi fakta yang ada bahwa belum diaplikasikannya UU tersebut oleh Pengadilan Agama Jakarta-Selatan. 12 II.
Sumber data
Pada penelitian empiris ini data-data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah berupa data: 13 a. Data primer :
atau juga disebut dengan data dasar. Yakni data yang
didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Dapat berupa hasil wawancara dengan para 11
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum ( Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004 ) h. 134& 135 12
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Peraktek, h. 9
13
Ibid, h. 16
11
pihak di Pengadilan Agama Jakarta Selatan terutama Ketua Pengadilan, dan para pejabat pengadilan lainnya. b. Data sekunder : yaitu bahan bahan yang dapat dijadikan rujukan dalam penelitian yakni berupa, buku-buku hukum yang berkaitan dengan masalah misalnya seperti buku Peradilan Agama di Indonesia, Kepaniteraan di Peradilan Agama , Hukum Acara Peradilan Agama dan lain sebagainya. Kumpulan Peraturan Perundangan-undangan khususnya peraturan-peraturan yang ada dalam Pengadilan Agama tersebut, undang-undang tentang Peradilan Agama. Artikel-artikel yang berkaitan dan lain-lain yang ada relevansinya dengan penelitian ini. c. Data tertier ; mungkin peneliti akan memasukkan bibiografi atau berupa kamus dan lain-lainnya. Misalnya kamus hukum, bibliografi ataupun letak geografis pengadilan. Data
tertier ini hanya sebagai bahan
pelengkap saja. 14 III.
Jenis data
Jenis data yang akan digunakan oleh peneliti adalah data kualitatif yaitu pemikiaran , makna, cara, pandang manusia mengenai gejala-gejala yang menjadi
14
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauaan Singkat
(Jakarta: Rajawali Press,1990)h.14&15
12
fokus penelitian. Makna pemikiran dan sebagainya adalah satuan gagasan bukan sebuah gejala. 15
Dalam hal ini data yang dikumpulkan berbentuk moografis
sehingga tidak dapat disusun kedalam suatu struktur klasifikasi. Data ini berasal dari hasil wawancara para pejabat Pengadilan Agama Jakarta-Selatan khususnya adalah Ketua Pengadilan. IV.
Teknik pengumpulan data
Dalam hal teknik pengumpulan data peneliti akan menggunakan teknik studi kepustakaan/studi dokumen( documentary study) 16 yakni menelusuri buku-buku dan literatur yang sudah dikemukakan sebagai sumber data primer di perpustakaan yang tersedia dan tersebar diwilayah-wilayah. Selain
pengumpulan data dengan
menggunakan study kepustakaan peneliti juga akan menggunakan teknik wawancara dengan para pejabat pengadilan yang terkait dengan permasalahan. 17 V.
Teknik pengelolahan data
Teknik pengelolahan data hasil pengumpulan data dilapangan akan di edit. Dirapihkan mana yang perlu dimasukkan dalam hasil laporan penelitian, lalu di olah
15
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta:Rineka Cipta, 1998)h. 57
16
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,( Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004)h.64 17
Ibid, h.82
13
dengan menyusun dengan rapih dan benar serta diklasifikasi dengan berdasarkan permasalahan dan jawabannya. 18 VI.
Teknik analisis data
Teknik analisis data lazimnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan berpedoman pada tipe dan tujuan dari penelitian. Teknik analisis ini akan dilakukan dengan memaparkan semua hasil data-data yang diperoleh dan dikumpulkan lalu dianalisa oleh peneliti dengan bentuk deskriptif yang pastinya menggunakan bahas baku dan bahsa penulis sendiri. VII.
Teknik penulisan skripsi
Teknik penulisan skripsi ini peneliti berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Syariah dan hukum, cet ke-1 tahun 2007. Serta
menggunkan deskriptif analisis dan selanjutnya dibuat
kesimpulan atas permasalahan yang diteliti oleh peneliti. E. REVIEW STUDI TERDAHULU Sebelum menentukan judul propsal penulis melakukan review studi terdahulu, dalam hal ini peneliti
meringkas skripsi-skripsi yang ada kaitannya
dangan permasalahan judul skripsi penulis. Adapun skripsi-skripsi tersebut adalah:
18
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2003)h. 129&130
14
Kewenangan Peradilan Agama terhadap sengketa hak milik pasca diundangudangkannya Undang-undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undangundang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (analisis yuridis terhadap Undang-undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undnag No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama), oleh A. Baqi (105044101355) Skripsi ini menerangkan tentang kewenangan Peradilan Agama dalam sengketa hak milik berdasarkan pasal 50 setelah diberlakukannya UU No 3 Tahun 2006 tentang perubahan UU No 7 Tahun 1989. Yang subyek sengketanya oleh sesama muslim wajib diselesaikan di Pengadilan Agama akan tetapi menurut skripsi ini tidak hanya orang islam saja yang bisa menyelesaikan sengketa hak milik di Pengadilan Agama akan tetapi orang atau badan hukum yang menundukan diri secara sukrela kepada hukum islam. Dan penambahan redaksi pada pasal 50 UU no 3 tahun 2006 . Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian dan obyek penelitian dengan metode deskriptif dalam bentuk kata-kata. Sumber data penelitian ini adalah sumber data primer yaitu laporan hasil sidang. Sumber data sekundernya adalah buku-buku, tulisan yang terkait dengan permasalahan. Teknik pengumpulan datanya adalah dari bahan hukum, wawancara orang yang langsung terjun dalam pembahsan dan legalisasi UU terkait sertastudi dokumenter. Teknik
15
pengelolahan data yaitu dengan cara diolah, dianalisi dan diinterpretasikan untuk dapat menggali dan menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Perbedaan dari skripsi saya adalah bahwa skripsi tersebut ruang lingkupnya hanya pada kewenangan Peradilan Agama atas permasalahan sengketa hak milik. Peranan hakim pengawas dan pengamat pada lembaga pemasyarakatan (cipinang) ditinjau dari hukum islam dan KUHAP. Oleh Achmad Fazrie Skripsi ini menerangkan bahwa dengan ikut campurnya hakim dalam pengawasan dan pengamatan yang dimaksud, maka selain hakim dapat mengetahui sampai dimana putusan pengadilan itu tampak hasil baik dan buruknya pada diri masing-masing yang bersangkutan juga penting bagi bahan penelitian demi ketetapan dalam pemidanaan. Pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan umum
dilakukan oleh hakim. Hambatan pengawasan dan pengamatan tersebut
antara lain: a. Kesibukan hakim dalam menangani suatu perkara b. Faktor kurangnya kesadaran akan tugas c. Tidak disetiap wilayah itu ada lembaga pemasyarakatan d. Faktor dana yang terbatas e. Faktor tenaga pembimbingan pemasyarakatan
16
f.
Saran atau fasilitas pembinaan.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dengan menggunakan penelitian lapangan (field research). Jenis datanya adalah kualitatif yakni
analisanya
diperoleh
langsung
dari
hasil
wawancara
di
lembaga
pemasyarakatan cipinang. Sifat data termasuk pada sifat data deskriptif analisis yaitu untuk menggambarkan hakim sebagai pengawas dan pengamat pada lembaga pemasyarakatan ditinjau dari KUHAP dan Hukum islam. Penelitian kepustakaan (library research) dengan mengupas dari KUHAP dan Undang-Undang Kehakiman No 4 Tahun 2004 . Sumber data : data primer dengan menggunakan data yang diperoleh langsung kepada pejabat dilingkungan pengadilan negeri dan lembaga pemasyarakatan di cipinang. Sumber data sekunder yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisa penulis dengan analisa kualitatif yang diperoleh dari bahan-bahan hukum primer yakni KUHAP, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan bukubuku umum, buku-buku islam serta beberapa buah ayat Al-Quran dan terjemahannya. Teknik analisa data dengan mengklasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis. Skripsi tersebut sangat berbeda, titik perbedaan adalah pada kinerja pejabat peradilan yaitu hakim dan hakim pengawas saja.
17
Analisi Pasal 50 Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengenai sengketa perdata dan kaitannya mengenai kompetensi hukum islam terhadap hukum konvensional (BW). Oleh Rosita (0044119350) Latar belakang pasal 50 UU No 7 Tahun 1989 dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; 1. Konspirasi politik sebagai imbas kesinisan orang-orang nasionalis yang tidak menginginkan adanya nilai agama untuk masuk dalam tatanan negara 2. Pengaruh pendidikan sekuler yang secara tidak langsung menanamkan sebuah idiologi 3. Adanya pengaruh budaya sekuler yang menanamkan paradigma baru dalam wancana berfikir sebagian masyarakat. Implikasi akibat dari pasal 50 UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni merupakan pasal alternatif yang bersifat Qot’iu al-Wurud wa Dzoni Al-Dalalah. Dan pasal ini bersifat Absolut yang memiliki sifat yang Qot’iu Al-Wurud wa Dzoni Al-Dalalah. Dan
ini merupakan penafian kompetensi dan kualifikasi
hakim agama dan hakim di Pengadilan Umum. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode kepustakaan. Sumber utamanya adalah bahan hokum (kitab) seperti Al-Quran, hadist, kitab klasik, UU perdata barat, buku bacaan dan internet serta juga
18
menggunakan observasi lapangan atau menggunakan metode wawancara pada lembaga yang terkait dalam pembentukan dan pengaplikasian UU ini. Perbedaan skripsi ini terletak pada bahwa skripsi ini adalah bentuk analisa dari UU No 7 Tahun 1989. Sedangkan skripsi saya mengkaji sistematika hukum yang terdapat dalam UU yang sudah diamandemen tersebut. Peranan Pengadilan Agama dalam menentukan putus atau tidaknya perkawinan karna perceraiaan (studi kasus di Pengadilan Agama JakartaSelatan). Oleh Fakhrurrozi Pada dasarnya Peradilan Agama tumbuh dan berkembang secara melembaga pada masyarakat di Indonesia. Selain
itu Peradilan Agama adalah
merupakan peradilan tingkat pertama untuk menyelesaikan dan memeriksa perkara antara orang-orang yang beragama islam, peradilan agama memiliki kewenangan yang absolut
yaitu menerima , memeriksa dan menyelesaikan perkara dalam
bidang-bidang tertentu sebagaimana yang termaktub dalam pasal 49 UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 bertujuan untuk melindungi kaum perempuan pada umumnya dan menjaga kelangsungan hubungan perkawinana yang harus selalu menjunjung tinggi. Perkara perceraian baik gugat cerai maupun cerai talak menimbulkan akibat hukum yang harus diselesaikan oleh Peradilan Agama. Perkawinan bukan hanya sebatas hubungan perdata saja akan tetapi merupakan
19
hubungan yang suci baik lahir maupun batin. Maka perceraiaan adalah hal yang sangat dibenci oleh islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian lapangan. Yaitu melalui data primer yang diperoleh melalui teknik wawancara. Data sekunder yang diperoleh dari beberapa buku atau tulisan artikel yang terkait dengan permasalahan. Penulisan penelitian in dengan cara deskriptif analisis yaitu, interview dan analisa. Jelas sekali perbedaan yang terlihat pada skripsi tersebut. Skripsi tersebut membahas tentang peranan Pengadilan Agama atas kewenangan yang dimilikinya. Dari review yang saya lakukan pada skripsi-skripsi ini jelas sekali bahwa penelitian yang akan peneliti lakukan berbeda. Didalam skripsi saya termasuk pada ruang lingkup pasal 44 Undang-Undang No 3 Tahun 2006 amandemen dari UndangUndang No 7 Tahun 1989. Jadi sangat berbeda dengan berbeda dengan skripsiskripsi diatas.
F. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penyusunan penelitian ini ialah berformat kerangka teori out line dalam bentuk bab dan sub bab. Secara ringkas terurai dalam penjelasan berikut:
20
Bab kesatu berisi pendahuluan yang memuat latar belakang dari masalah yang diangkat oleh penulis. Juga terdapat pembatasan masalah agar terarah dan didampingi oleh perumusan masalah yang merupakan pokok permasalahan penelitian penulis. Tujuan dan manfaat penelitian akan diuraikan untuk lebih mengetahiu maksud dan tujuan dari penelitian ini. Metodologi penelitian adalah cara peneliti untuk menemukan kebenaran dalam penelitiannya dan sistematika penulisan penelitian . Bab kedua memuat pembahasan mengenai pengertian panitera dan sekretaris. Lalu diuraikan secara luas atas tugas-tugas dari panitera dan sekretaris, perbedaan masing-masing tugas panitera dan sekretaris. Kemudian syaratsyarta yang kualifid untuk seorang panitera dan sekretaris menurut UU No 3 Tahun 2006 serta kewenangan kedua pejabat tersebut. Baba ketiga adalah uraian penulis tentang profil pengadilan. Sejarah singkat berdirinya dan struktur organisasi serta tugas-tugas pejabat pengadilan. Bab keempat yaitu
analisis penulis atas
UU No 7 tahun 1989 setelah
diamandemen pada UU No 3 Tahun 2006. Yakni proses lahirnya UU No 3 Tahun 2006, perubahan penting dalam undang-undang serta analisis penulis Bab kelima merupakan bab terakhir berisi tentang kajian peneliti berupa kesimpulan dari penelitian serta saran-saran penulis dan penutup.
21
BAB II PENGERTIAN , SYARAT, DAN WEWENANG PANITERA DAN SEKRETARIS A. PENGERTIAN PANITERA DAN SEKRETARIS Pengertian panitera adalah seorang pejabat yang memimpin kepanitraan. Dalam melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa panitera muda, beberapa panitera pengganti , dan beberapa juru sita. Panitera , wakil panitera, panitera muda , dan panitera pengganti pengadilan diangakat dan diberhentikan dari jabatannya oleh mahkamah agung. 19 Kata panitera terdapat dalam bahasa Arab yaitu ()آﺎﺗﻢ اﻟﺸﺮ, sedangkan ( ا ﻣﻴﻦ ) ﺳ ّﺮ اﻟﻤﺤﻜﻤﺔartinya panitera pengadilan dan ( ) اﻻﻣﺎﻧﺔ اﻟﺴ ّﺮartinya kepaniteraan. 20 Apabila kita kroscek mengenai arti tersebut dalam kamus Arab , kata ( )آﺎﺗﻢberasal dari isim fail dari ( ﻳﻜﺘﻢ –آﺘﻢ-آﺘﻤﺎ- )آﺘﻤﺎﻧﺎyang berarti yang menyembunyikan rahasia, jadi kata ( )آﺎﺗﻢ اﻟﺸﺮmempunyai arti sebagai sekretaris. 21
19
Musthofa , Kepanitraan Peradilan Agama , ( Jakarta: Kencana, 2005), h. 22
20
Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab, h.636
21
Mahmud Yunus , Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : PT Hidakarya Agung ,1989), h. 368
22
Sedangkan menurut kamus hukum “panitera” mempunyai arti pejabat pengadilan yang bertugas membantu hakim dalam persidangan dan membuat berita acara sidang. 22 Menurut etimologi ( bahasa) Belanda “panitera” adalah Griffer sedangkan etimologi ( bahasa) Inggris clerk of the court. 23 Pengertian panitera dan sekretaris juga terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia yakni panitera adalah pejabat kantor sekretariat pengadilan yang bertugas pada bagian administrasi, membuat berita acara persidangan dan tindakan administrasi lainnya. Sekretaris adalah orang ( pegawai, anggota , pengurus) yang diserahi pekerjaan tulis menulis, atau surat menyurat. 24 Panitera pada pengadilan agama islam, seperti hal nya panitera peradilan umum, dapat memegang peranan yang sangat istimewa. Para panitera pengadilan agama seperti halnya pegawai administrasi lainnya, pada umumnya kurang mendapat pendidikan yang cukup dalam bidang hukum, tata organisasi maupun
22
C.S.T Kansil dan Christine S.T.Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan ,2000),h.358 23
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap bahasa Belanda,
Indonesia, Inggris., (Semarang:Aneka Ilmu Semarang,1977),h.405 24
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka 2005), h.824
23
acara peradilan. Dalam peradilan agama islam di Indonesia, tidak jarang panitera ini memberikan petunjuk dan nasehat kepada pihak-pihak yang berperkara. 25 Hakim harus menetapkan seorang panitera, karna dia membutuhkannya untuk
mengingat
tuntutan-tuntutan,
bukti-bukti,
dan
pengakuan-pengakuan,
sedangkan dia kesulitan untuk menulisnya sendiri, sehingga dia butuh dibantu oleh panitera. Panitera harus orang yang bersifat iffah, shaleh, memiliki kompetensi untuk memberikan kesaksian, dan mengetahui fiqih. Panitera harus duduk ditempat yang tulisan dan tindak tanduknya dapat diawasi oleh hakim untuk menjaga kehati-hatian. Panitera harus menyiapkan catatan khusus tentang tuntutan, berisi penjelasan tentang subyek tuntutan, penggugat, tergugat, saksi-saksi, dan pembelaan masing-masing orang yang berselisih 26 Dalam sistem pembantu hakim di peradilan islam sesungguhnya diadakannya jabatan penulis dikarnakan beberapa penilaian bagusnya perangkat ini. Sebab hakim harus merenungkan, membandingkan, memecahkan, mempersiapkan dalil-dalil, dan hal-hal lain tentang pekerjaan akal dan perhatian. Sedangkan hakim akan memperhatikan dalam membukukan berbagai pendapat orang-orang yang berperkara
25
Daniel S Lev, Peradilan Agama Islam Di Indonesia Suatu Studi Tentang
Landasan Politik Lembaga-Lembaga Hukum, ( Jakarta: PT . Intermasa ) h.147 26
Wabah Zuhaili, Al-fiqhul Islamy Wa Adillatuhu jilid 6 ,(Damaskus: Darul Fikr,
2008 H), h. 408
24
(penggugat dan tergugat), saksi, hakim, dan lain-lain yang memungkinkan dipanggil ke pangadilan. 27 Tidak diketahui kapan mulainya penambahan penulis bagi hakim dalam sistem peradilan islam ini. Seluruh dalil yang ditemukan dalam hal ini salah satunya, bahwa Abu Musa Al-Asy’ari sebagai hakim bagi Umar bin Al-Khatab ( yang pada waktu itu menjadi khalifah pada tahun 13H/534M dan meninggal tahun 23H/643M), dan ia memiliki penulis. Jadi pada waktu yang dini dalam sejarah peradilan islam telah dikenal penulis disamping hakim. 28 Al Mawardi berkata, “ adapun bagi para hakim terhadap apa yang ditulis oleh penulis tersebut, maka dia diantara dua hal” adakalanya dia menyampaikan kepada penulis, sehingga ia menulis dari lafadznya, atau penulis menulis dengan kalimatnya sendiri dan hakim melihatnya atau membacanya setelah ditulisnya. Hakim mengajarkan kepadanya tentang khat dan bersaksi dengannya atas dirinya, agar dapat menjadi hujjah bagi kedua orang yang berperkara. Sedangkan penulis dalam hal ini menuliskan dua naskah, yang salah satunya dalam buku hakim, sedangkan yang lain diserahkan kepada yang menerima keputusan.
