IMAS MUTIAWATI (1401026037)
PERKEMBANGAN HADITS PERIODE KEEMPAT (MASA DINASTI ABBASIYAH DAN DINASTI AMAWIYAH : MASA PEMBUKUAN HADIST) A. Instruksi Umar Bin Abdul Aziz tentang Pembukuan Hadits Sejak sebelum masa pemerintahannya, daerah Islam telah meluas sampai ke daerahdaerah di luar jazirah Arab. Ini membawa akibat, para sahabat menjadi terpencar ke daerahdaerah Islam untuk mengembangkan Islam dan membimbing masyarakat setempat. Di samping itu, para sahabat, karena faktor usia dan akibat terjadinya peperangan-peperangan, banyak yang telah meninggal dunia. Ini berarti, pada awal pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, jumlah sahabat yang masih hidup semakin sedikit. Padahal, Hadits Rasul masih belum dibukukan secara resmi. Yang lebih parah lagi, yang sedang dihadapi oleh Khalifah adalah telah makin berkembangnya Hadits-hadits palsu yang sudah tentu dengan sendirinya akan sangat mengancam kelestarian ajaran Islam yang benar. Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat, bahwa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin tidak membukukan Hadits Rasul, di antara sebabnya yang terpenting adalah karena dikhawatirkan akan terjadi bercampuraduknya AlQur’an dengan yang bukan Al-Qur’an, sedang pada saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintah, Al-Qur’an telah selesai dikodifisir secara resmi dan lestari.1 Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pada penghujung tahun 100 Hijriyah, Khalifah Umar bin Abdul Aziznmenulis surat instruksi kepada para Gubernurnya dan juga kepada para Ulama untuk membukukan Hadits. Dengan demikian, maka latar belakang dan motif Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan instruksi untuk menulis Hadits itu ialah:2 1. Al-Qur’an telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan lagi akan bercampur dengan Hadits 2. Telah makin banyak para perawi yang meninggal dunia. Bila dibiarkan terus, maka Hadits akan terancam punah. Oleh karena itu perlu segera dibukukan 3. Daerah Islam makin meluas. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi oleh umat Islam bertambah banyak dan kompleks. Ini berarti diperlukan petunjuk-petunjuk dari Haditshadits Rasul di samping petunjuk dari Al-Qur’an 1 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Penerbit Angkasa Bandung 1991), hlm 101 2 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Penerbit Angkasa Bandung 1991), hlm 102
4. Munculnya pemalsuan-pemalsuan Hadits
1. Pelopor Kodifikator Hadits Di antara Gubernur yang menerima instruksi dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk membukukan Hadits adalah Gubernur Madinah yang bernama Abu Bakar Muhammad Ibnu Amr Hazm atau Muhammad Ibnu Hazm. Selain sebagai seorang Gubernur, ia juga seorang Ulama. Instruksi Khalifah itu berisi, supaya Gubernur segera membukukan Hadits-hadits yang dihafal oleh penghafal-penghafal Hadits di Madinah antara lain: 1. Amrah Binti Abdir Rahman Ibnu Saad Ibnu Zurarah Ibnu Ades 2. Al-Qasim Ibnu Muhammad Ibnu Abu Bakar As-Shidiq Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga megirim surat kepada Gubernur lain agar mengusahakan pembukuan Hadits. Khalifah juga secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhry. Kemudian, Ibnu Syihab Az-Zuhry mulai melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga menjadi salah satu ulama yang pertama kali membukukan Hadits.3 Selanjutnya, setelah masa Muhammad Ibnu Hazm dan Ibnu Syihab Az-Zuhry berlalu, maka muncullah pembukuan berikutnya atau masa pembukuan yang kedua. Atas anjuran khalifah Abbasiyah, di antaranya oleh Khalifah Abu Abbas As-Saffah. Ulama-ulama yang terkenal telah membukukan Hadits Nabi pada masa kedua ini antara lain:4 1. Di Makkah
: Ibnu Juraij (80-150 H/669-767 M)
2. Di Madinah
: 1. Ibnu Ishaq (wafat 151 H/768M) 2. Malik bin Anas (93 H–179 H/703-798M)
3. Di Bashrah
: 1. Ar-Rabi’ Ibnu Shabih (wafat 160 H) 2. Said Ibnu Abi Arubah (wafat 156 H) 3. Hammad Ibnu Salamah (wafat 176 H)
4. Di Kuffah
: Sufyan Ats-Tsaury
5. Di Syam
: Al-Auza’iy (wafat 156 H)
6. Di Yaman
: Ma’mar Al-Azdy (95-153H/735-770 M)
3 Agus solahudin, Ulumul Hadis, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia Bandung, 2009), hlm 62 4 Zuhdi Rifai, Mengenal Ilmu Hadis,(Jakarta: Penerbit Alghuraba, 2009), hlm 48
2.