27
Samir Aliyah , Nizham Ad-Daulah wa Al Qadha wa Al-‘Urfi fi Al-Islam,
Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari (Beirut: Al-Muassasal Al-Jami’iyah li AdDirasat, 1418H/1997M) h.405 28
Ibid.,
25
Tentang penulis yang adil dalam masalah peradilan ini disebutkan dalam firman Allah:
⌧ ☺
☺ ☺
⌧
⌧ ☺ ☺
☺ ☺
⌧
☺
☺
⌧
⌧
☺ ⌧
26
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan
27
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Al- Baqoroh:282) Catatan kecil yang terkandung dalam ayat tersebut bahwa apabila kalian tidak mendapatkan orang untuk menuliskan jaminan (borg), maka Allah memperbolehkan untuk meninggalkan jaminan. Disini bahwa dalam perkara muamalah penulis sangat dibutuhkan untuk terjaminnya muamalah yang baik. Dan ayat diatas pun menunjukkan bahwa perintah yang pertama merupakan petunjuk atas keberuntungan dan bukan kewajiban yang apabila ditinggalkan mendapatkan dosa orang tersebut. 29 Asy-Syafi’iy berkata : “ perintah menulis di dalam ayat tresebut adalah jelas , yaitu dirumah dan diperjalanan. Dan Allah menyebutkan jaminan, apablia mereka dalam perjalan sedang mereka tidak menemukan penulis. Jaminan tersebut sebagai upaya pencegah bagi yang memiliki hak yaitu dengan dokumen. Sedangkan yang berhutang tidak lupa dan tetap ingat sehingga wajib atas mereka menulis (mencatat). 30 Berdasarkan ayat ini kata penulis dapat diartikan sebagai panitera yang memang dari tugas panitera itu sendiri adalah mendampingi hakim dan mencatat
29
Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Mukthasor kitab Al-Umm fi Al-Fiqh,
(Beirut Lebanon: Darul Arqom bin Abil Arqom, ), h.78 30
Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Hukum Al-Quran (Asy-Syafii dan
Ijtihadnya) penerjamah Baihaqi Safi’uddin, (Surabaya : PT Bungkul Indah),h. 150
28
jalannya persidangan. Tidak saja ayat tersebut hanya dikaitan dengan proses muamalah antar manusia , akan tetapi bisa didampingi sebagai landasan hukum bagi peradilan islam. Kepaniteraan pengadilan agama diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu kelas 1-A , kelas 1-B , kelas II-A , dan kelas II-B. Klasifikasi tersebut disesuikan dengan klasifikasi pengadilan agama. Sedangkan susunan organisasi kepaniteraan pengadilan agama terdiri 4 (empat) unsur , yaitu tiga unsur yang mencerminkan jabatan struktural dan satu unsur yang mencerminkan jabatan fungsional. Oleh karna itu , maka struktur organisasi kepaniteraan pengadilan agama kelas I-A terdiri atas: 1. Subkepaniteraan permohonan, 2. Subkepaniteraan gugatan, 3. Subkepaniteran hukum, 4. Kelompok tenaga fungsional kepaniteraan. Sedangkan susunan organisasi kepaniteraan pengadilan agama kelas I-B, kelas II-A, dan kelas II-B, terdiri atas: 1. Urusan kepaniteraan permohonan, 2. Urusan kepaniteraan gugatan, 3. Urusan kepaniteran hukum , 4. Kelompok tenaga fungsional kepaniteraan. 31 Struktur kepaniteraan tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:
31
Cik Hasan Bisri , Peradilan Agama Di Indonesia , (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 203
29
Susunan Organisasi Kepaniteraan Pengadilan Agama Kelas I A
Panitera W. Panitera
Sub. Kepaniteraan Permohonan
Sub. Kepaniteraan Gugatan
Sub. Kepaniteraan Hukum
Kel. Fungsional Kepaniteraan
Pengertian sekretaris adalah seorang pejabat yang memimpin sekretariat. Wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh mahkamah agung. 32 Dalam menjalankan tugasnya sekretaris dibantu oleh wakil sekretaris, dan beberapa kepala subbagian atau kepala urusan, yang berada dibawah dan tanggung jawab langsung kepada ketua pengadilan. 33 Sebagaimana kepaniteraan, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 303 Tahun 1990, sekretaris pengadilan agama terdiri atas empat kelas yaitu:
32
Musthofa , Kepaniteraan Pengadilan Agama , h. 22
33
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama Di Indonesia, h. 207
30
1. Sekretariat pengadilan agama kelas I-A 2. Sekretriat pengadilan agama kelas I-B 3. Sekretriat pengadilan agama kelas II-A 4. Sekretriat pengadilan agama kelas II-B. Struktur organisasi sekretriat pengadilan agama kelas I-A
sama halnya
dengan struktur organisasi sekretariat pengadilan agama tinggi agama, terdiri atas subbagian umum, subbagian kepegawaiaan dan subbagian keuangan. Demikian halnya dengan pengadilan agama kelas I-B sama dengan struktur organisasi sekretariat pengadilan kelas II-A dan II B. Ia terdiri atas tiga urusan , yaitu urusan umum, urusan kepegawaian dan urusan keuangan. 34 Struktur organisasi tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini: Susunan Organisasi Sekretariat Pengadilan Agama Kelas I A Sekretaris W.Sekretari
Subbagian Kepegawaia
34
Ibid., h. 207
Subbagian Keuangan
Subbagian Umum
31
Dalam kelembagaan politik era abasiyah, terdapat lembaga mazalim , dimana lembaga tersebut mengatur perkara perkara tertentu, menurut AL-Mawardi , peradilan mazalim harus menghadirkan lima elemen: 35 1. Petugas keamanan dan pembantu (Al-humat dan a’wan) 2. Para qodi dan hakim untuk mengumumkan hal hal yangberkaitan dengan hak hak mereka dan pengetahuan tentang apa apa yang berjalan dalam majlis mereka. 3. Para ahli fiqih sebagai tempat bertanya mengenai masalah yang rumit 4. Penulis (sekretaris) yang mencatat perjalanan sidang dan hasilnya 5. Saksi saksi Dapat terlihat dalam point 4 pada era tersebut sudah ditetapkan sekretaris sebagai penulis dalam jalannya persidangan. Dapat dimaknai elemen tersebut merupakan para petugas peradilan pada Era Abasiyah dalam lembaga mazalim. Sekretaris diwan adalah orang yang bertanggung jawab atas diwan itu. Dan untuk menjabat tugas ini , seseorang harus memenuhih dua syarat , yaitu : memiliki
Abu Hasan Ali bin Muhammad Habib AL-Bashrial Baghdadi Al Mawardi, AL Ahkamussulthoniyah, ( Beirut: Darul Fikr, tanpa tahun ), h. 65 35
32
kredibilitas pribadi yang baik dan memiliki kompetensi untuk menjalankan tugas itu. Tugas yang harus ia lakukan ada 6 (enam hal ) yaitu: 36 1. Mencatat aturan–aturan 2. Menagih pungutan Negara 3. Mencatat pembayaran yang telah ditunaikan 4. Memantau para pegawai Negara 5.
Memecahkan permasalahn
6. Memeriksa kezaliman kezaliman Jadi setelah diuraikan pengertian panitera dan sekretaris, dapat diketahui bahwa dari pengertian kedua tidak terdapat perbedaan yang kuat. Akan tetapi perbedaan tersebut terlihat dalam tugas tugas mereka serta wewenang masingmasing pejabat tersebut. B. TUGAS TUGAS PANITERA DAN SEKRETARIS Berdasarkan bagan struktur organisasi diatas tugas panitera dapat dipisahkan sebagai berikut:
36
Imam Mawardi , Al Ahkamus-Sulthaaniyyah Wal Wilaayaatud-diiniyyah, (Beirut: Al Maktab Al-Islami, 1996M/1416H), h.124
33
1. Tugas panitera bidang administrasi; Panitera dibantu wakil panitera dan beberapa panitera muda (Panmud Hukum, Panmud Permohonan, dan Panmud Gugatan). Admnistrasi dibagi menjadi 2: a. Administrasi umum( panitera dibantu oleh sekretaris) b. Administrasi perkara (panitera dibantu oleh wakil panitera). 2. Tugas panitera untuk mengikuti dan mencatat jalannya persidangan ; Dalam bidang untuk mengikuti jalannya persidangan, panitera yang berhalangan yang mengikuti persidangan digantikan oleh panitera pengganti sebagai pejabat yang mengikuti dan mencatat jalannya persidangan. 3. Tugas panitera dalam pelaksanaan /eksekusi perkara perdata ; Sebagai pejabat yang melaksanakan putusan (eksekusi) perkara perdata, panitera hanya mempunyai hubungan dengan ketua pengadilan agama untuk melaksanakan perintah yang diwujudkan dalam bentuk penetapan ketua pengadilan agama, dan dalam hal berhalangan akan digantikan oleh jurusita dengan panitera bertanggung jawab kepada ketua pengadilan agama. 37
37
Adun Abdullah Syafi’I, Peran Panitera Dalam Peradilan Agama, ( Bandung:
Pustaka Bani Quraisy), h.48
34
Nampak bahwa
panitera dan sekretaris memiliki tugas-tugas yang
diklasifikasikan berdasarkan jabatan masing-masing, tugas tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Panitera Panitera Pengadilan Agama bertugas: 38 a. Menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas panitera , panitera muda, dan panitera pengganti. b. Membantu hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang pengadilan c. Menyusun berita acara persidangan d. Melaksanakan penetapan dan putusan pengadilan e. Membuat semua daftar perkara yang diterima di kepaniteraan f. Membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan pengadilan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku g. Bertanggung jawab kepengurusan berkas perkara, putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat bukti dan surat-surat bukti lainnya yang disimpan di kepaniteraan h. Memberitahukan putusan verstek dan putusan diluar hadir
38
Mukti
Arto,
Praktek
Perkara
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 23
Perdata
Pada
Pengadilan
Agama,
35
i. Membuat akta ; permohonan banding, pemberitahuan adanya permohonan banding,
penyampaian
pemberitahuan
salinan
memori/kontra
membaca/memeriksa
memori
berkas
banding,
perkara(inzage),
pemberitahuan putusan banding, pencabutan permohonan banding, permohonan
kasasi,
pemberitahuan
adanya
permohonan
kasasi,
pemberitahuan memori kasasi, penyampaian salinan memori kasasi/ kontra memori kasasi, penerimaan kontra memori kasasi, tidak menerima memori kasasi, pencabutan memori kasasi, pemberitahuan putusan kasasi, permohonan peninjauan kembali, pemberitahuan adanya permohonan peninjauan kembali, penerimaan/ penyampaian jawaban permohonan peninjauan kembali, pencabutan permohonan peninjauan kembali, penyampaian salinan putusan peninjauan kembali kepada pemohon peninjauan
kembali,
pembuatan
akta
yang
menurut
undang-
undang/peraturan diharuskan dibuat oleh panitera. j. Melegalisir surat-surat yang akan dijadikan bukti dalam persidangan. k. Pemungutan biaya-biaya pengadilan dan menyetorkannya ke kas Negara l. Mengirimkan berkas perkara yang dimohonkan banding, kasasi dan peninjauan kembali m. Melaksanakan, melaporkan dan mempertanggung jawabkan eksekusi yang diperintahkan oleh ketua pengadilan agama n. Melaksanakan dan mengawasai pelaksanaan pelelangan yang ditugaskan/ diperintahkan oleh ketua pengadilan agama
36
o. Menerima uang titipan pihak ketiga dan melaporkannya kepada ketua pengadilan agama 2. Wakil Panitera Wakil panitera bertugas: 39 a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan b. Membantu panitera untuk secara langsung membina , meneliti, dan membantu mengawasi pelaksanaan tugas administrasi perkara, antara lain ketertiban dalam mengisi buku register perkara, membuat laporan periodik dan lain-lain c. Melaksanakan tugas panitera apabila panitera berhalangan d. Melaksanakan tugas yang didelegasikan kepadanya 3. Panitera Muda Gugatan Panitera muda gugatan mempunyai tugas sebagai berikut:40 a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan
39
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h.24
40
Hotnida Nasution, Pengadilan Agama Di Indonesia ,( Buku Daras Fakultas
Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah , 2007), h.150
37
b. Melaksanakan administrasi perkara, mempersiapkan persidangan perkara, menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan urusan lain yang berhubungan dengan masalah perkara gugatan c. Memberi nomor registrasi pada setiap perkara yang diterima di kepaniteraan gugatan d. Mencatat setiap perkara yang diterima kedalam buku daftar disertai dengan catatan singkat tentang isinya. e. Menyerahkan salinan putusan kepada para pihak yang berperkara apabila dimintanya. f. Menyiapkan berkara yang dimohonkan banding, kasasi atau peninjauan kembali. g. Meyerahkan arsip berkas perkara kepada panitera muda hukum 4. Panitera Muda Hukum Panitera muda hukum bertugas untuk: 41 a. Membantu hakim yang mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan b. Mengumpulkan, mengolah dan mengkaji data, menyajikan statistik perkara, menyusun laporan perkara, meyimpan arsip berkas perkara
41
Musthofa, Kepaniteraan Pengadilan Agama, h.42
38
c. Mengumpulkan, mengolah dan mengkaji serta menyajikan data hisab, rukyat, sumpah jabatan/PNS, penelitian dan lain sebagianya serta melaporkannya kepada pimpinan. d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya. 5. Panitera Muda Permohonan Panitera muda permohonan bertugas sebagai berikut: 42 a. Melaksanakan tugas seperti panitera muda gugatan dalam bidang perkara permohonan b. Termasuk dalam perkara permohonan pertolongan pembagian warisan diluar sengketa, permohonan legislasi akta ahli waris dibawah tangan, dan lain-lain 6. Panitera Pengganti Panietra pengganti mempunyai tugas sebagai berikut: 43 a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan b. Membantu hakim dalam hal ; membuat penetapan hari sidang, membuat penetapan sita jaminan, membuat berita acara persidangan yang harus
42
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,h.25
43
Hotnida Nasution, Peradilan Agama Di Indonesia, h.156
39
selesai sebelum sidang berikutnya, membuat penetapan-penetapan lainnya, mengetik putusan/penetapan sidang. c. Melaporkan kepada panitera muda gugatan/permohonan, d.h.i. pada petugas meja kedua untuk dicatat dalam register perkara tentang adanya: penundaan sidang serta alasan-alasannya, perkara yang sudah putus beserta amar putusannya, dan kepada kasir untuk diselesaikan tentang biaya-biaya dalam proses perkara tersebut d. Menyerahkan berkas perkara kepada panitera muda gugatan/permohonan (d.h.i: petugas meja ketiga) apabila telah selesai dimutasi. 7. Sekretaris Pengadilan Agama Sekretaris pengadilan agama bertugas: a. Melakukan urusan surat menyurat, perlengkapan rumah tangga, dan perpustakaan b. Melakukakan urusan kepegawaian. c. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan pengadilan. 44
44
Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah
Dan Pasang Surut, (Malang : UIN-Malang Press, 2008),h.183
40
C. SYARAT SYARAT PANITERA DAN SEKRETARIS MENURUT UU NO 3 TAHUN 2006 Syarat-syarat panitera diatur dalam UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dalam pasal 27 yang berbunyi : Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat berikut : a. Warga Negara Indonesia; b. Beragama islam; c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. Setia pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. Berijasah serendah-rendahnya sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum islam; f. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera , 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera tinggi agama; dan g. Sehat jasmani dan rohani Syarat-syarat untuk dapat menjadi wakil panitera pengadilan agama menurut pasal 29 adalah :
41
a. Syarat sebagimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf g, dan; b. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda atau 4 (empat) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan agama, seorang harus memenui syarat berdasarkan pasal 31 sebagai berikut: a. Syarat sebagimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g ; dan b. Berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama Syarat seseorang untuk dapat menjadi panitera pengganti pengadilan agama berdasarkan pasal 33 yakni: a. Syarat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g, dan; b. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagi pegawai negeri pengadilan agama Syarat untuk menjadi sekretaris pengadilan agama yang sudah diatur dalam pasl 45 berbunyi sebagi berikut:
42
Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama, dan pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Berwarga Negara Indonesia; b. Beragama islam; c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. Setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945; e. Berijasah paling rendah sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum islam; f. Berpengalaman dibidang administrasi peradilan;dan g. Sehat jamani dan rohani Al-Mawardi menambahkan , bahwa sifat penulis hakim sebagimana disebutkan Imam Syafi’I ada 4 , yaitu: 45 1. Adil ; karna penulis adalah orang yang diamati dalam menetapkan pengakuan dan bukti-bukti dalam peradilan, serta pelaksanaan hukum. Maka profesi ini membutuhkan sifat orang yang menjadikan kepastian kebenaran, seperti halnya saksi.
45
Dr. Samir Aliyah , Nizham Ad-Daulah wa Al Qadha wa Al-‘Urfi fi Al-Islam, (
Beirut: Al-Muassasal Al-Jami’iyah li Ad-Dirasat, 1418H/1997M).h.406-407
43
2. Berakal ; yang dimaksudkan disini bukan yang berkaitan dengan taklif, tapi harus bagus pendapatnya, benar kesimpulannya, dan bagus kecerdasannya, sehingga dia tidak terpedaya atau dikaburkan pendapatnya. 3. Ahli fikih ; agar diketahui kebenaran apa yang ditulis dari salahnya. Ia adalah orang yang memahami hukum-hukum syariah, memahami hukum-hukum yang ditulisnya dan hal-hal yang berkaitan syarat-syarat penulisan hukum, seperti rekaman, penggunaan kaimat yang diletakkan padanya dengan menghindari lafadz yang bercabang makna, bagus tulisannya, dan fasih bahasanya. 4. Bersih dan jauh dari tamak agar aman dari suap.
D. PERBEDAAN TUGAS PANITERA DAN SEKRETARIS Perbedaan tugas dari kedua pejabat pengadilan tersebut terletak pada dua jenis tata cara pengelolahan administrasi pengadilan, yaitu bidang administrasi perkara dan bidang administrasi umum. 46 Pemisahan antara administrasi perkara dan adminstrasi umum, merupakan perwujudan kebebasan dan kemandirian pengadilan, terutama hakimnya, sebagai
46
Adun Abdullah Syafi’I , Peran Panitera Dalam Pengadilan Agama, h. 47
44
penyelenggara kekuasaan kehakiman. Dalam penyelenggaraan administrasi perkara ia bebas dari campur tangan kekuasaan Negara lainnya , terutama pemerintahan. 47 Adminstrasi perkara dan administrasi lainnya yang bersifat teknis peradilan (yudisial) ditangani oleh panitera. Dalam pelaksanaan tugas dibantu oleh seorang wakil panitera dan beberapa panitera muda. Administrasi perkara tidak bisa dipisahkan dengan tugas pokok pengadilan agama sebagai badan pelaksana kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, termasuk perkara voluntair. Rangkaian tugas pokok tersebut membutuhkan administrasi perkara yang menjadi tugas kepaniteraan, yaitu kegiatan penerimaan perkara, kegiatan penyelenggaraan persiapan persidangan, kegiatan mengadili perkara, dan kegiatan pelaksanaan putusan. 48 Administrasi umum, seperti administrasi kepegawaian, keuangan, peralatan kantor, dan lain-lain ditangani oleh sekretaris. Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang wakil sekretaris dan kepala subbagian/urusan kepegawaian , kepala
47
Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah
Dan Pasang Surut, h.180 48
Musthofa, Kepaniteran Peradilan Agama,h. 51
45
subbagian/urusan keuangan, dan kepala subbagian/urusan umum. Wakil sekretaris yang membawahi beberapa subbagian/urusan tersebut mempunyai tugas, antara lain: a.
Membantu sekretaris dalam membuat program jangka panjang dan pendek, pelaksanaan dan pengorganisasiannya.
b.
Membantu sekretaris dalam membina dan mengawasi pelaksanaan tugas-tugas administrasi umum
c.
Mengoordinasikan pelaksanaan dan pengurusan setiap kerja yang ada dibawahnya
d.
Membuat dan menyusun laporan tentang kepegawaian ,keuangan, dan umum
Dengan adanya pemisahan penanganan administrasi perkara dan administrasi umum, maka staf kepaniteraan dapat memusatkan perhatian terhadap tugas dan fungsinya membantu hakim dalam bidang peradilan, sedangkan tugas administrasi yang lain dilaksanakan oleh staf sekretariat. Kendati terdapat perbedaan dan pemisahan yang melahirkan dua unit kerja yaitu kepaniteraan dan sekretariat, namun pembedaan dan pemisahan itu bersifat integral dengan mengutamakan koordinasi dalam melaksanakan tugas pokok pengadilan. Pertimbangan demikian melahirkan ketentuan bahwa panitera
46
pengadilan merangkap sekretaris pengadilan, sebagaimana diatur dalam pasal 44 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama. 49 E. WEWENANG PANITERA DAN SEKRETARIS Susunan organisasi peradilan agama adalah sebagai berikut: Susunan Organisasi Pengadilan Agama Kelas I A Ketua Wakil Ketua
Hakim
Panitera/Sekret
Wakil Panitera
Wakil
Kelompok Fungsional : 1. Panitera
Sub
Sub
Kepaniteraa 49 Ibid,.
Kepanitera
Sub Kepaniteraa n
Sub
Sub
Sub
Bagian
Bagian
Bagian
Kepegaw aian
Keuanga
Umum
47
Garis Komando
Garis Koordinasi
Apabila dilihat dari bagan tersebut, pada bagan sebelah kanan, yaitu hakim,dan sebelah kiri adalah panitera , dan jurusita, merupakan suborganisasi fungsional peradilan yang berfungsi dan berwenang melaksanakan peradilan. Sedangkan sebelah kiri juga terdapat dalam kotak panitera muda adalah pejabat struktur yang ikut membantu kelancaran tugas pejabat dalam menjalankan fungsi peradilan. Bagan sebelah kanan yang distrukturkan kebawah wakil sekretaris adalah jabatan structural pendukung umum seluruh organisasi peradilan. Bagan ini merupakan suborganisasi yang tidak terkait dengan fungsi peradilan atau penegakan hukum. Namun tetap mempunyai peran besar dalam kelancaran organisasi. 50 Dalam bagan, jabatan fungsional peradilan dihubungkan dengan garis-garis putus. Hubungan antara pejabat fungsional pada dasarnya tidak bersifat struktural, tetapi lebih ditekan pada hubungan yang bersifat fungsi peradilan. Ketua dan wakil ketua sebagai unsur pimpinan seperti ditegaskan pada pasal 10 ayat 1 , hanya mempunyai hubungan struktural dengan panitera, sekretaris, wakil panitera, wakil sekretaris serta eselon yang distrukturkan dibawah wakil panitera dan wakil sekretaris. Sedangkan terhadap hakim, ketua dan wakil ketua mempunyai hubungan
50
Sulaikin Lubis , Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia, (
Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 87
48
fungsional, karna hakim sebagaimana ditegaskan dalam pasal 11 ayat1 adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. 51 Fungsi wakil panitera, memimpin dan membagi semua tugas fungsional peradilan, termasuk memimpin dan membawahi petugas fungsional murni yang terdiri dari para panitera pengganti dan jurusita serta juru sita pengganti. Serta petugas fungsional yang bersifat struktural yakni panitera muda 52 Mengenai jumlah panitera muda, menurut pasal 26 ayat 2 tidak ditentukan. Pembidangan yang rasional dihubungkan dengan jumlah panitera muda harus melalui pendekaan realistik. Tidak semata-mata digantung atas pembidangan dan bezetting formasi yang ditentukan. Tetapi lebih tepat disesuikan dengan volume pekerjaan. Pengembangannya bisa nanti disesuaikan menurut kebutuhan nyata. Misalnya didaerah pengadilan agama yang kecil dan volume pekerjaan tidak banyak, tidak perlu organisasi, panitera muda dikembangkan melampaui kebutuhan. Misalnya cukup dua orang dengan cara merangkap beberapa bidang. 53
51
M Yahya Harahap,Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama,
( PT Saran Bakti Semesta, 1997), h.109 52
Ibid.,
53
Erfaniah Zuhriah, Peradila Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah Dan
Pasang Surut,h.164
49
Adapun gambaran komposisi tenaga kepaniteraan baik dilingkungan peradilan agama maupun pengadilan tinggi agama masih didominasi oleh Semarang dan Surabaya sama seperti halnya komposisi kepaniteraan PA , yakni 373 orang atau 10,8% dan 352 orang atau 10,2 %. Sedangkan jumlah terkecil pada peradilan agama dilingkungan PTA Bangka Belitung , yakni 20 orang atau 0,6%. 54 Kedudukan panitera yang juga merangkap sebagai sekretaris sangat penting, sehingga panitera merupakan top leader dari semua pegawai (selain hakim) yang ada di pengadilan. Kedudukan kepaniteraan sebagai unsur pembantu pimpinan berarti segala tindakan dan aktifitas panitera sebagai pimpinan organisasi harus dipertanggung jawabkan kepada ketua pengadilan. Panitera adalah pegawai terpilih yang harus mampu mengelolah semua unsur yang ada dipengadilan, tidak hanya kemampuan meyelesaikan pekerjaan, tetapi harus dapat menggerakkan staf, memberi contoh keteladanan, pembentukan figur staf tangguh, berdedikasi, dan loyalitas dalam tugas. 55
54
Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di
Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2008),h.331 55
Musthofa, Kepaniteran Pengadilan Agama, h. 35
50
BAB III PROFIL PENGADILAN
A. LETAK GEOGRAFIS Pada saat penulis ingin melakukan penelitian nya, yang mana pada saat itu gedung pengadilan agama Jakarta Selatan sedang dinon aktifkan dari kegiatannya dikarnakan adanya perpindahan lokasi pengadilan agama Jakarta Selatan. Perpindahan gedung pengadilan agama tersebut semula dari gedung / bagunan fisik yang terletak di jalan Rambutan VI/48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan pindah ke lokasi yang beralamat di jalan R.M Harsono RT.07/05 , Ragunan Jakarta Selatan sebelah selatan kantor Kementrian Pertanian. Kemungkinan terjadi perpindahan gedung pengadilan agama Jakarta selatan kelas I A ini dikarnakan bahwa gedung lama selain luas nya yang cukup kecil sehingga tidak memungkinkan
mencukupi para pengunjung pengadilan agama.
Alasan lain bahwa daerah tersebut sering kali mengalami kebanjiran apabila terjadi musing hujan yang terus menerus , seingga mengkhawartikan kejadian yang tidak diinginkan. Selain itu gedung lama tersebut sepertinya tidak memenuhi syarat perkantoran pemerintahan setingkat walikota karena gedungnya berada ditengahtengah penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C.
51
Penulis akan menggambarkan keadaan bagunan pada gedung lama. Jumlah bangunan fisik / gedung pengadilan agama Kelas I.A Jakarta Selatan yang terletak di jalan Rambutan VI/48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan sejak 1 juni 2005 terjadi penambahan yaitu 1 gedung lagi yang terdiri dari dua ruang yang khusus untuk ruangan tunggu sidang
yang diperoleh dari biaya anggaran tahun 2005
sebanyak Rp.170.000.000,-(seratus tujuh puluh juta rupian). Serta mempunyai sebuah mushollah berlantai dua yang paling atas diperuntukkan untuk mushollah yang luas bangunanya 7 x 12 M2 (84 M2 ) dan lantai bawah digunakan untuk menyimpan arsip perkara dengan luas 7 x 12 M2 (84 M2) sehingga keseluruhan luasnya 168 M2. Sejak tanggal 5 desember 1996 bangunan induk pun diperlus lagi dengan ruangan arsip berkas perkara seluas 65 M 2. Perlusan dan rehabilitasi gedung pengadilan agama Jakarta Selatan kelas I A yang lama ini memang sering terjadi beberapa kali sehingga berdasarkan data luas bangunan lama tersebut seluruhnya adalah 1.108,2 M2. Serta luas taman dan halaman parkir 2686 M2. Sehingga keseluruhan luas tanah nya 3.421 M2. Status kepemilikan gedung penagdilan agama Jakarta Selatan kelas I A adalah milik Pemda DKI Jakarta. Gedung baru pengadilan agama Jakarta Selatan kelas I A yang terletak di jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta Selatan dibangun sejak tanggal 21 April 2008 sampai dengan 3 Desember 2008 (tahap I ) dengan anggaran sejumlah Rp.6.501.077.000.,- (enam miliar lima ratus satu juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah) serta pembangunan tahap II tanggal 26 Februari 2009 sampai tanggal 3 Desember
52
2009 dengan anggaran Rp. 6.489.230.980,-(enam miliar empat ratus delapan puluh Sembilan ratus juta dua ratus tiga puluh Sembilan ratus delapan puluh rupiah ). Yang mempunyai luas bangunan 2 lantai seluas 1.500 M2 dan luas tanah 6.144 M2. beberapa ruangan baru yang terdapat dalam gedung baru pengadilan agama: a. Ruang kerja ketua b. Ruang kerja wakil ketua c. Ruang kerja panitera sekreatris d. Ruang kerja hakim e. Ruang kerja wakil panitera f. Ruang kerja kepaniteraan g. Ruang kerja kesekretariatan h. Ruang kerja panitera pengganti i. Ruang kerja juru sita pengganti j. Ruang kasir k. Ruang server l.