Kitab- kitab Hadits Pada Periode IV (Abad II Hijriyah) Di antara kitab-kitab Hadits yang disusun pada abad II periode IV ini yang sangat terkenal antara lain:5 1. Al-Muwattha’ 2. Musnad As-Syafi’i 3. Mukhtaliful Hadits 4. As-Siratun Nabawiyah
B. Ciri-ciri Sistem Pembukuan Hadits Pada Periode Keempat (Abad II Hijriyah)6 1. Hadits yang disusun dalam dewan-dewan Hadits, mencakup Hadits-haditsd Rasul, fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in. Dengan demikian, kitab Hadits dalam periode ini ini belum diklassifisir antara Hadits-hadits Marfu’, Mauquf dan Maqthu’. 2. Hadits-hadits yang disusun dalam kitab-kitab Hadits, umumnya belum dikelompokkan berdasarkan judul-judul masalah tetentu. 3. Hadits-hadits yang disusun belum dipisahkan antara yang berkualitas shahih, hasan, maupun dha’if. Periode keempat ini, merupakan periode dari Tabi’in besar dan Tabi’it-tabi’in, karena mereka lebih banyak meriwayatkan Hadits dibandingkan dengan jumah Hadits yang diriwayatkan oleh para Sahabat. Hal tersebut terjadi karena sebab-sebab berikut:7 1. Para Tabi’in, selain meriwayatkan Hadits Nabi, juga Atsar Sahabat dan Atsar Tabi’in (bagi Tabi’it-tabi’in). 2. Para Tabi’in, dalam mencari Hadits bukan hanya kepada para Sahabat saja, tetapi juga kepada sesamanya. Dengan kata lain, Tabi’in meriwayatkan Hadits dari para Sahabat dan para Tabi’in lainnya.
5 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Penerbit Angkasa Bandung 1991), hlm 104 6 Zuhdi Rifai, Mengenal Ilmu Hadis,(Jakarta: Penerbit Alghuraba, 2009), hlm 55 7 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Penerbit Angkasa Bandung 1991), hlm 107
C. Pemalsuan Hadits dan Upaya Menanganinya 1. Motif-motif Pemalsuan Hadits Bila periode sebelumnya, pembinaan Hadits hanya banyak bertumpu pada hafalan dan bahkan dilarang memperbanyak periwayatan Hadits oleh Khulafaur Rasyidin, maka pada periode ini, periwayatan bukan hanya sekedar dibolehkan, tetapi justru diperintahkan untuk ditulis dalam buku atau dewan Hadits. Dengan demikian, antara hafalan dan naskah penulisan Hadits, menjadi saling membantu dalam bidang pembinaan dan pengembangan Hadits. Tetapi di balik itu, suasana masyarakat dalam periode keempat ini, tantangan yang harus dihadapi dalam rangka pemeliharaan Hadits-hadits Nabi semakin besar. Kalau dalam periode sebelumnya, orang-orang yang dengan sengaja melakukan pemalsuan Hadits tujuannya hanyalah untuk menarik keuntungan bagi golongannya dan mencela lawan politik golongannya, maka dalam periode keempat ini, usaha pemalsuan tersebut dilakukan juga oleh tukang-tukang cerita yang ingin menarik minat banyak orang, di samping kaum Zindiq yang dalam setiap kesempatan selalu berusaha meruntuhkan Islam.8 a. Propaganda politik Pada periode ini, perpecahan antar golongan terus bertambah, yakni lahirnya pendukung Khalifah Amawiyah di suatu pihak dan golongan pendukung Abbasiyah di pihak yang lain dan saling ingin menjatuhkan satu sama lain. b. Golongan Zindiq Yakni, golongan yang lahirnya memeluk Islam, tetapi batinnya memusuhi Islam. Mereka