Ruang sidang pengadilan agama Jakarta selatan sebnyak 5 buah
m. Ruang mediasi sebanyak 5 buah n. Ruangruang arsip perkara sebanyak 2 buah o. Ruang tunggu p. Ruang parkir motor pegawai /karyawan
53
Status tanah dan bangunan nya adalah bahwa sebidang tanah seluas 6.149 M2 berasal dari di Pengadilan tinggi agama Jakarta tahun 2007 sedangkan untuk biaya pembangunanya seluas 1.500M2 terdiri dari dua lantai diperoleh dari DIPA Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara dua tahap. Bangunan ini merupakan gedung pengadilan agama terbesar dan termegah di Indonesia. 56 Penulis akan menguaraikan letak Geografis, Iklim dan Luas Wilayah Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dilihat secara astronomis wilayah pemerintahan kotamadya Jakarta Selatan adalah seluas 145,73 Kilometer persegi (Km2) dan secara astronomis wilayah kotamadya Jakarta Selatan terletak dan berada pada posisi 06’15’40,8’ Lintang Selatan dan 106’45/0,00’Bujur Timur, serta berada pada kemiringan 26,2 meter diatas permukaan laut. Jakarta Selatan. Yang bercirikan daerah yang beriklim khas Tropis dengan temperatur udara sekitar 27,7’ celcius dengan kelembaban udara rata-rata 75 % yang
apabila disapu angin dengan kecepatan sekitar 0,2 knot
sepanjang tahun. Curah hujan mencapai ketinggian 2,596,7 mm setahun atau rata – rata sekitar 85,8 mm perhari yang terjadi selama 182 hari dalam setahun. Curah hujan tertinggi terjadi dalam bulan Januari (737,5 mm) dan Februari (425,3 mm). Sedangkan didaerah Jakarta selatan itu sendiri terdapat Rawa / setu ( Setu Babakan) wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya
56
Laporan Tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta-Selatan
54
yang sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah penduduk. Didaerah Jakarta Selatan juga banyak terdapat kegiatan usaha dan perkantoran yang besar besar. Adapun wilayah Kotamadya Jakarta Selatan dimana merupakan wilayah yuridiksi dari pengadilan agama Jakarta Selatan itu sendiri yaitu terdiri dari 65 Kelurahan terdiri dari: 57 1. Kelurahan Jagakarsa meliputi: a. Kelurahan Jagakarsa b. Kelurahan Lenteng Agung c. Kelurahan Srengseng d. Kelurahan Ciganjur e. Kelurahan Tanjung Barat f. Kelurahan Cipedak 2. Kecamatan Pasar Minggu meliputi: a. Kelurahan Pasar Minggu b. Kelurahan Jati Padang c. Kelurahan Ragunan d. Kelurahan Pejaten Barat e. Kelurahan Pejaten Timur f. Kelurahan Kebagusan
57
www.pa-jaksel.net
55
g. Kelurahan Cilandak Timur 3. Kecamatan Cilandak meliputi: a. Kelurahan Cilandak Barat b. Kelurahan Gandaria Selatan c. Kelurahan Cipete Selatan d. Kelurahan Lebak Bulus e. Kelurahan Pondok Labu 4. Kecamatan Pesanggarahan Meliputi: a. Kelurahan Pesanggarahan b. Kelurahan Petukangan Utara c. Kelurahan Petukangan Selatan d. Kelurahan Ulujami e. Kelurahan Bintaro 5. Kelurahan Tebet Meliputi: a. Kelurahan Tebet Barat b. Kelurahan Tebet Timur c. Kelurahan Menteng Dalem d. Kelurahan Kebon Baru e. Kelurahan Bukit Duri f. Kelurahan Manggarai g. Kelurahan Manggarai Selatan 6. Kelurahan Setiabudi Meliputi:
56
a. Kelurahan Setiabudi b. Kelurahan Guntur c. Kelurahan Pasar Manggis d. Kelurahan Menteng Atas e. Kelurahan Karet f. Kelurahan Karet Kuningan g. Kelurahan Karet Semanggi h. Kelurahan Kuningan Timur
Penduduk Kotamadya Jakarta Selatan berjumlah 1.686.208 orang yang terdiri dari: 1. Kecamatan Jagakarsa : 199.556 2. Kecamatan Pasar Minggu : 238.100 orang 3. Kecamatan Cilandak : 148.574 orang 4. Kecamatan Pesanggrahan : 150.938 orang 5. Kecamatan Kebayoran Lama : 224.119 orang 6. Kecamatan Kebayoran baru : 144.119 orang.87 7. Kecamatan Mampang Prapatan : 101.945 orang 8. Kecamatan Pancoran : 120.308 orang. 9. Kecamatan Tebet : 237.195 orang 10. Kecamatan Setiabudi : 108.451 orang
57
SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA Pengadilan Agama yang telah ada sejak jaman kesultanan, secara yuridis baru diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 19 Januari 1882 dengan dikeluarkannya surat keputusan No 24. 58 Terhadap Stb. 1882 No. 152 para ahli hukum bersepakat bahwa hal tersebut merupakan hasil dari teori Receptio In Complexu LWC Van den Berg. Keberadaan Peradilan Agama mulai digugat ketika lahirnya teori Hukum Adat oleh Van Vollen-Hoven dan Snouck Hurgronje dengan teori Receptie, akibat dari teori tersebut pemerintah Hindia Belanda meninjau kembali kedudukan Peradilan Agama. Karena Stb. 1882 No. 152 dianggap merupakan suatu kesalahan pemerintah Hindia Belanda yang mengakui terbentuknya Peradilan Agama. Stb. 1882 No. 152 yang intinya "memperlakukan Undang-Undang Agama", diganti dengan Stb. Tahun 1907 No. 204, Stb. Tahun 1919 No. 262 yang intinya "memperhatikan Undang-Undang Agama". 59
58
59
Staatblad 1882 No 152 Dadang Muttaqien, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Peradilan Agama Dalam Persfektif Sosiologi Hukum, artikel diakses pada 19 April 2010
dari
uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=ekonomi&baca=artikel&id=259
http://msi-
58
Pasca proklamasi kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945 berdasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan kemudian dipertegas dengan Peraturan Presiden No. 2 pada tanggal 10 Oktober 1945 dalam Pasal 1, dijelaskan : "Segala badan-badan negara yang ada sampai berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 selama belum diadakan yang baru menurut UndangUndang Dasar, maka tetap berlaku asal saja tidak bertentangan dengan UndangUndang tersebut" Dengan demikian Peradilan Agama sebagai produk hukum kolonial Hindia Belanda masih dipergunakan di Indonesia. Dizaman pemerintahan Hindia Belanda Pengadilan Agama berkembang, daerah demi daerah dalam keadaan yang tidak sama , baik namanya , wewenangnya maupun strukturnya. 60 Legitimasi keberadaan Pengadilan Agama waktu itu didasarkan pada pasal 75 ayat (2) RegeringsReglement (RR) yang berbunyi : “ Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia asli atau orang yang dipersamakan dengan mereka , maka mereka tunduk kepada putusan
59
Dadang Muttaqien dkk (ed), Peradilan Agama Dan Kompilasi
Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, ( Yogyakarta : UII Pres , 1999), h.39
59
hakim agama atau kepada masyarakat mereka menurut undang-undang agama atau ketentuan-ketentuan agama mereka”. Pada mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang yaitu : a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarat Utara b. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah c. Pengadilan Agama Istimewah Jakarta Raya sebagai induk Ketiga kantor cabang tersebut termasuk dalam wilayah yuridiksi hukum cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian pada tanggal 16 Desember 1976 telah keluar Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 yang menyatakan bahwa semua pengadilan agama di profinsi Jawa Barat termasuk pengadilan agama yang berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam wilayah Hukum Makhamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Istilah Mahkamah Islam Tinggi kemudian berkembang menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA). Setelah itu perpindahan Pengadilan Tinggi Agama Surakarta ke Jakarta didasari oleh Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1985 , akan tetapi realisasi pelaksanaannya terjadi pada tanggal 30 Oktober 1987
60
lalu secara otomatis wilayah hukum pengadilan agama di wilayah DKI Jakarta menjadi wilayah hukum hukum pengadilan tinggi agama Jakarta. Perkembangan yang terjadi dari masa ke masa bahwa terbentuknya kantor pengadilan agama Jakarta Selatan merupakan jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta. Pada tahun 1967, ketika itu cabang dari pengadilan agama istimewa Jakarta Raya berkantor di jalan otista raya Jakarta timur. Sebutan pada waktu itu adalah cabang pengadilan agama Jakarta selatan. Faktor terbentuk nya kantor cabang pengadilan agama Jakarta Selatan adalah sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas. Kantor pengadilan agama selalu mengalami perpindahan tempat. Sebut saja pada tahun 1976 gedung kantor cabang pengadilan agama pindah ke Blok d Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi mesjid Syarief Hidayatullah dimana pada waktu itu sebutan kantor cabang pun dihilangkan menjadi pengadilan agama Jakarta Selatan. Penetapan tempat tersebut adalah inisiatif dari kepala Kandepag Jakarta Selatan. Penetapan kantor diserambi masjid tersebut hanya bertahan sampai pada tahun 1979.
61
Pada bulan September tahun 1979 kantor pengadilan agama pun kembali mengalami perpindahan tempat ke gedung baru di jalan Ciputat Raya Pondok Pinang dengan status tanah milik PGAN Pondok Pinang , selanjutnya pindah lagi ke jalan Rambutan VII No 48 Pejaten barat Pasar Minggu Jakarta selatan dimana gedung ini didapat dari hibah PEMDA DKI Jakarta. 61 Gedung pengadilan agama Jakarta selatan ini mengalami pembenahan pembenahan fisik lambat laun baik fisik mapuan non fisik. Dan pada akhirnya berpindah kembali kantor nya ke jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta Selatan dimana gedung baru ini merupakan gedung termewah dan terbesar dibanding kantor kantor pengadilan agama lainnya di Indonesia. Dasar hukum dan landasan kerja pembentukan pengadilan agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut: 62 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 24 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 5. Peratuiran Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
61
www.pa-jaksel.net
62
Ibid,
62
6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 7. Peraturan/ Intruksi/Edaran Mahkamh Agung RI 8. Instruksi Dirjen Bimas Islam /Bimbingan Islam 9. Keputusan Mentri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963 tentang pembentukan peradilan agama Jakarta Selatan 10. Peraturan peraturan lain yang berkaitan dengan tata kerja dan wewenang pengadilan agama
B. STRUKTUR ORGANISASI Organisasi pengadilan agama Jakarta Selatan terdiri dari unsur pimpinan pengadilan agama ( yang terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua) , hakim, panitera sekretaris , dibantu oleh wakil panitera yang membawahi tiga orang kepala sub kepaniteraan (panitera muda), dan wakil sekretaris yang membawahi tiga orang kepala sub bagian , panitera pengganti , jurusita , jurusita pengganti , calon hakim dan beebrapa orang staff/pelaksana serta dibantu orang sebagai tenaga honorer.
63
Dibawah ini adalah bagan struktur pengadilan agama Jakarta Selatan sesuai dengan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1996:
1.
4
3.
2.
1.
3.
2.
1.
urhayati, SH.
iti Saudah, SH. 12.
11.
10.
athony, SH.
ahrum, SH
r. Siti Kholifah, SH.
1. rna Kurnia, SH.
STAF
Drs. Mohammad Taufik
1.
8.
7.
udiono
afas
3
2.
1.
Ending Bachtiar, SH.
M. Yasin, SH.
JURUSITA
uraini, SH.
2.
1.
1.
hmad Furqoni, SE.
. Zamrud Najib, SE.
W d JURUSITA PENGGANTI
1.
. Fahat, SH.
STAF
STAF
STAF
umiyati
Teguh Magzan, SH. Ahmad Irfan, SH.
KASUBBAG. UMUM
Dra
Drs. C.12
Dra. C.11
Drs. C.10
Yuni Winarti, SHI.
Sohel, SH.
Hj. Fachanah, M. M.Hum.
Nurhafizal, SH., MH.
KASUBBAG. KEUANGAN
13
12.
11.
10.
HAKIM
KASUBBAG.
Dwiarti Yuliani, Sh.
Hj. Ghizar Fau’ah SH.
PANMUD. HUKUM
WAKIL SEKRETARIS
Dra. Aminah
PANITERA / SEKRETARIS
WAKIL SEKRETARIS
PANITERA PENGGANTI
a’ilatun
STAF
STAF
1.
Moh. Hambali, SH.
Drs. Ida Fitriyani
urdiansyah, SE.
PANMUD. GUGATAN
Dra
H. C.3
Drs. C.2
Dra. C.1
PANMUD.
ra. Murniati
Muh. Kailani, SH., MH
Hj. Ai Zainab, SH.
Hj. Noor Jannah Aziz, MH.
HAKIM
Drs. Yasardin, SH., MH.
WAKIL KETUA
64
65
Dilihat dari bagannya bahwa struktur panitera/sekretaris masih merangkap sedangkan dalam UU no 3 Tahun 2006 peradilan agama menyatakan bahwa panitera dan sekretaris pengadilan agama tidak merangkap. Jadi bisa dikatakan bahwa pengadilan agama Jakarta selatan ini belum mengaplikasi Undang-undang tersebut dan belum memenuhi peraturan perundang-undangan. 63 Pada saat penulis melakuan penelitian dan mengkroscek hal tersebut .Alasan yang menjadi dasar pertimbangan khususnya dari ketua pengadilan agama Jakarta Selatan ada beberapa factor yang mempengaruhi diantara adalah: 64 a. Permasalahan yang sampai saat ini masih dibicarakan dalam rapat kerja nasional seluruh badan peradilan mengenai inslunisasi yang belum selesai dari MENPAN (Menteri Pendayagunaan Apartur Negara) b. Sedangkan pengadilan agama Jakarta Selatan hanya sedang menunggu hasil inslunisasi tersebut agar segera keluar dalam bentuk Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) c. Hubungan pengadilan agama dengan mahkamah agung sendiri yang mana fungsi Mahkamah Agung itu sendiri
adalah sebagai pengaturan dan
pengawasan , menurut UU No 14 Tahun 1985
63
Wawancara pribadi dengan wakil pengadilan agama Jakarta selatan
Bapak Yasardin pada tanggal 14 April 2010 64
pasal 79 ketentuan ini
Ibid,
66
berguna sebagai kelancaran jalannya peradilan dan juga kewenangan ini biasa disebut dengan rule making, bukan law making , atau bergerak hanya dibidang acara. 65 Dimana dalam hubungan ini dikatakan oleh wakil ketua pengadilan agama sudah selesai. Dengan kata lain pengadilan agama Jakarta Selatan dalam mendesak mahkamah agung untuk mengeluarkan surat edaran atau peraturan mahkamah agung sudah dilakukan dan selesai hanya tinggal menunggu surat Keputusan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) saja. d. Jadi pada saat ini pengadilan agama masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang lama. Kalaupun inslunisasi tersebut sudah selesai pasti akan dipisah antara Panitera dan sekretaris. Dan secara otomatis pengadilan agama akan menggunakan peraturan perundangundangan yang baru. Faktor yang menjadi pertimbangan ketua pengadilan agama belum mengaplikasikan permasalahan tersebut adalah bagaimana kondisi nya apabila kedua jabatan itu dipisahkan, pertimbanangnya mengenai tunjangan untuk seorang sekretaris disemua badan peradilan berdasarkan kelas kelas masing-masing selama inslunisasi itu belum selesai dan surat keputusannya belum keluar. Sebenarnya di pengadilan agama Jakarta Selatan itu sendiri sudah mempunyai calon calon yang
65
Busthanul Arifin , Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia : Akar , Sejarah ,
Hambatan dan Prospeknya , (Jakarta: GemaINsani Press , 1996 ) , h.110
67
akan dijadikan sebagai ketua sekretaris kelak. Sehingga apabila memang terjadi pemisahan jabatan pengadilan agama Jakarta Selatan telah siap dengan organ baru yaitu ketua sekretaris pengadilan. Faktor lain adalah masalah biaya yang akan dikeluarkan oleh Negara apabila terjadi pemisahan organ tersebut. Negara akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit mengenai permasalah ini. Dan pada saat penulis melakukan penelitiannya telah terjadi
acara
pergantian panitera/sekretaris di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Acara Pelantikan Panitera/Sekretaris baru yakni Bapak Drs . Ach Djufri , SH menggantikan Panitera/sekretaris lama yaitu Drs.Hj.Aminah yang mana sekarang beliau menempati pengadilan agama Kerawang. Pelantikan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan agama Jakarta Selatan dan dihadiri oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta. 66
66
www.pa-jaksel.net
68
C. TUGAS TUGAS PEJABAT PENGADILAN Sebagai perbandingan, penulis akan menguraikan tugas tugas dari para pejabat/petugas pengadilan agama Jakarta Selatan selain yang sudah tertulis dalam peraturan perundang-undangan , tugas tugas mereka adalah: 67 1. Ketua Merencanakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengadilan agama serta mengawasi, mengevaluasi , dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan teknis Pengadilan Tinggi Agama Jakarta dan peraturan perundang-undangan yang berlaku 2. Wakil Ketua Mewakili ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam hal: merencanakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi peradilan agama serta mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan teknis Pengadilan Tinggi Agama Jakarta dan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Hakim Mencatat dan meneliti berkas perkara yang diterima, menentukan hari sidang , menyidangkan perkara , membuat keputusan /penetapan, mengevaluasi dan menyelesaikan perkara yang ditanda tangani serta melaksanakan tugas khusus sebagai hakim mediator dan hakim pengawas bidang ; administrasi perkara ,
67
Laporan tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta Selatan
69
administrasi umum , atau manajemen peradilan , dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Ketua Pengadilan Agama. 4. Panitera/Sekretaris Merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis dibidang administrasi perkara , administrasi peradilan dan administrasi umum dilingkungan
pengadilan
agama
serta
mengawasi,
mengevaluasi
dan
melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan teknis peradilan agama dan peraturan perundang-undangan. 5. Wakil Panitera Mewakili panitera dalam hal: merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis dibidang administrasi perkara dan administrasi peradilan dilingkungan peradilan agama serta mengawasi , mengevalusi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan teknis pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku 6. Wakil Sekretaris Mewakili sekretaris dalam hal: Merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis bidang adminstrasi umum dilingkungan pengadilan agama serta mengawasi , mengevaluasi dan melaporkan pelaksnaan tugas sesuai dengan kebijaksanan teknis pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Panitera Muda Gugatan
70
Merencanakan
dan melaksanakan urusan kepaniteraan gugatan, melakukan
adminitrasi perkara, mempersiapkan persidangan perkara , meyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan urusan lainnya yang ada hubungannya dengan gugatan serta mengawsasi , mengevalusi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan ketua pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8. Panitera Muda Permohonan Merencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan permohonan , melakukan adminitrasi perkara , mempersiapkan persidangan perkara, menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan urusan lainnya yang ada hubungannya dengan perkara perdata serta mengawasi , mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yangberlaku. 9. Panitera muda hukum Merencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan hukum, mengumpulkan , mengolah dan mengkaji data , menyajikan statistik perkara , menyimpan arsip berkas perkara yang masih berlaku , melakukan adminitrasi pembinaan hukum agama , melaksanakan hisab rukyat dan tugas lain serta mengawasi , mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua pengadilan agama dan peraturan perudang-undangan yang berlaku. 10. Kasubag. Umum
71
Bertugas sebagai penyelenggara surat meyurat , bertanggung jawab atas pengadaan
barang,
kebersihan
dan
keindahan
gedung/kantor
serta
lingkungannya dan berwenang memberi penilaian terhadap bawahannya (DP 3) serta memberi teguran kepada bawahannya, melaksanakan urusan perlengkapan rumah tangga dan perpustakaan serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebjaksaan yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan agama dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 11. Kasubag keuangan Merencanakan dan melakukan pengurusan keuangan kecuali mengenai pengelolah
biaya perkara serta mengawasi , mengevalusi dan melaporkan
pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijkasanaan yang ditetapkan oleh ketua pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 12. Kasubag kepegawaian Bertanggung jawab atas terselenggaranya SIMPEG dilingkungan pengadilan agama Jakarta Selatan ,merencakan dan melaksanakan penyelesaian urusan kepegawaian serta mengawasi memgevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 13. Panietra pengganti Membantu hakim dalam hal: mengikuti dan mencatat jalannya persidangan perkara , membuat PHS , membuat berita acara persidangan , mengetik putusan
72
/ penetapan , membuat laporan tentang penundaan hari sidang dan perkara yang diputus berikut amar putusannya, memutasi perkara yang sudah selesai , mengevaluasi dan laksanakan tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas atasan. 14. Juru sita Sebagi koordinator para juru sita pengganti , membantu majlis hakim dalam pemanggilan para pihak atau saksi saksi untuk menghadiri persidangan , pengucapan ikrar talak, melaksanakan penyitaan , menjalankan putusan hakim (eksekusi), meyampaikan, pemberitahuan isi putusan , membuat berita iklan/ pengumuman dan melaksanakan tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan/pimpinan. 15. Juru sita pengganti Membantu majlis hakim dalam pemanggilan para pihak atau saksi saksi untuk menghadiri persidangan , pengucapan ikrar talak, melaksanakan penyitaan , menjalankan putusan hakim (eksekusi), meyampaikan, pemberitahuan isi putusan , membuat berita iklan/ pengumuman dan melaksanakan tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan/pimpinan. 16. Pengadministrasi perkara gugatan Mengadminitrasi permohonan perkara gugatan yang masuk , mencatat tanggal penunjukan majlis hakim , tanggal putusan , diktum amar putusan , perkara banding, dan kasasi , hasil evaluasi , melaksanakan tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub kepaniteraan gugatan.
73
17. Pengadministrasi keuangan perkara Mencatat
,
menerima,
meneliti
keuangan
perkara,
menyiapkan
dan
merekapitulasi data-data keuangan , berdasarkan peraturan serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan. 18. Kasir Mengadministrasi perkara dan menerima uang panjar perkara yang masuk , mencatat tanggal penunjukan majlis hakim, Tanggal putusan, tanggal putus, diktum amar putusan, perkara banding, dan kasasi, hasil evaluasi, melaksanan tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan. 19. Pengadministrasi akta cerai Mengadministrasikan permohonan yang masuk, mencatat tanggal penunjukan majlis hakim, tanggal putusan, diktum amar putusan, perkara banding, dan kasasi, hasil evaluasi, membuat dan mencatat akta cerai serta menyerahkannya kepada para pihak, melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan. 20. Pengolah data Membantu
mencatat dan merekapitulasi data perkara, meyiapkan laporan
perkara, merencanakan kegiatan dan pengolahan program, merencanakan kegiatan, dan pengelolahan program komputer perkara, mempelajari komsep ketikan, meyiapkan peralatan dan bahan, mengetik konsep, memeriksa/ mengoreksi, memperbaiki dan menyampaikan hasil ketikan putusan/penetapam serta hakim dan atau panitera muda hukum serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan.
74
21. Pengadminitrasi umum sub kepanitraan hukum Membantu mencatat dan merekapitulasi data perkara, meyiapkan peralatan dan bahan pengolah arsip perkara, meyiapkan peralatan dan bahan pengolah perpustakaan pengadilan agama Jakarta Selatan, serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan/panitera muda hukum 22. Bendahara ATK Melaksanakan administrasi barang dalam hal pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, meneliti kode barang inventaris dan menyiapkan bahan laporan keadaan barang, persiapan data, melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian umum. 23. Bendahara Rutin Mengonsep rencana pembiayaan kegiatan, menyusun dan mengajukan SPP ke KPKN, mengambil uang ke Bank, kantor pos, KPKN, memelihara dan melakukan pembukuan, meneliti pengeluaran uang, membayar gaji dan dana pelaksanaan kegiatan, melakukan pungutan dan penyetoran pajak, membuat laporan pertanggung jawaban/SPJ, ikhtisar keuangan dan registrasi kas berdasarkan ketentuan yang berlaku serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian keuangan. 24. Pembuat Daftar Gaji Menerima, menghimpun dan meneliti pelaksanaan anggaran, membuat rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran anggaran, membuat penggunaan anggaran, serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada sub bagian keuangan.
75
25. Penata Berkas Menerima,
membuka,
mengarahkan,
mencatat,
memberi
nomor,
mendistribusikan surat-surat kepada unit pengolah dan menata berdasarkan klasifikasi dan indeks, memelihara dan menemukan kembali surat bila diperlukan serta melaporkan tugas pelaksanaan kepada kepala subagian umum. 26. Pengadministrasian umum Menerima, mencatat, merekapitulasi data kesejahteraan pegawai, merencanakan kegiatan dan pengolahan data tata usaha kepegawaian serta meneliti, melihara, meyusun file kepegawaian, membuat statistik kepegawaian, mempelajari konsep ketikan, meyiapkan bahan dan peralatan, mengetik konsep, memeriksa dan pengoreksi, memperbaiki hasil ketikan dan menyampaikan hasil ketikan pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian kepagawain. 27. Caraka/pesuruh Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, melakukan pekerjaan kebersihan kantor/gedung dan halaman (kolom ikan dan tanaman ) , serta peralatan kantor , meyiapkan daftar absensi hadir dan pulang pegawai. Merekapitulasi serta melaporkan kepada kepala sub bagian kepegawaian, meyiapakan dan memberikan nomor urut sidang kepada para piahak. 28. Sopir Mempersiapkan
bahan
dan
peralatan
kerja,
memeriksa
perlengkapan,
mejalankan, merawat dan menjaga kebersihan kendaraan dinas serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian umum.
76
29. Petugas Jaga Malam Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, melakukan pekerjaan pengamanan kantor/gedung beserta barang–barang yang ada didalamnya, menjaga keamanan kantor dimalam hari, melaksanakan tugas lain serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian umum. 30. Tenaga Honorer juru ketik Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, mempelajari
konsep gugatan
/permohonan , mengetik konsep gugatan /permohonan pada komputer program , memeriksa /mengoreksi, memperbaiki dan menyampaikan hasil ketikan kepada panitera muda permohonan. 31. Operator IT Mempersipakan
bahan dan peralatan kerja, membuat dokumtasi kegiatan
kantor, mengetik, mengedit dan membuat berita kedalam web site pengadilan agama,
mempelajari
konsep
putusan/penetapan,
mengetik
konsep,
memeriksa/mengoreksi, memperbaiki dan menyampaikan hasil ketikan putusan/penetapan kepada wakil panitera. 32. Petugas kebersihan/pesuruh Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, melakukan pekerjaan kebersihan kantor/gedung dan halam serta peralatan kantor , melaksanakan tugas lain serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian umum. 33. Keamanan
77
Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, melakukan pekerjaan pengamanan para pihak dan tamu/pengunjung pengadilan agama Jakarta Selatan, menyiapkan dan memberikan nomor urut kepada para pihak, melaksanakan tugas lain serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada wakil panitera.
78
BAB IV ANALISIS UU NO 7 TAHUN 1989 SETELAH DIAMANDEMEN
A. PROSES LAHIRNYA UU NO 3 TAHUN 2006 Secara garis besar ada 4 (empat) tahapan yang harus dilalui dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan yaitu: 68 1. Persiapan Pembentukan Atau Perencanaan UU ( Perencanaan, Penyusunan, Perumusan) Kegiatan Perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undang dilakukan oleh pemerintah bersama DPR yang dikoordinasi oleh Badan Legislasi DPR, dalam suatu Proglam Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas adalah instrumen Perencanaan Program Pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana , terpadu, dan sistematis. Penyusunan ini dilakukan setiap lima tahun secara rutin bisa dievaluasi atau direncanakan ulang pada setiap tahunnya. Usulan yang berasal dari DPR bisa bersumber dari Badan Legislasi, Komisi, Gabungan Komisi, dan Anggota. Dalam rapat Parimurna DPR, kemudian diputusan apakah RUU itu disetujui tanpa perubahan, disetujui dengan perubahan, atau penolakan.
68
A. Ghani Abdullah & Ismail Hasani, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan,
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006, h. 60
79
2. Pembahasan Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Pembahasan RUU terdiri atas dua tingkat pembicaraan. Pembicaraan tingkat pertama diadakan dalam rapat komisi, rapat baleg ataupun pansus. Sedangkan pembicaraan tingkat dua diadakan dalam sidang Paripurna DPR untuk menyetujui RUU tersebut. 69 Pembicaraan tingkat I meliputi urutan: a. Pandangan fraksi-fraksi, atau DPD b. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) c. Mengundang pimpinan lembaga Negara atau lembaga lain apabila materi RUU berhubungan dengan lembaga negara lain d. Diadakan rapat intern Pembicaraan tingkat II adalah pengambilan keputusan dalam sidang Paripurna yang didahului oleh: a. Laporan hasil pembicaraan tingkat I b. Pendapat akhir fraksi c. Pendapat
akhir
presiden
yang
disampaikan
oleh
menteri
yang
mewakilinya
69
Maria Farida Indri Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar Dan
Pembentukannya, (Yogyakarta : Kanisius , 1998),h. 142
80
3. Pengesahan Rancangan Peraturan Perundang-undangan Setelah selesai pembahasan maka sebuah RUU akan disahkan menjadi UU. Pengesahan dilakukan Presiden sebagai kepala Negara dengan memberikan nomor, serta membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak RUU itu disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. 4. Pengundangan Dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan Pengundangan adalah aktivitas lanjutan dari tahapan penyusunan peraturan perundang-undangan, yang merupakan petanda bahwa sebuah peraturan telah berlaku, dengan menetapkannya di dalam lembaran Negara atau berita Negara. Sesudah diundangkan , sebuah peraturan dianggap berlaku dan mengikat. Pada dasarnya pemerintah memiliki kewajiban menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundang-undangkan. Tujuan penyebarluasan ini adalah agar semua orang mengetahui bahwa telah terbit suatu peraturan yang telah diundang-undangkan, sehingga semua subyek hukum bisa mematuhinya. Selain fungsinya agar semua orang mengetahui peraturan tersebut fungsi lain adalah bahwa perundang-undangn mempunyai kekuatan mengikat. Yang mana setelah UU tersebut diumumkan dan diundang secara resmi maka orang dianggap sudah tahu isinya. Dan
81
ini yang disebut dnegan “ fiksi hukum” yang sudah dirubah oleh yurisprudensi dalam putusan mahkamah agung pada tahun 1955. 70 Perubahan undang-undang No 7 Tahun 1989 menjadi UU No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama ini sebenarnya telah dirintis sejak zaman pak Zain Badjeber yang pada saat itu beliau masih menjabat sebagai ketua Balegnas ( Badan Legislasi Nasional). Beliaulah
yang memprakarsai upaya perubahan undang-undangan
peradilan agama beserta tokoh-tokoh peradilan agama. Upaya perubahan tersebut dapat terlaksana dengan adanya penjelasan dan lobi-lobi dalam forum-forum silahturahmi dengan anggota DPR. Bahkan konsep dasar yang kemudian menjadi rancangan undang-undang inistif DPR adalah berasal dari tokoh-tokoh peradilan agama itu sendiri. Akan tetapi, pada tahun 2004 semua itu tidak selesai, sebabnya akan ada pemilu sehingga banyak tekanan politik. Sehingga terjadi pergantian anggota dewan yang menyebabkan proses tersebut dimulai dari nol lagi. Sebenarnya proses pembahasan rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama tersebut atas usul DPR RI dilalui dengan proses yang cukup banyak, dan juga banyak hal-hal yang tidak terungkap.
70
Amiroeddin Syarif , Perundang-Undangan Dasar , Jenis dan teknik
membuatnya, ( Jakarta : PT Bina Askara , 1987),h.75
82
RUU ini agak lambat dibandingkan dengan perubahan undang-undang lingkungan peradilan umum, dan undang-undang lingkungan peradilan tata usaha negara. Pada saat ini Rancangan Undang-Undang Peradilan Militer masih dibahas di DPR. 71 Dan apabila dijelaskan akan memakan banyak tempat dan waktu. Jadi penulis akan menguraikan perjalanan pentingnya saja. Proses tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut: 72 1. Surat pengusul tanggal 27 April 2005 kepada pimpinan DPR RI tentang penyampaian Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif DPR RI tentang perubahan atas Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 2. Sesuai pasal 130 ayat (4) tata tertib DPR RI Tahun 2005, rancangan undangundang dimaksud diberitahukan atau dibagikan kepada anggota dewan dalam rapat paripurna pada tanggal 02 Mei 2005
71
Andi Syamsu ‘Alam , Implikasi Revisi Undnag-Undang Nomor 7 Ttahun 1989
Tentang Peradilan Agama dan Langkah Strategis Bagi Praktisi Hukum Pengadilan Agama, Al-Mawarid XVII(2007): H. 16 72
M .Isnur , Peradilan Agama Dan Kewenangan Menangani Ekonomi Syariah
(Studi Krisi Terhadap UU No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989),Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , 2007), h. 68
83
3. Pendapat fraksi-fraksi atas RUU usul inisiatif
tentang perubahan atas
undang-undang No 7 tahun 1989 tentang peradilan agama untuk menjadi rancangan undang-undang usul DPR RI disampaikan dalam rapat paripurna pada hari selasa, 17 Mei 2005 4. Surat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia kepada presiden Republik Indonesia Nomor : RU.02/4426/DPR RI/2005 tanggal 30 Juni 2005, perihal usul DPR RI mengenai Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama berikut draf rancangan Undang-Undang yang telah disempurnakan. 5. Surat jawaban presiden Republik Indonesia kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 65/Pres/B/2005 tanggal 25 Agustus 2005 perihal: penunjukan wakil untuk membahas rancangan undang-undang tentang perubahan atas undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama, yaitu Menteri hukum dan hak asasi manusia dan Menteri agama Republik Indonesia. 6. Berdasarkan keputusan
rapat badan musyawarah tanggal 26 Mei 2005
diputuskan bahwa rancangan undang-undang tentang perubahan atas undang-undang No 7 Tahun 1989 dibahas dan ditanda tangani oleh komisi III 7. Pembicaraan tingkat I atau pembahasan atas rancangan undang-undang tersebut dilakukan mulai tanggal 24 Januari 2006 sampai dengan 13
84
Februari 2006 antara komisi III dengan menteri hukum dan hak asasi manusia dan menteri agama Republik Indonesia 8. Pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan atas rancangan undangundang tentang perubahan atas undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama disampaikan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia pada hari selasa, tanggal 21 Februari 2006 dipimpin oleh wakil ketua DPR RI atau Korpolekku (H. Soetardjo Soerjogoeritno, B.Sc.) 9. Surat keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia nomor : 06/DPR-RI/ 2005-2006 ) tanggal 21 Februari 2006 tentang persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang perubahan atas undangundang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama 10. Surat ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pengantar persetujuan rancangan atas undang-undang Republik Indonesia tentang perubahan atas undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama. 11. Naskah rancangan undang-undang tentang perubahan atas undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama yang telah mendapat persetujuan dalam rapat paripurna tanggal 21 Februari 2006 Proses penyusunan dan pembahasan perubahan undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama tidak mengalami hambatan yang cukup berarti, semua pihak dan fraksi menerima. Ini terlihat tidak ada tanggapan yang begitu serius dan menjadi kontroversi.
85
Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tersebut, di samping merubah ketentuan pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi dan finansial pengadilan oleh Mahkamah Agung seperti diatur pada Pasal 5 (dalam UU No. 7 Tahun 1989 Pasal 5 pembinaan teknis dilakukan oleh Mahkamah Agung RI sedangkan pembinaan non teknis (organisasi, perlengkapan, kepegawaian dan keuangan) dilakukan oleh Departemen Agama. 73 Latar belakang yang menyebabkan munculnya amandemen baru UU peradilan agama yaitu UU No 3 Tahun 2003 tentang Peradilan agama adalah perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah yang tumbuh pesat di Indonesia, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal dengan instrumennya obligasi dan reksadana syariah, pegadaian syariah, dana pensiun syariah, lembaga keuangan syariah, dan lain lain, yang membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Serta trend ekonomi syariah yang mana awal mula berdirinya Bank Muamalat Indonesia ( BMI) yang mengakomodir prinsip bagi hasil dimana menrupakan prinsip syariat islam. Dimana pertimbangan Dewan Perkawilan Rakyat dengan menyetujui penambahan kewenangan perekonomian syariah dengan alasan bahwa perekonomoian syariah merupakan bidang perdata yang secara sosiologis
73
Andi Syamsu Alam, Implikasi Revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama dan Langkah Strategis Bagi Praktisi Hukum Pengadilan Agama, h.16
86
merupakan kebutuhan umat islam untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara syariat . 74
B. PERUBAHAN PERUBAHAN PENTING DALAM UU NO 3 TAHUN 2006 Dengan adanya perubahan hirarki di lingkungan pengadilan agama dan terjadinya perkembangan dibidang ekonomi syariah pada tahun 2006 dikeluarkannya UU No 3 Tahun 2006 Perubahan atas UU No7 Tahun 1989 tentang pengadilan agama . Dalam pertimbangan hukum undang-undang ini disebutkan bahwa peradilan agama merupakan lingkungan peradilan dibawah Mahkanah Agung. Bahwa ketentuan yang terdapat dalam UU No 7 tahun 1989 tentang peradilan agama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. 75
Illy Yanti, Hukum Islam Pasca Lahirnya Undang-Undang No 3 Tahun
74
2006,artikel
diakses
padatanggal19Aprli2010dari
http://www.jurnalalrisalah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=73 :hukum-islam-di-indonesia-pasca-lahirnya-undang-undang-no-3-tahun2006&catid=38:al-risalah-volume-7-nomor-2-desember-2007&Itemid=55 75
Gemala Dewi (ed), Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2006), h.58
87
Dalam UU ini terdapat 24 perubahan, perubahan itu diantaranya adalah sebagai berikut: 76 a. Ketentuan pasal 2 diubah menjadi: Peradilan agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara tertentu (dalam UU No 7 Tahun 1989 semula perkara perdata tertentu ) sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Penjelasannya adalah yang dimaksud dengan rakyat pencari keadilan adalah setiap warga Negara Indonesia maupun orang asing yang mencari keadilan pada pengadilan Indonesia. b. Diantara pasal 3 dan 4 disisipkan pasal 3A yang menentukan: Dilingkungan peradilan agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dalam undang-undang Penjelasan dari pasal ini adalah pengadilan khusus dalam lingkungan PA yaitu pengadilan syariah islam yang diatur dengan UU Mahkamah Syariah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang dibentuk berdasarkan UU No18/2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi daerah istimewah aceh
76
Abdul Manan , Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan : Suatu
Kajian Dalam Sistem Peradilan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2007), h.242
88
sebagai provinsi NAD yang oleh UU No 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman pasal 15 ayat (2) disebutkan bahwa : “ Pengadilan Syariah Islam di Provinsi NAD merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum. c. Ketentuan pasal 15 diubah menjadi: 1. Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung 2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. d. Ketentuan pasal 18 diubah menjadi: 1. Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: a. Permintaan sendiri b. Sakit jasmani atau rohani terus menerus c. Telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama 2. Ketua, wakil ketua dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatanya oleh presiden.