ingin agar umat Islam meninggalkan ajaran Islam yang benar dan mengikuti ajaran yang tidak benar. c. Tukang-tukang cerita Salah satu cara untuk menarik minat orang terhadap apa yang disampaikannya adalah dengan mengemukakan cerita. Cerita itu akan lebih menarik bila dibumbui dengan hal-hal yang menakjubkan, yang ganjil-ganjil dan yang menakutkan. Maka, di antara penyebar ajaran Islam, karena dorongan dan keinginannya yang sangat besar untuk menarik minat para pendengarnya, mereka lalu membuat kisah-kisah, dongeng-dongeng dan semacamnya. Cerita karangan mereka itu kemudian dilengkapi dengan sanad dan dinyatakan cerita itu berasal dari Nabi Muhammad SAW. Perbuatan ini jelas menodai ajaran Islam dan mengotori kemurnian Hadits. 8 M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Penerbit Angkasa Bandung 1991), hlm 108
d. Penganut ajaran Tasawuf Di antara pengikut ajaran tasawuf, ada yang pengetahuan agamanya masih sangat terbatas dan bahkan salah. Tetapi biasanya, orang yang demikian ini merasa dirinya serba tahu tentang ajaran Islam. Mereka kemudian menafsirkan ajaran Islam sesuai kehendak mereka. Dan untuk memperkuat alasan atas pendapat dan pemahamannya itu mereka membuat Hadits-hadits palsu. Dan Hadits palsu yang mereka buat biasanya berkisah tentang berita-berita yang menggembirakan dan mencemaskan. 2. Gerakan Untuk Menumpas Pemalsuan Hadits a. Bani Abbasiyah menumpas kaum zindiq itu karena mereka membuat Hadits-hadits palsu yang merendahkan derajat Bani Abbas. Tetapi dalam usaha ini belum bisa menghilangkan munculnya Hadits-hadits palsu karena kaum zindiq merupakan gerakan terselubung. b. Para Ulama mengadakan perlawatan ke daerah-daerah untuk mengecek kebenaran Hadits-hadits yang diterimanya dengan meneliti sumber-sumbernya, kemudian hasilnya mereka siarkan ke masyarakat. c. Para ulama juga meneliti sanad dan perawi Hadits dengan ketat. Riwayat hidup dan tingkah laku para perawi dan sanad Hadits diselidiki dengan seksama. Pada sekitar tahun 150 H, ulama mulai memperbincangkan tentang ta’dil dan tajrih. Banyak ulama yang terkenal ahli dalam menilai perawi Hadits pada abad ke II periode keempvt ini. Misalnya Imam Malik, Auza’iy, Sufyan Ats-Tsaury, Ibnu Mubarak, Uyaiyah, Ibnu Wahhab dan lain-lain.
D. Menghadapi Golongan Penolak Hadits Pada periode keempat ini, lahir juga sekelompok orang yang menolak Hadits. Penolakan mereka ada yang untuk seluruh Hadits baik yang Ahad maupun yang Mutawatir, dan ada golongan yang menolak Hadits Ahad saja. Menghadapi golongan penolak Hadits ini, Imam Syafi’’i membela Hadits Nabi. Dalam kitabnya Al-Um, Imam Syaf’i telah menrangkan panjang lebar tentang alasanalasan para penolak Hadits kemudian satu persatu dari alasan itu dibantah oleh Imam Syafi’i. Karena itulah Imam Syafi’i diberi gelar Nashirul Hadits.
DAFTAR PUSTAKA Ismail, Syuhudi M. 1991. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Angkasa Bandung. Rifa’i, Zuhri. 2009. Mengenal Ilmu Hadis. Jakarta: Al-Ghuraba. Solahudin, Agus & Agus, Suryadi. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.