89
Penjelasannya adalah: Yang dimaksud dengan sakit jasmani atau rohani terus menerus adalah sakit yang menyebabkan yang bersangkutan ternyata tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik Dan yang dimaksud dengan tidak cakap adalah misalnya yang bersangkutan banyak melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya. e. Ketentuan pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagi berikut: 1. Ketua, wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan: a) Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan b) Melakukan perbuatan tercela c) Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya d) Melanggar sumpah jabatan e) Melanggar larangan yang dimaksud pasal 17 2. Pengusulan pemberhentian yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri dihadapan majlis kehormatan hakim
90
3. Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja majlis hakim, serta tata cara pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh ketua mahkamah agung f. Ketentuan pasal 20 diubah sehingga berbunyi: Seorang hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri g. Ketentuan pasal 36 pun mengalami perubahan sehingga berbunyi: Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh mahkamah agung h. Ketentuan pasal 40 diubah, sehingga berbunyi: 1. Jurusita pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh mahkamah agung atas usul ketua pengadilan yang bersangkutan 2. Jurusita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan i. Ketentuan yang ada dalam pasal 44 yang menjadi inti pokok penulis diubah menjadi: Panitera pengadilan tidak merangkap sekretaris pengadilan j. Ketentuan pasal 45 diubah menjadi:
91
Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Warga Negara Indonesia 2. Beragama islam 3. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 4. Setia pada Pancasila dan UUD 1945 5. Berijasah paling rendah sarjana syariah atau sarjana hukum yang mengusasi hukum islam 6. Berpengalaman dibidang administrasi peradilan 7. Sehat jasmani dan rohani k. Ketentuan pasal 47 dirubah menjadi: Sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh mahkamah agung l. Ketentuan pasal 49 diubah sehingga berbunyi: Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang: 1. Perkawinan 2. Waris
92
3. Wasiat 4. Hibah 5. Wakaf 6. Zakat 7. Infak 8. Sedekah 9. Ekonomi syariah m. Ketentuan pasal 50 pun diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dalam pasal 49 khusus mengenai obyek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum 2. Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat(1) yang subyek hukumnya orang-orang yang beragama islam, obyek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 n. Diantara pasal 52 dan pasal 53 disisipkan pasal 52 A yang menentukan : Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriah o. Ketentuan pasal 90 diubah menjadi: 1. biaya perkara perkara sebagimana dimaksud dalam pasal 89 meliputi:
93
a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk perkara tersebut b. Biaya untuk para saksi, saksi ahli penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut c. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam perkara tersebut d. Biaya pengambilan, pemberitahuan dan lain lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut 2. Besarnya biaya diatur oleh mahkamah agung p. Diantara pasal 106 dan BAB VII disisipkan satu pasal baru yakni: Pasal 106 A yang berbunyi sebagai berikut: Pada saat UU ini mulai berlaku peraturan perundang-undangan pelaksaan UU No 7 Tahun 1989 tentang PA masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UU ini. Perubahan yang ada dalam UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama secara garis besar meliputi: 77 1. Kewenangan Peradilan Agama
77
Wawancara pribadi dengan wakil Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Bapak Yasardin , Jakarta 14 April 2010
94
Kewenanagn absolut yang dimiliki oleh pengadilan agama salah satunya adalah kewenangaan menangani perkara zakat, infaq dan ekonomi syariah selain kewenagan ( pasal 49 UU No 3 Tahun 2006), penjelasan dalam bidang ekonomi syariah yang dimaksud adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksankan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: a.
Bank syari’ah;
b.
Lembaga keuangan mikro syari’ah;
c. Asuransi syari’ah; d. Reasuransi syari’ah; e. Reksadana syari’ah; f.
Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g. Sekuritas syari’ah; h. Pembiayaan syari’ah; i. Pegadaian syari’ah; j. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan k. Bisnis syari’ah. 2. Menangani hapusnya hak opsi tentang waris Hak Opsi yang dimaksud ialah hak untuk memilih hukum mana yang akan dipakai apabila terjadi sengketa mengenai warisan dimana antara para ahli warisnya terjadi ketidak sepakatan tentang hukum yang dipakai atau terjadi perbedaan agama antara para ahli waris. Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 secara tegas
95
dinyatakan bahwa tidak ada lagi pilihan hukum bagi penyelesaian sengketa mengenai waris. Apabila terjadi sengketa milik yang subjek hukumnya beragama Islam maka objek sengketa tersebut harus diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan Agama. Ketentuan ini memberi kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa apabila subjek sengketa antara orang-orang yang beragama islam. 3. Mengenai itsbat dan rukyat hilal Pengadilan agama dapat diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Kewenangan ini merupakan kewenangan baru yang dimiliki oleh pengadilan agama. 4. Adanya peradilan khusus (Mahkamah syariah ) NAD 78 Keistimewaan aceh yakni terletak pada adanya Lembaga Peradilan Khusus untuk melaksanakn syariat islam yaitu mahakamah syar’iyah sebagai lembaga peradilan tinggkat I dan mahkamah syariah provinsi sebagai lembaga peradilan
78
Basiq Jalil, Peradilan Agama Di Indonesia, ( Jakarta:Kencana, 2006), h. 170
96
tingkat banding. Lembaga ( Mahkamah ) inilah yang berwenang melaksanakan syariat islam untuk umat islam di Aceh baik tingkat I mapun Tingkat banding. Sedangkan untuk kasasi tetap di mahkamah syariah. Dan salah satu perubahan yang menjadi dasar penelitian penulis adalah perubahan pasal 44 dari UU No 7 Tahun 1989 menjadi UU No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama yaitu bahwa panitera pengadilan tidak merangkap lagi menjadi sekretaris. Dan memang nampaknya perubahan dalam pasal ini tidak terlalu diangkat kepermukaan sehingga kurang sosialisainya dibandingkan dengan perubahan lain yang terdapat dalam UU No 3 tahun 2006 yang secara umum membahas tentang penambahan kewenangan absolut peradilan agama. Pasca lahirnya Undang-undang Nomor : 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, terbesit harapan akan terwujudnya Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang mandiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Harapan itu semakin melejit pasca di keluarkannya Undang-undang Nomor : 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor : 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Hal ini karena dalam undang-undang ini dimaksud antara lain menegaskan kemandirian peradilan agama dalam pengelolaan administrasi yustisial dan administrasi non yustisial (administrasi finansial dll). Dalam dunia peradilan hal yang dikemukakan di atas disebut dengan istilah "Court of Law". Ciri-ciri dari "Court of Law" adalah Hukum Acara dan Minutasi
97
dilaksanakan dengan baik dan benar, tertib dalam melaksanakan administrasi perkara dan putusan dilaksanakan sendiri oleh pengadilan yang memutus perkara tersebut. Hal tersebut diperlukan agar Peradilan Agama di Indonesia mempunyai "kesamaan pola tindak dan pola pikir atau dalam istilah peradilan disebut dengan "legal frame work and unified opinion". Oleh karenanya, tertib administrasi yang merupakan bagian dari "Court of Law" adalah mutlak harus dilaksanakan oleh semua aparat peradilan agama dalam rangka mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tugas pokok pengadilan adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Yang melaksanakan tugas-tugas administrasi dalam rangka mencapai tugas pokok tersebut adalah Panitera, sebagaimana tersebut dalam pasal Undang-undang Nomor : 3 Tahun 2006. Secara umum, Panitera sebagai pelaksana administrasi pengadilan mempunyai 3 macam tugas, yaitu : Pelaksana Administrasi Perkara, Pendamping Hakim dalam persidangan dan Pelaksana Putusan/Penetapan Pengadilan serta tugas-tugas Kejurusitaan lainnya. 79
79
April
Hamidi, Tugas Kepanitraan Pengadilan, artikel diakses pada tanggal 17 2010
dari
http://www.pta-
palangkaraya.net/english/registry/Tugas%20Kepaniteraan%20Pengadilan.pdf
98
C. ANALISIS PENULIS Berdasarkan Undang Undang No 3 Tahun 2006 amandemen dari UU No 7 Tahun 1989 sesuai dengan pasal 44 yang berbunyi bahwa panitera pengadilan tidak merangkap sebagai sekretaris. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis pengadilan agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan, bukan kah berdasarkan dalam ketentuan UU No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundangundangan bahwa peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal di Undang-undang kan kecuali ditentukan lain didalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. 80 Dan memang apabila dilihat dari klausulnya penerapan undang-undang tersebut harus menunggu, diantaranya menunggu intruksi dari Mahkamah Agung dimana Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi di seluruh peradilan agama di Indonesia, sedangkan fungsi dari Mahkamah Agung yang salah satunya adalah dengan mengeluarkan surat /peraturan Mahkamah agung terkait dengan kelembagaan peradilan. Dapat dilihat dari penjelasan pasal tersebut adalah berlakunya peraturan perundangundangan yang tidak sama dengan tanggal pengundangan, di mungkinkan untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana peraturan perundang-undangan tersebut. Dalam amandemen undang-undang peradilan agama
80
Pasal 50
99
yaitu UU No 3 tahun 2006 , memang tidak ada persiapan dalam melaksanakan undang-undnag tersebut. Ini dapat dilihat dalam kurun waktu 4 (empat tahun ), badan peradilan agama diseluruh Indonesia belum mengaplilasikan pasal 44 dalam UU No 3 tahun 2006 tentang peradilan agama. Dimana bunyi pasal 44 tersebut adalah panitera pengadilan agama tidak merangkap sebagai sekretaris. Seharusnya pengadilan agama Jakarta Selatan mengetahui peraturan ini dan segara
menerapkannya,
kalaupun
memang
masih
memperkirakan
tentang
pertimbangan-pertimbangan yang disebutkan dalam hasil wawancara penulis dengan wakil ketua pengadilan yaitu mengenai tunjangan yang akan didapat oleh seorang sekretaris, sama hal nya seorang panitera yang mendapat tunjangan berdasarkan kelas kelas pengadilan. Tunajangan tersebut diatur dalam peraturan Presiden No 20 Tahun 2006 mengenai Tunjangan Panitera adalah sebagai berikut: 81 No
Panitera Mahkamah Agung
81
Panitera Pengadilan Agama kelas IA
Panitera Pengadilan Agama Kalas IB
Panitera Pengadilan Agama KELAS II A
Panitera Pengadilan Agama Kelas IIB
http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/perpres/2006/020-06.pdf artikel diakses
pada tanggal 17 Aprli 2010
100
1. PANITERA Rp.4.500.000 Rp.1.650.000 Rp.660.000,00 Rp.495.000 Rp.264.000 2. WAKIL Rp.3.500.000 Rp.660.000,0 Rp.495.000 PANITERA
Rp.264.000 Rp.231.000
3. PANITERA Rp.2.500.000 Rp.495.000 MUDA
Rp.264.000
Rp.220.000 Rp.212.000
4. PANITERA Rp.990.000 PENGGAN TI
Rp.231.000
Rp.197.000 Rp.183.000
Rp.264.000
Akan tetapi pada saat pembentukan peraturan perundangan-undanag khususnya amandemen UU No 7 Tahun 1989 ini pemerintah tidak memperhatikan ketentuan dalam UU No 10 tahun 2004 dalam materi muatan yang harus ada dalam Perundang-undangan meliputi salah satunya adalah keuangan Negara. 82 Sehingga tidak perlu membicarakan hal lebih lanjut mengenai tunjangan untuk sekretaris seperti yang sedang dibicarakan oleh Menteri Pemberdayan Aparatur Negara dan Rapat Koordinasi oleh para badan perdilan di Indonesia sebagai anggotanya hingga saat ini. Dampaknya peraturan perundangan-undangan tersebut tidak sepenuhnya terlakasanakan. Sesuai dengan asas peraturan perundangundangan bahwa peraturan perundang-undangan harus dapat dilaksankan. 83
82
Pasal 8 huruf a
83
Pasal 5 huruf d
101
Penyebab terjadinya pemisahan antara organ panitera dan sekretaris dapat juga dilihat dari sisi tugas dan wewenang dari keduanya, dimana panitera berwenang dalam administrasi perkara dan sekretaris berwenang dalam bidang administrasi umum, kalau saya analogikan panitera bekerja dilapangan yaitu pada saat acara persidangan lalu sekretaris bekerja di kantor nya saja yaitu dalam administrasi perkantoran di pengadilan agama. Akan tetapi apabila di lihat dari definisi kedua nya tidak terdapat perbedaan yang signifikan , secara umum kedua jabatan tersebut bertugas sebagai penulis atau catat mencatat. Sehingga pendapat saya kedua organ tersebut mempunyai kesamaan dari sisi definisi akan tetapi untuk menjalankan tugasnya masing-masing yang apabila dirinci memang berbeda sekali. Dalam Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama ini yang lebih diangkat dan lebih fenomenal adalah mengenai penambahan kewenangan absolut yang dimiliki oleh pengadilan agama yaitu mengenai masalah ekonomi syariah , hak opsi dalam perkara waris, mahkamah syraiah di NAD, serta istbat rukyat hilal. Sedangkan tentang perubahan pasal 44 kurang disosialisasikan. Sehingga kurangnya pengetahuan dan kritisi baik dari masyarakat maupun para pakar hukum untuk bisa mengkritisi keberadaan panitera dalam lingkungan peradilan agama Sedangkan dalam pembentukan peraturan perundang-udangan bahwa pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah di undangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara
102
Republik Indonesia. 84
Sehingga tujuan dari penyebarluasan itu sendiri sebagai
informasi dan penambahan pengetahuan dalam bidang hukum bagi masyarakat luas dan undang-undang tersebut dapat lebih efektif. BAB V
KESIMPULAN PENUTUP DAN SARAN
A. KESIMPULAN Pada akhir nya setelah pembahasan yang diuraikan penulis , kini penulis akan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian ini , kesimpulannya adalah sebagai berikut: 1. Merangkapnya panitera menjadi sekretaris merupakan suatu tanggung jawab yang sangat berat dipikul oleh panitera , dengan menjalankan pekerjaan double dan over loud serta dengan diberi tunjangan yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden No 20 Tahun 2004 sebagai pegawai negeri sipil yang sedemikian tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan, maka sudah betul dalam UU No 3 Tahun 2006 Amandemen dari UU No 7 Tahun 1989
84
Pasal 51
103
Tentang Peradilan Agama pasal 44
yang menyebutkan dipisahkannya
jabatan panitera dan sekretaris. 2. Alasan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan apa yang Tertulis dalam Undang-Undang tersebut dikarnakan pengadilan tersebut masih menunggu hasil Rapan Kerja Nasional mengenai inslunisasi dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) , yang akan mengatur mengenai tunjangan bagi sekretaris apabila jabatan PAN/SEK tersebut dipisah. Sehingga apabila sudah selesai Rapat Kerja Nasional tersebut akan dikeluarkannya Surat Keputusan. Dan kedepan kemungkinan bahwa pasal tersebut akan efektif dan bisa diterapkan. 3. Faktor yang mempertimbangkan belum diterapkannya pasal 44 tersebut dikarnakan pengadilan tidak ingin apabila surat keputusan tersebut belum dikeluarkan
sedangkan
pengadilan
agama
Jakarta
Selatan
sudah
menerapkannya lalu siapa yang akan memberi tunjangn untuk sekretaris , sedangkan seorang sekretaris sudah bekerja sesuai perintah tetapi tidak diberi tunjangan. 4. Pemisahan
kedua
jabatan
tersebut
bertujuan
untuk
lebih
bisa
mengoptimalkan kinerja badan peradilan dalam mencetak keadilan bagi masyarakat yang mencari keadilan dalam peradilan di Indonesia. Sehingga setiap jabatan memiliki tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan berjalan dengan lancar.
104
B. SARAN SARAN 1. Dari penulisan skripsi ini , penulis menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan tunjangan yang diberikan oleh para abdi Negara , yang dengan tunjangan yang sedemikan para abdi Negara tersebut dengan penuh rasa ikhlas dan bertanggung jawab mengemban amanat yang diberikan oleh Negara. 2. Hendaknya Rapat kerja Nasional tersebut agar cepat diselesaikan , dan tidak berlarut-larut , agar para petugas pengadilan yang bersangkutan khususnya panitera bisa mejalankan tugasnya lebih baik lagi apabila sudah dipisahkan. Supaya tercipta badan peradilan yang professional 3. Kepada Mahkamah Agung bisa lebih memperhatikan badan peradilan yang dinaunginya sesuai dengan fungsi dan hubungan Mahkamah Agung dengan peradilan agama. 4. Kepada Para Anggota Dewan Permusyawaratan Rakyat yang menyiapkan Perencanaan sampai mensahkan amandemen UU No 7 Tahun 1989 ini agar lebih meneliti sebelum diputuskan masalah yang ada dalam pasal 44 ini ,sehingga pada saat undang-undang ini berlaku tidak adanya permasalah yang timbul kemudian. 5. Kepada para ahli hukum agar lebih mengkritisi permasalahan yang ada dalam badan peradilan di Indonesia ini , sebagai acuan bagi peradilan di Indonesia agar bisa meningkatkan kualitasnya.
105
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjamahannya Ashshofah Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta: 1998 Asikin Zainal dan Amiruddin , Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2004 AL-Munawwir , Ahmad Warson , Kamus Al-Munawwir Inonesia-Arab , Pustaka Progressif , Surabaya : 2007 Ali Moh Daud , Kedudukan Hukum Peradilan Agama dalam UUD 1945, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta: 1989 Aliyah Samir , Nizham Ad-Daulah wa Al Qadha wa Al-‘Urfi fi Al-Islam, Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari , Al-Muassasal Al-Jami’iyah li Ad-Dirasat, Beirut : 1418H/1997M Anwar Moh , Dasar-Dasar Hukum Islam dalam menetapkan keputusan Di Peradilan Agama, Diponogoro, Bandung:1991. Assiddieqy M.T .Hasby , Sejarah Peradilan Islam , Bulan Bintang, Jakarta: 1970
106
Artho A. Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta:1996 Aripin Jaenal , Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, Kencana , Jakarta: Kencana, 2008 Arifin Busthanul , Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia : Akar , Sejarah , Hambatan dan Prospeknya , Gema Insani Press , Jakarta : 1996 ‘Alam Andi Syamsu , Implikasi Revisi Undnag-Undang Nomor 7 Ttahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Langkah Strategis Bagi Praktisi Hukum Pengadilan Agama, Al-Mawarid XVII , Jakarata: 2007 Bisri Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta:2003 Djalil A.Basiq , Peradilan Agama Di Indonesia ,Kencana , Jakarta: 2006 Dewii Gemala (ed), Hukum Acara Perdata Peradilan Agama, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta:2005 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka , Jakarta : 2005 Fauzan M, Pokok-Pokok Hukum Acara Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah di Indonesia, Kencana, Jakarta:2005 Harahap M Yahya, Kedudukan dan Acara Peradilan Agama (UU No 7 tahun 1989), Pustaka Kartini, Jakarta: 1993 Hadist-Hadist Nabi dan Para Sahabatnya http://www.ptapalangkaraya.net/english/registry/Tugas%20Kepaniteraan%20Pengadi lan.pdf http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/perpres/2006/020-06.pdf Hasani Ismail & A. Ghani Abdullah , Pengantar Ilmu Perundang-Undangan, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah , Jakarta : 2006 Idris bin Muhammad Imam Syafi’I Abu Abdullah, Mukhtasor Kitab AL-Umm fil ALFiqh, Darul Arqom bin Abil Arqom, Beirut Lebanon Idris bin Muhammad Imam Syafi’I Abu Abdullah, Hukum AL-Qur’an (Asy-Syafi’I dan Ijtihadnya), penerjemah Baihaqi Safi’uddin , PT.Bungkul Indah, Surabaya,
107
Isnur M , Peradilan Agama Dan Kewenangan Menangani Ekonomi Syariah (Studi Krisis Terhadap UU No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989),Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah ,Jakarta : 2007 Kansil Christine S.T dan C.S.T Kansil , Kamus Istilah Aneka Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta : 2000 Lev Daniel S , Peradilan Agama Islam Di Indonesia Suatu Studi Tentang Landasan Politik Lembaga-Lembaga Hukum, PT . Intermasa, Jakarta Lubis Sulaikin , Hukum Acara Peradilan Agama di Peradilan Agama di Indonesia, Kencana, Jakarta:2006 Latif M. Djamil , Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta: 1983, Laporan tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta Selatan Mamudji Sri & Soekanto Soerjono, Penelitian hukum Normatif suatau tinjauaan singkat Rajawli press, Jakarta: 1990 Manaf Abdul, Refleksi Beberapa Cara Beracara Di lingkungan Peradilan Agama, Mandar Maju, Bandung:2008 Manan Abdul , Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan : Suatu Kajian Dalam Sistem Peradilan Islam, Kencana, Jakarta : 2007 Muttaqien Dadang dkk (ed), Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, UII Pres , Yogyakarta : 1999 Muttaqien Dadang , Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Dalam Persfektif Sosiologi Hukum, artikel dari http://msiuii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=ekonomi&baca=artikel&id=259 Nasution Hotnida, Pengadilan Agama Di Indonesia ,Buku Daras Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah , Jakarta : 2007 Oeripkartawinata & Susanto Retnowulan, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek,,Alumni, Bandung: 1983 Prodjodikoro Wirjono , Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta Puspa Yan Pramadya, Kamus Hukum Edisi Lengkap bahasa Belanda, Indonesia, Inggris., Aneka Ilmu Semarang , Semarang : 1977
108
R. Prof., S.H., Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta,Bandung Rosyid A. Roihan, Hukum Acara Peradilan Agama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:2006 Roihan, Upaya Hukum Terhadap Putusan Peradilan Agama, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta:1989 Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:2003 Sy., Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, Pranada Media, Jakarta: 2005 Soeprapto Maria Farida Indri , Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar Dan Pembentukannya, Kanisius , Yogyakarta : 1998 Staatblad 1882 No 152 Syaifuddin dan Rasyid Chatib, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek pada Peradilan Agama, UII Press, Yogyakarta: 2009 Syarif Amiroeddin , Perundang-Undangan Dasar , Jenis dan teknik membuatnya, PT Bina Askara ,Jakarta : 1987 Syafi’I Adun Abdullah , Peran Panitera Dalam Peradilan Agama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Undang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Udamg–Undang No 10 Tahun 2004 Tentang Peraturan Pembentukan Perundangundangan Waluyo Bambang , Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Garfika, Jakarta: 2002
109
Wawancara pribadi dengan wakil Yasardin
Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Bapak
www.pa-jaksel.net Yanti Illy , Hukum Islam Pasca Lahirnya Undang-Undang No 3 Tahun 2006,artikel http://www.jurnalalrisalah.com/index.php?option=com_content&view=article &id=73:hukum-islam-di-indonesia-pasca-lahirnya-undang-undang-no-3tahun-2006&catid=38:al-risalah-volume-7-nomor-2-desember2007&Itemid=5 Yunus Mahmud , Kamus Arab Indonesia, PT Hidakarya Agung , Jakarta :1989 Zuhriah Erfaniah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah Dan Pasang Surut, UIN-Malang Press, Malang : 2008 Zuhaili Wabah, AL-Fiqhul Islamy WaAdillatuhu, Daarul Fikr,Damaskus :2008
LAMPIRAN PERTAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negarg Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk rnewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan masyarakat yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan; b. bahwa Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; c. bahwa Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah tidak sesuai. lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk UndangUndang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
Mengingat :
1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Negara Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik IndonesiTahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400); 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4338); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Bersama
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA.
Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) diubah sebagai berikut:
1.
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2 Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 2. Di antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan pasal baru yakni Pasal 3A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 3A Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang. 3. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1)
Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. (2) Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. 4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 5 (1)
Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. 5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11 (1)
Hakim pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman. (2) Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan tugas hakim ditetapkan dalam Undang-Undang ini. 6. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12 (1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung. (2)
Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
7. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13 (1) Untuk dapat diangkat sebagai calon hakim pengadilan agama, seseorarzg harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. e.
f. g.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; sarjana syariah dan/atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; sehat jasmani dan rohani;
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan h. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia. (2) Untuk dapat diangkat menjadi hakim harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun. (3) Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama harus berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan agama.
8. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 (1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama, seorang hakim harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h; b. berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun; c. pengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua, pengadilan agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan agama; dan d. lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2) Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3 (tiga) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama. (3) Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 2 (dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama. 9. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 (1)
Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. (2) Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung. 10. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 16 (1)
Sebelum memangku jabatannya, ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam. (2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut : "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa". (3) Wakil ketua dan hakim pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan agama. (4) Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama Berta ketua pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan tinggi agama. (5) Ketua pengadilar} tinggi agama mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung. 11. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 17 (1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, hakim tidak boleh merangkap menjadi: a. b.
c.
pelaksana putusan pengadilan; wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya; atau pengusaha.
(2)Hakim tidak boleh merangkap menjadi advokat. (3)
Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
12. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 18 (1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: a.
permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c.
d.
telah berumur 62 (enam puluh due.) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan agama, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; atau ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden. 13. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 19 (1) Ketua, wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan: a.
dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b.
melakukan perbuatan tercela;
c.
d.
terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya; melanggar sumpah jabatan; atau
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. (2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf e, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim. (3) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim, serta tata cara pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh Ketua Mahkamah Agung.
14. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
Seorang hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri. 15. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 21 (1)
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung. (2) Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). (3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan. 16. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 25 Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam hal: a. b.
tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati; atau
c.
disangka telah melakukan kejahatan terhadap kemanan negara.
17. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut Pasal 27 Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.
berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera pengadilan tinggi agama; dan
g. sehat jasmani dan rohani. 18. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 28 Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g; b. berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; c. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengadilan agama. 19. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 29 Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda atau 4 (empat) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama. 20. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 30 Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g; b. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; dan c. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera pengadilan agama, atau menjabat sebagai panitera pengadilan agama.
21. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31 Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan agama, seorang calon hares memenuhi syarat sebagai berikut : a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan b. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama. 22. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan tinggi agama, seorang calon hares memenuhi syarat sebagai berikut: a.
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan b. berpangalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan tinggi agama, 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda, 5 (lima) tahun sebagai panitera penggar}ti pengadilan agama, atau menjabat sebagai wakil panitera pengadilan agama. 23. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 33
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan b.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.
24. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 34 Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, dan huruf g; dan b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama atau 8 (delapan) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan tinggi agama.
25. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 35 (1)
Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang undang, panitera tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya is bertindak sebagai Panitera. (2) Panitera tidak boleh merangkap menjadi advokat. (3) Jabatan yang tidak boleh deangkap oleh panitera selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung. 26. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 36 Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Mahkamah Agung
27. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 37 (1)
Sebelum memangku jabatannya, panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan. (2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan atau can apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjilcan barang sesuatu kepada siapapun juga." "Saya bersumpah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. "Saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan seria mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan segala undang-undang serta peraturan perundang undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia". "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang panitera, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti, yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hulcum dan keadilan."
28. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut Pasal 39 (1) Untuk dapat diangkat menjadi jurusita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. berijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat; f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai jurusita pengganti; dan g.
sehat jasmani dan rohani.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi jurusita pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g, dan;
b.
berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.
28. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 40 (1)
Jurusita pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan yang bersangkutan. (2) Jurusita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan. 30. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 41 (1)
Sebelum memangku jabatannya, jurusita atau jurusita pengganti wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan. (2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga". "Saya bersumpah, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan segala undangundang serta peraturan perundang undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia". "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik baiknya dan seadiladilnya seperti layaknya bagi seorang jurusita atau jurusita pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan". 31. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 42 (1)
Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang undang, jurusita tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya is sendiri berkepentingan. (2) Jurusita tidak boleh merangkap advokat. (3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh jurusita selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung. 32. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 44 Panitera pengadilan tidak merangkap sekretaris pengadilan. 33. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 45 Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama, dan pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b.
beragama Islam;
c.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. berijazah paling rendah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; f.
berpengalaman di bidang administrasi peradilan; dan
g. sehat jasmani dan rohani. 34. Ketentuan Pasal 46 dihapus. 35. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 47 Sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung. 36. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 48 (1) Sebelum memangku jabatannya, sekretaris, dan wakil sekretaris mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan. (2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk diangkat menjadi sekretaris/wakil sekretaris akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah. "Saya bersumpah bahwa saya, akan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab". "Saya bersumpah bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, martabat sekretaris/wakil sekretaris serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan". "Saya bersumpah bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau perintah harus saya rahasiakan". "Saya bersumpah bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara". 37. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49 Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari'ah.
38. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50 (1)
Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. (2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
39. Di antara Pasal 52 dan Pasal 53 disisipkan satu pasal bait yakni Pasal 52A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 52A Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah. 40. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:\ Pasal 90
(1) Biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, meliputi: a. biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara tersebut; b. biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut; c. biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam perkara tersebut; dan d. biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut. (2) Besarnya biaya perkara diatur oleh Mahkamah Agung. 41. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105 (1)
Sekretaris pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi umum pengadilan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja sekretariat diatur oleh Mahkamah Agung. 42. Di antara Pasal 106 dan BAB VII disisipkan satu pasal barn yakni Pasal 106A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 106A Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku peraturan perundang-undangan pelaksana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO YUDHOYONO
BAMBANG
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2006
MENTERI HUKUM ASASI MANUSIA
DAN
HAK
REPUBLIK INDONESIA, ttd HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 22
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam Pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilari yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orangorang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah. Dengan penegasan kewenangan Peradilan Agama tersebut dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum kepada pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara tertentu tersebut, termasuk pelanggaran atas Undang-Undang tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya serta memperkuat landasan hukum Mahkamah Syar'iyah dalam melaksanakan kewenangannya di bidang jinayah berdasarkan ganun. Dalam Undang-Undang ini kewenangan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama diperluas, hal ini sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Perluasan tersebut antara lain meliputi ekonomi syari'ah. Dalam kaitannya dengan perubahan Undang-Undang ini pula, kalimat yang terdapat dalam penjelasan umum UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan: "Para Pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan", dinyatakan dihapus. Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum, telah dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana terakhir telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Demikian pula halnya telah dilakukan perubahan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan menegaskan adanya pengadilan khusus yang dibentuk dalam lingkungan peradilan dengan undang-undang. Oleh karena itu, pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama perlu diatur Undang-Undang ini.
Kehakiman salah satu keberadaan pula dalam
Penggantian dan perubahan kedua Undang-Undang tersebut secara tegas telah mengatur pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dari semua lingkungan peradilan ke Mahkamah Agung. Dengan demikian, organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang sebelumnya masih berada di bawah Departemen Agama berdasarkan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama perlu disesuaikan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pengalihan ke Mahkamah Agung telah dilakukan. Untuk memenuhi ketentuan dimaksud perlu pula diadakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan "rakyat pencari keadilan" adalah setiap orang balk warga negara Indonesia maupun orang acing yang mencari keadilan pada pengadilan di Indonesia. Angka 2 Pasal 3 A Pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama adalah pengadilan syari'ah Islam yang diatur dengan Undang-Undang. Mahkamah Syar'iyah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang oleh UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 15 ayat (2) disebutkan bahwa: "Peradilan Syari'ah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang
kewenangan-nya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan Peradilan Umum". Angka 3 Pasal 4 Ayat (1) Pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan agama berada di ibukota kabupaten dan kota, yang daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pengecualian. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 4 Pasal 5 Cukup jelas. Angka 5 Pasal 11 Cukup jelas. Angka 6 Pasal 12 Cukup jelas. Angka 7 Pasal 13 Cukup jelas.
Angka 8 Pasal 14 Cukup jelas Angka 9 Pasal 15
Cukup jelas. Angka 10 Pasal 16 Cukup jelas. Angka 11 Pasal 17 Cukup jelas. Angka 12 Pasal 18 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani terus-menerus" adalah sakit yang menyebabkan yang bersangkutan ternyata tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "tidak cakap" adalah misalnya yang bersangkutan banyak melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya. Ayat (2) Cukup jelas.
Angka 13 Pasal 19 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "tindak pidana kejahatan" adalah tindak pidana yang ancaman pidananya paling singkat 1 (satu) tahun. Huruf b Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" adalah apabila hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan martabat hakim. Huruf c Yang dimaksud dengan "tugas pekerjaannya" adalah semua tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Dalam hal pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan dipidana karena melakukan tindakan pidana kejahatan, yang bersangkutan tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Ayat (3)
Cukup jelas. Angka 14 Pasal 20 Cukup jelas. Angka 15 Pasal 21 Cukup jelas. Angka 16 Pasal 25 Cukup jelas. Angka 17 Pasal 27 Cukup jelas. Angka 18 Pasal 28 Cukup jelas. Angka 19 Pasal 29 Cukup jelas. Angka 20 Pasal 30 Cukup jelas. Angka 21 Pasal 31 Cukup jelas. Angka 22
Pasal 32 Cukup jelas. Angka 23 Pasal 33 Cukup jelas. Angka 24 Pasal 34 Cukup jelas. Angka 25 Pasal 35 Ketentuan ini berlaku juga bagi wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti. Angka 26 Pasal 36 Cukup jelas. Angka 27 Pasal 37 Cukup jelas. Angka 28 Pasal 39 Cukup jelas. Angka 29 Pasal 40 Cukup jelas. Angka 30 Pasal 41 Cukup jelas. Angka 31 Pasal 42 Cukup jelas. Angka 32 Pasal 44 Cukup jelas.
Angka 33 Pasal 45 Cukup jelas. Angka 34 Pasal 46 Cukup jelas. Angka 35 Pasal 47 Cukup jelas. Angka 36 Pasal 48 Cukup jelas. Angka 37 Pasal 49 Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari'ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari'ah lainnya. Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam" adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan din dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini. Huruf a Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain: 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7.
izin beristri lebih dari seorang; Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; dispensasi kawin; pencegahan perkawinan; penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; pembatalan perkawinan; gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8. perceraian karena talak; 9. gugatan perceraian; 10. penyelesaian harta bersama; 11. penguasaan anak-anak; 12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya; 13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; 14. putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. pencabutan kekuasaan wali; 17. penunjukan orang lain sebagai wall oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wall dicabut; 18. penunjukan seorang wall dalam hal seorang anak yang belum cult-up umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya; 19. pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 20. penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; 21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; 22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. Huruf b Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalap tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris. Huruf c Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia. Huruf d
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pembegan suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki. Huruf e Yang dimaksud dengan "wakaf' adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah. Huruf f Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Huruf g Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala. Huruf h Yang dimaksud dengan "shadagah" adalah perbuatar; seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata. Huruf i Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi: a. bank syari'ah; b. lembaga keuangan mikro syari'ah. c. asuransi syari'ah; d. reasuransi syari'ah; e. reksa dana syari'ah; f. obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah; g. sekuritas syari'ah; h. pembiayaan syari'ah; i. pegadaian syari'ah;
j. k.
dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan bisnis syari'ah.
Angka 38 Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini memberi wewenang kepada pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa antara orang orang yang beragama Islam. Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di pengadilan agama. Sebaliknya apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di pengadilan agama, sengketa di pengadilan agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jika pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti ke pengadilan agama bahwa telah didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan sengketa di pengadilan agama. Dalam hat objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait dengan objek sengketa yang diajukan keberatannya, pengadilan agama tidak perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud. Angka 39 Pasal 52A Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal.
Pengadilan agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Angka 40 Pasal 90 Cukup jelas. Angka 41 Pasal 105 Cukup jelas. Angka 42 Pasal 106A Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4611
Hasill wawancara
Nama: Drs. Yasardin S.H.,M.H. Jabatan: wakil ketua pengadilan agama Jakarta selatan Tempat : ruang wakil ketua pengadilan agama Jakarta Selatan Waktu : pukul 14.00-15.10 WIB , tanggal 14 April 2010
1. Bagaimanakh struktur organisasi peradilan agama Jakarta-Selatan?apakah sudah memenuhi peraturan perundangan-undangan? memang struktur organisasi peradilan agama Jakarta Selatan ini belum memenuhi peraturan perundang-undangan, khususnya sesuai dengan UU No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama. 2. Bagaimanakan peran panitera itu sendiri dalam susunan organisasi peradilan agama? Peran panitera sendiri seperti top leader , yang mana panitera memegang kekuasaan dalam bidang kepaniteraan itu sendiri serta dalam administrasi umumnya karna masih dirangkap 3. Dengan diamandemennya UU peradilan agama ke 2,bagaimanakah peran panitera/sekretaris peradilan agama?apakah peradilan agama masih menerapkan susunan yang menetapakan bahwa panitera peradilan agama merangkap sebagai sekretaris? Ya memang pengadilan agama masih menggunakan struktur yang lama , dan peran panitera itu sendiri pun masih merangkap sebagai sekretaris pengadilan .
4. Mengapa peradilan agama khususnya peradilan agama wilayah Jakarta-Selatan belum mengaplikasikan UU peradilan agama ke 2 (UU No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama) yang dalam pasal 44 berbunyi bahwa panitera peradilan agama tidak merangkap sebagai sekretaris? Bagaimana pendapat bapak sendiri? alasan mengapa masih merangkapnya jabatan tersebut, ada beberapa persoalan, yaitu: a. permasalah mengenai inslunisasi yang belum selesai dibicarakan oleh anggota rapat kerja nasional yang mana semua badan peradilan merupakan anggotanya berserta
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
(MENPAN),sehingga
pengadilan agama Jakarta Selatan khususnya belum mengaplikasikannya dengan artinya masih menggunakan surat keputusan yang lama. b. Apabila tiba-tiba saja dipisah jabatan tersebut, kita (pengadilan agama ) harus memperhatikan bagaimana tunjangan nya bagi sekretaris itu sendiri mana lagi sudah bekerja tetapi tidak mendapatkan tunjangan. c. Permasalah inslunisasi tersebut semua badan peradilan pasti sangat membutuhkan karana faktor tadi agar adanya tunjangan bagi para sekretaris dan pengadilan yang ada di Indonesia beserta kelas kelasnya masing –masing. d. Sedangkan pengadilan agama Jakarta Selatan khusunya sudah menyiapkan kader kader yang akan menepati jabatan sebagai sekretaris, sehingga apabila surat keputusannya sudah keluar pengadilan agama Jakarta Selatan telah siap untuk adanya jabatan sekretaris baru. e. Pengadilan agama berkenaan dengan hubungannya dengan mahakamah agung yang berfungsi sebagai pengatur bagi peradilan di Indonesia ,sudah selesai agar
mendesak untuk mengeluarkan instruksi yang berupa peraturan mahkamah agung. Yang menjadi inti permasalahnya adalaha hanya hasil dari inslunisasinya saja. 5. Apakah dengan dirangkapnya panitera dan sekretaris menjadi satu jabatan atau dengan kata lain dijabat oleh satu orang pejabat bisa mengoptimalkan tugas-tugas mereka? Memang agak over loud tugas seorang panitera yang status nya masih merangkap sebagai sekretatis, karna ia tidak hanya mengurusi bidang administrasi perkara tapi harus mengurus dan memantau bidang administrasi umum , walaupun dalam pelaksanaannya ada pendelegasian kepada wakil panitera dan wakil sekretaris akan tetapi seorang panitera juga harus dengan tanggung jawabnya mengerjakan tugas tugas tertentu ,contohnya seperti tanda tangan akta (bidang perkara) , kuasa anggaran (bidang administrasi umum). 6. Apakah dalam hal pelaksanaan dilapangan seorang panitera sering menemukan kendala? Apa saja?dan bagaimana solusi mengatasi hal tersebut? Kendala pasti ada , dengan banyaknya tugas yang over loud dan beban kerja yang sangat kuat akan tetapi pengetahuan yang dimiliki seorang panitera cukup. 7. Apakah ada tugas lain selain yang sudah diatur dalam peraturan perundangundangan bagi panitera dan sekretaris? Ada berdasarkan surat keputusan ketua pengadulan agama, ada beberapa . 8. Sekarang amandemen UU No 3 Tahun 2006 sudah diamandemen lagi menjadi UU yang baru yaitu UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama, bahkan pasal 44 telah dihapus? Bagaimana pendapat bapak?
Panitera dan sekretaris tetap akan dipisah nanti nya apabila rakernas tersebut sudah selesai , dan dari mahkamah agung sendiri juga mengatakan seperti itu , walaupun dalam UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama yang baru itu dihapuskan kemungkinan akan efektif kemebali pasal tersebut. 9. Undang undang No 3 Tahun 2006 secara garis besar hanya menyinggung atau hanya mengangkat tentang kewenanagan absolut pengadilan agama itu sendiri tidak ke perubahan yang lain misalnya pasal 44 ? bagaimana menurut bapak? Menurut saya memang perubahan yang lebih menggema adalah tentang kewenanagn absolut nya saja tapi tidak hanya kewenanagan absolut dari ekonomi syariah saja ada mengenai hak opsi tentang waris , itsbat rukyat hilal, dan mahkamah syariah
di NAD yang berada dalam
pasal 49 samapai 50 itu.
Perubahan selain itu misalnya pasal 44 kurang disosialisasikan. 10. Apakah bapak sudah mengira akan ada nya amandemena UU tentang peradilan agama yang baru? Bagaiamana menurut bapak mengapa amandemen UU yang baru ini sedangkan jarak untuk diamandeman ahanaya sekitar 4 tahun? Apa tidak terlalu singkat untuk diamandemen? Saya kira memang suatu saat akan diamandemen lagi, sekarang saja sedang dibicarakan mengenai hukum acara materil peradilan agama di DPR , mungkin saja apabila tidak tertampung akan dimasukkan kedalam rancanagan tersebut. 11. Menurut bapak dari ketiga UU peradilan agama mana yang lebih berperan dalam pembentukan pengadilan agama itu sendiri?
Saya rasa yang paling berperan adalah UU No 3 Tahun 2006 , dimana dalam UU tersebut telah mengembalikan kewenangan pengadilan agama yang dulu dipreteli oleh belanda selama 1 abad, kewenangaan seperti perceraian bagi subyek hukum orang islam di pengadilan agama dan waris yang subyek hukumnya orang islam 12. Kapan kira kira inslunisasi itu keluar? Belum mengetahuinya sampai saat ini karna masih dalam pembahasan kalau sudah selesai pasti Mahkamah Agung akan mengeluarkan SK.
Hasill wawancara
Nama: Drs. Yasardin S.H.,M.H. Jabatan: wakil ketua pengadilan agama Jakarta selatan Tempat : ruang wakil ketua pengadilan agama Jakarta Selatan Waktu : pukul 14.00-15.10 WIB , tanggal 14 April 2010
1. Bagaimanakh struktur organisasi peradilan agama Jakarta-Selatan?apakah sudah memenuhi peraturan perundangan-undangan? memang struktur organisasi peradilan agama Jakarta Selatan ini belum memenuhi peraturan perundang-undangan, khususnya sesuai dengan UU No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama. 2. Bagaimanakan peran panitera itu sendiri dalam susunan organisasi peradilan agama? Peran panitera sendiri seperti top leader , yang mana panitera memegang kekuasaan dalam bidang kepaniteraan itu sendiri serta dalam administrasi umumnya karna masih dirangkap 3. Dengan diamandemennya UU peradilan agama ke 2,bagaimanakah peran panitera/sekretaris peradilan agama?apakah peradilan agama masih menerapkan susunan yang menetapakan bahwa panitera peradilan agama merangkap sebagai sekretaris? Ya memang pengadilan agama masih menggunakan struktur yang lama , dan peran panitera itu sendiri pun masih merangkap sebagai sekretaris pengadilan .
4. Mengapa peradilan agama khususnya peradilan agama wilayah Jakarta-Selatan belum mengaplikasikan UU peradilan agama ke 2 (UU No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama) yang dalam pasal 44 berbunyi bahwa panitera peradilan agama tidak merangkap sebagai sekretaris? Bagaimana pendapat bapak sendiri? alasan mengapa masih merangkapnya jabatan tersebut, ada beberapa persoalan, yaitu: a. permasalah mengenai inslunisasi yang belum selesai dibicarakan oleh anggota rapat kerja nasional yang mana semua badan peradilan merupakan anggotanya berserta
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
(MENPAN),sehingga
pengadilan agama Jakarta Selatan khususnya belum mengaplikasikannya dengan artinya masih menggunakan surat keputusan yang lama. b. Apabila tiba-tiba saja dipisah jabatan tersebut, kita (pengadilan agama ) harus memperhatikan bagaimana tunjangan nya bagi sekretaris itu sendiri mana lagi sudah bekerja tetapi tidak mendapatkan tunjangan. c. Permasalah inslunisasi tersebut semua badan peradilan pasti sangat membutuhkan karana faktor tadi agar adanya tunjangan bagi para sekretaris dan pengadilan yang ada di Indonesia beserta kelas kelasnya masing –masing. d. Sedangkan pengadilan agama Jakarta Selatan khusunya sudah menyiapkan kader kader yang akan menepati jabatan sebagai sekretaris, sehingga apabila surat keputusannya sudah keluar pengadilan agama Jakarta Selatan telah siap untuk adanya jabatan sekretaris baru. e. Pengadilan agama berkenaan dengan hubungannya dengan mahakamah agung yang berfungsi sebagai pengatur bagi peradilan di Indonesia ,sudah selesai agar
mendesak untuk mengeluarkan instruksi yang berupa peraturan mahkamah agung. Yang menjadi inti permasalahnya adalaha hanya hasil dari inslunisasinya saja. 5. Apakah dengan dirangkapnya panitera dan sekretaris menjadi satu jabatan atau dengan kata lain dijabat oleh satu orang pejabat bisa mengoptimalkan tugas-tugas mereka? Memang agak over loud tugas seorang panitera yang status nya masih merangkap sebagai sekretatis, karna ia tidak hanya mengurusi bidang administrasi perkara tapi harus mengurus dan memantau bidang administrasi umum , walaupun dalam pelaksanaannya ada pendelegasian kepada wakil panitera dan wakil sekretaris akan tetapi seorang panitera juga harus dengan tanggung jawabnya mengerjakan tugas tugas tertentu ,contohnya seperti tanda tangan akta (bidang perkara) , kuasa anggaran (bidang administrasi umum). 6. Apakah dalam hal pelaksanaan dilapangan seorang panitera sering menemukan kendala? Apa saja?dan bagaimana solusi mengatasi hal tersebut? Kendala pasti ada , dengan banyaknya tugas yang over loud dan beban kerja yang sangat kuat akan tetapi pengetahuan yang dimiliki seorang panitera cukup. 7. Apakah ada tugas lain selain yang sudah diatur dalam peraturan perundangundangan bagi panitera dan sekretaris? Ada berdasarkan surat keputusan ketua pengadulan agama, ada beberapa . 8. Sekarang amandemen UU No 3 Tahun 2006 sudah diamandemen lagi menjadi UU yang baru yaitu UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama, bahkan pasal 44 telah dihapus? Bagaimana pendapat bapak?
Panitera dan sekretaris tetap akan dipisah nanti nya apabila rakernas tersebut sudah selesai , dan dari mahkamah agung sendiri juga mengatakan seperti itu , walaupun dalam UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama yang baru itu dihapuskan kemungkinan akan efektif kemebali pasal tersebut. 9. Undang undang No 3 Tahun 2006 secara garis besar hanya menyinggung atau hanya mengangkat tentang kewenanagan absolut pengadilan agama itu sendiri tidak ke perubahan yang lain misalnya pasal 44 ? bagaimana menurut bapak? Menurut saya memang perubahan yang lebih menggema adalah tentang kewenanagn absolut nya saja tapi tidak hanya kewenanagan absolut dari ekonomi syariah saja ada mengenai hak opsi tentang waris , itsbat rukyat hilal, dan mahkamah syariah
di NAD yang berada dalam
pasal 49 samapai 50 itu.
Perubahan selain itu misalnya pasal 44 kurang disosialisasikan. 10. Apakah bapak sudah mengira akan ada nya amandemena UU tentang peradilan agama yang baru? Bagaiamana menurut bapak mengapa amandemen UU yang baru ini sedangkan jarak untuk diamandeman ahanaya sekitar 4 tahun? Apa tidak terlalu singkat untuk diamandemen? Saya kira memang suatu saat akan diamandemen lagi, sekarang saja sedang dibicarakan mengenai hukum acara materil peradilan agama di DPR , mungkin saja apabila tidak tertampung akan dimasukkan kedalam rancanagan tersebut. 11. Menurut bapak dari ketiga UU peradilan agama mana yang lebih berperan dalam pembentukan pengadilan agama itu sendiri?
Saya rasa yang paling berperan adalah UU No 3 Tahun 2006 , dimana dalam UU tersebut telah mengembalikan kewenangan pengadilan agama yang dulu dipreteli oleh belanda selama 1 abad, kewenangaan seperti perceraian bagi subyek hukum orang islam di pengadilan agama dan waris yang subyek hukumnya orang islam 12. Kapan kira kira inslunisasi itu keluar? Belum mengetahuinya sampai saat ini karna masih dalam pembahasan kalau sudah selesai pasti Mahkamah Agung akan mengeluarkan SK.
STAF
STAF
Dra. Murniati Siti Saudah, SH. Nurhayati, SH. Rahmi, SH. Nurlela, SH. Abdullah, SH. MH. Umar Ismail, SH. Ikrimawatiningsih, S.Ag.
Rr. Siti Kholifah, SH. Mahrum, SH Fathony, SH. Eva Zulhaefah, SH. Rita Syuriah, SH. Maryam S.Ag., MH. Nihayatul I, SHI., MH. Ratu Ayu Rahmi, SHI.
Irna Kurnia, SH. Aji Djuanda Rachmad Sujiati
STAF
Drs. Mohammad Taufik
STAF
Ahmad Irfan, SH.
KASUBBAG. KEUANGAN
M. Yasin, SH. Ending Bachtiar, SH. Wardono Ombang Hasyim Ashari, S.Ag.
JURUSITA
. Zamrud Najib, SE. Ahmad Furqoni, gdalena Hutagaol Marhamah Mely Yonda
JURUSITA PENGGANTI
1. 2. 3. 4.
HAKIM
C1
. Fahat, SH. Nurhasana Harisman SHI
STAF
Teguh Magzan, SH.
KASUBBAG. UMUM
Drs. Nurhafizal, SH., MH. Dra. Hj. Fachanah, M. M.Hum. Drs. Sohel, SH. Dra. Hj. Ida Nursaadah, SH., MH. Drs. Saefuddin T, MH. Drs. Abdurrahim, MH. Drs. Chotman Jauhari, MH. Hj. Shafwah, SH., MH Drs. Kamaluddin, MH.
Nuraini, SH. Nining Widiawati Kunthi S A Md
Hafas Sudiono waluyo, SH. rio Rinanto isno Widjaya, SE.
Sumiyati . Siti Nurhayati, SH.
STAF
Yuni Winarti, SHI.
KASUBBAG.
Dwiarti Yuliani, Sh.
Hj. Ghizar Fau’ah SH.
PANMUD. HUKUM
WAKIL SEKRETARIS
Dra. Aminah
PANITERA / SEKRETARIS
WAKIL SEKRETARIS
PANITERA PENGGANTI
Fa’ilatun M. Sahid
Moh. Hambali, SH.
Drs. Ida Fitriyani
Nurdiansyah, SE. Nur Cholia Ustiana Putri M Ad
PANMUD. GUGATAN
PANMUD.
Dra. Hj. Noor Jannah Aziz, MH. Drs. Hj. Ai Zainab, SH. H. Muh. Kailani, SH., MH Dra. Muhayah, SH. Tamah, SH. Dra. Hj. Tuti Ulwiyah, MH Drs. Agus Yunih, SH., M.Hi. Drs. Muslim, SH., M.Si. Drs. Harum Rendeng, SH.
HAKIM
Drs. Yasardin, SH., MH.
WAKIL KETUA
68